-
PENERBIT PT KANISIUS
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat:
Benarkah Indikator Kesehatan Tidak Berubah karena Terbatasnya Alokasi APBD Kesehatan
Semata?
Lely IndrawatiRais YunarkoDwi Priyanto
Karlina
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat:Benarkah Indikator Kesehatan Tidak Berubah karena Terbatasnya Alokasi APBD Kesehatan Semata?1015003042 2015 - PT Kanisius
Penerbit PT Kanisius (Anggota IKAPI)Jl. Cempaka 9, Deresan, Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281, INDONESIAKotak Pos 1125/Yk, Yogyakarta 55011, INDONESIATelepon (0274) 588783, 565996; Fax (0274) 563349E-mail : [email protected] : www.kanisiusmedia.com
Cetakan ke- 3 2 1Tahun 17 16 15
Editor : Prof. dr. Agus Suwandono, MPH, Dr.PH Dr. Trihono, M.Sc Dr. Semiarto Aji Purwanto Atmarita, MPH., Dr.PHDesainer isi : Oktavianus Desainer sampul : Agung Dwi Laksono
ISBN 978-979-21-4377-5
Hak cipta dilindungi undang-undangDilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari Penerbit.
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat iii
DEWAN EDITORProf. dr. Agus Suwandono, MPH, Dr.PH guru besar pada Universitas Diponegoro Semarang, sekaligus Profesor Riset dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Dr. Trihono, M.Sc Ketua Komite Pendayagunaan Konsultan Kesehatan (KPKK), yang juga Ketua Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), sekaligus konsultan Health Policy Unit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Dr. Semiarto Aji Purwanto antropolog, Ketua Dewan Redaksi Jurnal Antropologi Universitas Indonesia, sekaligus pengajar pada Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia di Jakarta.
Atmarita, MPH., Dr.PH doktor yang expert di bidang gizi.
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barativ
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada International
Development Research Centre, Ottawa, Canada, atas dukungan
finansial yang diberikan untuk kegiatan pengembangan Indeks
Pembangunan Kesehatan Masyarakat tahun 2013 dan studi
kasus kualitatif gambaran peningkatan dan penurunan IPKM di
Sembilan Kabupaten/Kota di Indonesia.
This work was carried out with the aid of a grant from the
International Development Research Centre, Ottawa, Canada.
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kepada Allah SWT selalu kami panjatkan, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya buku ini telah dapat diselesaikan
dengan baik. Buku ini merupakan bagian dari sembilan buku seri
hasil studi kualitatif di sembilan Kabupaten/Kota (Nagan Raya,
Padang Sidempuan, Tojo Una-Una, Gunungkidul, Wakatobi,
Murung Raya, Seram Bagian Barat, Lombok Barat, dan Tolikara)
di Indonesia, sebagai tindak lanjut dari hasil Indeks Pembagunan
Kesehatan Masyarakat.
Hasil Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM)
menunjukkan hasil yang bervariasi di antara 497 Kabupaten/Kota
di Indonesia. Beberapa Kabupaten/Kota mengalami peningkatan
ataupun penuruna nilai IPKM pada tahun 2013 ini dibandingkan
dengan IPKM 2007. Sembilan buku seri ini akan menggambarkan
secara lebih mendalam faktor-faktor yang berkaitan dengan
penurunan ataupun peningkatan nilai IPKM yang berkaitan
dengan kondisi sosial, ekonomi, budaya, maupun geografis
wilayah Kabupaten/Kota. Buku ini diharapkan dapat memberikan
semangat ataupun pemikiran yang inovatif bagi Kabupaten/Kota
lokasi studi kualitatif dilakukan, dalam membangun kesehatan
secara lebih terarah dan terpadu. Disamping itu, buku ini dapat
memberikan suatu pembelajaran bagi Kabupaten/Kota lainnya
dalam meningkatkan status kesehatan masyarakatnya.
Penghargaan yang tinggi serta terima kasih yang tulus kami
sampaikan atas semua dukungan dan keterlibatan yang optimal
kepada tim penulis buku, International Development Research
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Baratvi
Center (IDRC) Ottawa, Canada, peneliti Badan Litbangkes,
para pakar di bidang kesehatan, serta semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam studi kualitatif dan penulisan buku ini. Kami
sampaikan juga penghargaan yang tinggi kepada semua pihak di
daerah Provinsi, Kabupaten/Kota sampai dengan tingkat Desa
baik di sektor kesehatan maupun non-kesehatan serta anggota
masyarakat, yang telah berpartisipasi aktif dalam studi kualitatif
di sembilan Kabupaten/Kota.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan
dari penyusunan buku ini, untuk itu akan menerima secara
terbuka masukan dan saran yang dapat menjadikan buku ini
lebih baik. Kami berharap buku ini selanjutnya dapat bermanfaat
bagi upaya peningkatan pembangunan kesehatan masyarakat di
Indonesia.
Billahittaufiqwalhidayah, Wassalamualaikum Wr.Wb.
Jakarta, Juli 2015
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI.
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama
SpP (K)., MARS., DTM&H., DTCE.
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat vii
DAFTAR ISI
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................... iv
KATA PENGANTAR .............................................................. v
DAFTAR ISI .............................................................. vii
DAFTAR TABEL .............................................................. xii
DAFTAR GAMBAR .............................................................. xiii
Pendahuluan .............................................................. 1
Bab 1 Ada Apa dengan SBB ............................................ 3
1.1 Gambaran Status Kesehatan Kabupaten SBB .. 4
1.2 Tujuan Studi ..................................................... 7
1.3 Metode Studi ................................................... 8
Bab 2 Saka Mese Nusa SBB ............................................. 15
2.1 Kondisi Wilayah Kabupaten
Seram Bagian Barat .......................................... 15
2.2 Rencana & Strategi (Renstra) Pembangunan
Kese hat an Provinsi Maluku &
Kabupaten Seram Bagian Barat ....................... 22
2.3. Mekanisme Penentuan Prioritas Masalah
dalam Rencana & Strategi Pembangunan
Kesehatan Kabupaten SBB ............................... 26
2.4 Alokasi Anggaran Kesehatan ............................ 28
2.4 Situasi Masalah Kesehatan di Kabupaten SBB . 32
2.4.1 Situasi Masalah Menurut Pemegang
Program ................................................ 32
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Baratviii
2.4.2 Masalah Kesehatan & Kerjasama
Lintas Sektor .......................................... 34
2.4.3 Masalah Kesehatan di Masyarakat ........ 35
2.5 Komparasi Indeks Pembangunan Kesehatan
Manusia (IPKM) & Data Rutin di
Tahun 2007-2013 ............................................. 38
2.5.1 Komparasi IPKM Kabupaten SBB
tahun 2007 dan 2013 ............................ 39
2.5.2 Komparasi Data Rutin Kabupaten SBB
tahun 2007- 2013 .................................. 44
Bab 3 Potensi Pertanian Di Tengah-Tengah Belitan
Persoalan Gizi Balita ............................................... 49
3.1 Sumber Daya (Organisasi ,Tenaga, Sarana &
Prasarana) ........................................................ 50
3.2 Perencanaan & Pembiayaan ............................ 53
3.3. Prioritas Kebijakan ........................................... 56
3.4 Pelaksanaan dan Pencatatan Pelaporan .......... 57
3.4.1 Pelaksanaan Kegiatan Gizi Balita
di Puskesmas Kairatu Barat ................... 61
3.4.2 Pelaksanaan Kegiatan Gizi
di Puskesmas Taniwel ............................ 67
3.5 Peran Serta Masyarakat & Lintas Sektor .......... 71
3.6 Dukungan Pendampingan & Monitoring
Evaluasi Perencanaan & Anggaran yang
Dibutuhkan ...................................................... 76
3.7 Kesimpulan dan Saran ..................................... 78
3.7.1 Kesimpulan ........................................... 78
3.7.2 Saran dan Rekomendasi .................... 80
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat ix
BAB 4 Polesan Wajah Pelayanan Kesehatan di SBB ......... 81
4.1 Pelayanan Kesehatan di Provinsi Maluku ......... 82
4.2 Pembangunan Kesehatan dengan
Pendekatan Gugus Pulau ................................. 85
4.3 Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Seram
Bagian Barat ..................................................... 91
4.3.1 Rumah Sakit Umum .............................. 91
4.3.2 Pusat Kesehatan Masyarakat ................ 93
4.3.3 Upaya Kesehatan Bersumber
Masyarakat (UKBM) .............................. 99
4.4 Rasio Tenaga Kesehatan ................................... 102
4.5 Persalinan oleh Tenaga Kesehatan ................... 109
4.6 Kemitraan Dukun Bayi dan Bidan
di Kecamatan Taniwel dan Kecamatan
Kairatu Barat .................................................... 118
4.7 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) .......... 121
4.8 Kesimpulan & Saran ................................... 124
Bab 5 Keterlambatan Alkon Hingga Minimnya Anggaran
Program .............................................................. 127
5.I. Capaian Kesehatan Reproduksi
di Provinsi Maluku ........................................... 127
5.2. Kesehatan Reproduksi dan Indikatornya.......... 128
5.3. Kesehatan Reproduksi di Kabupaten Seram
Bagian Barat ..................................................... 129
5.3.1. Kunjungan K4 pada ibu hamil ............... 130
5.3.2. Kontrasepsi dengan MKJP pada PUS ..... 143
5.3.3. KEK pada WUS ...................................... 153
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Baratx
5.4 Kesimpulan & Saran ......................................... 156
5.4.1 Kesimpulan ........................................... 157
5.4.2 Saran/Rekomendasi .............................. 158
Bab 6 Laku Sehat Masyarakat SBB .................................. 159
6.1 Perilaku Kesehatan Masyarakat Seram
Bagian Barat ..................................................... 160
6.1.1 Peran Dinas Kesehatan Provinsi Maluku 166
6.1.2 Faktor Lain yang Berpengaruh dalam
Perilaku Kesehatan Masyarakat
Kabupaten Seram Bagian Barat. ............ 171
6.2 Perilaku Kesehatan di Kecamatan Kairatu Barat 176
6.2.1 Etos Kerja .............................................. 181
6.2.2 Masyarakat Kairatu Barat ...................... 184
6.2.3 Akses Air di Kairatu Barat ...................... 186
6.2.4 Kebiasaan Masyarakat Kairatu Barat
dalam Hal Menggosok Gigi
Dengan Benar ....................................... 189
6.2.5 Kebiasaan Masyarakat Kairatu Barat
dalam Hal Mencuci Tangan Dengan
Sabun .................................................... 191
6.2.6 Perilaku Merokok di Kairatu Barat ........ 192
6.2.7 Kebiasaan Masyarakat Kairatu Barat
dalam Hal BAB di Jamban ..................... 193
6.2.8 Aktivitas Fisik Masyarakat Kairatu Barat 196
6.3 Perilaku Kesehatan di Kecamatan Taniwel .199
6.3.1 Masyarakat Taniwel............................... 200
6.3.2 Akses Air di Taniwel ............................... 201
6.3.3 Kebiasaan BAB di Jamban di Taniwel .... 202
6.3.4 Aktivitas Fisik Masyarakat Taniwel ........ 202
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat xi
6.3.5 PHBS Masyarakat Taniwel ..................... 203
6.4 Peran Agama dalam Promosi Kesehatan di
Kabupaten Seram Bagian Barat ....................... 203
6.4.1 Peran Gereja ......................................... 205
6.4.2 Peran Tokoh Islam ................................. 210
6.5 Kesimpulan & Saran ......................................... 212
6.5.1 Kesimpulan ............................................. 212
6.5.2 Saran ....................................................... 213
Penutup .............................................................. 215
Daftar Pustaka .............................................................. 233
Index .............................................................. 239
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Baratxii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 RS Rujukan dalam Sistem Regionalisasi
Rujukan Pulau ................................................... 88
Tabel 4.2 Penetapan Puskesmas Pusat Gugus dan
Puskesmas Satelit di Kabupaten SBB ................. 90
Tabel 4.3 Jumlah Puskesmas Pembantu di Kabupaten
SBB Menurut Kecamatan .................................. 96
Tabel 4.4 Jumlah Desa dan Poskesdes/Polindes
di Kabupaten SBB Menurut Kecamatan ............ 100
Tabel 4.5 Rasio Dokter per Penduduk Kecamatan
di Kabupaten SBB Tahun 2013 .......................... 106
Tabel 4.6 Tenaga Dukun Bayi yang Tercata di Dinas
Kesehatan Kabupaten SBB ................................ 112
Tabel 5.1 IPKM Indikator Kesehatan Reproduksi Per
Kabupaten di Provinsi Maluku Tahun 2013 ....... 128
Tabel 5.2 Jumlah Bidan di Setiap Desa & Puskesmas di
Kabupaten SBB Tahun 2013 .............................. 137
Tabel 5.3 Kecenderungan Perbandingan Cakupan
Penggunaan Teknik KB MKJP & Non MKJP di
Kabupaten SBB .................................................. 146
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kecenderungan Persentase Penduduk
Miskin Kab. SBB .......................................... 10
Gambar 2.1 Wilayah administratif Kabupaten SBB ........ 17
Gambar 2.2 Lapangan Pekerjaan Utama Penduduk SBB
2007 & 2013 ............................................... 19
Gambar 2.3 (atas) & 2.4 (bawah), Kecenderungan Luas
Lahan Pertanian Berdasarkan Jenis
Tanamannya di Tahun 2007 & 2013 ........... 20
Gambar 2.5 Alur Perencanaan & Penganggaran ............ 28
Gambar 2.6 Kecenderungan Prevalensi gizi balita balita
berdasarkan IPKM 2007-2013 .................... 40
Gambar 2.7 Kecenderungan Cakupan Kesehatan Balita
Berdsarkan IPKM 2007 dibandingkan IPKM
2013 ........................................................... 40
Gambar 2.8 Perbandingan Cakupan & Prevalalensi
Kesehatan Reproduksi di Kabupaten SBB &
Provinsi Maluku .......................................... 41
Gambar 2.9 Cakupan Sub Indeks Yankes Berdasarkan
IPKM 2007 di Kabupaten SBB Terhadap
IPKM Provinsi Maluku ................................ 42
Gambar 2.10 Cakupan Sub Indeks Yankes Berdasarkan
IPKM 2013 di Kabupaten SBB terhadap
Provinsi Maluku .......................................... 43
Gambar 2.11 Kecenderungan Perilaku Kesehatan
berdasarkan IPKM 2007-2013 .................... 44
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Baratxiv
Gambar 2.12 Kecenderungan Sub Indeks Kesehatan
Balita Tahun 2007 & 2013 .......................... 45
Gambar2.13 Cakupan Penggunaan MKJP & Pemeriksaan
Ibu Hamil (K4) Tahun 2007 & 2013 ............. 46
Gambar 2.14 Kecenderungan Cakupan Linakes &
Penggunaan Askeskin di Kabupaten
SBB 2007 & 2013 ........................................ 47
Gambar 2.15 Kecenderungan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) di Kabupaten SBB
Tahun 2007 & 2013 .................................... 48
Gambar 3.1 Bagan struktur Organisasi Dinas Kesehatan
Pemerintah Kabupaten SBB ........................ 51
Gambar 3.1 Penimbangan Balita di Salah Salah Satu
Posyandu oleh Kader. Terlihat Anak
Ditimbang Menggunakan Timbangan Bayi
(Dacin) ........................................................ 59
Gambar 3.2 Suasana Penimbangan dan Pengisian KMS
oleh Tenaga Gizi dan Kader di Posyandu
Waihatu. ..................................................... 64
Gambar 3.3 Pemeriksaan Ibu Hamil di Posyandu Waihatu. 64
Gambar 3.4 Jalan Utama Dari Piru Menuju Kecamatan
Taniwel ....................................................... 68
Gambar 3.5 Salah Satu Rumah Penduduk di Kecamatan
Taniwel dengan Bukit Pegunungan di Bagian
Belakangnya ............................................... 68
Gambar 3.7 Rumah Tinggal Ibu Balita di Salah satu
Kecamatan Kabupaten SBB ........................ 71
Gambar 4.1 Peta Gugus Pulau di Provinsi Maluku ........ 87
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat xv
Gambar 4.4 Perkembangan Fasilitas Kesehatan
di Kab SBB Tahun 2007-2013 ...................... 95
Gambar 4.3 Pemanfaatan Ruang Rawat Inap
di Puskesmas Taniwel ................................. 97
Gambar 4.5 Perbandingan Jumlah Posyandu dan Jumlah
Kader Pada Tahun 2007 & 2013 ................. 101
Gambar 4.6 Jumlah Dokter Umum PTT, Dokter Gigi PTT
dan Bidan PTT Aktif Menurut Kriteria Wilayah
di Provinsi Maluku Tahun 2013 .................. 103
Gambar 4.7 Perbandingan Jumlah Tenaga Kesehatan
Tahun 2007 dan 2013 di Kabupaten Seram
Bagian Barat ............................................... 104
Gambar 4.8 Perbandingan Rasio Jumlah Bidan Per-Desa
& Dukun yang Bermitra Per-Desa Berdasarkan
Wilayah Kecamatan .................................... 108
Gambar 4.9 Persentase Balita Menurut Penolong
Kelahiran Tahun 2005-2013 ........................ 111
Gambar 4.1 Alat yang Digunakan oleh Dukun Terlatih
di Desa Taniwel ........................................... 115
Gambar 4.10 Perbandingan Tempat Persalinan Fasekes
& Non Faskes di beberapa wilayah
Puskesmas .................................................. 116
Gambar 5.1 Pelayanan ANC pada Ibu Hamil di salah
satu Posyandu Kecamatan Kairatu Barat, ..
Kabupaten SBB ........................................... 130
Gambar 5.1 Presentase cakupan K4 di Kabupaten SBB
Tahun 2007-2013 ........................................ 132
Gambar 5.2 Beberapa Alat Kontrasepsi ......................... 144
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Baratxvi
Gambar 5.2 Persentase Peserta KB Tahun 2013 di
Kabupaten SBB Menurut Jenis Kontrasepsi 149
Gambar 5.3 Pohon Sagu yang Merupakan Salah Satu
Makanan Pokok Masyarakat di SBB ............ 156
Gambar 6.1 Hubungan Promosi Kesehatan dengan
Faktor Determinan Perilaku........................ 160
Gambar 6.1 Poster Sosialisasi Aturan Kawasan
Tanpa Rokok ............................................... 167
Gambar 6.2 Instalasi Pengolah Air Asin Menjadi
Air Tawar di Pulau Osi ................................. 174
Gambar 6.2 Peta Kairatu Barat ...................................... 176
Gambar 6.3 Persentase Indikator Perilaku Hidup Sehat
di Kecamatan Kairatu Barat
Tahun 2011 & 2012 .................................... 185
Gambar 6.4 Posisi Desa Lohiatala dari Garis Pantai ...... 187
Gambar 6.3 Instalasi Sumur Tenaga Surya dan Bak
Penampung Air di Desa Lohiatala ............... 188
Gambar 6.4 Warga Desa Lohiatala, Mandi dan Mencuci
di Sungai Nala ............................................ 188
Gambar 6.5 Peta Wilayah Kecamatan Taniwel ............... 199
-
1Pendahuluan
Human Development Index (HDI) atau Indeks Pem-bangunan Manusia (IPM), merupakan salah satu alat ukur yang dianggap dapat merefleksikan status pembangunan manusia. IPM merupakan komposit yang mengukur pen-capaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi, yakni ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
Dimensi kesehatan diukur melalui Umur Harapan Hidup (UHH). Namun muncul pertanyaan, apakah cukup hanya umur harapan hidup yang panjang dapat mendukung pembangunan manusia? Kebutuhan akan penjabaran lebih detil dari IPM sektor kesehatan memunculkan terbentuknya Indeks Pembangunan Kesehatan Manusia (IPKM).
IPKM jilid pertama muncul pada tahun 2010, meng-gambarkan status kesehatan di 440 kabupaten/kota di Indonesia dalam kurun waktu 2002-2007. Kemudian IPKM jilid 2 muncul di akhir tahun 2014 yang menggambarkan status kesehatan di 497 kabupaten/kota di Indonesia dalam kurun waktu 2008-2013. Dengan kemunculan itu maka 440 kabupaten/kota dapat menilai kecenderungan status kesehatan masyarakatnya dalam kurun waktu tahun 2007 s/d 2013.
Setelah kecenderungan itu bisa dilihat, pertanyaan berikutnya, mengapa dalam satu kabupaten/kota tertentu mampu meningkatkan nilai skor indikator kesehatan di satu sisi dan mengapa kabupaten/kota tertentu lainnya
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat2
mengalami penurunan. Dalam buku seri IPKM kualitatif inilah, diambil 9 studi kasus kota/kabupaten di Indonesia yang mampu memberi keterwakilan gambaran yang men-jelas kan kenaikan dan atau turunnya, bahkan stagnan dari beberapa indikator dalam IPKM. Kabupaten Seram Bagian Barat
(SBB) menjadi salah satu studi kasusnya.
Kabupaten SBB mendapat ranking 352 di antara kabupaten/
kota secara nasional, dengan nilai skor IPKM-nya sebesar 0,4328.
Kemudian di tahun 2013, peringkatnya menjadi 416 dengan skor
IPKM sebesar 0,6033. Artinya, jika dilihat kecenderungan ranking
Kabupaten SBB dalam kurun waktu 2007 hingga 2013 mengalami
penurunan dalam urutan nasional.
Dalam buku ini akan digali beberapa indikator mutlak atau
berbobot besar, dengan asumsi mempengaruhi sebagian besar
indikator yang ada di kabupaten. Bagaimana keterkaitan dengan
data rutin yang dimiliki daerah, termasuk bagaimana tanggapan
dan permasalahan kesehatan yang dihadapi dari beberapa sudut
pandang, yakni pemegang/pelaksana program, lintas sektor yang
berhubungan dan masyarakat sebagai pelaku program kesehatan.
-
3Bab 1 Ada Apa dengan SBB
Karlina & Lely Indrawati
Kemunculan Indikator Pembangunan Kesehatan Masyarakat
(IPKM) jilid 2 di akhir tahun 2014 menyentak kalangan kesehatan
di daerah. Beberapa kota/kabupaten senang, beberapa daerah
lain tak percaya (sedih) melihat peringkat kota/kabupatennya
turun dibandingkan dengan angkanya di tahun 2007. Beberapa
kepala dinas, seperti yang diduga sebelumnya, masih tak
mempercayai keabsahan hitungan IPKM tersebut. Mereka
yang tak percaya jika potret kesehatan daerahnya berada di
nomor besar (buruk). Sikapnya akan berbalik seratus delapan
puluh derajat, jika ternyata peringkatnya semakin mengecil
(baik). Manusiawi, meski terkesan subjektif, tergantung apakah
menguntungkan atau merugikan. Tidak dipandang menjadi suatu
kritikan menuju perbaikan dimasa mendatang.
Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), sepertinya menjadi
contoh yang tidak berada dalam dua kutub sikap di atas.
Kabupaten yang terletak di daerah kepulauan bagian timur,
menyambut biasa saja kecenderungan gambaran IPKM daerah-
nya. Entah apa yang mendasari sambutan biasa mereka, bebe-
rapa petugas kesehatan bahkan baru mendengar secara lebih
detail apa dan bagaimana IPKM mampu menggambarkan
kesehatan masyarakat di daerahnya.
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat4
1.1 Gambaran Status Kesehatan Kabupaten SBB
Sektor kesehatan merupakan salah satu sektor yang harus
mendapatkan prioritas pembangunan suatu daerah. Tingginya
kualitas kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator
utama dalam menilai tingkat kesejahteraan masyarakat. Dalam
pembangunan sektor kesehatan, mencakup bukan hanya penye-
diaan sarana dan prasarana, namun juga adanya sumber daya
manusia yang mencukupi baik dari segi kuantitas maupun kuali-
tas.
Terkait dengan sarana kesehatan, di Kabupaten SBB saat
ini terdapat 1 unit Rumah Sakit Umum, 17 Puskesmas dan 55
Pustu yang tersebar di 11 Kecamatan. Sedangkan untuk sarana
kesehatan kategori Unit Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM),
terdapat 200 Posyandu aktif, 50 Poskesdes dan 33 Polindes yang
menjangkau 135 desa. Untuk ketersediaan tenaga kesehatan,
terdapat 26 dokter umum, 6 dokter gigi, 120 bidan, 294 perawat,
2 perawat gigi, 11 tenaga kesehatan masyarakat, 22 tenaga
kesehatan lingkungan, dan 25 tenaga gizi.
Prasarana yang mendukung antara lain dibangunnya jalan
raya trans-kabupaten yang menghubungkan antarkecamatan
dalam kabupaten yang saat ini dalam kondisi relatif bagus. Hal
ini tentunya akan memudahkan masyarakat untuk mengakses
sarana kesehatan yang ada. Namun begitu, beberapa wilayah
terutama daerah pegunungan dan pulau-pulau, masih memiliki
akses jalan dan transportasi yang minim. Bentang alam
Kabupaten SBB beragam, mulai dari daerah pesisir, dataran
rendah, hingga pegunungan serta pulau-pulau. Hal ini tentulah
menjadi masalah tersendiri dalam penyediaan akses dan layanan
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 5
kesehatan. Karenanya, diperlukan upaya yang serius dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Masalah kesehatan yang menjadi fokus perhatian saat
ini masih mengenai kesehatan dasar. Masalah tersebut seperti
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), Imuni-
sasi, Gizi, Pemberantasan Penyakit Menular & Tidak Menular,
serta Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Terkait dengan KIA, prioritas utama yakni angka kematian
ibu dan bayi yang masih cukup tinggi. Pada tahun 2007, tercatat
ada 28 bayi yang lahir mati dan sebanyak 14 bayi/balita yang
mati. Tahun 2013, kasus kematian relaif menurun sedikit, yakni
sebanyak 20 bayi dan 19 balita. Kematian antara lain disebabkan
oleh BBLR, asfeksia, pneumonia dan ISPA.
Selain itu, jumlah kematian ibu maternal juga masih terjadi.
Tahun 2007, terjadi 15 kasus kematian pada ibu hamil dan ibu
bersalin, dan pada tahun 2013, angka kematian ibu menurun,
menjadi hanya berjumah 6 orang yang terdiri dari 2 orang ibu
hamil dan 4 orang ibu bersalin. Penyebab kematian ibu sebagian
besar dikarenakan pendarahan, partus lama, hipertensi, serta
penyakit bawaan seperti asma.
Sebagai upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi
tersebut, layanan KIA selama ini difokuskan pada peningkatan
cakupan pelayanan kesehatan pada ibu hamil (K4), pelayanan
kesehatan Ibu bersalin (persalinan oleh nakes di faskes),
pelayanan kesehatan ibu nifas (KN), serta pelayananan kesehatan
pada bayi dan balita seperti penimbangan dan imunisasi yang
dilaksanakan di Posyandu pada tiap-tiap desa.
Cakupan-cakupan upaya prioritas di atas telah mengalami
peningkatan. Data tahun 2007 kunjungan K4 sebesar 67%, dan
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat6
meningkat pada tahun 2013 menjadi 89,7%. Demikian halnya
dengan persalinan yang ditolong oleh nakes. Tahun 2007,
persalinan oleh nakes sebanyak 48,76% dan pada tahun 2013
menjadi 72,1%. Sedangkan untuk ibu nifas yang mendapat
layanan kesehatan sebanyak 60% pada tahun 2007, dan
meningkat menjadi 71,4% pada tahun 2013.
Pada proses persalinan, peran biyang kampung (dukun
bayi), relatif masih tinggi. Dukun bayi umumnya memiliki kede-
katan dengan masyarakat dan dipercaya untuk menolong per-
salinan. Di sisi lain, hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi layanan
kesehatan yang masih belum tersedia secara maksimal di
beberapa wilayah. Seperti tenaga bidan yang tidak merata
(beberapa desa tidak memiliki bidan desa/ada bidan desa tapi
tidak tinggal di desa), akses yang jauh dari fasilitas kesehatan
(terutama untuk daerah pulau-pulau dan pegunungan), serta
sarana dan prasarana di fasilitas kesehatan yang belum memadai.
Masih terkait dengan kesehatan bayi dan balita, pada tahun
2007 terdapat 209 di Bawah Garis Merah (BGM) dan 635 bayi
balita Gizi Buruk. Sementara ditahun 2013, jumlah ini menurun
menjadi 186 BGM dan 17 kasus gizi buruk.
Cakupan pelayanan Keluarga Berencana (KB) ditahun 2013
sebesar 32,8%. Jumlah ini menurun jika dibandingkan dengan
angka cakupan tahun 2007 yang mencapai 57%. Jenis KB yang
terbanyak diminati masyarakat yakni KB Non-Metode Kontrasepsi
Jangka Pendek (Non-MKJP) yakni 90,7% dari peserta KB aktif
pada tahun 2013. KB suntik yang menempati proporsi terbesar
(51,2%) dan pil (35,8%). Sedangkan untuk KB MKJP adalah
implan, IUD dan MOP/MOW.
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 7
Pemberantasan penyakit menular dan tidak menular juga
diupayakan. Penyakit menular yang cukup menonjol di kabupaten
ini adalah malaria. Dilihat dari tahun 2007 & 2013, jumlah
penderita malaria belum mengalami penurunan yang signifikan.
Tercatat sebanyak 7.522 penderita malaria pada tahun 2007
dan tahun 2013, jumlahnya menjadi 8.478 penderita. Meskipun
dilaporkan tidak ada kematian akibat penyakit ini, berbagai
upaya sudah dilakukan untuk mengatasi masalah ini, seperti
penyemprotan dan pembagian kelambu. Penyakit menular lain
adalah kusta (terdapat 32 kasus pada tahun 2013) dan diare
(4.458 kasus pada tahun 2013).
Telah dilakukan juga berbagai upaya pelayanan kesehatan
yang bersifat umum seperti upaya promotif dan preventif,
melalui program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta
program Sanitasi Berbasis Masyarakat (STBM). Pelayanan kuratif
dan rehabilitatif disediakan melalui fasilitas kesehatan yang bisa
dijangkau masyarakat, terutama puskesmas rawat inap maupun
rawat jalan. Juga puskesmas pembantu (pustu) dan polindes/
poskesdes.
1.2 Tujuan Studi
Tujuan umum dari studi ini adalah penggalian per masalahan
di Kabupaten SBB berdasarkan delta IPKM 2007 dan 2013 pada
indikator tertentu, dengan menyandingkan per masalahan
kesehatan di lokasi dari sudut pandang sektor kesehatan, lintas
sector, dan masyarakatnya. Sedangkan tujuan khusus studi ini
mencakup, (1) Menggali informasi terkait program kesehatan
yang sudah ada (strength and weakness) dari perspektif
kesehatan, non-kesehatan, dan masyarakat, (2) Mempelajari
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat8
lebih lanjut kontribusi lintas sektor, (3) Menggali informasi peran
serta masyarakat, (4) Menggali informasi terkait isu kesehatan di
wilayah Kabupaten SBB, dan (5) Menggali kebutuhan dan arah ke
depan untuk program kesehatan di daerah.
1.3 Metode Studi
Metode primer pengumpulan data ini mencakup wawan-
cara mendalam, diskusi kelompok terarah, dan pengamatan.
Pengumpulan data sekunder berupa profil kesehatan kabupaten
dan institusi kesehatan di tingkat kabupaten lainnya yang
menggambarkan kesehatan di tahun 2007 dan 2013 serta profil
kabupaten digunakan untuk melengkapi analisa buku ini.
Pengumpulan data dilakukan selama kurang lebih 20 hari
sejak akhir bulan Januari hingga pertengahan bulan Februari
2015. Tim peneliti terdiri dari 4 orang dengan latar belakang ilmu
yakni kesehatan masyarakat, antropologi, biologi, dan kedokteran
hewan. Peneliti tinggal di lokasi selama penelitian.
Tema spesifik (tematik) kesehatan di Kabupaten SBB yakni
Kesehatan Balita, Kesehatan Reproduksi, Pelayanan Kesehat-
an, dan Perilaku Kesehatan. Topik pengumpulan data yang
digali mencakup 4 aspek besar. Empat aspek tersebut yakni
(1) Dukungan kebijakan dan strategi intervensi (perencanaan,
pelaksanaan, dan monitoring evaluasi), (2) Peran lintas sektor
(koordinasi/komunikasi, kerjasama dan kebijakan berwawasan
kesehatan), (3) Peran serta masyarakat (upaya kesehatan berbasis
masyarakat, sumber daya kesehatan, kualitas/akses, nilai dan
pemahaman tentang kesehatan, PHBS, penyakit, dan pelayanan
kesehatan yang ada pada anggota masyarakat, dan (4) Peran dan
kebutuhan pendampingan.
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 9
Informan yang digali lebih banyak dari pemegang program
kesehatan di Kabupaten SBB dan Provinsi Maluku, khususnya
pemegang program di 4 tematik di tingkat kabupaten dan
puskesmas studi kasus yakni puskesmas Kairatu Barat dan
Taniwel. Dasar terpilihnya Puskesmas Kairatu Barat sebagai
keter wakilan gambaran pelayanan kesehatan dasar yang baik,
sedangkan Puskesmas Taniwel mewakili pelayanan kesehatan
dasar yang kurang baik. Informan diutamakan yang mengetahui
kebijakan program dan pelaksana program, termasuk di antara-
nya kepala dinas kesehatan kabupaten. Informan dari lintas
program terdiri dari Badan Perencana Pembangunan Daerah
(Bappeda), Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN), Badan Ketahanan Pangan (BKD), Badan Pemberdayaan
Masyarakat Desa, dan Badan Pembangunan Desa. Informan dari
masyarakat terdiri kader, ibu balita, ibu hamil dan keluarganya di
2 Puskesmas Taniwel dan Kairatu Barat.
Jumlah informan dari pemegang program sektor kesehatan
dan non kesehatan sejumlah 30 orang, kesemuanya ada di
Kabupaten SBB. Sedangkan informan dari masyarakat semuanya
sejumlah 32 orang, yang berada di Kecamatan Kairatu Barat
sebanyak 22 orang dan di Kecamatan taniwel sebanyak 10
orang, sehingga total informan yang kami libatkan sekabupaten
sebanyak 62 orang.
Secara keseluruhan wilayah-wilayah yang terpilih merupa-
kan representasi nasional kemudian dipilih beberapa wilayah
berdasarkan variasi 3 hal, yakni pertama berdasarkan status
ekonomi kabupaten (miskin atau non miskin) berdasarkan data
Pendataan Sosial Eknomi (PSE) tahun 2011. Kedua, berdasarkan
variasi status daerah bermasalah kesehatan (DBK atau non DBK).
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat10
Dasar ketiga yakni variasi selisih nilai IPKM 2007 dan 2013 (delta)
menggunakan penghitungan model 2007.
Status ekonomi PSE tahun 2011 memberikan 2 kategori
untuk setiap kabupaten/kota, yakni kategori miskin dan
non miskin. Disebut kategori miskin, jika dalam satu wilayah
kabupaten/kota memiliki persentase rata-rata jumlah keluarga
berstatus ekonomi miskin lebih dari 13,6%. Sedangkan kategori
non miskin diberikan jika satu kabupaten/kota memiliki jumlah
keluarga berstatus ekonomi miskin kurang dari 13,6%. Kabupaten
SBB berdasarkan PSE 2011 merupakan daerah miskin.
Konsep kemiskinan berdasarkan Survei Sosial Ekonomi
Nasional (SUSENAS) adalah kemampuan memenuhi kebutuhan
dasar (BPS Kab. SBB, 2011). Artinya kemiskinan dipandang
sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari
sisi pengeluaran. Metode yang digunakan adalah menghitung
Garis Kemiskinan (GK). Jika dilihat kecenderungannya, garis ke-
mis kinan Kabupaten SBB pada tahun 2011-2013 mengalami
penurunan, artinya jumlah kemiskinan makin berkurang. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut.
Gambar 1.1 Kecenderungan Persentase Penduduk Miskin Kab. SBB
Sumber: Kabupaten SBB dalam Angka 2014, Tahun 2015
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 11
Kategori Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK) atau non
DBK diputuskan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 027 Tahun 2012. Disebutkan dalam peraturan tersebut
ber dasarkan IPKM, PSE-BPS telah menetapkan 130 kabupaten/
kota DBK. Dalam kriteria ini, wilayah yang merupakan DBK dipilah
menjadi dua katagori, yakni yang mendapat pendampingan
atau dikenal dengan PDBK dan yang tidak diberi pendampingan
(Non PDBK). Di Provinsi Maluku sendiri terdapat 7 kabupaten/
kota yang merupakan DBK, yakni Maluku Tenggara Barat, Seram
Bagian Barat, Buru, Kepualauan Aru, Seram Bagian Timur, Maluku
Barat Daya, dan Buru Selatan.
Kriteria ketiga yakni berdasarkan delta IPKM 2007 terhadap
skor IPKM 2013. Awalnya setiap nilai IPKM tahun 2007 dikurangi
dengan nilai IPKM tahun 2013 pada masing-masing kabupaten/
kota. Kemudian didapat nilai rerata delta tersebut dan diketahui
nilai Standar Deviasi (SD) dari distribusi tersebut. Dari distribusi
rerata delta ini dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama
adalah kabupaten/kota memiliki nilai delta IPKM kurang dari -1
SD, artinya terjadi penurunan nilai IPKM yang cukup signifikan
di tahun 2013 dibanding IPKM tahun 2007 (menurun tajam).
Kelompok kedua adalah kabupaten/kota yang memiliki nilai
delta IPKM dalam rentang nilai rerata 1 SD, artinya kenaikan
atau turunnya skor hanya 1 SD (sedikit/stagnan). Kelompok
ketiga adalah kabupaten/kota yang nilai delta IPKM lebih dari +1
SD, artinya terjadi kenaikan IPKM yang cukup banyak (kenaikan
tajam).
Kabupaten SBB berdasarkan nilai delta IPKM 2013 diban-
dingkan 2007 berada dalam kelompok kedua. Berdasarkan buku
laporan IPKM 2013, nilai IPKM 2007 = 0,4328 dan nilai IPKM
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat12
2013 = 0,6033. Setelah nilai IPKM 2013 dikurangi nilai IPKM 2007
didapat selisih nilai positif 0,1704 (nilai delta) untuk Kabupaten
SBB. Artinya terjadi sedikit kenaikan untuk IPKM Kabupaten SBB
secara keseluruhan.
Berdasarkan tiga kriteria di atas, maka Kabupaten SBB
terpilih mewakili keadaan status sosial ekonomi miskin (ber-
dasarkan PSE 2011), non DBK di tahun 2007 dengan selisih
kenaikan IPKM hanya sedikit (stagnan). Setiap pertemuan sel
ketiga kriteria tersebut diwakili satu wilayah untuk dilakukan
penggalian studi. Selain Kab. SBB, di bawah ini akan ditampilkan
semua wilayah dalam studi ini berdasarkan kriteria masing-
masing.Status Sosial
Ekonomi
Delta IPKM
2007-2013Status DBK
DBK Non DBK
PDBK Non PDBK
Non Miskin
(PSE Mean +1
SDMurung
Raya
Miskin
(PSE>= rata-
rata PSE)
< Mean -1
SDTojo Una-
unaTolikara Gunung
Kidul
Mean -1SD
s/d + 1 SD
SBB
> Mean +1
SDWakatobi Nagan Raya
Ada keterbatasan studi, khususnya dalam pengumpulan
data yakni data profil kesehatan Kabupaten SBB 2007 tidak
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 13
didapatkan hingga hari akhir peneliti di lapangan dikarenakan
bagian bendahara sebagai pembuat profil setiap tahun berganti.
Ketika terjadi pergantian pelaksana tidak diikuti dengan perpin-
dahan hasil kegiatan baik berupa buku (hard copy) maupun soft
copy profil kesehatan. Beruntung, kami bisa mendapatkan data
profil kesehatan Provinsi Maluku 2007.
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 15
Bab 2Saka Mese Nusa SBB
Dwi P, Rais, Karlina & Lely I
Slogan dalam lambang Daerah Tingkat II Kabupaten SBB
yakni Saka Mese Nusa SBB yang berarti Jaga dan Pertahankan
Pulau-pulau. Pengertian lengkap dari lambang tersebut terdapat
dalam Keputusan Bupati Nomor: 001-32-56 Tahun 2005 tanggal
21 April 2005.
Pada bagian ini akan diulas mengenai kondisi wilayah
kabupaten secara potensi, fiscal, dan tingkat kemiskinan yang
ada. Bagian ini juga menjelaskan rencana strategis kabupaten
dan mekanisme pembuatannya berdasarkan data primer dan
sekunder. Situasi masalah kesehatan secara umum dari sisi
tenaga kesehatan, lintas sektor dan masyarakat. Kecenderungan
perkembangan IPKM tahun 2007 dan 2013 di Kabupaten
SBB berdasarkan 4 sub indeks indikator IPKM juga akan kami
paparkan. Termasuk perbandingan data rutin kabupaten terhadap
indikator IPKM di masing-masing indikator.
2.1 Kondisi Wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat
Seram Bagian Barat merupakan salah satu kabupaten di
Provinsi Maluku. Provinsi Maluku memiliki 9 kabupaten dan 2
kotamadya. Kota Ambon merupakan ibukota Provinsi Maluku.
Maluku terletak di Indonesia bagian timur, berbatasan langsung
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat16
dengan Maluku Utara dan Papua
Barat di sebelah utara, Laut
Maluku, Sulawesi Tengah, dan
Sulawesi Teng gara di sebelah barat.
Sementara di sebelah selatan ber-
batasan langsung dengan Laut
Banda, Timor Leste dan Nusa
Tenggara Timur dan Laut Aru dan
Papua di sebelah timur.
Kabupaten SBB lahir pada
tanggal 18 Desember 2003 ber-
dasarkan UU No. 40 Tahun 2003,
sebe lum nya menjadi bagian
Kabupaten Maluku Tengah. Berdasar kan UU tersebut, ibu kota
Kabupaten SBB berada di Dataran Hunipopu (de jure), namun
kenyataannya ibu kota kabupaten SBB berada di Piru (de facto).
Kabupaten SBB sebagian besar terletak di wilayah Pulau
Seram. Kabupaten ini berdiri sejak tahun 2003 hasil dari
pemekaran Kabupaten Maluku Tengah. Letaknya secara geografis
adalah antara 119-716 Lintang Selatan dan 12720-1291
Bujur Timur. Kabupaten Seram Bagian Barat dibatasi oleh Laut
Seram di bagian utara, Laut Banda di sebelah selatan, Laut
Buru di sebelah barat dan Kabupaten Maluku Tengah di sebelah
timur. Luas daratan sebesar 6.948,40 km2 yang terbagi menjadi
11 kecamatan. Kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan
Taniwel, yang memiliki luas sebesar 1.181,32 km2, atau sebesar
17% dari keseluruhan luas Kabupaten SBB.
Kabupaten SBB merupakan kabupaten bahari dengan luas
laut mencapai 79.005 km2. Wilayah daratan terdiri dari dataran
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 17
Kawa, Eti, dan Kairatu yang berada di Pulau Seram dan pulau-
pulau terpisah sebanyak 67 pulau, di mana pulau yang dihuni
sebanyak 11 pulau dan yang tidak dihuni sebanyak 56 pulau
Pada tahun 2010 terjadi pemekaran wilayah, yang semula
4 kecamatan menjadi 11 kecamatan yaitu Huamual Belakang,
Kepulauan Manipa, Seram Barat, Huamual, Kairatu, Kairatu
Barat, Inamosol, Amalatu, Elpaputih, Taniwel dan Taniwel Timur.
Sebelas kecamatan tersebut terbagi menjadi 92 desa dan 109
dusun. Pada tahun 2012 terjadi pemekaran lagi sehingga jumlah
dusun menjadi 110.
Gambar 2.1 Wilayah administratif Kabupaten SBB
Sumber : SBB dalam Angka Tahun 2014
Iklim & Penduduk
Kabupaten SBB memiliki iklim laut tropis dan musim,
karena letaknya yang berada di dekat katulistiwa dan dikelilingi
oleh laut luas. Oleh karena itu iklim sangat dipengaruhi oleh
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat18
lautan dan langsung bersamaan dengan iklim musim, yaitu
musim barat atau utara dan musim timur atau tenggara.
Pergantian musim selalu diselingi dengan iklim pancaroba yang
merupakan iklim transisi. Musim barat umumnya berlangsung
pada bulan Desember sampai dengan bulan Maret, sedangkan
pada bulan April merupakan masa transisi ke musim timur.
Musim timur berlangsung pada bulan Mei sampai dengan bulan
Oktober disusul oleh masa pancaroba pada bulan Nopember
yang merupakan transisi ke musim barat.
Jumlah penduduk Kabupaten SBB berdasarkan hasil sensus
penduduk tahun 2011 adalah 178.020 jiwa dan meningkat
menjadi 180.398 jiwa pada 2012, dan terakhir ditahun 2013
mencapai 179.781 jiwa. Jumlah penduduk yang terus bertambah
setiap tahun tidak diimbangi dengan pemerataan penyebaran
penduduk. Data tahun 2013 menunjukkan sekitar 14,66 persen
penduduk tinggal di Kecamatan Kairatu. Sementara, luas Keca-
matan Kairatu secara keseluruhan hanya sekitar 4,74 persen
dari seluruh wilayah daratan Seram Bagian Barat. Sementara itu,
Kecamatan Elpaputih yang memiliki luas sekitar 16,78 persen dari
luas total hanya dihuni sekitar 2,83 persen penduduk.
Sejak tahun 2007 sampai 2013, rasio jenis kelamin
penduduk Seram Bagian Barat selalu di atas 100. Ini berarti
bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada jumlah
penduduk perempuan. Namun demikian, bila dilihat pola rasio
jenis kelamin sejak tahun 2007 di Seram Bagian Barat memang
mendekati angka 100. Pada tahun 2007-2013 nilai rasio jenis
kelamin berkisar antara 103 sampai 105, nilai tersebut dapat
diartikan bahwa selisih jumlah penduduk laki-laki dengan
perempuan tidak terlalu signifikan.
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 19
Kabupaten SBB hingga saat ini masih bercirikan per eko-
nomian agraris. Sebagian besar penduduk SBB masih bekerja di
sektor pertanian. Data tahun 2013 menunjukkan bahwa lapangan
usaha pertanian masih menyerap tenaga kerja terbesar, yakni
sebesar 59,84%, diikuti sektor jasa, manufaktur (BPS, 2014).
Kecenderungan lapangan kerja utama penduduk SBB dapat
dilihat pada gambar 2 berikut.
Gambar 2.2 Lapangan Pekerjaan Utama Penduduk SBB 2007 & 2013
Sumber: SBB dalam Angka 2007 & 2013
Berdasarkan jenis tanaman yang ditanam, mayoritas ter-
diri dari padi, ubi kayu, jagung, ubi jalar, dan beberapa kacang-
kacangan (kedelai, kacang tanah, kacang ijo). Jika kita lihat
ber dasarkan luas lahan pertanian yang ditanam penduduk
kecenderungannya agak sedikit berubah di tahun 2007
dibandingkan tahun 2013. Pada tahun 2007, jenis tanaman
terbesar yang ditanam adalah padi sawah dan ladang. Sedangkan
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat20
di tahun 2013, didominasi oleh ubi kayu. Perbandingan seleng-
kap nya ada dalam gambar 3 dan 4 berikut ini.
Gambar 2.3 (atas) & 2.4 (bawah), Kecenderungan Luas Lahan Pertanian Berdasarkan Jenis Tanamannya di Tahun 2007 & 2013
Sumber: SBB dalam Angka 2007 & 2013
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 21
Fasilitas Kesehatan, Fiskal, & Kemiskinan
Sarana kesehatan dasar yang ada di Kabupaten SBB terdiri
dari 1 rumah sakit, 17 puskesmas (5 rawat inap dan 15 non
rawat inap) dan 57 puskesmas pembantu. Tenaga kesehatan yang
dimiliki terdiri dari 1 dokter spesialis, 27 dokter umum, 13 dokter
gigi, 255 perawat, 114 bidan, 4 tenaga farmasi, 4 ahli gizi, 26
sanitarian, dan 21 tenaga kesehatan masyarakat.
Penerimaan keuangan Kabupaten SBB pada tahun 2011
adalah 481 milyar rupiah (Rp 481.782.500.815,35), angka
ini meningkat di tahun 2012 menjadi 505 milyar rupiah (Rp
505.241.196.717,45). Penerimaan pembiayaan tahun 2011 se-
besar 10 milyar (Rp 10.746.504.632,19) kemudian turun di tahun
2012 menjadi 4 milyar rupiah (Rp 4.357.796.818,00).
Struktur ekonomi masyarakat SBB sebagian besar ber ada
di sektor pertanian yaitu 31,66% di tahun 2013 di ikuti sektor
perdagangan, restoran, hotel sekitar 27,55%. Laju pertumbuhan
ekonomi di tahun 2013 sekitar 5,13% se dangkan di tahun 2012
sekitar 6,28%. Nilai ini didapat ber dasarkan perhitungan Produk
Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan tahun 2000.
Pendapatan perkapita yang merupakan indikator makro untuk
mengukur tingkat kese jahteraan penduduk di Seram Bagian Barat
di tahun 2013 mengalami peningkatan. Pendapatan perkapita
atas harga dasar berlaku meningkat dari 4,150 juta rupiah di
tahun 2012 menjadi 5,070 juta rupiah di tahun 2013.
Persentase jumlah penduduk miskin di Kabupaten SBB
pada bulan Juli 2013 sebesar 23,93%. Jika dibandingkan dengan
persentase penduduk miskin pada Juli 2012 yang berjumlah
25,33%, berarti jumlah penduduk miskin turun 1,40%. Jika
dibandingkan lebih jauh ke belakang, kecenderungan kemiskinan
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat22
terus mengalami penurunan sejak tahun 2009. Angka kemiskinan
di tahun 2009 masih sebesar 33,11%.
2.2 Rencana & Strategi (Renstra) Pembangunan Kese hat an Provinsi Maluku & Kabupaten Seram Bagian Barat
Wilayah Provinsi Maluku sebagian besar merupakan wila-
yah kepulauan, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi peme-
rintah daerah provinsi dalam merencanakan pembangunan
kesehatan. Keadaan geografis di Kabupaten SBB pun hampir
sama. Dokumen Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Tahun
2008-2013 dituntut untuk menjawab visi dan misi Gubernur
serta Wakil Gubernur Maluku. Visi dan Misi yang tercantum yakni
memberikan pelayanan kesehatan dasar gratis di semua unit
pelayanan, Rumah Sakit Umum (RSU), Puskesmas, dan Puskesmas
Pembantu (Pustu) kepada masyarakat miskin secara bermakna
tanpa kecuali (Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, 2009).
Untuk mewujudkan pembangunan kesehatan di Provinsi
Maluku yang sebagian besar wilayahnya termasuk kategori
Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) menemui
banyak kendala. Beberapa kendala tersebut adalah: (1) Keter-
batasan Sumber Daya Manusia (SDM) kesehatan yang profesional
dan berkualitas di wilayah Provinsi Maluku, (2) rasio tenaga
kesehatan dibandingkan dengan jumlah penduduk yang belum
menjangkau seluruh wilayah di daerah terpencil, dan (3) kondisi
geografis dan keterbatasan akses jalan termasuk alat transportasi
untuk menjangkau fasilitas kesehatan masih terbatas.
Upaya pembangunan kesehatan di Provinsi Maluku pada
Tahun 2008-2013 mengedepankan visi Masyarakat Maluku yang
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 23
Mandiri untuk Hidup Sehat dengan Pola Pendekatan Kepulauan.
Sesuai dengan Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Maluku Tahun
2008-2013, ada tiga target utama yang harus terealisasi tahun
2013 yaitu: (1) pemenuhan sumber daya kesehatan dalam
hal ini adalah pemenuhan rasio dokter umum 40:100.000
penduduk, rasio dokter spesialis 6:100.000 penduduk, rasio bidan
100:100.000 penduduk dan rasio perawat 117:100.000 penduduk;
(2) Pemenuhan sarana fasilitas dan pelayanan kesehatan yang
meliputi pemenuhan rasio rumah sakit, puskesmas, puskesmas
pembantu, dan jumlah desa yang memiliki pos kesehatan desa;
(3) peningkatan derajat kesehatan dengan menekan AKI menjadi
320/100.000 kelahiran hidup, menekan AKB menjadi 42/1.000
kelahiran hidup, prevalensi gizi kurang pada balita kurang dari
20%, dan meningkatkan umur harapan hidup menjadi 70 (Dinas
Kesehatan Provinsi Maluku, 2009).
Untuk mewujudkan visi dan terpenuhi target sampai
dengan akhir Renstra pada tahun 2013, maka disusunlah be-
berapa strategi pembangunan. Strategi pembangunan kesehatan
tersebut antara lain: menggerakkan dan member dayakan masya-
rakat untuk hidup sehat; meningkatkan upaya pengendalian dan
pemutusan mata rantai penyakit; meningkatakan kesadaran
masyarakat terhadap penggunaan obat generik; mendekatkan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan menggunakan
sistem gugus pulau; meningkatkan sistem surveilans, monitoring,
dan informasi kesehatan; dan meningkatkan pembiayaan kese-
hatan (Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, 2009).
Pembangunan dalam bidang kesehatan merupakan inves-
tasi terhadap sumber daya manusia bagi kepentingan bangsa
masa depan. Untuk menjalankan urusan wajib kesehatan di
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat24
Kabupaten SBB, dinas kesehatan merupakan SKPD utama yang
ditunjuk bertanggungjawab memegang urusan kesehatan.
Sedangkan RSU Piru, merupakan SKPD tersendiri yang berperan
sebagai mitra utama dalam urusan kesehatan dan diharapkan
dapat bersinergi dengan dinas kesehatan.
Visi yang tercantum dalam Renstra Dinas Kesehatan
Kabupaten SBB tahun 2006-2011 adalah Meningkatnya Peran
Serta Masyarakat Menuju Kabupaten Sehat dalam Lingkungan
Aman. Untuk mewujudkan visi tersebut maka disusunlah misi
dari dinas kesehatan. Misi yang pertama yakni memantapkan
manajemen kesehatan dengan menyelenggarakan fungsi admi-
nistrasi kesehatan yang efektif dan efisien. Harapan dari misi
ini adalah perencanaan pembangunan yang bagus, mulai
dari penerapan dan pengawasannya. Kedua, meningkatkan
kinerja dan mutu pelayanan kesehatan, diharapkan pelayanan
kesehatan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Ketiga,
memberdayakan masyarakat tanpa dukungan dari masyarakat
termasuk swasta, keberhasilan pembangunan kesehatan tidak
dapat dicapai (Dinas Kesehatan Kabupaten SBB, 2007).
Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten SBB tahun 2006-
2011 disusun dengan memperhatikan Renstra dari Departemen
Kesehatan dan indikator Indonesia Sehat 2010. Selain itu,
disinkronkan juga dengan visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati
periode 2006-2011 yang tidak lepas dari penerapan Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten SBB. Renstra ini
nantinya menjadi komitmen setiap tahunnya dalam menyusun
rencana kerja dan anggaran pembangunan kesehatan.
Menurut Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten SBB tahun
2006-2011, dalam penyusunan renstra masih didasarkan pada
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 25
beberapa masalah kesehatan di antaranya penyakit malaria,
tuberculosis, kurang gizi, serta masih kurangnya kesadaran dalam
hidup sehat. Dalam memenuhi pelayanan kesehatan di SBB, dinas
kesehatan dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
prima. Namun, kendala yang dihadapi adalah terbatasnya tenaga
kesehatan, sarana dan prasarana yang belum memadai, dan
keterbatasan dana.
Ada beberapa target yang harus diselesaikan pada akhir
tahun 2011, adapun yang terkait dengan nilai mutlak nilai
indikator IPKM antara lain: cakupan kunjungan ibu hamil K4
80%, cakupan pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga
kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan sebanyak 83%,
cakupan bayi BBLR yang ditangani 88%, cakupan peserta aktif
KB 62%, cakupan desa/kelurahan UCI 100%, persentase balita
BGM kurang dari 10%, persentase balita gizi buruk mendapatkan
perawatan 100%. (Dinas Kesehatan Kabupaten SBB, 2007).
Pada RPJMD Tahun 2012-2016, Pemerintah Daerah Kabu-
paten SBB memprioritaskan pembangunan dengan mem per-
hatikan beberapa prioritas dalam RPJMN Tahun 2010-2014
dan RPJMD Provinsi maluku Tahun 2008-2013. Strategi dalam
penigkatan kualitas sumber daya manusia di bidang kesehatan
yaitu, (1) Meningkatkan jumlah Puskesmas pelayanan Obstetric
Neonatal Emergensi Dasar (PONED); (2) Meningkatkan kuantitas,
kualitas dan fungsi sarana prasarana pelayanan kesehatan di
puskesmas dan jaringannya; (3) Meningkatkan kualitas sarana
prasarana pelayanan kesehatan rumah sakit; (4) Meningkatkan
kecukupan obat dan perbekalan kesehatan; (5) Menurunkan
angka kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup; (6) Menurunkan
angka kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup; (7)
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat26
Menurunkan jumlah balita dengan gizi kurang; (8) Meningkatkan
Keluarga Sadar Gizi; (9) Menyusun berbagai kebijakan, standar
pelayanan kesehatan kabupaten, SPM bidang kesehatan
kabupaten, pedoman dan regulasi kesehatan; (10) Mewujudkan
sistem informasi dan surveilans epidemiologi kesehatan yang
evidence base, akurat di seluruh kabupaten, dan on line dengan
nasional; (11) Mewujudkan sistem pembiayaan kesehatan
masyarakat skala kabupaten; (12) Menjamin tersedianya tenaga
dan fasilitas kesehatan yang merata, terjangkau, dan berkualitas;
(13) Meningkatkan kualifikasi rumah sakit menjadi pusat rujukan
berbasis masalah kesehatan; (14) Mengembangkan sistem
rujukan pelayanan kesehatan dan penunjangnya (laboratorium
diagnostik kesehatan); (15) Meningkatkan kualitas budaya
program hidup bersih dan sehat. (Pemerintah Kabupaten SBB,
2012)
Terkait dengan tuntutan program Millenium Development
Goals (MDGs ), pemerintah Kabupaten SBB dalam RPJMD
kabupaten tahun 2012-2016 juga meresponnya dengan menye-
leng garakan beberapa program. Kaitannya dengan indikator
IPKM, ada tiga program yang direspon oleh pemerintah daerah
Kabupaten SBB, yaitu: penurunan angka kematian anak,
penurunan angka kematian ibu, dan pengendalian penyakit HIV
dan AIDS, malaria dan tuberculosis.
2.3. Mekanisme Penentuan Prioritas Masalah dalam Rencana & Strategi Pembangunan Kesehatan Kabupaten SBB
Setelah terjadi pemekaran kabupaten pada tahun 2004 dari
kabupaten induknya Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten SBB
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 27
mulai berbenah dalam membangun wilayahnya. Sejak tahun 2004
sampai sekarang telah terjadi dua kali masa kepemimpinan di
tingkat kabupaten. Periode 2006-2011 kepemimpinan kabupaten
dipimpin oleh Jacobus F. Puttileihalat dan wakilnya H. La Kadir
dan periode 2011-2015 dipimpin oleh Jacobus F. Puttileihalat dan
wakilnya M. Husni. Dalam masa kepemimpinan itu Kabupaten
SBB sudah menghasilkan dua RPJMD, yaitu RPJMD tahun 2006-
2011 dan RPJMD 2012-2016.
Penerapan desentralisasi dan otonomi daerah memberikan
kewenangan secara penuh kepada pemerintah daerah Kabu-
paten SBB dalam mengatur dan menyelenggarakan jalannya
peme rintahan tingkat kabupaten. Kebijakan otonomi daerah
tentu saja mempengaruhi kebijakan pembangunan di sektor
kesehatan. Dalam penetapan strategi dan arah kebijakan di setiap
kabupaten/kota disesuaikan dengan permasalahan dan peluang
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
RPJMD merupakan pedoman dan manajemen pembangun-
an selama 5 tahun di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten
SBB. RPJMD Kabupaten SBB merupakan penjabaran visi, misi, dan
program Bupati/Wakil yang terpilih. Penyusunan RPJMD tidak
bisa keluar dari dokumen RPJPD kabupaten. RPJMD Kabupaten
SBB harus memuat visi dari Kabupaten SBB, Terwujudnya
Kabupaten SBB yang aman-sejahtera, maju-berkualitas, dan
adil-demokratis melalui penguatan dan pengembangan potensi
lokal. RPJMD Kabupaten SBB juga tidak bisa dipisahkan dari
sistem perencanaan pembangunan nasional, dan hal ini diatur
dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 mengenai sistem
perencanaan pembangunan nasional dan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemerinatah
Kabupaten SBB, 2012).
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat28
Dalam penyusunan RPJMD dilakukan oleh seluruh elemen
pemerintahan daerah di Kabupaten, mulai dari Bupati hingga
SKPD terkait. RPJMD Kabupaten nantinya akan menjadi acuan
setiap SKPD dalam menyusun Renstra SKPD. Renstra SKPD
memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan
kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing SKPD
selama lima tahun. Dalam penyusunan Rencana Kerja SKPD
setiap tahunnya berpedoman kepada Renstra SKPD. Penyusunan
Renstra SKPD dilakukan oleh SKPD terkait dan berada di bawah
koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
Kabupaten SBB (Pemerinatah Kabupaten SBB, 2012).
Gambar 2.5 Alur Perencanaan & Penganggaran
Sumber: SBB 2012-2016
2.4 Alokasi Anggaran Kesehatan
Untuk mewujudkan program prioritas yang tertuang dalam
RPJMD kabupaten, dinas kesehatan tidak hanya bergantung
kepada APBD kabupaten. Pemerintah pusat dan provinsi juga
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 29
memberikan porsi anggaran untuk dinas kabupaten. Ada bebe-
rapa sumber dana yang diperoleh oleh dinas kesehatan untuk
menjalankan programnya. Selama ini sumber dana diperoleh
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Bantuan
Operasioan Khusus (BOK), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan dana
Tugas Perbantuan (TP) dan lain-lain.
Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang kese-
hatan mengamanatkan bahwa pemerintah daerah harus meng-
alokasikan anggaran urusan kesehatan minimal 10% dari total
belanja APBD di luar gaji pegawai. Namun menurut data tahun
2012 menunjukkan fakta bahwa baru ada 11 provinsi yang
mampu mengakomodir dan mengalokasikan APBD di atas 10%
untuk kesehatan, 11 provinisi itu yakni Aceh, Bangka Belitung,
Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur,
Gorontalo, Sulawesi Selatan, Bali, dan DKI Jakarta (Anonim,
2013).
UU RI No. 36 Tahun 2009 belum mampu diterapkan oleh
Pemerintah Kabupaten SBB. Alokasi anggaran dalam RPJMD
Kabupaten SBB Tahun 2012-2016, dilihat dari persentase
alokasi penganggaran untuk dinas kesehatan dalam memenuhi
Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah 3,95% dari total
APBD. Jika melihat dari peringkat berdasarkan persentase, maka
pembiayaan kesehatan berada pada peringkat ke tujuh. Alokasi
anggaran paling banyak berada di Dinas Pendidikan dan Olahraga
sebanyak 23%, kemudian Sekretaris Daerah sebanyak 14%,
Dinas Pekerjaan Umum (8,91%), sekretariat DPRD (6,76%), Dinas
Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan aset daerah (4,56%),
Badan Kepegawaian Daerah (4,26%), dan peringkat ketujuh Dinas
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat30
Kesehatan sebesar 3,95% (Pemerintah Daerah Kabupaten SBB,
2012).
Penjelasan dari Bappeda oleh bagian yang mengkoor-
dinasikan setiap SKPD di Kabupaten SBB mengenai sedikitnya
alokasi anggaran untuk dinas kesehatan mengatakan:
Kalau dulu mulai tahun 2005 itu tidak sampai 5%, tapi setiap tahun dia naik sedikit, naik sedikit sampai dia memenuhi 10%, tapi sampai sekarang belum memenuhi syarat undang-undang. Kami tetap mengupayakan seperti itu, kita masih melihat SKPD lain, kita masih lihat dinas kesehatan, dinas pendidikan, sektor ada hampir 22 sektor tambah kecamatan ada 30 lebih. Sehingga itulah kami dari Bappeda kami koordinasikan dengan mereka untuk kita bisa tetap tidak keluar dari RPJMD.
Proses dalam mengalokasikan anggaran setiap SKPD
dalam bentuk RKPD setiap tahunnya tidak bisa lepas dari RPJMD
kabupaten. Bahan penyusunan RKPD adalah Renja dari masing-
masing SKPD. Dalam RKPD akan memuat kegiatan dan besaran
anggarannya berdasarkan program yang diajukan oeh setiap
SKPD. Selanjutnya dilakukan penetapan Ketentuan Umum
Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS)
yang menjadi arah kebijakan anggaran dan prioritas program/
kegiatan. KUA-PPAS ini yang nantinya disepakati oleh Bupati
dengan DPRD. KUA-PPAS ini nantinya akan dijadikan dasar
penganggaran dalam APBD.
Tahapan dalam penyusunan RAPBD setiap tahunnya dida-
sarkan pada penyusunan RKA-SKPD yang akan dibahas oleh
komisi DPRD dengan pemerintah daerah termasuk dengan
masing-masing SKPD. Pada pembahasan RAPBD, seluruh SKPD
dalam lingkup pemerintah daerah termasuk dinas kesehatan
harus mampu meyakinkan dan mempertahankan argumennya
kepada DPRD untuk menyediakan anggaran yang cukup untuk
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 31
melaksanakan program-program kesehatan yang mendukung
pencapaian pembangunan kesehatan.
Ada beberapa faktor yang menentukan perencanaan dan
penganggaran kesehatan yang bersumber APBD, yaitu faktor
sumber daya dan peran dari lembaga eksekutif dan legislatif.
Pengalokasian anggaran APBD terhadap kesehatan belum bisa
lepas dari intervensi dan komitmen politik di antara eksekutif
dan legislatif yang dapat mempengaruhi persepsi dan cara
untuk masalah kesehatan. Sementara di sebagian besar wilayah
terpencil untuk dukungan advokasi kesehatan masih kurang.
Kendala yang sering dikeluhkan oleh pemegang program di
Dinas Kesehatan Kabupaten SBB khususnya mengenai kendala
anggaran. Banyak program yang tidak berjalan rutin setiap tahun,
sehingga selama ini untuk menjalankan program/kegiatan lebih
mengandalkan sumber dana dari luar APBD.
Dinas Kesehatan Kabupaten SBB seharusnya dalam menyu-
sun program perlu didasarkan pada data yang menunjukkan
fakta di lapangan, sehingga program yang disusun merupakan
program prioritas yang penting untuk pembangunan kesehatan di
masyarakat. Data dukung untuk sebuah proses perencanaan yang
jauh dari realitas di lapangan menyebabkan kesalahan dalam
penentuan prioritas program/kegiatan.
SDM dan dukungan pemimpin yang berkompeten dibu-
tuhkan untuk pengenalan masalah dan peluang pemecahan
masalah kesehatan. Selain itu dukungan dari etos dan semangat
kerja dari seluruh SDM yang ada dalam pembangunan kesehatan
juga menjadi kunci keberhasilan pembangunan kesehatan. Karena
perencanaan yang berkualitas tanpa disertai penerapan dan
sistem monitoring dan evaluasi yang bagus jutru akan menjadi
hambatan dalam pembangunan kesehatan.
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat32
2.4 Situasi Masalah Kesehatan di Kabupaten SBB
Masalah kesehatan yang pernah dan sedang dirasakan saat ini akan dipaparkan secara objektif dari berbagai sudut pandang. Sekurang-kurangnya ada tiga subjek sudut pandang, yakni dari pemegang program kesehatan, lintas sektor (non kesehatan) dan dari masyarakat secara umum.
2.4.1 Situasi Masalah Menurut Pemegang Program
Minimnya dana merupakan keluhan sebagian besar
pe ng e lola program di Dinas Kesehatan Kabupaten SBB. Ibu H,
petugas kesehatan Program KIA di Dinkes Kabupaten SBB menga-
takan, bahwa seringkali beberapa usulan program tidak bisa dila-
kukan karena terbatasnya anggaran yang ada. Hal senada juga
diungkapkan Pak A, seorang petugas kesehatan, bahwa karena
minimnya anggaran mengakibatkan beberapa daerah yang cukup
sulit secara akses tidak terlayani dengan maksimal.
Untuk tingkat yang lebih ke akar rumput, yakni di pus-
kes mas-puskesmas yang bertugas memberikan pelayanan
langsung ke masyarakat, masalah pendanaan juga masih menjadi
kendala. Selama ini, puskesmas di Kabupaten SBB mengandalkan
pembiayaan program-programnya dari dana BOK dan Jaminan
Keseshatan Nasional (JKN). Pengelolaan BOK dan JKN ini
tergantung pada puskesmas masing-masing dan kebijakannya ada
di kepala puskesmas masing-masing. Ada kasus di mana kepala
puskesmas dianggap kurang bijak sehingga beberapa program
ter kendala dalam pelaksanaannya karena dana operasional
belum turun, sehingga beberapa petugas mengaku harus sering
mengeluarkan uang pribadi untuk biaya operasional pelayanan.
Hal lain yang juga menjadi masalah dalam pelayanan
kesehatan di Kabupaten SBB, tidak meratanya persebaran tenaga
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 33
kesehatan yang ada. Untuk jumlah perawat dan bidan misalnya,
secara jumlah sudah mencukupi (data tahun 2013 ada 120 bidan
dan 294 perawat), tapi penempatannya tidak disesuaikan dengan
kebutuhan wilayah. Ada satu dua puskesmas yang memiliki
jumlah tenaga kesehatan melebihi rasio cakupan wilayah kerja,
namun ada juga puskesmas yang justru kekurangan tenaga
kesehatan. Kekurangan ini terjadi terutama pada daerah-daerah
sulit, seperti daerah pulau maupun pegunungan. Hingga saat ini
akses transportasi ke daerah tersebut umumnya masih minim.
Ketidakmerataan tenaga kesehatan di daerah-daerah
sulit menjadi salah satu kendala dalam pelayanan. Sebagai contoh
di Kecamatan Taniwel, yang merupakan salah satu kecamatan ter-
jauh di Kabupaten SBB. Puskesmas di Kecamatan Taniwel harus
melayani 19 desa dan 2 dusun yang menjadi wilayah kerjanya.
Namun, saat ini hanya memilimi 18 bidan, 3 di antaranya bidan
yang bertugas di puskesmas. Desa-desa yang tidak memiliki bidan
desa justru desa yang sulit aksesnya karena berada di daerah
pegunungan dengan kondisi jalan yang belum memadai.
Masalah yang juga menjadi keluhan beberapa tenaga
kesehatan di Kabupaten SBB adalah minimnya sarana dan pra-
sarana. Kondisi di fasilitas kesehatan yang kurang memadai, ter-
utama di pustu-pustu. Di Kecamatan Taniwel misalnya, bebe-
rapa pustu sudah berusia puluhan tahun dan tidak pernah ada
pemeliharaan sehingga sudah mulai rusak di sana-sini. Ditambah
lagi dengan perlengkapan yang ada juga sangat minim, seperti
ketiadaan listrik, tempat tidur, alat-alat kesehatan, hingga
ketersediaan air bersih. Hal ini, tentu saja menjadi kendala yang
cukup serius dalam memberikan pelayanan ke masyarakat,
terutama ketika harus membantu persalinan di fasilitas
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat34
kesehatan. Demikian juga dengan perlengkapan posyandu seperti
timbangan atau ketiadaan alat ukur tinggi badan yang layak.
2.4.2 Masalah Kesehatan & Kerjasama Lintas Sektor
Bisa dikatakan, tanggung jawab pembangunan kese-
hatan di Kabupaten SBB selama ini berada di pundak dinas
kese hatan. Meskipun begitu, juga dilakukan kerjasama dengan
lintas sektor, misalnya dengan BKKBN untuk pelayanan KB dan
Kesehatan Reproduksi, dengan Badan Ketahanan Pangan untuk
Program Gizi, Badan Pemberdayaan Desa dan Dinas Pekerjaan
Umum. Kerjasama tersebut umumnya sudah berjalan baik dan
saling mendukung, meskipun dengan beberapa lintas sektor
belum maksimal. Dengan Dinas PU misalnya, yang diharapkan
bisa mendukung dalam hal penyediaan sarana dan prasarana
kesehatan, namun sejauh ini belum ada.
Kerjasama lintas sektor juga dilakukan pada tataran
yang lebih operasional, yakni puskesmas dengan tokoh-tokoh
masyarakat, utamanya adalah dengan pemerintah desa, terkait
sosialisasi program-program yang ada. Kerjasama yang lebih
teknis misalnya pelaksanaan posyandu yang diadakan di masing-
masing desa. Pihak desa menyediakan tenaga kader untuk
membantu kegiatan posyandu atau poskesdes dan penganggaran
untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT), meskipun tidak
semua desa memiliki anggaran untuk itu. Kerjasama dalam
bentuk anggaran, khusus kesehatan, dengan pihak desa umum-
nya belum ada, karena pihak desa juga mengaku bahwa dana
mereka saat ini juga sangat terbatas.
Tokoh masyarakat lain yang juga memiliki peran dalam
pembangunan kesehatan di desa-desa yakni tokoh atau organisasi
agama. Hal ini terutama pada organisasi agama di gereja yang
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 35
secara struktur memang lebih rapi. Beberapa organisasi gereja
justru memiliki anggaran pelayanan kesehatan. Di beberapa desa
di Kecamatan Taniwel misalnya, organisasi gereja mengadakan
Posyandu Lansia dengan pembiyaan oleh mereka tapi secara
tenaga kesehatan, bekerja sama dengan puskesmas setempat.
Salah satu sosok penting yang terlibat langsung dalam
pelayanan kesehatan di masyarakat adalah dukun bayi (mama
biyang). Di Kabupaten SBB, rata-rata setiap desa memilki minimal
1 orang dukun bayi. Keberadaan dukun bayi tak lepas dari
masih percayanya masyarakat terhadap pelayanan yang mereka
berikan, terutama dalam menolong persalinan. Dinas Kesehatan
Kabupaten SBB memberikan pelatihan kepada para dukun bayi
ini. Selain itu, juga dilakukan kemitraan antara bidan dengan
dukun bayi. Kemitraan biasanya dalam bentuk kerjasama ketika
menolong persalinan. Beberapa kemitraan berjalan dengan
baik, namun pada beberapa kasus masih terjadi pertolongan
persalinan yang sepenuhnya dilakukan oleh dukun bayi.
2.4.3 Masalah Kesehatan di Masyarakat
Masih belum baiklah. Pelayanan belum baik, belum
maksimal. Ujar Pak L, seorang tokoh masyarakat di Keca-matan Taniwel, ketika ditanya tentang pelayanan kese-hatan yang ada saat ini. Menurut Pak L, meski jarak dari desanya ke puskesmas relatif dekat (sekitar 1 km), namun masih sedikit masyarakat yang memanfaatkan layanan kesehatan di puskesmas. Dulu-dulu itu kan istilahnya tidak ada obat, kekurangan obat, tapi sampai sekarang masih
kekurangan. tambah Pak L. Selain itu, masih menurut Pak L, ada kecenderungan di masyarakat untuk pergi ke fasilitas kesehatan ketika sakit sudah parah. Meskipun berobat ke
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat36
puskesmas diakui murah atau bahkan gratis, namun kualitas obatnya seringkali dianggap tidak cukup manjur sehingga banyak masyarakat yang memilih membeli obat-obat generik sendiri atau jika memungkinkan, memanggil tenaga kesehatan ke rumah daripada datang ke fasilitas kesehatan.
Kepemilikan jaminan kesehatan juga belum diakses
semua masyarakat. Hal ini terkait sosialisasi yang masih rendah,
sehing ga banyak masyarakat yang belum paham akan cara pem-
buatan dan manfaat kepemilikannya. Pendataan yang seringkali
tidak akurat juga menjadi masalah. Seringkali terjadi kasus
misalnya seorang penduduk yang sudah meninggal bahkan
mem peroleh kartu jaminan kesehatan. Ada juga kasus di mana
penduduk yang dianggap mampu secara ekonomi memperoleh
jaminan kesehatan dan sebaliknya, penduduk yang kurang mam-
pu justru tidak mendapatkan.
Dari segi tenaga kesehatan, beberapa masyarakat juga
menyebutkan bahwa selama ini masih kurang. Di Puskesmas
Kecamatan Taniwel misalnya, saat ini tidak ada tenaga dokter dan
menurut Pak L, ketiadaan tenaga dokter ini juga mempengaruhi
tingkat kepercayaan masyarakat untuk memeriksakan diri ke
Puskesmas.
Pak N, salah seorang tokoh masyarakat yang lain, menye-
butkan bahwa tidak adanya bidan di desanya dianggap sebagai
salah satu faktor utama kenapa masyarakat masih menggunakan
jasa mama biyang ketika melahirkan. Beberapa masyarakat
yang menggunakan jasa mama biyang menyebutkan bahwa
seringkali ketika mereka ingin memanggil bidan, bidan sedang
tidak ada di tempat sehingga kemudian pilihan jatuh pada dukun
bayi. Selain itu pertimbangan ia akan melahirkan normal juga
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 37
menjadi pertimbangan untuk menggunakan jasa dukun bayi. Ada
semacam asumsi di masyarakat bahwa menggunakan jasa bidan
lebih mahal dibandingkan menggunakan jasa dukun bayi. Di sisi
lain, faktor-faktor kedekatan secara sosial juga mempengaruhi
pilihan. Dukun bayi umumnya penduduk setempat, yang sudah
dikenal di lingkungan sekitar dengan baik sehingga sudah terjalin
hubungan sedemikian rupa dengan pasien. Hal ini berbeda
dengan bidan yang mungkin saja pendatang dan karenanya,
hubungan yang dibangun sedikit berjarak.
Minimnya sosialisasi dan penyuluhan kesehatan juga dikeluhkan beberapa tokoh masyarakat dan diyakini mereka sebagai salah satu sebab rendahnya kesadaran masyarakat terkait kesehatan. Seperti yang diungkapkan Pak N, misalnya yang mengaku selama ini sosialisasi hanya diberikan dalam bentuk tertulis dan dianggap tidak cukup efektif. Ini nggak tahu ini bagaimana dari tiap dinas, aturan tahun-tahun ini cuma dikasih foto kopi saja, dibaca saja. Ha, kita
ini bingung. Kalau disertai pendamping kasih arahan kesehatan
nggak bingung to? ungkap Pak N. Hal senada juga diungkapkan Pak D, tokoh desa yang
yang lain, Penyuluhan kepada masyarakat. Jadi, barang-barang ini harusnya diberikan kejelasan. Masyarakat ini bodoh, tapi kalau
terus menerus, dia juga ingat.
Masalah kesehatan yang cukup menonjol di masyarakat
saat ini adalah masih tingginya penderita malaria. Kabupaten SBB
sendiri memang dikategorikan sebagai daerah endemis malaria.
Upaya-upaya sudah dilakukan seperti penyemprotan atau
pembagian kelambu, namun kasus-kasus malaria di masyarakat
masih cenderung tinggi. Penyakit lain yang muncul seperti
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat38
TB Paru, Kusta, namun secara jumlah tidak terlalu menonjol.
Sementara penyakit seperti muntaber, diare, dan ISPA banyak
dialami terutama oleh balita dan anak-anak.
Kesadaran masyarakat mengenai perilaku hidup bersih
dan sehat juga masih cukup rendah, seperti kebiasaan buang air
di tempat terbuka (di pantai bagi yang tinggal di daerah pesisir)
dan pembuangan sampah sembarangan. Sampah biasa dibuang
di laut, di pinggir jalan, atau di pekarangan saja. Sementara
untuk ketersediaan air bersih, umumnya masyarakat di SBB tidak
kesulitaan memperoleh air bersih karena sumber-sumber air
mudah didapat, baik itu dari mata air maupun sumur galian.
2.5 Komparasi Indeks Pembangunan Kesehatan Manusia (IPKM) & Data Rutin di Tahun 2007-2013
Seperti yang kita ketahui, IPKM pada tahun 2007 meru-
pakan agregat yang terdiri dari 24 indikator. Sedangkan IPKM
2013 yang merupakan penyempurnaan dari IPKM 2007, meru-
pakan agregat yang terdiri dari 30 indikator. Perubahan jumlah
agregat indikator dari 24 menjadi 30 menjadi salah satu pembeda
pengembangan IPKM 2007 dibandingkan IPKM 2013. Perbedaan
lainnya yakni metode penghitungan indeks tersebut.
Komparasi IPKM Kabupaten SBB di tahun 2007 dengan 2013
dilakukan pada 4 sub indeks yakni kesehatan balita, kesehatan
reproduksi, pelayanan kesehatan, dan perilaku kesehatan. Data
IPKM diperbandingkan dengan menggunakan data sekunder buku
IPKM 2007 dan 2013 dengan metode perhitungan IPKM 2007.
Agar komparasi selaras antara IPKM dan data rutin, maka
data rutin yang disejajarkan merupakan data rutin dari program
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 39
kesehatan balita, kesehatan reproduksi, pelayanan kesehatan,
dan perilaku kesehatan. Sumber data rutin diambil dari data
laporan profil kesehatan Kabupaten SBB tahun 2007 dan 2013
dan atau laporan profil kesehatan Provinsi Maluku tahun 2007
dan 2013. Data profil SBB dalam Angka yang dipublikasi oleh
Badan Pusat Statistik turut melengkapi perbandingan data rutin.
2.5.1 Komparasi IPKM Kabupaten SBB tahun 2007 dan 2013
Penghitungan IPKM di tahun 2013 yang terdiri dari 30
indikator dapat dihitung per sub indeksnya juga. Ada 7 sub indeks
(kelompok indikator) yang dihasilkan dari 30 indikator yang
ada, yakni sub indeks kesehatan balita, kesehatan reproduksi,
pelayanan kesehatan, perilaku kesehatan, penyakit tidak menular,
penyakit menular, dan kesehatan lingkungan. Sub indeks pertama
hingga ke empat menjadi fokus penggalian data Kabupaten SBB.
Sub indeks Kesehatan Balita terdiri dari 6 indikator, yakni
indikator balita gizi buruk dan kurang, balita sangat pendek dan
pendek, balita gemuk, penimbangan balita, kunjungan neonatal
dan imunisasi lengkap. Sub indeks Kesehatan Reproduksi terdiri
dari 3 indikator, yakni indikator penggunaan alat kontrasepsi
(MKJP), pemeriksaan kehamilan (K4), dan indikator Kurang Energi
Kronik (KEK) pada Wanita Usia Subur (WUS).
Ada 3 prevalensi dan 1 cakupan indikator dalam sub
indeks kesehatan balita yang mengalami peningkatan pada tahun
2013 dibandingkan tahun 2007. Ada 1 cakupan indikator yang
menurun yakni cakupan imunisasi lengkap. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat dalam gambar 2.6 untuk kecenderungan prevalensi
dan gambar 2.7 untuk kecenderungan cakupan.
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat40
Berdasarkan gambar 2.6, terjadi penurunan prevalensi
untuk indikator gizi buruk, pendek, dan gemuk. Artinya terjadi
penurunan kasus masalah gizi dalam 3 indikator tersebut. Pada
gambar 2.7 terlihat, terjadi peningkatan upaya penimbangan
balita meski belum terlalu besar peningkatannya. Namun upaya
imunisasi lengkap menurun tajam.
Gambar 2.6 Kecenderungan Prevalensi gizi balita balita berdasarkan IPKM 2007-2013
Sumber : Laporan IPKM 2007 & 2013
Gambar 2.7 Kecenderungan Cakupan Kesehatan Balita Berdsarkan IPKM 2007 dibandingkan IPKM 2013
Sumber : Laporan IPKM 2007 & 2013
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 41
Kecenderungan data indikator kesehatan reproduksi
ber dasarkan data IPKM 2007-2013 tidak dapat dilihat karena
indikator cakupan MKJP, K4, dan prevalensi KEK pada WUS
meru pakan indikator pengembangan pada tahun 2013, pada
IPKM 2007 belum terakomodasi. Perbandingan data kabu-
paten bisa dilakukan terhadap data provinsi di tahun 2013.
Cakupan MKJP dan K4 di Kabupaten SBB terlihat lebih rendah
diban dingkan cakupan di Provinsi Maluku. Begitu juga dengan
cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilan (K4). Sedangkan
untuk prevalensi KEK pada WUS kabupaten SBB lebih rendah
dibandingkan dengan Provinsi Maluku di tahun yang sama. Untuk
lebih jelasnya terdapat pada gambar berikut ini.
Gambar 2.8 Perbandingan Cakupan & Prevalalensi Kesehatan Reproduksi di Kabupaten SBB & Provinsi Maluku
Sumber : Laporan IPKM 2007 & 2013
Kelompok indikator atau sub indeks Pelayanan kesehatan
terdiri dari 5 indikator, yakni indikator persalinan oleh tenaga
kesehatan (nakes) di fasilitas kesehatan (faskes), proporsi keca-
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat42
mat an dengan kecukupan jumlah dokter per penduduk, pro porsi
desa dengan kecukupan jumlah posyandu per desa, proporsi desa
dengan kecukupan jumlah bidan per penduduk, dan indikator
kepemilikan jaminan pelayanan kesehatan. Sementara sub indeks
perilaku kesehatan juga memiliki 5 indikator, yakni indikator
perilaku merokok, cuci tangan dengan benar, buang air besar
di jamban, aktivitas fisik cukup, dan indikator menggosok gigi
dengan benar.
Proporsi kecukupan jumlah dokter dan bidan pada IPKM
2007 memiliki definisi yang agak berbeda dengan IPKM 2013,
sehingga perbandingan hanya dapat dilakukan dengan keadaan
provinsi di tahun yang sama. Proporsi jumlah dokter dan bidan
di Kabupaten SBB lebih besar sedikit dibandingkan di Provinsi
Maluku. Cakupan penolong persalinan oleh nakes di Kabupaten
SBB sedikit lebih rendah dibandingkan di Provinsi Maluku. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 2.9 Cakupan Sub Indeks Yankes Berdasarkan IPKM 2007 di Kabupaten SBB Terhadap IPKM Provinsi Maluku
Sumber: Laporan IPKM 2007 & 2013
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 43
Indikator persalinan ditolong oleh nakes di faskes meru-
pakan indikator pengembangan di tahun 2013, sehingga tidak
bisa dibandingkan dengan data tahun 2007. Namun jika di tahun
2013 akan dibandingkan dengan provinsi ternyata Kabupaten
SBB memiliki cakupan jauh lebih rendah dibandingkan provinsi
Maluku. Indikator desa yang memiliki kecukupan posyandu ber-
dasarkan data IPKM 2013 memiliki proporsi yang lebih besar
dibandingkan proporsi di Provinsi Maluku. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.10 Cakupan Sub Indeks Yankes Berdasarkan IPKM 2013 di Kabupaten SBB terhadap Provinsi Maluku
Sumber: Laporan IPKM 2007 & 2013
Proporsi dokter di Kabupaten SBB terlihat hampir sama
jumlahnya dibandingkan di Provinsi Maluku berdasarkan IPKM
2013. Sedangkan proporsi bidan di Kabupaten SBB lebih besar
dibandingkan di Provinsi Maluku. Jika dilihat pola pada gambar
2.9 & 2.10, Kabupaten SBB berhasil menambah jumlah tenaga
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat44
dokter dan bidan secara cukup signifikan dibandingkan kabupaten
lain di Provinsi Maluku.
Kecenderungan IPKM 2007-2013 hanya ada 3 indikator
yang bisa diperbandingkan dari 5 indikator dalam sub indeks
Perilaku Kesehatan, yakni indikator proporsi cuci tangan, perilaku
BAB, dan aktivitas fisik. Ketiga indikator tersebut sedikit meng-
alami kenaikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
Gambar 2.11 Kecenderungan Perilaku Kesehatan berdasarkan IPKM 2007-2013
Sumber : Laporan IPKM 2007 & 2013
2.5.2 Komparasi Data Rutin Kabupaten SBB tahun 2007- 2013
Data rutin kesehatan Kabupaten SBB yang bisa diperoleh
selama di lokasi penelitian berasal dari 2 instansi, yakni dinas
kesehatan dan Badan Pusat Statistik. Data rutin tersebut berupa
laporan profil kesehatan di kabupaten dan provinsi, dan profil
kabupaten dalam angka jika dibutuhkan untuk melengkapi.
-
Status Kesehatan Kabupaten Seram Bagian Barat 45
Dari laporan profil kesehatan, pada sub indeks kesehatan
balita hanya ada dua indikator yang bisa dibandingkan yakni
cakupan penimbangan balita (D/S) dan kejadian gizi kurang.
Kecen derungan kedua indikator dapat dilihat pada gambar beri-
kut ini.
Gambar 2.12 Kecenderungan Sub Indeks Kesehatan Balita Tahun 2007 & 2013
Sumber : Laporan Profil Kesehatan Kabupaten SBB & Provinsi Maluku
Berdasarkan gambar 2.12 terlihat cakupan penimbangan
balita mengalami sedikit kenaikkan dari 2007 hingga 2013.
Sementara kasus gizi kurang terjadi sedikit penurunan, meskipun
tidak banyak. Kecenderungan kasus gizi kurang ini memiliki
pola yang hampir sama dengan data kecenderungan IPKM yang
ada, yakni kasusnya sedikit berkurang. Jika dilihat besaran pre-
valensi data rutin cenderung sedikit dibandingkan data survai
dikarenakan data rutin hanya menghitung kejadian gizi kurang
saja, sedangkan pada IPKM, kasus gizi kurang ditambah kasus