Download - skripsi PTK
MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN SIKAP
PESERTA DIDIK MELALUI PELATIHAN GURU
DENGAN VCD PEMODELAN DAN PENDAMPINGAN
PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERCIRIKAN
PENDAYAGUNAAN ALAT PERAGA MATERI POKOK
LUAS BANGUN DATAR KELAS V SD SEKARAN 2
TAHUN PELAJARAN 2006/2007
Skripsi
diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Matematika
oleh
A. Subhan
4101403014
JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2007
ABSTRAK
A. Subhan. 2007. Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Sikap Peserta Didik melalui Pelatihan Guru dengan VCD Pemodelan dan Pendampingan pada Pembelajaran Matematika Bercirikan Pendayagunaan Alat Peraga Materi pokok Luas Bangun Datar Kelas V SD Sekaran 2 Tahun Pelajaran 2006/2007. Skripsi jurusan matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang. Kata Kunci: Pemahaman Konsep, Sikap, Pelatihan, VCD Pemodelan,
Pendampingan
Peserta didik kurang memahami konsep yang diajarkan. Hal ini karena guru jarang menggunakan alat peraga. Penggunaan alat peraga dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep. Pembelajaran matematika dengan pendayagunaan alat peraga belum optimal tanpa adanya kesiapan guru sebagai pelaksana pembelajaran. Untuk meningkatkan kesiapan guru dalam pembelajaran, perlu adanya suatu pelatihan. Pelatihan ini dapat dilakukan melalui VCD pemodelan yang disertai pendampingan. Permasalahan pada penelitian ini adalah apakah melalui pelatihan dengan VCD pemodelan dan pendampingan untuk guru dapat meningkatkan pemaham konsep dan sikap peserta didik kelas V SD Sekaran 2 terhadap pembelajaran matematika materi pokok luas bangun datar. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kemampuan pemaham konsep dan sikap peserta didik kelas V SD Sekaran 2 terhadap pembelajaran matematika materi pokok luas bangun datar.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian ini diawali dengan pelatihan melalui VCD pemodelan yang dilanjutkan dengan pendampingan. Penelitian ini terdiri dari 2 siklus, hal ini karena pemahaman konsep meerupakan pengetahuan tingkat dasar sehingga bisa diselesaikan dengan cepat. Selain itu materi luas bangun datar sedikit dan dapat diselesaikan dalam 2 siklus. Tiap siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu: perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Data yang diambil dalam penelitian ini meliputi pemahaman konsep, sikap, aktivitas peserta didik, dan aktivitas guru. Pemahaman konsep diambil dengan tes, sikap diambil dengan angket, aktivitas peserta didik diambil melalui lembar pengamatan aktivitas peserta didik dan aktivitas guru diambil dengan lembar pengamatan aktivitas guru. Kajian utama penelitian ini adalah pemahaman konsep. Pemahaman konsep merupakan pengetahuan dasar dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Peserta didik harus menguasai pemahaman konsep dengan baik agar bisa belajar untuk pengetahuan yang ada di atasnya yaitu pemecahan masalah, penalaran komunikasi, dan analisis, dengan demikian pembelajaran akan berlangsung secara potimal. Oleh karena itu, batas indikator keberhasilannya cukup tinggi, yaitu jika nilai rata-rata kelas ≥ 75 dengan batas ketuntasan 70% dan sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika ≥ 75% adalah positif.
Penelitian ini memberikan hasil yang baik. Pada siklus 1, rata-rata pemahaman konsep adalah 78,77 dengan ketuntasan 58,3%. Rata-rata sikap 81,67
ii
dengan ketuntasan 66,67%. Nilai aktivitas peserta didik dan guru masing-masing adalah 78,38 dan 75. Pada siklus 2, rata-rata pemahaman konsep adalah 85,88 dengan ketuntasan 83,33%. Rata-rata sikap 86,67 dengan ketuntasan 75%. Aktivitas peserta didik dan guru masing-masing adalah 83,33 dan 81,25.
Hasil akhir yang diperoleh setelah siklus 2 terjadi peningkatan. Kesimpulannya bahwa pembelajaran matematika bercirikan pendayagunaan alat peraga yang didukung kesiapan guru dalam melaksanakan pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan sikap peserta didik. Kesiapan guru dapat ditingkatkan melalui pelatihan dengan VCD pemodelan dan pendampingan. Saran yang dapat diajukan bahwa kemampuan pemahaman konsep merupakan kemampuan dasar, di atasnya ada kemampuan pemecahan masalah, penalaran, dan analisis. Kemampuan pemahaman konsep sangat diperlukan dalam rangka menuju ke tingkat kemampuan di atasnya. Oleh karena itu, guru harus berusaha agar setiap peserta didik memahami konsep yang diajarkan. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan kajian utama penalaran komunikasi, pemecahan masalah maupun analisis.
iii
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “Meningkatkan pemahaman konsep dan sikap peserta didik
melalui pelatihan guru dengan VCD pemodelan dan pendampingan pada
pembelajaran matematika bercirikan pendayagunaan alat peraga materi pokok
luas bangun datar kelas V SD Sekaran 2 tahun pelajaran 2006/2007” telah
dipertahankan di depan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada
Hari : Senin
Tanggal : 13 Agustus 2007
Panitia:
Ketua Sekretaris
Drs. Kasmadi Imam S., M.S. Drs. Supriyono, M.Si. NIP. 130781011 NIP.130815345
Dosen Pembimbing I Ketua Penguji,
Dra. Kusni, M.Si. Drs. Suhito, M.Pd. NIP. 130515748 NIP.130604210 Dosen Pembimbing II Anggota Penguji,
Dra. Isti Hidayah, M.Pd. Dra. Kusni, M.Si. NIP. 131813672 NIP. 130515748
Anggota Penguji,
Dra. Isti Hidayah, M.Pd. NIP. 131813672
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al Ashr:1-3) Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?(QS. Al An’aam:32)
PERSEMBAHAN Skripsi ini penulis persembahkan untuk: Keluargaku: Ibu, ayah, mbak mina,mas mahmudi, mas syafak, mbak khusnul, dek wahyu, kakak ipar dan keponakanku. Bapak Nursalim, bapak kos yang paling baik. Buat sahabat pendidikan matematika 2003 Buat UKKI, dan ikhwah di UNNES, tetap berjuang, berjuang dan berjuang.
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Segala syukur hanya kita serahkan pada Alloh s.w.t., Robb semesta alam,
tempat kita bergantung dan berlindung dari berbagai problematika kehidupan.
Sholawat serta salam senantiasa terlimpah pada uswah dan qudwah terbaik
sepanjang masa, Nabi Muhammad s.a.w. beserta penegak sunnahnya hingga hari
akhir kelak.
Atas izin Allah SWT, penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak membuat penulis lebih semangat untuk menyusun
skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini ucapan terimakasih penulis
tujukan kepada:
1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si., Rektor Universitas Negeri
Semarang.
2. Drs. Kasmadi Imam S., M.S., Dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang,
yang telah memberikan kemudahan administrasi selama penyusunan skripsi
ini.
3. Drs. Supriyono, M.Si., Ketua Jurusan Matematika Universitas Negeri
Semarang, atas segala kemudahan administrasi yang diberikan selama
penyusunan skripsi ini.
4. Tim Research Grant Program Due-like Batch III Jurusan Matematika
Universitas Negeri Semarang atas bantuan dan dukungan selama pelaksanaan
penelitian.
vi
5. Dra. Kusni, M.Si., Kepala Laboratorium Matematika sekaligus Dosen
Pembimbing Utama pada penyusunan skripsi ini.
6. Dra. Isti Hidayah, M.Pd., Dosen Pembimbing Pembantu yang telah
memberikan ide, bantuan, bimbingan yang sangat berarti untuk penyusunan
skripsi ini.
7. Isman, S.Pd., Kepala SD Sekaran 2 yang telah memberikan izin untuk
penelitian.
8. Siti Barokah, S.Pd., guru kelas V yang telah membantu terlaksananya
penelitian.
9. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Demikian apa yang dapat penulis sampaikan, semoga skripsi ini bisa
bermanfaat untuk para pembaca yang budiman. Atas segala perhatiannya penulis
ucapkan terima kasih.
Semarang, Agustus 2007
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................... i
ABSTRAK.................................................................................... ii
PENGESAHAN............................................................................ iv
MOTTO dan PERSEMBAHAN................................................... v
KATA PENGANTAR.................................................................. vi
DAFTAR ISI................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah............................................................... 1
B. Permasalahan......................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian................................................................................ 7
E. Penegasan Istilah................................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan Skripsi............................................................... 11
BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS............................ 13
A. Landasan Teori..................................................................................... 13
1. Belajar dan Pembelajaran............................................................... 13
2. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar (SD).............................. 15
3. Kurikulum....................................................................................... 17
a. Pengertian Kurikulum............................................................... 17
b. Kurikulum Berbasis kompetensi............................................... 18
viii
4. Media Pembelajaran............................................................ ............ 21
5. Pelatihan.......................................................................................... 26
6. Pendampingan................................................................................. 28
a. Pengertian pendampingan......................................................... 28
b. Peran Pendamping.................................................................... 29
7. Pemahaman Konsep....................................................................... 31
8. Sikap............................................................................................... 33
a. Pengertian Sikap....................................................................... 33
b. Aspek Sikap.............................................................................. 34
c. Pembentukan dan Perubahan (pengembangan sikap).............. 35
9. Bidang Datar................................................................................... 37
a. Trapesium ................................................................................ 37
b. Jajar Genjang............................................................................ 38
B. Kerangka Berpikir................................................................................. 39
C. Hipotesis Tindakan............................................................................... 41
BAB III METODE PENELITIAN....................................................... 43
A. Subjek dan Seting Penelitian................................................................ 43
B. Fokus Penelitian.................................................................................... 43
C. Desain Penelitian.................................................................................. 43
D. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data...................................... 54
E. Indikator Keberhasilan.......................................................................... 55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................. 56
A. Hasil Penelitian dan Pembahasan Siklus I............................................ 56
ix
1. Hasil Penelitian............................................................................... 56
2. Pembahasan.................................................................................... 58
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan Siklus II.......................................... 66
1. Hasil Penelitian............................................................................... 66
2. Pembahasan..................................................................................... 68
BAB V SIMPULAN DAN SARAN.................................................... 76
A. Simpulan............................................................................................... 76
B. Saran..................................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 78
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar nama peserta didik....................................................... 80
Lampiran 2. Rencana pembelajaran siklus 1............................................... 81
Lampiran 3. Lembar kerja peserta didik siklus 1........................................ 87
Lampiran 4. Latihan soal siklus 1................................................................ 89
Lampiran 5. Jawaban latihan soal siklus 1 ............................................. 90
Lampiran 6. Kisi-kisi evaluasi siklus 1....................................................... 91
Lampiran 7. Lembar evaluasi siklus 1........................................................ 92
Lampiran 8. Jawaban lembar evaluasi siklus 1........................................... 93
Lampiran 9. Rencana pembelajaran siklus 2............................................... 94
Lampiran 10. Lembar kerja peserta didik siklus 2 ................................. 100
Lampiran 11. Latihan soal siklus 2.............................................................
102
Lampiran 12. Jawaban latihan soal siklus 2................................................ 103
Lampiran 13. Kisi-kisi evaluasi siklus 2..................................................... 104
Lampiran 14. Lembar evaluasi siklus 2....................................................... 105
Lampiran 15. Jawaban lembar evaluasi siklus 2.......................................... 106
Lampiran 16. Lembar pengamatan aktivitas peserta didik.......................... 107
Lampiran 17. Lembar pengamatan guru...................................................... 108
Lampiran 18. Angket sikap peserta didik.................................................... 109
Lampiran 19. Data hasil evaluasi siklus 1 tentang pemahaman konsep...... 110
Lampiran 20. Data hasil angket sikap peserta didik pada siklus 1.............. 111
Lampiran 21. Prosentase Angket Sikap Peserta didik Tiap
Butir Soal pada Siklus 1 ........................................................ 112
Lampiran 22. Data hasil lembar aktivitas guru pada siklus 1....................... 113
Lampiran 23. Data hasil lembar aktivitas peserta didik pada siklus 1......... 115
Lampiran 24. Data hasil evaluasi siklus 2 tentang pemahaman konsep...... 116
Lampiran 25. Data hasil angket sikap peserta didik pada siklus 2.............. 117
Lampiran 26. Prosentase Angket Sikap Peserta didik Tiap
Butir Soal pada Siklus 21.......................................................... 118
xi
Lampiran 27. Data hasil lembar aktivitas guru pada siklus 2........................ 119
Lampiran 28. Data hasil lembar aktivitas peserta didik pada siklus 2........... 121
Lampiran 29. Surat ijin penelitian................................................................. 122
Lampiran 30. Surat keterangan telah melakukan penelitian.......................... 123
Lampiran 31. Dokumentasi kegiatan............................................................. 124
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan khususnya untuk
memacu penguasaan ilmu pengetahuan, matematika memegang peranan
penting dalam pendidikan baik sebagai objek langsung (fakta, konsep, prinsip)
maupun objek tak langsung (sikap kritis, logis, dan tekun). Karena pentingnya
matematika, mata pelajaran matematika menjadi salah satu mata pelajaran
wajib yang diberikan di sekolah mulai dari jenjang terendah yaitu sekolah
dasar sampai jenjang tertinggi yaitu sekolah menengah atas. Bahkan
matematika juga dipelajari sampai tingkat perguruan tinggi terutama pada
jurusan ilmu eksakta.
Mata pelajaran matematika diberikan dalam suatu proses
pembelajaran di kelas. Pembelajaran merupakan suatu sistem dengan
komponen-komponen yang saling berkaitan. Komponen-komponen
pembelajaran meliputi: peserta didik, guru, bahan ajar, kurikulum, sarana
prasarana, serta srategi pembelajaran. Suatu sistem akan mencapai suatu
keberhasilan jika komponen-komponen yang saling terkait bekerja secara
seimbang. Jika salah satu komponen saja tidak bekerja, maka dapat dipastikan
tidak akan memberikan hasil yang optimal.
Sebagai salah satu komponen pembelajaran, guru memegang fungsi
dan tanggungjawab paling besar dalam proses pembelajaran. Dari penelitian
untuk guru-guru di California, Michigan, dan Georgia (1976), guru-guru
2
melaporkan bahwa mereka hanya menerima sedikit bantuan pengembangan
profesional pada saat mulai mengajar dan pada akhir-akhir pembelajaran pun
bantuan yang diterima sangat sedikit. Hal ini juga mungkin terjadi di
Indonesia.
Selain guru, komponen pembelajaran yang lain adalah kurikulum.
Salah satu kurikulum yang sedang berlaku di Indonesia saat ini adalah
kurikulum 2004 atau sering disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Pada kurikukum 2004 pembelajarannya harus dikaitkan dengan situasi di
dunia nyata peserta didik. Peserta didik dituntut untuk menguasai materi
sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan. Selain itu dalam
kurikulum ini peserta didik harus aktif untuk mencari, mengolah dan
menemukan dengan bimbingan proporsional dari guru dalam menemukan
suatu konsep.
Penggunaan sarana-prasarana juga sangat membantu proses
pembelajaran. Sarana-prasarana yang digunakan dalam pembelajaran
matematika adalah media pembelajaran. Salah satu dari media pembelajaran
adalah alat peraga. Hasil penelitian Isti dkk. (1999-2000) tentang
implementasi pembelajaran matematika bercirikan pendayagunaan alat peraga
menunjukkan bahwa pemanfaatan alat peraga dalam pembelajaran matematika
menjadikan pembelajaran matematika mudah dipahami oleh peserta didik,
peserta didik menjadi aktif (aktivitas belajar peserta didik meningkat), dan
menyenangkan. Hal ini sesuai dengan hal-hal yang harus diperhatikan dalam
setiap pelaksanakan pembelajaran dalam Standar Kompetensi Kurikulum
3
2004. Hal senada juga diungkapkan oleh Piaget (Suherman, 2003:37) bahwa
perkembangan mental anak Sekolah Dasar (SD) berada pada tingkat operasi
konkret, tahap di mana pengerjaan-pengerjaan logis dapat dilakukan dengan
bantuan benda-benda konkret. Kekonkretan ini membantu peserta didik dan
guru memahami makna kata. Dengan demikian dalam pendidikan matematika
(pembelajaran matematika) dituntut adanya benda-benda konkret yang
merupakan model dari ide-ide matematika, dan juga benda konkret dapat
digunakan untuk penerapan matematika (Tim PKG, 1988: 1). Namun mereka
(para guru) belum mampu mengimplementasikan model-model pembelajaran
yang sesuai dengan rambu-rambu kurikulum 2004 dalam pembelajaran di
kelas (real teaching). Para guru masih mengalami kesulitan saat melaksanakan
tugas mengajar sesuai kurikulum 2004, diantaranya adalah pemanfaatan alat
peraga secara benar. Kesiapan guru dalam melaksanakan pembelajaran masih
kurang, sehingga pembelajaran matematika yang ada belum optimal. Hal ini
menyebabkan peserta didik tidak menguasai konsep yang diajarkan dan hasil
belajarnya rendah. Oleh karena itu, kesiapan guru dalam melaksanakan
pembelajaran perlu ditingkatkan. Salah satu cara untuk meningkatkan
kesiapan guru adalah dengan memberi pelatihan.
Permasalahan yang muncul adalah bagaimanakah strategi efektif untuk
melatih guru dalam melaksanakan pembelajaran matematika sesuai kurikulum
2004? Dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi, penelitian ini
dirancang untuk menerapkan strategi pelatihan dalam mengimplementasikan
pembelajaran matematika sebagai implementasi kurikulum 2004. Sesuai
4
dengan komponen-komponen utama pelatihan, strategi pelatihan yang akan
diterapkan adalah pemodelan pembelajaran matematika bercirikan
pendayagunaan alat peraga riil di dalam kelas melalui VCD. Hal ini
dimaksudkan agar guru bisa menggunakan alat peraga secara benar dan guru
lebih siap melaksanakan pembelajaran matematika, karena seperti diketahui
bahwa penggunaan alat peraga pada pembelajaran matematika SD dapat
meningkatkan pemahaman konsep. Setelah adanya pendemonstrasian model-
model, selanjutnya diperlukan praktek yang disimulasikan dan seting kelas,
umpan balik terstruktur maupun open ended, serta pembekalan untuk aplikasi.
Maka dari itu setelah adanya pemodelan melalui VCD, penelitian ini
dirancang dengan adanya suatu pendampingan sebagai bentuk tindak lanjut
dari pemodelan. Dalam pendampingan ada suatu umpan balik dari pelatih
(guru model) baik secara terstruktur maupun open ended dengan harapan
setelah adanya suatu pendampingan guru mampu mengaplikasikan dan
mengembangkan sendiri dalam suatu pembelajaran di kelas.
Penelitian ini diawali dengan suatu pengamatan dan wawancara di SD
sekaran 2. Hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa dalam
pembelajaran matematika guru kelas V selalu menggunakan metode
ekspositori tanpa adanya penggunaan alat peraga. Padahal penggunaan alat
peraga memudahkan peserta didik dalam memahami konsep. Hal ini menjadi
salah satu sebab nilai matematika peserta didiknya belum optimal. Sehingga
untuk mata pelajaran matematika guru hanya berani menetapkan batas
ketuntasan nilai 60 sebesar 60%. Padahal, pemahaman konsep merupakan ≥
5
pengetahuan dasar dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Peserta
didik harus menguasai pemahaman konsep dengan baik agar bisa belajar
untuk pengetahuan yang ada di atasnya yaitu pemecahan masalah, penalaran
komunikasi, dan analisis, dengan demikian pembelajaran akan berlangsung
secara potimal. Oleh karena itu, batas ketuntasan pada penelitian ini yaitu jika
nilai rata-rata kelas ≥ 75 dengan batas ketuntasan 70% dan sikap peserta didik
terhadap pembelajaran matematika ≥ 75% adalah positif. Upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan pemahaman konsep dan sikap peserta didik
kelas V SD Sekaran 2 sesuai indikator yang telah ditetapkan adalah dengan
pembelajaran matematika bercirikan pendayagunaan alat peraga yang
didukung dengan kesiapan guru sebagai pelaksana pembelajaran. Untuk
meningkatkan kesiapan guru dapat dilakukan dengan pelatihan melalui VCD
pemodelan yang disertai pendampingan.
Berdasarkan uraian di atas maka dilaksanakanlah penelitian tindakan
kelas untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan sikap peserta
didik kelas V SD Sekaran 2. Selanjutnya penelitian tindakan kelas ini diberi
judul “Meningkatkan pemahaman konsep dan sikap peserta didik melalui
pelatihan guru dengan VCD pemodelan dan pendampingan pada
pembelajaran matematika bercirikan pendayagunaan alat peraga materi pokok
luas bangun datar kelas V SD Sekaran 2 tahun pelajaran 2006/2007”.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang diajukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
6
1. Apakah kemampuan pemahaman konsep peserta didik kelas V SD Negeri
Sekaran 2 pada materi pokok luas bangun datar dapat meningkat setelah
guru mendapat pelatihan dengan pemodelan melalui VCD disertai
pendampingan?
2. Apakah pelatihan dengan pemodelan melalui VCD disertai pendampingan
bagi guru dapat meningkatkan sikap peserta didik dalam pembelajaran
matematika pada materi pokok luas bangun datar?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengembangkan perangkat pembelajaran (Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran, Lembar Kegiatan Peserta didik, Alat Peraga) sesuai
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) khususnya materi luas daerah
trapesium dan luas daerah jajargenjang.
2. Meningkatkan kesiapan guru dalam melaksanakan pembelajaran sehingga
mampu menjadi guru yang profesional.
3. Meningkatkan kemampuan pemahaman konsep peserta didik pada
pembelajaran matematika bercirikan pendayagunaan alat peraga materi
pokok luas bangun datar pada peserta didik kelas V SD Sekaran 2 setelah
guru mendapat pelatihan dengan pemodelan melalui VCD disertai
pendampingan.
4. Meningkatkan sikap peserta didik pada pembelajaran matematika
bercirikan pendayagunaan alat peraga materi pokok luas bangun datar
7
pada peserta didik kelas V SD Sekaran 2 setelah guru mendapat pelatihan
dengan pemodelan melalui VCD disertai pendampingan.
D. Manfaat Penelitian
Dengan dilaksanakannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat yang berarti bagi pihak-pihak terkait.
1. Bagi Peserta didik
a. Peserta didik dapat meningkatkan pemahaman konsep pada materi
pokok luas bangun datar
b. Peserta didik memiliki sikap yang positif terhadap pembelajaran
matematika
c. Peserta didik dapat menjadi lebih aktif karena dilibatkan dalam proses
pembelajaran.
d. Melatih peserta didik untuk belajar bekerjasama dan berkomunikasi
dalam kelompok.
2. Bagi Guru
a. Membantu guru dalam mengimplementasikan pembelajaran
matematika sesuai Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
b. Guru lebih siap untuk melaksanakan pembelajaran matematika yang
bercirikan pendayagunaan alat peraga.
c. Sebagai bahan rujukan bagi guru dalam meningkatkan kemampuan
pemahaman konsep dan sikap peserta didik serta melaksanakan
pembelajaran yang menyenangkan.
d. Memberikan gambaran tentang penelitian tindakan kelas.
8
e. Memberikan alternatif dalam mengajar materi bangun datar.
3. Bagi Peneliti
a. Mendapatkan pengalaman dalam melaksanakan penelitian tindakan
kelas yang nantinya dapat diterapkan setelah terjun di lapangan.
b. Mengetahui kekurangan dan kelemahan guru pada saat pembelajaran
yang dapat dijadikan acuan untuk memperbaiki diri.
c. Peneliti dapat mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan
yang diperoleh selama perkuliahan ke dalam suatu pembelajaran
matematika.
4. Bagi Sekolah
a. Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika khususnya
pada materi geometri.
b. Memberikan gambaran pada sekolah tentang cara melaksanakan
penelitian tindakan kelas.
E. Penegasan Istilah
Beberapa istilah yang yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut:
1. Pelatihan
Pelatihan merupakan setiap usaha untuk memperbaiki performansi
pekerjaan pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung
jawabnya. Istilah pelatihan sering disamakan dengan pengembangan yaitu
suatu aktivitas yang merujuk pada peluang-peluang belajar yang didesain
khusus untuk membantu pertumbuhan profesional seseorang. Sedangkan
pelatihan yang dimaksud di sini adalah pelatihan yang ditujukan untuk
9
guru dengan maksud agar guru lebih siap dalam melaksanakan
pembelajaran matematika. Pelatihan yang dilakukan disini merupakan
demonstrasi model pembelajaran di kelas melalui VCD.
2. Pemodelan
Menurut Nurhadi (2003:13) salah satu komponen dalam
pendekatan kontekstual adalah pemodelan atau modelling. Pada dasarnya
pemodelan membahas gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan
bagaimana guru mengiginkan para peserta didiknya untuk belajar dan
melakukan apa yang guru inginkan agar peserta didiknya melakukannya.
Sedangkan pemodelan yang dimaksud di sini adalah pemodelan yang
ditujukan untuk guru yang nantinya akan menerapkan pembelajaran pada
peserta didik sesuai dengan model yang diberikan pada pemodelan
tersebut. Pemodelan yang dilakukan untuk guru tersebut adalahpemodelan
melalui VCD yang berisi tentang pelaksanaan pembelajaran dengan
pendayagunaan alat peraga oleh guru model secara real teaching.
3. Pendampingan
Pendampingan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan dan dapat
bermakna pembinaan, pengajaran, pengarahan dalam suatu kelompok.
Sedangkan pendampingan yang dilakukan pada penelitian ini adalah
pendampingan untuk guru dalam proses pembelajaran. Pendamping adalah
orang yang lebih ahli, sehingga pendamping pada penelitian ini adalah tim
pelatih itu sendiri. Guru dengan pendamping merupakan suatu bentuk
10
kerjasama, sehingga antara keduanya kedudukannya seimbang.
Pendamping dan guru bukan sebagai atasan dan bawahan.
4. Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep adalah kemampuan untuk memperoleh makna
dari ide abstrak sehingga dapat digunakan atau memungkinkan seseorang
untuk mengelompokkan atau menggolongkan sesuatu objek atau kejadiaan
tertentu. Pemahaman konsep untuk penelitian ini adalah pemahaman
konsep tentang materi yang akan diajarkan, yaitu luas daerah trapesium
dan jajar genjang. Adapun kriteria dari pemahaman konsep pada penelitian
ini adalah:
a Menyatakan ulang suatu konsep.
b Mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu.
c Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.
d Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika.
e Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.
f Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi
tertentu.
g Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
5. Sikap
Sikap adalah kesediaan mental individu yang mempengaruhi
kegiatan individu yang bersangkutan dalam memberikan respon positif
atau negatif terhadap objek atau situasi yang mempunyai arti penting
11
baginya. Sedangkan sikap pada penelitian ini lebih ditekankan pada sikap
peserta didik terhadap pembelajaran matematika.
F. Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut.
1. Bagian awal skripsi, berisi halaman judul, abstrak, halaman pengesahan,
motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, dan daftar lampiran.
2. Bagian isi skripsi, terdiri atas:
Bab I : Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan
istilah, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II : Landasan teori dan hipotesis, membahas teori yang melandasi
permasalahan skripsi beserta penjelasannya yang merupakan
landasan teoritis yang diterapkan dalam skripsi, materi pokok
yang terkait dengan pelaksanaan penelitian, kerangka berfikir,
dan hipotesis tindakan.
Bab III : Metode penelitian, berisi lokasi penelitian, subyek penelitian,
variabel penelitian, rencana tindakan dan indikator
keberhasilan.
Bab IV : Hasil penelitian dan pembahasan, berisi tentang hasil-hasil
penelitian yang telah dilakukan disertai dengan
pembahasannya.
12
Bab V : Penutup, berisi simpulan hasil penelitian dan saran-saran yang
diajukan.
3. Bagian akhir skripsi, berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran
13
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Belajar dan Pembelajaran
Menurut Bruner (Suherman, 2003:43-44) belajar merupakan suatu
proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal yang
baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Masih menurut
Bruner, jika seseorang mempelajari suatu pengetahuan (misalnya suatu
konsep matematika), pengetahuan itu perlu dipelajari dalam tahap-tahap
tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur
kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-
sungguh (yang berarti proses pembelajaran terjadi secara optimal) jika
pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga tahap yang
macamnya dan urutanya adalah sebagai berikut.
a. Tahap enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan
dimana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan
benda-benda konkret atau situasi yang nyata.
b. Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan
dimana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk bayangan
visual, gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkret
yang terdapat pada tahap enaktif.
c. Tahap simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan
dimana pengetahuan itu direpresentasikan dengan simbol-simbol, baik
14
simbol-simbol verbal, lambang-lambang matematika maupun lambang
lambang abstrak yang lain.
Jadi menurut Bruner, proses belajar akan berlangsung secara
optimal jika proses pembalajaran diawali dengan tahap enaktif, hal ini
berarti harus ada suatu benda-benda konkret atau situasi nyata. Benda-
benda konkret tersebut dapat berupa alat peraga.
Menurut Gagne (Suherman, 2003:33) setiap kegiatan belajar terdiri
atas 4 fase. Salah satu fasenya adalah fase aprehensi. Pada fase ini peserta
didik menyadari adanya stimulus yang terkait dengan kegiatan belajar
yang akan dilakukan. Dalam pelajaran matematika stimulus tersebut dapat
berupa seperangkat alat peraga yang berguna untuk pemahaman konsep
tertentu.
Ausubel menambahkan bahwa belajar akan bermakna jika peserta
didik mencoba menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan
yang sebelumnya (Suherman, 2003:32). Sedangkan Baruda
mengungkapkan bahwa siswa belajar melalui meniru. Siswa meniru hal-
hal yang dilakukan oleh orang lain terutama guru. Jadi jika gurunya
berperilaku baik maka siswa akan berperilaku baik pula. Dan sebaliknya
jika guru berperilaku buruk, maka siswa akan berperilaku buruk pula
(Suherman, 2005:35).
Sedangkan pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan
pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan
siswa yang beragam agar terjadi interaksi yang optimal antara guru dengan
15
siswa dan antara siswa dengan siswa. Pembelajaran matematika adalah
suatu proses atau kegiatan guru mata pelajaran matematika dalam
mengajarkan matematika kepada siswanya yang didalamnya terkandung
upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan,
potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa tentang matematika yang
beragam agar terjadi interaksi yang optimal antara guru dengan siswa dan
antara siswa dengan siswa dalam mempelajari matematika tersebut
(Suyitno 2004:2).
Kegiatan pembelajaran berdasarkan Badan Standar Nasional
Pendidikan (2006:12) dirancang untuk memberikan pengalaman belajar
yang melibatkan poses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta
didik, peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya
dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang
dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran
yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar
memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.
2. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar (SD)
Menurut Piaget (Suherman, 2003:37-42) pembelajaran matematika
oleh seseorang akan mengikuti pola tahap-tahap perkembangan tertentu
sesuai dengan usianya. Perjenjangan ini sifatnya hierarki, artinya harus
dilalui berdasarkan urutan/tahapan.
a. Tingkat sensori motor (0-2 tahun), rabaan dan gerak merupakan hal-
hal yang penting dalam pengalamanya dan ia belajar berdasarkan
16
pengalaman itu, serta berfikir dengan perbuatanya. Mereka
mengkoordinasi persepsi dan fungsi motorik untuk mengenal
dunianya.
b. Tingkat pra-operasional (2-7 tahun), tahap dimana anak mulai
mengenal lambang-lambang. Kemampuan melambangkan tampak
pada kegiatan bermain. Keterampilan-keterampilan mulai tumbuh
dengan baik dan faktor ini dapat mendorong anak terampil
menggunakan bahasa, mereka mulai belajar bernalar dan membentuk
konsep.
c. Tingkat operasi konkret (7-12 tahun), tahap dimana pengerjaan-
pengerjaan logis dapat dilakukan dengan benda-benda konkret.
Pengamatan dan pikiran memperlihatkan kemajuan. Anak mampu
mengkonversi angka, benda terutama yang konkret. Kekonkretan ini
membantu peserta didik dan guru memahami makna kata,
d. Tingkat operasional formal (12-dewasa), pengerjaan logis dapat
dilakukan tanpa bantuan benda-benda konkret. Pada tingkat ini anak
mengembangkan kemampuan berpikir abstrak dan hipotik, mereka
mampu menalar secara sistematik dan mampu menarik kesimpulan.
Pendapat Piaget ini didukung oleh Bruner yang menyatakan bahwa
usia Sekolah Dasar (SD), untuk mendapat daya tangkap dan serapnya
yang meliputi ingatan, pemahaman, dan pemahaman masih diperlukan
mata dan tangan (Tim PKG, 1988:1). Hal ini menunjukkan bahwa
pembelajaran matematika di SD diperlukan benda konkret.
17
Prinsip prinsip pembelajaran matematika SD yang dicanangkan
Depdikbud (1993:1-2) antara lain:
a. Dalam menyajikan topik-topik baru hendaknya dimulai dari tahapan
yang paling sederhana menuju tahapan yang paling kompleks, dari
yang dekat dengan anak menuju ke lingkungan yang lebih luas;
b. Pengalaman-pengalaman sosial anak dan penggunaan benda-benda
konkret perlu dilakukan guru untuk membantu pemahaman anak
terhadap pengertian-pengertian dalam berhitung;
c. Setiap langkah dalam pembelajaran berhitung hendaknya diusahakan
melalui penyajian yang menarik untuk menghindarkan terjadinya
tekanan atau ketegangan pada diri anak.
Pembelajaran matematika harus dilakukan sesuai dengan kondisi
atau kebutuhan peserta didik, agar pembelajaran efektif dan
menyenangkan. Melalui berbagai kegiatan dalam mempelajari konsep
matematika dengan alat bantu berupa alat peraga, peserta didik akan aktif
dan asyik bekerja sama tanpa ada rasa tertekan atau tegang. Suasana
pembelajaran matematika menjadi suasana pembelajaran matematika yang
menyenangkan.
3. Kurikulum
a. Pengertian Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
18
pendidikan tertentu. Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan,
sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak (Nurhadi, dkk., 2004:85).
b. Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum 2004)
Kurikulum Berbasis Kompetensi (Competency-Based Curriculum)
adalah kurikulum pendidikan yang menjadikan kompetensi sebagai acuan
pencapaian tujuan pendidikan. Kemampuan dan keterampilan apa yang
ingin dicapai peserta didik menjadi tujuan utama pembelajaran (Nurhadi,
dkk., 2004:111).
Kurikulum berbasis kompetensi memiliki karakter sebagai berikut.
1) Menekankan pencapaian kompetensi peserta didik, bukan tuntasnya
materi.
2) Kurikulum dapat diperluas, diperdalam, disesuaikan dengan potensi
peserta didik (normal, sedang, dan tinggi).
3) Berpusat pada peserta didik.
4) Orientasi pada proses dan hasil. Pendekatan dan metode yang
digunakan beragam dan bersifat kontekstual.
5) Guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
6) Buku pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar.
7) Belajar sepanjang hayat (belajar mengetahui, melakukan, menjadikan
diri sendiri dan hidup dalam keberagaman) (Nurhadi, dkk., 2004:112).
19
Dalam Kurikulum 2004 (Depdiknas, 2004:5), disebutkan bahwa
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika beberapa hal yang
harus diperhatikan adalah:
1) Mengkondisikan peserta didik untuk menemukan kembali rumus,
konsep, atau prinsip dalam matematika melalui bimbingan guru agar
peserta didik terbiasa melakukan penyelidikan dan menemukan
sesuatu.
2) Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran
matematika, yang mencakup masalah tertutup dan masalah terbuka.
3) Beberapa keterampilan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan
masalah adalah :
a) Memahami soal, yaitu memahami dan mengidentifikasikan apa
yang diberikan, ditanyakan, diminta dicari, atau dibuktikan.
b) Memilih pendekatan atau strategi pemecahan, misalkan
menggambarkan masalah dalam diagram, memilih dan
menggunakan pengetahuan aljabar yang diketahui, serta konsep
yang relevan untuk membentuk model atau kalimat matematika.
c) Menyelesaikan model, yaitu melakukan operasi hitung secara
benar.
d) Menafsirkan solusi, yaitu mamperkirakan dan mameriksa
kebenaran jawaban.
4) Dalam setiap pembelajaran, guru hendaknya memperhatikan
penguasaan materi prasyarat yang diperlukan.
20
5) Dalam setiap kesempatan pembelajaran matematika hendaknya
dimulai dengan masalah kontekstual. Dengan mengajukan masalah –
masalah yang kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing
untuk menguasai konsep-konsep matematika
6) Sekolah dapat menggunakan teknologi seperti komputer, alat peraga
atau benda lainya untuk semakin meningkatkan efektivitas
pembelajaran
Sedangkan kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan
dapat tercapai dalam belajar matematika mulai dari SD sampai SMA,
adalah sebagai berikut.
1) Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari,
menjelaskan keterkaitan antar konsep (koneksi matematika) dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien
dan tepat dalam pemecahan masalah.
2) Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah.
3) Menggunakan penalaran pada pola, sifat, atau melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau
menjelaskan gagasan dalam pernyataan matematika.
4) Menunjukkan kemampuan strategis dalam membuat (merumuskan),
menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan
masalah.
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
21
Pada kurikulum berbasis kompetensi ini, model pembelajaran yang
dipakai adalah model pembelajaran kontekstual. Seorang guru harus
mengaitkan dengan kehidupan nyata dalam setiap proses pembelajaranya.
Dalam pengambilan contoh-contoh maupun latihan soal, guru sebaiknya
menggunakan masalah sehari-hari. Masalah sehari-hari harus relevan
dengan daerah dimana peserta didik itu belajar. Contoh yang diberikan
adalah hal-hal yang sering dilihat dan dirasakan oleh peserta didik.
“Pembelajaran kontekstual dirancang dan dilaksanakan
berdasarkan landasan filosofis konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang
menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal” (Dirjen
Dikdasmen, 2002:11). Peserta didik harus mengkonstruksi pengetahuan di
benak pikiran mereka. Pada dasarnya pengetahuan tidak dapat dipisah-
pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah-pisah, akan
tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
4. Media Pembelajaran
Pada dasarnya anak belajar melalui benda atau objek konkret.
Karena itu dalam pembelajaran diperlukan media pembelajaran
matematika yang bisa dimanfaatkan untuk mengkonkretkan objek-objek
matematika yang sifatnya abstrak.
Tujuan pemanfaatan media adalah untuk menciptakan komunikasi
yang baik diantara guru dan peserta didik. Sebaliknya pemanfaatan yang
kurang tepat seringkali mengganggu komunikasi dan mengurangi
efektivitas pembelajaran. Pemanfaatan media bagus digunakan di kelas.
22
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan mutu komunikasi antara guru
dengan peserta didik sehingga proses pembelajaran berjalan sesuai dengan
menjadi efektif sehingga hasilnya pun optimal. Semakin banyak indra
yang dimanfaatkan oleh peserta didik, semakin baik daya ingat peserta
didik sebagaimana kerucut pengalaman E. Dale berikut (Arnie, 2002:75)
Kerucut pengalaman belajar
Yang kita ingat
Verbal
Visual
Berbuat
baca dengar
lihat
lihat dan
katakan
katakan dan lakukan
10%
20%
30%
40%
70%
90%
Salah satu media yang sering digunakan dalam proses
pembelajaran matematika adalah alat peraga. Beberapa telah menjelaskan
tentang media pembelajaran dalam pernyataan yang tidak sama,
pengertian-pengertian tersebut adalah:
a. Menurut Darhim: alat peraga yang penggunaanya diintegrasikan
dengan tujuan dan isi pembelajaran yang telah tertuang dalam Garis-
garis Besar Program Pengajaran (GBPP) dan bertujuan meningkatkan
untuk kualitas pembelajaran (kegiatan belajar mengajar)
b. Menurut Anderson : alat peraga sebagai media atau perlengkapan yang
digunakan untuk membantu guru mengajar
23
c. Menurut Briggs: media pengajaran meliputi objek (benda nyata),
model, suara langsung, rekaman radio, pembelajaran terprogram,
televisi dan slide
d. Menurut Tim PKG: alat peraga merupakan benda-benda konkret
sebagai model dan ide-ide matematika dan untuk penerapanya
(Sugiarto dan Isti, 2005:4).
Alat peraga tersebut antara lain dapat berupa,
a. Model Bangun-bangun Geometri
Model bangun datar antara lain: persegi panjang, persegi, trapesium,
jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, segitiga, dan lingkaran.
Model bangun ruang seperti: balok, kubus, prisma, limas, tabung,
kerucut, bola, model kerangka, dan lain-lain.
b. Lembar Peraga
Lembar peraga ini dibuat dari kertas dengan ukuran kertas koran.
Lembar peraga dapat dibuat dari kertas koran, manila atau asturo.
Dengan lembar peraga dapat disajikan gambar-gambar geometri,
diagram dan lainya yang fungsinya di samping untuk mnjelaskan atau
membantu abstraksi peserta didik juga untuk empercepat proses
pembelajaran, juga sebagai variasi dalam mengajar.
c. Lembar Kerja Peserta Didik
Lembar kerja peserta didik berupa lembaran kertas yang berupa
informasi maupun soal-soal/ pertanyaan yang harus dijawab oleh
peserta didik. Lembar kerja peserta didik ini sangat baik digunakan
24
dalam melibatkan peserta didik pada proses pembelajaran, baik
digunakan dalam penerapan metode terbimbing maupun untuk
memberikan latihan pengembangan.
d. Batang Berwarna
Alat peraga ini sangat bermanfaat dalam menjelaskan konsep bilangan,
pengerjaan-pengerjaan hitung, serta sifat-sifatya.
e. Alat Peraga Permainan
Alat peraga ini merupakan alat peraga matematika sebagai peraga
rekreasi, permainan, maupun teka-teki, dan biasanya digunakan untuk
meningkatkan keterampilan peserta didik dalam menerapkan suatu
konsep.
Agar pemanfaatan atau penggunaan media/alat peraga dalam
pembelajaran efektif, maka strategi pendayagunaannya harus
memperhatikan kesesuaian media /alat peraga dengan:
a tujuan pembelajaran;
b materi;
c strategi pembelajaran (metode,pendekatan);
d kondisi : ruang kelas, waktu, benyak peserta didik;
e kebutuhan peserta didik (Sugiarto dan Isti, 2005:6).
Dengan menggunaan alat peraga maka:
a Proses belajar mengajar termotivasi, baik peserta didik maupun guru,
dan terutama peserta didik, minatnya akan timbul. Ia akan senang,
25
terangsang, tertarik dan karena itu akan bersikap positif terhadap
pembelajaran matematika.
b Konsep abstrak matematika tersajikan dalam bentuk konkret dan
karena itu lebih dapat dipahami dan dimengerti, dan dapat ditanamkan
pada tingkat-tingkat yang lebih rendah
c Hubungan antar konsep abstrak matematika dengan benda-benda di
alam sekitar lebih mudah dimengerti
d Konsep-konsep abstrak yang disajikan dalam bentuk konkret yaitu
dalam bentuk model matematik yang dapat dipakai sebagai objek
penelitian maupun sebagai alat untuk meneliti ide-ide baru dan relasi
baru menjadi bertambah banyak (Suherman, 2003:243).
Nilai praktis media pembelajaran antara lain adalah:
a Mampu mengatasi keterbatasan perbedaan pengalaman pribadi peserta
didik
b Mampu mengatasi keterbatasan ruang kelas
c Mampu mengatasi keterbatasan ukuran benda
d Mampu mengatasi keterbatasan kecepatan gerak benda
e Mampu mempengaruhi motivasi belajar peserta didik
f Mampu mempengaruhi daya abstraksi peserta didik
g Memungkinkan pembelajaran yang lebih bervariasi (Sugiarto dan Isti,
2005:5).
Alat peraga yang baik memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi.
Syarat-syarat tersebut adalah :
26
a tahan lama;
b bentuk dan warna menarik;
c dapat menyajikan dan memperjelas konsep;
d ukuran sesuai dengan kondisi fisik anak/peserta didik;
e tidak membahayakan;
f mudah disimpan saat tidak digunakan (Sugiarto dan Isti, 2005:5).
Perlu diingat bahwa pembelajaran menggunakan alat peraga tidak
selalu memberikan hasil yang lebih cepat, lebih meningkat, lebih menarik,
dan sebagainya. Kadang-kadang akan mendapatkan yang sebaliknya dan
bahkan ada kemungkinan menyebabkan peserta didik gagal dalam
pembelajaran.
a generalisasi konsep abstrak dari representasi hal-hal konkret tidak
tercapai
b alat peraga yang digunakan hanya sekedar sajian yang tidak memiliki
nilai-nilai yang tidak menunjang konsep-konsep
c tidak disajikan pada saat yang tepat
d memboroskan waktu
e digunakan kepada peserta didik yang sebenarnya tidak membutuhkan
f tidak menarik bahkan mempersulit pemahaman konsep (Sugiarto dan
Isti, 2005:6)
5. Pelatihan
Pelatihan merupakan usaha untuk memperbaiki performansi
pekerjaan pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung
27
jawabnya. Istilah pelatihan sering disamakan dengan pengembangan yaitu
suatu aktivitas yang merujuk pada peluang-peluang belajar yang didesain
khusus untuk membantu pertumbuhan profesional seseorang.
Tujuan pelatihan atau pengembangan profesianal guru adalah
untuk memenuhi tiga kebutuhan:
a Kebutuhan sosial untuk meningkatkan kemampuan sistem pendidikan
yang efisian dan manusiawi serta melakukan adaptasi untuk
penyusunan kebutuhan-kebutuhan sosial
b Kebutuhan untuk menemukan cara-cara untuk membantu staff
pendidikan dalam rangka mengembangkan pribadinya secara luas
c Kebutuhan untuk mengembangkan dan mendorong keinginan guru
untuk menikmati dan mendorong kehidupan pribadinya
Komponen-komponen utama pelatihan:
a. Pengajaran teori
b. Peragaan atau pendemonstrasian keterampilan-keterampilan atau
model-model
c. Praktik yang disimulasikan dan setting kelas
d. Umpan balik terstruktur
e. Umpan balik open ended
f. Pembekalan untuk aplikasi (Danim, 2002:59)
28
6. Pendampingan
a Pengertian Pendampingan.
Pendampingan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan dan dapat
bermakna pembinaan, pengajaran, pengarahan dalam suatu kelompok.
Kata pendampingan lebih bermakna pada kebersamaan, kesejajaran,
antara keduanya (pendamping dan yang didampingi), sehingga tidak
ada dikotomi antara atasan dan bawahan. Hal ini membawa implikasi
bahwa peran pendamping hanya sebatas pada memberikan alternatif,
saran, dan bantuan konsultatif dan tidak pada pengambilan keputusan
(BPKB Jawa Timur, 2001:5). Pendampingan berarti bantuan dari pihak
luar, baik perorangan maupun kelompok untuk menambahkan
kesadaran dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan pemecahan
permasalahan kelompok. Pendampingan diupayakan untuk
menumbuhkan keberdayaan dan keswadayaan agar masyarakat yang
didampingi dapat hidup secara mandiri. Jadi pendampingan merupakan
kegiatan untuk membantu individu maupun kelompok yang berangkat
dari kebutuhan dan kemampuan kelompok yang didampingi dengan
mengembangkan proses interaksi dan komunikasi dari, oleh, dan untuk
anggota kelompok serta mengembangkan kesetiakawanan dan
solidaritas kelompok dalam rangka tumbuhnya kesadaran sebagai
manusia yang utuh, sehingga dapat berperan dalam kehidupan
masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
29
b Peran Pendamping
Kelompok perlu didampingi karena mereka merasa tidak mampu
mengatasi permasalahan secara sendirian dan pendamping adalah
mendampingi kelompok. Dikatakan mendampingi karena yang
melakukan kegiatan pemecahan masalah itu bukan pendamping.
Pendamping hanya berperan untuk memfasilitasi bagaimana
memecahkan masalah secara bersama-sama dengan masayarakat,
mulai dari tahap mengidentifikasi permasalahan, mencari alternatif
pemecahan masalah, sampai pada implementasinya. Dalam upaya
pemecahan masalah, peran pendamping hanya sebatas pada
memberikan alternatif-alternatif yang dapat diimplementasikan. Dan
kelompok pendampingan dapat memilih alternatif mana yang sesuai
untuk diambil. Pendamping perannya hanya sebatas memberikan
pencerahan berfikir berdasarkan hubungan sebab akibat yang logis,
artinya kelompok pendampingan disadarkan bahwa setiap alternatif
yang diambil senantiasa ada konsekuensinya. Diharapkan konsekuensi
tersebut bersifat positif terhadap kelompoknya. Dalam rangka
pendampingan ini, hubungan yang dibangun oleh pendamping adalah
hubungan konsultatif dan partisipatif. Dengan adanya hubungan itu,
maka peran yang dapat dimainkan oleh pendamping dalam
melaksanakan fungsi pendampingan adalah:
30
1). Peran Motivator.
Upaya yang dilakukan pendamping adalah menyadarkan dan
mendorong kelompok untuk mengenali potensi dan masalah, dan
dapat mengembangkan potensinya untuk memecahkan
permasalahan itu.
2). Peran Fasilitator.
Pendamping mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan,
mengkondisikan iklim kelompok yang harmonis, serta
memfasilitasi terjadinya proses saling belajar dalam kelompok.
3). Peran Katalisator .
Pendamping dalam hal ini dapat melakukan aktivitas sebagai
penghubung antara kelompok pendampingan dengan dengan
lembaga di luar kelompok maupun lembaga teknis lainnya, baik
lembaga teknis pelayanan permodalan maupun pelayanan
keterampilan berusaha dalam rangka pengembangan jaringan
(BPKB Jawa Timur, 2001: 8)
Peran-peran pendamping tersebut hanya akan dapat dilaksanakan
secara maksimal jika pendamping memahami kelompok yang
didampinginya, adanya suatu komunikasi yang baik, saling terbuka dalam
memecahkan masalah yang dihadapi. Pendamping bisa melepaskan
pendampingan bila, orang yang didampingi bisa menjalankan peranya
dengan baik, mampu menyelesaikan masalah yang ada dengan baik pula.
31
7. Pemahaman konsep
Menurut Benyamin S. Bloom pemahaman dalam ranah kognitif
adalah kemampuan memperoleh makna dari materi pembelajaran. Hal ini
ditunjukkan melalui penerjemahan materi pembelajaran, dan melalui
mengestimasikan kecenderungan masa depan (Anni dkk, 2005:6). Selain
itu menurut Sri Wardani (P3G Matematika Yogyakarta, 2005) konsep
adalah ide abstrak yang dapat digunakan atau memungkinkan seseorang
untuk mengelompokkan atau menggolongkan sesuatu objek atau kejadian.
Suatu konsep biasa dibatasi dalam suatu ungkapan yang disebut definisi.
Beberapa konsep merupakan pengertian dasar yang dapat dipahami secara
alami.
Menurut Gagne, belajar konsep adalah kegiatan mengenali sifat
yang sama yang terdapat pada berbagai objek atau peristiwa, dan
kemudian memperlakukan objek-objek atau peristiwa-peristiwa itu sebagai
suatu kelas, disebabkan adanya sifat yang sama tersebut. Seorang peserta
didik dikatakan telah memahami konsep apabila ia telah mampu
mengenali dan mengabstraksi sifat yang sama tersebut, yang merupakan
ciri khas dari konsep yang dipelajari, dan telah mampu membuat
generalisasi terhadap konsep tersebut. Artinya, peserta didik telah
memahami keberadaan konsep tersebut tidak lagi terkait dengan suatu
benda konkret tertentu atau peristiwa tertentu tetapi bersifat umum.
32
Beberapa konsep diturunkan dari dua atau lebih konsep lain yang
mendahuluinya. Konsep yang diturunkan tadi dikatakan berjenjang lebih
tinggi daripada konsep yang mendahuluinya.
Dari uraian di atas maka yang disebut dengan pemahaman konsep
adalah kemampuan untuk memperoleh makna dari ide abstrak sehingga
dapat digunakan atau memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan
atau menggolongkan sesuat objek atau kejadiaan tertentu.
Beberapa indikator yang dapat dijadikan acuan dalam
mengembangkan pembelajaran terkait dengan kemampuan pemahaman
konsep, adalah sebagai berikut.
a Mengenal konsep/ide matematika melalui pengamatan beberapa
contoh
b Memberikan contoh lain
c Memberikan non contoh
d Melakukan perhitungan sederhana atau secara algoritmik, menerapkan
prinsip/aturan secara rutin (Depdiknas, 2003:3).
Adapun kriteria dari pemahaman konsep adalah:
a Menyatakan ulang suatu konsep.
b Mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu.
c Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.
d Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika.
e Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.
33
f Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi
tertentu.
g Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
8. Sikap
a. Pengertian sikap
Setiap manusia memiliki aktivitas, baik yang berhubungan
dengan fisik maupun psikis yang berusaha untuk menambah
pengetahuan. Dalam menambah pengetahuan tersebut timbul
kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan apa yang tersimpan
dalam diri pribadi kita. Hal ini dapat mempengaruhi tingkah laku dari
seluruh proses psikologi seperti belajar, minat pengetahuan dan
sebagainya yang akhirnya menimbulkan sikap.
Beberapa pengertian sikap,
1) Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai
kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tertentu (Sutarno,
1989:41)
2) Droba mengungkapkan bahwa sikap adalah daya mental manusia
untuk bertindak menerima atau menentang suatu objek tertentu
(Natawidjaya, 1979:123)
3) Sikap menurut Fishbein dan Ajzen (1975) adalah suatu predisposisi
yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap
suatu objek, situasi, konsep atau orang (Maryani, 2005: 34)
34
Jadi dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kesediaan mental
individu yang mempengaruhi kegiatan individu yang bersangkutan
dalam memberikan respon positif atau negatif terhadap objek atau
situasi yang mempunyai arti penting baginya.
b. Aspek sikap
R. Natawidjaya, dalam bukunya Psikologi Umum dan Sosial
menyatakan bahwa: ” sikap individu adalah jalinan dari tiga unsur
yang pada akhirnya merupakan suatu sistem yang menetap,
menjelmakan penilaian positif atau negatif disertai dengan
permasalahan tertentu yang mengarah pada kecenderungan pro dan
kontra terhadap suatu proses sosial” (Natawidjaya: 1979: 127). Lebih
lanjut R. Natawidjaya menjelaskan ketiga unsur yang dimaksud
meliputi:
1) Unsur kognitif
Unsur kognitif biasanya disebut unsur kepercayaan. Hal yang
paling dalam unsur kognitif adalah keyakinan yang bersifat
evaluatif yang akirnya memberikan arah pada sikap terhadap objek
tertentu, ialah arah yang diinginkan atau tidak diinginkan, atau sifat
baik atau buruk terhadap objek tertentu.
2) Unsur perasaan
Unsur perasaan menunjukkan arah perasaan yang menyerta sikap
individu terhadap suatu objek yang dapat dirasakan oleh individu
yang bersangkutan sebagai suatu yang menyenangkan atau disukai
35
atau tidak disukai. Unsur perasaan inilah yang menyebabkan sikap
tertentu yaitu menetap pada diri seseorang individu yang
menyebabkan sikapnya itu meluap atau menjadi aktif dalam
keadaan tertentu.
3) Unsur kecenderungan bertindak
Unsur ini meliputi kesediaan individu untuk bertindak terhadap
objek tertentu yang berasosiasi dengan sikap tersebut. Apabila
seorang individu memiliki sikap yang positif terhadap objek
tertentu, dia akan cenderung menguji atau mendoromg objek itu
dan apabila memiliki sikap negatif terhadapnya, ia akan cenderung
merusak atau menghukumnya bahkan menghancurkanya sama
sekali.
c. Pembentukan dan perubahan (pengembangan sikap)
Pembentukan sikap tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi
berlangsung dalam interaksi manusia dan berkenaan dengan objek
tertentu. Interaksi soaial di dalam maupun diluar kelompok dapat
mengubah sikap atau membentuk sikap yang baru. Yang dimaksud
dengan interaksi di luar kelompok adalah interaksi dengan hasil
kebudayaan manusia yang sampai kepada seseorang melalui alat-alat
komunikasi seperti surat kabar, radio televisi, buku, majalah dan lain-
lain.
Pengaruh dari luar diri manusia melalui interaksi di luar
kelompok belum cukup menimbulkan terbentuknya sikap baru. Faktor-
36
faktor lain turut mempengaruhi pembentukan dan perubahan sikap,
misalnya:
1) Faktor intern
Manusia senantiasa memilih jika dihadapkan pada beberapa
perangsang yang ada diluar dirinya. Pilihan tersebut berhubungan
erat dengan motif dan sikap yang sedang bekerja di dalam dirinya,
mengarahkan perhatianya kepada objek-objek tertentu diantara
seluruh objek yang mungkin ada pada waktu itu. Pilihan selalu
terjadi karena manusia tidak dapat memberi perhatian yang tidak
sama kepada semua perangsang yang datang dari luar dirinya.
2) Faktor ekstern
Pembentukan dan perubahan (pengembangan) sikap ditentukan
pula oleh faktor-faktor ekstern, misalnya: sifat, isi dan orang-orang
yang menyokong pandangan dari itu, cara pandangan baru itu
diterangkan dan situasi tempat sikap baru itu diperbincangkan.
Jadi secara garis besar sikap dapat diubah atau dibentuk dalam
interaksi kelompok yang mengandung hubungan timbal balik atau
karena komunikasi terhadap perubahan datang dari salah satu pihak
saja. Pengaruh komunikasi terhadap pembentukan dan perubahan
(pengembangan) sikap akan berhasil jika sumber berita dipercaya
orang banyak dan jika umumnya orang belum tahu benar atau ragu-
ragu terhadap fakta yang menunjang sikap baru tersebut.
37
9. Bidang Datar
a. Trapesium
Trapesium adalah segi empat yang mempunyai tepat satu pasang sisi
yang sejajar.
Luas trapesium jika diketahui panjang alasnya a dan tinggi t adalah
L = alas x tinggi
= a x t
Penurunan rumus luas trapesium dengan pendekatan persegi panjang
adalah sebagai berikut:
t
a
a
t
b
a
b
a b
t
Gambar (i) Gambar (ii)
Gambar (iii)
Jika gambar (ii) diubah menjadi gambar (iii) dengan memotong tepat
di tengah secara horizontal, maka bangun yang baru berbentuk persegi
panjang dengan panjang = a + b, dan lebar = 2t sehingga,
38
⇔ Luas daerah gbr(ii) = Luas daerah gbr(iii)
⇔ Luas daerah trapesium = luas daerah persegi panjang
⇔ Luas daerah trapesium = p x l
⇔ Luas daerah trapesium = (a + b ) x 2t
b. Jajar Genjang
t
a
Jajar genjang adalah segi empat dimana sisi–sisi yang berhadapan
sejajar dan sama panjang.
Luas jajar genjang jika diketahui panjang alasnya a dan tinggi t
= alas x tinggi
= a x t
Penurunan rumus luas jajar genjang dengan pendekatan persegi
panjang
Gambar (i) Gambar (ii)
a a
t t
Gambar (iii) a
t
Perhatikan gambar (i) dan gambar (ii)
a) Bentuk jajargenjang
b) alasnya a
c) tingginya t
39
Ubah gambar (ii) menjadi gambar (iii).
a) bentuk persegi panjang
b) panjangnya a
c) lebarnya t
d) luasnya gabar (ii) sama dengan luas gambar (iii)
⇔ Jadi,Luas daerah gambar (ii) = Luas daerah gambar (iii)
⇔ Luas daerah jajargenjang = luas daerah persegi panjang
⇔ Luas daerah jajargenjang = p x l
⇔ Luas daerah jajargenjang = a x t
B. Kerangka Berpikir
PEMBELAJARAN STRATEGI SARANA GURU
KURIKULUM PESERTA DIDIK
KESIAPAN ALAT PERAGA
PENDEKATAN Pemahaman konsep yang baik
PELATIHAN
VCD PEMODELAN
PENDAMPINGAN
PENDAMPINGAN
40
Hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran matematika rendah. Hal
ini karena peserta didik kurang memahami konsep yang diajarkan. Rendahnya
pemahaman konsep peserta didik terhadap materi yang diajarkan karena
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru belum optimal. Pembelajaran
belum optimal karena komponen-komponen pembelajaran tidak bekerja
dengan baik. Oleh karena itu perlu adanya upaya agar setiap komponen
pembelajaran dapat bekerja dengan baik, dengan demikian pembelajaran akan
berlangsung dengan optimal.
Penggunaan sarana prasarana sangat menunjang pembelajaran. Sarana
dalam pembelajaran matematika dapat berupa alat peraga. Penggunaan alat
peraga dapat meningkatkan pemahaman konsep. Oleh karena itu,
pembelajaran matematika yang diterapkan pada penelitian ini adalah
pembelajaran matematika bercirikan pendayagunaan alat peraga.
Pembelajaran matematika dengan pendayagunaan alat peraga menjadi
sangat penting untuk diterapkan di sekolah dasar. Namun, pembelajaran
belum optimal tanpa adanya kesiapan guru sebagai pelaksana pembelajaran.
Oleh karena itu kesiapan guru perlu ditingkatkan. Untuk meningkatkan
kesiapan guru dalam melaksanakan pembelajaran matematika, maka guru
perlu mendapat pelatihan.
Komponen utama suatu pelatihan adalah adanya suatu peragaan atau
pendemonstrasian keterampilan-keterampilan melalui model-model kemudian
dilanjutkan dengan suatu simulasi, umpan balik dilanjutkan dengan
pembekalan untuk aplikasi. Oleh karena itu, penelitian ini diawali dengan
41
demonstrasi keterampilan menggunakan alat peraga. Karena demonstrasi yang
diberikan harus merupakan suatu proses pembelajaran yang utuh, maka
demonstrasi dilakukan melalui VCD. Kemudian sebagai tindak lanjut harus
ada suatu simulasi dan umpan balik, maka dari itu pelatihan dirancang dengan
suatu pendampingan. Pendampingan akan dilepas jika guru sudah mampu
untuk mengembangkan sendiri pembelajaranya.
Jadi penelitian ini melatih guru melalui VCD dan pendampingan untuk
meningkatkan kesiapan guru dalam mengimplementasikan pembelajaran
matematika bercirikan pendayagunaan alat peraga sesuai dengan kurikulum
berbasis kompetensi yang selanjutnya akan diterapkan pada pembelajaran
matematika di SD Sekaran 2. Dengan pembelajaran matematika bercirikan
pendayagunaan alat peraga yang didukung dengan kesiapan guru dalam
melaksanakan pembelajaran, diharapkan pembelajaran menjadi lebih optimal
dan pemahaman konsep peserta didik dapat ditingkatkan.
C. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Adanya VCD pemodelan dan pendampingan untuk guru dapat
meningkatkan pemahaman konsep peserta didik pada pembelajaran
matematika bercirikan pendayagunaan alat peraga materi pokok luas
bangun kelas V SD Sekaran 2 tahun pelajaran 2006/2007.
2) Adanya VCD pemodelan dan pendampingan untuk guru dapat
meningkatkan sikap peserta didik pada pembelajaran matematika
42
bercirikan pendayagunaan alat peraga materi pokok luas bangun kelas V
SD Sekaran 2 tahun pelajaran 2006/2007.
43
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Subjek dan Seting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Sekaran 2 yang terletak di
kecamatan Gunungpati kota Semarang. Subjek pada penelitian ini adalah
semua peserta didik kelas V yang terdiri dari 12 orang, 7 laki-laki dan 5
perempuan.
B. Fokus Penelitian
Sebelum penelitian dilakukan, sudah diawali dengan adanya suatu
pengamatan di kelas oleh tim peneliti agar mereka sebagai pengajar
mengetahui kondisi di kelas tersebut. Dari hasil observasi dan wawancara
diketahui kondisi peserta didik sebelum penelitian tidak aktif, peserta didik
kurang suka terhadap mata pelajaran matematka, ini menunjukkan bahwa
sikap peserta didik terhadap mata pelajaran matematika rendah. Selain itu
hasil belajar matematika kurang, hal ini disebabkan peserta didik tidak
menguasai konsep yang diajarkan. Oleh karena itu penelitian ini difokuskan
pada upaya meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan sikap peserta
didik terhadap pembelajaran matematika.
C. Desain Penelitian
Pelatihan pada penelitian ini didesain dengan tahap-tahap sebagai
berikut:
44
1. Tahap perhatian, pemodelan melalui VCD kepada subjek penelitian
(guru).
2. Tahap retensi, pengulangan tertutup, subjek penelitian diberi kesempatan
mempelajari RP yang akan diimplementasikan pada pembelajaran di kelas.
3. Tahap Reproduksi, subjek penelitian mengimplementasikan RP pada
pembelajaran di kelas dibimbing oleh pendamping
4. Tahap motivasi, pemberian umpan balik (feed back) sebagai evaluasi oleh
guru model (pendamping) kepada guru, dan oleh guru kepada guru model.
Guru model dan guru merupakan pasangan kolaborator.
Pendampingan dilaksanakan selama penelitian. Pendampingan
dilaksanakan mulai dari pelatihan, dalam pembuatan RP sampai kepada
implementasi pembelajaran di kelas. Pendamping memberikan masukan-
masukan kepada guru dalam pembuatan RP maupun perangkat pembelajaran
lainya. Pendamping memberikan umpan balik kepada guru terhadap berbagai
kendala yang terjadi selama proses pembelajaran di kelas. Pendamping
berperan sebagai kolaborator, ia hanya memberikan saran. Pelaksanalah yang
punya andil dalam pengambilan keputusan. Hal ini dilakukan agar tidak
terjadi ketergantungan dengan pendamping. Karena penelitian ini bertujuan
untuk mempersiapkan guru agar bisa mengatasi permasalahan dalam
pembelajaran matematika dengan arahan-arahan dari pendamping.
Pendampingan akan dihentikan jika guru sudah bisa melaksanakan
pembelajaran dengan baik. Dalam tahap mengimplementasikan hasil pelatihan
pada pembelajaran di kelas terdiri dari 2 siklus dan setiap siklusnya memiliki
45
4 tahapan yaitu: perencanaan, tindakan, pengamatan terhadap jalannya
pembelajaran dan refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran.
Tahapan-tahapan dari tiap siklus dijabarkan sebagai berikut.
1. Siklus 1
a. Perencanaan
1) Membuat RP dengan materi luas daerah trapesium dengan
pendekatan luas daerah persegi panjang yang dikoreksi oleh
pendamping
2) Membuat LKS dan alat peraga luas daerah trapesium dengan
pendekatan luas daerah persegi panjang. Di dalam LKS, isinya
menekankan agar peserta didik bisa menemukan rumus sendiri
dengan bimbingan-bimbingan dari guru. Alat peraga dibuat dengan
memperhatikan manfaat dari LKS itu sendiri.
3) Membuat chat tentang masalah kontekstual
4) Membuat lembar pengamatan untuk penilaian peserta didik dalam
proses pembelajaran sesuai materi pokok yang ada
5) Menyiapkan lembar observasi untuk guru
6) Membuat dan menyiapkan angket sikap peserta didik
7) Mengelompokan peserta didik menjadi beberapa kelompok diskusi
8) Menyiapkan RP
9) Membuat alat dan menyiapkan alat evaluasi beserta kunci
jawabanya
46
b. Tindakan pada saat pembelajaran
1) Guru menyiapkan RP, LKS, alat peraga luas daerah trapesium
dengan pendekatan luas daerah persegi panjang.
2) Guru memyampaikan manfaat dan tujuan pembelajaran,
memberikan motivasi kepada peserta didik
3) Guru mengetengahkan masalah kontekstual
4) Guru menyampaikan materi prasyarat dengan diskusi dan
demonstrasi alat peraga
5) Guru membagi peserta didik menjadi kelompok – kelompok kecil
secara heterogen
6) Guru menjelaskan aturan mengerjakan dan kegiatan diskusi
7) Guru membagikan LKS ke setiap kelompok
8) Kelompok mengerjakan LKS dan guru berkeliling mengawasi
jalanya kerja kelompok
9) Guru memberikan bantuan jika diperlukan
10) Setelah selesai semua atau waktu mengerjakan telah habis, hasil
pekerjaan dipresentasikan oleh tiap-tiap kelompok dengan
perwakilan
11) Presentasi dilakukan bergantian dan kelompok lain mengoreksi
jawaban yang dibimbing oleh guru, jawaban yang benar diberi
penguatan
12) Guru meminta beberapa orang peserta didik untuk menyimpulkan
tentang materi yang baru diajarkan.
47
13) Guru membahas masalah kontekstual yang disajikan diawal
pembelajaran
14) Guru memberikan latihan soal
15) Guru memberikan evaluasi
c. Pengamatan
Dalam penelitian tindakan kelas, pengamatan dilakukan
sebagai berikut.
1) Pengamatan untuk guru
a) Menyiapkan lembar pengamatan untuk guru
b) Melakukan pengamatan untuk guru sesuai dengan draf lembar
pengamatan untuk guru.
c) Kesesuaian pembelajaran dengan RP yang telah dibuat
d) Membuat kesimpulan tentang pembelajaran yang telah
dilakukan, menulis kekurangan maupun kelemahan untuk
bahan sharing antara guru dan pendamping sebagai perbaikan
pada pembelajaran siklus berikutnya
2) Pengamatan untuk peserta didik
a) Menyiapkan lembar pengamatan untuk peserta didik
b) Melakukan pengamatan untuk peserta didik sesuai dengan draf
lembar pengamatan untuk peserta didik
d) Banyaknya peserta didik yang belum jelas dengan model yang
disajikan guru.
48
e) Banyaknya peserta didik yang tidak bisa menjawab pertanyaan
guru yang bersifat inquiry.
f) Banyaknya peserta didik yang berani menjawab pertanyaan
guru.
g) Banyaknya peserta didik yang berani menyajikan temuannya
(mengerjakan soal di depan papan tulis).
h) Banyaknya peserta didik yang berani memberikan refleksi hasil
belajarnya.
d. Refleksi
Pada tahap refleksi pendamping berperan memberikan solusi
maupun umpan balik kepada guru. Selain itu pendamping memberikan
kesempatan kepada guru untuk mengungkapkan pendapatnya, sebagai
upaya agar guru mampu untuk mengembangkan pembelajarannya.
Refleksi dilakukan dengan cara mengukur baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Hasil refleksi digunakan unuk menentukan
rencana tindakan pada siklus 2.
2. Siklus 2
Pada siklus 2 ini, dilakukan tindakan sesuai hasil refleksi pada
siklus 1, kekurangan-kekurangan pada siklus 1 adalah:
a. Persentase ketuntasan untuk pemahaman konsep masih rendah
b. Sebagian besar peserta didik menyatakan bahwa mata pelajaran
matematika sulit
49
c. Guru kurang memberi motivasi, sehingga peserta didik kurang
bersemangat, kurang aktif, dan tidak banyak bertanya
d. Peserta didik masih canggung dalam mempresentasikan hasil
pekerjaan LKS
e. Guru kurang memberikan penguatan
f. Bimbingan yang diberikan guru pada saat diskusi kurang merata
g. Pengelolaan waktu kurang begitu baik sehingga soal kontekstual
belum dibahas, kurang latihan soal, waktu evaluasi terbatas.
Rencana tindakan untuk memperbaiki pembelajaran pada siklus 1
adalah sebagai berikut.
a. Penggunaan alat peraga tetap dilakukan karena dapat mengkonkretkan
objek yang dipelajari sehingga konsep yang disampaikan mudah
dipahami. Alat peraga klasikal dibuat lebih besar sehingga terlihat
dengan jelas oleh peserta didik yang duduk dibelakang. Suara guru
lebih keras lagi sehingga terdengar lebih jelas.
b. Guru memberikan penguatan secara verbal maupun non verbal,
sesekali memberikan tepuk tangan untuk peserta didik atau kelompok
yang dapat mengerjakan dengan benar. Untuk peserta didik yang sudah
berani bertanya guru memberi penguatan. Untuk meningkatkan
aktivitas peserta didik, guru memberikan latihan soal dan peserta didik
diminta mengerjakan dipapan tulis.
c. Guru lebih mengarahkan dengan jelas tentang kerja kelompok, lebih
banyak berkeliling untuk memberikan bantuan kepada kelompok.
50
Menunjuk salah satu peserta didik di setiap kelompok untuk menjadi
ketua kelompok. Ketua kelompok merupakan peserta didik yang
pandai di kelompoknya.
d. Guru lebih memperhatikan waktu untuk pembelajaran sehingga
seluruh kegiatan pada rencana pembelajaran dapat dilaksanakan.
Implementasi tindakan pada siklus 2 terdiri dari tahap-tahap
sebagai berikut.
a. Perencanaan
1) Membuat RP dengan materi luas daerah jajar genjang dengan
pendekatan luas daerah persegi panjang yang dikoreksi oleh
pendamping
2) Menyiapkan LKS dan alat peraga luas daerah jajar genjang dengan
pendekatan luas daerah persegi panjang
3) Membuat chat tentang masalah kontekstual
4) Membuat lembar pengamatan untuk penilaian peserta didik dalam
proses pembelajaran sesuai materi pokok yang ada
5) Menyiapkan lembar observasi untuk guru
6) Membuat dan menyiapkan angket sikap peserta didik
7) Mengelompokkan peserta didik menjadi 4 kelompok diskusi yang
dipimpin oleh seorang ketua.
8) Menyiapkan RP
9) Membuat alat dan menyiapkan alat evaluasi beserta kunci
jawabanya,
51
10) Membuat dan menyiapkan tugas rumah
b. Tindakan pada saat pembelajaran
1) Guru menyiapkan RP, LKS, alat peraga luas daerah jajar genjang
dengan pendekatan luas daerah persegi panjang
2) Guru memyampaikan manfaat dan tujuan pembelajaran,
memberikan motivasi kepada peserta didik
3) Guru memberikan cerita yang menarik agar peserta didik senang
dan tidak tegang. Dengan guru matematika yang ramah,
diharapkan peserta didik juga senang terhadap pembelajaran
matematika.
4) Guru mengetengahkan masalah kontekstual
5) Guru menyampaikan materi prasyarat dengan diskusi dan
demonstrasi alat peraga
6) Guru menjelaskan terlebih dahulu konsep luas daerah jajar genjang
dengan tanya jawab dan demonstrasi alat peraga, kemudian
diperkuat dengan mengerjakan LKS dengan menggunakan alat
peragan sendiri
7) Guru membagi peserta didik menjadi kelompok – kelompok kecil
secara heterogen, dari setiap kelompok dipilih ketua kelompok.
Pemilihan ketua kelompok agar kerja kelompok lebih terarah
8) Guru menjelaskan aturan mengerjakan dan kegiatan diskusi
9) Guru membagikan LKS ke setiap kelompok
52
10) Kelompok mengerjakan LKS dan guru berkeliling mengawasi
jalanya kerja kelompok dengan antusias
11) Guru memberikan bantuan jika diperlukan
12) Setelah selesai semua atau waktu mengerjakan telah habis, hasil
pekerjaan dipresentasikan oleh tiap-tiap kelompok dengan
perwakilan, guru memberikan manfaat berbicara di depan kelas,
serta mengarahkan agar peserta didik tidak canggung
13) Presentasi dilakukan bergantian dan kelompok lain mengoreksi
jawaban yang dibimbing oleh guru, jawaban yang benar diberi
penguatan
14) Guru meminta beberapa orang peserta didik untuk menyimpulkan
tentang materi yang baru diajarkan.
15) Guru membahas masalah kontekstual yang disajikan di awal
pembelajaran
16) Guru memberikan latihan soal
17) Guru memberikan evaluasi
c. Pengamatan
Dalam penelitian tindakan kelas, pengamatan dilakukan sebagai
berikut.
1) Pengamatan untuk guru
a) Menyiapkan lembar pengamatan untuk guru
b) Melakukan pengamatan untuk guru sesuai dengan draf lembar
pengamatan untuk guru.
53
c) Kesesuaian pembelajaran dengan RP yang telah dibuat
d) Membuat kesimpulan tentang pembelajaran yang telah
dilakukan, menulis kekurangan maupun kelemahan untuk
bahan sharing antara guru dan pendamping perbaikan pada
pembelajaran siklus berikutnya
2) Pengamatan untuk peserta didik
a) Menyiapkan lembar pengamatan untuk peserta didik
b) Melakukan pengamatan untuk peserta didik sesuai dengan draf
lembar pengamatan untuk peserta didik
c) Banyaknya peserta didik yang belum jelas dengan model yang
disajikan guru.
d) Banyaknya peserta didik yang tidak bisa menjawab pertanyaan
guru yang bersifat inquiry.
e) Banyaknya peserta didik yang berani menjawab pertanyaan
guru.
f) Banyaknya peserta didik yang berani menyajikan temuannya
(mengerjakan soal di depan papan tulis).
g) Banyaknya peserta didik yang berani memberikan refleksi hasil
belajarnya.
d. Refleksi
Refleksi dilakukan dengan cara mengukur baik secara kualitatif
maupun kuantitatif. Sedangkan data yang diperoleh selanjutnya
disimpulkan bagaimana hasil belajar peserta didik dan hasil mengajar
54
guru. Langkah berikutnya adalah refleksi terhadap hasil yang telah
dikerjakan, dengan memberi masukan-masukan dalam rangka
peningkatan pada siklus berikutnya jika diperlukan. Hasil refleksi baik
secara kualitatif maupun kuantitatif dijadikan acuan untuk menarik
kesimpulan.
D. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
1. Sumber data penelitian
Sumber data penelitian ini adalah guru kelas dan peserta didik kelas V SD
Negeri 2 Sekaran yang terletak di kecamatan Gunungpati kota Semarang.
2. Jenis Data
a. Hasil belajar tentang pemahaman konsep
b. Sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika
c. Hasil observasi
1). Aktivitas peserta didik
2). Kegiatan guru
3. Cara pengambilan data
a. Kemampuan pemahaman konsep diukur dengan tes
b. Sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika diukur dengan
agket
c. Aktivitas peserta didik diukur dengan lembar observasi aktivitas
peserta didik
d. Kegiatan guru diukur dengan lembar observasi untuk guru
55
E. Indikator Keberhasilan
1. Nilai rata-rata kelas ≥ 75 dengan batas ketuntasan 70%
2. Sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika ≥ 75% adalah
positif
56
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian dan Pembahasan Siklus 1
1. Hasil Penelitian
Pembelajaran matematika siklus 1 dilaksanakan pada hari Senin, 2
april 2007. Pembalajaran berlangsung selama 2 x 35 menit. Pembelajaran
matematika pada siklus 1 memberikan hasil sebagai berikut:
a. Pemahaman konsep
Data hasil lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 19 halaman 107
Ketuntasan No Nama Skor Nilai Ya Tidak 1 Sunarmo 10 90,9 √ 2 Ita Rusmita 10 90,9 √ 3 Mualiman 7 63,6 √ 4 Lukman 9 81,8 √ 5 Feri Kurniawan 6 54,5 √ 6 Wasi Gunawan 11 100 √
7 Ikromi Rahmawati 6 54,5 √
8 M. Akbar. R 10 90,9 √
9 Naela Faidatunnisa 11 100 √
10 Septian David Maulana 10 90,9 √
11 Susi Eli Rahmawati 7 63,6 √
12 Ayu Indah Sari 7 63,6 √ Banyaknya peserta didik yang tuntas 7 orang
Banyaknya peserta didik yang tidak tuntas
5 orang
Ketuntasan 58,3% Rata-rata 78,77
57
b. Sikap peserta didik
Ketuntasan No Nama Skor Nilai Ya Tidak 1 Sunarmo 7 70 √ 2 Ita Rusmita 8 80 √ 3 Mualiman 4 40 √ 4 Lukman 8 80 √ 5 Feri Kurniawan 7 70 √ 6 Wasi Gunawan 10 100 √ 7 Ikromi Rahmawati 10 100 √ 8 M. Akbar. R 10 100 √ 9 Naela Faidatunnisa 7 70 √ 10 Septian David
Maulana 10 100 √
11 Susi Eli Rahmawati 9 90 √ 12 Ayu Indah Sari 8 80 √ Banyaknya peserta didik yang tuntas 8 orang
Banyaknya peserta didik yang tidak tuntas 4 orang
Ketuntasan 66,67% Rata-rata 81,67
Data hasil lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 20 halaman 108
Data aktivitas peserta didik dan aktivitas guru karena penilaiannya
klasikal disajikan dalam tabel berikut.
Siklus 1 No Penilaian
Rata-rata Ketuntasan
1 Pemahaman konsep
78,77 58,3%
2 Sikap 81,67 66,67% 3 Aktivitas Peserta
didik 78,38
4 Aktivitas Guru 75 Data aktivitas guru dapat dilihat pada lampiran 22 halaman 110, data aktivitas peserta didik dapat dilihat pada lampiran 23 halaman 112
58
2. Pembahasan
Pembelajaran yang berlangsung pada penelitian ini berbeda dengan
pembelajaran yang biasa dilaksanakan. Pada pembelajaran biasa, guru
menerapkan metode ekspositori. Sedangkan pembelajaran yang dilakukan
pada penelitian ini adalah pembelajaran yang bercirikan alat peraga.
Artinya, penggunaan alat peraga selalu ada sebagai ciri pembelajaranya.
Adanya pelatihan kepada guru memberikan kelebihan tersendiri. Guru
menjadi lebih siap dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas.
Kemampuan penggunaan alat peraga juga meningkat. Hal ini
menyebabkan guru menjadi lebih siap dalam melaksanakan pembelajaran
sesuai dengan kurikulum berbasis kompetensi. Dalam hal ini juga ada
pendampingan. Pendamping di sini sebagai kolaborator dengan guru
sebagai pengajar. Pendamping memberikan alternatif, saran dan bantuan
konsultatif dan tidak pada pengambilan keputusan. Hal ini dilakukan pada
saat penyusunan rencana pembelajaran sampai mengatasi permasalahan
yang terjadi selama proses pembelajaran. Pendampingan diupayakan untuk
menumbuhkan keberdayaan dan keswadayaan agar guru yang didampingi
dapat mengembangkan pembelajarannya sendiri. Pendamping memberikan
motivasi kepada guru untuk mengenali potensi dan permasalahan dan
dapat mengembangkan potensi untuk memecahkan masalah tersebut.
Pendamping juga berperan sebagai katalisator. Dalam hal ini, pendamping
melakukan aktivitas sebagai penghubung antara guru yang didampingi
dengan instansi yang dalam hal ini adalah Laboratorium Jurusan
59
Matematika FMIPA UNNES dan SD Negeri Sekaran 2, Gunungpati
Semarang. Adanya pendampingan merupakan tindak lanjut dari adanya
suatu pelatihan. Dampak langsung dari adanya pelatihan dan
pendampingan adalah meningkatnya kemampuan guru dalam
pembelajaran. Sedangkan dampak tidak langsungnya adalah kepada
peserta didik itu sendiri. Guru lebih menguasai materi dan terampil dalam
menyampaikan dengan alat peraga sehingga peserta didik lebih mudah
dalam memahami konsep dan hasil belajar peserta didik menjadi lebih
baik. Untuk hasil yang dapat diukur adalah sebagai berikut.
a. Pemahaman konsep
Evaluasi yang telah dilakukan oleh peneliti pada siklus 1 memberikan
nilai rata-rata kelas 78,77 dengan ketuntasan 58,3%. Batas ketuntasan
yang menjadi acuan oleh peneliti adalah banyaknya peserta didik yang
memperoleh nilai ≥ 75 adalah ≥ 70%. Dari tabel dapat dilihat bahwa
rata-rata pemahaman konsep adalah 78,77, ini merupakan nilai rata-rata
kelas yang cukup baik. Tetapi ketuntasannya hanya mencapai 58,3%,
ini berarti target yang ingin dicapai belum terpenuhi. Nilai tertinggi
untuk pemahaman konsep adalah 100, sedangkan nilai terendah adalah
54,5. Ternyata jarak antara nilai tertinggi dan nilai terendah cukup
besar berarti kemampuan peserta didiknya tidak merata. Dari
pengamatan yang peneliti lakukan di kelas, terdapat peserta didik yang
pandai tetapi peserta didik yang benar-benar lemah penyerapan
materinya juga ada. Jadi di kelas V ini, perbedaan kemampuan antar
60
peserta didik cukup besar. Bahkan dari penuturan guru kelas sendiri,
jika peserta didik itu memang pandai nilainya selalu baik pada setiap
aspek penilaian di kelas. Hal ini yang menyebabkan nilai rata-rata yang
cukup baik tetapi ketuntasannya rendah. Dari hasil pembelajaran, dalam
mengerjakan LKS sudah cukup baik meskipun sebelumnya belum
pernah menggunakan LKS. Namun kelemahanya adalah pembagian
kerja dalam mengerjakan LKS belum merata. Pengerjaan LKS masih
didominasi oleh peserta didik yang pandai dalam kelompoknya. Masih
ada peserta didik yang pasif dalam kerja kelompok. Pada umumnya
kesalahan mengerjakan LKS terdapat pada pertanyaan pada kolom 3.
Jika gambar (ii) diubah menjadi gambar (iii) dengan memotong
tepat di tengah secara horizontal,maka
Apakah luasnya sama?
Jadi,Luas daerah gbr(ii) = Luas daerah gbr(iii)
Luas daerah trapesium = luas daerah .....
Luas daerah trapesium = ..... x ....
Luas daerah trapesium = ..... x ....
Lihat LKS di lampiran halaman 70
Ada 3 kelompok yang tidak bisa menyimpulkan bahwa panjang persegi
panjang adalah jumlah sisi sejajar pada trapesium, dan lebar persegi
panjang adalah setengah tinggi trapesium. Sehingga mereka belum bisa
menyimpulkan rumus luas daerah trapesium. Usaha yang dilakukan
guru melihat keadaan ini adalah mengulang kembali penjelasan
seperlunya dengan menggunakan alat peraga, dipertegas dan diperjelas.
61
Dalam hal ini berarti peserta didik masih sulit membuat generalisasi.
Namun pada umumnya pemahaman konsep peserta didik terhadap
materi luas daerah trapesium cukup baik. Hal ini karena penggunaan
alat peraga dapat meningkatkan pemahaman konsep. Dalam
menerapkan alat peraga, sudah sesuai sebagaimana mestinya, sehingga
manfaat dan tujuan penggunaan alat peraga tercapai. Hal ini dapat
dilihat dari rata-rata pemahaman konsep yang cukup baik.
Pada umumnya pemahaman konsep peserta didik cukup baik, dengan
pengarahan dari guru mereka memahami konsep yang diajarkan.
Namun dalam latihan soal, mereka ada yang kesulitan dalam menjawab
apa yang ditanyakan. Soal latihan no 2 adalah sebagai berikut.
Sebuah model trapesium terbuat dari kertas tampak seperti pada gambar di samping. Jika luas model trapesiumtersebut adalah 24 cm2, maka tinggi trapesium tersebut adalah…. A
C
B
D
8cm
4cm
t
Pertanyaan pada soal tersebut bukan luas daerah dari trapesium,
melainkan tinggi trapesium. Untuk menjawabnya maka ada perubahan
posisi dari rumus.
Jawaban peserta didik langsung tertuju kepada rumus yang ada.
Luas daerah trapesium = (a + b ) x 2t
24 = (4 + 8) x 2t
24 = 12 x 2t
62
24 = 6t
Beberapa peserta didik bingung untuk menentukan nilai t. Disini guru
memberikan pertanyaan sebagai berikut.
⇔ 6 dikalikan t hasilnya 24, 6 kali berapa hasilnya 24?
Dengan mudah beberapa peserta didik menjawab 4. Untuk
meningkatkan keterampilan peserta didik menyelesaikan soal-soal yang
sejenis, guru memberikan beberapa contoh. Penggunaan alat peraga
memberikan pembelajaran lebih bermakna. Peserta didik dapat
menemukan sendiri rumus luas daerah trapesium dengan bimbingan
guru. Guru tidak menyebutkan langsung rumus luas daerah trapesium,
melainkan peserta didik sendiri yang diminta untuk menyebutkan
rumusnya. Jadi, peserta didik lebih yakin dengan pengetahuan yang
baru diperolehnya.
b. Sikap
Dari tabel dapat dilihat bahwa rata-rata sikap peserta didik adalah 81,67
dengan ketuntasan 66,67%. Dari sini dapat disimpulkan bahwa rata-rata
peserta didik mempunyai sikap yang positif terhadap pelajaran
matematika. Dari 12 peserta didik di kelas V, ternyata ada 4 peserta
didik yang nilai sikapnya kurang dari 70. Dari sini peneliti berusaha
untuk bisa meningkatkan sikap peserta didik pada siklus 2. Dari 10
butir soal pada angket peserta didik, ternyata butir soal yang ke 7 yaitu
pembelajaran matematika tidaklah sulit hanya mencapai ketuntasan
41,67%. Berarti hanya 5 peserta didik yang setuju kalau pembelajaran
63
matematika tidaklah sulit, sementara 7 peserta didik lainya tidak setuju
kalau pembelajaran matematika tidaklah sulit, ini berarti 7 peserta didik
tersebut menyatakan pelajaran matematika sulit. Masalah ini muncul
karena pada pembelajaran matematika sebelumnya peserta didik jarang
menggunakan alat peraga. Peserta didik masih belum terbiasa dengan
pembelajaran yang dilakukan pada penelitian ini. Oleh karena itu
pendayagunaan alat peraga menjadi ciri pembelajaran untuk siklus
berikutnya. Karena penggunaan alat peraga dapat meningkatkan
pemahaman konsep. Sementara untuk butir soal yang lain cukup baik
prosentasinya. Peneliti menyimpulkan bahwa peserta didik memiliki
sikap positif terhadap pembelajaran matematika.
c. Aktivitas peserta didik
Dari tabel aktivitas, dapat dilihat bahwa nilai aktivitas peserta didik
secara klasikal adalah 78,38. Hal ini berarti aktivitas peserta didik
dalam proses pembelajaran matematika cukup baik. Karena dalam hal
ini guru berusaha memunculkan aktivitas peserta didik. Pembelajaran
seperti ini jarang dilakukan oleh guru, oleh sebab itu peserta didik
belum terbiasa dengan model pembelajaran seperti yang peneliti
lakukan. Banyak aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik yang
jarang dilakukan pada pembelajaran matematika biasanya, seperti:
menggunting, mengerjakan LKS maupun presentasi hasil pekerjaan.
Hal ini sengaja dilakukan dalam rangka meningkatkan aktivitas peserta
didik. Dari pengamatan yang dilakukan oleh pengamat, pada saat guru
64
memberi penjelasan peserta didik tidak banyak yang bertanya meskipun
guru sudah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
bertanya. Pertanyaan peserta didik justru banyak muncul ketika
mengerjakan LKS. Dalam mengerjakan LKS, guru berkeliling dari
kelompok satu ke kelompok yang lain. Terlihat bahwa ada kelompok
yang aktif mengerjakan, hal ini karena kelompok paham dengan apa
yang dimaksud di dalam LKS. Namun ada juga peserta didik yang
kurang aktif dalam bekerja kelompok, sehingga guru berkeliling untuk
memberikan pengarahan.
d. Aktivitas Guru
Pada penelitian ini, diharapkan adanya peningkatan kualitas guru dalam
proses pembelajaran terutama pembelajaran matematika. Kualitas guru
dapat diukur melalui lembar pengamatan yang sengaja dibuat. Pada
lembar pengamatan ini terdapat banyak aktivitas guru dalam rangka
mengetahui kualitas guru. Sebelum pembelajaran dilaksanakan
pelatihan terlebih dahulu, hal ini dalam upaya peningkatan kualitas guru
dalam pembelajaran matematika. Dari hasil pengamatan pengamat
memberikan penilaian aktivitas guru sebesar 75. Ini adalah nilai yag
cukup baik. Aktivitas guru yang baik ini tentunya ada pengaruh dari
pelatihan maupun pendampingan. Dengan adanya pelatihan maka
kemampuan guru dalam mengajar meningkat. Tetapi dalam
pelaksanaanya masih ada kekurangan-kekurangan yang harapanya bisa
65
dikurangi pada siklus 2. Kekurangan yang sering dilakukan oleh guru
adalah sebagai berikut.
1) Pada pendahuluan, pada umumnya pelaksanaan pembelajaran sudah
sesuai dengan Rencana Pembelajaran yang sudah dibuat, indikator
dari pembelajaran sudah disampaikan, masalah kontektual juga
sudah dimunculkan tapi guru kurang memberi motivasi.
2) Pada kegiatan inti, kekurangan menurut pengamat adalah bahwa
guru tidak memberikan petunjuk dengan jelas ketika bekerja
kelompok, misalnya waktu pengerjaan, adanya presentasi, maupun
cara bekerja kelompoknya. Selain itu guru tidak memberi motivasi,
guru kurang memberi penguatan, serta tidak memberikan kegiatan
yang mengejutkan peserta didik. Dalam poenyampaian materi, guru
tidak terlalu cepat. Tetapi mengingat waktu pelaksanaan yang
terbatas, guru berusaha agar setiap aktivitas pembelajaran dapat
terlaksana. Karena adanya upacara hari senin, waktu yang digunakan
untuk pembelajaran berkurang, setiap 1 jam pembelajaran yang
semula 35 menit dikurangi menjadi 30 menit. Tetapi dalam hal ini
tidak menjadi permasalahan karena guru kelas memberikan waktu
sesuai dengan RP. Sedangkan kegiatan yang lain pada angket
aktivitas guru pada umumnya sudah muncul, hanya saja belum
maksimal.
3) Pada kegiatan penutup aktivitas guru hampir semua dilakukan. Guru
sudah membimbing peserta didik dalam membuat kesimpulan
66
dengan baik. Namun satu aktivitas yang belum muncul adalah
memberikan PR. Disampaikan oleh guru bahwa siklus 1 ini hanya
terdiri dari 1 pertemuan, sehingga pada pertemuan berikutnya sudah
masuk siklus 2, sehingga materi yang diajarkan juga berbeda. Oleh
karena itu, guru merasa tidak perlu memberikan PR, karena materi
yang diajarkan pada siklus 2 tidak ada kaitanya dengan siklus 1.
Selain itu waktu yang tersedia juga sedikit, padahal guru harus
memberikan evaluasi.
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan Siklus 2
1. Hasil Penelitian
Siklus 2 dilaksanakan pada hari Rabu, 4 April 2007. hasil penelitian
pembelajaran matematika pada siklus 2 disajikan pada tabel berikut.
a. Pehaman konsep
Ketuntasan No Nama Skor Nilai ya tidak
1 Sunarmo 11 84,6 √ 2 Ita Rusmita 13 100 √ 3 Mualiman 10 76,9 √ 4 Lukman 11 84,6 √ 5 Feri Kurniawan 11 84,6 √ 6 Wasi Gunawan 12 92,3 √ 7 Ikromi
Rahmawati 13 100 √
8 M. Akbar. R 12 92,3 √ 9 Naela
Faidatunnisa 12 92,3 √
10 Septian David Maulana
9 69,2 √
11 Susi Eli Rahmawati
8 61,5 √
12 Ayu Indah Sari 12 92,3 √ Rata-rata 85,88
67
Banyaknya peserta didik yang tuntas 10
Banyaknya peserta didik yang tidak
tuntas tuntas 2
Ketuntasan 83,33% Data hasil lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 24 halaman 113
b. Sikap peserta didik
Ketuntasan No Nama Skor Nilai Ya Tidak1 Sunarmo 7 70 √ 2 Ita Rusmita 9 90 √ 3 Mualiman 8 80 √ 4 Lukman 7 70 √ 5 Feri
Kurniawan 7 70 √
6 Wasi Gunawan 10 100 √
7 Ikromi Rahmawati 10 100 √
8 M. Akbar. R 10 100 √ 9 Naela
Faidatunnisa 8 80 √
10 Septian David Maulana
10 100 √
11 Susi Eli Rahmawati 9 90 √
12 Ayu Indah Sari 9 90 √
Ketuntasan 75% Rata-rata 86,67
Data hasil lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 25 halaman 114
Sedangkan untuk aktivitas peserta didik dan aktivitas guru disajikan
lengkap dengan siklus 1 agar lebih mudah untuk melihat
peningkatannya. Data aktivitas guru dan peserta didik disajikan dalam
tabel berikut ini.
68
Siklus 1 Siklus 2 No Penilaian
Rata-rata Ketuntasan Rata-rata Ketuntasan
1 Pemahaman konsep 78,77 58,33% 85,88 83,33%
2 Sikap 81,67 66,67% 86,67 75% 3 Aktivitas Peserta
didik 78,38 83,33
4 Aktivitas Guru 75 81,25 Data aktivitas guru dapat dilihat pada lampiran 27 halaman 116, data aktivitas peserta didik dapat dilihat pada lampiran 28 halaman 118
2. Pembahasan
a. Pemahaman konsep
Dapat dilihat di tabel bahwa rata-rata kelas mengalami
peningkatan dari 78,77 menjadi 85,88. yang lebih penting lagi adalah
persentase ketuntasan. Dalam jal ini mengalami peningkatan yang
cukup baik, yaitu dari 58,3% meningkat menjadi 83,33%. Batas
ketuntasan yang menjadi acuan oleh peneliti adalah banyaknya peserta
didik yang memperoleh nilai ≥ 75 adalah lebih dari 70% (≥ 70%). Ini
berarti apa yang diharapkan oleh peneliti sudah tercapai. Nilai tertinggi
untuk pemahaman konsep adalah 100, sedangkan nilai terendah adalah
61,5. Ternyata jarak antara nilai tertinggi dan nilai terendah masih
cukup besar tetapi hanya ada 2 peserta didik yang memiliki nilai
kurang dari 75. peserta didik yang belum mencapai 75 adalah Septian
David Maulana dengan nilai 69,2 dan Susi Eli Rahmawati yaitu 61,5.
Ini berarti secara umum nilai peserta didik sudah baik, yang mendapat
nilai diatas 75 adalah 10 anak sehingga peneliti menyimpulkan bahwa
kemampuan peserta didik merata.
69
Dari hasil penelitian diatas memang bisa dikatakan memuaskan,
hal ini karena teori-teori yang ada juga mendukung. Piaget menyatakan
bahwa pada usia 7-12 tahun yang merupakan tahap operasi konkret,
anak bisa berpikir objektif maupun berpikir logis tentang berbagai hal
dengan syarat hal-hal tersebut disajkan secara konkret. Kekonkretan
itu dapat ditunjukkan dengan adanya alat peraga. Tanpa adanya benda-
benda konkret anak akan mengalami kesulitan dalam memahami
banyak hal atau dalam berpikir logis. Hal ini sangat sesuai dengan
pembelajaran matematika yang diterapkan pada penelitian ini, karena
peserta didiknya kelas V maka pembelajaranya bercirikan
pendayagunaan alat peraga. Tidak hanya Piaget yang menyatakan
demikian, Brunner menyatakan bahwa proses belajar akan berlangsung
secara optimal jika proses pembelajaran diawali dengan tahap enaktif,
yaitu suatu tahap dimana pengetahuan itu dipelajari secara aktif
dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi
yang nyata. Ini berarti pembelajaran dilakukan secara kontekstual
dengan menggunakan alat peraga. Oleh karena itu Ausubel
menyatakan bahwa belajar akan bermakna jika peserta didik mencoba
menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang
sebelumnya. Materi yang diajarkan pada penelitian ini adalah luas
daerah trapesium dan jajargenjang dengan pendekatan luas daerah
persegi panjang. Hal ini berarti bahwa pengetahuan yang diperoleh
pada pembelajaran sebelumnya yaitu tentang konsep luas daerah
70
persegi panjang dikaitkan dengan pengetahuan yang baru sehingga
pembelajaran ini lebih bermakna. Teori ini tidak akan berlaku jika
guru tidak mampu memanfaatkan alat peraga dengan benar. Oleh
sebab itu, dilakukannya pelatihan mengenai penggunaan alat peraga
dapat memberikan hasil yang optimal. Sehingga pada penelitian ini
pun hasil yang diperoleh membanggakan. Dengan pelatihan dan
pendampingan, kemampuan guru dalam pembelajaran meningkat.
Guru bisa membawa pembelajaran di kelas menjadi lebih baik. Guru
bisa menggunakan alat peraga dengan baik. Oleh karena itu peserta
didik lebih mudah memahami materi yang diajarkan, sehingga hasil
belajarnya pun meningkat.
b. Sikap
Salah satu dari penelitian tindakan kelas ini adalah
meningkatkan sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika.
Sikap yang dimaksud di sini adalah sikap positif sesuai dengan angket
yang ada. Pembentukan sikap telah terjadi dengan sendirinya tetapi
berlangsung dalam interaksi manusia dan berkenaan dengan objek
tertentu. Interaksi di dalam maupun di luar kelompok dapat mengubah
sikap maupun membentuk sikap yang baru. Pembelajaran matematika
pada penelitian ini disertai dengan aktivitas yang bekerja dalam
kelompok. Hal ini dimaksudkan agar tejadi interaksi antara peserta
didik dengan peserta didik disamping interaksi peserta didik dengan
guru. Hal ini juga dimaksudkan dalam rangka membentuk sikap.
71
Pembelajaran ini pun didesain berbeda dengan pembelajaran
matematika yang biasa dilakukan sehingga peserta didik merasa
adanya hal baru sehingga pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak
membosankan. Dengan demikian peserta didik akan merasa senang
dengan pembelajaran matematika. Selain itu pemberian penguatan juga
dapat meningkatkan sikap peserta didik. Tujuan dari penggunaan
penguatan adalah membangkitkan dan memelihara motivasi. Jika
peserta didik termotivasi maka peserta didik akan lebih semangat
dalam belajar, sehingga peserta didik akan senang terhadap
pembelajaran matematika dan akhirnya peserta didik memiliki sikap
yang positif terhadap pembelajaran matematika. Pada pembelajaran
matematika kali ini, peserta didik dilibatkan langsung dalam
penggunaan alat peraga, hal ini tidak pernah dilakukan pada
pembelajaran matematika sebelumnya. Itulah yang dilakukan pada
pembelajaran matematika kali ini dan hasil angket peserta didik cukup
baik.
Dari data hasil angket sikap peserta didik diperoleh bahwa rata-
rata sikap peserta didik mengalami peningkatan dari 81,67 menjadi
86,67. yang lebih penting lagi adalah persentase ketuntasan. Dalam hal
ini mengalami peningkatan, yaitu dari 66,67% meningkat menjadi
75%. Dari sini dapat disimpulkan bahwa sikap peserta didik terhadap
pembelajaran matematika semakin baik. Dari 12 peserta didik di kelas
V, ternyata ada 3 peserta didik yang nilai sikapnya kurang dari 75.
72
Tetapi nilai dari ketiga peserta didik tersebut tidak terlalu rendah,
masing-masing mendapat nilai 70 . Dari 10 butir soal pada angket
sikap peserta didik, rata-rata tiap butir soal cukup baik, hampir setiap
butir soal ada peningkatan sikap peserta didik yang positif. Pada soal
yang ke 7 yaitu ”pembelajaran matematika tidaklah sulit” juga
mengalami peningkatan. Pada siklus 1 ada 7 peserta didik yang tidak
setuju kalau pembelajaran matematika tidaklah sulit, ini berarti 7
peserta didik menyatakan pembelajaran matematika sulit. Sedangkan
pada siklus 2 hanya 6 peserta didik yang menyatakan kalau
pembelajaran matematika sulit.
c. Aktivitas peserta didik
Dari tabel aktivitas, dapat dilihat bahwa nilai aktivitas peserta
didik secara klasikal adalah 83,33. Dari sini berarti aktivitas peserta
didik dalam proses pembelajatan matematika mengalami peningkatan
dari siklus 1 ke siklus 2, hal ini adalah yang diharapkan oleh peneliti.
Kekurangan-kekurangan yang muncul pada siklus 1 sebisa mungkin
untuk diperbaiki pada siklus 2. Guru berusaha memunculkan aktivitas
peserta didik yang belum muncul. Guru juga berusaha meningkatkan
aktivitas peserta didik yang sudah muncul pada siklus 1. Hampir
setiap aktivitas peserta didik yang terdapat pada lembar aktivitas
peserta didik muncul dalam proses pembelajaran pada siklus 2. Hanya
satu aktivitas peserta didik yang belum muncul pada siklus 2, yaitu
kegiatan simulasi atau bermain peran. Dalam pembelajaran
73
matematika kali ini, guru memang tidak mengonsep adanya simulasi
atau bermain peran maka dari itu indikator ini tidak muncul.
Berdasarkan pengamatan observer aktivitas peserta didik selama
pembelajaran berlangsung juga terlihat cukup aktif. Terbukti dari
beberapa item yang menjadi indikator, hampir semuanya muncul,
mulai dari munculnya kegembiraan dan kesenangan selama
pembelajaran berlangsung, memiliki perhatian dan minat dalam
mempelajari matematika, rasa ingin tahu yang ditunjukkan dengan
banyaknya pertanyaan yang diajukan peserta didik terutama pada saat
mengerjakan LKS. Pembelajaran pada siklus 2 merupakan
pembelajaran yang kedua. Pada pembelajaran kedua ini, peserta didik
mulai terbiasa dengan model pembelajaran yang dibawakan oleh guru.
Sehingga peserta didik sudah tidak merasa tegang lagi seperti pada
siklus 1, terbukti dengan aktivitas peserta didik yang meningkat.
d. Aktivitas Guru
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh observer
aktivitas guru dalam pembelajaran siklus 2 ini cukup baik. Ada
peningkatan aktivitas guru, misalnya guru banyak berkeliling untuk
mengetahui aktivitas peserta didik dalam bekerja kelompok. Guru
berusaha sebisa mungkin agar setiap pertanyaan dapat memberikan
umpan balik. Guru berusaha memperbaiki dan menambahkan
aktivitas-aktivitas yang tidak muncul pada siklus 1. Guru lebih antusias
dalam proses pembelajaran. Hampir setiap indikator aktivitas guru
74
muncul pada pembelajaran pada siklus 2. Yang lebih penting lagi
adalah kualitas dari aktivitas yang dilakukan oleh guru. Rata-rata
kualitas aktivitas yang dilakukan oleh guru lebih baik. Namun pada
siklus 2 ini masih ada aktivitas guru yang belum muncul, yaitu
melakukan aktivitas yang mengejutkan peserta didik. Selain aktivitas
yang mengejutkan peserta didik, aktivitas guru yang belum muncul
adalah guru tidak memberikan PR. Dalam hal ini memang waktu yang
tersedia tidak banyak. Selain itu mengingat satu siklus adalah satu
pertemuan, sehingga sebisa mungkin setiap kegiatan dimunculkan
pada setiap pertemuan dari membuka pelajaran sampai evaluasi akhir.
Sehingga setelah evaluasi akhir, pemberian PR jadi kurang bermanfaat,
mengingat pembelajaran berikutnya materi tidak lagi berkaitan. Dari
hasil yang dicapai untuk aktivitas guru ini, skor yang diperoleh dalam
kategori baik. Ini merupakan hasil dari adanya pelatihan. Dalam hal ini
pelatihan memberikan banyak ilmu bagi guru, guru diarahkan agar
dapat menyelesaikan permasalahan yang muncul pada saat
pembelajaran. Guru lebih terampil dalam menggunakan alat peraga,
mampu mengaplikasikan alat peraga dengan benar sehingga manfaat
alat peraga yang begitu besar dalam pembelajaran dapat terealisasikan.
Guru yang ahli dibidangnya dia akan mengajar tanpa adanya suatu
beban. Penguasaan materi yang dimiliki menjadikan guru tidak ragu
dalam menyampaikan kepada peserta didik. Hasilnya, peserta didik
menerimanya dengan baik. Lebih baik lagi, selain penguasaan materi
75
yang dimiliki, penelitian ini ditunjang dengan sarana yang cukup
memadai, terutama alat peraga. Jadi hasil yang diperolehnya pun lebih
optimal. Secara tidak langsung hasil pembelajaran yang baik ini
disebabkan oleh adanya pelatihan dan pendampingan. Dengan
pelatihan dan pendampingan, kesiapan guru dalam pembelajaran
meningkat. Guru bisa membawa pembelajaran di kelas menjadi lebih
baik. Guru bisa menggunakan alat peraga dengan baik. Oleh karena itu
peserta didik lebih mudah memahami materi yang diajarkan, sehingga
hasil belajarnya pun meningkat.
76
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari seluruh pelaksanaan kegiatan tindakan kelas di kelas V SD N
Sekaran 2, Kec. Gunungpati, Semarang dapat disimpulkan.
1. Pelatihan dengan pemodelan melalui VCD yang disertai pendampingan
dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep peserta didik kelas V
SD Negeri Sekaran 02 pada materi pokok luas bangun datar. Peningkatan
kemampuan pemahaman konsep ini terlihat dari adanya peningkatan hasil
tes akhir pada setiap siklus dari 78,77 pada siklus 1 menjadi 85,88 pada
siklus 2. Begitu pula dalam hal ketuntasan belajar secara klasikal juga
mengalami peningkatan dari 58,33% pada siklus 1 menjadi 83,33% pada
siklus 2. Angka ini telah melampaui kriteria ketuntasan belajar yang
ditetapkan kelas yang bersangkutan dimana syarat ketuntasan belajar
adalah jika rata-rata hasil tes minimal 75 dengan persentase ketuntasan ≥
70 %.
2. Pelatihan dengan pemodelan melalui VCD yang disertai pendampingan
dapat meningkatkan sikap peserta didik terhadap pembelajaran matematika
3. Pembelajaran matematika dengan pendayagunaan alat peraga, di samping
dapat meningkatkan pemahaman konsep dan sikap peserta didik juga dapat
meningkatkan aktivitas guru maupun peserta didik.
77
B. Saran
Berdasarkan pengalaman selama melaksanakan penelitian tindakan
kelas maka saran-saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut.
1. Kemampuan pemahaman konsep merupakan kemampuan dasar, diatasnya
ada kemampuan pemecahan masalah, penalaran, dan analisis.
Kemampuan pemahaman konsep sangat diperlukan dalam rangka menuju
ke tingkat kemampuan diatasnya. Oleh karena itu guru harus berusaha
agar setiap peserta didik memahami konsep yang diajarkan.
2. Pembelajaran matematika dengan pendayagunaan alat peraga yang
didukung kesiapan guru sebagai pelaksana pembelajaran dapat
meningkatkan pemahaman konsep dan sikap peserta didik. Tetapi
disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut dengan kajian utama
penalaran komunikasi, pemecahan masalah maupun analisis.
78
DAFTAR PUSTAKA
Adiawan, M Cholik. 2004. Pelajaran Matematika SD Jilid V. Jakarta: Erlangga Anni, C. T. dkk. 2005. Psikologi Belajar. Semarang: UPT UNNES Press. Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi).
Jakarta: Bumi Aksara. Arni, F. 2002. Portofolio dalam Pembelajaran IPS. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Danim, Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Kurikulum 2004 Mata Pelajaran
Matematika Sekolah Dasar Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Depdiknas. Dimyati, Mudjiono. 1998. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Rineka
Cipta dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Dikdasmen. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and
Learning). Jakarta: Depdiknas. Hujono, Herman. 2005.Pengembangan Kurikulum dan Pengembangan
Matematika. Malang: UM Press Malang. Isti H dkk. 2006. Srategi Pelatihan Guru SD untuk Melaksanakan Pembelajaran
Matematika Kurikulum 2004 dengan Pemodelan melalui VCD dan Pendampingan. Usulan Research Grant Program Due-like Batch III . Semarang: UNNES.
Isti H dkk. 2000. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Bercirikan
Pendayagunaan Alat Peraga di sekolah Dasar.Jurnal Penelitian Pendidikan. Semarang: Lembaga Penelitian UNNES.
Maryani, Sri. 2005. Pengembangan Sikap Kritis Peserta didik Melalui
Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Partisipatoris pada Peserta didik Kelas II E Semester 1 SMP Negeri 1 Garung Wonosobo Tahun Pelajaran 2004/2005. (Skripsi Sarjana Pendidikan Matematika). FMIPA Uneversitas Negeri Semarang.
Muzaqi. 2007. Peran Pendampingan dalam Pelaksanaan Pembelajaran di Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat. Laporan. http://www.damandiri.or.id/file/muzaqiunair.pdf
79
Natawidjaya, R. 1979. Psikologi Sosial dan Umum. Jakarta: Depdikbud. Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapanya dalam KBK.
Malang: Universitas Negeri Malang. Sugandi, Achmad. 2004. Teori Pembelajaran. Semarang: UNNES Press. Sugiarto dan Isti H. 2005. Hand Out Workshop Pendidikan Matematika 1.
Semarang: Jurusan Matematika FMIPA UNNES. Sugiono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta. Suherman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Supardjo. 2004. Matematika Gemar Berhitung 5. Solo: PT Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri. Sutarno, R. 1989. Psikologi sosial. Yogyakarta: Kanisius. Suyitno, Amin. 2005. Handout Dasar – dasar dan Proses Pembelajaran
Matematika I. Semarang: UNNES. Tim Instruktur PKG. 1988. Alat Peraga / Praktik Matematika. Kumpulan Hasil
PKG Jawa Tengah. Semarang.