PERBEDAAN EKSPRESI CYSTEIN ASPARTATE SPECIFIC PROTEASES-9
( CASPASE-9 ) PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING WHO TIPE 3
STADIUM III DAN IV
TESIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi
Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Biomedik
Oleh :
Rony D E Hariwaluyo
S. 500708022
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, peneliti :
Nama : Rony Dwi Eko Hariwaluyo
NIM : S.500708022
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul
“PERBEDAAN EKSPRESI CYSTEIN ASPARTATE SPECIFIC
PROTEASES-9 (CASPASE-9) PADA PASIEN KARSINOMA
NASOFARING WHO TIPE 3 STADIUM III DAN IV.” adalah betul-betul
karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda
citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, Januari 2015
Yang Membuat Pernyataan
Rony D E Hariwaluyo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS
Nama : dr. Rony Dwi Eko Hariwaluyo
NIM : S. 920 808 004
Tempat/Tanggal Lahir : Semarang, 1 Januari 1978
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SMPN 2 – Pekalongan: Tahun 1990 - 1993
2. SMUN 1 – Pekalongan: Tahun 1993 - 1996
3. FK Universitas Trisakti – Jakarta: Tahun 1996 - 2003
4. Magister Hukum Pascasarjana UMS: Tahun 2004 - 2006
5. PPDS I IK THT-KL FK UNS Surakarta: Tahun 2008 - 2014
6. Magister Kedokteran Keluarga Minat
Biomedik Pascasarjana UNS: Juli 2008 – sekarang
C. RIWAYAT KELUARGA
Nama Orangtua : dr. H. Moch kudori, SpA
Hj. Siti Chotimah SH(N)
D. RIWAYAT PEKERJAAN
1. Dokter PNS Puskesmas Noyontaan Kota Pekalongan Tahun 2005-2007
2. Dokter PNS Puskesmas Pekalongan Selatan Tahun 2007-2008
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini, sebagai
salah satu persyaratan memperoleh gelar Magister kedokteran Keluarga Minat
Biomedik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tidak
terhingga kepada:
Prof. Dr. Ravik karsidi, Drs., M.S, selaku Rektor UNS Surakarta.
Prof. Dr.Ir. Ahmad Yunus M.S, selaku Direktur Program Studi Pascasarjana
UNS.
Dr. Hari Wujoso,dr, SpF, M.M, selaku Ketua Program Sudi Kedokteran
Keluarga, dan penguji tesis, atas kesempatan yang diberikan.
Prof. Dr. Zaenal Arifin A, dr, SpPD KR-FINASIM, selaku Dekan FK UNS
Surakarta
Prof. Dr.Ambar Mudigdo, dr, SpPA(K), selaku pembimbing II, atas nasihat,
dukungan, dan bimbingan pada penyusunan tesis ini.
dr. Made Setiamika, SpTHT-KL(K), selaku pembimbing I dan Kepala
Bagian THT-KL RSDM Surakarta, atas nasihat, dukungan, dan bimbingan
pada penyusunan tesis ini.
Dr. Sugiarto,dr,SpPD-FINASIM, selaku penguji tesis.
dr. S Hendradewi, SpTHT-KL, Msi.Med, selaku Ketua Program Studi PPDS
IK THT-KL FK UNS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
Para pengajar di THT: Alm Prof. EM. Dr. Muhardjo, dr., DHA, SpTHT-
KL(K), dr. Sudarman, SpTHT-KL(K), dr. Djoko SS. SpTHT-KL(K), MBA,
MARS, Msi, dr. Sutomo Sudono, SpTHT-KL(K), Alm dr. Chairul Hamzah,
SpTHT-KL(K), dr. Sudargo, SpTHT-KL, dr. Bambang Suratman, SpTHT-
KL(K),dr. Imam P, SpTHT-KL, dr Hadi Sudrajat SpTHT-KL,Msi Med, dr.
Putu Wijaya K, SpTHT-KL, Msi, dr. Vicky E N, SpTHT-KL, M.Sc, dr. Novi
Primadewi, SpTHT-KL, Mkes.
dr.H. Moch kudori, SpA, dan Hj. Siti Chotimah SH(N), dr.Rosik
Budioro,SpPD, dr. Riza Kurniawan, dan Citra Hanwaringpuri,SPsikologi,
atas segala doa, harapan, keikhlasan, kesabaran, pengertian, dorongan
semangat mendampingi penulis selama ini, dengan penuh rasa hormat, cinta
dan kasih sayang penulis persembahkan thesis ini.
Teman-teman residen THT-KL, paramedis, bagian PA RSDM/UNS, dan
semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung
dalam penelitian thesis ini.
Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan maaf yang setulus-
tulusnya kepada semua pengajar, teman sejawat, paramedis dan karyawan atas
semua kesalahan dan kekhilafan selama menempuh pendidikan.
Semoga Allah SWT memberkati kita semua, Amien.
Surakarta, Februari 2015
Penulis
dr. Rony Dwi Eko Hariwaluyo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN i
LEMBAR PERNYATAAN iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
iv
v
vii
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
ix
x
ABSTRAK xi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah 1
B. Rumusan Masalah. 2
C. Tujuan Penelitian 2
D. Manfaat Penelitian 2
BAB II. Landasan Teori
A. Tinjauan Pustaka 3
B. Kerangka berpikir
C. Hipotesis
18
19
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Tempat Penelitian 20
B. Waktu Penelitian 20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
C. Tatalaksana Penelitian 20
BAB IV. Hasil Penelitian Dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
B. Pembahasan
BAB V. Kesimpulan Dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
31
37
42
43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
2.1 Klasifikasi TNM untuk KNF oleh UICC 10
2.2 Penentuan stadium untuk KNF oleh UICC 11
3.1
3.2
Nilai P
Penilaian intensitas warna
28
29
4.1 Umur Pasien KNF WHO tipe 3 31
4.2
4.3
4.4
4.5.
Distribusi jenis kelamin Pasien KNF WHO tipe 3
Uji Normalitas Data Caspase-9 Kelompok Stadium III dan IV
Uji Homogenitas Skor Histologi Ekspresi Caspase-9 KNF WHO
tipe 3
Uji Sample t Test eksprsi caspase-9 pada KNF WHO tipe 3
stadium III dan stadium IV.
32
33
33
34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
2.1 Anatomi Nasofaring 3
2.2 Perubahan morfologi selama Apoptosis 12
2.3 Mekanisme Apoptosis 13
2.4 Peran Caspase pada Apoptosis 16
2.B Kerangka Berpikir 18
3.10 Alur Penelitian 30
4.2
4.1
Ekspresi Caspase-9 pada sampel penelitian dan selanjutnya dihitung skoring
histologinya
Distribusi Mean Ekspresi Caspase-9 Pada Kelompok Stadium III Dan
Kelompok Stadium IV
33
35
4.2 Grafik cut off point Ekspresi Caspase-9 36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
ABSTRAK
Rony Dwi Eko Hariwaluyo, S500708022, 2015. PERBEDAAN EKSPRESI
CYSTEIN ASPARTATE SPECIFIC PROTEASES-9 (CASPASE-9) PADA
PASIEN KARSINOMA NASOFARING WHO TIPE 3 STADIUM III DAN IV.
Pembimbing I: dr. Made Setiamika, SpTHT-KL(K), Pembimbing II: Prof.
Dr.Ambar Mudigdo, dr, SpPA(K). Tesis: Program Studi Magister Kedokteran
Keluarga Biomedik Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Latar Belakang Tubuh memiliki mekanisme kematian sel terprogram (Apoptosis),
tetapi faktanya karsinoma nasofaring (KNF) tetap berkembang, kemungkinan
kemampuan apoptosis sel hilang, atau dihambat virus, sel dapat berkembang secara
tidak terkendali dan akhirnya menjadi kanker. Caspase merupakan pemegang peran
penting apoptosis. Apoptosis intrinsik dipicu oleh aktivasi caspase-9.
Tujuan : Mengetahui perbedaan ekspresi Caspase-9 pada Karsinoma nasofaring WHO
tipe 3 stadium III dan IV sehingga dapat membantu penentuan prognosis.
Metode : Kuantitatif non eksperimental pendekatan cross sectional 24 sampel KNF
WHO tipe 3 (12 sampel stadium III, dan 12 sampel stadium IV) diperiksa Caspase-9
dengan imunohistokimia. Dihitung skor histologi, bermakna bila p< 0,05. Hasil : Rerata Skoring histologi ekspresi caspase-9 pada KNF WHO tipe 3 stadium III
dibanding stadium IV sebesar 2,899±0,709 : 2,098±1,046 dengan nilai p=0,039. Kesimpulan : Terdapat perbedaan antara ekspresi Caspase-9 pada karsinoma
nasofaring WHO tipe 3 stadium III dan IV yang bermakna.
Kata Kunci : KNF WHO tipe 3, Caspase-9, Imunohistokimia, Stadium.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
ABSTRACT
Rony Dwi Eko Hariwaluyo, S500708022. 2015. SPECIFIC DIFFERENCES IN
EXPRESSION CYSTEINE ASPARTATE - 9 PROTEASES (CASPASE - 9) IN
NASOPHARYNGEAL CARCINOMA PATIENT WHO TYPE 3 STAGE III AND
IV. Supervisor I: dr. Made Setiamika, SpTHT-KL(K), Supervisor II: Prof. Dr.Ambar
Mudigdo, dr, SpPA(K). Thesis: Family Medicine Master Program Sebelas Maret
University,Surakarta
Background: The body has a mechanism of programmed cell death (apoptosis), but
in fact in nasopharyngeal carcinoma (NPC) remained tumor develops, the possibility
of missing the cell ability of apoptosis, or inhibited by virus, the cells can grow
uncontrollably and become cancerous. Caspase an important role holder apoptosis
.Intrinsic apoptosis is triggered by activation of caspase–9.
Aim : Determine differences in the expression of Caspase-9 in nasopharyngeal
carcinoma WHO type 3 stage III and IV
Methods: Non-experimental quantitative cross sectional study 24 samples of NPC
WHO type 3 ( 12 samples of stage III , and 12 samples of stage IV ) Caspase-9
examined by immunohistochemistry . Histologic score calculated, there are
significant differences if the p-value<0.05
Results: Mean value of histologic score caspase - 9 expression in NPC WHO type 3
between stage III and stage IV of 2.899 ± 0.709 : 2.098 ± 1.046. The p-value =0.039.
Conclusion: There is a significant difference between the expression of Caspase-9 in
nasopharyngeal carcinoma WHO type 3 stage III and IV.
Keywords: NPC WHO type 3, Caspase-9, Immunohistochemistry, Stage.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas dari epitel mukosa atau
limfoepitelial pada nasofaring, yang merupakan tumor ganas kepala dan leher
yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Di Indonesia pernah dilaporkan angka
prevalensi KNF 6/100.000 penduduk pertahun, dan berada di peringkat ke lima
dari semua keganasan pada tubuh manusia (Roezin & Adham,2007; Tan, 2010).
Menurut World Health Organitation( WHO ) KNF diklasifikasikan dalam 3
tipe, yaitu: Tipe 1. Karsinoma sel skuamosa keratinisasi, tipe 2. Karsinoma sel
skuamosa tanpa keratinisasi, tipe 3. Karsinoma tidak berdiferensiasi. Di Rumah
Sakit Dr. Moewardi Surakarta angka prevalensi KNF selama tahun 2008-2009
Undifferentiated cell carcinoma nasopfaring sebesar 89,1% (Sari, 2010).
Karena letak dari keganasan awalnya yang tersembunyi keganasan pada
epitel nasofaring yang sulit dideteksi secara dini, padahal lebih dari 80%
keberhasilan terapi terjadi pada stadium awal (stadium I–II), pada stadium lanjut
(stadium III–IV), angka keberhasilan kurang dari 40%.(Soewito, 2011).
Terjadinya kanker salah satunya setelah sel kanker memiliki kemampuan
untuk menghindari proses Apoptosis (kematian sel secara terprogram), tetapi
ketika sel kehilangan kemampuan apoptosis atau kemampuan apoptosis dihambat
oleh suatu virus, sel berkembang secara tidak terkendali dan menjadi kanker.
Cystein Aspartate Specific Proteases (Caspase) adalah komponen penting
dari signal molekuler dengan berbagai tugas, tergantung pada subtipe dan organ
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
terlibat. (Lavrik et al.,2005). Menurut Grubisic (2005) mitokondria merupakan
sentral kordinasi peristiwa apoptosis/ jalur intrinsik dimana sebagai initiator
adalah Caspase-9. Pada penelitian ini penulis tertarik melakukan pemeriksaan
terhadap ekspresi Caspase-9 yang memacu apoptosis pada karsinoma nasofaring
WHO tipe 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan peran Caspase-9
pada apoptosis terutama jalur intrinsik pada karsinoma nasofaring WHO tipe 3
Stadium III dan IV.
B. Rumusan Masalah.
Rumusan masalah penelitian ini : Adakah Perbedaan ekspresi Cystein
Aspartate Specific Proteases-9 (Caspase-9)(pada apoptosis terutama jalur
intrinsik) pada karsinoma nasofaring WHO tipe 3 Stadium III dan IV.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini: Mengetahui Perbedaan ekspresi Cystein
Aspartate Specific Proteases-9 (Caspase-9) (pada apoptosis terutama jalur
intrinsik) pada karsinoma nasofaring WHO tipe 3 Stadium III dan IV.
D.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dengan mengetahui perbedaan ekspresi Cystein
Aspartate Specific Proteases-9 (Caspase-9) pada apoptosis terutama jalur intrinsik
pada karsinoma nasofaring WHO tipe 3 Stadium III dan IV, diharapkan dapat
mempelajari seberapa besar pengaruh apoptosis dalam patogenesis KNF WHO
tipe 3, sehingga dapat digunakan sebagai acuan penelitian oleh peneliti lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Anatomi Nasofaring
Nasofaring adalah rongga dibelakang rongga hidung, dengan diameter
anterior-posterior 2-4 cm, lebar 4 cm yang berhubungan dengan rongga hidung
dan telinga tengah melalui koana dan tuba eustachius. Atap nasofaring dibentuk
oleh dasar tengkorak, bagian superior dan lateral dari torus tubarius merupakan
reses dari nasofaring yang disebut dengan fossa rosenmuller. (Rusmarjono et al.,
2007).
Sistem limfatik nasofaring terdiri dari pembuluh getah bening yang saling
menyilang di bagian tengah dan menuju ke kelenjar Rouvier yang terletak pada
bagian lateral ruang retrofaring, selanjutnya ke kelenjar limfa sepanjang vena
jugularis dan kelenjar limfa yang terletak di permukaan superfisial (Witte, 2008
;Yokes, 2007).
Gambar 2.1 Potongan sagital anatomi Nasofaring (Dikutip dari Netter ENT Atlas,2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
2. Karsinoma Nasofaring
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel
epitel nasofaring. Tumor ini bermula dari dinding lateral nasofaring (fossa
Rosenmuller) dan dapat menyebar kedalam atau keluar nasofaring menuju
dinding lateral, posterosuperior, dasar tengkorak, palatum, kavum nasi, dan
orofaring serta metastasis ke kelenjar limfe leher. KNF pertama kali dilaporkan
secara terpisah oleh Regaud dan Schminke pada tahun 1921 (Brennan, 2005).
KNF dapat terjadi pada setiap usia dan pada umumnya terjadi di usia
antara 45 – 54 tahun, namun 2 dekade terakhir dilaporkan peningkatan kasus
kejadian pada usia yang lebih muda. Kasus kejadian KNF pada laki-laki lebih
banyak dari wanita dengan perbandingan 3 : 1. Kanker nasofaring tidak umum
dijumpai di Amerika Serikat dan dilaporkan bahwa kejadian tumor ini di Amerika
Serikat adalah kurang dari 1 dalam 100.000 (Brennan, 2005).
KNF jarang ditemukan pada kulit putih, hanya 2% dari tumor kepala leher.
Rata-rata umur saat diagnosis KNF ditegakkan, di Cina Selatan adalah 40-50
tahun. Lebih banyak pada laki-laki dibanding wanita, dengan perbandingan 3;1.
Secara histopatologi, hanya 5% kasus merupakan tipe I WHO (karsinoma sel
skuamosa berkeratin). Di negara barat, tipe I WHO ini ditemukan sebanyak 30-
50% kasus . Sedangkan di Asia, tipe II WHO (karsinoma sel skuamosa tidak
berkeratin) dan tipe III WHO (Undifferentiated) lebih banyak (Chan, 2008; Witte,
2008; Yokes, 2007). KNF menempati urutan ke-5 dari 10 besar tumor ganas
yang terdapat di seluruh tubuh di Indonesia, dan menempati urutan ke-1 di bidang
Telinga, Hidung dan Tenggorok (THT). Di RSUD dr Moewardi Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
ditemukan sebanyak 89,1% kasus KNF jenis Undifferentiated, selama tahun
2008-2009 (Sari, 2010).
Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan KNF (Brennan,
2005). Tumor ini memiliki insidensi sebesar 95% pada keganasan nasofaring
dewasa dan 20-35% pada pasien anak. Faktor yang diduga sebagai
presdisposisinya adalah genetic, dan EBV (Epstein Barr Virus) (Allen, 2005;
Hartati, 2005; Anderson, 2007). Secara makroskopis dapat dijumpai beberapa
penonjolan mukosa yang sifatnya invasif dan metastase (Maa et al., 2007).
Karsinogenesis nasofaring merupakan proses yang terjadi akibat dari
multifaktorial, dan belum seluruhnya dapat diterangkan. Bukti saat ini penyebab
KNF dihubungkan dengan lingkungan, makanan, genetika dan infeksi EBV multi
tahap, antara lain : ( Wei & Sam, 2006; Hariwiyanto, 2009; Sudiana, 2008).
Gejala yang paling sering timbul berupa: gejala nasofaring, dapat berupa
epistaksis dan sumbatan hidung, gejala telinga berupa tinitus sampai gangguan
pendengaran., gejala mata berupa diplopia, akibat penjalaran tumor ke atas
melalui foramen laserum dan fossa kranii media yang melibatkan NIII-VI,
neuralgia trigeminal, karena keterlibatan saraf trigeminus dan destruksi dasar
tengkorak, sindrom retroparotidean, terjadi akibat kelumpuhan NIX-XII dengan
gejala gangguan menelan, pengecapan, salivasi sampai hemiparese lidah,
limfadenopati servikal, gejala metastasis ke paru, hati dan tulang, terutama femur
dan torakolumbal (Thing, 2009; Yokes, 2007; Collins, 2006; Bremian, 2003;
Heward, 2003). Metastase tumor ke kelenjar getah bening leher (regional) sering
terjadi, yaitu sekitar 60-97,5 % (Kentjono, 2003). Gejala tumor leher yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
besar,dan lebih sering didapatkan pada KNF WHO tipe 3( Karsinoma tidak
berdiferensiasi) dibandingkan dengan KNF WHO tipe 1(Karsinoma sel skuamosa
keratinisasi). Benjolan di leher sering kali merupakan gejala pertama yang
membawa penderita datang berobat ke dokter. Gejala lanjut KNF dapat berupa
gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitarnya, menurut Kentjono et al.,
(2000).antara lain :
1. Tumor dapat meluas ke arah superior menuju ke intrakranial dan menjalar
sepanjang fossa kranii media, disebut penjalaran petrosfenoid. Sel
tumor biasanya masuk rongga tengkorak melalui foramen laserum dan
menyebabkan kerusakan atau lesi pada grup anterior saraf otak dari yang
paling sering terjadi, yaitu gangguan N.VI (keluhan diplopia)
mengakibatkan kelumpuhan m rektus bulbi lateral sehingga timbul
keluhan penglihatan dobel dan mata tampak juling (strabismus
konvergen), yang disusul N.V (keluhan neuralgi trigeminal dan
parestesi wajah), kemudian gangguan pada N. III berupa ptosis, gangguan
gerakan bola mata (oftalmoplegia), dan gangguan N.IV mengakibatkan
kelumpuhan musculus obliqus inferior bola mata.
2. Perluasan tumor kearah anterior menuju rongga hidung, sinus paranasal,
fossa pterigopalatina dan dapat mencapai apeks orbita. Tumor yang besar
dapat mendesak palatum molle, menimbulkan gejala obstruksi jalan
napas atas dan jalan makanan.
3. Perluasan tumor kearah postero lateral menuju ke ruang parafaring dan
fossa pterigopalatina yang kemudian masuk ke foramen jugulare. Disini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
yang terkena adalah grup posterior saraf otak yaitu N. IX sampai dengan
N. XII, serta pleksus simpatikus servikalis yang berjalan menuju fasia
orbitalis. Bila terjadi kelumpuhan N. IX, X, XI dan XII disebut sindroma
retroparotidean. Metastasis tumor ke kelenjar getah bening leher
(regional) sering terjadi, yaitu sekitar 65,73% .
Menurut WHO tahun 1987 KNF diklasifikasikan dalam 3 tipe, yaitu:
Tipe 1 (Karsinoma sel skuamosa keratinisasi).
Ditandai dengan sebagian sel mengalami keratinisasi (diskeratosis),
adanya stratifikasi dari sel terutama pada sel yang terletak di permukaan atau
suatu rongga kistik, dan adanya jembatan intersel (intercellular bridges).
Sebanyak 25% KNF merupakan karsinoma tipe I di Amerika Serikat, namun
hanya 1-2% di populasi endemik ( Lin, 2003).
Tipe 2 (Karsinoma sel skuamosa tanpa keratinisasi).
Ditandai dengan masing-masing sel tumor mempunyai batas yang jelas
dan terlihat tersusun teratur/ berjajar, dan sering terlihat bentuk pleksiform yang
mungkin terlihat sebagai sel tumor yang jernih/ terang yang disebabkan adanya
glikogen dalam sitoplasma sel, serta tidak terdapat musin atau defferensiasi dari
kelenjar (Lin, 2003).
Tipe3 (Karsinoma tidak berdiferensiasi).
Ditandai dengan susunan sel tumor dengan batas sel yang satu dan lainnya
sulit dibedakan, sel tumor berbentuk spindel dan beberapa sel mempunyai
nukleolus (inti) yang hiperkromatik dan sel ini sering bersifat dominan (Lin,
2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Kebanyakan kasus KNF pada anak dan remaja adalah KNF WHO tipe 3,
hanya beberapa yang tipe 2, pada KNF WHO tipe 2 dan 3 ditemui titer EBV yang
tinggi, tetapi tipe I tidak mempunyai hubungan dengan titer EBV. (Brennan,
2005).
Diagnosis KNF terutama ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
klinis, radiologi dan histopatologi. Pemeriksaan histopatologi biopsi nasofaring
sampai saat ini diakui sebagai standar baku emas (gold standard), selain untuk
konfirmasi diagnosis histopatologi, juga untuk menentukan subtipe histopatologi
yang erat kaitannya dengan pengobatan dan prognosis.
Pemeriksaan radiologi digunakan untuk melihat massa tumor nasofaring
dan melihat massa tumor yang menginvasi pada jaringan di sekitarnya dengan
menggunakan :
1) Computed Tomografi Scaning (CT Scan), dapat memperlihatkan
penyebaran ke jaringan ikat lunak pada nasofaring
2) Magnetic Resonance Imaging (MRI), menunjukkan kemampuan imaging
yang multiplanar dan lebih baik dibandingkan CT dalam membedakan
tumor dari peradangan, mendeteksi infiltrasi tumor ke sumsum tulang,
serta lebih sensitif dalam mengevaluasi metastase.
3) Foto thorak posterior/anterior (PA) untuk mengetahui adanya kecurigaan
metastasis ke paru.
4) USG abdomen digunakan untuk mengetahui adanya metastase jauh ke
organ-organ intra abdomen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Pemeriksaan Radiologi ini merupakan pemeriksaan penunjang yang
penting untuk menentukan luas tumor primer, adanya invasi ke organ sekitar,
destruksi pada tulang dasar tengkorak serta metastasis jauh. Pemeriksaan
Computerized Tomographic Scanning (CT scan) dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) merupakan pemeriksaan yang lebih informatif dan akurat
mengenai perluasan tumor (Witte, et al., 2001).
Virus dapat dideteksi pada tumor dengan pemeriksaan insitu hibridisasi
dan tehnik imunohistokimia. Dapat juga dideteksi dengan material yang diperoleh
dari asprasi biopsi jarum halus pada metastase kelenjar getah bening leher.
Deteksi dari antibodi Ig G ( yang dijumpai pada masa awal infeksi virus ) dan
antibodi Ig A ( yang dijumpai pada capsid viral antigen ) digunakan di Amerika
Serikat untuk mendukung diagnosis KNF. Virus Epstein Barr dapat dijumpai pada
Undifferentiated carcinoma dan Non keratinizing squamous cell carcinoma.
Pembagian TNM untuk KNF dan penentuan stadium dilakukan
berdasarkan atas kesepakatan antara Union Internationale Contre Cancer (UICC)
dan American Joint Committee on Cancer (AJCC) sebagai berikut:
(Mulyarjo,2003)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Tabel 2.2. Klasifikasi TNM untuk KNF oleh UICC (Mulyarjo, 2003).
T menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya.
T1 : Tumor terbatas pada nasofaring.
T2 : Tumor meluas ke orofaring dan/atau fossa nasal.
T2a : Tanpa perluasan ke parafaring.
T2b : Dengan perluasan ke parafaring.
T3 : Invasi ke struktur tulang dan/atau sinus paranasal.
T4 : Tumor meluas ke intra kranial dan/atau mengenai saraf otak, fossa
infratemporal, hipofaring atau orbita
N menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional.
N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar.
N1 : Terdapat pembesaran kelenjar ipsilateral < 6 cm.
N2 : Terdapat pembesaran kelenjar bilateral < 6 cm.
N3 : Terdapat pembesaran kelenjar > 6 cm / ekstensi ke supraklavikular.
M menggambarkan metastasis jauh.
M0 : Tidak ada metastasis jauh.
M1 : Terdapat metastasis jauh.
Mx : Adanya metastasis tidak dapat ditentukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Tabel 2.3. Penentuan stadium untuk KNF oleh UICC (dikutip dari Mulyarjo,
2003).
Stadium Klasifikasi TNM
Stadium I
Stadium IIA
Stadium IIB
Stadium III
Stadium IVA
Stadium IVB
Stadium IVC
T1 N0 M0
T2a N0 M0.
T1 N1 M0, T2a N1 M0, T2b N0-1 M0.
T1-2 N2 M0 atau T3 N0-2 M0
T4 N0-2 MO.
T1,T2,T3,T4, N3 M0.
T1,T2,T3,T4 N1,N2,N3 M1.
3. Apoptosis
Apoptosis adalah mekanisme kematian sel secara terprogram.Apoptosis
dapat digunakan untuk membuang sel-sel yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh.
Apoptosis terjadi secara spontan dan merupakan inisiatif dari sel itu sendiri,
jaringan yang mengelilinginya, atau dari sel yang berasal dari sel imun. Apabila
sel sudah kehilangan kemampuan apoptosis atau kemampuan apoptosis dihambat
oleh suatu virus, sel-sel dapat berkembang secara tidak terkendali dan akhirnya
akan menjadi kanker (Elmore, 2007)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Gambar 2.2. Perubahan morfologi selama Apoptosis ( dikutip dari Neuman, M.G,
2001 ).
Dari gambar diatas tampak bahwa ketika sel mengalami Apoptosis, dan
mulai membentuk tonjolan kecil (yaitu, blebs). Selanjutnya, inti sel istirahat
terpisah dan DNA istirahat menjadi potongan-potongan kecil. Potongan-potongan
nucleus dan DNA, serta komponen sel lainnya (yaitu, organel) didistribusikan di
antara blebs, yang bertambah besar. Setiap bleb akhirnya membungkus sebagian
dari isi sel, dan sel pecah, membentuk beberapa disebut badan Apoptosis yang
kemudian dapat dicerna dan dihancurkan oleh makrofag (Neuman, 2001)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Gambar 2.3 Mekanisme Apoptosis ( dikutip dari Elmore, 2007 ).
Dari gambar diatas terlihat pandangan skematis dari tiga jalur apoptosis
utama : jalur intrinsik , jalur ekstrinsik dan jalur granzim. Pada akhirnya,
apoptosis adalah proses tergantung energi yang melibatkan aktivasi sekelompok
protease sistin disebut " caspases " dan melibatkan kaskade kejadian yang
kompleks yang menghubungkan rangsangan kematian sel. Dua mekanisme
peraturan utama yang digunakan oleh sinyal ekstraseluler yang baik dengan
menargetkan fungsi mitokondria( jalur intrinsik ) atau langsung pentransduksi
sinyal melalui protein adaptor ke mekanisme apoptosis ( jalur ekstrinsik ). Ada
jalur tambahan mediasi T - cell -induced cytotoxixity dan perforin - granzim (
protease serin ) A atau B yang pro apoptosis. Jalur ekstrinsik , intrinsik dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
granzim B berkumpul di terminal " eksekusi " jalur yang sama, yang diinisiasi
oleh pembelahan caspase-3 oleh caspases-8 , -9 atau -10, sedangkan granzim A
mengaktifkan jalur kerusakan DNA(Elmore, 2007).
4. Cystein Aspartate Specific Proteases-9 ( Caspase-9 )
Pada dasarnya kanker terjadi setelah sel kanker memiliki kemampuan
untuk 1) menghindari proses Apoptosis, 2) mampu menciptakan sinyal
pertumbuhan sendiri 3) tidak sensitif terhadap sinyal anti-pertumbuhan, 4)
kemampuan untuk tumbuh tanpa batas, 5) menciptakan angiogenesis, 6) invasif
dan metastase (Chan, 2002).
Cystein Aspartate Specific Proteases (Caspase) mempunyai substrat alami
antara lain: Poly-ADP-ribose polymerase (PARP), gelsolin, sitokeratin dan DNA
fragmentation factor 45 kDa (DFF45). Caspase merupakan pemegang peran
penting Apoptosis. Apoptosis dapat terjadi dengan mekanisme yang beragam,
diantaranya adalah: (Lavrik et al., 2005).
(1) Apoptosis yang dipicu oleh sinyal dari dalam sel, biasanya melalui aktivasi
Caspase-9.
(2) Apoptosis yang dipicu oleh sinyal dari luar sel, biasanya melalui aktivasi
Caspase-8
(3) Apoptosis yang dipicu oleh Apoptosis-Inducing Factor.
Caspases (sisteinil protease-aspartat spesifik) adalah komponen penting
dari signal molekuler dengan berbagai tugas tergantung pada subtipe dan organ
terlibat. Aktivasi Caspases ini merupakan penanda untuk kerusakan sel dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
penyakit seperti stroke dan infark miokard. Keterlibatan sebagai indikator sendiri
ini potensial untuk penelitian obat (Lavrik et al., 2005).
Bentuk aktif Caspase-9 merupakan penanda penting titik masuk sel ke
jalur sinyal Apoptosis, dimana aktivasi Caspases ini merupakan penanda untuk
kerusakan sel, keterlibatan sebagai indikator sendiri ini potensial untuk penelitian
obat (Lavrik et al.,2005).
Caspase-3 diaktifkan oleh Caspase-8 (ekstrinsik) dan Caspase-9 (intrinsik),
sehingga sangat cocok sebagai read-out dalam Apoptosis. Caspase - 3 diaktifkan
dalam sel Apoptosis baik oleh jalur ekstrinsik ( ligan kematian) dan intrinsik
(mitokondria). Fitur zymogen Caspase 3 diperlukan karena jika tidak diatur ,
aktivitas Caspase akan membunuh sel-sel tanpa pandang bulu . Caspase-3
zymogen memiliki hampir tidak ada aktivitas sampai dibelah oleh Caspase
inisiator setelah peristiwa sinyal Apoptosis telah terjadi . Salah satu acara sinyal
tersebut adalah pengenalan granzim B , yang dapat mengaktifkan Caspases
inisiator, ke dalam sel yang ditargetkan untuk Apoptosis oleh sel T. aktivasi
ekstrinsik ini kemudian memicu karakteristik kaskade ciri Caspase dari jalur
Apoptosis ( Mads et al., 2005)
Proses transduksi sinyal menuju apoptosis pada umumnya tergantung pada
aktivitas caspase (Cysteine Aspartic Acid-specific Protease) atau caspase-
dependent apoptosis. Adapun caspase (Cystein Aspartate Specific Proteases)
merupakan enzim yang bertanggungjawab terhadap perusakan (disasembly) sel
secara sengaja menjadi bentuk apoptotik. Peran caspase dalam apoptosis sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
berikut: sebagai Initiator adalah caspase8 dan caspase9, dan sebagai eksekutor
adalah caspase3,caspase 6 dan caspase7 ( Elmore, 2007).
Menurut Grubisic (2005), mitokondria merupakan sentral kordinasi
peristiwa apoptotik. Berbagai jalur apoptosis dan sinyal transduksi akan
menginduksi permeabilitas membran. Ruptur outer membrane dan formasi mega-
channel, permeability transition pore (PTP) sebagai peristiwa awal.Adenine
nucleotide translocator di membraninternal mitokondria dan voltage-dependent
anion channel di membran luar merupakan komponen PTP utama. Protein
bertanggungjawab untuk kerusakan membrane mitokondria, reaksi tersebut diatur
oleh Bcl-2.Sebagai anti apoptotic Bcl-2 juga mencegah diproduksinya ROS,
sehingga dapat terhindar dari apoptosis karena up-regulation reseptor Fas death.
Bcl-2 beserta HSP 70 dapat menghambat translokasi AIF (Apoptosis Inducing
Factor) sebuah mediator caspase independent apoptosis.
Gambar 2.4. Peran Caspase pada Apoptosis (dikutip dari Mads et al., 2005 ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Dari gambar diatas tampak bahwa Caspase-8 mengawali proses perusakan
sebagai respon terhadap ligan ekstraseluler yang mengaktivasi death domains
pada reseptor sitoplasma. Caspase-9 mengawali perusakan sebagai respon
terhadap zat yang memacu pelepasan sitokrom C dari mitokondria, sedangkan
Caspase3 mengamplifikasi sinyal dari Caspase-8 atau Caspase-9 menuju
Apoptosis (Mads et al., 2005).
Imunohistokimia(IHC) merupakan proses untuk mendeteksi antigen
(protein, karbohidrat,dsb) pada sel dari jaringan dengan prinsip reaksi antibody
yang berikatan terhadap antigen pada jaringan, Imunohistokimia ini juga sering
digunakan untuk mengukur dan mengidentifikasi karakteristik dari even seluler
seperti proses proliferasi sel, apoptosis sel .(Ramos –Varra, 2005)
IHC dilakukan untuk memeriksa ekspresi Caspase-9 dalam jaringan
karsinoma nasofaring, dengan menggunakan antibodi primer terhadap Caspase-9.
Hasil IHC dievaluasi dan dinilai secara independen oleh ahli patologi sebagai 0
(negatif), 1 (positif lemah), 2 (cukup positif) atau 3 (sangat positif) (Budiani,
2006).
IHC merupakan proses untuk mendeteksi antigen(protein, karbohidrat,
dsb) pada sel dari jaringan dengan prinsip reaksi antigen antibody pada jaringan.
IHC ini merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengukur derajat imunitas atau
kadar antibody atau antigen dalam sediaan jaringan (Rantam, 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
B. KERANGKA BERPIKIR
KET:
: Efek memacu
: Variabel penelitian
EBV : Epstein Barr Virus
EBV
Bax
Mitokondria
Cytochrome-c
Apaf-1
Pro-Caspase-9
Apoptosome
Pro-Caspase-3
Death Substrates(ICAD) Apoptosis
DNA damage
Caspase-3
Active Caspase-9
KNF WHO TIPE 3
stadium III
T3/N0/M0
T1,T2,T3/N1/M0
KNF WHO TIPE 3 stadium IV
T4/N0,N1/M0
T1,T2,T3,T4/N2, N3/ M0
T1,T2,T3,T4/N1,N2,N3/ M1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
T (TUMOR) N(LIMFONODIREGIONAL) M ( METASTASE )
T1: terlokalisir di nasofaring Nx : tidak dapat dinilai Mx: metastase tidak bisa dinilai
T2: menyebar ke jaringan lunak
orofaring dan fossa nasalis N1: Unilateral < 6 cm M0: tidak ada metastase jauh
T3: menginvasi struktur tulang &
sinus paranasal
N2: Bilateral < 6 cm
Mi: Terdapat metastase jauh
T4: ekstensi intrakranial fossa
intratemporal, hipofaring dan atau
celah maseter.
N3: >6 cm /ekstensi ke
supraclavikular
Keterangan kerangka teori:
Pada jalur apoptosis intrinsik DNA rusak pada pasien KNF WHO tipe 3 stadium
III dan IV memacu Bax migrasi ke membran mitokondria untuk memicu
pembentukan kompleks apoptosome dari sitokrom C, Apaf-1 yang mengaktifasi
proCaspase-9 menjadi Caspase-9 dalam Apoptosis jalur intrinsik sebagai initiator
apoptosis, yang akan mengaktifasi ProCaspase-3 menjadi Caspase-3 sebagai
eksekutor apoptosis.
C. Hipotesis
Ada perbedaan ekspresi Cystein Aspartate Specific Proteases-9 (Caspase-
9) pada karsinoma nasofaring WHO tipe 3 stadium III dan IV. dimana ekpresi
caspase-9 pada pasien KNF WHO tipe 3 stadium III lebih besar daripada stadium
IV.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat Penelitian
1. Poliklinik THT RSUD Dr. Moewardi Surakarta untuk biopsi nasofaring.
2. Laboratorium Patologi Anatomi FK-UNS/ RSUD Dr. Moewardi untuk
memotong sediaan parafin blok jaringan, pewarnaan imunohistokimia, dan
pembacaan Caspase-9.
B. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan April 2014 sampai Desember 2014.
C. Tatalaksana Penelitian
1. Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif non eksperimental dengan
pendekatan penelitian cross sectional, untuk mengetahui perbedaan ekspresi
Caspase-9 pada Karsinoma nasofaring WHO tipe 3 stadium III dan stadium IV
dari hasil pewarnaan imunohistokimia.
2. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian adalah semua pasien yang datang berobat ke
Poliklinik THT RSUD Dr. Moewardi dengan hasil pemeriksaan biopsi nasofaring
menunjukkan Karsinoma Nasofaring WHO tipe 3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Sampel penelitian adalah penderita karsinoma nasofaring yang memenuhi
kriteria penelitian, sebagai berikut :
Kriteria inklusi (penerimaan) :
Pasien dengan hasil histopatologi biopsi jaringan nasofaring adalah KNF
WHO tipe 3.
KNF stadium III dan IV.
Bersedia menjadi subyek penelitian dengan menandatangani formulir
persetujuan setelah mendapat penjelasan (informed consent).
Kriteria Eksklusi (penolakan):
Pasien KNF WHO Tipe 3 yang telah menerima pengobatan baik
kemoterapi maupun radioterapi.
Pasien KNF WHO Tipe 3 yang sedang mengalami penyakit infeksi,
memiliki penyakit metabolik, maupun sistemik.
3. Besar Sampel
Penentuan besar sampel dengan menggunakan rumus besar sampel untuk
perbandingan reratas untuk dua sampel sebagai berikut: (Sampsize, 2013).
Tes Ho: m1 = m2
Perkiraan sampel :
Alpha : 5
Power : 80
m1 : 35
m2 : 65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
SD1 : 32,4
SD2 : 29,6
n1/n2 : 1
perkiraan besar sampel n1/n2 =12 (pergrup).
Keterangan :
m1 : rerata populasi 1
m2 : rerata populasi 2
SD1 : standar deviasi 1
SD2 : standar deviasi 2
Dari perhitungan sampel diatas, diperlukan sampel 24 pasien Karsinoma
nasofaring WHO tipe 3.
4. Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik consecutive sampling
sampai besar sampel terpenuhi.
5. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Variabel tergantung : KNF WHO tipe 3 stadium III.
KNF WHO tipe 3 stadium IV.
b. Variable bebas : Ekspresi Caspase-9 pada KNF WHO tipe 3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
6. Definisi Operasional
a.. Karsinoma Nasofaring (KNF)
Definisi : Tumor ganas epitel yang primernya di nasofaring
Alat ukur : CT Scan Nasofaring, Ronsent Thorak, USG abdomen, biopsi
tumor primer dan pemeriksaan patologi anatomi
Ukuran tumor :
T1 Tumor terlokalisir di nasofaring
T2 Tumor menyebar ke jaringan lunak orofaring dan fossa nasalis
*T2a tanpa ekstensi parafaringeal
*T2b dengan ekstensi parafaringeal
T3 Tumor menginvasi struktur tulang dan sinus paranasal
T4 Tumor dengan ekstensi intrakranial dan keterlibatan syaraf
kranial, fossa intratemporal, hipofaring dan atau celah maseter.
Limfonodi regional (N):
NX Limfonodi regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak ada limfonodi regional metastasis
N1 Unilateral metastasis pada limfonodi, 6 cm atau lebih besar, diatas
fossa supraclavicula
N2 Bilateral metastasis pada limfonodi, 6 cm atau lebih besar, diatas
fossa supraclavicula
N3 Metastase di limfonodi
*N3a Lebih besar dari 6 cm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
*N3b menyebar ke fossa supraclavicula
Metastasis(M)
Mx Metastase tidak dapat dinilai
M0 Tidak ada metastase
M1 Terdapat metastase jauh
Hasil ukur : Karsinoma nasofaring stadium III : T3/N0/M0;
T1,T2,T3/N1/M0.
Karsinoma nasofaring stadium IV: T4/N0,N1/M0;
Tiap T/N2, N3/ M0; Tiap T/ Tiap N/ M1.
Skala ukur : ordinal
b. Ekspresi Caspase-9
Definisi : Ekspresi Caspase-9 sediaan preparat diambil melalui
biopsi nasofaring di poli pada pasien KNF WHO tipe 3
, dilakukan pewarnaan di lab Patologi Anatomi dan
diukur.
Cara ukur : Secara Imunohistokimia dengan melihat
Imunoreaktivitas antibodi anti human Caspase-9
melalui mikroskop Olympus BX41perbesaran 100x.
Hasil ukur : Nilai positif : warna kecoklatan pada inti sel target
(APC) dengan skala postif kuat, positif sedang, positif
lemah, negatif. Hasil yang diperoleh dinyatakan dalam
skor histologis.
Skala ukur : Interval dari hasil perhitungan skor histologi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
7. Bahan dan Alat Penelitian.
Alat penelitian yang dipakai pada penelitian ini yaitu :
1. Alat pemeriksaan THT Yaitu : lampu kepala, spekulum hidung, spatula lidah,
pinset bayonet, kapas, lidokain efedrin 2 %.
2. Alat dan bahan melakukan biopsi nasofaring : tang biopsi (blakesley forceps ),
spekulum hidung, pinset bayonet, kapas, kasa, alat nasoendoskopi, xylocain
spray 10%, PBS formalin, botol untuk menyimpan jaringan biopsi.
3. Bahan untuk pewarnaan jaringan nasofaring dengan tehnik imunohistokimia
antara lain antibodi EBV- LMP1 CS 1-4 Lab Vision
4. Alat untuk pengecatan imunohistokimia : Mikrotom, Poly L-Lysine glass slide
(SIGMA), termometer, mounting media (Canada Balsem), microwave oven,
inkubator, pipet mikro, deck glass, stop watch, humidified chamber, ruangan
dalam kondisi kelembaban tinggi.
5. Mikroskop OLYMPUS seri BX 41
8. Cara Kerja.
Penderita dengan kecurigaan KNF dilakukan biopsi nasofaring dengan
bantuan nasoendoskopi. Jaringan yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam
botol yang berisi PBS formalin. Botol yang berisi jaringan dikirim ke
Laboratorium Patologi Anatomi RSUD Dr. Moewardi Surakarta untuk dilakukan
pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan hematosillin eosin oleh dokter
spesialis Patologi Anatomi.
Preparat dengan hasil bacaan histopatologi KNF jenis Undifferentiated
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
(WHO tipe 3)dan dilakukan stagging tumor, selanjutnya blok parafin dilakukan
pemotongan setebal 4 mikron. Dari masing-masing kelompok blok parafin,
dipotong menjadi 2 slide dan digunakan untuk pemeriksaan ekspresi Caspase-9
Kedua slide dilakukan pengecatan imunohistokimia sebagai berikut :
1. Pemotongan blok parafin dengan tebal 4-5 mikron. Diletakkan pada
slides poly-L-lysine selanjutnya dinkubasi pada suhu 37oC selama 1
malam (agar lebih merekat pada slides).
2. Deparafinisasi :
- Direndam dalam xylol I selama 5 menit
- Direndam dalam xylol II selama 5 menit
- Direndam dalam xylol III selama 5 menit
- Direndam dalam xylol IV selama 5 menit
- Direndam dalam alkohol absolut selama 5 menit
- Direndam dalam alkohol 95% selama 5 menit
- Direndam dalam alkohol 70% selama 5 menit
- Dicuci dengan aquadest selama 5 menit
3. Retrival antigen dilakukan pada microwave oven dengan buffer
sitrat pH 6,4 pada suhu sedang selama 2 menit kemudian dilanjutkan
pada suhu rendah selama 1 menit.
4. Cuci dengan PBS selama 2 X 5 menit.
5. Tahapan quencing endogenous peroksidase yaitu dengan
memasukkan slide-slide tersebut ke dalam metanol H2O2 0,3% selama
30 menit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
6. Cuci kembali dengan aquades/PBS selama 2 X 5 menit.
7. Langkah-langkah selanjutnya ini dilakukan dengan humidified
chamber :
a. Diberikan blocking reagent, biarkan selama 30 menit dan cuci
dengan aquadest / PBS 2 x 5 menit.
b. Ditambahkan antibodi primer yang telah dilarutkan sebelumnya
dalam antibodi diluent ( 1:50 ), dan ditunggu selama 60 menit atau
disimpan terlebih dahulu dalam kulkas pada suhu 4 o C selama 18
jam dan dicuci dengan aquadest / PBS selama 2 x 5 menit.
c. Ditambahkan antibodi sekunder berlabel biotin, ditungu selama 30
menit, pada suhu 30 o C, lalu dicuci dengan aquadest atau PBS 2 x
5 menit.
d. Ditambahkan substrat DAB (diamino Benzidine), ditunggu selama
5 menit, lalu cuci dengan aquadest / PBS 2 x 5 menit.
e. Dilakukan perwarnaan counterstain dengan hematocylin mayer
selama 30 detik, kemudian dicuci dengan air mengalir selama 2 – 5
menit
f. Ditempelkan deck glass pada mounting media
8. Masing-masing sampel diamati dengan mikroskop cahaya binokuler
(mikroskop Olympus BX41), dengan pembesaran 100 kali dan dievaluasi pada 9
lapang pandang dengan sebaran yang merata, kemudian dibuat reratanya.
Tingkat ekspresi Caspase-9 antibodi yang digunakan adalah antibodi
Caspase-9 antihuman dengan pengenceran 1:100. Sistem deteksi enzimatis ABC
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
(Avidin Biotin Complex) menggunakan enzim peroksidase dan DAB (Diamino
Benzidin) sebagai substan enzim. Nilai positif kuat ditunjukkan dengan warna
coklat tua , positif sedang dengan coklat muda, positif lemah dengan kuning
keemasan, dan negatif dengan biru-ungu, yang diperiksa dengan mikroskop
Olympus BX41 pada HSP 70 sel tumor
Penilaian makna tingkat ekspresi Caspase-9 secara kuantitatif dinyatakan
dalam Intensitas (I) dan Persentase (P) dan dinyatakan sebagai Skor Histologi
(SH). Skor histologis dengan rumus sebagai berikut : (Budiani et al.,2006)
Keterangan :
SH= Skor Histologis PS= Persentase Positif Sedang
PK = Prosentase Positif Kuat IN = Intensitas Negatif
IK = Intensitas Positif Kuat IS = Intensitas Positif Sedang
IL = Intensitas Positif Lemah PN = Presentase Negatif
Tabel 3.1. Nilai P ( prosentasi jumlah sel ).
Kisaran P
0 – 25 %
26 – 50 %
51 – 75 %
76 – 100 %
1
2
3
4
SH = (IK x PK) + (IS x PS) + (IL x PL) + (IN x PN)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Tabel 3.2. Penilaian intensitas warna.(Nilai I , tetapan berdasarkan intensitas
warna).
Intensitas Nilai Warna
Kuat
Sedang
Lemah
Negatif
3
2
1
0
Coklat Tua
Coklat Muda
Kuning Keemasan
Biru – Ungu
Interval nilai skor histologis Makna kualitatif
0,00 – 3,75 Negatif
3,76 – 7,50 Positif lemah
7,51 – 11,25 Positif sedang
11,26 – 15,00 Positif kuat
9. Teknik Analisa Data
Data yang terkumpul akan diperiksa kelengkapan datanya, ditabulasi dan
dimasukkan ke dalam komputer.
Untuk menganilisis Perbandingan ekspresi HSP70 pada sediaan Karsinoma
nasofaring WHO tipe 3 pada stadium III dan stadium IV, menggunakan uji-T jika
terdistribusi normal dan uji Mann-Whitney jika terdistribusi tidak normal.
Perhitungan analisis data dengan menggunakan SPSS for Windows 7.0 version
(SPSS Inc, USA).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
10. Alur Penelitian
Pemeriksaan Imunohistokimia
Ekspresi Caspase-9
Populasi Penelitian
Kriteria Inklusi
Sampel
Analisis Statistik
Kriteria Eksklusi
Biopsi Jaringan Nasofaring dan penentuan stadium Ca
KNF WHO tipe 3 stadium IV KNF WHO tipe 3 stadium III
Ekspresi Caspase-9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Poliklinik THT RSUD Dr. Moewardi
Surakarta, dengan subyek penelitian pasien yang berobat ke Poliklinik THT
RSUD Dr. Moewardi dengan hasil pemeriksaan biopsy nasofaring menunjukan
Karsinoma Nasofaring WHO tipe 3. . Jenis penelitian ini adalah kuantitatif non
eksperimental dengan pendekatan cross sectional untuk mngetahui perbedaan
ekspresi Caspase-9 pada Karsinoma nasofaring WHO tipe 3 stadium III dan
stadium IV dari hasil pewarnaan imunohistokimia.
Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini menggunakan rumus
Samsize yang dihasilkan sebanyak 30 pasien. Setelah data-data yang diharapkan
terkumpul dari hasil wawancara dan catatan medis status pasien secara deskriptif
dapat ditabulasikan sebagai berikut.
1. Ciri-ciri Subyek Penelitian
a. Umur Responden.
Tabel 4,1. Umur Pasien Karsinoma Nasofaring WHO tipe 3..
Stadium N Rerata Std. Deviation P
Umur Stadium IV 12 52.75 % 10.270 0.968
Stadium III 12 52.92 % 10.077
31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Hasil penelitian umur responden stadium IV rata-rata adalah
52,75±10.270 dan umur responden statdium III adalah 52,92 ±10,077. Nilai
p=0.968 > 0.05 yang berarti data umur adalah homogen.
b. Jenis Kelamin Responden
Tabel 4.2. Distribusi Jenis Kelamin Pasien KNF WHO tipe 3 .
Stadium P
Stadium III Stadium IV
Jenis Kelamin Perempuan 4 2
16.7% 8.3% 0.346
Laki-laki 8 10
33.3% 41.7%
Tabel diatas menunjukkan jenis kelamin laki-laki lebih tinggi pada
statdium IV daripada stadium III sebesar 10 orang (41,7%) dan stadium III
sebesar 8 orang (33,3%). Sedangkan jumlah perempuan pada stadium III sebesar
4 orang (16,7%) dan statdium IV sebanyak 2 orang (8,3%).` Nilai p=0.346 > 0.05
yang berarti data jenis kelamin adalah homogen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
2. Uji Hipotesis Penelitian
Ekspresi Imunohistokimia Caspase-9 KNF WHO
tipe 3 stadium III.
Ekspresi Imunohistokimia Caspase-9 KNF
WHO tipe 3 stadium IV.
Gambar 4.1. Ekspresi Caspase-9 pada sampel penelitian melalui mikroskop
pembesaran 100x, dan selanjutnya dihitung skoring histologinya.
a. Uji Normalitas Data.
Normalitas data merupakan syarat mutlak sebuah data agar dapat
dianalisis lebih lanjut. Dalam penelitian ini uji normalitas data menggunakan
Shapiro-Wilk terhadap variabel penelitian caspase9 pada kelompok KNF WHO
tipe 3 stadium III dan kelompok KNF WHO tipe 3 stadium IV. Hasil uji
normalitas data caspase-9 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3. Uji Normalitas Data Caspase-9 Kelompok Stadium III dan IV.
Variabel Penelitian Shapiro Wilk P-value Keterangan
Caspase-9 Stadium III
Caspase-9 Stadium IV
0,903
0,877
0.176
0.080
Berdistribusi Normal
Berdistribusi Normal
Tabel di atas tampak bahwa variabel caspase-9 kelompok KNF WHO tipe
3 stadium III dan kelompok KNF WHO tipe 3 stadium IV mempunyai data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
berdistribusi normal (p > 0,05). Sehingga data pada penelitian ini dapat dianalisis
lebih lanjut dengan independent t- tes.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk menguji apakah data pada penelitian
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Jadi bila variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang
lain tetap, maka disebut data homogen dan bila berbeda disebut heterogen.
Hasil penelitian caspase-9 kelompok KNF WHO tipe 3 stadium III dan
kelompok KNF WHO tipe 3 stadium IV adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4. Uji Homogenitas skor histologi ekspresi Caspase-9 KNF WHO tipe 3.
Variabel Kelompok N Rerata SD P
Caspase-9 Stadium III
Stadium IV
12
12
2,899
2,098
0,709
1,046
0,224
Tabel uji homogenitas diatas menjelaskan rerata caspase-9 kelompok
stadium III sebesar 2,899±0,709dan kelompok stadium IV sebesar 2,098±1,046.
Distribusi data caspase-9 pada peneltian ini adalah homogen karena Levene test
p-value 0,224 > 0.05.
c. Uji Sampel t Test.
Uji sample t Test pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui adanya
perbedaan ekspresi caspase-9 pada KNF WHO tipe 3 stadium III dan stadium
IV. Adapun hasil perbedaan rerata dapat dilihat pada tabel berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Tabel 4.5. Uji Sample t Test skor histology ekspresi caspase-9 pada KNF
WHO tipe 3 stadium III dan stadium IV.
Kelompok Rerata SD T P-value
Stadium III
Stadium IV
2,899
2,098
0.709
1,046
2,197
0,039
Tabel di atas menjelaskan nilai rerata ekspresi caspase-9 pada KNF WHO
tipe 3 stadium III sebesar 2,899±0,709 dan pada KNF WHO tipe 3 stadium IV
sebesar2,098±1,046. Nilai p=0,039 < 0.05 yang berarti ada perbedaan yang
bermakna antara ekspresi caspase-9 pada KNF WHO tipe 3 stadium III dengan
ekspresi caspase-9 pada KNF WHO tipe 3 stadium IV.
Gambar 4.2. Distribusi Rerata Ekspresi Caspase-9 Pada Kelompok Stadium
III Dan Kelompok Stadium IV.
stadium III stadium IV
p = 0,039
Skor
histologi
Caspase-9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Gambar 4.1 di atas terlihat bahwa nilai rerata ekspresi caspase-9 pada
KNF WHO tipe 3 stadium IV lebih rendah dibanding nilai rerata ekspresi
caspase-9 pada KNF WHO tipe 3 stadium III.
d. Penentuan Nilai Cut Off Point Ekspresi Caspase-9
Nilai Cut Off Point adalah untuk menentukan adanya hubungan
ekspresi caspase-9 pada KNF WHO tipe 3 stadium III dengan ekspresi caspase-9
pada KNF WHO tipe 3 stadium IV, dan menentukan prediktor terjadinya
ekspresi caspase-9 pada KNF WHO tipe 3 stadium III dan IV. Penentuan dengan
mencari titik koordinat dari kurve caspase-9 seperti tertera pada gambar berikut.
Titik Poting Sensitivity dan Specificity
0
0.5
1
1.5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Sensitivity Specificity
Gambar 4.3. Grafik cut off point Ekspresi Caspase-9
Gambar di atas terlihat bahwa penetuan titik potong caspase-9 pada
curve adalah 2,77, didapatkan hasil sensitivitas dan spesifisitas terbaik
adalah sensitivitas 0,33% dan spesifisitas 0,33%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
B. PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan pada 24 pasien Karsinoma nasofaring di
poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang memenuhi kriteria
inklusi dan eklusi. Penelitian ini menunjukkan terdapat homogenitas umur pada
KNF WHO tipe 3 stadium III dan IV. Hal ini dibuktikan dengan uji beda
distribusi antara kedua stadium dan didapatkan p=0.968 > 0.05 dan berumur
diatas 30 tahun. hal ini sesuai dengan literature dimana keganasan kebanyakan
didapatkan pada usia tua (lebih dari 40 tahun) dikarenakan system imun, dan
mekanisme perbaikan DNA yang alami mutasi sudah kurang berfungsi dengan
baik. Mekanisme perbaikan DNA dibutuhkan guna memperbaiki rangkaian asam
amino pada kode genetik DNA yang alami mutasi. Jika mekanisme perbaikan
DNA ini gagal maka mutasi gen DNA yang sudah terjadi akan menyebabkan
pertumbuhan sel tidak terkendali (Abbas, et al., 2007)
KNF dapat terjadi pada setiap usia dan pada umumnya terjadi di usia
antara 45 – 54 tahun, namun 2 dekade terakhir dilaporkan peningkatan kasus
kejadian pada usia yang lebih muda. Kasus kejadian KNF pada laki-laki lebih
banyak dari wanita dengan perbandingan 3 : 1. Kanker nasofaring tidak umum
dijumpai di Amerika Serikat dan dilaporkan bahwa kejadian tumor ini di Amerika
Serikat adalah kurang dari 1 dalam 100.000 (Brennan, 2005).
Uji beda distribusi jenis kelamin pada penelitian ini secara statistic tidak
signifikan karena p= 0,346 >0,05, dengan demikian dapat disimpulkan terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
homogenitas padfa kedua kelompok sampel sehingga efek perancu dari
karakteristik jenis kelamin dapat dinyatakan terkontrol.
Normalitas data merupakan syarat mutlak sebuah data agar dapat
dianalisis lebih lanjut. Dalam penelitian ini uji normalitas data menggunakan
Shapiro-Wilk terhadap variabel penelitian ekspresi caspase-9 pada kelompok KNF
WHO tipe 3 stadium III dan kelompok KNF WHO tipe 3 stadium IV. Hasil uji
normalitas data : berdistribusi normal baik pada KNF WHO tipe3 stadium III
maupun stadium IV mempunyai data berdistribusi normal (p > 0,05). Sehingga
data pada penelitian ini dapat dianalisis lebih lanjut dengan independent t- tes.
Hasil analisis data penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang
bermakna (p=0.039) antara ekspresi caspase-9 KNF WHO tipe 3 stadium III
dengan ekspresi caspase-9 pada KNF WHO tipe 3 stadium IV. Nilai rata-rata
ekspresi caspase-9 pada KNF WHO tipe 3 stadium III lebih tinggi dibanding
ekspresi pada KNF WHO tipe 3 stadium IV, hal ini dapat disimpulkan bahwa
apoptosis intrinsik dalam penelitian ini yang merupakan proses ekspresi dari
caspase-3 sebagai eksekutor apoptosis dari pro-caspase-3 yang diaktifkan oleh
active caspase-9 sebagai inisiator apoptosis intrinsik yang dibentuk oleh kompleks
apoptosome dari mitokondria, diantaranya : Apaf-1, Cytochrome-c, pro-caspase-9
pada KNF WHO tipe 3 stadium IV lebih rendah daripada ekspresi caspase-9 pada
KNF WHO tipe 3 stadium III, sehingga kemampuan apoptosis stadium III juga
lebih baik daripada stadium IV, dapat dikatakan ekspresi caspase-9 ini
berbanding lurus dengan kemungkinan terjadinya apoptosis yang merupakan
kematian terprogram sel agar tidak menimbulkan pertumbuhan sel terus menerus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
yang tidak terkontrol, sehingga memicu perkembangan tumor dan kerusakan
sekitar, Pada pasien KNF WHO tipe 3 yang diteliti terjadinya apoptosis, yang
ditandai dengan penurunan ekspresi Caspase-9 sebagai inisiator instrinsik
apoptosis.Apoptosome yang diaktivasi oleh Caspase-9 dengan inisiator caspase-8
untuk jalur ekstrinsik (melalui ligan kematian), dan Caspase-9 untuk jalur
intrinsik (melalui mitokondria). Pada jalur intrinsik ini, bentuk aktif Caspase-9
merupakan penanda penting titik masuk sel ke jalur sinyal apoptosis. Aktivasi
caspases ini merupakan penanda untuk mendeteksi peristiwa apoptosis.
(Elmore,2007).
Ekspresi caspase-9 ini dapat sebagai penanda kerusakan sel dimana dalam
penelitian ini ekspresi caspase-9 pada KNF WHO tipe 3 stadium IV (T4N0-2M0,
Tiap T N3M0, Tiap T tiap N M1, ini merupakan keadaan KNF dengan kondisi T/
Tumor baik hanya terbatas pada nasofaring sampai meluas ke intrakranial, dengan
N/ pembesaran kelenjar limfe regional dari ipsilateral <6cm hingga ekstensi ke
supraklavikular, dan adanya metastase jauh) lebih sedikit daripada ekspresi
caspase-9 pada KNF WHO tipe 3 stadium III (T1-2 N2M0, T3N0-2M0, ini
merupakan keadaan KNF dengan kondisi T/ Tumor baik hanya terbatas pada
nasofaring sampai meluas ke struktur tulang/sinus paranasal, dengan N/
pembesaran kelenjar limfe regional dari ipsilateral<6cm hingga bilateral,tanpa
adanya metastase jauh dari KNF), jelas terlihat terjadi kerusakan sel yang lebih
parah pada KNF WHO tipe 3 stadium IV karena memang stadium IV ini adalah
stadium terminal dari KNF, salah satunya dimungkinkan karena proses apoptosis
pada KNF WHO tipe3 stadium IV lebih terganggu ditandai dengan sedikitnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
caspase-9 dibandingkan pada KNF WHO tipe 3 stadium III, Hal ini sesuai dengan
penelitian Lavrik et al.,2005 disebutkan Caspases adalah komponen penting dari
signal molekuler dengan berbagai tugas tergantung pada subtipe dan organ
terlibat. Aktivasi Caspases ini merupakan penanda untuk kerusakan sel dalam
penyakit seperti stroke dan infark miokard. Bentuk aktif Caspase-9 merupakan
penanda penting titik masuk sel ke jalur sinyal Apoptosis, dimana aktivasi
Caspases ini merupakan penanda untuk kerusakan sel, keterlibatan sebagai
indikator sendiri ini potensial untuk penelitian obat.
Menurut Grubisic (2005), mitokondria merupakan sentral kordinasi
peristiwa apoptotik. Berbagai jalur apoptosis dan sinyal transduksi akan
menginduksi permeabilitas membran. Protein bertanggungjawab untuk kerusakan
membrane mitokondria, reaksi tersebut diatur oleh Bcl-2.Sebagai anti apoptotic
Bcl-2 beserta HSP 70 dapat menghambat translokasi AIF (Apoptosis Inducing
Factor) sebuah mediator caspase independent apoptosis. Respon tubuh dipicu
oleh adanya sel kanker ini merupakan respon pertama di tingkat seluler, yang
memacu mitokondria untuk pembentukan kompleks apoptosome melalui interaksi
langsung dengan Apaf-1 dan ekspresi kuat dari Caspase-9 yang memegang peran
penting apoptosis,terutama di jalur intrinsik, dan proses transduksi sinyal menuju
apoptosis pada umumnya tergantung pada aktivitas caspase (Cysteine Aspartic
Acid-specific Protease) atau caspase-dependent apoptosis. Adapun caspase
(Cystein Aspartate Specific Proteases) merupakan enzim yang bertanggungjawab
terhadap perusakan (disasembly) sel secara sengaja menjadi bentuk apoptotik.
Hasil penetuan titik potong caspase-9 pada curve adalah 2,77, didapatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
hasil sensitivitas dan spesifisitas terbaik adalah sensitivitas 0,33% dan spesifisitas
0,33%., nilai Cut Off Point pada penelitian ini untuk menentukan adanya
hubungan ekspresi caspase-9 pada KNF WHO tipe 3 stadium III dengan ekspresi
caspase-9 pada KNF WHO tipe 3 stadium IV, dan menentukan prediktor
terjadinya ekspresi caspase-9 pada KNF WHO tipe 3 stadium III dan IV, selain
menunjukkan nilai batas hasil uji positif dan hasil uji negatif, hal ini diharapkan
dapat menilai kekuatan caspase-9 sebagai bahan pertimbangan penggunaan Cut
Off Point, dan juga acuan penelitian berikutnya.
Caspase-9 dapat dijadikan sebagai indikator terjadinya proses apoptosis
pada jalur intrinsik, dengan kata lain indikator perkembangan tumor yang
berpengaruh pada prognostik , meskipun bisa menjadi indikator, akan tetapi
bukan satu-satunya , karena masih ada jalur lain apoptosis pada KNF WHO tipe 3
ini.
Penelitian ini mempunyai keterbatasan selain hanya terfokus pada satu
jalur apoptosis dalam penelitian ini jalur intrinsik saja, selain itu banyak hal
yang belum bisa diterapkan pada penelitian ini, karena keterbatasan waktu dan
biaya yang diperlukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil Penelitian yang dianalisis dan dibahas pada bab-bab sebelumnya
dapat disimpulkan ada perbedan bermakna p=0.039 ekspresi pada KNF WHO
tipe 3 stadium III dengan ekspresi caspase-9 pada KNF WHO tipe 3 stadium IV.
B. Saran
Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan, sehingga perlu
penelitian lanjutan untuk menjadikan caspase-9 sebagai biomarker apoptosis
sehingga dapat bermanfaat klinis.
42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, AK,dan Litchman, AH., 2007, Imunity to Tumor in : Cellular and
Molecular Imunology, ed 7th , Philadelphia, WB Saunders, p: 397-439.
Anderson, M, Forsby, N, Klein, G, Henle, W, 2007, Relationship between the
Epstein-Barr Viral and Undifferential Nasopharyngeal Carcinoma:
Corelated nucleic acid hybridation and histopatological examination. Int.J.
Cancer, 20: 486-494.
Arya, R, Mallik, M and Lakhotia, SC,2007, Heat shock genes – integrating cell
survival and death; J. Biosci, 32: 595–610
Brennan, B, 2005. ‘Nasopharyngeal Carcinoma’, Annual of Oncology 13:1007-
15.
Budiani, DR., Retnaningsih, D., Mujahid, A., Wijayanti, Y., Mudigdo, A, 2006,
Expresion of LMP1 in Javanese Colon Carcinoma Patient with Duke’s
Classification system; Indicated the Association of EBV Infection in Colon
Malignancy. Kongres Nasional XV Perhimpunan DOkter Spesialis Patologi
Indonesia. Clinicopathologic Parameters in Ductal Carcinoma in situ of the
Breast, Oncology Report:1081-1086.
Chan, TC, Teo, PM, 2002, Nasopharyngeal Carcinoma : Review, Annals of
Oncology 13: 1007-15.
Elmore S, 2007, Apoptosis: a review of programmed cell death. Toxicol Pathol
35:495-516
Grubisic, ZT, 2005.Interaction between cell death and cell proliferation in cancer.
eJIFCC. 16; 2: 1-6.
Hariwiyanto, B, 2009. Peran Protein EBNA1, EBNA2, LMP1 dan LMP2 Virus
Epstein-Barr sebagai Faktor Prognosis pada Pengobatan Karsinoma
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Nasofaring, Disertasi Doktor. Program Doktor Ilmu Kedokteran dan
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada,
Hartati, ED., 2005, Perbedaan Skor Histologi Ekspresi Protein EBNA 1 dan LMP
1 pada Karsinoma Sel Transisional Kandung Kemih Berdifensiasi Baik dan
Buruk, Skripsi Bagian Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran UNS,
Surakarta; hal 26-33.
Kentjono, WA, Husein, F, Sandhika, W, Retnowati, E., 2000, Clinico-
pathological and serological (IgA-anti VCA, IgA-anti EBNA) studies on
nasopharyngeal carcinoma patients in Surabaya’. In Folia Medika
Indonesiana.
Kentjono, WA, 2003. Penatalaksanaan Karsinoma nasofaring masa kini, Dalam
Naskah lengkap Simposium kanker nasofaring dan demo biopsi nasofaring
dengan tehnik aspirasi jarum halus, Surabaya; hal 24-41.
Lavrik I.N, Golks A, Krammer P.H, 2005, Caspases: pharmacological
manipulation of cell death. J Clin Invest.;115:2665-2672.
Maa, Liu, L, Tang, L, Jong, J, Lim, A, Lu, T, et. al., 2007. Retropharyngeal
Lymphonody Metastasis in Nasopharyngeal Carcinoma: Prognostic Value
and Staging Categories, Clin Cancer Research, 13: 5.
Mads, HA, Jurgen, CB, &Per, TS, 2005, Nature Reviews, Drug Discovery 4: 399-
409.
Netter, FH, 2012, Atlas Of Human Anatomy,Profesional Edition,5th Edition.
Neuman, MG, 2001, Apoptosis in diseases of the liver. Critical Reviews in
Clinical and Laboratory Science 38: 109–166
Ramos-Varra,JA. 2005,”Technical Aspects of Immunohistochemistry” Vet Pathol
42(4): 405-426..
Rantam, Fedik, A, 2003, Metode Immunologi, Airlangga University Press,
Surabaya, hal 145-155.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Roezin, A, Adham, M. 2007. Karsinoma Nasofaring, dalam Buku Ajar THT
FKUI, ed 6, Jakarta, hal : 182-187.
Sari, AK, 2010. Gambaran kejadian KNF di RSUD Moewardi Surakarta 2007-
2009. hal 1-30.
Sudiana, IK, 2008. Patologi Molekuler Kanker, Salemba Medika, Jakarta.
Suhartono, TP, 2005, Psikoneuroimunologi.Graha Masyarakat Ilmiah Kedokteran
(GRAMIK)Fakultas Kedokteran UNAIR_RSU dr Sutomo, Surabaya.
Wei, W, Sham, JS., 2006. Nasopharyngeal Cancer; pp 1658-1671, in Bailey BJ,
Head and Neck Surgery Otolaryngology, , ed.4 Philadelphia, Lippincott Co.
Witte, MC, Neil, HB, 2008, Nasopharyngeal Cancer ; p.1637-53In: Johnson JT,
Rasekh C, Bailey B.J, Head and Neck Surgery-Otolaryngology,2nd
ed.
Lippincott Raven Philadelphia.New York.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lampiran 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lampiran 2
FORMULIR PERSETUJUAN
PARTISIPASI DALAM PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Alamat :
Setelah mendapatkan penjelasan dari dr. Rony D E Hariwaluyo – Residen Ilmu
Kesehatan THT-KL RSUD Dr.Moewardi / FK-UNS Surakarta, dengan ini
memberikan persetujuan untuk berpartisipasi dalam penelitian yang berjudul
Perbedaan ekspresi Cystein Aspartate Specific Proteases-9 (Caspase-9) pada
apoptosis terutama jalur intrinsik pada karsinoma nasofaring WHO tipe 3
Stadium III dan IV
Saya tidak akan menuntut dalam bentuk apapun terhadap hal-hal yang
terjadi sebagai akibat penelitian tadi.
Surakarta,…………………2014
Peneliti Partisipan Penelitian
( dr. Rony Dwi Eko H ) (……………………………)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lampiran 3
STATUS PENELITIAN
PERBEDAAN EKSPRESI CYSTEIN ASPARTATE SPECIFIC PROTEASES-
9(CASPASE-9) PADA APOPTOSIS TERUTAMA JALUR INTRINSIK
PADA KARSINOMA NASOFARING WHO
TIPE 3 STADIUM III DAN IV
Tanggal : ………………..
No. Penelitian : ………………..
No. Rekam Medik : ………………..
I. IDENTITAS
Nama : ………………...
Umur : ………………...
Jenis Kelamin :...........................(L/P)
Alamat : JL………………………………………………
Rt…………Rw……Kelurahan………………..
Kecamatan………………Kabupaten………….
Telp. Rumah………….HP…………………….
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Telinga
1.1 Telinga Berdengung : 1. Ya 2. Tidak
1. Unilateral: Kanan/Kiri 2. Bilateral
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1.2 Rasa Penuh di Telinga : 1. Ya 2. Tidak
1. Unilateral : Kanan/Kiri 2. Bilateral
1.3 Pendengaran Berkurang : 1. Ya 2. Tidak
1. Unilateral: Kanan/Kiri 2. Bilateral
1.4 Keluar cairan dari Telinga : 1. Ya 2. Tidak
1.Unilateral: Kanan/Kiri 2. Bilateral
1.5 Lama Keluhan: 1. <6 bln 2. 6-12 bln 3. >12bln
2. Keluhan Hidung :
2.1 Mimisan : 1. Ya 2. Tidak
1. Unilateral:Kanan/Kiri 2. Bilateral
2.2 Hidung Tersumbat: 1. Ya 2. Tidak
1. Unilateral: Kanan/Kiri 2. Bilateral
2.3 Gangguan Penciuman: 1. Ya 2. Tidak
1. Unilateran: Kanan/Kiri 2. Bilateral
2.4 Lama Keluhan: 1. <6bln 2. 6-12bln 3. >12bln
3. Lain-lain:
3.1 Benjolan di Leher: 1. Ya 2. Tidak
1. Unilateral:Kanan/Kiri 2. Bilateral
3.2 Sakit Kepala : 1. Ya 2. Tidak
3.3 Diplopia : 1. Ya 2. Tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3.4 Riwayat Keluarga : 1. Ya 2. Tidak
3.5 Kebiasaan: Merokok sigaret/cerutu : 1. Ya 2. Tidak
3.6 Makan Ikan asin sejak kecil : 1. Ya 2. Tidak
3.7 Pernah pengobatan kemoterapi/radioterapi :
: 1. Ya 2.Tidak
III. Pemeriksaan Fisik
1. Nasofaring:……………………………………………………..................
2. Mata: Kelainan : 1. Ya 2. Tidak
3. Saraf : 1. Ya 2. Tidak
4. Kelenjar Leher:
Homolateral, mobil/melekat : kanan……………..kiri…………..
Bilateral,mobil/melekat: kanan…………………..kiri…………..
Kontralateral,mobil/melekat:…………………….kiri…………..
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi
1.1 Foto toraks : Metastase: 1. Ya 2. Tidak
1.2 CT scan : Massa : 1. Ya 2. Tidak
Lokasi : Nasofaring 1. Fossa Rosenmuller
2. Dinding Posterior
Rongga Hidung : 1. Kanan 2. Kiri 3. Bilateral
Sinus Paranasal: 1. Ya 2. Tidak
Perluasan Intrakranial: 1. Ya 2. Tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1.3 USG Abdomen: Metastasis: 1.Ya 2. Tidak
V. STADIUM
T : 1.T1 2. T2a 3. T2b 4.T3 5. T4
N : 1. N0 2. N1 3. N2a 4. N2b 5. N3
M : 1. M0 2. M1
Stadium : 1. I 2. II 3. III 4. IVA 5. IVB 6. IVC
VI GAMBARAN PATOLOGI ANATOMI
1. Hasil PA No:…………………Tanggal…………………….
1. Berkeratin 2. Tanpa keratin 3. Tak berdiferensiasi
2. Kadar Caspase-9
1. Positif Kuat 2.Positif Ssedang 3.Positif Lemah 4. Negatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lampiran 4
UJI NORMALITAS
Statistic Std. Error
Caspase9_IV Mean 2.0975 .30197
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1.4329
Upper Bound 2.7621
5% Trimmed Mean 2.1511
Median 2.3300
Variance 1.094
Std. Deviation 1.04605
Minimum .01
Maximum 3.22
Range 3.21
Interquartile Range 1.75
Skewness -.878 .637
Kurtosis -.226 1.232
Caspase9_III Mean 2.8992 .20487
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 2.4483
Upper Bound 3.3501
5% Trimmed Mean 2.9469
Median 3.0550
Variance .504
Std. Deviation .70968
Minimum 1.33
Maximum 3.61
Range 2.28
Interquartile Range 1.27
Skewness -1.022 .637
Kurtosis .531 1.232
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Caspase9_III .168 12 .200* .903 12 .176
Caspase9_IV .223 12 .101 .877 12 .080
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Jenis Kelamin * Stadium Crosstabulation
Stadium
Total Stadium III Stadium IV
Jenis Kelamin Perempuan Count 4 2 6
% of Total 16.7% 8.3% 25.0%
Laki-laki Count 8 10 18
% of Total 33.3% 41.7% 75.0%
Total Count 12 12 24
% of Total 50.0% 50.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .889a 1 .346
Continuity Correctionb .222 1 .637
Likelihood Ratio .902 1 .342
Fisher's Exact Test .640 .320
Linear-by-Linear Association .852 1 .356
N of Valid Cases 24
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.00.
b. Computed only for a 2x2 table
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
T-Test
Group Statistics
Stadium N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Caspase9 Stadium IV 12 2.0975 1.04605 .30197
Stadium III 12 2.8992 .70968 .20487
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval Difference
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference Lower Upper
Caspase9 Equal
variances
assumed
1.567 .224 -2.197 22 .039 -.80167 .36490 -1.55843 -.04490
Equal
variances not
assumed
-2.197 19.356 .040 -.80167 .36490 -1.56447 -.03886
Titik Potong Sensitivity dan Specificity
0
0.5
1
1.5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Sensitivity Specificity
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lampiran 5
Ekspresi Caspase-9 pada KNF WHO Tipe 3
negatif
positif kuat
positif sedang
positif lemah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user