ANALISIS POTENSI FINANCIAL DISTRESS DENGAN METODE
ALTMAN Z-SCORE PADA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA
PERIODE TAHUN 2010-2014
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi (SE)
Oleh:
Cindy Aprylia
NIM 1112085000013
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437H / 2016M
i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Cindy Aprylia
NIM : 1112085000013
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Perbankan Syariah
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan
dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiat naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli
atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas
karya ini.
Apabila dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan. Ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap
untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Tangerang, 11 Mei 2016
Yang Menyatakan
(Cindy Aprylia)
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Cindy Aprylia
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 29 April 1995
3. Usia : 21 tahun
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Alamat : Jl. Kubis IV No. 7 RT 04 RW 05, Pondok
Cabe Ilir, Pamulang, Tangerang Selatan,
15418
6. Telepon : 0877 7167 6602
7. E-mail : [email protected]
8. Agama : Islam
9. Kewarganegaraan : Indonesia
10. Status : Belum Menikah
II. PENDIDIKAN
1. SDN Cipete Utara 14 Jakarta Tahun 2000-2006
2. SMPN 226 Jakarta Tahun 2006-2009
3. SMAN 97 Jakarta Tahun 2009-2012
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012-2016
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Ahmadi Sutardi
2. Ibu : Sri Purwanti
3. Alamat : Jl. Kubis IV No. 7 RT 04 RW 05, Pondok
Cabe Ilir, Pamulang, Tangerang Selatan,
15418
iii
ABSTRACT
This research aimed at analyzing four financial ratios in prediction method of
Altman Z-Score (1995) modification which had been adapted to non-
manufacturing companies towards the potential of financial distress. This method
was used to investigate prediction of financial distress at Islamic banks in
Indonesia period 2010-2014. The sample of this research was 35 Islamic banks.
This sample was taken through purposive sampling method and the data was
analyzed by using binary logistic regression. The result of binary logistic
regression partially proved that there was only one financial ratio, which had
significant effect on the result of financial distress prediction. Additionally,
simultaneously test showed that Altman ratio variable affected significantly on the
result of financial distress prediction at Islamic banks in Indonesia.
Keywords: Financial Distress, Financial Ratio, and Altman Z-Score Method.
iv
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis empat variabel rasio keuangan dalam
metode prediksi Altman Z-score modifikasi (1995) yang telah disesuaikan dengan
perusahaan non manufaktur terhadap potensi financial distress. Metode ini
digunakan untuk meneliti prediksi financial distress pada Bank Umum Syariah
(BUS) di Indonesia periode tahun 2010-2014. Jumlah sampel penelitian ini adalah
35 sampel bank syariah. Metode penetuan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah purposive sampling, sedangkan metode pengolahan data yang
digunakan peneliti adalah regresi logistik binary. Hasil pengujian regresi logistic
binary menyatakan secara parsial hanya ditemukan satu variabel rasio keuangan
Altman yang berpengaruh signifikan terhadap hasil prediksi financial distress.
Sedangkan secara simultan menyatakan variabel rasio Altman berpengaruh
signifikan terhadap hasil prediksi financial distress pada bank umum syariah di
Indonesia.
Kata kunci: Financial Distress, Rasio Keuangan, dan Metode Altman Z-Score.
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji Syukur Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW
dan para sahabatnya. Adapun penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk
memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis sangat menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik
moril maupun materil, penulisan skripsi ini tidak akan terwujud dengan baik. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak ucapan
terima kasih kepada:
1. Orang tua tercinta, bapak Ahmadi Sutardi dan ibu Sri Purwanti yang telah
memberikan dukungan terbaiknya, baik berupa moril maupun materil dan doa
yang selalu menyertai untuk penulis. Segala sesuatu yang kalian berikan tidak
akan tergantikan oleh apapun.
2. Segenap keluarga besar yang telah menyemangati penulis dengan doa yang
tiada henti. Terutama kepada kakakku Viky Alvianas, adikku Diky
Hendrawan, dan keluarga besarku yang lain.
3. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Amilin, M.Si., Ak., CA., QIA., BKP., selaku Wakil Dekan Bidang
Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Dr. Ade Sofyan Mulazid, MA, selaku Wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
6. Bapak Dr. Desmadi Saharuddin, Lc., MA, selaku Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
vi
7. Bapak Adhitya Ginanjar, SE., M.Si., selaku Ketua Jurusan Perbankan Syariah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Ibu Fitri Damayanti, SE., M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Perbankan Syariah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Bapak Dr. Indo Yama Nasarudin, SE., MAB., selaku dosen pembimbing
skripsi I yang telah berkenan memberikan waktu, ilmu dan pengetahuan serta
bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulis menyusun skripsi.
10. Ibu Santi Yustini, SE., M.Ak., selaku dosen pembimbing skripsi II yang telah
berkenan memberikan waktu, ilmu dan pengetahuan serta bimbingan dan
arahan kepada penulis selama penulis menyusun skripsi.
11. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis selama
penulis dalam masa perkuliahan.
12. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan
skripsi yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna,
dikarenakan terbatasnya ilmu dan pengetahuan yang penulis miliki. Maka dari
itu, penulis menerima segala bentuk masukan, kritik, dan saran dari berbagai
pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Tangerang, 11 Mei 2016
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
COVER
COVER dalam
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
LEMBAR PERNYATAAN SKRIPSI ………………………………….......i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……………………………………………..ii
ABSTRACT ………………………………………………………………….....iii
ABSTRAK …………………………………………………………………….iv
KATA PENGANTAR …………………………………………………..…v
DAFTAR ISI ............................................................................................vii
DAFTAR TABEL ..............................................................................................x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................1
B. Rumusan Masalah ....................................................................10
C. Tujuan Penelitian ....................................................................10
D. Manfaat Penelitian ....................................................................11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................13
A. Grand Theory ................................................................................13
B. Bank Syariah ................................................................................14
1. Pengertian Bank Syariah ........................................................14
2. Bunga, Riba, dan Bagi Hasil ........................................................15
3. Bentuk-Bentuk Bank Syariah ............................................19
4. Asas dan Tujuan Bank Syariah ............................................20
5. Fungsi Bank Syariah ....................................................................21
C. Laporan Keuangan ....................................................................23
viii
1. Pengertian Laporan Keuangan .............................................23
2. Tujuan Laporan Keuangan .........................................................24
3. Komponen Laporan Keuangan .............................................26
4. Pengertian Analisis Laporan Keuangan .................................29
5. Tujuan Analisis Laporan Keuangan .............................................30
6. Pengertian Rasio Laporan Keuangan .................................31
7. Jenis Rasio Keuangan .........................................................32
8. Keunggulan dan Keterbatasan Rasio Keuangan .....................34
D. Financial Distress (Kebangkrutan) .............................................36
1. Pengertian Financial Distress .............................................36
2. Jenis-Jenis Financial Distress .............................................37
3. Indikator Financial Distress .........................................................38
4. Faktor Penyebab Financial Distress .............................................39
5. Manfaat Prediksi Financial Distress .............................................41
E. Metode Altman Z-Score .....................................................................42
F. Penelitian Terdahulu .....................................................................46
G. Keterkaitan Antar Variabel .........................................................49
H. Hipotesis .............................................................................................53
I. Kerangka Penelitian .....................................................................54
BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................57
A. Ruang Lingkup Penelitian .........................................................57
B. Populasi dan Metode Penentuan Sampel .................................57
C. Metode Pengumpulan Data .........................................................58
D. Metode Analisis .................................................................................59
1. Altman Z-Score .....................................................................59
2. Analisis Deskriptif .....................................................................60
3. Regresi Logistik Binary .........................................................60
E. Operasional Variabel Rasio .........................................................65
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .............................................69
A. Gambaran Umum Objek Penelitian .............................................69
B. Altman Z-Score .................................................................................74
ix
C. Analisis Deskriptif .....................................................................76
D. Regresi Logistik Binary .....................................................................83
E. Interpretasi .................................................................................89
BAB V PENUTUP .............................................................................................95
A. Kesimpulan .................................................................................95
B. Saran .............................................................................................96
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................98
LAMPIRAN .......................................................................................................103
x
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
Tabel 1.1 Jaringan Kantor Perbankan Syariah ...............................................5
Tabel 1.2 Pertumbuhan Perbankan Syariah Tahun 2009-2014 .......................5
Tabel 2.1 Perbedaan Bagi Hasil dan Bunga .............................................19
Tabel 2.2 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu .............................................46
Tabel 3.1 Kriteria Sampel .....................................................................58
Tabel 3.2 Operasional Variabel Penelitian .............................................68
Tabel 4.1 Daftar Bank Umum Syariah .........................................................73
Tabel 4.2 Perhitungan Altman Z-score .........................................................74
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Kategori 0 (Gray Zone) .................................76
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Kategori 1 (Safe Zone) .................................77
Tabel 4.5 Analisis Deskriptif Kategori 0 (Gray Zone) .................................78
Tabel 4.6 Analisis Deskriptif Kategori 1 (Safe Zone) .................................78
Tabel 4.7 Block 0: Begining Block .........................................................84
Tabel 4.8 Block 1: Model Summary .........................................................84
Tabel 4.9 Uji Hosmer and Lemeshow .........................................................85
Tabel 4.10 Uji Tingkat Akurasi .....................................................................86
Tabel 4.11 Uji Signifikansi Parsial .........................................................86
Tabel 4.12 Uji Signifikansi Simultan .........................................................88
Tabel 4.13 Rangkuman Regresi Logistik Binary .............................................89
xi
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
Gambar 1.1 Persentase Pertumbuhan BUS Tahun 2009-2014 .......................6
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian .....................................................................55
Gambar 4.1 Pergerakan Rata-rata Rasio Pada BCA Syariah, .....................80
Bank Panin Syariah, dan Bank Viktoria Syariah
Gambar 4.2 Pergerakan Rata-rata Rasio Pada BRI Syariah, .....................82
BJB Syariah, Bank Syariah Bukopin, dan Maybank
Syariah
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
Lampiran 1 Daftar Sampel Penelitian ............................................................103
Lampiran 2 Perhitungan Altman Z-score ............................................................104
Lampiran 3 Hasil Perhitungan Kategori 0 (Gray Zone) ..................................105
Lampiran 4 Hasil Perhitungan Kategori 1 (Safe Zone) ..................................105
Lampiran 5 Analisis Deskriptif Kategori 0 (Gray Zone) ..................................106
Lampiran 6 Analisis Deskriptif Kategori 1 (Safe Zone) ..................................106
Lampiran 7 Block 0: Begining Block .......................................................106
Lampiran 8 Block 1: Model Summary .......................................................106
Lampiran 9 Uji Hosmer and Lemeshow .......................................................106
Lampiran 10 Uji Tingkat Akurasi ...................................................................107
Lampiran 11 Uji Signifikansi Parsial .......................................................107
Lampiran 12 Uji Signifikansi Simultan ............................................................107
Lampiran 13 Akun Pengelolaan Rasio Kategori 0 (Gray Zone) .....................107
Lampiran 14 Akun Pengelolaan Rasio Kategori 1 (Safe Zone) .....................108
Lampiran 15 Hasil Perhitungan Rasio Kategori 0 (Gray Zone) .....................108
Lampiran 16 Hasil Perhitungan Rasio Kategori 1 (Safe Zone) .....................109
Lampiran 17 Hasil Perhitungan Z-Score Kategori 0 (Gray Zone) .....................109
Lampiran 18 Hasil Perhitungan Z-Score Kategori 1 (Safe Zone) .....................110
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi pada pertengahan 1997
sampai tahun 2005. Krisis di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 di mulai
dengan menurunnya nilai rupiah yang sangat tajam, akibat meningkatnya
permintaan Dollar AS. Penyebab krisis ini tidak hanya karena struktur
ekonomi yang lemah, tetapi karena utang swasta luar negeri yang telah
mencapai jumlah yang cukup besar. Akibatnya, tingkat suku bunga dan inflasi
meningkat tajam serta investasi berkurang sehingga kesehatan perusahaan
banyak yang mengalami penurunan bahkan berpotensi untuk bangkrut (Adnan
dan Arisudhana, 2012:89).
Kondisi perekonomian di Indonesia yang masih belum menentu
mengakibatkan tingginya risiko suatu perusahaan untuk mengalami kesulitan
keuangan atau bahkan kebangkrutan. Kesalahan prediksi terhadap
kelangsungan operasi suatu perusahaan di masa yang akan datang dapat
berakibat fatal yaitu kehilangan pendapatan atau investasi yang telah
ditanamkan pada suatu perusahaan. Oleh karena itu, pentingnya suatu model
prediksi kebangkrutan suatu perusahaan menjadi hal yang sangat dibutuhkan
oleh berbagai pihak seperti pemberi pinjaman, investor, pemerintah, akuntan,
dan manajemen (Hadi dan Anggraeni, 2008:2).
2
Analisis mengenai kebangkrutan suatu perusahaan sangat penting bagi
berbagai pihak. Hal ini dikarenakan kebangkrutan suatu perusahaan tidak
hanya merugikan pihak perusahaan saja, tetapi juga merugikan pihak lain
yang berhubungan dengan perusahaan tersebut. Oleh karena itu, analisis
prediksi kebangkrutan dapat dilakukan untuk memperoleh peringatan awal
kebangkrutan (tanda-tanda awal kebangkrutan). Semakin awal tanda-tanda
kebangkrutan tersebut diketahui, maka akan semakin baik bagi pihak
manajemen. Karena pihak manajemen bisa segera melakukan perbaikan-
perbaikan agar perusahaan tidak mengalami kebangkrutan (Hanafi dan Halim,
2007:263). Selain itu, bagi pihak eksternal perusahaan, prediksi kebangkrutan
ini bisa digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan investasi.
Risiko kebangkrutan suatu perusahaan dapat dilihat dan diukur melalui
laporan keuangan, dengan melakukan analisis terhadap rasio-rasio laporan
keuangan perusahaan tersebut. Analisis rasio keuangan merupakan alat yang
penting untuk mengetahui kondisi keuangan dan posisi keuangan perusahaan
selama periode tertentu, dari hasil analisis tersebut akan diperoleh informasi
yang dibutuhkan untuk mengetahui prediksi keuangan perusahaan di tahun
berikutnya.
Rasio utang yang tinggi akan meningkatkan risiko kebangkrutan.
Pertama, semakin tinggi rasio utang, maka perusahaan tersebut akan semakin
berisiko sehingga semakin tinggi pula biaya dari utang maupun ekuitasnya.
Kedua, jika sebuah perusahaan mengalami masa-masa sulit dan laba operasi
tidak cukup untuk menutupi beban bunga, para pemegang sahamnya harus
3
menutupi kekurangan tersebut dan jika mereka tidak dapat melakukannya,
maka akan terjadi kebangkrutan (Brigham dan Houston, 2006:6).
Munculnya berbagai model prediksi kebangkrutan merupakan
antisipasi dan sistem peringatan dini terhadap financial distress, karena model
tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk mengidentifikasikan bahkan
memperbaiki kondisi sebelum dan sampai pada kondisi krisis atau
kebangkrutan (Endri, 2009:2). Sehingga bagi perusahaan yang di nilai dalam
kategori bangkrut tapi segera melakukan perbaikan internal di perusahaannya,
maka tidak menutup kemungkinan keuangan perusahaan tersebut akan
membaik dan menjadi kategori tidak bangkrut. Untuk itu prediksi ini juga
tergantung dari feedback perusahaan terhadap hasil prediksi kebangkrutan.
Salah satu model prediksi kebangkrutan tertua setelah model Beaver (1966)
dan banyak digunakan adalah model Altman Z-score.
Model Edward I. Altman Z-Score (1968), pada penelitiannya
menggunakan sampel sebanyak 66 perusahaan yang dibagi menjadi dua
kelompok yaitu perusahaan yang di kategorikan bangkrut dan tidak bangkrut,
masing-masing kelompok terdiri dari 33 perusahaan. Edwar I. Altman
menggunakan teknik Multivariat Discriminan Analysis (MDA) dengan lima
variabel rasio keuangan, yaitu: Working Capital to Total Assets (WCTA),
Retained Earning to Total Assets (RETA), Earning Before Interest And Tax to
Total Assets (EBITTA), Market Value to Total Liabilities (MVETL), dan Sales
to Total Assets (STA). Hasilnya model ini dapat memprediksi kebangkrutan
4
dengan tingkat akurasi cukup tinggi sebelum perusahaan mengalami
kebangkrutan.
Seiring dengan berjalannnya waktu dan penyesuaian terhadap berbagai
jenis perusahaan, Altman kemudian merevisi modelnya supaya dapat
diterapkan pada semua perusahaan, seperti manufaktur, non manufaktur, dan
perusahaan penerbit obligasi di negara berkembang (emerging market). Dalam
Z-score modifikasi ini Altman mengeliminasi variable X5 (Sales to Total
Asset) karena rasio ini sangat bervariatif pada industri dengan ukuran aset
yang berbeda-beda (Ramadhani dan Lukviarman, 2009:33).
Cut off zona perusahaan didasarkan pada nilai Z-score sebagai berikut:
1. Bila Z > 2,60 maka termasuk safe zone, artinya perusahaan berada dalam
keadaan keuangan yang baik dan risiko rendah.
2. Bila 1,10 < Z < 2,60 maka termasuk gray zone, artinya perusahaan
memiliki persentase potensi yang sama antara bangkrut dan tidak
bangkrut.
3. Bila Z < 1,10 maka termasuk distress zone, artinya perusahaan berada
dalam kesulitan keuangan (financial distress) dan beresiko tinggi
bangkrut.
Dengan menggunakan empat rasio keuangan sebagai indikator yaitu:
Working capital to Total Assets (WCTA), Retained Earning to Total Assets
(RETA), Earnings Before Interest and Tax to Total Assets (EBITTA), dan
Market Value of Equity to Total Liabilities (MVETL).
5
Penelitian ini menggunakan perbankan syariah sebagai objek
penelitian. Perbankan syariah di nilai terus mengalami pertumbuhan, dilihat
dari peningkatan kuntitasnya. Berikut ini tingkat pertumbuhan perbankan
syariah tahun 2009-2014:
Tabel 1.1
Jaringan Kantor Perbankan Syariah
Indikator Tahun
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Bank Umum Syariah 5 6 11 11 11 11 12
Unit Usaha Syariah 27 25 23 24 24 23 22
Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah 131 138 150 155 158 163 163
Sumber: OJK, Statistik Perbankan Syariah, 2014
Dari tabel di atas terlihat dari tahun ke tahun jumlah bank umum
syariah di Indonesia mengalami peningkatan sepanjang tahun 2008-2014.
Tahun 2008 hanya ada lima BUS, namun sampai tahun 2014 telah mencapai
12 BUS. Sedangkan, UUS mengalami penurunan karena beberapa UUS yang
telah spin-off menjadi BUS. Serta jumlah BPRS sampai tahun 2014 terus
mengalami peningkatan.
Tabel 1.2
Pertumbuhan Perbankan Syariah Tahun 2009-2014
(Dalam Miliar Rupiah)
Tahun Aset Dana Pihak
Ketiga (DPK) Pembiayaan
Non Performing
Financing (NPF)
2008 49.555 36.852 38.195 1.509 (3,95%)
2009 66.090 52.271 46.886 1.882 (4,01%)
2010 97.519 76.036 68.181 2.061 (3,02%)
2011 145.467 115.415 102.655 2.588 (2,52%)
2012 195.018 147.512 147.505 3.269 (2,22%)
2013 242.276 183.534 184.122 4.828 (2,62%)
2014 272.343 217.858 199.330 8.632 (4,33%)
Sumber: OJK, Statistik Perbankan Syariah, 2014
6
Tabel tersebut menunjukan perbankan syariah mengalami
pertumbuhan dari tahun ke tahun, namun persentase pertumbuhannya
cenderung mengalami penurunan. Hal itu menjadi tantangan bagi manajemen
untuk membuat sebuah strategi yang tepat dalam mengatasi kondisi tersebut.
Berikut ini persentase pertumbuhan perbankan syariah sepanjang tahun 2009-
2014:
Gambar 1.1
Persentase Pertumbuhan BUS Tahun 2009-2014
Sumber: Data Diolah
Tahun 2009-2011 perbankan syariah mengalami pertumbuhan yang
sangat baik dalam hal aset, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan pembiayaan.
Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2011 dimana pertumbuhan aset
sebesar 58,3%, DPK tumbuh sampai 51,7%, dan pembiayaan meningkat
50,5% dari tahun sebelumnya. Tingkat NPF terendah terjadi pada tahun 2010
sebesar 9,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun sepanjang tahun 2012-
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Aset 33.3 47.5 58.3 34.06 24.2 12.4
DPK 41.8 45.4 51.7 27.8 24.4 18.7
Pembiayaan 22.7 45.4 50.5 43.6 24.8 8.2
NPF 24.7 9.5 25.5 26.5 47.6 78.7
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Pe
rse
nta
se
7
2014 pertumbuhan perbankan syariah mulai menurun, disertai NPF yang
meningkat. Puncaknya terjadi tahun 2014 dimana pertumbuhan aset hanya
12,4%, DPK sebesar 18,7%, pembiayaan turun sampai 8,2%, dan NPF
meningkat tajam sampai 78,7% dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut Siregar dalam Berita Satu, turunnya pertumbuhan tersebut
disebabkan karena hambatan-hambatan yang dialami perbankan syariah.
Setidaknya ada lima hambatan yang menyebabkan pertumbuhan perbankan
syariah melambat. Adapun kelima hal tersebut adalah permodalan yang kecil,
cost of fund yang mahal, biaya operasional yang belum efisien, layanan yang
belum memadai, dan kualitas SDM dan teknologi yang masih tertinggal jauh.
Kelima hambatan ini harus ditangani dengan stretegi yang tepat. Misalnya
dengan melakukan inovasi produk, meningkatkan pemahaman masyarakat,
meningkatkan permodalan, komitmen pemegang saham, dan peningkatan
kualitas dan kuantitas SDM.
Menurut Bustaman dalam Berita Satu, selain tantangan yang bersifat
eksternal dan internal, perbankan syariah juga harus menghadapi tantangan
regulasi. Pasalnya, sebelum tahun 2023 perbankan syariah diharuskan
memisahkan diri dari bank induknya. Regulasi ini berisiko bagi bank syariah
jika pertumbuhan ekonomi tidak mendukung. Jika tidak ada konsep dual
banking, setidaknya semua infrastruktur bank syariah bisa di leveraging dari
bank induknya.
Menurut Brodjonegoro dalam Bisnis News Viva, ada satu risiko yang
sangat membahayakan perkembangan perbankan syariah di masa depan, yaitu
8
risiko manajemen (risk management). Di Indonesia, risiko itu yang sering
membuat lembaga keuangan bangkrut.
Selain itu, beberapa pengamat ekonomi memperkirakan industri
perbankan dan industri keuangan non bank terancam bangkrut jika nilai tukar
rupiah menembus level Rp 16.000 per Dollar AS. Center of Banking Crisis
(CBC) menjelaskan apabila rupiah terus melemah sampai menembus Rp
16.000 per Dollar AS, hasil stress test yang dilakukan CBC menyebutkan
akan ada tiga bank kelas menengah terancam bangkrut.
Diskusi Media Training 2015 menjelaskan kegagalan perbankan akan
menyebabkan kerugian lebih besar kepada nasabah di banding pemegang
saham atau pemilik modal, seperti saat krisis 1998. Perbankan yang bangkrut
berpengaruh besar ke pengusaha. Mereka tidak bisa mendapat kredit dan
akhirnya kegiatan perekonomian tidak bisa berjalan seperti biasa.
Fenomena di atas menyebutkan beberapa penyebab terjadinya
financial distress pada lembaga keuangan khususnya perbankan syariah antara
lain: permodalan yang kecil, cost of fund yang mahal, biaya operasional yang
belum efisien, layanan yang belum memadai, kualitas SDM dan teknologi
yang rendah, tantangan regulasi, NPF yang meningkat, terjadi rush, risiko
manajemen, dan nilai tukar rupiah menurun. Membuat peneliti tertarik
menganalisis potensi financial distress perbankan syariah, untuk mengetahui
kondisi keuangan perbankan syariah periode tahun 2010-2014. Di mana bank-
bank tersebut kini menjadi perhatian khusus para investor. Sehingga informasi
ini bisa menjadi pertimbangan bagi para investor dalam melakukan investasi.
9
Selain itu, menurut penelitian Hadi dan Anggraeni (2008), dan Fanny
(2005), menyatakan bahwa model Altman Z-score merupakan prediktor
terbaik di antara model Zmijewski dan model Springate.
Berdasarkan kondisi yang telah dipaparkan, penulis tertarik untuk
meneliti dan menganalisa potensi kebangkrutan pada Bank Umum Syariah
(BUS) dengan menggunakan pendekatan Multivariate Discrimant Analysis
(MDA) melalui pengujian regresi logistik binary. Penelitian dan analisis ini
dikembangkan dengan judul “Analisis Potensi Financial Distress Dengan
Metode Altman Z-Score Pada Bank Umum Syariah Di Indonesia Periode
Tahun 2010-2014”
Penelitian ini merupakan pengembangan dari peneliti sebelumnya,
yaitu penelitian yang dilakukan oleh Nugroho dan Mawardi (2012) dengan
judul “Analisis Prediksi Financial Distress Dengan Menggunakan Model
Altman Z-Score Modifikasi 1995 (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur
Yang Go Public Di Indonesia Tahun 2008 Sampai Dengan Tahun 2010)”.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut antara lain:
1. Sampel penelitian ini menggunakan bank syariah, sedangkan penelitian
sebelumnya menggunakan perusahaan manufaktur.
2. Periode tahun penelitian ini 2010-2014, sedangkan penelitian sebelumnya
tahun 2008-2010.
3. Alat uji statistik penelitian ini regresi logistik binary, sedangkan penelitian
sebelumnya menggunakan analisis diskriminan.
10
4. Penelitian ini untuk menguji pengaruh variabel independen secara parsial
dan simultan terhadap variabel dependen, sedangkan penelitian
sebelumnya hanya menguji pengaruh variabel independen secara parsial
terhadap variabel dependen.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan di kaji pada penelitian ini.
Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah variabel rasio WCTA secara parsial berpengaruh terhadap
financial distress pada bank umum syariah?
2. Apakah variabel rasio RETA secara parsial berpengaruh terhadap financial
distress pada bank umum syariah?
3. Apakah variabel rasio EBITTA secara parsial berpengaruh terhadap
financial distress pada bank umum syariah?
4. Apakah variabel rasio MVETL secara parsial berpengaruh terhadap
financial distress pada bank umum syariah?
5. Apakah variabel rasio WCTA, RETA, EBITTA, dan MVETL secara
simultan berpengaruh terhadap financial distress pada bank umum
syariah?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Altman Z-score untuk mengetahui
potensi financial distress. Adapun tujuan dari dilakukan penelitian ini dari
empat variabel rasio Altman sebagai berikut:
11
1. Menganalisa pengaruh rasio WCTA secara parsial terhadap financial
distress pada bank umum syariah.
2. Menganalisa pengaruh rasio RETA secara parsial terhadap financial
distress pada bank umum syariah.
3. Menganalisa pengaruh rasio EBITTA secara parsial terhadap financial
distress pada bank umum syariah.
4. Menganalisa pengaruh rasio MVETL secara parsial terhadap financial
distress pada bank umum syariah.
5. Menganalisa pengaruh rasio WCTA, RETA, EBITTA, dan MVETL secara
simultan terhadap financial distress pada bank umum syariah.
D. Manfaat penelitian
1. Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang perbankan
syariah, khususnya mengenai potensi financial distress pada perbankan
syariah di Indonesia.
2. Bagi Perbankan Syariah
Diharapkan menjadi masukan sebagai sarana informasi dan sumbangan
pemikiran agar perbankan syariah dapat lebih berkembang ke depannya
dan dapat meningkatkan kinerja perbankan syariah dengan memperhatikan
faktor yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan.
12
3. Bagi Akademisi
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan sebagai bahan referensi bagi
mahasiswa, staf, dan pengajar dalam menunjang penelitian selanjutnya
terkait financial distress pada perbankan syariah.
4. Bagi Prodi
Untuk memperluas informasi dalam rangka meningkatkan khazanah
pengetahuan, khususnya dalam bidang keuangan sektor perbankan syariah
yang berhubungan dengan penyebab financial distress.
5. Bagi Masyarakat
Untuk memberikan informasi dan pengetahuan mengenai potensi financial
distress yang bisa menghambat perkembangan dan pertumbuhan
perbankan syariah di Indonesia.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Grand Theory
Grand theory dalam penelitian ini adalah signalling theory, teori
tersebut mulai berkembang tahun 1990-an. Menurut Besley dan Brigham
(2008:517), signaling theory adalah sebuah tindakan yang di ambil oleh
manajemen perusahaan yang memberikan petunjuk kepada investor tentang
bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Menurut Megginson,
Smart, dan Lucey (2010:493), jika manajer mengetahui bahwa perusahaan
mereka “kuat” sementara investor untuk beberapa alasan tidak mengetahui hal
ini, maka manajer dapat membayar dividen (atau secara agresif membeli
kembali saham) dengan harapan kualitas sinyal perusahaan mereka ke
pasar. Sinyal secara efektif memisahkan perusahaan yang kuat dengan
perusahaan-perusahaan yang lemah, itu menjadi mahal untuk sebuah
perusahaan yang lemah untuk meniru tindakan yang dilakukan oleh
perusahaan yang kuat.
Sehingga hasil prediksi financial distress dalam penelitian ini juga
dapat dijadikan sebagai sinyal kepada pihak eksternal (investor, nasabah,
pemerintah, dll) tentang bagaimana kondisi perusahaan tersebut di tahun
berikutnya. Serta bisa menjadi pembeda antara bank dengan prospek keuangan
kuat dan lemah di masa depan.
14
B. Bank Syariah
1. Pengertian Bank Syariah
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, disebutkan bahwa bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Bank terdiri atas dua jenis yaitu:
a. Bank konvensional
Bank konvensional adalah bank yang menjalankan kegiatan
usahanya secara konvensional yang terdiri atas bank umum
konvensional dan bank perkreditan rakyat.
b. Bank syariah
Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas; Bank Umum Syariah
(BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Prinsip syariah
adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan
fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan
dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
Berikut beberapa definisi lainnya mengenai bank syariah, sebagai
berikut:
a. Menurut Muhamad Sadi (2015:38), bank syariah adalah lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa
15
dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah Islam.
b. Menurut Zainuddin Ali (2008:1), bank syariah adalah suatu lembaga
keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang
berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan
usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam.
c. Menurut Sudarsono (2003:27), bank syariah adalah lembaga keuangan
yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu
lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan
dengan prinsip-prinsip syariah.
Jadi, bank syariah adalah badan usaha yang menghimpun dana,
menyalurkan pembiayaan, dan memberikan layanan jasa lalu lintas
pembayaran berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
2. Bunga, Riba, dan Bagi Hasil
Inti dari riba dalam pinjaman (riba dayn) adalah tambahan atas
pokok, baik sedikit maupun banyak. Dalam bahasa Indonesia riba
diartikan sebagai bunga (baik sedikit maupun banyak). Dalam bahasa
inggris riba bisa diartikan interest (bunga yang sedikit) atau usury (bunga
yang banyak). Sebagian besar ulama berpendapat interest maupun usury
termasuk riba (Ascarya, 2007:14).
Menurut ijma’ „konsensus‟ para fuqaha tanpa kecuali, bunga
tergolong riba (Chapra, 1985), karena riba memiliki persamaan makna dan
kepentingan dengan bunga (interest). Lebih jauh lagi, lembaga-lembaga
16
Islam internasional telah memutuskan sejak tahun 1965 bahwa bunga bank
atau sejenisnya adalah sama dengan riba dan haram secara syariah
(Ascarya, 2007:14).
Keputusan lembaga Islam internasional, antara lain (Ascarya,
2007:15).
a. Dewan Studi Islam Al-Azhar, Cairo, dalam Konferensi DSI Al-Azhar,
Muharram 1385H / Mei 1965M, memutuskan bahwa “bunga dalam
segala bentuk pinjaman adalah riba yang diharamkan”.
b. Keputusan Muktamar Bank Islam II, Kuwait, 1403H / 1983M.
c. Majma’ Fiqih Islami, Organisasi Konferensi Islam, dalam Keputusan
No. 10 Majelis Majma‟ Fiqih Islami, pada Konferensi OKI ke II,
Jeddah – Arab Saudi, 10-16 Rabi’utsana 1406 H/ 22-28 Desember
1985, memutuskan bahwa:
“Seluruh tambahan dan bunga atas pinjaman yang jatuh tempo dan
nasabah tidak mampu membayarnya, demikian pula tambahan (atas
bunga) atas pinjaman dari permulaan perjanjian adalah dua gambaran
dari riba yang diharamkan secara syariah.”
d. Rabithah Alam Islamy, dalam Keputusan No. 6 Sidang ke-9, Makkah
12-19 Rajab 1406H, memutuskan bahwa:
”Bunga bank yang berlaku dalam perbankan konvensional adalah riba
yang diharamkan.”
e. Jawaban Komisi Fatwa Al-Azhar, 28 Februari 1988.
17
Dalam surat Al-Baqarah ayat 275, merupakan salah satu ayat yang
membahas tentang hukum riba (bunga) yaitu:
Artinya: “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila.
Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama
dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari
Tuhan-nya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya
dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada
Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni
neraka mereka kekal di dalamnya (QS. Al-Baqarah:275).”
Sebagaimana telah disebutkan di atas Allah SWT. Sangat
mengharamkan riba dalam kegiatan ekonomi manusia. Sebagai alternatif
sistem bunga dalam ekonomi konvensional, ekonomi Islam menawarkan
sistem bagi hasil (profit and loss sharing) ketika pemilik modal (surplus
18
spending unit) bekerja sama dengan pengusaha (deficit spending unit)
untuk melakukan kegiatan usaha. Apabila kegiatan usaha menghasilkan,
keuntungan di bagi berdua, dan apabila kegiatan usaha menderita
kerugian, kerugian di tanggung bersama. Sistem bagi hasil menjamin
adanya keadilan dan tidak ada pihak yang tereksploitasi (didzalimi).
Sistem bagi hasil dapat berbentuk musyarakah atau mudharabah dengan
berbagai variasinya (Ascarya, 2007:26).
Riba sangat dilarang dalam transaksi ekonomi baik dalam pinjam-
meminjam dan tukar-menukar suatu komoditas, karena cenderung
menguntungkah salah satu pihak sedangkan pihak lainnya mengalami
kerugian. Dalam perbankan, riba terkandung dalam bunga sehingga
banyak pihak yang mengecam bunga yang dikeluarkan sebuah lembaga
keuangan. Salah satu upaya untuk menghindari riba dengan diterapkan
bagi hasil yang disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan syariah. Sehingga
mempermudah masyarakat untuk bertransaksi melalui bank tanpa
mengandung unsur riba.
Bagi sebagian besar masyarakat banyak yang tidak mengetahui apa
sebenarnya yang membedakan bagi hasil dan bunga dan tidak jarang
beranggapan kedua hal tersebut sama, padahal tentunya sangat berbeda.
Perbedaan antara bagi hasil dan bunga secara detail akan disajikan dalam
tabel berikut:
19
Tabel 2.1
Perbedaan Bagi Hasil dan Bunga
Bagi Hasil Bunga
1. Penentuan besarnya rasio atau nisbah
bagi hasil disepakati pada waktu akad
dengan berpedoman pada
kemungkinan untung rugi.
Penentuan bunga dibuat pada waktu
akad dengan asumsi usaha akan
selalu menghasilkan keuntungan.
2. Besarnya rasio bagi hasil didasarkan
pada jumlah keuntungan yang
diperoleh.
Besarnya persentase didasarkan
pada jumlah dana atau modal yang
dipinjamkan.
3. Rasio bagi hasil tetap tidak berubah
selama akad masih berlaku, kecuali
diubah atas kesepakatan bersama.
Bunga dapat mengambang atau
variabel, dan besarnya naik turun
sesuai dengan naik turunnya bunga
patokan atau kondisi ekonomi.
4. Bagi hasil bergantung pada
keuntungan usaha yang dijalankan.
Bila usaha merugi, kerugian akan
ditanggung bersama.
Pembayaran bunga tetap seperti
yang dijanjikan tanpa pertimbangan
apakah usaha yang dijalankan
peminjam untung atau rugi.
5. Jumlah pembagian laba meningkat
sesuai dengan peningkatan
keuntungan.
Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat sekalipun keuntungan
naik berlipat ganda.
6. Tidak ada yang meragukan keabsahan
bagi hasil.
Eksistensi bunga diragukan (kalau
tidak dikecam) oleh semua agama.
Sumber: Ascarya (2007:27)
3. Bentuk-Bentuk Bank Syariah
Bank syariah menjadi penggerak ekonomi Islam dalam
perkembangan zaman yang konvensional, melalui produk-produk
transaksi yang sesuai dengan syariah. Sehingga masyarakat dapat
menjalankan aktivitas ekonomi sehari-hari tanpa mengandung unsur yang
20
di larang Islam. Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah, bank syariah memiliki dua bentuk terdiri dari:
a. Bank Umum Syariah (BUS)
Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank syariah yang
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
b. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank syariah
yang dalam melaksanakan kegiatan usahanya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.
Bank syariah bisa disebut sebagai alternatif terhadap bank
konvensional. Apabila bank konvensional beroperasi dengan sistem bunga
(interest), bank syariah bekerja berdasarkan prinsip dasar rela sama rela
(an taraddin minkum) dan tidak boleh ada pihak yang menzalimi dan
dizalimi (Karim, 2004:15).
4. Asas dan Tujuan Bank Syariah
Asas operasional bank syariah berdasarkan Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, disebutkan
bahwa perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan
prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian
(prudential).
Selanjutnya, tujuan bank syariah pada Pasal 3, dinyatakan bahwa
perbankan syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan
21
nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan
pemerataan kesejahteraan rakyat.
5. Fungsi Bank Syariah
Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah, disebutkan bahwa bank syariah wajib
menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.
Bank syariah juga dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga
baitul maal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah,
hibah, atau dana sosial lainnya (antara lain denda terhadap nasabah atau
ta’zir) dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Selain itu,
bank syariah juga dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf
uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan
kehendak pemberi wakaf (wakif).
Dalam beberapa literatur perbankan syariah, bank syariah dengan
beragam skema transaksi yang dimiliki dalam skema non-riba memiliki
setidaknya empat fungsi yaitu (Yahya, 2014:48).
a. Fungsi manajer investasi
Fungsi ini dapat di lihat pada segi penghimpunan dana oleh
bank syariah, khususnya dana mudharabah. Dengan fungsi ini, bank
syariah bertindak sebagai manajer investasi dari pemilik dana
(shahibul maal) dalam hal dana tersebut harus dapat disalurkan pada
penyaluran yang produktif, sehingga dana yang di himpun dapat
22
menghasilkan keuntungan yang akan dibagihasilkan antara bank
syariah dan pemilik dana.
b. Fungsi investor
Dalam penyaluran dana, bank syariah berfungsi sebagai
investor (pemilik dana). Sebagai investor, penanaman dana yang
dilakukan oleh bank syariah harus dilakukan pada sektor-sektor yang
produktif dengan risiko yang minim dan tidak melanggar ketentuan
syariah. Selain itu, dalam menginvestasikan dana bank syariah harus
menggunakan alat investasi yang sesuai dengan syariah. Investasi yang
sesuai dengan syariah meliputi akad jual beli (murabahah, salam, dan
istishna), akad investasi (mudharabah dan musyarakah), akad sewa-
menyewa (ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik), dan akad lainnya
yang dibolehkan oleh syariah.
c. Fungsi sosial
Fungsi sosial bank syariah merupakan sesuatu yang melekat
pada bank syariah. Setidaknya ada dua instrumen yang digunakan oleh
bank syariah dalam menjalankan fungsi sosialnya, yaitu; instrumen
Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF) dan instrument qardhul
hasan. Instrumen ZISWAF berfungsi untuk menghimpun ZISWAF
dari masyarakat, pegawai bank, serta bank sendiri sebagai lembaga
milik para investor. Dana yang di himpun melalui instrumen ZISWAF
selanjutnya disalurkan kepada yang berhak dalam bentuk bantuan atau
hibah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Instrumen qardhul hasan
23
berfungsi menghimpun dana dari penerimaan yang tidak memenuhi
kriteria halal serta dana infak dan sedekah yang tidak ditentukan
peruntukannya secara spesifik oleh yang memberi.
d. Fungsi jasa keuangan
Fungsi jasa keuangan yang dijalankan oleh bank syariah
tidaklah berbeda dengan bank konvensional, seperti memberikan
layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji, letter of guarantee,
letter of credit, dan lain sebagainya. Akan tetapi, dalam hal mekanisme
mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut, bank syariah tetap
harus menggunakan skema yang sesuai dengan prinsip syariah.
C. Laporan Keuangan
1. Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan biasanya digunakan untuk memberikan
informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan yang secara tidak
langsung menggambarkan kinerja sebuah perusahaan selama satu periode
akuntansi. Berikut ini adalah beberapa definisi mengenai laporan
keuangan:
a. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam Standar Akuntansi
Keuangan (2014:1), laporan keuangan merupakan bagian dari proses
pelaporan keuangan, meliputi laporan atas kegiatan komersial dan atau
sosial.
24
b. Menurut Harahap (2008:183), laporan keuangan adalah produk akhir
dari proses akuntansi yang umumnya terdiri dari; neraca, laba rugi, dan
arus kas.
c. Menurut Hanafi dan Halim (2007:12), laporan keuangan pada
dasarnya melaporkan kegiatan-kegiatan perusahaan, kegiatan investasi,
kegiatan pendanaan, dan kegiatan operasional, sekaligus mengevaluasi
keberhasilan strategi perusahaan untuk mencapai tujuan yang ingin di
capai.
Jadi, laporan keuangan adalah suatu laporan terstruktur pada suatu
periode tertentu yang dapat menunjukan kondisi dan kinerja keuangan
suatu perusahaan serta melaporkan kegiatan-kegiatan perusahaan dalam
rangka mengevaluasi strategi perusahaan guna mencapai tujuannya.
2. Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan utama laporan keuangan adalah untuk menyediakan
informasi, menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi
keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar
pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Beberapa tujuan lainnya
sebagai berikut (KDPPLKS paragraf 32 dalam Rizal Yaya, 2014:74).
a. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua
transaksi dan kegiatan usaha.
25
b. Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta
informasi aset, liabilitas, pendapatan, dan beban yang tidak sesuai
dengan prinsip syariah dan bagaimana perolehan dan penggunaannya.
c. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab
entitas syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana,
menginvestikasikan pada tingkat keuntungan yang layak.
d. Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang di peroleh
penanam modal dan pemilik dana syirkah temporer dan informasi
mengenai pemenuhan kewajiban (obligation) fungsi sosial entitas
syariah termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah,
dan wakaf.
Selain itu, menurut Kasmir (2009:87), beberapa tujuan pembuatan
atau penyusunan laporan keuangan sebagai berikut:
a. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah aktiva (harta) yang di
miliki perusahaan pada saat ini.
b. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah kewajiban dan modal
yang di miliki perusahaan saat ini.
c. Memberikan informasi tentang jenis dan jumlah pendapatan yang di
peroleh pada suatu periode tertentu.
d. Memberikan informasi tentang jumlah biaya dan jenis biaya yang
dikeluarkan perusahaan dalam suatu periode tertentu.
26
e. Memberikan informasi tentang perubahan yang terjadi terhadap aktiva,
pasiva, dan modal perusahaan.
f. Memberikan informasi tentang kinerja manajemen perusahaan dalam
suatu periode.
g. Memberikan informasi tentang catatan atas laporan keuangan.
Laporan keuangan diharapkan dapat menjadi sarana memenuhi
kebutuhan masyarakat sebagai pengguna laporan keuangan, serta dapat
digunakan sebagai bentuk laporan dan pertanggungjawaban manajemen
atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Pemakai akan menilai
tindakan yang telah dilakukan dan dipertanggungjawabkan manajemen
dalam membuat keputusan ekonomi. Keputusan ini mencangkup
keputusan untuk menahan atau menjual investasinya dalam entitas syariah
atau keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen.
3. Komponen Laporan Keuangan
Menurut Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) sesuai dengan PSAK
101 (Revisi 2014), komponen laporan keuangan entitas syariah terdiri atas
(Prastowo, 2013:61).
a. Laporan posisi keuangan (neraca)
Laporan posisi keuangan mencerminkan sumber dana dan
pengelolaan dana atau menggambarkan hak dan kewajiban dari
perbankan syariah. Karena karakteristik bank syariah berbeda dengan
bank konvensional, di mana lembaga keuangan syariah tidak
27
membedakan dengan jelas pada sektor keuangan atau sektor riil, maka
beberapa akun dalam laporan posisi keuangan bank syariah
menunjukan karateristik tersebut.
b. Laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain
Laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain bank
syariah ini menunjukan kinerja yang telah di capai oleh bank syariah.
Bank syariah memiliki kegiatan usaha yang lebih luas dari bank
konvensional sehingga dalam laporan ini juga dapat menggambarkan
hasil usaha yang diperoleh bank syariah.
c. Laporan perubahan ekuitas
Laporan perubahan ekuitas adalah laporan yang menunjukan
perubahan ekuitas bank yang menggambarkan peningkatan atau
penurunan aktiva bersih atau kekayaan selama periode pelaporan.
d. Laporan arus kas
Laporan arus kas merupakan laporan yang menunjukan
penerimaan dan pengeluaran kas dan setara kas pada bank selama
periode tertentu yang dikelompokan dalam aktivitas operasi, investasi,
dan pendanaan. Informasi arus kas berguna untuk menilai kemampuan
bank dalam menghasilkan kas dan setara kas dan memungkinkan para
pemakai mengembangkan model untuk menilai dan membandingkan
nilai sekarang dari arus kas masa depan (future cash flow) dari
berbagai bank.
28
e. Laporan rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil
Bank syariah menyajikan laporan rekonsiliasi pendapatan dan
bagi hasil yang merupakan rekonsiliasi pendapatan bank syariah, yang
menggunakan dasar akrual (accrual basis), dan pendapatan yang
dihasilkan kepada pemilik dana yang menggunakan dasar kas (cash
basis). Perbedaan dasar pengakuan tersebut mengharuskan bank
syariah menyajikan laporan rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil
sebagai bagian komponen utama laporan keuangannya.
f. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat
Laporan sumber dan penggunaan dana zakat merupakan
laporan yang menunjukan sumber dan penggunaan dana selama suatu
jangka waktu tertentu, serta saldo zakat pada tanggal tertentu. Bank
syariah menyajikan laporan sumber dan penggunaan dana zakat sesuai
PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah dan
PSAK No. 109 tentang Akuntansi Zakat, Infak dan Sedekah.
g. Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan
Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan berisi
informasi penerimaan dana kebajikan dari beberapa komponen yang di
terima oleh bank syariah seperti; infak, sedekah, dan hasil pengelolaan
dana wakaf sesuai Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf.
29
h. Catatan atas laporan keuangan
Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau
rincian jumlah yang tertera dalam neraca, laporan laba rugi, laporan
arus kas, laporan perubahan ekuitas, laporan sumber dan penggunaan
dana zakat, laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan, serta
informasi tambahan seperti kewajiban kontijensi dan komitmen.
Catatan atas laporan keuangan juga mencakup informasi yang
diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan dalam PSAK, serta
pengungkapan-pengungkapan lain yang diperlukan untuk
menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.
4. Pengertian Analisis Laporan Keuangan
Analisis laporan keuangan terdiri dari dua kata yaitu “analisis” dan
“laporan keuangan”. Analisis adalah menjabarkan sesuatu hal secara
mendetail sehingga di peroleh suatu hasil. Sedangkan analisis juga bisa
diartikan memecahkan atau menguraikan sesuatu unit menjadi berbagai
unit terkecil (Harahap, 2010:189). Analisis laporan keuangan menjadi
suatu proses penting yang harus dilakukan dalam perusahaan karena
proses tersebut dapat menjadi salah satu dasar pembuatan kebijakan
perusahaan. Berikut beberapa definisi mengenai analisis laporan
keuangan:
a. Menurut Harjito dan Martono (2013:51), analisis laporan keuangan
merupakan ikhtisar mengenai kondisi keuangan suatu perusahaan yang
melibatkan neraca dan laba rugi.
30
b. Menurut Harmono (2009:104), analisis laporan keuangan merupakan
alat analisis bagi manajemen keuangan perusahaan yang bersifat
menyeluruh, dapat digunakan untuk mendeteksi atau mendiagnosis
tingkat kesehatan perusahaan, melalui analisis kondisi arus kas atau
kinerja organisasi perusahaan, baik yang bersifat parsial maupun
kinerja organisasi secara keseluruhan.
c. Menurut Subramanyam dan Wild (2009:3), “financial statement
analysis in an integral and important part of the boarder field of
business analysis”, artinya analisa laporan keuangan adalah satu
kesatuan dan bagian penting dari suatu analisis bidang bisnis yang
luas. Hal ini meliputi analisa lingkungan bisnis perusahaan, strategi,
dan posisi serta kondisi keuangan suatu perusahaan.
Jadi, analisis laporan keuangan adalah suatu proses penilaian dan
pengukuran kondisi keuangan ataupun posisi keuangan perusahaan pada
periode tertentu sebagai informasi dalam melakukan pengambilan
keputusan perusahaan.
5. Tujuan Analisis Laporan Keuangan
Tujuan analisis laporan keuangan adalah untuk memberikan
informasi kepada para pemakai laporan keuangan dengan berbagai teknik
dan metode yang berguna untuk menilai kinerja, keputusan investasi, dan
memprediksi keadaan perusahaan di masa yang akan datang. Lebih
lengkap tujuan analisis laporan keuangan yaitu (Bernstein dalam Harahap,
2010:31).
31
a. Screening
Analisis dilakukan dengan melihat secara analitis laporan
keuangan dengan tujuan untuk memilih kemungkinan investasi atau
merger.
b. Forecasting
Analisis digunakan untuk meramalkan kondisi keuangan
perusahaan di masa yang akan datang.
c. Diagnosis
Analisis dimaksudkan untuk melihat kemungkinan adanya
masalah-masalah yang terjadi baik dalam manajemen, operasi,
keuangan, atau masalah lainnya.
d. Evaluation
Analisis dilakukan untuk menilai prestasi manajemen,
operasional, efisiensi, dan lainnya.
Dengan melakukan analisis laporan keuangan, informasi mentah
yang di baca dari laporan keuangan akan menjadi lebih luas dan lebih
dalam. Hubungan satu pos dengan pos lain akan bisa menjadi inkubator
tentang posisi dan prestasi keuangan perusahaan (Prastowo, 2013:44).
6. Pengertian Rasio Keuangan
Rasio merupakan alat ukur yang digunakan perusahaan untuk
menganalisis keuangan dan rasio keuangan ini hanya menyederhanakan
hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya. Dengan penyederhanaan
ini bisa menilai hubungan antara pos sebelumnya dan bisa
32
membandingkan dengan rasio lain sehingga bisa memberikan penilaian
tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu
perusahaan dari suatu periode ke periode berikutnya. Rasio laporan
keuangan adalah perbandingan antara pos-pos tertentu dengan pos lain
yang memiliki hubungan signifikan (Prastowo, 2013:73).
7. Jenis Rasio Keuangan
Rasio keuangan memiliki berbagai macam jenis yang penggunaan
masing-masing rasio tersebut berbeda-beda tergantung kebutuhan
perusahaan, terkadang tidak semua rasio digunakan perusahaan karena
disesuaikan dengan informasi tententu yang ingin di cari. Hanya saja jika
hendak melihat kondisi dan posisi perusahaan secara lengkap, maka
sebaiknya seluruh rasio digunakan (Kasmir, 2009:110). Dalam praktiknya,
terdapat beberapa macam jenis rasio keuangan yang digunakan suatu
perusahaan. Berikut ini jenis-jenis rasio keuangan yang digunakan
perusahaan:
a. Rasio likuiditas
Rasio likuiditas adalah kemampuan suatu perusahaan
memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu. Karena
itu, rasio likuiditas sering di sebut dengan short term liquidity. Jenis-
jenis rasio likuiditas yang dapat digunakan terdiri dari (Irham Fahmi,
2013:65).
1) Rasio lancar (current ratio)
2) Rasio cepat (quick ratio)
33
3) Rasio modal kerja bersih (net working capital ratio)
4) Rasio likuiditas arus kas (cash flow liquidity ratio)
b. Rasio solvabilitas
Rasio solvabilitas adalah rasio yang digunakan untuk
mengukur sejauh mana aktiva perusahaan di biayai dengan hutang.
Artinya, berapa besar beban hutang yang di tanggung perusahaan
dibandingkan dengan aktivanya. Adapun jenis-jenis rasio solvabilitas
adalah (Kasmir, 2009:112).
1) Debt to assets ratio
2) Debt to equity ratio
3) Long term debt to equity ratio
4) Time interest earned
5) Fixed charge coverage
c. Rasio profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio yang menunjukan seberapa
baik perusahaan dalam mengelola asetnya, khususnya untuk
menghasilkan keuntungan setelah dikurangi biaya. Berikut ini adalah
jenis-jenis rasio profitabilitas (Fabozzi dan Peterson, 2003:738).
1) Gross profit margin
2) Operating profit margin
3) Net profit margin
4) Return On Investment (ROI)
5) Return On Equity (ROE)
34
d. Rasio aktivitas
Rasio aktivitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam menggunakan dana yang tersedia,
tercermin dalam perputaran modalnya. Jenis-jenis rasio aktivitas
adalah sebagai berikut (Rodoni dan Ali, 2010:26).
1) Total asset turnover
2) Receivable turnover
3) Inventory turnover
4) Average collection period
5) Average payment period
6) Working capital turnover
7) Fixed asset turnover
e. Rasio penilaian
Rasio penilaian adalah rasio yang memberikan ukuran
kemampuan manajemen menciptakan nilai pasar usahanya atas biaya
investasi. Jenis-jenis rasio penilaian adalah sebagai berikut (Kasmir,
2010:116).
1) Rasio harga saham terhadap pendapatan
2) Rasio nilai pasar terhadap nilai buku
8. Keunggulan dan Keterbatasan Rasio Keuangan
Rasio keuangan memiliki keunggulan dibandingkan dengan teknik
lainnya, keunggulan tersebut adalah (Harahap, 2010:298).
35
a. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah
di baca dan ditafsirkan.
b. Merupakan pengganti yang sederhana dari informasi yang disajikan
laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.
c. Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain.
d. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model
pengambilan keputusan dan model prediksi (z-score).
e. Menstandarisir size perusahaan.
f. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain
atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau “time
series”.
g. Lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakukan prediksi di
masa yang akan datang.
Di samping keunggulan yang di miliki, teknik ini juga memiliki
beberapa keterbatasan yang harus disadari sewaktu penggunaannya,
keterbatasan tersebut adalah (Harahap, 2010:299).
a. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk
kepentingan pemakainya.
b. Keterbatasan yang di miliki akuntansi atau laporan keuangan juga
menjadi keterbatasan rasio keuangan ini, seperti:
1) Bahan perhitungan rasio atau laporan keuangan banyak
mengandung taksiran dan judgement yang dapat di nilai bias atau
subjektif.
36
2) Nilai yang terkandung dalam laporan keuangan dan rasio adalah
nilai perolehan (cost) bukan harga pasar.
3) Klasifikasi dalam laporan keuangan bisa berdampak pada angka
rasio.
4) Metode pencatatan yang tergambar dalam standar akuntansi bisa
diterapkan berbeda oleh perusahaan yang berbeda.
c. Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia, akan menimbulkan
kesulitan dalam menghitung rasio.
d. Sulit jika data yang diterima tidak sinkron.
e. Dua perusahaan dibandingkan bisa saja teknik dan standar akuntansi
yang di pakai tidak sama. Oleh karenanya, bila dilakukan
perbandingan bisa menimbulkan kesalahan.
D. Financial Distress
1. Pengertian Financial Distress
Menurut Platt (2002:125), financial distress adalah tahap
penurunan kondisi keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan, yang
terjadi sebelum kebangkrutan ataupun likuidasi. Kondisi ini pada
umumnya di tandai antara lain dengan adanya penundaan pengiriman,
kualitas produk yang menurun, dan penundaan pembayaran tagihan dari
bank. Sedangkan, menurut Brealey dan Myers (2003:497), financial
distress terjadi apabila perusahaan tidak dapat menepati janjinya kepada
kreditor untuk melunasi kewajibannya dan terkadang kondisi ini akan
membawa perusahaan pada kebangkrutan.
37
Jadi, Financial distress adalah suatu kondisi di mana perusahaan
mengalami kesulitan keuangan dalam operasional ditandai dengan
ketidakmampuan memenuhi kewajiban-kewajiban yang jatuh tempo
sehingga terancam mengalami kebangkrutan.
Jika perusahaan mengalami kebangkrutan maka akan muncul biaya
kebangkrutan yang disebabkan oleh keterpaksaan menjual aset di bawah
harga pasar, biaya likuidasi, dan sebagainya. Ada dua jenis biaya
kebangkrutan (Ambarwati, 2010:52).
a. Biaya kebangkrutan langsung adalah semua biaya yang secara
langsung berhubungan dengan kebangkrutan seperti biaya administrasi
dan hukum yang timbul pada saat terjadinya proses kebangkrutan.
b. Biaya kebangkrutan tidak langsung adalah biaya yang dikeluarkan
untuk menghindari kebangkrutan.
2. Jenis-Jenis Financial Distress
Menurut Ross (2006:562), jenis kebangkrutan sebagai kegagalan
bisa didefinisikan dalam beberapa arti, sebagai berikut:
a. Kegagalan bisnis (business failure)
Situasi di mana bisnis berakhir dengan kerugian kredit dan
bahkan semua modal perusahaan bisa berkurang.
b. Kebangkrutan menurut hukum (legal bankruptcy)
Keadaan di mana perusahaan atau kreditor membawa petisi ke
pengadilan federal mengenai kebangkrutan. Kebangkrutan di sini
38
adalah di mana perusahaan sedang dalam proses hukum untuk
melikuidasi dan mereorganisasi bisnis.
c. Insolvensi teknis (technical insolvency)
Suatu keadaan di mana perusahaan tidak dapat memenuhi
kewajibannya pada saat jatuh tempo.
d. Insolvensi akuntansi (accounting insolvency)
Di mana perusahaan memiliki pendapatan yang negatif dan
total kewajibannya lebih besar dibandingkan total aktivanya.
3. Indikator Financial Distress
Dalam suatu perusahaan pasti terdapat perjanjian-perjanjian dalam
bentuk kewajiban yang harus dijalankan suatu perusahaan sesuai jangka
waktu yang ada di perjanjian tersebut. Jika kewajiban-kewajiban tersebut
tidak dapat dilakukan, maka hal tersebut bisa menjadi indikator bahwa
perusahaan tersebut dalam kondisi kesulitan keuangan (financial distress).
Sebelum pada akhirnya pada suatu perusahaan dinyatakan
bangkrut, biasanya ditandai oleh berbagai situasi atau keadaan khusus
yang berhubungan dengan efektivitas dan efisiensi operasinya. Menurut
Hanafi dan Halim (2007:263), kebangkrutan yang terjadi sebenarnya dapat
di prediksi dengan melihat beberapa indikator-indikator, sebagai berikut:
a. Analisis aliran kas untuk saat ini atau masa mendatang.
b. Analisis strategi perusahaan, yaitu analisis yang memfokuskan pada
persaingan yang dihadapi oleh perusahaan.
c. Struktur biaya relatif terhadap pesaingnya.
39
d. Kualitas manajemen.
e. Kemampuan manajemen dalam mengendalikan biaya.
4. Faktor Penyebab Financial Distress
Menurut Rodoni dan Ali (2010:170), apabila di tinjau dari aspek
keuangan, maka terdapat tiga keadaan yang dapat menyebabkan financial
distress yaitu:
a. Faktor ketidakcukupan modal atau kekurangan modal
Ketidakseimbangan aliran penerimaan uang yang bersumber
pada penjualan atau penagihan piutang dengan pengeluaran uang untuk
membiayai operasi perusahaan tidak mampu menarik dana untuk
memenuhi kekurangan dana tersebut, maka perusahaan akan berada
pada posisi tidak likuid.
b. Besarnya beban hutang dan bunga
Apabila perusahaan mampu menarik dana dari luar, misalnya
kredit dari bank untuk menutup kekurangan dana, maka masalah
likuiditas perusahaan dapat teratasi untuk sementara waktu. Tetapi
kemudian timbul persoalan baru yaitu adanya keterikatan kewajiban
untuk membayar kembali pokok pinjaman dan bunga kredit. Walaupun
demikian hal ini tidak membahayakan perusahaan dan masih
memberikan keuntungan bagi perusahaan apabila tingkat bunga lebih
rendah dari tingkat investasi harta (return to assets) dan perusahaan
melakukan apa yang disebut dengan manajemen risiko atas hutang
yang diterimanya.
40
c. Menderita kerugian
Pendapatan yang di peroleh perusahaan harus mampu menutup
seluruh biaya yang dikeluarkan dan menghasilkan laba bersih.
Besarnya laba bersih sangat penting bagi perusahaan untuk melakukan
reinvestasi, sehingga akan menambah kekayaan bersih perusahaan dan
meningkatkan ROE (Return On Equity) untuk menjamin kepentingan
pemegang saham. Oleh karena itu, perusahaan harus selalu berupaya
meningkatkan pendapatan dan mengendalikan tingkat biaya.
Ketidakmampuan perusahaan mempertahankan keseimbangan
pendapatan dengan biaya, niscaya perusahaan akan mengalami
financial distress.
Selain itu, menurut Lesmana dan Surjanto (2004:183), sebuah
perusahaan yang mengalami kebangkrutan atau kesulitan keuangan
memiliki tanda-tanda sebagai berikut:
a. Terjadi penurunan secara signifikan terhadap penjualan dan
pendapatan.
b. Laba atau arus kas dari operasional mengalami penurunan.
c. Penurunan total aktiva.
d. Terjadi penurunan secara signifikan terhadap close price.
e. Kemungkinan gagal yang besar dalam industri atau industri dengan
risiko yang tinggi.
f. Terjadi pemotongan deviden yang besar.
g. Young company.
41
5. Manfaat Prediksi Financial Distress
Informasi tentang prediksi kebangkrutan suatu perusahaan akan
sangat bermanfaat bagi beberapa kalangan. Menurut Hanafi dan Halim
(2007:261), informasi kebangkrutan dapat bermanfaat untuk:
a. Pemberi pinjaman
Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk pengambilan
keputusan siapa yang akan di beri pinjaman dan kemudian bermanfaat
untuk mengambil kebijakan memonitor pinjaman yang ada.
b. Investor
Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu
perusahaan tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya
kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menerbitkan
surat berharga tersebut. Investor yang menganut strategi aktif akan
mengembangkan model prediksi kebangkrutan untuk melihat tanda-
tanda kebangkrutan seawal mungkin dan kemudian mengantisipasi
kemungkinan tersebut.
c. Pemerintah
Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah memiliki
tanggung jawab untuk mengatasi jalan usaha tersebut. Pemerintah
memiliki kepentingan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih
awal supaya tindakan-tindakan yang perlu dilakukan dapat dilakukan
lebih awal.
42
d. Akuntan
Akuntan memiliki kepentingan terhadap informasi
kelangsungan suatu usaha karena akuntan akan menilai kemampuan
going concern suatu perusahaan.
e. Manajemen
Informasi kebangkrutan digunakan untuk melakukan langkah-
langkah preventif sehingga biaya kebangkrutan dapat dihindari atau
dapat diminimalisir.
E. Metode Altman Z-Score
Metode prediksi kebangkrutan pada mulanya dipelopori Beaver tahun
1966, kemudian Edward I. Altman tahun 1068 juga melakukan penelitian
tentang financial distress.
Altman (1968) adalah orang yang pertama yang menerapkan Multiple
Discriminant Analysis (MDA). Analisa diskriminan ini merupakan suatu
teknik statistik yang mengidentifikasikan beberapa macam rasio keuangan
yang dianggap memiliki nilai paling penting dalam mempengaruhi suatu
kejadian, lalu mengembangkannya dalam suatu model dengan maksud untuk
memudahkan menarik kesimpulan dari suatu kejadian. Analisa diskriminan ini
kemudian menghasilkan sesuatu dari beberapa pengelompokan yang bersifat
apriori atau mendasarkan teori dari kenyataan yang sebenarnya. Dasar
pemikiran Altman menggunakan analisis diskriminan bermula dari
keterbatasan analisa rasio yaitu metodologinya yang pada dasarnya bersifat
menyimpang yang artinya setiap rasio di uji secara terpisah sehingga pengaruh
43
kombinasi dari beberapa rasio hanya didasarkan pada pertimbangan para
analis keuangan. Oleh karena itu, untuk mengatasi kekurangan dari analisa
rasio maka perlu dikombinasikan berbagai rasio agar menjadi suatu model
prediksi yang berarti (Ramadhani dan Lukviarman, 2009:19).
Edward I. Altman adalah seorang profesor dan wakil direktur di
Universitas Salomon Center New York dan Leonard N. Stem School of
Bussines. Altman di kenal sebagai tokoh penemu teknik statistik untuk
memprediksi perusahaan yang mengalami kebangkrutan. Altman
mengembangkan analisis z-score sudah hampir 30 tahun yang lalu. Dalam
penelitiannya, Altman menggunakan sampel sebanyak 66 perusahaan, yang
setengahnya adalah perusahaan yang mengalami kebangkrutan. Data yang
digunakan berasal dari perusahaan manufaktur dan perusahaan kecil dengan
aset yang kurang dari 1 juta dollar tidak dimasukan sampel (Vickers,
2006:64).
Altman menggunakan metode Multivariate Discriminant Anlysis
(MDA) dalam penelitiannya. Seperti regresi logistik, teknik statistika ini juga
biasa digunakan untuk menguji suatu model, di mana variabel dependennya
merupakan variabel kualitatif dalam bentuk kategori. Output dari teknik MDA
adalah menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Seiring dengan berjalannnya waktu dan penyesuaian terhadap berbagai
jenis perusahaan, Altman kemudian merevisi modelnya supaya dapat
diterapkan pada semua perusahaan, seperti manufaktur, non manufaktur, dan
perusahaan penerbit obligasi di negara berkembang (emerging market). Dalam
44
Z-score modifikasi ini Altman mengeliminasi variable X5 (sales to total asset)
karena rasio ini sangat bervariatif pada industri dengan ukuran aset yang
berbeda-beda (Ramadhani dan Lukviarman, 2009:20).
Berikut ini adalah model Altman Z-Score (1995) modifikasi yang
merupakan gabungan dari empat rasio keuangan:
Z = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3 + 1,05 X4
Dimana:
Z = Financial distress
X1 = Working Capital to Total Assets (WCTA)
X2 = Retained Earnings to Total Assets (RETA)
X3 = Earning Before Interest And Taxes to Total Assets (EBITTA)
X4 = Market Value of Equity to Total Liabilities (MVETL)
Klasifikasi hasil dari perhitungan tersebut dimasukan ke dalam cut off
point yang telah ditentukan Altman, yaitu:
Jika nilai Z < 2,60 maka termasuk “safe zone”
Jika nilai 1,10 < Z < 2,60 maka termasuk “gray area”
Jika nilai Z > 2,60 maka termasuk “distress zone”
Berikut ini adalah penjelasan dari variabel-variabel rasio yang terdapat
di model Altman:
1. Rasio Working Capital to Total Assets
Rasio working capital to total assets menyajikan informasi
tambahan mengenai likuiditas perusahaan, karena rasio ini
mengindikasikan persentase dari total aset perusahaan yang digunakan
45
sebagai modal bersih perusahaan. Nilai rasio yang tinggi mengindikasikan
kondisi likuiditas yang kuat (Baker dan Powell, 2005:50).
WCTA =
2. Rasio Retained Earnings to Total Assets
Retained Earnings to Total Assets adalah akun yang
menginformasikan total pendapatan atau kerugian dari investasi yang
dilakukan perusahaan. Akun ini juga mengindikasikan saldo keuntungan
yang didapatkan (Bell, 2013:433).
RETA =
3. Rasio Earnings Before Interest and Tax to Total Assets
Rasio earnings Before Interest and Tax to Total Assets atau disebut
juga basic earnings power mencerminkan efektivitas dan efisiensi
pengelolaan seluruh investasi yang telah dilakukan perusahaan. Semakin
tinggi rasio ini berarti semakin efektif dan efisien pengelolaan seluruh
aktiva yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan laba sebelum bunga
dan pajak (Sudana, 2011:23).
EBITTA =
4. Rasio Market Value Equity to Total Liabilities
Market Value of Equity to Total Liabilities adalah rasio yang
digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dari
hutang. Artinya seberapa besar beban utang yang di tanggung perusahaan
dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas, dikatakan bahwa rasio
46
ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar
seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila
perusahaan dibubarkan atau dilikuidasi (Endri, 2009:42).
MVETL =
F. Penelitian Terdahulu
Adapun hasil-hasil sebelumnya dari penelitian-penelitian terdahulu
mengenai topik yang berkaitan dengan penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 2.2
Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu
No Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
1. Mokhamad
Iqbal Dwi
Nugroho
dan Wisnu
Mawardi
(2012)
Journal of
Manageme
nt
Analisis Prediksi
Financial Distress
Dengan
Menggunakan
Model Altman Z-
Score Modifikasi
1995
Variabel
dependen
prediksi
kebangkrutan,
variabel
independen
WCTA, RETA,
EBITTA,
MVETL.
Teknik
pengambilan
sampel
purposive
sampling.
Sampel
perusahaan
manufaktur dan
tahun
penelitian
2008-2010.
Alat uji analisis
diskriminan
Hasil dari pengujian
ditemukan keempat
variabel independen
berpengaruh positif
terhadap variabel
dependen. Serta fungsi
diskriminan non
distress memiliki
persentase tingkat
kebenaran atau akurasi
dalam mengklasifikasi
sebesar 86,2%.
2. Nisaa
Nuurillah
dan
Anindya
Ardiansari
(2015)
Manageme
nt Analysis
Journal
Analisis
Kebangkrutan
Menggunakan
Rasio Altman Z-
Score
Variabel
dependen
prediksi
kebangkrutan.
Variabel
independen
rasio WCTA,
RETA,
EBITTA, dan
MVETL.
Variabel
independen
rasio STA.
Sampel yang
digunakan
perusahaan
yang listed dan
delisted di BEI.
Alat uji
statistik dengan
Hasil dari 27 sampel
perusahaan yang diteliti
dari tahun 2010-2012
ditemukan 12
perusahaan berpotensi
mengalami kesulitan
keuangan. Rasio
Altman Z-Score
mempunyai akurasi
tinggi dalam
Bersambung ke halaman berikutnya
47
Tabel 2.2
(Lanjutan)
No Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
Teknik
pengambilan
sampel
purposive
sampling.
microsoft excel. memprediksi kondisi
suatu perusahaan.
3. Tahmina
Ahmed dan
Shah Alam
(2015)
The Cost
and
Manageme
nt Journal
Prediction of
Finance Distress
in Banking
Companies of
Bangladesh and A
Need For
Regulation by
FRC
Variabel
dependen
prediksi
kebangkrutan,
variabel
independen
WCTA, RETA,
EBITTA,
MVETL, dan
alat uji regresi
logistik.
Sampel bank
komersil
(konvensional),
tahun
penelitian
2009-2013.
Hasil dari pengujian
ditemukan bahwa tidak
ada bank yang berada
dalam kategori „Safe
Zone‟ dan terdapat satu
rasio yang tidak
signifikan dalam
pengujian tersebut yaitu
MVETL (Market Value
Equity to Total
Liabilities).
4. Mochamad
Irfan dan
Tri Yuniati
(2014)
Jurnal Ilmu
dan Riset
Manajemen
Analisis Financial
Distress Dengan
Pendekatan
Altman Z”-Score
Untuk
Memprediksi
Kebangkrutan
Perusahaan
Telekomunikasi
Variabel
dependen
prediksi
kebangkrutan,
variabel
independen
WCTA, RETA,
EBITTA,
MVETL.
Teknik
pengambilan
sampel
purposive
sampling.
Alat uji regresi
linier berganda.
Sampel
perusahaan
telekomunikasi,
tahun
penelitian
2006-2012.
Hasil dari pengujian
secara parsial rasio
WCTA dan EBITTA
yang berpengaruh
signifikan dan secara
parsial rasio keuangan
Altman berpengaruh
signifikan terhadap
financial distress.
5. Yayu
Kusdiana
(2014)
Jurnal
Tepak
Manajemen
Bisnis
Analisis Model
Camel dan Altman
Z-Score Dalam
Memprediksi
Kebangkrutan
Bank Umum di
Indonesia
Variabel
dependen
prediksi
kebangkrutan,
variabel
independen
WCTA, RETA,
EBITTA,
MVETL.
Teknik
pengambilan
sampel
purposive
Variabel
independen
model
CAMEL; CAR,
NPL, ROA,
BOPO, LDR.
Sampel bank
umum
(konvensional).
Hasil dari pengujian
ternyata ketepatan
prediksi model Altman
Z-score lebih
baik dalam
memprediksi
kebangkrutan bank
umum di Indonesia
dibandingkan dengan
model CAMEL, karena
hasil prediksi model
Altman mengalami
tingkat
Bersambung ke halaman berikutnya
48
Tabel 2.2
(Lanjutan)
No Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Metodologi Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
sampling. Alat
uji regresi
logistik.
probabilitas
kebangkrutan yang
tinggi.
6. Jia Chian
Wong dan
Tze San
Ong
(2014)
Internation
al Journal
of Business
and Social
Science
A Revisited of
Altman Z-Score
Model For
Companies Listed
In Bursa Malaysia
Variabel
dependen
prediksi
kebangkrutan,
variabel
independen
WCTA, RETA,
EBITTA,
MVETL, dan
alat uji regresi
logistik.
Variabel
independen
STA, sampel
perusahaan
yang listed di
PN17.
Hasil dari pengujian
terdapat satu rasio
paling signifikan di
antara rasio yang lain
yaitu WCTA (Working
Capital to Total Assets)
dan melalui analisis
diskriminan ditemukan
tingkat akurasi model
sebesar 76,7%.
7. Emin
Zeytinoglu
dan
Yasemin
Deniz
Akarim
(2013)
Journal of
Applied
Finance &
Banking
Financial Failur
Prediction Using
Financial Ratios:
An Empirical
Application On
Istanbul Stock
Exchange
Variabel
dependen
prediksi
kebangkrutan,
variabel
independen
WCTA, RETA,
dan alat uji
regresi logistik.
Sampel
perusahaan
yang listed di
ISE (Istanbul
Stock
Exchange),
tahun
pengamatan
2009-2011.
Hasil dari pengujian
terdapat rasio paling
signifikan di antara
rasio yang lain yaitu
WCTA (Working
Capital to Total Asset)
dan ditemukan tingkat
akurasi tahun 2009,
2010, 2011 adalah
88,7%, 90,4%, 92,2% .
8. Syamsul
Hadi dan
Atika
Anggraeni
(2008)
Jurnal
Manajemen
Pemilihan
Prediktor
Delisting Terbaik
(Perbandingan
antara The
Zmijewski Model,
The Altman
Model, dan The
Springate Model)
Variabel
dependen
prediksi
kebangkrutan,
variabel
independen
WCTA, RETA,
EBITTA,
MVETL, dan
alat uji regresi
logistik.
Variabel
independen
STA,
menggunakan
model
springate dan
model
zmijewski.
Sampel
perusahaan
yang delisted
dan listed
2003-2007.
Hasil dari pengujian
ternyata ditemukan
model Altman adalah
model prediktor terbaik
dan model Zmijewski
menjadi prediktor
dengan tingkat akurasi
terendah di antara
ketiga model yang di
analisis.
Sumber: diolah dari berbagai referensi
49
G. Keterkaitan Antar Variabel
1. Rasio Working Capital to Total Assets (WCTA) dan Financial Distress
Menurut Kasmir (2009), rasio ini di hitung dengan membagi modal
kerja bersih dengan total aktiva. Modal kerja bersih (Net working Capital)
di peroleh dengan cara aktiva lancar dikurangi dengan kewajiban lancar.
Modal kerja bersih negatif kemungkinan besar akan menghadapi masalah
dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya karena tidak tersedianya
aktiva lancar yang cukup untuk memenuhi kewajiban tersebut.
Menurut Altman (1968), rasio working capital to total assets sering
ditemukan dalam penelitian mengenai masalah perusahaan, sebagai ukuran
dari net liquid assets yang relatif kuat untuk kapitalisasi perusahaan. Dari
tiga rasio likuiditas (working capital to total assets, current ratio, dan
quick ratio), rasio ini terbukti menjadi yang paling berpengaruh. Seperti
penelitian Merwin (1942), yang menyatakan working capital to total
assets sebagai indikator terbaik dari kebangkrutan.
Berdasarkan penelitian Altman (1968) dan Merwin (1942), rasio
working capital to total assets berpengaruh positif terhadap financial
distress, karena rasio ini menunjukan tingkat likuiditas perusahaan yang
berasal dari selisih antara aktiva lancar dan kewajiban lancar, jika aktiva
lancar lebih besar dibandingkan kewajiban lancar maka menunjukan
perusahaan dengan mudah bisa memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Semakin kecil rasio ini akan meningkatkan potensi financial distress.
Sesuai dengan penelitian Jia Chian Wong dan Tze San Ong (2014),
50
Zeytinoglu (2013), Irfan dan Yuniati (2014), Wahyuni (2014), menyatakan
bahwa rasio WCTA secara parsial berpengaruh terhadap financial distress.
2. Rasio Retained Earnings to Total Assets (RETA) dan Financial Distress
Menurut Kasmir (2009), Rasio ini merupakan rasio yang mengukur
leverage perusahaan karena dari nilai rasio ini dapat pula diketahui
proporsi aset dari perusahaan yang dibiayai dengan menggunakan laba
yang dihasilkannya sendiri tanpa menggunakan hutang.
Menurut Bell (2013), retained earning to total asset menghitung
tingkat profitabilitas perusahaan. Retained earnings atau biasa disebut laba
ditahan adalah akun yang menginformasikan total pendapat atau kerugian
dari investasi yang dilakukan perusahaan. Akun ini juga mengindikasikan
saldo keuntungan yang didapatkan. Umur perusahaan berpengaruh
terhadap rasio ini karena semakin lama perusahaan beroperasi
memungkinkan untuk memperlancar akumulasi laba ditahan.
Menurut Altman (1968), rasio ini di hitung dari profitabilitas
kumulatif dari waktu ke waktu yang dikatakan sebagai salah satu rasio
baru. Usia perusahaan secara implisit akan dipertimbangkan dalam rasio
ini. Usia perusahaan yang relatif muda akan membuat rasio RETA yang
rendah karena belum mempunyai waktu untuk membangun keuntungan
kumulatifnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa perusahaan baru
akan di diskriminasi dalam analisis ini, dan potensi perusahaan tersebut
diklasifikasikan bangkrut relatif lebih tinggi di banding perusahaan lain.
51
Situasi tersebut banyak terjadi di dunia bisnis. Kejadian kegagalan jauh
lebih tinggi untuk perusahaan baru.
Berdasarkan penelitian Altman (1968), Bell (2013), dan Kasmir
(2009), kegagalan perusahaan banyak terjadi pada perusahaan yang baru,
karena cenderung memiliki rasio RETA yang rendah karena belum
mempunyai waktu untuk membangun keuntungan kumulatifnya
dibandingkan perusahaan lama. Artinya prediksi financial distress
perusahaan ditentukan dengan ukuran rasio RETA. Sesuai dengan
penelitian Hidayah (2014), rasio RETA secara parsial berpengaruh
terhadap prediksi financial distress. Namun, dalam penelitian Irfan dan
Yuniati (2014), rasio RETA secara parsial tidak berpengaruh terhadap
financial distress.
3. Rasio Earnings Before Interest and Tax to Total Assets (EBITTA) dan
Financial Distress
Menurut Kasmir (2009), rasio ini menunjukan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan sebelum
pembayaran bunga dan pajak.
Menurut Altman (1968), pada dasarnya rasio ini adalah ukuran
sebenarnya dari produktivitas aset perusahaan dan pengaruh pajak. Karena
pengaruh utama suatu perusahaan didasarkan pada kekuatan pendapatan
dari aset, rasio ini tampaknya sangat tepat untuk penelitian yang
berhubungan dengan kegagalan perusahaan. Selanjutnya, insolvency dalam
arti kebangkrutan terjadi ketika jumlah kewajiban melebihi penilaian wajar
52
dari aset perusahaan serta nilai yang telah ditentukan berdasarkan
pendapatan.
Berdasarkan penelitian Altman (1968) dan Kasmir (2009), rasio ini
menunjukan tingkat profitabilitas perusahaan dalam hal pengelolaan
investasi dari aset perusahaan. Kebangkrutan akan terjadi jika kewajiban
perusahahaan melebihi pendapatan dan aset perusahaan, artinya semakin
kecil rasio EBITTA akan meningkatkan potensi financial distress. Sesuai
dengan penelitian Irfan dan Yuniati (2014), rasio EBITTA secara parsial
berpengaruh terhadap prediksi financial distress. Namun, dalam penelitian
Hidayah (2014), rasio EBITTA secara parsial tidak berpengaruh terhadap
financial distress.
4. Rasio Market Value Equity to Total Liabilities (MVETL) dan Financial
Distress
Menurut Kasmir (2009), rasio ini digunakan untuk menilai
solvabilitas perusahaan, yaitu kemampuan perusahaan memenuhi
kewajiban jangka panjang atau mengukur kemampuan permodalan
perusahaan dalam menanggung seluruh kewajibannya.
Menurut Altman (1968), ekuitas adalah ukuran yang didasarkan
dari nilai saham gabungan dari semua saham, seperti: saham biasa dan
saham preferen. Dan hutang meliputi: hutang jangka pendek dan hutang
jangka panjang. Untuk mengukur seberapa banyak aset perusahaan yang
dapat menurun nilainya sebelum kewajiban melebihi aset dan perusahaan
menjadi bangkrut. Rasio ini menambahkan dimensi nilai pasar yang tidak
53
dipertimbangkan pada penelitian kegagalan lain. Rasio ini tampaknya
menjadi prediktor kebangkrutan yang lebih efektif dari rasio sejenis
lainnya yang telah banyak digunakan yaitu, kekayaan bersih / total utang.
Berdasarkan penelitian Kasmir (2009) dan Altman (1968), rasio ini
menunjukan tingkat solvabilitas perusahaan dalam hal kewajiban yang
didasarkan pada nilai perusahaan. Semakin besar rasio ini akan
meningkatkan potensi financial distress. Sesuai dengan penelitian
Widhyarti (2011), rasio MVETL secara parsial berpengaruh terhadap
prediksi financial distress. Namun, dalam penelitian Hidayah (2014), rasio
MVETL secara parsial tidak berpengaruh terhadap financial distress.
H. Hipotesis
Berdasarkan kerangka teori dan keterkaitan variabel yang telah
dikemukakan maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H01 : Variabel rasio WCTA secara parsial tidak berpengaruh terhadap
financial distress pada bank umum syariah.
Ha1 : Variabel rasio WCTA secara parsial berpengaruh terhadap financial
distress pada bank umum syariah.
H02 : Variabel rasio RETA secara parsial tidak berpengaruh terhadap
financial distress pada bank umum syariah.
Ha2 : Variabel rasio RETA secara parsial berpengaruh terhadap financial
distress pada bank umum syariah.
H03 : Variabel rasio EBITTA secara parsial tidak berpengaruh terhadap
financial distress pada bank umum syariah.
54
Ha3 : Variabel rasio EBITTA secara parsial berpengaruh terhadap financial
distress pada bank umum syariah.
H04 : Variabel rasio MVETL secara parsial tidak berpengaruh terhadap
financial distress pada bank umum syariah.
Ha4 : Variabel rasio MVETL secara parsial berpengaruh terhadap financial
distress pada bank umum syariah.
H05 : Variabel rasio WCTA, RETA, EBITTA, dan MVETL secara simultan
tidak berpengaruh terhadap financial distress pada bank umum
syariah.
Ha5 : Variabel rasio WCTA, RETA, EBITTA, dan MVETL secara simultan
berpengaruh terhadap financial distress pada bank umum syariah.
I. Kerangka Penelitian
Penelitian ini mengenai pengaruh rasio keuangan dengan metode
Altman Z-score (1995) modifikasi yang terdiri dari; Working Capital to Total
Assets (X1), Retained Earnings to Total Assets (X2), Earnings Before Interest
and Tax to Total Assets (X3), dan Market Value Equity to Total Liabilities (X4)
terhadap prediksi financial distress (Z).
Berdasarkan kerangka teori yang dikemukakan, dapat disederhanakan
dalam bentuk kerangka penulisan. Kerangka penelitian dalam penelitian ini
dapat digambarkan sebagai berikut:
55
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Bank Umum Syariah di Indonesia Periode Tahun 2010-2014
Laporan Keuangan Bank Syariah
Metode Altman Z-Score
Working Retained Earnings Market
Capital Eearnings Before Value
Total Total Assets Interest Equity
Assets (X2) and Taxes Total
(X1) Total Assets Liabilities
(X3) (X4)
Financial Distress
(Z)
Analisis Deskriptif
Regresi Logistik Binary
Interpretasi
Kesimpulan dan Saran
56
Dari kerangka pemikiran tersebut, dapat diuraikan bahwa X1, X2, X3, dan
X4 akan mempengaruhi hasil perhitungan potensi financial distress pada bank
umum syariah. Berkaitan dengan hal tersebut dapat diprediksi bahwa semakin
tinggi atau rendahnya X1, X2, X3, dan X4 maka akan berdampak pada potensi
financial distress. Jadi, tinggi atau rendahnya potensi financial distress akibat dari
tingkat X1, X2, X3, dan X4.
57
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisa variabel rasio keuangan yang terdapat
dalam metode Altman Z-Score untuk memprediksi financial distress pada
Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia periode tahun 2010-2014. Penelitian
ini menggunakan lima variabel yaitu, empat variabel independen terdiri dari:
Working Capital to Total Assets (WCTA), Retained Earnings to Total Assets
(RETA), Earnings Before Interest and Taxes to Total Assets (EBITTA), dan
Market Value Equity to Total Liabilities (MVETL). Satu variabel dependen
yaitu, financial distress. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder berupa laporan keuangan tahunan (annual report). Sumber data yang
digunakan adalah data keuangan Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia
periode tahun 2010-2014.
B. Populasi dan Metode Penentuan Sampel
Populasi penelitian ini adalah Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia
pada periode tahun 2010-2014. Teknik pengambilan sampel dengan teknik
nonprobability sampling yaitu purposive sampling. Karena sampel yang di
pilih telah terseleksi (memenuhi kriteria) sehingga relevan dengan data
penelitian. Pertimbangan tersebut didasarkan pada kepentingan atau tujuan
penelitian. Sedangkan sampel pada penelitian ini adalah yang masuk dalam
kriteria berikut:
58
Tabel 3.1
Kriteria Sampel
No. Kriteria Jumlah
1. Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia dan tercatat di BI
dan OJK tahun 2014.
7 BUS
2. Memiliki laporan keuangan yang dibutuhkan dalam
penelitian sejak tahun 2010-2014 yang berakhir pada bulan
desember.
3. Termasuk dalam Bank Umum Syariah Nasional (BUSN)
non devisa dan campuran
Sumber: Data Diolah
Berdasarkan kriteria di atas, dari 12 Bank Umum Syariah (BUS) di
Indonesia hanya tujuh bank yang masuk dalam kriteria, enam bank
diantaranya yaitu Bank Umum Syariah (BUS) non devisa dan satu Bank
Umum Syariah (BUS) campuran. Sedangkan empat bank lainnya yaitu Bank
Umum Syariah Nasional (BUSN) devisa dan satu Bank Umum Syariah
Nasional (BUSN) non devisa yang hanya memiliki laporan keuangan tahun
2014 tidak masuk dalam kriteria sampel.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder yang di peroleh dari berbagai macam sumber melalui studi
kepustakaan, yang merupakan teknik pengumpulan data dari teori-teori yang
bersumber dari berbagai referensi yang mendukung penelitian ini meliputi;
jurnal, skripsi, artikel, literatur, buku-buku, dan sebagainya, yang berkaitan
dengan penelitian ini. Serta laporan keuangan Bank Umum Syariah (BUS) di
Indonesia yang di akses melalui internet dengan memasuki website dari BI
(www.bi.go.id)
59
D. Metode Analisis Data
1. Altman Z-Score
Metode prediksi kebangkrutan pada mulanya dipelopori Beaver
tahun 1966, kemudian Edward I. Altman tahun 1968 juga melakukan
penelitian tentang financial distress.
Seiring dengan berjalannnya waktu dan penyesuaian terhadap
berbagai jenis perusahaan, Altman kemudian merevisi modelnya supaya
dapat diterapkan pada semua perusahaan, seperti manufaktur, non
manufaktur, dan perusahaan penerbit obligasi di negara berkembang
(emerging market). Dalam Z-score modifikasi ini Altman mengeliminasi
variable X5 (sales to total asset) karena rasio ini sangat bervariatif pada
industri dengan ukuran aset yang berbeda-beda (Ramadhani dan
Lukviarman, 2009:33).
Berikut ini adalah model Altman Z-Score (1995) modifikasi yang
merupakan gabungan dari empat rasio keuangan:
Z = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,72 X3 + 1,05 X4
Dimana:
Z = Financial distress
X1 = Working Capital to Total Assets (WCTA)
X2 = Retained Earnings to Total Assets (RETA)
X3 = Earnings Before Interest And Tax to Total Assets (EBITTA)
X4 = Market Value of Equity to Total Liabilities (MVETL)
60
Klasifikasi hasil dari perhitungan nilai Z tersebut ke dalam cut off
point yang telah ditentukan, yaitu:
Jika nilai Z < 2,60 maka masuk kategori “safe zone”
Jika nilai 1,10 < Z < 2,60 maka masuk kategori “gray zone”
Jika nilai Z > 2,60 maka masuk kategori “distress zone”
2. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data
yang di lihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian,
maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan
distribusi) (Ghozali, 2013:19).
Pada penelitian ini akan digambarkan atau di deskripsikan data dari
masing-masing variabel yang telah di olah sehingga dapat di lihat nilai
terendah (minimum), nilai tertinggi (maximum), rata-rata (mean), dan
deviasi standar (std. deviation) dari masing-masing variabel yang akan di
teliti.
3. Regresi Logistik Binary
Tahap selanjutnya yang harus dilakukan adalah untuk menjawab
masalah dalam penelitian ini. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
variabel rasio yang berpengaruh signifikan terhadap potensi financial
distress. Untuk menjawab masalah tersebut penelitian ini menggunakan
alat regresi logistik binary yang di olah dengan menggunakan SPSS 16.
Menurut Ghozali (2013:8), pada dasarnya regresi logistik sama
dengan analisis diskriminan, perbedaan ada pada ketentuan jumlah sampel
61
dari masing-masing kategori. Jika pada analisis diskriminan jumlah
masing-masing sampel pada setiap kategori harus sama, sedangkan pada
regresi logistik tidak diharuskan jumlahnya sama. Selain itu, pada analisis
diskriminan variabel independen harus berupa metrik, sedangkan pada
regresi logistik variabel independen tidak hanya berupa metrik saja
melainkan bisa berupa kombinasi antara metrik dan nominal. Menurut
Santoso (2014:217), tujuan regresi logistik adalah pembuatan sebuah
model regresi untuk memprediksi besar variabel dependen yang berupa
variabel binary menggunakan data variabel independen yang sudah
diketahui besarnya.
Banyak dijumpai variabel response Y yang hanya mempunyai dua
kategori, seperti: sukses-gagal, ya-tidak, benar-salah, hidup-mati, hadir-
bolos, pria-perempuan. Variabel dengan dua kategori ini sering disebut
variabel dikotomi (dichotomous variable) atau variabel biner (binary
variable). Analisis regresi logistik binary digunakan untuk melihat
pengaruh sejumlah variabel independen X1, X2, …, Xk terhadap variabel
dependen Y yang berupa variabel response biner yang hanya mempunyai
dua nilai atau juga untuk memprediksi nilai suatu variabel dependen Y
(yang berupa variabel biner) berdasarkan nilai variabel-variabel
independen X1, X2, …, Xk. (Uyanto, 2006:226).
Maka, model regresi logistik yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah model regresi logistik binary. Di mana variabel dependen berupa
data kategori yaitu 0 untuk bank yang berada dalam “Gray Zone”, dan 1
62
untuk bank yang berada dalam “Safe Zone”. Model regresi logistik yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Metode Altman
Ln
Keterangan:
= Probabilitas bank berada dalam “Safe Zone” atau “Gray
Zone”
b1 – b4 = Koefisien variabel bebas Prediksi kebangkrutan (1 jika dalam
“Safe Zone”, 0 jika dalam “Gray Zone”).
WCTA = Working Capital to Total Assets
RETA = Retained Earnings to Total Assets
EBITTA = Earnings Before Interest and Tax to Total Assets
MVETL = Market Value Equity to Total Liabilities
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam regresi logistik binary:
a. Menilai keseluruhan model (overall model fit)
Penurunan pada nilai tabel antara -2LL awal (Initial -2LL
Function) dengan nilai -2LL menunjukan model regresi yang lebih
baik. Log likekihood pada regresi logistik mirip dengan pengertian
“Sum of Square” pada model regresi (Singgih Santoso, 2014:220).
Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2
Log Likehood (-2LL) pada awal (Step 0) dengan nilai -2 Log Likehood
(-2LL) pada akhir (Step 1). Adanya penurunan angka antara -2LL awal
dengan nilai -2LL akhir menunjukan bahwa model fit dengan data.
63
b. Menilai kelayakan model regresi
Kelayakan model regresi di nilai dengan menggunakan Hosmer
and Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Alat ini menguji bahwa data
empiris cocok atau sesuai dengan model.
Menurut Ghozali (2013:341), jika nilai statistik Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test sama dengan atau kurang dari 0,05
maka menujukan ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai
observasinya sehingga Goodness of Fit model tidak baik karena model
tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Jika nilai statistik Hosmer
and Lemeshow’s Goodness of Fit lebih besar dari 0,05, maka
menujukan model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat
dikatakan model dapat di terima karena cocok dengan data
observasinya.
c. Menguji tingkat akurasi
Tabel klasifikasi 2 X 2 menghitung nilai estimasi yang benar
(correct) dan salah (incorrect). Pada kolom merupakan dua nilai
prediksi dari variabel dependen dan hal ini sukses (1) dan tidak sukses
(0), sedangkan pada baris menunjukan nilai observasi sesungguhnya
dari variabel dependen sukses (1) dan tidak sukses (0). Pada model
yang sempurna, maka semua kasus akan berada pada diagonal dengan
tingkat ketepatan peramalan 100% (Ghozali, 2013:342).
Sehingga dalam tabel klasifikasi akan menunjukan hasil
persentase tingkat akurasi model Altman dalam memprediksi potensi
64
financial distress pada bank umum syariah yang terlihat dari nilai
overall percentage.
d. Menguji signifikansi parsial
Untuk menguji koefisien regresi di lihat dari tabel variable in
the equation. Pada tabel variable in the equation tabel Sig.
menunjukan apakah variabel bebas memiliki pengaruh terhadap
variabel terikat (Pramesti, 2013:64).
Jika nilai Sig. < 0,05 maka H0 ditolak, artinya variabel
independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Sedangkan, jika nilai Sig. > 0,05 maka H0 diterima, artinya variabel
independen tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
e. Menguji Signifikansi Simultan
Tabel Omnibus test of coefficients menunjukan hasil bahwa
secara simultan variabel independen berpengaruh terhadap variabel
dependen. Hal ini di lihat dari nilai signifikan sebesar 0,000 yang lebih
kecil dari α (0,05) (Nasir, 2014:14).
Jika nilai Sig. < 0,05 maka H0 ditolak, artinya variabel
independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen. Sedangkan, jika nilai Sig. > 0,05 maka H0 diterima, artinya
variabel independen secara simultan tidak berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen.
65
E. Operasional Variabel Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dalam penelitian, maka variabel yang
digunakan dalam penelitian ini di bagi menjadi dua, yaitu variabel dependen
dan variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
variabel dummy atau variabel kategori. Di mana kategori 1 untuk bank “safe
zone”, dan kategori 0 untuk bank “gray zone”. Sedangkan untuk variabel
independen dalam bentuk matrik (rasio keuangan) yang dapat diuraikan
sebagai berikut:
Metode Altman
Z = 6,56 ( ) + 3,26 ( ) + 6,72 ( ) + 1,05 ( )
Dimana:
Z = Financial distress
= Working Capital to Total Assets (WCTA)
= Retained Earnings to Total Assets (RETA)
= Earning Before Interest And Tax to Total Assets (EBITTA)
= Market Value of Equity to Total Liabilities (MVETL)
Klasifikasi hasil dari perhitungan tersebut ke dalam cut off point
yang telah ditentukan, yaitu:
Jika nilai Z < 2,60 maka termasuk “safe zone”
Jika nilai 1,10 < Z < 2,60 maka termasuk “gray area”
Jika nilai Z > 2,60 maka termasuk “distress zone”
66
1. Variabel Dependen
Financial Distress
Financial distress adalah suatu kondisi kesulitan keuangan suatu
perusahaan yang ditandai dengan tingkat kewajiban yang harus di bayar
lebih tinggi dibandingkan tingkat pendapatan yang diperoleh dari
operasional perusahaan, kondisi tersebut menjadi indikator suatu
perusahaan menuju kebangkrutan.
2. Variabel Independen
a. Working Capital to Total Assets (WCTA)
Rasio net working capital to total assets menyajikan informasi
tambahan mengenai likuiditas perusahaan, karena rasio ini
mengidikasikan persentase dari total aset perusahaan yang digunakan
sebagai modal bersih perusahaan. Nilai rasio yang tinggi
mengidikasikan likuiditas yang kuat (Baker dan Powell, 2005:50).
Jadi, semakin kecil nilai rasio WCTA akan meningkatkan
potensi financial distress dan sebaliknya, semakin besar nilai rasio
WCTA akan menurunkan potensi financial distress.
WCTA =
b. Retained Earnings to Total Assets (RETA)
Retained Earnings to Total Assets adalah akun yang
menginformasikan total pendapatan atau kerugian dari investasi yang
dilakukan perusahaan. Akun ini juga menindikasikan saldo
keuantungan yang didapatkan (Bell, 2013:433).
67
Jadi, semakin kecil nilai rasio RETA akan meningkatkan
potensi financial distress dan sebaliknya, semakin besar nilai rasio
RETA akan menurunkan potensi financial distress.
RETA =
c. Earning Before Interest and Tax to Total Assets (EBITTA)
Earning Before Interest and Tax to Total Assets adalah rasio
yang mengukur kemampuan untuk menghasilkan laba sebelum bunga
dan pajak dengan menggunakan total aktiva yang dimiliki perusahaan.
Semakin tinggi rasio ini berarti semakin efektif dan efisien
pengelolaan seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan untuk
mengasilkan laba sebelum bunga dan pajak (Sudana, 2011:23).
Jadi, semakin kecil nilai rasio EBITTA akan meningkatkan
potensi financial distress dan sebaliknya, semakin besar nilai rasio
EBITTA akan menurunkan potensi financial distress.
EBITTA =
d. Market Value of Equity to Total Liabilities
Market Value of Equity to Total Liabilities adalah rasio yang
digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai
dari hutang. Artinya seberapa besar beban utang yang di tanggung
perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan
bahwa rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun
68
jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan atau dilikuidasi (Endri,
2009:42).
Jadi, semakin besar nilai rasio MVETL akan meningkatkan
potensi financial distress dan sebaliknya, semakin kecil nilai rasio
MVETL akan menurunkan potensi financial distress.
MVETL =
Berdasarkan pemaparan operasi variabel di atas, maka indikator-
indikator yang terkait dengan variabel independen dalam penelitian ini sebagai
berikut:
Tabel 3.2
Operasional Variabel Penelitian
No Definisi Variabel Indikator
1. Working Capital to Total Assets
(WCTA)
1. Aset lancar
2. Hutang lancar
3. Total aset
2. Retained Earnings to Total Assets
(RETA)
1. Laba bersih
2. Deviden
3. Total aset
3.
Earnings Before Interest and Tax to Total
Assets
(EBITTA)
1. Pendapatan
2. Bunga
3. Pajak
4. Total aset
4. Market Value Equity to Total Liabilities
(MVETL)
1. Harga saham
2. Jumlah saham beredar
3. Total hutang
Sumber: Altman (1968)
69
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Berkembangnya bank-bank syariah di negara-negara Islam
berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank
syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat
dalam kajian tersebut adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam
Rahardjo, A. M. Saefuddin, M. Amien Aziz, dan lain-lain. Beberapa uji coba
pada skala yang relatif terbatas telah diwujudkan. Akan tetapi, prakarsa lebih
khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilakukan pada tahun
1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990
menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor,
Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada
Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya Jakarta,
22-25 Agustus 1990, berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok
kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja yang disebut
Tim Perbankan MUI, bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan
semua pihak terkait (Antonio,2001:25).
Atas dasar dorongan kebutuhan masyarakat terhadap layanan jasa
perbankan syariah, bank syariah pertama berdiri pada tahun 1992. Semenjak
itu, pemerintah Indonesia mulai memperkenalkan dual banking system.
70
Komitmen Pemerintah dalam usaha pengembangan perbankan syariah baru
mulai terasa sejak tahun 1998 yang memberikan kesempatan luas kepada bank
syariah untuk berkembang. Tahun berikutnya, kepada Bank Indonesia (bank
sentral) diberi amanah untuk mengembangkan perbankan syariah di
Indonesia. Selain menganut strategi market driven dan fair treatment,
pengembangan perbankan syariah di Indonesia dilakukan dengan strategi
pengembangan bertahap yang berkesinambungan (gradual and sustainable
approach) yang sesuai dengan prinsip syariah (comply to sharia principles).
Tahap pertama dimaksudkan untuk meletakan landasan yang kuat bagi
pertumbuhan industri (2002-2004). Tahap berikutnya memasuki fase untuk
memperkuat struktur industri perbankan syariah (2005-2009). Tahap ketiga
perbankan syariah diarahkan untuk dapat memenuhi standar keuangan dan
mutu pelayanan internasional (2010-2012). Sedangkan tahap keempat mulai
terbentuk integrasi lembaga keuangan syariah (2013-2015). Pada tahun 2015
diharapkan perbankan syariah Indonesia telah memiliki pangsa yang
signifikan yang ikut ambil bagian dalam mengembangkan ekonomi Indonesia
yang mensejahterakan masyarakat luas (Ascarya, 2007:203).
Pada 1 November 1991 telah dibentuk bank syariah pertama di
Indonesia, yang secara resmi beroperasi pada 1 Mei 1992. Bank tersebut
menggunakan prinsip syariah dalam opersionalnya, seperti: mengganti bunga
menjadi bagi hasil, hanya melakukan investasi pada perusahaan-perusahaan
yang menjual produk halal, memiliki dewan syariah untuk menjaga bank tidak
melanggar batasan dalam syariah, dll. Seiring perkembangan bank syariah
71
terutama tahun 1998, dikeluarkan UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
yang memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual
banking system) maka bank umum konvensional mulai membentuk Unit
Usaha Syariah (UUS) sebagai anak perusahaannya dan pada akhirnya
beberapa anak perusahaan tersebut melakukan spin off dan menjadi badan
usaha yang berdiri sendiri menjadi Bank Umum Syariah (BUS). Terhitung
sampai dengan tahun 2015 terdapat 12 bank umum syariah di Indonesia.
Berikut ini adalah tujuh profil bank umum syariah yang menjadi
sampel dalam penelitian ini:
1. Bank BRI Syariah
PT Bank Rakyat Indonesia Syariah semakin kokoh setelah pada 19
desember 2008 ditandatangani akta pemisahan unit usaha syariah PT.
Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., untuk melebur ke dalam PT. Bank
BRI Syariah (proses spin-off) yang berlaku efektif pada tanggal 1 januari
2009.
2. Bank Syariah Bukopin
PT Bank Syariah Bukopintahun 2008 setelah memperolah izin
kegiatan usaha bank umum yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah
melalui Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia nomor
10/69/KEP.GBI/DpG/2008 tanggal 27 oktober 2008 tentang Pemberian
Izin Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank
Syariah, dan Perubahan Nama PT Bank Persyarikatan Indonesia Menjadi
PT Bank Syariah Bukopin dimana secara resmi mulai efektif beroperasi
72
tanggal 9 desember 2008, kegiatan operasional perseroan secara resmi
dibuka oleh M. Jusuf Kalla, wakil presiden republik Indonesia periode
2004 -2009.
3. Bank Panin Syariah
PT Bank Panin Syariah mendapat izin usaha dari Bank Indonesia
berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia
No.11/52/KEP.GBI/DpG/2009 tanggal 6 oktober 2009 sebagai bank
umum berdasarkan prinsip syariah dan mulai beroperasi sebagai bank
umum syariah pada tanggal 2 desember 2009.
4. Bank BJB Syariah
Pada tanggal 15 januari 2010 didirikan bank BJB syariah
berdasarkan Akta Pendirian Nomor 4 yang dibuat oleh notaris Fathiah
Helmi dan telah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Nomor AHU.04317.AH.01.01 Tahun 2010 tanggal 26
januari 2010.
5. Bank BCA Syariah
Perubahan kegiatan usaha Bank BCA Syariah dari bank
konvensional menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur
Bank Indonesia melalui Keputusan Gubernur BI No.
12/13/KEP.GBI/DpG/2010 tanggal 2 maret 2010. Dengan memperoleh
izin tersebut, pada tanggal 5 april 2010, BCA Syariah resmi beroperasi
sebagai bank umum syariah.
73
6. Bank Victoria Syariah
PT Bank Victoria Syariah telah mendapatkan izin operasional
sebagai bank syariah bedasarkan SK Gubernur Bank Indonesia No.
12/8/KEP.GBI/DpG/2010 tanggal 10 februari 2010. 1 april 2010
beroperasi secara penuh sebagai Bank Umum Syariah (BUS).
7. Bank Maybank Syariah
PT Bank Maybank Syariah memulai kegiatan usaha sebagai bank
syariah pada bulan oktober 2010, PT Bank Maybank Syariah Indonesia
(Maybank Syariah) telah mengembangkan berbagai layanan dan solusi
inovatif untuk memenuhi kebutuhan para nasabah sekaligus meraih
peluang di pasar keuangan regional yang terus berkembang.
Berikut ini daftar Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia yang
melakukan spin-off di tahun yang berbeda mulai tahun 1991-2014, yaitu:
Tabel 4.1
Daftar Bank Umum Syariah
No Bank Umum Syariah Kode Spin-off
Bank Umum Syariah Nasional (BUSN) Devisa
1 Bank Muamalat Syariah BMS November 1991
2 Bank Syariah Mandiri BSM November 1999
3 Bank Negara Indonesia Syariah BNIS April 2000
4 Bank Mega Syariah BMS Juli 2004
Bank Umum Syariah Nasional (BUSN) Non Devisa
5 Bank Rakyat Indonesia Syariah BRIS Desember 2008
6 Bank Syariah Bukopin BSB Oktober 2008
7 Bank Panin Syariah BPS Oktober 2009
8 Bank Jabar Banten Syariah BJBS Januari 2010
9 Bank Central Asia Syariah BCAS April 2010
10 Bank Victoria Syariah BVS April 2010
11 Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah BTPNS Mei 2014
Bank Umum Syariah (BUS) Campuran
12 Maybank Syariah MBS Oktober 2010
74
B. Altman Z-Score
Tahap pertama yang dilakukan adalah menghitung Z-score masing-
masing sampel berdasarkan metode Altman. Metode ini menggunakan empat
variabel rasio keuangan dan klasifikasi hasil dari perhitungan tersebut ke
dalam cut off yang telah ditentukan, yaitu:nilai Z < 2,60 maka termasuk “safe
zone”, nilai 1,10 < Z < 2,60 maka termasuk “gray zone” dan nilai Z > 2,60
maka termasuk “distress zone”, dengan rumus:
Z = 6,56 WCTA + 3,26 RETA + 6,72 EBITTA + 1,05 MVETL
Berikut ini hasil perhitungan kategori 0 (gray zone) dan kategori 1
(safe zone) prediksi kebangkrutan model Altman, yaitu:
Tabel. 4.2
Perhitungan Altman Z-Score
(Dalam satuan desimal)
Kode THN WCTA
(6,56)
RETA
(3,26)
EBITTA
(6,72)
MVETL
(1,05) Z-Score Ket.
BCAS
2010 1,3793 0,0137 0,0262 0,7169 2,1362 0
2011 2,3968 0,0181 0,0494 0,2140 2,6784 1
2012 2,2411 0,0170 0,0459 0,1826 2,4867 0
2013 2,6564 0,0202 0,0551 0,2177 2,9496 1
2014 3,1026 0,0140 0,0392 0,2726 3,4286 1
BRIS
2010 3,7409 0,0052 0,0176 0,2125 3,9763 1
2011 3,8998 0,0033 0,0100 0,0348 3,9480 1
2012 3,4941 0,0235 0,0658 0,0561 3,6396 1
2013 3,1455 0,0242 0,0710 0,0317 3,2726 1
2014 2,8216 0,0010 0,0050 0,0332 2,8609 1
BJBS
2010 3,2853 0,0091 0,0267 0,0847 3,4060 1
2011 4,4076 0,0210 0,0607 0,0171 4,5066 1
2012 3,7151 -0,0139 -0,0288 0,0146 3,6869 1
2013 3,5198 0,0196 0,0580 0,0097 3,6073 1
2014 4,3056 0,0121 0,0392 0,0077 4,3647 1
BPS
2010 2,4478 -0,0509 -0,1050 0,1372 2,4291 0
2011 2,9729 0,0295 0,0820 0,0233 3,1079 1
2012 1,9136 0,0565 0,1556 0,0255 2,1513 0
2013 2,4607 0,0171 0,0483 0,0012 2,5274 0
2014 1,0605 0,0372 0,1036 0,0035 1,2049 0
75
Tabel 4.2
(Lanjutan)
Kode THN WCTA
(6,56)
RETA
(3,26)
EBITTA
(6,72)
MVETL
(1,05) Z-Score Ket.
BSB
2010 6,1983 0,0152 0,0456 0,0052 6,2644 1
2011 6,5155 0,0145 0,0369 0,0022 6,5693 1
2012 6,2821 0,0155 0,0452 0,0109 6,3539 1
2013 5,9488 0,0146 0,0421 0,0222 6,0279 1
2014 5,7215 0,0054 0,0166 0,0081 5,7517 1
BVS
2010 1.0923 0,0225 0,0601 0,0037 1.1639 0
2011 6,3539 0,1043 0,2810 0,0011 6,7405 1
2012 6,1189 0,0352 0,0742 0,0001 6,2285 1
2013 3,5726 0,0100 0,0250 0,0005 3,6083 1
2014 2,4262 -0,0438 -0,1167 0,0002 2,2658 0
MBS
2010 3,8987 0,1035 0,2879 0,0057 4,2959 1
2011 3,5956 0,0775 0,2157 0,0004 3,8893 1
2012 4,4257 0,0637 0,1830 0,00007 4,6726 1
2013 4,6971 0,0586 0,1729 0,0003 4,9290 1
2014 4,1358 0,0744 0,2102 0,0001 4,4206 1
Sumber: Data Diolah
Tabel diatas menunjukan dari 35 sampel bank dalam penelitian ini,
delapan bank berada di kategori 0 (gray zone) terdiri dari: BCA syariah tahun
2010 dan 2012, Bank Panin Syariah tahun 2010, 2012, 2013, dan 2014, dan
Bank Victoria Syariah tahun2010 dan 2014. Sedangkan 27 bank lainnya di
berada di kategori 1 (safe zone). Selain itu, dari delapan BUS yang dijadikan
sampel, terdapat empat BUS selama periode tahun 2010-2014 berturut-turut
berada di kategori 1 (safe zone) yaitu: BRI Syariah, BJB Syariah, bank
Bukopin Syariah, dan Maybank Syariah. Membuktikan bahwa keempat bank
tersebut memiliki kondisi keuangan yang sangat baik dan jauh dari financial
distress. Hasil Z-score tahun 2011 juga tidak ditemukan bank umum syariah
yang di prediksi dalam kategori distress zone ataupun gray zone, hasil tersebut
mendukung persentase pertumbuhan perbankan syariah tahun 2010-2014 yang
76
menyatakan pertumbuhan tertingi dalam hal aset, DPK, dan pembiayaan
terjadi pada tahun 2011.
C. Analisis Deskriptif
Tahap berikutnya yang dilakukan adalah analisis deskriptif. Untuk
melakukan analisis deskriptif ini, sampel akan dibagi dua sesuai dengan
kategorinya, yaitu kategori 0 (gray zone) dan kategori 1 (safe zone). Sehingga
setelah dilakukan uji analisis deskriptif akan terlihat perbedaan nilai terendah
(minimum), nilai terbesar (maximum), rata-rata (mean), dan standar deviasi
dari masing-masing kategori. Sebelum dilakukan pengujian, berikut ini hasil
pembagian rasio kategori 0 (gray zone) yang diolah dengan menggunakan
microsoft excel:
Tabel 4.3
Hasil Perhitungan Kategori 0 (Gray Zone)
(Dalam satuan desimal)
NO KODE TAHUN WCTA RETA EBITTA MVETL
1. BCAS 2010 0,2074 0,0042 0,0039 0,6828
2. BPS 2010 0,3681 -0,0156 -0,0156 0,1307
3. BVS 2010 0.1642 0,0069 0,0089 0,0035
4. BCAS 2012 0,3370 0,0052 0,0068 0,1739
5. BPS 2012 0,2877 0,0173 0,0231 0,0243
6. BPS 2013 0,3700 0,0052 0,0071 0,0011
7. BPS 2014 0,1594 0,0114 0,0154 0,0033
8. BVS 2014 0,3648 -0,0134 -0,0173 0,0002
Rata-rata 0,2823 0,0026 0,0040 0,1274
Sumber: Data Diolah
Berikut ini hasil pembagian rasio kategori 1 (safe zone) yang diolah
dengan menggunakan microsoft excel:
77
Tabel 4.4
Hasil Perhitungan Kategori 1 (Safe Zone)
(Dalam satuan desimal)
NO KODE TAHUN WCTA RETA EBITTA MVETL
1. BRIS 2010 0,5625 0,0015 0,0026 0,2024
2. BJBS 2010 0,4940 0,0027 0,0039 0,0807
3. BSB 2010 0,9320 0,0046 0,0068 0,0050
4. MBS 2010 0,5862 0,0317 0,0428 0,0054
5. BCAS 2011 0,3604 0,0055 0,0073 0,2038
6. BRIS 2011 0,5864 0,0010 0,0014 0,0331
7. BJBS 2011 0,6628 0,0064 0,0090 0,0163
8. BPS 2011 0,4470 0,0090 0,0122 0,0222
9. BSB 2011 0,9797 0,0044 0,0055 0,0021
10. BVS 2011 0,9554 0,0320 0,0418 0,0011
11. MBS 2011 0,5406 0,0237 0,0321 0,0004
12. BRIS 2012 0,5254 0,0072 0,0097 0,0534
13. BJBS 2012 0,5586 -0,0042 -0,0042 0,0139
14. BSB 2012 0,9446 0,0047 0,0067 0,0104
15. BVS 2012 0,9201 0,0030 0,0110 0,0001
16. MBS 2012 0,6655 0,0195 0,0272 0,00007
17. BCAS 2013 0,3994 0,0062 0,0082 0,2074
18. BRIS 2013 0,4730 0,0074 0,0105 0,0302
19. BJBS 2013 0,5293 0,0060 0,0086 0,0092
20. BSB 2013 0,8945 0,0045 0,0062 0,0212
21. BVS 2013 0,5372 0,0030 0,0037 0,0005
22. MBS 2013 0,7063 0,0179 0,0257 0,0002
23. BCAS 2014 0,4665 0,0043 0,0058 0,2596
24. BRIS 2014 0,4243 0,0003 0,0007 0,0316
25. BJBS 2014 0,6474 0,0037 0,0058 0,0073
26. BSB 2014 0,8603 0,0016 0,0024 0,0077
27. MBS 2014 0,6219 0,0228 0,0312 0,0001
Rata-rata 0,6400 0,0085 0,0120 0,0453
Sumber: Data Diolah
Setelah sampel dibagi menjadi dua kategori, langkah selanjutnya yaitu
melakukan analisis deskriptifkategori 0 (gray zone) dan kategori 1 (safe zone)
untuk mengetahu nilai terendah (minimum), nilai terbesar (maximum), rata-
rata (mean), dan standar deviasi dari masing-masing kategori. Berikut ini
adalah tabel output dari hasil analisis deskriptif yang telah dilakukan untuk
kategori 0 (gray zone) dengan menggunakan SPSS 16:
78
Tabel 4.5
Analisis Deskriptif Kategori 0 (Gray Zone)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
WCTA_0 8 0,1594 0,3700 0,2823 0,0922
RETA_0 8 -0,0156 0,0173 0,0026 0,0114
EBITTA_0 8 -0,0173 0,0231 0,0040 0,0140
MVETL_0 8 0,0002 0,6828 0,1274 0,2342
Valid N (listwise) 8
Sumber: Data Diolah
Sedangkan untuk kategori 1 (safe zone), tabel output dari hasil analisis
statistik yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 16sebagai berikut:
Tabel 4.6
Analisis Deskriptif Kategori 1 (Safe Zone)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
WCTA_1 27 0,3604 0,9797 0,6400 0,1915
RETA_1 27 -0,0042 0,0320 0,0085 0,0094
EBITTA_1 27 -0,0042 0,0428 0,0120 0,0125
MVETL_1 27 0,0001 0,2596 0,0453 0,0763
Valid N (listwise) 27
Sumber: Data Diolah
Dari hasil analisis statistik dan output SPSS 16 yang dilakukan pada
kedua kategori sampel tersebut, dapat dilihatrasio WCTA pada kategori 0
(gray zone) nilai terkecil (minimum) adalah 0,1594, nilai terbesar (maximum)
adalah 0,3700, nilai rata-rata (mean) adalah 0,2823 dengan standar deviasi
0,0922. Sedangkan, rasio WCTA pada kategori 1 (safe zone) nilai terkecil
(minimum) adalah 0,3604, nilai terbesar (maximum) adalah 0,9797, nilai rata-
rata (mean) adalah 0,6400 dengan standar deviasi 0,1915.
79
Rasio RETA pada kategori 0 (gray zone) nilai terkecil (minimum)
adalah -0,0156, nilai terbesar (maximum) adalah 0,0173, nilai rata-rata (mean)
adalah 0,0026 dengan standar deviasi 0,0114. Sedangkan, rasio RETA pada
kategori 1 (safe zone) nilai terkecil (minimum) adalah -0,0042, nilai terbesar
(maximum) adalah 0,0320, nilai rata-rata (mean) adalah 0,0085 dengan standar
deviasi 0,0094.
Rasio EBITTA pada kategori 0 (gray zone) nilai terkecil (minimum)
adalah -0,0173, nilai terbesar (maximum) adalah 0,0231, nilai rata-rata (mean)
adalah 0,0040 dengan standar deviasi 0,0140. Sedangkan, rasio EBITTA pada
kategori 1 (safe zone) nilai terkecil (minimum) adalah -0,0042, nilai terbesar
(maximum) adalah 0,0428, nilai rata-rata (mean) adalah 0,0120 dengan standar
deviasi 0,0125.
Rasio MVETL pada kategori 0 (gray zone) nilai terkecil (minimum)
adalah 0,0002, nilai terbesar (maximum) adalah 0,6828, nilai rata-rata (mean)
adalah 0,1274 dengan standar deviasi 0,2342. Sedangkan, rasio MVETL pada
kategori 1 (safe zone) nilai terkecil (minimum) adalah 0,0001, nilai terbesar
(maximum) adalah 0,2596, nilai rata-rata (mean) adalah 0,0453 dengan standar
deviasi 0,0763.
Berikut ini adalah grafik yang menunjukan pergerakan rata-rata rasio
pada BCA Syariah, Bank Panin Syariah, dan Bank Victoria Syariah dalam
kategori 0 (gray zone) dan kategori 1 (safe zone) yang masuk dalam sampel
penelitian selama periode tahun 2010-2014:
80
Gambar 4.1
Pergerakan Rata-rata Rasio Pada BCA Syariah, Bank Panin Syariah dan
Bank Viktoria Syariah
Dari grafik tersebut, dapat dilihat bahwa rata-rata rasio perusahaan
karegori gray zone dan safe zone pada BCA Syariah, bank Panin syariah, dan
bank Victoria syariah dari tahun ke tahun cukup berbeda. Dalam hal likuiditas
(WCTA) bank dari kedua kategori tersebut memiliki kinerja yang sama-sama
baik karena memiliki rasio WCTA positif, namun jika diamati bank dalam
kategori safe zone memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan bank
kategori gray zone karena memiliki tingkat rata-rata rasio yang lebih tinggi
dan dari ketiga bank tersebut, Bank Victoria Syariah menjadi bank terbaik
dalam hal likuiditas.
Dalam hal profitabilitas (RETA dan EBITTA) bank dari kedua
kategori tersebut memiliki kinerja yang cukup baik kecuali Bank Victoria
Syariah kategori 0 (gray zone) yang memiliki rata-rata rasio RETA dan
EBITTA negatif. Namun jika diamati bank dalam kategori safe zone memiliki
-20 0 20 40 60 80 100
MVETL
EBITTA
RETA
WCTA
Grey Zone (BCAS)
Grey Zone (BPS)
Grey Zone (BVS)
Safe Zone (BCAS)
Safe Zone (BPS)
Safe Zone (BVS)
81
kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan bank kategori gray zone karena
memiliki tingkat rata-rata rasio yang lebih tinggi dan dari ketiga bank tersebut,
Bank Victoria Syariah menjadi bank terbaik dalam hal profitabilitas.
Sedangkan dalam hal solvabilitas (MVETL) bank dari kedua kategori
tersebut memiliki kinerja yang cukup baik kecuali bank BCA syariah kategori
1 (safe zone) dan kategori 0 (gray zone) karena memiliki rata-rata rasio
MVELT cukup tinggi yang menandakan sebagian besar modal berasal dari
pinjaman. Namun jika diamati bank dalam kategori safe zone memiliki kinerja
yang lebih baik dibandingkan dengan bank kategori gray zone karena
memiliki tingkat rata-rata rasio yang lebih rendah dan dari ketiga bank
tersebut, Bank Victoria Syariah menjadi bank terbaik dalam hal solvabilitas.
Jadi, berdasarkan pergerakan rata-rata rasio memperlihatkan bahwa
Bank Victoria Syariah memiliki tingkat keuangan yang baik dalam hal
likuiditas, profitabilitas, dan solvabilitas dibandingkan dengan BCA Syariah
dan Bank Panin Syariah.
Selanjutnya, dalam penelitian ini terdapat empat BUS selama periode
2010-2014 tidak ada satupun yang masuk dalam kategori gray zone yaitu:
Bank BRI Syariah, Bank BJB Syariah, Bank Syariah Bukopin, dan Bank
Maybank Syariah. Berikut ini adalah grafik yang menunjukan pergerakan rata-
rata rasio dari empat BUS tersebut selama periode tahun 2010-2014:
82
Gambar 4.2
Pergerakan Rata-rata Rasio Pada BRI Syariah, BJB Syariah, Bank Syariah
Bukopin, dan Maybank Syariah
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara rata-
rata rasio dari masing-masing bank, walaupun keempat bank tersebut selama
periode tahun 2010-2014 berada dalam kategori safe zone. Pada rata-rata rasio
WCTA keempat bank sama-sama memiliki nilai rata-rata rasio positif. Ini
berarti dalam hal likuiditas (WCTA) keempat bank tersebut memiliki kinerja
yang sama-sama baik. Namun jika diamati Bank Syariah Bukopin memiliki
kinerja yang paling baik dibandingkan dengan ketiga bank lainnya, karena
memiliki tingkat rata-rata rasio yang lebih tinggi sehingga kemampuan bank
dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya sangat baik.
Pada rata-rata rasio RETA dan EBITTA keempat bank sama-sama
memiliki nilai rata-rata rasio positif. Ini berarti dalam hal profitabilitas (RETA
dan EBITTA) keempat bank tersebut memiliki kinerja yang sama-sama baik.
0 2 4 6 8 10
MVETL
EBITTA
RETA
WCTA
BRIS
BJBS
BSB
MBS
83
Namun jika diamati Bank Maybank Syariah memiliki kinerja yang lebih baik
dibandingkan dengan ketiga bank lainnya, karena memiliki tingkat rata-rata
rasio yang lebih tinggi, menunjukan kemampuan bank untuk menghasilkan
laba sangat baik.
Pada rata-rata rasio MVETL keempat bank sama-sama memiliki nilai
rata-rata rasio positif. Ini berarti dalam hal solvabilitas (MVETL) keempat
bank tersebut memiliki modal yang berasal dari pinjaman jangka pendek dan
jangka panjang dalam jumlah berbeda. Namun jika diamati Bank Maybank
Syariah memiliki kinerja yang paling baik dibandingkan dengan ketiga bank
lainnya, karena memiliki tingkat rata-rata rasio yang lebih rendah sehingga
menujukan sebagian besar modal berasal dari internal bank tersebut.
Jadi, berdasarkan pergerakan rata-rata rasio memperlihatkan bahwa
bank syariah bukopin memiliki tingkat keuangan yang baik dalam hal
likuiditas, sedangkan dalam hal profitabilitas dan solvabilitas Maybank
syariah menjadi yang terbaik dibandingkan dengan BRI Syariah dan BJB
Syariah.
D. Regresi LogistikBinary
Pengujian regresi logistik binarysalah satunya untuk menilai
keseluruhan model (overall model fit). Hasil tersebut berasaldari nilai -2 Log
likelihood sebagai berikut:
84
Tabel 4.7
Block 0: Begining Block
Iteration History
Iteration -2 Log
likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 35,230 1,200
2 35,029 1,377
3 35,028 1,386
4 35,028 1,386
Sumber: Data Diolah
Tabel 4.8
Block 1: Model Summary
Model Summary
Step
-2 Log
likelihood
Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 14,423 0,445 0,704
Sumber: Data Diolah
Dari hasil output keseluruhan model regresi pada model Altman diatas
dengan menilai menggunakan -2Loglikehood, jika terjadi penurunan pada step
1 dari step 0 maka dapat diasumsikan bahwa model regresi kedua (step 1)
setelah dimasukan data model menjadi fit dengan data.
Pada step 0 nilai -2Loglikehood sebesar 35,028 dan pada step 1 nilai -
2Loglikehood sebesar 14,423. Dari hasil tersebut dinyatakan bahwa model
regresi menjadi lebih baik untuk memprediksi financial distress pada BUS di
Indonesia, karena antara nilai -2Loglikehood dari step 0 ke step 1 terjadi
penurunan yang mengartikan model fit dengan data.
Dari tabel tersebut juga dapat terlihat bahwa dalam kolom Nagelkerke
R Square. Hasil dari outputmenunjukan bahwa nilai pada model regresi
sebesar 0,704.Artinya 70,4% variabel dependen yaitu prediksi financial
85
distress dipengaruhi oleh variabel-variabel independen, terdiri dari: rasio
WCTA, RETA, EBITTA, dan MVETL. Sedangkan sisanya sebesar 29,6%
dipengaruhi oleh variabel-variabel lain di luar model Altman.
Setelah mengukur overall model fit selanjutnya menilai kelayakan
model dinilai dengan menggunakan Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit
Test.Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test<0,05 maka
model dinilai tidak layak. Sebaliknya, jika nilai statistik Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test> 0,05 maka model dinilai layak. Data yang
digunakan pada model Altman berasal dari tahun 2010-2014. Berikut ini
adalah tabel yang menunjukan hasil uji Hosmer and Lemeshow’s Goodness of
Fit Test pada model Altman:
Tabel 4.9
Uji Hosmer and Lemeshow
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 3,283 7 0,858
Sumber: Data Diolah
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa model Altman memiliki nilai
Sig. lebih besar dari α (0,858 > 0,05), maka dapat dikatakan bahwa model
Altman layak dan dapat diterima karena model ini dapat memprediksi nilai
observasinya.
Berikutnya adalah menguji tingkat akurasi dalam model Altman yang
dapat terlihat padaclassification table, berikut ini adalah output dari uji tingkat
akurasi model Altman:
86
Tabel 4.10
Uji Tingkat Akurasi
Classification Table
Observed
Predicted
Z_SCORE Percentage
Correct Grey Zone Safe Zone
Step 1 Z_SCORE Grey Zone 4 3 57,1
Safe Zone 1 27 96,4
Overall Percentage 88,6
Sumber: Data Diolah
Dari hasil pengamatan tabel klasifikasi pada model Altman
menunjukan bahwa nilai overall percentage88,6 artinya tingkat akurasi model
Altman dalam memprediksifinancial distress BUS sebesar 88,6%.Hal ini
sesuai dengan nilai Negelkerke R Square yang menujukan variabel dependen
29,6% dipengaruhi oleh variabel independen lain di luar model Altman.
Tahap selanjutnya melakukan pengujian inti untuk menguji pengaruh
variabel independen secara parsialterhadap variabel dependen (financial
distress) yang dapat di lihat pada variables in the equationsebagai berikut:
Tabel 4.11
Uji Signifikansi Parsial
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1 WCTA 2,566 1128 5,172 1 0,023 13,012
RETA 82,253 334,648 0,060 1 0,806 5,272
EBITTA -16,134 128,440 0,016 1 0,900 0,000
MVETL -,690 5,081 0,018 1 0,892 0,501
Constant -6,073 3,269 3,450 1 0,063 0,002
Sumber: Data Diolah
87
Dari hasil pengamatan tabel variables in the equationdiatas, maka
model persamaan yang didapatkan dari penelitian ini adalah:
Z = -6,073 + 2,566WCTA + 82,253RETA – 16,143EBITTA – 0,690MVETL
Hasil pengujian terhadap pengaruh signifikansi parsial modelAltman
terlihat bahwa variabel rasio WCTA mempengaruhi potensifinancial distress
karena nilai Sig. lebih kecil dari α (0,023 < 0,05). Artinya variabel rasio
WCTA secara parsial berpengaruh signifikan terhadap financial distress pada
bank umum syariah. Dari hasil pengamatan diatas dapat disimpulkan bahwa
dalam model Altman hanya variabel WCTA menjadi variabel rasio yang
dominan diantara variabel rasio lainnya dalam mempengaruhi potensi
financial distress pada bank umum syariah. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Jia Chian Wong dan Tze San Ong (2014), Wahyuni (2014),
Zeytinoglu (2013), Nugroho dan Mawardi (2012), Ardiyanto (2011),
Widhyarti (2011), Yuanita (2010), Pasaribu (2008), Zu’amah (2005),
Nugraheni (2005), dan Yuliana (2005), yang menyatakan bahwa rasio WCTA
berpengaruh signifikan terhadap financial distresssuatu perusahaan.
Sedangkan variabel rasio RETA secara parsial tidak berpengaruh
signifikan terhadap kondisi financial distress, karena nilai Sig. lebih besar
dariα (0,806 > 0,05). Selanjutnya, variabel rasio EBITTA secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress, karena nilai Sig.
lebih besar dari α (0,900 > 0,05). Terakhir, variabel rasio MVETLsecara
parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress,
karena nilai Sig. lebih besar dari α (0,892 > 0,05). Hasil tersebut mendukung
88
penelitian Hidayah (2014), menyatakan rasio EBITTA dan MVETL tidak
berpengaruh signifikan terhadap financial distress. Serta penelitian Wahyuni
(2014) dan Puryati (2012), variabel rasio RETA, EBITTA, dan MVETL tidak
berpengaruh signifikan terhadapfinancial distress. Lalu penelitian Irfan dan
Yuniati (2014), rasio RETA dan MVETL tidak berpengaruh signifikan
terhadap financial distress. Dan penelitian Ahmed dan Alam (2015), variabel
rasio MVETL tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress.
Tahap terakhir melakukan uji simultan untuk mengetahui apakah
variabel independen (WCTA, RETA, EBITTA, dan MVETL) yang masuk
dalam model Altman mempunyai pengaruh secara simultan terhadap variabel
dependen (financial distress). Hasil pengujian keempat varibel rasio Altman
dapat terlihat pada omnibus tests of model coefficients sebagai berikut:
Tabel 4.12
Uji Signifikansi Simultan
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 20,605 4 0,000
Block 20,605 4 0,000
Model 20,605 4 0,000
Sumber: Data Diolah
Pada uji Omnibus test of Model Coefficients diperoleh nilai Chi-square
hitung 20,605 dan nilai Chi-square tabel 9,490, dimana nilai Chi-square
hitung lebih besar dari nilai Chi-square tabel (20,605 > 9,490) dan Sig. kurang
dari α (0,000 < 0,05), maka H0 ditolak artinya variabel rasio WCTA, RETA,
EBITTA, dan MVETL secara simultan berpengaruh signifikan terhadap
prediksi financial distress. Hal tersebut mendukung penelitian Irfan (2014),
89
ST. Ibrahim Mustafa Kamal (2010), Hadi (2008), dan Adnan (2001), yang
menyatakan variabel rasio WCTA, RETA, EBITTA, dan MVETL secara
simultan berpengaruh signifikan dalam menentukan hasil prediksi financial
distress.
Berikut ini hasil rangkuman dari pengujian regresi logistik binary
berdasarkan metode prediksi kebangkrutan Altman untuk menjawab hipotesis
penelitian tentang pengaruh variabel independen (WCTA, RETA, EBITTA,
dan MVETL) secara parsial dan simultan terhadap potensi financial distress
pada bank umum syariah:
Tabel 4.13
Rangkuman Regresi LogistikBinary
Hosmer and
Lemeshow Block 0 Block 1
Negelkerke R
Square
Tingkat
Akurasi
Omnibus Test
0,858 > 0,05 35,028 14,423 0,704 88,6% 20,605
Signifikansi Variabel Rasio
Variabel Rasio Altman Signifikansi Variabel
Working Capital to Total Assets (WCTA) Signifikan, karena 0,023 < α
Retained Earnings to Total Assets (RETA) Tidak Signifikan, karena 0,806 > α
Earnings Before Interest and Tax to Total Assets (EBITTA) Tidak Signifikan, karena 0,900 > α
Market Value Equity to Total Liabilities (MVETL) Tidak Signifikan, karena 0,892 > α
Sumber: Data Diolah
E. Interpretasi
Hasil pengujian regresi logistik binary untuk mengukur pengaruh
variabel rasio WCTA, RETA, EBITTA, dan MVETL secara parsial dan
simultan terhadap potensi financial distresspada bank umum syariahsebagai
berikut:
1. Hasil dari uji signifikansi parsial WCTA dalam regresi logistik binary
menunjukan nilai Sig. kurang dari α (0,023 < 0,050), maka Ha diterima.
90
Artinya variabel rasio WCTA secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap financial distress. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Jia Chian Wong (2014), Wahyuni (2014), Zeytinoglu (2013), Nugroho dan
Mawardi (2012). Hal tersebut menunjukan hanya ada satu variabel rasio
yang dinilai dapat mempengaruhi potensifinancial distress secara
signifikan, yaitu variabel WCTA (Working Capital to Total Assets).
Variabel rasio tersebut dinilai paling dominan dalam model Altman
berdasarkan uji regresi logistik binary, variabel WCTA dapat
mempengaruhi dan membedakan potensifinancial distress antara bank
kategori 1 (safe zone) dan kategori 0 (gray zone). Rasio WCTA
mengindikasikan likuiditas bank atau kemampuan bank untuk memenuhi
kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. Dari hasil rata-rata pada analisis
deskriptif yang telah dilakukan, rasio WCTA pada bank kategori 1 (safe
zone) lebih besar dibandingkan kategori 0 (gray zone). Pada bank kategori
1 (safe zone) memiliki rata-rata rasio WCTA 2,2 kali lipat lebih besar
dibandingkan bank kategori 0 (gray zone) maka ini berarti bank kategori 1
(safe zone) memiliki aset lancar yang cukup untuk menutupi kewajiban
lancarnya dibandingkan bank kategori 0 (gray zone) yang memiliki rata-
rata lebih rendah. Modal kerja yang bernilai positif menandakan bank
dapat memenuhi kewajiban jangka pendek pendek yang jatuh tempo
sehingga menurunkan potensi financial distress dan sebaliknya bagi bank
syariah dengan modal kerja negatif.
91
2. Hasil dari uji signifikansi parsial RETA dalam regresi logistik binary
menunjukan nilai Sig. lebih besar dari α (0,806 > 0,050), maka Ha ditolak.
Artinya variabel rasio RETA secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap financial distress. Hasil tersebut mendukung penelitian Wahyuni
(2014), Puryati (2012) dan Irfan (2014). Hal tersebut menunjukan variabel
rasio RETA (profitabilitas) menjadi faktor pendukung dalam hasil prediksi
financial distress. Dari hasil rata-rata pada analisis deskriptif yang telah
dilakukan, rasio RETA pada bank kategori 1 (safe zone) lebih besar
dibandingkan kategori 0 (gray zone). Pada bank kategori 1 (safe zone)
memiliki rata-rata rasio RETA 3,2 kali lipat lebih besar dibandingkan bank
kategori 0 (gray zone) maka ini berarti bank kategori 1 (safe zone)
memiliki laba ditahan yang lebih banyak dibandingkan bank kategori 0
(gray zone) yang memiliki rata-rata lebih rendah.Rasio ini menujukan
modal bank syariah yang berasal dari persentase keuntungan yang tidak
dibagikan dalam bentuk deviden kepada stockholders. Laba ditahan yang
bernilai positif menandakan bank mendapatkan keuntungan dari kegiatan
operasional sehingga menurunkan potensi financial distress dan
sebaliknya bagi bank syariah dengan laba ditahan negatif.
3. Hasil dari uji signifikansi parsial EBITTA dalam regresi logistik binary
menujukan nilai Sig. lebih besar dari α (0,900 > 0,050), maka Ha ditolak.
Artinya variabel rasio EBITTA secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap financial distress. Hasil tersebut mendukung penelitian Wahyuni
(2014) dan Puryati (2012). Hal tersebut menujukan variabel rasio EBITTA
92
(profitabilitas) menjadi faktor pendukung dalam hasil prediksi financial
distress. Dari hasil rata-rata pada analisis deskriptif yang telah dilakukan,
rasio EBITTA pada bank kategori 1 (safe zone) lebih besar dibandingkan
kategori 0 (gray zone). Pada bank kategori 1 (safe zone) memiliki rata-rata
rasio EBITTA 3 kali lipat lebih besar dibandingkan bank kategori 0 (gray
zone) maka ini berarti bank kategori 1 (safe zone) memiliki pendapatan
sebelum pajak (tidak ada bunga) yang lebih banyak dibandingkan bank
kategori 0 (gray zone) yang memiliki rata-rata lebih rendah. Rasio ini
menujukan pendapatan operasional bank syariah yang belum dikurangi
pajak (tidak ada bunga). EBITTA yang bernilai positif menandakan bank
memperoleh pendapatan operasional yang tinggi sehingga menurunkan
potensi financial distress dan sebaliknya bagi bank syariah dengan
pendapatan sebelum pajak negatif.
4. Hasil dari uji signifikansi parsial MVETL dalam regresi logistik binary
menujukan nilai Sig. lebih besar dari α (0,892 > 0,050), maka Ha ditolak.
Artinya variabel rasio MVETL secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap financial distress. Hasil tersebut mendukung penelitian Ahmed
(2015), Wahyuni (2014), Puryati (2012) dan Irfan (2014). Hal tersebut
menujukan variabel rasio MVETL (solvabilitas) menjadi faktor
pendukung dalam hasil prediksi financial distress. Dari hasil rata-rata pada
analisis deskriptif yang telah dilakukan, rasio MVETL pada bank kategori
0 (gray zone) lebih besar dibandingkan kategori 1 (safe zone). Pada bank
kategori 0 (gray zone) memiliki rata-rata rasio MVETL 2,8 kali lipat lebih
93
besar dibandingkan bank kategori 1 (safe zone) maka ini berarti bank
kategori 0 (gray zone) memiliki modal yang berasal dari pinjaman lebih
banyak dibandingkan bank kategori 1 (safe zone) yang memiliki rata-rata
lebih rendah. Rasio ini menujukan modal bank syariah yang berasal dari
pinjaman jangka pendek dan jangka panjang. MVETL yang bernilai
rendah menandakan sebagian besar modal bank syariah berasal dari
internal bank bukan dari pinjaman pihak lain dan sebaliknya bagi bank
syariah dengan nilai pasar ekuitas positif.
5. Hasil dari uji signifikansi simultan menggunakanregresi logistik binary
diperoleh nilai Chi-square hitung 20,605 dan nilai Chi-square tabel 9,490,
dimana nilai Chi-square tabel lebih kecil dari nilai Chi-square hitung
(2,680 < 6,237) dan nilai Sig. kurang dari α (0,000 < 0,05) maka Ha
diterima artinya variabel rasio WCTA, RETA, EBITTA, dan MVETL
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap financial distresspada
bank umum syariah. Hasil tersebut mendukung penelitian Irfan (2014),
ST. Ibrahim Mustafa Kamal (2010), Hadi (2008), dan Adnan (2001).
Hal tersebut menujukan kemampuan likuitas, profitabilitas, dan
solvabilitas yang berasal dari keempat rasio keuangan Altman yang diuji
secara multivariate akan membuat hasil prediksi financial distress yang
cukup akurat. Berdasarkan uji regresi logistik binary penelitian ini juga
dinilai fit dengan data (dari hasil penurunan -2LL), layak digunakan (dari
nilai Hosmer and Lemeshow), danmemiliki tingkat akurasi yang cukup
tinggi sebesar 88,6% yang mendukung hasil uji simultan.
94
Namun, jika diuji secara univariate (parsial) maka akan minimbulkan
salah satu rasio menjadi dominan sedangkan rasio lainnya sebagai
pendukung sesuai analisa peneliti. Menurut Altman (1968),salah satu
kelemahan utama model univariate adalah tidak memungkinkannya rasio-
rasio keuangan yang digunakan untuk berinteraksi satu dengan lainnya
karena masing-masing rasio di uji secara terpisah atau diisolasikan dari
rasio lainnya. Model ini menghasilkan suatu penilaian terhadap prediksi
financial distress hanya dari satu sudut pandang.
95
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan untuk
mengetahui pengaruh variabel independen secara parsial dan simultan sebagai
berikut:
1. Variabel rasio Working Capital To Total Asset (WCTA) secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap financial distress pada bank umum
syariah. Artinya, kemampuan likuiditas menjadi faktor utama yang
menentukan potensi financial distress.
2. Variabel rasio Retained Earnings To Total Asset (RETA) secara parsial
tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress pada bank umum
syariah. Artinya, kemampuan profitabilitas (berdasarkan laba ditahan)
menjadi faktor pendukung dalam menentukan potensi financial distress.
3. Variabel rasio Earnings Before Interest and Tax to Total Asset (EBITTA),
secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress
pada bank umum syariah. Artinya, kemampuan profitabilitas (berdasarkan
pendapatan sebelum pajak dan bagi hasil) menjadi faktor pendukung
dalam menentukan potensi financial distress.
4. Variabel rasio Market Value Equity to Total Liabilities (MVETL) secara
parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress pada bank
96
umum syariah. Artinya, kemampuan solvabilitas menjadi faktor
pendukung dalam menentukan potensi financial distress.
5. Variabel rasio WCTA, RETA, EBITTA, dan MVETL secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap financial distress. Artinya, kemampuan
likuitas, profitabilitas, dan solvabilitas yang tercermin dari keempat rasio
keuangan Altman jika di uji secara multivariate maka akan menimbulkan
hasil prediksi financial distress yang cukup akurat dari pengaruh keempat
variabel rasio tersebut. Namun, jika di uji secara univariate maka akan
akan minimbulkan salah satu rasio menjadi dominan sedangkan rasio
lainnya sebagai pendukung.
Hasil pengujian Z-score dari 35 sampel bank dalam penelitian ini
diprediksi delapan bank berada di kategori 0 (gray zone) terdiri dari: BCA
Syariah tahun 2010 dan 2012, Bank Panin Syariah tahun 2010, 2012, 2013,
dan 2014, dan Bank Viktoria Syariah tahun 2010 dan 2014. Sedangkan 27
bank lainnya di prediksi berada di kategori 1 (safe zone). Selain itu, dari
delapan BUS yang dijadikan sampel, terdapat empat BUS selama periode
tahun 2010-2014 berturut-turut diprediksi berada di kategori 1 (safe zone)
yaitu: BRI Syariah, BJB Syariah, Bank Bukopin Syariah, dan Maybank
Syariah.
B. Saran
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu berdasarkan hasil penelitian, maka penulis memberikan saran
sebagai berikut:
97
1. Penelitian selanjutnya, dapat menggunakan metode-metode prediksi
financial distress lain yang ada.
2. Penelitian selanjutnya, jumlah sampel dan periode penelitian sebaiknya di
tambah lagi.
3. Penelitian selanjutnya, sebaiknya melakukan perbandingan dan
menganalisis variabel rasio antar metode prediksi financial distress yang
lainnya.
4. Penelitian selanjutnya, diarahkan untuk membuat metode prediksi
financial distress baru yang dapat diaplikasikan di Indonesia.
98
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan terjemahnya. Al-Muyassar. Tafsir.
Adnan, Hafiz dan Dicky Arisudhana. “Analisis Kebangkrutan Model Altman Z-score dan
Springate pada Perusahaan Industri Property”. Jakarta: Jurnal Ekonomi Vol. 1
No. 1-6, 2012.
Adnan, M. A. dan Taufiq, M.I. “Analisis Ketepatan Prediksi Metode Altman terhadap
Terjadinya Likuidasi pada Lembaga Perbankan (Kasus Likuidasi Perbankan di
Indonesia)”. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol. 5 No 2. 2001.
Ahmed, Tahmina dan Shah Alam. “Prediction of Finance Distress in Banking Companies
of Bangladesh and A Need For Regulation by FRC”. Bangladesh: The Cost and
Management, ISSN: 1817-5090 Vol. 43 No. 6. 2015.
Altman, Edward I. “Financial Ratios, Discriminant Analysis and The Prediction of
Corporate Bankruptcy”. The Journal of Finance Vol. 23 No. 4. 1968.
Altman, E., Hartzell, J. dan Peck, M.. “Emerging Markets Corporate Bonds: A Scoring
System”. New York: Wiley and Sons. 1995.
Ali, Zainuddin. “Hukum Perbankan Syariah”. Jakarta: Sinar Grafika. 2008.
Ambarwati, Dewi Sri Ari. “Manajemen Keuangan Lanjut”. Yogyakarta: Graha Ilmu.
2010.
Antonio, Muhammad Syafi’i. “Bank Syariah; Dari Teori Ke Praktik”. Jakarta: Gema
Insani. 2001.
Ascarya. “Akad dan Produk Bank Syariah”. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2007.
Ardiyanto, Feri Dwi. “Prediksi Rasio Keuangan terhadap Kondisi Financial Distress
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI 2005-2009”. Skripsi. Fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro. 2011.
Baker, H. Kent dan Gary E. Powell. “Understanding Financial Management; A Practical
Guide”. Garsington: Blackwell Publishing. 2005.
Beaver W. H. “Financial Ratios As Predictors Of Failure”. Journal of Accounting
research, 1966.
Bell. Adrian R., Chris Brooks, dan Marcel Prokopczuk. “Handbook of Research Methods
and Applications in Empirical Finance”. UK: Edward Elgar Publishing Inc.
2013.
Brahmana, Rayenda K. “Identifying Financial Distress Condition In Indonesia
Manufacture Industry”. London: Birmingham Business School. 2007.
Brealey, Richard A., dan Stewart C. Myers. “Principles of Corporate Finance”, New
York: McGrw-Hill Irwin. 2003.
99
Brigham, Eugene F. dan Joel F. Housten. “Dasar-Dasar Manajemen Keuangan”. Jakarta:
Salemba Empat. 2006.
Brodjonegoro, Bambang. “Menkeu Ungkap Kelemahan Perbankan Syariah”. artikel
diakses tanggal 15 Oktober 2015, dari
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/613575-menkeu-ungkap-kelemahan-
perbankan-syariah
Damayanti, Maya. “Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Asuransi Syariah Berdasarkan
Metode Altman Z-Score”. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif
Hidayatullah. Jakarta: 2014.
Endri. “Prediksi Kebangkrutan Bank Untuk Menghadapi dan Mengelola Perubahan
Lingkungan Bisnis: Analisis Model Atman Z-Score”. Surabaya: ABFI Institute
Perbanas. 2009.
Fabozzi, Frank J. dan Pamela P. Peterson. “Financial Management and Analysis Second
Edition”. New Jersey: John Willey and Sons, Inc. 2003.
Fahmi, Irham. “Pengantar Manajemen Keuangan Teori dan Soal Jawab”. Bandung:
Alfabeta. 2013
Fanny, Margaretta dan Sylvia Saputra. “Opini Audit Going Concern: Kajian Berdasarkan
Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, Dan Reputasi Kantor
Akuntan Publik”. Solo: SNA VIII. 2005.
Fathuddin, Fahmy. “Prediksi Kebangkrutan Pada Perusahaan Pertambangan Yang Go
Public Di Jakarta Islamic Index”. Skripsi. UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta:
2008.
Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 21 Update
PLS Regresi”. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2013.
Hadi, Syamsul dan Atika Anggraeni. “Pemilihan Prediktor Delisting Terbaik
(Perbandingan Antara The Zmijewski Model, The Altman Model dan The
Springate Model)”. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol. 12 No. 2.
2008.
Hanafi, Mamduh M. dan Abdul Halim. “Analisis Laporan Keuangan”. Yogyakarta: UPP
STIM YKPN. 2007.
Harahap, Sofyan Syafri. “Kerangka Teori dan Tujuan Akuntansi Syariah”. Jakarta:
Pustaka Quantum. 2008.
Harahap, Sofyan Syafri. “Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan”. Jakarta: Rajawali
Press. 2010.
Harjito, Agus dan Martono. “Manajemen Keuangan Edisi Kedua”. EKONISIA. 2013.
Harmono. “Manajemen Keuangan Berbasis Balance Scorecard Pendekatan Teori, Kasus
dan Riset Bisnis”. Jakarta: Bumi Aksara. 2009.
Hayes, Suzanne K. Kay A. Hodge and Larry W. Hughes. “A Study of the Efficacy of
Altman’s Z To Predict Bankruptcy of Specialty Retail Firms Doing Business in
100
Contemporary Times”. Economics & Business Journal: Inquiries & Perspectives
3(1). University of Nebraska at Kearney and Central Washington University.
2010.
Hidayah, Fitri., Priyo Sarjowo Yurianto, dan Bambang Hartadi. “Estimasi Risiko
Kebangkrutan Perusahaan Dengan Metode Neural Network”. Yogyakarta:
Indonesia Accounting Research Journal Vol. 2 No. 2. 2014.
Irfan, Mochamad dan Tri Yuniati. “Analisis Financial Distress Dengan Pendekatan
Altman Z”-Score Untuk Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan
Telekomunikasi”. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen, Vol. 3 No. 1. 2014.
Karim, Adiwarman A. “Bank Islam; Analisis Fiqih dan Keuangan”. Jakarta: Raja
Grafindo Persada. 2004.
Kasmir. “Analisis Laporan Keuangan”. Jakarta: Raja Pres. 2009.
Kusdiana, Yayu. “Analisis Model Camel dan Altman Z-Score Dalam Memprediksi
Kebangkrutan Bank Umum di Indonesia”. Jurnal Tepak Manajemen Bisnis, Vol.
6 No. 1. 2014.
Lesmana, Rico dan Rudi Surjanto. “Financial Performance Analyzing”. Jakarta:
Gramedia. 2004.
Lestari, Dewi Puji. “Faktor-faktor yang mempengaruhi Kebangkrutan Perusahaan
Manufaktur yang Go Public di BEJ”. Skripsi. Sarjana Ekonomi. Universitas
Negeri Semarang: 2008.
Megginson, William L., Scott B. Smart, dan Brian M. Lucey. “Introduction to Corporate
Finance, South-Western Cengage Learning EMEA”. London: The International
Journal of Accounting Vol. 45 No. 3. 2010
Nasir, Azwir, Elfi Ilham dan Vadela Irna Utara. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan
Dan Corporate Governance Terhadap Pengungkapan Sustainability Report Pada
Perusahaan LQ45 yang Terdaftar”. Riau: Jurnal Ekonomi Vol. 22 No. 1. 2014.
Nugraheni, Aprilia. “Analisis Ketepatan Prediksi Potensi Kebangkrutan Melalui Altman
Z-Score dan Hubungannya dengan harga saham pada Perusahaan Perbankan
yang Listing di BEJ”. Skripsi. Sarjana Ekonomi. Universitas Negeri Semarang:
2005.
Nugroho, Mokhamad Iqbal Dwi dan Wisnu Mawardi. “Anlisis Prediksi Financial
Distress Dengan Menggunakan Model Altman Z-Score Modifikasi 1995”.
Journal of Management, Vol. 1 No. 1. 2012.
Nuurillah, Nisa dan Anindya Ardiansari. “Analisis kebangkrutan menggunakan rasio
Altman Z-Score”. Management Analysis Journal; Vol. 4 No. 2. ISSN 2252-6552.
2015.
Pasaribu, R. B. F. “Penggunaan Binary Logit Untuk Prediksii Financial Distress
Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta (Studi Kasus Emiten Industri
Perdagangan)”. Jurnal Ekonomi, Bisnis, dan Akuntansi Ventura, Vol. 11 No. 2.
2008.
101
Platt, H., dan M. B. Platt. “Predicting Corporate Financial Distres”. Journal of Financial
Service Professionals, No. 56. 2002.
Pramesti, Getut. “Smart Olah Data Penelitian Dengan SPSS 21”. Jakarta: Elex Media
Komputindo. 2013.
Prastowo, Dwi. “Analisis Laporan Keuangan; Konsep dan Aplikasi”. Yogyakarta: UPP
STIM YKPN. 2013.
Puryati, Dwi. dan Savitri. “Model Financial Distress VS Altman Z-Score: Analisa
Perbandingan Prediksi Kebangkrutan di Industri Perbankan yang Terdaftar di
BEI Periode 2004-2008”. Finance & Accounting Journal, Vol. 1 No. 2. 2012.
Ramadhani, Ayu Suci dan Niki Lukviarman. “Perbandingan Analisis Prediksi
Kebangkrutan Menggunakan Model Altman Pertama, Altman Revisi dan Altman
Modifikasi Dengan Ukuran dan Umur Perusahaan sebagai Variabel Penjelas
(Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”.
Jurnal Siasat Bisnis, Vol. 13, No. 1. 2009.
Rodoni, Ahmad dan Herni Ali. “Manajemen Keuangan”. Jakarta: Mitra Wacana Media.
2010.
Ross, Stephen A., Randolph W. Westerfield, dan Bradford D. Jordan. “Fundamentals of
Corporate Finance”. New York: McGrw-Hill Irwin. 2006.
Sadi, Muhamad. “Perbankan Syariah; Pola Relasi Sebagai Institusi Intermediasi dan
Agen Investasi”. Malang: Setara Press. 2015.
Santoso, Siggih. “Statistik Multivariat Edisi Revisi”. Jakarta: Elex Media Komputindo.
2014.
Scott, Besley dan Eugene F. Brigham. “Essential of Managerial Finance”. New Jersey:
Pearson-Prentice Hall. 2008
Subramanyam, K. R. dan John J. Wild. “Financial Statement Analysis”. New York:
McGrw Hill-Irwin. 2009.
Sudana, I. Made. “Manajemen Keuangan Perusahaan; Teori dan Praktik”. Jakarta:
Erlangga. 2011.
Sudarsono, Heri. “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah; Diskripsi dan Ilustrasi”.
Yogyakarta: Ekonisia. 2003.
Siregar, Mulya E., “Pertumbuhan Bank Syariah Melambat Drastis, Ini Penyebabnya”,
artikel diakses tanggal 15 November 2015, dari
http://www.beritasatu.com/ekonomi/314843-pertumbuhan-bank-syariah-
melambat-drastis-ini-penyebabnya.html
Standar Akuntansi Keuangan Syariah 2014.
ST. Ibrahim Mustafa Kamal. “Analisis Prediksi Kebangkrutan Pada Perusahaan
Perbankan Go Public di bursa efek Indonesia (dengan menggunakan model
Altman Z-Score)”. Makassar: 2010.
102
Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Uyanto, Stanislaus S. “Pedoman Analisis Data Dengan SPSS”. Yogyakarta: Graha Ilmu.
2006.
Vickers, Frank. “The Dynamic Small Bussines Manager Second Edition”. United States:
ISBN 978-1-4116-5284-2. 2006.
Wahyuni, Mutiara. “Analisis Rasio Keuangan Terhadap Metode Altman Z-Score,
Zmijewski dan Springate Dalam Memprediksi Kebangkrutan Pada Sektor-Sektor
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2009-2012”. Skripsi.
UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta: 2014.
Widhyarti, Anna Wahyu. “Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Dalam Model Altman Z-
Score Terhadap Tingkat Kesehatan Bank Yang Diukur Dengan Metode CAMEL
Pada Bank Umum Swasta Nasional Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2008-2010”
Univeritas Diponegoro. Semarang: 2011.
Wong, Jia Chian dan Tze San Ong. “A Revisited of Altman Z-Score Model For
Companies Listed In Bursa Malaysia”, Malaysia: International Journal of
Business and Social Science, Vol. 5 No. 12. 2014.
Yahya, Rizal. Aji Erlangga Martawireja, dan Ahim Abdurahim. “Akuntansi Perbankan
Syariah; Teori dan Praktik Kontemporer”. Jakarta: Salemba Empat. 2014.
Yuanita, Ika. “Prediksi Financial Distress dalam Industri Textile dan Garment (Bukti
Empiris di Bursa Efek Indonesia)”. Dalam Jurnal Akuntansi & Manajemen Vol. 5
No. 1. 2010
Yuliana, Rita. “Analisis pengaruh rasio keuangan dalam Model Altman z-score terhadap
tingkat kesehatan bank yang diukur dengan Metode CAMEL”. Infestasi, vol.1,
no.1. 2005
Zeytinoglu, Emin dan Yasemin Deniz Akarim. “Financial Failur Prediction Using
Financial Ratios: An Empirical Application On Istanbul Stock Exchange”, Turki:
Journal of Applied Financing & Banking, Vol. 3 No. 3, ISSN: 1792-6580. 2013.
Zu’amah, S. “Perbandingan Ketepatan Klasifikasi Model Prediksi Kepailitan Berbasis
Akrual dan Berbasis Aliran Kas”. SNA VIII. 2005
LAMPIRAN
103
Lampiran 1: Daftar Sampel Penelitian
No Safe Zone
No Safe Zone
Kode Nama Bank Kode Nama Bank
2010 2010
1 BRIS Bank Rakyat Indonesia Syariah 1 BCAS Bank Central Asia Syariah
2 BJBS Bank Jawa Barat Syariah 2 BPS Bank Panin Syariah
3 BSB Bank Syariah Bukopin 3 BVS Bank Viktoria Syariah
4 MBS Maybank Syariah 2012
2011 4 BCAS Bank Central Asia Syariah
5 BCAS Bank Central Asia Syariah 5 BPS Bank Panin Syariah
6 BRIS Bank Rakyat Indonesia Syariah 2013
7 BJBS Bank Jawa Barat Syariah 6 BPS Bank Panin Syariah
8 BPS Bank Panin Syariah 2014
9 BSB Bank Syariah Bukopin 7 BPS Bank Panin Syariah
10 BVS Bank Viktoria Syariah 8 BVS Bank Viktoria Syariah
11 MBS Maybank Syariah
2012
12 BRIS Bank Rakyat Indonesia Syariah
13 BJBS Bank Jawa Barat Syariah
14 BSB Bank Syariah Bukopin
15 BVS Bank Viktoria Syariah
16 MBS Maybank Syariah
2013
17 BCAS Bank Central Asia Syariah
18 BRIS Bank Rakyat Indonesia Syariah
19 BJBS Bank Jawa Barat Syariah
20 BSB Bank Syariah Bukopin
21 BVS Bank Viktoria Syariah
22 MBS Maybank Syariah
2014
23 BCAS Bank Central Asia Syariah
24 BRIS Bank Rakyat Indonesia Syariah
25 BJBS Bank Jawa Barat Syariah
26 BSB Bank Syariah Bukopin
27 MBS Maybank Syariah
104
Lampiran 2: Perhitungan Altman Z-Score
(Dalam satuaan desimal)
Kode THN WCTA
(6,65)
RETA
(3,26)
EBITTA
(6,72)
MVETL
(1,05) Z-Score Ket.
BCAS
2010 1.3793 0.0137 0.0262 0.7169 2.1362 0 2011 2.3968 0.0181 0.0494 0.2140 2.6784 1 2012 2.2411 0.0170 0.0459 0.1826 2.4867 0 2013 2.6564 0.0202 0.0551 0.2177 2.9496 1 2014 3.1026 0.0140 0.0392 0.2726 3.4286 1
BRIS
2010 3.7409 0.0052 0.0176 0.2125 3.9763 1 2011 3.8998 0.0033 0.0100 0.0348 3.9480 1 2012 3.4941 0.0235 0.0658 0.0561 3.6396 1 2013 3.1455 0.0242 0.0710 0.0317 3.2726 1 2014 2.8216 0.0010 0.0050 0.0332 2.8609 1
BJBS
2010 3.2853 0.0091 0.0267 0.0847 3.4060 1 2011 4.4076 0.0210 0.0607 0.0171 4.5066 1 2012 3.7151 -0.0139 -0.0288 0.0146 3.6869 1 2013 3.5198 0.0196 0.0580 0.0097 3.6073 1 2014 4.3056 0.0121 0.0392 0.0077 4.3647 1
BPS
2010 2.4478 -0.0509 -0.1050 0.1372 2.4291 0 2011 2.9729 0.0295 0.0820 0.0233 3.1079 1 2012 1.9136 0.0565 0.1556 0.0255 2.1513 0 2013 2.4607 0.0171 0.0483 0.0012 2.5274 0 2014 1.0605 0.0372 0.1036 0.0035 1.2049 0
BSB
2010 6.1983 0.0152 0.0456 0.0052 6.2644 1 2011 6.5155 0.0145 0.0369 0.0022 6.5693 1 2012 6.2821 0.0155 0.0452 0.0109 6.3539 1 2013 5.9488 0.0146 0.0421 0.0222 6.0279 1 2014 5.7215 0.0054 0.0166 0.0081 5.7517 1
BVS
2010 1.0923 0.0225 0.0601 0.0037 1.1639 0 2011 6.3539 0.1043 0.2810 0.0011 6.7405 1 2012 6.1189 0.0352 0.0742 0.0001 6.2285 1 2013 3.5726 0.0100 0.0250 0.0005 3.6083 1 2014 2.4262 -0.0438 -0.1167 0.0002 2.2658 0
MBS
2010 3.8987 0.1035 0.2879 0.0057 4.2959 1 2011 3.5956 0.0775 0.2157 0.0004 3.8893 1 2012 4.4257 0.0637 0.1830 0,00007 4.6726 1 2013 4.6971 0.0586 0.1729 0.0003 4.9290 1 2014 4.1358 0.0744 0.2102 0.0001 4.4206 1
105
Lampiran 3: Hasil Perhitungan Kategori 0 (Gray Zone) (Dalam satuaan desimal)
NO KODE TAHUN WCTA RETA EBITTA MVETL
1. BCAS 2010 0,2074 0,0042 0,0039 0,6828
2. BPS 2010 0,3681 -0,0156 -0,0156 0,1307
3. BVS 2010 0.1642 0,0069 0,0089 0,0035
4. BCAS 2012 0,3370 0,0052 0,0068 0,1739
5. BPS 2012 0,2877 0,0173 0,0231 0,0243
6. BPS 2013 0,3700 0,0052 0,0071 0,0011
7. BPS 2014 0,1594 0,0114 0,0154 0,0033
8. BVS 2014 0,3648 -0,0134 -0,0173 0,0002
Rata-rata 0,2697 0,0026 0,0040 0,1274
Lampiran 4: Hasil Perhitungan Kategori 1 (Safe Zone)
(Dalam satuan desimal)
NO KODE TAHUN WCTA RETA EBITTA MVETL
1. BRIS 2010 0,5625 0,0015 0,0026 0,2024
2. BJBS 2010 0,4940 0,0027 0,0039 0,0807
3. BSB 2010 0,9320 0,0046 0,0068 0,0050
4. MBS 2010 0,5862 0,0317 0,0428 0,0054
5. BCAS 2011 0,3604 0,0055 0,0073 0,2038
6. BRIS 2011 0,5864 0,0010 0,0014 0,0331
7. BJBS 2011 0,6628 0,0064 0,0090 0,0163
8. BPS 2011 0,4470 0,0090 0,0122 0,0222
9. BSB 2011 0,9797 0,0044 0,0055 0,0021
10. BVS 2011 0,9554 0,0320 0,0418 0,0011
11. MBS 2011 0,5406 0,0237 0,0321 0,0004
12. BRIS 2012 0,5254 0,0072 0,0097 0,0534
13. BJBS 2012 0,5586 -0,0042 -0,0042 0,0139
14. BSB 2012 0,9446 0,0047 0,0067 0,0104
15. BVS 2012 0,9201 0,0030 0,0110 0,0001
16. MBS 2012 0,6655 0,0195 0,0272 0,00007
17. BCAS 2013 0,3994 0,0062 0,0082 0,2074
18. BRIS 2013 0,4730 0,0074 0,0105 0,0302
19. BJBS 2013 0,5293 0,0060 0,0086 0,0092
20. BSB 2013 0,8945 0,0045 0,0062 0,0212
21. BVS 2013 0,5372 0,0030 0,0037 0,0005
22. MBS 2013 0,7063 0,0179 0,0257 0,0002
23. BCAS 2014 0,4665 0,0043 0,0058 0,2596
24. BRIS 2014 0,4243 0,0003 0,0007 0,0316
25. BJBS 2014 0,6474 0,0037 0,0058 0,0073
26. BSB 2014 0,8603 0,0016 0,0024 0,0077
27. MBS 2014 0,6219 0,0228 0,0312 0,0001
Rata-rata 0,6400 0,0085 0,0120 0,0453
106
Lampiran 5: Analisis Deskriptif Kategori 0 (Gray Zone) Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
WCTA_0 8 .1594 .3700 .282325 .0922283
RETA_0 8 -.0156 .0173 .002650 .0114350
EBITTA_0 8 -.0173 .0231 .004038 .0140106
MVETL_0 8 .0002 .6828 .127475 .2342634
Valid N (listwise) 8
Lampiran 6: Analisis Deskriptif Kategori 1 (Safe Zone) Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
WCTA_1 27 .3604 .9797 .640048 .1915531
RETA_1 27 -.0042 .0320 .008533 .0094911
EBITTA_1 27 -.0042 .0428 .012022 .0125868
MVETL_1 27 .0001 .2596 .045384 .0763171
Valid N (listwise) 27
Lampiran 7: Block 0: Begining Block Iteration History
a,b,c
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 35.230 1.200
2 35.029 1.377
3 35.028 1.386
4 35.028 1.386
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 35.028
c. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than .001.
Lampiran 8: Block 1: Model Summary Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square Nagelkerke R
Square
1 14.423a .445 .704
a. Estimation terminated at iteration number 8 because parameter estimates changed by less than .001.
Lampiran 9: Uji Hosmer and Lemeshow Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 3.283 7 .858
107
Lampiran 10: Uji Tingkat Akurasi Classification Table
a
Observed
Predicted
Z_SCORE Percentage
Correct Grey Zone Safe Zone
Step 1 Z_SCORE Grey Zone 4 3 57.1
Safe Zone 1 27 96.4
Overall Percentage 88.6
a. The cut value is .500
Lampiran 11: Uji Signifikansi Parsial Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a X1 2.566 1.128 5.172 1 .023 13.012
X2 82.253 334.648 .060 1 .806 5.272E35
X3 -16.134 128.440 .016 1 .900 .000
X4 -.690 5.081 .018 1 .892 .501
Constant -6.073 3.269 3.450 1 .063 .002
a. Variable(s) entered on step 1: X1, X2, X3, X4.
Lampiran 12: Uji Signifikansi Simultan Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 20.605 4 .000
Block 20.605 4 .000
Model 20.605 4 .000
Lampiran 13: Akun Pengelolaan Rasio Kategori 0 (Gray Zone)
(Dalam jutaan rupiah)
No Kode THN WC TA RE EBIT MVE TL
1. BCAS 2010 181420 874631 3688 3412 76160 111540 2. BPS 2010 168854 458713 -7173 -7173 2720 20802 3. BVS 2010 55302 336676 2327 3013 123 34852 4. BCAS 2012 539949 1602181 8360 10961 46763 268793 5. BPS 2012 615967 2140482 37099 49572 14904 612730 6. BPS 2013 1499661 4052701 21332 29162 1188 1026305 7. BPS 2014 989978 6207679 70939 95732 3007 892549 8. BVS 2014 21302 336676 2327 3013 123 34852
108
Lampiran 14: Akun Pengelolaan Rasio Kategori 1 (Safe Zone)
(Dalam jutaan rupiah)
No Kode THN WC TA RE EBIT MVE TL 1. BRIS 2010 3857005 6856386 10954 18053 241353 1192418 2. BJBS 2010 953733 1930469 5393 7696 22161 274568 3. BSB 2010 2044931 2193952 10234 14919 3320 663559 4. MBS 2010 826925 1410475 44815 60434 1478 271287 5. BCAS 2011 438673 1217097 6773 8950 38780 190216 6. BRIS 2011 6568617 11200823 11654 16701 73996 2230290 7. BJBS 2011 1888640 2849451 18395 25769 5727 350268 8. BPS 2011 454609 1016878 9233 12410 3636 163564 9. BSB 2011 2674831 2730027 12209 15023 975 455614 10. BVS 2011 613439 642026 20559 26852 73 64479 11. MBS 2011 915370 1692959 40269 54350 241 598773 12. BRIS 2012 7402845 14088914 101888 138052 183375 3431739 13. BJBS 2012 2368419 4239449 -18180 -18180 8008 572584 14. BSB 2012 3416095 3616108 17298 24354 9450 905598 15. BVS 2012 864445 939472 10164 10374 28 161411 16. MBS 2012 1372674 2062552 40353 56187 37 522991 17. BCAS 2013 815477 2041419 12701 16761 57038 275000 18. BRIS 2013 8230779 17400914 129568 183942 136397 4504515 19. BJBS 2013 2485128 4695088 28316 40571 6582 711187 20. BSB 2013 3885142 4343069 19548 27245 25564 1204054 21. BVS 2013 710993 1323398 4075 4928 62 114822 22. MBS 2013 1624567 2299971 41367 59188 149 505245 23. BCAS 2014 1397114 2994449 12950 17498 84888 326917 24. BRIS 2014 8631695 20343249 6577 15385 177452 5610590 25. BJBS 2014 3943705 6090945 22744 35531 4307 583989 26. BSB 2014 4440693 5161300 8662 12770 8805 1136981 27. MBS 2014 1523545 2449723 55953 76637 52 497768
Lampiran 15: Hasil Perhitungan Rasio Kategori 0 (Gray Zone)
(Dalam satuan desimal)
No Kode THN WCTA RETA EBITTA MVETL
1. BCAS 2010 0.207424617 0.004216635 0.003901074 0.682804375 2. BPS 2010 0.368103803 -0.015637229 -0.015637229 0.130756658 3. BVS 2010 0.164258813 0.00691169 0.008949257 0.003529209 4. BCAS 2012 0.33700874 0.005217887 0.006841299 0.173974025 5. BPS 2012 0.287770231 0.017332078 0.02315927 0.024323927 6. BPS 2013 0.370039882 0.00526365 0.007195695 0.001157551 7. BPS 2014 0.159476352 0.011427621 0.015421545 0.003369003 8. BVS 2014 0.364850141 -0.013448075 -0.0173759 0.00020851
Rata-rata 0.26974316 0.002660532 0.004056876 0.127515407
109
Lampiran 16: Hasil Perhitungan Rasio Kategori 1 (Safe Zone)
(Dalam satuan desimal)
No Kode THN WCTA RETA EBITTA MVETL 1. BRIS 2010 0.562541986 0.001597635 0.00263302 0.202406371 2. BJBS 2010 0.494042121 0.002793622 0.003986596 0.080712246 3. BSB 2010 0.932076454 0.004664642 0.006800058 0.005003323 4. MBS 2010 0.586274128 0.031772984 0.042846559 0.005448105 5. BCAS 2011 0.360425669 0.005564881 0.007353563 0.203873491 6. BRIS 2011 0.586440568 0.001040459 0.001491051 0.033177748 7. BJBS 2011 0.66280838 0.00645563 0.009043496 0.016350337 8. BPS 2011 0.447063463 0.009079752 0.012204021 0.022229831 9. BSB 2011 0.979781885 0.004472117 0.005502876 0.002139969
10. BVS 2011 0.955473766 0.032022068 0.041823851 0.001132152 11. MBS 2011 0.540692362 0.023786164 0.032103554 0.00040249 12. BRIS 2012 0.525437589 0.007231785 0.009798626 0.053435008 13. BJBS 2012 0.558661986 -0.004288293 -0.004288293 0.013985721 14. BSB 2012 0.944688322 0.004783596 0.006734865 0.010435094 15. BVS 2012 0.920139185 0.010818843 0.011042373 0.00017347 16. MBS 2012 0.66552213 0.019564598 0.027241495 0.000070746 17. BCAS 2013 0.399465764 0.006221653 0.008210465 0.207410909 18. BRIS 2013 0.473008429 0.007446046 0.010570824 0.030280063 19. BJBS 2013 0.529303817 0.006030984 0.008641159 0.00925495 20. BSB 2013 0.894561426 0.004500965 0.006273214 0.021231606 21. BVS 2013 0.537248054 0.003079195 0.003723748 0.000539966 22. MBS 2013 0.706342384 0.017985879 0.025734238 0.000294906 23. BCAS 2014 0.466567973 0.004324669 0.005843479 0.259662238 24. BRIS 2014 0.424302677 0.000323301 0.000756271 0.031628046 25. BJBS 2014 0.647470138 0.003734068 0.005833413 0.007375139 26. BSB 2014 0.860382656 0.001678259 0.002474183 0.007744193 27. MBS 2014 0.621925418 0.022840542 0.031283945 0.000104466
Rata-rata 0.640098101 0.008871335 0.01206158 0.045426022
Lampiran 17: Hasil Perhitungan Z-Score Kategori 0 (Gray Zone)
(Dalam satuan desimal)
Kode THN WCTA
(6,56)
RETA
(3,26)
EBITTA
(6,72)
MVETL
(1,05) Z-Score Ket.
BCAS 2010 1.360705488 0.01374623 0.026215217 0.716944594 2.117611529 0
BPS 2010 2.414760948 -0.050977367 -0.105082179 0.137294491 2.395995893 0
BVS 2010 1.085755563 0.022532109 0.060139007 0.003705669 1.172132347 0 BCAS 2012 2.210777334 0.017010312 0.045973529 0.182672726 2.456433902 0
BPS 2012 1.887772715 0.056502574 0.155630294 0.025540123 2.125445707 0
BPS 2013 2.427461626 0.017159499 0.04835507 0.001215429 2.494191624 0
BPS 2014 1.046164869 0.037254044 0.103632782 0.003537453 1.190589149 0
BVS 2014 2.393416925 -0.043840725 -0.116766048 0.000218936 2.233029088 0
110
Lampiran 18: Hasil Perhitungan Z-Score Kategori 1 (Safe Zone)
(Dalam satuan desimal)
Kode THN WCTA
(6,56)
RETA
(3,26)
EBITTA
(6,72)
MVETL
(1,05) Z-Score Ket.
BRIS 2010 3.690275428 0.00520829 0.017693894 0.21252669 3.925704302 1
BJBS 2010 3.240916314 0.009107208 0.026789925 0.084747858 3.361561305 1
BSB 2010 6.114421538 0.015206733 0.04569639 0.005253489 6.18057815 1
MBS 2010 3.84595828 0.103579928 0.287928876 0.00572051 4.243187594 1
BCAS 2011 2.364392389 0.018141512 0.049415943 0.214067166 2.64601701 1
BRIS 2011 3.847050126 0.003391896 0.010019863 0.034836635 3.895298521 1
BJBS 2011 4.348022973 0.021045354 0.060772293 0.017167854 4.447008474 1
BPS 2011 2.932736317 0.029599992 0.082011021 0.023341323 3.067688652 1
BSB 2011 6.427369166 0.014579101 0.036979327 0.002246967 6.481174561 1
BVS 2011 6.267907905 0.104391942 0.281056279 0.00118876 6.654544885 1
MBS 2011 3.546941895 0.077542895 0.215735883 0.000422615 3.840643287 1
BRIS 2012 3.446870584 0.023575619 0.065846767 0.056106758 3.592399728 1
BJBS 2012 3.664822628 -0.013979835 -0.028817329 0.014685007 3.636710471 1
BSB 2012 6.197155392 0.015594523 0.045258293 0.010956849 6.268965057 1
BVS 2012 6.036113054 0.035269428 0.074204747 0.000182144 6.145769372 1
MBS 2012 4.365825173 0.063780589 0.183062846 7.42833E-05 4.612742892 1
BCAS 2013 2.620495412 0.020282589 0.055174325 0.217781454 2.91373378 1
BRIS 2013 3.102935294 0.02427411 0.071035937 0.031794066 3.230039408 1
BJBS 2013 3.47223304 0.019661008 0.058068588 0.009717698 3.559680333 1
BSB 2013 5.868322955 0.014673146 0.042155998 0.022293186 5.947445285 1
BVS 2013 3.524347234 0.010038176 0.025023587 0.000566964 3.559975961 1
MBS 2013 4.633606039 0.058633966 0.172934079 0.000309651 4.865483735 1
BCAS 2014 3.060685903 0.014098421 0.039268179 0.27264535 3.386697853 1
BRIS 2014 2.783425561 0.001053961 0.005082141 0.033209448 2.822771112 1
BJBS 2014 4.247404105 0.012173062 0.039200535 0.007743896 4.306521598 1
BSB 2014 5.644110223 0.005471124 0.01662651 0.008131403 5.67433926 1
MBS 2014 4.079830742 0.074460167 0.21022811 0.000109689 4.364628709 1