drs. riyanto, m.sc. - dosen fakultas biologidrs. riyanto, m...
TRANSCRIPT
UJI TOKSISITAS (LC50 – 24 JAM) EKSTRAK KULITJENGKOL (Pithecellobium jiringa) TERHADAP
LARVA UDANG (Artemia salina Leach.)
PROPOSAL
INDAH SINAGA11 870 0001
FAKULTAS BIOLOGIUNIVERSITAS MEDAN AREA
MEDAN2014
UJI TOKSISITAS (LC50 – 24 JAM) EKSTRAK KULITJENGKOL (Pithecellobium jiringa) TERHADAP
LARVA UDANG (Artemia salina Leach.)
PROPOSAL
INDAH SINAGA11 870 0001
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar sarjana Sains pada Fakultas Biologi Universitas Medan Area
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
(Drs. Riyanto, M.Sc) (Rosliana Lubis S.Si, M.Si)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Uji
Toksisitas Ekstrak Kulit Jengkol Pithecellobium jiringa) Terhadap Larva Udang
Artemia salina Leach.”. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia
Universitas Medan Area.
Ucapan terimakasih penulis kepada semua pihak yang banyak membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama Kepada Bapak Drs. Riyanto, M.Sc selaku
Pembimbing I, Ibu Rosliana Lubis, S.Si, M,Si selaku pembimbing II dan sekertaris
komisi pembimbing Bapak Ferdinand susilo, S.Si, M.Si yang memberikan masukan
dan saran yang sangat berguna dalam penulisan proposal ini. Serta ucapan
terimakasih kepada bapak/ibu dosen dan staf Fakultas Biologi Universitas Medan
Area, motivasi dari kedua orangtua tercinta dan keluarga besar saya, juga kepada
teman mahasiswa/i Fakultas Biologi Universitas Medan Area.
Penulis menyadari bahwa dalam proposal ini masih terdapat kesalahan, oleh
karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan penulisan proposal ini.
Akhirnya penulis berharap, kiranya proposal ini dapat bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan penulis dan pembaca, Amin.
Medan, 8 November 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. iDAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar belakang............................................................................................ 11.2 Rumusan Masalah...................................................................................... 31.3 Tujuan Penelitian........................................................................................ 31.4 Manfaat Penelitian...................................................................................... 3
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman jengkol Pithecellobium jiringa).................................................. 42.1.1 Klasifikasi Tumbuhan Jengkol............................................................. 52.1.2 Komponen Senyawa Bioaktif............................................................... 6
2.2 Udang Artemia salina Leach.).................................................................... 62.2.1 Morfologi Artemia salina L.................................................................. 72.2.2 Klasifikasi Artemia salina L................................................................. 82.2.3 Habitat Artemia salina L....................................................................... 82.2.4 Siklus Hidup Artemia salina L............................................................. 9
2.3 Uji Toksisitas.............................................................................................. 10
BAB IIIMETODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian..................................................................... 113.2 Bahan dan Alat Penelitian........................................................................... 113.3 Metode Penelitian....................................................................................... 113.4 Populasi dan Sampel................................................................................... 11
PopulasiSampel
3.5 Prosedur Kerja............................................................................................ 12Pembuatan Ekstrak Kulit JengkolPenyediaan larva Artemia salina L.ObservasiEksploratoryFull Scale TestAklimasi Hewan Uji
3.6 Analisis Data............................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 17
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai salah satu negara tropis yang kaya sumber daya hayati, Indonesia
memiliki ± 30.000 spesies tumbuhan, dan baru ± 7000 spesies di antaranya yang
dikenal sebagai tumbuhan berkhasiat obat. Dengan kata lain masih banyak spesies
tumbuhan di Indonesia yang belum dikenal manfaatnya, sehingga berpeluang untuk
diteliti lebih lanjut. Sejak tahun 1993 telah dikembangkan organic farming yang
lebih ramah lingkungan, karena tidak menggunakan bahan-bahan kimia sintetis
(Kardinan, 2001). Salah satu prospek yang bisa dikembangkan adalah pemanfaatan
limbah, khususnya limbah nabati. Pemanfaatan limbah nabati memberi keuntungan
yaitu mudah mencari bahan mentahnya, murah, dan juga membantu dalam
penanggulangan sampah (Tjokronegoro, 1998).
Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa) selama ini tergolong limbah organik
yang berserakan dipasar tradisional dan sampai saat ini masih merupakan limbah
yang tidak termanfaatkan dan tidak memberikan nilai ekonomis. Sampah organik ini
mengotori lingkungan dan parahnya memberi kontribusi pada banjir yang terjadi
didaerah Medan (Hutasuhut, 2012). Tidak hanya di propinsi Sumatera Utara, di
propinsi lain juga sampah organik ini tidak dimanfaatkan. Bahkan daerah Pontianak
mengeluarkan peraturan untuk menangkap masyarakat yang membuang kulit jengkol
sembarangan. Hal tersebut menunjukan bahwa perhatian akan kulit jengkol masih
sangat kurang, terbukti dengan dikategorikannya sampah organik yang mengganggu
(lay, 2009). Padahal kulit jengkol disinyalir mengandung beberapa senyawa
allelokimia dan berpeluang untuk dapat digunakan sebagai bioinsektisida. Senyawa
kimia yang khas dalam tanaman jengkol adalah asam jengkolat. Senyawa ini
merupakan asam amino alifatik yang mengandung sulfur dan bersifat toksik. Selain
asam jengkolat di dalam tanaman jengkol terdapat minyak atsiri, saponin, alkaloid,
terpenoid, steroid, tannin, glikosida, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor, serta
vitamin A dan B1 (Hyeronimus, 2008).
Namun, sebenarnya sudah ada penelitian yang dilakukan terhadap jengkol
maupun kulitnya. Para peneliti mencoba memanfaaatkan kandungan dalam jengkol
maupun kulitnya untuk digunakan dalam kehidupan. Ekstrak etanol kulit jengkol
dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri terhadap Streptococcus mutans, dan
Eschericia coli (Nurussakinah, 2010). Petani di daerah Ciwidey Jawa Barat pernah
menggunakan ekstrak buah jengkol untuk menghadapi serangan wereng. Ekstrak
kulit jengkol juga bersifat toksik terhadap larva Plutella xylostella dan pada nimfa
Nilaparvata lugens (Pitojo, 1995).
Uji toksisitas merupakan uji pendahuluan yang dilakukan untuk mengetahui
efek toksik dan ambang batas penggunaan suatu tumbuhan sebagai obat. Uji
toksisitas dapat dilakukan dengan menggunakan larva udang Artemia salina Leach.
(Meyer et al. 1982). Artemia salina Leach. merupakan udang-udangan primitif dan
pertama kali ditemukan di Lymington, Inggris pada tahun 1755 dan termasuk family
crustaceae tingkat rendah dari phylum arthropoda (Purwakusuma, 2007). Larva
udang ini merupakan organisme sederhana dari biota laut yang sangat kecil dan
mempunyai kepekaan yang cukup tinggi terhadap toksik (Pujiati et al., 2002). Bila
bahan yang diuji memberikan efek toksik terhadap larva udang, maka hal ini
merupakan indikasi awal dari efek farmakologi yang terkandung dalam bahan
tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa A. salina memiliki korelasi positif
terhadap ekstrak yang bersifat bioaktif. Metode ini juga banyak digunakan dalam
berbagai analisis biosistim seperti analisis terhadap residu pestisida, miko-toksin,
polusi, senyawa turunan morfin, dan karsinogenik dari phorbol ester (Meyer et al.,
1982). Berdasarkan uraian diatas maka peneliti mencoba memanfaatkan ekstrak kulit
jengkol sebagai zat toksik terhadap larva udang Artemia salina Leach.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah berapakah kadar toksisitas (LC50–24 jam) ekstrak
kulit jengkol (Pithecellobium jiringa) terhadap larva udang Artemia salina Leach.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya kadar toksikan
(LC50–24 jam) ekstrak kulit jengkol (Pithecellobium jiringa) terhadap larva udang
Artemia salina Leach.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai sumber informasi tentang besarnya
kadar toksikan (LC50–24 jam) ekstrak kulit jengkol (Pithecellobium jiringa) terhadap
larva udang Artemia salina Leach.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jengkol (Pithecellobium jiringa)
Tanaman jengkol (Pithecollobium jiringa) dikenal masyarakat luas sebagai
salah satu tanaman dengan buah yang berbau unik. Apalagi bagi para penggemar
wisata kuliner nusantara, dipastikan tidak ada yang tidak menggenal buah yang satu
ini. Karena jengkol ini sering dijadikan sebagai masakan khas yang unik sehingga
banyak masyarakat yang menggilainya. Tetapi tidak sedikit pula masyarakat yang
menjauhinya karena tidak menyukai aroma khasnya tersebut.
Tumbuhan Jengkol termasuk dalam family Fabaceae (suku biji-bijian).
Tumbuhan ini memiliki nama latin Pithecellobium jiringa dengan nama sinonimnya
yaitu A.jiringa, Pithecellobium lobatum Benth., dan archindendron pauciflorum.
Tumbuhan jengkol merupakan tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara.
Tumbuhan ini memiliki akar tunggang, buahnya berwarna coklat kotor, batang tegak,
bulat, berkayu, banyak percabangan. Daun majemuk, anak daun berhadapan,
berbentuk lonjong, panjang 10-20 cm, lebar 5-15 cm, tepi rata, ujung runcing,
pangkal membulat, pertulangan menyirip, berwarna hijau tua. Bunga majemuk,
berbentuk tandan, terletak di ujung batang, dan ketiak daun, berwarna ungu, kelopak
berbentuk mangkok, benang sari dan putik berwarna kuning, mahkota berbentuk
lonjong berwarna putih kekuningan. Buah berbentuk bulat pipih, berwarna coklat
kehitaman. Biji berbentuk bulat pipih, berkeping dua, dan berwarna putih kekuningan
Pohon jengkol sangat bermanfaat dalam konservasi air di suatu tempat hal ini di
karenakan ukuran pohonnya yang sangat tinggi (Hutahuruk, 2010).
2.1.1 Klasifikasi Tumbuhan Jengkol
Menurut (Nurussakinah, 2010) jengkol di klasifikasikan sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dycotiledonae
Bangsa : Rosales
Suku : fabaceae
Genus : Pithecellobium
Spesies : Pithecellobium jiringa.
Gambar 1. Jengkol (Pithecellobium jiringa)(Sumber: Elysa, 2011).
Keterangana : Kulit jengkolb : Biji jengkol
2.1.2 Komponen Senyawa Bioaktif
Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa kandungan senyawa kimia yang
terdapat didalam kulit jengkol (terpenoid, saponin, asam fenolat serta alkaloid)
ampuh untuk melindungi tanaman dari serangan hama. Unsur tannin dan flavonoid
dalam kulit jengkol ternyata sama ampuhnya dengan tannin pada tumbuhan berkayu
dan herba yang berfungsi untuk memproteksi diri dari hama. Dengan adanya
kandungan tannin ini, kulit jengkol kemudian memiliki potensi untuk digunakan
sebagai bioinsektisida (Nurussakinah, 2010).
2.2 Udang (Artemia salina Leach.)
Artemia salina L. merupakan spesies perairan sejenis udang primitif dari
phylum Arthropoda. Pertama ditemukan di Lymington, inggris pada tahun 1755.
Artemia salina bisa ditemukan di pedalaman danau air asin di seluruh dunia, tetapi
tidak ditemukan di samudra. Udang ini toleran terhadap selang salinitas yang sangat
luas, mulai dari nyaris tawar hingga jenuh garam. Mereka berkerabat dekat dengan
zooplankton lain seperti copepode dan daphnia (kutu air). Oleh Linnaeus pada tahun
1778, Artemia diberi nama Cancer salinus. Kemudian pada tahun 1819 diubah
menjadi Artemia salina oleh Leach. Artemia yang dikenal dengan baik dan
dikembangkan yaitu dari spesies Artemia salina. Artemia secara umum tumbuh
dengan baik pada kisaran suhu 25-30 derajat celcius . Kista Artemia kering tahan
terhadap suhu -273 hingga 100 derajat celcius. Artemia dapat ditemui di danau
dengan kadar garam tinggi, disebut dengan brain shrimp. Untuk artemia yang mampu
menghasilkan kista membutuhkan kadar garam diatas 100 ppt (Anonim, 2009).
2.2.1 Morfologi Artemia salina L.
A. salina Leach. dewasa memiliki panjang tubuh umumnya sekitar 8-10 mm
bahkan mencapai 15 mm tergantung lingkungan. Tubuhnya memanjang terdiri
sedikitnya 20 segmen dan dilengkapi kira-kira 10 pasang phyllopodia pipih, yaitu
bagian tubuh yang menyerupai daun yang bergerak dengan ritme teratur. A. salina
Leach. dewasa berwarna putih pucat, merah muda, hijau, atau transparan dan
biasanya hanya hidup beberapa bulan. Memiliki mata pada kedua sisi bagian kepala,
antena berfungsi untuk sensori Pada jenis jantan antena berubah menjadi
alat penjepit (muscular grasper), sepasang penis terdapat pada bagian belakang tubuh.
Pada jenis betina antena mengalami penyusutan. (Emslie, 2003). Telur A. salina
Leach. berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan kering dan bulat penuh dalam
keadaan basah. Warnanya coklat dan diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat.
Cangkang ini berfungsi untuk melindungi embrio terhadap pengaruh kekeringan,
benturan keras, sinar ultraviolet dan mempermudah pengapungan (Opinion, 2008).
Gambar 2. A. salina Leach.(Sumber : Abatzopoulos et al., 1996 dalam skripsi Tri reskiyanti aras, 2013)
2.2.2 Klasifikasi Artemia salina Leach.
Menurut (Kanwar, 2007) klasifikasi Artermia salina Leach adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Anthropoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Anostraca
Family : Artemiidae
Genus : Artemia
Spesies : Artemia salina Leach.
2.2.3 Habitat Artemia salina Leach.
Artemia hidup diperairan dengan kadar garam yang tinggi (antara 300-500 per
mil) dan bersifat planktonik. Suhu yang cocok untuk kelangsungan hidup Artemia
berkisar antara 26-31 °C. Dengan kadar pH sekitar 7,3-8,4 dengan oksigen terlarut
sekitar 3 mg/L. Artemia sebagai plankton memiliki keistimewaan yaitu memiliki
kemampuan beradaptasi dan mampu mempertahankan diri pada kisaran kadar garam
yang sangat luas. Pada kadar garam yang sangat tinggi dimana hewan lain tidak ada
yang mampu bertahan hidup namun Artemia dapat mentolelirnya. Artemia menjadi
dewasa setelah menetas dari telurnya selama 14 hari. Artemia dewasa dapat
menghasilkan telur sebanyak 50-300 butir setiap harinya. Terlebih jika kondisi
lingkungan memungkinkan untuk perkembangbiakan ovovivipar menghasilkan
individu baru lebih cepat sehingga jumlah larva yang dihasilkan oleh setiap individu
bisa lebih banyak (Atmoko dan Ma’ruf, 2009).
2.2.4 Siklus hidup Artemia salina Leach.
A. salina Leach. dibedakan menjadi dua golongan berdasarkan cara
berkembangbiaknya, antara lain perkembangbiakan secara biseksual dan
partenogenetik. Keduanya dapat terjadi secara ovipar maupun ovovivipar. Pada jenis
ovovivipar, anakan yang keluar dari induknya dinamakan naupli. Sedangkan pada
ovipar, yang keluar dari induknya berupa telur bercangkang tebal yang dinamakan
siste (Mudjiman, 1995; Kanwar, 2007). Siklus hidup artemia dimulai dari saat
menetasnya kista atau telur. Setelah 15-20 jam pada suhu 25°C kista akan menetas
manjadi embrio (Instar I). dalam waktu beberapa jam embrio ini masih akan tetap
menempel pada kulit kista. Pada fase ini embrio akan tetap menyelesaikan
perkembangannya kemudian berubah menjadi naupli yang akan bisa berenang bebas.
Pada awalnya naupli bewarna orange kecoklatan karena masih mengandung kuning
telur. Artemia yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut dan anusnya belum
terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam menetas, Artemia akan ganti kulit dan
memasuki tahap larva kedua. Dalam fase ini Artemia akan mulai makan, dengan
pakan berupa mikroalga, bakteri dan detritus organik lainnya. Pada dasarnya Artemia
tidak memilih jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahan tersebut tersedia dalam
air dengan ukuran yang sesuai. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum
menjadi dewasa dalam kurun waktu 1-3 minggu. Artemia dewasa rata –rata
berukuran sekitar 8 mm. meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat
mencapai ukuran sampai dengan 20 m (Pitoyo, 2004).
Gambar 3. Siklus hidup Artemia salina L.(Sumber : Abatzopoulos et al., 1996 dalam skripsi Tri reskiyanti aras, 2013).
2.3 Uji Toksisitas
Uji toksisitas merupakan pemberian suatu senyawa kepada hewan uji untuk
menentukan efek toksik. Pengujian ini dapat menunjukan organ sasaran yang
mungkin dirusak dan efek toksik spesifiknya, serta memberikan petunjuk tentang
dosis yang sebaiknya digunakan dalam pengujian yang lebih lama. Metode yang
dipakai dalam uji toksisitas terdiri atas LC (Lethal Consentration), ED (Efective
Dosis) dan ET (Efective Time) (http://www.fk.unair.ac.id, 2006).
Lethal Concentration (LC50) merupakan suatu konsentrasi bahan yang
menyebabkan kematian 50% hewan uji. Lethal Dosis (LD50) merupakan dosis efektif
untuk 50% hewan uji yang digunakan, sedangkan Lethal Time (LT50) merupakan
waktu yang diperlukan untuk mematikan hewan uji pada ambang konsentrasi tertentu,
contoh 24h-LT50 artinya waktu yang diperlukan oleh suatu bahan toksik untuk
mematikan 50% hewan uji dalam waktu pengamatan 24 jam (http://kesmas-
unsoed.com, 2011).
BAB IIIMETODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai dengan Januari
2015 di Laboratorium Kimia Universitas Medan Area.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : kulit jengkol, larva
Artemia salina Leach., dan methanol.
Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Cawan petri,
Beaker glass, gelas ukur, spatula, pipet tetes, neraca analitik, pisau, mortal dan alu,
saringan, kertas label, stopwatch, dan alat dokumentasi.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental yaitu dengan pengujian
ekstrak kulit jengkol terhadap hewan uji yaitu larva udang Artemia salina Leach.
Penelitian ini terdiri dari 3 tahapan yaitu : observasi, eksploratory, dan full scale test
untuk mendapatkan nilai LC50.
3.4 Populasi dan Sampel
Populasi
Populasi penelitian ini adalah larva Artemia salina Leach.
Sampel
Larva Artemia salina Leach. berumur 48 jam sebagai hewan uji.
3.5 Prosedur Kerja
Penyediaan ekstrak kulit jengkol
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit jengkol yang cukup
tua yang diperoleh dari tumpukan sampah kulit jengkol di Jalan Kolam Medan. Kulit
jengkol segar ditimbang terlebih dahulu sebanyak 100 gram. Kulit jengkol mula-mula
dibersihkan, dicuci dengan air, dan dipotong kecil-kecil. Lalu dikeringkan dengan
cara diletakkan ditempat terbuka. Kulit jengkol yang sudah kering kemudian
dihaluskan. Setelah dihaluskan ekstrak disaring dan di endapkan dalam beakerglass
dengan penambahan methanol 100 ml selama 1 jam. Kemudian lapisan atas ekstrak
diambil 100 ml yang akan digunakan untuk uji toksisitas.
Penyediaan larva Udang Artemia salina Leach
Larva udang Artemia salina Leach. diperoleh dari Balai Karantina Dinas
Perikanan kampung Nelayan Belawan.
Aklimasi Hewan Uji
Larva udang Artemia salina diaklimatisasi selama 4 jam yang bertujuan untuk
adaptasi larva, pada setiap petri digunakan 20 larva.
Observasi
Tahapan pertama yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu observasi.
Observasi bertujuan untuk mengetahui konsentrasi ekstrak yang menyebabkan
mortalitas hewan uji 50 % selama 24 jam. Variasi konsentrasi yang digunakan yaitu
5%, 10%, 15%. Pada observasi ini digunakan 1 media sebagai kontrol dengan volume
tiap petri 100 ml. seperti pada gambar 4 bagan berikut ini. Pengamatan dilakukan
selama 24 jam dengan selang waktu satu jam.
Gambar 4. Bagan Observasi
Keterangan : P0 (Kontrol) = 100 ml Aquades
P1 (5%) = 5 ml ekstrak + 95 ml Aquades
P2 (10%) = 10 ml ekstrak + 90 ml Aquades
P3 (15%) = 15 ml ekstrak + 85 ml Aquades
Eksploratory
Setelah tahap observasi dilakukan akan didapatkan data yang mendekati
mortalitas 50%, maka dengan mempersempit konsentrasi dilanjutlkan dengan tahapan
kedua yaitu Eksploratory. Pada tahap ini digunakan 5 variasi konsentrasi yaitu 1%,
2%, 3%, 4%, 5% dan kontrol dengan volume tiap petri 100 ml. pengamatan
dilakukan selama 24 jam dengan selang waktu 1 jam, dapat dilihat pada gambar 5
bagan berikut ini.
Gambar 5. Bagan Uji Eksploratory
P0 P 2P 1 P 3
U1
P0P 1 P 2 P 5P 3 P 4
P 1U2
P0P 2 P 5P 4P 3
P 5P 4P 3P 2P 1U3
P0
Keterangan :
U1P0 = Ulangan 1(Kontrol) = 100 ml Aquades
P1 (1%) = 1 ml ekstrak + 99 ml Aquades
P2 (2%) = 2 ml ekstrak + 98 ml Aquades
P3 (3%) = 3 ml ekstrak + 97 ml Aquades
P4 (4%) = 4 ml ekstrak + 96 ml Aquades
P2 (5%) = 5 ml ekstrak + 95 ml Aquades
U2P0 = Ulangan 2 (Kontrol) = 100 ml Aquades
P1 (1%) = 1 ml ekstrak + 99 ml Aquades
P2 (2%) = 2 ml ekstrak + 98 ml Aquades
P3 (3%) = 3 ml ekstrak + 97 ml Aquades
P4 (4%) = 4 ml ekstrak + 96 ml Aquades
P2 (5%) = 5 ml ekstrak + 95 ml Aquades
U3P0 = Ulangan 3 (Kontrol) = 100 ml Aquades
P1 (1%) = 1 ml ekstrak + 99 ml Aquades
P2 (2%) = 2 ml ekstrak + 98 ml Aquades
P3 (3%) = 3 ml ekstrak + 97 ml Aquades
P4 (4%) = 4 ml ekstrak + 96 ml Aquades
P2 (5%) = 5 ml ekstrak + 95 ml Aquades
Full scale test
Tahapan ketiga yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu full scale
test, berdasarkan hasil uji eksploratory maka akan didapatkan konsentrasi yang paling
dekat misalnya 3%. Pada konsentrasi ini kemudian dipersempit yaitu mengambil 2
titik konsentrasi dibawah dan diatas 3% yaitu 2,6%, 2,8%, 3%, 3,2%, 3,4% dan
kontrol dengan volume 100 ml dan tiga ulangan, seperti pada bagan berikut ini.
Pengamatan dilakukan selama 24 jam dengan selang waktu 1 jam.
Gambar 6. Bagan Full Scale test
Keterangan :
U1P0 = Ulangan 1 (Kontrol) = 100 ml Aquades
P1 (2,6%) = 2,6 ml ekstrak + 97,4 ml Aquades
P2 (2,7%) = 2 ml ekstrak + 97,3 ml Aquades
P3 (3%) = 3 ml ekstrak + 97 ml Aquades
P4 (3,2%) = 3,2 ml ekstrak + 96,8 ml Aquades
P5 (3,4%) = 3,4 ml ekstrak + 96,6 ml Aquades
U2P0 = Ulangan 2 (Kontrol) = 100 ml Aquades
P1 (2,6%) = 2,6 ml ekstrak + 97,4 ml Aquades
P2 (2,7%) = 2 ml ekstrak + 97,3 ml Aquades
P3 (3%) = 3 ml ekstrak + 97 ml Aquades
U1
P0P 1 P 2 P 3 P 4 P 5
U1
P0P 3P 2P 1 P 5P 4
P 2P 1 P 3 P 4 P 5U3
P0
P4 (3,2%) = 3,2 ml ekstrak + 96,8 ml Aquades
P5 (3,4%) = 3,4 ml ekstrak + 96,6 ml Aquades
U3P0 = Ulangan 3 (Kontrol) = 100 ml Aquades
P1 (2,6%) = 2,6 ml ekstrak + 97,4 ml Aquades
P2 (2,7%) = 2 ml ekstrak + 97,3 ml Aquades
P3 (3%) = 3 ml ekstrak + 97 ml Aquades
P4 (3,2%) = 3,2 ml ekstrak + 96,8 ml Aquades
P5 (3,4%) = 3,4 ml ekstrak + 96,6 ml Aquades
3.6 Analisis data
data hasil penelitian akan diolah dan disajikan dalam bentuk table dan grafik.
Data dari uji toksisitas tersebut akan dianalisis dengan analisis probit menggunakan
SPSS 15.0 for windows untuk mengetahui harga LC50.
DAFTAR PUSTAKA
Abatzopoulos, Th. J., Beardmore, J. A., Clegg, J.S., dan Sorgeloos, P. 1996. Biology of Aquantic Organism: Artemia-Basic and Applied Biology. http://www.captain.at/artemia/ [25 Agustus 2009].
Anonim, 2009. Petroleum Ether. http://www.jtbaker.com/msds/englishhtml/P1696.htm.Diakses Tanggal 28 November 2009.
Atmoko ,T dan A, Ma’ruf. 2009. Uji Toksisitas Dan Skrining Fitokimia Ekstrak Tumbuhan Sumber Pakan Orang Utan Terhadap Larva Artemia salina Leach. Jurnal penelitian Hutan Dan Konservasi Alam VI (1): 39.
Emslie, S 2003. Artemia salina Leach.-Brine Shrimp-Ses Monkeys. http://www.animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Artemia_salina.html [21 April 2009].
Hutahuruk, J.E., (2010), Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Kulit Buah Tanaman Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.), Skripsi, FMIPA, USU
Hutasuhut, A.B., (2012), Banjir, Jengkol, Rahudman, http://www.hariansumutpos.com/2012/01/23377/banjir-jengkol-rahudman.html, 13 Maret 2012.
Hyeronimus S.B 2008. Ragam dan Khasiat Tanaman Obat. 1st ed. Agro Media. Jakarta.
Kanwar, A.S. 2007. Brine Shrimp (Artemia salina) a Marine Animal for Simple and Rapid Biological Assays. Chinese Clinical Medicine 2 (4): 35-42.
Kardinan, A. 2001. Pestisida nabati, ramuan, dan aplikasi. PT Penebar Swadaya, Jakarta.
Lay, A., (2009), Pembuang Kulit Jengkol sedang Diintai, http://www.borneotribune.com/pontianak-kota/pembuang-kulit-jengkol-sedang diintai.html, Jumat, 6 Maret 2009, 14:58
Meyer, B.N., N.R. Ferrighni, J.E. Put-nam, L.B. Jacobson, D.E. Nichols and J.L McLaughlin, 1982. Brine Shrimp: A Convenient General Bioassay for Active Plant Constituent. Planta Me-dica. 45 : 31-34.
Mudjiman, A. 1995. Makanan Ikan. Jakarta: PT. Penerbit Swadaya.
Nurussakinah, (2010), Skrinning Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Tanaman Jengkol (Pithecellobium jiringa (Jack) Prain) Terhadap Bakteri Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus, dan Eschericia coli, Skripsi, Fakultas Farmasi, USU, Medan
Opinion. 15 Januari 2008. Artemia, Pakan Alami Berkualitas untuk Ikan dan Udang. http://www.opinion.com/MembangunIndonesia.htm [27 April 2009]
Pitojo, S. 1995. Jengkol, Budidaya, dan Pemanfaatannya. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Pitoyo, 2004.Artemia salina(kegunaan, Biologi dan Kulturnya). INFIS Manual Seri No.12. Direktorat Jendral Perikanan dan International Development Research Centre.
Pujiati, I., S. Ningsih, S. Palupi dan Tri Windono, 2002. Uji toksisitas ter-hadap larva Artemia salina Leach. Dari fraksi n-heksan, khloroform, etil asetat dan air ekstrak etanol rimpang temumangga (Curcuma mangga VaL). Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXI. Universitas Surabaya, Surabaya : 109-115.
Purwakusuma, Wahyu, (2007), Artemia salina (Brine Shrimp). http://www.ofish.com/PakanIkan/artemia.php. 30 Oktober 2007.
Tjokronegoro, R.K., Sofjatin, T., Supatmijati, J.1998. Pemanfaatan Kulit Jengkol Sebagai Insektisida : isolasi dan Identifikasi Pemula dari Senyawa-senyawa Aktif. Laporan Penelitian (tidak dipublikasikan). FMIPA Universitas Padjadjaran, Bandung.