UJI PERTUMBUHAN KLON JATI UNGGUL NUSANTARA
(JUN) UMUR 15 BULAN
DI KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT
ARGHA ADITYA CIPTA NUGRAHA
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
ii
UJI PERTUMBUHAN KLON JATI UNGGUL NUSANTARA
(JUN) UMUR 15 BULAN
DI KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT
ARGHA ADITYA CIPTA NUGRAHA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Silvikultur
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
iii
RINGKASAN
ARGHA ADITYA CIPTA NUGRAHA. Uji Pertumbuhan Klon Jati Unggul
Nusantara (JUN) umur 15 bulan di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Di bawah
bimbingan ISKANDAR Z SIREGAR
Jati (Tectona grandis L.f) merupakan salah satu jenis kayu unggulan di
Indonesia. Sifat fisik seperti tekstur, corak, keawetan, serta kekuatannya
menjadikan kayu jati cocok untuk dijadikan kayu pertukangan hingga mebel yang
bernilai ekonomis tinggi. Jati Unggul Nusantara (JUN) merupakan salah satu
nama dagang (merek) jati yang diklaim memiliki sifat unggul yaitu, cepat
tumbuh, dan dapat dipanen mulai umur 5 tahun dengan target diameter 20 cm.
Uji keragaan klon JUN diperlukan untuk memverifikasi sifat-sifat yang
diinginkan tersebut serta untuk menentukan klon-klon unggul diantara klon-klon
lain yang diuji (n=41 klon) untuk rekomendasi penanaman masal.
Uji klon JUN menggunakan rancangan acak lengkap berblok yang terbagi
dalam 4 tapak mikro, 4 replikasi, dan pada setiap replikasi terdapat 4 tree plot.
Hasil pengamatan pada uji klon JUN berumur 15 bulan di Kabupaten Purwakarta
menunjukkan nilai repeatability klon (𝑅𝑐2) yang cukup tinggi yaitu untuk karakter
diameter 𝑅𝑐2=0,86 dan untuk karakter tinggi 𝑅𝑐
2=0,73. Nilai korelasi antara
karakter tinggi dan diameter juga menunjukkan korelasi yang kuat yaitu untuk
korelasi genetik sebesar 0,88 dan untuk korelasi fenotipik sebesar 0,80. Nilai
persen hidup di lapangan untuk JUN berumur 15 bulan juga sangat tinggi yaitu
>90%. Tapak mikro terbaik untuk JUN berumur 15 bulan ini adalah pada tapak
mikro 3 (jarak tanam 5x2 m dengan pupuk dasar 3 kg).
Kata kunci: Jati Unggul Nusantara (JUN), korelasi fenotipik, korelasi genetik,
repeatability, uji klon
iv
SUMMARY
ARGHA ADITYA CIPTA NUGRAHA. Growth Performance of Jati Unggul
Nusantara (JUN) Clonal Trials at 15 months in Purwakarta Regency, West Java.
Under the guidance of ISKANDAR Z SIREGAR Teak (Tectona grandis L. f) is one of the most popular timber in
Indonesia. It’s physical properties such as texture, durability, and strength make it
suitable for carpentry and furniture uses.. Jati Unggul Nusantara (JUN) is a
commercial tradename (brand) and is claimed to have superior properties, for
example fast growing and early harvestable (5 years) with targetted diameter ( 20
cm). However, there are lack of data on tested clones and therefore a clonal trial
of JUN is still necessary to confirm the growth performances of previously
selected clones (n = 41 clones) as they are now promoted for mass planting,
especially in West Java.
Clonal trial was arranged following randomized complete block design
(RCBD), i.e. 41 clones and 1 control seedlot , 4 tree plots, 4−5 replicates (blocks),
and planted in 4 different micro sites. The results of a JUN clonal trial at 15
months of age in Purwakarta Regency showed high survival rates (above 90%),
while clonal repeatabilities (𝑅𝑐2) for diameter and height are 𝑅𝑐
2 = 0,86 and 𝑅𝑐2 =
0,73, respectively. Phenotypic and genetic correlations between height and
diameter were 0,88 and 0,80. Respectively among 4 microsites, the best
performace of JUN clones was observed in the microsite 3 (5x2 m planting with
fertilizer base 3 kg).
Keywords: Jati Unggul Nusantara (JUN), fenotipic correlation, genetic
correlation, repeatability, clonal test
v
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Uji Pertumbuhan Klon Jati Unggul Nusantara (JUN)
Umur 15 Bulan di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat
Nama Mahasiswa : Argha Aditya Cipta Nugraha
NIM : E44080085
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar, MForSc
NIP 19660320 199002 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Silvikultur
Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
NIP 19601024 198403 1 009
Tanggal lulus:
vi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Uji Pertumbuhan
Klon Jati Unggul Nusantara (JUN) Umur 15 Bulan di Kabupaten Purwakarta,
Jawa Barat” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen
pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan
tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2012
Argha AC Nugraha
NIM E44080085
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kediri (Jawa Timur) pada 24 April 1990. Penulis
merupakan putra dari pasangan Sucipto dan Tri Sulistyana. Perjalanan pendidikan
yang telah ditempuh oleh penulis adalah pada jenjang Sekolah Menengah Atas di
SMAN 2 Pare, Kediri pada tahun 2005 hingga 2008 kemudian dilanjutkan ke
jenjang Perguruan Tinggi pada Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN
(Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) pada tahun 2008.
Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis juga
mengikuti kegiatan praktik lapang untuk aplikasi ilmu yang didapat di bangku
kuliah. Beberapa kegiatan praktik yang telah dilakukan penulis antara lain:
Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) jalur Cilacap-Baturraden pada tahun
2009; Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat,
Sukabumi pada tahun 2010; dan Praktik Kerja Profesi pada salah satu perusahaan
pertambangan di Barito Utara Kalimantan Tengah, PT Padang Anugerah pada
tahun 2012.
Selain menempuh pendidikan formal di IPB, penulis juga aktif pada
berbagai organisasi, antara lain: Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Catur pada
tahun 2008 sebagai anggota; Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Kamajaya
Kediri sebagai Wakil Ketua pada tahun 2009/2010; dan Himpunan Profesi
(Himpro) Tree Grower Community (TGC) sebagai Wakil Ketua Umum pada
tahun 2009/2010. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum Mata Kuliah
Silvikultur (tahun ajaran 2011/2012) dan Mata Kuliah Ekologi Hutan (tahun
ajaran 2012/2013).
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penelitian yang berjudul “Uji
Pertumbuhan Klon Jati Unggul Nusantara (JUN) Umur 15 bulan di Kabupaten
Purwakarta, Jawa Barat” ini dapat terselesaikan. Hasil dari penelitian ini
kemudian didokumentasikan dalam bentuk skripsi sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini merupakan kerjasama antara Fakultas Kehutanan IPB
dengan Koperasi Perumahan Wana Bhakti Nusantara (KPWN). Hasil dari
penelitian ini nantinya diharapkan bisa menjadi acuan dalam pengambilan
keputusan dalam rangka penanaman dan pemeliharaan jati untuk pasokan kayu
produksi yang berkualitas.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hasil penelitian ini masih
terdapat beberapa kesalahan. Kritik serta saran dari pembaca sangat dibutuhkan
oleh penulis untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Bogor, Oktober 2012
Penulis
ix
UCAPAN TERIMAKASIH
Saat menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, masa penelitian,
dan penulisan skripsi, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar, MForSc sebagai dosen pembimbing skripsi atas
segala bantuan dan bimbingannnya.
2. Dr Ir Muhdin, MSc sebagai dosen penguji dan Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto,
MS sebagai ketua sidang atas arahan, masukan, dan bimbingannya.
3. Ir E Kosasih (Alm) dari pihak Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara
(KPWN)
4. Ayahanda Sucipto dan ibunda Tri Sulistyana serta yang terkasih Realita DP,
SHut yang telah memberikan do’a, kasih sayang, perhatian, dan dorongan tak
terputus kepada penulis.
5. Staf Departemen Silvikultur (Bu Kokom, Bu Aliyah, Pak Ismail, Kang Saepul,
Bi Ita, Mbak Puja,dll) yang selalu sabar dan memfasilitasi semua kebutuhan
akademik selama studi di departemen.
6. Teman-teman yang telah membantu serta memberi semangat selama masa
penelitian dan penulisan skripsi: Eka Perdanawati Yunus, SHut; Jumadin
Sidabutar; Kasiran; Mira Novianti; Laswi Irmayanti, SHut; dan Asep
Mulyadiana, SHut.
7. Teman-teman TGC (Tree Grower Community): Hariadi Propantoko, Said
Firman Furqan, Dikdik Sodikin, Rusdi Indra, Rhomi Ardiansyah, Izzudin,
Dyah Ayu, Cyntia Yuni Ardanari, Ririn, Lilik Sugiharti, Rosario Reza,
Hendryana Rachman, Arya Panji Wicaksono, serta rekan-rekan silvikultur 42
sampai 47 yang selalu menjadi teman dalam berdinamika.
8. Teman-teman perkumpulan Sadulur: Feri Ketut, Alim Adi, Andrian Fauzi,
Dedy Setiawan yang memperluas pengetahuan tentang makna dibalik dunia.
9. Teman satu perjuangan di rumah singgah EBONI: Febryandi Randana, Erekso
Hadiwijoyo, dan Muhaemin, serta penghuni gelap tetap Rosario Reza yang
telah memberikan semangat dan bantuannya.
10. Teman-teman satu rantau yang tergabung dalam OMDA (Organisasi
Mahasiswa Daerah Asal) Kamajaya Kediri: Beni Kurniawan, Ardli Swardana,
x
Grahan Sugeng Aprilian, Rado Puji Santoso, As’ad Ali, Hening Pram, Frandi
Taqwa, Elka Firmanda, Ibnu Malkan, Tabah Wira, Ahmad Sururi, Dodi
Setyawan, Hasna Izdihar, Nining, Depta, Azizah Binti, Altamai Nurmila.
11. Keluarga besar FAHUTAN khususnya angkatan 45 atas kebersamaan serta
pelajaran hidup yang telah ditularkan sehingga bisa menjadi pengalaman
untuk menjadi lebih baik.
12. Pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xiv
I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan ......................................................................................... 1
1.3 Manfaat ....................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Jati .............................................................................................. 3
2.1.1 Morfologi .......................................................................... 3
2.1.2 Tempat Tumbuh ................................................................ 4
2.1.3 Jati Unggul Nusantara (JUN) ............................................. 5
2.2 Uji Klon ...................................................................................... 6
III. METODE PENELITIAN 7
3.1 Waktu dan Tempat ...................................................................... 7
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................ 7
3.3 Rancangan Penelitian .................................................................. 7
3.4 Pengambilan dan Pengolahan Data .............................................. 8
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 12
4.1 Keragaman Sifat Pertumbuhan dan Taksiran Repeatability .......... 12
4.2 Korelasi antar Variabel Pertumbuhan .......................................... 16
4.3 Implikasi pada Pemuliaan Pohon ................................................. 19
4.4 Estimasi Perolehan Genetik ......................................................... 21
V. KESIMPULAN 23
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 23
5.2 Saran ........................................................................................... 23
VI. DAFTAR PUSTAKA 24
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kondisi umum tapak mikro (microsite) ................................................ 7
2 Alat dan bahan penelitian ..................................................................... 7
3 Nilai rata-rata variabel pertumbuhan pada setiap tapak mikro ............... 12
4 Analisis ragam, komponen ragam (%), dan repeatability ...................... 13
5 Taksiran nilai repeatability pada setiap tapak mikro ............................. 16
6 Korelasi fenotipik dan genotipik........................................................... 17
7 Korelasi genetik antar tapak mikro ....................................................... 19
8 Rangking tapak mikro berdasarkan uji Duncan..................................... 19
9 Rangking sepuluh besar klon-klon terbaik. ........................................... 21
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Peta sketsa lokasi penelitian ................................................................. 8
2 Trubusan pohon bekas tebangan pada tapak mikro 1 dan 2 ................... 15
3 Kerangka penyebaran korelasi fenotipik ............................................... 18
4 Penampakan lokasi pada 4 tapak mikro ................................................ 20
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta pohon di lapangan (tapak mikro 1 dan 2). ..................................... 26
2 Sidik ragam daya sintas pada empat tapak mikro .................................. 28
3 Rangking serangan hama dan tabel ANOVA ........................................ 29
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jati merupakan jenis kayu yang paling bernilai serta termasuk ke dalam kayu
premium pada perdagangan kayu dunia (Lyngdoh et al. 2010). Corak kayu serta
sifat awet kelas 1 membuat kayu jati banyak digunakan sebagai bahan mebel,
bahan bangunan, serta kerajinan yang bernilai ekonomi tinggi. Harga kayu jati
diperkirakan akan terus meningkat setiap tahun. Berdasarkan data selama 25
tahun diperkirakan harga kayu jati akan terus meningkat sepanjang tahun sampai
2 kali lipat per lima tahun (Bio Teak 2011).
Pertumbuhan jati yang cenderung lama sehingga baru dapat dipanen setelah
60 tahun, membuat pasokan kayu jati Indonesia semakin menurun seiring dengan
permintaan yang terus melonjak. Seiring permintaan konsumen yang tinggi
terhadap kayu jati, maka perlu dilakukannya rekayasa teknologi dalam pemuliaan
jati sehingga pohon jati dapat dipanen dalam waktu yang singkat. Salah satu hasil
dari program pemuliaan jati adalah Jati Plus Perhutani (JPP) (Perhutani 2011).
Perbanyakan vegetatif dari sejumlah klon JPP kini yang disebut dengan Jati
Unggul Nusantara (JUN).
JUN memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan jati
konvensional, menurut PT Setyamitra Bhaktipersada (2011), beberapa
keunggulan JUN ialah memiliki perakaran tunjang yang majemuk, cepat tumbuh,
kokoh, kayu berkualitas, dan dapat dipanen mulai umur 5 tahun. Berdasarkan
kemampuan serta keunggulan JUN, pembangunan hutan jati dengan
menggunakan bibit JUN merupakan salah satu jawaban atas semakin menurunnya
pasokan jati. Akan tetapi untuk mendapatkan hasil yang maksimal, keragaan
beberapa klon JUN masih perlu diverifikasi melalui penelitian uji klon. Penelitian
uji klon merupakan kegiatan lanjutan untuk mengetahui keragaan klon-klon JUN.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui kinerja/keragaan 41 klon
JUN berumur 15 bulan hasil pembiakan vegetatif. Adapun tujuan khususnya ialah
i) menduga parameter genetik hasil uji klon berumur 15 bulan, mencakup
repeatability, korelasi genetik, dan perolehan genetik, ii) mengetahui pengaruh
2
tapak mikro (microsite) terhadap kinerja pertumbuhan masing-masing klon terkait
jarak tanam dan dosis pupuk dasar yang diaplikasikan.
1.3 Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa:
1. Rekomendasi klon-klon JUN terbaik untuk penanaman dengan skala
besar pada kondisi tapak yang sama.
2. Informasi mengenai perlakuan pemeliharaan JUN untuk pertumbuhan
yang optimal.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jati
Jati merupakan pohon penghasil kayu dengan mutu yang tinggi. Jati termasuk
ke dalam komoditas kayu mewah dengan nilai jual yang tinggi karena sifat
keawetannya termasuk ke dalam kelas awet 2. Menurut Heyne (1987) dalam
Wibowo (2005) jati juga dikenal sebagai teak (Inggris), kyan (Myanmar), sagwan
(India), maisak (Thailand), teca (Brazil), java teak (Jerman). Secara ilmiah,
taksonomi jati digolongkan ke dalam (Sumarna 2003):
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Sub kelas : Dicotyledonae
Ordo : Verbenales
Famili : Verbenaceae
Genus : Tectona
Spesies : T. grandis
Jati bukan merupakan vegetasi asli Indonesia. Jati tumbuh alami di Negara India,
Burma, Muangthai, dan Vietnam (Wibowo 2005). Jati merupakan spesies yang
menggugurkan daun saat musim kemarau sebagai respon untuk mengurangi
transpirasi akibat suhu yang tinggi.
2.1.1 Morfologi
Menurut Dephut (2008) habitus jati adalah berupa pohon besar dengan batang
yang bulat lurus, tinggi total mencapai 40 m. Batang bebas cabang dapat
mencapai 18−20 m. Kulit batang coklat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah
dangkal dalam alur memanjang mengikuti batang.
Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang
sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60−70 cm ×
80−100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm.
Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun
yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah
apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol
di buku-bukunya.
4
Bunga majemuk terletak dalam malai besar, 40 cm × 40 cm atau lebih besar,
berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak
di ujung ranting; jauh di puncak tajuk pohon. Taju mahkota 6−7 buah, keputih-
putihan, 8 mm. Berumah satu.
Buah berbentuk bulat agak gepeng berukuran 0.5–2.5 cm berambut kasar
dengan inti tebal, berbiji 2−4, tetapi umumnya hanya satu kecambah yang tumbuh
dalam kegiatan penyemaian. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga
yang melembung menyerupai balon kecil.
2.1.2 Tempat Tumbuh
Jati tumbuh subur pada daerah beriklim tropis yang panas serta lembab
dengan curah hujan 1200−2500 mm/tahun (Sastrosumarto dan Suhaendi 1985
dalam Wibowo 2005). Jati akan tumbuh lebih baik pada tekstur tanah dengan
fraksi lempung, lempung berpasir, atau pada lahan liat berpasir. Habitus jati
merupakan pohon dengan diameter dan tinggi yang cukup besar, oleh karena itu
tanaman ini membutuhkan solum tanah yang dalam untuk pertumbuhan akarnya
dengan sifat keasaman tanah (pH) optimum pada 6. Toleransi jati terhadap pH
tanah termasuk tinggi karena jati masih bisa tumbuh dengan baik pada pH 4−5.
Tanaman jati membutuhkan tanah dengan porositas dan drainasi yang baik untuk
pertumbuhannya dalam hal penyerapan hara karena jati termasuk jenis yang
sensitif terhadap rendahnya nilai pertukaran oksigen dalam tanah (Sumarna 2003).
Jati juga dikenal dengan julukan “calciolus tree species” karena jati
memerlukan unsur kalsium dengan jumlah yang relatif besar untuk pertumbuhan
dan perkembangannya. Hal ini telah dibuktikan dari hasil penelitian dengan
menganalisis abu jati yang kemudian ditemukan unsur-unsur yang paling banyak
terkandung pada kayu jati yaitu Kalsium (CaO) dengan kadar 31,3%, Pospor
(P2O5) dengan kadar 29,7%, dan Silika (SiO2) dengan kadar 25% (Sarjono 1984
dalam Wibowo 2005). Hal ini kemudian diperkuat dengan argumen Sumarna
(2003) bahwa unsur hara makro yang penting dalam mendukung pertumbuhan jati
adalah:
1. Kalsium (Ca) yang berperan mendukung pertumbuhan meristem batang dan
merupakan elemen pembentukan dinding sel. Jati yang ditanam di lahan yang
5
memiliki kandungan kalsium rendah (8,18%−9,27%) menunjukkan
pertumbuhan yang kurang baik.
2. Pospor (P) yang dibutuhkan jati berkisar antara 0,022%−0,108% atau setara
dengan 19−135 mg/100g di dalam tanah. Jati akan cepat menggugurkan daun
jika kekurangan pospor sehingga proses fotosintesis akan terganggu.
3. Kalium (K) dibutuhkan oleh jati pada permukaan atas berkisar antara
0,54%−1,80% (45−625 ppm/100g) dan pada permukaan bawah antara
0,4%−1,13% (113−647 ppm/100g).
4. Nitrogen (N) dengan kadar 0,072%−0,13% pada permukaan tanah dan sekitar
0,0056%−0,05% pada permukaan bawah. Rata-rata nitrogen yang dibutuhkan
oleh jati adalah sekitar 0,0039%.
2.1.3 Jati Unggul Nusantara (JUN)
Jati Unggul Nusantara merupakan salah satu merk dagang jati dengan sifat
yang unggul serta memiliki kemampuan tumbuh yang lebih cepat jika
dibandingkan dengan jati lokal yang selama ini dikenal oleh masyarakat luas.
Merk dagang jati unggul yang lain disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Beberapa merek dagang jati unggul yang telah beredar di pasar (Irwanto 2006)
No Nama Dagang Produsen Materi Asal
1 Jati Plus Perhutani Perum Perhutani Jawa
2 Jati Super PT Monfori Thailand
3 Jati Emas PT Katama Suryabudi Birma
4 Jati Unggul PT Bumindo Jawa
5 Jati Unggul Lamongan KBP Lamongan Thailand
6 Jati Kencana PT Dafa Teknoagro Mandiri Jawa
Perkembangan pengetahuan dan ilmu rekayasa genetik (pemuliaan pohon)
telah menjawab kegelisahan pasar akan semakin berkurangnya pasokan jati akibat
siklus tebang jati yang sangat lama. Hasil dari penelitian serta percobaan dalam
pemuliaan pohon telah menghasilkan beberapa jenis jati unggul yang memiliki
daur pendek, yaitu dapat di panen mulai umur ±15 tahun, serta memiliki batang
silindris yang lurus dengan sedikit cabang. Berbeda dengan jati yang ditanam
masyarakat pada umumnya, yang biasanya dikecambahkan dari biji, jati dengan
kemampuan super ini dibiakkan dengan cara vegetatif (stek pucuk ataupun kultur
jaringan).
6
Indukan yang akan diklon untuk menghasilkan jati unggul merupakan jati
terbaik yang sebelumnya telah dilakukan seleksi terhadap beberapa jati pada suatu
tegakan yang memiliki keunggulan dalam hal sifat fisik daripada populasi jati
yang ada. Salah satu hasil dari program pemuliaan Perhutani sejak tahun 1982
adalah diperolehnya klon unggulan yakni JPP (Jati Plus Perhutani), setelah
sebelumnya dilakukan tes di lapangan pada beberapa lokasi dengan menerapkan
sistem silvikultur intensif. JPP dikembangkan melalui stek pucuk, kultur jaringan,
dan dengan menggunakan biji yang berasal dari kebun benih klonal. Jati Unggul
Nusantara (JUN) merupakan hasil dari pembiakan vegetatif dari JPP.
2.2 Uji Klon
Perbanyakan yang dilakukan secara vegetatif atau aseksual (stek, kultur
jaringan, dll) merupakan salah satu usaha untuk mempertahankan suatu sifat
anakan yang diinginkan dari induknya. Menurut Finkeldey (2005) perbanyakan
aseksual mempunyai arti khusus untuk mengekalkan sifat genotip, populasi atau
jenis dari bahaya kepunahan.
Pertumbuhan dari suatu tanaman tidak lepas dari pengaruh lingkungan. Oleh
sebab itu interaksi genetik dengan lingkungannya sangat mempengaruhi fenotip
suatu tanaman. Uji coba lapangan dilakukan secara periodik untuk mengetahui
sifat-sifat yang mempengaruhi performa tanaman uji di lapangan. Sifat-sifat yang
diamati biasanya berhubungan dengan karakter pertumbuhan (tinggi dan
diameter) serta daya sintas atau daya hidup.
Data yang didapatkan dari penelitian yang berturut-turut, lama-kelamaan akan
menunjukkan suatu konsistensi pertambahan pertumbuhan. Konsistensi
pertumbuhan suatu sifat yang diamati inilah yang disebut dengan repeatability
(Tunner & Young 1969 dalam Carvalho dan Cruz 2003).
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian uji pertumbuhan klon JUN ini dilakukan pada Desember 2011
sampai Juli 2012 dan bertempat di lahan kerjasama antara KPWN dengan
Fakultas Kehutanan IPB di Desa Sukatani, Kecamatan Sukatani, Kabupaten
Purwakarta, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada empat tapak mikro (microsite)
dengan kondisi umum seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kondisi umum tapak mikro (microsite)
Microsite Tanaman Sela oleh Petani Penggarap Kesuburan Lahan Jumlah Petani
Penggarap
1 Padi Ladang, Cabai, Talas Keadaan lahan pada
lokasi ini cenderung
kurang subur namun
masih memenuhi
persyaratan tumbuh
yang baik untuk jati kecuali pada unsur Ca
(Yunus 2011)
3
2 Padi Ladang 3
3 Jahe, Jagung, Padi Ladang, Kacang
Tanah
3
4 Jahe, Kacang tanah, Kacang Koro 4
3.2 Alat dan Bahan
Penelitian ini dilakukan pada tanaman klon JUN berumur 15 bulan dengan 41
klon JUN dan 1 jati lokal sebagai kontrol (bibit jati dari Purwakarta). Alat dan
bahan yang digunakan dalam pengambilan serta pengolahan data lapangan
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Alat dan bahan penelitian
Jenis Pengambilan Data Lapangan Pengolahan Data
Alat Kaliper, galah berskala metrik,
kamera, alat tulis
Komputer, Microsoft Excel, dan
software SAS v9.0 portable Bahan Tally sheet -
3.3 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian pada penelitian uji klon ini menggunakan Rancangan
acak lengkap berblok/Randomized Complete Block Design (RCBD). Penelitian ini
terbagi dalam 4 replikasi dan ditanam dalam 4 tapak mikro (microsite) serta
masing-masing 4 bibit JUN dalam setiap baris (4 tree plot). Kondisi 4 tapak mikro
(TM) adalah sebagai berikut:
1. TM#1 : jarak tanam 3x4 m dengan pupuk dasar 3 kg.
2. TM#2 : jarak tanam 3x4 m dengan pupuk dasar 5 kg.
3. TM#3 : jarak tanam 5x2 m dengan pupuk dasar 3 kg.
8
4. TM#4 : jarak tanam 5x2 m dengan pupuk dasar 5 kg.
Pupuk dasar yang dipakai dalam penelitian ini adalah pupuk kandang. Pupuk
dasar diberikan pada setiap lubang tanam sebelum kegiatan penanaman. Selain itu
diberikan juga kapur pertanian dan dolomit sebanyak 300 g pada setiap lubang
tanam berukuran 30x30x30 cm. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.
Peta penyebaran pohon tersaji pada Lampiran 1.
Gambar 1 Peta sketsa lokasi penelitian (Yunus 2011)
3.4 Pengambilan dan Pengolahan Data
Variabel yang diambil pada penelitian ini adalah berupa tinggi pohon (T),
diameter pohon (D), dan daya sintas (DS) atau daya hidup pohon umur 0 bulan
sampai 15 bulan. Tinggi tanaman diukur dengan galah berskala metrik dari
pangkal batang hingga titik tumbuh apikal. Diameter tanaman diukur 40 cm dari
pangkal batang (Susanto et al. 2008). Daya sintas dihitung berdasarkan jumlah
9
klon yang hidup dalam setiap tree plot mulai dari umur 0 bulan sampai 15 bulan.
Nilai persen daya sintas dihitung dengan rumus (Yunus 2011):
%DS = 𝑇ℎ
𝑇𝑑 x 100%
Keterangan : DS = Daya sintas
Th = Tanaman hidup
Td = Jumlah tanaman total dalam tree plot
Kemudian untuk analisis lebih lanjut dengan analisis ragam, nilai daya sintas
disederhanakan dengan rumus (Yunus 2011):
DS = arcsin %𝐷𝑆
Data hasil pengukuran tinggi, diameter, dan daya sintas dianalisis ragamnya
dengan model linear (Zhang et al. 2003; Yu dan Pulkkinen 2003):
Χijkl = µ + Cj + Mk + CjMk + εijkl
Keterangan:
Χijkl = variabel yang diukur µ = rata-rata
Cj = efek klon ke-j; j=1,2,3,....,42
Mk = efek lokasi ke-k; k=1,2,3,4 Cj Mk = efek interaksi antara klon ke-j dan lokasi ke-k
Εijkl = galat
Komponen ragam dihitung dengan expected mean square yang dihasilkan dengan
rumus PROC GLM; RANDOM TEST (SAS Institute Inc. 2004).
Repeatability diestimasi dari manipulasi aljabar dari ragam (Zhang et al.
2003; Yu dan Pulkkinen 2003):
𝑅𝑐2 =
𝜎𝑐2
𝑘2𝜎𝑐2
𝑘2+
𝑘1𝜎𝑚𝑥𝑐2
𝑘2+
𝜎𝑒2
𝑘2
Keterangan :
𝑅𝑐2 = Repeatability
𝜎𝑐2 = Ragam klon
𝜎𝑚𝑥 𝑐2 = Ragam interaksi antara klon dengan tapak mikro
𝜎𝑒2 = Ragam error
𝑘1 = Koefisien yang berhubungan dengan ragam tapak mikro*klon
𝑘2 = Koefisien yang berhubungan dengan ragam klon
10
Standar error untuk repeatability diestimasi dengan rumus (Zhang et al. 2003; Yu dan
Pulkkinen 2003):
SW(𝑅𝑐2) =
2(1−𝑅𝑐2)2[1+ 𝑘2−1 𝑅𝑐
2]2
𝑘2 𝑘2−1 (𝑁−1)
Keterangan:
SW(𝑅𝑐2) = Standar error repeatability
𝑅𝑐2 = Repeatability
𝑘1 = Koefisien yang berhubungan dengan ragam tapak mikro*klon
𝑘2 = Koefisien yang berhubungan dengan ragam klon
N = Jumlah klon
Korelasi genetik antar sifat klon dihitung dengan menggunakan rumus (Zhang et al.
2003):
𝑟𝐴(𝑥 ,𝑦) = 𝜎𝑐(𝑥 ,𝑦)
𝜎𝑐(𝑥)2 𝜎𝑐(𝑦)
2
Keterangan:
𝑟𝐴(𝑥 ,𝑦) = Korelasi klonal antara sifat x dan y
𝜎𝑐(𝑥 ,𝑦) = Estimasi kovarian klonal antara x dan y
𝜎𝑐(𝑥)2 = Komponen klonal dari estimasi varian x
𝜎𝑐(𝑦)2 = Komponen klonal dari estimasi varian y
Dengan standar erornya dirumuskan dengan (Zhang et al. 2003):
𝜎 = 1 − 𝑟2
2 𝜎(𝑅𝑥
2)𝜎(𝑅𝑦2)
𝑅𝑥2𝑅𝑦
2
Keterangan:
𝜎 = Standar eror korelasi genetik
𝑟2 = Estimasi korelasi genetik
𝜎(𝑅𝑥2) = Repeatability karakter x
𝜎(𝑅𝑦2) = Repeatability karakter y
𝑅𝑥2 = Standar eror repeatability karakter x
𝑅𝑦2 = Standar eror repeatability karakter y
Korelasi genetik antar microsite antara dua sifat x dan y dapat diestimasi dengan rumus
(Zhang et al. 2003):
𝑟𝐵(𝑥 ,𝑦) = 𝑟𝑝(𝑥1,𝑦2)
𝑅𝑐(𝑥1)𝑅𝑐(𝑦2)
Keterangan:
𝑟𝑝(𝑥1,𝑦2) = Koefisien korelasi fenotipe antara x (pada tapak mikro 1) dan y (pada
tapak mikro 2)
11
𝑅𝑐(𝑥1) = Akar dari repeatability x pada tapak mikro 1
𝑅𝑐(𝑦2) = Akar dari repeatability y pada tapak mikro 2
Hubungan korelasi fenotipik antara variabel pertumbuhan dihasilkan dari PROC CORR
(Sas Institute Inc. 2004).
Pada penelitian ini, diasumsikan bahwa proporsi seleksi yang akan dilakukan
adalah sebesar 61% yaitu sekitar 25 dari 41 klon yang ada dengan intensitas seleksi
sebesar 0,617 (Becker 1992). Pendugaan perolehan genetik pada sifat y berdasarkan
seleksi klon pada sifat x dihitung dengan rumus (Falconer 1981):
ΔG = 𝑖𝑅𝑥𝜎𝑦𝑟𝑥𝑦
Keterangan:
ΔG = Perolehan genetik
𝑖 = Intensitas seleksi
𝑅𝑥 = Akar repeatability untuk sifat x
𝜎𝑦 = Standar deviasi klonal untuk sifat y
𝑟𝑥𝑦 = Korelasi genetik antara sifat x dan sifat y
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keragaman Sifat Pertumbuhan dan Taksiran Repeatability
Penelitian tentang klon JUN hasil perkembangbiakan vegetatif ini
dilakukan untuk mendapatkan performa pertumbuhan serta menaksir nilai
repeatability dari setiap tapak mikro. Tabel 3 menyajikan nilai koefisien
keragaman serta pertumbuhan maksimal dan minimal klon JUN pada 4 tapak
mikro.
Tabel 3 Nilai rata-rata variabel pertumbuhan pada setiap tapak mikro
TM 1 TM 2
Mean Range CV % Mean Range CV %
D 3,50 ± 0,04 0,2 – 6,19 29,69 3,36 ± 0,04 0,6 – 7,03 30,04
T 343,66 ± 4,62 6 – 663 33,74 334,08 ± 4,53 14 – 733,5 34,69
DS 94,14 ± 0,02 50 – 100 14,59 91,47 ± 0,02 50 – 100 17,13
TM 3 TM 4
Mean Range CV % Mean Range CV %
D 3,48 ± 0,04 0,09 – 6,95 30,35 3,38 ± 0,04 0,21 – 7,64 33,31
T 349,65 ± 4,22 58,5 – 672 32,08 325,80 ± 4,49 5,8 – 710 39,22
DS 96,56 ± 0,01 75 – 100 10,36 93,13 ± 0,02 0 – 100 16,91
TM=tapak mikro; D=diameter; T=tinggi; DS=daya sintas
Tabel 3 menunjukkan pertambahan diameter tertinggi klon JUN pada
umur 15 bulan adalah sebesar 7,64 cm yaitu pada tapak mikro 4. Demikian juga
dengan pertambahan tinggi klon JUN yang mencapai 7,33 meter. Koefisien
keragaman pada setiap tapak mikro menunjukkan angka <50% yang menunjukkan
bahwa keragaman pertumbuhan tinggi dan diameter klon JUN umur 15 bulan ini
rendah. Semakin rendah nilai koefisien keragaman menunjukkan bahwa tinggi
dan diameter klon JUN relatif seragam. Hasil untuk karakter daya sintas, keempat
tapak mikro menunjukkan performa yang baik yang ditunjukkan dengan rataan
daya sintas yang bernilai >90%. Menurut Na’iem (2004) dalam Mahfuz et al.
(2010) nilai daya sintas sebesar 90% sudah termasuk indikator yang baik dalam
pertanaman uji, karena faktor lingkungan dianggap sudah sesuai dengan jenis
pohon pertanaman uji.
Hasil dari taksiran repeatability terhadap diameter, tinggi, dan daya sintas
disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa variabel klon memiliki
andil yang tinggi terhadap pertumbuhan diameter dan tinggi JUN pada umur 15
13
bulan. Hal ini ditunjukkan oleh persentase keragaman klon yang lebih tinggi
daripada tapak mikro dan interaksi antara klon dengan tapak mikro. Pernyataan
tersebut juga diperkuat dengan nilai repeatability karakter tinggi dan diameter
yang besar. Nilai repeatability menunjukkan seberapa besar klon/faktor genetik
berpengaruh terhadap pertumbuhan suatu tanaman.
Tabel 4 Analisis ragam, komponen ragam (%), dan repeatability
Source DF Type III SS
Mean
Square
F
Value Pr > F
%
%
variance 𝑅𝑐2
Diameter
0,855 ± 0,028
TM 3 7,12 2,37 2,48 0,0591tn 0,10
Klon 41 440,63 10,75 11,25 <,0001** 12,37
TM x klon 123 191,39 1,56 1,63 <,0001** 3,20
Error 2635 2516,71 0,96
84,32
Tinggi 0,729 ± 0,044
TM 3 200445,3 66815,10 5,22 0,0014** 0,48 Klon 41 3032375,8 73960,38 5,78 <,0001** 5,83
TM x klon 123 2464105,7 20033,38 1,57 <,0001** 3,09 Error 2633 33685622 12793,63
90,60
DS 0,044 ± 0,022
TM 3 0,595 0,198 4,09 0,0069** 1,74
Klon 41 2,038 0,050 1,03 0,4303tn 0,27
TM x klon 123 5,845 0,048 0,98 0,5444tn -0,46
Error 542 26,275 0,048 98,45
**= sangat nyata pada taraf 1%; tn= tidak nyata; TM=tapak mikro; DS=daya sintas
Peranan tapak mikro terhadap tinggi juga menunjukkan pengaruh yang
sangat nyata pada taraf 1% namun tidak demikian dengan pengaruhnya terhadap
diameter. Hal ini diduga terjadi karena kecenderungan pohon muda akan tumbuh
ke atas (tinggi) terlebih dahulu sebelum melakukan pertumbuhan ke samping
(diameter). Namun demikian, interaksi antara klon dengan tapak mikro-nya
menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata terhadap diameter dan tinggi
JUN. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan pohon tidak hanya dipengaruhi
oleh genetik atau lingkungan semata, namun perpaduan atau interaksi antara
genetik dengan lingkungan (Kramer dan Kozlowski dalam Sofyan et al. 2011).
Matheson dan Raymond (1984) dalam Sofyan et al. (2011) menyatakan bahwa
penelitian yang menggunakan materi dari perbanyakan vegetatif akan seringkali
menghasilkan interaksi yang sangat kuat antara klon dengan lingkungannya.
14
Kondisi tapak mikro menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap daya
sintas JUN. Variabel klon serta interaksi klon dengan tapak mikro belum
menunjukkan pengaruh yang nyata untuk karakter daya sintas di lapangan.
Variabel klon serta interaksi antara klon dengan tapak mikro tidak menunjukkan
pengaruh yang nyata terhadap daya sintas JUN. Hal ini diduga berhubungan
dengan perawatan lahan JUN oleh petani penggarap yang berbeda-beda sehingga
mengakibatkan tempat tumbuh jati yang beragam. Pengolahan lahan yang intensif
oleh petani penggarap membuat unsur hara yang ada di dalam tanah menjadi lebih
kaya karena asupan nutrisi yang ditujukan pada tanaman pertanian secara tidak
langsung berpengaruh pada pertumbuhan JUN. Pernyataan ini diperkuat oleh
argumen Seldbourne (1972) dalam Sofyan et al. (2011) yang menyatakan bahwa
faktor lingkungan edafis memberikan pengaruh yang lebih kuat jika dibandingkan
dengan faktor klimatis.
Ragam error/kesalahan dalam penelitian ini cukup besar yakni lebih dari
80%. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya heterogenitas lingkungan tempat
tumbuh JUN. Hal yang sama juga terjadi pada penelitian Yu dan Pulkkinen
(2003) pada penelitian klon hibrid Populus spp. umur 3 tahun yang memiliki
keragaman error berkisar 80%. Penelitian Yu dan Pulkkinen (2003) memiliki
keragaman tempat tumbuh berupa tipe lahan yaitu lahan pertanian dan kehutanan.
Burdon (1977) dalam Yu dan Pulkkinen (2003) menyatakan bahwa seharusnya
perhatian yang utama ditujukan pada faktor lingkungan daripada faktor genetik itu
sendiri untuk pertanaman uji karena karakter lingkungan menjadi sangat penting
apakah dapat menjadi lokasi yang baik dalam pertanaman uji ataukah tidak. Pada
lokasi penelitian ini, lahan yang kini digunakan untuk uji klon diduga beragam.
Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya tunggak-tunggak pohon bekas
penebangan pada beberapa tempat di salah satu tapak mikro (Gambar 2),
sedangkan pada tapak mikro yang lain tidak ditemukan tunggak-tunggak pohon.
Hal ini diduga terdapat perbedaan kegunaan lahan, yaitu pertanian dan
perkebunan. Namun demikian standar eror repeatability yang dihasilkan pada
masing-masing karakter menunjukkan nilai yang sangat kecil yaitu 0,028 untuk
karakter diameter; 0,044 untuk karakter tinggi; serta 0,022 untuk karakter daya
sintas. Menurut Mathew dan Vasudeva (2003) nilai standar eror yang sangat kecil
15
mengindikasikan bahwa nilai kepercayaan untuk taksiran repeatability yang
didapat sangat kuat.
Gambar 2 Trubusan pohon bekas tebangan (lingkaran merah) pada tapak mikro 1 dan 2
Repeatability menunjukkan konsistensi dari klon-klon JUN terhadap
performa tumbuhnya. Repeatability dianggap sedang jika berkisar antara 0,4−0,6
sedangkan untuk nilai repeatability kurang dari 0,4 dianggap rendah dan lebih
dari 0,6 dianggap tinggi. Nilai repeatability yang disajikan pada Tabel 4
menunjukkan nilai yang tinggi yakni 0,86 untuk pertumbuhan diameter serta 0,73
untuk pertumbuhan tinggi. Nilai repeatability berpengaruh pada korelasi genetik
antar beberapa sifat, semakin besar nilai repeatability maka nilai korelasi juga
akan semakin tinggi. Nilai repeatability juga menunjukkan kemungkinan
pertumbuhan pada generasi selanjutnya akan mirip atau tidak dengan indukannya
jika ditanam pada kondisi tempat tumbuh serta perlakuan yang sama.
Nilai repeatability pada setiap tapak mikro disajikan dalam Tabel 5. Nilai
repeatability pada Tabel 5 memperlihatkan nilai rata-rata yang tinggi untuk
karakter diameter yaitu 0,770 dan bernilai sedang pada karakter tinggi yaitu
bernilai 0,592. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa karakter tinggi memiliki
tingkat sensitif yang lebih tinggi daripada karakter diameter. Nilai repeatability
untuk daya sintas menunjukkan nilai yang sangat kecil. Hal ini disebabkan nilai
repeatability pada tapak mikro 1, 2, dan 3 tidak dapat diestimasi karena ragam
eror pada saat pengolahan data yang sangat tinggi (Lampiran 2). Hal ini membuat
proses penghitungan untuk taksiran repeatability bernilai negatif.
16
Tabel 5 Taksiran nilai repeatability pada setiap tapak mikro
Tapak mikro Repeatability
Diameter Tinggi Daya Sintas
1 0,760±0,043 0,629±0,055 -
2 0,693±0,050 0,236±0,049 -
3 0,822±0,034 0,781±0,039 -
4 0,806±0,036 0,723±0,046 0,393±0,078
Rata-rata 0.770 0.592 0.098
Tabel 5 memperlihatkan hasil yang paling kecil untuk repeatability
karakter tinggi pada tapak mikro 2 yaitu sebesar 0,236. Hal ini disebabkan faktor
genetik (klon) pada tapak mikro 2 belum menunjukkan pengaruh yang nyata
terhadap pertumbuhan tinggi JUN (Lampiran 3), sedangkan pada tapak mikro
yang lain, terlihat bahwa faktor genetik (klon) berpengaruh sangat signifikan pada
pertumbuhan JUN. Kecilnya nilai repeatability pada tapak mikro diduga karena
serangan hama penggerek pucuk pada tapak mikro 2 paling besar jika
dibandingkan dengan tapak mikro yang lain berdasarkan uji Duncan (Lampiran
3). Serangan hama penggerek pucuk membuat nilai tinggi beberapa klon JUN
yang terserang di lapangan menjadi kecil.
4.2 Korelasi antar variabel pertumbuhan
Penelitian klon JUN pada umur 15 bulan juga mengamati korelasi antara 2
sifat dalam pertumbuhan. Dua sifat yang berbeda dari suatu populasi yang diukur
memungkinkan adanya korelasi antara keduanya (White et al. 2009). Tabel 6
menyajikan korelasi antar ketiga variabel yang diukur. Nilai-nilai yang berada di
atas diagonal menunjukkan korelasi genetik dan nilai-nilai yang berada di bawah
diagonal menunjukkan korelasi fenotipik. Korelasi fenotipik merupakan korelasi
yang terjadi pada interaksi faktor genetik dengan lingkungan, sedangkan korelasi
genetik merupakan korelasi yang terjadi pada faktor genetik antara 2 sifat yang
diukur (Isik 2009). Korelasi genetik dalam pendugaan nilai korelasi juga dihitung
karena menurut White et al. (2009) korelasi antar dua sifat yang berbeda mungkin
disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan, sehingga dalam penelitian ini
korelasi genetik juga dihitung untuk mengetahui apakah faktor genetik dari klon
17
JUN tersebut memiliki korelasi untuk pertumbuhan 2 sifat yang berbeda. Menurut
Williams et al. (2002) korelasi genetik yang dihitung dapat digunakan untuk
memprediksi respon pada saat dilakukannya penjarangan atau seleksi, membantu
prediksi respon suatu sifat yang sulit diukur dengan menggunakan sifat lain yang
mudah diukur, memprediksi respon terhadap seleksi di lokasi satu dengan lokasi
yang lain, dan untuk memaksimalkan keunggulan dari sifat tertentu yang dipilih
pada waktu yang sama melalui indeks seleksi yang dibangun menggunakan
korelasi genetik dan heritabilitas.
Tabel 6 Korelasi fenotipik (bawah diagonal) dan genotipik (atas diagonal)
Diameter Tinggi Daya Sintas
Diameter *** 0,884 0,056
Tinggi 0,801 *** 0,070
Daya Sintas 0,002 0,005 ***
***=garis diagonal
Tabel 6 menyajikan korelasi genetik antara tinggi dan diameter sebesar
0,884 sedangkan untuk korelasi fenotipik antara tinggi dan diameter sebesar
0,801. Nilai tersebut memperlihatkan korelasi yang kuat antara tinggi dan
diameter. Hal ini berarti semakin besar diameter batang klon JUN, semakin besar
pula nilai tinggi dari klon JUN tersebut. Korelasi antara daya sintas dengan tinggi
maupun dengan diameter menunjukkan angka yang kecil, yang berarti bahwa
pertumbuhan tinggi serta diameter pohon masih belum diimbangi dengan daya
hidup klon JUN di lapangan. Daya sintas suatu tanaman di lapangan dipengaruhi
oleh kemampuan adaptasi tanaman terhadap lingkungan. Selain kemampuan
adaptasi, serangan hama dan penyakit juga sangat berpengaruh kepada daya sintas
tanaman di lapangan. Hasil korelasi pada Tabel 6 nantinya akan digunakan
sebagai patokan dalam kegiatan seleksi (Sofyan et al. 2011). Keputusan untuk
melakukan seleksi dilihat dari hasil terbesar yang ditunjukkan pada Tabel 6,
dalam hal ini karakter tinggi bisa menjadi dasar kegiatan seleksi. Kesimpulan ini
didapat dari hasil korelasi antara tinggi dengan daya sintas (0,070) lebih tinggi
daripada korelasi diameter dengan daya sintas (0,056), karena dengan hanya
memprioritaskan karakter tinggi JUN maka akan diikuti perbaikan dari karakter
daya sintas dan diameter (Sofyan et al. 2011). Namun jika dilihat hasil pada
penelitian sebelumnya pada umur 6 bulan hingga 15 bulan, korelasi genetik yang
18
dihasilkan belum stabil. Oleh sebab itu perlu adanya kajian mengenai korelasi
genetik pada tahun-tahun berikutnya agar mendapatkan hasil yang maksimal.
Kerangka penyebaran untuk korelasi fenotipik dapat dilihat dalam Gambar 3.
Gambar 3 Kerangka penyebaran korelasi fenotipik
Kekokohan batang yang dihitung merupakan perbandingan antara tinggi
total dengan diameter batang (Jayusman 2005 dalam Hidayah 2011). Kekokohan
batang menunjukkan keseimbangan pertumbuhan antara tinggi dengan diameter.
Semakin tinggi nilai kekokohan batang, maka pertumbuhan JUN di lapangan
semakin tidak seimbang. Korelasi antara kekokohan batang dengan daya sintas
dihitung untuk mengetahui seberapa besar pengaruh ukuran bibit terhadap daya
hidup di lapangan. Gambar 3 menunjukkan kekokohan batang yang optimal untuk
kemampuan hidup JUN di lapangan ialah ±100.
y = 95.34x + 10.46
R² = 0.744
0
100
200
300
400
500
600
700
800
0 5 10
Tin
ggi (
cm)
Diameter (cm)
y = -0.013x2 + 2.170x +
10.66
R² = 0.435
0
20
40
60
80
100
120
140
160
0 50 100
Kek
okoh
an b
atan
gDaya sintas (%)
y = 0.020x + 1.479
R² = 0.147
0
2
4
6
8
0.0 50.0 100.0
Dia
met
er (cm
)
Daya sintas (%)
y = 2.099x + 137.1
R² = 0.132
0
200
400
600
800
0.0 50.0 100.0
Tin
gg
i (m
)
Daya sintas (%)
19
Selain menghitung korelasi antar dua sifat klon JUN, dalam penelitian ini
juga dihitung korelasi genetik antar tapak mikro. Tabel 7 menyajikan korelasi
genetik antar tapak mikro yang diukur.
Tabel 7 Korelasi genetik antar tapak mikro
Korelasi
Diameter Tinggi
Tapak mikro 1 - 2 0,293 0,582
Tapak mikro 1 - 3 0,227 0,225
Tapak mikro 1 - 4 0,144 0,224
Tapak mikro 2 - 3 0,241 0,216
Tapak mikro 2 - 4 0,210 0,436
Tapak mikro 3 - 4 0,189 0,135
Rata-rata 0.217 0.303
Korelasi genetik yang dihasilkan antar tapak mikro menunjukkan korelasi
yang lemah (digambarkan dengan nilai korelasi yang rendah). Korelasi genetik
antar tapak mikro ini menunjukkan bahwa kekuatan hubungan keeratan antar
tapak mikro yang diukur sangat lemah. Hal ini berarti bahwa antara tapak mikro
satu dengan yang lainnya belum ada hubungan yang mempengaruhi pertumbuhan
tinggi dan diameter JUN yang diukur.
4.3 Implikasi pada pemuliaan pohon
Uji Duncan dilakukan untuk melihat pengaruh tapak mikro atau klon
terhadap pertumbuhan pohon setelah dilihat sidik ragamnya untuk mengetahui
apakah antar tapak mikro atau antar klon berbeda atau tidak dalam hal
pertumbuhan. Tabel 8 menyajikan hasil uji beda Duncan terhadap keempat tapak
mikro.
Tabel 8 Rangking tapak mikro berdasarkan uji Duncan
Diameter (cm) Tinggi (cm) Daya sintas (%)
Tapak mikro mean Tapak mikro mean Tapak mikro Mean
1 3,5A 3 349,6A 3 96,6A
3 3,5AB 1 343,7AB 2 94,1AB
4 3,4BC 2 334,1BC 4 91,7B
2 3,4C 4 325,8C 1 91,5B
Nilai mean (rata-rata) dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
20
Pada Tabel 8 di atas memperlihatkan tapak mikro terbaik adalah tapak
mikro 1 untuk diameter dan tapak mikro 3 untuk tinggi. Tapak mikro 1 dan 3
konsisten pada urutan pertama dan kedua pada variabel tinggi dan diameter. Hal
ini diduga disebabkan pengelolaan lahan oleh petani pada tapak mikro 1 dan 3
sudah baik jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya umur 6 bulan oleh
Yunus (2011). Jika dilihat kondisi lapangan tapak mikro 1 dan 3 mayoritas telah
bersih dari gulma, sedangkan pada tapak mikro 2 dan 4 masih ada lahan yang
belum digarap oleh petani sehingga banyak tumbuh gulma yang bisa mengganggu
pertumbuhan JUN. Gambar 4 menunjukkan lokasi pada keempat tapak mikro.
Gambar 4 Penampakan lokasi pada: A) tapak mikro 1, B) tapak mikro 2, C) tapak mikro
3, D) tapak mikro 4
Pada penelitian sebelumnya oleh Yunus (2011) rangking tapak mikro
terbaik adalah tapak mikro 2. Tapak mikro 2 merupakan tapak mikro dengan
perlakuan pemberian pupuk dasar sebesar 5 kg per lubang tanam. Diduga
pengaruh pupuk dasar ini hanya untuk pertumbuhan awal tanaman jati pada tapak
mikro, sehingga pada penelitian JUN pada umur 6 bulan pengaruh pupuk dasar
tersebut masih terlihat. Penelitian pada umur 15 bulan ini lebih berpengaruh
kepada pemeliharaan lahan oleh petani serta respon klon terhadap lingkungannya.
Selain rangking tapak mikro, rangking klon juga dihitung untuk
mengetahui klon yang memiliki performa paling baik hingga umur 15 bulan. Klon
bernomor 1 sampai 42 dibuat untuk menandai nama-nama klon yang diteliti.
Sepuluh besar klon terbaik disajikan pada Tabel 9.
(A) (B)
(C) (D)
21
Tabel 9 Rangking sepuluh besar klon-klon terbaik untuk pertumbuhan diameter,
tinggi, dan daya sintas
Diameter (cm) No
Klon
Tinggi (cm) No
Klon
Daya Sintas (%) No
Klon Rangking
Mean (cm)
Σ Klon
Mean (cm)
Σ Klon
Mean (%)
Σ Klon
1 4,189 70 35 399,71 67 4 100,00 15 40
2 4,127 68 6 380,04 66 17 97,92 16 37
3 4,118 66 17 379,48 68 11 97,92 16 7
4 4,083 68 13 376,51 67 22 97,92 16 34
5 3,958 67 28 376,09 63 16 97,92 16 21
6 3,958 67 22 374,44 68 6 97,92 16 38
7 3,949 64 3 373,60 68 13 97,92 16 26
8 3,818 68 11 371,14 62 18 97,62 14 3
9 3,804 62 18 369,19 70 35 96,87 16 17
10 3,794 67 4 367,59 64 3 96,87 16 13
4.4 Estimasi Perolehan Genetik
Estimasi perolehan genetik dan pendugaan respon pertumbuhan klon JUN
berumur 15 bulan disajikan pada Tabel 10. Perolehan genetik merupakan respon
dari adanya seleksi, sedangkan proses seleksi didasarkan pada prinsip bahwa nilai
genetik dari rata-rata individu terseleksi lebih baik daripada nilai genetik rata-rata
seluruh individu dalam populasi (Leksono et al. 2007).
Tabel 10 Rata-rata pertumbuhan dan Estimasi perolehan genetik (%)
Kriteria seleksi
Tapak mikro 1 Tapak mikro 2
D (cm) T (cm) DS (%)
D (cm) T (cm) DS (%)
D (cm) 0,50 (14,55) 0,46 (13,43) .
0,45 (13,27) 0,28 (8,22) .
T (cm) 56,52 (16,73) 46,13 (13,66) .
53,97 (15,98) 17,31 (5,12) .
DS (%) 0,43 (0,45) 0,48 (0,51) . 0,41 (0,43) 0,29 (0,31) .
Tapak mikro 3
Tapak mikro 4
D (cm) 0,54 (15,74) 0,51 (14,96) .
0,53 (15,44) 0,49 (14,39) 0,02 (0,67)
T (cm) 58,78 (17,40) 57,28 (16,96) .
58,21 (17,23) 53,03 (15,70) 3,17 (0,94)
DS (%) 0,44 (0,47) 0,53 (0,57) . 0,44 (0,47) 0,51 (0,55) 3,44 (3,67)
Nilai perolehan genetik ditulis dalam tanda kurung; D=diameter; T=tinggi; DS=daya
sintas
Estimasi perolehan genetik merupakan nilai kuantitatif dari respon sebuah
populasi terhadap seleksi yang dilakukan pada populasi tersebut. Perolehan
genetik berkaitan erat dengan nilai repeatability dari masing-masing karakter.
Semakin besar nilai repeatability sebuah karakter maka nilai dari perolehan
genetik juga akan semakin besar.
22
Hasil pada Tabel 10 menunjukkan kemungkinan jika dilakukan seleksi
berdasarkan diameter maka respon yang dihasilkan terhadap tinggi berkisar
8,22−14,96%. Hasil yang didapatkan jika dilakukan seleksi berdasarkan tinggi
maka respon terhadap diameter berkisar 15,98−17,40%. Pernyataan ini
memperkuat argumen sebelumnya bahwa karakter tinggi bisa menjadi dasar
dalam proses seleksi.
V. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Kinerja dari 41 klon JUN berumur 15 bulan cukup beragam. Ada beberapa
klon yang menunjukkan pertumbuhan yang baik serta juga masih ada klon yang
belum menunjukkan pertumbuhan yang baik. Repeatability dari ketiga karakter
yang diukur cukup tinggi yaitu 𝑅𝑐2=0,85 untuk karakter diameter batang dan
𝑅𝑐2=0,73 untuk karakter tinggi pohon, namun repeatability pada karakter daya
sintas masih sangat rendah yaitu 𝑅𝑐2=0,04. Korelasi genetik antar karakter
diameter dengan tinggi menunjukkan korelasi yang sangat kuat yaitu bernilai
0,88. Namun nilai korelasi antara tinggi dan daya sintas sangat lemah yaitu 0,07
kemudian korelasi antara diameter dan daya sintas yaitu 0,06.
Pengaruh tapak mikro pada penelitian JUN berumur 15 bulan ini
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap karakter tinggi dan daya sintas,
namun tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap karakter diameter. Jarak
tanam yang diaplikasikan juga belum menunjukkan hasil yang konsisten jika
dibandingkan dengan penelitian sebelumnya.
5.2 Saran
Jika akan dilakukan seleksi awal, karakter tinggi dapat dijadikan acuan untuk
mendapat perolehan genetik yang lebih besar. Selain itu perlu referensi lain untuk
cara skoring dalam penghitungan daya sintas agar nilai ragam eror pada saat
pengolahan data tidak terlalu besar.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Bio Teak. 2011. Potensi pasar [terhubung berkala]. Http://www.jatibioteak.com
[10 Jul 2012].
Carvalho CGP, Cruz CD. 2003. Repeatability of traits evaluated in a split plot or
factorial experiment. J Crop Breeding and Applied Biotechnology 3:1-10.
Becker WA. 1992. Manual of Quantitative Genetics. USA: Academic Enterprises.
DEPHUT. 2008. Jati [terhubung berkala]. http://sim-rlps.dephut.go.id [10 Jul
2012].
Falconer RE. 1981. Introduction to Quantitative Genetics. London: Longman.
Finkeldey R. 2005. Pengantar Genetika Hutan Tropis. Djamhuri E, Siregar IZ,
Siregar UJ, Kertadikara AW, penerjemah. Gottingen: Institute of Forest
Genetics and Forest Tree Breeding. Terjemahan dari: An Introduction to
Tropical Forest Genetic.
Hidayah N. 2011. Daya sintas dan laju pertumbuhan rasamala (altingia excelsa
noronha), puspa (Schima wallichii (dc.) Korth.), dan jamuju (Dacrycarpus
imbricatus (blume) de laub.) pada lahan terdegradasi di hulu das cisadane.
[tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Irwanto. 2006. Usaha pengembangan jati [terhubung berkala].
http://www.irwantoshut.com [10 Jul 2012].
Isik F. 2009. FOR 728: Quantitative Forest Genetics Methods. USA: North
Carolina State University.
Leksono B, Nirsatmanto A, Setyo RW, Sofyan A. 2007. Uji perolehan genetik
kebun benih semai generasi pertama (F-1) jenis Acacia mangium di tiga
lokasi. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 4(1):1-67.
Lyngdoh N, Joshi G, Ravikanth G, Shaanker RU, Vasudeva R. 2010. Influence of
levels of genetic diversity on fruit quality in teak (Tectona grandis Linn.
f). Current Science 99(5):639-644.
Mahfuz, Na’iem M, Sumardi, Hardiyanto EB. 2010. Variasi pertumbuhan pada uji
keturunan merbau (Intsia bijuga O.Ktze) di Sobang, Banten. J Pemuliaan
Tanaman Hutan 4(3):157-165.
Mathew J, Vasudeva R. 2003. Variation in germination and early vigour among
half-sib families of teak (Tectona grandis) clones of karnataka. Di dalam:
Bhat KM, Nair KKN, Bhat KV, Muralidharan EM, Sharma JK, editor.
Proceedings of the International Conference on Quality Timber Products
of Teak from Sustainable Forest Management; Peechi, 2-5 Desember
2012. India: Kerala Forest Research Institute. hlm 372-378.
25
PERHUTANI. 2011. Jati plus perhutani (JPP) [terhubung berkala].
http://www.perumperhutani.com/produk-layanan/benih-dan-bibit/jati-plus-
perhutani/ [9 Jul 2012].
PT Setyamitra Bhaktipersada. 2011. Jati Unggul Nusantara (JUN) [terhubung
berkala]. http://www.jatijun.com [30 Juni 2012].
Sas Institute Inc. 2004. SAS/STAT® 9.1.3 Help and Documentation. USA: Sas
Institute Inc.
Sofyan A, Na’iem M, Sapto I. 2011. Perolehan genetik pada uji klon jati (Tectona
grandis L.f) umur 3 tahun di KHDTK Kemampo, Sumatera Selatan. J
Penelitian Hutan Tanaman 8(3):179-186
Sumarna. 2003. Budidaya Jati. Jakarta: Penebar Swadaya
Susanto M, Tibertius AP, Fujisawa Y. 2008. Wood genetic variation of acacia
auriculiformis at Wonogiri trial in Indonesia. Journal of Forestry Research
5(2):135-145.
White TL, Adam WT, Neale DB. 2009. Forest Genetics. Washington DC: CABI.
Wibowo A. 2005. Sejarah Pemuliaan Jati. Di dalam: Siswamartana S, Rosalina U,
Wibowo A, editor. Prosiding Seperempat Abad Pemuliaan Jati Perum
Perhutani;[waktu dan tempat tidak diketahui]. Jawa Barat: Pusat
Pengembangan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani. hlm 9-14.
Williams ER, Matheson AC, Harwood CE. 2002. Experimental Design and
Analysis for Tree Improvement Second Edition. Australia: CSIRO
Publishing.
Yunus EP. 2011. Respon pertumbuhan awal klon Jati Unggul Nusantara (JUN) di
Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.
Yu Q, Pulkkinen P. 2003. Genotype-environment interaction and stability in
growth of aspen hybrid clones. Forest Ecology and Management 173:25-
35.
Zhang SY, Yu Q, Chauret G, Koubaa A. 2003. Selection for both growth and
wood properties in hybrid clones. J Forest Science 49(6):1-8.
LAMPIRAN
26
Lampiran 1 Peta pohon di lapangan (tapak mikro 1 dan 2)
27
Lanjutan lampiran 1 Peta pohon di lapangan (tapak mikro 3 dan 4)
28
Lampiran 2 Sidik ragam daya sintas pada empat tapak mikro
Tapak Mikro Source DF Type III
SS Mean
Square Pr > F Ragam
% ragam
1
repl 3 0.107 0.0357 0.6545 -0.0008 -1.28
klon 41 1.976 0.0482 0.8730 -0.0047 -7.76
Error 114 7.515 0.0659
0.0659 109.03
0.0605 100.00
2
repl 3 0.339 0.1133 0.0703 0.0016 3.42
klon 41 1.647 0.0402 0.7126 -0.0017 -3.68
Error 121 5.687 0.0470
0.0470 100.26
0.0469 100.00
3
repl 4 0.095 0.0237 0.4503 -5.5E-05 -0.22
klon 41 0.900 0.0220 0.7097 -8.6E-04 -3.50
Error 132 3.380 0.0256
2.6E-02 103.71
2.5E-02 100.00
4
repl 4 0.988 0.2471 0.0010 0.0047 7.66
klon 41 3.425 0.0835 0.0154 0.0066 10.74
Error 161 8.162 0.0506
0.0506 81.60
0.0621 100.00
29
Lampiran 3 Rangking serangan hama dan tabel ANOVA serangan hama
Rangking Mean N Tapak Mikro
1 1.175A 251 2
2 1.149AB 141 1
3 1.086BC 105 3
4 1.054C 258 4
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
TM 3 1.499 0.500 4.91 0.0022
Klon 41 2.807 0.068 0.67 0.9417
TM*klon 108 10.654 0.099 0.97 0.5682
Error 602 61.231 0.102