benarkah tuhan adil?

21
Benarkah Tuhan Adil? Pembelaan Putra Sirakh atas Protes Melawan Kedakadilan Tuhan MISPAN INDARJO

Upload: sesawipress-indonesia

Post on 25-Mar-2016

256 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Buku tentang pembelaan Putra Sirakh atas Protes Melawan Ketidakadilan Tuhan

TRANSCRIPT

Page 1: Benarkah Tuhan Adil?

Benarkah Tuhan Adil?

Pembelaan Putra Sirakh atas Protes Melawan Ketidakadilan Tuhan

Mispan indarjo

Page 2: Benarkah Tuhan Adil?

BENARKAH TUHAN ADILCopyright © 2011 oleh Mispan Indarjo

SesawiPressJl. Gaharu III/7, Jakarta Selatan 12430, IndonesiaTelp.: +62 812 2924 713, +62 21 9368 0716E-mail: [email protected]: www.sesawi.net

E-Booklet ini diterbitkan dalam kerja sama dengan SESAWI.NET

Silakan mengunduh, memperbanyak, dan menyebarluaskan booklet ini

demi perkembangan ilmu pengetahuan dan pertumbuhan iman.

Ad Maiorem Dei Gloriam!

Sumber foto sampul: www.bibleconversation.wordpress.com

Page 3: Benarkah Tuhan Adil?

1

Pengantar

Adanya kejahatan di dunia ini dapat menyebabkan orang mempertanyakan keadilan Tuhan. Ba­

gai mana Tuhan dapat disebut Adil, Mahakasih, dan Mahakuasa ketika Tuhan tampak diam saja tatkala menyaksikan orang baik mendapatkan kemalangan dan sebaliknya orang jahat justru memperoleh ke­makmuran? Bagaimana Tuhan disebut adil ketika Ia tampak tidak berbuat apa­apa saat para pembela kebenaran justru dikejar­kejar dan menderita se­dang kan para penguasa yang jelas­jelas sudah tidak mendengarkan hati nurani justru tetap aman dalam posisinya? Bagaimana kita dapat mengatakan bahwa Tuhan adil ketika menyaksikan bencana alam dahsyat yang membuat banyak orang tidak bersalah

Page 4: Benarkah Tuhan Adil?

2 Mispan Indarjo

menderita? Ronald H. Nash menulis bahwa tantangan serius dan abadi bagi orang­orang yang percaya ke­pada Tuhan adalah problem kejahatan.1

Kejahatan di sini dibedakan menjadi dua yakni ke jahatan moral (moral evil) dan kejahatan alam (natural evil). Yang dimaksud dengan moral evil, adalah kejahatan yang terjadi karena kehendak bebas manusia. Dapat disebut di sini misalnya, pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, penindasan, dsb. Se­dangkan yang dimaksud dengan natural evil adalah berbagai hal yang “jahat” yang terlepas dari kehendak bebas manusia. Dapat disebutkan di sini misalnya bencana gunung meletus, banjir, gelombang tsunami, dan berbagai bencana alam lain yang menyengsarakan manusia. Orang­orang yang percaya kepada Tuhan ditantang untuk menjawab persoalan ini. Istilah teknis bagi usaha untuk mempertahankan kebenaran Tuhan di hadapan fakta kejahatan (dan kebebasan) manusia ini disebut teodice.2

Dalam Kitab Putra Sirakh, persoalan seperti di atas muncul. Di hadapan berbagai bentuk kejahatan di dunia ini, orang mempertanyakan keadilan Illahi. Bagaimana pengarang Putra Sirakh ini menjawab

1 Nash, Ronald H, Faith and Reason, Searching for a Rational Faith, 1988, Zondervan Publishing House: Michigan, hlm. 177.2 Istilah ini ditemukan oleh Leibniz, berasal dari dua kata yang berarti Tuhan dan Kelayakan (Hick, John, Evil and The God of Love, 1979, Glasgow: William Collins Sons & Co Ltd)

Page 5: Benarkah Tuhan Adil?

Benarkah Tuhan Adil? 3

persoalan tersebut? Bagaimana Putra Sirakh mem­bela kemahakuasaan dan keadilan Tuhan di hadapan persoalan­persoalan di atas? Bagaimana ia meng­ungkapkan teodicenya? Dalam tulisan ini saya akan membahas persoalan di atas dalam dua bagian. Pertama, permasalahan yang timbul sehubungan dengan perlawanan atas keadilan Tuhan dalam kitab Putra Sirakh. Kedua, bagaimana Putra Sirakh berusaha menjawab permasalahan tersebut. Di akhir tulisan, saya akan menyampaikan penutup.

Page 6: Benarkah Tuhan Adil?

4

Persoalan: Protes Melawan Keadilan Tuhan

Dalam Kitab Sirakh dapat dilihat adanya para penentang yang mempertanyakan (atau lebih

tegasnya melawan) keadilan Tuhan. Kita tidak dapat mengidentifikasi para penentang itu, tetapi kita dapat dilihat arah dasar perlawanan itu. Pada intinya mereka menyatakan bahwa belaskasih Tuhan yang tiada batas telah mengijinkan umatnya untuk berbuat dosa (sehingga timbul kejahatan yang merajalela), bahwa kekuatan Tuhan telah merenggut kebebasan manusia untuk menghindari tindakan dosa, dan bahwa mataNya yang selalu terbuka tidak dapat mencegah

Page 7: Benarkah Tuhan Adil?

Benarkah Tuhan Adil? 5

adanya kejahatan, terutama kejahatan tersembunyi yang tidak dapat dilihat oleh manusia. Dampak keragu­raguan yang diketengahkan oleh para penentang itu dapat dilihat dalam Sir 2:7­11.3 Dalam ayat­ayat itu memang tidak dijelaskan secara eksplisit masalahnya, akan tetapi dari jawaban­jawaban Sirakh yang terurai dari ayat 7 sampai 11 kita dapat melihat masalahnya. Kita dapat melihat permasalahan itu misalnya dalam ayat 10. Dalam ayat itu dikatakan,”...Siapa gerangan percaya pada Tuhan lalu dikecewakan. Siapa bertekun dalam ketakutan kepadaNya dan tekun ditinggalkan, atau siapa berseru kepadaNya lalu tidak dihiraukan olehNya?” Jawaban yang bersifat retoris dalam ayat 10 ini mengungkapkan suatu jawaban atas pertanyaan beberapa orang yang jelas percaya kepada Tuhan tetapi dikecewakan, misalnya Yosia, raja Yehuda, yang begitu taat pada hukum Tuhan, menyucikan bait suci Yerusalem, akan tetapi mati dalam pertempuran pada tahun 609 SM (2 Raj 22: 1 ­ 23:30).4 Contoh itu mengungkapkan dengan jelas bahwa di balik jawaban tersebut muncul persoalan serius di mana ada orang yang sungguh­sungguh mempertanyakan keadilan Tuhan.

3 Crenshaw, James L, Theodicy in the Old Testament, 1983, Fortress Press: Philadelphia, hlm. 120.4 Snaith, John G, Ecclesiasticus, 1974, Cambridge University Press: London, hlm. 16.

Page 8: Benarkah Tuhan Adil?

6 Mispan Indarjo

Dalam Sir 2:7­11 diulang refrain “Kamu yang takut akan Tuhan” sampai tiga kali. Refrain ini menunjukkan bahwa Sirakh mengungkapkan masalah ini kepada orang beriman yang mulai merasakan daya yang meyakinkan akibat argumen yang disampaikan oleh para penentang Sirakh sebagaimana sudah kita singgung di atas.5 Refrain ini merupakan refleksi atas penting dan mendesaknya situasi yang menuntut jawaban. Kalau dilihat dari latar belakang yang lebih luas lagi, masalah yang dihadapi oleh Putra Sirakh ternyata terkait dengan sejarah bangsa Israel itu sendiri. Apabila Allah Israel Mahakuasa, Mahatahu, Mahakasih, dan Mahaadil, mengapa ada begitu banyak ketidakadilan, penderitaan orang­orang yang tidak berdosa di dunia ini, dalam hidup manusia, khususnya di antara umat perjanjian? Mengapa orang­orang Yahudi yang saleh dan takut akan Allah kerapkali ditindas dan dikejar, sedangkan para penyiksanya adalah abdi­abdi Allah yang palsu atau sama sekali tidak menyembah Allah?6

Singkatnya, masalah yang diketengahkan di atas dapat diringkaskan dalam satu kata, yakni teodice. Artinya, Sirakh berhadapan dengan para penentang Tuhan dan Sirakh harus menjawab masalah­masalah yang dikemukakan oleh para penentang itu demi pembelaannya adil Tuhan. Sirakh ingin tetap membela

5 Crenshaw, James L, ibid, hlm. 120.6 MacKenzie,RAF, Yesus Bin Sirakh, 1990, Kanisius: Yogya­karta, hlm. 24­26.

Page 9: Benarkah Tuhan Adil?

Benarkah Tuhan Adil? 7

Tuhan di hadapan para pengikutnya yang menyatakan bahwa Tuhan tidak adil mengingat berbagai fakta kejahatan yang tampak dibiarkan begitu saja oleh Tuhan. Bagaimana Sirakh menguraikan argumennya untuk menjawab persoalan di atas? Bagaimana Sirakh mengungkapkan teodice-nya?

Page 10: Benarkah Tuhan Adil?

8

Jawaban Sirakh atas Para Lawannya

Dalam rangka menjawab persoalan­persoalan yang diajukan oleh para lawannya, Sirakh

memakai bentuk debat kuno, yang memiliki rumus larangan ‘al-tõ’mar. Rumus larangan ini dapat ditelusuri pada Intruksi Ani dari Mesir. Sirakh menggunakan bentuk larangan seperti itu seturut dengan gejolak jiwanya yang pedih yang sedang mencari­cari jawaban atas persoalan yang dihadapinya. Dalam bentuk ‘al-tõ’mar sebagaimana digunakan oleh Sirakh, kita dapat menyimpulkan bahwa Sirakh merasakan adanya ancaman yang diletakkan oleh para lawannya. Kita lihat kutipan di bawah ini:

Page 11: Benarkah Tuhan Adil?

Benarkah Tuhan Adil? 9

Jangan berkata: “Tuhanlah yang membuat aku murtad,

sebab Ia tidak perbuat apa yang dibenciNya.

Jangan berkata: ”Tuhanlah yang menyesatkan daku,

sebab Tuhan tidak membutuhkan orang berdosa.

(Sir 15:11­12).

Dalam kutipan itu Sirakh membantah argumen yang mengatakan bahwa karena Allahlah yang merupakan sebab dari segala tindakan, maka Ia pasti juga penyebab dosa manusia.7

Teodice Putra Sirakh juga terangkum dalam tiga himne pengajaran. Ada hubungan yang jelas antara teks yang menampilkan persoalan keadilan Tuhan dengan tiga teks himne pengajaran tersebut. Ketiga tiga kumpulan teks itu adalah Sir 16:24­17:14, Sir 39:12­35, dan Sir 42:15­43:33. Kita akan membahas masing­masing kumpulan teks tersebut.8

Ayat­ayat yang tertuang dalam Sir 16:24­17:14 merupakan bagian dari Sir 16:24­18:14 yang menggambarkan kehebatan karya Allah, terutama sejauh itu tampak dalam penciptaan manusia dan

7 Ibid, hlm. 47.8 Crenshaw, John L, ibid, hlm. 123­126.

Page 12: Benarkah Tuhan Adil?

10 Mispan Indarjo

dalam hubungan Allah dengan manusia baik dan jahat.9 Dalam bagian ini diuraikan ajaran tentang kontrol Tuhan atas alam semesta dan pewahyuan kehendakNya lewat Israel. Penciptaan alam semesta digambarkan dalam 16:24­28, bumi dan manusia dalam 16:29­17:10 serta Israel dalam 17:11­14.10 Apa yang terungkap di sini merupakan dasar­dasar teodice Sirakh. Perikope itu mengungkapkan “himne” rasa syukur atas perhatian, atas pengetahuan dan hukum hidup yang telah diberikan oleh pencipta kepada ciptaannya. Dalam “himne” itu kita temukan gagasan bahwa manusia diciptakan sebagai gambar Allah. Tujuan dari konsep ini, dan gagasan lain yang tertuang dalam perikope ini adalah menekankan harmoni tata ciptaan. Singkatnya, perikope bagian pertama ini menyatakan bahwa tidak ada sesuatupun terlepas dari tempatnya dalam tata ciptaan.11

Namun, jawaban yang menekankan pada harmoni ciptaan dan kenyataan bahwa segala sesuatu sudah mendapatkan tempat tertentu tetap menimbulkan pertanyaan tentang bencana alam dan sejenisnya. Dalam uraian tentang masalah kejahatan, yang menimbulkan pertanyaan tentang keadilan Tuhan, kita melihat bahwa bencana alam dan sejenisnya termasuk jenis kejahatan yang tidak bisa dimengerti

9 Van der Weiden, Wim, Seni Hidup, Sastra Kebijaksanaan Perjanjian Lama, 1995, Kanisius: Yogyakarta, hlm. 306.10 Snaith, John G, ibid, hlm. 85.11 Crenshaw, James L, ibid, hlm. 124.

Page 13: Benarkah Tuhan Adil?

Benarkah Tuhan Adil? 11

oleh orang­orang yang percaya akan keadilan Tuhan. Bagaimana dapat dikatakan bahwa segala sesuatu sudah “mendapat tempat” di dalam seluruh tata harmoni ciptaan, sedangkan terjadi bencana alam dahsyat yang mengakibatkan orang­orang tidak berdosa menderita? Dalam menghadapi persoalan ini, bagaimana Sirakh mencoba menjawabnya?

Kita akan melihat himne yang tertuang dalam Sir 39:12­35. “Himne” pujian kepada Tuhan pencipta (39:12­35) ini dibuka dengan ajakan kepada para pendengar untuk terlibat dalam nyanyian pujian (39:12­35). Nyanyian ini pada akhirnya menyimpulkan bahwa semua karya Tuhan baik adanya (39:32­34). Oleh sebab itu Sirakh mendesak setiap orang untuk “bernyanyi dengan segenap hati dan suara yang nyaring serta memuji nama Tuhan” (39:35). Himne ini memberi penilaian bahwa pekerjaan yang telah dilakukan Tuhan baik adanya, bahwa setiap hal baik adanya, dan menyatakan bahwa rahasia pujian terhadap Tuhan itu terletak pada pengakuan bahwa segala sesuatu mempunyai waktunya. Dalam himne ini pula dinyatakan kekuatan kemahatahuan Tuhan: Tuhan melihat segala sesuatunya, dan kekuatanNya tidak terbatas. Dalam kebijakan yang tiada batas Ia menciptakan hal yang baik pada orang saleh dan hal­hal yang jahat pada para pendosa. Namun demikian, hal yang baik dapat disesatkan oleh orang jahat dan menjadi hambatan. Jadi, Sirakh menyatakan bahwa kejahatan tergantung dari sikap orang yang

Page 14: Benarkah Tuhan Adil?

12 Mispan Indarjo

bersangkutan. Iman dan ketaatan adalah syarat utama yang mendahului untuk memahami jalan Tuhan. Segala sesuatu dinyatakan pada waktunya seturut dengan apa yang dinyatakan itu, dan kejahatan akan berfungsi sebagai hukuman sebagai hasil dari apa yang diperbuat oleh si jahat yang melakukannya. Konsekuensinya, tidak seorang pun dapat berkata bahwa sesuatu mutlak lebih tinggi daripada yang lain.

Dari kesimpulan seperti itu, kita menemukan konsep kunci untuk memahami pemikiran Sirakh. Ide dasar muncul begitu jelas dalam Sir 33:7­15. Dikatakan dalam ayat­ayat tersebut bahwa Tuhan menciptakan alam semesta ini dengan saling berpasang­pasangan: “Baik adalah lawan dari jahat ..... (33:14­15). Struktur di dalam semesta ini saling melengkapi. Maka, tidaklah dapat dikatakan ada sesuatu yang lebih baik daripada yang lain. Yang pokok kemudian adalah tanggapan dan sikap dari masing­masing pribadi. Meskipun demikian, keputusan mengenai apa yang baik sungguh­sungguh merupakan pilihan pada waktu yang tepat. Singkatnya, Sirakh hendak menyatakan bahwa segala sesuatu diciptakan Tuhan baik adanya, jahat atau tidaknya sesuatu tergantung dari tanggapan dan sikap dari masing­masing pribadi, bukan pada peristiwanya itu sendiri.

Kedua himne yang baru kita bahas di atas tetap mengandung ambivalensi. Di satu pihak ia menyatakan bahwa apa yang diciptakan Tuhan baik adanya, tetapi

Page 15: Benarkah Tuhan Adil?

Benarkah Tuhan Adil? 13

di lain pihak ia tetap tidak bisa memungkiri kenyataan bahwa manusia tetap menderita karena adanya kejahatan di dunia ini. Tampaknya Sirakh sudah mulai menyerah kepada para penyerangnya. Akibat dari ambivalensi tersebut terungkap dalam Sir 40:1­11. Sebagaimana intervensi Tuhan di dunia manusia diwarnai dengan ambivalensi, kesukaran menaungi umat manusia. Pada saat yang sama Sirakh yakin bahwa Tuhan sungguh­sungguh telah menciptakan manusia baik adanya, dan bahwa segala sesuatu ada tujuannya. Oleh karenanya, dibelakang kegelapan, orang dapat tetap dapat memilih dua alternatif, yaitu kegembiraan yang ditujukan kepada mereka yang menyukakan hati Tuhan dan ancaman bagi yang tidak menyetujui Tuhan.

Teks ketiga yang akan kita bahas di sini ada­lah Sir 42:15­43:33. Dalam teks ini, kita melihat perkembangan gagasan dari polemik intelektual ke arah pujian kepada Tuhan. Tampak bahwa Sirakh sendiri telah mulai merasakan kesia­siaan argumen rasionalnya dan semakin berbalik pada sikap untuk lebih memuji kebesaran Tuhan yang terungkap dalam keagungan tata ciptaan. Namun, Sirakh begitu sadar bahwa ia tidak mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengungkapkan pujian kepada Tuhan, dan dengan demikian tidak mempunyai kata­kata yang cukup untuk meyakinkan para penentangnya tentang kebesaran Tuhan. Keterbatasan Sirakh ini dapat kita lihat dalam ayat­ayat berikut ini:

Page 16: Benarkah Tuhan Adil?

14 Mispan Indarjo

Kepada orang-orangNya yang kudusTuhan tidak memberikan kemampuanuntuk menceritakan segala buatanNya yang

mengagumkan,yang telah ditentukan Tuhan alam semsta,supaya jagad raya didukung dengan

kemuliaanNya. (Sir 42:17)

Masih banyak kami katakan,tapi tidak akan sampai berakhirdan ringkasan segala perkataan ialah:“Dialah segala-galanya.”Bagaimana gerangkan kami mampu

memuliakan Dia,sebab Dia adalah yang Besar melampaui

segala buatanNya.Siapakah yang melihat Dia sehinggadapat menceritakanNya,dan siapakah dapat membesarkan Diasebagaimana Ia adanya?Banyak hal lebih hebat daripada yang tadi

masih tersembunyi,sebab cuma sedikitlah dari pekerjaanNya yang

telah kami lihat (Sir 43:27­28, 31­33)

Page 17: Benarkah Tuhan Adil?

Benarkah Tuhan Adil? 15

Kesalehan Sirakh dan krisis iman yang begitu dalam telah mewarnai doanya, yang sedikit banyak terdapat unsur keputusasaan dan ketikdakberdayaan untuk meyakinkan para penentangnya. “Bangkitkanlah murkaMu dan curahkanlah geramMu, binasakanlah lawan dan basmilah musuh.” (Sir 36:6). Teks ini sendiri merupakan pernyataan yang jelas bahwa pengarang menyadari tidak memadainya argumen untuk membela keadilan Tuhan di hadapan para penentangnya. Tegangan antara pengakuan kebaikan Tuhan di masa lampau dan sikap diamNya di hadapan fakta ketidakadilan sekarang ini begitu dirasakan oleh Sirakh. Akan tetapi ia memilih mendiamkan suara­suara penentang yang semakin keras.

Kendati Sirakh praktis sudah bisa menampilkan argumen rasional yang meyakinkan para penentangnya, ia masih berusaha mengajak setiap orang untuk tetap berbakti kepada Tuhan. Ia tetap memberikan harapan. Ia mengemukakan bahwa bahwa pembalasan Tuhan atas kebaikan manusia pasti tetap akan diberikan, kendati tidak segera dilaksanakan. “Karena segala pekerjaan orang berdosa jangan keheran­heranan, percayalah pada Tuhan dan hendaklah tekun berjerih lelah. Sebab dalam pandangan Tuhan mudah sekali dalam sekejab mata tiba­tiba membuat orang miskin menjadi kaya.” (Sir 11:21) Maka ia menganjurkan kepada setiap orang untuk tetap berbakti kepada Tuhan sampai akhir hayat. “Lakukanlah pekerjaanmu

Page 18: Benarkah Tuhan Adil?

16 Mispan Indarjo

sebelum habis waktunya, maka pada waktunya Tuhan akan memberikan upahmu.” (Sir 51:30). Ia tetap yakin bahwa orang harus “berjuang mati­matian untuk kebenaran, maka Tuhan Allah akan berperang untukmu.” (Sir 4:28).

Dalam segala hal terlihat bahwa Sirakh berjuang untuk menyajikan dasar rasional atas problem tentang keadilan Tuhan. Berbagai jawaban yang telah diulas di atas dapat disimpulkan sebagai berikut12:

Tuhan mengetahui segala sesuatunya bahkan • sebelum sesuatunya itu terjadi dan Ia melihatnya pada saat segala sesuatu sudah terjadi.

Pengalaman masa lampau membuktikan bahwa • Tuhan adil

Segala sesuatu akan dibenarkan pada waktunya•

Jawaban mutlak atas keagungan ciptaan adalah • bersujud di hadapan keagungan Illahi

Dilihat dari perspektif tujuan penciptaan, alam • semesta merupakan unsur­unsur harmonis dan mengagumkan yang saling melengkapi

Tuhan menghukum dosa dengan jalan mencip­• takan kecemasan atas orang yang bersalah

12 Ibid, hlm. 129.

Page 19: Benarkah Tuhan Adil?

17

Penutup

Tidaklah dapat dipungkiri bahwa Sirakh sampai pada titik di mana ia tidak dapat mengandalkan

argumen rasionalnya untuk membela Tuhan di hadapan para penentangNya. Pada akhirnya Sirakh capai dan masuk dalam ajakan kepada semua orang untuk memuji namaNya, untuk melihat keagungan Tuhan atas segala ciptaan. Argumen yang dikemukakan oleh Sirakh, secara rasional memang tampak tidak bisa meyakinkan para penentangnya, akan tetapi secara religius, ajakan itu merupakan bentuk dari pengahayatan iman yang tinggi. Kiranya, orang tidak akan pernah bisa menjelaskan secara rasional segala hal mengenai fakta kejahatan di dunia ini. Karena kejahatan itu sendiri merupakan

Page 20: Benarkah Tuhan Adil?

18 Mispan Indarjo

suatu misteri. Bagaimanapun juga manusia, dalam titik tertentu, tidak dapat sepenuhnya mengerti bagaimana Tuhan mengatur kosmos ini. Tuntutan manusia untuk mengerti seluruh “pikiran” dan rencana Tuhan merupakan tuntutan yang irasional. Penjelasan­penjelasan rasional pada dasarnya akan sampai pada misteri yang tidak dapat diselami.

Maka, penyadaran akan rahmat Tuhan, ke be­saran namaNya, adalah usaha kita untuk semakin menemukan Tuhan yang tersembunyi itu. Tanpa dimensi spiritualis, usaha manusia akan sia­sia belaka. Kiranya apa yang pada akhirnya disampaikan oleh Putra Sirakh pantas untuk dijadikan renungan, juga pada saat kesesakan, kesedihan yang diakibatkan oleh kejahatan, yakni “Berjuanglah mati­matian un­tuk kebenaran, maka Tuhan Allah akan berperang untukmu.” (Sir 4:28).

Page 21: Benarkah Tuhan Adil?

Benarkah Tuhan Adil? 19

Daftar Bacaan

Crenshaw, James L, Theodicy in the Old Testament, 1983, Fortress Press: Philadelphia.

Hick, John, Evil and The God of Love, 1979, Glasgow: William Collins Sons & Co Ltd

MacKenzie, RAF, Yesus bin Sirakh, 1990, Kanisius: Yogyakarta.

Nash, Ronald H, Faith and Reason, Searching for a Rational Faith, 1988, Zondervan Publishing House: Michigan.

Snaith, John G, Ecclesiasticus, 1974, Cambridge University Press: London

Van der Weiden, Wim, Seni Hidup, Sastra Kebi-jak sanaan Perjanjian Lama, 1995, Kanisius: Yogyakarta.