dr m firdaus dr dedi budiman hakim dr irfan syauqi beik dr ... 2012 12.pdf · gukur dan menilai...

4
D i akhir tahun 2012 ini terdapat dua pertemuan interna- sional yang sangat penting terkait de- ngan perkembang- an dunia perzakatan global ke depan, meskipun keduanya tidak memiliki keterkaitan langsung. Agenda yang pertama adalah Muktamar Zakat Internasional IX yang berlangsung di Amman, Yordania pada tanggal 26- 28 November 2012, sedangkan agen- da yang kedua adalah Expert Group Meeting yang diselenggarakan oleh IRTI (Islamic Research and Training Institute) IDB pada tanggal 11 De- sember 2012. Forum yang pertama adalah forum rutin dua tahunan yang meli- batkan badan-badan zakat resmi ne- gara-negara anggota OKI. Pada mu- lanya, forum yang pertama kali dilak- sanakan di Kuwait tahun 1984 terse- but hanya dikhususkan untuk nega- ra-negara Timur Tengah. Namun pa- da perkembangannya, muktamar tersebut diperluas ke belahan dunia lainnya, sehingga mencakup seluruh negara OKI. Indonesia sendiri baru bergabung pada tahun 2010 lalu di Beirut, Lebanon, saat berlangsung- nya muktamar kedelapan, sehingga praktis keikutsertaan pada perte- muan Amman merupakan kali kedua. Sedangkan forum yang kedua di- selenggarakan oleh IRTI IDB dengan maksud untuk mengembangkan prog- ram IFSAP (Islamic Financial Sector Assessment Program), yang sesung- guhnya merupakan bentuk adopsi dan penyesuaian dari FSAP (financial Sector Assessment Program) yang telah dikembangkan oleh Bank Dunia dan IMF sebelumnya, dengan fokus pada industri keuangan konvensional. IFSAP merupakan tools untuk men- gukur dan menilai kinerja sektor keuangan syariah secara komprehen- sif, sekaligus melakukan evaluasi ter- hadap stabilitas sektor ini. Dengan assessment yang tepat, maka kemu- ngkinan terjadinya krisis keuangan dapat dideteksi secara dini. Dalam usulan template IFSAP yang akan dikembangkan, sektor keuangan syariah ini tidak hanya mencakup perbankan syariah saja, melainkan diperluas kepada seluruh lembaga keuangan syariah non bank, seperti asuransi syariah dan pasar modal syariah, hingga lembaga ke- uangan mikro syariah, zakat dan wa- kaf. Dimasukkannya zakat dan wa- kaf dengan pertimbangan bahwa kedua sektor ini merupakan pilar utama Islamic social finance yang memiliki potensi yang sangat besar. Apalagi secara filosofis, zakat meru- pakan instrumen yang disebut secara eksplisit dalam Alquran sebagai antitesa dari sistim riba. Secara ekonomi, potensi dana za- kat menurut studi Monzer Kahf men- capai angka 1,8 – 4,34 persen dari PDB masing-masing negara. Belum lagi ditambah dengan potensi wakaf, baik wakaf aset tetap maupun wakaf uang. Dari kedua pertemuan tersebut, penulis melihat ada benang merah yang bisa ditarik. Yaitu, adanya upaya menuju standarisasi pengelo- laan zakat secara global. Telah mun- cul kesadaran secara internasional untuk membangun standarisasi ini secara lebih sistematis. Tujuh aspek Dari kedua pertemuan yang juga penulis hadiri itu, ada tujuh aspek yang menjadi fokus standarisasi ini, yang juga telah masuk menjadi bagian dari template IFSAP ke depan. Ke- tujuh hal tersebut adalah : (i) stan- darisasi regulasi dan aturan perun- dang-undangan, (ii) standarisasi pihak yang menjadi otoritas zakat, (iii) stan- darisasi penghimpunan zakat, (iv) standarisasi penyaluran zakat, (v) standarisasi good amil governance, (vi) standarisasi pelaporan dan pertang- gungjawaban, serta (vii) cross-sector activities atau aktivitas lintas sektoral. Pada aspek yang pertama, ada tiga model regulasi yang berkembang saat ini, jika ditinjau dari ada tidak- nya UU Zakat serta wajib tidaknya zakat dari sudut pandang hukum po- sitif (wajib siyasi). Jadi bukan hanya menjadi kewajiban agama (wajib syar’i). Ketiga model tersebut adalah model komprehensif, model parsial, dan model sekuler (lihat Gambar 1). Dalam model komprehensif, ne- gara telah memiliki UU Zakat secara khusus, yang mengatur seluruh aspek perzakatan secara detil, serta telah mewajibkan rakyatnya yang terma- suk kelompok muzakki untuk me- nunaikan kewajiban zakatnya. Jika tidak, maka ada ancaman sanksi, baik yang sifatnya pidana dan atau sanksi administratif. Sedangkan pada model parsial, negara telah memiliki UU Zakat, namun belum mewajibkan rakyatnya untuk membayar zakat secara hukum positif. Biasanya pada model ini, UU Zakat lebih menitik- beratkan pada aturan mengenai pen- gelola zakat atau institusi amil. Adapun pada model sekuler, tidak ada UU Zakat yang berlaku, dan pen- gelolaan zakat diserahkan sepenuh- nya pada masyarakat. Agar standarisasi ini bisa berjalan dengan baik, maka harus diupayakan agar setiap negara anggota OKI bisa mengembangkan model komprehen- sif. Model ini menjamin adanya pro- ses integrasi yang kuat antara zakat dengan kebijakan fiskal dan pereko- nomian secara menyeluruh. Selanjutnya pada aspek yang ke- dua, perlu ada definisi yang jelas me- ngenai otoritas zakat. Sama dengan sektor moneter dimana definisi otori- tas sektor ini adalah bank sentral, meski di beberapa negara, sebagian kewenangan bank sentral diberikan pada pihak lain, yaitu otoritas jasa keuangan atau FSA (Financial Ser- vices Authority). Ini menjadi hal yang sangat penting. Pada sisi ini, definisi otoritas zakat setiap negara berbeda-beda. Di Ma- laysia misalnya, otoritas zakat berada di bawah kendali Majelis Agama Islam (MAI), seperti MAI Wilayah Perseku- tuan yang memiliki Pusat Pungutan Zakat (PPZ) pada sisi penghimpunan dan Baytul Maal pada sisi penyaluran. Adapun di Arab Saudi, otoritas zakat dipegang oleh Maslahatuz Zakah yang berada di bawah kendali Kementerian Keuangan. Di Kuwait, otoritas zakat adalah Baytuz Zakah yang merupakan lembaga pemerintah yang independen, sementara di Indonesia, sebagian ke- wenangan ada di Kementerian Agama, sebagian lagi di tangan BAZNAS. Perbedaan ini perlu untuk distan- darisasikan, sehingga akan memu- dahkan koordinasi pada level global. Pada aspek yang keempat, definisi muzakki dan harta obyek zakat harus distandarisasikan sehingga setiap negara memiliki persepsi yang sama. Misalnya, meskipun muktamar zakat internasional telah memutuskan le- galnya zakat profesi, namun di beber- apa wilayah masih ada penolakan terhadap zakat profesi akibat min- imnya sosialisasi dan edukasi. Se- hingga, ada orang kaya muslim yang masuk kategori muzakki, dan ada orang kaya muslim yang tidak men- jadi muzakki karena profesinya tidak ada dalam nash, seperti konsultan keuangan dan pengacara. Standari- sasi ini penting agar persepsi umat ini bisa sama. Demikian pula pada aspek kelima, yaitu penyaluran. Standarisasi ini sangat penting agar setiap negara memiliki panduan yang jelas, sehingga dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya moral hazard. Misalnya, menyalurkan zakat pada lembaga keuangan mikro syariah (LKMS), tapi oleh LKMS tersebut dana yang ada disalurkan kembali dalam bentuk pembiayaan kepada perusahaan- perusahaan yang tidak masuk ke dalam kelompok usaha mikro milik mustahik. Ini tentu tidak sesuai dengan syariah. Standarisasi ini harus melahirkan guideline yang jelas terkait dengan program konsumtif dan program produktif, serta prioritas program yang harus dilakukan. Good amil governance Dua aspek terakhir adalah good amil governance (GAG) dan aktivitas lintas sektoral. Pada GAG, hal yang sangat penting antara lain adalah standarisasi kode etik amil, serta mekanisme reporting dan auditing yang sesuai syariah dan menjamin transparansi dan akuntabilitas lem- baga zakat. Sedangkan aktivitas lintas sektoral merupakan bentuk sinergi antar instrumen dan institusi keuan- gan syariah, seperti kerjasama antara perbankan syariah, pasar modal sya- riah, BMT dan lembaga zakat dalam mengentaskan kemiskinan dan me- ningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perlu ada panduan yang jelas agar masing-masing institusi tidak saling mengambil peran yang lain. Contoh, ketika zakat dikelola bank syariah, maka framework-nya menjadi ber- beda dengan ketika zakat tersebut dikelola oleh badan/lembaga amil zakat. Seharusnya, zakat bank sya- riah diserahkan sepenuhnya pada lembaga zakat, namun pada sisi pemanfaatannya bisa disinergikan dengan program yang dimiliki bank syariah tersebut. Wallahu a’lam. 23 REPUBLIKA KAMIS, 27 DESEMBER 2012 JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA Terselenggara atas kerja sama Harian Republika dan Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Tim Redaksi Iqtishodia: Dr Yusman Syaukat Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr Iman Sugema Deni Lubis MAg Salahuddin El Ayyubi MA T idak dapat dipungkiri bahwa salah satu tantangan terbesar ekonomi syariah memasuki tahun 2013 ini adalah bagaimana me- menuhi kebutuhan akan SDM (sum- berdaya manusia) yang berkualitas. Dengan tingginya pertumbuhan se- jumlah industri ekonomi syariah, se- perti perbankan syariah, maka keber- adaan SDM berkualitas menjadi sua- tu kebutuhan yang mendesak untuk dipenuhi. Jika melihat tren, pertumbuhan SDM perbankan syariah senantiasa naik dua kali lipat setiap tiga tahun. Pada tahun 2006, jumlah SDM yang bekerja di bank syariah, baik BUS, UUS maupun BPRS, mencapai angka 7.376 orang. Angka ini naik menjadi 15.443 orang pada tahun 2009 dan 30.875 orang pada bulan Oktober 2012. Ini menunjukkan dinamika pertumbuhan perbankan syariah yang luar biasa. Belum lagi ditambah dengan kebu- tuhan SDM pada sektor lainnya seperti asuransi syariah, BMT, amil zakat, dan sektor pendidikan ekonomi syariah. Pada jangka pendek, kebutuhan ini bisa diatasi dengan merekrut SDM dengan beragam latar belakang, ke- mudian memberikan training dan pe- latihan kepada mereka, sehingga me- reka diharapkan dapat memahami teori dan praktek ekonomi syariah se- cara cepat. Namun demikian, pada jangka panjang, upaya mengatasi tingginya permintaan SDM ini harus dilakukan melalui penataan sistim pendidikan ekonomi syariah yang ter- integrasi dan terencana dengan baik. Disinilah peran perguruan tinggi se- bagai ujung tombak penghasil SDM yang dibutuhkan. Dua peran kampus Jika melihat dunia industri eko- nomi syariah secara keseluruhan, maka profil SDM yang dibutuhkan adalah mereka yang memiliki kom- petensi, bukan hanya terkait dengan aspek pengetahuan dan penguasaan keilmuan ekonomi syariah semata, namun juga karakter kepribadian yang baik. Dengan kata lain, bukan sekedar cerdas secara intelektual, namun juga harus cerdas secara emosional dan spiritual. Inilah hard skill dan soft skill yang harus dimiliki oleh SDM ekonomi syariah. Terlepas dari beragam teori yang ada, posisi kampus haruslah menjadi penghasil SDM yang memenuhi kual- ifikasi tersebut. Karena itu, kampus harus bisa memerankan dirinya de- ngan baik, dan menjalankan dua fungsi utama. Yaitu, sebagai tempat berlang- sungnya proses transfer of knowledge dan sebagai tempat pembentukan karakter (character building). Ini se- mua harus tercermin dalam desain kurikulum dan proses belajar menga- jar yang dilakukan di perguruan tinggi. Dalam menjalankan peran yang pertama, desain kurikulum pendi- dikan ekonomi syariah haruslah menghasilkan SDM yang dapat men- guasai basis teori ekonomi dan ke- uangan syariah, memiliki daya ana- lisa yang tajam, dan kemampuan me- todologis yang baik. Aspek filosofi da- lam penguasaan teori ekonomi sya- riah harus juga mendapat perhatian. Jangan sampai para peserta didik (mahasiswa) hanya memahami eko- nomi syariah sebagai proses me- kanistik semata, tanpa memahami filosofi utama di dalamnya. Sebagai contoh, filosofi jual beli murabahah antara lain bahwa akad tersebut ha- rus dibangun di atas prinsip keper- cayaan (trust). Pengungkapan harga pokok pembelian disertai dengan pe- netapan marjin profit yang diketahui oleh pembeli (nasabah) dan penjual (bank syariah) merupakan cermin dari prinsip saling percaya. Berbeda dengan jual beli biasa dimana penjual cenderung ‘menutupi’ actual cost yang dikeluarkannya kepada pembeli. Contoh lain terkait dengan filosofi penyaluran zakat, dimana orientasi utama penyaluran adalah untuk men- transformasi mustahik menjadi mu- zakki. Karena itu, program penyalur- an yang ada harus didesain dalam ke- rangka pemberdayaan zakat, sehing- ga potensi yang dimiliki mustahik dapat dioptimalkan, dan kapasitas serta daya tahan ekonomi mereka dapat meningkat pada jangka pan- jang. Dengan pemahaman seperti ini, ketika mahasiswa bekerja menjadi amil zakat setelah lulus, maka yang ada di benaknya adalah bagaimana mendayagunakan zakat ini melalui program yang tepat dan efektif. Ia tidak akan asal-asalan mendesain program, apalagi asal sekedar mem- bagi-bagikan dana. Selanjutnya pada peran yang ke- dua, perguruan tinggi adalah tempat pembentukan karakter. Karena itu, pendidikan karakter merupakan vari- abel kunci dalam menghasilkan SDM yang memiliki akhlak personal dan akhlak sosial yang baik. Akhlak per- sonal kaitannya dengan sifat atau ka- rakter yang harus dimiliki oleh setiap individu, seperti sifat jujur, amanah, kerja keras, dan lain-lain, sementara akhlak sosial sangat erat kaitannya dengan aspek interaksi individu de- ngan individu lainnya, maupun dengan masyarakat secara keseluruhan. Agar pembentukan karakter ini dapat berjalan dengan baik, maka ada sejumlah strategi yang dapat diimplementasikan. Pertama, men- jadikan dosen sebagai qudwah atau teladan bagi para mahasiswa. Kete- ladanan ini merupakan unsur yang sangat penting. Wahbah Zuhaily me- nyatakan bahwa corak keagamaan dan karakter seseorang sangat ber- gantung pada siapa yang menga- jarkannya. Bagaimana kita berharap dapat melahirkan SDM yang baik jika dosennya sendiri tidak memberikan contoh yang baik? Kedua, membangun lingkungan belajar yang kondusif, dimana inter- aksi antar komponen civitas akade- mika berjalan sesuai norma agama dan peraturan yang berlaku. Ketiga, memberikan motivasi yang kuat kepada para mahasiswa serta mem- berikan apresiasi pada setiap usaha positif yang mereka lakukan. Apre- siasi ini akan mempengaruhi aspek kejiwaan peserta didik secara positif. Keempat, mengintegrasikan nilai agama secara penuh dalam kehidu- pan para peserta didik (mahasiswa). Wallahu a’lam. Dr Irfan Syauqi Beik Ketua Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB Tantangan SDM Ekonomi Syariah Dr Irfan Syauqi Beik Ketua DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam dan Wakil Ketua Komite ZISWAF PP-MES TSAQOFI Agar standarisasi ini bisa berjalan dengan baik, maka harus diupayakan agar setiap negara anggota OKI bisa mengembangkan model komprehensif. Menuju Standarisasi PENGELOLAAN ZAKAT GLOBAL Obligatory Zakat System (Wajib Syar’i dan Wajib Siyasi) Regulasi Model I: Model Komprehensif Model II: Model Parsial Model III: Model Sekuler Tanpa Regulasi Voluntary Zakat System (Wajib Syar’i tapi tidak Wajib Siyasi) Gambar 1 TIGA MODEL REGULASI ZAKAT

Upload: phamdieu

Post on 06-Feb-2018

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr ... 2012 12.pdf · gukur dan menilai kinerja sektor ... guasai basis teori ekonomi dan ke-uangan syariah, ... membangun

Di akhir tahun 2012ini terdapat duaper temuan interna-sional yang sangatpenting terkait de -ngan per kem bang -

a n dunia perzakatan global ke de pan,m eskipun keduanya tidak memilikiketerkaitan langsung. Agenda yangpertama adalah Muktamar ZakatInternasional IX yang berlangsung diAmman, Yordania pada tanggal 26-28 November 2012, sedangkan agen -da yang kedua adalah Expert GroupMeeting yang diselenggarakan olehIRTI (Islamic Research and TrainingInstitute) IDB pada tanggal 11 De -sember 2012.

Forum yang pertama adalahforum rutin dua tahunan yang meli-batkan badan-badan zakat resmi ne -gara-negara anggota OKI. Pada mu -lanya, forum yang pertama kali dilak-sanakan di Kuwait tahun 1984 terse-but hanya dikhususkan untuk nega -ra-negara Timur Tengah. Namun pa -da perkembangannya, muktamartersebut diperluas ke belahan dunialainnya, sehingga mencakup seluruhnegara OKI. Indonesia sendiri barubergabung pada tahun 2010 lalu diBeirut, Lebanon, saat berlangsung -nya muktamar kedelapan, sehinggapraktis keikutsertaan pada perte-muan Amman merupakan kali kedua.

Sedangkan forum yang kedua di -selenggarakan oleh IRTI IDB denganmak sud untuk mengembangkan prog -ram IFSAP (Islamic Financial SectorAssessment Program), yang sesung-guhnya merupakan bentuk adopsidan penyesuaian dari FSAP (financialSector Assessment Prog ram) yangtelah dikembangkan oleh Bank Duniadan IMF sebelumnya, dengan fokuspada industri keuangan konvensional.IFSAP merupakan tools untuk men-gukur dan menilai kinerja sektorkeuangan syariah se cara komprehen-sif, sekaligus mela kukan evaluasi ter-hadap stabilitas sektor ini. Denganassessment yang tepat, maka kemu-ngkinan terjadinya krisis keuangandapat dideteksi secara dini.

Dalam usulan template IFSAPyang akan dikembangkan, sektorkeuangan syariah ini tidak hanyamencakup perbankan syariah saja,melainkan diperluas kepada seluruhlembaga keuangan syariah non bank,seperti asuransi syariah dan pasarmodal syariah, hingga lembaga ke -uang an mikro syariah, zakat dan wa -kaf. Dimasukkannya zakat dan wa -kaf dengan pertimbangan bahwakedua sektor ini merupakan pilarutama Islamic social finance yangmemiliki potensi yang sangat besar.Apalagi secara filosofis, zakat meru-pakan instrumen yang disebut secaraeksplisit dalam Alquran sebagaiantitesa dari sistim riba.

Secara ekonomi, potensi dana za -kat menurut studi Monzer Kahf men -ca pai angka 1,8 – 4,34 persen dariPDB masing-masing negara. Belumlagi ditambah dengan potensi wakaf,baik wakaf aset tetap maupun wakafuang. Dari kedua pertemuan tersebut,penulis melihat ada benang merahyang bisa ditarik. Yaitu, adanyaupaya menuju standarisasi pengelo-laan zakat secara global. Telah mun -cul kesadaran secara internasionaluntuk membangun standarisasi inisecara lebih sistematis.

Tujuh aspekDari kedua pertemuan yang juga

penulis hadiri itu, ada tujuh aspekyang menjadi fokus standarisasi ini,yang juga telah masuk menjadi ba giandari template IFSAP ke depan. Ke -tujuh hal tersebut adalah : (i) stan-darisasi regulasi dan aturan perun-dang-undangan, (ii) standarisasi pihakyang menjadi otoritas zakat, (iii) stan-darisasi penghimpunan za kat, (iv)standarisasi penyaluran za kat, (v)standarisasi good amil governance, (vi)standarisasi pelaporan dan pertang-gungjawaban, serta (vii) cross-sectoractivities atau aktivitas lintas sektoral.

Pada aspek yang pertama, adatiga model regulasi yang berkembangsaat ini, jika ditinjau dari ada ti dak -nya UU Zakat serta wajib tidaknyazakat dari sudut pandang hukum po -sitif (wajib siyasi). Jadi bukan hanyamenjadi kewajiban agama (wajibsyar’i). Ketiga model tersebut adalahmodel komprehensif, model parsial,dan model sekuler (lihat Gambar 1).

Dalam model komprehensif, ne -gara telah memiliki UU Zakat secarakhusus, yang mengatur seluruh aspekperzakatan secara detil, serta telahmewajibkan rakyatnya yang terma-suk kelompok muzakki untuk m e -

nunaikan kewajiban zakatnya. Jikati dak, maka ada ancaman sanksi,baik yang sifatnya pidana dan atausanksi administratif. Sedangkan padamodel parsial, negara telah memilikiUU Zakat, namun belum mewajibkanrakyatnya untuk membayar zakatsecara hukum positif. Biasanya padamodel ini, UU Zakat lebih menitik-beratkan pada aturan mengenai pen-gelola zakat atau institusi amil.Adapun pada model sekuler, tidakada UU Zakat yang berlaku, dan pen-gelolaan zakat diserahkan sepenuh-nya pada masyarakat.

Agar standarisasi ini bisa berjalandengan baik, maka harus diupayakanagar setiap negara anggota OKI bisamengembangkan model komprehen-sif. Model ini menjamin adanya pro -ses integrasi yang kuat antara zakatdengan kebijakan fiskal dan per eko -nomian secara menyeluruh.

Selanjutnya pada aspek yang ke -dua, perlu ada definisi yang jelas me -ngenai otoritas zakat. Sama dengansektor moneter dimana definisi otori-tas sektor ini adalah bank sentral,meski di beberapa negara, sebagiankewenangan bank sentral diberikanpada pihak lain, yaitu otoritas jasakeuangan atau FSA (Financial Ser -vices Authority). Ini menjadi hal yangsangat penting.

Pada sisi ini, definisi otoritas za katsetiap negara berbeda-beda. Di Ma -laysia misalnya, otoritas zakat ber adadi bawah kendali Majelis Aga ma Islam(MAI), seperti MAI Wi layah Perseku -tuan yang memiliki Pusat PungutanZakat (PPZ) pada sisi penghimpunandan Baytul Maal pada sisi penyaluran.Adapun di Arab Saudi, otoritas zakatdipegang oleh Maslahatuz Zakah yangberada di bawah kendali KementerianKeuang an. Di Kuwait, otoritas zakatadalah Baytuz Zakah yang merupakanlembaga pemerintah yang independen,sementara di Indonesia, sebagian ke -we nangan ada di Kementerian Agama,sebagian lagi di tangan BAZNAS.Perbedaan ini perlu untuk distan-darisasikan, sehingga akan memu-dahkan koordinasi pada level global.

Pada aspek yang keempat, definisimuzakki dan harta obyek zakat harusdistandarisasikan sehingga setiapnegara memiliki persepsi yang sama.Misalnya, meskipun muktamar zakatinternasional telah memutuskan le -gal nya zakat profesi, namun di beber-

apa wilayah masih ada penolakanterhadap zakat profesi akibat min-imnya sosialisasi dan edukasi. Se -hingga, ada orang kaya muslim yangmasuk kategori muzakki, dan adaorang kaya muslim yang tidak men -jadi muzakki karena profesinya tidakada dalam nash, seperti konsultankeuangan dan pengacara. Standari -sa si ini penting agar persepsi umatini bisa sama.

Demikian pula pada aspek keli ma,yaitu penyaluran. Standarisasi inisangat penting agar setiap negaramemiliki panduan yang jelas, sehinggadapat meminimalisir kemungkin anterjadinya moral hazard. Misal nya,menyalurkan zakat pada lem bagakeuangan mikro syariah (LKMS), tapioleh LKMS tersebut dana yang adadisalurkan kembali dalam bentukpembiayaan kepada perusahaan-perusahaan yang tidak masuk kedalam kelompok usaha mikro milikmustahik. Ini tentu tidak sesuaidengan syariah. Standarisasi ini harusmelahirkan guideline yang jelasterkait dengan program konsumtifdan program produktif, serta prioritasprogram yang harus dila kukan.

Good amil governanceDua aspek terakhir adalah good

amil governance (GAG) dan aktivitaslintas sektoral. Pada GAG, hal yangsa ngat penting antara lain adalahstan darisasi kode etik amil, sertamekanisme reporting dan auditingyang sesuai syariah dan menjamintransparansi dan akuntabilitas lem -baga zakat. Sedangkan aktivitas lintassektoral merupakan bentuk sinergiantar instrumen dan institusi keuan-gan syariah, seperti kerjasama antaraperbankan syariah, pasar modal sya -riah, BMT dan lembaga zakat da lammengentaskan kemiskinan dan me -ningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Perlu ada panduan yang jelas agarmasing-masing institusi tidak salingmengambil peran yang lain. Contoh,ketika zakat dikelola bank syariah,maka framework-nya menjadi ber -be da dengan ketika zakat tersebutdikelola oleh badan/lembaga amilzakat. Seharusnya, zakat bank sya -riah diserahkan sepenuhnya padalembaga zakat, namun pada sisipemanfaatannya bisa disinergikandengan program yang dimiliki banksyariah tersebut. Wallahu a’lam. �

23REPUBLIKA KAMIS, 27 DESEMBER 2012JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Terselenggara atas kerjasama Harian Republika dan Program Studi Ilmu EkonomiSyariah, Departemen IlmuEkonomi, Fakultas Ekonomidan Manajemen IPB

Tim Redaksi Iqtishodia:Dr Yusman SyaukatDr M FirdausDr Dedi Budiman HakimDr Irfan Syauqi BeikDr Iman SugemaDeni Lubis MAgSalahuddin El Ayyubi MA

T idak dapat dipungkiri bahwasalah satu tantangan terbesarekonomi syariah memasuki

tahun 2013 ini adalah bagaimana me -menuhi kebutuhan akan SDM (sum-berdaya manusia) yang berkualitas.Dengan tingginya pertumbuhan se -jumlah industri ekonomi syariah, se -perti perbankan syariah, maka keber-adaan SDM berkualitas menjadi sua -tu kebutuhan yang mendesak untukdipenuhi.

Jika melihat tren, pertumbuhanSDM perbankan syariah senantiasanaik dua kali lipat setiap tiga tahun.Pa da tahun 2006, jumlah SDM yangbekerja di bank syariah, baik BUS, UUSmaupun BPRS, mencapai angka 7.376orang. Angka ini naik menjadi 15.443orang pada tahun 2009 dan 30.875orang pada bulan Oktober 2012. Inimenunjukkan dinamika pertumbuhanperbankan syariah yang luar biasa.Belum lagi ditambah de ngan kebu-tuhan SDM pada sektor lain nya sepertiasuransi syariah, BMT, amil zakat, dansektor pendidikan ekonomi syariah.

Pada jangka pendek, kebutuhanini bisa diatasi dengan merekrut SDMdengan beragam latar belakang, ke -mudian memberikan training dan pe -latihan kepada mereka, sehingga me -reka diharapkan dapat memahamiteo ri dan praktek ekonomi syariah se -ca ra cepat. Namun demikian, padajang ka panjang, upaya mengatasitingginya permintaan SDM ini harusdilakukan melalui penataan sistimpendidikan ekonomi syariah yang ter-integrasi dan terencana dengan baik.Disinilah peran perguruan tinggi se -

bagai ujung tombak penghasil SDMyang dibutuhkan.

Dua peran kampusJika melihat dunia industri eko -

nomi syariah secara keseluruhan,ma ka profil SDM yang dibutuhkanada lah mereka yang memiliki kom-petensi, bukan hanya terkait denganaspek pengetahuan dan penguasaankeilmuan ekonomi syariah semata,namun juga karakter kepribadianyang baik. Dengan kata lain, bukansekedar cerdas secara intelektual,namun juga harus cerdas secaraemosional dan spiritual. Inilah hardskill dan soft skill yang harus dimilikioleh SDM ekonomi syariah.

Terlepas dari beragam teori yangada, posisi kampus haruslah menjadipenghasil SDM yang memenuhi kual-ifikasi tersebut. Karena itu, kampusharus bisa memerankan dirinya de -ngan baik, dan menjalankan dua fung siutama. Yaitu, sebagai tempat berlang-sungnya proses transfer of knowledgedan sebagai tempat pembentukankarakter (character building). Ini se -mua harus tercermin dalam desainkurikulum dan proses belajar menga-jar yang dilakukan di perguruan tinggi.

Dalam menjalankan peran yangpertama, desain kurikulum pendi -dikan ekonomi syariah haruslahmeng hasilkan SDM yang dapat men-guasai basis teori ekonomi dan ke -uangan syariah, memiliki daya ana -lisa yang tajam, dan kemampuan me -todologis yang baik. Aspek filosofi da -lam penguasaan teori ekonomi sya -riah harus juga mendapat perhatian.

Jangan sampai para peserta didik(mahasiswa) hanya memahami eko -nomi syariah sebagai proses me -kanistik semata, tanpa memahamifilosofi utama di dalamnya. Sebagaicontoh, filosofi jual beli murabahahantara lain bahwa akad tersebut ha -rus dibangun di atas prinsip keper-cayaan (trust). Pengungkapan hargapokok pembelian disertai dengan pe -netapan marjin profit yang diketahuioleh pembeli (nasabah) dan penjual(bank syariah) merupakan cermindari prinsip saling percaya. Berbedadengan jual beli biasa dimana penjualcenderung ‘menutupi’ actual costyang dikeluarkannya kepada pembeli.

Contoh lain terkait dengan filosofipenyaluran zakat, dimana orientasiutama penyaluran adalah untuk men-transformasi mustahik menjadi mu -zakki. Karena itu, program penyalur -an yang ada harus didesain dalam ke -rangka pemberdayaan zakat, sehing-ga potensi yang dimiliki mustahikdapat dioptimalkan, dan kapasitasserta daya tahan ekonomi merekadapat meningkat pada jangka pan -jang. Dengan pemahaman seperti ini,ketika mahasiswa bekerja menjadiamil zakat setelah lulus, maka yangada di benaknya adalah bagaimanamendayagunakan zakat ini melaluiprogram yang tepat dan efektif. Iatidak akan asal-asalan mendesainprogram, apalagi asal sekedar mem -bagi-bagikan dana.

Selanjutnya pada peran yang ke -dua, perguruan tinggi adalah tem patpembentukan karakter. Karena itu,pendidikan karakter merupakan vari-

abel kunci dalam menghasilkan SDMyang memiliki akhlak personal danakhlak sosial yang baik. Akhlak per-sonal kaitannya dengan sifat atau ka -rakter yang harus dimiliki oleh setiapindividu, seperti sifat jujur, ama nah,kerja keras, dan lain-lain, sementaraakhlak sosial sangat erat kaitannyadengan aspek interaksi individu de -ngan individu lainnya, maupun denganmasyarakat secara keseluruhan.

Agar pembentukan karakter inidapat berjalan dengan baik, makaada sejumlah strategi yang dapatdiimplementasikan. Pertama, men-jadikan dosen sebagai qudwah atauteladan bagi para mahasiswa. Kete -ladanan ini merupakan unsur yangsangat penting. Wahbah Zuhaily me -nyatakan bahwa corak keagamaandan karakter seseorang sangat ber -gantung pada siapa yang menga-jarkannya. Bagaimana kita berharapda pat melahirkan SDM yang baik jikadosennya sendiri tidak memberikancontoh yang baik?

Kedua, membangun lingkunganbelajar yang kondusif, dimana inter-aksi antar komponen civitas akade -mika berjalan sesuai norma agamadan peraturan yang berlaku. Ketiga,memberikan motivasi yang kuatkepada para mahasiswa serta mem-berikan apresiasi pada setiap usahapositif yang mereka lakukan. Apre -siasi ini akan mempengaruhi aspekkejiwaan peserta didik secara positif.Keempat, mengintegrasikan nilaiaga ma secara penuh dalam kehidu-pan para peserta didik (mahasiswa).Wallahu a’lam. �

Dr Irfan Syauqi BeikKetua Prodi Ekonomi Syariah

FEM IPB

TantanganSDM Ekonomi

Syariah

Dr Irfan Syauqi BeikKetua DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam dan Wakil Ketua Komite

ZISWAF PP-MES

TSAQOFI

Agar standarisasi ini bisa berjalandengan baik, maka harus diupayakanagar setiap negara anggota OKI bisa

mengembangkan model komprehensif.

Menuju StandarisasiPENGELOLAAN ZAKAT GLOBAL

Obligatory Zakat System (Wajib Syar’i dan Wajib

Siyasi)

Regulasi Model I:Model Komprehensif

Model II:Model Parsial

Model III:Model SekulerTanpa Regulasi

Voluntary Zakat System(Wajib Syar’i tapi tidak

Wajib Siyasi)

Gambar 1 TIGA MODEL REGULASI ZAKAT

Page 2: Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr ... 2012 12.pdf · gukur dan menilai kinerja sektor ... guasai basis teori ekonomi dan ke-uangan syariah, ... membangun

I slam menganjurkan umatnya untukberbisnis, seperti diperintahkan olehAllah SWT dalam QS 62 : 10. Melalui

bisnis, peluang memperoleh rezeki lebihter buka, sebagaimana sabda RasulullahSAW :”...hendaklah kamu berniaga, ka -rena di dalamnya terdapat sembilan persepuluh pintu rezeki” (HR Ahmad). Padahadist lain, Rasul SAW menyatakan bah -wa : “mata pencaharian paling afdolada lah berjualan dengan penuh kebaji-kan dan dari hasil ketrampilan tangan”(HR Al-Bazzar dan Ahmad). Salah satujenis bisnis yang sangat prospektif ada -lah bisnis ternak ruminansia (domba,kambing, sapi dan kerbau).

Mengapa ternak ruminansia?Tidak ada yang terbuang dari hasil

ternak ruminansia. Setiap orang me nge -tahui bahwa daging dan susu yang di -hasilkan ternak ruminansia merupakanpangan sumber protein hewani yang lezatdan diperlukan untuk kesehatan sertakecerdasan masyarakat. Market si zeper-dagangan daging sapi di Indo ne sia sangattinggi, di atas Rp 21 triliun (Ke mendag,2010). Sekitar 30 persen ke bu tuhandaging sapi dipenuhi dari im por, sehinggamenjadikan Indonesia se ba gai importirsapi dan daging sapi terbesar kedua didunia setelah Nigeria. Pe merintah punbertekat melakukan prog ram swasem-bada daging sapi pada tahun 2014.

Kulit ternak ruminansia yang meru-pakan produk ikutan (by product), adalahbahan untuk membuat produk-produkfashion (tas, jaket, sepatu). Kerajinandari kulit ruminansia mampu menyerapte naga kerja mulai dari penyamak,peng rajin, hingga pedagang produk fas -hion. Dahulu kulit sapi Java box dariJawa sangat terkenal di dunia karenakehalusan pori-porinya.

Ternak ruminansia juga sebagai pro-dusen pupuk organik. Satu ekor sapidewasa selama satu tahun menghasil-kan pupuk organik dengan kandunganunsur nitrogen 35,59 kg (setara 89 kgurea), posfor (P) 8,21 kg, kalium (K) 16,42kg, kalsium (Ca) 6,57 kg, magnesium(Mg) 5,48 kg, sulfur 4,93 kg dan besi (Fe)0,22 kg (Merkel, 1982). Jumlah tersebutcukup untuk mendukung sustainableagriculture pada lahan seluas 0,5 ha.Dengan pemberian pupuk organik, pro-duksi tandan sawit dan rendemenmeningkat hingga 50 persen. Denganmanfaat ekonomi yang demikian, makabisa dinyatakan bahwa suatu negeritidak akan miskin, apabila memiliki ba -nyak ternak, karena ternak sumberemas merah (daging), emas putih (su -su), emas hitam (pupuk) dan emas hijau(ramah lingkungan).

Terlepas dari keuntungan ekonomiyang ada, ternak ruminansia merupakanmedia ibadah bagi umat Islam untuk

keperluan qurban dan akikah. Jika dia -sum sikan 1 persen penduduk Indonesiayang berjumlah 237,6 juta jiwa (BPS,2011), berqurban 1 ekor kambing/ dom -ba, maka dalam satu tahun diperlukanse dikitnya 2.376.000 ekor domba/kam -bing atau setara 339.430 ekor sapi. Se -mentara untuk keperluan akikah, dibu-tuhkan 71.280 ekor domba/kambing atause tara 10.183 ekor sapi setiap ta hun. Se -cara keseluruhan kebutuhan ter nak ru -mi nansia untuk kepentingan iba dah umatIslam di Indonesia mencapai ang ka tidakkurang dari 2,5 juta ekor dom ba/kambingatau setara 350 ribu ekor sapi per tahun.

Penyediaan ternak ruminansia m e -ru pakan tanggung jawab umat muslim

yang sifatnya fardhu kifayah. Tanggungjawabnya menjadi semakin besar de -ngan beredarnya daging haram (celengdan babi) di pasar, karena kelangkaanda ging ruminansia. Pentingnya budidayaternak ruminansia juga ditekankan me -lalui sabda Rasulullah SAW : ”...... adati ga sumber ekonomi yang harus dike-lola oleh negara yaitu air, api dan padangrumput”. Negara harus menjaga eksi-stensi padang rumput agar rakyatnyabisa berbudidaya ternak ruminansia.

Padang rumput untuk penggemba-laan ternak di Pulau Jawa hampir tidakada. Di luar Pulau Jawa, sebagian besarpa dang rumput sudah banyak yang di -konversi menjadi tanaman perkebunan.Di masa otonomi daerah kini, pemda diluar Jawa, memiliki wewenang untukme nyediakan padang penggembalaan.Meskipun alokasi lahan perkebunanuntuk meningkatkan ekspor penting,namun alokasi lahan penggembalaanuntuk swasembada ternak ruminansiajauh lebih penting, karena terkait langs-

ung dengan penyediaan pangan untukkesehatan dan kecerdasan bangsa.

Studi kasus sapi potongPakan merupakan komponen biaya

terbesar dalam bisnis ternak sapi, de -ngan kontribusi 60 sampai 70 persen.Ber dasarkan kebutuhan pakan, sistimpe meliharaan sapi meliputi tiga fase.Pertama, pemeliharaan induk untukmenghasilkan anak lepas sapih (umur6 bulan), dengan bobot badan antara 60sampai 90 kg per ekor (cow calf rearing).Kedua, pemeliharaan sapi lepas sapihselama sekitar 18 bulan untuk meng-hasilkan sapi betina dara untuk bibit dansapi jantan bakalan untuk digemukkan

dengan bobot hidup berkisar antara 175sampai 275 kg per ekor (growing ofstocker). Ketiga, penggemukan sapisecara intensif selama 4 bulan denganpemberian konsentrat, untuk mengha-silkan sapi siap potong dengan bobotantara 300–350 kg per ekor.

Sumberdaya alam yang dimiliki tiapwilayah berbeda-beda. Di wilayah perde -saan yang memiliki sumberdaya lahanpenggembalaan relatif luas, spesialisasibisnis pada pemeliharaan cow calfrearing dan growing of stocker yangdominan menggunakan pakan hijauanmelalui sistim pemeliharaan ekstensif.Sedangkan di wilayah pinggiran kota,yang dekat dengan pusat konsumen,spesialisasi bisnisnya adalah fatteningyang lebih banyak menggunakan pakankonsentrat dengan pemeliharaan inten-sif. Pakan konsentrat seperti limbahpabrik tahu (ampas tahu), relatif banyaktersedia di wilayah pinggir kota.

Selanjutnya, bisnis sapi memerlukanmodal yang relatif besar, yaitu sekitar

Rp 10 juta per ekor, untuk pengadaanbi bit, pakan dan kandang. Bagi peternakbesar, modal tidak menjadi masalah.Namun bagi peternak kecil, kerjasamaantar peternak dapat meningkatkan efi-siensi, dan menjaga keamanan ternak.Berikut ini beberapa contoh kerjasamadalam menjalankan bisnis ternak sapi.

Pertama, padang penggembalaankomunal. Sekelompok peternak memi-liki hak untuk menggembalakan sapi dipadang penggembalaan dengan bebe-rapa ketentuan (seperti jumlah ternak,jam penggembalaan, dan perawatanpadang penggembalaan). Peternakyang bukan anggota tidak diijinkan un -tuk menggembalakan ternaknya. Sistimpenggembalaan komunal ini sesuaiuntuk pemeliharaan cow calf rearingdan growing of stocker. Padang peng-gembalaan komunal ditemukan di bebe-rapa daerah seperti di aceh dan NTB.

Kedua, kandang komunal. Peng ge -mukan sapi secara intensif di dalamkan dang, lebih efisien jika dipeliharadalam kandang komunal. Beberapa pe -ternak memiliki kandang pada lokasiyang sama. Penjagaan ternak pada ma -lam hari dilakukan secara bergilir. Pem -belian pakan dilakukan secara ber sama-sama sehingga bisa mengefisienkanbiaya transportasi. Ketiga, sistim inte-grasi tanaman ternak (SITT). Dalam SITTkerjasama terjadi antara perusaha an intikelapa sawit yang menyediakan mo daluntuk pembelian sapi, dan lahan peng-gembalaan di sela-sela tanaman sawit,dengan pekerja buruh perkebun an yangmemiliki tenaga kerja. Pihak perkebunandisamping mendapatkan bagi hasil, jugamendapatkan pupuk or ga nik darikotoran sapi yang digembalakan.

Keempat, kerjasama dalam bentuklainnya, yaitu sistim gaduh. Pada sistimga duh, pemodal membeli sapi, danpeternak penggaduh memelihara seka-ligus menyediakan pakan dan kandang.Bagi hasil pada sistim gaduh berma-cam-macam. Pada penggemukan sapidi Sukabumi, peternak dan pemilikmodal masing-masing mendapatkan 50persen dari nilai pertambahan beratbadan selama penggemukan. Di Garut,peternak mendapatkan 20 persen darinilai penjualan seluruh ternak yangdigemukkan, dan pemilik modal men-dapatkan 80 persen.

Kemudian, yang juga tidak boleh dia-baikan adalah penunaian kewajiban zakat,disertai infak dan sedekah, dari se tiaphasil bisnis yang diterima. RasulullahSAW telah mengingatkan me lalui sabda-nya, yaitu : “Bentengilah har tamu denganzakat ...” (HR Tha bra ni). Pada hadits lain,Rasulullah telah mengingatkan dalamsabdanya : “Datangkanlah rezekimu (dariAllah) de ngan bersedekah” (HR Baihaqi).Wallahu a’lam. �

Dr Sri MulatsihKadiv Manajemen dan BisnisSyariah Pusat Studi Bisnis

dan Ekonomi Syariah(CIBEST) IPB

Dr Mukhamad NajibDosen Manajemen IPB

danWakil Kepala Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah

(CIBEST) IPB

Bisnis Syariah Ternak Ruminansia TAMKINIA

Akhir tahun 2012 inimerupakan momen-tum terbaik bagi pe -rusahaan untuk me -lakukan evaluasiatas kinerja bisnis

mereka selama setahun lalu, sebagaibahan untuk merencanakan perbaik -an-perbaikan, serta merenca nakanki nerja yang ingin dicapai pada tahunberikutnya. Meski siklus hidup ta -hun an perusahaan yang ber operaside ngan prinsip syariah tidak harusmengikuti siklus tahun Masehi,namun tetap ini menjadi momentumyang baik bagi perusahaan untukmelakukan evaluasi diri.

Setelah hampir dua dekade bisnisde ngan prinsip syariah menyema rak -kan tanah air, kita masih sering men -dengar kritikan-kritikan yang se ha -rusnya sudah selesai. Berbagai ka -lang an yang kritis masih banyak yangmengatakan bahwa perusahaan yangberoperasi dengan prinsip syariah,seperti bank syariah ternyata memi-liki perilaku yang tidak berbeda de -ngan perusahaan biasa. Bahkan yanglebih sinis mengatakan bahwa sya riahhanya sekedar dijadikan alat da ganguntuk mencari keuntungan. Me rekaberanggapan image tentang “ke -salehan” yang diciptakan dalam bis -nis berlabel syariah hanya sekedar ca -ra untuk menutupi motif-motif ma te -rialistik yang sebenarnya menjadidasar penggerak bisnis yang dominan.

Komentar-komentar diatas, bagisebagian penggerak ekonomi Islamdijadikan cambuk untuk terus mem-perbaiki diri, sehingga betul-betulsesuai dengan prinsip-prinsip sya -riah. Namun tidak jarang juga adayang menganggap kritikan semacamini sebagai angin lalu, bahkan me -nuduh mereka yang menganggap per-ilaku bank syariah sama dengan bankkonvensional sebagai orang-orangbodoh yang tidak paham syariah.

Sikap yang bijak, tentu sikap yangpertama, dimana para pelaku eko no -mi dan bisnis syariah selalu maumem buka diri terhadap kritikan danma sukan masyarakat, dan menja -dikannya sebagai dasar untuk terusmem perbaiki diri. Bagaimanapun,kritikan dan masukan menandakanadanya perhatian yang besar dari

masyarakat terhadap praktek-prak -tek ekonomi dan bisnis syariah yangtengah berkembang. Jika hal ini dire-spon positif tentu akan mempercepatperkembangan penerapan ekonomidan bisnis syariah di tanah air.

Adanya persepsi yang menganggapIslam atau syariah hanya diguna kansebagai “merek dagang” untuk me raihkeuntungan dari pasar mus lim di In -donesia yang semakin ber kembang,me nandakan bahwa ada masalah da -lam implementasi strategi di lapangan.Strategi mensejahterakan masyarakatdengan ekonomi syariah belum sepe -nuhnya dipahami dengan baik olehmasyarakat sebagai stakeholders uta -ma dalam bisnis Islami.

Ketika masyarakat awam men-gatakan bahwa bank syariah tidakberbeda dengan bank konvensional,mungkin kita bisa mengatakan me -re ka tidak paham. Tetapi ketika ma -syarakat terdidik, terlebih lagi me -reka yang paham Islam dan ekonomi,mengatakan bank syariah sama per-ilakunya dengan bank konvensional,tentu bank syariah harus mau meng -evaluasi diri dan melakukan koreksi.Karena tidak mustahil ditemukanperilaku “non-syariah” yang terbawaselama perusahaan mengimplemen-tasikan strategi bisnisnya.

Penguatan strategi lapanganKegagalan dalam implementasi

strategi sebenarnya tidak hanya ter -jadi pada perusahaan-perusahaan Is -lam. Survey dari Fortune Magazineter hadap 500 perusahan menunjuk -kan 9 dari 10 perusahaan gagal meng -eksekusi strategi mereka dengan baik.Larry Bossidy dalam bukunya TheDiscipline of Getting Things Donemengatakan bahwa 70 persen kega-galan seorang pimpinan perusahaanbukanlah karena buruknya formulasistrategi, melainkan karena buruknyaimplementasi strategi di lapangan.

Banyak hal yang bisa menye-babkan kegagalan dalam eksekusi.Dua alasan diantaranya menurutKap lan dan Norton (2007) dalam bu -kunya The Strategy Focus Organi za -tion adalah karena adanya vision bar -rier dan people barrier. Menurut pe -nelitian yang mereka lakukan, hanya5 persen pegawai yang memahami

strategi perusahaan. Visi perusahaantidak mereka pahami dengan baik,sehingga pegawai hanya bekerja se -cara mekanik, diarahkan oleh rinciandaftar tugas yang harus dijalani tanpamereka mengerti dampaknya bagikemajuan perusahaan dan pegawaiitu sendiri. Inilah yang disebut visionbarrier, dimana pekerja tidak bekerjakarena digerakkan oleh kesadaranakan pentingnya merealisasikan visiorganisasi. Hal ini bisa saja terjadipada bank syariah atau perusahaan-perusahaan Islami lainnya. Pegawai,yang sejatinya adalah ujung tombakdalam eksekusi strategi implementasinilai-nilai Islam dalam bisnis, tidakmemahami visi bisnis Islami denganbaik. Sehingga yang terjadi adalahmereka bekerja seperti layaknyapegawai-pegawai yang bekerja diperusahaan non syariah

Penyebab lain mengapa strategimengalami kegagalan di tingkatimplementasi adalah karena adanyapeople barrier. Secanggih apapunstrategi dirumuskan, pada akhirnyape laksana dari strategi adalah paramanajer dan pegawai. Banyak pe -rusahaan gagal dalam implementasistrategi, menurut penelitian Kaplandan Norton, karena hanya 25 persenmanajer dari perusahaan tersebutyang memahami keterkaitan antarastrategi bisnis dengan insentif yangbakal mereka terima. Mereka tidak

memahami insentif dari implementasistrategi, malah implementasi strategidianggap hanya menambah bebanpribadi. Bisa jadi hal ini dialami jugaoleh perusahaan-perusahaan yangberoperasi secara syariah di In -donesia, dimana manajer dan pega -wai lainnya tidak melihat adanyainsentif yang nyata jika perusahaanmenerapkan prinsip-prinsip syariahsecara murni dan konsisten.

Persepsi publik yang mengatakanbisnis syariah hanya sekedar “label”atau persepsi yang mengatakanbahwa bisnis syariah dan konven-sional tidak berbeda tentu harus bisadijawab untuk mengurangi kebim-bangan masyarakat dalam bermua-malah berdasarkan prinsip-prinsipsyariah. Namun menjawabnya bukanhanya dengan kata melainkan denganmenunjukkan perilaku bisnis yangmemang nyata berbeda. Untuk itustrategi harus bisa dipahami dandiimplementasi oleh semua linikaryawan di perusahaan yang berop-erasi dengan prinsip syariah dengancara meminimalisir terjadinya visionbarrier dan people barrier. Hal inibisa dilakukan dengan menjadikanperusahaan Islami sebagai learningorganization, dimana manajer dankaryawan dapat melakukan pembe-lajaran bersama secara terus menerusdalam upaya merealisasikan visiorganisasi sebagai perusahaan yang

REPUBLIKA KAMIS, 27 DESEMBER 2012 JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA24

Gambar 1. Sistim Pemeliharaan Sapi

MeningkatkanKinerja Bisnis Syariah

Gambar 1. Hambatan Implementasi Strategi Bisnis Syariah

Implementasi Strategi Bisnis Syariah

Hambatan Orang Hambatan Visi

Perlu menciptakan learningOrganization

Bekerja hanyaMenuruti SOP tanpapaham visi syariah

dalam bisnis

Pegawai tidak merasaada insentif signifikasi

dari pelaksanaansyariah secara murni

Page 3: Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr ... 2012 12.pdf · gukur dan menilai kinerja sektor ... guasai basis teori ekonomi dan ke-uangan syariah, ... membangun

Ayat Alquran diatastelah mengingatkankita bahwa terjadi-nya kerusakan ling-kungan disebabkanoleh ulah manusia.

Eksploitasi terhadap sumber dayaalam terus dilakukan untuk memenu-hi kebutuhan manusia yang terus me -ningkat meski harus menggunakanteknologi yang tidak ramah ling kung -an. Sehingga, dampak kerusak an yangdapat dirasakan saat ini yak ni pema-nasan global. Pening katan suhu duniakarena peningkatan emisi gas rumahkaca (GRK) dipicu oleh pertumbuhanindustri yang semakin pesat. Mi sal -nya, 80 persen industri di Amerika Se -rikat menggunakan batubara sebagaibahan bakar yang meng hasilkan emisikarbon relatif besar. Sampai saat ininegara adidaya tersebut belum maumenandatangani Protokol Kyoto, ka -rena pengurangan emisi berarti pen-gurangan output industri.

Penurunan emisi GRK (Gas Ru -mah Kaca) harus menjadi tanggungjawab dan komitmen semua negarater masuk Indonesia yang berkomit-men untuk mereduksi emisi GRKmen jadi 26 persen dibawah tingkatbusiness-as-usual, dan 41 persen jikamendapat bantuan asing. Negara ma -ju terutama negara Annex 1 menun-jukkan komitmen untuk mengurangiGRK dengan menandatangani Proto -kol Kyoto. Dasar dari pemikiran Pro -tokol Kyoto dapat dikaitkan denganteori Enviromental Kuznets Curve(EKC) yang menunjukkan bahwanegara yang sudah memiliki penda-patan per kapita yang tinggi, makakesadaran akan lingkungan semakinbesar, sehingga industri di negara ter-sebut akan melakukan kebijakanperubahan metode produksi.

Sedangkan untuk negara Non An -nex 1 menunjukkan komitmennya de -ngan menerapkan Clean Develop mentMechanism (CDM) atau mekanismepembangunan bersih. CDM merupa-kan proyek penurunan emisi yangtidak termasuk dalam kategori busi-ness-as-usual.

Proyek CDM tersebut akan men-dapatkan Certified Emission Reduc -tions (CERs) yang dapat diperdagang-kan di pasar kar bon. Perda gangankarbon menjadi semakin berkembangterutama de ngan maraknya isu ling-kungan untuk menurunkan emisiGRK. CERs dapat dijual ke ne garaAnnex-1 sebagai sa lah satu carauntuk menunjukkan ko mitmen mere -

ka untuk menurunkan GRK. Se hing -ga, negara Annex-1 te tap dapat mem-pertahankan output in dustrinya yangmenghasilkan emisi GRK.

Pada perkembangannya, hargakarbon yang diperdagangkan cende-rung menurun dari USD 25/ton CO2(pada tahun 2008) menjadi USD5/ton CO2 pada tahun 2011. Ren dah -nya harga karbon ini dipicu dari pan-dangan bahwa pasokan karbon yangdihasilkan dari proyek CDM sudahover-supply. Hal ini dipicu juga de -ngan terjadinya krisis yang menye-babkan lesunya perekonomian diEro pa. Sehingga daya beli akan kar -bon/CERs semakin menurun diban-dingkan sebelumnya.

Anggapan bahwa karbon sudahover-supply dapat dikaji denganmem bandingkan antara target danpencapaian emisi GRK. Jika diban-dingkan de ngan base year 1990, makapada ta hun 2010 terjadi peningkatanemisi kar bon di beberapa negaraAnnex 1; se perti emisi karbon diNorwegia yang meningkat sebesar 31persen. Padahal kesepakatan padaProtokol Kyoto negara tersebut harusmenurunkan emi si sebesar 5 persendari base year 1990.

Sebagai wujud dari komitmennyadalam Protokol Kyoto, maka Nor -wegia akan memberikan bantuan da -na yakni sebesar Rp 9 Triliun (0,37persen dari PDB Indonesia tahun2011) untuk Indonesia agar tetapmen jaga hutannya lestari. Jika In do -nesia harus menjaga hutan lestaridengan bantuan sebesar Rp 9 triliun,maka kontribusi PDB sektor kehuta-nan yang sebesar 0,7 persen terhadapPDB Indonesia akan hilang. Dalamhitungan sederhana saja, maka danasebesar Rp 9 Triliun masih belummampu untuk mempertahankan ke -se jahteraan ekonomi Indonesia. Be -lum lagi, dalam pelaksanaannya ter-dapat “biaya pemotongan” lain se -hing ga dana tersebut tidak sepenuh -nya dapat digunakan untuk membuathutan lestari.

Green tradeAlternatif kebijakan lain untuk

pengurangan emisi karbon yaitu kon -sep perdagangan hijau (Green Trade)dengan pajak lingkungan dan peng-enaan tarif berdasarkan produksikarbon negara pengekspor. Secarasyariah, hal tersebut dimungkinkanse lama orientasinya adalah pada pen-capaian kemaslahatan. Dalam fiqhdikenal kaidah ad-dhararu yuzalu,yaitu bahaya/kemadharatan harusdieliminasi.

Rencana pemerintah Indonesiaadalah memberlakukan tarif pungutanuntuk pendapatan pengusaha darihasil perdagangan karbon hutan un -tuk Pendapatan Negara Bukan Pa jak(PNBP), akan tetapi besaran ta rifnyamasih dalam rumusan antara Ke men -keu dan Kementerian Kehutanan.

Program lain yaitu BioTrade dariUNCTAD yang membantu negara-negara berkembang memperoleh ak -ses pasar untuk produk ramah ling-kungan, Peru dan Indonesia menurutberita PBB telah memanfaatkan ini-siatif tersebut. Hasilnya, nilai eksporproduk ramah lingkungan Peru me -ningkat 10 kali lipat dan industri kos-

metik ramah lingkungan Indonesiatumbuh pesat.

Baik negara maju maupun negaraberkembang telah memikirkan kon -sep yang jelas untuk mengurangiemi si karbon. Akan tetapi, yang men -jadi masalah utama adalah imple -men tasi dari semua konsep yang su -dah ada. Diperlukan perubahan pa -ra digma bahwa penurunan emisi un -tuk kepentingan bersama menujumasa depan yang lebih baik. Tidakhanya sekedar untuk memenuhi ke -wajiban atas kesepakatan yang sudahditandatangai tanpa mau (dengansukarela) menurunkan produksi out -put yang menghasilkan emisi tinggi.

Upaya mitigasi Upaya mitigasi harus dilakukan

dengan berpegang teguh pada konsepkelestarian lingkungan. Artinya, jikahanya ingin sekedar menurunkan emi sikarbon dan tidak ingin menu run kanoutput maka pembukaan lahan hutan

dapat diganti dengan perkebunansawit. Dari sisi penyerapan karbon ma - ka pohon sawit dapat menyerapkar bon yang lebih banyak dibanding-kan hutan. Perkebunan sawit lebih me -nguntungkan secara ekonomi di ban - dingkan dengan hutan. Akan te ta pi,yang menjadi concern utama ada laharti pentingnya dari peran hutan dankeanekaragaman hayati didalamnya.

Sistem perdagangan dapat men -jadi faktor penting dalam menjaminpertumbuhan ekonomi tanpa me ning -k atkan resiko kerusakan lingkungan,kesenjangan sosial dan ke miskinan.Kebijakan perdagangan hi jau (GreenTrade Policy) dapat men jadi alternatifkebijakan dalam upaya peningkatankualitas pembangunan; pembangu-nan ekonomi yang tidak merusakalam dan lingkungan. Tentu kita(manusia) sebagai khalihafatullah fil-ardhi mengemban ama nah untuk itu,mengelola dan men jaga keseimbang-an alam. Wallahu a’lam. �

Menjelang akhir tahun 2012, per-bankan syariah Indonesia telahmencapai market share 4,2

persen. Angka ini sebetulnya masih be -lum memenuhi target 5 persen yang se -mula optimis dapat dicapai pada tahun2008, namun hingga akhir tahun 2012ma sih belum diraih. Sementara itu,negeri jiran yang menargetkan marketshare 20 persen pada tahun 2010, na munfaktanya saat ini angka tersebut telah ter-lampaui bahkan mampu melebihi 25persen menjelang akhir 2012. Demikianpula di Bangladesh, di mana pada tahun2011 market share industri perbankansyariah telah mencapai 20 persen.

Berbagai literatur akademik meng -ung kapkan berberapa alasan yang mung -kin melatarbelakangi lambatnya pen -capaian target market share di In donesiadan di beberapa negara yang telah men-gadopsi sistim perbankan syariah. Alasanterkuat tersebut diantaranya adalah ak -sesabilitas atau kemudahan jangkauanlokasi bank syariah (Islam, 2010; Rat na -wati, et al; Masyita dan Ahmed, 2011),kua litas layanan (Islam, 2010; Awan danBukhari, 2011; Masyita dan Hassan, 2011;Ras hid dan Ahmed, 2009; Khan, et al,2008; Masood, et al, 2009), serta reputasidan brand image yang dimiliki bank(Islam, 2010).

Alasan-alasan di atas menunjukkanbahwa masyarakat pada umumnya ma -sih mengedepankan layanan atau ta -war an terbaik apa yang diperoleh untukmenjadi nasabah suatu institusi keuang -an, dalam hal ini bank. Bahkan Mul lai -na han dan Shafir (2009) dalam artikelyang berjudul “Savings Policy and De ci -sionmaking in Low-Income House holds“menyebutkan bahwa masyarakat eko -

nomi bawah masih mempertimbangkantimbal balik (reward) yang diperolehuntuk menabung di suatu bank.

Faktor religiusitasAlasan non-ekonomi yang lain ada -

lah alasan religiusitas dan kesyariahanbank syariah. Fatwa bahwa bunga bankadalah riba, sebagaimana dinyatakan MUIdan lembaga-lembaga ulama inter na -sional lainnya, yang diharapkan men jadipenjaring nasabah Muslim untuk beralihke bank syariah, ternyata tidak cukup.Islam (2010), Awan dan Bukhari (2011),serta Khan, et al (2008) mengungkapkanbahwa alasan religius bukan menjadi fak -tor utama nasabah memilih bank sya riahdi Bangladesh dan Pakistan. Komu ni tasreligius yang diikuti oleh nasabah punturut membantu pengambilan keputusanmereka dalam memilih bank syariah.

Di samping itu, informasi yang jelasmengenai prinsip dan sistim perbankansyariah pun ikut menjadi faktor penentuse seorang atau suatu komunitas memi -lih bank syariah. Ini berarti aspek sosial-isasi memiliki peran penting (Awan danBukhari, 2011; Ratnawati, et al). Hal inise jalan dengan Ratnawati, et al yang ju -ga mengungkapkan bahwa peran sertapemimpin lokal dalam mensosialisas-ikan bank syariah, menjadi salah satufak tor yang menyebabkan seseorangataupun sebuah komunitas memilihuntuk menjadi nasabah bank syariah.Kalangan muda produktif yang terpela-jar pun menjadi mayoritas nasabah banksyariah. Informasi yang cukup jelasmasih menjadi input yang bermanfaatbagi masyarakat untuk menimbangmitra keuangan mereka.

Alasan rendahnya biaya dan tingkat

pengembalian yang rendah juga menjadifaktor penentu preferensi seseorangmemilih sebuah bank. Dari sisi demog -rafi pun terlihat bahwa yang menjadinasabah bank syariah mayoritas darikalangan pengusaha dan pedagang yangmengetahui bahwa bank syariah meng -anut prinsip berbagi risiko.

Perilaku distribusi danaDari sisi perilaku distribusi dana,

nampaknya motivasi bank syariah masihperlu diteliti lebih jauh, karena menurutEdwards pada penelitian tahun 1977,orien tasi bank untuk mendistribusikanda nanya adalah masalah utilitas ataukegunaan dari penyaluran dana tersebutdi bandingkan motivasi memaksimum -kan profit. Tentu saja semangat berbagiri siko dan dorongan kegiatan produktifini seharusnya mampu menjadi motivasibank syariah dalam menyalurkan dana -nya. Sebagaimana yang diungkapkanha sil penelitian Islam (2010) bahwa du -kung an bank Islam terhadap kaum eko -nomi le mah juga menjadi pertimbanganseseorang memilih bank syariah diBang la desh. Apakah situasi sekarangtelah ter jadi pergeseran orientasi ataumasih de mikian? Inilah ruang yang perludikaji lebih dalam.

Bagi kalangan ekonomi bawah,Littwin (2007) menemukan bahwa pen-gajuan pinjaman ke bank merupakankomplemen (pelengkap) dari pengajuanpinjaman ke pegadaian maupun institusikeuangan mikro lain ketimbang sebagaisubstitusi. Mullainathan dan Shafir(2009) juga mengungkapkan bahwa se -seorang yang bertransaksi dengan kartukredit atau pinjaman, lebih giat me na -bung ketimbang mereka yang bertran -

saksi dengan mendebit langsung darita bungan. Hasil-hasil penelitian terse-but dapat dikatakan mendukung peng-giatan lebih banyak transaksi denganmenggunakan kredit. Namun di sisi lain,hal ini sebaiknya tidak menjadi solusiuta ma mengingat transaksi kreditmeng a rah pada perilaku konsumtif yangternyata telah menjadi gaya hidup kalan-gan muda terpelajar, termasuk di ArabSaudi (Abdul-Muhmin, 2008). Sayang -nya, gaya hidup ini tidak dibarengi de -ngan pengalihan preferensi terhadapbank syariah, melainkan masih loyal ke -pada institusi keuangan konvensional.

Halal-haramnya transaksi keuanganyang bersifat maya, tidak seperti halal-haram dalam industri pangan yang ber -sifat nyata. Oleh karena itu, sosialisasiha lal-haramnya transaksi keuanganperlu disertai dengan informasi tentangdampak yang nyata dari hasil-hasilpenelitian, di samping dalil-dalil yangseharusnya sudah cukup meyakinkankaum Muslimin dalam menentukan pre -ferensi perilaku keuangannya. Padaakhirnya, alasan religi bukanlah menjadipenyebab utama nasabah dalam me mi -lih bank atau institusi keuangan lainnya.Dengan demikian, penelitian-penelitianyang menunjukkan kedahsyatan dam paknegatif riba terhadap perekonomian yangseharusnya lebih banyak dikembangkan.Hal ini dianggap lebih meya kinkan bagimasyarakat dalam menentukan perilakukeuangannya. Karena itu, sosialisasikonsep keuangan syariah yang disertaianalisis empirik dampak negatif riba,diyakini memberi dampak yang lebih sig-nifikan dalam mengubah preferensimasyarakat untuk mau ber hij rah menujukeuangan syariah. Wallahu a’lam. �

Preferensi Masyarakat dalam PerilakuKeuangan Syariah

RESENSI

Dian Verawati PanjaitanDosen IE – FEM IPB

Laily Dwi ArsyiantiDosen Prodi Ekonomi Syariah

FEM IPB

Islam dan Kebijakan Perdagangan Hijau25REPUBLIKA KAMIS, 27 DESEMBER 2012JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Dr Dedi Budiman HakimKetua Departemen Ilmu

Ekonomi FEM IPB

“Telah terjadi (tampak)kerusakan di darat dan dilaut karena perbuatantangan manusia, supayaAllah akan merasakankepada mereka sebagian(akibat tindakan mereka)agar mereka kembali (kejalan yang benar)” (QS 30 : 41).

Gambar 1. Perubahan Emisi Karbon (Excluding LULUCF), Tahun Dasar 1990

Keterangan: Dari kiri atas ke kanan bawah: Australia, New Zealand, Norwegia, Irlandia,Spanyol, Kanada, Portugal, Jerman, Austria, Belanda, Finlandia, USA, Jepang

Sumber: UNCCCF (2012)

Aditya Pradana Putra/Republika

Page 4: Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr ... 2012 12.pdf · gukur dan menilai kinerja sektor ... guasai basis teori ekonomi dan ke-uangan syariah, ... membangun

2013: Tahun PenguatanPERAN ZAKAT NASIONAL

Dalam acara pem-bukaan Ijtima’ Tsa -nawi Dewan Pe -nga was Syariah(DPS) VIII DewanSyariah Nasional-

Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)yang berlangsung di Jakarta tanggal2-5 Desember 2012 bertepatan de ngan18-21 Muharram 1434 H, MenkoPerekonomian Hatta Rajasa meny-atakan secara tegas bahwa ekonomisyariah itu bukanlah alternatif, me -lainkan solusi dalam mengatasi berba-gai permasalahan ekonomi ma sa kinisecara nasional, regional mau punglobal, dan dalam upaya menghilang -kan kesenjangan, sekaligus me ning -katkan kesejahteraan masyarakat.

Pernyataan tersebut sesungguh-nya merupakan penegasan kembaliterhadap pernyataan-pernyataan se -belumnya yang disampaikan olehpara pakar di bidang ekonomi mau -pun juga hasil-hasil dari berbagaikajian yang dilakukan oleh berbagaikalangan, seperti Perguruan Tinggimaupun asosiasi ekonomi syariah.Karena itu, secara ideologis, filosofis,maupun empiris, ekonomi syariahdengan tiga pilar utamanya harusterus-menerus digali dan dikem-bangkan, sehingga betul-betul bisadijadikan solusi bagi permasalahanekonomi dan kesejahteraan bangsa.

Jika melihat pada Alquran SuratAl-Baqarah (2): 275-278, salah satupilar ekonomi syariah itu adalah za -kat dan infaq, yang diyakini dan telahpernah dibuktikan secara em piris,mampu meningkatkan kesejahteraanmasyarakat dalam berbagai bidang.Para ulama seperti Yusuf Qaradhawi(Fiqh Zakat) sebagaimana dikutip Di -din Hafidhuddin dalam bukunya, Za -kat dalam Perekonomian Modern, me -nyatakan bahwa zakat itu adalahibadah maaliyah ijtimaaiyyah yaituibadah di bidang harta yang memilikifung si sosial ekonomi yang sangatstrategis dan menentukan dalam me -ningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Peran dan fungsi zakat ini me -nguat kembali disuarakan dan dinya -takan dalam Konferensi Inter na sio -nal tentang Zakat yang kesembilan(Al-Mu’tamar ‘Alami At-Taasi’ li Az-Zakah) di Amman Yordania yang di -hadiri oleh kurang lebih 60 pesertapimpinan lembaga zakat dari 39 ne -gara yang tergabung dalam OKI(Organisasi Kerjasama Islam), terma-suk dari Indonesia yang diwakili Ba -dan Amil Zakat Nasional (BAZNAS),yang bertemakan peran lembaga-lembaga zakat dalam memperkuatdan mengembangkan usaha kecil danproduktif (Daur Muassasah Az-Zakah fi da’mi wa tathwir al-masyru-u’at as-shaghirah wa al-initaajiyyah).

Karena itu, keyakinan terhadapperan zakat ini harus segera diaktu-alisasikan dan dikuatkan oleh selu -ruh stakeholder zakat secara bersa -ma-sama. Apalagi pada tahun 2013,yang diindikasikan akan semakinbanyak masalah sosial ekonomi yangdihadapi, peran zakat sangat ditung-gu dan diharapkan. Yaitu dengan ca -

ra mengembangkan dan menguatkanlangkah-langkah strategis yangsudah dilakukan sebelumnya, denganmenambah berbagai hal yang diang-gap penting untuk dimunculkan.

Empat langkah Pertama, sosialisasi dan edukasi

kepada seluruh pimpinan perusahaantentang kewajiban zakat perusahaan,seperti BUMN, BUMD, perusahaanswasta, dan lain sebagainya. Potensiza kat perusahaan ini sangat besaryaitu Rp 114 triliun berdasarkan stu -di yang dilakukan BAZNAS danFEM IPB. Secara fiqh, adanya kewa-jiban zakat terhadap perusahaan inise benarnya sudah selesai dibahaspada Muktamar Internasional I ten -tang Zakat di Kuwait pada tanggal29 Rajab 1404 H. Menurut hasil muk-tamar tersebut, perusahaan termasukke dalam kategori syakhsan i’tibaran(badan hukum yang dianggap orang)atau syakhsiyyah hukmiyyah (Mus -tafa Ahmad Zarqa dalam Al-Fiqh Al-Islamy fi Tsaubihi al-Jadid (Da -maskus, 1948) Juz III hal. 277).

Di Saudi Arabia, kewajiban zakatbagi perusahaan ini sudah menjadikeputusan dari maslahatuz-zakah(lembaga zakat Saudi) yang didukungoleh pemerintah sehingga seluruhperusahaan di Saudi Arabia menge -luarkan zakatnya setiap tahun. Jikatidak melakukannya, dipastikan pe -me rintah tidak akan mengajak kem -bali perusahaan tersebut sebagaimitra kerjanya. Di Indonesia, kewa-jiban zakat dalam perusahaan secaraeksplisit telah dinyatakan dalam UUNo 23 Tahun 2011 Pasal 4 ayat 2 dan3. Karena itu, pemerintah melaluiKementerian Agama, KementerianBUMN dan Kementerian Keuangandiharapkan bisa membuat aturanyang mendorong pengelolaan zakatdi perusahaan-perusahaan.

Kedua, penerapan secara efektifzakat sebagai pengurang penghasilankena pajak, sejalan dengan UU No 23Tahun 2011 Pasal 22. Karena itu, perludiusahakan formulasi bersama antaraDirektorat Jenderal Pajak Ke men -terian Keuangan dengan BAZNAS,

agar ketentuan ini mudah di imple -men tasikan. Harus disadari bahwazakat dan pajak itu bukanlah dua halyang harus dipertentangkan, tetapiharus dianggap sebagai dua institusiyang bertujuan untuk me ningkatkankesejahteraan masya ra kat dan bangsa.Harta zakat maupun uang pajak meru-pakan harta amanah yang harus di -kelola dengan profesional, transparan,amanah dan ber tanggungjawab.

Ketiga, terintegrasinya sistem pen-

gelolaan zakat di Indonesia, baik yangdikelola oleh BAZNAS (pusat dandaerah), maupun yang dikelola olehLAZ. Semangat dari UU No 23 Ta hun2011 tentang Pengelolaan Za kat ada -lah semangat integrasi, bukan sentrali -sasi. Diharapkan kerjasama yang se -makin baik dan solid antara BAZNAS,LAZ termasuk dengan UPZ-nya da -lam penghimpunan, pendayagunaan,maupun pelaporan. Di harapkan padatahun 2013 ini sudah ada databasemustahik maupun mu zaki yang bisadimanfaatkan oleh BAZNAS maupunLAZ. Di tahun 2013 ini juga BAZNASakan meluncurkan SIMBAZNAS (Sis -tem Infor masi Manajemen BAZNAS)yang diharapkan bisa menyatukanvisi, misi, langkah-langkah operasionalmaupun pelaporan seluruh stakehol -der zakat di Indonesia.

Keberadaan BAZNAS dan LAZbu kan untuk dipertentangkan, akantetapi justru untuk disinergikan, agarbe rmanfaat sebanyak-banyaknya ba -gi mustahik. Harus disadari, keberha -silan BAZNAS atau LAZ bukan ha -nya ditentukan oleh besarnya peng - him punan, akan tetapi olehse ba nyak-ba nyaknya manfaat bagimustahik. Di da hulukannya ayat Al -quran tentang pen dayagunaan zakat(QS At-Taubah: 60), baru kemudianayat tentang peng him punan zakat(QS At-Taubah: 103), me nunjukkanbahwa manfaat zakat bagi sebesar-besarnya kepentingan mus tahik itu -lah yang harus diutamakan.

Keempat, diharapkan PeraturanPemerintah (PP) dari UU No 23 Ta -hun 2011 tentang Pengelolaan Zakatsudah bisa diterbitkan pada tahun2013 ini, yang muatannya diharapkanbisa mengakomodir semua per-masalahan zakat yang berkembangselama ini, baik dari sisi kelemba-gaan, penghimpunan, pendayagu-naan, pelaporan, kaitan zakat denganpajak, maupun dari sisi audit syariah.

Kita yakin bahwa tahun 2013 iniadalah tahun penguatan peran zakatdalam meningkatkan kesejahteraanmasyarakat dan mengurangi angkakemiskinan secara signifikan.Wallahu a’lam. �

REPUBLIKA KAMIS, 27 DESEMBER 2012 JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA26

S elain di bulan Mai, se tiapmenjelang akhir tahungerakan buruh me nuntut

kenaikan upah minimumsemakin massif dan terkoordinasidengan se ma kin solid. Karenakeputusan upah minimum diber-lakukan se suai daerah provinsidan kabupa ten/ kota, demonstrasibesar-besaran para pekerjaterjadi di sebagian besar wilayahdi tanah air.

Permasalahan upah adalahconcern bagi semua pihak baikkaum buruh, pengusaha mau -pun pemerintah. Di antara ke -luhan utama para pekerja rata-rata berpangkal pada fakta-faktaberikut ini. Karena beberapaalas an terutama competitive-ness dan excess labor supply,upah minimum di negara kita(yang berkisar 120 dollar AS)masih jauh di bawah rata-ratadunia dan lebih penting dari itup a ra pekerja merasakan upahminimum selalu jauh lebih ren -dah daripada kebutuhan riil yangdiukur dari kebutuhan hiduplayak (KHL) di daerahnya. Be be -rapa pihak bahkan menganggapstandar hidup layak pun harusdirevisi karena masih menggu-nakan standar bertahun-tahunlalu sehingga tidak mencer-minkan kondisi saat ini.

Di samping itu, para pekerjamerasa minimnya jaminan danper lindungan kesehatan dan ke -selamatan bagi mereka yangme rupakan jaring pengamanme reka ketika menghadapi si -tuasi terburuk yang bisa terjadi.Dengan kata lain, komponenupah dan kesejahteraan pekerjadirasa belum cukup baik kuan-titas maupun kualitasnya.

Ajaran Islam sebenarnyamem beri arahan yang jelas ten -tang bagaimana hubungan pe -ng usaha dan pekerja. Pertama,da lam syariat diperkenalkan be - berapa alternatif akad sistempengupahan di antaranya adalahbagi hasil (musyarakah ataumudharabah), sewa (ijarah), dankompensasi (ju’alah).

Prinsip bagi hasil dalamsistem pengupahan sudah kitabahas pada BT edisi bulan lalu.Adapun ijarah merupakan kon -trak antara pengusaha sebagaipenyewa kerja (musta’jir) danpekerja sebagai pemberi sewa(mu’jir). Penyewa kerja memper-oleh manfaat dari suatu peker-jaan kemudian berkewajibanme nyerahkan sewa (upah) ke -pada pekerja. Perlu dicatat da -lam akad ijarah ini, tidak adadominasi satu pihak terhadapyang lain karena status mu’jiradalah mandiri dan hanya di -ambil manfaatnya saja.

Adapun kontrak ju’alahme -ru pakan akad pemberian bagian(persenan) kompensasi atau ha -diah atas suatu pekerjaan yangmenghasilkan sesuatu manfaatyang berkonsekuensi pada pem-berian kompensasi/ hadiah ter -se but. Contoh kasus akad ini bi -sa kita lihat misalnya pada sese-orang yang mengatakan “barangsiapa yang bisa membantu men-emukan barang saya yang hilangakan mendapatkan (imbalan)beberapa dirham”. Dalam kasusperusahaan, pekerja yang bisamembantu melejitkan keuntun-gan akan memperoleh (persen-tasi) kompensasi atau bonus.

Dalam realita akad-akad ter -sebut di atas bisa dikombina si kan

sesuai dengan situasi strukturperusahaan yang ada. Mak sud disini adalah bahwa pihak pe modaldan pekerja tidak lagi harussaling memperebutkan hak ataskeuntungan perusaha an ataupunada anggapan salah satu pihakyang merasa dieks ploi tasi sepertiyang terjadi da lam sistem pengu-pahan konvensional.

Arahan syariah yang keduaadalah jauh lebih dari sekedarakad. Tegas sekali ajaran agamamengedepankan kesetaraan(mu sawah) dan keadilan (‘ada lah)dalam hubungan pemilik mo daldan pekerja. Prinsip ke se taraanmenempatkan perusahaan danpekerja secara setara dan sama-sama saling membu tuh kan. Halini pun ditegaskan Nabi Muham -mad SAW yang mem bentangkandasar ekonomi dimana modal(ba gian pengusaha) dan kerja(bagian pekerja) harus bergabungsebagai mitra dan bukan sebagaisubordinasi ke duanya. Sejarahmencatat bah wa keberhasilanNabi terbesar adalah melakukanreformasi radikal penghapusansistem per budakan di jazirahArab. Se telah itu tidak ada lagidefinisi ham ba sahaya karenakemudian mereka diperlakukansebagai mitra yang bekerja samadengan pemilik modal.

Terdapat satu hadits yangberbunyi seperti ini: “Apabila pe -layanmu tidak duduk sama den-ganmu maka berilah makanandan pakaian kepada merekasebagaimana kebiasaannya danberilah mereka pekerjaan sesuaidengan kemampuannya” (HRBukhari). Kalau kita cermati,secara implisit terdapat beber-apa hal yang bisa kita tarik hik -

mah hadits ini: 1) pasca kenabi-an, karena satu dan lain hal hu -bung an industrial yang “tidakse tara” akan tetap terjadi; 2) ka -lau terjadi kasus seperti ini, Nabimemberi arahan agar upah (mi -nimum bukan maksimum) yangdibayarkan harus bisa men-cukupi kebutuhan hidup layak;3) (distribusi) pekerjaan harusdisesuaikan dengan profesion-alitas, keahlian, dan ke mam -puan (tidak ada eksploitasi).

Kedua, prinsip keadilan me -nempatkan kedua belah pihakuntuk memenuhi kesepakatanyang telah dibuat dan semua hakdan kewajibannya. Ajaran agamamelarang mempekerjakan sese-orang pekerja hingga gaji yangdi perolehnya jelas termasuk be -sarannya sesuai standar yang la -yak. Dalam perekonomian yangbertumbuh dimana terjadi ke -naik an harga-harga barang ke -bu tuhan pokok, adalah manusia -wi para pekerja melakukan ne -gosiasi akad dengan menen-tukan upah dasar yang disesuai -kan dengan revisi standar kebu-tuhan hidup layak.

Terakhir, arahan sistem pe -ng upahan Islami sangatlahmeng hargai etos kerja. Upahyang didapat oleh seorang pe -kerja berasal dari keahlian, cu -rahan keringat, produktifitas danprestasi. Insentif dapat diten-tukan dengan pada perolehanperusahaan dibagi secara pro-porsional menurut kontribusinyaterhadap perusahaan. Dengandemikian, rasa memiliki (senseof belonging) para pekerja ter-hadap perusahaan akan sema -kin kuat sehingga mereka akanberusaha sebaik mungkin dalam

me ningkatkan produktifitas ker -ja mereka dengan terus belajardan bekerja dengan tekun.

Tak kalah penting dari itu,perusahaan akan mendapatkanapa yang disebut dengan efficien-cy gain. Karena skema upah lebihfleksibel dan atraktif, pe kerjaakan lebih disiplin, produktif, dancenderung lebih loyal. Karyawandapat diajak bekerja sama untukmeningkatkan efi sien si dan pro-duktifitas. Kalau kerjasama itutidak terjadi (ber masalah), makakinerja perusahaan akan goyahbahkan bang krut. Situasi ini tentutidak di ingin kan semua pihakkarena mereka akan kehilangankesempatan untuk mendapatkanpenghasilan yang lebih baik.Karya wan pun tidak punya alter-natif yang lebih baik kecualibekerja sebaik-baiknya di perusa-haan tersebut.

Bagi pengusaha yang cerdik(fathonah) dan adil, tentu selaluada banyak cara yang dapat di -la kukan dalam meningkatkanpro duktifitas perusahaan yangse cara langsung akan menentu -kan keuntungan dan sustaina -bili tas perusahaan di masa men-datang. Besarnya keun tung anme mang tidak melulu datangdari menekan biaya (upah) tena -ga kerja tapi juga dari semakinbertumbuhnya kapasitas usahayang lahir dari karyawan yangberetos kerja (itqon). Inilah salahsatu hikmah ajaran agama yangmenekankan pertumbuhan yanginklusif dan berkelanjutan (in -clu sive-sustainable growth)dimana “kue” yang semakin be -sar akan dinikmati secara ber -sama-sama. Bukankah itu yangdiharapkan? Wallahu a’lam. �

BUKANTAFSIR

Dr Iman SugemaDosen IE FEM IPB

M Iqbal IrfanyDosen IE-FEM IPB

Prof Dr KH Didin Hafidhuddin

Ketua Umum BAZNAS, Guru Besar IPB dan Direktur Pascasarjana UIKA Bogor

Hilman HakiemAlumnus IPB dan Ketua Prodi Ekonomi Syariah FAI-UIKA

Bogor

Prinsip dan Hikmah Sistem Pengupahan Islami

Gambar 1. Empat Langkah Penguatan Peran Zakat

Aditya Pradana Putra/Republika