dua pola kebudayaan

2
Dua Pola Kebudayaan Dalam buku The Two Cultures karya C.P. Snow menyebutkan bahwa terdapat dua pola kebudayaan dalam tubuh masyarakat (negara Barat) yakni ilmuwan dan non-ilmuwan. Hal ini bisa ditemukan juga dalam negara Indonesia. Di Indonesia bidang keilmuwan masih terbagi menjadi ilmu alam (eksakta) dan ilmu social. Pembagian ilmu tersebut membuat masyarakat menjadi lebih terkotak-kotak dalam belajar. Pendidikan di Indonesia pun cenderung mendukung dua kebudayaan tersebut. Padahal dalam kehidupan masyarakat, kedua ilmu ini saling berkaitan dan sama- sama dibutuhkan. Kita mengetahui bahwa kedua ilmu tersebut mempelajari hal yang berbeda secara teknis namun pada dasarnya yaitu secara ontologis, epistemologis dan aksiologis dari kedua ilmu tersebut adalah sama. Metodologis yang digunakan dalam karya ilmiah tidak dibedakan antara ilmu alam dan ilmu social. Ilmu alam mempelajari gejala-gejala alam yang di nampak di sekitar kita, obyeknya pun cenderung tetap. Hal ini berlainan dengan ilmu social yang mempelajari lingkungan di sekitar namun obyeknya belum tentu sama karena dipengaruhi oleh adat dan kebudayaan pada masing-masing lingkungan. Ilmu social lebih berkembang dari segi kualitatifnya sedangkan ilmu alam lebih cepat berkembang dari segi kualitatifnya. Contohnya dalam pengukuran emosi seseorang tidak bisa dilakukan secara kuantitaif tapi harus secara kualitatif, sedangkan pengukuran bertambah panjangnya suatu besi dapat diukur secara kuantitatif. Tujuan dari dipelajarinya suatu ilmu adalah untuk mencari penjelasan dari gejala-gejala yang sering kita temukan dan mengethui hakikat suatu obyek yang dihadapi. Pengetahuan tentang ilmu tersebut membuat kita mengerti sehungga dapat memberikan kita alat untuk menguasai suatu masalah tersebut. Hal ini berlaku untuk ilmu alam maupun ilmu social. Adanya dua kebudayaan yang terbagi dalam ilmu alam dan ilmu social ini masih terdapat di Indonesia. Dalam dunia pendidikan, seringkali ilmu alam dianggap lebih mempunyai prestise daripada ilmu

Upload: rifaatul-mahmudah

Post on 10-Nov-2015

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

filsafat ilmu

TRANSCRIPT

Dua Pola KebudayaanDalam buku The Two Cultures karya C.P. Snow menyebutkan bahwa terdapat dua pola kebudayaan dalam tubuh masyarakat (negara Barat) yakni ilmuwan dan non-ilmuwan. Hal ini bisa ditemukan juga dalam negara Indonesia. Di Indonesia bidang keilmuwan masih terbagi menjadi ilmu alam (eksakta) dan ilmu social. Pembagian ilmu tersebut membuat masyarakat menjadi lebih terkotak-kotak dalam belajar. Pendidikan di Indonesia pun cenderung mendukung dua kebudayaan tersebut. Padahal dalam kehidupan masyarakat, kedua ilmu ini saling berkaitan dan sama-sama dibutuhkan.Kita mengetahui bahwa kedua ilmu tersebut mempelajari hal yang berbeda secara teknis namun pada dasarnya yaitu secara ontologis, epistemologis dan aksiologis dari kedua ilmu tersebut adalah sama. Metodologis yang digunakan dalam karya ilmiah tidak dibedakan antara ilmu alam dan ilmu social.Ilmu alam mempelajari gejala-gejala alam yang di nampak di sekitar kita, obyeknya pun cenderung tetap. Hal ini berlainan dengan ilmu social yang mempelajari lingkungan di sekitar namun obyeknya belum tentu sama karena dipengaruhi oleh adat dan kebudayaan pada masing-masing lingkungan. Ilmu social lebih berkembang dari segi kualitatifnya sedangkan ilmu alam lebih cepat berkembang dari segi kualitatifnya. Contohnya dalam pengukuran emosi seseorang tidak bisa dilakukan secara kuantitaif tapi harus secara kualitatif, sedangkan pengukuran bertambah panjangnya suatu besi dapat diukur secara kuantitatif. Tujuan dari dipelajarinya suatu ilmu adalah untuk mencari penjelasan dari gejala-gejala yang sering kita temukan dan mengethui hakikat suatu obyek yang dihadapi. Pengetahuan tentang ilmu tersebut membuat kita mengerti sehungga dapat memberikan kita alat untuk menguasai suatu masalah tersebut. Hal ini berlaku untuk ilmu alam maupun ilmu social. Adanya dua kebudayaan yang terbagi dalam ilmu alam dan ilmu social ini masih terdapat di Indonesia. Dalam dunia pendidikan, seringkali ilmu alam dianggap lebih mempunyai prestise daripada ilmu social. Anggapan seperti ini dapat menyebabkan hambatan psikologis dan intelektual bagi pengembangan keilmuan di negara kita. Terkotaknya bidang ilmu tersebut sering dilihat dari aspek matematikanya. Aspirasi yang sering dikemukakan oleh raison detre yang pertama yaitu manusia mempunyai perbedaan bakat dalam pendidikan matematika yang mengharuskan kita mengembangkan pola pendidikan yang berbeda pula. Yang kedua ilmu-ilmu social yang kurangpengetahuan matematika dapat menjuruskan keahliannya di bidang ini. Asumsi tersebut tidaksepenuhnya benar karena berpikir secara matematik tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia secara keseluruhan. Hakikat dari pendidikan matematika yang pertama pangetahuan yang disampaikan lewat analisis matematika pada umumnya merupakan kesimpulam dari penalaran yang diformulasikan dalam symbol matematik, sedangkan yangkedua yaitu matematika sebagai alat komunikasi simbolik. Bagi tujuan pendidikan pertama yakni pendidikan analitik maka yangpenting adalah penguasaan berpikir matematik yang memungkinkan suatu analisis sampai terbentuknya rumus statistika tersebut. Sedangkan tujuan pendidikan yang kedua yaitu pendidikan simbolik yang terpenting adalah pengetahuan mengenai kegunaan rumus tersebut serta penalaran deduktif dalam penyusunan meskipun tidak secara seluruhnya merupakan analisis matematik. Jadi jika memang perlu adanya pola pendidikan yang berbeda, alternatifnya yang dapat ditempuh bukan lagi pembagian jurusan berdasarkan bidang keilmuan melain pembagian jurusan berdasarkan tujuan matematika. Pembagian di bidang ini bukan hanya tidak mampu menghalangi kemajuan seluruh bidang keilmuan melainkan juga dapat meningktkan mutu keilmuan tersebut.