Download - sepsis FIX.docx
SEPSIS
Muh. Zulkifli, Nyoman Sunarka
1. Definisi
Sepsis adalah kondisi klinik yang terjadi akibat komplikasi dari infeksi
yang berat dan ditandai dengan inflamasi sitemikdan kerusakan jaringan yang
disseminate. Akan lebih baik jika menjelaskan Systemic Inflammation
Response Syndrom (SIRS) terlebih dahulu. Dengan demikian, sepsis dapat di
pahami berdasarkan berdasarkan definisi tersebut. SIRS sindrom klinik yang
terjadi akibat dari adanya disregulasi respon inflamasi terhadap agen
noninfeksius, seperti gangguan autoimun, pancreatitis, vaskulitis,
tromboembolisme, luka bakar, atau pembedahan. Dibutuhkan 2 atau lebih
gejala yang tertulis dibawah ini yang harus didapatkan pada pasien. 1
Tabel 1. Kriteria SIRS 2
Sepsis adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) yang
disebabkan oleh infeksi. Sepsis berat adalah sepsis disertai dengan disfungsi
organ, hipoperfusi atau hipotensi yang tidak terbatas hanya pada laktat
asidosis, oliguria maupun perubahan mental akut. Sedangkan syok sepsis
adalah sepsis dengan hipotensi yang ditandai dengan penurunan TDS< 90 mmHg
atau penurunan >40 mmHg dari tekanan darah awal tanpa adanya obat-obatan
yang dapat menurunkan tekanan darah.3
1
Gambar 1. Derajat Sepsis
Gambar 1. Derajat Sepsis
2. Etiologi
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram negatif dengan
presentase 60 sampai 70% kasus, yang menghasilkan berbagai produk yang
menstimulasi sel imun. Stafilokokus, pneumokokus, streptokokus dan bakteri
gram positif lain jarang menyebabkan sepsis, dengan angka kejadian sepsis 20
sampai 40 % dari keseluruhan kasus. Selain itu jamur oportunistik, virus,
(Dengue dan Herpes) atau protozoa (Falciparum malariae) dilaporkan dapat
menyebabkan sepsis walaupun jarang.4
3. Patofisiologi
Sepsis dikatakan sebagai suatu proses peradangan intravaskular yang
berat. Hal ini dikatakan berat karena sifatnya yang tidak terkontrol dan
berlangsung terus menerus dengan sendirinya, dikatakan intravaskular karena
proses ini menggambarkan penyebaran infeksi melalui pembuluh darah dan
dikatakan peradangan karena semua tanda respon sepsis adalah perluasan
dari peradangan biasa.
Ketika jaringan terinfeksi, terjadi stimulasi perlepasan mediator-
mediator inflamasi termasuk diantaranya sitokin. Sitokin terbagi dalam
proinflamasi dan antiinflamasi. Sitokin yang termasuk proinflamasi seperti
TNF, IL-1,interferon γ yang bekerja membantu sel untuk menghancurkan
mikroorganisme yang menyebabkan infeksi. Sedangkan sitokin antiinflamasi
yaitu IL-1-reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10 yang bertugas untuk
memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan.
2
Keseimbangan dari kedua respon ini bertujuan untuk melindungi dan
memperbaiki jaringan yang rusak dan terjadi proses penyembuhan. Namun
ketika keseimbangan ini hilang maka respon proinflamasi akan meluas
menjadi respon sistemik. Respon sistemik ini meliputi kerusakan endothelial,
disfungsi mikrovaskuler dan kerusakan jaringan akibat gangguan oksigenasi
dan kerusakan organ akibat gangguan sirkulasi. Sedangkan konskuensi dari
kelebihan respon antiinfalmasi adalah alergi dan immunosupressan.
Kedua proses ini dapat mengganggu satu sama lain sehingga
menciptakan kondisi ketidakharmonisan imunologi yang merusak.
Gambar 2. Ketidakseimbangan homeostasis pada Sepsis
Penyebab tersering sepsis adalah bakteri terutama gram negatif. Ketika
bakteri gram negatif menginfeksi suatu jaringan, dia akan
mengeluarkan endotoksin dengan lipopolisakarida (LPS) yang secara
langsung dapat mengikat antibodi dalam serum darah penderita sehingga
membentuk lipo-polisakarida antibody (LPSab). LPSab yang beredar didalam
darah akan bereaksi dengan perantara reseptor CD 14+ dan akan
bereaksi dengan makrofag dan mengekspresikan imunomodulator.4
Jika penyebabnya adalah bakteri gram positif, virus atau parasit. Mereka
dapat berperan sebagai superantigen setelah difagosit oleh monosit
atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing cell yang
3
kemudian ditampilkan sebagai APC (Antigen Presenting Cell). Antigen
ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari MHC (Major
Histocompatibility Complex). Antigen yang bermuatan MHC akan berikatan
dengan CD 4+ (Limfosit Th1 dan Limfosit Th2) dengan perantara T-cell
Reseptor.4
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka
limfosit T akan mengeluarkan substansi dari Th1 dan Th2. Th1 yang berfungsi
sebagai immodulator akan mengeluarkan IFN-γ, IL2 dan M-CSF
(Macrophage Colony Stimulating Factor), sedangkan Th2 akan
mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, IFN-g, IFN 1β dan TNF α yang
merupakan sitokin proinflamantori. IL-1β yang merupakan sebagai imuno
regulator utama juga memiliki efek pada sel endothelial termasuk
didalamnya terjadi pembentukkan prostaglandin E2 (PG-E2) dan
merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang
menyebabkan neutrofil tersensitisasi oleh GM-CSF mudah mengadakan
adhesi.4 Neutrofil yang beradhesi akan mengeluarkan lisosim yang
menyebabkan dinding endotel lisis sehingga endotel akan terbuka
dan menyebabkan kebocoran kapiler. Neutrofil juga membawa superoksidan
yang termasuk kedalam radikal bebas (nitrat oksida) sehingga
mempengaruhi oksigenisasi pada mitokondria sehingga endotel menjadi
nekrosis dan terjadilah kerusakan endotel pembuluh darah. Adanya
kerusakan endotel pembuluh darah menyebabkan gangguan vaskuler
dan hipoperfusi jaringan sehingga terjadi kerusakan organ multipel.4
Hipoksia sendiri merangsang sel epitel untuk melepaskan TNF-α,
IL-8, IL-6 menimbulkan respon fase akut dan permeabilitas epitel. Setelah
terjadi reperfusi pada jaringan iskemik, terbentuklah ROS (Spesifik
Oksigen Reaktif) sebagai hasil metabolisme xantin dan hipoxantin oleh
xantin oksidase, dan hasil metabolisme asam amino yang turut menyebabkan
kerusakan jaringan. ROS penting artinya bagi kesehatan dan fungsi tubuh
yang normal dalam memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan
4
mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah, Namun bila dihasilkan
melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dia akan
menyerang isi sel itu sendiri sehingga menambah kerusakan jaringan dan
bisa menjadi disfungsi organ multipel yang meliputi disfungsi neurologi,
kardiovaskuler, respirasi, hati, ginjal dan hematologi.4
Gambar 3. Patogenesis Sepsis5
Sepsis akan mengaktifkan Tissue Factor yang memproduksi
trombin yang merupakan suatu substansi proinflamasi. Trombin akhirnya
menghasilkan suatu gumpalan fibrin di dalam mikrovaskular. Sepsis selain
mengaktifkan tissue factor, dia juga menggangu proses fibrinolisis melalui
pengaktifan IL-1 dan TNFα dan memproduksi suatu plasminogen
activator inhibitor-1 yang kuat mengahambat fibrinolisis. Sitokin
proinflamasi juga mengaktifkan activated protein C (APC) dan antitrombin.
Protein C sebenarnya bersirkulasi sebagai zimogen yang inaktif tetapi
karena adanya thrombin dan trombomodulin, dia berubah menjadi
5
enzyme-activated protein C. Sedangkan APC dan kofaktor protein S mematikan
produksi trombin dengan menghancurkan kaskade faktor Va dan VIIIa sehingga
tidak terjadi suatu koagulasi. APC juga menghambat kerja plasminogen
activator inhibitor-1 yang menghambat pembentukkan plasminogen menjadi
plasmin yang sangat penting dalam mengubah fibrinogen menjadi fibrin.
Semua proses ini menyebabkan kelainan faktor koagulasi yang
bermanisfestasi perdarahan yang dikenal dengan koagulasi intravaskular
diseminata yang merupakan salah satu kegawatan dari sepsis yang mengancam
jiwa.
4. Gejala Klinik
Umumnya klinis pada sepsis tidak spesifik, biasanya hanya
didahului oleh tanda- tanda non spesifik seperti demam, menggigil dan
gejala konstitutif seperti lelah, malaise, gelisah dan tampak kebingungan.
Tempat infeksi yang paling sering adalah paru-paru, traktus digestifus,
traktus urinarius, kulit, jaringan lunak dan sistem saraf pusat. Gejala
sepsis tersebut akan semakin berat pada pendeita usia lanjut, penderita
diabetes, kanker, gagal organ utama yang sering diikuti dengan syok.
5. Diagnosis
Dalam mendiagnosis sepsis, diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan menyeluruh.
6
Tabel 2. Sepsis Menurut Society Of Critical Care Medicine
Sedangkan disebut sepsis berat jika sepsis dengan satu atau lebih
disfungsi organ, contohnya:8
1. Kardiovaskular
Tekanan darah sistolik arteri ≤ 90 mmHg atau Mean Arterial Pressure
(MAP) ≤ 70 mmHg yang respon pada cairan intravena.
2. Ginjal
Urine output < 0,5 cc/ kg BB/ jam selama 1 jam meskipun sudah resusitasi
cairan adekuat.
3. Respirasi
PaOa/FIO2 ≤ 250, atau jika hanya paru – paru disfungsi ≤ 200
4. Hematologi
Jumlah platelet < 80.000/ µL atau menurun 50 % dari nilai tertinggi pada 3
hari sebelumnya.
5. Asidosis metabolik yang tidak terjelaskan
7
pH ≤ 7,3 atau base deficit ≥ 5,0 mEq/L dan kadar laktat plasma > 1,5 kali
di atas batas atau nilai normal
6. Resusitasi cairan adekuat
Tekanan arteri paru ≥ 12 mmHg atau tekanan vena sentral ≥ 8 mmHg.
Sedangkan disebut syok septik apabila sepsis dengan hipotensi
(tekanan darah arteri < 90 mmHg sistolik, atau 40 mmHg kurang dari
tekanan darah normal) selama paling sedikit 1 jam meskipun resusitasi
cairan adekuat; atau membutuhkan vasopresor untuk menjaga tekanan
darah sistolik ≥ 90 mmHg atau MAP ≥ 70 mmHg.8
6. Penatalaksanaan
Tiga prioritas utama dalam terapi sepsis, yaitu :
A. Stabilisasi Pasien Langsung
Masalah mendesak yang dihadapi pasien dengan sepsis berat adalah
pemulihan abnormalitas yang membahayakan jiwa (ABC :airway, breathing,
circulation). Pemberian resusitasi awal sangat penting pada penderita sepsis,
dapat diberikan kristaloid atau koloid untuk mempertahankan stabilitas
hemodinamik. Perubahan status mental atau penurunan tingkat kesadaran
akibat sepsis memerlukan perlindungan langsung terhadap jalan nafas pasien.
Intubasi diperlukan juga untuk memberikan kadar oksigen lebih tinggi.
Ventilasi mekanis dapat membantu menurunkan konsumsi oksigen oleh otot
pernafasan dan peningkatan ketersediaan oksigen untuk jaringan lain.
Peredaran darah terancam, dan penurunan bermakna pada tekanan darah
memerlukan terapi empirik gabungan yang agresif dengan cairan (ditambah
kristaloid atau koloid) dan inotrop / vasopresor (dopamin, dobutamin,
fenilefrin, epinefrin atau norepinefrin). Pada sepsis berat diperlukan
pemantauan peredaran darah. CVP 8 – 12 mmHg; Mean arterial pressure ≥ 65
8
mmHg; urine output ≥ 0.5 ml/kg/jam; Central venous (superior vena cava)
oxygen saturation ≥ 70% atau mixed venous ≥ 65%.10
Pasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU. Tanda vita
pasien (tekanan darah, denyut jantung, laju nafas, dan suhu badan) harus
dipantau. Frekuensinya tergantung pada berat sepsis. Pertahankan curah
jantung dan ventilasi yang memadai dengan obat. Pertimbangkan dialisis
untuk membantu fungsi ginjal. Pertahankan tekanan darah arteri pada pasien
hipotensif dengan obat vasoaktif, misal dopamin, dobutamin atau
norepinefrin.10
B. Pemberian Antibiotik yang Adekuat
Agen antimikrobial tertentu dapat memperburuk keadaan pasien.
Diyakini bahwa antimikrobial tertentu menyebabkan pelepasan lebih banyak
LPS sehingga menimbulkan lebih banyak masalah bagi pasien. Antimikrobial
yang tidak menyebabkan pasien memburuk adalah : karbapenem, seftriakson,
sefepim, glikopeptida, aminoglikosida dan quinolon.10
Perlu segera diberikan terapi empirik dengan antimikrobial, artinya
bahwa diberikan antibiotika sebelum hasil kultur dan sensitivitas tes terhadap
kuman didapatkan. Pemberian antimikrobial secara dini diketahui menurunkan
perkembangan syok dan angka mortalitas. Setelah hasil kultus dan sensitivitas
didapatkan maka terapi empirik diubah menjadi terapi rasional sesuai dengan
hasil kultur dan sensitivitas, pengobatan tersebut akan mengurangi jumlah
antibiotika yang diberikan sebelumnya (dieskalasi). Diperlukan regimen
antimikrobial dengan spektrum aktivitas luas sesuai dengan hasil kultur. Hal
ini karena terapi antimikrobial hampir selalu diberikan sebelum organisme
yang menyebabkan sepsis diidentifikasi.10
Obat yang digunakan tergantung sumber sepsis.
Untuk pneumonia dapatn komunitas biasanya digunakan 2 regimen obat.
Biasanya sefalosporin generasi ketiga (seftriakson) atau keempat (sefepim)
diberikan dengan aminoglikosida (biasanya gentamisin).
Pneumonia nosokomial : sefipim atau iminem – silastatin dan aminoglikosida.
9
Infeksi abdomen : imipenem – silastatin atau pipersilin – tazobaktam dan
aminoglikosida.
Infeksi abdomen nosokomial : imipenem – silastatin dan aminoglikosida atau
pipersilin – tazobaktam dan amfoterisin B.
Kulit / jaringan lunak : vankomisin dan imipenem – silastatin atau pipersilin –
tazobaktam.
Kulit / jaringan lunak nosokomial : vankomisin dan sefipim.
Infeksi traktus urinaris : siprofloksasin dan aminoglikosida.
Infeksi traktus urinaris nosokomial : vankomisin dan sefipim.
Infeksi CNS : vankomisin dan sefalosporin generasi ketiga atau meropenem.
Infeksi CNS nosokomial : meropenem dan vankomisin.
Regimen obat tunggal biasanya hanya diindikasikan bila organisme
penyebab sepsis telah diidentifikasi dan uji sensitivitas antibiotik
menunjukkan macan antimikrobial yang terhadapnya organisme memiliki
sensitivitas.10
C. Fokus infeksi awal harus dieliminasi
Hilangkan benda asing. Salurkan eksudat purulen, khususnya untuk
infeksi anaerobik. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau potong
jaringan yang gangren.10
D. Pemberian nutrisi yang adekuat
Pemberian nutrisi merupakan terapi tambahan yang sangat penting
berupa makro dan mikronutrient. Makronutrient terdiri dari omega 3 dan
golongan nukleotida yaitu glutamin, sedangkan mikronutrient berupa vitamin
dan trace element.10
E. Terapi suportif
Eli Lily dan Company mengumumkan bahwa hasil uji klinis phase III
menunjukkan drotrecogin alfa (protein C teraktifkan rekombinan, Zovant)
menurunkan resiko relatif kematian akibat sepsis dengan disfungsi organ akut
10
terkait (dikenal dengan sepsis berat) sebesar 19,4 persen. Zovant merupakan
antikoagulan
7. Prognosis
Setidaknya 20-35% pasien dengan sepsis berat dan 40 sampai 60% dari
pasien dengan syok septik meninggal dalam waktu 30 hari. Kematian lainnya
dalam 6 bulan berikutnya. Kematian pada akhirnya sering disebabkan infeksi
yang kurang dikendalikan, komplikasi dari perawatan intensif, kegagalan dari
beberapa organ, atau penyakit yang mendasari pasien. 9
Sistem stratifikasi prognosis seperti APACHE II menunjukkan bahwa
faktor dalam usia pasien, kondisi yang mendasari, dan berbagai variabel
fisiologis dapat menghasilkan perkiraan resiko kematian dari sepsis berat. Dari
kovariat individu, tingkat keparahan dari penyakit yang mendasari paling kuat
mempengaruhi risiko kematian. Syok septik juga prediktor mortalitas jangka
pendek dan jangka panjang yang kuat.9
DAFTAR PUSTAKA
1. Agilli M., dkk., A new marker for the diagnosis of sepsis: Presepsin. J Investig Biochem. 2012; 1(1):55-57
2. Sepsis. Available from : http://www.chestnet.org/accp/pccsu/sepsis-definitions-epidemiology-etiology-and-pathogenesis?page=0,3. Diunduh pada tanggal 20 April 2014.
11
3. PAPDI, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.
4. A.Guntur.H. Sepsis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III . Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbit IPD FK UI. 2007;1840-43.
5. Sepsis. Available from : http://www.atsu.edu/faculty/chamberlain/Website/lectures/lecture/sepsis.htm. diunduh pada tanggal 20 April 2014.
6. Sepsis. Available from : http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/Infectious-disease/sepsis/. Diunduh pada tanggal 20 April 2014
7. Sepsis. Available from : http://www.chestnet.org/accp/pccsu/sepsis-definitions- epidemiology-etiology-and-pathogenesis?page=0,3. Diunduh pada tanggal 20 April 2014.
8. Nasronuddin. Imunopatogenesis sepsis. In nasrunoddi et al, eds. 2nd. Airlangga University Press 2011: P. 320-25
9. Destarac LA, Ely EW. Sepsis In Older Patients: An emerging concern In Critical Care. Advanced In Sepsis. 2012; Vol 2 No. 3 : p. 15-22.
10. Leksana, Ery. SIRS, Sepsis, Keseimbangan Asam-Basa, Syok dan Terapi cairan. Bagian Anestesi dan Terapi Intensif RSUP.dr.Kariadi. Semarang: Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro,2006.
11.
12