Download - Skripsi Fitri Ayu Namadullah
-
KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS DENGAN
ULKUS DIABETIK DI RSUD DR. M. HAULUSSY AMBON
TAHUN 2011-2013
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
OLEH:
FITRI AYU NAMADULLAH
NIM. 2010-83-002
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2015
-
iv
-
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Fitri Ayu Namadullah
NIM : 2010-83-002
Fakultas : Kedokteran
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya susun dengan judul:
KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS DENGAN ULKUS
DIABETIK DI RSUD DR. M. HAULUSSY AMBON
TAHUN 2011-2013
Adalah benar-benar hasil karya sendiri dan bukan merupakan plagiat dari skripsi
orang lain. Apabila kemudian hari pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademis yang berlaku (dicabut predikat kelulusan dan
gelar kesarjanaannya).
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya
Ambon, 15 Juni 2015
Pembuat Pernyataan
Fitri Ayu Namadullah
NIM. 2010-83-002
-
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan hanya kepada ALLAH SWT, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi
ini dengan judul Karakteristik Penderita Diabetes Mellitus dengan Ulkus
Diabetik di RSUD dr. M. Haulussy Ambon Tahun 2011-2013 sebagai suatu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran
Universitas Pattimura Ambon.
Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan berkat adanya bantuan,
bimbingan, dan dorongan dari dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. DR. Th. Pentury, M.Si selaku Rektor Universitas Pattimura
2. DR. dr. J. Manuputty, MPH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Pattimura yang telah mengajar dan mendidik penulis selama kuliah di
Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura serta telah memberikan izin
kepada penulis untuk melakukan penelitian.
3. DR. Maria Nindatu, Dra, M.Kes selaku pembantu dekan I, Prof. DR. F.
Leiwakabessy, M.Pd selaku pembantu dekan II, dan dr. Johan B. Bension,
M.Med.Ed selaku pembantu dekan III, yang telah mengajar dan mendidik
penulis selama kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura.
4. dr. Farah Ch. Noya, MHPEd, selaku Ketua Program Studi Fakultas
Kedokteran Universitas Pattimura sekaligus sebagai pembimbing II yang
-
v
telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan masukan yang
berguna dalam penulisan skripsi ini.
5. dr. Denny Jolanda, Sp.PD, FINASIM selaku pembimbing I yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dimulai
dari perencanaan judul sampai skripsi ini selesai.
6. dr. Jacky Tuamelly, Sp.B(K), Trauma, FICS, FINACS selaku penguji I,
dr. Ivanmorl Ruspanah selaku penguji II dan dr. Vebiyanti, M.Sc selaku
penguji III, yang telah bersedia menjadi penguji dan memberikan masukan
serta saran guna kelengkapan dari skripsi ini.
7. Direktur, kepala instalasi rekam medis serta kepala ruang paviliun, ruang
Cendrawasih, ruang rawat inap interna pria, ruang rawat inap interna wanita
RSUD Dr. M. Haulussy Ambon serta segala pihak yang sudah membantu
penulis dalam proses penelitian.
8. dr. Inggrid A. Hutagalung, Sp.PK., M.Kes selaku pembimbing akademik
yang senantiasa membimbing dan memberi dukungan bagi penulis.
9. Dra. Fatma Haitami selaku kepala tata usaha dan staf yang telah membantu
seluruh pengurusan administrasi dari awal kuliah sampai skripsi ini selesai.
10. Ayahanda Drs. Sabtu Namadullah, M.Pd dan Ibunda Maimuna Muin orang
tua tercinta yang telah membesarkan, mendidik, dan selalu memberikan
dukungan baik moril maupun materiil serta doa yang tak putus-putusnya
untuk penulis menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Kedokteran, terima
kasih yang sedalam-dalamnya atas perhatian kasih sayang dan kebanggaan
yang selama ini telah diberikan.
-
vi
11. Adik-adik tersayang Razan Ibnu Syam Namadullah dan Nur Nyai Shabrina
Putri Namadullah yang telah memberikan dukungan dan bantuan bagi
penulis untuk tetap berusaha menyelesaikan perkuliahan di Fakultas
Kedokteran.
12. Suami tercinta Abdul Kadir Tuanany dan anakku Qabil Umar Ar Rizky
Tuanany yang selalu setia berdoa dan memberikan dorongan moral yang
sangat besar bagi penulis.
13. Keluarga Besar Namadullah Muin yang selalu memberikan dukungan dan
bantuan kepada penulis selama kuliah di Fakultas Kedokteran.
14. Rekan-rekan seangkatan (PIAMATER. 2010) atas kebersamaan,
kekompakan, bantuan, dukungan yang telah diberikan. Semoga kita semua
menjadi orang yang berguna kedepannya.
15. Teman-teman terbaik GONAGONA (meli, nunu, mila, rosida, oji, ida,
nuning, wina, ninik, sekar, widy) yang selalu semangat dan saling
mendukung dalam berbagai aktifitas selama kuliah.
16. Kepada senior angkatan 2008 dan 2009 yang selama ini memberikan
semangat, dukungan dan berbagi ilmu serta pengalaman selama menyusun
proposal, melakukan penelitian hingga selesainya skripsi ini.
17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah
memberikan bantuan saran, semangat dan doa dalam menyelesaikan skripsi
ini.
-
vii
Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca agar penulis dapat menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang mempergunakannya terutama dalam
bidang ilmu pengetahuan.
Ambon, 15 Juni 2015
Penulis
-
viii
KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS DENGAN
ULKUS DIABETIK DI RSUD DR. M. HAULUSSY
TAHUN 2011-2013
ABSTRAK
Diabetes Mellitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang serius karena
berkaitan dengan tingginya kejadian mobiditas, mortalitas, disabilitas dan
penurunan produktifitas. International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan
jumlah penderita DM di Indonesia akan terus bertambah mencapai 11,8 juta pada
tahun 2030. DM menyebabkan berbagai macam komplikasi penyakit, salah
satunya ulkus diabetik. Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi menahun
(kronis) dari DM. Menurut beberapa penelitian, pasien yang telah menderita DM
selama lebih dari 8 tahun sangat rentan terhadap komplikasi ulkus diabetik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana karakteristik penderita
diabetes mellitus dengan ulkus diabetik di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon tahun
2011-2013. Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif menggunakan data
sekunder bersumber dari rekam medis penderita diabetes mellitus dengan ulkus
diabetik di RSUD Dr. M. Haulussy tahun 2011-2013 sebanyak 52 sampel. Teknik
pengambilan sampel adalah total sampling. Dalam penelitian ini didapatkan
prevalensi penderita DM dengan ulkus diabetik di RSUD Dr. M Haulussy pada
tahun 2011 adalah 0,10%, pada tahun 2012 adalah 0,09% dan pada tahun 2013
adalah 0,14%. Penderita DM dengan ulkus diabetik dominan pada kelompok usia
> 60 tahun (48%), jenis kelamin terbanyak perempuan (52%), telah menderita
DM 11-15 tahun (46%), suku Maluku (71%), memiliki riwayat keluarga dengan
DM (54%), kadar glukosa darah puasa yang tertinggi 126 mg/dL (77%), derajat
ulkus terbanyak adalah grade 3 (38%) dan lokasi ulkus terbanyak pada jari-jari
kaki (42%).
Kata kunci: ulkus diabetik, Diabetes Mellitus (DM), RSUD Dr. M. Haulussy.
-
ix
CHARACTERISTICS OF DIABETES MELLITUS PATIENTS WITH
DIABETIC ULCERS IN DR. M.HAULUSSY HOSPITAL AMBON
PERIOD 2011-2013
ABSTRACT
Diabetes Mellitus (DM) is a serious public health problem because it was
associated with a high incidence of morbidity, mortality, disability and decreased
productivity. International Diabetes Federation (IDF) estimates the number of
patients with DM in Indonesia will continue to grow reaching 11.8 million in
2030. Diabetes Mellitus has many complications of the disease, one of which
diabetic ulcers. Diabetic ulcers is one of the chronic complications of DM.
According to some studies, patients who had suffered from diabetes for more than
8 years are particularly vulnerable to complications of diabetic ulcers. This study
aimed to know the characteristic of diabetes mellitus patients with diabetic ulcers
in dr. M. Haulussy Hospital Ambon period 2011-2013. This study used
descriptive retrospective method based on secondary data from medical record of
diabetes mellitus patients with diabetic ulcers in Dr. M. Haulussy Hospital
Ambon period 2011-2013 much as 52 samples. Samples in this study were taken
using total sampling. The result of this study shows that prevalence rate of
diabetes mellitus with diabetic ulcers patients in Dr. M. Haulussy Hospital Ambon
in 2011 is 0,10%, in 2012 is 0,09% and in 2013 is 0.14%. DM patients with
diabetic ulcers are dominant the age group > 60 years (48%), most female (52%),
contracting diabetes mellitus for 11-15 years (46%), Maluku tribes (71%), had a
family history of DM (54%), with highest fasting blood glucose levels 126
mg/dL (77%), the highest degree of ulcers was grade 3 (38%) and the location of
most ulcers are on the toes (42%).
Keywords: diabetic ulcers, Diabetes Mellitus (DM), Dr. M. Haulussy Hospital.
-
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
TANDA PENGESAHAN ................................................................................ ii
SURAT PERNYATAAN................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
ABSTRACT ....................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 5 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6 1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diabetes Mellitus 2.1.1 Definisi ..................................................................................... 9
2.1.2 Epidemiologi ............................................................................ 9
2.1.3 Etiologi ..................................................................................... 10
2.1.4 Faktor Risiko ............................................................................ 11
2.1.5 Klasifikasi ................................................................................. 15
2.1.6 Patofisiologi .............................................................................. 16
2.1.7 Manifestasi Klinis ..................................................................... 17
2.1.8 Diagnosis .................................................................................. 18
2.1.9 Penatalaksanaan ........................................................................ 19
2.1.10 Komplikasi ............................................................................... 24
2.2. Ulkus Diabetik 2.2.1 Definisi ..................................................................................... 26
2.2.2 Epidemiologi ............................................................................ 27
2.2.4 Faktor Risiko ............................................................................ 27
2.2.5 Klasifikasi ................................................................................. 31
2.2.6 Patofisiologi .............................................................................. 32
2.2.7 Manifestasi Klinis ..................................................................... 35
2.2.8 Diagnosis .................................................................................. 35
2.2.9 Penatalaksanaan ........................................................................ 36
2.3. Kerangka Teori ....................................................................................... 45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian ................................................................................... 46 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 46 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................. 46 3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................................. 47
-
xi
3.5. Kerangka Konsep ............................................................................... 48 3.6. Variabel Penelitian ............................................................................... 48 3.7. Definisi Operasional ............................................................................... 49 3.8. Manajemen Data Penelitian .................................................................... 50 3.9. Alur Penelitian ........................................................................................ 51 3.10. Etika Penelitian ....................................................................................... 52 3.11. Jadwal Penelitian .................................................................................... 52 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian ....................................................................................... 53 4.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ...................................................... 53
4.1.2. Analisis Deskriptif .................................................................... 54
4.2. Pembahasan ............................................................................................ 63 4.3. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 72 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 73 5.2. Saran .................................................................................................... 74 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 76
LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
-
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Klasifikasi nilai IMT (Indeks Massa Tubuh) .................................. .. 14
Tabel 2.2. Klasifikasi Diabetes Mellitus .. ............................... 16
Tabel 2.3. Etiologi, Klasifikasi dan Manifestasi Klinis
Diabetes Mellitus ............................................................................ 18
Tabel 2.4. Kategori diagnostik GPT, TGT & DM ........................................... 19
Tabel 2.5. Gambaran Klinis 5 P pada Ulkus Diabetik .................................... 35
Tabel 2.6. Kriteria pengendalian Diabetes Mellitus
untuk mencegah komplikasi kronik ................................................ 36
Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian ...................................................... 49
Tabel 3.2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... ................................ 52
Tabel 4.1. Prevalensi penderita diabetes mellitus dengan ulkus diabetik
di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon tahun 2011-2013..................... 54
Tabel 4.2. Pola distribusi penderita diabetes mellitus dengan ulkus diabetik
berdasarkan karakteristik umur di RSUD Dr. M. Haulussy
Ambon tahun 2011-2013 ............................................................... 56
Tabel 4.3. Pola distribusi penderita diabetes mellitus dengan ulkus diabetik
berdasarkan karakteristik jenis kelamin di RSUD
Dr. M. Haulussy Ambon tahun 2011-2013 .................................... 57
Tabel 4.4. Pola distribusi penderita diabetes mellitus dengan ulkus diabetik
berdasarkan karakteristik lama menderita DM di RSUD
Dr. M. Haulussy Ambon tahun 2011-2013 .................................... 58
Tabel 4.5. Pola distribusi penderita diabetes mellitus dengan ulkus diabetik
berdasarkan karakteristik suku di RSUD Dr. M. Haulussy
Ambon tahun 2011-2013 ............................................................... 59
Tabel 4.6. Pola distribusi penderita diabetes mellitus dengan ulkus diabetik
berdasarkan karakteristik riwayat keluarga dengan DM di
RSUD Dr. M. Haulussy Ambon tahun 2011-2013 ........................ 60
Tabel 4.7. Pola distribusi penderita diabetes mellitus dengan ulkus diabetik
berdasarkan karakteristik kadar glukosa darah puasa di
RSUD Dr. M. Haulussy Ambon tahun 2011-2013 ........................ 60
Tabel 4.8. Pola distribusi penderita diabetes mellitus dengan ulkus diabetik
berdasarkan karakteristik derajat ulkus di RSUD
Dr. M. Haulussy Ambon tahun 2011-2013 .................................... 62
Tabel 4.9. Pola distribusi penderita diabetes mellitus dengan ulkus diabetik
berdasarkan karakteristik lokasi ulkus di RSUD
Dr. M. Haulussy Ambon tahun 2011-2013 .................................... 62
-
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Grafik perkiraan jumlah penderita
Diabetes pada negara berkembang tahun 2030 ........................... 10
Gambar 2.2. Ulkus Diabetik............................................................................. 26
Gambar 2.3. Bagan patofisiologi Ulkus Diabetik ............................................ 34
Gambar 2.4. Algoritma Penatalaksanaan Luka (1) .......................................... 43
Gambar 2.5. Algoritma Penatalaksanaan Luka (2) .......................................... 44
Gambar 2.6. Kerangka Teori ............................................................................ 45
Gambar 3.1. Rumus deskriptif kategorik ......................................................... 47
Gambar 3.2. Kerangka Konsep ........................................................................ 48
Gambar 3.3. Kerangka Alur Penelitian ............................................................ 51
Gambar 4.1. Prevalensi penderita diabetes mellitus dengan ulkus diabetik
di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon tahun 2011-2013 ................. 55
Gambar 4.2. Pola distribusi penderita diabetes mellitus dengan
ulkus diabetik berdasarkan karakteristik jenis kelamin
di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon tahun 2011-2013 ................. 57
Gambar 4.3. Pola distribusi penderita diabetes mellitus dengan
ulkus diabetik berdasarkan karakteristik lama menderita DM
di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon tahun 2011-2013 ................. 58
Gambar 4.4. Pola distribusi penderita diabetes mellitus dengan
ulkus diabetik berdasarkan karakteristik suku di
RSUD Dr. M. Haulussy Ambon tahun 2011-2013 ..................... 59
Gambar 4.5. Pola distribusi penderita diabetes mellitus dengan
ulkus diabetik berdasarkan karakteristik kadar glukosa
darah puasa di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon
tahun 2011-2013 ......................................................................... 61
Gambar 4.6. Pola distribusi penderita diabetes mellitus dengan
ulkus diabetik berdasarkan karakteristik lokasi ulkus
di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon tahun 2011-2013 ................. 63
-
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Rekomendasi Persetujuan Etik
Lampiran 2. Surat Permohonan untuk Penelitian
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian
Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Meneliti
Lampiran 5. Surat Pengembalian Penelitian
Lampiran 6. Data Penelitian
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem Kesehatan Nasional menyatakan bahwa segala upaya dalam
pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai derajat kesehatan
yang lebih tinggi yang memungkinkan orang hidup lebih produktif baik sosial
maupun ekonomi.1 Dengan meningkatnya status sosial dan ekonomi, pelayanan
kesehatan masyarakat, perubahan gaya hidup, bertambahnya umur harapan hidup,
maka Indonesia mengalami pergeseran pola penyakit dari penyakit menular
menjadi penyakit tidak menular, hal ini di kenal dengan transisi epidemiologi.2
Kecenderungan meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular salah satunya
adalah diabetes mellitus (DM).2
Jumlah penderita DM di dunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan,
hal ini berkaitan dengan urbanisasi yang merubah pola hidup tradisional ke pola
hidup modern, prevalensi obesitas meningkat dan kegiatan fisik kurang. Diabetes
mellitus perlu diamati karena sifat penyakit yang kronik progresif, jumlah
penderita semakin meningkat dan banyak dampak negatif yang ditimbulkan.3
Menurut survei yang dilakukan oleh International Diabetes Federation (IDF)
pada tahun 2012 penderita DM sebanyak 371 juta jiwa dengan 50% penderita
diabetes berusia 20-79 tahun yang tidak terdiagnosis dan 4,8 juta penderita
diabetes yang meninggal dunia. Di Eropa terdapat penderita diabetes mellitus
sebanyak 55 juta jiwa, dan 21,2 juta jiwa diantaranya bahkan tidak mengetahui
-
2
bahwa mereka mengidap DM. Berdasarkan data dari IDF, jumlah penderita DM di
Indonesia pada tahun 2011 mencapai 7,3 juta orang. Indonesia menempati urutan
ketujuh setelah Cina, India, Amerika Serikat, Brasil, Rusia dan Meksiko dengan
jumlah penderita 7,6 juta orang dengan 4 ribu kasus yang tidak terdiagnosis dan
angka kematian yang mencapai 155 ribu jiwa pada tahun 2012. Diprediksikan
jumlah penderita DM di Indonesia akan terus bertambah mencapai 11,8 juta pada
tahun 2030.4
Di Indonesia berdasarkan penelitian epidemiologis didapatkan prevalensi
DM sebesar 1,5 2,3% pada penduduk yang usia lebih 15 tahun, bahkan di daerah
urban prevalensi DM sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2%.3
Prevalensi
tersebut meningkat 2-3 kali dibandingkan dengan negara maju, sehingga diabetes
mellitus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius.5
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 20136, penderita DM di
Indonesia berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 1,5% dan
diabetes mellitus terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1%. Angka kejadian
diabetes mellitus yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta
2,6%, DKI Jakarta 2,5%, Sulawesi Utara 2,4% dan Kalimantan Timur 2,3%,
sedangkan diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di
Sulawesi Tengah 3,7%, Sulawesi Utara 3,6%, Sulawesi Selatan 3,4% dan Nusa
Tenggara Timur 3,3%. Dilihat dari kecenderungan penyakit tidak menular (PTM)
yaitu diabetes mellitus dari tahun 2007 ke tahun 2013, angka kejadian diabetes
mellitus pada tahun 2013 adalah 2,1% lebih tinggi dibanding tahun 2007 1,1 %.
Dua provinsi, yaitu Papua Barat dan Nusa Tenggara Barat terlihat ada
-
3
kecenderungan menurun, 31 provinsi lainnya menunjukkan kenaikan penderita
diabetes mellitus yang cukup berarti seperti Maluku 0,5% menjadi 2,1%, Sulawesi
Selatan 0,8% menjadi 3,4%, dan Nusa Tenggara Timur 1,2% menjadi 3,3%.6
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Maluku menyebutkan jumlah kasus
diabetes mellitus pada tahun 2012 di Maluku Tenggara terdapat 159 kasus dan di
Maluku Barat Daya terdapat 26 kasus.7 Di kota Ambon terdapat 69 kasus pada
tahun 2011. Diabetes mellitus merupakan penyebab kematian nomor tiga di kota
Ambon setelah penyakit serebrovaskular dan penyakit jantung iskemik.8
Berdasarkan data dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. M. Haulussy
Ambon tercatat penderita DM pada tahun 2010 sebanyak 238 orang dengan angka
kematian 28 orang, tahun 2011 sebanyak 240 orang dengan angka kematian 26
orang dan tahun 2012 sebanyak 342 orang dengan angka kematian 57 orang.9
Peningkatan penyakit DM yang cepat dan komplikasi DM berupa
komplikasi akut maupun kronis menyebabkan morbiditas yang mengganggu
kualitas hidup bahkan dapat menyebabkan kematian10
. Komplikasi DM yang
muncul secara akut atau timbul secara mendadak seperti hipoglikemia dan
ketoasidosis diabetik. Sedangkan komplikasi kronis (menahun) DM seperti
neuropati, penyakit jantung koroner, ulkus diabetik, retinopati, dan nefropati.10
Diabetes mellitus dibandingkan dengan penderita non diabetes mellitus
mempunyai kecenderungan 2 kali lebih mudah mengalami trombosis serebral, 25
kali terjadi buta, 2 kali terjadi penyakit jantung koroner, 17 kali terjadi gagal
ginjal kronik, dan 50 kali menderita ulkus diabetik.11
-
4
Ulkus diabetik adalah salah satu komplikasi menahun (kronis) DM yang
merupakan penyebab utama kecacatan dan kematian pada orang dewasa.11
Ulkus
diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan adanya
makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati.11
Ulkus
diabetik mudah berkembang menjadi infeksi karena masuknya kuman atau bakteri
dan adanya gula darah yang tinggi menjadi tempat yang strategis untuk
pertumbuhan kuman.12
Prevalensi penderita ulkus diabetik di Amerika Serikat adalah 15-20%,
dengan risiko amputasi 15-46 kali lebih tinggi dibandingkan dengan penderita non
diabetes mellitus.13
Prevalensi penderita ulkus diabetik di Indonesia sebesar 15%
dari penderita diabetes mellitus dengan risiko tertinggi pada perempuan yang
berusia lanjut ( 60 tahun).12,14
Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi,
masing-masing sebesar 32,5% dan 23,5%.14
Prognosis penderita diabetes mellitus
paska amputasi masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam
setahun paska amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun paska
amputasi.12
Menurut Penelitian Zahtamal15
, angka terjadinya ulkus diabetik pada pasien
DM lebih banyak terjadi pada pasien diabetes melitus tipe 2 dan mayoritas berusia
lanjut. Proses penuaan secara degeneratif berdampak pada perubahan secara
keseluruhan, dengan adanya proses penuaan disertai kondisi penyakit. Penderita
DM harus lebih memperhatikan kesehatannya untuk mencegah terjadinya
komplikasi. Lamanya diabetes melitus 8 tahun, adanya deformitas kaki karena
kadar glukosa darah yang tidak terkontrol dan adanya gangguan penglihatan
-
5
mempengaruhi penatalaksanaan dalam pencegahan terjadinya ulkus seperti
sulitnya melakukan perawatan kaki atau inspeksi kaki. Penderita DM dengan
riwayat ulkus sebelumnya berisiko terjadinya ulkus berulang. Hal tersebut dapat
disebabkan karena banyaknya penderita DM yang mengatakan tidak paham dalam
melakukan pencegahan terhadap terjadinya ulkus berulang.15
Data dari RSUD dr. M. Haulussy Ambon menyebutkan jumlah kasus
diabetes mellitus pada tahun 2010 terdapat 238 kasus dan pada tahun 2011
terdapat 240 kasus, diantaranya menderita ulkus diabetik pada tahun 2010
sebanyak 24 penderita dan pada tahun 2011 sebanyak 16 penderita.9
Berdasarkan uraian di atas, serta mengingat banyaknya komplikasi yang
dapat menyebabkan diabetes mellitus dan melihat tendensi kenaikan angka
kejadian diabetes mellitus secara global dan komplikasi yang ditimbulkan akibat
diabetes mellitus salah satunya ulkus diabetik, maka perlu dilakukan suatu
penelitian tentang karakteristik penderita diabetes mellitus dengan ulkus diabetik
di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat diidentifikasi
permasalahan berikut: bagaimana karakteristik penderita diabetes mellitus dengan
ulkus diabetik di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon pada tahun 2011-2013 ?
-
6
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita diabetes
mellitus dengan ulkus diabetik di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon pada tahun
2011-2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui prevalensi Penderita Diabetes Mellitus dengan Ulkus
Diabetik di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon pada tahun 2011-2013.
2) Untuk mengetahui karakteristik Penderita Diabetes Mellitus dengan Ulkus
Diabetik di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon pada tahun 2011-2013
berdasarkan usia.
3) Untuk mengetahui karakteristik Penderita Diabetes Mellitus dengan Ulkus
Diabetik di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon pada tahun 2011-2013
berdasarkan jenis kelamin.
4) Untuk mengetahui karakteristik Penderita Diabetes Mellitus dengan Ulkus
Diabetik di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon pada tahun 2011-2013
berdasarkan lamanya menderita DM.
5) Untuk mengetahui karakteristik Penderita Diabetes Mellitus dengan Ulkus
Diabetik di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon pada tahun 2011-2013
berdasarkan suku.
6) Untuk mengetahui karakteristik Penderita Diabetes Mellitus dengan Ulkus
Diabetik di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon pada tahun 2011-2013
berdasarkan riwayat keluarga dengan DM.
-
7
7) Untuk mengetahui karakteristik Penderita Diabetes Mellitus dengan Ulkus
Diabetik di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon pada tahun 2011-2013
berdasarkan kadar glukosa darah puasa.
8) Untuk mengetahui karakteristik Penderita Diabetes Mellitus dengan Ulkus
Diabetik di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon pada tahun 2011-2013
berdasarkan derajat ulkus.
9) Untuk mengetahui karakteristik Penderita Diabetes Mellitus dengan Ulkus
Diabetik di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon pada tahun 2011-2013
berdasarkan lokasi ulkus.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi atau masukan dalam
meningkatkan pelayanan Rumah Sakit khususnya pada penderita Diabetes
mellitus dengan Ulkus Diabetik yang mempunyai fatalitas kasus yang
tinggi.
1.4.2 Sebagai bahan referensi bagi perpustakaan Fakultas Kedokteran
Universitas Pattimura Ambon dan sebagai media pembelajaran dan dapat
mengaplikasikannya dalam ilmu pendidikan terkait.
1.4.3 Dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu kesehatan, khususnya ilmu
epidemiologi dan sebagai sumber informasi untuk melakukan penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian yang telah dilakukan
penulis sekaligus mengembangkan kemampuan di bidang penelitian serta
mengasah kemampuan analisis penelitian.
-
8
1.4.4 Dapat memberikan pembelajaran untuk meningkatkan wawasan,
pengetahuan dan pengembangan diri peneliti di bidang penelitian dan
sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan di
Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon.
-
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Mellitus
2.1.1 Definisi
Diabetes mellitus adalah kelainan yang ditandai dengan kadar glukosa
darah yang melebihi normal (hiperglikemia) dan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin
secara relatif maupun absolut, apabila dibiarkan tidak terkendali dapat terjadinya
komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang yaitu
mikroangiopati dan makroangiopati.16,17
2.1.2 Epidemiologi
Diabetes mellitus adalah satu di antara penyakit tidak menular yang angka
kejadiannya akan terus meningkat dimasa depan.1 The International Diabetes
Federation (IDF) memprediksi bahwa jumlah penyandang diabetes akan
meningkat dari 366 juta pada tahun 2011 menjadi 552 juta pada tahun 2030.4
IDF mencatat pada tahun 2012 penderita diabetes mellitus dunia sebanyak
371 juta jiwa. Di Indonesia, prevalensi diabetes mellitus mencapai 5,1% dengan
jumlah penderita sebanyak 7,3 juta orang pada tahun 2011.4 Menurut hasil
penelitian antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok didapatkan prevalensi
diabetes mellitus tipe II sebesar 14,7%, ini merupakan suatu angka yang tinggi.1
Demikian juga di Makassar, prevalensi diabetes mellitus tahun 2005 mencapai
-
10
12,5%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wild et al17
, Indonesia
menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia
setelah India, Cina dan Amerika Serikat dengan jumlah penderita diabetes
mellitus sebanyak 21,3 juta orang pada tahun 2030. Masih dengan penelitian yang
sama, bahwa di negara-negara berkembang mayoritas penderita diabetes berada
pada rentang usia 45-64 tahun. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut.
Gambar. 2.1 Grafik perkiraan jumlah penderita diabetes pada negara berkembang tahun
2030.
Sumber: Wild S, Roglic G, Green A: Global burden of diabetes, 20002030: prevalence,
numerical estimates, and projections. Diabetes Care 21:14141431, 2004.
2.1.3 Etiologi
Diabetes mellitus diklasifikasikan berdasarkan etiologinya yaitu diabetes
mellitus tipe I dan diabetes mellitus tipe II. DM tipe I merupakan diabetes mellitus
yang tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus), sedangkan DM
tipe II merupakan diabetes mellitus yang tidak tergantung dengan insulin (Non
Insulin Dependent Diabetes Mellitus).19
-
11
DM tipe I yang dikenal dengan nama insulin dependent diabetes mellitus
(IDDM) atau diabetes mellitus yang tergantung insulin merupakan suatu penyakit
akibat ketiadaan insulin absolut.20
Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta
pankreas karena mekanisme autoimun. DM tipe I biasanya dijumpai pada individu
yang tidak gemuk, berusia kurang dari 30 tahun akan tetapi diabetes tipe I dapat
ditemukan pada semua kelompok usia.21
DM tipe II atau non insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) atau
diabetes mellitus yang tergantung insulin merupakan hiperglikemia yang
disebabkan resistensi insulin disertai penurunan kadar insulin yang disekresi.22
Hal ini dikarenakan pankreas tetap menghasilkan insulin, akan tetapi kadang
kadarnya lebih tinggi dari normal. Namun tubuh tetap membentuk kekebalan
terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif. Sebelumnya DM
tipe II disebut sebagai diabetes dengan onset dewasa dan sekitar 90% dari
penderita diabetes dunia mengalaminya. Sebagian besar penderita DM tipe II
memiliki berat badan berlebih atau obesitas, obesitas itu sendiri menyebabkan
beberapa derajat resistensi insulin. Obesitas terjadi karena disposisi genetik,
asupan makanan yang terlalu banyak dan aktifitas fisik yang terlalu sedikit.21,23
2.1.4 Faktor Risiko
Ada beberapa faktor risiko diabetes mellitus yang tidak dapat dimodifikasi
dan yang dapat dimodifikasi, yaitu:
1) Faktor risiko DM yang tidak dapat dimodifikasi
-
12
a. Ras/etnik
Beberapa golongan etnik mempunyai semacam proteksi terhadap efek buruk
pengaruh barat, antara lain bangsa Melanesia dan Eskimo. Di Samudera Pasifik,
diabetes mellitus sangat jarang terdapat pada orang Polinesia yang masih dengan
gaya hidup tradisional, beda dengan daerah urban seperti Mikronesia, Guam,
Nauru dan negara-negara Polinesia seperti Tonga, Hawai, Tahiti dengan jumlah
pasien diabetes sangat tinggi.1
b. Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pengaruhnya
terhadap prevalensi diabetes melitus. Diabetes mellitus dapat terjadi pada semua
kelompok umur, terutama diatas 40 tahun karena resiko DM akan meningkat
dengan bertambahnya usia. DM tipe I biasanya terjadi pada usia muda yaitu pada
usia < 40 tahun sedangkan DM tipe II biasa terjadi pada usia 40 tahun.24
c. Jenis kelamin
Pada diabetes mellitus seorang pria muda sedikit lebih banyak dibanding
wanita, walaupun pada usia pertengahan wanita sering terkena. Kehamilan
menambah kemungkinan berkembangnya diabetes mellitus.16
d. Riwayat keluarga dengan DM
DM tipe II merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen genetik
yang akan mempercepat fenotipe diabetes, riwayat penyakit untuk timbulnya DM
tipe II terjadi interaksi antara predisposisi genetik dan lingkungan. Pada penelitian
yang dilakukan oleh The framingham of spring study diabetes, risiko DM tipe 2
-
13
yaitu 3,5 kali lebih tinggi pada keturunan salah satu orang tua diabetes, dan 6 kali
lebih tinggi pada keturunan yang kedua orang tua menderita diabetes.25
e. Riwayat pernah menderita diabetes mellitus gestasional (DMG)
Diabetes Mellitus Gestational (DMG) adalah suatu bentuk diabetes yang
berkembang pada beberapa wanita selama kehamilan. DMG terjadi karena
kelenjar pankreas tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup untuk
mengontrol gula darah (glukosa) wanita hamil tersebut pada tingkat yang aman
bagi dirinya maupun janin yang dikandungnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan darah yang menunjukkan wanita hamil tersebut mempunyai kadar
gula yang tinggi dalam darahnya dimana ia tidak pernah menderita diabetes
sebelum kehamilannya, DMG berbeda dengan diabetes lainnya dimana gejala
penyakit ini akan menghilang setelah bayi lahir. Di Indonesia insiden DMG
sekitar 1-14% dan sekitar 56,6% wanita yang pernah mengalami DMG pada
pengamatan lanjut pasca persalinan akan mengidap diabetes mellitus atau
gangguan toleransi glukosa.26
2) Faktor risiko DM yang dapat dimodifikasi
a. Obesitas
Risiko DM tipe II meningkat dengan obesitas yang diukur dengan indeks
massa tubuh (IMT) baik pada pria maupun wanita.24
Obesitas menunjukkan
adanya penumpukan lemak yang berlebihan di dalam tubuh, ditandai dengan
peningkatan nilai masa indeks tubuh diatas normal, orang yang mengalami
penumpukan lemak yang lebih banyak dalam jangka waktu yang lama akan
menjadi risiko tinggi DM.27
-
14
Tabel 2.1 Klasifikasi Nilai IMT (Indeks Massa Tubuh)
Sumber: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan
dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Perkeni. 2011.
b. Kurangnya aktivitas fisik
Olahraga juga berperan dalam kontrol kadar gula darah. Otot yang
berkontraksi atau aktif kurang memerlukan insulin untuk memasukan glukosa ke
dalam sel karena otot yang aktif lebih sensitif terhadap insulin sehingga kadar
glukosa darah menjadi turun. Untuk kedua tipe diabetes melitus, olahraga terbukti
dapat meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel sehingga glukosa darah turun.28
Penelitian yang dilakukan di USA selama 5 tahun menemukan bahwa kasus
DM tipe II lebih tinggi pada kelompok yang melakukan aktivitas fisik kurang dari
1 kali per minggu dibanding dengan kelompok yang melakukan olahraga 5 kali
seminggu. Penelitian lain yang dilakukan selama 8 tahun pada 87.535 perawat
wanita yang melakukan olahraga ditemukan penurunan risiko penyakit DM tipe II
sebesar 33%.29
c. Hipertensi
Terjadinya hipertensi pada penderita DM dikaitkan dan hampir sama proses
terjadi keduanya yaitu melalui suatu keadaan yang disebut sindroma metabolik.
Satu penelitian memperoleh hasil dimana dari 427 pasien hipertensi yang diteliti,
46 persen diantaranya adalah pasien DM, pasien cenderung berusia lebih tua,
IMT (kg/m2) Kategori
-
15
indeks massa tubuh yang lebih tinggi dan cenderung akan mengalami komplikasi
kardiovaskular dan gagal ginjal.27
d. Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
Dislipidemia yaitu gangguan metabolisme lipid berupa peningkatan kadar
kolesterol total, trigliserida (TG), low density lipoprotein (LDL) dan penurunan
kadar high density lipoprotein (HDL). Gambaran dislipidemia pada DM tipe II
yang paling sering ditemukan adalah peningkatan kadar TG dan penurunan kadar
HDL. Walaupun kadar LDL tidak selalu meningkat, tetapi partikel LDL akan
mengalami penyesuaian perubahan (modifikasi) menjadi bentuk kecil dan padat
yang bersifat aterogenik.30
2.1.5 Klasifikasi
Berdasarkan beberapa kepustakaan,22,31,38
DM diklasifikasikan atas empat
kategori utama, yaitu:
1) Diabetes mellitus tipe I, merupakan kondisi dimana ketiadaan insulin absolut.
2) Diabetes mellitus tipe II, merupakan suatu keadaan resistensi insulin disertai
penurunan kadar insulin yang disekresi.
3) Diabetes mellitus tipe III, merupakan tipe spesifik lainnya yang dapat
disebabkan oleh defek genetik kerja insulin, neoplasma, defek akibat obat
atau bahan kimia dan sindrom genetik lainnya.
4) Diabetes mellitus tipe IV, merupakan diabetes mellitus gestasional yang
terjadi pada masa kehamilan akibat resistensi insulin.
-
16
Tabel 2.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Tipe Etiologi
Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut
Autoimun
Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi
insulin.
Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
DM Gestasional Peningkatan kebutuhan metabolik
Sumber: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes
mellitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Perkeni. 2011.
2.1.6 Patofisiologi
Diabetes disebabkan oleh kekurangan insulin yang bersifat absolut atau
relatif dan diantara beberapa akibatnya menyebabkan peningkatan konsentrasi
glukosa plasma. Insulin bekerja untuk menghasilkan cadangan energi. Insulin
meningkatkan ambilan asam amino dan glukosa, terutama di otot dan sel lemak.
Di hati dan otot insulin meningkatkan sintesis glikogen menghambat
pemecahannya, merangsang glikolisis dan menghambat glukoneogenesis dari
asam amino. Di hati insulin juga meningkatkan pembentukan trigliserida dan
lipoprotein serta pelepasan VLDL (very low density lipoprotein). Pada defisiensi
insulin akan terjadi hiperglikemia karena pengaruh insulin pada metabolisme
glukosa tidak ada.32
Apabila di dalam tubuh terjadi kekurangan insulin, maka dapat
mengakibatkan:
-
17
1. Menurunnya transport glukosa melalui membran sel, keadaan ini
mengakibatkan sel-sel kekurangan makanan sehingga meningkatkan
metabolisme lemak dalam tubuh. Manifestasi yang muncul adalah penderita
DM selalu merasa lapar atau nafsu makan meningkat yaitu polifagia.29
2. Menurunnya glikogenesis, dimana pembentukan glikogen dalam hati dan otot
terganggu.29
3. Meningkatnya pembentukan glikolisis dan glukoneogenesis, karena proses ini
disertai nafsu makan meningkat atau polifagia sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya hiperglikemia. Kadar gula darah tinggi mengakibatkan ginjal tidak
mampu lagi mengabsorbsi dan glukosa keluar bersama urin, keadaan ini yang
disebut glukosuria. Manifestasi yang muncul yaitu penderita sering berkemih
atau poliuria dan selalu merasa haus atau polidipsi.29,33
2.1.7 Manifestasi Klinis
Diabetes mellitus dapat menimbulkan berbagai gejala, antara lain poliuria
(peningkatan pengeluaran urin), polidipsi (peningkatan rasa haus), rasa lelah dan
kelemahan otot akibat katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian
besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi, polifagia (peningkatan rasa
lapar) dan sering terjadi penurunan berat badan. DM tipe I mungkin disertai mual
dan muntah yang parah.22,23,35
Selain gejala-gejala tersebut, individu dengan DM tipe II sering
memperlihatkan satu atau lebih gejala non-spesifik antara lain peningkatan angka
infeksi akibat peningkatan konsentrasi glukosa di sekresi mukus dan gangguan
-
18
fungsi imun, gangguan penglihatan, dan pada kasus yang lebih berat terjadi
kerusakan retina.22,23,35
Tabel 2.3 Etiologi, klasifikasi, dan manifestasi klinis diabetes mellitus
Tipe I:
Diabetes mellitus tergantung
insulin
Bisa terjadi pada semua umur, tetapi lebih sering pada usia muda (< 30 tahun).
Bertubuh kurus, dengan penurunan berat badan yang baru saja terjadi.
Penyebabnya mencakup faktor genetik, maupun imunologi atau lingkungan (misalnya virus)
Ditemukan antibodi sel pulau Langerhans. Sering memiliki antibodi terhadap insulin sekalipun belum
pernah mendapatkan terapi insulin.
Endokrin insulin sangat sedikit, bahkan tidak ada sedikitpun.
Cenderung mengalami ketosis.
Tipe II:
Diabetes mellitus tidak
tergantung insulin
Bisa terjadi di semua umur, biasanya diatas 30 tahun. Biasanya bertubuh gemuk pada saat terdiagnosis.
Penyebabnya biasa mencakup faktor obesitas, herediter atau lingkungan.
Tidak ada antibodi sel pulau Langerhans.
Terjadi resistensi insulin, atau penurunan sekresi insulin.
Pada penderita obesitas, dengan penurunan berat badan, kadar glukosa darah dapat terkendali.
Agen hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar glukosa darah bila modifikasi diet dan latihan tidak
berhasil.
Ketosis jarang terjadi, kecuali bila dalam keadaan stress atau menderita infeksi.
Tipe III:
Diabetes mellitus yang
berkaitan dengan keadaan atau
sindrom lain
Disertai dengan keadaan yang diketahui atau dicurigai dapat menyebabkan penyakit: pankreatitis, kelainan
hormonal, obat-obatan, seperti glukokortikoid dan
preparat yang mengandung estrogen menyandang
diabetes.
Bergantung pada kemampuan pankreas untuk menghasilkan insulin.
Tipe IV:
Diabetes mellitus gestasional Terjadi selama kehamilan, biasanya terjadi pada trimester
kedua atau ketiga.
Disebabkan oleh hormon yang disekresikan plasenta dan menghambat kerja insulin.
Diatasi dengan diet, dan insulin (jika diperlukan).
Terjadi pada sekitar 2-5% dari seluruh kehamilan.
Sumber: Meigs J, Couple LA, Wilson P. Parentral transmition of diabetes, The Framingham of
Spring Study Diabetes. 2000. 49: 2201-7.
2.1.8 Diagnosis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penderita DM. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila dari anamnesis ditemukan keluhan klasik DM berupa
-
19
poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya serta keluhan lain yang dapat berupa lemah badan,
kesemutan, gatal dan mata kabur.34,35
Menurut WHO, penegakan diagnosis diabetes mellitus berdasarkan
ditemukannya minimal dua diantara hal berikut:36
1) Gejala klasik diabetes dan ditambah dengan kadar glukosa plasma
sewaktu > 11,1 mmol/L
2) Glukosa plasma puasa > 7,0 mmol/L
3) Diabetes postprandial > 11,1 mmol/L (setelah pemberian glukosa oral
7,5 gram)
Pada tabel 2.4 berikut ini, dapat dilihat kategori diagnostik glukosa puasa
terganggu (GPT), toleransi glukosa terganggu (TGT) dan diabetes mellitus (DM).
Tabel 2.4 Kategori diagnostik GPT,TGT & DM
Sumber: Inzucchi SE, Sherwin RS. Type 2 diabetes mellitus. In: Goldman L, Ausiello D,
Elsevier S, editor. Cecil Medicine. 23rd
Edition. Philadelphia: Elsevier Inc. 2007.chap.248.
2.1.9 Penatalaksanaan
Modalitas pada penatalaksanaan diabetes mellitus terdiri dari: pertama,
terapi non farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan
pengaturan pola makan yang dikenal dengan terapi gizi medis, meningkatkan
aktivitas jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit
diabetes yang dilakukan secara terus menerus. Kedua, terapi farmakologis yang
meliputi pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin.37
Level Glukosa
Plasma Puasa
Hasil 2 jam (75-g) TTGO
< 140 mg/Dl 140-199 mg/dL 200 mg/Dl
< 100 mg/dL Normal TGT DM
100-125 mg/dL GPT TGT dan GPT DM
126 mg/dL DM DM DM
-
20
1) Terapi Gizi Medis
Terapi gizi medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes
secara total. Kunci keberhasilan terapi gizi medis adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan
pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai
dengan kebutuhan guna mencapai sasaran.16
TGM pada prinsipnya adalah
melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetisi dan
melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.37
Jumlah kalori yang disarankan untuk pasien diabetes bervariasi, bergantung
pada kebutuhan apakah untuk mempertahankan, menurunkan atau meningkatkan
berat tubuh. Sebagai contoh, pada pasien obesitas dapat ditentukan diet dengan
kalori yang dibatasi hingga berat badan pasien turun sampai ke kisaran optimal
untuk pasien tersebut. Sebaliknya, pada pasien muda dengan diabetes tipe I berat
badannya dapat menurun selama keadaan dekompensasi. Pasien ini harus
menerima kalori yang cukup untuk mengembalikan berat badan ke keadaan
semula dan untuk pertumbuhan.38
Untuk mencegah hiperglikemia postprandial dan glikosuria, pasien-pasien
diabetes tidak boleh makan karbohidrat berlebihan. Umumnya karbohidrat
merupakan 50% dari jumlah total kalori per hari yang diizinkan. Karbohidrat ini
harus dibagi rata sedemikian rupa sehingga apa yang dimakan oleh pasien sesuai
dengan kebutuhannya sepanjang hari.38
-
21
2) Edukasi
Diabetes mellitus tipe II umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan
perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes
memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan
mendampingi pasien menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi.16
3) Latihan Fisik
Latihan fisik mempermudah transport glukosa ke dalam sel dan
meningkatkan sensitifitas atau kepekaan terhadap insulin. Pada individu sehat,
pelepasan insulin menurun selama latihan fisik sehingga hipoglikemia dapat
dihindarkan. Namun, pasien yang mendapat suntikan insulin tidak mampu untuk
memakai cara ini dan peningkatan ambilan glukosa selama latihan fisik dapat
menimbulkan hipoglikemia. Dengan menyesuaikan waktu pasien dalam
melakukan latihan fisik, pasien mungkin dapat meningkatkan pengontrolan kadar
glukosa mereka.38
4) Terapi Farmakologis
a. Sulfonilurea
Merupakan golongan sekretagok insulin atau pemicu sekresi insulin. Obat ini
digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan diabetes dimulai,
terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada sekresi
-
22
insulin. Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel beta pankreas untuk
melepaskan insulin yang tersimpan, sehingga hanya bermanfaat pada pasien yang
masih mampu mensekresi insulin dan tidak dapat dipakai pada diabetes mellitus
tipe I.16
b. Glinid
Merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, perbedaannya
dengan sulfonilurea adalah pada masa kerjanya yang lebih pendek sehingga
digunakan sebagai obat prandial.39
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu
repaglinid (derivate asam benzoat) dan nateglinid (derivate fenilalanin).16
Obat ini
diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat
melalui hati sehingga diberikan dua sampai tiga kali sehari.39
c. Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk.16
Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, gagal jantung). Metformin
dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat
diberikan pada saat atau sesudah makan.16
d. Acarbose
Merupakan golongan penghambat alfa glukosidase. Obat ini memperlambat
pemecahan dan penyerapan karbohidrat kompleks dengan menghambat enzim alfa
-
23
glukosidase yang terdapat pada dinding enterosit yang terletak pada bagian
proksimal usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah
sesudah makan.39
Akarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek
samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.16
5) Terapi Insulin
Insulin diklasifikasikan sebagai insulin masa kerja pendek, masa kerja
sedang, atau masa kerja panjang, berdasarkan waktu yang digunakan untuk
mencapai efek penurunan glukosa plasma yang maksimal yaitu waktu untuk
meringankan efek yang terjadi setelah pemberian suntikan.38
Sebagian besar
penderita diabetes mellitus di Inggris diterapi menggunakan insulin manusia.
Insulin disuntikkan dan kecepatan absorbsinya dapat diperpanjang dengan cara
memperbesar ukuran partikel.40
Insulin masa kerja pendek mencapai kerja maksimal dalam waktu beberapa
menit hingga 6 jam setelah penyuntikan dan digunakan untuk mengontrol
hiperglikemia postprandial. Insulin masa kerja pendek juga digunakan untuk
pengobatan intravena pada penatalaksanaan pasien dengan ketoasidosis diabetik.38
Insulin masa kerja sedang mencapai kerja maksimal antara 6 hingga 8 jam
setelah penyuntikan dan digunakan untuk pengontrolan harian pasien dengan
diabetes. Insulin masa kerja panjang mencapai kadar puncaknya dalam waktu 14
hingga 20 jam setelah pemberian dan jarang digunakan untuk pemakaian rutin
pada pasien-pasien diabetes.38
-
24
Pengendalian glukosa darah pada pasien-pasien diabetes yang memerlukan
insulin dapat dicapai dengan pemberian insulin masa kerja sedang sebelum
sarapan dan makan malam dengan dosis yang lebih besar diberikan sebelum
sarapan. Insulin dengan masa kerja singkat sering dikombinasikan dengan insulin
masa kerja sedang untuk pengaturan fisiologis dari glukosa pada fase
postprandial, khususnya pada pasien DM tipe I.38
2.1.10 Komplikasi
Komplikasi-komplikasi pada diabetes mellitus dapat dibagi menjadi dua
yaitu :
1) Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi akut terdiri dari dua bentuk yaitu hipoglikemia dan
hiperglikemia. Hiperglikemia dapat berupa, Ketoasidosis Diabetik (KAD),
Hiperosmolar Non Ketotik (HNK) dan Asidosis Laktat (AL). Hipoglikemia yaitu
apabila kadar gula darah lebih rendah dari 60 mg % dan gejala yang muncul yaitu
palpitasi, takikardi, mual muntah, lemah, lapar dan dapat terjadi penurunan
kesadaran sampai koma. Hiperglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih dari
250 mg % dan gejala yang muncul yaitu poliuria, polidipsi, pernafasan kussmaul,
mual muntah, penurunan kesadaran sampai koma.41
KAD menempati peringkat pertama komplikasi akut disusul oleh
hipoglikemia. Komplikasi akut ini masih merupakan masalah utama karena angka
kematiannya cukup tinggi. Kematian akibat KAD pada penderita DM tahun 2003
di negara maju berkisar 9-10%. Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester
-
25
dikutip oleh Soewondo menunjukkan bahwa insidens KAD sebesar 8 per 1000
pasien Diabetes mellitus per tahun untuk semua kelompok umur. Hasil
pengamatan di Bagian Penyakit Dalam RSCM selama 5 bulan (Januari-Mei)
tahun 2002, terdapat 39 pasien KAD yang dirawat dengan angka kematian 15%.41
2) Komplikasi Metabolik Kronik
Komplikasi kronik pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di
seluruh bagian tubuh (Angiopati diabetik). Angiopati diabetik untuk memudahkan
dibagi menjadi dua yaitu: makroangiopati (makrovaskuler) dan mikroangiopati
(mikrovaskuler), yang tidak berarti bahwa satu sama lain saling terpisah dan tidak
terjadi sekaligus bersamaan.42
Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler
dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik) dan
saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot serta kulit. Dipandang dari sudut
histokimia, lesi-lesi ini ditandai dengan peningkatan penimbunan glikoprotein.
Selain itu, karena senyawa kimia dari membran dasar dapat berasal dari glukosa
maka hiperglikemia menyebabkan bertambahnya kecepatan pembentukan sel-sel
membran dasar.38
Makroangiopati mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis.
Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat
menjadi penyebab jenis penyakit vaskular ini. Pada akhirnya, makroangiopati
diabetik ini akan mengakibatkan penyumbatan vaskular. Jika mengenai arteri-
arteri perifer, maka dapat mengakibatkan insufisiensi vaskular perifer dan gangren
pada ekstremitas serta insufisiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena adalah
-
26
arteri koronaria dan aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark
miokardium.38
2.2 Ulkus Diabetik
2.2.1 Definisi
Ulkus diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes
mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya
kematian jaringan setempat.13
Luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya
komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati
yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan
dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun
anaerob.43,44
Gambar 2.2 Ulkus Diabetik
Sumber: Watkins PJ. ABC of Diabetes. Fifth edition. London: BMJ publishing. 2003.
-
27
Berdasarkan penelitian Stole45
, lokasi ulkus tersering adalah di permukaan
jari dorsal dan plantar (52%), daerah plantar (metatarsal dan tumit: 37%) dan
daerah dorsum (11%).
2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi penderita ulkus diabetik di Amerika Serikat adalah 15-20%,
dengan risiko amputasi 15-46 kali lebih tinggi dibandingkan dengan penderita non
diabetes mellitus.13
Prevalensi penderita ulkus diabetik di Indonesia sebesar 15%
dari penderita diabetes mellitus. Angka kematian dan angka amputasi masih
tinggi, masing-masing sebesar 32,5% dan 23,5%.14
Prognosis penderita diabetes
mellitus paska amputasi masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan meninggal
dalam setahun paska amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun paska
amputasi.12
2.2.3 Faktor Risiko
Faktor risiko terjadi ulkus diabetik pada penderita diabetes mellitus terdiri
atas faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi.
1) Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
a. Umur
Usia > 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetik karena pada usia
tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun akibat proses penuaan terjadi
-
28
penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh
terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal.46
b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin perempuan berisiko terhadap terjadinya ulkus diabetik. Hal
ini disebabkan karena adanya perubahan hormonal pada perempuan yang
memasuki masa menopause. Proses penuaan dapat mempengaruhi sensitivitas sel-
sel tubuh terhadap insulin dan dapat memperburuk kadar gula darah sehingga
dapat menyebabkan komplikasi diabetes dari waktu ke waktu.47
c. Lama menderita DM 10 tahun
Ulkus kaki diabetes terutama terjadi pada penderita diabetes mellitus yang
telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali
akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami
makroangiopati dan mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati
yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada
kaki penderita diabetes mellitus yang sering tidak dirasakan karena terjadinya
gangguan neuropati perifer.48
2) Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
a. Obesitas
Pada obesitas dengan IMT 23 kg/m2 (wanita) dan IMT 25 kg/m
2 (pria)
atau berat badan ideal yang berlebih akan sering terjadi resistensi insulin. Apabila
kadar insulin melebihi 10 U/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinemia yang
dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati sehingga
-
29
terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan
tungkai akan mudah terjadi ulkus/gangren sebagai bentuk dari kaki diabetes.49
b. Hipertensi
Hipertensi (Tekanan darah > 130/80 mmHg) pada penderita diabetes
mellitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya
aliran darah sehingga terjadi defisiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan
darah lebih dari 130/80 mmHg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada
endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati
melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi
sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya
ulkus.47
c. Kebiasaan merokok
Pada penderita diabetes mellitus yang merokok 12 batang per hari
mempunyai risiko 3 kali untuk menjadi ulkus kaki diabetes dibandingkan dengan
penderita diabetes mellitus yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akibat dari
nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan
endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya
terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance
lemak dalam darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis
berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis,
poplitea, dan tibialis juga akan menurun.47
-
30
d. Kurangnya aktivitas fisik
Aktivitas fisik sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah,
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin sehingga
akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali
maka akan mencegah komplikasi kronik diabetes mellitus. Olahraga rutin (lebih 3
kali dalam seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki metabolisme
karbohidrat, berpengaruh positif terhadap metabolisme lipid dan sumbangan
terhadap penurunan berat badan. Aktivitas fisik yang dilakukan termasuk senam
kaki. Senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat
otot - otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki (deformitas),
selain itu dapat meningkatkan kekuatan otot betis dan otot paha (Gastrocnemeus,
Hamstring, Quadriceps) dan juga mengatasi keterbatasan gerak sendi.49
e. Neuropati (sensorik, motorik, perifer)
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan
mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf
yang mengakibatkan degenerasi pada serabut saraf yang lebih lanjut akan terjadi
neuropati. Saraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik,
sehingga penderita dapat kehilangan indera perasa selain itu juga kelenjar keringat
menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robek. Neuropati perifer berupa
hilangnya sensasi rasa yang berisiko tinggi menjadi penyebab terjadinya lesi yang
kemudian berkembang menjadi ulkus diabetik.46
-
31
f. Ketidakpatuhan diet DM
Kepatuhan diet diabetes mellitus merupakan upaya yang sangat penting
dalam pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati
normal sehingga dapat mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus diabetik.
Kepatuhan diet penderita diabetes mellitus mempunyai fungsi yang sangat penting
yaitu mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik
dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid,
meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi
darah.47
2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi Ulkus diabetik pada penderita diabetes mellitus menurut
Wagner dikutip oleh Waspadji14
, terdiri dari 6 tingkatan yaitu dari 0-5 sebagai
berikut :
0. Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.
1. Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.
2. Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.
3. Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.
4. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari kaki,
bagian depan kaki atau tumit.
5. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.
-
32
2.2.5 Patofisiologi
Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang diabetes mellitus
adalah ulkus diabetik. Ulkus diabetik disebabkan adanya tiga faktor yang sering
disebut Trias diabetes mellitus yaitu : Iskemik, Neuropati, dan Infeksi.50
Pada penderita diabetes mellitus apabila kadar glukosa darah tidak
terkendali akan terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan
perubahan jaringan saraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa
sehingga mengakibatkan akson menghilang, penurunan kecepatan induksi,
parastesia, menurunnya refleks otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering
dan hilang rasa, apabila penderita diabetes tidak hati-hati dapat terjadi trauma
yang akan menjadi ulkus diabetik.38
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena
kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini
disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga
sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut
nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin
dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul
ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.10,12,51
Aterosklerosis merupakan kondisi dimana arteri menebal dan menyempit
karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri
di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah,
sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu
-
33
lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi
ulkus diabetik.43,52
Proses angiopati pada penderita diabetes mellitus berupa penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah perifer sering terjadi pada tungkai bawah terutama
kaki, akibatnya perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang
kemudian timbul ulkus diabetik.43
Pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkendali akan menyebabkan
penebalan tunika intima (hiperplasia membran basalis arteri) pada pembuluh
darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar
kapiler sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul nekrosis
jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetik.43,51
Eritrosit pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkendali akan
meningkatkan HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan
oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang
mengganggu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian
jaringan yang selanjutnya timbul ulkus diabetik.12,43,52
Penderita diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL (low
density lipoprotein), trigliserida plasma tinggi buruknya sirkulasi ke sebagian
besar jaringan akan menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang
reaksi peradangan yang akan merangsang terjadinya aterosklerosis. Inflamasi pada
dinding pembuluh darah akan terjadi penumpukan lemak pada lumen pembuluh
darah, konsentrasi HDL (high density lipoprotein) sebagai pembersih plak
biasanya rendah. Adanya faktor risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan
-
34
kerentanan terhadap aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu
sirkulasi jaringan menurun sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku
menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus
yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.12,43
Pada penderita ulkus diabetik 50% akan mengalami infeksi akibat adanya
glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan bakteri yang
subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus diabetik yaitu kuman aerobik
Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman anaerob yaitu Clostridium
perfringens, Clostridium novy, dan Clostridium septikum.11
Gambar 2.3 Bagan Patofisiologi Ulkus Diabetik dengan modifikasi
Sumber: Boulton AJ. The diabetic foot. Blackweel Publishing. 2002.
-
35
2.2.6 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala ulkus diabetik seperti sering kesemutan, nyeri kaki saat
istirahat, sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan (nekrosis), penurunan denyut
nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin, kuku
menebal dan kulit kering.43
Tabel 2.5 Gambaran Klinis 5 P pada ulkus diabetik
Sumber: Rachmat J, Tahalele P, dkk. Jantung, pembuluh darah, dan limf. Dalam:
Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta:
EGC. 2010.
2.2.7 Diagnosis
Diagnosis ulkus diabetik meliputi :
1) Pemeriksaan Fisik : inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus
pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa
berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun
atau hilang.14
2) Pemeriksaan Penunjang : X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium
untuk mengetahui apakah ulkus diabetik menjadi infeksi dan menentukan
kuman penyebabnya.43
No. Gambaran klinis pada ulkus diabetic
1. Pain (nyeri)
2. Paleness (kepucatan)
3. Parestesia (kesemutan)
4. Pulselessness (denyut nadi menghilang)
5 Paralisis (lumpuh)
Kadang ditambah dengan P keenam, yaitu prostration (kelesuan).
-
36
2.2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan ulkus diabetik terdiri atas pengendalian diabetes mellitus dan
penanganan ulkus diabetik.54
1) Pengendalian diabetes mellitus
Pengendalian yang baik dapat mencegah komplikasi kronik ulkus diabetik.
Pada penderita diabetes dapat terkendali baik tidak hanya kadar glukosa darah
tetapi juga menyeluruh yaitu kadar glukosa darah, status gizi, tekanan darah,
kadar kolesterol total, kadar trigliserida dan HbA1C16
seperti pada tabel 2.6
berikut.
Tabel 2.6 Kriteria pengendalian diabetes mellitus untuk mencegah komplikasi kronik
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah puasa
(mg/dL)
Glukosa darah 2 jam
(mg/dL)
HbA1C (%)
Kolesterol total (mg/dL)
Kolesterol HDL (mg/dL)
Trigliserida (mg/dL)
BMI=IMT (kg/m2) :
Wanita
Pria Tekanan Darah (mmHg)
80-100
80-144
< 6,5
< 200
>45
< 150
18,5-22,9
20-24,9
130/80
100-125
145-179
6,5-8
200-239
150-199
23-25
25-27
130-140/80-90
126
180
>8
240
200
>25 / 27 / 140/90
Sumber: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan
diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Perkeni. 2011.
2) Penanganan ulkus diabetik
Penanganan ulkus diabetik, terdiri atas debridemen, menangani beban
tekanan (off loading), teknik dressing pada luka diabetik, penanganan infeksi, dan
tindakan bedah.54,55
a. Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus ulkus
diabetik. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda
-
37
asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih
didapatkan jaringan nekrotik, debris, kalus, fistula/rongga yang memungkinkan
kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan
larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres).55
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu: 55
1. Debridemen mekanik, enzimatik, autolitik, biologik, debridemen bedah.
2. Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiologis,
ultrasonic laser, dan sebagainya dalam rangka untuk membersihkan
jaringan nekrotik.
3. Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen
secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan
residu-residu protein. Contohnya, kolagenasi akan melisikan kolagen dan
elastin. Beberapa jenis debridemen yang sering dipakai adalah papin,
DNAse dan fibrinolisin.
Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka.
Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara alami
akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hydrogel dan
hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit
tubuh dan bertindak sebagai agen yang melisiskan jaringan nekrotik serta memacu
proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang disterilkan sering digunakan
untuk debridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim yang dapat
menghancurkan jaringan nekrotik.45,55
-
38
Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan
efisien. Tujuan debridemen bedah adalah untuk: 55
1. Mengevakuasi bakteri kontaminasi,
2. Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan,
3. Menghilangkan jaringan kalus,
4. Mengurangi risiko infeksi lokal.
b. Mengurangi beban tekanan (off loading)
Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang besar.
Pada penderita DM yang mengalami neuropati permukaan plantar kaki mudah
mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh akibat tekanan beban tubuh
maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan.55
Salah satu hal yang sangat penting namun sampai kini tidak mendapatkan
perhatian dalam perawatan kaki diabetik adalah mengurangi atau menghilangkan
beban pada kaki (off loading).55
Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat
kesembuhan ulkus. Metode off loading yang sering digunakan adalah mengurangi
kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable
cast walker, total contact cast, walker, sepatu boot ambulatory. Total contact cast
(TCC) merupakan metode off loading yang paling efektif dibandingkan metode
yang lain. Berdasarkan penelitian Amstrong, TCC dapat mengurangi tekanan pada
luka secara signifikan dan memberikan kesembuhan antara 73%-100%.55,56
-
39
TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan tungkai, dan dirancang agar
tekanan plantar kaki terdistribusi secara merata. Telapak kaki bagian tengah
diganjal dengan karet sehingga memberikan permukaan rata dengan telapak kaki
sisi depan dan belakang (tumit).56
c. Teknik dressing pada luka diabetik
Teknik dressing pada luka diabetes yang terkini menekankan metode moist
wound healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi
cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan
lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan
permeabel terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen
penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah
bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat
meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan dalam memilih dressing yang akan digunakan yaitu tipe ulkus,
ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya.
Ada beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka, seperti:
hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres anti mikroba, dan
sebagainya.55
Ovington memberikan pedoman dalam memilih dressing yang tepat dalam
menjaga keseimbangan kelembaban luka: 55
1. Kompres harus mampu memberikan lingkungan luka yang lembab.
-
40
2. Gunakan penilaian klinis dalam memilih kompres untuk luka-luka tertentu
yang akan diobati.
3. Kompres yang digunakan mampu untuk menjaga tepi luka tetap kering
sambil tetap mempertahankan luka bersifat lembab.
4. Kompres yang dipilih dapat mengendalikan eksudat dan tidak menyebabkan
maserasi pada luka.
5. Kompres yang dipilih bersifat mudah digunakan dan yang bersifat tidak
sering diganti.
6. Dalam menggunakan dressing, kompres dapat menjangkau rongga luka
sehingga dapat meminimalisasi invasi bakteri.
7. Semua kompres yang digunakan harus dipantau secara tepat.
d. Pengendalian infeksi
Pemberian antibiotik didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun sebelum
hasil kultur dan sensitifitas kuman tersedia antibiotik harus segera diberikan
secara empiris pada kaki diabetik yang terinfeksi. Antibiotik yang disarankan pada
kaki diabetik terinfeksi pada ulkus diabetik ringan/sedang, antibiotik yang
diberikan difokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus yang terinfeksi berat
di ekstremitas maupun yang mengancam jiwa, kuman lebih bersifat polimikrobial
(mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang,
dan bakteri anaerob) antibiotik harus bersifat broadspectrum, diberikan secara
injeksi.55
-
41
Pada terinfeksi berat di ekstremitas dapat diberikan beberapa alternatif
antibiotik seperti: ampicillin/sulbactam, ticarcillin/clavulanate,
piperacillin/tazobactam, cefotaxime atau ceftazidime+clindamycin,
fluoroquinolone+clindamycin.55
Sementara pada infeksi berat yang mengancam jiwa dapat diberikan
beberapa alternatif antibiotik seperti: ampicillin/sulbactam+aztreonam,
piperaciliin/tazobactam+vancomycin, vancomycin+metronbidazole+ceftazidime,
imipenem/cilastatin atau fluoroquinolone+vancomycin+metronidazole. Pada
infeksi berat pemberian antibiotik diberikan selama 2 minggu atau lebih.55
Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan
sering kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotik
juga harus dilakukan reseksi bedah. Antibiotik diberikan secara empiris, melalui
parenteral selama 6 minggu dan kemudian dievaluasi kembali melalui foto
radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih
pemberian antibiotik dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu.55
e. Tindakan bedah
Tindakan bedah untuk kaki dapat terdiri atas tindak bedah kecil, seperti
insisi dan penyaliran abses serta nekrotomi. Prinsipnya ialah mengeluarkan semua
jaringan nekrotik dengan maksud eliminasi infeksi sehingga luka dapat sembuh.
Amputasi dilakukan berdasarkan indikasi yang tepat. Tindak bedah vaskular,
misalnya embolektomi atau rekonstruksi vaskular kadang dilakukan.54
-
42
3) Pencegahan ulkus diabetik
Pencegahan ulkus diabetik untuk mencegah komplikasi lebih lanjut adalah :
a. Edukasi perawatan kaki.12
b. Olahraga teratur dan menjaga berat badan ideal.43
c. Menghentikan kebiasaan merokok.12
d. Merawat kaki secara teratur setiap hari.12
e. Penggunaan alas kaki yang tepat.14
f. Menghindari trauma berulang, trauma dapat berupa fisik, kimia dan termis,
yang biasanya berkaitan dengan aktivitas atau jenis pekerjaan.14
g. Menghindari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor misalnya
adrenalin, nikotin.43
h. Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki setiap kontrol
walaupun ulkus diabetik sudah sembuh.14
-
43
Algoritma Penatalaksanaan Luka (1)57
Gambar 2.4 Algoritma Penatalaksanaan Luka (1)
Anastesi lokal infiltrasi
Cuci dengan sabun antiseptik
Bilas dengan NaCl 0,9%
Bersihkan luka dari jaringan mati
& benda asing (Surgical
Debridement) dengan pinset +
pisau No. 10/20
Irigasi dengan NaCl 0,9% /
aquadest
Keringkan dengan kasa steril
Lakukan penutupan luka jika
memungkinkan (Primer, Graft,
Flap)
Dressing luka (lembab + kasa
Non-Adherent + Transparent
Dressing)
AKUT
Cuci Tangan
Ganti Sarung Tangan
Buka Balutan
Gunakan Sarung Tangan
Desinfeksi mulai bagian tengah luka ke arah luar / ke tepi luka
Cuci dengan sabun antiseptik
Bilas dengan NaCl 0,9%
Surgical Debridement jika
memungkinkan, jika tidak
Irigasi dengan NaCl 0,9% /
aquadest
Keringkan dengan kasa steril
1. Autolytic Debridement + Antiseptik
2. Enzymatic Debridement + Transparent Dressing
3. Antibiotik Sistemik
KRONIK (NEKROTIK
HITAM, KERING)
Cuci dengan sabun antiseptik
Bilas dengan NaCl 0,9%
Surgical Debridement jika
memungkinkan, jika tidak
Irigasi dengan NaCl 0,9% /
aquadest
Keringkan dengan kasa steril
1. Autolytic Debridement atau Enzymatic Debridement
2. Absorbent Dressing (Hydrofiber, Foam)
3. Antibiotik Sistemik
KRONIK (NEKROTIK
KUNING, BASAH/SLOUGH)
-
44
Algoritma Penatalaksanaan Luka (2)57
Gambar 2.5 Algoritama Penatalaksanaan Luka (2)
Kultur pus / nanah
Cuci dengan sabun antiseptik
Bilas dengan NaCl 0,9%
Surgical Debridement jika
memungkinkan, jika tidak
Irigasi dengan NaCl 0,9% /
aquadest
Keringkan dengan kasa steril
1. Mechanical Debridement
2. Absorbent Dressing + Antiseptik
3. Antibiotik Sistemik
KRONIK (MERAH DENGAN
CAIRAN KUNING
KEHIJAUAN/PUS INFEKSI
Cuci Tangan
Ganti Sarung Tangan
Buka Balutan
Gunakan Sarung Tangan
Desinfeksi mulai bagian tengah luka ke arah luar / ke tepi luka
Cuci dengan sabun antiseptik
Bilas dengan NaCl 0,9%
Absorbent Dressing +
Transparent Dressing
Atau
Hydrofiber
Alginate Dressing
KRONIK (MERAH,
BASAH/GRANULASI )
Cuci dengan sabun antiseptik
Bilas dengan NaCl 0,9%
Lakukan perawatan secara lembab
yang dapat merangsang
epitelialisasi
Hydrocolloid Dressing atau Kasa
Non-Adherent + Transparent
Dressing
KRONIK (MERAH MUDA)
-
45
2.3 Kerangka Teori
Gambar 2.6 Kerangka Teori
Faktor risiko dapat dimodifikasi :
Ketidakpatuhan diet
Obesitas
Latihan fisik
Faktor risiko tidak dapat
dimodifikasi :
Usia
Jenis kelamin
Lama menderita
DM
Riwayat keluarga
dengan DM
DM
Mikroangiopati
Makroangiopati
Retinopati
Nefropati
Neuropati
Tekanan darah
> 130/80 mmHg
Aterosklerosis
Kebiasaan
Merokok
Kadar
trigliserida
Kadar
kolesterol
Kadar
HDL
Kadar O2
jaringan
menurun
Kematian jaringan
Ulkus Diabetik
Trauma
Keringat berkurang
Atrofi otot
-
46
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif dengan
menggunakan desain penelitian retrospektif. Studi retrospektif yaitu mengevaluasi
peristiwa yang sudah berlangsung.58
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUD dr. M. Haulussy Kudamati, Kecamatan
Nusaniwe Kota Ambon. Waktu penelitian dimulai pada bulan Desember 2014
sampai bulan Januari 2015.