Download - SKENARIO IKGA .docx
SKENARIO
Seorang pasien berusia 11 tahun datang dengan diantar oleh ibunya mengeluhkan gigi
depannya ompong dan tidak dapat berbicara dengan jelas. Berdasarkan hasil pemeriksaan
didapati gigi anteriornya tidak mengalami erupsi. Anak tersebut sering diejek oleh teman-
temannya dan malu untuk berinteraksi dengan teman-temannya.
ANALISIS KASUS :
Anamesa dilakukan pada anak berusia 11 tahun pada kasus tersebut adalah dengan
cara dengan autoanamnesis dan aloanamnesis. Sehingga hasil pemeriksaan subyektif yang
didapatkan :
-Chief complaint (CC) : mengeluhkan gigi depannya ompong dan tidak dapat berbicara
dengan jelas, sehingga sering diolok-olok oleh temannya.
-Present illness (PI) : Tidak sakit
-Past Dental History (PDH): Tidak ada
-Past Medical History (PMH): Tidak ada
Sedangkan, Berdasarkan pemeriksaan inspeksi dapat ditemukan bahwa gigi
anterior anak tidak tumbuh dan beberapa gigi yang tumbuh berbentuk seperti pasak dan
kulit tampak hipopigmentasi, berkerut halus dan kering. Dan pemeriksaan radiologi
didapatkan gambaran radiografi anak tersebut tidak memiliki benih gigi di anterior dan
beberapa gigi impaksi. Serta pemeriksaan histopatologi didapatkan dengan cara biopsi
pada telapak tangan. Didapatkan penampakan ketidakberadaan kelenjar keringat dan
kelenjar minyak serta hipoplasia folikel.
Diagnosis final yang didapatkan setelah dilakukan pemeriksaan subjektif dan
objektif pada anak tersebut adalah oligodontia dan tidak dapat mengucapkan huruf “T”
karena gigi anteriornya tidak ada.
PEMBAHASAN
A. Pengertian OligodontiaOligodonsia adalah kelainan genetik berupa tidak tumbuhnya >6 gigi di dalam
rongga mulut. Kondisi kelainan ini biasanya melibatkan gigi susu dan gigi permanen,
namun seringkali pada gigi permanen. Fenomena ini berhubungan dengan non-
progressive skin and nerve syndromes yang biasa disebut dengan ectodermal dysplasias.
B. Diagnosis Kasus
Diagnosis didapatkan setelah dilakukan pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan
objektif pada pasien anak.
1. Pemeriksaan subjektif
Anamnesa merupakan bagian yang sangat penting dan sangat menentukan
dalam pemeriksaan klinis. Dengan anamnesa akan didapatkan data subyektif. Pihak
pasien (orangtua, pengantar, atau pasiennya sendiri diberikan kesempatan untuk
mengingat kembali dan menceritakan secara rinci masalah kesehatan yang sedang
dihadapi oleh anak, termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan, tanda – tanda
yang timbul, riwayat terjadinya keluhan dan tanda sampai anak tersebut dibawa
berobat.
Anamesa dilakukan pada anak berusia 11 tahun pada kasus tersebut adalah
dengan cara dengan autoanamnesis dan aloanamnesis.
Autoanamnesis yaitu informasi yang diperoleh langsung dari pasien.
Wawancara dilakukan dokter langsung kepada anaknya, anak itu sendiri yang
menceritakan keluhannya.
Aloanamnesis yaitu informasi yang diperoleh bukan dari pasiennya sendiri.
Dalam hal ini pemeriksa harus waspada akan kemungkinan terjadinya bias, karena
data tentang keadaan pasien yang didapat mungkin berdasarkan asumsi atau persepsi
orangtua atau pengantar. Keadaan ini sering berkaitan dengan pengetahuan, adat,
tradisi, kepercayaan, kebiasaan dan faktor budaya lainnya yang dimilikki orangtua
atau pendamping pasien.
Diagnosis subjektif (anamnesis) pada pasien anak pada dasarnya sama dengan
pasien dewasa dengan beberapa tambahan penting :
panggil orang tua dengan tuan dan nyonya “jakson” bukan papa dan mama
ketahui nama panggilan anak di rumah dan gunakan nama itru
awali anamnesis dengan nama, jenis kelamin, dan umur dengan tahun beserta
bulan (pada bayi perbedaan umur sangat signifikan misalnya yang berusia 14
bulan dan 20 bulan sangat beda). Umur yang akurat adalah persyaratan yang
penting dan seringkali menggambarkan diagnosis bandingnya
catat nama sekolah tk,klinik atau pusat kesehatan yang pernah didatangi.
selama melakukan anamnesis, seorang anak akan sangat senang berada
dipangkuan orang tuanya, anak yang lebih mandiri akan lebih senang bermain
dengan mainan yang sebaiknya disediakan. Anak yang lebih besar harus
dilibatkan dalam pembicaraan.
Susun perabotan klinik dalam suasana yang mendorong perasaan bersahabat
antara orang tua dan dokter serta hindari suasana konfrontatif di atas meja.
Bila dokter gigi meremehkan atau mengacuhkan anak, probabilitas rasa takut
berkelanjutan juga tinggi. Sebaliknya bila dokter gigi menanyakan pada anak
bagaimana perasaannya atau mengajukan pertanyaan berulang, tingkah laku takut
berkurang.
Akan lebih efektif apabila dokter gigi memberi pujian, komentar tertentu seperti
‘saya suka kamu tetap membuka mulut’ daripada ungkapan umum seperti ‘anak
yang baik’
Faktor Pendukung dan Penghambat terciptanya Hubungan Interpersonal
dengan Pasien Anak Anak
Faktor Pendukung :
- Penampilan dokter yang menarik, bersih dan tampak rapih, akan membuat
anak – anak kagum dan semakin percaya bahwa dokter tersebut mampu
mengatasi masalah atau penyakit yang dialami.
- Tempat dan suasana yang nyaman.
- Perhatian dokter terhadap anak.
- Penggunaan bahasa dokter yang mudah dimengerti.
Faktor Penghambat:
- Anak yang tertutup
- Anak yang banyak keluhan
- Hambatan bahasa dan intektual
- Anak dengan gangguan atau penyakit jiwa
- Anak yang cenderung menyalahkan
2. Pemeriksaan Objektif (Pemeriksaan Klinis)
Gejala objektif ditentukan oleh pengujian dan observasi yang dilakukan oleh
seorang klinisi. Pengujian-pengujian tersebut adalah sebagai berikut :
1) Pemeriksaan visual dan taktil
Uji klinis yang paling sederhana adalah pemeriksaan berdasarkan penglihatan.
Hal ini terlalu sering hanya dilakukan sambil lalu selama pemeriksaan, dan
sebagai hasilnya, banyak informasi penting hilang. Suatu pemeriksaan visual dan
taktil jaringan keras dan lunak yang cermat mengandalkan pada pemeriksaan
three Cs’: color, contour, dan consistency (warna, kontur dan konsistensi).
Pada jaringan lunak, seperti gusi, penyimpangan dari warna merah muda sehat
dapat dengan mudah dikenal bila terdapat inflamasi. Suatu perubahan kontur
yang timbul dengan pembengkakan, dan konsistensi jaringan yang lunak,
fluktuan, atau seperti bunga karang yang berbeda dengan jaringan normal, sehat
dan kuat adalah indikatif dari keadaan patologik.
2) Perkusi
Uji ini memungkinkan seseorang mengevaluasi status periodonsium
sekitar suatu gigi. Gigi diberi pukulan cepat dan tidak keras, mula-mula dengan
jari dengan intensitas rendah, kemudian intensitas ditingkatkan dengan
menggunakan tangkai suatu instrumen, untuk menentukan apakah gigi merasa
sakit.
3) Palpasi
Tes sederhana ini dilakukan dengan ujung jari menggunakan tekanan
ringan untuk memeriksa konsistensi jaringan dan respon rasa sakit. Meskipun
sederhana,tetapi merupakan suatu tes yang penting.
4) Mobilitas-Depresibilitas
Tes mobilitas digunakan untuk mengevaluasi integritas apparatus pengikat
disekeliling gigi. Tes ini terdiri dari menggerakkan suatu gigi ke arah lateral
dalam soketnya dengan menggunakan jari atau, lebih diutamakan, menggunakan
tangkai dua instrument. Tujuan tes ini adalah untuk menentukan apakah gigi
terikat kuat atau longgar pada alveolusnya.
5) Uji termal
Tes ini meliputi aplikasi dingin dan panas pada gigi, untuk menentukan
sensitivitas terhadap perubahan termal. Meskipun keduanya merupakan tes
sensitivitas, tetapi tidak sama dan digunakan untuk alasan diagnosis
yang berbeda. Suatu respon terhadap dingin menunjukkan pulpa vital, tanpa
memperhatikan apakah pulpa itu normal atau abnormal. Suatu respon abnormal
terhadap panas biasanya menunjukkan adanya gangguan pulpa atau periapikal
yang memerlukan perawatan endodontik.
3. Pemeriksaan Penunujang (Jika diperlukan)
1. Radiografi kadang-kadang pemeriksaan klinis dapat memberikan semua
keterangan yangdiperlukan mengenai pasien, disini mungkin tidak diperlukan
radiografi.Bagaimanapun juga, radiografi biasanya diperlukan satu atau alasan-
alasan berikut :
i. Untuk mendiagnosis karies gigi pada permukaan gigi yang tidak bisa
dilihat pada pemeriksaan klinis.
ii. Untuk mendeteksi kelainan pada perkembangan gigi.
iii. Untuk menemukan gangguan khusus, misalnya kondisi jaringan periapikal
yang berhubungan dengan gigi-gigi nonvital atau yang mengalami trauma
2. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi meliputi pemeriksaan makroskopik jaringan
disertai seleksi sampel jaringan untuk pemeriksaan mikroskopik.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur
pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sampel dari penderita, dapat
berupa urine (air kencing), darah, sputum (dahak), dan sebagainya untuk
menentukan diagnosis atau membantu menentukan diagnosis penyakit bersama
dengan tes penunjang lainya, anamnesis, dan pemeriksaan lainya.
C. Pemeriksaan Status Mental Anak
Pemeriksaan status mental adalah kumpulan data yang sistematis berdasarkan
pengamatan perilaku pasien selama wawancara. Tujuan dari pemeriksaan status mental
adalah mendapatkan bukti gejala-gejala saat ini dan tanda-tanda gangguan mental yang
mungkin diderita pasien. Selain itu, didapatkan pula bukti mengenai wawasan pasien,
nilai-nilai, dan kemampuan pemikiran abstrak, untuk memberitahukan keputusan
mengenai strategi terapi dan pilihan tempat terapi yang sesuai.
Ketika dilakukan pemeriksaan mental, banyak aspek yang harus diperhatikan.
Beberapa diantaranya adalah tingkah laku, isi pikiran, suasana hati, pengalaman persepsi,
motivasi dan intelegensi. Ketika diperiksa keadaan mental anak tersebut, tingkah laku
mungkin akan sedikit berbeda dengan anak anak normal lainnya, karena kelainan gigi
yang dideritanya. Karena sering diolok-olok oleh teman sekolahnya, tingkah laku nya
bisa saja berubah menjadi pemberontak, pemarah dan lain lain. Ini mungkin merupakan
penolakan atas olokan yang ditujukan kepadanya. Isi pikiran, mungkin tidak bisa terbaca
seutuhnya oleh tenaga kesehatan. Tapi dapat dinilai dari perkataan yang keluar dari
mulut anak itu, dan tingkah laku yang tidak sengaja ditampakkannya ketika dokter
memeriksakan keadaannya. Pemeriksaan ini sama halnya dengan suasana hati yang tidak
dapat terbaca langsung. Itu akan terlihat dari perilaku anak tersebut. Pengalaman
persepsi, motivasi dan intelegensi dapat seiring diketahui pula ketika dokter melakukan
anamnese kepada anak tersebut. Satu persatu aspek akan terlihat seiring adanya
komunikasi antar dokter dan anak tersebut.
Pada skenario diatas, dikatakan bahwa keadaan anak ini adalah saat umurnya
berusia 11 tahun yang kira kira masih ada pada tahap masa anak sekolah dan mengalami
gangguan berbicara yang disebabkan gigi anterior yang tidak erupsi. Pada masa ini,
perilaku mental anak akan lebih dominan dikuasai oleh lingkungan sekolah yang mana
anak tersebut lebih banyak berinteraksi dengan teman teman sekolahnya. Setiap detil
psikologis jiwa anak akan terpengaruh oleh keadaan lingkungannya. Anak akan semakin
merasa tersudutkan dengan keadaannya kalau olokan tidak segera dihentikan, dan tidak
adanya pengertian dari orangtua kepada anak itu oleh karena itu, sangat penting untuk
melakukan intervensi dini. Hal inilah memotivasi orang tua dari anak tersebut untuk
mengembalikan fungsi bicara dan estetik dari anak tersebut dengan pergi ke dokter gigi
agar anaknya tidak lagi diejek oleh teman-temannya dan dapat kembali bersosialisasi
dengan orang lain dengan baik dan rasa percaya diri.
D. Formulasi Kasus
Formulasi kasus merupakan analisis perkembangan anak yang mungkin
mempengaruhi status psikologis anak.
a. Pengaruh Lingkungan Anak
Lingkungan anak sangat berpengaruh terhadap status psikologis anak.
Meluasnya ruang lingkup dimana sebelumnya anak hanya berinteraksi dengan orang-
orang yang berada di rumah menjadi bertambah dengan interaksi di luar rumah salah
satunya sekolah. Hal ini tentunya akan membentuk dan menambah lebih banyak
perilaku yang sudah tertanam di dalam diri anak. Pada kasus pasien berusia 11 tahun
mengeluhkan gigi depannya ompong dan tidak dapat berbicara dengan jelas sehingga
anak tersebut sering diejek oleh teman-temannya dan malu untuk berinteraksi dengan
teman-temannya. Setelah dilakukan pemeriksaan lengkap diperoleh diagnosis anak
menderita oligodontia. Tidak adanya gigi depan dikarenakan kelainan seperti yang
disebutkan pada kasus di atas akan menjadi penyebab timbulnya rasa minder atau
malu pada diri anak sehingga akan menghambat penyesuaian sosial baik itu terhadap
lingkungan dalam ataupun lingkungan luar.
Pada dasarnya, kondisi fisik anak memiliki makna psikologis yang melebihi
makna perbedaan fisiknya itu sendiri. Jika perbedaan fisik antara seorang anak dengan
sebayanya demikian jelas, anak tersebut akan mendapatkan perhatian khusus.
Perhatian ini akan lebih bermakna bagi anak yang bersangkutan jika datang dari
kawan sebaya dibanding dari orang dewasa. Karena pada tahap ini, penting bagi anak
untuk merasa diterima lingkungannya. Anak yang memiliki perbedaan fisik dengan
anak sebayanya, umumnya tumbuh menjadi anak yang sensitif dan kurang percaya
diri.
Kemudian lingkungan juga berpengaruh terhadap pemantapan pembentukan
konsep diri. Memasuki usia sekolah, peran teman sebaya mulai besar. Peran teman
semakin lama akan semakin besar dengan bertambahnya usia anak. Teman sebaya
terutama diperlukan untuk mengembangkan keterampilan diri, testing kemampuan
anak, mengembangkan empati, rasa solidaritas, dan kesetiakawanan, serta latihan
untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, mengerti, memahami dan berbagi dengan
orang lain. Begitu besar peran teman sebaya dalam perkembangan anak, sehingga jika
seorang anak tidak mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi dengan teman, seperti
halnya yang terdapat di kasus, anak dengan usia 11 tahun, mereka akan merasa sedih
dan kemungkinan akan mengalami hambatan perkembangan .
Banyak ahli menganggap masa anak sekolah (usia 6-12 tahun) ini sebagai
masa tenang atau masa latent, dimana apa yang telah terjadi di pupuk pada masa-masa
sebelumnya akan berlangsung terus untuk masa-masa selanjutnya. Tahap usia ini
disebut juga sebagai usia kelompok (gang age), dimana anak mulai mengalihkan
perhatian dan hubungan intim dalam keluarga ke kerja sama antar teman dan sikap-
sikap terhadap kerja atau belajar.
Penilaian teman terhadap diri anak pun akan semakin berarti baginya
meskipun dukungan orang dewasa masih sangat diperlukannya. Penilaian dan
penerimaan kelompok menjadi standar keberhasilan anak. Anak yang banyak
mendapatkan penilain negatif atau anak yang tidak mampu menjalin dan
mempertahankan interaksi dengan orang lain akan menjadi anak yang tersingkir.
Sikap lingkungan yang demikian akan mempunyai andil negatif dalam perkembangan
anak.
b. Peguasaan motorik pada anak
Penguasaan motorik pada anak adalah tahapan alami yang pasti dialami oleh
setiap anak, namun tahapan tersebut dapat terganggu apabila anak tersebut mengalami
sesuatu yang dapat menggangu siklus normal tersebut. Contoh nya, seperti pada kasus
diatas dimana anak tersebut mengalami penyakit atau kelainan gigi yang berdampak
negatif pada psikologis anak tersebut. Akibatnya, kemampuan alami seorang anak
dalam menguasai kemampuan motorik juga ikut terganggu.
Penguasaan keterampilan motorik merupakan suatu proses dimana seseorang
mengembangkan seperangkat respon ke dalam suatu pola gerak yang terkoordinasi,
terorganisir dan terpadu. Perkembangan fisik sangat berkaitan erat dengan
perkembangan motorik anak. Motorik merupakan perkembangan pengendalian
gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak, dan
spinal cord.
Keterampilan motorik dibagi menjadi keterampilan motorik kasar dan
keterampilan motorik halus. Keterampilan motorik kasar merupakan keterampilan
yang meliputi aktivitas otot besar, seperti menggerakkan lengan dan berjalan.
Keterampilan motorik kasar lebih kepada kegiatan yang melibatkan kontrol tubuh dan
koordinasi yang baik dan aktivitas yang bersifat bergerak seperti berjalan dan berlari.
Sedangkan keterampilan motorik halus melibatkan gerakan yang diatur secara
halus. Keterampilan motorik halus melibatkan sekelompok otot-otot kecil, seperti jari-
jari, tangan, lengan, dan membutuhkan kecermatan dan koordinasi mata-tangan.
Keterampilan ini lebih kepada keterampilan yang melibatkan keterampilan tangan
seperti makan, menggambar, menulis, mengetik dan menjahit.
Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam perkembangan individu secara keseluruhan. Beberapa pengaruh perkembangan
motorik terhadap konstelasi perkembangan individu dipaparkan oleh Hurlock (1994)
sebagai berikut:
a. Melalui keterampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh
perasaan senang. Seperti anak merasa senang dengan memiliki keterampilan
memainkan boneka, melempar dan menangkap bola atau memainkan alat-alat
mainan.
b. Melalui keterampilan motorik, anak dapat beranjak dari kondisi tidak berdaya
pada bulan-bulan pertama dalam kehidupannya, ke kondisi yang independent.
Anak dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya dan dapat berbuat sendiri
untuk dirinya. Kondisi ini akan menunjang perkembangan rasa percaya diri.
c. Melalui perkembangan motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan sekolah. Pada usia prasekolah atau usia kelas-kelas awal Sekolah
Dasar, anak sudah dapat dilatih menulis, menggambar, melukis, dan baris-
berbaris.
d. Melalui perkembangan motorik yang normal memungkinkan anak dapat bermain
atau bergaul dengan teman sebayannya, sedangkan yang tidak normal akan
menghambat anak untuk dapat bergaul dengan teman sebayanya bahkan dia akan
terkucilkankan atau menjadi anak yang fringer (terpinggirkan).
e. Perkembangan keterampilan motorik sangat penting bagi perkembangan self-
concept atau kepribadian anak.
f. Perkembangan motorik anak akan lebih teroptimalkan jika lingkungan tempat
tumbuh kembang anak mendukung mereka untuk bergerak bebas. Kegiatan di luar
ruangan bisa menjadi pilihan yang terbaik karena dapat menstimulasi
pekembangan otot.
g. Terkait dengan kasus tersebut maka penguasaan motorik anak akan terganggu dan
kondisi psikologisnya juga akan terganggu. Akibatnya, anak tidak mampu
melakukan aktivitas sosial, salah satunya adalah anak tersebut menjadi pribadi
yang introvert, anak menjadi pendiam dan penyendiri.
E. Gangguan Bicara
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempelajari mekanisme bicara
yaitu:
a. Mekanisme pernapasan, suatu proses kompleks yang dimulai dari peristiwa masuknya
oksigen kedalam paru-paru, pertukaran O2 dan CO2 dan berakhir dengan peristiwa
keluarnya CO2 dari dalam tubuh. Dalam mekanisme bicara, pernapasan bukan hanya
sebagai kebutuhan untuk hidup, tetapi merupakan modal dasar dan sumber energy
utama dalam proses produksi bicara dan bahasa.
b. Mekanisme fonasi, merupakan proses produksi suara yang dimulai dari perubaha
udara dalam traktus vokalis setelah terjadi ekspirasi, sehingga udara yang keluar
ditahan/dihambat oleh plika vokalis/pita suara. Perubahan periodic pada pita suara
akan berlangsung terus selama tekanan subglotis mencapai besaran tertentu, sehingga
dalam peristiwa ini suatu yang dihasilkan seseorang terjadi karena adanya pelepasan
udara secara periodic sehubungan dengan adanya adduksi dan abduksi serta besaran
tekanan subglotis. Dalam peristiwa fonasi terdapat tiga unsure utama yang harus
diperhatikan yaitu: kenyaringan suara, nada dan kualitas suara seseorang.
c. Mekanisme resonansi, merupakan peningkatan intensitas bunyi melalui bentukan
(modifikasi) rongga sekitar sumber bunyi. Perubahan/modifikasi rongga-rongga
faring akan meningkatkan intensitas fonasi, sehingga dapat diterima telinga sebagai
bunyi bicara dengan berbagai variannya den peristiwa tersebut disebut resonansi.
Terdapat beberapa aspek yang berpengaruh dominan dalam modifikasi rongga-rongga
faring selama bicara yaitu: penutupan velofaringeal untuk memproduksi bunyi-bunyi
nasal maupun bukan nasal, pergerakan lidah mempengaruhi besar intensitas
gelombang suara dari daerah glottis terutama dalam memberikan karakteristik bunyi-
bunyi bicara konsonan (huruf mati), pembukaan mulut secara langsung menentukan
bentuk dan ukuran rongga orofaring dan akan berperan dalam produksi bunyi-bunyi
vocal atau diftong.
d. Mekanisme artikularis, merupakan bagian akhir dari mekanisme bicara dan
merupakan proses pembentukan gelombang udara yang mempunyai intensitas dan
frekuensi tertentu menjadi bunyi-bunyi yang berarti sesuai konsep. Keadaan ini
dibedakan menjadi mekanisme artikularis vocal, yaitu bunyi bicara yang terjadi dari
hasil modifikasi aliran udara dari daerah glottis secara langsung tanpa hambatan dan
untuk membedakan bunyi-bunyi vokal dapat dilihat dari perubahan bentuk dan ukuran
resonator dan pengaruh dari perubahan posisi lidah. Mekanisme artikulasi konsonan
yaitu bunyi bicara yang diproduksi dengan atau tanpa fonasi, dimana aliran udara
daerah glottis dimodifikasi melalui hambatan otot-otot prgan artikulasi di daerah
orofaring, sehingga akan menghambat, menghentikan atau meletupkan udara yang
mengalir dari daerah glottis.
Struktur Fungsional Organ Pengucapan, Suara, dan BicaraBicara adalah pembentukan dan pengorganisasian suara menjadi simbol atau
lambang yang merupakan interaksi sejumlah organ yang terdiri dari:a. Organ Respirasi
Terdiri dari trakea, bronkus, dan paru-paru. Aliran udara respirasi merupakan sumber kekuatan yang diperlukan untuk mencetuskan suara dan diatur tekanannya mulai dari paru-paru.
b. Organ Fonasi
Laring dengan otot-otot instrinsik dan ekstrinsiknya dan pita suara yang merupakan bagian terpenting laring. Laring merupakan penghubung antara faring dan trakea, didesain untuk memproduksi suara (fonasi).
c. Organ ResonansiTerdiri dari rongga faring, rongga hidung, dan sinus paranasalis. Sumber suara
fonasi pada pita suara intensitasnya lemah, tidak berwarna dan sulit dikenal. Dengan adanya alat-alat resonansi yang berfungsi sebagai resonator, maka suara tersebut mendapat variasi pada frekuensi tertentu, intensitasnya meningkat, demikian juga pada kualitasnya (warna suara) dan idenitasnya, tetapi suara yang sudah diresonansi ini masih bukan merupakan suara bicara. Ciri-ciri resonansi sangat bervariasi pada setiap orang dan merupakan aspek yang sangat penting bagi efektivitas bicara.
d. Organ ArtikulasiTersusun atas:a) Bibir, berfungsi untuk memberndung udara pada pembentukan suara letup.b) Palatum mole-durum merupakan permukaan sensitif bagi lidah untuk mengawasi
proses artikulasi, menghalangi dan membentukaliran udara turbulen dan sebagai kompas bagi lidah bahwa suara terbaik sudah dihasilkan.
c) Lidah, membentuk suara dengan mengangkat, menarik, menyempit, menipis, melengkung, menonjol, atau mendatar.d) Pipi membendung udara di bagian bukal.e) Gigi berfungsi menahan aliran udara dalam membentuk konsonan labio-dental dan apiko-alveolar.f) Mandibula membuka dan menutup waktu bicara
e. Vocal Tract Untuk bunyi suara, sumber rangsang adalah velocity volume dari udara yang
melewati vocal cords. Vocal tract bertindak pada sumber ini sebagai filter dengan frekuensi yang diinginkan, berkorespondensi dengan resonansi akustik dari vocal tract.
f. Voiced SoundsSuara diproduksi dengan meningkatkan tekanan udara di paru-paru dan
menekan udara untuk bergerak ke glottis (lubang antara vocal cords), sehingga vocal cords bergetar. Getaran tersebut mengganggu aliran udara dan menyebabkan getaran broad spectrum quasi-periodic yang berada di vocal tract.
g. Artikulasi dan ResonansiKetika suara dasar dihasilkan oleh vocal tract, suara tersebut dimodifikasi
untuk menghasilkan suara yang jelas dengan proses artikulasi dan resonansi. Artikulasi adalah proses penghasilan suara dalam berbicara oleh pergerakan bibir, mandibula, lidah, dan mekanisme palatopharyngeal dalam kordinasi dengan respirasi dan fonasi.
Fungsi dari mekanisme pengucapan adalah untuk mengubah bentuk dari tonsil
laryngeal dan untuk membuat suara dalam rongga mulut. Suara yang penting terbentuk adalah pengucapan konsonan, yang ditekankan sebagai iringan suara oleh gesekan bunyi. Konsonan dibentuk dari gelombang udara yang berkontak dari arah
yang berlawanan. Misalnya pada kontak antara dua bibir saat pengucapan huruf “p” dan “b”. Contoh lainnya juga pada lidah yang menyentuh gigi dan palatum saat pengucapan huruf “t” dan “d”.
Tanpa kemampuan (kapasitas) pengucapan, suara yang dihasilkan hanya berupa faktor kekuatan, volume, dan kekuatan, seperti suara yang hanya dihasilkan oleh huruf vocal. Hal ini terbukti secara klinis ketika kemampuan
berbicara seseorang hilang pada penderita paralytic stroke. Kemampuan berbicaranya hanya seperti pengucapan huruf vocal saja dengan sedikit konsonan.
Di samping menyuarakan suara-suara, sistem vokal dapat menghasilkan dua macam suara-suara yang tak terdengar: fricative sounds dan plosive sounds.
Fricative sounds dicontohkan oleh konsonan s, sh, f, dan th, yang dihasilkan ketika vocal tract setengah tertutup pada beberapa titik dan udara tertekan melewati konstriksi pada kecepatan yang cukup tinggi untuk menghasilkan turbulensi. Konsonan fricative membutuhkan sangat sedikit penyesuaian pada artikulator, dan sering terdengar tidak sempurna pada kasus maloklusi atau penggunaan denture.
Plosive sounds, konsonan p, t, dan k, diproduksi ketika vocal tract tertutup seluruhnya (biasanya dengan bibir atau lidah), membiarkan tekanan udara meningkat saat menutup, dan kemudian membuka dengan tiba-tiba. Untuk beberapa suara, seperti fricative consonant v dan z yang terdengar, adanya kombinasi dari dua sumber suara.
Pembentukan pada pergerakan untuk kemampuan bicara berkaitan dengan fungsi kontinyu dari sensorik informasi dari reseptor otot dan mechanoreceptor cutaneous yang didistribusikan sepanjang sistem respiratori, laringeal, dan sistem orofacial.
Gangguan bicara pada anak dapat disebabkan oleh kelainan dibawah ini:
1. Lingkungan sosialInteraksi antar personal merupakan dasar dari semua komunikasi dan
perkembangan bahasa. Lingkungan yang tidak mendukung akan menyebabkan gangguan bicara dan bahasa pada anak.
2. Sistem masukanAdalah sistem pendengaran , penglihatan dan integritas taktil-kinestetik dari
anak. Pendengaran merupakan alat yang penting alam perkembangan bicara. Anak eng otitis media kronis dengan penurunan daya pendengaran akan mengalami keterlambatan kemampuan menerima ataupun mengungkapkan bahasa. Gangguan bicara juga terdapat pada tuli oleh karena kelainan genetik dan metabolik.
3. Sistem pusat bicara dan bahasaKelainan susunan saraf pusat akan mempengaruhi pemahaman, interpretasi, formulasi dan perencanaan bahasa, juga pada aktifitas dan kemampuan intelektual dari anak. Gangguan komunikasi biasanya merupakan bagian dari retardasi mental, biasanya down syndrom.
4. Sistem produksiSistem produksi suara seperti laring, faring, hidung, struktur mulut dan
mekanisme neuromuskular yang berpengaruh terhadap pengaturan nafas untuk
berbicara, bunyi laring, pembentukan bunyi untuk artikulasi bicara melalui aliran udara lewat laring, faring dan rongga mulut.
F. Rencana Perawatan
Pada kasus anak dengan oligodonsia pada gigi anterior, maka dapat dibuatkan
removable protesa dan digantikan dengan bridge protesa apabila apeks gigi Caninus anak
sudah tertutup sempurna, yaitu sekitar umur 13-15 tahun. Pembuatan protesa ini
dilakukan agar anak tidak malu dan mau berinteraksi lagi dengan teman-temannya.
Protesa ini juga digunakan untuk memperbaiki fungsi bicara anak, agar dapat berbicara
dengan jelas, terutama dalam mengucapkan huruf T.
Perawatan dengan menggunakan gigi tiruan sebagian lepasan anak dilakukan
dengan mempertimbangkan pertumbuhan dan perkembangan gigi dan rahang. Prinsip
dan teknik perawatan pembuatan gigi tiruan pada anak sama dengan pembuatan gigi
tiruan dewasa. Perbedaan yang harus diperhatikan yaitu mengenai pertumbuhan dan
perkembangan terutama gigi dan rahang. Pembuatan gigi tiruan anak harus
memperhatikan perkembangan alveolar akan berjalan ke arah lateral, maka desain
landasan dibuat sampai 1/3 forniks atau kurang lebih sejajar dengan puncak alveolar
(alveolar crest), dengan tujuan agar tidak menghambat pertumbuhan. Desain landasan
dapat dibuat sampai forniks tetapi dengan menggunakan tissue conditioner atau soft
acrylic. Pada pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan dewasa perluasan sayap landasan
dibuat sampai forniks dengan tujuan mendapatkan retensi dan stabilisasi.
Selama periode pertumbuhan, gigi tiruan memerlukan penyesuaian secara
periodik dan terus-menerus.Gigi tiruan yang sudah tidak sesuai lagi dengan pertumbuhan
rahang karena terlalu kecil, maka perawatan harus dihentikan. Pembuatan gigi tiruan
baru merupakan perawatan yang dilakukan dokter gigi untuk menyesuaikan dengan
pertumbuhan dan perkembangan gigi dan rahang.Perawatan pada pemakaian gigi tiruan
sebagian lepasan dewasa dilakukan pemeriksaan jika ada keluhan dan tidak dilakukan
pemeriksaan secara terus-menerus.
Penggunaan gigi tiruan sebagian lepasan memegang peranan penting dalam
perawatan gigi anak, sebab perawatan tersebut bertujuan untuk memulihkan fungsi
mastikasi dan bicara anak, mengembalikan keadaan gigi dan estetik wajah anak serta
mencegah kebiasaan buruk sekaligus memelihara dan mempertahankan gigi yang tersisa
serta jaringan pendukungnya. Pembuatan gigi tiruan ini juga dapat membantu mengatasi
masalah-masalah psikologis yang timbul pada pasien.
Keberhasilan dalam pemakaian gigi tiruan sebagian lepasan pada anak, dapat
ditentukan dengan memberikan informasi dan instruksi-instruksi khusus pada pasien
maupun orang tua, yaitu:
1. Instruksi pada anak
Anak diberi penjelasan dengan bahasa yang sederhana, sehingga anak dapat memberikan kerjasama yang baik, selain itu anak dianjurkan untuk memberitahukan kepada orang tuanya jika ada keluhan pada pemakaian gigi tiruan.
Memberikan motivasi agar gigi tiruan tidak dilepas dari dalam mulut tanpa sepengetahuan orang tua. Pemasangan gigi tiruan pertama kali dilakukan oleh dokter dengan menggunakan cermin untuk melihat cara memasang dan melepas gigi tiruan, setelah itu anak dapat mencoba sendiri. Gigi tiruan sebagian lepasan sebaiknya dilepas pada saat berolah raga dan pada saat malam hari, gigi tiruan direndam dalam air dan dibersihkan setiap hari dengan bantuan orang tua.
2. Instruksi orang tua
Orang tua diharapkan ikut melihat pada saat anak memasang dan melepasgigi tiruan, selain itu jika anak tidak memakai gigi tiruan karena ada keluhan rasa sakit pada gusi maka orang tua diharapkan segera untuk menghubungi dokter gigi untuk mengatasi masalah yang dikhawatirkan mengganggu pemakaian gigi tiruan tersebut.
Setelah gigi tiruan sebagian lepasan digunakan anak, untuk tahap berikutnya dilakukan pengontrolan secara berkala kurang lebih 4 – 6 minggu, jika tidak ada keluhan dan perkembangan normal, soft acrylic yang digunakan sebagai sayap landasan akan keluar dan dilakukan penyesuaian dengan cara mengurangi akrilik tersebut. Bertambahnya usia anak, maka suatu gigi tiruan sebagian lepasan memerlukan penyesuaian secara periodik untuk mengikuti pola pertumbuhan dan perkembangan rahang, serta erupsi gigi tetap anak.
Pada kasus dapat disimpulkan bahwa gangguan pada anak tidak bisa bicara huruf t dikarenakan adanya gangguan karena sistem produksi, pada mekanisme dan organ artikulasi, yaitu tidak adanya lengkapnya organ artikulasi yaitu gigi anterior anak tersebut (oligodonsia) sehingga menyebabkan pengucapan huruf t tidak jelas, sedangkan pada organ organ lain yang berperan dalam proses bicara tidak ada gangguan apapun, atau bisa disebut normal.
G. Mekanisme Fungsi Bicara Menjadi Normal
Organ pendengaran pasien anak baik sejak awal tidak ada ciri-ciri kerusakan dan
kelainan, sehingga ia memiliki persepsi yang benar pada pusat persepsinya, kemudian
berlanjut ke sound bank kemudian berlanjut ke pusat pendengaran atau ke engram bank.
Tetapi sebaiknya harus melalui pusat pengertian terlebih dahulu agar anak mengerti bila
langsung ke engram bank maka si anak seperti ungkapan 'mendengar telinga kanan
keluar telinga kiri'. Lalu masuk ke pusat motorik di bronka, dan akhirnya organ
pendengaran mendapatkan umpan balik pada organ bicara. Huruf 'T' merupakan huruf
dilafalkan dengan dento-labio. Sehingga anak yang tidak dapat menyebutkan T harus
diberikan protesa pada gigi anteriornya sehingga si anak dapat mengucapkan T dengan
jelas karena gigi pengganti menggantikan fungsi gigi aslinya yaitu fonansi. Agar anak
dapat berbicara dengan normal maka si anak harus diberikan Dental Health Education,
begitu juga orang tuanya. Anak diberikan motivasi dengan pendekatan holistik berupa
bujukan atau cerita-cerita dan mengajak anak untuk terus berlatih agar terbiasa
mengucapkan huruf T. Orang tuanya juga diberi arahan untuk memotivasi, membimbing
dan mengawasinya sampai si anak dapat beradaptasi. Dengan adanya kerjasama antara
dokter, anak dan orang tua, maka organ buatan berupa gigi tiruan anterior akan
membantu anak mengucapkan huruf 'T' dengan jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Andlaw RJ, Rock WP. Perawatan gigi anak. Ed.2. Jakarta : Widya Medika, 1992 :hal 3-14Andlaw, R.J. and W.P. Rock. 1993. A Manual of Paedodontics. 3rd ed. London: Churchill
Livingstone.Andajani, T. 1993. Penanggulangan Kerusakan Gigi yang Parah dengan Gigi Tiruan
Tumpang. Volume 2. Hal 571-580. Jakarta: Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi Usakti.Arvin, Behrman dan Kliegman.1996.Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed. 15.Jakarta.EGC.CRI Team, Pembelajaran Berpusat pada Anak, Washington: CRIFinn, S.B. 2003. Clinical Pedodontics.4th ed. Hal 309-31, 360-3. Philadelphia: W.B Saunders
Company inc.Gleadle, J., 2007, At a Glance, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik, Erlangga Medical Series,
Jakarta
Goodarce, C.J dan Brown, T.D, 1994. Prosthodontic Treatment of the Adolescent Patient Care. Editor: Sthephen H.Y.Wei. Philadelphia: Lea and Febiger.
Gunadi, H.A. 1995. Buku Ajar Ilmu Geligi Tiruan Sebagian Lepasan. Jilid 1. Hal 12, 30-50, 108-111 Jakarta: Hipokrates
Gunarsa, S.D. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia. Hurlock, E. B. (1994). Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.
Ibung, D. 2008. Stres Pada Anak (Usia 6 – 12 Tahun). Jakarta: Gramedia.Lindahl, R.L. 1964. Removable Denture Prosthetis. 4th ed. Hal: 271-285. McGraw-Hill Book
Company Inc.Mathewson, R.J and Primosch, R.E. 1995. Fundamentals of Pediatric Dentistry. 3rd ed. Hal:
356-9. Chicago: Quintessence Books.Matondang, Corry, dkk. 2003. Diagnosis Fisis pada Anak. Jakarta: CV Sagung Seto.McDonald, R.E. and D.R. Avery, 2000. Dentistry forThe Child and Adolescent. 7th ed. Saint
Louis: MosbyMeadow , Sir roy, dkk. 2002. Lecture Notes on Pediatrics. New York : Blackwell Science
Ltd.Rakhmat, Jalaludin. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja RosdakaryaSoetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta. EGC
Tim pustaka familia. 2006. Konsep Diri Positif, Menentukan Prestasi Anak. Yogyakarta : kanisius
Underwood, J.C.E.1994. Patologi Umum dan Sistemik, ed. 1.Jakarta.EGC