STATUS DEHIDRASI JANGKA PENDEK BERDASARKAN HASIL
PENGUKURAN PURI (PERIKSA URIN SENDIRI) MENGGUNAKAN
GRAFIK WARNA URIN PADA REMAJA KELAS 1 DAN 2 DI SMAN 63
JAKARTA TAHUN 2015
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mendapat Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh :
DONNA PERTIWI
1111101000129
PEMINATAN GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M/ 1436 H
i
ii
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Gizi Masyarakat
Skripsi, Oktober 2015
Donna Pertiwi, NIM : 1111101000129
Status Dehidrasi Jangka Pendek Berdasarkan Hasil Pengukuran PURI
(Periksa Urin Sendiri) Menggunakan Grafik Warna Urin pada Remaja
Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015.
xix + 100 Halaman, 17 tabel, 2 Bagan, 5 Lampiran
ABSTRAK
Dehidrasi jangka pendek adalah kehilangan cairan yang berlebihan dari
jaringan tubuh dalam jangka waktu yang pendek. Apabila terjadi
ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh, maka akan timbul kejadian dehidrasi
atau kehilangan air secara berlebihan. Dampak dehidrasi jangka pendek bila
dibiarkan, maka akan berdampak buruk bagi tubuh. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran
PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1
dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi cross
sectional yang dilaksanakan pada bulan Januari 2015 – Juni 2015. Sampel
penelitian ini berjumlah 75 responden. Analisis data dalam penelitian ini terdiri
dari analisis data univariat dan analisis data bivariat dengan menggunakan uji
statistik chi square.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta yang mengalami dehidrasi jangka pendek sebanyak 45.3%. Berdasarkan
analisis bivariat diketahui bahwa obesitas (Pvalue = 0.036), konsumsi cairan
(Pvalue = 0.000), pengetahuan tentang air dan dehidrasi (Pvalue = 0.000)
memiliki hubungan yang bermakna dengan status dehidrasi jangka pendek
berdasarkan hasil pengukuran PURI (periksa warna urin) menggunakan grafik
warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta.
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang bisa diberikan adalah pihak
sekolah dapat melakukan perencanaan program berbasis kesehatan dengan
memasukkan materi dehidrasi pada mata pelajaran pendidikan jasmani dan rohani,
remaja sebaiknya meningkatkan pengetahuan tentang air dan dehidrasi terutama
pencegahan dari dehidrasi, siswa yang obesitas dan kegemukan (overweight)
diharapkan melakukan penurunan berat badan dan siswa meningkatkan konsumsi
cairannya berdasarkan angka kecukupan gizi, kecukupan air untuk laki-laki
sebesar 2200 ml/hari dan perempuan sebesar 2100 ml/hari dan meningkatkan
konsumsi buah dan sayur yang mengandung banyak air.
Kata Kunci : Dehidrasi, Remaja, Konsumsi Cairan
Daftar bacaan : 57 (1994-2014)
iii
Faculty of Medicine and Health Sciences
Public Health Study Program
Nutrition Society
Undergraduate Thesis, October 2015
Donna Pertiwi, NIM: 1111101000129
Dehydration Status in Short term Based on Measurement Result PURI
(Check Urine Alone) Using Urine Colour Chart In Adolescents Grade 1 And
2 In 63 Senior High School Jakarta 2015.
xix + 100 Pages, 17 tables, 2 charts, 5 Annex
ABSTRACT
Dehydration status in short term is an excessive loss of fluid from body
tissues in the short term. The dehydration or excessive water loss occurs when the
body experiences an imbalance of fluid. The impact of dehydration couldn’t be
ignored, it will be bad for the body. The purpose of this study is dehydration
status in short term based on measurement result puri (check urine alone) using
urine colour chart in adolescents grade 1 and 2 in 63 senior high school jakarta
2015.
This is a quantitative study with cross sectional design that was
implemented from January 2015 to June 2015. The sample of this study are 75
respondents. Analysis of the data in this study consisted of univariate and
bivariate data analysis using the chi-square test.
The results showed that 45.3% adolescents grade 1 and 2 in 63 Senior
High School Jakarta was categorized as dehydrated status in short term. Based on
bivariate analysis known that obesity (Pvalue = 0.036), the consumption of liquids
(Pvalue = 0.000), knowledge of water and dehydration (Pvalue = 0.000) had a
significant association with dehydration status in short term based on
measurement result puri (check urine alone) using urine colour chart in
adolescents grade 1 and 2 in 63 senior high school jakarta 2015.
Based on the study, the advices that can be given is the school be able to
conduct planning based program of health by incorporating the material
dehydration on the subjects of physical education and spiritual, adolescents should
increase knowledge about water and dehydration especially for prevention of
dehydration, obesity and overweight student are recommended to loss some
weight and students increase consumption of liquids based nutritional adequacy
rate, sufficient water 2200 ml/day for boys and 2100 ml/day for girls and increase
consumption of fruit and vegetables that contain a lot of water.
Keyword : Dehydration, Adolescents, Consumption of liquids
Reading list: 57 (1994-2014)
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
PERSONAL DATA
Nama : Donna Pertiwi
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Palembang, 18 Maret 1993
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
PENDIDIKAN FORMAL
1998 - 2000 : TK ROSI PALEMBANG
2000 - 2005 : SDN 51 PALEMBANG
2005 - 2008 : SMPN 19 PALEMBANG
2008 - 2011 : MAN 3 PALEMBANG
2011 - Sekarang : Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb,
Segala puji bagi Allah semesta alam, pemilik segala apa yang ada di langit
dan bumi. Shalawat serta salam dilimpahkan selalu kepada teladan kita nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya. Semoga Allah SWT
selalu melimpahkan keberkahan kepada kita semua. Aamiin. Atas perkenan-Mu
jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “status
dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin
Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta tahun 2015”. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pihak yang
telah mendukung tersusunnya skripsi ini. Terima kasih penulis haturkan kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kemudahan di setiap
harinya. Selalu memberikan apa yang dibutuhkan penulis, memberikan
semangat, memberiku bahagia setelah kesedihan, memberiku solusi saat
ada masalah, yang selalu menemaniku setiap saat. Terima kasih atas
kehidupam ini ya Rabb dengan segala nikmat yang telah diberikan kepada
hamba-Mu ini. Tanpa takdir-Mu aku takkan berada di sini hingga saat ini.
Tanpa perlindungan dari-Mu aku takkan sekuat ini. Terima kasih Rabb.
2. Kedua orang tua dan saudara-saudaraku yang telah memberikan doa dan
dukungan dalam berbagai hal.
3. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes, Ph.D selaku Kepala Program Studi
Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Febrianti, Sp, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah dengan
sabar memberikan ilmu, bimbingan, pengarahan, motivasi, dan
meluangkan waktunya untuk membimbing saya hingga skripsi ini selesai.
viii
Terima kasih untuk segala masukan dan nasihat ibu. Semoga Allah SWT
memberikan balasan yang setimpal dan semoga ibu sehat selalu.
5. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku dosen pembimbing II yang
telah memberikan saya bimbingan hingga skripsi ini selesai. Terima kasih
untuk masukan dan nasihat yang telah bapak berikan. Semoga bapak sehat
selalu.
6. Bapak/Ibu penguji yang telah memberikan masukan demi penyempurnaan
dan perbaikan dari laporan skripsi ini.
7. Terima kasih juga untuk segenap dosen pengajar di Program Studi
Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan penulis wawasan dan ilmu
pengetahuan selama masa perkuliahan.
8. Pihak sekolah SMAN 63 Jakarta yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melakukan penelitian.
9. Pemerintah Musi Banyuasin Sumatera Selatan dan Kementerian Agama.
10. Teman-teman seperjuangan santri jadi dokter MUBA 2011.
11. Teman-teman seperjuangan GIZI 2011, kakak-kakak dan adik-adik serta
semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
memberikan motivasi kepada peneliti.
ix
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih kurang
dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
demi kemajuan dimasa yang akan datang. Terima kasih.
Wassalamualaikum. Wr.wb.
Ciputat, Oktober 2015
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN. .................................................................................... i
ABSTRAK ................................................................................................................ ii
ABSTRACT .............................................................................................................. iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PENGUJI ....................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................ vi
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xv
DAFTAR BAGAN .................................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xix
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 4
C. Pertanyaan Penelitian .............................................................................. 4
D. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6
1. Tujuan Umum .............................................................................. 6
2. Tujuan Khusus ............................................................................. 6
E. Manfaat Penelitian ................................................................................... 7
1. Bagi Civitas Akademik Sekolah .................................................. 7
2. Bagi Mahasiswa ........................................................................... 8
F. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 8
xi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 9
A. Fungsi air bagi tubuh............................................................................... 9
B. Kebutuhan air .......................................................................................... 11
C. Keseimbangan air .................................................................................... 11
D. Dehidrasi Jangka Pendek ........................................................................ 13
1. Pengertian ......................................................................................... 13
2. Tingkatan Dehidrai ........................................................................... 14
2. Pengukuran Dehidrasi ....................................................................... 15
3. Tanda Dan Gejala Dehidrasi ............................................................. 19
4. Patofisiologis Dehidrasi .................................................................... 20
E. Dampak Dehidrasi ................................................................................... 21
F. Faktor-faktor yang mempengaruhi dehidrasi jangka pendek .................. 23
1. Obesitas ............................................................................................. 23
2. Usia ................................................................................................... 27
3. Jenis kelamin ..................................................................................... 28
4. Aktifitas fisik .................................................................................... 29
5. Konsumsi cairan ............................................................................... 31
6. Pengetahuan tentang air .................................................................... 34
7. Suhu tubuh ........................................................................................ 36
8. Wilayah ekologi ................................................................................ 37
9. Pengeluaran air ................................................................................. 38
F. Kerangka Teori ........................................................................................ 40
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
DAN HIPOTESIS .................................................................................................... 42
A. Kerangka Konsep ...................................................................................... 42
B. Definisi Operasional .................................................................................. 45
C. Hipotesis .................................................................................................... 47
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 48
A. Desain Penelitian ....................................................................................... 48
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ..................................................................... 48
1. Waktu penelitian ............................................................................... 48
2. Lokasi Penelitian ............................................................................... 48
xii
C. Populasi dan sampel .................................................................................. 48
1. Populasi ............................................................................................. 48
2. Sampel .............................................................................................. 49
D. Tehnik Sampling ....................................................................................... 50
E. Pengumpulan Data ..................................................................................... 50
1. Jenis Data .......................................................................................... 50
2. Metode Pengumpulan Data ............................................................... 51
F. Alur Pengumpulan Data Primer dan Sekunder .......................................... 56
G. Manajemen Data ....................................................................................... 57
H. Analisis Data ............................................................................................. 59
BAB V HASIL .......................................................................................................... 61
A. Hasil Analisis Univariat ............................................................................ 61
1. Gambaran status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil
pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna
urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ............ 61
2. Gambaran obesitas pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta
tahun 2015 ................................................................................................ 62
3. Gambaran jenis kelamin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta tahun 2015.................................................................................... 63
4. Gambaran aktivitas fisik pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta tahun 2015.................................................................................... 64
5. Gambaran konsumsi cairan pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta tahun 2015.................................................................................... 65
6. Gambaran pengetahuan tentang air dan dehidrasi pada remaja kelas
1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ................................................. 67
B. Hasil Analisis Bivariat ............................................................................... 68
1. Hubungan antara obesitas dengan status dehidrasi jangka pendek
berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN
63 Jakarta tahun 2015 .............................................................................. 68
2. Hubungan antara jenis kelamin dengan status dehidrasi jangka
pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
xiii
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN
63 Jakarta tahun 2015 .............................................................................. 69
3. Hubungan antara aktivitas fisik dengan status dehidrasi jangka
pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN
63 Jakarta tahun 2015 .............................................................................. 70
4. Hubungan antara konsumsi cairan dengan status dehidrasi jangka
pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN
63 Jakarta tahun 2015 .............................................................................. 71
5. Hubungan antara pengetahuan tentang air dan dehidrasi dengan
status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI
(Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja
kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ....................................... 72
BAB VI PEMBAHASAN ......................................................................................... 74
A. Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 74
B. Gambaran status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran
PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja
kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 .............................................. 74
C. Hubungan antara obesitas dengan status dehidrasi jangka pendek
berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan
grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun
2015 ................................................................................................................ 78
D. Hubungan antara jenis kelamin dengan status dehidrasi jangka pendek
berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan
grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun
2015 ................................................................................................................ 80
E. Hubungan antara aktivitas fisik dengan status dehidrasi jangka pendek
berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan
grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun
2015 ................................................................................................................ 83
xiv
F. Hubungan antara konsumsi cairan dengan status dehidrasi jangka
pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta tahun 2015.......................................................................................... 85
G. Hubungan antara pengetahuan tentang air dan dehidrasi dengan status
dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin
Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ........................................................................ 87
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 90
A. Simpulan .................................................................................................... 90
B. Saran .......................................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 94
LAMPIRAN .............................................................................................................. 100
xv
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
Tabel 2.1 Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013 11
Tabel 2.2 Persentase Kehilangan Air Tubuh Dengan Tanda
dan Gejalanya
20
Tabel 2.3 Klasifikasi Status Gizi Remaja Menurut WHO-
NCHS Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
Menurut Umur (IMT/U) Anak Umur 5-18 tahun
27
Tabel 2.4 Kategori Tingkat Aktivitas Fisik dengan Nilai
Physical Activity Level
31
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian 45
Tabel 4.1 Besar Minimal Sampel Berdasarkan Penelitian
Sebelumnya
49
Tabel 5.1 Distribusi Status Dehidrasi Jangka Pendek Pada
Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta
Tahun 2015
61
Tabel 5.2 Distribusi Status Dehidrasi Jangka Pendek
Berdasarkan Jenis Kelamin
62
Tabel 5.3 Distribusi Obesitas Pada Remaja Kelas 1 dan 2
di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
62
Tabel 5.4 Distribusi Obesitas Berdasarkan Jenis Kelamin 63
Tabel 5.5 Distribusi Jenis Kelamin Pada Remaja Kelas 1
dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
63
xvi
Tabel 5.6 Distribusi Aktivitas Fisik Pada Remaja Kelas 1
dan 2 di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015
64
Tabel 5.7 Distribusi Aktivitas Fisik Berdasarkan Jenis
Kelamin
64
Tabel 5.8 Distribusi Konsumsi Cairan Pada Remaja Kelas
1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
65
Tabel 5.9 Distribusi Konsumsi Cairan Berdasarkan Jenis
Kelamin
65
Tabel 5.10 Distribusi Konsumsi Cairan 66
Tabel 5.11 Distribusi Pengetahuan tentang air dan dehidrasi
Pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta
tahun 2015
67
Tabel 5.12 Distribusi Pengetahuan air dan dehidrasi
berdasarkan Jenis Kelamin
68
Tabel 5.13 Hubungan obesitas dengan dengan Status
Dehidrasi Jangka Pendek pada remaja kelas 1
dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
68
Tabel 5.14 Hubungan Jenis Kelamin dengan Status
Dehidrasi Jangka Pendek pada remaja kelas 1
dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
69
Tabel 5.15 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status
Dehidrasi Jangka Pendek pada remaja kelas 1
dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
70
Tabel 5.16 Hubungan Konsumsi Cairan dengan Status
Dehidrasi Jangka Pendek pada remaja kelas 1
dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
71
xvii
Tabel 5.17 Hubungan Pengetahuan tentang Air dan
Dehidrasi dengan Status Dehidrasi Jangka
Pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta tahun 2015
72
xviii
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan Halaman
Bagan 2.1 Kerangka Teori 41
Bagan 3.1 Kerangka Konsep 44
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 Tabel Physical Activity Ratio (PAR) Berbagai Aktivitas Fisik
Lampiran 3 Data berat badan dan tinggi badan responden
Lampiran 4 Output SPSS
Lampiran 5 Foto/Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dehidrasi adalah kehilangan cairan yang berlebihan dari jaringan
tubuh. Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh, maka akan
timbul kejadian dehidrasi atau kehilangan air secara berlebihan (Tamsuri,
2009). Dehidrasi juga merupakan gangguan yang umum terjadi pada bayi dan
anak-anak ketika keluaran cairan total tubuh melebihi asupan cairan total
(Muscari, 2005). Hal ini didukung dengan Brenna dkk (2012) yang
menyebutkan bahwa dehidrasi adalah kondisi dimana tubuh kehilangan cairan
atau defisit volume cairan sebanyak 1 % atau lebih dari berat badan.
Berdasarkan penelitian The Indonesian Regional Hydration Study
(THIRST) tahun 2010 yang dilakukan di beberapa kota di Indonesia, Jakarta
menempati angka dehidrasi terbesar kedua setelah Makassar yaitu sebesar
53,1% pada penduduk Indonesia dan dehidrasi ringan atau jangka pendek
ternyata lebih banyak terjadi pada kelompok usia remaja (15-18 tahun) sebesar
49,5%. Dehidrasi dapat terjadi tanpa disadari di saat melakukan aktivitas
(D’Anci et al, 2009). Kehilangan tersebut, sebagian besar berupa kehilangan
cairan ekstraselular. Selain itu, remaja lebih sering mengalami dehidrasi
dikarenakan banyaknya aktivitas fisik remaja yang dapat menguras tenaga dan
cairan tubuh, sehingga menyebabkan kurangnya konsumsi cairan (Briawan
dkk, 2011).
2
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan
Januari tahun 2015 terhadap 30 orang siswa siswi kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta didapatkan bahwa 33,3% siswa siswi mengalami dehidrasi jangka
pendek. Penelitian dilakukan di sekolah ini karena lokasi sekolah yang mudah
mengakses makanan dan minuman, kelengkapan fasilitas sekolah dan
banyaknya kegiatan ekstrakurikuler sehingga banyaknya aktivitas yang
dilakukan oleh siswa siswi yang diharapkan menjadi pendukung data
penelitian. Di samping itu, belum pernah ada penelitian mengenai status
dehidrasi pada wilayah tersebut.
Dampak dehidrasi jangka pendek ini bila dibiarkan, maka akan
berdampak buruk bagi tubuh karena dehidrasi jangka pendek bisa
melemahkan anggota gerak, hipotonia, hipotensi dan takikardia, kesulitan
berbicara, bahkan sampai pingsan. Dehidrasi jangka pendek yang terjadi terus
menerus juga bisa meningkatkan risiko batu ginjal, infeksi saluran kencing,
kanker usus besar dan konstipasi (Popkin et al, 2010). Dampak dari dehidrasi
jangka pendek bila dibiarkan secara terus menerus dapat menyebabkan
kejadian stroke. Darah dalam tubuh terdiri dari 90% air, apabila darah tubuh
kekurangan air maka darah menjadi lebih kental. Pengentalan darah membuat
persediaan oksigen yang diantarkan ke otak berkurang dan memungkinkan
terjadinya stroke. Dampak dari dehidrasi jangka pendek juga dapat
mempengaruhi performa kognitif, menurunkan daya tahan fisik dan
psikomotor (Grandjean, 2007). Menurut Murray (2007) juga memaparkan
bahwa dehidrasi berpengaruh pada perubahan termoregulator suhu pada
tubuh.
3
Dehidrasi jangka pendek dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya dehidrasi jangka pendek diantaranya
yaitu obesitas, wilayah ekologi, suhu tubuh, pengeluaran air, jenis kelamin,
usia, pengetahuan air dan dehidrasi, aktivitas fisik serta konsumsi cairan
(Santoso dkk, 2012 ; Tamsuri, 2009; Berman dkk, 2009; Hardinsyah dkk,
2009; Brenna dkk, 2012).
Dehidrasi jangka pendek adalah kondisi ketika tubuh kehilangan
cairan karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan dalam jangka
waktu yang pendek. Dehidrasi terjadi bila keluaran airnya adalah cairan
hipotonik, yaitu volume air keluar jauh lebih besar dari jumlah natrium yang
keluar. Hal ini mengakibatkan peningkatan tonisitas plasma oleh karena
adanya peningkatan kadar natrium plasma hipernatremia. Akibat peningkatan
tonisitas plasma, air intrasel akan bergerak menuju ektrasel sehingga volume
cairan intrasel berkurang sehingga menyebabkan dehidrasi (Santoso dkk,
2012). Pengeluaran air harus diseimbangkan dengan pemasukan air melalui
mekanisme keseimbangan dimana cairan di dalam tubuh berusaha setiap
waktu untuk tetap seimbang dan konstan jumlahnya. Keseimbangan cairan
tubuh adalah keseimbangan antara jumlah cairan yang masuk dan cairan yang
keluar dari tubuh. Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh,
akan timbul kejadian dehidrasi (Almatsier, 2009).
Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa
Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
4
B. Rumusan Masalah
Remaja merupakan kelompok yang rentan terjadinya penurunan
kandungan air. Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh,
maka akan timbul kejadian dehidrasi. Hasil penelitian studi pendahuluan di
SMAN 63 Jakarta didapatkan bahwa siswa siswi yang mengalami dehidrasi
jangka pendek sebesar 33,3%. Selain itu, dehidrasi jangka pendek dapat
berdampak buruk bagi tubuh karena bisa melemahkan anggota gerak,
hipotonia, hipotensi dan takikardia, kesulitan berbicara, bahkan sampai
pingsan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti status dehidrasi
jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta tahun 2015.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran status dehidrasi jangka pendek berdasarkan
hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik
warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun
2015?
2. Bagaimana gambaran obesitas pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta tahun 2015 ?
3. Bagaimana gambaran jenis kelamin pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ?
4. Bagaimana gambaran aktivitas fisik pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015 ?
5
5. Bagaimana gambaran konsumsi cairan pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015?
6. Bagaimana gambaran pengetahuan tentang air dan dehidrasi pada
remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015?
7. Apakah ada hubungan antara obesitas dengan status dehidrasi jangka
pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN
63 Jakarta tahun 2015?
8. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan status dehidrasi
jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin
Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015?
9. Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan status dehidrasi
jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin
Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015?
10. Apakah ada hubungan antara konsumsi cairan dengan status dehidrasi
jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin
Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015?
11. Apakah ada hubungan antara pengetahuan tentang air dan dehidrasi
dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran
PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada
remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015?
6
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil
pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna
urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran obesitas pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
b. Diketahuinya gambaran jenis kelamin pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
c. Diketahuinya gambaran aktivitas fisik pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
d. Diketahuinya gambaran konsumsi cairan pada remaja kelas 1 dan 2
di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
e. Diketahuinya gambaran pengetahuan tentang air dan dehidrasi
pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
f. Diketahuinya hubungan antara obesitas dengan status dehidrasi
jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin
Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2
di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
g. Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan status
dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI
(Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada
remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
7
h. Diketahuinya hubungan antara aktivitas fisik dengan status
dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI
(Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada
remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
i. Diketahuinya hubungan antara konsumsi cairan dengan status
dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI
(Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada
remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
j. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan tentang air dan
dehidrasi dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil
pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik
warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun
2015.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Civitas Akademik Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai dehidrasi jangka pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015 sehingga pihak sekolah dapat
melakukan upaya dalam menghadapi masalah dehidrasi jangka pendek
pada siswa siswi. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi masukan
untuk dasar pelaksanaan pengembangan kegiatan di sekolah untuk
meningkatkan program gizi berbasis sekolah.
8
2. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa memperoleh wawasan dan pengetahuan baru dalam
ilmu kesehatan masyarakat mengenai dehidrasi jangka pendek pada
remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015, khususnya pada
anak sekolah dan penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk
melakukan penelitian lanjutan.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi peminatan gizi program studi
kesehatan masyarakat untuk mengetahui status dehidrasi jangka pendek
berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan
grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
Penelitian ini dilakukan karena berdasarkan hasil studi pendahuluan di
SMAN 63 diketahui status dehidrasi jangka pendek pada remaja kelas 1 dan 2
cukup tinggi yaitu sebesar 33,3%. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari
2015 – Juni 2015 di SMAN 63 Jakarta dengan menggunakan jenis penelitian
kuantitatif dengan desain studi cross sectional dan analisis data bivariat
dengan menggunakan chi square. Data primer dikumpulkan dengan cara
melakukan pengambilan urin, menyebarkan kuesioner dan melakukan
pengukuran antropometri (tinggi badan dan berat badan) kepada responden,
serta melakukan Food recall 1x24 jam untuk melihat konsumsi cairan dan
recall aktivitas fisik selama 1x24 jam.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fungsi Air Bagi Tubuh
Menurut Santoso dkk (2012) air mempunyai fungsi penting bagi tubuh
manusia, yaitu:
1. Air sebagai pembentuk sel dan cairan tubuh
Peran penting air adalah sebagai pembentukan berbagai cairan tubuh,
seperti darah, cairan lambung, hormon, enzim, dan lainnya. Selain itu
air juga terdapat dalam otot dan berfungsi untuk menjaga tonus otot
sehingga otot mampu berkontraksi.
2. Air sebagai pengatur suhu tubuh
Fungsi air sebagai pengatur suhu tubuh karena air menghasilkan panas,
menyerap dan menghantarkan panas ke seluruh tubuh sehingga dapat
menjaga suhu tubuh tetap stabil. Melalui produksi keringat yang
sebagian besar terdiri atas air dan garam, air turut mendinginkan suhu
tubuh. Air juga membantu mendinginkan tubuh melalui penguapan.
Ketika tubuh memproduksi keringat, penguapan dari permukaan kulit
menyebabkan suhu tubuh menurun sehingga tubuh tetap merasa
dingin.
3. Air sebagai pelarut
Air sebagai pelarut zat-zat gizi lainnya yang membantu proses
pencernaan makanan. Mulai dari membantu produksi air liur saat
makanan tiba di mulut, melarutkan makanan dan membantu melumasi
makanan agar dapat masuk ke kerongkongan karena air merupakan zat
10
anorganik, yang tidak dicerna. Air dengan cepat melewati usus halus
dan sebagian besar diserap kemudian turut berfungsi sebagai salah satu
komponen mukus agar sisa zat makanan dapat keluar sebagai feses.
4. Air sebagai pelumas dan bantalan
Air berfungsi juga sebagai pelumas atau lubrikan dalam bentuk cairan,
yang memungkinkan sendi untuk bergerak dengan baik dan meredam
gesekan antar sendi. Tulang rawan yang terdapat di ujung tulang
panjang mengandung banyak air yang berfungsi sebagai pelumas. Saat
tulang rawan mengalami kurang air, maka kerusakan akibat gesekan
dapat meningkat dan pada akhirnya menyebabkan nyeri sendi. Air
berfungsi sebagai bantalan tahan getar pada jaringan tubuh, misalnya
pada otak, medulla spinalis, mata, dan kantong amnion dalam rahim.
Air menjaga agar organ tersebut tidak mengalami banyak getaran
sehingga dapat berfungsi dengan baik.
5. Air sebagai media transportasi
Air merupakan media transportasi di dalam sel, sehingga air sebagai
media transportasi yang efektif (Carrier) dalam membantu
pertumbuhan dan regenerasi sel.
6. Air sebagai media eliminasi sisa metabolisme
Tubuh menghasilkan berbagai sisa metabolisme yang tidak diperlukan
termasuk toksin. Sehingga air berfungsi sebagai media eliminasi untuk
mengeluarkan sisa metabolisme melalui saluran kemih, saluran cerna,
saluran nafas dan kulit.
11
B. Kebutuhan Air
Keseimbangan air di dalam tubuh perlu dijaga melalui pemenuhan
kebutuhan air. Kebutuhan air bagi setiap individu akan berbeda-beda,
tergantung dari ukuran fisik, umur, jenis kelamin, aktivitas fisik dan
lingkungannya. Perkiraan kebutuhan air tubuh biasanya berdasarkan asupan
energi, luas permukaan tubuh, atau berat badan tubuh (Santoso dkk, 2012).
Kebutuhan air sehari dinyatakan sebagai proporsi terhadap jumlah energi
yang dikeluarkan tubuh dalam keadaan lingkungan rata-rata. Pemenuhan
kebutuhan air diperlukan untuk menggantikan pengeluaran air dari
pernapasan, kulit, ginjal (urin), serta saluran pencernaan. Untuk remaja usia
15 tahun dibutuhkan sebanyak 70 sampai 85 mL/kg/hari, sedangkan untuk
remaja usia 18 tahun adalah 40 sampai 50 mL/kg/hari (Hany, 2005). Adapun
tabel kebutuhan air yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.1
Angka kecukupan Gizi (AKG) 2013
Jenis kelamin Umur AKG air (mL)
Laki-laki 13-15 tahun 2000
16-18 tahun 2200
19-29 tahun 2500
Perempuan 13-15 tahun 2000
16-18 tahun 2100
19-29 tahun 2300
Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) Tahun 2014
C. Keseimbangan Air
Keseimbangan cairan tubuh adalah keseimbangan antara jumlah
cairan yang masuk dan keluar tubuh. Keseimbangan air di dalam tubuh
dipengaruhi oleh konsumsi cairan dan pengeluaran air. Melalui mekanisme
12
keseimbangan, tubuh berusaha agar cairan di dalam tubuh setiap waktu
berada di dalam jumlah yang tetap/konstan. Kontrol keseimbangan air di
dalam tubuh sangat penting untuk mengatur osmolalitas cairan ekstraselular
(CES). Setiap keadaan yang menyebabkan perubahan osmolalitas cairan
ekstraselular (CES). Jika terjadi defisit air di cairan ekstraselular, maka
osmolalitas akan meningkat. Untuk mengembalikan menjadi kondisi normal,
air berpindah secara osmosis dari intrasel menuju ekstrasel sehingga volume
cairan intraselular berkurang yang disebut dehidrasi (Sherwood, 2011).
Terdapat dua regulator dalam mekanisme pengaturan keseimbangan
air dan natrium di dalam tubuh manusia yaitu regulator osmotik dan regulator
volume. Regulator osmotik tugasnya mengatur pengeluaran air melalui ginjal,
sedangkan regulator volume mengatur ekskresi natrium melalui ginjal
(Santoso dkk, 2012).
Regulator osmotik merupakan regulator yang sangat peka terhadap
perubahan osmolalitas plasma dengan kata lain osmolalitas plasma
merupakan pemicu dari regulator ini. Perubahan osmolalitas plasma ini akan
dirasakan oleh sensor dari regulasi osmotik atau osmoreseptor dan pusat rasa
haus yang terletak di hipotalamus. Osmoreseptor akan berefek terhadap
sekresi Antidiuretic Hormone (ADH) dan pusat rasa haus. ADH dan
kepekaan rasa haus disebut juga sebagai efektor regulasi osmotik.
Osmolalitas plasma yang meningkat akan meningkatkan sekresi ADH dan
kepekaan rasa haus oleh hipotalamus, sebaliknya osmolalitas plasma
menurun akan meredam sekresi ADH dan kepekaan rasa haus. ADH memiliki
13
reseptor yang disebut reseptor-V2 terletak di duktus koligentes merupakan
bagian distal dari nefron ginjal (Santoso dkk, 2012).
Regulator volume merupakan regulator yang sangat peka terhadap
perubahan volume sirkulasi efektif, dengan kata lain volume sirkulasi efektif
merupakan pemicu dari regulator ini. Perubahan volume sirkulasi efektif ini
akan dirasakan oleh sensor dari regulasi volume atau disebut baroreseptor
yang terletak di 1) sinus karotikus, berfungsi untuk mengatur aktivitas
simpatis dan pada derajat yang lebih rendah merangsang atau meredam
sekresi ADH, 2) arteri aferen glomerulus, berfungsi mengatur aktivitas sistem
renin-angiotensin-aldoteron, 3) atrium dan ventrikel, berfungsi mensekresi
Atrial/Natriuretic Peptide (ANP) bila terjadi peningkatan tekanan dalam
atrium/ventrikel. Secara singkat bahwa pengaturan oleh regulator osmotik dan
regulator volume adalah untuk mengembalikan volume air tubuh ke posisi
sebelum terjadi perubahan keseimbangan (Santoso dkk, 2012).
Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh, akan timbul
kejadian dehidrasi (kehilangan air secara berlebihan). Konsumsi air terdiri
atas air yang diminum dan yang diperoleh dari makanan sebagai hasil
metabolisme yang keluar dari tubuh termasuk yang dikeluarkan sebagai urine,
air di dalam feses, dan air yang dikeluarkan melalui kulit dan paru-paru
(Almatsier, 2009).
D. Dehidrasi Jangka Pendek
1. Pengertian
Dehidrasi adalah kehilangan cairan atau kekurangan cairan dari
jaringan tubuh yang berlebihan. Status dehidrasi jangka pendek adalah
14
suatu kondisi atau keadaan yang menggambarkan jumlah cairan dalam
tubuh seseorang dalam jangka waktu pendek yang dapat diketahui dari
warna urin. Dehidrasi merupakan gangguan yang umum terjadi pada bayi
dan anak-anak ketika keluaran cairan total tubuh melebihi asupan cairan
total (Muscari, 2005). Dehidrasi terjadi bila keluaran airnya adalah cairan
hipotonik, yaitu volume air keluar jauh lebih besar dari jumlah natrium
yang keluar. Hal ini mengakibatkan peningkatan tonisitas plasma oleh
karena adanya peningkatan kadar natrium plasma hipernatremia. Akibat
peningkatan tonisitas plasma, air intrasel akan bergerak menuju ektrasel
sehingga volume cairan intrasel berkurang yang disebut sebagai dehidrasi
(Santoso dkk, 2012).
2. Tingkatan Dehidrasi
Derajat keparahan dehidrasi menurut AFIC (1999) dalam Kit dan Teng
(2008), yaitu :
a. Dehidrasi Ringan/ Dehidrasi Jangka Pendek
Ditandai dengan rasa haus, sakit kepala, kelelahan, wajah
memerah, mulut dan kerongkongan kering. Dehidrasi ringan ini
merupakan dehidrasi yang terjadi dalam jangka waktu pendek dan
tidak terlalu parah tetapi apabila dibiarkan maka akan berdampak
buruk bagi kesehatan tubuh.
b. Dehidrasi Sedang
Ditandai dengan detak jantung yang cepat, pusing, tekanan
darah rendah, lemah, volume urin rendah namun konsentrasinya
tinggi.
15
c. Dehidrasi berat/ Dehidrasi Jangka Panjang
Ditandai dengan kejang otot, lidah bengkak (swollen
tongue), sirkulasi darah tidak lancar, tubuh semakin melemah dan
kegagalan fungsi ginjal. Dehidrasi berat ini merupakan dehidrasi
jangka panjang yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan
bahkan dapat menyebabkan kematian.
3. Pengukuran Dehidrasi
Berbagai metode yang digunakan untuk penilaian kecukupan air
tubuh, antara lain penurunan berat badan (body mass loss), air tubuh total
(total body water) dengan pemeriksaan isotop (D2O), analisis aktivitas
neutron, multiple frequency bioelectrical impedance, volume darah,
perubahan volume plasma, osmolalitas plasma, berat jenis urin,
osmolalitas urin, konduktivitas urin, volume urin 24 jam, warna urin, urine
dipsticks (variabel tambahan), pemeriksaan klinis mengenai status hidrasi,
rasa haus (Santoso dkk, 2012). Dari semua metode yang telah disebutkan
di atas metode dengan akurat tinggi adalah metode isotop, analisis
aktivitas neutron, osmolalitas plasma atau urin, perubahan volume plasma.
Akan tetapi metode-metode tersebut memerlukan keahlian dan biaya yang
tinggi serta risiko yang tinggi terhadap subyek (Santoso dkk, 2012).
Ada lima metode yang mampu dan sering digunakan yaitu
penurunan berat badan, berat jenis urin, volume urin 24 jam, warna urin,
dan rasa haus. Metode penurunan berat badan lebih cocok digunakan pada
subyek yang mengalami kurang air tubuh mendadak atau akut (olahraga
sedang/berat dan muntah/diare). Pengukuran volume urin 24 jam lebih
16
sesuai diterapkan pada subyek pasien rawat inap. Metode rasa haus sangat
subjektif dan dipengaruhi umur. Rasa haus muncul setelah tubuh
mengalami kurang air sekitar 0,5% (Santoso dkk, 2012). Metode warna
urin menggunakan nomor skala yang menunjukkan rentang warna urin
mulai dari jernih dengan skala 1 hingga yang pekat (coklat kehijauan)
dengan skala 8 (Armstrong, 2005).
Metode berat jenis urin berkorelasi kuat dengan metode
osmolalitas urin. Osmolalitas urin mungkin tidak secara akurat
mencerminkan status dehidrasi (Armstrong, 2005). Selain itu, warna urin
berkorelasi kuat dengan berat jenis urin (r2=0,80) maupun osmolalitas urin
(r2=0,82). Oleh karena itu, pada tingkat laboratorium, metode berat jenis
urin dapat digunakan sedangkan pada tingkat masyarakat, metode warna
urin dapat digunakan untuk penilaian kecukupan air (Santoso dkk, 2012).
Metode warna urin untuk menentukan dehidrasi jangka pendek
dipengaruhi oleh bahan makanan atau minuman yang dikonsumsi dan
obat-obatan. Menurut Amstrong (2005) bahan makanan yang dapat
mempengaruhi warna urin tersebut adalah :
1. Warna kecoklatan dapat dipengaruhi dari minuman teh
(kafein). Kafein memberikan efek diuretik dan dehidrasi bila
dikonsumsi dalam dosis besar (lebih dari 500 mg / 4 cangkir).
Namun jumlah yang diminum di dalam secangkir kopi atau teh
tidak secara langsung memberikan efek dehidrasi dan
mempengaruhi perubahan urin secara langsung.
17
2. Warna oranye dapat dipengaruhi zat makanan dari wortel, labu,
suplement vitamin C dan suplement B kompleks. Konsumsi
wortel dan labu dalam sehari agar tidak menyebabkan
perubahan warna urin yaitu tidak lebih dari 400 mg.
3. Warna merah dapat dipengaruhi dari makanan boysen berries,
dan sereal buatan mengandung silica, diuretik alami yang akan
menyerap air kemudian mengeluarkannya melalui urin serta
minuman yang mempunyai zat pewarna merah seperti sirup
dan minuman sachet (minuman bersoda) tidak secara langsung
memberikan efek dehidrasi dan mempengaruhi perubahan urin
secara langsung.
Namun, penggunaan metode warna urin akurat karena memiliki
nilai sensitifitas sampai 80 % sebagai indikasi adanya dehidrasi jangka
pendek. Hal tersebut karena disebabkan ginjal menyaring urin dengan
konsentrasi yang tinggi sehingga warna urin menjadi semakin gelap.
Semakin gelap warna urin, tubuh berada dalam kondisi yang semakin
asam dan semakin membahayakan sel di dalam tubuh, sehingga
mengalami risiko dehidrasi yang semakin berat. Warna ekstrim urin yaitu
warna jingga dan cokelat. Jika seseorang terhidrasi dengan baik maka
warna urin akan semakin jernih dan transparan (Feltz dkk, 2006).
Sehingga pada penelitian ini menggunakan warna urin untuk
mengukur dehidrasi jangka pendek karena praktis dan mudah digunakan
untuk peneliti. Warna urin dapat digunakan sebagai indikator untuk
menentukan status dehidrasi seseorang secara praktis. Hasil pengukuran
18
warna urin berasal dari pemeriksaan warna urin, dikatakan dehidrasi jika
skala warna urin 4-8 dan dikatakan tidak dehidrasi jika skala warna urin 1-
3 (PT. Tirta investana dan PDGMI, 2011). Pengambilan sampel
menggunakan botol kaca bening, pemeriksaan warna urin dilakukan
dengan menggunakan PURI (Periksa Urin Sendiri) dengan grafik warna
urin. Cara pemeriksaan warna urin yaitu sebagai berikut :
a. Tampung urin dalam wadah yang bening atau transparan (pot
urin botol bening) ketika berkemih.
b. Perhatikan warna urin dalam wadah bening di bawah cahaya
matahari atau di bawah lampu neon putih yang terang.
c. Bandingkan dengan tabel PURI grafik warna urin.
Menurut Amstrong (2005) kafein tidak terbukti dapat
menyebabkan dehidrasi kecuali jika meminumnya dalam jumlah
berlebihan. Jumlah yang berlebihan yaitu lebih dari 4 cangkir minuman
kafein (masing-masing berukuran 200 ml) per hari atau 500 mg kafein.
Jumlah yang berlebihan inilah yang dapat mengakibatkan meningkatnya
risiko dehidrasi.
Salah satu alasan minuman yang mengandung kafein seperti kopi,
teh, cokelat dan minuman energi dapat memberikan efek buruk terhadap
dehidrasi karena kafein memberikan efek diuretik bila dikonsumsi dalam
dosis besar (lebih dari 500 mg). Namun jumlah yang diminum di dalam
secangkir kopi atau teh tidak secara langsung memberikan efek dehidrasi
dan mempengaruhi perubahan urin secara langsung.
19
Menurut Amstrong (2005) bahwa kafein yang merubah warna urin
menyebabkan ketidakseimbangan cairan tubuh dan elektrolit tetapi tidak
terbukti mempengaruhi status cairan harian secara keseluruhan. Hal ini
terbukti dengan studi di Inggris bahwa tidak ada perbedaan tingkat hidrasi
antara konsumsi minum kafein dalam jumlah sedang memberikan efek
hidrasi tak jauh berbeda dengan konsumsi cairan air putih.
Kafein memiliki sifat diuretik sehingga meningkatkan kebutuhan
untuk buang air kecil. Hal inilah yang menyebabkan kafein dapat
menyebabkan dehidrasi karena hilangnya cairan saat terlalu banyak
mengeluarkan cairan saat buang air kecil.
4. Tanda Dan Gejala Dehidrasi
Rasa lemah, cepat lelah, haus, dan kram otot dan hipotensi
ortostatik (pandangan menjadi gelap pada posisi berdiri lama) karena
berkurangnya volume cairan ektrasel akibat hipovolemia pada tingkat
yang ringan. Pada tingkat yang lebih berat (kurang air ≥ 6% berat badan),
juga dapat menyebabkan otot lemah, bicara tak lancar, bibir membiru,
renjatan (shock), bahkan fatal (Santoso dkk, 2012).
20
Tabel 2.2
Persentase Kehilangan Air Tubuh Dengan Tanda dan Gejalanya
% kehilangan berat badan
karena Air
Tanda-tanda yang ditimbulkan
1-2 Rasa haus yang kuat, kehilangan cita
rasa, perasaan tidak nyaman.
3-5 Mulut kering, pengeluaran urin
berkurang, bekerja dan konsentrasi
lebih sulit, kulit merasa panas,
gemetar berlebihan, tidak sadar,
mengantuk, muntah, ketidakstabilan
emosi.
6-8 Peningkatan suhu tubuh, peningkatan
denyut jantung dan pernapasan,
pusing, sesak nafas, bicara tak
lancar, pusing, otot lemah, bibir
membiru.
9-11 Kejang, berhalusinasi, lidah
bengkak, keseimbangan dan sirkulasi
yang lemah, kegagalan ginjal,
menurunnya volume dan tekanan
darah Sumber: Thomson Janice, Manore Melinda, Vaughan Linda dalam santoso dkk
(2012)
5. Patofisiologis Dehidrasi
Menurut Muscari (2005) patofisiologi bergantung pada tipe dehidrasi.
a. Dehidrasi isotonik
1) Kehilangan cairan terutama melibatkan komponen ektrasel dan
volume darah sirkulasi, menyebabkan anak rentan terhadap
syok hipovolemik.
2) Kadar natrium serum menurun atau tetap dalam batas normal,
kadar klorida (Cl) menurun dan kadar kalium (K) tetap normal
atau menurun.
21
b. Dehidrasi hipertonik
1) Kehilangan air yang berlebihan dibandingkan elektrolit,
mengakibatkan perpindahan cairan dari kompartemen intrasel
ke ekstrasel, yang dapat menyebabkan gangguan neurologis
seperti kejang.
2) Kadar natrium serum meningkat, kadar kalium (K) serum
bervariasi dan kadar klorida (Cl) meningkat.
c. Dehidrasi hipotonik
1) Pada dehidrasi hipotonik, cairan berpindah dari kompartemen
ekstrasel ke kompartemen intrasel sebagai usaha
mempertahankan keseimbangan osmorik, yang selanjutnya
dapat meningkatkan kebocoran CES dan secara umum
mengakibatkan syok hipovolemik.
2) Kadar natrium dalam serum menurun, klorida (Cl) menurun
dan kadar kalium bervariasi.
E. Dampak Dehidrasi
Dampak dehidrasi jangka pendek bila dibiarkan, maka akan
berdampak buruk bagi tubuh karena dehidrasi bisa melemahkan anggota
gerak, hipotonia, hipotensi dan takikardia, kesulitan berbicara, bahkan sampai
pingsan. Dehidrasi jangka pendek yang terjadi terus menerus juga bisa
meningkatkan risiko batu ginjal, infeksi saluran kencing, kanker usus besar
dan konstipasi (Popkin et al, 2010). Dampak dari dehidrasi jangka pendek
juga dapat mempengaruhi performa kognitif, menurunkan daya tahan fisik dan
psikomotor (Grandjean, 2007). Menurut Murray (2007) juga memaparkan
22
bahwa dehidrasi jangka pendek berpengaruh pada perubahan termoregulator
suhu pada tubuh.
Pada dehidrasi jangka pendek, mulanya adalah rasa haus yang muncul
dan tubuh kehilangan air sekitar 2 persen cairan tubuh, mulut dan lidah
menjadi kering, air liur pun berkurang. Pada saat itulah otak memberikan
perintah untuk segera minum sebagai pengganti cairan yang hilang. Pusat rasa
haus dikontrol oleh hipotalamus yang juga mengatur sekresi vasoperin
sekaligus. Keduanya bekerja secara terpadu memantau osmolaritas cairan di
sekitarnya yang kemudian akan mencerminkan konsentrasi keseluruhan
lingkungan cairan intrasel. Seiring dengan kebutuhan tubuh yang terus
meningkat dan peningkatan osmolaritas karena tubuh mengalami defisit air
maka sekresi vasopresin dan rasa haus harus diaktifkan. Akibatnya terjadi
reabsorpsi air pada tubulus distal dan koligentes meningkat sehingga tubuh
menghemat cadangan air, keadaan seperti ini akan memacu dehidrasi semakin
berat. Dehidrasi ringan yang dibiarkan secara terus menerus akan menjadi
dehidrasi yang jangka panjang mengakibatkan kegagalan multi organ dan
mengakibatkan kematian (Sherwood, 2011).
Dehidrasi dalam waktu yang lama juga dapat menyebabkan stroke.
Darah dalam tubuh terdiri dari 90% air. Saat terjadi dehidrasi, aliran darah
yang masuk dan keluar di otak tak seimbang. Pembuluh darah balik dari otak
menuju serambi jantung mengalami kolaps atau kempot karena kekurangan
cairan. Dalam jangka panjang, kolaps melambatkan aliran darah. Apabila
darah tubuh kekurangan air maka darah menjadi lebih kental. Pengentalan
darah membuat persediaan oksigen yang diantarkan ke otak berkurang dan
23
memungkinkan terjadinya stroke. Di otak, darah yang mengental sangat sulit
untuk bersirkulasi, karena sel-sel otak sangat boros mengkonsumsi makanan
dan oksigen yang hanya bisa diperoleh dari darah, maka aliran darah yang
lambat ini bisa menyebabkan sel-sel otak cepat mati sehingga risiko serangan
stroke lebih besar (Sherwood, 2011).
F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dehidrasi Jangka Pendek
1. Obesitas
Obesitas adalah Kondisi dimana tubuh mengalami penumpukan
lemak yang berlebih sehingga berat badan seseorang jauh di atas
normal. Obesitas yang dimaksud pada penelitian ini merupakan
obesitas umum, menurut Riskesdas (2007) istilah obesitas umum
digunakan untuk gabungan kategori berat badan lebih (overweight) dan
obese.
Obesitas merupakan faktor risiko untuk terjadinya berbagai jenis
penyakit degeneratif (Harmanto, 2006). Kelebihan berat badan
sebanyak 20% akan berdampak pada risiko kesehatan. Efek obesitas
yang merugikan kesehatan bukan hanya berhubungan dengan berat
badan total tetapi juga dengan distribusi simpanan lemak. Lemak
sentral atau lemak viseral berkaitan dengan risiko kesehatan yang jauh
lebih besar bila dibandingkan dengan akumulasi lemak yang
berlebihan dalam jaringan subkutan (Mitchell, 2006).
Obesitas merupakan gangguan pada keseimbangan energi. Kalau
energi yang berasal dari makanan melampaui pengeluaran energi,
kalori yang berlebihan akan disimpan dalam bentuk trigliserida di
24
dalam jaringan adiposa (Mitchell, 2006). Orang yang obesitas sangat
rentan terhadap kehilangan air. Kekurangan air (dehidrasi) dapat
terjadi dengan cepat selama berlangsungnya mekanisme kehilangan air
seperti berkeringat, demam, diare dan muntah (Slonane, 2004).
Jumlah air di luar sel berbeda menurut tingkat kegemukan
seseorang, yaitu jumlah air lebih rendah pada orang gemuk dan lebih
tinggi pada orang kurus. Jumlah air di luar sel pada orang kurus,
kurang lebih 25 % berat badan. Pada orang yang memiliki berat badan
sedang 20 % berat badan. Sedangkan pada orang yang gemuk hanya
15 % berat badan (Almatsier dkk, 2011). Hal tersebut juga didukung
oleh penjelasan Santoso dkk (2012) yaitu pada orang obesitas dan
kegemukan kandungan lemak dalam tubuhnya lebih banyak jika
dibandingkan dengan seseorang yang tidak obesitas. Dengan demikian,
kekurangan air lebih cenderung terjadi pada seseorang yang gemuk
dan obesitas. Penelitian yang dilakukan oleh Prayitno dkk (2012) di
SMP Islam Al Azhar 14 Semarang menggunakan metode studi
observasional dengan desain studi cross sectional didapatkan bahwa
terdapat perbedaan status hidrasi antara obesitas dan non obesitas (p=
0,024), kejadian dehidrasi lebih banyak dialami pada remaja obesitas
yaitu sebesar 83,9 %.
Peningkatan konsumsi air dapat membantu proses metabolisme
cadangan lemak. Mekanismenya ialah saat konsumsi air kurang, ginjal
akan bekerja cukup keras dan bergantung pada hati untuk
menggantikan tugasnya sehingga hati tidak lagi melakukan tugasnya
25
memecah lemak dalam tubuh. Ketika hati bekerja, lemak tubuh akan
cenderung disimpan dan bukan dipecah sehingga kurangnya konsumsi
cairan akan meningkatkan cadangan lemak pada bagian tertentu,
penyebaran lemak tubuh pada perempuan dan laki-laki berbeda (Ega
dkk, 2012).
Secara umum, respon metabolik pada laki-laki dan perempuan
cenderung sama, namun perempuan mengoksidasi lebih banyak lemak
daripada laki-laki selama latihan fisik, 63% cairan disimpan di otot
walaupun tidak kelihatan namun perempuan bergantung lebih banyak
pada glukosa darah dan kekurangan otot yang mengandung glikogen
daripada laki-laki. Hal ini yang menyebabkan perbedaan persen lemak
tubuh pada laki-laki dan perempuan karena laki-laki memiliki lebih
banyak otot daripada perempuan yang memiliki lebih banyak lemak
(Ega dkk, 2012).
Obesitas dapat dinilai dengan beberapa metode pengukuran
antropometri, yaitu dengan pengukuran IMT (Indeks Massa Tubuh),
metode ini sangat sering digunakan karena adanya kemudahan dalam
melakukannya. Pengukuran IMT (Indeks Massa Tubuh) membutuhkan
dua pengukuran sekaligus yaitu pengukuran berat badan yang diukur
menggunakan timbangan seca ketelitian 0.1 kg dan pengukuran tinggi
badan yang diukur menggunakan microtoise ketelitian 0.1 cm. Untuk
mendapatkan nilai IMT, diperlukan ukuran berat badan, dan tinggi
badan. Berikut masing-masing ukuran antropometri tersebut, antara
lain:
26
a. Berat badan
Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak,
air dan mineral pada tulang (Gibson, 2005). Berat badan ini
diukur menggunakan timbangan sebagai alat ukur.
b. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi
keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak
diketahui dengan tepat (Supariasa dkk, 2002). Alat ukur untuk
menentukan tinggi badan adalah microtoise. Tinggi badan
dapat diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki,
kedua tangan merapat ke badan, punggung dan pantat
menempel pada dinding dan pandangan diarahkan ke depan.
Kedua tangan bergantung relaks disamping badan. Potongan
kayu (atau logam), bagian dari alat pengukur tinggi badan
digeser, kemudian diturunkan hingga menyentuh bagian atas
(verteks) kepala. Sentuhan harus diperkuat jika subjek
berambut tebal (Arisman, 2007).
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang standar antropometri penilaian
status gizi anak, diketahui bahwa penilaian status gizi remaja
didasarkan pada Indeks IMT/U (Kemenkes, 2011). IMT (Indeks massa
tubuh) merupakan hasil dari pembagian antara berat badan dengan
tinggi badan yang dikuadratkan, seperti pada rumus berikut:
27
Pengukuran status gizi anak umur diatas 5-18 tahun diukur
berdasarkan Z score dengan perbandingan indeks massa tubuh
terhadap umur (IMT/U). Status gizi dikategorikan menjadi sangat
kurus, kurus, normal, gemuk, dan obesitas (WHO, 2007). Indeks
IMT/U diatas, dikategorikan menjadi lima kategori, yaitu (Kemenkes,
2011):
Tabel 2.3
Klasifikasi Status Gizi Remaja Menurut WHO-NCHS
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U) Anak
Umur 5-18 tahun
Klasifikasi Ambang Batas (Z-score)
Sangat Kurus < -3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 1 SD
Gemuk > 1 SD sampai dengan 2 SD
Obesitas > 2 SD Sumber : Kementrian Kesehatan RI tahun 2011
2. Usia
Asupan cairan individu bervariasi berdasarkan usia. Dalam hal ini,
usia berpengaruh terhadap proporsi tubuh, luas permukaan tubuh,
kebutuhan metabolik, serta berat badan. Bayi dan anak di masa
pertumbuhan memiliki proporsi cairan tubuh yang lebih besar
dibandingkan orang dewasa. Karenanya, jumlah cairan yang
diperlukan dan jumlah cairan yang hilang juga lebih besar
dibandingkan orang dewasa (Tamsuri, 2009). Pada masa remaja,
proses perubahan anatomis dan fisiologis berlangsung dengan cepat.
Peningkatan kecepatan dalam pertumbuhan akan meningkatkan proses
IMT = Berat badan (kg)
Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)
28
metabolik dan mengakibatkan sejumlah air dihasilkan sebagai produk
akhir metabolisme (Potter, 2005).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardinsyah dkk
(2012) di Indonesia menggunakan desain cross sectional study
didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kelompok umur
dengan kejadian dehidrasi (p>0,05).
3. Jenis kelamin
Total air tubuh juga dipengaruhi oleh jenis kelamin dan ukuran
tubuh. Orang dengan persentase lemak tubuh lebih tinggi mempunyai
cairan tubuh yang lebih sedikit karena sel lemak mengandung sedikit
atau tidak ada air, dan jaringan tidak berlemak mengandung banyak
air. Wanita secara proporsional mempunyai lemak tubuh yang lebih
banyak dan air tubuh yang kurang dibanding pria. Air terhitung sekitar
60 persen dari berat badan seorang pria, tetapi hanya 50 persen dari
berat badan wanita dewasa. Pada orang yang obesitas, perhitungan
tersebut makin kurang, sekitar 30-40 persen dari berat badan orang
tersebut (Berman dkk, 2009).
Usia lebih dari 12 tahun akan mempengaruhi total air tubuh antara
laki-laki dan perempuan, dimana pada laki-laki lebih banyak
kandungan air tubuhnya dibandingkan perempuan karena laki-laki
mempunyai massa tubuh yang lebih tinggi dibandingkan perempuan
(Briawan dkk, 2011). Hal tersebut akan mempengaruhi kebutuhan
cairan yang lebih tinggi pada laki-laki, juga kebutuhan akan zat gizi
lainnya sehingga memicu terjadinya obesitas. Menurut penelitian yang
29
dilakukan oleh Tate et al (2012) menunjukkan kejadian obesitas lebih
banyak dialami oleh perempuan dibandingkan laki-laki. Menurut hasil
penelitian yang dilakukan oleh Hardinsyah dkk (2012) di Indonesia
menggunakan desain cross sectional study didapatkan bahwa pada
remaja menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin
dengan status dehidrasi (p<0,05). Namun hal ini tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Prayitno dkk (2012) di SMP Islam Al
Azhar 14 Semarang menggunakan metode studi observasional dengan
desain studi cross sectional yang diketahui bahwa tidak terdapat
perbedaan status hidrasi berdasarkan jenis kelamin (p=0,186).
4. Aktivitas fisik
Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan
cairan dan elektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan proses
metabolisme dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan peningkatan
haluaran cairan melalui keringat. Dengan demikian, jumlah cairan
yang dibutuhkan juga meningkat. Selain itu, kehilangan cairan yang
tidak disadari (inseble water loss) juga mengalami peningkatan akibat
peningkatan laju pernapasan dan aktivasi kelenjar keringat (Tamsuri,
2009).
Baik aktivitas tinggi maupun rendah, keduanya memiliki peluang
terhadap dehidrasi. Aktivitas fisik yang rendah juga dapat
menyebabkan berkurangnya konsumsi minum sehingga terdapat
peluang untuk terjadinya dehidrasi (Briawan, dkk, 2011). Kehilangan
air melalui keringat dapat meningkatkan 3 L/jam selama aktivitas berat
30
dan lingkungan yang panas dan jika asupan air yang tidak mencukupi
dapat menimbulkan hypohydration persistent. Volume air yang
direkomendasikan umumnya antara 100-150% dari volume yang
hilang untuk menggantikan kehilangan air setelah melakukan aktivitas
fisik (Sharp, 2007).
Remaja lebih sering mengalami dehidrasi dikarenakan banyaknya
aktivitas fisik remaja yang dapat menguras tenaga dan cairan tubuh,
sehingga menyebabkan kurangnya konsumsi cairan (Briawan dkk,
2011). Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh, akan
timbul kejadian dehidrasi (Almatsier, 2009).
Penelitian di Amerika pada orang dewasa menunjukkan bahwa
aktivitas luang memiliki hubungan dengan intake air putih dan total
asupan air. Menurut Kant et al (2009) aktivitas yang tinggi memiliki
hubungan dengan air dari minuman dan total asupan airnya. Aktivitas
fisik memiliki hubungan dengan asupan air. Namun hal ini tidak
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hardinsyah dkk
(2012) di Indonesia menggunakan desain cross sectional study
didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status dehidrasi
dengan tingkat aktivitas fisik (p>0,005), hal ini karena aktivitas fisik
pada subjek penelitian berada pada tingkat ringan dan hanya sedikit
yang aktivitasnya berat.
Total Volume aktivitas fisik dapat diukur dengan satuan Metabolic
Energy Turnover (MET) baik perhari maupun perminggu. Cara
31
perhitungan ini sering digunakan dalam menghitung total aktivitas
fisik dengan menggunakan kuesioner.
Rumus Tingkat Aktivitas Fisik:
PAL=
Keterangan :
PAL : Physical Activity Level (Tingkat Aktivitas Fisik)
PAR : Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan
untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu.
Tabel 2.4
Kategori Tingkat Aktivitas Fisik dengan Nilai Physical Activity Level
Kategori Aktivitas Fisik Nilai PAL
Ringan 1,40 ≤ PAL ≤ 1,69
Sedang 1,70 ≤ PAL ≤ 1,99
Berat 2,00 ≤ PAL ≤ 2,40 Sumber : FAO/WHO/UNU, 2001
5. Konsumsi cairan
Konsumsi cairan sangat dibutuhkan oleh tubuh karena air memiliki
banyak fungsi yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai medium
transportasi, pengatur suhu tubuh, pembentuk sel dan cairan tubuh
serta sebagai pelarut (Santoso dkk, 2012). Apabila air yang keluar dari
tubuh tidak digantikan dengan jumlah konsumsi cairan yang cukup
maka sel-sel tubuh akan kehilangan air, kehilangan air inilah yang
menyebabkan dehidrasi (Brenna dkk, 2012).
32
Total cairan tubuh adalah cairan yang menempati ruang intrasel
dan ekstraseluler, yang terdiri dari sekitar 0,6 L/Kg (63,3%) dari massa
tubuh (Amstrong et al, 2005). Konsumsi air diatur oleh rasa haus dan
kenyang. Hal ini terjadi melalui perubahan yang dirasakan oleh mulut,
hipotalamus (pusat otak yang mengontrol pemeliharaan keseimbangan
air dan suhu tubuh) dan perut. Bila konsentrasi bahan-bahan di dalam
darah terlalu tinggi, maka bahan-bahan ini akan menarik air dan
kelenjar ludah. Mulut menjadi kering, dan timbul keinginan untuk
minum guna membasahi mulut. Bila hipotalamus mengetahui bahwa
konsentrasi darah terlalu tinggi, maka timbul rangsangan untuk
minum. Pengaturan minum dilakukan oleh saraf lambung (Almatsier,
2009).
Orang obesitas lebih mudah mengalami kekurangan air
dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas. Kebutuhan air
mengalami obesitas sebaiknya 2 gelas lebih banyak dibandingkan
kondisi normal (Santoso dkk, 2012). Penelitian yang dilakukan
Prayitno dkk (2012) di SMP Islam Al Azhar 14 Semarang
menggunakan metode studi observasional dengan desain studi cross
sectional bahwa terdapat perbedaan total konsumsi cairan pada remaja
obesitas dan non obesitas (p=0.035). Konsumsi cairan lebih tinggi
pada remaja obesitas yaitu sebesar 2074,6 ml dibanding non obesitas
sebesar 1896,6 ml. Namun tidak ditemukan perbedaan konsumsi air
putih, konsumsi minuman lainnya dan cairan dari makanan pada
remaja obesitas dan non obesitas (p=0,744; p=0,097; p=0,318).
33
Menurut penelitian oleh Hardinsyah dkk (2012) di Indonesia dengan
menggunakan desain cross sectional study didapatkan bahwa asupan
air pada remaja tidak berbeda signifikan terhadap kejadian dehidrasi
(p>0,05).
Pengukuran konsumsi cairan menggunakan food recall selama 24
jam, Menurut Supariasa dkk (2002) Prinsip dari metode food recall 24
jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang
dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Jumlah konsumsi makanan
individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan URT (ukuran
rumah tangga) seperti sendok, gelas, piring dan lain-lain atau ukuran
lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari. Recall dilakukan
berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Kelebihan
menggunakan metode recall 24 jam, yaitu :
a. Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani
responden
b. Biaya relatif murah
c. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden
d. Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf
Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi
individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari. Konsumsi
cairan yang berasal dari makanan dikonversikan kedalam kandungan
air dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
Adapun konversi yang digunakan untuk mengukur konsumsi cairan
dengan menggunakan rumus (Hardinsyah dan Briawan, 1994) :
34
KGij = (BJ/100) x Gij x (BDD/100)
Keterangan :
KGij = kandungan air dalam bahan makanan
Bj = berat makanan yang dikonsumsi (gram)
Gij = kandungan air dalam 100 gram BDD bahan makanan
BDDj = bagian bahan makanan yang dapat dimakan
6. Pengetahuan tentang air dan dehidrasi
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan yang baik dapat mempengaruhi konsumsi cairan baik
dalam hal kualitas maupun kuantitas, serta dalam kebiasaan minum
sehari-harinya. Pengetahuan yang semakin baik akan mendorong
seseorang untuk mengkonsumsi cairan sesuai kebutuhan dan memiliki
kebiasaan minum yang lebih baik pula sehingga risiko mengalami
dehidrasi lebih kecil (Hardinsyah dkk, 2009).
Kurangnya pengetahuan mengenai manfaat lebih dari air putih bagi
kesehatan tubuh juga memberikan peluang bagi remaja untuk tidak
memperhatikan air putih bagi tubuhnya (Maulana, 2010). Menurut
penelitian oleh Hardinsyah dkk (2012) di Indonesia dengan desain
35
cross sectional study didapatkan bahwa pada remaja dan total subyek
menunjukkan terdapat hubungan antara status dehidrasi dan tingkat
pengetahuan subyek (p<0,05). Hal ini juga sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Prayitno dkk (2012) di SMP Islam Al Azhar 14
Semarang menggunakan metode studi observasional dengan desain
studi cross sectional menyatakan bahwa pengetahuan tentang cairan
diketahui signifikan mempengaruhi perbedaan status hidrasi
(p=0,003).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket dan kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin
diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalam pengetahuan
yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-
tingkatan di atas (Arikunto, 2009).
Penilaian pengetahuan dapat dilihat dari setiap item pertanyaan
yang akan diberikan peneliti kepada responden. Menurut Khomsan
(2003) dalam Diyani (2012) kategori pengetahuan dapat ditentukan
dengan kriteria :
a. Pengetahuan Rendah : apabila nilai ≤ 80 % dari semua
jawaban yang benar.
b. Pengetahuan Tinggi : apabila nilai > 80 % dari semua jawaban
yang benar.
36
7. Suhu tubuh
Kehilangan cairan melalui penguapan bergantung pada suhu serta
kelembaban lingkungan atau wilayah ekologi. Makin tinggi suhu dan
makin rendah kelembaban akan meningkatkan kehilangan cairan,
sedangkan makin rendah suhu dan makin tinggi kelembaban akan
menurunkan jumlah kehilangan cairan. Tingkat kelembaban yang
tinggi pada suhu yang sama atau hampir sama dengan suhu tubuh
dapat menyebabkan pengeluaran air melalui paru (Santoso dkk, 2012).
Suhu tubuh dapat berubah pada waktu kerja dan pada suhu
lingkungan ekstrem, karena mekanisme pengaturan suhu tidak 100%
efektif. Bila dihasilkan panas yang berlebihan pada tubuh akibat kerja
yang berat suhu rektum dapat meningkat sampai setinggi 101-104oF,
tubuh akan mengeluarkan keringat sehingga tubuh memerlukan air
dalam jumlah yang banyak. Sebaliknya pada keadaan sangat dingin
dapat turun sampai 98oF (Gibson, 2002). Air membantu mendinginkan
tubuh melalui penguapan dan permukaan kulit, membawa kelebihan
panas keluar tubuh (Santoso dkk, 2012).
Suhu tubuh yaitu antara 36-37,5oC. Dalam sehari dapat terjadi
perubahan suhu tubuh dalam beberapa jam dan maksimum pada sore
hari. Pola ini bervariasi pada setiap orang, namun hal ini tidak berubah
jika seseorang bekerja pada malam hari (Gibson, 2002). Menurut hasil
penelitian dari Hardinsyah dkk (2012) di Indonesia menggunakan
desain cross sectional study didapatkan bahwa pada remaja tidak
terdapat hubungan antara status dehidrasi dengan suhu tubuh (p<0,05).
37
Pengukuran suhu tubuh dapat dengan menggunakan termometer
suhu badan yang merupakan termometer yang digunakan untuk
mengukur suhu tubuh manusia. Termometer ini mempunyai skala ukur
mulai dari 35oC - 42
oC. Tiap skala dibagi lagi atas skala yang lebih
kecil sehingga kenaikan dan penurunan suhu dapat diketahui secara
teliti. Termometer suhu badan ada juga yang berbentuk penunjuk
digital sehingga suhu badan dapat dibaca lebih mudah (Umar, 2008).
8. Wilayah Ekologi
Wilayah ekologi tempat tinggal seseorang akan berpengaruh
terhadap status dehidrasi seseorang. Makin tinggi suhu dan semakin
rendah kelembaban akan meningkatkan kehilangan air sehingga terjadi
dehidrasi (Santoso dkk, 2012). Orang sakit dan orang yang melakukan
aktivitas berat berisiko mengalami ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit bila suhu lingkungan tinggi. Cairan yang keluar melalui
keringat meningkat pada lingkungan yang panas karena usaha tubuh
untuk menghilangkan panas. Pengeluaran cairan ini bahkan terjadi
lebih banyak pada orang yang belum bisa menyesuaikan diri dengan
iklim lingkungan (Berman dkk, 2009). Menurut penelitian dari
Hardinsyah dkk (2012) di Indonesia menggunakan desain cross
sectional study didapatkan bahwa terdapat hubungan antara status
dehidrasi dan wilayah ekologi pada remaja (p<0,05) hal ini karena
kehilangan air melalui penguapan bergantung pada suhu serta
kelembaban lingkungan.
38
9. Pengeluaran Air
Pengeluaran air tubuh dapat berupa keluaran air wajib dan keluaran
air kehendak sendiri (alektif). Keluaran air wajib yaitu yang berasal
dari urin, kulit, saluran nafas, dan feses. Keluaran air alektif yaitu
pengeluaran air tubuh yang biasanya dipengaruhi oleh aktivitas fisik
dan suhu. Dalam keadaan sehat dengan fungsi ginjal yang normal
asupan harus seimbang dengan keluaran air, apabila terjadi
ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh maka akan timbul kejadian
dehidrasi (Santoso dkk, 2012).
Pengeluaran air dari tubuh diatur oleh ginjal dan otak. Hipotalamus
mengatur konsetrasi garam di dalam darah, merangsang kelenjar
pituari mengeluarkan hormon antidiuretika ADH. ADH dikeluarkan
bilamana konsentrasi garam tubuh terlalu tinggi, atau bila volume
darah atau tekanan darah terlalu rendah. ADH merangsang ginjal untuk
menahan atau menyerap kembali air dan mengedarkannya kembali ke
dalam tubuh. Jadi, semakin banyak air dibutuhkan tubuh, semakin
sedikit yang dikeluarkan (Altmatsier, 2009).
Bila terlalu banyak air keluar dari tubuh, volume darah dan tekanan
darah akan turun. Sel-sel ginjal akan mengeluarkan enzim renin. Renin
mengaktifkan protein di dalam darah yang dinamakan
angiostensinogen ke dalam bentuk aktifnya angiotensin. Angiotensin
akan mengecilkan diameter pembuluh darah sehingga tekanan darah
akan naik. Di samping itu, angiotensin mengatur hormon aldosteron
dari kelenjar adrenalin. Aldosteron akan mempengaruhi ginjal untuk
39
menahan natrium dan air. Akibatnya, bila dibutuhkan lebih banyak air,
akan lebih sedikit air dikeluarkan dari tubuh (Altmatsier, 2009).
Mekanisme ini tidak akan berjalan, bila seseorang tidak minum air
dalam jumlah cukup. Tubuh paling kurang harus mengeluarkan 500 ml
air sehari melalui urine yaitu jumlah minimal yang diperlukan untuk
mengeluarkan bahan sisa sehari sebagai aktivitas metabolisme di
dalam tubuh. Di luar jumlah ini, pengeluaran air harus diseimbangkan
dengan pemasukan air. Bila seseorang minum air dalam jumlah lebih
banyak, urine akan lebih encer. Di samping melalui urine, tubuh
kehilangan air melalui paru-paru sebagai uap, melalui kulit sebagai
keringat, dan sedikit melalui feses. Jumlah air hilang rata-rata tiap hari
sebanyak 2 ½ liter (Altmatsier, 2009).
Secara klinis pengukuran air tubuh atau besarnya pengeluaran air
sulit dilakukan. Anamnesis, pengamatan asupan cairan harian dan
pengukuran pengeluaran urine, muntah, diare dan fistula saluran cerna
sering sudah dapat memberikan penjelasan mengenai gangguan cairan
tubuh. Perhitungan kesetimbangan cairan harus mencakup pengeluaran
air yang tidak dirasakan (Insensible Water Loss) melalui keringat dan
menembus kulit (Sacher, 2004). Pengukuran pengeluaran air dapat
menggunakan pemeriksaan laboratorium dengan sampel whole blood,
plasma, serum, urine, keringat, feses dan cairan tubuh. Pemeriksaan
pada whole blood biasanya dilakukan bersama dengan pemeriksaan pH
dan gas darah dan harus segera diperiksa (kurang dari 1 jam). Sampel
serum, plasma atau urine dapat disimpan pada refrigerator dalam
40
tabung tertutup pada suhu 2oC-8
oC dan dihangatkan kembali pada suhu
ruangan (15oC-30
oC) sebelum diperiksa. Sampel feses harus dicair,
disaring dan diputar (sentrifugasi) sebelum dilakukan pemeriksaan
(Yaswir dkk, 2012).
c. Kerangka Teori
Kerangka teori ini merupakan gabungan dari berbagai teori atau
sumber yang disebutkan pada tinjauan pustaka tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi status dehidrasi. Menurut Santoso dkk (2012) yaitu obesitas,
faktor wilayah ekologi, faktor suhu tubuh dan faktor pengeluaran air, menurut
Tamsuri (2009) yaitu usia dan aktivitas fisik, menurut Berman dkk (2009)
yaitu faktor jenis kelamin, menurut Hardinsyah dkk (2009) yaitu faktor
pengetahuan air dan dehidrasi, serta menurut Brenna dkk (2012) yaitu faktor
konsumsi cairan. Berikut ini merupakan kerangka teori hasil adaptasi dari
beberapa teori:
41
Bagan 2.1 kerangka teori
Sumber : Adaptasi Santoso dkk (2012), Tamsuri (2009), Berman dkk (2009),
Hardinsyah dkk (2009) dan Brenna (2012).
Pengetahuan
DEHIDRASI
JANGKA
PENDEK
Wilayah ekologi
Suhu Tubuh
Konsumsi Cairan Pengeluaran air
Aktivitas Fisik
Jenis Kelamin
Obesitas
Usia
42
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep
Pada penelitian ini variabel yang diteliti adalah dehidrasi jangka
pendek sebagai variabel dependen, sedangkan variabel independennya adalah
obesitas, jenis kelamin, aktivitas fisik, konsumsi cairan, dan pengetahuan air
dan dehidrasi. Berikut merupakan alasan dari pemilihan variabel yang diteliti:
1. Variabel obesitas diteliti karena orang yang obesitas sangat rentan
terhadap kehilangan air, kandungan air di dalam sel lemak lebih
rendah dari kandungan air di dalam sel otot. Sehingga, orang yang
obesitas sangat rentan terhadap kehilangan air (dehidrasi).
2. Variabel jenis kelamin diteliti karena orang dengan persentase lemak
tubuh lebih tinggi mempunyai cairan tubuh yang lebih sedikit karena
sel lemak mengandung sedikit atau tidak ada air, dan jaringan tidak
berlemak mengandung banyak air. Wanita secara proporsional
mempunyai lemak tubuh yang lebih banyak dan air tubuh yang kurang
dibanding pria.
3. Variabel aktivitas fisik diteliti karena remaja lebih sering mengalami
dehidrasi dikarenakan banyaknya aktivitas fisik remaja yang dapat
menguras tenaga dan cairan tubuh, sehingga menyebabkan kurangnya
konsumsi cairan sehingga rentan dengan kejadian dehidrasi.
4. Variabel konsumsi cairan diteliti karena konsumsi cairan yang kurang
berisiko untuk terjadinya risiko dehidrasi.
43
5. Variabel pengetahuan air dan dehidrasi juga diteliti karena kurangnya
pengetahuan mengenai manfaat lebih dari air putih bagi kesehatan
tubuh juga memberikan peluang bagi remaja untuk tidak
memperhatikan air putih bagi tubuhnya sehingga berisiko terjadi
dehidrasi.
Adapun variabel lainnya seperti usia, pengeluaran air, wilayah
ekologi dan suhu tubuh yang secara teori memiliki pengaruh terhadap
dehidrasi jangka pendek seseorang namun tidak dijadikan variabel untuk
diteliti. Variabel usia tidak diteliti karena rata-rata usia remaja ditempat
penelitian adalah 15-18 tahun sehingga dianggap homogen. Variabel
Pengeluaran air tidak diteliti karena pengeluaran air terlalu sulit dihitung
sebab terdapat beberapa sumber pengeluaran air seperti feses, kulit (keringat),
dan paru-paru (pernapasan) yang membutuhkan alat dan biaya yang mahal
serta pengawasan dalam pengambilan data pengeluaran air tersebut. Selain
itu, pengeluaran air melalui keringat dan paru-paru merupakan pengeluaran
yang tidak dapat dikontrol oleh tubuh dan membutuhkan pemeriksaan
laboratorium dengan menggunakan sampel whole blood, plasma, serum,
urine, keringat, feses dan cairan tubuh. Sedangkan variabel wilayah ekologi
tidak diteliti karena pada saat penelitian status dehidrasi jangka pendek
dilakukan, subjek berada pada lokasi penelitian yang sama sehingga lokasi
ekologinya sama yaitu di kota Jakarta. Variabel Suhu tubuh juga tidak diteliti
karena suhu tubuh dalam kondisi tidak normal (demam) tidak dapat diteliti
karena adanya perubahan fungsional dari tubuh sehingga masuk dalam
kriteria eksklusi penelitian. Disamping itu, kriteria inklusi sampel adalah
44
siswa dan siswi yang sehat (tidak menderita sakit/demam) oleh karena itu
variabel suhu tubuh dianggap sama (homogen), karena sampel semuanya
dalam keadaan sehat.
Variabel Independen Variabel Dependen
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Obesitas
Konsumsi Cairan
Jenis Kelamin
Aktivitas fisik
Pengetahuan air
dan dehidrasi
DEHIDRASI
JANGKA
PENDEK
45
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Penelitian
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
Variabel Dependen
1. Dehidrasi
Jangka
Pendek
Kondisi dimana
kekurangan
jumlah cairan
yang dibutuhkan
dan dikeluarkan
oleh tubuh
dalam jangka
waktu pendek
dinilai dengan
indikator warna
urin.
Pemeriksaan
warna urin.
Kartu PURI
(Periksa Urin
Sendiri)
dengan grafik
warna urin.
1. Dehidrasi, jika
skala warna urin
4-8
2. Tidak dehidrasi,
jika skala warna
urin 1-3 ( PT.
Tirta investana
dan PDGMI,
2011).
Ordinal
Variabel Independen
2. Obesitas Kondisi dimana
tubuh
mengalami
penumpukan
lemak yang
berlebih
sehingga berat
badan seseorang
jauh di atas
normal yang
diukur dari berat
badan dan tinggi
badan,
dikategorikan
obesitas jika di
dapatkan Z
score > 2 SD
Pengukuran
Antropometri
Timbangan
Digital dan
Microtoise
1. Ya, obesitas
(obesitas
didapatkan Z
score > 2 SD
2. Tidak obesitas
(tidak obesitas
didapatkan Z
score ≤ 2 SD
(Kemenkes RI,
2011)
Ordinal
3. Jenis
kelamin
Identitas
biologis
responden yang
dapat dilihat
dari penampilan
fisik
Pengisian
kuesioner
Kuesioner 1. Laki-laki
2. Perempuan
Nominal
4. Aktivitas
Fisik
Seluruh
kegiatan yang
melibatkan fisik
selama 24 jam
Pengisian
Kuesioner
Physical
Activity Level
(PAL) dengan
form recall
1. Ringan, apabila
1,40 ≤ PAL ≤
1,69
2. Sedang, apabila
Ordinal
46
yang ditentukan
dengan
menghitung
pengeluaran
energi
dinyatakan
dengan nilai
PAL
aktivitas fisik
1x24 jam
1,70 ≤ PAL ≤
1,99
3. Berat, apabila
2,00 ≤ PAL ≤
2,40
(FAO/WHO/UNU,
2001).
5. Konsumsi
Cairan
Jumlah asupan
rata-rata air
yang berasal
dari air putih,
minuman
lainnya selain
air putih atau
minuman
berwarna seperti
sirup, kopi, susu
dll) dan yang
berasal dari
makanan
Wawancara Form Food
recall 1x24
jam yang
dilakukan
selama 1 hari.
1. Kurang:
laki-laki
<2200 ml,
Perempuan
<2100 ml
2. Cukup:
Laki-laki
≥2200 ml
Perempuan
≥2100 ml
(Widyakarya
Nasional Pangan
dan Gizi
(WNPG) Tahun
2014)
Ordinal
6. Pengetahuan
air dan
dehidrasi.
Jawaban dari
hasil kuesioner
yang dijawab
oleh responden
mengenai
pemahaman
tentang
dehidrasi dan
sumber zat gizi
air.
Pengisian
kuesioner
Kuesioner 1. Rendah (skor ≤
80%) dari
seluruh
jawaban benar
2. Tinggi (skor >
80%) dari
seluruh
jawaban yang
benar
(Khomsan, 2003
dalam Diyani,
2012)
Ordinal
47
C. Hipotesis
1. Adanya hubungan antara obesitas dengan status dehidrasi jangka
pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN
63 Jakarta tahun 2015.
2. Adanya hubungan antara jenis kelamin dengan status dehidrasi jangka
pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN
63 Jakarta tahun 2015.
3. Adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan status dehidrasi jangka
pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN
63 Jakarta tahun 2015.
4. Adanya hubungan antara konsumsi cairan dengan status dehidrasi
jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin
Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
5. Adanya hubungan antara pengetahuan tentang air dan dehidrasi dengan
status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI
(Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja
kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
48
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional, yaitu data
yang menyangkut variabel dependen dan variabel independen dikumpulkan
dan diamati dalam waktu yang bersamaan. Variabel dependen yang diteliti
adalah dehidrasi jangka pendek, sedangkan variabel independen yang diteliti
adalah obesitas, jenis kelamin, aktivitas fisik, konsumsi cairan, dan
pengetahuan air dan dehidrasi. Desain studi cross sectional digunakan
berdasarkan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui status dehidrasi jangka
pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta tahun 2015.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
1. Waktu Penelitan
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2015 – Juni 2015.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMAN 63 Jakarta.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dari penelitian ini merupakan seluruh siswa siswi
kelas 1 dan kelas 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
49
2. Sampel
Untuk jumlah sampel menggunakan uji hipotesis beda
proporsi (Ariawan, 1998):
Keterangan:
n = besar sampel yang diharapkan
Z1-α /2 = tingkat kemaknaan pada α = 5% ( Z score = 1,96)
Z1-β = kekuatan uji pada β = 80 %
P = P1+P2/2
P1 = proporsi dehidrasi jangka pendek dengan aktivitas
fisik tinggi yaitu 8,7 %
P2 = proporsi dehidrasi jangka pendek dengan aktivitas
fisik rendah yaitu 57,6 %
(Nilai P1 dan P2 diperoleh dari penelitian Riance, 2012).
Tabel 4.1
Besar Minimal Sampel Berdasarkan Penelitian Sebelumnya
Variabel
independen
P1 P2 Jumlah
sampel
Sumber
Obesitas 0,84 0,52 33 Prayitno dkk 2012
Jenis
Kelamin
0,70 0,31 25 Nursita, 2013
Aktivitas
Fisik 0,87 0,57 Riance, 2012
Konsumsi
Cairan
0,37 0 17 Ratnasari dkk, 2012
Pengetahuan
air dan
dehidrasi.
0,91 0,33 10 Riance, 2012
221
22121111122/1
PP
PPPPZPPZn
34
50
Dengan menggunakan rumus tersebut didapatkan besar sampel
minimal yaitu sebesar 34 responden. Berhubung rumus sampel yang
digunakan adalah proporsi untuk 2 kelompok, maka hasil besar sampel
minimal tersebut dikalikan dua menjadi 68 responden untuk mewakili
masing-masing kelompok. Sebagai antipasi jika terdapat kesalahan ataupun
tidak lengkapnya data yang diinginkan baik pengukuran berat badan, tinggi
badan, status dehidrasi dan pengisian kuesioner, maka peneliti menambahkan
jumlah sampel sebesar 10% sehingga diperoleh total sampel sebanyak 75
responden.
D. Teknik Sampling
Pengambilan sampel pada penelitian dengan menggunakan metode
simple random sampling sehingga semua responden mendapatkan
kesempatan yang sama. Dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menyusun frame sampling yang berisi daftar nama seluruh
siswa siswi SMAN 63 Jakarta.
2. Melakukan pengambilan secara acak/pengundian terhadap
beberapa siswa siswi sebagaimana terdaftar dalam kerangka
sampel sampai terambil 75 orang responden. Nama-nama yang
terambil merupakan sampel dalam penelitian ini.
E. Pengumpulan Data
1. Jenis data
Pengumpulan data menggunakan data primer dengan
melakukan pengisian kuesioner oleh responden yang telah dipilih
sebelumnya, dan akan dimintai ketersediannya dalam mengisi
51
kuesioner. Data primer terdiri dari beberapa hal terkait variabel-
variabel yang diteliti seperti dehidrasi jangka pendek, obesitas, jenis
kelamin, aktivitas fisik, konsumsi cairan, dan pengetahuan air dan
dehidrasi.
Selain kuesioner terkait data-data mengenai variabel tersebut,
pengumpulan data juga dilakukan dengan melakukan penimbangan
berat badan dan pengukuran tinggi badan untuk mendapatkan data
indeks massa tubuh (IMT) sehingga dapat mengetahui status obesitas
serta dilakukannya pemeriksaan warna urin untuk melihat status
dehidrasi.
2. Metode Pengumpulan Data
a. Variabel Dehidrasi Jangka Pendek
1. Instrumen/alat ukur : Alat pemeriksaan warna urin
yaitu dengan menggunakan Kartu PURI (Periksa Urin
Sendiri) dengan grafik warna urin. Warna urin telah teruji
keakuratannya oleh PDGMI (Persatuan Dokter Medik
Indonesia) pada tahun 2011 dan memiliki nilai sensitifitas
sampai 80 % sebagai indikasi adanya dehidrasi jangka
pendek, warna urin berkorelasi kuat dengan berat jenis
urin (r2=0.80) maupun osmolalitas urin (r
2=0.82). Pada
penelitian ini, metode warna urin tidak dipengaruhi oleh
obat-obatan karena siswa yang mengonsumsi suplemen
multivitamin tidak diteliti dan hanya meneliti siswa yang
sehat tidak mengkonsumsi obat-obatan serta siswa yang
52
mengkonsumsi sirup, jumlahnya tidak sampai
menimbulkan perubahan warna urin.
2. Cara Ukur : Dilakukan dengan cara pemeriksaan warna
urin. Pengambilan sampel menggunakan botol kaca
bening (pot urin), pemeriksaan warna urin dilakukan
dengan menggunakan PURI (Periksa Urin Sendiri)
dengan grafik warna urin.
3. Hasil Ukur : Hasil pengukuran warna urin berasal dari
pemeriksaan warna urin, dikatakan dehidrasi jika skala
warna urin 4-8 dan dikatakan tidak dehidrasi jika skala
warna urin 1-3 ( PT. Tirta investana dan PDGMI, 2011).
b. Variabel Obesitas
1. Instrumen/alat ukur: Penimbangan berat badan dengan
timbangan berat badan electrik merk Seca buatan jerman
dengan ketelitian 0,1 Kg (Weta dkk, 2009) dan
pengukuran tinggi badan dengan menggunakan
Microtoise dengan ketelitian 0,1 Cm (Weta dkk, 2009).
2. Cara Ukur : responden melakukan penimbangan dengan
menggunakan timbangan berat badan kemudian
responden melakukan pengukuran tinggi badan yang
dapat diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas
kaki, kedua tangan merapat ke badan, punggung dan
pantat menempel pada dinding dan pandangan diarahkan
ke depan. Kedua tangan bergantung relaks disamping
53
badan. Potongan kayu (atau logam), bagian dari alat
pengukur tinggi badan digeser, kemudian diturunkan
hingga menyentuh bagian atas (verteks) kepala. Sentuhan
harus diperkuat jika subjek berambut tebal (Arisman,
2007). Setelah hasil antropometri berupa berat badan dan
tinggi badan didapatkan, kemudian digunakan penentuan
indeks massa tubuh terhadap umur (IMT/U) dengan
obesitas jika di dapatkan Z score > 2 SD.
3. Hasil Ukur: ya, obesitas dan tidak obesitas.
c. Variabel Jenis kelamin
1. Instrumen/alat ukur : kuesioner
2. Cara ukur : responden mengisi kuesioner pada kolom
identitas responden dan dilihat dari identitas biologis
responden dari penampilan fisik
3. Hasil ukur : jenis kelamin dikategorikan menjadikan
laki-laki dan perempuan.
d. Variabel Aktivitas Fisik
1. Instrumen/alat ukur: kuesioner variabel aktivitas fisik
yang diukur dengan menggunakan standar kuesioner
Physical Activity level (PAL) metode recall 1x24 jam
yang di recall pada hari sekolah dinyatakan dengan nilai
PAL dengan nilai r = 0,07 dan 0,13 untuk korelasi 24 jam
aktivitas fisik recall tetapi untuk semua pemeriksaan usia
korelasi disesuaikan dengan r = 0,17 (Bandmann, 2008).
54
2. Cara Ukur : mencatat seluruh kegiatan yang melibatkan
fisik dan diperoleh melalui metode recall aktivitas fisik
1x24 jam kemudian aktivitas fisik yang dilakukan
seseorang dalam 24 jam dinyatakan dalam Physical
Activity level (PAL) dengan menggunakan rumus
Physical Activity level (PAL).
3. Hasil Ukur: aktivitas ringan, apabila 1,40 ≤ PAL ≤ 1,69,
aktivitas Sedang, apabila 1,70 ≤ PAL ≤ 1,99 dan aktivitas
berat, apabila 2,00 ≤ PAL ≤ 2,40 (FAO/WHO/UNU,
2001).
e. Variabel Konsumsi Cairan
1. Instrumen/alat ukur: sumber Form 1x24 jam Food
Recall berasal dari kuesioner Riset Kesehatan Dasar
tahun 2010 untuk melihat konsumsi cairan yang
dilakukan 1 kali. Untuk validitas dan reliabilitas
kuesioner konsumsi makan (Food Recall) ini telah diuji
oleh kementerian kesehatan sehingga dapat digunakan.
2. Cara Ukur : food recall dilakukan sebanyak 1 kali
pengukuran untuk melihat semua asupan dari jenis
makanan dan minuman. Dalam membantu responden
mengingat apa yang dimakan dan diminum di luar rumah,
pewawancara melakukan konversi dari URT kedalam
ukuran berat (gram). Dalam menaksir atau
memperkirakan ke dalam ukuran berat pewawancara
55
menggunakan berbagai alat bantu seperti piring, gelas,
sendok dan food model, makanan yang dikonsumsi dapat
dihitung dengan alat bantu ini. Menganalisa bahan
makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar
Komposisi Bahan Makanan (DKBM), kemudian
membandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG).
3. Hasil Ukur : konsumsi cairan kurang apabila laki-laki
<2200 ml, Perempuan <2100 ml dan konsumsi cairan
cukup apabila Laki-laki ≥2200 ml, Perempuan ≥2100 ml
(Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) Tahun
2014).
f. Variabel Pengetahuan air dan dehidrasi
1. Instrumen/alat ukur: Kuesioner berasal dari penelitian
Diyani (2012) dan telah diuji validitas dan reliabilitasnya.
2. Cara Ukur : Dilakukan dengan cara mengisi kuesioner
tentang pengetahuan yang mana soal pengetahuan pada
kuesioner berjumlah 12 pertanyaan. Setiap pertanyaan
yang benar akan diberikan skor 1 dan yang salah akan
diberi skor 0. Dari total skor jawaban yang benar akan
dijumlahkan dan kemudian akan dibagi total soal yaitu 12
kemudian dikalikan 100% sehingga akan didapatkan nilai
total pengetahuan.
3. Hasil Ukur: Apabila skor pengetahuan rendah apabila ≤
80% dari semua jawaban yang benar dan tinggi apabila >
56
80% dari semua jawaban yang benar ( Khomsan, 2003
dalam Diyani, 2012).
F. Alur Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini terlebih dilakukan seperti sebagai berikut:
1. Mengurus perizinan ke program studi yang dipilih sebagai
tempat penelitian (Perizinan pengambilan data di sekolah yang
akan dituju).
2. Menyusun frame sampling berdasarkan absen sekolah untuk
mendapatkan sampel.
Sedangkan pengumpulan data primer dalam penelitian ini, yaitu:
1. Berdasarkan jumlah sampel yang diperlukan, kemudian dipilih
secara acak dari masing-masing kelas sesuai dengan jumlah
yang diperlukan.
2. Nama-nama dari absen tersebut yang telah terpilih kemudian
akan dipanggil dan diminta kesediaannya untuk ikut serta
dalam penelitian yang akan dilakukan.
3. Dilakukannya pengumpulan data berupa pengisian kuesioner,
wawancara untuk food recall, pengukuran antropometri, recall
aktivitas fisik dan pengambilan urine.
4. Data yang telah diperoleh dan hasil pengukuran yang telah
dikumpulkan kemudian di cek kembali dan kemudian akan di
analisis.
57
G. Manajemen Data
Manajemen atau pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan manual maupun dengan menggunakan bantuan software komputer
guna memudahkan prosesnya. Tahapan pengolahan data terdiri dari:
1. Editing data
Editing dalam penelitian ini yaitu kuesioner yang telah diisi
dilihat dan dikoreksi kelengkapan jawaban, sebelum dilakukan proses
pemasukan data.
2. Coding data
Coding data dilakukan untuk membuat kelompok jawaban dan
memberi kode jawaban dari setiap pertanyaan dalam kuesioner
sebelum di masukkan data ke dalam komputer. Fungsi coding data
dalam penelitian ini agar memudahkan pengolahan data setelah data
tersebut sudah masuk ke komputer.
Variabel dehidrasi jangka pendek diukur berdasarkan
pemeriksaan warna urin dilakukan dengan menggunakan PURI
(Periksa Urin Sendiri) dengan grafik warna urin. Diberikan coding 1
yang artinya dehidrasi jika skala warna urin 4-8 dan diberikan coding 2
yang artinya tidak dehidrasi jika skala warna urin 1-3 ( PT. Tirta
investana dan PDGMI, 2011).
Variabel obesitas di ukur berdasarkan data antropometri
responden terkait berat badan dan tinggi badan dengan menggunakan
program software WHO anthroplus sebagai alat penghitung IMT/U
dengan kategori obesitas jika di dapatkan Z score > 2 SD sehingga
58
data lebih akurat yang hasilnya akan di coding dengan 1 yang artinya
Ya obesitas, sedangkan Coding dengan 2 yang artinya tidak obesitas.
Variabel Jenis Kelamin diukur dari identitas biologis responden
yang dapat dilihat dari penampilan fisik diberikan coding 1 yaitu laki-
laki dan coding 2 yaitu perempuan.
Variabel Aktivitas Fisik di Coding 1 Ringan, apabila 1,40 ≤
PAL ≤ 1,69 diberikan coding 2 berarti Sedang, apabila 1,70 ≤ PAL ≤
1,99 dan diberikan coding 3 yang berarti Berat, apabila 2,00 ≤ PAL ≤
2,40. Variabel konsumsi cairan diukur dengan cara melakukan
wawancara terhadap responden tersebut dengan menggunakan form
Food Recall yang hasilnya akan di coding dengan 1 yang artinya
kurang (laki-laki <2200 ml, Perempuan <2100 ml) dan coding dengan
2 yang artinya Cukup (laki-laki >2200 ml, Perempuan >2100 ml).
Variabel pengetahuan air dan dehidrasi didapatkan dari hasil
kuesioner skor didapatkan dari jumlah soal yang dijawab benar dibagi
jumlah soal dikali dengan seratus persen, kemudian di coding 1 yaitu
skor pengetahuan rendah apabila ≤ 80% dari semua jawaban yang
benar dan coding 2 yaitu skor pengetahuan tinggi apabila > 80% dari
semua jawaban yang benar.
3. Data struktur dan data file
Data file berupa membuat template sesuai dengan format yang
digunakan.
59
4. Entry data
Dalam penelitian ini, peneliti memasukkan data ke dalam template
yang telah disediakan. Agar mudah disusun dan ditata untuk disajikan
dan dianalisis.
5. Cleaning data
Peneliti melakukan kegiatan pengecekkan kembali data yang telah
di entry untuk memastikan bahwa data tersebut tidak ada kesalahan
baik dalam pengcodingan maupun membaca kode sehingga jika
ditemukan kesalahan dapat langsung dilakukan perbaikan dan
penyesuaian dengan data yang telah dikumpulkan.
H. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini berupa analisis
univariat dan analisis bivariat.
1. Analisis data univariat
Analisis data univariat dilakukan pada setiap variabel, adapun
variabel dependen yaitu dehidrasi jangka pendek sedangkan variabel
independen yaitu obesitas, jenis kelamin, aktivitas fisik, konsumsi
cairan, dan pengetahuan air dan dehidrasi. Analisis ini digunakan agar
dapat menjelaskan atau mendeskripsikan data secara sederhana yang
bertujuan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi masing-
masing variabel yang diteliti yang disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi.
60
2. Analisis data bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat kemungkinan adanya
hubungan yang bermakna antara variabel dependen, yaitu dehidrasi
jangka pendek dengan variabel independen, yaitu obesitas, jenis
kelamin, aktivitas fisik, konsumsi cairan, dan pengetahuan air dan
dehidrasi. Pembuktian dengan uji Chi Square dapat menggunakan
rumus: (Hastono, 2007).
Rumus Uji Chi Square adalah:
Keterangan:
X2 = Chi square
O = Nilai observasi
E = Nilai Ekspektasi
K = Jumlah kolom
b = Jumlah baris
Melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai p, dimana dalam
penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antar dua
variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai P ≤ 0,05 artinya terdapat
hubungan yang bermakna antara variabel dependen dan variabel independen.
Namun sebaliknya, bila nilai P > 0,05 berarti tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara variabel dependen dan variabel independen.
Df = (b-1) (k-1) X2 = Σ (O – E)
2
E
61
BAB V
HASIL
A. Hasil Analisis Univariat
Analisis univariat adalah distribusi frekuensi untuk mendapatkan gambaran
dari variabel dependen dan variabel independen. Hasil analisis univariat berikut ini
terdiri dari status dehidrasi jangka pendek, obesitas, jenis kelamin, aktivitas fisik,
konsumsi cairan serta pengetahuan tentang air dan dehidrasi.
1. Gambaran status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran
PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada
remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
Distribusi status dehidrasi jangka pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di
SMAN 63 Jakarta tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.1 di bawah ini :
Tabel 5.1
Distribusi Status Dehidrasi Jangka Pendek Pada Remaja Kelas 1 dan 2
di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015
Status Dehidrasi Jangka
Pendek
Jumlah (n) Persentase (%)
Dehidrasi 34 45.3
Tidak dehidrasi 41 54.7
Total 75 100
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa sebanyak 34 siswa (45.3%)
mengalami dehidrasi jangka pendek. Hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa
yang mengalami dehidrasi jangka pendek lebih sedikit daripada siswa yang
tidak mengalami dehidrasi. Dari 34 siswa (45.3%) yang mengalami dehidrasi
jangka pendek, didapatkan bahwa ada sebanyak 13 siswa yang berjenis
62
kelamin laki-laki yang mengalami dehidrasi jangka pendek. Adapun gambaran
distribusi frekuensi status dehidrasi jangka pendek berdasarkan jenis kelamin
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.2
Distribusi Status Dehidrasi Jangka Pendek Berdasarkan Jenis
Kelamin
Status Dehidrasi
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
n % n %
Dehidrasi 13 50 21 42.9
Tidak Dehidrasi 13 50 28 57.1
Total 26 100 49 100
2. Gambaran obesitas pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun
2015
Distribusi obesitas pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta
tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.3 di bawah ini :
Tabel 5.3
Distribusi Obesitas Pada Remaja Kelas 1 dan 2
di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
Obesitas Jumlah (n) %
Obesitas 6 8
Tidak obesitas 69 92
Total 75 100
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa sebanyak 6 siswa (8%)
mengalami obesitas. Hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa yang
mengalami obesitas lebih sedikit daripada siswa yang tidak mengalami
obesitas. Dari 6 siswa (8%) siswa yang mengalami obesitas, didapatkan bahwa
ada sebanyak 4 siswa yang berjenis kelamin laki-laki mengalami obesitas.
63
Adapun gambaran distribusi frekuensi obesitas berdasarkan jenis kelamin
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 5.4
Distribusi Obesitas Berdasarkan Jenis Kelamin
Obesitas
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
N % n %
Obesitas 4 15.4 2 4.1
Tidak Obesitas 22 84.6 47 95.9
Total 26 100 49 100
3. Gambaran jenis kelamin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta
tahun 2015
Distribusi jenis kelamin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta
tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut ini :
Tabel 5.5
Distribusi Jenis Kelamin Pada Remaja Kelas 1 dan 2
di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)
Laki-laki 26 34.7
Perempuan 49 65.3
Total 75 100
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa sebanyak 49 siswa (65.3%)
berjenis kelamin perempuan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian
besar siswa berjenis kelamin perempuan.
64
4. Gambaran aktivitas fisik pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta
tahun 2015
Distribusi aktivitas fisik pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta
tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut ini :
Tabel 5.6
Distribusi Aktivitas Fisik Pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta
tahun 2015
Aktivitas Fisik Jumlah (n) Persentase (%)
Ringan 63 84
Sedang 10 13.3
Berat 2 2.7
Total 75 100
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa sebanyak 63 siswa (84%)
memiliki aktivitas fisik ringan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa sebagian
besar siswa memiliki aktivitas fisik ringan. Dari 63 siswa (84%) didapatkan
bahwa ada sebanyak 43 siswa berjenis kelamin perempuan memiliki aktivitas
fisik ringan. Adapun gambaran distribusi frekuensi aktivitas fisik berdasarkan
jenis kelamin dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 5.7
Distribusi Aktivitas Fisik Berdasarkan Jenis Kelamin
Aktivitas Fisik
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
N % n %
Ringan 20 76.9 43 87.8
Sedang 4 15.4 6 12.2
Berat 2 7.7 0 0
Total 26 100 49 100
65
5. Gambaran konsumsi cairan pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta tahun 2015
Distribusi konsumsi cairan pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut ini :
Tabel 5.8
Distribusi Konsumsi Cairan Pada Remaja Kelas 1 dan 2
di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
Konsumsi Cairan Jumlah (n) Persentase (%)
Kurang 48 64
Cukup 27 36
Total 75 100
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa sebanyak 48 siswa (64%)
memiliki konsumsi cairan yang kurang. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
sebagian besar siswa memiliki konsumsi cairan yang kurang. Dari 48 siswa
(64%) didapatkan bahwa ada sebanyak 17 siswa berjenis kelamin laki-laki
memiliki konsumsi cairan yang kurang. Adapun gambaran distribusi frekuensi
konsumsi cairan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:
Tabel 5.9
Distribusi Konsumsi Cairan Berdasarkan Jenis Kelamin
Konsumsi Cairan
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
N % n %
Kurang 17 65.4 31 63.3
Cukup 9 34.6 18 36.7
Total 26 100 49 100
66
Tabel 5.10
Distribusi Konsumsi Cairan
Jenis Kelamin Konsumsi Cairan (mL)
Mean Persentase (%)
Laki-laki
Konsumsi cairan dari
makanan
450.963 20.4
Konsumsi cairan dari
Minuman
1438.84 65.4
Konsumsi cairan dari
Makanan dan
minuman
1934.81 87.9
Perempuan
Konsumsi cairan dari
makanan
515.077 24.5
Konsumsi cairan dari
Minuman
1260.33 60
Konsumsi cairan dari
Makanan dan
minuman
1775.31 84.5
Pada hasil analisis yang didapatkan dari food recall diketahui bahwa
rata-rata konsumsi cairan dari makanan dan minuman pada siswa laki-laki
ialah 1934.81 mL (87.9%), dimana konsumsi cairan tersebut bersumber dari
konsumsi cairan dari minuman sebesar 1438.84 mL (65.4%) dan konsumsi
cairan dari makanan sebesar 450.963 mL (20.4%). Selain itu, pada siswa
perempuan diketahui bahwa rata-rata konsumsi cairan dari makanan dan
minuman yaitu sebesar 1775.31 mL (84.5%), dimana konsumsi cairan tersebut
bersumber dari konsumsi cairan dari minuman sebesar 1260.33 mL (60%) dan
konsumsi cairan dari makanan sebesar 515.077 mL (24.5%).
Bila dibandingkan dengan AKG (Angka Kecukupan Gizi) pada laki-
laki yaitu sebesar 2200 mL, konsumsi cairan pada siswa laki-laki hanya
sebesar 1934.81 mL dan AKG (Angka Kecukupan Gizi) pada perempuan
yaitu sebesar 2100 mL, konsumsi cairan pada siswa perempuan hanya sebesar
1775.31 mL. Sehingga, hal ini menunjukkan bahwa konsumsi cairan pada
siswa laki-laki dan perempuan kuramg dari angka kecukupan gizi air dan
67
persentase yang didapatkan merupakan persentase yang dibandingkan dengan
angka kecukupan gizi berdasarkan jenis kelamin.
6. Gambaran pengetahuan tentang air dan dehidrasi pada remaja kelas 1
dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
Distribusi pengetahuan tentang air dan dehidrasi pada remaja kelas 1
dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 5.11 berikut ini
Tabel 5.11
Distribusi Pengetahuan Tentang Air dan Dehidrasi Pada Remaja Kelas 1
dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
Pengetahuan tentang air
dan dehidrasi Jumlah (n) Persentase (%)
Rendah 48 64
Tinggi 27 36
Total 75 100
Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa sebanyak 48 siswa (64%)
memiliki pengetahuan yang rendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
sebagian besar siswa memiliki pengetahuan yang rendah. Dari 48 siswa (64%)
didapatkan bahwa ada sebanyak 33 siswa berjenis kelamin perempuan
memiliki pengetahuan yang rendah. Adapun gambaran distribusi frekuensi
pengetahuan air dan dehidrasi berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
68
Tabel 5.12
Distribusi Pengetahuan Air dan Dehidrasi Berdasarkan Jenis
Kelamin
Pengetahuan Air dan
Dehidrasi
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
n % n %
Rendah 15 57.7 33 67.3
Tinggi 11 42.3 16 32.7
Total 26 100 49 100
B. Hasil Analisis Bivariat
Pada analisis bivariat ini akan disajikan hubungan antara masing-
masing variabel independen dengan variabel dependen yang dianalisis melalui
uji chi square.
1. Hubungan antara obesitas dengan status dehidrasi jangka pendek
berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN
63 Jakarta tahun 2015
Hasil analisis bivariat antara obesitas dengan status dehidrasi jangka
pendek, dapat dilihat pada tabel 5.13 dibawah ini :
Tabel 5.13
Hubungan Obesitas dengan Status Dehidrasi Jangka Pendek
pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
Obesitas
Status Dehidrasi
Total
P-value Dehidrasi
Tidak
Dehidrasi
OR
(95%CI)
N % N % N %
Obesitas 5 83.3 1 16.7 6 100 7.321
(0.811-66.086) 0.026 Tidak Obesitas 28 40.6 41 59.4 69 100
Total 33 44.0 42 56.0 75 100
69
Hasil analisis hubungan antara obesitas dengan status dehidrasi
jangka pendek diperoleh siswa yang obesitas sebanyak 5 siswa (83.3%)
yang mengalami dehidrasi jangka pendek, sementara pada siswa yang tidak
obesitas diperoleh sebanyak 28 siswa (40.6%) yang mengalami dehidrasi
jangka pendek. Hasil uji statistik yang dilakukan diperoleh nilai Pvalue =
0.026 yang dapat disimpulkan bahwa ada hubungan signifikan antara
obesitas dengan status dehidrasi jangka pendek.
Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR= 7.321 (0.811-66.086),
artinya siswa yang obesitas memiliki peluang 7.321 kali untuk mengalami
dehidrasi dibandingkan dengan siswa yang tidak obesitas.
2. Hubungan antara jenis kelamin dengan status dehidrasi jangka
pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN
63 Jakarta tahun 2015
Hasil analisis bivariat antara jenis kelamin dengan status dehidrasi
jangka pendek dapat dilihat tabel 5.14 berikut ini :
Tabel 5.14
Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Dehidrasi Jangka Pendek
pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
Jenis
Kelamin
Status Dehidrasi
Total
P-
value Dehidrasi Tidak
Dehidrasi
OR
(95% CI)
N % N % N %
Laki-laki 13 50 13 50 26 100 1.333
(0.513-3.463)
0.728
Perempuan 21 42.9 28 57.1 49 100
Total 34 45.3 41 54.7 75 100
Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan status
dehidrasi diperoleh sebanyak 13 siswa (50%) dengan jenis kelamin laki-
70
laki mengalami dehidrasi jangka pendek dan siswa dengan jenis kelamin
perempuan diperoleh sebanyak 21 siswa (42.9%) yang mengalami
dehidrasi jangka pendek. Hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue = 0.728
maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan status dehidrasi jangka pendek pada remaja kelas 1 dan 2
di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR= 1.333 (0.513-3.463),
artinya siswa yang berjenis kelamin laki-laki memiliki peluang 1.333 kali
untuk mengalami dehidrasi dibandingkan siswa yang berjenis kelamin
perempuan.
3. Hubungan antara aktivitas fisik dengan status dehidrasi jangka
pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN
63 Jakarta tahun 2015
Hasil analisis bivariat antara aktivitas fisik dengan status dehidrasi
jangka pendek dapat dilihat pada tabel 5.15 berikut ini :
Tabel 5.15
Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Dehidrasi Jangka Pendek
pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
Aktivitas
Fisik
Status Dehidrasi
Total
P-
value Dehidrasi
Tidak
Dehidrasi
OR 95% CI
N % n % N %
Ringan 27 42.9 36 57.1 63 100
Sedang 6 60 4 40 10 100 1.333 0.080-22.288 0.594
Berat 1 50 1 50 2 100 0.667 0.032-14.033
Total 34 45.3 41 54.7 75 100
71
Dari hasil analisis hubungan aktivitas fisik dengan status dehidrasi
diperoleh hasil siswa dengan aktivitas fisik ringan ada sebanyak 27 siswa
(42.9%), sedangkan siswa dengan aktivitas fisik sedang ada sebanyak 6
siswa (60%) dan siswa dengan aktivitas fisik berat ada sebanyak 1 siswa
(50%) yang mengalami dehidrasi. Dari uji statistik diperoleh Pvalue =
0.594 yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik
dengan status dehidrasi. Sementara itu nilai OR nya adalah 1.333 (0.080-
22.288) dan 0.667 (0.032-14.033) yang artinya siswa yang aktivitas
fisiknya berat memiliki risiko 0.667 kali lebih besar daripada siswa yang
aktivitas fisiknya ringan dan siswa yang aktivitas fisiknya sedang memiliki
risiko 1.333 lebih besar dibandingkan siswa yang aktivitas fisiknya ringan.
4. Hubungan antara konsumsi cairan dengan status dehidrasi jangka
pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN
63 Jakarta tahun 2015
Hasil analisis bivariat antara konsumsi cairan dengan status
dehidrasi jangka pendek dapat dilihat pada tabel 5.16 dibawah ini :
Tabel 5.16
Hubungan Konsumsi Cairan dengan Status Dehidrasi Jangka Pendek
pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
Konsumsi
Cairan
Status Dehidrasi
Total
P-value Dehidrasi
Tidak
Dehidrasi
OR
(95% CI)
n % N % N %
Kurang 30 62.5 18 37.5 48 100 9.583
(2.852-32.201) 0.000 Cukup 4 14.8 23 85.2 27 100
Total 34 45.3 41 54.7 75 100
72
Dari analisis hubungan antara konsumsi cairan dengan status dehidrasi
jangka pendek diperoleh hasil bahwa siswa dengan konsumsi cairan yang
kurang ada sebanyak 30 (62.5%), sementara siswa dengan konsumsi cairan
yang cukup ada sebanyak 4 (14.8%). Dari hasil analisis diperoleh Pvalue =
0.000 yang berarti ada hubungan signifikan antara konsumsi cairan dengan
status dehidrasi.
Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR= 9.583 (2.852-32.201),
artinya siswa yang konsumsi cairannya kurang memiliki peluang 9.583
kali untuk mengalami dehidrasi dibandingkan siswa yang konsumsi
cairannya cukup.
5. Hubungan antara pengetahuan tentang air dan dehidrasi dengan
status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI
(Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja
kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
Hasil analisis bivariat antara pengetahuan tentang air dan dehidrasi
dengan status dehidrasi jangka pendek dapat dilihat pada tabel 5.17 berikut
ini :
Tabel 5.17
Hubungan Pengetahuan tentang Air dan Dehidrasi dengan Status Dehidrasi
Jangka Pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
Pengetahuan
tentang air dan
dehidrasi
Status Dehidrasi
Total
P-value Dehidrasi
Tidak
Dehidrasi
OR
(95% CI)
N % N % N %
Rendah 31 64.6 17 35.4 48 100 14.588
(3.827-55.606) 0.000 Tinggi 3 11.1 24 88.9 27 100
Total 34 45.3 41 54.7 75 100
73
Dari analisis hubungan antara pengetahuan tentang air dan
dehidrasi dengan status dehidrasi jangka pendek diperoleh hasil bahwa
siswa dengan pengetahuan yang rendah ada sebanyak 31 (64.6%),
sementara siswa dengan pengetahuan yang tinggi ada sebanyak 3
(11.1%). Dari hasil analisis diperoleh Pvalue = 0.000 yang berarti ada
hubungan signifikan antara pengetahuan tentang air dan dehidrasi
dengan status dehidrasi jangka pendek.
Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR= 14.588 (3.827-
55.606), artinya siswa yang pengetahuan air dan dehidrasi rendah
memiliki peluang 14.588 kali untuk mengalami dehidrasi dibandingkan
siswa yang pengetahuan air dan dehidrasi tinggi.
74
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini memiliki beberapa kekurangan akibat keterbatasan
dari peneliti, antara lain :
1. Total pengeluaran air lainnya tidak diteliti karena terlalu sulit dihitung
sebab terdapat beberapa sumber pengeluaran air seperti feses, kulit
(keringat), dan paru-paru (pernapasan) yang membutuhkan alat dan biaya
yang mahal serta pengawasan dalam pengambilan data pengeluaran air
tersebut.
2. Pada penelitian ini pengumpulan data survei konsumsi cairan dilakukan
dengan menggunakan metode recall menggunakan food model pada saat
pengumpulan data sehingga food model yang digunakan akan menimbulkan
bias karena food model belum tentu sama dengan ukuran yang responden
makan.
B. Gambaran status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran
PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada
remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
Dehidrasi jangka pendek adalah kehilangan cairan dari jaringan tubuh
yang berlebihan dalam jangka waktu yang pendek. Dehidrasi terjadi bila
keluaran airnya adalah cairan hipotonik, yaitu volume air keluar jauh lebih
75
besar dari jumlah natrium yang keluar. Hal ini mengakibatkan peningkatan
tonisitas plasma oleh karena adanya peningkatan kadar natrium plasma
hipernatremia. Akibat peningkatan tonisitas plasma, air intrasel akan bergerak
menuju ektrasel sehingga volume cairan intrasel berkurang yang disebut
sebagai dehidrasi (Santoso dkk, 2012).
Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status dehidrasi jangka
pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta yang mengalami
dehidrasi jangka pendek lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak
dehidrasi. Status dehidrasi jangka pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN
63 Jakarta didapatkan bahwa 45.3% mengalami dehidrasi jangka pendek, hasil
penelitian ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian
Hardinsyah dkk (2009) yang menunjukkan bahwa 41.67% remaja di dataran
rendah yang mengalami dehidrasi. Sedangkan, penelitian The Indonesian
Regional Hydration Study (THIRST) tahun 2010, dehidrasi jangka pendek
atau dehidrasi ringan terjadi pada kelompok usia remaja (15-18 tahun) sebesar
49,5%.
Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini, tingkat kejadian
dehidrasi jangka pendek cukup tinggi jika dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya. Apabila kejadian dehidrasi jangka pendek ini tidak diatasi pada
anak usia sekolah, maka kondisi dehidrasi dapat mempengaruhi fungsi
kognitif yaitu menurunnya kemampuan konsentrasi, kewaspadaan dan memori
jangka pendek. Menurut Janice et al (2008) dalam Santoso dkk (2012),
kehilangan berat badan 3-5% akan menimbulkan konsentrasi lebih sulit. Hal
ini akan berdampak buruk pada kecerdasan dan pendidikannya. Hal ini juga
76
diperkuat oleh D’Anci et al (2006) yaitu anak yang dehidrasi memiliki
kemampuan mengingat jangka pendek (short term memory) yang berkaitan
dengan otak.
Otak adalah bagian yang paling rentan terhadap kondisi dehidrasi dan
merupakan bagian tubuh yang mengatur sistem perhatian, kesadaran,
psikomotor, menganalisis, berpikir, mengingat dan sebagainya. Semakin parah
tingkat dehidrasi, semakin banyak pula bagian otak yang terganggu
(Hardinsyah dkk, 2009). Terdapat hubungan yang bermakna pada responden
yang mengalami dehidrasi kaitannya dengan otak seperti melemahnya
konsentrasi, daya ingat, kelelahan, bergerak lamban, masalah keseimbangan,
pusing dan sakit kepala. Sehingga dehidrasi dapat mempengaruhi konsentrasi
belajar siswa dikelas (Akshay et al, 2007).
Apabila tubuh mengalami dehidrasi maka terdapat juga beberapa
gangguan yang timbul seperti gangguan pada kesehatan, performa fisik dan
kebugaran (Hardinsyah dkk, 2009). Gangguan lain yang timbul akibat
dehidrasi yaitu berpengaruh juga pada perubahan termoregulator suhu pada
tubuh (Murray, 2007). Dehidrasi jangka pendek juga berdampak buruk bagi
tubuh karena dehidrasi bisa melemahkan anggota gerak, hipotonia, hipotensi
dan takikardia, kesulitan berbicara, bahkan sampai pingsan. Dehidrasi yang
terjadi terus menerus juga bisa meningkatkan risiko batu ginjal, infeksi saluran
kencing, kanker usus besar dan konstipasi (Popkin et al, 2010).
Pengaruh teknik pengukuran dehidrasi jangka pendek pada penelitian
ini dan sebelumnya merupakan salah satu alasan terjadinya perbedaan pada
hasil penelitian ini. Teknik pengukuran dehidrasi yang digunakan pada
77
penelitian Hardinsyah dkk (2009) menggunakan teknik pengukuran gejala atau
tanda dehidrasi, berat jenis urin, warna urin dan mikroskopik urin. Gejala dan
tanda dehidrasi meliputi volume urin yang sedikit, jarang berkemih, konsistensi
feses yang keras, frekuensi buang air besar yang rendah, keringat berlebih,
haus, pusing dan lemas. Dehidrasi juga dapat diukur dengan urine specific
gravity atau berat jenis urin. Teknik urine specific gravity ini membutuhkan
perlengkapan alat yang tidak mudah sebab teknik ini membutuhkan alat
laboratorium (Santoso dkk, 2012).
Adapun pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengukuran
warna urin. Teknik ini mudah dan tidak membutuhkan alat laboratorium
sebagai alat pengukuran. Urin yang diambil adalah urin pada jam 08.00-12.00
yaitu pada saat responden berada di sekolah. Alat yang digunakan sebagai alat
ukur dehidrasi pada penelitian ini adalah kartu PURI (Periksa Urin Sendiri).
Penggunaan metode warna urin akurat sebagai indikasi adanya dehidrasi
jangka pendek. Hal tersebut karena disebabkan ginjal menyaring urin dengan
konsentrasi yang tinggi sehingga warna urin menjadi semakin gelap. Semakin
gelap warna urin, tubuh berada dalam kondisi yang semakin asam dan semakin
membahayakan sel di dalam tubuh, sehingga mengalami risiko dehidrasi yang
semakin berat. Warna ekstrim urin yaitu warna jingga dan cokelat. Jika
seseorang terhidrasi dengan baik maka warna urin akan semakin jernih dan
transparan (Feltz dkk, 2006).
78
C. Hubungan antara obesitas dengan status dehidrasi jangka pendek
berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta tahun 2015
Pada hasil analisis univariat diketahui bahwa siswa yang mengalami
obesitas lebih sedikit daripada siswa yang tidak mengalami obesitas. Pada
penelitian ini presentase siswa yang obesitas ada sebanyak 6 siswa (8%) dan
siswa yang tidak obesitas ada sebanyak 69 siswa (92%). Dari 6 siswa (8%)
yang mengalami obesitas, didapatkan bahwa ada sebanyak 4 siswa yang
berjenis kelamin laki-laki mengalami obesitas.
Jumlah air di luar sel berbeda menurut tingkat kegemukan seseorang,
yaitu jumlah air lebih rendah pada orang gemuk dan lebih tinggi pada orang
kurus. Jumlah air di luar sel pada orang kurus, kurang lebih 25 % berat badan.
Pada orang yang memiliki berat badan sedang 20 % berat badan. Sedangkan
pada orang yang gemuk hanya 15 % berat badan (Almatsier dkk, 2011).
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue = 0.026 yang
artinya menunjukkan ada hubungan antara obesitas dengan status dehidrasi
jangka pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta dengan kejadian
dehidrasi jangka pendek lebih banyak dialami pada remaja obesitas yaitu
sebesar 83.3%. Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 7.321 (0.811-
66.086), artinya siswa yang obesitas memiliki peluang 7.321 kali untuk
mengalami dehidrasi dibandingkan dengan siswa yang tidak obesitas.
79
Batmanghelidj (2007) menjelaskan fenomena ini melalui respon lapar
dan haus yaitu pada penderita kegemukan dan obesitas sinyal lapar dan haus
sulit untuk dibedakan, orang obesitas lebih terbiasa menanggapi sinyal lapar
bila dibandingkan dengan sinyal haus. Kedua sinyal tersebut termasuk respon
subyektif dan dikeluarkan oleh sumber yang sama yaitu histamin. Makanan
dianggap memberikan efek yang lebih besar sebagai sensasi rasa kenyang bila
dibandingkan hanya dengan minum air. Padahal makanan biasanya cenderung
berkontribusi menyumbang energi lebih besar. Energi yang banyak lalu
ditumpuk menjadi timbunan lemak pada beberapa organ tertentu.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Prayitno dkk
(2012) di SMP Islam Al Azhar 14 Semarang menggunakan metode studi
observasional dengan desain studi cross sectional didapatkan bahwa terdapat
perbedaan status hidrasi antara obesitas dan non obesitas dengan nilai Pvalue =
0.024 dengan kejadian dehidrasi lebih banyak dialami pada remaja obesitas
yaitu sebesar 83,9%. Hal tersebut juga didukung oleh penjelasan Santoso dkk
(2012) bahwa tanda-tanda kekurangan air dalam tubuh pada seseorang yang
obesitas dan kegemukan jarang terlihat jelas. Pada orang obesitas dan
kegemukan kandungan lemak dalam tubuhnya lebih banyak jika dibandingkan
dengan seseorang yang tidak obesitas.
Dengan demikian, kekurangan air lebih cenderung terjadi pada
seseorang yang gemuk dan obesitas. Disamping itu, seseorang yang gemuk dan
obesitas memiliki total air tubuh yang lebih kecil. Defisit cairan akan lebih
besar terjadi pada seseorang yang memiliki total air tubuh yang lebih kecil.
Total air tubuh dibutuhkan untuk menjaga kardiovaskular dan sistem
80
termoregulator. Oleh karena itu, pada penelitian ini untuk siswa yang
mengalami obesitas sebaiknya melakukan penurunan berat badan rata-rata
sebesar 20-30 kg untuk mencapai berat badan ideal sebagai upaya untuk
mengurangi risiko terjadinya dehidrasi jangka pendek dan pada siswa yang
mengalami overweight sangat penting untuk mencegah agar tidak menjadi
obesitas dan berisiko untuk dehidrasi jangka pendek sehingga siswa yang
mengalami kegemukan (overweight) sebaiknya melakukan penurunan berat
badan rata-rata sebesar 9-15 kg untuk mencapai berat badan ideal.
D. Hubungan antara jenis kelamin dengan status dehidrasi jangka pendek
berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta tahun 2015
Total air tubuh dipengaruhi oleh jenis kelamin dan ukuran tubuh. Usia
lebih dari 12 tahun akan mempengaruhi total air tubuh antara laki-laki dan
perempuan, dimana pada laki-laki lebih banyak kandungan air tubuhnya
dibandingkan perempuan (Briawan dkk, 2011). Wanita secara proporsional
mempunyai lemak tubuh yang lebih banyak dan air tubuh yang kurang
dibanding pria (Berman dkk, 2009). Sehingga adanya kecenderungan dehidrasi
terjadi pada perempuan.
Pada analisis univariat menunjukkan bahwa proporsi siswa yang
berjenis kelamin perempuan lebih banyak sebesar 49 siswa (65.3%) dan siswa
yang berjenis kelamin laki-laki ada sebanyak 26 siswa (34.7%). Selain itu
diketahui bahwa adanya kecenderungan perempuan untuk terjadinya dehidrasi
81
karena perempuan mempunyai lemak tubuh yang lebih banyak dan air tubuh
yang kurang dibanding laki-laki.
Hasil analisis hubungan jenis kelamin dengan status dehidrasi diperoleh
sebanyak 13 siswa (50%) dengan jenis kelamin laki-laki mengalami dehidrasi
jangka pendek dan siswa yang berjenis kelamin perempuan diperoleh sebanyak
21 siswa (42.9%) yang mengalami dehidrasi jangka pendek. Berdasarkan hasil
uji statistik menunjukkan bahwa diperoleh nilai Pvalue = 0.728 maka dapat
disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan
status dehidrasi jangka pendek. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Prayitno dkk (2012) di SMP Islam Al Azhar 14 Semarang
menggunakan metode studi observasional dengan desain studi cross sectional
yang diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan status hidrasi berdasarkan jenis
kelamin dengan Pvalue = 0,186.
Menurut Prayitno dkk (2012) menyatakan mulai usia remaja awal
komposisi tubuh antara laki-laki dan perempuan berbeda, yaitu kandungan air
pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan karena laki-laki
mempunyai massa tubuh yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Sehingga
adanya kecenderungan perempuan untuk terjadinya dehidrasi karena
perempuan mempunyai lemak tubuh yang lebih banyak dan air tubuh yang
kurang dibanding laki-laki.
Hubungan status dehidrasi dengan jenis kelamin menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan dan diketahui bahwa status dehidrasi
jangka pendek lebih tinggi terjadi pada laki-laki. Terdapat peluang risiko 1.333
82
kali siswa yang berjenis kelamin laki-laki memiliki peluang untuk mengalami
dehidrasi dibandingkan siswa yang berjenis kelamin perempuan. Hal ini
mungkin disebabkan karena adanya pengaruh obesitas, kejadian obesitas lebih
tinggi terjadi pada remaja laki-laki yaitu sebesar 15.4% dibandingkan
perempuan yang hanya 4.1% sehingga pada kondisi obesitas sangat rentan
terhadap kehilangan air. Orang dengan persentase lemak tubuh lebih tinggi
mempunyai cairan tubuh yang lebih sedikit karena sel lemak mengandung
sedikit atau tidak ada air, dan jaringan tidak berlemak mengandung banyak air.
Konsumsi cairan yang kurang juga lebih tinggi terjadi pada remaja laki-laki
yaitu sebesar 65.4% bila dibandingkan dengan perempuan sebesar 63.3%.
Hal tersebut juga didukung oleh penjelasan Santoso dkk (2012) yaitu
pada orang obesitas dan kegemukan kandungan lemak dalam tubuhnya lebih
banyak jika dibandingkan dengan seseorang yang tidak obesitas. Dengan
demikian, kekurangan air lebih cenderung terjadi pada seseorang yang gemuk
dan obesitas. Jumlah air di luar sel berbeda menurut tingkat kegemukan
seseorang, yaitu jumlah air lebih rendah pada orang gemuk dan lebih tinggi
pada orang kurus.
83
E. Hubungan antara aktivitas fisik dengan status dehidrasi jangka pendek
menggunakan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) dengan
grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun
2015
Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh karena otot meningkatkan
pengeluaran melalui tenaga dan energi (kalori). Aktivitas fisik akibat kontraksi
otot rangka mengakibatkan pengeluaran tenaga. Aktivitas hidup seseorang
sangat berpengaruh terhadap kebutuhan cairan dan elektrolit. Aktivitas
menyebabkan peningkatan proses metabolisme dalam tubuh.
Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui bahwa sebagian besar
siswa memiliki aktivitas fisik ringan. Aktivitas fisik ringan ada sebanyak 63
siswa (84%), aktivitas sedang ada sebanyak 10 siswa (13.3%) sedangkan
aktivitas fisik berat sebanyak 2 siswa (2.7%).
Baik aktivitas tinggi maupun rendah, keduanya memiliki peluang
terhadap dehidrasi. Aktivitas fisik yang rendah juga dapat menyebabkan
berkurangnya konsumsi minum sehingga terdapat peluang untuk terjadinya
dehidrasi (Briawan, dkk, 2011). Beberapa kejadian dehidrasi dan lemah
performa fisik ditemui pada seseorang yang beraktivitas berat dalam durasi
yang lama. Hal ini menyebabkan pengeluaran yang tidak disadari melalui kulit
(keringat) dan paru-paru (pernafasan) berupa peningkatan kecepatan respirasi.
Hal ini mengakibatkan peningkatan keluaran cairan melalui keringat. Dengan
demikian, jumlah cairan yang dibutuhkan juga meningkat. Selain itu,
kehilangan cairan yang tidak disadari (inseble water loss) juga mengalami
84
peningkatan akibat peningkatan laju pernapasan dan aktivasi kelenjar keringat
(Tamsuri, 2009).
Berdasarkan penelitian ini menunjukkan hasil analisis hubungan antara
aktivitas fisik dengan status dehidrasi, yang paling banyak mengalami
dehidrasi jangka pendek yaitu siswa yang memiliki aktivitas berat sebanyak 1
orang (50%) dan siswa yang memiliki aktivitas fisik ringan sebesar 27 siswa
(42.9%) sedangkan siswa yang memiliki aktivitas fisik sedang ada sebanyak 6
siswa (60%). Pada penelitian ini jumlah siswa yang memiliki aktivitas berat
lebih sedikit ada sebanyak 2 siswa (7.7%) dan siswa yang mengalami dehidrasi
jangka pendek hanya ada sebanyak 1 siswa (50%) sehingga persentase aktivitas
berat lebih besar.
Hasil uji chi square diperoleh Pvalue = 0.594 yang berarti tidak ada
hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan status dehidrasi jangka
pendek. Hal ini sejalan dengan penelitian Hardinsyah dkk (2012) yang
dilakukan di Indonesia menggunakan desain cross sectional study didapatkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara status dehidrasi dengan tingkat aktivitas
fisik dengan nilai P value sebesar 0.918.
Menurut Kant et al (2009) aktivitas yang tinggi memiliki hubungan
dengan air dari minuman dan total asupan airnya. Aktivitas fisik memiliki
hubungan dengan asupan air, remaja lebih sering mengalami dehidrasi
dikarenakan banyaknya aktivitas fisik remaja yang dapat menguras tenaga dan
cairan tubuh, sehingga menyebabkan kurangnya konsumsi cairan (Briawan
dkk, 2011). Apabila terjadi ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh, akan
timbul kejadian dehidrasi (Almatsier, 2009).
85
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
status dehidrasi jangka pendek dengan aktivitas fisik. Hal ini dikarenakan
dehidrasi jangka pendek lebih tinggi terjadi pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan, dehidrasi jangka pendek banyak terjadi pada laki-laki
disebabkan karena obesitas lebih tinggi pada laki-laki. Hal ini juga sejalan
dengan penelitian Sudikno dkk (2010) didapatkan hasil bahwa risiko obesitas
lebih tinggi pada laki-laki yang aktivitas fisiknya kurang (OR=1,59)
dibandingkan dengan perempuan yang aktivitas fisiknya kurang (OR=1,29).
Sehingga diduga pengaruh obesitas lebih besar untuk terjadinya dehidrasi bila
dibandingkan dengan pengaruh dari aktivitas fisik.
F. Hubungan antara konsumsi cairan dengan status dehidrasi jangka pendek
berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta tahun 2015
Konsumsi cairan sangat dibutuhkan oleh tubuh karena air memiliki
banyak fungsi yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai medium transportasi,
pengatur suhu tubuh, pembentuk sel dan cairan tubuh serta sebagai pelarut
(Santoso dkk, 2012). Apabila air yang keluar dari tubuh tidak digantikan
dengan jumlah konsumsi cairan yang cukup maka sel-sel tubuh akan
kehilangan air, kehilangan air inilah yang menyebabkan dehidrasi (Brenna dkk,
2012).
Pada hasil univariat diketahui bahwa sebagian besar siswa memiliki
konsumsi cairan yang kurang. Persentase siswa yang memiliki konsumsi
86
cairan yang kurang ada sebanyak 48 siswa (64%) sedangkan siswa yang
konsumsi cairannya yang cukup ada sebanyak 27 siswa (36%).
Hasil penelitian mengenai hubungan konsumsi cairan dengan status
dehidrasi jangka pendek pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta
diperoleh bahwa dari hasil analisis hubungan diperoleh Pvalue = 0.000 yang
berarti ada hubungan signifikan antara konsumsi cairan dengan status dehidrasi
jangka pendek. Dari analisis hubungan antara konsumsi cairan dengan status
dehidrasi jangka pendek diperoleh siswa yang konsumsi cairan yang kurang
ada sebanyak 30 (62.5%), sementara siswa dengan konsumsi cairan yang
cukup ada sebanyak 4 (14.8%).
Adanya hubungan konsumsi cairan dengan status dehidrasi jangka
pendek pada penelitian karena konsumsi cairan yang kurang lebih banyak
dibandingkan konsumsi cairan yang cukup. Siswa yang konsumsi cairannya
kurang memiliki risiko peluang 9.583 kali untuk mengalami dehidrasi
dibandingkan siswa yang konsumsi cairannya cukup. Apabila air yang keluar
dari tubuh tidak digantikan dengan jumlah konsumsi cairan yang cukup maka
sel-sel tubuh akan kehilangan air, sehingga hal ini akan menyebabkan dehidrasi
karena terjadi ketidakseimbangan antara konsumsi cairan dengan pengeluaran
air. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari dkk (2012)
didapatkan bahwa santriwati yang berstatus dehidrasi banyak dijumpai pada
santriwati yang jumlah konsumsi cairannya kurang. Hal ini menunjukkan
adanya kecenderungan hubungan antara jumlah konsumsi cairan terhadap
status dehidrasi.
87
Menurut Batmanghelidj (2007) menyatakan bahwa tubuh manusia terus
menerus membutuhkan air. Tubuh kehilangan air melalui paru-paru ketika
bernafas. Tubuh juga kehilangan air melalui keringat, produksi urin dan ketika
buang air besar. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Prayitno
dkk (2012) di SMP Islam Al Azhar 14 Semarang menggunakan metode studi
observasional dengan desain studi cross sectional bahwa terdapat perbedaan
total konsumsi cairan pada remaja obesitas dan non obesitas (p=0.035) karena
orang yang obesitas lebih mudah mengalami kekurangan air dibandingkan
dengan orang yang tidak obesitas.
G. Hubungan antara pengetahuan tentang air dan dehidrasi dengan status
dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa
Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2
di SMAN 63 Jakarta tahun 2015
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini
terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Pada hasil analisis univariat diketahui bahwa sebagian besar siswa
memiliki pengetahuan yang rendah. Diketahui sebanyak 48 siswa (64%) yang
memiliki pengetahuan yang rendah dan sebanyak 27 siswa (36%) yang
memiliki pengetahuan yang tinggi.
88
Berdasarkan hasil analisis hubungan pengetahuan tentang air dan
dehidrasi didapatkan bahwa dehidrasi jangka pendek lebih banyak terjadi pada
siswa yang pengetahuannya rendah sebanyak 31 siswa (64.6%) dibandingkan
dengan siswa yang memiliki pengetahuan yang tinggi sebanyak 3 siswa
(11.1%). Hasil uji statistik bahwa diperoleh nilai Pvalue = 0.000 yang berarti
ada hubungan signifikan antara pengetahuan tentang air dan dehidrasi dengan
status dehidrasi jangka pendek. Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR=
14.588 (3.827-55.606), artinya siswa yang pengetahuan air dan dehidrasi
rendah memiliki peluang 14.588 kali untuk mengalami dehidrasi dibandingkan
siswa yang pengetahuan air dan dehidrasi tinggi.
Pada penelitian ini pengetahuan yang kurang lebih banyak
dibandingkan dengan pengetahuan yang cukup sehingga kurangnya
pengetahuan mengenai manfaat lebih dari air putih bagi kesehatan tubuh juga
memberikan peluang bagi remaja untuk tidak memperhatikan air putih bagi
tubuhnya (Maulana, 2010). Pengetahuan yang baik dapat mempengaruhi
konsumsi cairan baik dalam hal kualitas maupun kuantitas, serta dalam
kebiasaan minum sehari-harinya. Pengetahuan yang semakin baik akan
mendorong seseorang untuk mengkonsumsi cairan sesuai kebutuhan dan
memiliki kebiasaan minum yang lebih baik pula sehingga risiko mengalami
dehidrasi lebih kecil (Hardinsyah dkk, 2009).
Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Hardinsyah dkk (2012) di
Indonesia dengan desain cross sectional study didapatkan bahwa pada remaja
dan total subyek menunjukkan terdapat hubungan antara status dehidrasi dan
tingkat pengetahuan subyek. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang
89
dilakukan oleh Prayitno dkk (2012) di SMP Islam Al Azhar 14 Semarang
menggunakan metode studi observasional dengan desain studi cross sectional
menyatakan bahwa pengetahuan tentang cairan diketahui signifikan
mempengaruhi perbedaan status hidrasi (p=0,003).
90
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada BAB sebelumnya dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta yang mengalami dehidrasi
jangka pendek hanya sebanyak 34 siswa (45.3%).
2. Remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta yang mengalami obesitas lebih
sedikit daripada siswa yang tidak mengalami obesitas.
3. Remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta sebagian besar berjenis kelamin
perempuan.
4. Remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta sebagian besar memiliki
aktivitas fisik ringan.
5. Remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta sebagian besar memiliki
konsumsi cairan yang kurang.
6. Remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta sebagian besar memiliki
pengetahuan tentang air dan dehidrasi yang rendah.
7. Terdapat hubungan antara obesitas dengan status dehidrasi jangka pendek
berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri) menggunakan
grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun
2015.
91
8. Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan status dehidrasi
jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta tahun 2015.
9. Tidak terdapat hubungan aktivitas fisik dengan status dehidrasi jangka
pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta tahun 2015.
10. Terdapat hubungan antara konsumsi cairan dengan status dehidrasi jangka
pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di SMAN 63
Jakarta tahun 2015.
11. Terdapat ada hubungan antara pengetahuan tentang air dan dehidrasi
dengan status dehidrasi jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran PURI
(Periksa Urin Sendiri) menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1
dan 2 di SMAN 63 Jakarta tahun 2015.
B. Saran
1. Bagi Sekolah
a. Pihak sekolah disarankan untuk melakukan perencanaan program
berbasis kesehatan dengan memasukkan materi dehidrasi pada mata
pelajaran di sekolah seperti mata pelajaran pendidikan jasmani dan
rohani (penjaskes) untuk menambah pengetahuan siswa dan
menanggulangi masalah dehidrasi pada siswa/i SMA.
b. Adanya penyediaan sarana dan prasarana tempat air minum di sekolah.
92
2. Bagi Siswa di SMAN 63 Jakarta
a. Remaja disarankan untuk meningkatkan pengetahuan tentang
pencegahan dan dampak kekurangan cairan pada tubuh dan siswa
disarankan jangan menunggu haus terlebih dahulu baru minum agar
terhindar dari risiko dehidrasi.
b. Anjuran untuk melakukan penurunan berat badan berdasarkan
perhitungan berat badan dari responden yang dihitung untuk mencapai
berat badan idealnya. Diharapkan untuk siswa yang mengalami
obesitas melakukan penurunan berat badan rata-rata sebesar 20-30 kg
dan pada siswa yang mengalami kegemukan (overweight) sebaiknya
melakukan penurunan berat badan rata-rata sebesar 9-15 kg untuk
mencapai berat badan ideal agar tidak terjadi obesitas sebagai upaya
untuk mengurangi risiko untuk terjadinya dehidrasi.
c. Disarankan agar siswa meningkatkan konsumsi cairannya berdasarkan
angka kecukupan gizi, kecukupan air untuk laki-laki sebesar 2200
ml/hari dan perempuan sebesar 2100 ml/hari. Anjuran Tumpeng Gizi
Seimbang untuk minimal minum 2 liter atau 8 gelas sehari bagi
penduduk usia remaja dan dewasa. Siswa juga disarankan untuk
meningkatkan konsumsi cairan dari makanan berupa konsumsi buah
dan sayur yang mengandung banyak air.
3. Bagi Peneliti Lain
a. Peneliti selanjutnya dalam mengukur status dehidrasi jangka pendek
sebaiknya dapat menggunakan metode lain, seperti penurunan berat
badan, berat jenis urin, volume urin 24 jam dan rasa haus.
93
b. Bagi peneliti lain diharapkan dapat meneliti total pengeluaran lainnya
seperti pengeluaran air yang berasal dari keringat dan feses yang
kemungkinan berhubungan dengan kejadian dehidrasi menggunakan
alat laboratorium dengan biaya yang memungkinkan peneliti
selanjutnya.
c. Peneliti lain yang akan menggunakan food model diharapkan dapat
mengikuti responden atau meminta responden membawa peralatan
yang biasa digunakan di rumah untuk melihat ukuran rumah tanggga
(URT) agar persepsi yang digunakan sama.
94
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama.
Almatsier, Sunita, Susirah Soetardjo & Moesijanti Soekarti. 2011. Gizi Seimbang
dalam daur kehidupan. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Akshay et al. 2007. Neuropsychological performance, postural stability,
symptomps after dehydration. Journal of atheletic training vol 42 (1), 66-75.
Altman, Gaylene B. 2010. Fundamental and advancede nursing skills third
edition. USA: Delmar cengage Learning.
Amstrong et al, 2005. Hydration Assessment Techniques. Journal Nutrition
Reviews, Vol 63(6).
Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan.
Depok: Jurusan Biostatistik dan kependudukan, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia
Arisman. 2007. Buku Ajar Ilmu Gizi : Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran.
Arikunto, Suharsimi. 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Bandmann, Elin. 2008. Physical Activity Questionnaire- A critical review of
methods used in validity and reproducibility studies. Sport Science and
Health Science.
Batmanghelidj, F. 2007. Air Untuk Menjaga Kesehatan dan Menyembuhkan
Penyakit. Jakarta:Gramedia.
95
Berman, Audrey, Shirlee Snyder, Barbara Kozier, Glenora Erb. 2009. Buku Ajar
Praktik Keperawatan Klinis Edisi 5. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.
Brenna H, dkk. 2012. Nutrition made incredibly easy second edition. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran.
Briawan,dkk. 2011. Kebiasaan minum dan asupan cairan di perkotaan. Jurnal
Klinik Gizi Indonesia Vol 8(1), 36-41.
Diyani, Dika Aning. 2012. Hubungan Pengetahuan, Aktivitas Fisik dan Faktor
Lain terhadap Konsumsi Air Minum Pada Mahasiswa FKM UI Tahun 2012.
Depok : Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Gizi.
D’Anci, K. et al. 2006. Hydration and cognitive function in children. Nutrition
reviews. Vol 64(10), 457-464.
_______________. 2009. Voluntary Dehydration and Cognitive Performance in
Trained College Athletes. Perceptual and Motor Skills, 109, pp. 251-269.
Ega, dkk. 2012. Perbedaan Konsumsi Cairan, Status Gizi, Aktifitas Fisik, Dan
Persen Lemak Tubuh Pada Murid Kelas Vii Sltpn 69 Jakarta. Forum ilmiah
VOL 9(3).
FAO/WHO/UNU. 2001. Human Energy Requirement, Report of a join
FAO/WHO/UNU Expert Consultation.
Feltz, Brian D, Ferra, Joe. 2006. Dehydration’s hidden symptoms. Chiropractic
Journal vol 20 (10), 1-2.
Gibson MD. 2002. Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
96
Gibson S, Rosalind. 2005. Princeples Nutritional of Assessment second edition.
New York : Oxpord University Press.
Grandjean, Ann C. 2007. Dehydration and cognitive performance. Journal of the
American College of Nutrition Vol 26(5), 549-554.
Hany, Alfrina. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
Harmanto, N. 2006. Herbal Untuk Keluarga Ibu Sehat Dan Cantik Dengan
Herbal, Jakarta, Pt. Elex Media Komputindo.
Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan perencanaan asupan pangan.
Bogor: Fakultas Pertanian, IPB.
Hardinsyah, Dodik Briawan, dkk. 2009. Studi Kebiasaan Minum dan Status
Hidrasi pada Remaja dan Dewasa di Wilayah Ekologi yang Berbeda. Bogor :
Perhimpunan Peminat Gizi dan Pangan Indonesia (PERSAGI), Departemen
Gizi Masyarakat FEMA IPB.
Hardinsyah, Gustam dan Briawan. 2012. Faktor risiko dehidrasi pada remaja dan
dewasa Indonesia. Jurnal Gizi dan Pangan Vol 8.
Hastono, Sutanto Priyo. 2007. Analisis Data Kesehatan. Jakarta : Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Kant, Ashima K, Barry I Graubard. 2009. Contributors of water intake in US
Children and Adolescent: Associations with Dietary and Meal
Characteristics-National Health and Nutrition Examination Survey 2005-
2006. American Journal Clinical Nutrition Vol 92, 887-96.
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor :1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri
Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Direktorat Bina Gizi.
97
Kit, Leong Wai dan Karen Tong. 2008. Fluid The Forgetten Factor. In A
Singapore General Hospital Bi-monthly Publication Journal, Issue 6.
Maulana, Bayu. 2010. Kampanye Minum Air Putih di Kalangan Remaja. Bandung
Mitchell, Kumar, Abbas & Fausto 2006. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit
Edisi 7, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran.
Murray, Bob. 2007. Hydration and physical performance. Journal of the
American College of Nutrition Vol 26(5), 542-548.
Muscari, M. E. 2005. Keperawatan Pediatrik, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Nursita, Annisa A. 2013. Hubungan Status Gizi dan Faktor lainnya dengan Status
Hidrasi Pada Remaja Di 3 SMA Kota Bekasi Tahun 2013. Depok : Skripsi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Gizi Universitas Indonesia.
Prayitno, S. O. & Fillah Dieny. F. 2012. Perbedaan Konsumsi Cairan Dan Status
Hidrasi Pada Remaja Obesitas Dan Non Obesitas. Journal Of Nutrition
College, 1(1)
Popkin, M. Barry, D'anci KE, Rosenberg IH. 2010. Water, hydration and health.
Nutrition reviews 68(8) : 439-458.
Potter, Patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep, proses,
dan praktik edisi 4. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ratnasari, Moesijanti Soekarti. 2012. Hubungan Pola Minum Dan Jumlah
Konsumsi Cairan Dari Minuman Terhadap Status Dehidrasi Santriwati
98
Usia 16-18 Tahun di Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta Selatan
Tahun 2012. Gizi Indon 35(2) : 120-125.
Riance, Maya. 2012. Gambaran Status Hidrasi Pada Siswa/i SMA Triguna Utama
Tahun 2011. Jakarta : Skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Kesehatan Masyarakat
Jurusan Gizi.
Sacher, Ronald. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Santoso, B. I., Hardinsyah, Siregar, P. & Pardede, S. O. 2012. Air Bagi
Kesehatan, Jakarta, Centra Communications.
Sharp Rick. 2007. Role of whole foods in promoting hydration after exercise in
humans american. College of Nutrition 26(5):592S–596S.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Simerville et al. 2005. Urinalysis: A comprehensive review. Journal American
Family Physician vol 71(6).
Slonane, Ethel. 2004. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Sudikno, dkk. 2010. Hubungan Aktivitas Fisik dengan kejadian Obesitas pada
orang Dewasa di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2007). Journal of The
Indonesian Nutrition Association 33 : 37-49.
Supariasa, I Dewa Nyoman, Bachyar Bakri, Ibnu Fajar. 2002. Penilaian Status
Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
99
Tamsuri, Anas. 2009. Klien Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit : Seri
Asuhan Keperawatan. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.
Tate, Deborah F, et al. 2012. Replacing Caloric Beverages with Water or Diet
Beverages for Weight Loss in Adults: Main Results of the Choose Healthy
Options Consciously Everyday (CHOICE) Randomized Clinical Trial.
American Journal Clinical Nutrition. 555-63.
Umar, Efrizon. 2008. Buku Pintar Fisika. Jakarta : Penerbit Media Pusindo, Grup
Puspa Swara, Anggota Ikapi.
Weta, Wayan dan NL Pratiwi W. 2009. Kecukupan Zat Gizi dan Perubahan
Status Gizi Pasien selama dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar. Jurnal Gizi Indonesia Vol 32(2): 139-149.
WHO (World Health Organization). 2007. Growth reference 5-19 years.
Yaswir, Rismawati dan Ira Ferawati. 2012. Fisiologi dan gangguan keseimbangan
Natrium, Kalium dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. Jurnal
Kesehatan Andalas Vol 1(2).
100
LAMPIRAN
STATUS DEHIDRASI JANGKA PENDEK BERDASARKAN HASIL
PENGUKURAN PURI (PERIKSA URIN SENDIRI) MENGGUNAKAN
GRAFIK WARNA URIN PADA REMAJA KELAS 1 DAN 2 DI SMAN 63
JAKARTA TAHUN 2015
KUESIONER PENELITIAN
Assalamualaikum Wr.Wb, perkenalkan nama saya Donna Pertiwi,
mahasiswi kesehatan masyarakat peminatan gizi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
angkatan 2011. Saya sedang melakukan penelitian mengenai status dehidrasi
jangka pendek berdasarkan hasil pengukuran puri (periksa urin sendiri)
menggunakan grafik warna urin pada remaja kelas 1 dan 2 di sman 63 jakarta
tahun 2015. Saya meminta kesediaan anda untuk menjadi responden (orang yang
diteliti) dalam penelitian saya dan mengisi kuesioner semua pertanyaan pada
kuesioner ini. Kuesioner ini akan dijaga kerahasiaannya dan hanya diketahui oleh
saya sebagai peneliti. Kejujuran dan kelengkapan data dari anda dalam mengisi
kuesioner ini sangat membantu kelancaran penelitian ini. Untuk itu, saya ucapkan
terimakasih atas kesediaan anda. Waalaikumsalam Wr.Wb
Lembar Persetujuan Responden
Dengan ini saya bersedia menjadi responden yang akan diukur berat badan dan
tinggi badan dan pengambilan urin serta bersedia mengisi kuesioner penelitian ini
dengan jawaban sebenar-benarnya dan apabila ada kekurangan di kemudian hari,
maka saya bersedia dihubungi kembali untuk dimintai informasi lebih lanjut.
Tanda Tangan
Petunjuk pengisian kuesioner :
Isilah identitas responden pada kuesioner yang telah disediakan dan beri lingkaran
pada kolom jenis kelamin.
NO. RESPONDEN
A. IDENTITAS RESPONDEN Koding diisi oleh
peneliti
A1 Nama
A2 Tanggal Lahir ........./ ....... /............
A4 Umur ......... tahun ....... bulan
A5 Jenis Kelamin 1. Laki-laki
2. Perempuan
[ ]
A6 No Hp
A7 Kelas
B. PENGUKURAN STATUS DEHIDRASI
B1 Warna urin (diisi oleh
peneliti)
C. PENGUKURAN ANTROPOMETRI (Diisi oleh Peneliti)
C1 Berat badan ......, .....Kg
C2 Tinggi Badan ........, ....Cm
C3 IMT .............Kg/m2
Petunjuk pengisian :
Lingkari salah satu jawaban yang sesuai dan dianggap benar.
D. PENGETAHUAN Koding diisi oleh
Peneliti
D1 Manakah yang memiliki fungsi penting bagi tubuh
manusia?
1. Air
2. Karbohidrat
3. Kedua jawaban diatas benar
[ ]
D2 Apakah fungsi air bagi tubuh?
1. Regenerasi sel dan pengatur suhu tubuh
2. Memenuhi kebutuhan minum
3. Sumber energi
[ ]
D3 Manakah yang merupakan sumber cairan tubuh?
1. Makanan
2. Minuman
3. Semua Jawaban Benar
[ ]
D4 Manakah yang kandungan airnya paling banyak?
1. Jeruk, mangga, pepaya
2. Selai, madu, minyak
3. Ikan, ayam, telur
[ ]
D5 Apakah yang membuat kebutuhan air setiap orang
berbeda-beda?
1. Jenis kelamin
[ ]
2. Aktivitas fisik
3. Kedua jawaban benar
D6 Kebutuhan air untuk atlet..... dibandingkan yang bukan
atlet
1. Lebih banyak
2. Sama
3. Lebih sedikit
[ ]
D7 Kapankah saat yang tepat untuk minum?
1. Saat haus
2. Sebelum merasa haus
3. Saat mulut terasa kering
[ ]
D8 Berapa gelas dalam sehari anjuran minum yang baik?
1. 6 gelas
2. 7 gelas
3. 8 gelas
[ ]
D9 Pada suhu tinggi, lewat cara apakah air paling banyak
keluar?
1. Urin
2. Kulit (keringat)
3. Pernafasan
[ ]
D10 Maksimal berapa lama tubuh mampu bertahan tanpa air?
1. 3 hari
2. 2 hari
3. 1 hari
[ ]
D11 Apa gejala awal dehidrasi?
1. Haus
2. Pusing
3. Sakit tenggorokkan
[ ]
D12 Apa akibatnya bila tubuh kekurangan air terus menerus?
1. Dehidrasi
2. Nafsu makan meningkat
3. Denyut nadi menurun
[ ]
Sumber :
Diyani, dika aning. 2012. Hubungan pengetahuan, aktivitas fisik, dan faktor lain
terhadap konsumsi air minum pada mahasiswa FKM UI tahun 2012. Depok
:Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat
FORM KUESIONER AKTIVITAS FISIK 1X24 JAM
Berikut ini adalah daftar aktivitas fisik yang rutin dilakukan. Kegiatan apa saja
yang anda lakukan setipa hari selama 24 jam?
No Jam (Waktu) Jenis Kegiatan
Alokasi waktu
melakukan kegiatan
(menit)
Jumlah
Sumber : Kuesioner Physical Activity Level recall
Form Food Recall
Hari ke:
Waktu Menu Bahan
Makanan
Ukuran rumah
tangga (URT)
Berat (gram)
Sumber : Kuesioner Riset Kesehatan Dasar tahun 2010
-SELESAI-
TERIMA KASIH ATAS KESEDIAAN ANDA UNTUK MENGISI
KUESIONER
Lampiran 2
Tabel Physical Activity Ratio (PAR) Berbagai Aktivitas Fisik
Aktivitas Physical Activity Ratio/
satuan waktu
Tidur 1.0
Melakukan pekerjaan rumah 2.8
Berkendaraan dalam bus/mobil 1.2
Aktivitas santai (nonton TV dan mengobrol) 1.4
Makan 1.5
Duduk (bekerja kantor, menjaga toko) 1.5
Mengendarai kendaraan/berjalan 2.0
Memasak 2.1
Berdiri, membawa barang yang ringan 2.2
Mandi dan berpakaian 2.3
Mengerjakan pekerjaan rumah tangga 2.8
Berjalan 3.2
Berkebun 4.1
Olahraga ringan (jalan kaki) 4.2
Kegiatan yang dilakukan dengan duduk 1.5
Transportasi dengan bus 1.2
Kegiatan ringan 1.4 Sumber : FAO/WHO/UNU. 2001. Human Energy Requiment. WHO Technical Report
Series, no. 724. Geneva: World Health Organization
Contoh perhitungan aktivitas fisik
Jenis Aktivitas Fisik Alokasi
waktu
(menit)
PAR Alokasi
x PAR
Rata-rata PAL
Tidur 480 1.0 480
Berpakaian dan mandi 60 2.3 138
Makan 60 1.5 90
Memasak 60 2.1 126
Duduk 480 1.5 720
Mengendarai kendaraan 60 2.0 120
Melakukan pekerjaan rumah 60 2.8 168
Berjalan 60 3.2 192
Menonton 120 1.4 168
Total 1440 2.202/1440= 1.52
(aktivitas fisik ringan)
Lampiran 3. Data berat badan dan tinggi badan responden
No Nama BB TB IMT Ambang Batas Z score Status Gizi
1 Haryalfa Razy 77.05 175.0 25.16 > 1 SD sampai dengan 2 SD Overweight
2 M.Haekal 49.7 166.0 18.04 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
3 Lucki anjani 68.55 158.0 27.46 > 1 SD sampai dengan 2 SD Overweight
4 Tisnaeny 88.6 158.7 35.18 >2SD Obesitas
5 Erina 44.4 157.0 18.01 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
6 karina candana 64.65 155.0 26.91 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
7 sakina 61.6 158.5 24.52 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
8 Shelva 40.7 155.0 16.94 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
9 Gusti 56.95 172.0 19.25 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
10 Farhan 57.7 173.0 19.28 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
11 Ahmad iftihar 47.4 155.0 19.73 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
12 dita puspita 61.9 154.0 26.1 > 1 SD sampai dengan 2 SD Overweight
13 M. zidanne 75.7 164.0 28.15 >2SD Obesitas
14 Fikka Diaz 53.25 156.0 21.88 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
15 Dinar Amanda 42.7 161.0 16.47 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
16 Fitri rahma danti 75.2 161.0 29.01 >2SD Obesitas
17 siti mutmainah 49.6 163.0 18.67 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
18 meirizka 48.3 164.0 17.96 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
19 Aprillya Sekar 40.05 156.0 16.46 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
20 Fida Alfilliana 56.06 156.5 22.89 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
21 nurrizky bening 38.15 160.0 14.9 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
22 Dewi yanti 41.3 157.0 16.76 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
23 Elvira Nelvi 49.45 155.0 20.58 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
24 Eko aprianto 71.25 172.0 24.08 > 1 SD sampai dengan 2 SD Overweight
25 metha rosalina 55.85 155.0 23.25 > 1 SD sampai dengan 2 SD Overweight
26 Silvina Amelia 42.0 159.0 16.61 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
27 siti anastasia 40.35 154.0 17.01 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
28 yulitha aulia 70.2 162.0 26.75 > 1 SD sampai dengan 2 SD Overweight
29 laila siti 68.55 164.0 25.49 > 1 SD sampai dengan 2 SD Overweight
30 nelly marta sari 53.0 166.5 19.12 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
31 shania putri 61.9 167.0 22.2 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
32 irman fahrezy 57.15 178.5 17.94 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
33 syifa febriani 42.8 152.0 18.52 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
34 Ocha dilawati 41.25 157.0 16.73 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
35 alma lutfiani 41.7 159.0 16.49 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
36 hari camel 44.8 170.0 15.5 -3 SD sampai dengan < -2 Kurus
37 gilang lian 53.4 167.5 19.03 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
38 yudha kusdiantara 82.95 174.5 27.24 > 1 SD sampai dengan 2 SD Overweight
39 nur atikah 68.45 157.0 27.77 > 1 SD sampai dengan 2 SD Overweight
40 andika yudha 90.0 165.0 33.06 >2SD Obesitas
41 erni 58.35 165.0 21.43 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
42 M.arvin 50.5 167.0 18.11 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
43 yosua ivan 64.75 162.0 24.67 > 1 SD sampai dengan 2 SD Overweight
44 wisnu satria budi 49.0 163.0 18.44 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
45 eka syahfitri 38.6 158.0 15.46 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
46 dessy armadanie 59.25 160.0 23.14 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
47 laras adinda 61.0 161.0 23.53 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
48 vidia 41.65 148.0 19.01 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
49 annisa defita 55.55 155.0 23.12 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
50 lydia augustina 55.35 166.5 19.97 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
51 alma reyhania 58.55 157.0 23.75 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
52 suci witri 45.7 148.5 20.72 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
53 novita rahmah 43.75 158.0 17.53 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
54 syifa maharani 54.0 158.0 21.63 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
55 alfiyan dwi ariyanto 55.0 160.0 21.48 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
56 amirah putri 58.8 167.5 20.96 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
57 iva agustariani 57.0 156.0 23.42 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
58 Rizal Fadlur rahman 49.0 163.0 18.44 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
59 Rasheila N 48.35 162.0 18.42 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
60 sultan Purba 96.35 176.0 31.1 >2SD Obesitas
61 Anisa Chika 64.4 172.0 21.7 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
62 rayhan 59.85 176.0 19.32 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
63 fajar 95.0 160.0 37.11 >2SD Obesitas
64 dede wahyu 60.8 170.0 21.04 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
65 vieri 48.5 165.0 17.81 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
66 tsabita Z.D 38.25 157.0 15.52 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
67 Lithania 39.65 150.0 17.62 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
68 Sri Wati 52.5 155.0 21.85 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
69 Lutfiatul Nabila 47.75 160.0 18.65 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
70 Nadia Zhafirah 63.45 168.0 22.48 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
71 Imanda Azizah 47.6 154.0 20.07 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
72 Anggraini Anisa 48.4 154.5 20.28 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
73 Dennisa 65.4 163.0 24.62 -2 SD sampai dengan 1 SD Normal
74 Ulil Amri 70.55 164.0 26.23 > 1 SD sampai dengan 2 SD Overweight
75 Farel 41.15 166.0 14.93 -3 SD sampai dengan < -2 Kurus
Lampiran 4. OUTPUT SPSS
Analisis Univariat
status dehidrasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Dehidrasi, jika skala warna
urin 4-8 34 45.3 45.3 45.3
Tidak dehidrasi, jika skala
warna urin 1-3 41 54.7 54.7 100.0
Total 75 100.0 100.0
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
jenis_kelamin = 2 (FILTER) *
status dehidrasi 49 100.0% 0 .0% 49 100.0%
jenis_kelamin = 2 (FILTER) * status dehidrasi Crosstabulation
status dehidrasi
Total
Dehidrasi, jika
skala warna
urin 4-8
Tidak
dehidrasi, jika
skala warna
urin 1-3
jenis_kelamin = 2
(FILTER)
Selected Count 21 28 49
% within jenis_kelamin =
2 (FILTER) 42.9% 57.1% 100.0%
Total Count 21 28 49
% within jenis_kelamin =
2 (FILTER) 42.9% 57.1% 100.0%
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
jenis_kelamin = 1 (FILTER) *
status dehidrasi 26 100.0% 0 .0% 26 100.0%
jenis_kelamin = 1 (FILTER) * status dehidrasi Crosstabulation
status dehidrasi
Total
Dehidrasi, jika
skala warna
urin 4-8
Tidak
dehidrasi, jika
skala warna
urin 1-3
jenis_kelamin = 1
(FILTER)
Selected Count 13 13 26
% within jenis_kelamin =
1 (FILTER) 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 13 13 26
% within jenis_kelamin =
1 (FILTER) 50.0% 50.0% 100.0%
Obesitas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ya, obesitas Z score > 2
SD 6 8.0 8.0 8.0
Tidak obesitas Z score ? 2
SD 69 92.0 92.0 100.0
Total 75 100.0 100.0
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
jenis kelamin * obesitas 26 100.0% 0 .0% 26 100.0%
jenis_kelamin = 1 (FILTER) * obesitas Crosstabulation
obesitas
Total
Ya, obesitas
Z score > 2
SD
Tidak obesitas
Z score ? 2
SD
jenis_kelamin = 1
(FILTER)
Selected Count 4 22 26
% within jenis_kelamin =
1 (FILTER) 15.4% 84.6% 100.0%
Total Count 4 22 26
% within jenis_kelamin =
1 (FILTER) 15.4% 84.6% 100.0%
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
JK = 2 (FILTER) * obesitas 49 100.0% 0 .0% 49 100.0%
jenis_kelamin = 2 (FILTER) * obesitas Crosstabulation
obesitas
Total
Ya, obesitas Z
score > 2 SD
Tidak obesitas
Z score ? 2
SD
jenis_kelamin = 2
(FILTER)
Selected Count 2 47 49
% within
jenis_kelamin = 2
(FILTER)
4.1% 95.9% 100.0%
Total Count 2 47 49
% within
jenis_kelamin = 2
(FILTER)
4.1% 95.9% 100.0%
jenis kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid laki-laki 26 34.7 34.7 34.7
perempuan 49 65.3 65.3 100.0
Total 75 100.0 100.0
aktivitas fisik
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ringan, apabila 1,40 ≤ PAL
≤ 1,69 63 84.0 84.0 84.0
Sedang, apabila 1,70 ≤ PAL
≤ 1,99 10 13.3 13.3 97.3
Berat, apabila 2,00 ≤ PAL ≤
2,40 2 2.7 2.7 100.0
Total 75 100.0 100.0
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
jenis_kelamin = 1 (FILTER) *
aktivitas fisik 26 100.0% 0 .0% 26 100.0%
jenis_kelamin = 1 (FILTER) * aktivitas fisik Crosstabulation
aktivitas fisik
Total
Ringan,
apabila
1,40 ? PAL
? 1,69
Sedang,
apabila 1,70
? PAL ?
1,99
Berat,
apabila 2,00
? PAL ?
2,40
jenis_kelamin = 1
(FILTER)
Selected Count 20 4 2 26
% within jenis_kelamin
= 1 (FILTER) 76.9% 15.4% 7.7% 100.0%
Total Count 20 4 2 26
% within jenis_kelamin
= 1 (FILTER) 76.9% 15.4% 7.7% 100.0%
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
jenis_kelamin = 2 (FILTER) *
aktivitas fisik 49 100.0% 0 .0% 49 100.0%
jenis_kelamin = 2 (FILTER) * aktivitas fisik Crosstabulation
aktivitas fisik
Total
Ringan,
apabila 1,40 ?
PAL ? 1,69
Sedang,
apabila 1,70 ?
PAL ? 1,99
jenis_kelamin = 2
(FILTER)
Selected Count 43 6 49
% within jenis_kelamin = 2
(FILTER) 87.8% 12.2% 100.0%
Total Count 43 6 49
% within jenis_kelamin = 2
(FILTER) 87.8% 12.2% 100.0%
Statistics
konsumsi cairan
N Valid 26
Missing 0
Mean 1934.81
Minimum 1000
Maximum 2450
Statistics
konsumsi cairan
N Valid 49
Missing 0
Mean 1775.31
Minimum 950
Maximum 2540
konsumsi cairan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurang: laki-laki <2200 ml,
Perempuan <2100 ml 48 64.0 64.0 64.0
Cukup: Laki-laki ≥ 2200 ml
Perempuan ≥ 2100 ml 27 36.0 36.0 100.0
Total 75 100.0 100.0
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
jenis_kelamin = 2 (FILTER)
* konsumsi cairan 49 100.0% 0 .0% 49 100.0%
jenis_kelamin = 2 (FILTER) * konsumsi cairan Crosstabulation
konsumsi cairan
Total
Kurang: laki-
laki <2200 ml,
Perempuan
<2100 ml
Cukup: Laki-
laki ?2200 ml
Perempuan
?2100 ml
jenis_kelamin = 2
(FILTER)
Selected Count 31 18 49
% within jenis_kelamin =
2 (FILTER) 63.3% 36.7% 100.0%
Total Count 31 18 49
% within jenis_kelamin =
2 (FILTER) 63.3% 36.7% 100.0%
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
jenis_kelamin = 1 (FILTER) *
konsumsi cairan 26 100.0% 0 .0% 26 100.0%
jenis_kelamin = 1 (FILTER) * konsumsi cairan Crosstabulation
konsumsi cairan
Total
Kurang: laki-
laki <2200 ml,
Perempuan
<2100 ml
Cukup: Laki-
laki ?2200 ml
Perempuan
?2100 ml
jenis_kelamin = 1
(FILTER)
Selected Count 17 9 26
% within jenis_kelamin = 1
(FILTER) 65.4% 34.6% 100.0%
Total Count 17 9 26
% within jenis_kelamin = 1
(FILTER) 65.4% 34.6% 100.0%
pengetahuan air dan dehidrasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Rendah skor ≤ 80% 48 64.0 64.0 64.0
Tinggi skor > 80% 27 36.0 36.0 100.0
Total 75 100.0 100.0
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
jenis_kelamin = 1 (FILTER) *
pengetahuan air dan
dehidrasi
26 100.0% 0 .0% 26 100.0%
jenis_kelamin = 1 (FILTER) * pengetahuan air dan dehidrasi Crosstabulation
pengetahuan air dan dehidrasi
Total
Rendah skor ?
80%
Tinggi skor >
80%
jenis_kelamin = 1
(FILTER)
Selected Count 15 11 26
% within jenis_kelamin =
1 (FILTER) 57.7% 42.3% 100.0%
Total Count 15 11 26
% within jenis_kelamin =
1 (FILTER) 57.7% 42.3% 100.0%
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
jenis_kelamin = 2 (FILTER) *
pengetahuan air dan
dehidrasi
49 100.0% 0 .0% 49 100.0%
jenis_kelamin = 2 (FILTER) * pengetahuan air dan dehidrasi Crosstabulation
pengetahuan air dan dehidrasi
Total
Rendah skor ?
80%
Tinggi skor >
80%
jenis_kelamin = 2
(FILTER)
Selected Count 33 16 49
% within jenis_kelamin =
2 (FILTER) 67.3% 32.7% 100.0%
Total Count 33 16 49
% within jenis_kelamin =
2 (FILTER) 67.3% 32.7% 100.0%
Analisis Bivariat
Variabel Obesitas
obesitas * status dehidrasi Crosstabulation
status dehidrasi
Total
Dehidrasi, jika
skala warna urin
4-8
Tidak dehidrasi,
jika skala warna
urin 1-3
Obesitas Ya, obesitas Z score > 2
SD
Count 5 1 6
% within obesitas 83.3% 16.7% 100.0%
Tidak obesitas Z score ? 2
SD
Count 28 41 69
% within obesitas 40.6% 59.4% 100.0%
Total Count 33 42 75
% within obesitas 44.0% 56.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.095a 1 .043
Continuity Correctionb 2.544 1 .111
Likelihood Ratio 4.292 1 .038
Fisher's Exact Test .026 .015
N of Valid Casesb 75
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,64.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for obesitas (Ya,
obesitas Z score > 2 SD /
Tidak obesitas Z score ? 2
SD)
7.321 .811 66.086
For cohort status dehidrasi =
Dehidrasi, jika skala warna
urin 4-8
2.054 1.299 3.246
For cohort status dehidrasi =
Tidak dehidrasi, jika skala
warna urin 1-3
.280 .046 1.696
N of Valid Cases 75
Variabel Jenis Kelamin
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
jenis kelamin * status
dehidrasi 75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
jenis kelamin * status dehidrasi Crosstabulation
status dehidrasi
Total
Dehidrasi, jika
skala warna
urin 4-8
Tidak dehidrasi,
jika skala warna
urin 1-3
jenis kelamin laki-laki Count 13 13 26
% within jenis
kelamin 50.0% 50.0% 100.0%
perempuan Count 21 28 49
% within jenis
kelamin 42.9% 57.1% 100.0%
Total Count 34 41 75
% within jenis
kelamin 45.3% 54.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .350a 1 .554
Continuity Correctionb .121 1 .728
Likelihood Ratio .349 1 .555
Fisher's Exact Test .629 .363
Linear-by-Linear Association .345 1 .557
N of Valid Casesb 75
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,79.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for jenis kelamin
(laki-laki / perempuan) 1.333 .513 3.463
For cohort status dehidrasi =
Dehidrasi, jika skala warna
urin 4-8
1.167 .706 1.928
For cohort status dehidrasi =
Tidak dehidrasi, jika skala
warna urin 1-3
.875 .555 1.378
N of Valid Cases 75
Variabel Aktivitas Fisik
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
aktivitas fisik * status
dehidrasi 75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
aktivitas fisik * status dehidrasi Crosstabulation
status dehidrasi
Total
Dehidrasi, jika
skala warna urin
4-8
Tidak dehidrasi,
jika skala warna
urin 1-3
aktivitas fisik Ringan, apabila
1,40 ≤ PAL ≤
1,69
Count 27 36 63
% within aktivitas
fisik 42.9% 57.1% 100.0%
Sedang, apabila
1,70 ≤ PAL ≤
1,99
Count 6 4 10
% within aktivitas
fisik 60.0% 40.0% 100.0%
Berat, apabila
2,00 ≤ PAL ≤
2,40
Count 1 1 2
% within aktivitas
fisik 50.0% 50.0% 100.0%
Total Count 34 41 75
% within aktivitas
fisik 45.3% 54.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 1.041a 2 .594
Likelihood Ratio 1.039 2 .595
Linear-by-Linear Association .707 1 .400
N of Valid Cases 75
a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is ,91.
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95,0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a kat_aktivitas_fisik 1.016 2 .602
kat_aktivitas_fisik(1) .288 1.437 .040 1 .841 1.333 .080 22.288
kat_aktivitas_fisik(2) -.405 1.555 .068 1 .794 .667 .032 14.033
Constant .000 1.414 .000 1 1.000 1.000
a. Variable(s) entered on step 1: kat_aktivitas_fisik.
Variabel Konsumsi Cairan
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
konsumsi cairan * status
dehidrasi 75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
konsumsi cairan * status dehidrasi Crosstabulation
status dehidrasi
Total
Dehidrasi, jika
skala warna
urin 4-8
Tidak
dehidrasi, jika
skala warna
urin 1-3
konsumsi cairan Kurang: laki-laki <2200
ml, Perempuan <2100
ml
Count 30 18 48
% within konsumsi
cairan 62.5% 37.5% 100.0%
Cukup : Laki-laki ?2200
ml Perempuan ?2100
ml
Count 4 23 27
% within konsumsi
cairan 14.8% 85.2% 100.0%
Total Count 34 41 75
% within konsumsi
cairan 45.3% 54.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 15.855a 1 .000
Continuity Correctionb 13.989 1 .000
Likelihood Ratio 17.156 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 15.644 1 .000
N of Valid Casesb 75
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,24.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for konsumsi
cairan (Kurang: laki-laki
<2200 ml, Perempuan <2100
ml / Cukup: Laki-laki ?2200
ml Perempuan ?2100 ml)
9.583 2.852 32.201
For cohort status dehidrasi =
Dehidrasi, jika skala warna
urin 4-8
4.219 1.663 10.699
For cohort status dehidrasi =
Tidak dehidrasi, jika skala
warna urin 1-3
.440 .296 .655
N of Valid Cases 75
Variabel Pengetahuan tentang air dan dehidrasi
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
pengetahuan air dan
dehidrasi * status dehidrasi 75 100.0% 0 .0% 75 100.0%
pengetahuan air dan dehidrasi * status dehidrasi Crosstabulation
status dehidrasi
Total
Dehidrasi, jika
skala warna urin
4-8
Tidak dehidrasi,
jika skala warna
urin 1-3
pengetahuan air dan
dehidrasi
Rendah
skor ?
80%
Count 31 17 48
% within pengetahuan
air dan dehidrasi 64.6% 35.4% 100.0%
Tinggi
skor >
80%
Count 3 24 27
% within pengetahuan
air dan dehidrasi 11.1% 88.9% 100.0%
Total Count 34 41 75
% within pengetahuan
air dan dehidrasi 45.3% 54.7% 100.0%
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for pengetahuan
air dan dehidrasi (Rendah
skor ? 80% / Tinggi skor >
80%)
14.588 3.827 55.606
For cohort status dehidrasi =
Dehidrasi, jika skala warna
urin 4-8
5.812 1.960 17.240
For cohort status dehidrasi =
Tidak dehidrasi, jika skala
warna urin 1-3
.398 .266 .597
N of Valid Cases 75
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 19.937a 1 .000
Continuity Correctionb 17.838 1 .000
Likelihood Ratio 22.082 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 19.671 1 .000
N of Valid Casesb 75
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,24.
b. Computed only for a 2x2 table
Lampiran 5. Foto/Dokumentasi