Download - unud-383-1555225359-tesis
TESIS
PRAKTIKUM ODONTEKTOMI BERORIENTASI
ERGONOMI MENINGKATKAN KINERJA
PRAKTIKAN DI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI
DENPASAR
NYOMAN WIRADHARMA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2012
i
TESIS
PRAKTIKUM ODONTEKTOMI BERORIENTASI
ERGONOMI MENINGKATKAN KINERJA
PRAKTIKAN DI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI
DENPASAR
NYOMAN WIRADHARMA
NIM:0990461001
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ERGONOMI-FISIOLOGI KERJA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
ii
2012
PRAKTIKUM ODONTEKTOMI BERORIENTASI
ERGONOMI MENINGKATKAN KINERJA
PRAKTIKAN DI JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI
DENPASAR
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
NYOMAN WIRADHARMA
NIM:0990461001
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ERGONOMI-FISIOLOGI KERJA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2012
iii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL : 16 Januari 2012
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH. Dr. Ketut Tangking Widarsa, MPH NIP. 19471211 197602 1 001 NIP. 19480120 197903 1 001
Mengetahui :
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 19590215 198510 2 001
Ketua Program Megister Program Studi Ergonomi –Fisiologi Kerja Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. I Dewa Putu Sutjana, M.Erg
NIP. 19470704 197903 1 001
iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS
Tesis ini Telah Diuji pada
Tanggal 16 Januari 2012
Panitia Penguji Tesis, berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
No. :………………………………….. Tanggal : 11 Januari 2012
Ketua : Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH
Sekretaris: dr. Ketut Tangking Widarsa, MPH
Anggota :
1. Prof. Dr. dr. Alex Pnagkahila, Msc. Sp. And
2. Dr. Ir. Wayan Parwata ST.
3. dr. Ketut. Karna, PFK, M, Kes.
v
SURAT PERNYATAAN
BUKAN KARYA PLAGIAT
Yang bertandatangan di bawah ini, saya :
Nama : drg. Nyoman Wiradharma
NIM : 0990461001
Program Studi : Pasca Sarjana UNUD
Konsentrasi : Ergonomi- Fisiologi Kerja
Alamat Mahasiswa : Perum. Grenn Kori Ubung, Jl. Nuansa
Hijau Utama V no 9, Banjar Tegal Kori
Kaja, Denpasar Utara.
Telp & HP : (0361) 415374,081999018999
Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat dalam rangka pendidikan Program Magister bukan merupakan jiplakan sebagian atau seluruhnya dari karya seseorang. Kalau Kemudian hari ditemukan adanya unsur plagiat maka gelar yang telah saya terima, bersedia untuk dicabut. Demikian Surat Pernyataan ini saya buat dengan benar dan dengan segala konsekuensinya.
Denpasar, 21 September 2011 Yang membuat pernyataan,
drg. Nyoman Wiradharma
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas
rakhmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul “Praktikum
Odontektomi Berorientasi Ergonomi Meningkatkan Kinerja Praktikan Di Jurusan
Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar”.
Dalam penyusunan Tesis ini tidak lepas dari adanya bantuan dan
bimbingan berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada yang terhormat: Bapak Prof. dr. I Dewa Putu Sutjana,
M.Erg selaku Ketua Program Magister Ergonomi-Fisiologi Kerja, Program
Pascasarjana, Universitas Udayana yang dengan penuh perhatian telah
memberikan dorongan, semangat, dan petunjuk selama bimbingan kepada penulis
sehingga dapat diselesaikannya Tesis ini. Ucapan yang sama juga ditujukan
kepada Bapak Prof. DR. dr. N. Adiputra, M.OH selaku pembimbing I dan Bapak
dr. Ketut Tangking Widarsa, MPH selaku pembimbing II, yang telah banyak
memberi petunjuk bimbingan dan saran perbaikan sehingga dapat diselesaikannya
Tesis ini. Tidak lupa ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada Bapak
Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp. And., DR. Ir. Wayan Parwata, M.T.,
dan Dr Ketut Karna, PFK, M.Kes selaku tim penguji yang telah banyak
memberikan saran dan bimbingannya selama penyusunan Tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak
dan Ibu staf pengajar pada Program Magister Ergonomi-Fisiologi Kerja, Program
Pascasarjana, Universitas Udayana, yang tidak dapat disebutkan satu-persatu,
telah banyak membimbing, memberi saran dan membantu mencarikan buku
penunjang sehingga Proposal Tesis ini dapat sesuai dengan waktu yang
ditentukan. Ucapan yang sama juga penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu
pegawai Program Magister Ergonomi-Fisiologi Kerja, Program Pascasarjana dan
Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, para senior, dan
rekan-rekan mahasiswa S2 Ergonomi-Fisiologi Kerja yang telah banyak
membantu sehingga Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada
semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian Tesis ini.
vii
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dengan segala keterbatasan, Tesis ini masih
perlu disempurnakan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan masukan dan
saran-saran dari berbagai pihak.
Denpasar, Januari 2012
Penulis
viii
ABSTRAK
PRAKTIKUM ODONTEKTOMI BERORIENTASI ERGONOMI
MENINGKATKAN KINERJA PRAKTIKAN DI JURUSAN
KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
Praktikum odontektomi ini merupakan praktikum pembedahan gusi pada mulut dengan menggunakan peralatan bedah secara khusus. Peralatan bedah mulut ini terdiri dari seperangkat alat yang masing-masing alat mempunyai fungsi tersendiri. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji secara terukur apakah praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat menurunkan beban kerja, keluhan subjektif, dan meningkatkan kinerja praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasarwati Denpasar.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen
dengan menggunakan rancangan pre-post test control group design. Sampel yang digunakan sebanyak 30 mahasiswa yang dibagi menjadi dua bagian yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan masing-masing 15 mahasiswa. Kelompok kontrol melakukan praktikum seperti biasa dan kelompok perlakuan melakukan praktikum menggunakan orientasi ergonomi. Beban kerja diukur dari denyut nadi kerja yang dihitung dengan metode 10 denyut. Kelelahan secara umum diperoleh melalui pengisian kuesioner 30 items kelelahan dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee) Jepang. Keluhan otot skeletal diprediksi dengan kuesioner Nordic Body Map. Sedangkan kinerja diukur dengan skor penilaian unjuk kerja. Data dianalisis dengan menggunakan uji t dan uji Mann Whitney pada taraf kemaknaan 5%.
Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang signifikan (p <
0,05) pada beban kerja, keluhan subjektif, dan kinerja pada kedua kelompok. denyut nadi kerja kelompok kontrol adalah 104,29 denyut permenit, sedangkan kelompok perlakuan adalah 90,16 denyut permenit, atau menurun sebesar 13,5%. Rerata skor keluhan otot skeletal pada kelompok kontrol adalah 59,27, sedangkan kelompok perlakuan adalah 39,80 atau mengalami penurunan sebesar 32,8%. Pada kelelahan secara umum, rerata skor pada kelompok kontrol adalah 52,73 dan pada kelompok perlakuan adalah 47,00 atau mengalami penurunan sebesar 20,3%. Rerata kinerja pada kelompok kontrol adalah 46,13, sedangkan rerata kinerja ada kelompok perlakuan adalah 51,33, atau terjadi peningkatan sebesar 11,3%.
Disimpulkan bahwa penerapan fungsi ergonomi pada praktikum
odontektomi dapat menurunkan beban kerja, keluhan subjektif, dan dapat meningkatkan kinerja mahasiswa praktikan. Kata Kunci : Praktikum Odontektomi, Orientasi Ergonomi, Kinerja
ix
ABSTRACT
ERGONOMIC ORIENTED PRACTICE IN ODONTECTOMY IMPROVES
THE STUDENT PERFORMANCE FACULTY OF DENTISTRY
MAHASARASWATI UNIVERSITY DENPASAR
Odontectomy representing gum surgery practice in mouth by using
equipment of surgical operation peculiarly. This surgical operation equipment
consist of a set appliance which is each appliance have their own function. The
object of this study is conducted to meassure do odontectomy practice, stand in
ergonomics, reduces burden activity, subjective complaints, and improving
practice the student’s performance in The Faculty of Dentistry Mahasaraswati
University Denpasar.
Output pre and post test control group design was applied in this study.
Sample was divided into two groups that consist of 15 students in each group,
with two treatments, that is control group (practice as usual) and treatment group
(practice with ergonomics orientation). The work load was assessed by the work
pulse which is measured with 10 pulse method. In general, fatigue indication is
obtained from 30 item fatigue questioner from IFRC (Industrial Fatigue Research
Committee) Japan. Skeletal muscle sigh predicted by Nordic Body Map
questioner. While the performance can be predicted with working assessment
score. Data is analysed by T-test and Mann Whitney test in meaning level 5%.
The result of this study show there is a significant difference (p<0,05) in
work load, subjective complaint, and performance in this two groups. Working
pulse in control group is 104,29 pulse per minute (PPM), while in treatment group
is 90,16 pulse per minute, or reduced about 13,5%. Mean score skeletal muscle
complaint in control group is 59,27, while in treatment group is 39,80 or reduced
about 32,8%. In general fatigue, mean score in control group is 52,73 and in
treatment group is 47,00 or reduced 20,3%. Performance mean in control group is
46,13, while performance mean in treatment group is 51,33, or there is
improvement about 11,3%.
x
Conclusion is odontectomy practice with ergonomics based orientation
reduces burden activity, subjective complaint and improving students practice
performance.
Key words : odontectomy, ergonomics orientation, performance
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................ iv
UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................... iv
ABSTRAK ..................................................................................................... viii
ABSTRACT ................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ....................................................................... 7
2.1 Tinjauan Ergonomi .................................................................................... 7
2.2 Peralatan Kerja .......................................................................................... 8
2.3 Prosedur Standar Odontektomi Gigi Impaksi .......................................... 9
2.4 Risiko Kerja .............................................................................................. 16
2.5 Sikap Kerja Ergonomis Praktek Dokter Gigi ............................................ 19
2.6 Aktivitas Otot Ketika Kerja ...................................................................... 22
2.7 Kinerja ....................................................................................................... 26
2.8 Ceklis ........................................................................................................ 34
2.9 Beban Kerja ............................................................................................... 37
2.10 Lingkungan Kerja ................................................................................... 44
xii
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS .......... 48
3.1 Kerangka Berpikir ..................................................................................... 48
3.2 Konsep ..................................................................................................... 50
3.3 Hipotesis .................................................................................................... 51
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................. 53
4.1 Rancangan Penelitian ............................................................................... 53
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... 54
4.3 Penentuan Sumber Data ........................................................................... 54
4.4 Variabel Penelitian ................................................................................... 56
4.5 Instrumen Penelitian ................................................................................. 62
4.6 Prosedur Penelitian .................................................................................... 63
4.7 Pengolahan dan analisis data .................................................................... 72
BAB V HASIL PENELITIAN ..................................................................... 75
5.1 Kondisi Subjek .......................................................................................... 75
5.2 Analisis Kondisi Lingkungan Kerja .......................................................... 77
5.3 Analisis Beban Kerja ................................................................................. 78
5.4 Analisis Keluhan Subjektif ....................................................................... 80
5.5 Analisis Kinerja ......................................................................................... 81
5.6 Ketertinggalan Alat pada Praktikum Odontektomi ................................... 82
BAB VI PEMBAHASAN .............................................................................. 85
6.1 Kondisi Subjek .......................................................................................... 85
6.2 Kursi Kerja ................................................................................................ 86
6.3 Lingkungan Kerja ...................................................................................... 87
6.4 Beban Kerja ............................................................................................... 89
6.5 Penurunan Keluhan Subjektif ................................................................... 90
6.6 Peningkatan Kinerja .................................................................................. 93
6.7 Perbandingan Antara Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan terhadap
Penurunan Beban Kerja, Penurunan Keluhan Subjektif, dan Peningkatan
Kinerja ...................................................................................................... 98
xiii
6.8 Kelemahan Penelitian ................................................................................ 101
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 102
7.1 Simpulan ................................................................................................... 102
7.2 Saran .......................................................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal
2.1 Peralatan Praktek Odontektomi ................................................................ 14
2.2 Insisi envelope [amplop] ........................................................................... 14
2.3 Insisi envelope ........................................................................................... 15
2.4 Jika digunakan flap tiga-sudut .................................................................. 15
2.5 Saat flap jaringan dibuka pada insisi pembebas ........................................ 15
2.6 Setelah jaringan lunak dibuka ................................................................... 16
2.7 Kemudian, tulang pada aspek bukal dan distal gigi impaksi dibuang
menggunakan bur ...................................................................................... 16
3.1 Bagan kerangka konsep penelitian ........................................................... 51
4.1 Bagan Rancangan Penelitian ..................................................................... 53
4.2 Bagan Hubungan antara Variabel Penelitian ............................................ 58
4.3 Alur Penelitian .......................................................................................... 64
6.1 Pengukuran mikroklimat ruangan praktikum ............................................ 88
6.2 Rerata Denyut Nadi Kerja praktikan ......................................................... 90
6.3 Rerata Keluhan Subjektif pada Praktikan Odontektomi ........................... 92
6.4 Persiapan peralatan sebelum praktikum .................................................... 95
6.5 Subjek memperhatikan ceklis Dan peralatan yang disiapkan sebelum
praktikum dimulai .................................................................................... 95
6.6 Mahasiswa sedang menjalankan praktikum odontektomi ......................... 96
6.7 Grafik Peningkatan Kinerja ....................................................................... 97
6.8 Sikap kerja sebelum ada penambahan kursi .............................................. 99
6.9 Sikap kerja setelah ada penambahan kursi kerja ....................................... 99
6.10 Praktikan bisa melakukan praktikum dengan sikap kerja duduk dan
berdiri secara dinamis sesuai keperluan .................................................. 100
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
2.1 Tingkat Beban Kerja Menurut Keluaran Energi ....................................... 39
2.2 Klasifikasi Beban Kerja Berdasarkan Beban Kardiovaskular .................. 40
5.1 Data Karakteristik Fisik Subjek Mahasiswa Praktikum Odontektomi ..... 75
5.2 Data Antropometrik .................................................................................. 76
5.3 Hasil Analisis Pengukuran Lingkungan Kerja .......................................... 77
5.4 Komparabilitas Denyut Nadi praktikan odontektomi ............................... 79
5.5 Hasil Analisis Keluhan Subjektif sebelum bekerja (pre) .......................... 80
5.6 Hasil Analisis Keluhan Subjektif setelah bekerja (post) ........................... 81
5.7 Hasil Uji Kinerja Praktikan ....................................................................... 82
5.8 Jumlah Ketinggalan Alat Praktikum Odontektomi ................................... 83
5.9 Data Alat Yang Tertinggal ........................................................................ 84
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gigi bungsu pada manusia adalah gigi geraham tetap yang tumbuh terakhir
kali di mulut. Gigi ini tumbuh pada usia sekitar 17-22 tahun. Gigi bungsu ini
normalnya berjumlah 4 buah, dua di rahang atas kanan dan kiri, dan dua lagi di
rahang bawah kanan dan kiri. Tidak semua gigi geraham bungsu ini tumbuh
dengan normal, biasanya gigi bungsu di rahang bawah yang sering kali tidak
normal pertumbuhannya. Gigi bungsu yang tumbuhnya tidak normal, artinya gigi
itu tumbuh dengan posisi dan arah yang salah atau gigi cuma bisa tumbuh
setengah karena terjepit gigi geraham di sebelahnya atau disebut impaksi. Gigi
impaksi adalah gigi yang gagal erupsi ke dalam lengkung rahang pada kisaran
waktu yang diperkirakan. Gigi mengalami impaksi sebagai akibat dari gigi
disebelahnya, lapisan tulang yang padat, atau jaringan lunak yang tebal dan
menghambat erupsi. Gigi yang tumbuh pada posisi demikian, dapat menimbulkan
penyakit, karena susah membersihkan dengan sikat gigi sehingga menjadi sarang
bakteri. Jika dibiarkan bisa terjadi infeksi atau merusak gigi di sebelahnya. Hal ini
akan membuat gusi bengkak dan gigi jadi berlubang bahkan lama kelamaan akan
terbentuk kista atau tumor.
Gejala-gejala yang biasanya timbul jika gigi terjadi impaksi adalah
migren, kepala pusing, sakit saat membuka mulut dan telinga berdengung. Jika
2
terjadi gejala seperti ini harus dilakukan pencabutan gigi bungsu, yang dalam
bahasa kedokteran disebut odontektomi. Gigi yang terlihat mengalami impaksi
pada usia 18 tahun memiliki kesempatan sebesar 30-50% untuk erupsi sempurna
pada usia 25 tahun. Sehingga kasus gigi impaksi yang harus dilakukan
penanganan seperti pencabutan gigi atau bahkan pembedahan gusi banyak
dilakukan di kalangan remaja hingga dewasa (Coulthard et al., 2003).
Di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar
terdapat praktikum odontektomi. Untuk melaksanakan praktikum ini mahasiswa
harus mendapatkan pasien yang mempunyai keluhan gigi impaksi. Pasien dengan
keluhan gigi impaksi ini tidaklah sulit ditemui, karena banyak terjadi pada remaja
dengan usia 17-24 tahun. Praktikum odontektomi ini merupakan praktikum
pembedahan gusi pada mulut dengan menggunakan peralatan bedah secara
khusus. Peralatan bedah mulut ini terdiri dari seperangkat alat yang masing-
masing alat mempunyai fungsi tersendiri. Praktikum yang telah dilakukan selama
ini dirasa perlu untuk ditingkatkan kinerja para praktikannya. Seringkali ketika
praktikum bedah mulut ini terjadi ketinggalan salah satu alat, keluhan cepet lelah,
dan nilai praktikum yang belum memuaskan. Tertinggalnya alat akan berdampak
pada terganggunya proses pembedahan bahkan bisa berakibat fatal pada pasien.
Dari studi pendahuluan dari 23 kali praktikum dalam satu semester terdapat lima
kali kasus tertinggalnya alat.
Praktikum odontektomi biasanya dilakukan selama 4 jam. Ada beberapa
hal yamg harus dilakukan oleh praktikan sebelum, ketika, dan sesudah praktikum
odontektomi. Sebelum praktikum, para praktikan harus menyiapkan peralatan,
3
memahami prosedur yang ada, dan menyiapkan pasien terutama dari segi mental.
Ketika praktikum, para praktikan melakukan prosedur kerja praktek, dengan
duduk atau berdiri selama empat jam. Pasien diberi anastesi dulu sebelum
dilakukan praktek odontektomi. Dalam praktek, salah satu alat yang digunakan
adalah kompresor untuk keperluan bor dan peralatan lainnya.
Posisi operator/praktikan yang duduk lama sekitar 4 jam menyebabkan
terjadinya keluhan sakit di pinggang dan bahu. Posisi statis ini juga akan
menyebabkan praktikan mengeluh cepat capai. Survei yang dilakukan oleh
Chowanadisai (2000) di Thailand menyatakan bahwa sebanyak 78% dokter gigi
mengalami sakit punggung disaat melakukan tindakan. Disamping itu, suara
kompresor juga menjadikan suasana tempat praktek menjadi sedikit bising, akan
tetapi kebisingan ini masih di bawah batas ambang, dari studi pendahuluan
kebisingan yang disebabkan oleh suara kompresor sekitar 78 dB dengan batas
ambang kebisingan adalah 85 dB. Posisi kerja yang tidak ergonomis ini akan
memungkinkan menurunkan kinerja praktikan, sehingga di perlukan langkah
solutif.
Untuk mengatasi permasalahan di atas bisa dilakukan langkah solutif yaitu
peningkatan kinerja para praktikan berorientasi ergonomi. Peningkatan kinerja
berorientasi ergonomi ini dilakukan dengan cara penerapan checklist peralatan
dan prosedur bedah mulut secara ketat, pemberian teh manis kepada operator di
sela-sela kerja, serta sikap kerja operator yang dinamis antara duduk dan berdiri.
checklist dilakukan sebelum bedah dilakukan dan setelah bedah dilakukan. Jika
checklist ini diterapkan dengan baik, diprediksi akan meningkatkan kinerja para
4
mahasiswa praktikum karena alat bedah bisa dinyatakan siap pakai dan proses
pembedahan bisa berlangsung dengan cepat, aman, dan tidak ada ketinggalan atau
kekurangan alat tertentu. Pemberian teh manis adalah untuk menambah asupan air
dan kalori operator agar tetap prima dalam melakukan pekerjaannya. Sedangkan
posisi dinamis duduk dan berdiri adalah untuk mengurangi keluhan sakit di
pinggang dan di bahu.
Oleh karena itu dipandang perlu dilakukan penelitian tentang praktikum
odontektomi yang berorientasi ergonomi dalam rangka peningkatan kinerja para
praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
a. Apakah praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat
meningkatkan kinerja praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas
Mahasaraswati Denpasar ?
b. Apakah praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat mengurangi
keluhan subjektif praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas
Mahasaraswati Denpasar ?
c. Apakah praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat mengurangi
jumlah ketinggalan alat bedah mulut pada praktikan di Jurusan Kedokteran
Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar ?
5
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji secara terukur apakah praktikum
odontektomi berorientasi ergonomi dapat meningkatkan kinerja praktikan di
Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasarwati Denpasar.
1.3.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Untuk mengetahui praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat
meningkatkan kinerja praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas
Mahasaraswati Denpasar
b. Untuk mengetahui praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat
mengurangi keluhan subjektif praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar.
c. Untuk mengetahui praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat
mengurangi jumlah ketinggalan alat bedah mulut pada praktikan di
Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
6
1.4.1 Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan :
a. Dapat memberikan solusi terhadap permasalahan praktikum odontektomi dalam
hal peningkatan kinerja para mahasiswa praktek odontektomi di Jurusan
Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.
b. Menjadi salah satu masukan bagi pengambil kebijakan pada perguruan tinggi
Universitas Mahasaraswati untuk memperhatikan proses kerja praktek agar
lebih memenuhi kaedah ilmu ergonomi.
c. Dapat digunakan untuk membantu mahasiswa praktek odontektomi di
perguruan tinggi manapun agar bekerja lebih aman dengan kinerja yang baik.
1.4.2 Manfaat Teoritis
Penelitian ini merupakan aplikasi dari teori Ergonomi, diharapkan dapat
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan serta dapat dijadikan acuan untuk
penelitian yang sejenis atau penelitian lebih lanjut yang mendalam.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Ergonomi
Alat dan lingkungan kerja, jika tidak dirancang dengan baik akan dapat
menyebabkan ketidaknyamanan, tidak efisien, dan tidak efektif. Untuk
memperoleh suatu cara, sikap, alat, dan lingkungan kerja yang sehat dan aman
perlu berdasar kepada kemampuan, kebolehan, dan keterbatasan manusia. Dengan
tujuan ideal adalah mengatur pekerjaan tersebut berada dalam batas-batas di mana
manusia bisa mentolerirnya, tanpa menimbulkan kelainan-kelainan (Manuaba,
1998).
Ergonomi merupakan suatu ilmu dan banyak diaplikasikan dalam berbagai
proses perancangan produk ataupun operasi kerja sehari-sehari, seperti aplikasi
ergonomi dalam proses perancangan peralatan kerja untuk penggunaan yang lebih
efektif. Ergonomi sebagai disiplin ilmu yang bersifat multi disipliner dengan
menggabungkan elemen-elemen fisiologi, psikologi, anatomi, enjinering, higine,
sosial dan ilmu lainnya, maka ergonomi akan berkaitan dengan aktivitas kerja.
Tujuan dari hal tersebut adalah sebagai berikut (Wibowo, 1998).
a. Meningkatkan kemampuan fisik dan mental, khususnya untuk keamanan dan
keselamatan, serta mengurangi atau menghilangkan beban fisik dan mental
yang berlebihan untuk kenyamanan atau keserasian operasional.
8
b. Pengintegrasian secara rasional aspek-aspek fungsional, teknis, ekonomi,
sosial budaya dan lingkungan pada suatu sistem untuk peningkatan efisiensi
hubungan timbal balik manusia dan mesin.
c. Mengorganisasikan suatu aktivitas kerja ke arah produktivitas untuk
peningkatan atau kepuasan kerja operator, konsumen pekerja dalam memenuhi
kesejahteraan sosial.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka ilmu ergonomi dapat memberikan
kontribusi pada banyak hal dalam rangka mencapai tujuan yang positif dan
sebagai suatu pendekatan pemecahan masalah-masalah yang praktis terdapat
dalam aspek kehidupan manusia.
2.2 Peralatan Kerja
Dalam perkembangan modern ini pemilihan peralatan kerja di masyarakat
umumnya didasari pada pertimbangan ekonomi dari pada dengan pertimbangan
kemudahan serta kenyamanan pemakainya. Suatu peralatan kerja yang belum
sesuai akan dapat menimbulkan kelelahan, perasaan kurang nyaman, dan disertai
penurunan efisiensi kerja (Grandjean, 1988; Manuaba, 1994).
Setiap pekerjaan membutuhkan peralatan kerja yang tentunya telah teruji
keserasiannya terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan pemakainya
(Grandjean, 1988; Manuaba, 1992a). Pada dasarnya, setiap tenaga kerja sebaiknya
mengetahui dan mengerti peralatan kerja yang sesuai dengan persyaratan
ergonomi agar nyaman dipakai dan efisien. Bila peralatan kerja tersebut belum
sesuai dengan pemakainya perlu dilakukan perbaikan dan dimodifikasi. Dengan
9
demikian, setiap usaha perbaikan peralatan kerja hendaknya bersifat sederhana
serta murah biayanya, bisa dan mudah dilakukan, dan dapat memberikan
keuntungan secara ekonomi (Manuaba, 1992b).
2.3 PROSEDUR STANDAR ODONTEKTOMI GIGI IMPAKSI 2.3.1 Definisi
Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi ke dalam lengkung rahang
pada kisaran waktu yang diperkirakan. Suatu gigi mengalami impaksi akibat gigi
tetangga, lapisan tulang yang padat, atau jaringan lunak yang tebal dan
menghambat erupsi. Karena gigi impaksi tidak erupsi, maka akan tertahan seumur
hidup pasien kecuali dilakukan pembedahan untuk mengeluarkannya. Namun,
harus diingat bahwa tidak semua gigi yang tidak erupsi dinyatakan mengalami
impaksi. Jadi, diagnosis impaksi membutuhkan pemahaman tentang kronologi
erupsi, serta faktor-faktor yang mempengaruhi potensi erupsi (Peterson dkk.,
2004).
Umumnya, suatu gigi mengalami impaksi akibat panjang lengkung gigi
yang kurang adekuat dan ruangan erupsi lebih kecil dibandingkan dengan panjang
total lengkung gigi. Gigi-geligi yang seringkali mengalami impaksi adalah gigi
molar tiga rahang atas dan bawah, gigi kaninus rahang atas dan premolar rahang
bawah. Gigi molar tiga paling sering mengalami impaksi karena merupakan gigi
yang paling terakhir erupsi, ruangan erupsi yang dibutuhkannya kurang adekuat.
Sejumlah penelitian mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi potensi
erupsi gigi molar tiga. Dua faktor yang dinyatakan paling ‘prognostik’ adalah
10
angulasi gigi molar tiga dan ruang yang tersedia untuk erupsi (Miloro Michael,
2004). Erupsi gigi molar tiga akan selesai pada usia 20-24 tahun. Namun, satu
atau beberapa gigi M3 mengalami kegagalan erupsi pada 1:4 orang dewasa.
Menurut SOP Odontektomi 2 beberapa penelitian longitudinal, gigi yang terlihat
mengalami impaksi pada usia 18 tahun memiliki kesempatan sebesar 30-50%
untuk erupsi sempurna pada usia 25 tahun. Dalam serangkaian penelitian di
Swedia, prevalensi impaksi ditemukan sebesar 45,8% (Anonim, 1997)
2.3.2 Pemeriksaan
Gigi impaksi dapat menimbulkan gangguan ringan sampai serius jika gigi
tersebut tidak erupsi. Tidak semua gigi impaksi menimbulkan masalah klinis yang
signifikan, namun setiap gigi impaksi memiliki potensi tersebut. Gigi yang tidak
erupsi akan menimbulkan rasa nyeri jika terjadi infeksi. Saat pemeriksaan,
ketiadaan gigi, karies atau mobilitas gigi tetangga harus diperhatikan. Terjadinya
infeksi dapat dilihat dari pembengkakan, pengeluaran pus, trismus, dan pelunakan
limfonodus servikal regional (Coulthard dkk., 2003).
Pemeriksaan radiografik harus didasarkan pada penelusuran riwayat dan
pemeriksaan klinis. Pemeriksaan radiografik sangat penting sebelum pembedahan
dilakukan namun tidak perlu dilakukan saat pemeriksaan awal, jika terdapat
infeksi atau gangguan lokal lainnya. Pemeriksaan radiologis gigi impaksi harus
dapat menguraikan hal-hal berikut ini (Coulthard dkk., 2003) :
a. Tipe dan orientasi impaksi serta akses untuk mencapai gigi
b. Ukuran mahkota dan kondisinya
11
c. Jumlah dan morfologi akar
d. Tinggi tulang alveolar, termasuk kedalaman dan densitasnya
e. Lebar folikuler
f. Status periodontal dan kondisi gigi tetangga
g. Hubungan atau kedekatan gigi-geligi rahang atas dengan kavitas nasal atau
sinus maksilaris
h. Hubungan atau kedekatan gigi-geligi rahang bawah dengan saluran
interdental, foramen mentale, batas bawah mandibula.
Jenis radiografi yang dapat digunakan, antara lain:
a. Periapikal, tomografi panoramik atau oblique lateral dan CT scan untuk gigi
molar tiga rahang bawah
b. Tomografi panoramik (atau oblique lateral, atau periapikal yang adekuat)
untuk gigi molar tiga rahang atas.
c. Parallax film (dua periapikal atau satu periapikal dan satu film oklusal) untuk
gigi kaninus rahang atas
d. Radiografi periapikal dan true occlusal untuk gigi premolar dua rahang
bawah; radiografi panoramik juga dapat digunakan jika radiografi periapikal
tidak dapat menggambarkan seluruh gigi yang tidak erupsi.
2.3.3 Alat Dan Bahan
Alat dan bahan untuk melakukan odontektomi adalah sebagai berikut:
a. Sikat tangan
b. Handuk
12
c. Lap Meja
d. Duck dan clamp
e. Hand scone
f. Masker
g. Kaca mulut besar
h. Kaca mulut kecil
i. Sonde bengkok
j. Sonde lurus
k. Excavator 2 buah
l. Pinset anatomi
m. Nerbeken 3 buah
n. Spuit 3cc
o. Suction tip
p. Cheek retractor
q. Sacalpel blade no 11-15
r. Resparatorium
s. Straight hand piece
t. Contra angle hand pice
u. Bur fissure long shank
v. Bur fissure diamond
w. Bein
x. Tang ekstraksi M3 atas/bawah
y. Bone file
13
z. Spuite irigasi
aa. Needle holder
bb. Needle
cc. Pinset chirurgis
dd. Scrisor
ee. Arteri clamp
ff. Tang trismus
gg. Sabun cuci
hh. Alcohol 70%
ii. Betadine solution 10%
jj. Pehacain
kk. Vaseline
ll. Larutan saline
mm. Suture(silk)
nn. Spongostan 2 buah
oo. Tampon dan kasa
pp. Adrenalin 2mg 2 ampul
qq. Tabung oksigen
rr. Spuit 1 cc
Instrumen lain yang umum digunakan disajikan dalam gambar berikut ini:
14
Gambar 2.1 Peralatan Praktek Odontektomi
2.3.4 Teknik Odontektomi
Teknik dalam praktikum odontektomi adalah seperti ilustrasi gambar berikut :
Gambar 2.2 Insisi envelope [amplop] seringkali digunakan untuk membuka jaringan lunak mandibula dalam pencabutan gigi impaksi molar tiga: Perluasan
insisi ke posterior harus divergen ke arah lateral agar tidak terjadi perlukaan saraf lingual.
15
Gambar 2.3 Insisi envelope dibuka ke arah lateral sehingga tulang yang menutupi gigi impaksi terbuka.
Gambar 2.4 Jika digunakan flap tiga-sudut, insisi pembebas dibuat pada aspek mesial gigi molar dua.
Gambar 2.5 Saat flap jaringan dibuka pada insisi pembebas, akan diperoleh lapangan pandang yang lebih luas, terutama pada aspek apikal daerah
pembedahan.
16
Gambar 2.6 Setelah jaringan lunak dibuka, tulang yang menutupi permukaan oklusal gigi dibuang menggunakan bur fissure atau chisel tangan.
Gambar 2.7 Kemudian, tulang pada aspek bukal dan distal gigi impaksi dibuang menggunakan bur.
2.4 Risiko Kerja
2.4.1 Pengertian Risiko
Kata risiko banyak dipergunakan dalam berbagai pengertian dan sudah
biasa dipakai dalam percakapan sehari-hari oleh kebanyakan orang. Seseorang
menyatakan bahwa ada risiko yang harus ditanggung jika mengerjakan pekerjaan
tertentu. Memahami konsep risiko secara luas, akan merupakan dasar yang
esensial untuk memahami konsep dan teknik manajemen risiko. Risiko dapat
diartikan dalam hal-hal berikut :
17
a. Risk is the chance of loss (risiko adalah kans kerugian). Chance of Loss
biasanya dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan di mana terdapat
suatu keterbukaan terhadap kerugian atau suatu kemungkinan. Kerugian,
sebaliknya jika disesuaikan dengan istilah yang dipakai dalam statistik, maka
chance sering dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan
munculnya situasi tertentu.
b. Risk is the possibility of loss (risiko adalah kemungkinan kerugian). Istilah
possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada di antara nol dan
satu. Definisi ini barangkali sangat mendekati dengan pengertian risiko yang
dipakai sehari-hari, akan tetapi definisi ini agak longgar, tidak cocok dipakai
dalam analisis secara kuantitatif
c. Risk is uncertainty (risiko adalah ketidakpastian). Tampaknya ada kesepakatan
bahwa risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Karena itulah risiko sama
artinya dengan ketidakpastian.
Pada praktikum odontektemi memungkinkan ada resiko, resiko disini bisa
diartikan sebagai hal-hal yang memungkinkan akan mengakibatkan terjadinya
bahaya, dampak kerugian, dan ketidak lancaran pada proses praktikum. Risiko
yang terjadi bisa jadi mengakibatkan hal yang fatal bagi pasien odontektomi.
2.4.2 Faktor Risiko Kerja dan penanganannya
Faktor resiko diasosiasikan dengan jumlah tugas yang dapat menyebabkan
cedera musculoskeletal. Faktor resiko digunakan untuk menganalisis tugas manual
(manual task ). Manual task atau manual material handling memiliki interaksi
18
yang kompleks antara pekerja dan lingkungan kerja. Faktor resiko kemudian
dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu (Suhardi & Bambang, 2008):
a. Tekanan langsung kepada tubuh. Hal ini meliputi faktor seperti tingkat
tekanan pada muscular, postur/sikap kerja, pengulangan pekerjaan, getaran
peralatan dan lama waktu kerja.
b. Kontribusi faktor resiko yang secara langsung mempengaruhi tuntutan kerja.
Hal ini meliputi layout area kerja, penggunaan alat, penangan beban. Jika
komponen ini di desain ulang pengaruh dari tekanan dapat dikurangi.
c. Memodifikasi faktor resiko dapat memberi masukan pada perubahan sikap
kerja sehingga akibat dari faktor resiko dapat dikurangi.
Ada dua pendekatan dasar dalam menangani risiko, yaitu :
a. Pengendalian risiko (risk control)
b. Pembiayaan risiko (risk financing)
Pengendalian risiko dijalankan dengan metode berikut :
a. Menghindari risiko
b. Mengendalikan kerugian
c. Pemisahan
d. Kombinasi atau pooling
e. Pemindahan risiko
Hal yang biasanya terjadi pada praktikum odontektemi adalah risiko
ketertinggalan alat praktikum. Pengendalian faktor risiko ini adalah dengan
melakukan kontrol terhadap persiapan praktikum. Salah satu kontrol yang bisa
19
digunakan adalah dengan cara pengisian checklist kepada setiap peserta
praktikum.
2.5 Sikap Kerja Ergonomis Praktek Dokter Gigi
Seorang dokter gigi dalam melaksanakan praktek memerlukan peralatan
kerja yang berhubungan dangan sikap kerja duduk dan berdiri ketika menangani
pasien. Berkaitan dengan sikap kerja ini, sikap kerja yang ideal adalah :
a. Kerja otot statis sedikit
b. Dalam melakukan tugas dengan memakai tangan, mudah dan alamiah
c. Muskuler effort kecil dapat dipertahankan
d. Sikap kerja berubah/dinamis lebih baik dari pada sikap statis tegang
Dokter gigi bekerja dengan apa yang disebut sebagai sistem manusia-
mesin karena peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan perawatan gigi.
Biasanya peralatan dokter gigi ini telah dirancang dengan baik, instrumen dapat
ditempatkan dalam jangkauan dan diambil dan kembali dengan cara alami.
Instrumen harus ditempatkan pada jarak yang benar baik secara vertikal maupun
horizontal sehingga keluhan lengan dan bahu bisa terkurangi. Selain itu, banyak
peralatan yang tidak cocok untuk dokter gigi yang berbadan tinggi, sehingga
ragam desain diperlukan untuk penggunaan peralatan dokter gigi yang berbadan
pendek dan tinggi. Seorang dokter gigi perlu melakukan kerja dengan sikap duduk
maupun berdiri. Hal ini harus dilakukan secara dinamis dan tidak boleh statis.
20
Perbandingan sikap kerja duduk dan berdiri ditinjau dari epidemiologi
adalah sebagai berikut :
a. Pada pekerja dengan sikap duduk, risiko meningkatnya kanker usus 1,6 - 4,0
kali lebih besar dari pada sikap kerja berdiri
b. Fungsi paru (VC : FeV) menurun pada sikap duduk
c. Sikap duduk sering terjadi trombosis vena dalam
d. Venus return lebih besar/baik sikap berdiri dari pada sikap duduk
e. Berdiri terlalu lama dapat meningkatkan volume tungkai 2 - 5%, karena edema
f. Duduk terlalu lama menyebabkan vericosa vena
Dalam melakukan praktek menangani pasien hendaknya dokter gigi atau
mahasiswa calon dokter gigi yang melakukan praktek perlu memperhatikan sikap
kerja ini. Sikap kerja yang disarankan adalah sikap kerja dinamis yaitu duduk
berdiri secara bergantian sesuai keperluan. Jika melakukan kerja duduk atau
berdiri saja secara statis maka hal yang terjadi adalah :
a. Memerlukan tenaga/energi yang lebih tinggi, pada kerja yang sama
b. Denyut nadi meningkat lebih tinggi & cepat lelah
c. Otot memerlukan waktu pemulihan yang lebih lama
Tempat pasien dalam praktek dokter gigi sudah didesain khusus sehingga bisa
diatur sedemikian rupa, sehingga bisa disesuaikan dengan sikap kerja seorang
dokter gigi. Kursi kerja dokter gigi pun demikian ada yang sudah didesain khusus
sehingga bisa diatur tinggi rendahnya ada juga yang hanya sekedar kursi sebagai
tempat duduk. Perlu diperhatikan sikap kerja yang ergonomis dalam melakukan
21
praktek penanganan pasien gigi ini. Secara prinsip, untuk mengatasi sikap tubuh
dalam bekerja secara ergonomis adalah sebagai berikut (Pheasant, 1991) :
a. Cegah inklinasi kedepan pada leher dan kepala
b. Cegah inklinasi kedepan pada tubuh
c. Cegah penggunaan anggota gerak bagian atas, dalam keadaan terangkat
d. Cegah pemutaran badan dalam sikap asimetris (terpilin/twisting)
e. Sendi hendaknya dalam range 1/3 dari gerakan maximum
f. Sediakan sandaran punggung & pinggang (waist) pada semua tempat duduk
g. Jika menggunakan otot hendaknya dalam posisi yang mengakibatkan
kekuatan maximum
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam sikap kerja duduk dan berdiri secara
dinamis adalah sebagai berikut (Grandjean, 1988) :
a. Sikap kerja berdiri diupayakan posisi badan tegak, pusat beban tubuh (central
of gravity) dalam membawa beban/benda tidak membuat badan bungkuk,
posisi tangan membawa benda tidak lebih dari 90o pada beban yang berat.
b. Sikap kerja duduk pada kursi, diupayakan posisi tulang belakang tegak, kursi
kerja sesuai dengan antropometri. Tinggi dan kedalaman kursi yang
dipergunakan adalah sesuai dengan antropometri pemakai. Tinggi kursi seuai
dengan tinggi poplitea pada persentil 50. Kedalaman kursi disesuaikan dengan
persentil 50 dari jarak pantat poplitea. Lebar kursi disesuaikan dengan
persentil 50 dari lebar pantat. Tinggi meja kerja sesuai dengan tinggi siku
posisi duduk. Posisi tangan tidak lebih dari 90o terhadap lengan berada di atas
objek kerja.
22
c. Kursi objek (pasien) bisa atur atau dinaik turunkan sesuai dengan kebutuhan
dokter gigi, sehingga dokter gigi melakukan kerja dengan posisi yang nyaman
sesui dengan kaidah ergonomi.
2.6 Aktivitas Otot Ketika Kerja
Praktikum Odontektomi merupakan praktikum yang juga melibatkan kerja
tubuh termasuk otot. Otot hanya mempunyai kemampuan berkontraksi dan relaks
(santai). Analogi mekanismenya adalah seperti silinder pneumatic, aktivitas
tunggal dengan sistem pegas. Walaupun pada hakekatnya tidak ada pegas dalam
tubuh manusia. Dari sinilah otot sebagai penggerak utama bergerak dengan arah
berlawanan terhadap otot yang lain yang dikenal sebagai gerakan antagonis yang
berfungsi untuk mengendalikan dan mengembalikan posisi tangan dan kaki pada
tempat asalnya. Dalam pergerakan yang pelan dan terkendali, baik otot penggerak
utama maupun yang antagonis berada pada posisi tegang (tension) selama dalam
pergerakannya. Sebaliknya dalam pergerakan yang cepat, otot antagonis secara
otomatis relaks.
Sumber energi bagi otot adalah berasal dari pemecahan senyawa phosphate
kaya energi dari kondisi energi tinggi ke energi rendah, yang mana dalam waktu
yang sama akan menghasilkan muatan elektro–elektro dan menyebabkan gerakan
relative dari Molekul Actin dan Myosin.
Hal ini ditunjukkan pada proses berikut :
ATP = ADP + Energi.
ATP = Adenosin Tri Phosphat.
23
ADP = Adenosin Di Phosphat.
Untuk melanjutkan proses ini, ATP harus disintesa dengan bahan baker yang
berasal dari sumber lain.
2.6.1 Aerobic
Aerobic yaitu perubahan ATP menjadi ADP dan energi dengan bantuan
oksigen yang cukup. Asam laktat yang dihasilkan oleh kontraksi otot dioksidasi
dengan cepat menjadi CO2 dan H2O dalam kondisi aerobic. Sehingga beban kerja
yang tidak terlalu melelahkan akan dapat berlangsung cukup lama. Disamping itu
aliran darah yang cukup akan mensupplay lemak, karbohidrat dan oksigen
kedalam otot, akibat dari kondisi kerja yang terlalu lama akan menyebabkan kadar
glikogen dalam darah akan menurun drastic di bawah normal, dan kebalikannya
kaadar asam laktat akan meningkat, dan kalau sudah demikian maka cara terbaik
adalah menghentikan pekerjaan, kemudian istirahat dan makan–makanan yang
bergizi untuk membentuk kadar gula dalam darah. Hal tersebut diatas merupakan
proses kontraksi otot yang telah disederhanakan melalui pembangkit energinya,
dan sekaligus menandakan pentingnya aliran darah untuk otot.
Pada respirasi aerob, merupakan proses respirasi yang membutuhkan udara
terutama oksigen. Secara garis besar, proses tersebut dibagi dalam 4 tahap,
sebagai berikut,
a. Glikolisis; Proses yang berlangsung di luar mitokondria dan secara anaerob. Dalam
proses ini terjadi pengubahan 1 molekul glukosa (6 C) menjadi 2 asam piruvat (3 C).
Dalam proses glikolisis dihasilkan 2 asam piruvat, 2 ATP, dan 2 NADH.
24
b. Dekarboksilasi Oksidatif; Dekarboksilasi oksidatif merupakan reaksi antara yaitu
antara glikolisis dengan siklus krebs. Dalam proses ini terjadi perubahan dari 2 asam
piruvat (3 C) menjadi 2 asetil Ko Enzim A (2 C). Hasil dari proses ini adalah 2 asetil
Ko Enzim A, dan 2 NADH.
c. Siklus Krebs; Siklus Krebs terjadi di mitokondira. Dalam proses ini terjadi
perubaha dari 2 asetil ko enzim A menjadi 2 C¬O2.. Proses ini berlangsung secara
aerob. Hasil dari proses ini adalah 2 CO2, 2 FADH, dan 6 NADH.
d. Rantai Transport Elektron ; Pada proses ini terjadi penerjemahan elektron
berenergi tinggi. Pada proses ini dihasilkan H2O dan terjadi konversi energi dengan
rumus :
1 NADH : 3 ATP
1 FADH : 2 ATP
2.6.2 Anaerobic
Anaerobic yaitu perubahan ATP menjadi ADP dengan energi tanpa bantuan
oksigen. Glikogen yang terdapat dalam otot terpecah menjadi energi, dan
membentuk asam laktat. Dalam proses ini asam laktat akan memberikan indikasi
adanya kelelahan otot secara lokal, karena kurangnya jumlah oksigen yang
disebabkan oleh kurangnya jumlah supply darah yang di pompa oleh jantung.
Misalnya jika ada gerakan yang bersifat tiba–tiba (mendadak), lari jarak dekat dan
lain sebagainya. Sebab lain adalah karena pencegahan kebutuhan aliran darah
yang mengandung oksigen dengan adanya beban otot statis. Ataupun karena aliran
darah yang tidak cukup mensupplay oksigen dan glikogen akan melepaskan asam
laktat.
25
Pada respirasi anaerob, merupakan salah satu proses katabolisme yang tidak
menggunakan oksigen bebas sebagai penerima atom hidrogen ( H ) terakhir, tetapi
menggunakan senyawa tertentu ( seperti : etanol, asam laktat ). Asam piruvat yang
dihasilkan pada tahapan glikolisis dapat dimetabolisasi menjadi senyawa yang
berbeda ( ada/tersedianya oksigen atau tidak ). Pada kondisi aerobik ( tersedia
oksigen ) sistem enzim mitokondria mampu mengkatalisis oksidasi asam piruvat
menjadi H2O dan CO2 serta menghasilkan energi dalam bentuk ATP ( Adenosin
Tri Phosphat ). Pada kondisi anaerobik ( tidak tersedia oksigen ), suatu sel akan
dapat mengubah asam piruvat menjadi CO2 dan etil alkohol serta membebaskan
energi ( ATP ). Atau oksidasi asam piruvat dalam sel otot menjadi CO2 dan asam
laktat serta membebaskan energi ( ATP ). Bentuk proses reaksi yang terakhir
disebut, lazim dinamakan fermentasi. Proses ini juga melibatkan enzim-enzim
yang terdapat di dalam sitoplasma sel. Pada respirasi anaerob, tahapan yang
ditempuh meliputi :
a. Tahapan glikolisis, dimana 1 molekul glukosa ( C6 ) akan diuraikan
menjadi asam piruvat, NADH dan 2 ATP
b. Pembentukan alkohol ( fermentasi alkohol ), atau pembentukan asam
laktat ( fermentasi asam laktat )
c. Akseptor elektron terakhir bukan oksigen, tetapi senyawa lain seperti :
alkohol, asam laktat
d. Energi ( ATP ) yang dihasilkan sekitar 2 ATP
26
2.7 Kinerja
2.7.1 Pengertian Kinerja
Kinerja adalah penampilan hasil karya personil baik kuantitas maupun
kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu
maupun kelompok kerja personel (Ilyas, 2001). As’ad (2000) mengungkapkan
bahwa penampilan kerja (job performance) adalah sebagai hasil kerja yang
menyangkut apa yang dihasilkan seseorang dari perilaku kerjanya. Tingkat
sejauhmana seseorang berhasil menyelesaikan tugasnya disebut tingkat prestasi
(level of performance). Kinerja (performance) dapat juga diartikan sebagai suatu
catatan keluaran hasil dari suatu fungsi jabatan atau seluruh aktivitas kerjanya
dalam periode waktu tertentu (Singer, 1990).
Kinerja adalah hasil yang dicapai melalui serangkaian kegiatan dan tata
cara tertentu dengan menggunakan sumber daya perusahaan untuk mencapai
sasaran perusahaan yang ditetapkan (Mangkunegara, 2000). Kinerja juga dikenal
dengan istilah karya, di mana pengertiannya yang dikemukakan oleh Cantika
(2005): “Hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik ataupun materual
dan non fisik atau non material”. Kinerja Sumber daya manusia merupakan istilah
yang berasal dari kata Job Performance atau Aktual Performance (prestasi kerja
atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Definisi kinerja seseorang
adalah hasil kerja kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya”. Oleh karena itu maka dapat disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah
prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai
27
SDM per satuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2.7.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah (Mangkunegara,
2000: 67):
a. Pengetahuan (knowledge). Pengetahuan yaitu kemampuan yang dimiliki
karyawan yang lebih berorientasi pada intelejensi dan daya pikir serta
penguasaan ilmu yang luas yang dimiliki karyawan. Pengetahuan seseorang
dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, media dan informasi yang
diterima.
b. Ketrampilan (skill). Kemampuan dan penguasaan teknis operasional di bidang
tertentu yang dimiliki karyawan. Seperti ketrampilan konseptual (Conseptual
Skill), ketrampilan manusia (Human Skill), dan Ketrampilan Teknik
(Technical Skill).
c. Kemampuan (ability). Kemampuan yang terbentuk dari sejumlah kompetensi
yang dimiliki seorang karyawan yang mencakup loyalitas, kedisiplinan,
kerjasama dan tanggung jawab.
d. Faktor motivasi (Motivation). Motivasi diartikan suatu sikap (attitude)
pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja di lingkungan perusahaannya.
Mereka yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan
motivasi kerja yang tinggi sebaiknya jika mereka bersifat negatif terhadap
situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja
28
yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim
kerja, kebijakan pemimpin, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja juga terdiri dari
faktor internal dan faktor eksternal (Mangkunegara, 2000). Faktor internal
(disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang.
Misalnya, kinerja karyawan baik disebabkan karena mempunyai kemampuan
tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan jika karyawan mempunyai
kinerja yang buruk disebabkan karena orang tersebut mempunyai kemampuan
rendah dan orang tersebut tidak memiliki upaya-upaya untuk memperbaiki
kemampuannya. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
seseorang yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan tindakan-
tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi.
2.7.3 Penilaian kinerja Mahasiswa dalam proses belajar di kampus
Arikunto (2001) menyebutkan bahwa melakukan evaluasi berarti
mengukur dan menilai. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu
ukuran, pengukuran bersikap komulatif. Menilai adalah mengambil suatu
keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat
kualitatif. Mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah tersebut, yang hasilnya
digunakan untuk membuat keputusan, agar proses pelaksanaan pendidikan lebih
baik.
Menurut Irawan (2001) evaluasi menempati posisi yang strategis dalam
proses belajar mengajar. Sedemikian penting ervaluasi sehingga tidak ada satupu
29
usaha untuk memperbaiki mutu proses belajar mengajar yang dapat dilakukan
dengan baik tanpa disertai langkah evaluasi. Secara umum ada dua macam
evaluasi yang dikenal, yaitu evaluasi hasil belajar (disebut juga evaluasi
substantif/tes/pengukuran hasil belajar) dan evaluasi proses belajar mengajar,
disebut juga evaluasi manajerial. Kedua evaluasi ini merupakan kompponen-
komponen yang sangat penting dalam suatu proses belajar mengajar karena
berbagai masukan yang diperoleh dari proses evaluasi dapat digunakan untuk
mengetahui kekuatan dan kelemahan berbagai komponene dalam proses belajar
mengajar di kampus.
Tujuan evaluasi adalah untuk menilai sejauh mana tujuan-tujuan
pembelajaran telah tercapai dan mengetahui keefektifan pengalaman belajar
dalam mencapai hasil belajar yang optimal (Sudjana, 2002). Dengan evaluasi
dapat dilakukan revisi atau sebagai konrol terhadap desain pengajaran dan strategi
pelaksanaan pembelajaran serta faktor-faktor yang mempengaruhi proses
pembelajaran, agar tidak terjadi penyimpangan terhadap proses pelaksanaan
sehingga dapat dicapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Zainuddin dan Puspitasari (2005) evaluasi merupakan titik tolak
dari semua kemajuan. Masalah yang dihadapi adalah bagaimana evaluasi dapat
dilaksanakan sedemikian rupa sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai
landasan dari tindakan manajemen untuk mengelola kelangsungan lembaga
menuju ke peningkatan kualitas yang berkelanjutan. Fungsi evaluasi menyangkut
dua hal penting, yaitu 1) evaluasi dapat mengungkap kualitas kinerja lembaga
ataupun program, 2) evaluasi dapat menjadi perangkat manajemen yang utama
30
dalam pengelolaan kelangsungan lembaga atau program. Evaluasi yang lazim
dilaksanakan di lingkungan perguruan tinggi di samping evaluasi hasil belajar
adalah evaluasi diri yang ditujukan pada pengenalan diri mengenai kualitas
kinerja.
Menurut Zainul (2005) asesmen kinerja adalah melakukan penilaian
dengan menggunakan penilaian subjektif yang menyangkut mutu kinerja atau
hasil kerja yang ditunjukkan mahasiswa. Biasanya dengan penilaian yang
demikian akan terjadi penilaian subjektif yang secara mudah akan kehilangan
reabilitas dan keadilan dalam penilaian. Untuk menjamin reabilitas, keadilan dan
kebenaran penilaian, diperlukan cara-cara tertentu yaitu dengan mengembangkan
kriteria atau rubrik yang digunakan sebagai alat atau pedoman penilaian kinerja
atau hasil kerja mahasiswa. Rubrik diharapkan dapat membantu dosen untuk
menentukan tingkat ketercapaian kinerja yang diharapkan. Rubrik disusun secara
bersama-sama oleh dosen yang bersangkutan, kemudian hasil penentuan rubrik
diinformasikan kepada mahasiswa agar mahasiswa secara jelas memahami dasar
penilaian yang akan digunakan untuk mengukur suatu kinerja mahasiswa. Dosen
dan mahasiswa mempunyai pedoman bersama yang jelas tentang tuntutan kinerja
yang diharapkan. Rubrik diharapkan pula dapat menjadi pendorong atau motivator
bagi mahasiswa dalam proses pembelajaran.
Sebagai kriteria dan alat penskoran rubrik terhadap daftar kriteria yang
diwujudkan dengan dimensi-dimensi kinerja, aspek-aspek atau konsep yang akan
dinilai serta gradasi mutu, mulai dari tingkat yang paling sempurna sampai dengan
tingkat yang paling buruk. Jika dibandingkan dengan tes, maka rubrik dapat
31
dibandingkan dengan kisi-kisi tes. Kisi-kisi tes menguraikan secara rinci tujuan
atau kemampuan yang akan dicapai, pokok bahasan dan sub pokok bahasan
(Zainul, 2005).
Menurut Zainul (2005) rubrik adalah beberapa komponen yang terdiri atas
satu atau beberapa dimensi. Dimensi-dimensi kinerja inilah yang akan ditentukan
mutunya atau diberi peringkat (rating). Setiap dosen harus dapat mengembangkan
rubrik agar ketercapaiannya dapat lebih dihayati oleh dosen dan mahasiswa.
Dalam mengembangkan rubrik perlu diperhatikan beberapa langkah, Zainul
(2005) menyebutkan langkah-langkah pengembangan rubrik sebagai berikut :
a. Menentukan konsep, keterampilan atau kinerja yang akan diases (assesmen)
b. Merumuskan dan mendefinisikan dan menentukan urutan konsep atau
keterampilan yang akan diases ke dalam rumusan atau definisi yang akan
menggambarkan aspek kognitif dan aspek kinerja.
c. Menentukan konsep atau keterampilan yang terpenting dalam tugas (task)
yang harus diases.
d. Menentukan skala yang digunakan.
e. Mendeskripsikan kinerja mulai yang diharapkan sampai denga kinerja yang
tidak diharapkan.
f. Melakukan uji coba dengan membandingkan kinerja atau hasil kerja
mahasiswa dengan rubrik yang telah dikembangkan.
g. Merevisi skala yang digunakan
32
Secara lebih rinci Chicago Public Schools (CPS) menggariskan beberapa
langkah pengembangan skoring rubrik, sebagai berikut :
a. Dosen, atau dosen bersama dengan sejawatnya menentukan kinerja yang akan
diases. Penentuan ini dapat dilakukan melalui diskusi bersama sejawat
dengan bidang studi yang sama atau yang lebih praktis adalah melihat Garis-
Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) yang telah disusun ketika
menentukan kurikulum.
b. Tulislah definisi dari setiap dimensi yang telah diputuskan. Pendefinisian ini
merupakan langkah yang kritis. Bila definisi kurang akurat, atau bahkan
dalam definisi itu tertinggal beberapa aspek penting dari dimensi kinerja yang
akan diases maka selanjutnya asesmen terhadap dimensi itu tidak akan
sempurna.
c. Menentukan skala dari dimensi yang akan diases. Skala itu tentu saja dapat
berbentuk deskriptif atau numerik. Apapun bentuk skala yang digunakan
setiap kategori skala itu harus didefenisikan secara baik dan diberi contoh
kinerja yang ditujukan dalam setiap kategori. Sebenarnya pada tahap ini
tidaklah selalu harus dalam bentuk skala. Dapat juga dikembangkan semacam
checklist, sehingga hanya dalam bentuk ada atau tidak adanya suatu dimensi.
d. Tahap berikutnya adalah melakukan penilaian terhadap rubrik yang telah
dikembangkan.
e. Selanjutnya dilakukan sosialisasi dengan melibatkan semua pihak yang
terkait dengan asesmen kinerja. Dengan melakukan sosialisasi ini diharapkan
semua pihak dapat memperlihatkan komitmennya.
33
Gomes (2000) mengatakan bahwa penilaian kinerja terdiri atas 3 tipe,
yaitu 1) penilaian berdasarkan hasil, yaitu penilaian yang didasarkan adanya
target-target dan ukuran spesifik serta dapat diukur, 2) penilaian berdasarkan
perilaku yaitu penilaian-penilaian yang berkaitan dengan pekerjaan, 3) penilaian
berdasarkan judgement yaitu penilaian yang didasarkan kuantitas pekerjaan,
koordinasi, pengetahuan pekerjaan dan keterampilan, kreativitas semangat kerja,
kepribadian, keramahan, dan integritas pribadi serta kesadaran dan dapat
dipercaya dalam menyelesaikan tugas.
Menurut Wangsatorntanakhun yang dikutip dari Zainul (2005)
menyatakan bahwa asesmen kinerja diwujudkan berdasarkan empat asumsi
pokok, yaitu 1) asesmen kinerja yng didasarkan pada partisipasi aktif mahasiswa,
2) tugas-tugas yang diberikan atau dikerjakan oleh mahasiswa yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan proses pembelajaran, 3) asesmen
tidak hanya untuk mengetahui posisi mahasiswa pada suatu saat dalam proses
pembelajaran, tetapi lebih dari itu, asesmen juga dimaksudkan untuk memperbaiki
proses pembelajaran itu sendiri, dan 4) dengan mengetahui lebih dahulu kriteria
yang akan digunakan untuk mengukur dan menilai keberhasilan proses
pembelajarannya, mahasiswa secara terbuka dan aktif berupaya untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Asesmen kinerja dapat memperbaiki proses pembelajaran,
karena asesmen kinerja membantu dosen untuk membuat keputusan-keputusan
selama proses pembelajaran masih berjalan.
Pada praktikum odontektomi, kinerja mahasiswa praktek bisa diukur
dengan membuat form penilaian kinerja praktek dengan cara skoring. Skor yang
34
diberikan bisa menggunakan skala likert. Dalam form penilaian kinerja tersebut
harus memuat aspek dan prosedur praktikum yang harus disiapkan dan dijalankan
oleh mahasiswa, dan target atau tujuan akhir dari praktikum harus diperoleh.
2.8 checklist
2.8.1 Pengertian checklist
Checklist merupakan suatu daftar yang mengandung atau mencakup
faktor-faktor yang ingin diselidiki (Walgito, 1995:150). Checklist merupakan
daftar yang berisi unsur-unsur yang mungkin terdapat dalam situasi atau tingkah
laku atau kegiatan individu yang diamati (Depdikbud:2005:56). Dari pengertian
ini dapat dinyatakan bahwa checklist merupakan salah satu metoda untuk
memperoleh data yang berbentuk daftar yang berisi pernyataan dan pertanyaan
yang ingin diselidiki dengan memberi tanda cek oleh individu/kelompok.
Tujuan digunakannya checklist adalah untuk mengetahui / mengecek ada
tidaknya sifat/kebiasaan, keterampilan/pengalaman, pengetahuan dari seseorang,
syarat suatu kondisi, dan sebagainya. Checklist ini bermanfaat untuk mendapatkan
faktor-faktor yang relevan dengan masalah yang sedang menjadi pusat perhatian.
Faktor-faktor yang diperoleh ini dapat terperinci menurut keperluan yaitu sesuai
dengan persiapan dan rencana yang telah dibuat sebelum daftar cek ini disiapkan.
Di kampus, checklist ini dapat digunakan dalam beberapa situasi antara
lain seperti :1) dalam perkuliahan yaitu ketika kuliah berlangsung, 2) dalam
belajar perorangan yaitu ketika individu belajar, 3) dalam praktikum, 4) dalam
pelaksanaan kerja kelompok, 5) dalam konsultasi/konseling, dan sebagainya
35
2.8.2 Fungsi checklist
Fungsi checklist antara lain adalah untuk : 1) sebagai inventory ( alat
pencatat hasil observasi yang dipergunakan seseorang dalam mengamati sesuatu,
2) sebagai alat pencatat hasil observasi (pengguna daftar cek hanya sebagai
observer), 3) sebagai alat evaluasi (Depdikbud:2005:56).
Sesuai dengan fungsi yang melekat pada checklist, ciri-ciri checklist yang
baik antara lain adalah
a. Sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu
b. Direncanakan secara sistematis
c. Berupa format yang praktis dan baik.
d. Hasil pengecekan diolah sesuai dengan tujuan.
e. Dapat diperiksa validitas, reabilitas dan ketelitiannya
f. Bersifat kuantitatif.
Kelebihan checklist antara lain adalah :
a. Hasil checklist lebih sistematis
b. Memudahkan observer untuk mendapat gambaran yang lebih jelas mengenai
keadaan individu.
c. Menghemat waktu dan tenaga.
Sedangkan keterbatasan checklist antara lain adalah :
a. Bila observee dalam mengerjakan tidak sesuai dengan petunjuk akan
mengakibatkan observer sulit dalam melakukan evaluasi.
b. Observer mengalami kesulitan dalam memberikan bimbingan bila observee
menutupi kelemahannya.
36
Pada praktikum odontektomi, checklist bisa digunakan untuk daftar isian
kendali, evaluasi dan observasi.
2.8.3 Bentuk-Bentuk checklist
Macam-macam checklist antara lain adalah (Depdikbud:2005:56) :
a. Checklist perorangan
b. Checklist kelompok
c. Checklist dalam skala penilaian
d. Checklist dalam angket
e. Checklist masalah.
checklist ini biasanya digunakan sebagai salah satu cara untuk memecahkan
masalah yang dihadapi individu/kelompok dengan mempertimbangkan beberapa
faktor, diantaranya :
a. Efisiensi
b. Intensitas
c. Validitas dan reliabilitas
Agar checklist hasilnya valid dan reliabel perlu diperhatikan petunjuk
pelaksanaan dan cara mengerjakannya. Petunjuk yang harus diperhatikan meliputi
untuk instruktur dan pengisi. Analisa terhadap checklist dapat dilakukan secara
individual dan kelompok. Analisa secara kelompok dibedakan menjadi analisa
per butir/item masalah dan analisa per topik masalah. Masing-masing dianalisa
dengan rumus yang berbeda.
37
Hasil analisa data checklist bisa dilengkapi dengan data yang diperoleh
dari teknik lain, hasil ini dapat dipergunakan untuk merencanakan program
berikutnya, atau sebagai evaluasi dari suatu kegiatan.
2.9 Beban Kerja
Beban kerja (work load) merupakan faktor stressor tubuh yang dibedakan
menjadi dua kelompok (Rodahl, 1989; Van Wonterghem, 1999 ) yaitu :
a. Beban kerja eksternal.
1. Berdasarkan tugas (task) : jenis pekerjaan, analisis pekerjaan bersifat
kualitatif dan kuantitatif tergantung dari kegiatan fisik, peralatan yang
dipergunakan, cara kerja, dan tempat kerja.
2. Aspek organisasi : kerja tim, lama kerja, jadwal kerja, istirahat, dan lain-
lain.
3. Lingkungan kerja : suhu lingkungan, kelembaban udara, intensitas
penerangan, bising, vibrasi, debu, sosial budaya, dan sebagainya.
4. Aspek manusia : ukuran tubuh dan biomekanik.
b. Beban kerja internal.
1. Beban somatis : jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, pendidikan,
latihan/pengalaman, dan adaptasi.
2. Beban psikis : motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, harapan, norma
adat dan budaya, tabu, ketegangan akibat manajemen.
38
Adiputra (1998) juga menyebutkan bahwa secara umum beban kerja ada
dua macam yaitu:
a. Beban kerja eksternal (stressor) adalah beban kerja yang berasal dari pekerjaan
yang sedang dilakukan. Beban eksternal meliputi pekerjaan, organisasi dan
lingkungan.
b. Beban kerja internal adalah beban kerja yang ditimbulkan oleh faktor individual
pekerja yang bersifat somatis dan psikis.
Dalam penilaian beban kerja ini, ada dua kriteria yang dapat dipakai
(Rodahl, 1989) yaitu :
a. kriteria objektif, yang dapat diukur dan dilakukan oleh pihak lain yang
meliputi: reaksi fisiologis, reaksi psikologis/ perubahan tindak tanduk;
b. kriteria subjektif yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan sebagai
pengalaman pribadi, misalnya beban kerja yang dirasakan sebagai kelelahan
yang menggangu, rasa sakit atau pengalaman lain yang dirasakan.
2.9.1 Penilaian beban kerja
Penilaian beban kerja secara objektif yang paling mudah dan murah,
secara kuantitatif dapat dipercaya akurasinya adalah pengukuran frekuensi denyut
nadi. Frekuensi nadi kerja dari seluruh jam kerja, selanjutnya dipakai dasar
penilaian beban kerja fisik, karena perubahan rerata denyut nadi berhubungan
linier dengan pengambilan oksigen. Hal ini merupakan refleksi dari proses reaksi
(strain) terhadap stressor yang diberikan oleh tubuh, dimana biasanya besar strain
berbanding lurus dengan stress (Adiputra, 1998).
39
Penilaian beban kerja secara subjektif dapat dilakukan dengan
menggunakan kuesioner. Kuesioner tersebut akan menunjukkan tanda-tanda yang
menyatakan adanya suatu kelelahan yang dialami orang akibat beban kerja yang
membebaninya, oleh karena interaksi pekerja dengan jenis pekerjaan, tempat
kerja, organisasi/cara kerja, peralatan kerja dan lingkungannya (Bridger, 1995).
Penilaian beban kerja ini dapat juga dilihat dari beberapa variabel seperti
pemakaian O2, penggunaan kalori, dan denyut nadi. Salah satu cara dalam
menentukan konsumsi kalori atau pengerahan tenaga kerja untuk mengetahui
derajat beban kerja adalah dengan penghitungan denyut nadi kerja, yaitu rerata
nadi selama bekerja. Berdasarkan pemakaian O2, konsumsi kalori, dan denyut
nadi, tingkat beban kerja dapat dibedakan seperti yang terlihat pada Tabel 2.1
(Sanders & Mc Cormick, 1987; Grandjean, 1988; Suma’mur, 1995) berikut.
Tabel 2.1 Tingkat Beban Kerja Menurut Keluaran Energi
Tingkat beban kerja Keluaran energi
(kcal/min)
Keluaran energi/ 8
jam (d-kcal)
Denyut nadi
(dpm)
Konsumsi oxygen
(l/menit)
Istirahat 1.5 < 720 60 – 70 0.3
Beban kerja sangat ringan 1.6 – 2.5 768 – 1200 65 – 75 0.32– 0.5
Beban kerja ringan 2.5 – 5 1200– 2400 75 – 100 0.5 – 1.0
Beban kerja sedang 5.0 – 7.5 2400– 3600 100 – 125 1.0 – 1.5
Beban kerja berat 7.5 – 10.0 3600– 4800 125 – 150 1.5 – 2.0
Beban kerja sangat berat 10.0– 12.5 4800– 6000 150 – 180 2.0 – 2.5
Beban kerja luar biasa berat
> 12.5 > 6000 > 180 > 2.5
Sumber: Sanders & McCormick, 1987.
40
Cara lain untuk menentukan penilaian klasifikasi beban kerja fisik adalah
klasifikasi Vanwonterghem, yaitu klasifikasi beban kerja fisik berdasarkan beban
kardiovaskular yang dihitung berdasarkan data denyut nadi istirahat, denyut nadi
kerja dan denyut nadi maksimum 8 jam (Intaranont & Vanwonterghem, 1993
dalam Suyasning, 1998), dengan rumus-rumus sebagai berikut:
a. Denyut nadi maksimum 8 jam = 220 – umur (untuk pria) atau
Denyut nadi maksimum 8 jam = 200 – umur (untuk wanita)
100 x (denyut nadi kerja – denyut nadi istirahat) b. % CVL = --------------------------------------------------------- Denyut nadi max. 8 jam – denyut nadi istirahat
Berdasarkan beban kardiovaskular, beban kerja fisik diklasifikasikan
seperti dalam Tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2
Klasifikasi Beban Kerja Berdasarkan Beban Kardiovaskular
%CVL Klasifikasi
Beban Kerja Keterangan
< 30 % Ringan Tidak terjadi kelelahan (no particular fatigue, no action required)
30 % < CVL ≤ 60 % Sedang Perlu perbaikan (attention level, improvement measurement advised)
60 % < CVL ≤ 80 % Berat Kerja dalam waktu singkat (action required on short term)
80%< CVL ≤ 100 % Sangat berat Perlu segera tindakan (immediate action required)
Sumber: Suyasning (1998)
Beban kerja pekerja pada proses penghalusan batu permata dapat berupa
beban kerja yang berasal dari faktor eksternal dan dapat juga berasal dari faktor
internal, sehingga secara objektif bisa diukur dengan menggunakan denyut nadi
kerja, dan secara subjektif bisa diukur dengan menggunakan kuesioner.
41
2.9.2 Denyut nadi sebagai alat ukur beban kerja
Grandjean (1988) menyebutkan bahwa beban kerja fisik tidak hanya
ditentukan oleh jumlah Kilo Joule Kalori yang dikonsumsi, tetapi juga ditentukan
oleh jumlah otot yang terlibat dan beban statis yang diterima serta tekanan panas
dari lingkungan kerja yang dapat meningkatkan denyut nadi. Denyut nadi akan
berubah seirama dengan perubahan pembebanan, baik yang berasal dari
pembebanan mekanika, fisika, maupun psikis. Oleh karena itu denyut nadi bisa
digunakan untuk mengukur beban kerja.
Pengukuran denyut nadi selama kerja merupakan suatu metode untuk
menilai beban kardiovaskular. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk
menghitung denyut nadi secara palpasi adalah dengan meraba denyut nadi pada
arteri radialis dan dicatat secara manual memakai jam henti (stop watch)
menggunakan metode sepuluh denyut (Kilbon, 1992).
Keuntungan penggunaan nadi kerja untuk menilai beban kerja adalah
selain prosesnya mudah, cepat, murah, tidak diperlukan peralatan yang mahal,
hasilnya juga cukup reliabel.
Secara objektif, beban kerja para praktikan odontektomi bisa diukur
dengan mengukur denyut nadi selama periode kerja menggunakan metode 10
denyut.
2.9.3 Keluhan subjektif
Keluhan subjektif adalah tanda faktor personal yang menyatakan adanya
suatu kelelahan yang dialami pekerja atau orang akibat beban kerja yang
42
membebaninya karena interaksi pekerja atau orang dengan jenis pekerjaan,
rancangan tempat kerja, dan atau peralatan kerja, termasuk sikap kerjanya
(Bridger, 1995; Suardana, 2001). Kelelahan bagi setiap orang lebih bersifat
subjektif karena terkait dengan perasaan. Hasil penelitian para ahli menyatakan
bahwa keadaan dan perasaan lelah adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaran
yaitu cortex cerebri, yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonis, yaitu sistem
penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak. Sistem penghambat terdapat dalam
thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi yang
menyebabkan kecendrungan untuk tidur. Sedangkan sistem penggerak terdapat
dalam formatio retikularis yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk
konversi ergotropis dari peralatan dalam tubuh ke arah bekerja (Suma’mur, 1995;
Grandjean, 1988).
Kelelahan menunjukkan keadaan yang berbeda-beda, tetapi semuanya
berakibat kepada pengurangan kapasistas kerja dan ketahanan tubuh (Suma’mur,
1995). Secara fisiologis terdapat dua macam kelelahan yaitu:
a. Kelelahan otot adalah suatu keadaan dimana otot mengalami kelelahan akibat
ketegangan yang berlebihan, terlihat dari beberapa gejala tremor pada otot
atau perasan nyeri yang terdapat pada otot, penurunan tenaga, gerakan otot
yang lebih lambat dan juga koordinasi otot menurun (Suma’mur, 1995).
Penyebab terjadinya kelelahan otot dimungkinkan karena sikap kerja yang
cenderung statis tanpa adanya kesempatan untuk pemulihan yang cukup,
sehingga aliran darah menuju ke otot terhambat, suplai oksigen dan glukose
43
menurun, terjadi penumpukan sisa metabolisme dan akhirnya timbul
nyeri/sakit pada otot tubuh (Grandjean, 1988; Guyton & Hall, 1996);
b. Kelelahan umum adalah suatu keadaan yang terlihat dari gejala perubahan
psikologis berupa kelambanan aktivitas motoris, respirasi, perasaan sakit dan
berat pada bola mata, sehingga akan mempengaruhi kerja fisik maupun kerja
mental (Grandjean, 1988).
Kelelahan yang berlanjut dapat menyebabkan kelelahan kronis dengan
gejala-gejala : 1) penurunan kestabilan fisik, 2) kebugaran menurun, 3)
gerakan lemah, 4) rasa tak mau bekerja, dan 5) kesakitan yang meningkat, di
samping itu kelelahan juga menyebabkan gangguan psikosomatik, dengan
gejala-gejala; 1) sakit kepala, 2) rasa pusing, 3) mengantuk, 4) denyut jantung
berdebar, 5) keringat dingin, 6) nafsu makan hilang, dan 7) gangguan pencernaan
(Grandjean, 1988; Pheasant, 1991).
Kelelahan secara umum ini bisa diprediksi dengan menggunakan 30 item
kelelahan dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee) Jepang dengan
empat skala Likert. Sedangkan kelelahan otot bisa diprediksi dengan
menggunakan kuesioner Nordic Body Map.
Kelelahan otot (otot skeletal) sesuai dengan Nordic Body Map dapat dibagi
menjadi tiga bagian yaitu : bagian otot trunkus, bagian otot ekstremitas bagian
atas (bahu, lengan, dan tangan) dan bagian otot ekstremitas bagian bawah (tungkai
dan kaki).
a. Bagian otot trunkus terdiri dari : leher bagian atas, leher bagian bawah,
punggung, pinggang, bokong, pantat.
44
b. Bagian otot ekstremitas bagian atas terdiri dari : bahu kiri, bahu kanan, lengan
atas kiri, lengan atas kanan, siku kiri, siku kanan, lengan bawah kiri, lengan
bawah kanan, pergelangan tangan kiri, pergelangan tangan kanan, tangan kiri,
tangan kanan.
c. Bagian otot ekstremitas bagian bawah terdiri dari : paha kiri, paha kanan, lutut
kiri, lutut kanan, betis kiri, betis kanan, pergelangan kaki kiri, pergelangan
kaki kanan, kaki kiri, kaki kanan.
Alternatif pengukuran kelelahan secara objektif adalah menggunakan : 1) waktu
reaksi (reaksi sederhana atas rangsang tunggal atau reaksi-reaksi yang
memerlukan kordinasi); 2) konsentrasi (pemeriksaan Bourdon Wiersma, uji KLT);
3) uji “flicker fusion”; 4) EEG; dan 5) kuesioner (Suma’mur, 1995). Sedangkan
alternatif pengukuran secara subjektif adalah dengan cara wawancara.
2.10 Lingkungan Kerja
Ergonomi merupakan studi tentang penyerasian antara pekerjaan dan
pekerja untuk meningkatkan kinerja dan melindungi kehidupan. Untuk dapat
melakukan penyerasian tersebut harus dapat diprediksi adanya stressor yang
menyebabkan strain dan kemudian mengevaluasinya. Lingkungan kerja adalah
salah satu stressor yang harus diperhitungkan.
2.10.1 Mikroklimat
Mikroklimat merupakan faktor yang penting diperhatikan dalam
lingkungan kerja karena dapat bertindak sebagai stressor yang dapat
menyebabkan strain pada pekerja apabila tidak dikendalikan secara baik.
45
Mikroklimat dalam lingkungan kerja terdiri dari unsur suhu udara, panas radiasi,
kelembaban, dan gerakan udara (Manuaba, 1992b; Grandjean, 1988). Untuk
negara dengan empat musim, rekomendasi untuk comfort zone pada musim dingin
adalah suhu ideal berkisar antara 19-23 oC dengan kecepatan udara antara 0,1-0,2
m/det dan pada musim panas suhu ideal antara 22-24 oC dengan kecepatan udara
antara 0,15-0,4 m/det serta kelembaban antara 40-60% sepanjang tahun
(Grandjean, 1988; Manuaba 1998). Sedangkan untuk negara dengan dua musim
seperti Indonesia, rekomendasi tersebut perlu mendapat koreksi. Grandjean (1998)
memberikan batas toleransi suhu tinggi sebesar 35 - 40 oC; kecepatan udara 0,2
m/det; kelembaban udara 40 - 50%; dan perbedaan suhu permukaan adalah lebih
kecil dari 4 oC.
Pekerja Indonesia pada umumnya beraklimatisasi dengan iklim tropis yang
suhunya berkisar antara 29 – 30 oC dengan kelembaban udara sekitar 85 – 95 %
(Suma’mur, 1995). Salah satu sistem pengujian iklim kerja adalah dengan
parameter Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) atau Wet Bulb Globe Temperature
(WBGT).
2.10.2 Intensitas penerangan
Penerangan yang baik memungkinkan pekerja dapat melihat objek dengan
jelas, cepat dan tanpa ada upaya yang tidak perlu, serta membantu menciptakan
lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan. Suma’mur (1995) menyatakan
bahwa penerangan yang baik ditentukaan oleh: (a) pembagian luminensi dalam
lapangan penglihatan; (b) pencegahan kesilauan; (c) arah sinar; (d) warna; dan (e)
46
panas penerangan terhadap panas lingkungan. Intensitas penerangan yang sesuai
dengan jenis pekerjaannya jelas akan dapat meningkatkan produktivitas kerja.
Selanjutnya Suma’mur (1995) menyatakan bahwa penerangan yang buruk dapat
menimbulkan;
a. kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja;
b. kelelahan mental;
c. keluhan-keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala sekitar mata;
d. kerusakan alat penglihat; dan
e. meningkatnya kecelakaan.
Sedangkan Manuaba (1998) memberikan contoh penerangan untuk
pekerjaan yang setengah teliti adalah 170 – 350 luks, sedangkan pekerjaan teliti
adalah di atas 350 lux. Salah satu contoh pekerjaan teliti yang memerlukan
penerangan tambahan adalah praktikum odontektomi ini.
Ada dua macam sumber penerangan yaitu penerangan alami dan
penerangan buatan. Penerangan alami bersumber pada cahaya matahari sedangkan
penerangan buatan biasanya bersumber pada lampu listrik. Praktikum
odontektomi memerlukan penerangan buatan pada saat melakukan pekerjaan
odontektomi tersebut.
2.10.3 Kebisingan
Kebisingan merupakan suatu bunyi yang tidak dikehendaki dan tidak
diinginkan yang bersifat mengganggu kenyamanan dan kesehatan telinga.
Kebisingan di tempat kerja umumnya terjadi karena adanya bunyi-bunyian yang
47
diakibatkan proses produksi yang tidak dikehendaki. Terdapat dua hal yang
menentukan kualitas suatu bunyi, yaitu frekuensi dan intensitasnya (Suma’mur,
1995). Sedangkan faktor yang mempengaruhi tingkat kebisingan ini adalah
intensitas, sifat bising, dan paparan waktu kerja (Tana, 2002).
Kebisingan di tempat kerja dapat menggangu aktivitas kerja sehingga
pekerja tidak dapat bekerja dengan nyaman. Kebisingan juga dapat mempengaruhi
fisiologis tubuh seperti: denyut jantung meningkat, kontriksi pembuluh darah di
kulit, tensi otot bertambah, tekanan darah meningkat, metabolisme meningkat dan
menurunnya aktivitas alat pencernaan (Manuaba, 1998).
Nilai ambang batas kebisingan adalah nilai intensitas suara tertinggi yang
masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan gangguan daya dengar
yang tetap untuk waktu kerja tidak lebih dari 8 jam sehari ditetapkan 85 dBA
(Pulat, 1992; WHS, 1993). Pekerja yang terkena paparan kebisingan melebihi
ambang batas (diatas 85 dBA) maka akan berakibat buruk pada pendengaran yang
pada akhirnya akan mengalami gangguan daya dengar. Secara psikologi
kebisingan akan mengakibatkan emosi meningkat, perasaan yang tidak menentu,
dan merasa pening (Grandjean, 1988)
48
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Berpikir
Secara ergonomis faktor yang mempengaruhi kapasitas seseorang untuk
melakukan pekerjaan adalah sebagai berikut:
a. Faktor manusia yang berkaitan dengan karakteristik operator (subjek), umur,
jenis kelamin, ukuran antropometrik tubuh, pengalaman kerja.
b. Faktor tugas (task) yang berkaitan dengan alat kerja dan tempat kerja.
c. Faktor organisasi yang berkaitan dengan waktu kerja akan mempengaruhi
kenyamanan penggunaan suatu alat, beban yang berlebihan di luar batas
kemampuan akan merugikan pelaksanaan tugas atau aktivitas.
d. Faktor lingkungan yang berkaitan dengan temperatur serta kelembaban udara
yang mengakibatkan terjadinya beban kerja tambahan menimbulkan adanya
beban fisik dan mental yang berlebihan.
Kinerja pada dasarnya berkaitan erat dengan proses kerja. Proses kerja di
pengaruhi oleh subjek, peralatan yang dipakai dan lingkungan kerja. Praktikum
odontektomi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati
pelaksanaannya dilakukan oleh mahasiswa yang merencanakan praktikum
odontektomi tersebut. Rerata mereka berada pada semester 9 sehingga mereka
sudah mendapatkan pengetahuan odontektomi yang dianggap memadai. Untuk
melakukan praktikum ini ada tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan,
dan tahap paska pelaksanaan. Pada tahap persiapan, mahasiswa harus menyiapkan
49
pasien, peralatan praktikum hingga sterilisasi alat. Pada tahap pelaksanaan
mahasiswa harus mengikuti prosedur praktikum odontektomi yang ada.
Sedangkan tahap paska pelaksanaan praktikum, mahasiswa harus merapikan
peralatan yang ada.
Praktikum odontektomi biasanya dilakukan selama empat jam. Sebelum
praktikum, para praktikan harus menyiapkan peralatan, memahami prosedur yang
ada, dan menyiapkan pasien terutama dari segi mental. Ketika praktikum, para
praktikan melakukan prosedur kerja praktek, dengan duduk atau berdiri selama
empat jam. Pasien diberi anastesi dulu sebelum dilakukan praktek odontektomi.
Posisi operator/praktikan yang duduk lama sekitar 4 jam menyebabkan terjadinya
keluhan sakit di pinggang dan bahu. Posisi statis ini juga akan menyebabkan
praktikan mengeluh cepat capai. Disamping itu, suara kompresor jg menjadikan
suasana tempat praktek menjadi sedikit bising, akan tetapi kebisingan ini masih di
bawah batas ambang, dari studi pendahuluan kebisingan yang disebabkan oleh
suara kompresor sekitar 78 dB.
Seringkali pada tahap persiapan terjadi ketertinggalan alat. Hal ini akan
memberikan risiko jika praktikum tetap dilaksanakan. Pada tahap pelaksanaan,
terkadang mahasiswa sedikit teledor akan prosedur praktikum yang sedang
dijalani, hal ini mungkin karena human error atau kekurangtelitian mahasiswa
dalam praktikum. Kemudian pada tahap paska praktikum juga ada risiko
mengabaikan peralatan tidak ditata rapi sebagaimana semula, sehingga
memungkinkan alat cepat rusak atau ada risiko kehilangan alat.
50
Untuk meningkatkan kinerja para praktikan dan mengatasi permasalahan
di atas bisa dilakukan dengan beberapa langkah solutif berorientasi ergonomi di
antaranya adalah penerapan checklist peralatan dan penerapan prosedur bedah
mulut secara ketat, pemberian teh manis kepada operator di sela-sela kerja, serta
sikap kerja operator yang dinamis antara duduk dan berdiri. Dengan langkah
solutif ini juga diharapkan terjadi peningkatan kinerja mahasiswa dalam
praktikum odontektomi.
3.2 Konsep
Konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti bagan berikut ini :
51
Gambar 3.1 Bagan kerangka konsep penelitian
3.3 Hipotesis
Dari Kajian pustaka, kerangka berpikir, dan konsep di atas, maka
hipotesis untuk penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut.
Kondisi Subjek: Umur, ketrampilan/pengalaman, kondisi kesehatan.
Pekerjaan: Jenis pekerjaan, cara kerja, alat kerja, tempat kerja.
Organisasi: Waktu kerja, sistem kerja.
Lingkungan: Mikroklimat, Intensitas penerangan, kebisingan.
MASUKAN
Praktikum odontektomi berorientasi ergonomi : - Penggunaan
checklist - Minum teh
manis - Sikap kerja
duduk berdiri
- Peningkatan kinerja praktikan
- Penurunan keluhan Subjektif.
- Menghindari ketinggalan alat
PROSES
LUARAN
52
d. Praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat meningkatkan kinerja
praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati
Denpasar
e. Praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat mengurangi keluhan
Subjektif praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati
Denpasar
f. Praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat mengurangi jumlah
ketinggalan alat bedah mulut pada praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar
4.1 Rancangan Penel
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen
dengan menggunakan rancangan
penelitian ini dapat digambarkan seperti pada bagan berikut.
Keterangan Gambar :P : populasi R : random sederhanaS : sampel Ra : random alokasiK : kelompok Kontrol (praktikum odontektomi tanpa orientasi ergonomi yaitu tanpa menggunakan
duduk berdiri)P : kelompok Perlakuan (praktikum odontektomi dengan orientasi ergonomi
yaitu menggunakan berdiri)
O1,O3 : menunjukan pendataan yang dilakukan sebelum terhadap:1. denyut nadi 2. keluhan subjektif
O3,O4 : menunjukan pendataan yang dilakukan setelah kerja ( terhadap:
1. frekuensi denyut nadi sesaat setelah kerja. 2. keluhan Subjektif 3. kinerja 4. jumlah ketinggalan
53
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen
dengan menggunakan rancangan pre-post test control group design
penelitian ini dapat digambarkan seperti pada bagan berikut.
Gambar 4.1
Bagan Rancangan Penelitian
erangan Gambar :
: random sederhana
: random alokasi kelompok Kontrol (praktikum odontektomi tanpa orientasi ergonomi yaitu tanpa menggunakan checklist, minum teh manis, dan sikap kerja
duduk berdiri) kelompok Perlakuan (praktikum odontektomi dengan orientasi ergonomi yaitu menggunakan checklist, minum teh manis, dan sikap kerja duduk
O1,O3 : menunjukan pendataan yang dilakukan sebelum praktekterhadap:
denyut nadi istirahat dari subjek penelitian. keluhan subjektif
O3,O4 : menunjukan pendataan yang dilakukan setelah kerja (post
1. frekuensi denyut nadi sesaat setelah kerja. 2. keluhan Subjektif
kinerja 4. jumlah ketinggalan alat
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen
post test control group design. Rancangan
kelompok Kontrol (praktikum odontektomi tanpa orientasi ergonomi , minum teh manis, dan sikap kerja
kelompok Perlakuan (praktikum odontektomi dengan orientasi ergonomi , minum teh manis, dan sikap kerja duduk
praktek (pre-test),
O3,O4 : menunjukan pendataan yang dilakukan setelah kerja (post-test),
54
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bedah Mulut Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Pengambilan data akan
dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2011.
4.3 Penentuan Sumber Data
4.3.1 Penentuan populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa peserta praktikum
odontektomi Universitas Mahasaraswati Denpasar. Jumlah populasi yang ada
adalah 49 mahasiswa.
4.3.2 Kriteria subjek
4.2.2.1 Kriteria inklusi subjek:
a. tidak cacat fisik, mental, dan tidak sedang sakit;
b. umur antara 21 tahun sampai 23 tahun;
c. merencanakan melakukan praktikum odontektomi
d. pernah mengikuti kuliah odontektomi dan asistensi praktikum
odontektomi
4.3.2.2 Kriteria eksklusi subjek:
subjek terpilih menolak berpartisipasi dalam penelitian;
4.3.2.3 Kriteria drop out:
a. subjek tidak dapat mengikuti penelitian secara penuh oleh karena
subjek pindah kuliah, berhenti kuliah, sakit, kecelakan kerja, atau yang
55
lainnya sehingga tidak dapat meneruskan kegiatan dalam penelitian
ini;
b. memberikan data yang ekstrim;
4.2.3 Penentuan sampel
Rancangan penelitian ini menggunakan sampel yang tidak sama subjek,
sehingga dalam menentukan jumlah sampel minimal pada penelitian ini yang
cocok adalah menggunakan rumus Pocock (1986) sebagai berikut:
),f( )µ(µ
2σ n
221
2
βα−
=
Dimana :
n = jumlah sampel
σ = standar deviasi (SD) kinerja praktikan sebelum perlakuan (P0)
µ1 = rerata kinerja praktikan sebelum perlakuan (P0)
µ2 = rerata kinerja praktikan setelah perlakuan (P1)
f(α,β) = faktor kesalahan (α= 0,05; β= 0,10 )
Dari penelitian pendahuluan didapatkan;
α = SD = 6,57
µ1 = 32,76
µ2 = 42,59
f (α,β) = 13 (tabel Pocock, 1986)
Maka besar sampel (n) berdasarkan formula tersebut adalah :
11,6 13 )78,100(70,93
2(11,27) n
2
2
=−
= dibulatkan menjadi 12
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, besar sampel yang diperoleh adalah
12 mahasiswa. Untuk menghindari apabila terjadi subjek droup out dari
56
penelitian, maka besarnya sampel ditambah 20 % menjadi 14,4 dan dibulatkan
menjadi 15. Sehingga besar sampel dalam penelitian ini ditetapkan menjadi 15
mahasiswa praktikum odontektomi baik pada kelompok kontrol maupun
kelompok perlakuan.
4.2.4 Teknik Pengambilan sampel
Teknik penentuan sampel untuk penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik undian, maka setiap anggota populasi diberi nomor terlebih
dahulu sesuai dengan jumlah anggota populasi (Bakta, 1997; Sugiyono, 2003;).
Jumlah populasi mahasiswa yang melakukan praktek kepanitraan klinik bedah
mulut yang masuk kriteria inklusi sejumlah 49 mahasiswa. Dari 49 mahasiswa ini,
diundi sehingga terpilih 30 mahasiswa sebagai sampel penelitian. Dari 30
mahasiswa ini di random lagi menggunakan teknik undian menjadi dua bagian
bagian pertama kelompok kontrol sejumlah 15 mahasiswa dan bagian kedua
kelompok perlakuan sejumlah 15 mahasiswa juga.
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Identifikasi dan klasifikasi variabel
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah semua faktor yang dapat
mempengaruhi faktor risiko dan kinerja mahasiswa praktek odontektomi, antara
lain: Kondisi subjek yang meliputi umur, tingkat pendidikan/ketrampilan, kondisi
kesehatan; Pekerjaan yang meliputi jenis praktikum, alat praktikum, sikap kerja
operator, dan tempat praktikum; Organisasi yang meliputi lama praktikum dan
sistem kerja; dan Lingkungan yang meliputi mikroklimat; kebisingan, dan
57
intensitas penerangan. Variabel-variabel tersebut di atas dapat diklasifikasikan
menjadi variabel bebas, variabel tergantung, dan variabel kontrol. Analisis
hubungan antara variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Variabel bebas meliputi dua kategori yaitu :
1. Kontrol (praktikum odontektomi tanpa menggunakan checklist, minum teh
manis, dan sikap kerja duduk berdiri);
2. Perlakuan (praktikum odontektomi menggunakan checklist, minum teh
manis, dan sikap kerja duduk berdiri);
c. Variabel tergantung adalah keluhan subjektif, jumlah ketinggalan alat, dan
kinerja.
d. Variabel pengganggu yang akan dikontrol adalah :
1. kondisi subjek (umur, tingkat ketrampilan/pengalaman, dan kondisi
kesehatan);
2. pekerjaan (jenis praktikum, cara kerja, alat praktikum, tempat praktikum);
3. organisasi kerja (jam praktikum, sistem kerja); dan
4. kondisi lingkungan (Mikroklimat, Intensitas penerangan, kebisingan.).
Hubungan antara variabel dalam penelitian ini secara bagan dapat dilihat
pada gambar berikut.
58
Gambar 4.2 Bagan Hubungan antara Variabel Penelitian
4.4.2 Definisi operasional variabel
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat didefinisikan
sebagai berikut.
a. Kontrol (praktikum odontektomi tidak berorientasi ergonomi) adalah
praktikum odontektomi sesuai dengan prosedur praktikum yang berlaku di
kampus Kedokteran Universitas Mahasaraswati Denpasar tanpa orientasi
ergonomi dalam pelaksanaan praktikum tersebut.
Variabel Bebas
a. K (praktikum odontektomi tanpa orientasi ergonomi yaitu tanpa menggunakan checklist, minum teh manis, dan sikap kerja duduk berdiri);
b. P (praktikum odontektomi dengan orientasi ergonomi yaitu menggunakan checklist, minum teh manis, dan sikap
Variabel Kontrol a. Kondisi subjek ((umur, tingkat
ketrampilan/pengalaman, dan kondisi kesehatan).
b. Pekerjaan (jenis praktikum, tempat praktikum).
c. Organisasi Kerja (jam praktikum, sistem kerja).
d. Lingkungan Kerja (mikroklimat, Intensitas penerangan, kebisingan).
Variabel Tergantung
a. kinerja b. keluhan subjektif c. jumlah ketinggalan alat
59
b. Perlakuan (praktikum odontektomi dengan orientasi ergonomi) adalah
praktikum odontektomi sesuai dengan prosedur praktikum yang berlaku di
kampus Kedokteran Universitas Mahasaraswati Denpasar dengan
menggunakan kaedah ergonomi dalam pelaksanaan praktikum tersebut.
c. Orientasi Ergonomi adalah penerapan prinsip-prinsip ergonomi di saat
melakukan kerja, dalam penelitian ini penerapan prinsip ergonomi yang
diterapkan pada mahasiswa praktkum odontektomi adalah penggunaan ceklis
dan sikap kerja duduk berdiri secara dinamis, serta pemberian teh manis yang
diminum setiap satu jam kerja. Orientasi ergonomi ini dilakukan dalam rangka
peningkatan produktivitas kerja mahasiswa praktikum.
d. Umur mahasiswa praktek kepanitraan klinik bedah mulut adalah selang waktu
dari sejak lahir sampai pada saat dilakukan pengukuran, dilihat dari KTP
berdasarkan tahun lahir, satuan tahun;
e. Keterampilan/pengalaman adalah ketrampilan/pengalam subjek dalam hal
melakukan praktikum odontektomi, dinyatakan dengan pengakuan subjek dan
catatan kartu rencana studi mahasiswa yang bersangkutan. Dalam penelitian ini
subjek adalah mahasiswa yang belum pernah melakukan praktikum
odontektomi tetapi sudah mendapatkan kuliah dan asistensi tentang
odontektomi.
f. Kondisi kesehatan adalah kondisi kesehatan mahasiswa yang tidak cacat fisik,
mental, dan tidak sedang sakit. Kondisi ini dapat diketahui dari keterangan
dokter dan pengakuan subjek.
60
g. Jam praktikum adalah waktu praktikum odontektomi yaitu mulai pukul 08.00
WITA s.d 12.00 WITA.
h. Sistem kerja adalah sistem praktikum odontektomi yang telah ditetapkan secara
akademis oleh fakultas kedokteran gigi Universitas Mahasaraswati.
i. Mikroklimat adalah kondisi klimat dari lingkungan praktikum odontektomi
yang meliputi Suhu basah (diukur dengan sling psychrometer merek Hisamatsu
buatan Jepang dengan skala Celcius, yang tabungnya dihubungkan dengan air
melalui media kapas), suhu kering (diukur dengan sling psychrometer dengan
merek Hisamatsu buatan jepang dengan skala Celcius), dan kelembaban (yaitu
kelembaban udara relatif di lingkungan kerja yang diperoleh dengan
mengkonversikan nilai suhu basah dan suhu kering ke dalam grafik/tabel
psikrometrik dengan satuan % RH (Prosentase Relatif Humidity);
j. Intensitas penerangan adalah fluks cahaya yang jatuh pada suatu bidang seluas
1 m2 satuan untuk intensitas penerangan adalah luks (lx), diukur dengan
luxmeter, merek Sanwa buatan Sanwa Electronic Japan; dan
k. Kebisingan adalah kebisingan di tempat kerja karena pukulan pada saat
penempaan logam yang diukur dengan soundlevel meter yang dinyatakan
dengan satuan desibel
l. Beban kerja adalah beban yang diterima tubuh yang berasal dari luar tubuh
dan dari dalam tubuh sendiri selama melakukan praktikum. Beban kerja utama
merupakan beban kerja yang diterima karena melakukan tindakan sedangkan
beban kerja tambahan adalah beban kerja yang diterima karena pengaruh
lingkungan. Penilaian secara objektif terhadap beban kerja ini diperoleh dari
61
rerata hasil pengukuran frekuensi denyut nadi kerja yang diukur saat
praktikum berlangsung. Pengukuran frekuensi denyut nadi dilakukan
menggunakan metode palpasi pada saat istirahat kerja dan pada saat kerja
sedang berlangsung.
m. Kinerja mahasiswa praktikum odontektomi adalah unjuk kerja yang dilakukan
oleh mahasiswa ketika pra praktikum, saat praktikum, dan setelah praktikum.
Penilaian kinerja ini berdasarkan form penilaian kinerja mahasiswa dengan
skor lima skala likert yang diisi oleh para dosen pengampu praktikum
odontektomi. Penlaian ini dilakukan sebelum, pada saat, dan sesudah
praktikum.
n. Keluhan subjektif adalah keluhan sakit atau kondisi tertentu (tidak nyaman)
pada tubuh (subjek). Keluhan subjektif ini terdiri dari dua macam yaitu
kelelahan secara umum dan keluhan otot skeletal. Keluhan subjektif ini di ukur
sebelum dan sesudah praktikum.
o. Kelelahan secara umum adalah keluhan kelelahan yang diukur dengan
menggunakan kuesioner 30 item kelelahan dengan empat skala Likert dari
IFRC (Industrial Fatigue Research Committee) Jepang.
p. Keluhan otot skeletal adalah keluhan yang terjadi pada otot rangka mahasiswa
praktik kepanitraan klinik bedah mulut yang diukur dengan kuesioner Nordic
Body Map dengan empat skala Likert juga. Skala Likert yang dimaksud adalah:
A mempunyai nilai 1 merupakan suatu kondisi tidak merasakan sakit sama
sekali, B mempunyai nilai 2 merupakan suatu kondisi bagian tubuh merasakan
sakit yang ringan, C mempunyai nilai 3 merupakan suatu kondisi bagian tubuh
62
merasakan sakit, dan D mempunyai nilai 4 merupakan suatu kondisi bagian
tubuh merasakan sakit yang berat.
q. Jumlah alat yang tertinggal adalah jumlah terjadinya ketertinggalan alat karena
faktor lupa dari subjek sebelum praktikum, dan faktor kelalaian subjek setelah
selesai praktikum (alat tidak dirapikan seperti semula), dan bukan ketinggalan
alat dalam tubuh pasien ketika operasi (hal ini tidak mungkin terjadi jika
praktikan melaksanakan prosedur praktikum dengan baik).
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen atau alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
a. Sling thermometer merek Hisamatsu buatan Jepang, digunakan untuk
mengukur kondisi mikroklimat yang meliputi suhu basah, suhu kering dan
ISBB.
b. Luxmeter untuk mengukur intensitas penerangan, dengan spesifikasi merek
Sanwa, buatan Sanwa Electric Japan;
c. Stop watch merek Diamon buatan Shanghai – Cina digunakan untuk mencatat
waktu dan menghitung denyut nadi.
d. Soundlevel meter NA.24 merk Rion buatan Tokyo Japan, digunakan untuk
mengukur tingkat kebisingan.
e. Kamera film merek Nikon D40x degan lensa 18-55mm digunakan untuk
mendokumentasikan proses kerja selama praktikum.
63
f. Kuesioner 30 daftar pertanyaan dengan empat skala Likert dari IFRC
(Industrial Fatigue Research Committee) Jepang digunakan untuk identifikasi
kelelahan secara umum.
g. Kuesioner Nordic Body Map dengan empat skala Likert digunakan untuk
menginterpretasikan keluhan otot skeletal mahasiswa praktikum.
h. Form pengukuran risiko ketinggalan alat, digunakan untuk mengukur seberapa
banyak kasus ketinggalan alat ketika praktikum odontektomi dilaksanakan.
i. Form pengukuran kinerja mahasiswa praktikum, digunakan untuk mengukur
kinerja praktikum mahasiswa dalam melaksanakan praktek odontektomi.
j. Ceklis praktikum odontektomi, dilakukan untuk mengurangi resiko
ketinggalan alat, dan pengendalian prosedur praktikum. Ceklis ini diterapkan
pada kelompok perlakuan.
4.6 Prosedur Penelitian
4.6.1 Alur Penelitian
Alur penelitian dapat dilihat pada bagan berikut.
64
Gambar 4.3 Alur Penelitian
4.6.2 Tata Laksana Penelitian
4.6.2.1 Tahap persiapan
Tahap persiapan yang dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan adalah
sebagai berikut.
Populasi N = 49
Sampel n = 30
Random
15 15
Data sebelum praktikum :
- DN istirahat - Keluhan subyektif
- Jumlah alat - Mikroklimat
Data sebelum praktikum:
- DN istirahat - Keluhan subyektif
- Jumlah alat - Mikroklimat
Praktikum odontektomi tanpa orientasi ergonomi
Praktikum odontektomi dengan orientasi ergonomi
Data setelah praktikum : - DN kerja
- Jumlah alat - kinerja
- Keluhan subjektif - Mikroklimat
Data setelah praktikum : - DN kerja
- Jumlah alat - kinerja
- Keluhan subjektif - Mikroklimat
Analisis
Random Alokasi
65
a. Pendataan subjek yang menjadi populasi target.
b. Menyiapkan kelengkapan administrasi yang diperlukan untuk mendukung
jalannya penelitian, yaitu berupa : informed consent, formulir biodata,
kuesioner 30 item dengan empat skala Likert, dan koesioner Nordic Body
Map, form risiko ketinggalan alat, form kinerja mahasiswa, checklist
praktikum odontektomi.
c. Menghubungi subjek untuk diminta kesediannya mengikuti penelitian.
d. Melakukan pemilihan sampel berdasarkan metode dan kriteria yang telah
ditetapkan sehingga diperoleh besar sampel 30 mahasiswa dan membagi dua
secara random alokasi masing-masing sebanyak 15.
e. Mengadakan diskusi dengan subjek untuk menjelaskan penelitian yang akan
dilakukan.
f. Subjek mengisi biodata yang telah disediakan.
g. Mempersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian.
h. Mempersiapkan prosedur praktikum dan pengambilan data.
4.6.2.2 Tahap pelaksanaan penelitian
Penelitian dilakukan pada jam kerja yaitu pukul 8.00 wita hingga pukul
12.00 Wita. Tahap kegiatan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut.
a. Sebelum mulai kerja
66
1. Pengukuran denyut nadi istirahat secara palpasi pada arteri radialis tangan
kanan;
2. Subjek mengisi kuesioner keluhan subjektif (kuesioner 30 daftar
pertanyaan dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee) Jepang dan
Kuesioner Nordic Body Map).
3. Pencatatan suhu lingkungan (dalam oC), kelembaban relatif; intensitas
penerangan dan kebisingan.
4. Menghitung jumlah alat yang digunakan untuk praktikum
5. Kelompok perlakuan melakukan pengisian checklist persiapan praktikum.
6. Dokumentasi pengukuran.
b. Pada waktu kerja
1. Pengukuran denyut nadi kerja secara palpasi pada arteri radialis tangan
kanan setiap setengah jam kerja.
2. Pencatatan suhu lingkungan (dalam oC), kelembaban relatif; intensitas
penerangan dan kebisingan setiap setengah jam kerja.
3. Kelompok perlakuan melakukan pengisian checklist praktikum, posisi
kerja duduk berdiri bergantian dan minum teh manis setiap jam kerja.
4. Dokumentasi pengukuran.
c. Setelah Kerja
1. Pengukuran denyut nadi istirahat secara palpasi pada arteri radialis tangan
kanan 15 menit setelah kerja.
67
2. Pencatatan suhu lingkungan (dalam oC), kelembaban relatif; intensitas
penerangan dan kebisingan.
3. Mengisi form kinerja
4. Kelompok perlakuan melakukan pengisian checklist paska praktikum.
5. Subjek mengisi kuesioner keluhan subjektif (kuesioner 30 daftar
pertanyaan dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee) Jepang dan
Kuesioner Nordic Body Map).
6. Menghitung kembali jumlah alat yang digunakan praktikum
7. Dokumentasi Pengukuran.
e. Protokol pelaksanaan penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua kelompokm perlakuan yaitu kelompok
kontrol sebanyak 15 mahasiswa dan kelompok perlakuan sebanyak 15 mahasiswa.
Lama praktikum adalah tiga jam yaitu dari pukul 9.00 Wita hingga pukul 12.00
Wita. Aturan kegiatan adalah sebagai berikut.
a. Pukul 08.00 WITA subjek dikumpulkan (satu jam sebelum penelitian) dan
diberikan penjelasan tentang tata cara penelitian yang akan dilakukan (seperti
cara mengisi kuesioner).
b. Pukul 08.15 WITA subjek diistirahatkan selama 15 menit.
c. Pukul 08.30 WITA dilakukan pengukuran denyut nadi istirahat dengan
metode 10 denyut, pengisisan kuesioner 30 item kelelahan, dan pengisian
koesioner Nordic Body Map. Setelah itu dibagi dua kelompok sesuai dengan
hasil random alokasi. Dilakukan perhitungan jumlah alat yang akan dipakai
68
untuk praktikum. Untuk kelompok perlakuan diberikan checklist persiapan
praktikum dan melakukan tindakan seperti yang tertera dalam checklist.
d. Pukul 09.00 WITA subjek dipersilahkan mulai praktikum. Untuk kelompok
perlakuan disiapkan ceklis dan teh manis.
e. Melakukan pengukuran mikroklimat di tempat kerja setiap setengah jam,
mulai pukul 09.00 WITA hingga 12.00 Wita.
f. Melakukan pengukuran denyut nadi kerja setiap setengah jam.
g. Untuk kelompok perlakuan, posisi kerja duduk berdiri (pada saat perlu duduk,
praktik dilakukan dengan duduk, dan pada saat perlu berdiri maka praktik
dilakukan dengan cara berdiri), setiap jam kerja minum teh manis yang sudah
disediakan, dan sambil praktikum melakukan pengisian checklist.
h. Pukul 12.00 Wita, subjek berhenti praktikum.
i. Pukul 12.05 dilakukan pembagian lembar kuesioner 30 item kelelahan dan
koesioner Nordic Body Map kemudian subjek diminta untuk mengisinya.
Melakukan perhitungan jumlah alat yang digunakan saat praktikum. Untuk
kelompok perlakuan melakukan pengisian checklist paska praktikum, dan
melakukan tindakan sesuai dengan yang tertera dalam checklist.
4.6.3 Prosedur pengukuran
4.6.3.1 Frekuensi denyut nadi
a. Denyut nadi istirahat
1. Persiapan pengukuran
69
Subjek telah tiba dilokasi penelitian satu jam sebelum penelitian
dilaksanakan. Kemudian subjek diistirahatkan selama 15 menit.
2. Prosedur pengukuran
a. Subjek diukur denyut nadi istirahatnya secara palpasi pada pergelangan
tangan kanan di atas pembuluh darah arteri radialis dengan cara
perabaan ketiga ujung jari (telunjuk, jari tengah dan jari manis). Yang
diukur adalah waktu (t) yang perlukan untuk 10 denyut nadi.
b. Pengukuran ini dilakukan tiga kali berturut-turut dan hasilnya dirata-
ratakan.
3. Pencatatan
Pencatatan dilakukan terhadap waktu yang digunakan untuk 10 denyut nadi
dengan satuan detik, kemudian dihitung dengan rumus [(10/t) x 60]
sehingga satuannya menjadi denyut per menit.
b. Denyut nadi kerja
1. Prosedur pengukuran
a. Pengukuran dilakukan pada pergelangan tangan di atas pembuluh darah
arteri radialis dengan cara perabaan ketiga ujung jari (telunjuk, jari tengah
dan jari manis) dengan metode 10 denyut.
b. Pengukuran dalam satu siklus kerja (3 jam) dilakukan setiap setengah jam
kerja. Sehingga dalam satu siklus kerja ada enam kali pengukuran. Hasil
pengukuran kemudian dirata-ratakan.
70
2. Pencatatan:
pencatatan dilakukan terhadap waktu (t) yang dibutuhkan untuk sepuluh
denyut nadi subjek, yang kemudian dihitung dengan rumus [(10/t) x 60]
denyut per menit.
c. Nadi kerja
Nadi kerja diperoleh dengan menghitung selisih denyut nadi kerja dengan
denyut nadi istirahat dari masing-masing subjek.
4.6.3.2 Penilaian keluhan subjektif
Penilaian keluhan subjektif meliputi kelelahan secara umum yang dinilai
dengan kuesioner 30 item pertanyaan dengan empat skala Likert dari IFRC
(Industrial Fatigue Research Committee) Jepang dan keluhan otot skeletal yang
dinilai dengan kuesioner Nordic Body Map empat skala Likert. Adapun langkah
penilaiannya adalah sebagai berikut.
a. Persiapan
1. Mempersiapkan kuesioner 30 item pertanyaan dari IFRC (Industrial
Fatigue Research Committee) Jepang dan kuesioner Nordic Body Map
sesuai dengan jumlah subjek.
2. Menjelaskan cara pengisian kuesioner kepada subjek penelitian.
b. Prosedur penilaian
1. Sebelum mulai praktikum, masing-masing subjek diberikan kuesioner 30
item kelelahan dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee) Jepang
71
dan kuesioner Nordic Body Map dan subjek diminta untuk mengisi sendiri
kuesioner tersebut dengan memberi tanda rumput (√) pada item-item yang
sesuai dengan keluhan yang dirasakannya, kemudian hasilnya
dikumpulkan.
2. Setelah selesai praktikum, masing-masing subjek diberikan lagi kuesioner
30 item kelelahan dan kuesioner Nordic Body Map dan subjek diminta
untuk mengisi sendiri kuesioner tersebut dengan memberi tanda rumput
(√) pada item yang sesuai dengan keluhan yang dirasakannya, kemudian
hasilnya dikumpulkan.
3. Penilaian ini dilakukan sebanyak dua kali, yaitu: pagi, sebelum pekerjaan
dimulai dan siang setelah praktikum.
c. Pencatatan
1. Nilai kelelahan sebelum kerja adalah jumlah skor keluhan kelelahan
sebelum kerja dengan menggunakan 4 skala Likert.
2. Nilai kelelahan setelah kerja adalah jumlah skor keluhan kelelahan setelah
kerja dengan menggunakan 4 skala Likert.
3. Nilai keluhan otot skeletal sebelum kerja adalah jumlah skor keluhan otot
skeletal sesuai dengan tingkat keluhan yang dirasakan sebelum kerja
dengan menggunakan 4 skala Likert.
4. Nilai keluhan otot skeletal setelah kerja adalah jumlah skor keluhan otot
skeletal sesuai dengan tingkat keluhan yang dirasakan setelah kerja dengan
menggunakan 4 skala Likert.
72
5. Nilai skor kelelahan dihitung berdasarkan selisih nilai skor kelelahan
setelah kerja dikurangi nilai skor kelelahan sebelum kerja.
6. Nilai skor keluhan otot skeletal dihitung berdasarkan selisih nilai skor
keluhan otot skeletal setelah kerja dikurangi nilai skor keluhan otot skeletal
sebelum kerja.
4.6.3.3 Perhitungan jumlah alat dan ketinggalan alat
Penilaian jumlah alat dan ketinggalan alat berdasarkan form data jumlah
alat praktek odontektomi. Perhitungan ini dilakukan oleh para dosen pengampu
praktikum odontektomi di Laboratorium Bedah Mulut Fakultas Kedoketeran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar. Form daftar alat ini terdapat pada
Lampiran 3.
4.6.3.4 Penilaian kinerja
Penilaian kinerja mahasiswa dalam praktikum odontektomi berdasarkan
form penilaian dengan skor 5 skala likert yang diisi oleh para dosen pengampu
praktikum odontektomi di Fakultas Kedoketeran Gigi Universitas Mahasaraswati
Denpasar. Form penilaian kinerja ini terdapat pada Lampiran 4.
4.7 Pengolahan dan analisis data
Data yang dihasilkan dari kelompok Kontrol dan kelompok Perlakuan
diolah dan dianalisis dengan bantuan komputer menggunakan program aplikasi
73
SPSS (Statistical Package for The Social Science) versi 15.0. Uji statistik untuk
analisis data tersebut adalah sebabagi berikut.
a. Semua data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif sehingga diperoleh
rerata, simpang baku, dan rentangan dari setiap variabel penelitian.
b. Terhadap data beban kerja (denyut nadi) dari masing-masing perlakuan diuji
normalitasnya dengan menggunakan Shapiro-Wilk test pada tingkat
kemaknaan (α = 0,05).
c. Uji beda efek antara kelompok kontrol dengan perlakuan terhadap variabel
beban kerja (denyut nadi) dengan menggunakan uji t. Sedangkan untuk data
skor risiko ketinggalan alat, skor kinerja, dan keluhan subjektif baik pada
keluhan otot skeletal maupun kelelahan secara umum diuji dengan
menggunakan uji Mann Witney.
d. Hipotesis untuk uji statistik tersebut adalah sebagai berikut.
1. Hipotesis 1:
H0 : µkk = µkp Ha : µkk ≠ µkp
keterangan: µkk = rerata skor kinerja kelompok kontrol µkp = rerata skor kinerja kelompok perlakuan
2. Hipotesis 2:
H0 : µrk = µrp Ha : µrk ≠ µrp
keterangan: µrk = rerata skor keluhan subjektif kelompok kontrol µrp = rerata skor keluhan subjektif kelompok perlakuan
74
3. Hipotesis 3:
H0 : µrk = µrp Ha : µrk ≠ µrp
keterangan: µrk = rerata jumlah ketinggalan alat kelompok kontrol µrp = rerata jumlah ketinggalan alat kelompok perlakuan
75
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Kondisi Subjek
5.1.1 Analisis karakteristik fisik subjek
Hasil analisis deskriptif terhadap data karakteristik subjek yang meliputi
variabel umur, berat badan, dan tinggi badan disajikan pada Tabel 5.1 berikut.
Tabel 5.1
Data Karakteristik Fisik Subjek Mahasiswa Praktikum Odontektomi
No Variabel Rerata SB Rentangan
1 Umur (th) 22,2 1,2 21 – 25
2 Berat badan (kg) 60,7 4,9 55 - 70
3 Tinggi badan (cm) 164,9 4,1 154 - 170,5
5 Indeks Massa Tubuh 22,3 1,7 20,5 - 25,9
Keterangan : SB : Simpang baku
Rerata umur subjek adalah 22,2 ± 1,2 tahun. Indeks massa tubuh dihitung
berdasarkan perbandingan berat badan satuan kg dengan kuadrat dari tinggi badan
dalam satuan meter pada subjek yang bersangkutan. Diperoleh rerata indeks
massa tubuh praktikan adalah 20,5 ± 1,7. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi
fisik subjek dalam kondisi yang baik dengan tubuh termasuk ideal.
76
5.1.2 Antropometrik Praktikan Odontektomi
Hasil pengukuran antropometrik para praktikan di analisis secara
deskriptif meliputi : rerata, simpang baku dan rentangan. Hasil Analisis ini
disajikan pada Tabel 5.2 berikut
Tabel 5.2 Data Antropometrik
No Variabel Rerata
(cm) SB
(cm) Rentangan (cm) Persentil
5 Persentil
50 1 Tinggi badan 164,9 4,1 154,0 - 170,5 154,0 165,1
2 Tinggi siku duduk 20,0 1,6 17,0 - 22,0 17,0 20,0
3 Tinggi popliteal 41,0 1,2 39,0 - 42,5 39,0 41,0
4 Jarak Pantat ke popliteal 40,0 1,9 36,0 - 41,5 36,0 41,0
5 Lebar pantat 37,1 1,5 34,0 - 38,5 34,0 38,0
6 Tinggi pinggang 29,8 1,5 26,0 - 31,0 26,0 30,5
7 Lebar pinggang 41,1 1,1 40,0 - 44,5 40,0 41,0
Keterangan : SB : Simpang Baku
Berdasarkan data antropometrik ini maka ukuran kursi kerja yang dipergunakan
adalah sebagai berikut.
a. Tinggi kursi yang dipergunakan adalah sesuai dengan tinggi poplitea
praktikan pada persentil 50, dari hasil perhitungan didapat 57,0 cm.
b. Kedalaman kursi adalah 41 cm. Hal ini disesuaikan dengan persentil 50 dari
jarak pantat poplitea dengan rentangan 36 – 43 cm.
c. Lebar kursi adalah 38 cm. Hal ini disesuaikan dengan persentil 50 dari lebar
pantat.
d. Kursi tanpa sandaran agar praktikan bisa leluasa melakukan kegiatan dengan
duduk berdiri secara dinamis.
77
5.2 Analisis Kondisi Lingkungan Kerja
Kondisi lingkungan kerja diindikasikan dari suhu basah, suhu kering,
kelembaban relatif, ISBB (Indeks Suhu Bola Basah), kebisingan, dan intensitas
cahaya. Data kondisi lingkungan ini diuji normalitasnya dengan menggunakan uji
Shapiro wilk dan diperoleh hasil data lingkungan kerja tersebut pada kelompok
kontrol dan perlakuan berdistribusi normal (P > 0,05). Hasil analisis kondisi
lingkungan kerja selama penelitian ini disajikan pada Tabel 5.3 berikut.
Tabel 5.3
Hasil Analisis Pengukuran Lingkungan Kerja
No Variabel Kontrol Perlakuan
t P rerata SB rerata SB
1 Suhu basah ( oc ) 26,9 0,38 27,1 0,29 -2,400 0,074 2 Suhu kering ( oc ) 30,9 0,21 30,6 0,69 0,814 0,461 3 Kelembaban relatif (%) 72,4 1,12 71,9 1,27 0,802 0,467 4 Intensitas Cahaya (Lux) 407,6 10,17 409,7 2,54 -0,444 0,669 5 Intensitas Suara (dBA) 69,8 0,57 70,1 0,68 -1,581 0,189
Keterangan : SB = Simpang Baku
Dari Tabel 5.3 ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan kerja untuk
para praktikan baik pada kelompok kontrol maupun perlakuan masih dalam batas-
batas adaptasi untuk melakukan suatu aktivitas kerja. Variabel suhu basah, suhu
kering, kelembaban, dan intensitas cahaya tidak mempunyai perbedaan yang nyata
antara kedua kelompok tersebut (p > 0,05).
78
5.3 Analisis Beban Kerja
5.3.1 Uji normalitas data beban kerja
Beban kerja diukur berdasarkan denyut nadi praktikan baik pada saat
istirahat (denyut nadi istirahat) maupun pada saat kerja (denyut nadi kerja).
Sebelum dilakukan analisis efek perlakuan, perlu dilakukan uji normalitas
terhadap data denyut nadi tersebut. Uji normalitas ini dilakukan dengan
menggunakan uji Shapiro-Wilk.
Hasil uji Shapiro-Wilk dapat dilihat pada Lampiran 10 bagian b. Dari uji
tersebut diperoleh bahwa denyut nadi istirahat maupun denyut nadi kerja pada
ketiga perlakuan berdistribusi normal (P> 0,05).
5.3.2 Komparabilitas denyut nadi istirahat
Komparabilitas denyut nadi istirahat ini dilakukan untuk melihat kondisi
awal dari para praktikan apakah berbeda secara bermakna atau tidak. Hal ini
diperlukan untuk melihat apakah perubahan beban kerja itu murni karena efek
perlakuan atau ada faktor luar yang ikut andil memberikan perubahan beban kerja
tersebut. Komparabilitas denyut nadi istirahat pada praktikan odontektomi ini
dilakukan dengan mengunakan uji independent t-test. Hasil analisis disajikan pada
Tabel 5.4.
Dari Tabel 5.4 diperoleh bahwa denyut nadi istirahat pada masing-masing
kelompok tidaklah berbeda secara bermakna (p > 0,05). Hal ini bisa diartikan
bahwa kondisi awal denyut nadi istirahat para praktikan odontektomi pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan sama.
79
Tabel 5.4
Komparabilitas Denyut Nadi praktikan odontektomi
Variabel
Kontrol Perlakuan
t P Rerata
(denyut/menit)
SB Rerata
(denyut/menit)
SB
Denyut Nadi Istirahat 67,35 4,293 67,24 3,960 0,030 0,971
Denyut Nadi Kerja 104,29 4,649 90,16 2,651 105,039 0,000
Keterangan : SB : Simpang Baku 5.3.3 Efek perlakuan terhadap beban kerja
Efek perlakuan yang dimaksud adalah apakah terjadi perubahan terhadap
beban kerja dari masing-masing kelompok perlakuan. Efek perlakuan ini
dianalisis dengan melakukan uji beda kemaknaan pada denyut nadi praktikan
odontektomi pada masing-masing perlakuan yang diberikan. Uji beda kemaknaan
ini dilakukan dengan menggunakan independent t-test.
Hasil uji independent t-test pada denyut nadi kerja (beban kerja) disajikan
pada Tabel 5.4. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara kelompok kontrol dan perlakuan (p<0,05).
Jika dilihat beda rerata antara kelompok kontrol terhadap kelompok
perlakukan dapat dinyatakan bahwa terdapat penurunan beban kerja sebesar
13,5%.
80
5.4 Analisis Keluhan Subjektif
5.4.1 Komparabilitas keluhan subjektif sebelum kerja
Keluhan subjektif ini diprediksi dari keluhan otot skeletal dan kelelahan
secara umum para praktikan. Sebelum dilakukan uji kemaknaan efek perlakuan,
perlu dilihat terlebih dahulu komparabilitas kondisi awal untuk keluhan subjektif
para praktikan. Komparabilitas ini dilakukan untuk meyakinkan apakah perbedaan
keluhan subjektif benar-benar karena efek perlakuan atau ada faktor lain yang ikut
mempengaruhinya.
Uji statistik yang digunakan dalam hal ini adalah Mann Whitney karena
sumber data berupa skoring. Hasil analisis data keluhan subjektif sebelum bekerja
(pre) antara kedua perlakuan disajikan pada Tabel 5.5 sebagai berikut.
Tabel 5.5 Hasil Analisis Keluhan Subjektif sebelum bekerja (pre)
Variabel
keluhan
subjektif
Kontrol
(P0) Perlakuan (P1)
z p
Rerata SB Rerata SB
Keluhan Otot
Skeletal 30,47 1,88 30,53 1,59 -0,119 0,905
Kelelahan
Secara Umum 32,27 1,58 31,73 1,33 -0,977 0,329
Keterangan : SB : Simpang Baku
Kondisi awal (pre) dari masing masing perlakuan baik pada keluhan otot
skeletal maupun kelelahan secara umum didapat p > 0,05. Hal ini memandakan
bahwa kondisi awal tidak berbeda.
81
5.4.2 Efek perlakuan terhadap keluhan subjektif
Efek perlakuan terhadap keluhan subkejtif baik kelelahan secara umum
maupun keluhan otot skeletal dianalisis dengan melakukan uji beda kemaknaan
pada masing-masing perlakuan yang diberikan. Uji beda kemaknaan ini dilakukan
dengan menggunakan uji Mann Whitney. Hasil analisis uji beda kemaknaan
keluhan subjektif setelah bekerja (post) dapat dilihat pada Tabel 5.8 berikut
Tabel 5.6 Hasil Analisis Keluhan Subjektif setelah bekerja (post)
variabel
Keluhan
subjektif
Kontrol
(P0) Perlakuan (P1)
z p
Rerata SB Rerata SB
Keluhan Otot
Skeletal 59,27 3,03 39,80 2,46 -4,520 0,000
Kelelahan
Secara Umum 52,73 2,87 47,00 4,26 -3,620 0,000
Keterangan : SB : Simpang Baku
Dari Tabel 5.6 di atas dapat dinyatakan bahwa kondisi akhir (post) untuk
keluhan subjektif baik keluhan otot skeletal maupun kelelahan secara umum
didapat p<0,05. Hal ini menandakan bahwa terjadi perbedaan secara signifikan
antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan.
5.5 Analisis Kinerja
Kinerja mahasiswa praktikum odontektomi adalah unjuk kerja yang
dilakukan oleh mahasiswa ketika pra praktikum, saat praktikum, dan setelah
82
praktikum. Penilaian kinerja ini berdasarkan form penilaian kinerja mahasiswa
dengan skor lima skala likert yang diisi oleh para dosen pengampu praktikum
odontektomi.
Untuk mengetahui efek perlakuan yang diberikan maka dilakukan uji beda
kemaknaan rerata antar kedua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan. Karena data kinerja berupa hasil skoring dengan sampel yang berbeda,
maka uji yang digunakan adalah uji Mann Whitney. Hasil analisis ditampilkan
pada Tabel 5.7 berikut.
Tabel 5.7 Hasil Uji Kinerja Praktikan
kelompok Jumlah skor kinerja
z p Rerata SB
Kontrol 46,13 2,61 -4,069 0,000
Perlakuan 51,33 2,38
Dari Tabel 5.7 di atas, dapat dilihat bahwa hasil kinerja praktikan
mempunyai perbedaan yang signifikan antar masing-masing perlakuan (p<0,05).
Dilihat dari nilai reratanya bahwa kelompok perlakuan mempunya nilai rerata
yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol.
5.6 Ketertinggalan Alat pada Praktikum Odontektomi
Ketertinggalan Alat pada Praktikum odontektomi dihitung berdasarkan
jumlah alat praktikum yang tertinggal. Kasus tertinggal yang dihitung adalah
sebelum mulai praktikum, dan setelah selesai praktikum. Setelah selesai
83
praktikum dikatakan alat tertinggal jika tidak dirapikan menjadi satu seperti
semula.
Jumlah alat yang tertinggal merupakan jumlah terjadinya ketinggalan
peralatan praktikum odontektomi karena faktor lupa dari subjek sebelum
praktikum, dan faktor kelalaian subjek setelah selesai praktikum (alat tidak
dirapikan seperti semula). Data jumlah alat tertinggal ini dapat dilihat pada Tabel
5.8 berikut. Secara lengkap data alat tertinggal terdapat pada Lampiran 14.
Tabel 5.8 Jumlah Ketinggalan Alat Praktikum Odontektomi
Jumlah Mahasiswa yang terkena kasus
ketinggalan alat n= 15
Jumlah keseluruhan Alat Tertinggal n= 34
Kelompok Kontrol 5 (33,3%) 7 (0,16%)
Kelompok Perlakuan 0 (0%) 0 (0%)
Dari Tabel 5.8 di atas diketahui bahwa pada kelompok kontrol ada 5
mahasiswa yang punya kasus alat tertinggal ketika praktikum odontektomi,
sedangkan jumlah peralatan yang tertinggal dari 5 mahasiswa (33,3% dari jumlah
sampel) tersebut adalah 7 (0,16% dari keseluruhan jumlah alat). Sedangkan pada
kelompok perlakuan yaitu menggunakan ceklis cecara ketat pada praktikum
odontektomi, ternyata memperoleh hasil yang baik yaitu tidak terjadi kasus
ketinggalan alat.
Secara rinci 5 mahasiswa yang ketinggalan alat tersebut ditunjukkan pada
Tabel 5.9 sebagai berikut.
84
Tabel 5.9 Data Alat Yang Tertinggal
Mahasiswa Nama Alat Tertinggal Jumlah Alat Tertinggal 1 Sikat tangan 1 2 Masker 1 3 Straight hand piece 1 4 Exavator 2 5 Pinset Anatomi 2
Rerata 5 mahasiswa 1,5 Rerata 15 mahasiswa 0,47
85
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Kondisi Subjek
Subjek pada penelitian ini merupakan mahasiswa aktif yang semuanya
sedang menempuh praktikum odontektomi. Rerata umur subjek adalah 22,2 ± 1,2
tahun, berat badan 60,7 ± 4,9 Kg, sedangkan rerata indeks massa tubuh praktikan
adalah 20,5 ± 1,7. Berat badan normal adalah tinggi badan dikurangi 100, dan
berat badan ideal adalah berat badan normal ± 10% (Tjondronegoro, 1981;
Manuaba, 1998). Indeks massa tubuh dihitung berdasarkan perbandingan berat
badan dalam satuan kg dengan kuadrat dari tinggi badan dalam satuan meter pada
subjek yang bersangkutan. Indeks massa tubuh (IMT) yang normal untuk orang
Indonesia adalah 18 – 25 (Almatzier, 2001).
Irawan & Suparmoko (2002) mengatakan bahwa umur produktif
berkisar antara 15 – 64 tahun. Grandjean (1988) mengatakan bahwa kondisi
umur berpengaruh terhadap kemampuan kerja fisik atau kekuatan otot seseorang.
Kemampuan fisik maksimal seseorang dicapai pada umur antara 25 –35 tahun
dan akan terus menurun seiring dengan bertambahnya umur. Dilihat dari umur
subjek, berat badan dan indeks masa tubuh, dapat dinyatakan bahwa pada
penelitian ini kondisi fisik subjek berada pada umur produktif dan dalam kondisi
yang baik dengan tubuh yang termasuk ideal.
Indeks Massa tubuh yang tidak normal akan mempengaruhi beban kerja
seseorang. Mahasiswa yang terlalu gemuk atau yang terlalu kurus akan
86
dipengaruhi oleh kondisi fisiknya jika bekerja. mahasiswa gemuk tidak bisa
bekerja atau praktikum secara lincah karena untuk bergerak dipengaruhi oleh
berat badan tubuhnya, sehingga jika banyak bergerak akan lebih cepat lelah dan
kinerja menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Streker dkk., (1998) yang
menyatakan bahwa pekerja gemuk tidak bisa bekerja secara lincah karena untuk
bergerak dipengaruhi oleh berat badan tubuhnya, sehingga jika banyak bergerak
akan lebih cepat lelah dan kinerja menurun.
6.2 Kursi Kerja
Dilihat dari data antropometri, maka ukuran kursi kerja yang dipergunakan
dalam praktikum odontektomi ini adalah sebagai berikut.
e. Tinggi kursi yang dipergunakan adalah sesuai dengan tinggi poplitea
praktikan pada persentil 50, dari hasil perhitungan didapat 57,0 cm.
f. Kedalaman kursi adalah 41 cm. Hal ini disesuaikan dengan persentil 50 dari
jarak pantat poplitea dengan rentangan 36 – 43 cm.
g. Lebar kursi adalah 38 cm. Hal ini disesuaikan dengan persentil 50 dari lebar
pantat.
Kursi kerja ini didesain sesuai antropometri praktikan, dan dengan
sandaran jika praktikan perlu bersandar. Kursi ini sudah ada di ruang praktikum
dan kebetulan kursi yang ada berbentuk bulat, akan tetapi lebar dan kedalaman
yang diperlukan sudah sesuai ukurannya dengan ukuran bulatan tempat duduk
tersebut (diameter 45 cm). Di samping itu, ketinggian kursi yang perlu diatur.
87
Ketinggian kursi ini bisa diatur karena ada pengaturan ketingiain kursi
(adjustable) pada kursi yang ada di ruangan laboratorium kedokteran gigi. Kursi
kerja ini digunakan agar praktikan bisa duduk secara dinamis, di saat perlu duduk
bisa menggunakan tempat duduk, di saat perlu berdiri bisa berdiri dengan baik
tanpa diganggu oleh kursi yang menjadi tempat duduknya. Kursi ini juga
dilengkapi dengan roda agar bisa dipindah secara dinamis sesuai keperluan.
6.3 Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja yang meliputi kebisingan, intensitas cahaya dan
mikroklimat yang terdiri dari suhu basah, suhu kering, dan kelembaban udara
relatif yang diukur tiap setengah jam mulai pukul 09.00 s.d 12.00 WITA. Sumber
penerangan berasal dari sinar matahari (ventilasi jendela) dan dari penerangan
buatan (pemasangan lampu yang ada). Manuaba (1998) menyatakan bahwa nilai
ambang batas dari suhu udara untuk pekerja adalah 33° C dan kelembaban relatif
untuk orang Indonesia yang masih tergolong nyaman adalah antara 70% - 80%.
Sedangkan intensitas penerangan tergantung dari jenis pekerjaan, pekerjaan
presisi memerlukan intensitas yang lebih tinggi dari pada pekerjaan yang tidak
memerlukan ketelitian dengan penerangan dari 300 – 700 lux. Nilai ambang batas
intensitas suara tertinggi yang masih dapat diterima manusia tanpa mengakibatkan
gangguan daya dengar yang tetap untuk waktu kerja tidak lebih dari 8 jam sehari
adalah 85 dBA (Pulat, 1992; WHS, 1993; dan Permennaker, 1999).
Gambar 6.1 Peng
Hasil analisis yang ditunjukkan oleh tabel 5.3 dinyatakan bahwa untuk
variabel suhu basah dan suhu kering berada di bawah ambang batas. Rerata
kelembaban masing-
cahaya berada di antara 300
berada di bawah batas ambang dengar tertinggi (85 dBA). Hal ini menunjukkan
bahwa lingkungan kerja praktikum
aman dan nyaman dari masing
menimbulkan efek fisiologis yang dapat mengganggu pekerjaan
Penelitian yang dilaksanakan oleh
bahwa rerata suhu kering 29,94 °C, seda
(1996) mengemukakan, bahwa suhu pada musim kering meningkat 31
tempat yang teduh dan sampai 36°C di bawah sinar matahari langsung.
Hasil uji independent t test
ditunjukkan Tabel 5.3 menyat
untuk kondisi lingkungan kerja (p > 0,05) dari kelompok kontrol dengan
Gambar 6.1 Pengukuran mikroklimat ruangan praktikum
Hasil analisis yang ditunjukkan oleh tabel 5.3 dinyatakan bahwa untuk
variabel suhu basah dan suhu kering berada di bawah ambang batas. Rerata
-masing perlakuan berada di antara 70 –
cahaya berada di antara 300 – 700 lux. Dan intensitas suara (kebisingan) juga
berada di bawah batas ambang dengar tertinggi (85 dBA). Hal ini menunjukkan
kerja praktikum odontektomi masih berada dalam batas
man dari masing-masing kelompok perlakuan sehingga tidak
menimbulkan efek fisiologis yang dapat mengganggu pekerjaan praktikum
enelitian yang dilaksanakan oleh Kerana dkk., (1997)
bahwa rerata suhu kering 29,94 °C, sedangkan Manuaba &
(1996) mengemukakan, bahwa suhu pada musim kering meningkat 31
tempat yang teduh dan sampai 36°C di bawah sinar matahari langsung.
independent t test terhadap data lingkungan kerja se
abel 5.3 menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
untuk kondisi lingkungan kerja (p > 0,05) dari kelompok kontrol dengan
88
ukuran mikroklimat ruangan praktikum
Hasil analisis yang ditunjukkan oleh tabel 5.3 dinyatakan bahwa untuk
variabel suhu basah dan suhu kering berada di bawah ambang batas. Rerata
80%. Intensitas
700 lux. Dan intensitas suara (kebisingan) juga
berada di bawah batas ambang dengar tertinggi (85 dBA). Hal ini menunjukkan
masih berada dalam batas-batas
masing kelompok perlakuan sehingga tidak
praktikum.
) mengungkapkan
Vanwonterghem
(1996) mengemukakan, bahwa suhu pada musim kering meningkat 31-32 °C di
tempat yang teduh dan sampai 36°C di bawah sinar matahari langsung.
terhadap data lingkungan kerja seperti yang
tidak ada perbedaan yang signifikan
untuk kondisi lingkungan kerja (p > 0,05) dari kelompok kontrol dengan
89
kelompok perlakuan, sehingga dapat dinyatakan bahwa pada kelompok kontrol
dan perlakuan mempunyai kondisi lingkungan yang sama.
6.4 Beban Kerja
Beban kerja dapat diprediksi dari denyut nadi praktikan karena denyut
nadi adalah salah satu indikator yang bisa dipakai untuk menentukan tingkat
beban kerja seseorang. Hasil pengukuran denyut nadi praktikan pada masing-
masing kelompok perlakuan dinyatakan oleh Tabel 5.4. Dari hasil analisis
tersebut didapat bahwa rerata denyut nadi istirahat pada kelompok kontrol (P0)
dan kelompok perlakuan (P1) adalah tidak berbeda secara signifikan (P > 0,05).
Artinya bahwa kondisi denyut nadi awal subjek bisa dianggap sama. Sedangkan
untuk denyut nadi kerja diperoleh perbedaan yang bermakna antara kelompok
kontrol dengan kelompok perlakuan.
Rerata denyut nadi kerja subjek pada kelompok kontrol (praktikum
odontektomi tanpa orientasi ergonomi) adalah 104,29 denyut permenit, hal ini
termasuk beban kerja sedang (Grandjean, 1988). Sedangkan rerata denyut nadi
subjek kelompok perlakuan (praktikum odontektomi dengan berorientasi
ergonomi) adalah 90,16 denyut permenit, hal ini termasuk beban kerja ringan
(Grandjean, 1988).
Peningkatan denyut nadi kerja lebih rendah secara bermakna karena
berkurangnya beban kerja tambahan ini disebabkan karena pemberian intervensi
ergonomi pada proses pratikum. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Subrata, (2003) dan Murniasih (2003) juga menyatakan bahwa dengan
intervensi ergonomi yaitu
secara alamiah di saat kerja
signifikan.
Secara grafik, penurunan frekuensi denyut nadi kerja
dilihat pada Gambar 6.1 berikut.
Grafik
6.5 Penurunan Keluhan Subjektif
Keluhan subjektif diprediksi dengan munculnya keluhan pada otot skeletal
dan keluhan kelelahan secara umum. Dari
analisis rerata jumlah skor dari keluhan otot skeletal dan kelelahan secara umum
dari setiap kelompok perlakuan
didapat bahwa rerata skor keluhan otot skeletal dan skor
sebelum bekerja (Pre
80
85
90
95
100
105
De
ny
ut
Na
di
(De
ny
ut
pe
rme
nit
)
ergonomi yaitu memberikan kursi kerja agar pekerja dapat duduk
di saat kerja dapat menurunkan denyut nadi kerja secara
Secara grafik, penurunan frekuensi denyut nadi kerja
ambar 6.1 berikut.
Gambar 6.2 Grafik Rerata Denyut Nadi Kerja Praktikan
Penurunan Keluhan Subjektif
Keluhan subjektif diprediksi dengan munculnya keluhan pada otot skeletal
dan keluhan kelelahan secara umum. Dari Tabel 5.5 dan Tabel 5.6
analisis rerata jumlah skor dari keluhan otot skeletal dan kelelahan secara umum
dari setiap kelompok perlakuan baik pre-test maupun post-test. Dari hasil analisis
didapat bahwa rerata skor keluhan otot skeletal dan skor kelelahan secara umum
Pre) antara kelompok (kelompok kontrol dan kelompok
Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan
104,29
90,16
Sampel Penelitian
90
memberikan kursi kerja agar pekerja dapat duduk
dapat menurunkan denyut nadi kerja secara
praktikan dapat
Keluhan subjektif diprediksi dengan munculnya keluhan pada otot skeletal
dan Tabel 5.6 ditampilkan
analisis rerata jumlah skor dari keluhan otot skeletal dan kelelahan secara umum
. Dari hasil analisis
kelelahan secara umum
kelompok kontrol dan kelompok
91
perlakuan) adalah tidak berbeda secara signifikan (p > 0,05). Hal ini menunjukkan
bahwa kondisi keluhan awal dari subjek adalah sama.
Hasil analisis untuk keluhan subjektif setelah bekerja (post) antar
kelompok menggunakan uji Man Whitney diperoleh perbedaan yang signifikan
(p = 0,000). Rerata skor keluhan otot skeletal setelah bekerja pada kelompok
kontrol adalah 59,27, sedangkan rerata skor keluhan otot skeletal kelompok
perlakuan adalah 39,80 atau mengalami penurunan sebesar 32,8%. Pada keluhan
kelelahan secara umum, rerata skor pada kelompok kontrol adalah 52,73 dan pada
kelompok perlakuan adalah 47,00 atau mengalami penurunan sebesar 20,3%.
Penurunan keluhan subjektif ini terjadi karena antara kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan ada perbedaan dalam hal pemberian kursi kerja. Pada
kelompok kontrol tidak ada kursi kerja, sedangkan pada kelompok perlakuan ada
kursi kerja yang bisa dipakai secara dinamis. Penurunan keluhan beban kerja
dipengaruhi juga oleh karena adanya pendingin ruangan pada ruang operasi,
pemberian teh manis dan penerapan ceklis pada kelompok perlakuan. Penurunan
keluhan subjektif pada praktikan akan lebih jelas dengan melihat tampilan grafik
pada Gambar 6.2 berikut.
Rerata Keluhan Subjektif pada
Chavalitsakulchai
sistem muskuloskeletal yaitu pada pinggang, leher, bahu dan paha diakibatka
oleh sikap kerja yang salah seperti sikap kerja duduk atau berdiri. Sejalan dengan
apa yang dinyatakan
menyatakan bahwa posisi praktek yang salah dalam bekerja terlebih lagi dalam
menggunakan perlatan pompa akan menyebabkan gangguan muskuloskeletal.
Keadaan ini dapat ditanggulangi dengan melakukan perubahan sikap kerja yang
tidak alamiah menjadi alamiah.
(2000) juga menyatakan bahwa keluhan subjektif beru
dan kelelahan dapat diturunkan secara signifikan (p
melakukan perbaikan pada stasiun kerja dan sikap kerja yang lebih ergonomis.
0
10
20
30
40
50
60
keluhan otot
skeletal
59,27
Jum
lah
Sk
or
ke
luh
an
su
bje
kti
f
Gambar 6.3 Rerata Keluhan Subjektif pada Praktikan Odontektomi
Chavalitsakulchai & Shahnavaz (1991) mengatakan bahwa gangguan pada
sistem muskuloskeletal yaitu pada pinggang, leher, bahu dan paha diakibatka
oleh sikap kerja yang salah seperti sikap kerja duduk atau berdiri. Sejalan dengan
apa yang dinyatakan Ruccer & Sunnel (2002) terhadap para dokter gigi,
menyatakan bahwa posisi praktek yang salah dalam bekerja terlebih lagi dalam
atan pompa akan menyebabkan gangguan muskuloskeletal.
Keadaan ini dapat ditanggulangi dengan melakukan perubahan sikap kerja yang
tidak alamiah menjadi alamiah. Chung & Choi (1997); Sutajaya & Citrawathi
(2000) juga menyatakan bahwa keluhan subjektif berupa gangguan otot skeletal
dan kelelahan dapat diturunkan secara signifikan (p < 0,05) pada subjek dengan
melakukan perbaikan pada stasiun kerja dan sikap kerja yang lebih ergonomis.
keluhan otot
skeletal
kelelahan secara
umum
59,27
52,73
39,8
47
kelompok kontrol
kelompok perlakuan
92
Praktikan Odontektomi
(1991) mengatakan bahwa gangguan pada
sistem muskuloskeletal yaitu pada pinggang, leher, bahu dan paha diakibatkan
oleh sikap kerja yang salah seperti sikap kerja duduk atau berdiri. Sejalan dengan
(2002) terhadap para dokter gigi, mereka
menyatakan bahwa posisi praktek yang salah dalam bekerja terlebih lagi dalam
atan pompa akan menyebabkan gangguan muskuloskeletal.
Keadaan ini dapat ditanggulangi dengan melakukan perubahan sikap kerja yang
utajaya & Citrawathi
pa gangguan otot skeletal
0,05) pada subjek dengan
melakukan perbaikan pada stasiun kerja dan sikap kerja yang lebih ergonomis.
kelompok kontrol
kelompok perlakuan
93
Pheasant (1991) menerangkan bahwa sikap kerja duduk dalam waktu
cukup lama dan pembebanan otot statik akibat sikap kerja paksa menyebabkan
terjadinya bendungan darah vena, penimbunan cairan dan varices vena pada kaki
dan sering dirasakan sebagai bentuk kelelahan otot. Hal ini juga terlihat pada
praktikan yang tidak menggunakan kursi kerja, berdiri dalam waktu cukup lama
sehingga terjadi penimbunan produk sisa metabolisme yang tampak dalam bentuk
kelelahan otot pada organ tubuh tertentu yang menyebabkan timbulnya keluhan
yang lebih besar dibandingkan dengan praktikan yang menggunakan kursi kerja
secara dinamis.
6.6 Peningkatan Kinerja
Perhitungan kinerja mahasiswa praktikum odontektomi adalah
berdasarkan unjuk kerja yang dilakukan oleh mahasiswa ketika pra praktikum,
saat praktikum, dan setelah praktikum. Unjuk kerja ini merupakan dasar dari
penilaian mahasiswa dalam menempuh praktikum odontektomi. Secara umum
dasar penilaian ini berdasarkan form yang sudah ada, akan tetapi dilakukan
modifikasi atau penyesuaian terhadap praktikum odontektomi pada penelitian ini.
Untuk itu, penilaian kinerja ini berdasarkan form penilaian kinerja mahasiswa
dengan skor lima skala likert yang diisi oleh para dosen pengampu praktikum
odontektomi.
Penilaian kinerja dilakukan pada kedua kelompok yaitu kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan. Untuk mengetahui efek perlakuan yang diberikan maka
dilakukan uji beda kemaknaan rerata antar kedua kelompok tersebut. Karena data
94
kinerja berupa hasil skoring dengan sampel yang berbeda, maka uji yang
digunakan adalah uji Mann Whitney. Hasil analisis ditampilkan pada Tabel 5.7
pada Bab V. Dari hasil analisis tersebut diperoleh rerata kinerja pada kelompok
kontrol adalah 46,13 dan sedangkan rerata kinerja ada kelompok perlakuan adalah
51,33. Kelompok perlakuan memiliki kinerja lebih baik dari pada kelompok
kontrol yaitu dari 46,13 menjadi 51,33 atau meningkat sebesar 11,3%.
Peningkatan ini terjadi karena adanya penggunaan ceklis akan peralatan dan unjuk
kerja para praktikan, sehingga dari awal sejak praktikum belum dimulai hingga
praktikum selesai, ada kontrol yang membuat kerja mahasiwa praktikum menjadi
lebih baik.
Dalam hal kinerja memang perlu diperhatikan kaedah ergonomi, karena
ergonomi membicarakan tentang bagaimana seseorang bisa bekerja lebih sehat,
efektif, efisien, dan produktif. Intervensi ergonomi dalam hal perbaikan sikap
kerja atau stasiun kerja adalah mutlak diperlukan karena dengan intervensi
ergonomi akan dapat menurunkan beban kerja ataupun keluhan secara subjektif
serta dapat meningkatkan produktivitas kerja (Adiputra dkk., 2000; Azmi dan
Marentani, 2001; Straker dkk., 1998).
Pada Gambar 6.4 terlihat bahwa praktikan mempersiapkan peralatan
sebelum melakukan praktikum, sedangkan pada dan Gambar 6.5 praktikan
melakukan pengecakan pada ceklis terhadap peralatan yang telah mereka siapkan
untuk melakukan praktikum odontektomi.
Gambar 6.4 Persiapan peralatan sebelum praktikum
Dan peralatan yang disiapkan sebelum praktikum dimulai
Gambar 6.4 Persiapan peralatan sebelum praktikum
Gambar 6.5 Subjek memperhatikan ceklis Dan peralatan yang disiapkan sebelum praktikum dimulai
95
Gambar 6.4 Persiapan peralatan sebelum praktikum
Gambar 6.5 Subjek memperhatikan ceklis Dan peralatan yang disiapkan sebelum praktikum dimulai
Gabar 6.6 Mahasiswa sedang menjalankan praktikum
Pada Gambar
odontektomi dengan penerapan kaedah ergonomi. Sebelum praktikum peralatan di
kontrol dengan menggunakan ceklis sehingga para praktikan siap me
tindakan tanpa harus alat tertinggal di rumah, saat praktikum disediakan kursi
kerja sehingga mereka bisa bekerja dengan cara duduk dan berdiri secara dinamis
sesuai keperluan. Peningkatan kinerja disebabkan juga oleh karena pemberian
istirahat sambil minum teh manis, penggunaan
duduk dan berdiri yang dinamis dari operator dan perubahan beban kerja dari
sedang menjadi ringan oleh karena adanya intervensi ergonomi tersebut.
penerapan prinsip ergonomi ini terny
Secara grafik peningkatan
berikut.
Mahasiswa sedang menjalankan praktikum odontektomi
Pada Gambar 6.6 terlihat bahwa praktikan melakukan praktikum
odontektomi dengan penerapan kaedah ergonomi. Sebelum praktikum peralatan di
kontrol dengan menggunakan ceklis sehingga para praktikan siap me
tindakan tanpa harus alat tertinggal di rumah, saat praktikum disediakan kursi
kerja sehingga mereka bisa bekerja dengan cara duduk dan berdiri secara dinamis
Peningkatan kinerja disebabkan juga oleh karena pemberian
bil minum teh manis, penggunaan cheklist yang ketat, adanya sikap
duduk dan berdiri yang dinamis dari operator dan perubahan beban kerja dari
sedang menjadi ringan oleh karena adanya intervensi ergonomi tersebut.
penerapan prinsip ergonomi ini ternyata bisa meningkatkan kinerja para praktikan.
Secara grafik peningkatan kinerja ini dapat dilihat pada Gambar 6.8
96
odontektomi
6.6 terlihat bahwa praktikan melakukan praktikum
odontektomi dengan penerapan kaedah ergonomi. Sebelum praktikum peralatan di
kontrol dengan menggunakan ceklis sehingga para praktikan siap melakukan
tindakan tanpa harus alat tertinggal di rumah, saat praktikum disediakan kursi
kerja sehingga mereka bisa bekerja dengan cara duduk dan berdiri secara dinamis
Peningkatan kinerja disebabkan juga oleh karena pemberian
yang ketat, adanya sikap
duduk dan berdiri yang dinamis dari operator dan perubahan beban kerja dari
sedang menjadi ringan oleh karena adanya intervensi ergonomi tersebut. Dengan
ata bisa meningkatkan kinerja para praktikan.
kinerja ini dapat dilihat pada Gambar 6.8
Peningkatan kinerja ini juga diperkuat dengan adanya penurunan
ketertinggalan alat praktikum selama penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa
praktikan. Pada Tabel
mahasiswa yang alat praktikumnya tertin
adalah 7 alat. Sedangkan pada kelompok perlakuan (menggunakan ceklis secara
ketat pada praktikum odontektomi) ternyata diperoleh bahwa tidak ada kasus
mahasiswa yang alatnya tertinggal, atau tidak dirapikan lagi set
Sehingga tidak ada kasus untuk peralatan tertinggal. Hal ini menandakan bahwa
kinerja mahasiswa praktikum odontektomi berorientasi ergonomi memberikan
dampak yang baik dari sisi peningkatan kinerjanya.
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52Ju
mla
h S
ko
r N
ila
i P
rak
tik
um
Gambar 6.7 Grafik Peningkatan Kinerja
Peningkatan kinerja ini juga diperkuat dengan adanya penurunan
ketertinggalan alat praktikum selama penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa
praktikan. Pada Tabel 5.8 diketahui bahwa pada kelompok kontrol terdapat 5
mahasiswa yang alat praktikumnya tertinggal, dengan jumlah alat yang tertinggal
adalah 7 alat. Sedangkan pada kelompok perlakuan (menggunakan ceklis secara
ketat pada praktikum odontektomi) ternyata diperoleh bahwa tidak ada kasus
mahasiswa yang alatnya tertinggal, atau tidak dirapikan lagi set
Sehingga tidak ada kasus untuk peralatan tertinggal. Hal ini menandakan bahwa
kinerja mahasiswa praktikum odontektomi berorientasi ergonomi memberikan
dampak yang baik dari sisi peningkatan kinerjanya.
kelompok kontrol kelompok perlakuan
46,13
51,33
Sampel Penelitian
97
Peningkatan kinerja ini juga diperkuat dengan adanya penurunan
ketertinggalan alat praktikum selama penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa
5.8 diketahui bahwa pada kelompok kontrol terdapat 5
ggal, dengan jumlah alat yang tertinggal
adalah 7 alat. Sedangkan pada kelompok perlakuan (menggunakan ceklis secara
ketat pada praktikum odontektomi) ternyata diperoleh bahwa tidak ada kasus
mahasiswa yang alatnya tertinggal, atau tidak dirapikan lagi setelah praktikum.
Sehingga tidak ada kasus untuk peralatan tertinggal. Hal ini menandakan bahwa
kinerja mahasiswa praktikum odontektomi berorientasi ergonomi memberikan
98
6.7 Perbandingan Antara Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan terhadap Penurunan Beban Kerja, Penurunan Keluhan Subjektif, dan Peningkatan Kinerja
Berdasarkan uraian bahasan di atas, diperoleh bahwa praktikum
odontektomi dengan berorientasi ergonomi dapat menurunkan beban kerja,
keluhan subjektif, dan dapat meningkatkan kinerja mahasiswa praktikan.
Pada penilaian beban kerja, rerata denyut nadi kerja subjek pada kelompok
kontrol (praktikum odontektomi tanpa orientasi ergonomi) adalah 104,29 denyut
permenit, sedangkan rerata denyut nadi subjek kelompok perlakuan (praktikum
odontektomi dengan berorientasi ergonomi) adalah 90,16 denyut permenit, atau
menurun sebesar 13,5%.
Pada penilaian keluhan subjektif, rerata skor keluhan otot skeletal setelah
bekerja pada kelompok kontrol adalah 59,27, sedangkan rerata skor keluhan otot
skeletal kelompok perlakuan adalah 39,80 atau mengalami penurunan sebesar
32,8%. Pada kelelahan secara umum, rerata skor pada kelompok kontrol adalah
52,73 dan pada kelompok perlakuan adalah 47,00 atau mengalami penurunan
sebesar 20,3%.
Penurunan keluhan subjektif ini adalah karena penerapan prinsip ergonomi
dari para praktikan selama melakukan praktikum odontektomi. Saat bekerja pada
kelompok kontrol (tidak menerapkan prinsip ergonomi), para praktikan tidak
menggunakan ceklis, tidak menggunakan kursi kerja, sehingga memungkinkan
terjadi tertinggal alat dan keluhan subjektif yang lebih besar dibanding kelompok
perlakuan. Sedangkan pada kelompok perlakuan (dengan menerapkan prinsip
ergonomi) para praktikan sudah menerapkan ceklis dan bisa menggunakan kursi
99
kerja, sehingga mereka bisa melakukan praktikum tanpa ada resiko ketinggalan
alat, dan selama praktikum bisa duduk dan berdiri secara dinamis. Terjadinya
perubahan sikap kerja ini bisa dilihat seperti pada Gambar 6.9; Gambar 6.10; dan
Gambar 6.11 berikut.
Gambar 6.8 Sikap kerja sebelum ada penambahan kursi
Gambar 6.9 Sikap kerja setelah ada penambahan kursi kerja
100
Gambar 6.10 Praktikan bisa melakukan praktikum dengan sikap kerja duduk dan berdiri secara dinamis sesuai keperluan
Pada penilaian kinerja yang dilakukan pada kedua kelompok yaitu
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, rerata kinerja pada kelompok kontrol
adalah 46,13, sedangkan rerata kinerja ada kelompok perlakuan adalah 51,33, atau
terjadi peningkatan sebesar 11,3%.
Penurunan beban kerja maupun keluhan subjektif dan peningkatan kinerja
ini merupakan efek dari intervensi ergonomi pada praktikan, hal yang ssama juga
pernah dinyatakan oleh Manuaba (1998); Adiputra dkk., (2000); Azmi dan
Marentani (2001); dan Arjani (2003). Intervensi ergonomi yang dilakukan antara
lain adalah penggunaan alat bantu kerja, perbaikan sikap kerja dengan
menyediakan atau memperbaiki kursi dan meja kerja, dan sebagainya.
Sehingga hasil dan pembahasan penelitian ini dapat menyatakan bahwa:
a. Praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat meningkatkan kinerja
praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.
101
b. Praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat mengurangi keluhan
subjektif praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati
Denpasar.
c. Praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat mengurangi jumlah
ketinggalan alat bedah mulut pada praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar
6.8 Kelemahan Penelitian
Ada beberapa kelemahan yang mungkin terjadi dalam penelitian ini dan
perlu mendapatkan perhatian adalah sebagai berikut :
a. Kondisi subjek selama di luar waktu penelitian sulit dipantau
b. Emosi dan motivasi subjek tidak dapat diukur dan dikendalikan oleh peneliti.
c. Kondisi alat kerja, bahan baku, dan kondisi subjek sulit diukur dengan pasti
kesamaannya.
103
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Dari hasil dan pembahasan penelitian yang diuraikan pada Bab V dan Bab
VI dapat diambil simpulan sebagai berikut.
g. Praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat meningkatkan kinerja
praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.
h. Praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat mengurangi keluhan
subjektif praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati
Denpasar.
i. Praktikum odontektomi berorientasi ergonomi dapat mengurangi jumlah
ketinggalan alat bedah mulut pada praktikan di Jurusan Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar.
7.2 Saran
Beberapa saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Dari penelitian yang sudah dilakukan terbukti bahwa praktikum odontektomi
yang berorientasi ergonomi dapat meningkatkan kinerja, mengurangi keluhan
subjektif, dan dapat mencegah terjadinya peralatan tertinggal. Untuk itu
disarankan kepada para dosen pembimbing praktikum dan para pengambil
102
102
kebijakan di institusi pendidikan untuk memperhatikan kaidah ergonomi agar
terjadi peningkatan kinerja yang berefek pada meningkatnya mutu pendidikan.
b. Dari hasil penelitian ini, dipandang perlu untuk memberikan mata kuliah
ergonomi pada fakultas kedokteran gigi sehingga nantinya proses kerja dokter
gigi lebih produktif dan sesuai dengan kaidah ergonomi.
c. Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam pada orientasi ergonomi
terhadap praktikum yang lain di bidang kedokteran gigi, sehingga penggunaan
ceklis dalam praktikum odontektomi ini bisa dijadikan acuan dan
dikembangkan pada praktikum yang lain.
103
DAFTAR PUSTAKA Adiputra, N. 1998. Metodologi Ergonomi. Denpasar: Program Studi Ergonomi-
Fisiologi Kerja, Universitas Udayana. Adiputra, N, Sutjana D.P. & Manuaba, A. 2000. Ergonomics Intervention in
Small Scale Industry in Bali. Dalam : Lim, KY ed. Proceding of the Joint Conference of APCHI and ASEAN Ergonomics, Singapore.
Almatzier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama Anonim. 1997. National Clinical Guidelines 1997. Faculty of dental surgery
Royal College of Surgeons of England. Arikunto, S., 2001, Prosedur Penilaian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V,
Jakarta, Rineka Cipta. Arjani, S. 2003. Penggunaan Meja Conveyor Mengurangi Beban Kerja dan
Keluhan Muskuloskeletal Serta Meningkatkan Produktivitas Kerja Pekerja Penggergajian Kayu Dengan Mesin Benso di Desa Sangeh. Tesis Magister Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja. Universitas Udayana. Denpasar.
As’ad, M., 2000, Psikologi Industri, Edisi ke-4, Yogyakarta, Penerbit Liberty. Azmi, N., Maretani, M. 2001. Perbaikan Posisi Kerja Mengurangi Keluhan
Subjektif gangguan Muskuloskeletal pada Pekerja Helpen di CV PM Bogor. The Indonesian Journal of Ergonomic. Vol.2 No.2 : 67 – 74.
Bakta, I.M. 1997. Seminar Metodologi Penelitian. Fakultas Kedokteran.
Universitas Udayana. Bridger, R.S. 1995 Introduction to Ergonomic. Singapore : McGrraw – Hill Inc. Cantika. 2005. Manajemen Sunber Daya Manusia, Penerbit Universitas
Muhammaadiyah, Malang. Chavalitsakulchai, P & Shahnavaz, H. 1991. Musculoskeletal Discomfort and
Feeling of Fatique Among Female Professional Worker : the Need For Concideration. Journal of Human Ergology. Vol 20. No 2 : 257-264. Available from http://www.postech.ac.kr/ie/huma/html/journal/Inter-J.htm. Acessed June 20, 2011
Chowanadisai, 2000, Dental Ergonomi, Available from
www.elsevier.nl/inca/publications/store/. Acessed June 3, 2011
68
Chung M.K., Choi K.I. 1997. Ergonomic analysis of musculoskeletal discomforts among conventional VDT operators. Journal of Computers and industrial engineering. Vol 33 : 521-524. Available from http://www.postech.ac.kr /ie/huma/html/journal/Inter-J.htm. Acessed June 20, 2011.
Coulthard P, Horner K, Sloan P, dkk. 2003. Master dentistry: oral and
maxillofacial surgery, radiology, pathology and oral medicine. Elsevier Science Limited. Churchill Livingstone. England.
Depdikbud. 2005. Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V: Buku III-
E Bimbingan Konseling. Jakarta : Universitas Terbuka Gomes, F.C., 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, Andi Offset. Grandjean, E. 1988. Fitting The Task to The Man. A Textbook of Occupational
Ergonomics, 4th edition, Taylor & Francis: London.
Guyton, A.C. dan J.E. Hall. 1996. Medicine Physiology. Pensylvania: W. B.
Sounders Company. Ilyas, Y., 2001, Kinerja Teori Penilaian dan Penelitian, Jakarta, FKM UI. Irawan & Suparmoko. 2002. Ekonomika Pembangunan. Yogyakarta : BPFE
Universitas Gajah Mada. Irawan, P., 2001, Evaluasi Proses Belajar Mengajar, Jakarta, Diknas. Kerana, TJ., Suyasning, HI., and Manuaba, A. 1997. The affect of postural load
and environmental conditions to Balinese farmers physical performance. Procedings of ASEAN Ergonomics 97, 5th SEAS Conference, 518-523. Malaysia: IEA Press.
Kilbon, A. 1992. Measurement and Assessment of dynamic work dalam Wilson,
J.R. & Corlet, E.N. eds. Evalluation of human Work, A Practical Ergonomics Metodology. Tailor & Francis Great Britain.
Mangkunegara A.A Anwar Prabu 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan, Cetakan Pertama, Remaja Rosda Karya, Bandung. Manuaba, A. & Vanwonterghem. 1996. Improvemnet of quality of life:
determination of exposure limits for physical strenuous task under tropical condition. Dept. Of Physical School of Medecine Udayana University-CERGO International Brussels. Belgium. The Commission of The European Communities Brussel, Belgium
69
Manuaba, A. 1992a. Penerapan Ergonomi untuk Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Produktivitas. Disampaikan pada Seminar K3 dengan tema Melalui Pembudayaan K3 Kita Tingkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Perusahaan di IPTN Bandung, 20 Februari 1992.
Manuaba, A. 1992b. Pengaruh Ergonomi Terhadap Produktivitas. Bunga Rampai
Ergonomi Vol. 11. Program Studi Ergonomi – Fisiologi Kerja Universitas Udayana, Denpasar. 1998.
Manuaba, A. 1994. Developing Ergonomics Culture at The Goverment Owned
Sugar Case Factory No. XXI – XXII at East Java, Indonesia. Toronto : IEA Conference.
Manuaba, A. 1998. Dengan Desain yang Aman Mencegah Kecelakaan dan
Cedera. Bunga Rampai Ergonomi vol.1. Denpasar: Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja. Universitas Udayana.
Miloro Michael.2004. Peterson’s of oral and maxillofacial surgery. 2nd ed. BC
Decker Inc. Hamilton, London. Murniasih, N. 2003. Modifikasi Pisau Matetuesan dan Perbaikan Sikap Kerja
dapat Menurunkan Keluhan Subjektif serta Meningkatkan Produktivitas Kerja Tukang Tues. Tesis Magister Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja. Universitas Udayana. Denpasar.
Permennaker. 1999. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Jakarta. Peterson LJ, Ellis E, Hupp JR, dkk. 2004. Contemporary oral and maxillofacial
surgery. 4th ed. Mosby company. Pheasant, S. 1991. Ergonomics, Work and Health. London : Macmillan Academic
Professional Ltd. Pocock, S.J. 1986. Clinical Trials A Practical Approach : the size of clinical trial:
Chichester: John Wiley & Sons. Pulat, B.M. 1992. Fundamentals of Industrial Ergonomics. Hall International,
Englewood Cliffs-New Jersey. USA. Pulat, B.M. 1992. Fundamentals of Industrial Ergonomics. Hall International,
Englewood Cliffs-New Jersey. USA. Rodahl, K. 1989. The Physiologi of Work. London: Taylor & Francis.
70
Ruccer, L., Sunnel, S. 2002. Ergonomic Risk Factors Associated with Clinical Dentistry. Journal of the California Dental Association. Vol.30, No.2. available from http://www.cda.org/member/pubs/journal/jour0202/2002 CDA Journal - Feature Article.htm. Accessed June 20, 2011.
Sanders, M.S. & Mc. Cormick, E.J. 1987. Human Factors in Engineering and
Design. New York : Mc. Graw – Hill Book Company. Singer, M.G., 1990, Human Resource Management, Boston, PSW-Kent Publising
Company. Straker, Pollock, and Mangharam. 1998. The Effect of Shoulder Posture on
Performance, Discomfort and Muscle Fatigue Whilst Working on a Visual Display Unit. Journal Applied Ergonomics. Vol 25. no 4. ESA Engineer Desain. Available from www.elsevier.nl/inca/publications/store/ 3/0/3/8/9/30389.pub.istaut.shtml. Acessed June 3, 2011
Suardana, E. 2001. Penggunaan Tangkai Tambahan Pada Sekop Menurunkan
Beban Kerja Serta Keluhan Subjektif Penyekop Pasir. Tesis Magister Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja. Universitas Udayana. Denpasar.
Subrata, M. 2003. Pemakaian Alat Pelindung Pada Jari Telunjuk Tangan Dan
Pemakaian Tempat Duduk Pada Pekerja Pemotong Gigi Taring Anak Babi Mengurangi Cedera Dan Menurunkan Keluhan Subjektif Serta Meningkatkan Produktivitas Kerja. Tesis Magister Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja. Universitas Udayana. Denpasar.
Sudjana, N., 2002, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung, PT.Remaja
Rosdakarya . Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung. Suhardi, Bambang, 2008, Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Industri Jilid 1
untuk SMK, Jakarta : Pusat perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Suma’mur, PK. 1995. Higene Perusahaan Dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT.
Toko Gunung Agung. Sutajaya, I.M. & Citrawathi, D.M. 2000. “Perbaikan Kondisi Kerja Mengurangi
Beban Kerja dan Gangguan pada Sistem Muskuloskeletal Mahasiswa dalam menggunakan Mikroskop di Laboratorium Biologi STKIP Singaraja”. Dalam Wignyo Soebroto, S. & Wiratno, SE. Eds. Proceedings Seminar nasional Ergonomi. PT. Guna Widya. Surabaya. 239 –242.
Suyasning, HI. 1998. “Penggunaan Lintasan Berundak Ergonomis dan
Penampungan Sementara Meningkatkan Produktivitas Kerja Wanita Pengangkut Batu Padas” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
71
Tana, L. 2002. Gangguan Pendengaran Akibat Bising pada Pekerja Perusahaan Baja di Pulau Jawa. Jurnal Kedokteran Trisakti. Vol. 21. No. 3.
Tjondronegoro, A. 1981. Obesitas. Komisi Pengembangan Riset dan
Perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 23-26. Vanwonterghem, K. 1999. Health and Working Condition In South East Asia
Heat Stress and Physical Workload. Proceedings of The First International Workshop On Health And Working Conditions In South East Asia “ Heat Stress and Physical Workload” Edited By Yoopat, P. Thailand: Rangsit University
Walgito Bimo. 1995. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta :
Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM. WHS (Workplace Health and Safety), 1993. Noise Management at Work, Code of
Practice for Healthy and safe workplaces. Queensland Government, Australia
Wibowo, B. P. 1998. Desain Produk Industri. Yayasan Delapan-Sepuluh.
Bandung. Zainuddin, M., Susy Puspitasari, 2005, Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan
Tinggi I, Pusat Antar Universitas Untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Zainul, A., 2005, Alterrnative Assesment, Jakarta, Diknas.
LAMPIRAN 1 Surat Persetujuan
SURAT PERSETUJUAN Yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama : ..............................................................................................
Umur : ..................... Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : ..............................................................................................
Dengan ini menyatakan sepenuhnya menyadari manfaat dan resiko penelitian
yang berjudul “Penggunaan Ceklis Untuk Mengurangi Risiko Ketinggalan Alat
Dan Meningkatkan Produktivitas Kerja Mahasiswa Praktek Odontektomi Jurusan
Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar”, oleh karena itu dengan
sukarela saya menyetujui untuk diikut sertakan sebagai subjek penelitian dengan
catatan apabila suatu saat merasa dirugikan dalam bentuk apapun dapat menarik
diri dari persetujuan ini.
Mengetahui Denpasar, ..........................
Peneliti, Hormat Saya,
Nyoman Wiradarma ________________________
LAMPIRAN 3 Form Jumlah Ketinggalan Alat
FORM ISIAN JUMLAH KETINGGALAN ALAT PRAKTIKUM ODONTEKTOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI
DENPASAR No Responden : .........................
NO Nama Alat/bahan Ketinggalan (ya/tdk) 1 Sikat Tangan
2 Handuk
3 Lap meja
4 Duck dan Clamp
5 Hand scone
6 Masker
7 Kaca mulut besar 3 buah
8 Kaca mulut kecil 3 buah
9 Sonde bengkok 3 buah
10 Sonde lurus 3 buah
11 Exavator 2 buah
12 Pinset Anatomi 2 buah
13 Nerbeken 3 buah
14 Spuit 3 cc 3buah
15 Suction tip 3 buah
16 Cheek retraktor
17 Scalpel blade no 11-15
18 resparatorium
19 Straight hand piece
20 Contra angle hand piece
21 Bur fissure long shank
22 Bur fissure diamond
23 Bein
24 Tang ekstraksi m3 atas/bawah
25 Bone file
26 Spuite irigasi
27 Needle holder
28 Needle
29 Pinset chirurgis
30 Scirsor
31 Arteri clamp
32 Tang trismus
33 Sabun cuci
34 Alcohol 70%
35 Betadine solution
36 Pehacaine
37 Vaseline
38 Suture(silk)
39 Spongostan 2 buah
40 Tampon dan kasa
41 Adrenalin 2mg 2 ampul
41 Tabung oksigen spuit 1 cc
42 Stetescope
43 Tensimeter
Jumlah ketinggalan alat
LAMPIRAN 4. Form Kinerja Mahasiswa Praktikum Odontektomi
FORM PENILAIAN KINERJA MAHASISWA PRAKTIKUM ODONTEKTOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI
DENPASAR NO Responden :
No KEGIATAN URAIAN SKOR
KET 1 2 3 4 5
1 PRA
PRAKTIKUM
Penguasaan terhadap
prosedur praktik odontektomi
1
Kelengkapan alat 2
Cara Sterilisasi alat 3
2 SAAT
PRAKTIKUM
Menjalankan prosedur
dengan baik
4
Penggunaan alat sesuai
dengan keperluan tindakan
5
Cekatan 6
3 PASKA
PRAKTIKUM
Membersihkan alat 7
Merapikan alat seperti
semula
8
Memberikan nasehat pada
pasien berkenaan dengan
pemeliharaan gigi berikutnya
9
4 HASIL
PRAKTIKUM
Kerapian kerja 10
Kondisi gigi/gusi hasil
penanganan
11
Kondisi Psikologi pasien 12
Jumlah
TOTAL SKOR
LAMPIRAN 2 Ceklis No. Responden : ....................................
I. Pra Praktikum NO Uraian Tanda
cek (√√√√ ) Keterangan
1 Telah memahami prosedur praktikum
2 Persiapan alat/bahan : Syringe dengan jarum 27 dan 30
gauge
Larutan anastetikum; yang mengandung epinefrin/adrenalin
Alat diagnostik Bur tulang Cotton rolls Gauze 150 & 151 forceps Bard Parker Handles (2) Bone File Cryer Elevators (east west) E301 elevator E46R elevator Mallet and chisel Needle holder and scissors Periosteal elevator Potts elevator 3 Persiapan Pasien 4 Mengerti permasalah gigi pasien 5 Mengerti cara tindakan 6 Mengisi informed konsent pasien
II. Saat Praktikum
NO Uraian Tanda cek (√√√√ )
Keterangan
1 Melaksanakan prosedur sesuai standar baku
2 tidak didapatkan kompliksi selama tindakan odontektomi berlangsung,
3 luka operasi dijahit dengan benang silk,
III. Pasca Praktikum
NO Uraian Tanda cek (√√√√ )
Keterangan
1 Tidak ada pendarahan setelah operasi.
2 Obat telah diminum teratur dan tidak ada keluhan.
3 Terasa membal pada lidah sebelah kanan, sulit untuk berbicara.
4 odema sekeliling luka operasi Tidak ada jendalanlika operasi
5 Memberikan keterangan tentang adanya komplikasi pada nervus lingualis yang perlu evaluasi berkala.
6 Diinstruksikan pada pasien untuk tidak menggigit lidah.
7 Pasien odontektomi diberikan obat antibiotika Amoksisilin No.XV dan analgenik Ponstan No.X
8 Memberi nasehat pada pasien untuk Melanjutkan obat yang telah diberikan
9 Merapikan peralatan pasca operasi
LAMPIRAN 5 Kuesioner Nordic Body Map. I. IDENTITAS PRIBADI
(Tulislah identitas saudara dan coret yang tidak perlu) 1. Nama :………………………….. 2. Umur/Tgl Lahir :………/………………….. 3. Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA/AKADEMI/UNIVERSITAS 4. Status : Kawin/Belum Kawin 5. Pengalaman Kerja : ……..Tahun………..Bulan.
II. KUESIONER BODY MAP (Jawablah pertanyaan berikut ini dengan memberi tanda (√ ) pada kolom
disamping pertanyaan yang sesuai dengan kondisi/perasaan saudara)
NO
JENIS KELUHAN
TINGKAT KELUHAN A B C D
0 Sakit/kaku di leher bagian atas 1 Sakit/kaku di leher bagian bawah 2 Sakit di bahu kiri 3 Sakit di bahu kanan 4 Sakit pada lengan atas kiri 5 Sakit di punggung 6 Sakit pada lengan atas kanan 7 Sakit pada pinggang 8 Sakit pada bokong 9 Sakit pada pantat
10 Sakit pada siku kiri 11 Sakit pada siku kanan 12 Sakit pada lengan bawah kiri 13 Sakit pada lengan bawah kanan 14 Sakit pada pergelangan tangan kiri 15 Sakit pada pergelangan tangan kanan 16 Sakit pada tangan kiri 17 Sakit pada tangan kanan 18 Sakit pada paha kiri 19 Sakit pada paha kanan 20 Sakit pada lutut kiri 21 Sakit pada lutut kanan 22 Sakit pada betis kiri 23 Sakit pada betis kanan 24 Sakit pada pergelangan kaki kiri 25 Sakit pada pergelangan kaki kanan 26 Sakit pada kaki kiri 27 Sakit pada kaki kanan
Keterangan : A: Tidak sakit, B: Agak sakit, C: Sakit, D: Sakit sekali
LAMPIRAN 6 Kuesioner Kelelahan 30 Items Nama : Umur : Kelamin : Pengalaman : Sebelum/Sesudah kerja * (*Coret yang tidak perlu) Petunjuk : Beri tanda silang (x) pada kolom yang tersedia sesuai dengan keluhan yang saudara rasakan. No Jenis Keluhan Tingkat Keluhan
A B C D 1. Apakah saudara merasa berat di bagian kepala ? 2. Apakah saudara merasa lelah pada seluruh badan? 3. Apakah kaki saudara terasa berat? 4. Apakah saudara merasa menguap? 5. Apakah pikiran saudara terasa kacau? 6. Apakah saudara merasa mengantuk? 7. Apakah saudara merasakan ada beban pada mata? 8. Apakah saudara merasa kaku atau canggung dalam bergerak? 9. Apakah saudara merasa sempoyongan ketika berdiri? 10. Apakah ada perasaan ingin berbaring? 11. Apakah saudara merasa susah berpikir? 12. Apakah saudara merasa lelah untuk bicara ? 13. Apakah perasaan saudara menjadi gugup? 14. Apakah saudara tidak bisa berkonsentrasi? 15. Apakah saudara tidak dapat memusatkan perhatian terhadap sesuatu ? 16. Apakah saudara punya kecenderungan untuk lupa? 17. Apakah saudara merasa kurang percaya diri? 18. Apakah saudara merasa cemas terhadap sesuatu? 19. Apakah saudara merasa tidak dapat mengontrol sikap? 20. Apakah saudara merasa tidak dapat tekun dalam pekerjaan? 21. Apakah saudara merasa sakit kepala? 22. Apakah saudara merasa kaku di bagian bahu? 23. Apakah saudara merasa nyeri di punggung? 24. Apakah nafas saudara terasa tertekan? 25. Apakah saudara merasa haus? 26. Apakah suara saudara terasa serak? 27. Apakah saudara merasa pening? 28. Apakah kelopak mata saudara terasa kejang? 29. Apakah anggota badan saudara terasa bergetar (tremor)? 30. Apakah saudara merasa kurang sehat?
A : Tidak sakit = 1 B : Agak sakit = 2 C : Sakit = 3 D : Sakit sekali = 4
Lampiran 7 Karakteristik Subjek
Subjek
Umur Berat Tinggi
IMT
(th) badan badan
(kg) (cm) 1 21 70 170,5 24,1 2 21 60 154 25,3 3 23 58 167 20,8 4 22 55 161,5 21,1 5 25 70 164,5 25,9 6 22 56 165,1 20,5 7 23 58 164,5 21,4 8 21 58 166,1 21,0 9 22 62 170 21,5 10 22 58 164,4 21,5 11 21 64 168 22,7 12 23 55 160,3 21,4 13 21 66 167,5 23,5 14 22 62 166 22,5 15 24 58 163,5 21,7
Rerata 22,2 60,7 164,9 22,3 SB 1,2 4,9 4,1 1,7 min 21 55 154 20,5 maks 25 70 170,5 25,9
Lampiran 8. Data Antropometri Subjek Variabel responden
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Tinggi badan
170,5 154,0 167,0 161,5 164,5 165,1 164,5 166,1 170,0 164,4 168,0 160,3 167,5 166,0 163,5
Tinggi siku duduk 21,4 19,0 17,0 21,0 17,0 20,0 20,0 22,0 21,0 21,0 18,0 21,0 20,0 22,0 19,3
Tinggi popliteal 42,0 40,5 39,0 42,5 39,0 41,0 41,0 42,0 42,0 42,0 39,0 41,0 41,0 42,0 41,0
Jarak Pantat ke popliteal 41,0 40,0 36,0 41,4 36,0 41,0 40,0 41,0 41,0 41,0 37,0 41,0 41,0 41,0 41,5
Lebar pantat 38,3 37,0 35,0 38,0 34,0 37,0 38,0 38,5 38,0 38,0 34,0 38,0 37,0 38,0 37,0
Tinggi pinggang 30,5 30,5 28,0 30,0 26,0 30,5 30,0 31,0 31,0 31,0 27,0 30,5 30,0 31,0 30,0
Lebar pinggang 41,5 40,0 44,5 41,4 40,5 41,0 40,0 41,0 41,0 40,5 40,5 41,0 41,0 40,5 42,0
Tebal Paha 19,5 18,0 15,0 19,0 14,0 19,0 18,0 20,0 19,0 19,0 14,0 17,0 17,0 20,0 19,0
Statistics
15 15 15 15 15 15 15 15
0 0 0 0 0 0 0 0
164,8600 19,9800 41,0000 39,9933 37,0533 29,8000 41,0933 17,8333
4,09596 1,63541 1,18019 1,94953 1,50943 1,54458 1,08658 2,03247
154,00 17,00 39,00 36,00 34,00 26,00 40,00 14,00
170,50 22,00 42,50 41,50 38,50 31,00 44,50 20,00
154,0000 17,0000 39,0000 36,0000 34,0000 26,0000 40,0000 14,0000
165,1000 20,0000 41,0000 41,0000 38,0000 30,5000 41,0000 19,0000
Valid
Missing
N
Mean
Std. Deviation
Minimum
Maximum
5
50
Percentiles
tinggi_badantinggi_siku_
duduktinggi_
poplitealjarak_pantat_ke_popliteal lebar_pantat
tinggi_pinggang
tebal_pinggang tebal_paha
Lampiran 9 Data Mikro Klimat dan analisis statistik
a. Rerata Mikroklimat kelompok Kontrol dan perlakuan
P0 P1
pengukuran S basah S kering
K
lembab
In
cahaya
In
Suara S basah
S
kering
K
lembab
In
cahaya
In
Suara
1 27,2 31,2 71,7 402,9 69,7 27,2 29,9 72,0 410,7 70,5
2 27,2 30,9 73,1 402,9 68,9 27,5 31,0 74,0 413,6 69,1
3 26,6 30,9 71,3 395,7 70,3 27,0 31,2 70,7 407,1 70,5
4 26,4 30,7 72,0 419,3 70,0 26,8 31,1 71,7 408,3 69,7
5 26,9 30,7 74,0 417,1 70,1 26,9 29,8 71,1 408,6 70,7
rata-rata 26,9 30,9 72,4 407,6 69,8 27,1 30,6 71,9 409,7 70,1
SB 0,38 0,21 1,12 10,17 0,57 0,29 0,69 1,27 2,54 0,68
b. Analisis deskriptif data mikroklimat
Descriptive Statistics
5 26,40 27,20 26,8600 ,35777
5 30,70 31,20 30,8800 ,20494
5 71,30 74,00 72,4200 1,10770
5 395,70 419,30 407,5800 10,16031
5 68,90 70,30 69,8000 ,54772
5 26,80 27,50 27,0800 ,27749
5 29,80 31,20 30,6000 ,68920
5 70,70 74,00 71,9000 1,27867
5 407,10 418,60 412,8600 4,85829
5 69,10 70,70 70,1000 ,67823
5
P0_Suhu_basah
P0_suhu_kering
P0_kelembaban
P0_intensitas_cahaya
P0_intensitas_suara
P1_suhu_basah
P1_suhu_kering
P1_kelembaban
P1_intensitas_cahaya
P1_intensitas_Suara
Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
c. Analisis normalitas data mikroklimat
Tests of Normality
,229 5 ,200* ,894 5 ,377
,261 5 ,200* ,862 5 ,236
,248 5 ,200* ,926 5 ,573
,277 5 ,200* ,885 5 ,331
,242 5 ,200* ,879 5 ,305
,213 5 ,200* ,939 5 ,656
,319 5 ,106 ,784 5 ,059
,269 5 ,200* ,888 5 ,350
,217 5 ,200* ,927 5 ,578
,322 5 ,098 ,858 5 ,221
P0_Suhu_basah
P0_suhu_kering
P0_kelembaban
P0_intensitas_cahaya
P0_intensitas_suara
P1_suhu_basah
P1_suhu_kering
P1_kelembaban
P1_intensitas_cahaya
P1_intensitas_Suara
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
This is a lower bound of the true significance.*.
Lilliefors Significance Correctiona.
d. Analisis uji t data mikroklimat T-Test
Group Statistics
5 26,8600 ,35777 ,16000
5 27,0800 ,27749 ,12410
5 30,8800 ,20494 ,09165
5 30,6000 ,68920 ,30822
5 72,4200 1,10770 ,49538
5 71,9000 1,27867 ,57184
5 407,5800 10,16031 4,54383
5 409,6600 2,55597 1,14307
5 69,8000 ,54772 ,24495
5 70,1000 ,67823 ,30332
kelompokkontrol
Perlakuan
kontrol
Perlakuan
kontrol
Perlakuan
kontrol
Perlakuan
kontrol
Perlakuan
Suhu_basah
suhu_kering
kelembaban
intensitas_cahaya
intensitas_suara
N Mean Std. DeviationStd. Error
Mean
Independent Samples Test
,603 ,460 -1,087 8 ,309 -,22000 ,20248 -,68693 ,24693
-1,087 7,534 ,311 -,22000 ,20248 -,69201 ,25201
25,309 ,001 ,871 8 ,409 ,28000 ,32156 -,46152 1,02152
,871 4,702 ,426 ,28000 ,32156 -,56261 1,12261
,003 ,956 ,687 8 ,511 ,52000 ,75657 -1,22466 2,26466
,687 7,841 ,512 ,52000 ,75657 -1,23085 2,27085
14,509 ,005 -,444 8 ,669 -2,08000 4,68540 -12,88456 8,72456
-,444 4,504 ,678 -2,08000 4,68540 -14,53406 10,37406
,762 ,408 -,769 8 ,464 -,30000 ,38987 -1,19905 ,59905
-,769 7,660 ,465 -,30000 ,38987 -1,20603 ,60603
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Suhu_basah
suhu_kering
kelembaban
intensitas_cahaya
intensitas_suara
F Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t df Sig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means
Lampiran 10 Hasil Analisis Data Denyut Nadi
a. Rerata Data Denyut Nadi
responden
rerata P0 rerata P1
ist ker beda ist ker beda
1 78,67 110,41 31,74 77,89 97,68 19,79
2 69,78 103,24 33,46 69,23 92,43 23,20
3 75,56 112,2 36,64 73,89 94,67 20,78
4 65,56 99,78 34,22 62,01 85,76 23,75
5 71,05 102,5 31,45 60,12 88,79 28,67
6 64,46 98,23 33,77 62,89 82,24 19,35
7 69,31 99,45 30,14 63,21 84,32 21,11
8 64,43 109,45 45,02 65,89 91,17 25,28
9 65,52 99,87 34,35 62,36 82,73 20,37
10 70,72 112,1 41,38 68,79 90,98 22,19
11 65,43 103,4 37,97 63,91 92,14 28,23
12 65,32 105,42 40,10 65,79 93,12 27,33
13 64,47 107,89 43,42 64,04 97,72 33,68
14 70,72 108,89 38,17 70,24 89,78 19,54
15 64,31 109,76 45,45 63,01 94,54 31,53
b. Analisis Deskriptif
c. Normalitas Data
Descriptive Statistics
15 61,46 78,07 67,0207 5,03199
15 98,23 112,20 105,5060 4,89830
15 33,03 47,54 39,2773 4,05532
15 60,12 77,89 66,2180 4,90999
15 82,24 97,72 90,5380 4,95718
15 19,35 33,68 24,3200 4,60132
15
P0_istirahat
P0_kerja
P0_beda
P1_istirahat
P1_kerja
P1_beda
Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Tests of Normality
,214 15 ,062 ,898 15 ,090
,155 15 ,200* ,914 15 ,155
,156 15 ,200* ,969 15 ,839
,205 15 ,091 ,890 15 ,068
,136 15 ,200* ,943 15 ,428
,157 15 ,200* ,903 15 ,105
P0_istirahat
P0_kerja
P0_beda
P1_istirahat
P1_kerja
P1_beda
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kolmogorov-Smirnov a Shapiro-Wilk
This is a lower bound of the true significance.*.
Lilliefors Significance Correctiona.
d. Analisis Uji t T-Test
Group Statistics
15 67,0207 5,03199 1,29925
15 66,2180 4,90999 1,26775
15 105,5060 4,89830 1,26474
15 90,5380 4,95718 1,27994
15 39,2773 4,05532 1,04708
15 24,3200 4,60132 1,18806
kelompokKontrol
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan
Kontrol
Perlakuan
DN_istirahat
DN_kerja
Beda
N Mean Std. DeviationStd. Error
Mean
Independent Samples Test
,150 ,702 ,442 28 ,662 ,80267 1,81529 -2,91578 4,52111
,442 27,983 ,662 ,80267 1,81529 -2,91588 4,52121
,142 ,709 8,318 28 ,000 14,96800 1,79939 11,28212 18,65388
8,318 27,996 ,000 14,96800 1,79939 11,28210 18,65390
,852 ,364 9,445 28 ,000 14,95733 1,58362 11,71343 18,20123
9,445 27,565 ,000 14,95733 1,58362 11,71112 18,20354
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
Equal variancesassumed
Equal variancesnot assumed
DN_istirahat
DN_kerja
Beda
F Sig.
Levene's Test forEquality of Variances
t df Sig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. ErrorDifference Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
t-test for Equality of Means
Lampiran 11 Hasil Analisis Keluhan Otot Skeletal
a. Data Skor Keluhan Otot Skeletal
Subjek
p0 p1
pre post beda pre post beda
1 28 58 30 29 40 11
2 28 50 22 31 38 7
3 30 60 30 32 39 7
4 32 60 28 30 42 12
5 30 62 32 28 41 13
6 32 58 26 32 38 6
7 32 58 26 32 38 6
8 28 60 32 30 43 13
9 34 60 26 34 43 9
10 28 58 30 29 34 5
11 30 62 32 30 42 12
12 32 62 30 32 39 7
13 30 62 32 30 40 10
14 32 61 29 29 42 13
15 31 58 27 30 38 8
b. Analisis deskriptif Data Keluhan Otot Skeletal
Descriptive Statistics
15 28,00 34,00 30,4667 1,88478
15 50,00 62,00 59,2667 3,03472
15 22,00 32,00 28,8000 2,93258
15 28,00 34,00 30,5333 1,59762
15 34,00 43,00 39,8000 2,45531
15 5,00 13,00 9,2667 2,89005
15
p0_pre
p0_post
P0_beda
p1_pre
p2_post
p1_beda
Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
c. Uji Mann Whitney Mann-Whitney Test
Ranks
14 14,68 205,50
14 14,32 200,50
28
14 21,50 301,00
14 7,50 105,00
28
14 21,50 301,00
14 7,50 105,00
28
kelompok1,00
2,00
Total
1,00
2,00
Total
1,00
2,00
Total
otot_pre
otot_post
otot_beda
N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
95,500 ,000 ,000
200,500 105,000 105,000
-,119 -4,531 -4,520
,905 ,000 ,000
,910a
,000a
,000a
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
otot_pre otot_post otot_beda
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Lampiran 12 Hasil Analisis Data Kelelahan Secara Umum
a. Data Skor Kelelahan
Subjek
P0 P1
pre post beda pre post beda
1 33 54 21 34 50 16
2 34 53 19 32 42 10
3 34 54 20 32 45 13
4 35 52 17 33 48 15
5 32 55 23 31 51 20
6 32 49 17 31 40 9
7 31 47 16 34 38 4
8 30 52 22 31 46 15
9 32 57 25 30 50 20
10 30 54 24 30 50 20
11 30 56 26 31 52 21
12 34 56 22 33 51 18
13 33 49 16 32 45 13
14 32 51 19 32 49 17
15 32 52 20 30 48 18
b. Analisis Deskriptif Kelelahan
Descriptive Statistics
15 30,00 35,00 32,2667 1,57963
15 47,00 57,00 52,7333 2,86523
15 16,00 26,00 20,4667 3,20416
15 30,00 34,00 31,7333 1,33452
15 38,00 52,00 47,0000 4,25944
15 4,00 21,00 15,2667 4,80278
15
p0_pre
p0_post
p0_beda
p1_pre
p1_post
p1_beda
Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
c. Analisis Uji Mann Whitney
Mann-Whitney Test
Ranks
15 17,03 255,50
15 13,97 209,50
30
15 21,30 319,50
15 9,70 145,50
30
15 20,23 303,50
15 10,77 161,50
30
kelompokKelompok Kontrol
Kelompok Perlakuan
Total
Kelompok Kontrol
Kelompok Perlakuan
Total
Kelompok Kontrol
Kelompok Perlakuan
Total
kelelahan_pre
kelelahan_post
kelelahan_beda
N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
89,500 25,500 41,500
209,500 145,500 161,500
-,977 -3,620 -2,956
,329 ,000 ,003
,345a
,000a
,002a
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
kelelahan_prekelelahan_
postkelelahan_
beda
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Lampiran 13. Hasil Analisis Data Kinerja
a. Data Kinerja KONTROL
no resp b1 b2 b3 b4 b5 b6 b7 b8 b9 b10 b11 b12 sum
1 4 3 4 4 5 3 4 4 3 4 4 3 45
2 5 4 4 5 5 4 5 4 5 4 3 3 51
3 4 4 4 4 4 3 5 4 5 4 4 2 47
4 4 5 3 3 3 5 4 3 4 4 4 3 45
5 3 5 3 4 5 5 3 3 4 4 5 4 48
6 4 4 4 2 4 4 4 3 3 3 4 3 42
7 4 3 4 4 4 3 5 3 4 3 3 4 44
8 3 4 4 3 3 4 4 4 4 5 3 3 44
9 4 3 3 4 4 4 3 4 3 4 3 3 42
10 3 4 4 5 3 4 4 5 5 3 4 4 48
11 4 5 4 4 4 5 3 4 4 4 3 3 47
12 4 3 5 4 4 5 4 4 5 4 4 4 50
13 4 3 4 3 5 4 3 3 4 3 5 4 45
14 5 4 5 4 4 3 3 4 4 4 4 3 47
15 4 4 5 4 5 3 3 4 4 4 3 4 47
PERLAKUAN
no resp b1 b2 b3 b4 b5 b6 b7 b8 b9 b10 b11 b12 sum
1 4 5 4 4 5 3 4 5 3 5 5 4 51
2 5 5 4 5 5 4 5 5 5 5 5 4 57
3 4 5 4 4 4 4 5 5 5 5 4 4 53
4 4 5 3 3 3 5 4 5 4 5 4 4 49
5 3 5 3 4 5 5 4 4 4 5 5 4 51
6 4 5 4 2 4 4 4 5 3 4 5 3 47
7 4 5 4 4 5 3 5 4 4 4 4 4 50
8 4 5 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 51
9 4 5 5 4 5 4 4 4 3 4 3 5 50
10 4 5 4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 52
11 5 5 4 4 5 5 3 5 5 5 4 4 54
12 4 5 5 4 4 5 4 4 5 5 4 4 53
13 4 5 4 4 5 4 3 5 4 5 5 4 52
14 5 5 5 4 4 3 4 5 4 5 4 3 51
15 4 5 5 4 5 3 3 5 4 4 3 4 49
b. Analisis Deskriptif Data Kinerja
c. Analisis Mann Whitney Data Kinerja Mann-Whitney Test
Descriptive Statistics
15 42,00 51,00 46,1333 2,61498
15 47,00 57,00 51,3333 2,38048
15
kel_kontrol
kel_perlakuan
Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Ranks
15 9,00 135,00
15 22,00 330,00
30
kelompokKelompok Kontrol
Kelompok Perlakuan
Total
kinerjaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
15,000
135,000
-4,069
,000
,000a
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
kinerja
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Lampiran 14 Data Ketertinggalan Alat Kelompok Kontrol
no alat\no
responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
17 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
19 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
21 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
27 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
28 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
29 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
31 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
32 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
33 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
34 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
35 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
36 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
37 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
38 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
39 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
40 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
41 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
42 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
43 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
jum
0 2 0 0 1 0 1 0 0 2 0 1 0 0 0
7
Kelompok Kontrol
no alat\no
responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
19 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
21 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
27 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
28 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
29 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
31 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
32 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
33 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
34 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
35 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
36 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
37 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
38 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
39 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
40 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
41 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
42 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
43 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
jum
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
TIME MOTION STUDI PRAKTEK ODONTEKTOMI
MAHASISWA JURUSAN KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
No Responden : ………………………………………. Hari, Tanggal Praktikum : ……………………………………… 15 menit ke : Gerakan Yang Dilakukan Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12