dus meso me-2-antibiotik pada ibu hamil-kelompok 7

28
MAKALAH TUGAS DUS (Drug Utilization Study) DAFTAR OBAT ANTIBIOTIK DAN ANALGETIK BERDASARKAN KEAMANAN PADA IBU HAMIL Disusun oleh: KELOMPOK 7 MUHAMMAD ZAINI N. 1061411121 PRADITA SETYANINGRUM 1420282893 VISI VIDIANA 1061411107 HANUM NOOR LAILLY 14811181 MENTARI YULISTIKA 1407062057 PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO

Upload: rismalinda-lagonah

Post on 14-Nov-2015

33 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

MONITORING OF ANTIBIOTIC

TRANSCRIPT

MAKALAH TUGAS DUS (Drug Utilization Study) DAFTAR OBAT ANTIBIOTIK DAN ANALGETIK BERDASARKAN KEAMANAN PADA IBU HAMIL

Disusun oleh:KELOMPOK 7MUHAMMAD ZAINI N.1061411121PRADITA SETYANINGRUM 1420282893VISI VIDIANA 1061411107HANUM NOOR LAILLY 14811181MENTARI YULISTIKA 1407062057

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERRSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJOPERIODE FEBRUARI 2015 MARET 2015PURWOKERTOBAB IPENDAHULUAN

Drug Utilisation Study menurut WHO adalah studi tentang pemasaran, pendistribusian, peresepan, dan penggunaan obat dimasyarakat, terutama ditekankan yang dapat menimbulkan konsekuensi pada pengobatan, sosial, dan ekonomi. Berdasarkan epidemiologi, studi penggunaan obat adalah studi tentang distribusi dan faktor-faktor penentu terkait kondisi kesehatan dan berbagai kejadian kesehatan di masyarakat, dan diaplikasikan untuk mengendalikan masalah kesehatan. Berdasarkan farmakoepidemiologi, studi penggunaan obat adalah studi tentang penggunaan dan efek terapi atau efek samping dari obat pada masyarakatdengan tujuan untuk mendukung penggunaan obat yang rasional, ekonomis, dalampopulasi dengan tujuan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa fokus dari studi pengunaan obat adalah untuk mengetahui faktor yang berpengaruh dan terlibat dalam peresepan, peracikan, pemberian, dan penggunaan obat. Tujuan umum dari studi penggunaan obat adalah mengidentifikasi dan menganalisis masalah yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dalam pengobatan. Pendekatan ini sebaiknya didasarkan pada tujuan dan kebutuhan penderita. Studi penggunaan obat dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Studi kualitatif digunakan untuk mengevaluasi ketepatan penggunaan obat dengan cara mencari hubungan antara data peresepan dan alasan pemberian terapi. Sedangkan secara kuantitatif, dilakukan dengan cara mengumpulkan secara rutin data statistik dari penggunaan obat yang dapat digunakan untuk memperkirakan penggunaan obat pada suatu populasi berdasarkan usia, kelas sosial, morbiditas, dan karakteristik lainnya serta untuk mengidentifikasi adanya kemungkinan overutilization atau underutilization. Proses penggunaan obat adalah suatu proses yang cukup rumit yang terdiri dari beberapa tahap yang harus diselesaikan. Proses ini idealnya harus berujung pada hasil terapi yang optimal. Proses penggunaan obat masih jauh dari selesai ketika obat sudah diberikan kepada pasien. Respons terapi sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maupun respons yang tidak dikehendaki, harus selalu dikaji untuk menilai apakah penggunaan obat sudah sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Prinsip dasar pengobatan adalah menghilangkan gejala dan juga menyembuhkan penyakit serta jika mungkin mencegah timbulnya penyakit. Dalam prinsip dasar ini tercakup pula ketentuan bahwa manfaat klinik obat yang diberikan harus melebihi risiko yang mungkin terjadi sehubungan dengan pemakaiannya.Obat dalam tubuh melewati proses Farmakokinetik. Farmakokinetika merupakan aspek farmakologi yang mencakup nasib obat dalam tubuh yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya (ADME). Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umunya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresi dari dalam tubuh. Pengobatan dengan menggunakan obat kimia ini memiliki beberapa sifat tertentu yakni lebih diarahkan untuk menghilangkan gejala-gejala yang timbul,bersifat sympthomatis yang hanya untuk mengurangi penderitaannya saja, bersifat paliatif artinya penyembuhan yang bersifat spekulatif, lebih diutamakan untuk penyakit-penyakit yang sifatnya akut, reaksi cepat namun bersifat destruktif artinya melemahkan organ tubuh lain, efek samping yang bisa ditimbulkan iritasi lambung dan hati, kerusakan ginjal, mengakibatkan lemak darah. Selain daripada itu bahaya obat kimia yang lainnya adalah bisa memunculkan efek samping berupa komplikasi penyakit. Obat dapat menyebabkan efek yang tidak dikehendaki pada janin selama masa kehamilan. Selama kehamilan dan menyusui, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan atau gangguan kesehatan yang membutuhkan obat. Banyak ibu hamil menggunakan obat dan suplemen pada periode organogenesis sedang berlangsung sehingga risiko terjadi cacat janin lebih besar. Di sisi lain, banyak ibu yang sedang menyusui menggunakan obat-obatan yang dapat memberikan efek yang tidak dikehendaki pada bayi yang disusui. Karena banyak obat yang dapat melintasi plasenta, maka penggunaan obat pada wanita hamil perlu berhati-hati. Dalam plasenta obat mengalami proses biotransformasi, mungkin sebagai upaya perlindungan dan dapat terbentuk senyawa antara yang reaktif, yang bersifat teratogenik/dismorfogenik. Obat-obat teratogenik atau obat-obat yang dapat menyebabkan terbentuknya senyawa teratogenik dapat merusak janin dalam pertumbuhan. Beberapa obat dapat memberi risiko bagi kesehatan ibu, dan dapat memberi efek pada janin juga. Selama trimester pertama, obat dapat menyebabkan cacat lahir (teratogenesis), dan risiko terbesar adalah kehamilan 3-8 minggu. Selama trimester kedua dan ketiga, obat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara fungsional pada janin atau dapat meracuni plasenta. Perubahan fisiologi selama kehamilan dan menyusui dapat berpengaruh terhadap kinetika obat dalam ibu hamil dan menyusui yang kemungkinan berdampak terhadap perubahan respon ibu hamil terhadap obat yang diminum. Dengan demikian, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa saja yang relatif tidak aman hingga harus dihindari selama kehamilan ataupun menyusui agar tidak merugikan ibu dan janin yang dikandung ataupun bayinya (Depkes, 2006).Kategori keamanan pada kehamilan merupakan panduan untuk meresepkan obat secara aman dalam kehamilan menurut kategori kehamilan dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika Serikat (United States Food and Drug Administration atau US FDA). Semua preparat topical tidak memiliki kategori kehamilan karena absorbsi sistemik pada obat golongan ini umumnya sedikit kecuali bila digunakan pada area tubuh yang luas, secara terus-menerus, atau dalam waktu yang lama.Kategori A: studi terkontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya risiko terhadap janin (fetus) pada kehamilan trimester 1 (dan tidak ada bukti mengenai risiko pada trimester selanjutya), dan kecil kemungkinannya untuk membahayakan janin.Kategori B:studi terhadap sistem reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya risiko pada janin tetapi tidak ada studi terkontrol pada wanita hamil, atau studi terhadap sistem reproduksi binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping (selain penurunan fertilitas) yang tidak dilaporkan terjadi pada studi terkontrol terhadap wanita hamil trimester 1 (dan tidak ada bukti mengenai risiko pada trimester selanjutnya)Kategori C:studi terhadap binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping pada janin (teratogenik atau embriosidal atau lainnya) dan tidak ada studi terkontrol pada wanita dan binatang percobaan. Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin.Kategori D:ada bukti positif mengenai risiko terhadap janin manusia, tetapi besarnya manfaat yang diperoleh lebih besar dari risikonya (misalnya jika obat diperlukan untuk mengatasi situasi yang mengancam jiwa atau untuk penyakit yang serius yang tidak efektif atau tidak mungkin diatasi dengan obat yang lebih aman).Kategori X:studi terhadap binatang percobaan atau manusia telah memperlihatkan adanya abnormalitas terhadap janin atau adanya risiko terhadap janin berdsarkan pengalaman pada manusia ataupun manusia dan binatang percobaan, dan risiko penggunaan obat pada wanita hamil jelas-jelas melebihi manfaat yang mungkin diperoleh. Obat dalam kategori ini dikontraindikasikan pada wanita yang sedang atau memiliki kemungkinan untuk hamil. (Pramudianto, 2012)

BAB IIPEMBAHASAN

Penggunaan antibiotika pada kehamilan bisa dengan tujuan terapi, akan tetapi bisa juga dengan tujuan profilaksis. Untuk tujuan terapi sering dipakai pada kasus kehamilan dengan tanda klinis adanya infeksi baik lokal maupun sistemik misalnya kehamilan yang disertai dengan penyakit infeksi sistemik misalnya typhoid, tuberkulose dan lain sebagainya. Sedangkan infeksi lokal misalnya adanya tanda infeksi genetalia, vaginosis bakteri, infeksi jamur atau infeksi intrauterin sebagai akibat suatu persalinan yang lama (partus kasep) akan tetapi bisa juga pada kasus dengan tanda persalinan preterm yang membakat yang diduga disebabkan oleh infeksi genetalia. Sedangkan untuk tujuan profilaksis sering digunakan pada kasus kehamilan dengan kelainan katub jantung, ketuban pecah dini, perdarahan pada kehamilan dan eklamsia. Pada keadaan ini sebenarnya belum tampak adanya gejala infeksi, akan tetapi kondisi ibu seperti ini merupakan faktor risiko untuk terjadinya infeksi yang membahayakan ibu dan atau janin didalam rahim. Pemilihan jenis antibiotika yang akan diberikan pada ibu hamil seharusnya didasarkan atas uji kepekaan di laboratorium untuk menentukan secara tepat jenis antibotika yang diperlukan. Dengan menggunakan tehnik kultur yang saat ini dikerjakan, hal ini memerlukan waktu yang relatif lama sedangkan kita harus mengejar waktu untuk segera memberikan terapi antibiotika. Pada akhirnya seorang dokter di suatu rumah sakit harus memahami peta mikroorganisme setempat untuk menentukan pilihan antibiotika pada ibu hamil maupun bersalin yang memerlukan. Akan tetapi menurut beberapa peneliti dari negara maju sebenarnya lebih banyak jenis kuman yang bisa ditemukan pada ibu hamil atau bersalin yang mengalami infeksi. Dikemukakan sebagian besar kuman Anaerob seperti Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealithicum, Bacteroides dan Gardnerella vaginalis yang memerlukan tehnik kultur yang khusus sangat berperan pada infeksi dibidang kebidanan. Berdasarkan kenyataan tersebut maka saat ini penggunaan antibiotika terutama penggunaan kombinasi lebih dari satu jenis obat makin meningkat. Ditinjau dari bidang farmakologis maka penggunaan antibiotika kombinasi ini mempunyai beberapa keuntungan maupun kerugian.A. Keuntungan1. Mengurangi resistensi terhadap antibiotika oleh karena dengan menggunakan kombinasi yang sinergistik akan meningkatkan daya kemampuan untuk membunuh mikroorganisme.2. Mengurangi efek toksik. Hal ini berkaitan dengan dosis obat. Semakin rendah dosis tiap jenis antibiotika akan makin rendah pula efek toksik obat. Efek sinergistik ini akan bisa menurunkan masing-masing dosis obat kombinasi yang diberikan.

B. Kerugian1. Biaya yang diperlukan akan lebih banyak.2. Efek antagonis dari 2 obat atau lebih yang mempunyai mekanisme dan titik tangkap kerja yang sama akan sangat merugikan karena mengurangi manfaat utama dari obat.3. Meningkatkan risiko reaksi alergiTabel 1. Klasifikasi (FDA) untuk antibiotika dan risikonya terhadap janinGolongan (Nama generik)KlasifikasiGolongan (Nama Generik)Klasifikasi

Gol. PenisilinAmoksisilinAmpisilin BBLain-lainBasitrasinKloramfenikolClindamisinColistimethateEritromisinFurazolidoneLincomisinNovobiosinOleondomisinPolymyxin BSpectinomisinTrimetoprimTroleandomisinVancomisinCCBBBCBCCBBCCC

Gol. SefalosporinSefaklorSefotaksimSeftriaksonBBBGol. Anti TBCEthambutolPASINHRifampisinBCCC

Gol. AminoglikosidaAmikasinGentamisinNeomisinKanamisinStreptomisinTobramisin CCCDDDGol. SulfaSulfasalazineSulfonamidaB / DB / D

Gol. TetrasiklinDoksisiklinMinosiklinTetrasiklinDDD

(Gondo, 2007)Infeksi pada saat kehamilan tidak jarang terjadi, mengingat secara alamiah risiko terjadinya infeksi pada periode ini melebihi besar, seperti misalnya infeksi saluran kencing karena dilatasi ureter dan stasis yang biasanya muncul pada awal kehamilan dan menetap sampai beberapa saat setelah melahirkan. Dalam menghadapi kehamilan dengan infeksi, pertimbangan pengobatan yang harus diambil tidak saja dari segi ibu, tetapi juga segi janin, mengingat hampir semua antibiotika dapat melintasi plasenta dengan segala konsekuensinya. Berikut akan dibahas antibiotika yang dianjurkan maupun yang harus dihindari selama kehamilan, agar di samping tujuan terapetik dapat tercapai semaksimal mungkin, efek samping pada ibu dan janin dapat ditekan seminimal mungkin.

a. Penisilin. Obat-obat yang termasuk dalam golongan penisilin dapat dengan mudah menembus plasenta dan mencapai kadar terapetik baik pada janin maupun cairan amnion. Penisilin relatif paling aman jika diberikan selama kehamilan, meskipun perlu pertimbangan yang seksama dan atas indikasi yang ketat mengingat kemungkinan efek samping yang dapat terjadi pada ibu. Ampilisin : Segi keamanan baik bagi ibu maupun janin relatif cukup terjamin. Kadar ampisilin dalam sirkulasi darah janin meningkat secara lambat setelah pemberiannya pada ibu dan bahkan sering melebihi kadarnya dalam sirkulasi ibu. Pada awal kehamilan, kadar ampisilin dalam cairan amnion relatif rendah karena belum sempurnanya ginjal janin, di samping meningkatnya kecepatan aliran darah antara ibu dan janin pada masa tersebut. Tetapi pada periode akhir kehamilan di mana ginjal dan alat ekskresi yangi lain pada janin telah matur, kadarnya dalam sirkulasi janin justru lebih tinggi dibanding ibu. Farmakokinetika ampisilin berubah menyolok selama kehamilan. Dengan meningkatnya volume plasma dan cairan tubuh, maka meningkat pula volume distribusi obat. Oleh sebab itu kadar ampisilin pada wanita hamil kira-kira hanya 50% dibanding saat tidak hamil. Dengan demikian penambahan dosis ampisilin perlu dilakukan selama masa kehamilan. Amoksisilin : Pada dasarnya, absorpsi amoksisilin setelah pemberian per oral jauh lebih baik dibanding ampisilin. Amoksisilin diabsorpsi secara cepat dan sempurna baik setelah pemberian oral maupun parenteral. Seperti halnya dengan ampisilin penambahan dosis amoksisilin pada kehamilan perlu dilakukan mengingat kadarnya dalam darah ibu maupun janin relatif rendah dibanding saat tidak hamil. Dalam sirkulasi janin, kadarnya hanya sekitar seperempat sampai sepertiga kadar di sirkulasi ibu.b. Sefalosporin Sama halnya dengan penisilin, sefalosporin relatif aman jika diberikan pada trimester pertama kehamilan. Kadar sefalosporin dalam sirkulasi janin meningkat selama beberapa jam pertama setelah pemberian dosis pada ibu, tetapi tidak terakumulasi setelah pemberian berulang atau melalui infus. Sejauh ini belum ada bukti bahwa pengaruh buruk sefalosporin seperti misalnya anemia hemolitik dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu yang mendapat sefalosporin pada trimester terakhir kehamilan.c. TetrasiklinSeperti halnya penisilin dan antibiotika lainnya, tetrasiklin dapat dengan mudah melintasi plasenta dan mancapai kadar terapetik pada sirkulasi janin. Jika diberikan pada trimester pertama kehamilan, tetrasiklin menyebabkan terjadinya deposisi tulang in utero, yang pada akhirnya akan menimbulkan gangguan pertumbuhan tulang, terutama pada bayi prematur. Meskipun hal ini bersifat tidak menetap (reversibel) dan dapat pulih kembali setelah proses remodelling, namun sebaiknya tidak diberikan pada periode tersebut. Jika diberikan pada trimester kedua hingga ketiga kehamilan, tetrasiklin akan mengakibatkan terjadinya perubahan warna gigi (menjadi kekuningan) yang bersifat menetap disertai hipoplasia enamel. Mengingat kemungkinan risikonya lebih besar dibanding manfaat yang diharapkan maka pemakaian tetrasiklin pada wanita hamil sejauh mungkin harus dihindari.d. AminoglikosidaAminoglikosida dimasukkan dalam kategori obat D, yang penggunaannya oleh wanita hamil diketaui meningkatkan angka kejadian malformasi dan kerusakan janin yang bersifat ireversibel. Pemberian aminoglikosida pada wanita hamil sangat tidak dianjurkan. Selain itu aminoglikosida juga mempunyai efek samping nefrotoksik dan ototoksik pada ibu, dan juga dapat menimbulkan kerusakan ginjal tingkat seluler pada janin, terutama jika diberikan pada periode organogeneis. Kerusakan saraf kranial VIII juga banyak terjadi pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendapat aminoglikosida pada kehamilan.e. KloramfenikolPemberian kloramfenikol pada wanita hamil, terutama pada trimester II dan III, di mana hepar belum matur, dapat menyebabkan angka terjadinya sindroma Grey pada bayi, ditandai dengan kulit sianotik (sehingga bayi tampak keabuabuan), hipotermia, muntah, abdomen protuberant, dan menunjukkan reaksi menolak menyusu, di samping pernafasan yang cepat & tidak teratur, serta letargi. Kloramfenikol dimasukkan dalam kategori C, yaitu obat yang karena efek farmakologiknya dapat menyebabkan pengaruh buruk pada janin tanpa disertai malformasi anatomik. Pengaruh ini dapat bersifat reversibel. Pemberian kloramfenikol selama kehamilan sejauh mungkin dihindari, terutama pada minggu-minggu terakhir menjelang kelahiran dan selama menyusui.f. SulfonamidaObat-obat yang tergolong sulfonamida dapat melintasi plasenta dan masuk dalam sirkulasi janin, dalam kadar yang lebih rendah atau sama dengan kadarnya dalam sirkulasi ibu. Pemakaian sulfonamida pada wanita hamil trimester I & II termasuk kategori B tetapi pada trimester III pemakaiannya harus dihindari. Hal ini karena sulfonamida mampu mendesak bilirubin dari tempat ikatannya dengan protein, sehingga mengakibatkan terjadinya kern-ikterus pada bayi yang baru dilahirkan. Keadaan ini mungkin akan menetap sampai 7 hari setelah bayi lahir.g. EritromisinPemakaian eritromisin pada wanita hamil relatif aman karena meskipun dapat terdifusi secara luas ke hampir semua jaringan (kecuali otak dan cairan serebrospinal), tetapi kadar pada janin hanya mencapai 1-2% dibanding kadarnya dalam serum ibu. Di samping itu, sejauh ini belum terdapat bukti bahwa eritromisin dapat menyebabkan kelainan pada janin. Kemanfaatan eritromisin untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh Chlamydia pada wanita hamil serta pencegahan penularan ke janin cukup baik, meskipun bukan menjadi obat pilihan pertama. Namun ditilik dari segi keamanan dan manfaatnya, pemakaian eritromisin untuk infeksi tersebut lebih dianjurkan dibanding antibiotika lain, misalnya tetrasiklin.h. TrimetoprimKarena volume distribusi yang luas, trimetoprim mampu menembus jaringan fetal hingga mencapai kadar yang lebih tinggi dibanding sulfametoksazol, meskipun kadarnya tidak lebih tinggi dari ibu. Pada uji hewan, trimetoprim terbukti bersifat teratogen jika diberikan pada dosis besar. Meskipun belum terdapat bukti bahwa trimetoprim juga bersifat teratogen pada janin, tetapi pemakaiannya pada wanita hamil perlu dihindari. Jika terpaksa harus memberikan kombinasi trimetoprim + sulfametoksazol pada kehamilan, diperlukan pemberian suplementasi asam folat.i. NitrofurantoinNitrofurantoin sering digunakan sebagai antiseptik pada saluran kencing. Jika diberikan pada awal kehamilan, kadar nitrofurantoin pada jaringan fetal lebih tinggi dibanding ibu, tetapi kadarnya dalam plasma sangat rendah. Dengan makin bertambahnya umur kehamilan, kadar nitrofurantoin dalam plasma janin juga meningkat. Sejauh ini belum terbukti bahwa nitrofurantoin dapat meningkatkan kejadian malformasi janin. Namun perhatian harus diberikan terutama pada kehamilan cukup bulan, di mana pemberian nitrofurantoin pada periode ini kemungkinan akan menyebabkan anemia hemolitik pada janin.

Tabel 2. Efek toksik antibiotika terhadap ibu dan janin dalam rahimJenis antibiotikaEfek toksik

Pada ibuPada janin

Kontraindikasi

KloramfenicolDepresi Bone NarrowSindroma Grey

Tertasiklin (Tr.I)HepatotoksikPankreatitisHaemorragieGagal ginjalPewarnaan abnormalDysplasia gigi

Erithromycin EstolateHepatotoksik

QuinoloneArtropati janin hewan

Pertimbangkan

AminoglikosidaOtotoksik, NefrotoksikToksik N. VII

ClindamisinAlergiColitis pseudomembran-

NitrofurantoinNeuropatiaHemolitik

MetronidazoleBlood dyscrasia-

Trimethoprim-SulfamethoxVaskulitisAntagonis asam folat

SulfonamideIsoniazidAlergiHepatotoksikKern ikterus-

AztrenonAlergi-

Aman

PenisilinSefalosporinErythromycin baseAlergiAlergiAlergi---

ErythromycinEthinylsuccinateAlergi-

SpectinomisinAlergi -

(Gondo, 2007)Tabel 3. Daftar analgesik beserta kategori berdasarkan FDANama ObatKategori FDA

AsetaminofenB

Asetaminofen dengan kodeinC

KodeinC/3D

HidrokodonC/3D

MeperidinB

Morfin B

OksikodonB/3D

Propoksifen C

Setelah trimester pertama (24-72 jam)

IbuprofenB/3D

NaprosinB/3D

AspirinC/3D

Ket: 3D = kontraindikasi pada trimester ketiga (Wira, 2010)Beberapa analgesik seperti oksikodon, ibuprofen dan naprosin penggunaannya pada trimester I aman bagi ibu hamil (kategori B) tetapi pada trimester III obat tersebut sebaiknya tidak digunakan karena tergolong kategori D. Sedangkan analgesik seperti kodein, hidrokodon dan aspirin penggunaannya pada trimester I termasuk kategori C tetapi pada trimester III obat ini termasuk dalam kategori D.

KESIMPULAN1. Antibiotik yang aman untuk ibu hamil antara lain, yaitu Gol. Penisilin seperti amoksisilin, dan ampisilin; Gol. Sefalosporin, seperti sefaklor, sefotaksim, dan seftriakson; dan beberapa antibiotik lain seperti eritromisin, klindamisin, colistimethate, lincomisin, polymyxin B, spectinomisin, dan ethambutol.2. Analgesik yang aman bagi ibu hamil yaitu, asetaminofen, meperidin, dan morfin.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.Anonim. 2006. Guidelines for Oral Health Care in Pregnancy. New York State Department of Health. New York.Gondo, HK. 2007. Penggunaan Antibiotika Pada Kehamilan. Universitas Udayana. Bali.Pramudianto. 2012. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 10, UBM Medika, Jakarta. Suryawati S et al. 1990. Pemakaian Obat pada Kehamilan. Laboratorium Farmakologi Klinik FK-UGM. Yogyakarta.

1