PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN BIG FIVE DAN
SELF-CONTROL TERHADAP AGRESIVITAS
SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA
TANGERANG
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar
Sarjana Psikologi (S.Psi)
Disusun oleh:
Al- ahmatillah
NIM: 106070002189
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2011
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
“Allah SWT Mengikuti Prasangka Hambanya”
“Kehidupan ini ibarat jalan satu arah, seberapa bannyakpun perubahan rute yang anda
tempuh, tidak satupun membawa anda kembali. Begitu anda mengetahui dan menerima hal
itu, kehidupan akan tampak jauh lebih sederhana.”
(Isabel Moore)
“Jika semua yang kita inginkan harus kita miliki, lantas darimana kita bisa belajar ikhlas?
Jika semua yang kita mau harus terpenuhi, lantas darimana kita bisa belajar sabar? Jika doa
kita langsung dikabulkan, bagaimana kita memaksimalkan kemampuan yang diberikan pada
kita? Jika kehidupan kita selalu bahagia, darimana kita dapat mengenal Allah dekat?
Yakinlah bahwa segala kektentuan-Nya adalah yang TERBAIK untuk kita..”
PERSEMBAHAN:
Skripsi ini aku persembahkan untuk
Ayah, Ibu, Kekasih dan Sahabatku.
v
ABSTRAK
(A). Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(B). Juni 2011
(C). Al-Jum’atu Rahmatillah
(D). Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five dan Self-Control Terhadap Agresivitas Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tangerang
(E). 110 hal, 38 tabel, 10 gambar, lampiran
(F). Agresivitas dapat dilakukan oleh siapa saja. Bahkan pegawai pemerintah penegak hukum (seperti Satpol PP) berkecenderungan melakukan perilaku agresif. Hal ini terlihat dari beberapa pemberitaan tentang Satpol PP yang kerap kali berlaku anarkis. Perilaku tersebut tidak seharusnya dilakukan oleh Satpol PP, karena tugas utama Satpol PP yaitu melindungi dan mengayomi masyarakat. Namun mengapa agresivitas masih sering terjadi. Faktor yang mungkin menjadi penyebabnya adalah kepribadian masing-masing individu. Dimana individu yang memiliki kepribadian agresif akan lebih mudah memunculkannya dalam banyak situasi dibanding individu yang memiliki sifat agresif yang rendah. Salah satu tipe kepribadian adalah big five personality, yaitu suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yaitu neuoriticism, extraversion, openness to experiences, agreeableness, conscientiousneess. Selain itu, self control juga dapat mempengaruhi agresivitas seseorang. Self-control adalah kemampuan dalam mengatur tingkah laku, mengatur kognisi, dan membuat keputusan. Jika self control tinggi, maka kemungkinan individu itu mampu dalam mengendalikan emosi dan mampu menciptakan pola tingkah laku yang positif bagi lingkungannya juga dirinya, dan sebaliknya. Faktor usia, etnis juga dapat mempengaruhi munculnya agresivitas.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh trait big five, dimensi self control, usia, etnis terhadap agresivitas satpol pp Kota Tangerang. Penelitian kuantitatif ini melibatkan 168 anggota satpol pp yang bertugas di Kota Tangerang. Instrument pengumpulan data dengan menggunakan skala Likert. Alat ukur agresivitas diadaptasi dari skala agresivitas oleh Buss dan Perry (1992), alat ukur big five didapat dengan menggunakan skala baku Costa & McCrae (1997), alat ukur self control dikembangkan berdasarkan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Averill (1973). Analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik Multiple Regression Analysis. Secara umum tipe kepribadian big five, self control memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas satpol pp Kota Tangerang. Berdasarkan koefisien regresi menunjukkan ada enam variabel yang signifikan berpengaruh terhadap agresivitas yaitu neuroticism, agreeableness, conscientiousneess, cognitif control, decisional control, dan etnis. Selanjutnya berdasarkan proporsi varian dari masing-masing IV menunjukkan tujuh variabel yang signifikan pengaruhnya terhadap agresivitas, yaitu extraversion sebesar 19,2 %, agreeableness sebesar 3,7 %, conscientiousneess sebesar 15,8 %, cognitif control sebesar vi
vi
8,1 %, decisional control sebesar 2,7 %, etnis sebesar 26,1 %. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan meneliti variabel lain selain yang ada dalam penelitian ini. Kemudian juga perlu mengkaji variabel lain diluar penelitian ini yang mempengaruhi agresivitas. Untuk satpol pp, agar dapat meningkatkan self control dalam dirinya dengan berbagai pelatihan seperti pelatihan peningkatan diri dan meminimalisir dalam merekruit anggota dengan kepribadian extraversion.
(G). Bahan Bacaan: 28 Buku, 2 Bulletin, 4 Jurnal, 3 Tesis, 1 Skripsi, 10 Web
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
segala rahmat dan karunia yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five dan Self Control
terhadap Agresivitas Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tangerang.” Shalawat serta
salam semoga selalu tercurahkan kepada Rosul tauladan, Nabi Muhammad SAW, kepada
keluarga, sahabat, dan seluruh umat yang senantiasa mencintainya.
Penulisan laporan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Selama pengerjaan skripsi ini, penulis dihadapkan dengan beragam
cobaan, kesulitan, rintangan, dan penuh perjuangan serta kesabaran yang telah memberikan
banyak pelajaran hidup yang berarti bagi penulis. Penulis menyadari tidaklah mudah untuk
menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan, bimbingan, masukan, dorongan dan do’a dari
berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi. Untuk itu dengan
segala ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Jahja Umar, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
telah memberikan arahan dan nasehat-nasehatnya.
2. Dra. Hj. Fadhilah Suralaga, M.Si, selaku Pembantu Dekan bagian Akademik, yang telah
memberikan semangat dan masukan guna menyelesaikan skripsi ini.
3. Bambang Suryadi, Ph.D sebagai dosen penguji I, Ikhwan Luthfi, M.Psi sebagai dosen
pembimbing I dan penguji II, atas motivasi, arahan, bimbingan dan masukan yang sangat
membangun. Bapak Gazi Saloom, M.Si sebagai pembimbing II, yang dengan sabar dan
kebesaran hati dalam membimbing penulis. Terima kasih telah meluangkan waktu Bapak
berdua untuk penulis agar dapat mewujudkan skripsi ini.
4. H. Alwani sebagai Kepala Bagian Perencanaan Operasi di Kantor Satpol PP Kota
Tangerang dan para Stafnya yang telah memberikan informasi dan data yang dibutuhkan
oleh penulis serta kesediaan waktunya untuk mendampingi penulis dalam menyebarkan
kuesioner.
5. Ibunda dan Ayahanda tercinta, terimakasih atas doa yang tak henti-hentinya di panjatkan
untuk penulis agar dapat menjadi yang terbaik. Terimakasih atas motivasi, nasehat dan
dukungan materil, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Mas To dan Mas
viii
Pan, kakakku tersayang, terimakasih atas dukungan dan bantuannya selama pembuatan
skripsi.
6. Teman-teman Kelompok Pencinta Alam (KPA) Arkadia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan inspirasi, pengalaman yang berharga dan berbagai cerita seru yang
unik dan lucu. Kebersamaan seperti awan yang berarak. Setiyawan, kekasihku tercinta,
terimakasih atas motivasi dan dukungan yang selalu diberikan agar dapat menyelesaikan
skripsi ini. Terimakasih juga atas kebersamaan yang takkan pernah dilupakan.
7. Sahabatku, Rikha, Ana, terimakasih atas dukungan, motivasi dan tumpangannya selama
ini. Tanpamu skripsi ini tidak akan selesai dengan cepat. Mas Zaman, Zulfa, Baiti, Erlinda,
ka Ega, Eja, Nur’aini, Kartika, Qiki terimakasih untuk motivasi, dan dukungannya.
8. Adiyo, ka Via, terimakasih telah banyak membantu penulis dalam menganalisa data.
Teman-teman Psikologi UIN Jakarta khususnya kelas A angkatan 2006 dan seluruh pihak
yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terimakasih telah memberikan semangat
dan dukungannya kepada penulis.
Hanya doa dan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya yang dapat penulis
sampaikan kepada semua pihak yang turut membantu ataupun terlibat dalam penelitian dan
penyusunan skripsi ini. Tidak ada manusia yang sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak guna perbaikan untuk masa yang akan
datang. Akhir kata semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 10 Juni 2011
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Lembar Pengesahan Pembimbing......................................................................................... i
Lembar Pengesahan ............................................................................................................ ii
Lembar Pernyataan Orisinalitas............................................................................................ iii
Motto dan Persembahan ....................................................................................................... iv
Abstrak ................................................................................................................................ v
Kata Pengantarv ................................................................................................................... ii
Daftar Isi .............................................................................................................................. ix
Daftar Tabel ......................................................................................................................... xii
Daftar Gambar ..................................................................................................................... xiv
BAB I Pendahuluan ........................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah ...................................................... 9
1.2.1 Perumusan Masalah ..................................................................................... 9
1.2.2 Pembatasan Masalah ................................................................................... 10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................................. 11
1.3.1 Tujuan ......................................................................................................... 11
1.3.2 Manfaat ....................................................................................................... 11
1.4 Sistematika Penulisan............................................................................................ 12
BAB II Landasan Teori ..................................................................................................... 13
2.1 Agresivitas ............................................................................................................ 13
2.1.1 Pengertian Agresivitas ................................................................................. 13
2.1.2 Teori Agresi ................................................................................................ 14
2.1.3 Bentuk-bentuk Agresivitas .......................................................................... 19
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Agresivitas ............................................ 22
2.2 Kepribadian Big Five ............................................................................................ 25
2.2.1 Pengertian Kepribadian Big Five ................................................................. 25
2.2.2 Trait-trait dalam Big Five Personality.......................................................... 26
x
2.3 Self Control ........................................................................................................... 33
2.3.1 Pengertian Self Control................................................................................ 33
2.3.2 Aspek-aspek Self Control ............................................................................ 35
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri .......................................... 37
2.4 Kerangka Berfikir ................................................................................................. 38
2.5 Hipotesis Penelitian............................................................................................... 44
BAB III Metode Penelitian ................................................................................................ 46
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel .............................................. 46
3.1.1 Populasi ...................................................................................................... 46
3.1.2 Sampel Penelitian ........................................................................................ 46
3.2 Variabel Penelitian ................................................................................................ 47
3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian ............................................................... 48
3.4 Instrumen Pengumpulan Data ............................................................................... 49
3.5 Uji Validitas .......................................................................................................... 54
3.5.1 Variabel Konstruk Agresivitas ..................................................................... 56
3.5.2 Validitas Konstruk Kepribadian Big Five .................................................... 58
3.5.3 Validitas Konstruk Self Control ................................................................... 69
3.6 Prosedur Penelitian ............................................................................................... 75
3.7 Metode Analisis Data ............................................................................................ 75
BAB IV Hasil Penelitian .................................................................................................... 79
4.1 Gambaran Umum Responden ................................................................................ 79
4.1.1 Responden Berdasarkan Usia ...................................................................... 79
4.1.2 Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............................................... 80
4.1.3 Responden Berdasarkan Etnis...................................................................... 81
4.1.4 Responden Berdasarkan Masa Kerja ............................................................ 81
4.2 Analisis Deskriptif ................................................................................................ 82
4.2.1 Kategori Tipe Kepribadian .......................................................................... 82
4.2.2 Kategori Self Control................................................................................... 83
4.2.3 Kategori Agresivitas .................................................................................... 85
4.3 Uji Hipotesis ......................................................................................................... 86
xi
4.3.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian ............................................................ 86
4.3.2 Proporsi Varian untuk Masing-masing Independen Variabel ....................... 93
BAB V Kesimpulan, Diskusi, dan Saran ........................................................................... 98
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 98
5.2 Diskusi .................................................................................................................. 99
5.3 Saran ..................................................................................................................... 105
5.3.1 Saran Teoritis .............................................................................................. 105
5.3.2 Saran Praktis ............................................................................................... 106
Daftar Pustaka ................................................................................................................... 107
Lampiran ........................................................................................................................... xii
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blue Print Skala Agresivitas
Tabel 3.2 Blue Print Skala Big Five
Tabel 3.3 Blue Print Skala Self Control
Tabel 3.4 Item Valid Agresivitas
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Neuroticism
Tabel 3.6 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari Item Neuroticism
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Extraversion
Tabel 3.8 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari Item Extraversion
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Openness
Tabel 3.10 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari Item Openness
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Agreeableness
Tabel 3.12 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari Item Agreeableness
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Conscientiousness
Tabel 3.14 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari Item Conscientiousness
Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Behavior Control
Tabel 3.16 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari Item Behavior Control
Tabel 3.17 Muatan Faktor Item Cognitve Control
Tabel 3.18 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari Item Cognitive Control
Tabel 3.19 Muatan Faktor Item Decisional Control
Tabel 3.20 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari Item Decisional Control
Tabel 4.1 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Usia
Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir xiii
xiii
Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Etnis
Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Masa Kerja
Tabel 4.5 Kategori Tipe Kepribadian Satpol PP
Tabel 4.6 Kategori Self Control
Tabel 4.7 Self Control
Tabel 4.8 Kategori Agresivitas
Tabel 4.9 Anova
Tabel 4.10 Model Summary
Tabel 4.11 Koefisien Regresi
Tabel 4.12 Variabel Etnis
Tabel 4.13 Model Summary
Tabel 4.14 Uji Beda Variabel Etnis
Tabel 4.15 Uji Beda Big Five
Table 4.16 Perhitungan Proporsi Varian Agresivitas xiv
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Episodik dari GAAM
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berfikir
Gambar 3.1 Analisis Faktor Konfirmatori dari Agresivitas
Gambar 3.2 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Neuroticism
Gambar 3.3 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Extraversion
Gambar 3.4 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Openness
Gambar 3.5 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Agreeableness
Gambar 3.6 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Conscientiousness
Gambar 3.7 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Behavior Control
Gambar 3.8 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Cognitive Control
Gambar 3.9 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Decisional Control
Gambar 4.1 Bagan Proporsi Varian
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini meliputi latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
1. 1. Latar Belakang Masalah
Agresivitas bukanlah masalah yang sederhana, bukan juga masalah yang baru karena
agresi merupakan tema yang kompleks dan mempunyai sejarah panjang. Kekerasan
yang meningkat baik pada skala nasional maupun internasional, telah menarik kaum
professional dan masyarakat ramai untuk mengajukan pertanyaan umum mengenai
sifat dan penyebab agresi. Tercatat (dalam http://www.who.int), lebih dari 1,6 juta
orang diseluruh dunia dengan rentang usia 15-44 tahun meninggal akibat kekerasan,
setiap tahunnya. Di Indonesia, peningkatan perilaku agresif dapat terlihat dibeberapa
kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan beberapa kota besar lainnya.
Aksi kekerasan ini dapat dilakukan oleh siapa saja. Bukan hanya masyarakat sipil
biasa, bahkan pegawai pemerintah penegak hukum (seperti Satpol PP) sekalipun
berkecenderungan melakukan perilaku agresif. Hal ini terlihat dari beberapa
pemberitaan tentang Satpol PP yang kerap kali berlaku anarkis pada saat menjalankan
tugasnya. Menurut data Institute for Ecosoc Rights (solocybercity.com), pada tahun
2006 terjadi 146 kasus penggusuran yang dilakukan oleh satpol pp dengan korban
2
42.498 warga. Pada tahun 2007 terjadi 99 penggusuran dengan 45.345 korban.
Hingga Februari 2008 terjadi 17 penggusuran dengan 5.704 korban. Tahun 2009,
Kontras mencatat kekerasan yang dilakukan Satpol PP sebanyak 9 kasus dengan
obyek penggusuran rumah 620 unit dan korban luka 2 orang. Dalam tindakan
penggusuran PKL, terjadi 11 kali. Sekitar 62 unit kios yang menjadi sasaran dan 11
orang luka-luka (www.solocybercity.com).
bentrok terjadi antara Satpol PP, TNI dan warga sipil menyebabkan 134 korban luka-
luka dan 2 orang tewas (http://rumahabi.info), belum lagi pemberitaan PKL
(Pedagang Kaki Lima) yang merugi hingga Rp 5 Juta dikarenakan ulah Satpol PP
yang mengambil paksa barang dagangannya dalam penggusuran PKL di Kawasan
Stadiun Teladan Medan, Sumatra Utara (http://www.waspada.co.id). Kemudian,
sebanyak lima warga Cina Benteng melaporkan oknum Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP) Kota Tangerang yang melakukan pengeroyokan saat penggusuran yang
terjadi senin 12 April 2010 (www.tempointeraktif.com).
Ditambah lagi dengan pemberitaan pencabulan remaja yang dilakukan Satpol PP di
kawasan Monas pada bulan Juli 2010 (http://rumahabi.info/satpol-pp-cabuli-gadis-di-
bawah-umur.html). Pemberitaan tertangkapnya oknum Satpol PP yang sedang
menghisap ganja di sebuah warung kopi Dusun Brenggolo, Desa Dawuhan,
Kecamatan Plosoklaten, Kabupaten Kediri pada bulan Juli 2010
(http://news.okezone.com). Berita adanya anggota Satpol PP yang membuat
3
keributan dengan salah satu satpam kantor Pikiran Rakyat pada malam tahun baru di
Bandung, Jawa Barat (http://bandung.detik.com) menambah panjang catatan buruk
Satpol PP.
Perilaku negatif diatas tidak seharusnya dilakukan oleh Satpol PP. Tentunya bukan
secara intitusional Satpol PP bersalah, tetapi keberadaan personil yang melakukan
tindakan kriminal tersebut mau tidak mau telah mencemarkan nama baik institusi.
Karena tugas utama Satpol PP yang adalah melindungi dan mengayomi masyarakat.
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) merupakan perangkat daerah yang bertugas
dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan peraturan
daerah. Organisasi dan tata kerja Satuan Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan
peraturan daerah (id.wikipedia.org/wiki/ Polisi_Pamong_Praja). Menurut Peraturan
Pemerintah RI no.32 tahun 2004, Satpol PP dapat berkedudukan di daerah Provinsi
dan daerah Kabupaten/Kota. Standar pelayanan Satpol PP meliputi: pelaksanaan
ketentraman, pelaksanaan ketertiban, pelaksanaan penyidikan, pelaksanaan
penindakan, pengawasan pelaksanaan perda, pelaksanaan operasi pembongkaran,
penghentian dan penutupan.
Karena itu, menjadi aneh bila Satpol PP yang sudah memiliki peraturan tetap namun
masih terjadi tindakan agesif. Hal ini memunculkan pertanyaan, faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi agresivitas Satpol PP?
4
Setidaknya terdapat beberapa faktor munculnya agresivitas, antara lain faktor internal
dan eksternal. Faktor internal yaitu : frustasi, deindividualisasi, stress, hormon,
gender, dan kepribadian (personality). Faktor eksternal yaitu : kekuasaan dan
kepatuhan, efek senjata, provokasi, alkohol dan obat-obatan, suhu udara, polusi
udara, media, dan budaya (Luthfi, 2009).
Penelitian-penelitian tentang perilaku agresif yang terkait dengan kepribadian telah
banyak dilakukan, diantaranya adalah penelitian Glass (dalam Baron & Byrne, 2005)
menyimpulkan bahwa faktor kepribadian berperan penting dalam perilaku agresif.
Menurut Glass, kecenderungan seseorang untuk berperilaku agresif dapat dilihat dari
kepribadiannya. Individu yang memilki kepribadian tipe A cenderung lebih agresif
dalam banyak situasi daripada individu dengan kepribadian tipe B.
Penelitian lain dilakukan Furnham dan Saipe (1993; dalam Tremblay, 2002)
mengenai hubungan antara agresi pengemudi dengan tiga model faktor (three factor
model) dari Eysenck (1990; dalam Trembley, 2002), menyimpulkan bahwa perilaku
agresif berkorelasi positif dengan tipe Extraversion dan Neuroticism dalam tiga
model faktor kepribadian dari Eysenck. Penelitian yang dilakukan oleh Juan J.
Bartemi (2005) mengenai agresivitas dan kepribadian big five yang dihubungkan
dengan prestasi belajar siswa, menyimpulkan bahwa adanya hubungan yang
signifikan antara agresivitas dan kepribadian big five dengan prestasi belajar pada
siswa tingkat delapan (setara dengan SMP).
5
Kepribadian itu sendiri didefinisikan sebagai sebuah organisasi dinamis di dalam
sistem psikis dan fisik individu yang menentukan karakteristik perilaku dan
pikirannya (Allport, 1937; dalam Ghufron, 2010). Kepribadian seseorang
mempengaruhi cara individu dalam beraksi, berpikir, merasa, berinteraksi, dan
beradaptasi dengan orang lain, termasuk dalam bentuk perilaku agresif (Larsen &
Buss, 2005). Mischel (1968; dalam Friedman, 2008) menyimpulkan bahwa
kepribadian itu terdiri dari struktur, antara lain adalah trait dan tipe (type). Trait
adalah konsistensi respon individu dalam situasi yang berbeda-beda. Sedangkan tipe
adalah pengelompokan bermacam-macam trait. Dibandingkan dengan konsep trait,
tipe memiliki tingkat regularity dan generality yang lebih besar dibandingkan trait.
Faktor kepribadian adalah faktor manusia yang dianggap cukup berperan dalam
perilaku agresif, karena kepribadian merupakan salah satu variabel person yang dapat
menyebabkan terjadinya perilaku agresif. Kepribadian dapat mempengaruhi kognisi
dengan membuat konsep agresi lebih mudah diakses di dalam memori. Di dalam
memori tersebut, jaringan asosiatif menghubungkan pikiran, agresi, emosi dan
kecenderungan untuk bertingkah laku (Anderson & Bushman, 2002). Dengan
demikian individu yang memiliki sifat agresif hanya akan membutuhkan sedikit
energi untuk mengaktifkan konsep-konsep agresi, sehingga konsep-konsep agresi
tersebut menjadi semakin mudah untuk diakses dan lebih siap untuk teraktivasi pada
situasi lain, yang dapat membimbing tingkah laku di masa yang akan datang.
Kepribadian juga dapat mengaktivasi konsep-konsep yang berhubungan dengan
6
agresi di dalam memori yang dapat mempengaruhi cognition, affect, dan arrousal
yang dapat mempengaruhi hasil akhir tingkah laku. Moyer (dalam Luthfi, 2009)
beranggapan bahwa agresivitas merupakan suatu proses yang ada didalam otak dan
saraf pusat. Orang-orang yang memiliki kecenderungan agresivitas tinggi memiliki
struktur dan komponen otak yang berbeda dengan orang yang agresivitasnya rendah.
Dalam Anderson & Bushman (2002), Bushman menyatakan bahwa terdapat
perbedaan individual dalam merespon stimulasi agresif dan ambigu yang disebabkan
karena adanya perbedaan individu dalam struktur memorinya. Menurut Bushman, hal
ini disebabkan karena individu yang memiliki sifat agresi yang tinggi memiliki
jaringan asosiatif kognitif tentang agresi yang lebih banyak dan lebih berkembang
daripada individu yang memiliki sifat agresif rendah. Perbedaan jaringan asosiatif ini
menyebabkan individu dengan sifat agresif yang lebih tinggi lebih cepat mengakses
konsep-konsep agresi, yang dapat dengan mudah teraktivasi dengan hanya adanya
sedikit situasi yang tidak menyenangkan. Selain itu juga, individu dengan sifat agresi
tinggi dapat menginterpretasi hal-hal yang ambigu menjadi terasosiasi dengan konsep
agresi dibandingkan dengan individu yang memiliki sifat agresif rendah. Maksudnya
adalah individu dengan sifat agresif tinggi akan mengartikan hal-hal yang belum pasti
berhubungan dengan agresi, menjadi terkait dengan konsep-konsep agresi yang
dipunyainya.
Salah satu tipe kepribadian adalah big five personality, yaitu suatu pendekatan yang
digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang
7
tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan
menggunakan analisis faktor. Lima traits kepribadian tersebut adalah extraversion,
agreeableness, conscientiousness, neuoriticism, openness to experiences.
Selain tipe kepribadian, variabel lain yang juga mempengaruhi agresivitas seorang
individu adalah self control yang dimilikinya. Self-control bisa muncul karena adanya
perbedaan dalam pengelolaan emosi, cara mengatasi masalah, tinggi rendahnya
motivasi dan kemampuan mengolah segala potensi dan pengembangan
kompetensinya. Self-control berkaitan dengan bagaimana individu mampu
mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya (Hurlock, 2000).
Sel-Control dapat diartikan sebagai pengatur proses fisik, psikologis dan perilaku
seseorang. Self-Control juga berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan
emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya. Dengan adanya kontrol diri yang
baik, akibat yang tidak menyenangkan dari suatu situasi dapat diantisipasi (Luthfi,
2009).
Ketika seseorang memiliki self-control yang tinggi terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi akan peran, nilai dan pola hidup yang baru, maka kemungkinan ia
berhasil dalam mengolah emosinya dan menciptakan pola tingkah laku yang positif
bagi lingkungan sekitar dan mengembalikan kebermaknaan hidup pada diri individu
tersebut. Namun sebaliknya, jika seseorang memiliki self-control yang rendah,
kemungkinan ia tidak akan berhasil dalam mengolah emosinya dan menciptakan pola
8
tingkah laku yang negatif bagi lingkungan sekitar. Dengan kata lain, seseorang yang
memiliki self-control rendah akan cenderung untuk melakuakan agresivitas.
Selain tipe kepribadian dan self-control, faktor usia, dan etnis/suku bangsa juga
mempengaruhi agresivitas. Penelitian Parry (1968; dalam Tremblay, 2002) yang
mengkaitkan usia dengan agresivitas menemukan, pengemudi yang lebih muda
mempunyai dorongan untuk melakukan agresi lebih besar dibandingkan pengemudi
yang lebih tua. Wiesenthal, dkk (2000; dalam Tremblay, 2002) juga menemukan
bahwa pengemudi yang lebih muda (usia 18-23) memiliki skor signifikan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pengemudi yang lebih tua (usia 24-66) pada the Driving
Vengeance Questionnaire.
Pendapat ahli dari ilmu antropologi dan psikologi seperti Segall, Dasen, Berry dan
Poortinga, 1999; dalam Sarwono, 2009) menyebutkan bahwa lingkungan geografis
mempengaruhi agresivitas. Masyarakat yang hidup di pantai/pesisir, menunjukkan
karakter lebih keras daripada masyarakat yang hidup di pedalaman. Dalam penelitian
di Amerika Serikat, diketahui bahwa masyarakat di bagian selatan Amerika Serikat
mempunyai Agresivitas lebih tinggi. Hal ini diketahui melalui angka pembunuhan
yang tinggi (Taylor, Peplau, dan Sears, 2009). Penelitian Dewi Suryani Ekawati
(2007; dalam Nashori, 2008) juga menyatakan ada perbedaan perilaku agresif antara
mahasiswa etnis Jawa dan mahasiswa etnis Batak yang tinggal di Yogyakarta.
Dimana mahasiswa etnis Batak memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi dibanding
mahasiswa etnis Jawa.
9
Dari uraian diatas, faktor kepribadian big five, self-control, usia, dan etnis/ suku
bangsa dinilai dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat prediksi dan
estimasi efektivitas sikap dan perilaku Satpol PP saat sekarang dan akan datang.
Selain itu, bahwa selama ini pembahasan dan penelitian dengan tema permasalahan
agresivitas Satpol PP yang dikaitkan dengan faktor-faktor tersebut belum banyak
diteliti. Atas dasar inilah penulis dengan segala keterbatasan yang ada mencoba
mengungkap pengaruh kepribadian big five, self-control, usia, dan etnis/ suku bangsa
terhadap agresivitas pada Satpol PP.
Dari fenomena-fenomena yang ada dan penelitian-penelitian sebelumnya yang telah
dilakukan, maka peneliti sangat tertarik untuk meneliti topik agresivitas. Dengan
demikian penelitian ini berjudul Big Five dan Self-
Control terhadap Agresivitas Satuan Polisis Pamong Praja Kota Tangerang
1.2. Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah
1.2.1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti mengajukan rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Variabel apa sajakah yang mempengaruhi agresivitas satpol pp Kota Tangerang?
2. Dari variabel-variabel yang dianalisis, manakah yang memiliki pengaruh paling
besar dan signifikan terhadap agresivitas satpol pp Kota Tangerang?
10
3. Bagaimanakah model persamaan regresi yang dapat dipakai untuk memprediksi
agresivitas satpol pp Kota Tanngerang?
1.2.2. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari peninjauan yang terlalu luas terhadap masalah yang akan diteliti,
maka penulis melakukan pembatasan masalah sebagai berikut:
- Agresivitas merupakan kecenderungan seseorang untuk berperilaku agresif.
Sedangkan perilaku agresif adalah sebagai suatu cara untuk melawan dengan
sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang
lain. Atau secara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk
melukai orang lain atau merusak milik orang lain (Baron, 2003).
- Big Five Personality adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi
untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah
domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor.
Lima traits kepribadian tersebut adalah extraversion, agreeableness,
conscientiousness, neuoriticism, dan openness to experiences.
- Self-control adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri (behavior
control), kemampuan untuk mengolah informasi (cognitive control), dan
kemampuan untuk memilih suatu tindakan yang diyakininya (decisional control).
- Usia merupakan usia partisipan yang diperoleh melalui identitas partisipan.
11
- Etnis/suku bangsa merupakan suku bangsa dari mana partisipan berasal. Data ini
diperoleh melalui identitas partisipan yang diisikan pada lembar kuesioner.
- Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) merupakan perangkat daerah yang
bertugas dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan
peraturan daerah di Kota Tangerang.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh tipe
kepribadian, dan self control terhadap agresivitas Satpol PP.
1.3.2. Manfaat
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi
perkembangan ilmu psikologi, khususnya pada ranah psikologi sosial. Yang mana
hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber data tambahan bagi pengembangan studi
tentang agresivitas, self-control dan kepribadian Big Five mana yang lebih kuat
mempengaruhinya.
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa, para
pendidik ataupun bagi instansi pemerintah dalam mengetahui kepribadian yang
semestinya dimiliki oleh petugas Satpol PP agar lebih dapat selektif dalam
melakukan rekruitmen.
12
1.4. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Di dalam bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berkaitan dengan masalah yang akan
diteliti secara sistematis, beserta kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.
BAB III : Metodelogi Penelitian
Bab ini meliputi, populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, variabel penelitian,
definisi operasional variabel, instrument pengumpulan data, uji validitas, prosedur
penelitian, dan metode analisis data.
BAB IV : Analisis Hasil Penelitian
Dalam bab ini peneliti akan membahas mengenai hasil penelitian meliputi, gambran
umum responden, analisis deskriptif, dan uji hipotesis.
BAB V : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran
Pada bab ini, peneliti akan merangkum keseluruhan isi penelitian dan meyimpulkan hasil
penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran.
Daftar Pustaka
13
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini, akan dibahas mengenai agresivitas, kepribadian big five, self
control, satpol pp, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.
2. 1. Agresivitas
2. 1. 1. Pengertian Agresivitas
Buss dan Perry (1992; juga lihat Anderson & Bushman, 2002; Berkowitz, 1995)
mendefinisikan agresivitas sebagai kecenderungan untuk terlibat dalam agresi fisik
dan verbal, permusuhan (Hostility), dan kemarahan (Anger). Dalam kamus Psikologi,
agresivitas adalah kecenderungan seseorang untuk berperilaku agresif (J.P. Chaplin,
2000).
Definisi agresif yang paling sederhana diungkapkan oleh Geen (1998; dalam Taylor,
2009), agresif adalah setiap tindakan yang menyakiti atau melukai orang lain.
Definisi ini mengabaikan niat orang yang melakukan tindakan. Pendekatan ini
didukung oleh pendekatan behavioris atau belajar.
Hal berbeda ditunjukkan oleh David O. Sears (1985; dalam Taylor, 2009),
menurutnya perilaku agresif adalah setiap perilaku yang bertujuan menyakiti orang
lain, dapat juga ditujukan kepada perasaan ingin menyakiti orang lain dalam diri
seseorang. Agresif menurut Baron & Richardson (1994; dalam Krahe, 2005) adalah
14
tingkah laku yang diarahkan kepada tunjuan untuk menyakiti makhluk hidup lain
yang ingin menghindari perlakuan semacam itu.
Aggressive behavior is relatively stable as an individual characteristic, and because
stable aggression predicts antisocial behavior during adolescence and adulthood for
males at least (Hartup, 2005).
Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa agresivitas merupakan
kecenderungan individu untuk berperilaku agresif, yaitu perilaku yang dimunculkan
seseorang yang sifatnya menyakiti lawannya baik secara fisik maupun psikis, dengan
rasa permusuhan (hostility), dan kemarahan (anger) dengan disertai tujuan maupun
tanpa tujuan.
2. 1. 2. Teori Agresi
Teori agresi memberi gambaran bagaimana perilaku agresi itu muncul. Pendekatan
untuk memberikan penjelasan kemunculan agresi terdiri dari 4 (empat), yaitu sebagai
berikut (Baron & Byrne, 2005):
1. Teori Bawaan
Teori bawaaan menekan pada kemunculan agresi sebagai sesuatu yang inheren/
terberi dalam setiap orang.
15
a. Agresi sebagai instink
Kelompok ini beranggapan bahwa agresi sebagai dorongan naluriah/instingtif yang
dimiliki seseorang. Setiap orang memilki insting/naluri untuk agresi. Perbedaan
kemunculan agresivitas antar individu dipengaruhi dari control individu tersebut.
Agresi sebagai insting merujuk pada teori psikoanalisa dengan tokoh utama Sigmund
Freud. Dalam teorinya, Freud berpendapat bahwa setiap manusia memiliki insting
hidup dan insting mati. Agresi adalah bentuk dari insting mati (dalam Brehm &
Kassin, 1993).
Tokoh kedua adalah Koward Lorens (1966; dalam Luthfi, 2009) yang menyatakan
bahwa setiap orang memiliki survivial insting, yaitu dorongan/insting untuk
mempertahankan hidup dengan beradaptasi dengan lingkungan.
b. Genetis
Kelompok ini menganggap bahwa agresi adalah sesuatu yang terdapat dalam biologis
seseorang. Ada 2 tokoh yang mengembangkan pandangan ini. Yang pertama adalah
Moyer (dalam Davidoff, 1991) beranggapan bahwa agresivitas merupakan suatu
proses yang ada didalam otak dan saraf pusat. Orang-orang yang memiliki
kecenderungan agresivitas tinggi memiliki struktur dan komponen otak yang berbeda
dengan orang yang agresivitasnya rendah.pokok pikiran lainnya adalah bahwa agresi
terkait dengan hormon testosteron. Semakin tinggi hormone testosterone yang
dimiliki oleh seseorang maka orang tersebut cenderung untuk menjadi agresif.
16
Tokoh kedua adalah Lagerspetz (1979, dalam Luthfi, 2009) berpandangan bahwa
agresi adalah karakter atau sifat yang diturunkan dari orang tua ke anak dan
seterusnya. Orang tua yang agresif, maka anaknya akan agresif pula. Dasar pikiran
Lagerspetz adalah teori Mendell.
2. Teori Lingkungan
Agresi merukan perilaku yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Agresi adalah
reaksi terhadap stimulus lingkungan.
a. Frustasi Agresi Klasik
Frustasi agresi klasik menekankan pada munculnya perilaku agresi disebabkan karena
rasa frustasi yang dialami oleh seseorang. Rasa frustasi muncul bila seseorang tidak
dapat mencapai/mendapatkan apa yang didinginkannya. Ketidakberhasilan
mendatangkan frustasi yang kemudian memunculkan agresi. Dollard (1939) dan
Miller (1941) sebagai tokoh utamanya (Luthfi, 2009).
b. Neo Frustasi Agresi
Teori ini muncul sebagai usaha untuk mengevaluasi teori frustasi klasik. Burstein &
Worchel (1962; dalam Luthfi, 2009) menganggap bahwa frustasi mendapatkan
sesuatu tidaklah seta merta memunculkan agresi. Tetapi frustasi yang dimiliki
seseorang akan memicu kemarahannya. Dan kemarahan inilah yang akan
memunculkan agresi. Jadi antara frustasi dan agresi memiliki variabel antara yaitu
17
marah. Dan frustasi baru akan memunculkan marah bila ternyata tidak ada perilaku
lain yang dapat dijadikan alternative.
c. Deprivasi
Berkowitz (1995) memberikan istilah untuk kondisi kekurangan untuk deprivasi.
Keadaan kurang ini bersifat subjektif. Seseorang akan merasa kurang atau merasa
cukup dengan membandingkan keadaan dirinya dengan orang lain. Kondisi
kekurangan yang bersifat objektif (benar-benar kekurangan) disebut deprivasi
absolute, sedangkan deprivasi relative adalah perasaan kurang yang dimiliki oleh
seseorang. Kondisi yang dianggap tidak sebandingkan atau tidak sama dengan yang
dimiliki oleh orang lain. Dan deprivasi relative lebih berpeluang memunculkan agresi
dibandingkan dengan deprivasi absolute (Myers, 2009). Tetapi yang perlu dicatat
adalah kondisi deprivasi tidak serta merta mendatangkan agresi. Tetapi masih
-hal yang dapat memicu adalah peluang,
kesempatan dan media massa.
d. Belajar Sosial
Teori belajar sosial menekankan pada faktor yang menimbulkan agresi berasal dari
luar. Tokoh utama teori belajar sosial tentang agresi adalah Albert Bandura (1979;
dalam Brehm & Kassin, 1993) yaitu perilaku agresif dipelajari dari model yang
dilihat di lingkungan sosial, baik dalam keluarga, maupun media massa.
18
Selain belajar sosial dengan modeling, reward dan punishment adalah faktor yang
juga memperkuat munculnya agresi. Seseorang yang merasa mendapatkan imbalan/
reward dengan agresi, tentunya dia akan mengulanginya lagi dikesempatan lain.
3. Teori Kognitif
Agresi menurut pendekatan kognisi adalah hasil penggolahan inform di level/ranah
kognisi. Proses kognisi menimbulkan agresi adanya kesalahan dalam melakukan
kategorisasi dan atribusi.
Teori kognitif yang lebih memberikan gambaran munculnya agresi adalah teori
excitation transfer. Teori ini menjelaskan bahwa agresi muncul karena interpretasi
terhadap stimulus atau kejadian. Kejadian yang akan memunculkan agresi adalah
kejadian yang interpretasi/atribusi sebagai awal dari sebuah kecelakaan atau kerugian.
Sebaliknya, kalau suatu kejadian yang menimpa seseorang diinterpretasi sebagai hal
4. Teori Afektif (GAAM; General Affective Aggression Model)
Dikemukakan oleh Anderson dkk (2002). Teori GAAM (General Affective
Aggression Model) adalah teori yang mencoba menjelaskan agresi dari sisi internal
maupun eksternal. Agresi akan muncul bila kondisi-kondisi yang berperan muncul
secara bersamaan. Faktor-faktor/kondisi tersebut adalah faktor internal sebagai
individual differences, yang meliputi trait, attitude, dan belief tentang kekerasan,
nilai-nilai kekerasan, skill atau pengetahuan dan kemampuan berkelahi dan senjata.
19
Sedangkan faktor eksternal meliputi situasi-situasi yang mendatangkan frustasi
seperti serangan dari pihak lain, munculnya model/provokator, keberadaan
cue/pencetus (seperti keberadaan senjata) dan ketidaknyamanan yang dirasakan
secara subjektif.
Agresi baru akan muncul bila seluruh faktor-faktor diatan muncul secara bersamaan.
Bila salah satu faktor ternyata tidak hadir, besar kemungkinan agresi tidak akan
dimunculkan seseorang.
Gambar 2.1 Proses episodic dari The General Aggression Model
(Anderson & Bushman, 2002)
2. 1. 3. Bentuk-bentuk Agresivitas
Bentuk agresivitas mengacu pada perilaku agresi. Buss dan Perry (1992)
mengelompokkan bentuk agresi tersebut kedalam empat bentuk agresi, yaitu agresi
fisik, agresi verbal, agresi dalam bentuk kemarahan (anger) dan agresi dalam bentuk
20
kebencian (hostility). Keempat bentuk agresivitas ini mewakili komponen perilaku
manusia, yaitu komponen motorik, afektif dan kognitif.
a. Agresi Fisik, merupakan komponen dari perilaku motorik seperti melukai dan
menyakiti orang lain secara fisik misalnya dengan menyerang dan memukul.
b. Agresi Verbal, merupakan komponen motorik seperti melukai dan menyakiti orang
lain, hanya saja melalui verbalisasi, misalnya berdebat, menunjukkan
ketidaksukaan dari ketidaksetujuan pada orang lain, kadang kala sering
menyebarkan gossip.
c. Sikap Permusuhan, merupakan perwakilan dari komponen kognitif seperti perasaan
benci dan curiga pada orang lain, merasa kehidupan yang dialami tidak adil dan iri
hati.
d. Rasa Marah, merupakan emosi atau afektif seperti keterbangkitan dan kesiapan
psikologis untuk bersikap agresif, misalkan mudah kesal, hilang kesabaran dan
tidak mampu mengontrol rasa marah.
Taylor & Peplau (2009) membagi agresi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Prosoial Aggression (Agresi Prososial)
Agresi prososial adalah tindakan agresi yang sebenarnya diatur atau disetujui oleh
norma social, seperti polisi memukul penjahat.
21
2. Antisocial Aggression (Agresi Antisosial)
Agresi antisosial adalah tindakan melukai orang lain dimana tindakan itu secara
normative dilarang oleh norma masyarakat, seperti orang yang mempunyai
kekuasaan bertindak sewenang-wenang terhadap warga miskin dan tak berdaya.
3. Sanctioned Aggression (Agresi yang disetujui)
Jenis agresi ini termasuk tindakan yang tidak diharuskan oleh norma sosial tetapi
ada di dalam batas-batasnya. Tindakan ini tidak melanggar standar moral yang
diterima luas. Misalnya, pelatih yang menghukum pemain tim dengan
menyuruhnya push-up biasanya dianggap bertindak sesuai dengan haknya dan
masih dalam batas yang diterima. Demikian juga wanita yang menyerang
pemerkosa.
Bond, dkk (1997) membagi agresi menjadi :
1. Affective Aggression atau Hostile Aggression (rasa benci), yaitu keungkapan
kemarahan yang ditandai dengan emosi yang tinggi. Agresi ini disebut juga
dengan agresi jenis panas.
2. Instrumental Aggression (agresi sebagai sarana mencapai tujuan), yaitu jenis
agresi ini tidak disertai emosi, misalnya polisi yang menembak kaki tahanan yang
kabur.
22
2. 1. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Agresivitas
Taylor, Peplau, dan Sears (1997) menyebutkan bahwa perilaku agresif disebabkan
oleh dua faktor utama yaitu adanya serangan serta frustasi. Serangan merupakan salah
satu faktor yang paling sering menjadi penyebab agresif dan muncul dalam bentuk
serangan verbal atau serangan fisik. Faktor penyebab agresi selanjutnya adalah
frustasi. Frustasi terjadi bila seseorang terhalang oleh suatu hal dalam mencapai suatu
tujuan, kebutuhan, keinginan, penghargaan atau tindakan tertentu.
Koeswara (1988; dalam Luthfi, 2009) menyebutkan bahwa faktor penyebab
seseorang berperilaku agresif bermacam-macam, sehingga dapat dikelompokkan
menjadi faktor internal (frustasi, deindividuasi, stres, dan kepribadian) dan faktor
eksternal (kekuasaan dan kepatuhan, efek senjata, provokasi, alkohol dan obat-
obatan, suhu udara, media massa, budaya), yaitu:
1. Faktor Internal
a. Frustasi yakni suatu situasi yang menghambat individu dalam usaha mencapai
tujuan tertentu yang diinginkannya, dari frustasi maka akan timbul perasaan-
perasaan agresif
b. Deindividuasi adalah suatu keadaan dimana individu kehilangan kesadaran atas
dirinya (self awareness) yang diakibatkan oleh situasi yang merasa tertekan.
Anonymity memperbesar deindividuasi (Wiggins & Zanden, 1994).
23
c. Stress, dalam istilah psikologi stress dikatakan sebagai stimulus, seperti ketakutan,
kesakitan, yang mengganggu atau menghambat mekanisme-mekanisme fisiologis
yang normal dari organisme.
d. Kepribadian. Orang dengan kepribadian otoriter memiliki kecenderungan agresi
yang lebih tinggi. Demikian juga halnya dengan orang-orang yang bertemperamen
pemarah, memiliki kecenderungan agresi lebih tinggi dibandingkan temperamen
bukan pemarah.
2. Faktor Eksternal
a. Kekuasaan dan kepatuhan. Kekuasaan yang dimaksud adalah kekuasaan yang
cenderung disalahgunakan dan penyalahgunaan tersebut merubah kekuasaan
menjadi kekuasaan yang memaksa, yang memiliki efek langsung maupun tidak
langsung terhadap perilaku agresif, seperti yang ditunjukkan oleh Hitler,
Mussolini, Stalin dan sejumlah besar manipulator kekuasaan lainnya.
b. Efek senjata. Dalam penelitian Berkowitz dan Lepage (1967; dalam Berkowitz,
1995) yang menguji tentang efek senjata api terhadap kecenderungan perilaku
agresi pada individu akan menghasilkan kesimpulan bahwa individu yang
berhubungan dengan senjata api cenderung menjadi lebih agresif dari pada
individu yang tidak berhubungan dengan senjata api.
c. Provokasi yaitu oleh pelaku agresi provokasi dilihat sebagai ancaman yang harus
dihadapi dengan respon agersif untuk meniadakan bahaya yang diisaratkan oleh
ancaman tersebut.
24
d. Akohol dan obat-obatan. Ada petunjuk bahwa agresi berhubungan dengan kadar
alkhohol dan obat-obatan. Subyek yang menerima alkohol dalam takaran-takaran
yang tinggi menunjukkan taraf agresivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
subjek yang tidak menerima alkhohol atau menerima alkhohol dalam taraf yang
rendah. Alkhohol dapat melemahkan kendali diri peminumnya, sehingga taraf
agresivitas juga tinggi (Myers, 2009).
e. Suhu, polusi udara, bau busuk dan kebisingan dilaporkan dapat menimbulkan
perilaku agresi. Clarsmith dan Anderson (1979; dalam Iska, 2008), menyimpulkan
bahwa musim panas terjadi lebih banyak tingkah laku agresif karena musim panas
hari-hari lebih panjang serta individu memiliki keleluasaan bertindak yang lebih
besar ketimbang pada musim-musim yang lain.
f. Media massa. Film dan TV dengan kekerasan dapat menimbulkjan agresi pada
seorang anak, makin banyak menonton kekerasan dalam acara TV makin besar
tingkat agresif mereka terhadap orang lain, makin lama mereka menonton, makin
kuat hubungannya tersebut.
g. Budaya. Beberapa daerah mengembangkan budaya kekerasan/agresi. Orang yang
lebih agresif mendapatkan penghargaan sosial yang lebih tinggi dalam suatu
masyarakat.
25
2. 2. Kepribadian Big Five
2. 2. 1. Pengertian Kepribadian Big Five
Allport (1937; dalam Ghufron 2010) mendefinisikan kepribadian sebagai sebuah
organisasi dinamis di dalam sistem psikis dan fisik individu yang menentukan
karakteristik perilaku dan pikirannya. Allport menemukan ribuan kata sifat yang bisa
menggambarkan kepribadian dalam bahasa Inggris, tetapi ia mengasumsikan daftar
tersebut harus dikurangi dengan menghilangkan istilah yang memmilki arti yang
sama. Cattell kemudian mengembangkan metode leksikal (berdasarkan bahasa).
Sejumlah trait yang Allport temukan dikelompokkan, dinilai, dan dihitung
berdasarkan metode analisis faktor oleh Cattell (1966; dalam Friedman 2008), yang
mengemukakan adanya 16 trait kepribadian dasar. Dari analisis inilah mulai muncul
berbagai penelitian mengenai trait, dan kebanyakan penelitian menyimpulkan bahwa
pendekatan trait terhadap kepribadian dapat dilihat melalui lima dimensi, yang biasa
disebut big five personality (Friedman, 2008).
Secara modern bentuk dari taksonomi big five, diukur dengan dua pendekatan utama.
Cara pertama dengan berdasar pada self rating pada trait kata sifat tunggal, seperti
talkactive, warm, moody, dsb. Pendekatan lain dengan self rating pada item-item
kalimat, seperti hidupku seperti langkah yang cepat (Larsen & Buss, 2005).
26
2. 2. 2. Trait-Trait dalam Big Five Personality
Trait-trait dalam domain-domain dari Big Five Personality Costa & McCrae (1997;
dalam McCrae & John, tanpa tahun) :
1. Neuroticism (N)
Neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang
negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional mereka labil,
seperti juga teman-temannya yang lain, mereka juga mengubah perhatian menjadi
sesuatu yang berlawanan. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah
cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup dibandingkan dengan
seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang tinggi. Selain memiliki kesulitan
dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, mereka juga memiliki tingkat self
esteem yang rendah. Individu yang memiliki nilai atau skor yang tinggi di
neuroticism adalah kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah,
depresi, dan memiliki kecenderungan emotionally reactive. Facet yang terdapat dalam
Neuroticism adalah sebagai berikut:
Anxiety ; Kecenderungan untuk gelisah, penuh ketakutan, merasa kuatir, gugup
dan tegang
Hostility ; Kecenderungan untuk mengalami amarah, frustasi dan penuh kebencian
Depression ; Kecenderungan untuk mengalami depresi pada individu normal
Self-consciousness ; Individu yang menunjukkan emosi malu, merasa tidak
nyaman diantara orang lain, terlalu sensitive, dan mudah merasa rendah diri
27
Impulsiveness ; Tidak mampu mengotrol keinginan yang berlebihan atau dorongan
untuk melakukan sesuatu
Vulnerability ; Kecenderungan untuk tidak mampu menghadapi stress, bergantung
pada orang lain, mudah menyerah dan panik bila menghadapi sesuatu yang datang
mendadak.
2. Extraversion (E)
Faktor kedua adalah extraversion, atau bisa juga disebut faktor dominan-patuh
(dominance-submissiveness). Faktor ini merupakan dimensi yang penting dalam
kepribadian, dimana extraversion ini dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial.
Menurut penelitian, seseorang yang memiliki faktor extraversion yang tinggi, akan
mengingat semua interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang
dibandingkan dengan seseorang dengan tingkat extraversion yang rendah. Dalam
berinteraksi, mereka juga akan lebih banyak memegang kontrol dan keintiman.
Peergroup mereka juga dianggap sebagai orang-orang yang ramah, fun-loving,
affectionate, dan talkative.
Extraversion dicirikan dengan afek positif seperti memiliki antusiasme yang tinggi,
senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak hal,
ambisius, workaholic juga ramah terhadap orang lain. Extraversion memiliki tingkat
motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga
dominan dalam lingkungannya. Extraversion dapat memprediksi perkembangan dari
hubungan sosial. Seseorang yang memiliki tingkat extraversion yang tinggi dapat
28
lebih cepat berteman daripada seseorang yang memiliki tingkat extraversion yang
rendah. Extraversion mudah termotivasi oleh perubahan, variasi dalam hidup,
tantangan dan mudah bosan. Sedangkan orang-orang dengan tingkat ekstraversion
rendah cenderung bersikap tenang dan menarik diri dari lingkungannya. Facet yang
terdapat dalam extraversion adalah sebagai berikut:
Warmth ; Kecenderungan untuk mudah bergaul dan membagi kasih sayang
Gregariousness ; Kecenderungan untuk banyak berteman dan berinteraksi dengan
orang banyak
Activity ; Individu yang sering mengikuti berbagai kegiatan, memiliki energi dan
semangat yang tinggi
Assertiveness ; Individu yang cenderung tegas
Excitement-seeking ; Individu yang suka mencari sensasi dan suka mengambil
resiko
Positive emotion ; Kecenderungan untuk mengalami emosi-emosi yang positif
seperti bahagia, cinta, dan kegembiraan.
3. Openness to Experience (O)
Faktor openness terhadap pengalaman merupakan faktor yang paling sulit untuk
dideskripsikan, karena faktor ini tidak sejalan dengan bahasa yang digunakan tidak
seperti halnya faktor-faktor yang lain. Openness mengacu pada bagaimana seseorang
bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi yang baru.
29
Openness mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas untuk menyerap informasi,
menjadi sangat fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran
dan impulsivitas. Seseorang dengan tingkat openness yang tinggi digambarkan
sebagai seseorang yang memiliki nilai imajinasi, broadmindedness, dan a world of
beauty. Sedangkan seseorang yang memiliki tingkat openness yang rendah memiliki
nilai kebersihan, kepatuhan, dan keamanan bersama, kemudian skor openess yang
rendah juga menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang sempit,
konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan.
Openness dapat membangun pertumbuhan pribadi. Pencapaian kreatifitas lebih
banyak pada orang yang memiliki tingkat openness yang tinggi dan tingkat
agreeableness yang rendah. Seseorang yang kreatif, memiliki rasa ingin tahu, atau
terbuka terhadap pengalaman lebih mudah untuk mendapatkan solusi untuk suatu
masalah. Facet yang terdapat dalam Opennes to Experience adalah sebagai berikut:
Fantasy ; Individu yang memiliki imajinasi yang tinggi dan aktif
Aesthetic ; Individu yang memiliki apresiasi yang tinggi terhadap seni dan
keindahan
Feelings ; Individu yang menyadari dan menyelami emosi dan perasannya sendiri
Action ; Individu yang berkeinginan untuk mencoba hal-hal baru
Ideas ; Berpikiran terbuka dan mau menyadari ide baru dan tidak konvensional
Values ; Kesiapan seseorang untuk menguji ulang nilai-nilai social politik dan
agama.
30
4. Agreeableness (A)
Agreebleness dapat disebut juga social adaptibility atau likability yang
mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah,
menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain.
Berdasarkan value survey, seseorang yang memiliki skor agreeableness yang tinggi
digambarkan sebagai seseorang yang memiliki value suka membantu, forgiving, dan
penyayang. Sedangkan orang-orang dengan tingkat agreeableness yang rendah
cenderung untuk lebih agresif dan kurang kooperatif.
Namun, ditemukan pula sedikit konflik pada hubungan interpersonal orang yang
memiliki tingkat agreeableness yang tinggi, dimana ketika berhadapan dengan
konflik, self esteem mereka akan cenderung menurun. Selain itu, menghindar dari
usaha langsung dalam menyatakan kekuatan sebagai usaha untuk memutuskan
konflik dengan orang lain merupakan salah satu ciri dari seseorang yang memiliki
tingkat aggreeableness yang tinggi. Pria yang memiliki tingkat agreeableness yang
tinggi dengan penggunaan power yang rendah, akan lebih menunjukan kekuatan jika
dibandingkan dengan wanita. Facet agreeableness adalah sebagai berikut:
Trust ; Tingkat kepercayaan individu terhadap orang lain
Straight-forwardness ; Individu yang terus terang, sungguh-sungguh dalam
menyatakan sesuatu
Altruism ; Individu yang murah hati dan memiliki keinginan untuk membantu
orang lain
31
Compliance ; Karakteristik dari reaksi terhadap konflik interpersonal
Modesty ; Individu yang sederhana dan rendah hati
Tender-mindedness ; Simpatik dan peduli terhadap orang lain.
5. Conscientiousness (C)
Conscientiousness dapat disebut juga dependability, impulse control, dan will to
achieve, yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline seseorang.
Seseorang yang conscientious memiliki nilai kebersihan dan ambisi. Orang-orang
tersebut biasanya digambarkan oleh teman-teman mereka sebagai seseorang yang
well-organize, tepat waktu, dan ambisius.
Conscientiousness mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir
sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana,
terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Disisi negatifnya trait kepribadian ini
menjadi sangat perfeksionis, kompulsif, workaholic, membosankan. Tingkat
conscientiousness yang rendah menunjukan sikap ceroboh, tidak terarah serta mudah
teralih perhatiannya. Facet conscientiousness adalah sebagai berikut:
Competence ; Kesanggupan, efektifitas dan kebijaksanaan dalam melakukan
sesuatu
Order ; Kemampuan mengorganisasi
Dutifulness ; Memegang erat prinsip hidup
Achievement-striving ; Aspirasi individu dalam mencapai prestasi
32
Self-discipline ; Mampu mengatur diri sendiri
Deliberation ; Selalu berpikir dahulu sebelum bertindak
Berikut ini merupakan gambaran karakteristik individu ketika diukur dengan skor
tinggi rendah (Pervin, 2005):
Skala Trait Karakteristik Skor
Tinggi Rendah Neuroticism (N) Menggambarkan stabilitas emosional dengan cakupan-cakupan perasaan negatif yang kuat termasuk kecemasan, kesedihan, irritability dan nervous tension.
Cemas, gugup, emosional, merasa tidak aman, merasa tidak mampu, mudah panik
Tenang, santai, merasa aman, puas terhadap dirinya, tidak emosional, tabah.
Ekstraversion (E) Mengukur kuantitas dan intensitas dari interaksi interpersonal, tingkatan aktivitas, kebutuhan akan dorongan, dan kapasitas dan kesenangan. Agreeableness (A) Mengukur kualitas dari apa yang dilakukan dengan orang lain dan apa yang dilakukan terhadap orang lain.
Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, aktif, banyak bicara, orientasi pada hubungan sesama, optimis, fun-loving, affectionate. Lembut hati, dapat dipercaya, suka menolong, pemaaf, penurut.
Tidak ramah, bersahaja, suka menyendiri, orientasi pada tugas, pendiam. Sinis, kasar, curiga, tidak kooperatif, pendendam, kejam, manipulatif.
Openness (O) Gambaran keluasan, kedalaman, dan kompleksitas mental individu dan pengalamannya.
Ingin tahu, minat luas, kreatif, original, imajinatif, untraditional.
Konvensional, sederhana, minat sempit, tidak artistik, tidak analitis.
Conscientiousness(C) Mendeskripsikan perilaku yang diarahkan pada tugas dan tujuan dan kontrol dorongan secara sosial.
Teratur, pekerja keras, dapat diandalkan, disiplin, tepat waktu, rapi, hati-hati.
Tanpa tujuan, tidak dapat diandalkan, malas, sembrono, lalai, mudah menyerah, hedonistic.
33
2. 3. Self-Control
2. 3. 1. Definisi Self-Control
Averill (1973) mendefinisikan kontrol diri sebagai kemampuan untuk membimbing
tingkah laku sendiri (behavior control), kemampuan untuk mengolah informasi
(cognitive control), dan kemampuan untuk memilih suatu tindakan yang diyakininya
(decisional control).
Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kontrol diri (self-control) sebagai
pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang, dengan kata lain
serangkaian proses yang mebentuk dirinya sendiri. Golfried dan Merbaum (dalam
Lazaruz, 1976) mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk
menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat
membawa individu kearah konsekuensi positif. Kontrol diri juga menggambarkan
keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku
yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang
diinginkan.
Dalam Chaplin (2000), self-control diartikan sebagai kemampuan untuk membimbing
tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau
tingkah laku impulsive.
Synder dan Ganested (1986; dalam Ghufron, 2010) mengatakan bahwa konsep
mengenai kontrol diri secara langsung sangat relevan untuk melihat hubungan antara
34
pribadi dengan lingkungan masyarakat dalam mengatur kesan masyarakat yang sesuai
dengan isyarat situasional dalam bersikap dan berpendirian yang efektif.
Hurlock (2000) menyebutkan bahwa kontrol diri berkaitan dengan bagaimana
individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya. Menurut
konsep ilmiah, pengendalian emosi berarti mengarahkan energy emosi ke saluran
ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima secara social. Konsep ilmiah
menitikberatkan pada pengendalian. Tetapi, tidak sama artinya dengan penekanan.
Ada dua criteria yang menentukan apakah kontrol emosi dapat diterima secara social
atau tidak. Kontrol emosi dapat diterima bila reaksi masyarakat terhadap
pengendalian emosi adalah positif. Namun, reaksi positif saja tidaklah cukup
karenanya perlu diperhatihkan kriteria lain, yaitu efek yang muncul setelah
mengontrol emosi terhadap kondisi fisik dan psikis. Kontrol emosi seharusnya tidak
membahyakan fisik dan psikis individu. Artinya, dengan mengontrol emosi kondisi
fisik dan psikis individu harus membaik.
Hurlock (2000) menyebutkan tiga kriteria emosi, yaitu dapat melakukan kontrol diri
yang bisa diterima secara sosial, dapat memahami seberapa banyak kontrol yang
dibutuhkan untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarkat,
dan dapat menilai secara kritis sebelum meresponnya dan memutuskan cara beraksi
terhadap situasi tersebut.
35
Berdasarkan penjelasan diatas, maka kontrol diri dapat diartikan sebagai kemampuan
untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku,
kemampuan untuk mengolah informasi, dan kemampuan untuk memilih hasil atau
suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya.
2. 3. 2. Aspek-Aspek Self-control
Averill (1973) menyebut kontrol diri dengan sebutan kontrol personal, yaitu :
1. Kontrol perilaku (behavior control)
Kontrol perilaku merupakan kesiapan tersedianya suatu respons yang dapat secara
langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.
Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua komponen, yaitu:
a. Mengatur pelaksanaan (regulated administration), merupakan kemampuan
individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan.
Apakah dirinya sendiri atau aturan perilaku dengan menggunakan kemampuan
dirinya dan bila tidak mampu individu akan menggunakn sumber eksternal.
b. Kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability), merupakan
kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak
dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegah
atau menjauhi stimulus, menempatkan tenggangbwaktu diantara rangkaian
stimulus yang sedang berlangsung, menghentikan stimulus sebelum waktunya
berakhir, dan membatasi intensitasnya.
36
2. Kontrol kognitif (cognitive control)
Kontrol kognitif merupakan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang
tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menghubungkan suatu
kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi
tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu:
a. Memperoleh informasi (information gain), maksudnya dengan informasi yang
dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan,
individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan.
b. Melakukan penilaian (appraisal), berarti individu berusaha menilai dan
menafsirkan suatu keadaaan atau peristiwa dengan cara memerhatikan segi-segi
positif secara subjektif.
3. Mengontrol keputusan (decisional control)
Mengontrol keputusan merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau
suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri
dalam menentukan pilihan akan berfungsi, baik dengan adanya suatu kesempatan,
kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih kemungkinan
berbagai tindakan.
37
Menurut Block dan Block (1952; dalam Lazarus, 1991) ada tiga jenis kualitas kontrol
diri, yaitu:
1. Over Control, merupakan kontrol diri yang dilakuakan oleh individu secara
berlebihan yang menyebabkan individu banyak menahan diri dalam bereaksi
terhadap stimulus.
2. Under Control, merupakan suatu kecenderuangan individu untuk melepaskan
impulsivitas dengan bebas tapa perhitungan yang masak.
3. Appropriate Control, merupakan kontrol individu dalam upaya mengendalikan
impuls secara tepat.
2. 3. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri
Sebagaimana faktor psikologis lainnya, kontrol diri dipengaruhi oleh faktor internal
(dari diri individu) dan faktor ekternal (lingkungan individu).
1. Faktor Internal
Faktor internal yang ikut andil terhadap kontrol diri adalah usia. Semakin bertambah
usia seseorang, maka semakin baik kemampuan mengontrool diri seseorang itu.
2. Faktor Ekternal
Faktor ekternal ini diantaranya adalah lingkungan keluarga, terutama orang tua
menentukan bagaimana kemampuan mengontrol diri seseorang. Hasil penelitian
Nasichah (2000; dalam Ghufron, 2010) menunjukkan bahwa persepsi remaja
terhadap penerapan disiplin orang tua yang semakin demokratis cenderung diikuti
38
tingginya kemampuan mengontrol dirinya. Oleh sebab itu, bila orang tua menerapkan
sikap disiplin kepada anaknya secara intens sejak dini, dan orang tua tetap konsisten
terhadap semua konsekuensi yang dilakukan anak bila ia menyimpang dari yang
sudah ditetapkan, maka sikap kekonsistenan ini akan didinternalisasi anak. Di
kemudian akan menjadi kontrol diri baginya.
2.4. Kerangka Berfikir
Agresivitas dapat dilakukan oleh siapa saja, bukan hanya masyarakat sipil biasa.
Bahkan pegawai pemerintah penegak hukum (seperti Satpol PP) sekalipun
berkecenderungan melakukan perilaku agresif. Tindakan ini biasanya dilakukan
satpol pp saat menjalankan tugasnya. Padahal, menurut Peraturan Pemerintah RI
no.32 tahun 2004, standar pelayanan Satpol PP meliputi: pelaksanaan ketentraman,
pelaksanaan ketertiban, pelaksanaan penyidikan, pelaksanaan penindakan,
pengawasan pelaksanaan perda, pelaksanaan operasi pembongkaran, penghentian dan
penutupan. Namun, tampaknya standar pelayanan ini belum dipahami betul sehingga
perilaku agresi masih sering dilakukan oleh oknum satpol pp.
Karena itu, menjadi aneh bila Satpol PP yang sudah memiliki peraturan tetap namun
masih terjadi tindakan agesif. Hal ini memunculkan pertanyaan, faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi agresivitas Satpol PP?
Setidaknya terdapat beberapa faktor munculnya agresivitas, antara lain faktor internal
dan eksternal. Faktor internal yaitu: frustasi, deindividualisasi, stress, hormon,
39
gender, dan kepribadian. Faktor eksternal yaitu: kekuasaan dan kepatuhan, efek
senjata, provokasi, alcohol dan obat-obatan, suhu udara, polusi udara, media, dan
budaya (Luthfi, 2009; Baron&Byrne, 2005; Krahe, 2005).
Penelitian-penelitian tentang penyebab munculnya perilaku agresif telah banyak
dilakukan, diantaranya adalah penelitian Glass (dalam Baron & Byrne, 2005) yang
menyimpulkan bahwa faktor kepribadian berperan penting dalam perilaku agresif.
Menurutnya bahwa kecenderungan seseorang untuk berperilaku agresif dapat dilihat
dari kepribadiannya. Individu yang memilki kepribadian tipe A cenderung lebih
agresif dalam banyak situasi daripada individu dengan kepribadian tipe B.
Penelitian yang dilakukan oleh Juan J. Bartemi (2005) mengenai agresivitas dan
kepribadian big five yang dihubungkan dengan prestasi belajar siswa, menyimpulkan
bahwa adanya hubungan yang signifikan antara agresivitas dan kepribadian big five
dengan prestasi belajar pada siswa tingkat delapan (setara dengan SMP).
Kepribadian itu sendiri didefinisikan sebagai sebuah organisasi dinamis di dalam
sistem psikis dan fisik individu yang menentukan karakteristik perilaku dan
pikirannya (Allport, 1937; dalam Ghufron, 2010). Kepribadian seseorang
mempengaruhi cara individu dalam beraksi, berpikir, merasa, berinteraksi, dan
beradaptasi dengan orang lain, termasuk dalam bentuk perilaku agresif (Larsen &
Buss, 2005). Mischel (1968; dalam Friedman, 2008) menyimpulkan bahwa
kepribadian itu terdiri dari struktur, antara lain adalah trait dan tipe (type). Trait
40
adalah konsistensi respon individu dalam situasi yang berbeda-beda. Sedangkan tipe
adalah pengelompokan bermacam-macam trait. Dibandingkan dengan konsep trait,
tipe memiliki tingkat regularity dan generality yang lebih besar dibandingkan trait.
Faktor kepribadian adalah faktor manusia yang dianggap cukup berperan dalam
perilaku agresif, karena kepribadian merupakan salah satu variabel person yang dapat
menyebabkan terjadinya perilaku agresif. Kepribadian dapat mempengaruhi kognisi
dengan membuat konsep agresi lebih mudah diakses di dalam memori (Anderson &
Bushman, 2002). Individu yang memiliki sifat agresif hanya akan membutuhkan
sedikit energi untuk mengaktifkan konsep-konsep agresi, sehingga konsep-konsep
agresi tersebut menjadi semakin mudah untuk diakses dan lebih siap untuk teraktivasi
pada situasi lain. Kepribadian juga dapat mengaktivasi konsep-konsep yang
berhubungan dengan agresi di dalam memori yang dapat mempengaruhi cognition,
affect, dan arrousal yang dapat mempengaruhi hasil akhir tingkah laku. Moyer
(dalam Luthfi, 2009) beranggapan bahwa agresivitas merupakan suatu proses yang
ada didalam otak dan saraf pusat. Orang-orang yang memiliki kecenderungan
agresivitas tinggi memiliki struktur dan komponen otak yang berbeda dengan orang
yang agresivitasnya rendah.
Salah satu tipe kepribadian adalah big five personality, yaitu suatu pendekatan yang
digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang
tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan
41
menggunakan analisis faktor. Lima traits kepribadian tersebut adalah extraversion,
agreeableness, conscientiousness, neuoriticism, openness to experiences.
Neuroticism menggambarkan stabilitas emosional dengan cakupan-cakupan perasaan
negatif yang kuat termasuk kecemasan, kesedihan, irritability dan nervous tension.
Ekstraversion mengukur kuantitas dan intensitas dari interaksi interpersonal,
tingkatan aktivitas, kebutuhan akan dorongan, dan kapasitas dan kesenangan.
Openness mengukur gambaran keluasan, kedalaman, dan kompleksitas mental
individu dan pengalamannya. Agreeableness mengukur kualitas dari apa yang
dilakukan dengan orang lain dan apa yang dilakukan terhadap orang lain.
Conscientiousness mendeskripsikan perilaku yang diarahkan pada tugas dan tujuan
dan kontrol dorongan secara sosial. Dengan demikian, neuroticism memiliki
hubungan positif dengan agresivitas. Sedangkan trait yang lain tidak memiliki
hubungan yang positif (Mastuti, 2005).
Self-control juga mempengaruhi agresivitas seseorang. Sel-Control dapat diartikan
sebagai pengatur proses fisik, psikologis dan perilaku seseorang. Self-Control juga
berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan
dari dalam dirinya. Dengan adanya kontrol diri yang baik, akibat yang tidak
menyenangkan dari suatu situasi dapat diantisipasi (Luthfi, 2009).
Ketika seseorang memiliki self-control yang tinggi, maka kemungkinan ia berhasil
dalam mengolah emosinya dan menciptakan pola tingkah laku yang positif bagi
42
lingkungan sekitar. Namun sebaliknya, jika seseorang memiliki self-control yang
rendah, kemungkinan ia tidak akan berhasil dalam mengolah emosinya dan
menciptakan pola tingkah laku yang negatif bagi lingkungan sekitar. Dengan kata
lain, seseorang yang memiliki self-control rendah akan cenderung untuk melakukan
agresivitas.
Selain tipe kepribadian dan self-control, faktor usia, dan etnis/suku bangsa juga
mempengaruhi agresivitas. Penelitian Parry (1968; dalam Tremblay, 2002) yang
mengkaitkan usia dengan agresivitas menemukan, pengemudi yang lebih muda
mempunyai dorongan untuk melakukan agresi lebih besar dibandingkan pengemudi
yang lebih tua. Wiesenthal, dkk (2000; dalam Tremblay, 2002) juga menemukan
bahwa pengemudi yang lebih muda (usia 18-23) memiliki skor signifikan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pengemudi yang lebih tua (usia 24-66) pada the Driving
Vengeance Questionnaire.
Pendapat ahli dari ilmu antropologi dan psikologi seperti Segall, Dasen, Berry dan
Poortinga (1999; dalam Sarwono, 2009) menyebutkan bahwa lingkungan geografis
mempengaruhi agresivitas. Masyarakat yang hidup di pantai/pesisir, menunjukkan
karakter lebih keras daripada masyarakat yang hidup di pedalaman. Dalam penelitian
di Amerika Serikat, diketahui bahwa masyarakat di bagian selatan Amerika Serikat
mempunyai Agresivitas lebih tinggi. Hal ini diketahui melalui angka pembunuhan
yang tinggi (Taylor, Peplau, dan Sears, 2009). Penelitian Dewi Suryani Ekawati
(2007; dalam Nashori, 2008) juga menyatakan ada perbedaan perilaku agresif antara
43
mahasiswa etnis Jawa dan mahasiswa etnis Batak yang tinggal di Yogyakarta.
Dimana mahasiswa etnis Batak memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi dibanding
mahasiswa etnis Jawa.
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berfikir
Kepribadian big five
Self control
Etnis
Usia
Decisional control
Cognitif control
Behavior control
44
2. 6. Hipotesis Penelitian
A. Hipotesa Mayor : Ada pengaruh yang signifikan tipe kepribadian big five
(neuroticism, extraversion, openness, agreeableness, conscientiousness), self
control (behavior control, cognitive control, decisional control), usia dan etnis
terhadap agresivitas.
B. Hipotesa Minor :
1. Ada pengaruh yang signifikan neuroticism dalam kepribadian Big five
terhadap agresivitas
2. Ada pengaruh yang signifikan extraversion dalam kepribadian Big five
terhadap agresivitas
3. Ada pengaruh yang signifikan openness dalam kepribadian Big five terhadap
agresivitas.
4. Ada pengaruh yang signifikan agreeableness dalam kepribadian Big five
terhadap agresivitas.
5. Ada pengaruh yang signifikan conscientiousness dalam kepribadian Big five
terhadap agresivitas.
6. Ada pengaruh yang signifikan antara behavior control dalam self-control
terhadap agresivitas.
7. Ada pengaruh yang signifikan antara cognitif control dalam self-control
terhadap agresivitas.
45
8. Ada pengaruh yang signifikan antara decisional control dalam self-control
terhadap agresivitas.
9. Ada pengaruh yang signifikan tingkat usia dengan agresivitas.
10. Ada pengaruh yang signifikan antara etnis/ suku bangsa dengan agresivitas.
11. Ada pengaruh yang signifikan variabel dominan dengan agresivitas.
46
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini akan membahas populasi, sampel, teknik pengambilan sampel,
variabel penelitian, devinisi operasional variabel, instrument pengumpulan data, uji
validitas, prosedur penelitian, dan metode analisis data.
3. 1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
3. 1. 1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah anggota Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja)
di wilayah Kota Tangerang yang berjumlah 259 orang.
3. 1. 2. Sampel Penelitian
Penentuan sampel penelitian dengan dasar rumus dari Slovin (1960; dalam Sevilla,
1993) yaitu sebagai berikut: n =
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian
pengambilan sampel populasi).
Dari rumus tersebut didapat ukuran sampel yang disyaratkan adalah sebanyak 157,2
(dibulatkan menjadi 158 orang). Untuk meminimalisir kesalahan, maka peneliti
mengambil sampel sebanyak mungkin hingga mendekati populasi. Namun dari 170
47
kuesioner yang disebar, hanya 168 kuesioner yang kembali. Jadi, sampel yang
digunakan peneliti sebanyak 168 orang.
Metode pengambilan sampel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah non-acak
atau non-probability sampling dimana semua anggota atau subjek penelitian tidak
memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel, dimana pengambilan
sampel didasarkan pada hal-hal tertentu yang dikenakan ke dalam sub kelompok
(Sevilla, 1993). Sedangkan teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sampel purposive yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang
digunakan oleh seorang peneliti jika peneliti memiliki pertimbangan-pertimbangan di
dalam pengambilan sampelnya, dimana sampel diasumsikan sesuai dengan
karakteristik populasi yang telah ditetapkan (Sevilla, 1993).
Karakteristik sampel yang akan diambil adalah :
1. Satuan Polisi Pamong Praja di wilayah Kota Tangerang yang bekerja di lapangan
maupun staff kantor.
2. Masih aktif bertugas saat pengambilan sampel berlangsung.
3. Telah bekerja sebagai Satpol PP minimal satu tahun.
3. 2. Variabel Penelitian
Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu :
1. Dependent variabel (outcome variabel) adalah agresivitas.
48
2. Independen variabel (predictor variabel) adalah neuroticism, extraversion,
openness, agreeableness, conscientiousness, behavior control, cognitive control,
decisional control, usia, suku/etnis.
3. 3. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Agresivitas adalah skor yang diperoleh dari pengukuran terhadap agresivitas
memlaui indikator agresi fisik, agresi verbal, permusuhan (hostility), dan
kemarahan (anger).
2. Neuroticism (dalam Kepribadian Big Five) yaitu menggambarkan stabilitas
emosional dengan cakupan-cakupan perasaan negatif yang kuat termasuk
kecemasan, kesedihan, irritability dan nervous tension.
3. Extraversion (dalam Kepribadian Big Five) yaitu mengukur kuantitas dan
intensitas dari interaksi interpersonal, tingkatan aktivitas, kebutuhan akan
dorongan, dan kapasitas dan kesenangan.
4. Openness (dalam Kepribadian Big Five) yaitu gambaran keluasan, kedalaman,
dan kompleksitas mental individu dan pengalamannya.
5. Agreeableness (dalam Kepribadian Big Five) yaitu mengukur kualitas dari apa
yang dilakukan dengan orang lain dan apa yang dilakukan terhadap orang lain.
6. Conscientiousness (dalam Kepribadian Big Five) yaitu mendeskripsikan perilaku
yang diarahkan pada tugas dan tujuan dan kontrol dorongan secara sosial.
49
7. Behavior control (dalam Self-Control) yaitu mengukur kemampuan individu
untuk menentukan siapa yang mengendalikan siatuasi dan memodifikasi suatu
keadaan yang tidak menyenangkan.
8. Cognitive control (dalam Self-Control) yaitu mengukur kemampuan individu
dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi,
menilai, atau menghubungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif
sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan.
9. Decisional control (dalam Self-Control) yaitu kemampuan seseorang untuk
memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau
disetujuinya.
10. Usia merupakan usia partisipan yang diperoleh melalui identitas partisipan.
11. Suku Bangsa/etnis merupakan suku bangsa dari mana partisipan berasal yang
diperoleh melalui identitas partisipan yang diisikan pada lembar kuesioner.
3. 4. Instrumen Pengumpulan Data
1. Agresivitas didapatkan dari alat ukur agresivitas yang disusun oleh peneliti
dengan mengadaptasi skala agresivitas Buss dan Perry (1992), dengan
pengelompokan yang diukur melalui bentuk-bentuk agresi fisik, agresi verbal,
permusuhan (hostility), kemarahan (anger). Skala Buss dan Perry dimodifikasi
oleh peneliti sesuai dengan apa yang sering terjadi di lapangan. Sehinga alat ukur
50
ini terdiri dari 10 item agresi fisik, 10 item agresi verbal, 10 item permusuhan
(hostility), 10 item kemarahan (anger). Dengan rentangan respon yang diberikan
mulai dari sangat sesuai sangat tidak sesuai.
2. Neuroticism (dalam Kepribadian Big Five) didapatkan dari alat ukur kepribadian
Big Five dengan menggunakan Skala Costa & McCrae (1997). Skala ini terdiri
dari 10 item dengan rentangan respon mulai dari sangat sesuai sangat tidak
sesuai.
3. Extraversion (dalam Kepribadian Big Five) didapatkan dari alat ukur kepribadian
Big Five dengan menggunakan Skala Costa & McCrae (1997). Skala ini terdiri
dari 10 item dengan rentangan respon mulai dari sangat sesuai sangat tidak
sesuai.
4. Openness (dalam Kepribadian Big Five) didapatkan dari alat ukur kepribadian
Big Five dengan menggunakan Skala Costa & McCrae (1997). Skala ini terdiri
dari 10 item dengan rentangan respon mulai dari sangat sesuai sangat tidak
sesuai.
5. Agreeableness (dalam Kepribadian Big Five) didapatkan dari alat ukur
kepribadian Big Five dengan menggunakan Skala Costa & McCrae (1997). Skala
ini terdiri dari 10 item dengan rentangan respon mulai dari sangat sesuai sangat
tidak sesuai.
51
6. Conscientiousness (dalam Kepribadian Big Five) didapatkan dari alat ukur
kepribadian Big Five dengan menggunakan Skala Costa & McCrae (1997). Skala
ini terdiri dari 10 item dengan rentangan respon mulai dari sangat sesuai sangat
tidak sesuai.
7. Behavior control (mengontrol tingkah laku) didapatkan dari alat ukur self-control
yang disusun oleh peneliti. Alat ukur ini terdiri dari 10 item, dengan rentangan
respon sangat sesuai sangat tidak sesuai.
8. Cognitive control (mengontrol kognisi) didapatkan dari alat ukur self-control
yang disusun oleh peneliti. Alat ukur ini terdiri dari 10 item, dengan rentangan
respon sangat sesuai sangat tidak sesuai.
9. Decisional control (mengontrol keputusan) didapatkan dari alat ukur self-control
yang disusun oleh peneliti. Alat ukur ini terdiri dari 10 item, dengan rentangan
respon sangat sesuai sangat tidak sesuai.
10. Usia merupakan usia partisipan yang diperoleh melalui identitas partisipan.
11. Suku Bangsa/etnis merupakan suku bangsa dari mana partisipan berasal yang
diperoleh melalui identitas partisipan yang diisikan pada lembar kuesioner.
Adapun blue print skala agresivitas, big five dan self control adalah sebagai berikut:
52
Tabel 3.1 Blue Print Skala Aggresivitas
Aspek Indikator F U Jumlah
Item Valid
Fisik
Menampar 17* 21 10 5 Memukul 1* 5 Menendang 9* 13 Mendorong 25* 29 Merusak barang 33* 37
Verbal
Menghina 2* 6 10 4 Memaki 10* 14 Membentak 18* 22 Berteriak 26* 30 Mengancam 34 38
Hostility Curiga 3,11*,19*,35* 31,39 10 4 Merasa kehidupan tidak adil
27* 7,15,23
Anger
Mudah kesal 4*,12* 10 5 Tidak mampu mengontrol rasa marah
20*,28 8*,16,40
Hilang kesabaran 36* 24,32 40 18
Ket. *) item yang valid
Tabel 3.2 Blue Print Skala Big Five
Aspek Indikator F U Jumlah
Item valid
Neoruticism
Kecemasan 14*,24* 10 3 Kemarahan 29,39 Depresi 49 Kesadaran diri 44 19 Kurangnya kontrol diri 9 Kerapuhan 4*,34
53
Extraversion
Minat Berteman 21* 26 10 5 Minat Berkelompok 11*,31* 46 Kemampuan Asertif 6 Tingkat Aktivitas 1* Mencari Kesenangan 41* 36 Emosi Positif 16
Openness to Experience
Kemampuan Imajinasi 15 30,40 10 3 Minat terhadap Seni 5 Kemampuan Menyelami Emosi
35*
Minat Berpetualang 45* Berpikiran terbuka 10,20,5
0 Kebebasan 25*
Agreeableness
Kepercayaan 42 10 2 Kesungguhan 7*,47 32 Perilaku Menolong 22 Kemampuan Bekerjasama
37 12
Kerendahan Hati 27 Simpatik 17* 2
Conscientiosness
Kecukupan diri 3,43* 38* 10 5 Keteraturan 33 Rasa Tanggung Jawab 13 Keinginan Berprestasi 48 Disiplin Diri 23 8*,28* Kehati-hatian 18*
Jumlah 50 18 Ket. *) item yang valid
54
Tabel 3.3 Blue Print Skala Self control
Aspek Indikator F U Jumlah
Item Valid
Behavior control
Kemampuan Mengatur Pelaksanaan
1*,7*,13* 4*, 28* 10 7
Kemampuan memodifikasi stimulus
19*, 25* 10, 16, 22
Cognitive control
Kemampuan memperolah informasi
3*,9*,15* 5*,11* 10 6
Kemampuan melakukan penilaian
21, 27 17*, 23, 29
Decisional control
Kemampuan memilih dan menentukan bentuk tindakan
6*, 12, 18, 24*,
30*
2, 8, 14, 20, 26
10 3
Jumlah 30 16 Ket. *) item yang valid
3. 5. Uji Validitas
Pada instrument 1) agresivitas, 2) neuroticism, 3) extravertion, 4) openness, 5)
agreeableness, 6) conscientiousness, 7) behavior control, 8) cognitive control, dan 9)
decisional control, peneliti melakukan uji validitas konstruk instrument tersebut.
Oleh karena itu, digunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis) untuk pengujian
validitas instrument dengan menggunakan software LISREL 8.70 (Joreskog, dan
Sorbom, 2006). Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut
(Widhiarso, 2004):
55
1) Dilakukan uji CFA dengan model unidimensional (satu faktor) dan dilihat nilai
Chi Square yang dihasilkan. Jika nilai Chi Square tidak signifikan (p > 0,05)
berarti semua item telah mengukur sesuai dengan yang diteorikan, yaitu hanya
mengukur satu faktor saja. Jika ini terjadi maka analisis dilanjutkan ke langkah
ketiga, yaitu melihat muatan faktor pada masing-masing item. Namun jika nilai
Chi Square signifikan (p < 0,05), maka diperlukan modifikasi terhadap model
pengukuran yang diuji sesuai langkah kedua berikut ini.
2) Jika nilai Chi Square signifikan, maka dilakukan modifikasi model pengukuran
dengan cara mengestimasi korelasi antar kesalahan pengukuran pada beberapa
item yang mungkin bersifat multidimensional. Ini berarti bahwa selain suatu item
mengukur konstruk yang diniati ingin diukur (sesuai teori), juga dapat dilihat
apakah item tersebut mengukur hal yang lain (mengukur lebih dari satu hal). Jika
setelah beberapa kesalahan pengukuran dibebaskan untuk saling berkorelasi dan
akhirnya diperoleh model yang fit, maka model terakhir inilah yang akan
digunakan pada langkah selanjutnya.
3) Setelah diperoleh model pengukuran yang fit (unidimensional) maka dilihat
apakah ada item yang muatan faktornya negatif. Jika ada, item tersebut harus
didrop (tidak diikutsertakan dalam skoring).
4) Dengan menggunakan SPSS dan model unidimensional (satu faktor) kemudian
dihitung (diestimasi) nilai skor faktor (true score) bagi setiap orang untuk
variabel yang bersangkutan. Dalam hal ini yang dianalisis faktor hanya item yang
baik saja (tidak didrop).
56
Adapun kriteria item yang baik pada CFA adalah (Wijayanto, 2008):
1) Melihat signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktornya dengan melihat
nilai t bagi koefisien muatan faktor item. Perbandingannya adalah jika t > 1,96
maka item tersebut tidak akan didrop dan sebaliknya.
2) Melihat koefisien muatan faktor dari item. Jika item tersebut sudah diskoring
dengan favorable (pada skala Likert 1- 4), maka nilai koefisien muatan faktor
harus bermuatan positif, dan sebaliknya. Apabila item favorable, namun
koefisien muatan faktor item bernilai negatif, maka item tersebut akan didrop dan
sebaliknya.
3) Terakhir, apabila kesalahan pengukuran item terlalu banyak berkorelasi, maka
item tersebut akan didrop. Sebab, item yang demikian selain mengukur apa yang
hendak diukur, ia juga mengukur hal lain.
Dalam penelitian ini data yang akan dianalisis adalah hasil pengukuran dalam bentuk
skor faktor seperti yang diperoleh pada langkah keempat dalam melakukan uji
validitas CFA di atas, kecuali untuk variabel usia, dan suku. Adapun uji validitas alat
ukur akan dipaparkan pada subbab berikut:
3.5.1. Validitas Konstruk Agresivitas
Pada konstruk Agresivitas ini, teorinya mensyaratkan untuk dilakukan CFA dua
tingkat (second order CFA). Dalam hal ini, diteorikan bahwa ada 4 faktor
57
(komponen) agresivitas yaitu fisik, verbal, permusuhan, dan kemarahan. Berikut
gambar second order CFA dengan 4 faktor:
Gambar 3.1 Analisis Faktor Konfirmatori dari Agresivitas
Ket: Pada gambar diatas, item 1 s/d 40 hanya sebagai symbol, sedangkan urutan
item yang benar adalah 1, 9, 17, 25, 33, 5, 13, 21, 29, 37, 2, 10, 18, 26, 34, 6, 14,
22, 30, 38, 3, 11, 19, 27, 35, 7, 15, 23, 31, 39, 4, 12, 20, 28, 36, 8, 16, 24, 32, 40.
58
Gambar diatas merupakan hasil awal analisis second order CFA yang dilakukan,
model satu faktor tidak fit dengan Chi Square = 2927,07 , df = 736, P-Value =
0,00000, RMSEA = 0,134. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model,
dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya maka diperoleh Chi Square = 1338,96 , df = 672, P-Value = 0,00000,
RMSEA = 0,077. Model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada
beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa
item tersebut sebenarnya bersifat multidimensi pada dirinya masing-masing (gambar
dapat dilihat pada lampiran). Namun karena model ini belum menemukan nilai fit (p-
value < 0,05) dan untuk menghitung (mengestimasi) skor faktor yang bersifat general
(dua tingkat) cukup rumit untuk dilakukan, maka dalam penelitian ini untuk melihat
validitas item pada agresivitas, dilihat dengan menggunakan alpha-cronbach. Setelah
item yang tidak valid (<0,3) didrop, maka didapat Alpha Cronbach sebesar 0,877.
3.5.2. Validitas Konstruk Kepribadian Big Five
1. Neoriticism
59
Gambar 3.2 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Neuroticism
Ket: Pada gambar diatas, item 1 s/d 10 hanya sebagai symbol, sedangkan urutan
item yang benar adalah 9,19,29,39,49,4,14,24,34,44.
Dari gambar diatas, bahwa nilai Chi Square menghasilkan P-Value > 0,05 yaitu
0,4926 (tidak signifikan), yang artinya model dengan hanya satu faktor dapat
diterima, bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja.
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Neuroticism
No. Item Koefisien Std.Error Nilai t Signifikan 9. 0,07 0,08 0,92 X
19. -0,65 0,08 -8,41 X 29. -0,17 0,09 -1,97 X 39. -0,58 0,07 -7,72 X 49. -0,73 0,07 -10,67 X 4. 0,68 0,07 9,50 V
14. 0,61 0,07 8,23 V 24. 0,82 0,07 11,99 V 34. 0,41 0,08 5,01 V 44. 0,02 0,09 0,27 X
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel diatas, nilai t bagi koefisien muatan faktor yang tidak signifikan dan
bermuatan negative yaitu item 9, 19, 29, 39, 49, dan 44. Dengan demikian item-item
tersebut akan di drop. Artinya bobot nilai pada item-item tersebut tidak ikut dianalisis
dalam penghitungan faktor skor.
60
Tabel 3.6
Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item Neoriticism
9 19 29 39 49 4 14 24 34 44 9 1
19 1 29 V V 1 39 V 1 49 1 4 V 1
14 V 1 24 V 1 34 V V V V 1 44 V V V V V V 1
Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item
Dari tabel diatas, dapat dilihat kesalahan pengukuran item terbanyak terdapat pada
item 34 dan 44. Artinya item tersebut mengukur lebih dari satu hal, sehingga item
tersebut di drop.
2. Extraversion
61
Gambar 3.3 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Extraversion
Ket: Pada gambar diatas, item 1 s/d 10 hanya sebagai symbol, sedangkan urutan
item yang benar adalah 1,11,21,31,41,6,16,26,36,46.
Dari gambar diatas, bahwa nilai Chi Square menghasilkan P-Value > 0,05 yaitu
0,14069 (tidak signifikan), yang artinya model dengan hanya satu faktor dapat
diterima. Namun terdapat beberapa kesalahan item, dimana terdapat beberapa item
yang saling berkorelasi.
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Extraversion
No. Item Koefisien Std.Error Nilai t Signifikan 1. 0,24 0,08 2,87 V
11. 0,26 0,08 3,06 V 21. 0,32 0,09 3,68 V 31. 0,56 0,08 7,15 V 41. 0,42 0,08 5,06 V 6. -0,38 0,08 -4,58 X
16. -0,09 0,09 -1,08 X 26. -0,45 0,09 -5,05 X 36. -0,46 0,08 -5,52 X 46. -0,74 0,08 -9,28 X
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel diatas, nilai t bagi koefisien muatan faktor yang tidak signifikan dan
bermuatan negative yaitu item 6, 16, 26, 36, dan 46. Dengan demikian item-item
tersebut akan di drop. Artinya bobot nilai pada item-item tersebut tidak ikut dianalisis
dalam penghitungan faktor skor.
62
Tabel 3.8
Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item Extraversion
1 11 21 31 41 6 16 26 36 46 1 1
11 1 21 1 31 1 41 1 6 V V V 1
16 V 1 26 1 36 V V V 1 46 V 1
Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item
Dari tabel diatas, dapat dilihat kesalahan pengukuran item terbanyak terdapat pada
item 6 dan 36. Artinya item tersebut mengukur lebih dari satu hal, sehingga item
tersebut di drop.
63
3. Openness
Gambar 3.4 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Openness
Ket: Pada gambar diatas, item 1 s/d 10 hanya sebagai symbol, sedangkan urutan
item yang benar adalah 5,15,25,35,45,10,20,30,40
Dari gambar diatas, bahwa nilai Chi Square menghasilkan P-Value > 0,05 yaitu
0,05169 (tidak signifikan), yang artinya model dengan hanya satu faktor dapat
diterima. Namun terdapat beberapa kesalahan item, dimana terdapat beberapa item
yang saling berkorelasi.
64
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Openness
No. Item Koefisien Std.Error Nilai t Signifikan 5 0,12 0,08 1,43 X
15 0,05 0,08 0,63 X 25 0,58 0,08 7,34 V 35 0,54 0,08 6,81 V 45 0,55 0,08 6,89 V 10 -0,37 0,08 -4,56 X 20 0,11 0,08 1,37 X 30 -0,22 0,09 -2,54 X 40 -0,10 0,08 -1,17 X 50 -0,89 0,08 -11,74 X
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel diatas, nilai t bagi koefisien muatan faktor yang tidak signifikan dan
bermuatan negative yaitu item 5, 15, 10, 20, 30, 40, 50. Dengan demikian item-item
tersebut akan di drop. Artinya bobot nilai pada item-item tersebut tidak ikut dianalisis
dalam penghitungan faktor skor.
Tabel 3.10
Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item Openness
5 15 25 35 45 10 20 30 40 50 5 1
15 V 1 25 1 35 1 45 1 10 V V 1 20 V V V 1 30 V V V 1 40 V V V 1 50 1
Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item
65
Dari tabel diatas, dapat dilihat kesalahan pengukuran item terbanyak terdapat pada
item 20, 30 dan 40. Artinya item tersebut mengukur lebih dari satu hal, sehingga item
tersebut di drop.
4. Agreeableness
Gambar 3.5 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Agreeableness
Ket: Pada gambar diatas, item 1 s/d 10 hanya sebagai symbol, sedangkan urutan
item yang benar adalah 7,17,27,37,47,2,12,22,32,42.
Dari gambar diatas, bahwa nilai Chi Square menghasilkan P-Value > 0,05 yaitu
0,07178 (tidak signifikan), yang artinya model dengan hanya satu faktor dapat
diterima. Namun terdapat beberapa kesalahan item, dimana terdapat beberapa item
yang saling berkorelasi.
66
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Agreeableness
No. Item Koefisien Std.Error Nilai t Signifikan 7 0,85 0,13 6,78 V
17 0,43 0,08 5,38 V 27 0,14 0,07 1,88 X 37 0,06 0,08 0,82 X 47 0,11 0,08 1,45 X 2 -0,42 0,10 -4,11 X
12 -0,69 0,11 -6,40 X 22 0,02 0,09 -2,69 X 32 -0,24 0,09 -2,69 X 42 -0,46 0,09 -5,34 X
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel diatas, nilai t bagi koefisien muatan faktor yang tidak signifikan dan
bermuatan negative yaitu item 27, 37, 47, 2, 12, 22, 32, dan 42. Dengan demikian
item-item tersebut akan di drop. Artinya bobot nilai pada item-item tersebut tidak ikut
dianalisis dalam penghitungan faktor skor.
Tabel 3.12
Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item Agreeableness
1 11 21 31 41 6 16 26 36 46 1 1
11 1 21 1 31 1 41 V V 1 6 V V V 1
16 V 1 26 V V V 1 36 V V V V 1 46 V 1
Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item
67
Dari tabel diatas, dapat dilihat kesalahan pengukuran item terbanyak terdapat pada
item 36. Artinya item tersebut mengukur lebih dari satu hal, sehingga item tersebut di
drop.
5. Conscientiousness
Gambar 3.6 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Conscientiousness
Ket: Pada gambar diatas, item 1 s/d 10 hanya sebagai symbol, sedangkan urutan
item yang benar adalah 3,13,23,33,8,18,28,38,48.
Dari gambar diatas, bahwa nilai Chi Square menghasilkan P-Value > 0,05 yaitu
0,06436 (tidak signifikan), yang artinya model dengan hanya satu faktor dapat
diterima. Namun terdapat beberapa kesalahan item, dimana terdapat beberapa item
yang saling berkorelasi.
68
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Conscientiousness
No. Item Koefisien Std.Error Nilai t Signifikan 3 0,11 0,09 1,26 X
13 0,15 0,09 1,66 X 23 0,08 0,09 0,89 X 33 -0,63 0,08 -8,03 X 43 0,20 0,09 2,31 V 8 0,64 0,08 8,11 V
18 0,63 0,08 8,06 V 28 0,30 0,09 3,54 V 38 0,77 0,07 10,26 V 48 -0,01 0,09 -0,14 X
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel diatas, nilai t bagi koefisien muatan faktor yang tidak signifikan dan
bermuatan negative yaitu item 3, 13, 23, 33, dan 48. Dengan demikian item-item
tersebut akan di drop. Artinya bobot nilai pada item-item tersebut tidak ikut dianalisis
dalam penghitungan faktor skor.
Tabel 3.14
Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item Conscientiousness
3 13 23 33 43 8 18 28 38 48 3 1
13 V 1 23 V 1 33 V 1 43 V V V 1 8 V V 1
18 1 28 V 1 38 1 48 V V V V 1
Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item
69
Dari tabel diatas, dapat dilihat kesalahan pengukuran item terbanyak terdapat pada
item 48. Artinya item tersebut mengukur lebih dari satu hal, sehingga item tersebut di
drop.
3.5.3. Variabel Konstruk Self control
1. Behavior control
Gambar 3.7 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Behavior control
Ket: Pada gambar diatas, item 1 s/d 10 hanya sebagai symbol, sedangkan urutan
item yang benar adalah 1,7,13,19,25,4,10,16,22,28.
Dari gambar diatas, bahwa nilai Chi Square menghasilkan P-Value > 0,05 yaitu
0,20305 (tidak signifikan), yang artinya model dengan hanya satu faktor dapat
diterima. Namun terdapat beberapa kesalahan item, dimana terdapat beberapa item
yang saling berkorelasi.
70
Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Behavior control
No. Item Koefisien Std.Error Nilai t Signifikan 1 0,42 0,08 5,11 V 7 0,82 0,09 9,61 V
13 0,35 0,09 4,09 V 19 0,37 0,08 4,70 V 25 0,41 0,09 4,83 V 4 0,32 0,08 3,89 V
10 -0,59 0,14 -4,18 X 16 -0,01 0,08 -0,18 X 22 -0,17 0,08 -2,17 X 28 0,42 0,09 4,76 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel diatas, nilai t bagi koefisien muatan faktor yang tidak signifikan dan
bermuatan negative yaitu item 10, 16, dan 22. Dengan demikian item-item tersebut
akan di drop. Artinya bobot nilai pada item-item tersebut tidak ikut dianalisis dalam
penghitungan faktor skor.
Tabel 3.16
Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item Behavior control
1 7 13 19 25 4 10 16 22 28 1 1 7 1
13 1 19 1 25 1 4 V 1
10 V V V V 1 16 V 1 22 V 1 28 V V V 1
Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item
71
Dari tabel diatas, dapat dilihat kesalahan pengukuran item terbanyak terdapat pada
item 10. Artinya item tersebut mengukur lebih dari satu hal, sehingga item tersebut di
drop.
2. Cognitive control
Gambar 3.8 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Cognitif control
Ket: Pada gambar diatas, item 1 s/d 10 hanya sebagai symbol, sedangkan urutan
item yang benar adalah 3,9,15,21,27,5,11,17,23,29.
Dari gambar diatas, bahwa nilai Chi Square menghasilkan P-Value > 0,05 yaitu
0,07798 (tidak signifikan), yang artinya model dengan hanya satu faktor dapat
diterima. Namun terdapat beberapa kesalahan item, dimana terdapat beberapa item
yang saling berkorelasi.
72
Tabel 3.17 Muatan Faktor Item Cognitif control
No. Item Koefisien Std.Error Nilai t Signifikan 3 0,33 0,08 4,05 V 9 0,65 0,11 5,97 V
15 0,53 0,08 6,76 V 21 0,17 0,09 1,95 X 27 -0,22 0,09 -2,50 X 5 0,47 0,08 5,97 V
11 0,79 0,08 9,32 V 17 0,26 0,08 3,25 V 23 0,06 0,08 0,68 X 29 0,49 0,08 6,04 V
Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel diatas, nilai t bagi koefisien muatan faktor yang tidak signifikan dan
bermuatan negative yaitu item 21, 27, dan 23. Dengan demikian item-item tersebut
akan di drop. Artinya bobot nilai pada item-item tersebut tidak ikut dianalisis dalam
penghitungan faktor skor.
Tabel 3.18
Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item Cognitif control
3 9 15 21 27 5 11 17 23 29 3 1 9 1
15 1 21 1 27 V V 1 5 V V 1
11 V V 1 17 V 1 23 V V 1 29 V V V 1
Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item
73
Dari tabel diatas, dapat dilihat kesalahan pengukuran item terbanyak terdapat pada
item 29. Artinya item tersebut mengukur lebih dari satu hal, sehingga item tersebut di
drop.
3. Decisional control
Gambar 3.9 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Decisional control
Ket: Pada gambar diatas, item 1 s/d 10 hanya sebagai symbol, sedangkan urutan
item yang benar adalah 6,12,18,24,30,2,8,14,20,26.
Dari gambar diatas, bahwa nilai Chi Square menghasilkan P-Value > 0,05 yaitu
0,07114 (tidak signifikan), yang artinya model dengan hanya satu faktor dapat
diterima. Namun terdapat beberapa kesalahan item, dimana terdapat beberapa item
yang saling berkorelasi.
74
Tabel 3.19 Muatan Faktor Item Decisional control
No. Item Koefisien Std.Error Nilai t Signifikan 6 0,27 0,08 3,29 V
12 0,13 0,12 1,08 X 18 -0,18 0,09 -2,03 X 24 0,33 0,08 4,13 V 30 0,53 0,08 6,62 V 2 -0,03 0,10 -0,29 X 8 -0,72 0,08 -8,44 X
14 -0,74 0,08 -8,93 X 20 -0,17 0,09 -1,86 X 26 -0,16 0,08 -1,89 X
Keterangan : tanda V =signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel diatas, nilai t bagi koefisien muatan faktor yang tidak signifikan dan
bermuatan negative yaitu item 12, 18, 2, 8, 14, 20, dan 26. Dengan demikian item-
item tersebut akan di drop. Artinya bobot nilai pada item-item tersebut tidak ikut
dianalisis dalam penghitungan faktor skor.
Tabel 3.20
Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item Decisional control
6 12 18 24 30 2 8 14 20 26 6 1
12 1 18 V 1 24 V 1 30 V 1 2 V V V 1 8 V V V 1
14 V 1 20 V V V 1 26 V V V 1
Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item
75
3. 6. Prosedur Penelitian
Tahapan pertama penelitian ini mempersiapkan alat ukur, kemudian pengambilan
data sesungguhnya. Sebelum mengambil data, peneliti melakukan serangkaian
perijinan. Proses perijinan dimulai dari kampus, kemudian diproses di Kesbang &
Linmas Kota Tangerang untuk mendapatkan surat rekomendasi. Setelah itu, peneliti
langsung meminta ijin ke kantor Satpol PP di Kota Tangerang. Penyebaran angket di
bantu oleh komandan Satpol PP, dimana angket di berikan kepada Danton kemudian
disebar kepada masing-masing anggota.
Dalam pengambilan data, mula-mula subjek diminta untuk mengisi lembar kesediaan
menjadi partisipan pada penelitian ini dan juga lembar data diri. Untuk pengisian
nama, boleh menggunakan inisial saja jika subjek tidak bersedia mencantumkan nama
asli.
Skala kepribadian big five, skala self-control, dan skala agresivitas yang didahului
oleh lembar petunjuk pengisian diberikan secara bersamaan kepada subjek setelah
lembar kesediaan dan lembar data diri. Setelah subjek mengisi semua aitem alat ukur,
angket dikumpulkan kembali dan peneliti mengucapkan terima kasih.
3. 7. Metode Analisis Data
Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian yaitu apakah terdapat pengaruh yang
signifikan masing-masing variabel terhadap agresivitas, dan untuk mengetahui
seberapa besar sumbangan yang diberikan masing-masing variabel terhadap
76
agresivitas, penulis menggunakan metode statistikakarena datanya berupa angka-
angka yang merupakan hasil pengukuran atau perhitungan. Dalam hal ini berdasarkan
hipotesis yang akan diukur peneliti menggunakan teknik analisis multiple regression
atau analisis regresi berganda untuk mengetahui besar dan arah hubungan antara
independen variabel dengan dependen variabel. Analisis multi regresi adalah suatu
metode untuk mengkaji akibat-akibat dan besarnya akibat dari lebih satu variabel
bebas terhadap satu variabel terikat, dengan menggunakan prinsip-prinsip korelasi
dan regresi (Pedhazur, 1982).
Adapun persamaan umum analisis regresi berganda ini adalah :
Y= a+b1X1+b2X2+b3X3
Keterangan:
Y : Nilai yang diprediksi (DV) yang dalam hal ini adalah agresivitas
X : Nilai variabel predictor (IV)
a : Koefisien variabel
b : Konstanta
Dalam analisis multiple regression ini dapat diperoleh beberapa informasi, yaitu :
1. R2 yang menunjukkan proporsi varian (presentase varian) dari dependen variabel
(DV) yang bisa diterangkan oleh independen variabel (IV).
77
2. Uji hipotesis mengenai signifikan atau tidaknya masing-masing koefisien regresi.
Koefisien yang signifikan menunjukan dampak yang signifikan dari independen
variabel (IV) yang bersangkutan.
3. Persamaan regresi yang ditemukan bisa digunakan untuk membuat prediksi
tentang berapa harga Y jika nilai setiap independen variabel (IV) diketahui.
Untuk mendapatkan nilai R2, digunakan rumus sebagai berikut:
Dimana SSreg merupakan jumlah kuadrat dari regresi dan y2 adalah jumlah kuadrat
dari DV. Uji R2 merupakan proporsi varian y yang mempengaruhi IV. Uji hipotesis
secara statistika tentang apakah DV yang dipengaruhi IV signifikan atau tidak, maka
digunakan uji F untuk membuktikan hal tersebut dengan menggunakan rumus F
(Pedhazur, 1982), yaitu sebagai berikut:
Dimana k adalah jumlah independent variable dan N adalah jumlah sampel. Dari hasil
uji F signifikan dapat dilanjutkan dengan uji hipotesis minor yaitu, apakah masing-
masing variabel independent mempengaruhi dependent variable.
78
Kemudian untuk menguji apakah pengaruh yang diberikan variabel-variabel
independent signifikan terhadap dependent variable maka peneliti melakukan uji t
(Pedhazur, 1982). Dimana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standard eror dari
koefisien b. Hasil uji t ini akan diperoleh dari hasil regresi yang dilakukan oleh
peneliti. Uji t yang dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut :
79
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Dalam bab empat ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah
dilakukan. Pembahasan tersebut meliputi tiga bagian yaitu: gambaran umum
responden, analisis deskriptif, dan pengujian hipotesis penelitian.
4. 1. Gambaran Umum Responden
Berikut ini akan diuraikan gambaran responden berdasarkan usia, pendidikan
terakhir, dan masa kerja. Pada penelitian ini, penulis menggunakan sampel sebanyak
168 orang Satpol PP Kota Tangerang.
4.1.1. Responden Berdasarkan Usia
Pengelompokan responden berdasarkan usia, peneliti membaginya berdasarkan jarak
dari usia termuda sampai usia tertua, dimana usia tertua dikurangi usia termuda.
Adapun usia termuda yaitu 25 tahun, sedangkan usia tertua yaitu 48 tahun sehingga
luas sebarannya adalah 23. Dalam penelitian ini skor usia dibagi ke dalam 3 kategori,
maka didapat rentangan sebesar 7,67 yang dibulatkan menjadi 8.
Tabel 4.1
Ditribusi sampel penelitian berdasarkan usia
Usia Frekuensi Persentase 25 32 80 47,62 % 33 40 71 42,26 % 41 48 17 10,12 % Jumlah 168 100 %
80
Berdasarkan tabel diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa responden yang
memiliki presentase terbesar yakni 47,62% atau berjumlah 80 orang terdapat pada
rentangan usia 25 32 tahun. Selanjutnya dengan presentase 42,26% atau berjumlah
71 orang terdapat pada rentangan usia 33 40 tahun. Presentase 10,12% atau
berjumlah 17 orang terdapat pada rentangan usia 41 48 tahun.
4.1.2. Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Di bawah ini tabel yang menunjukkan jumlah responden berdasarkan pendidikan
terakhir.
Tabel 4.2
Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Frekuensi Persentase SMU/sederajat 148 88,1%
D3 3 1,8 % S1/S2 17 10,1% Total 168 100%
Berdasarkan tabel diatas dapat diambil kesimpulan bahwa mayoritas responden pada
penelitian ini tingkat pendidikannya adalah SMU atau sederajat yaitu sebanyak 148
orang atau 88,1%. Responden yang berpendidikan D3 sebanyak 3 orang atau 1,8%,
sedangkan responden yang berpendidikan sarjana sebanyak 17 orang atau 10,1%. Hal
ini dikarenakan syarat untuk dapat mengikuti pelatihan sebagai anggota satpol pp
berpendidikan minimal SMU/sederajat.
81
4.1.3. Responden Berdasarkan Etnis/Suku Bangsa
Di bawah ini tabel yang menunjukkan jumlah responden berdasarkan etnis/suku
bangsa.
Tabel 4.3
Responden Berdasarkan Etnis
Etnis Frekuensi Persentase Jawa 27 16,1% Sunda 35 20,8% Betawi 100 59,5%
Minang/Flores 6 3,6 % Total 168 100 %
Dari tabel diatas, didapat bahwa 100 orang atau 59,5 % berasal dari suku betawi, 35
orang atau 20,8 % berasal dari suku sunda, 27 orang atau 16,1 % berasal dari suku
jawa. 6 orang atau 3,6 % berasal dari suku minang/flores, dimana 4 orang atau 2,4 %
berasal dari suku minang, dan 2 orang atau 1,2 % berasal dari suku flores. Artinya
bahwa mayoritas responden berasal dari suku Betawi. Hal ini mungkin dikarenakan
lokasi dalam pengambilan sampel yang berada di wilayah Kota Tangerang, yang
masih dalam kawasan Jakarta, dengan suku asli Betawi.
4.1.4. Responden Berdasarkan Masa Kerja
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai rata-rata skor variabel masa kerja =
7.6786, modus = 9, median = 8.00, standar deviasi = 3.22104, varian = 10.375, min =
2, dan max = 21. Distribusi frekuensi masa kerja yang sudah dikelompokkan terlihat
dalam tabel berikut :
82
Tabel 4.4
Responden Berdasarkan Masa Kerja
Interval Kelas Frekuensi Presentase 2 8 98 58,33 %
9 15 66 39,29 % > 16 tahun 4 2,38 %
Total 168 100 %
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa masa kerja dengan jumlah frekuensi
tertinggi yaitu 98 orang atau 58,33 % terdapat pada rentangan 2 8 tahun.
Selanjutnya dengan presentase 39,29 % atau 66 orang terdapat pada rentangan masa
kerja 9 15 tahun. Frekuensi terendah dengan nilai presentase 2,38 % atau 4 orang
terdapat pada rentang masa kerja 16 tahun keatas.
4.2 Analisis Deskriptif
4.2.1 Kategori Tipe Kepribadian
Kategori ini menggambarkan tipe kepribadian yang dimiliki oleh satpol pp Kota
Tangerang, dengan melihat nilai true-skor terbesar pada masing-masing kategori.
Perhitungannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.5 Kategori Tipe Kepribadian Satpol PP
Kategori Frekuensi Persentase Neuroticism 44 26,2 % Extraversion 36 21,4 % Openness 16 9,5 % Agreeableness 26 15,5 % Conscientiousness 46 27,4 %
Jumlah 168 100 %
83
Berdasarkan tabel diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa tipe Kepribadian yang
menonjol pada satpol pp Kota Tangerang yaitu conscientiousness dan neuroticism.
Hal ini menggambarkan bahwa 27,4% atau 46 orang anggota satpol pp Kota
Tangerang memiliki sifat conscientiousness, dimana individu mampu mengontrol
tingkah laku terhadap lingkungan sosialnya, berpikir sebelum bertindak, menunda
kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan
memprioritaskan tugas. Disisi lain trait kepribadian ini menggambarkan orang yang
sangat perfeksionis, kompulsif, workaholic, dan membosankan. Kemudian 26,2%
atau 44 orang anggota satpol pp Kota Tangerang memiliki sifat neuroticsm. Individu
yang memiliki kepribadian ini mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi,
dan memiliki kecenderungan emotionally reactive. Sedangkan karakteristik yang
paling sedikit dimiliki satpol pp Kota Tangerang adalah openness yaitu sebesar 9,5%
atau sebanyak 16 orang. Individu ini mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas
untuk menyerap informasi, menjadi sangat fokus dan mampu untuk waspada pada
berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas.
4.2.2 Kategori Self control
Kategori skor self control yang dipergunakan adalah dua kategori, tinggi, dan rendah.
Dimana kategori tinggi adalah nilai t-skor diatas rata-rata, kategori rendah adalah
nilai t-skor dibawah rata-rata. Dengan nilai mean = 49.9972, standar deviasi = 10.00,
skor minimum = 24.88, skor maximum = 70,56. Hasil perhitungan kategori dapat
dilihat pada tabel berikut :
84
Tabel 4.6 Kategori Self control
Kategori T Skor Frekuensi Persentase
Self control Tinggi 81 48,21 %
Rendah < mean 87 51,79 % Jumlah 168 100 %
Berdasarkan tabel diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa 48,21% atau 81 anggota
satpol pp Kota Tangerang memiliki self control yang tinggi, dan 51,79% atau 87
anggota satpol pp Kota Tangerang memiliki self control yang rendah.
Dalam perhitungan tiap dimensi digunakan mean dari t-skor masing-masing dimensi.
Dimana kategori tinggi adalah nilai t-skor diatas rata-rata, dan kategori rendah adalah
nilai true skor dibawah rata-rata. Adapun tabelnya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7 Self control
Dimensi Kategori T skor Frekuensi Presentase
Behavior control Tinggi 82 48,81 %
Rendah < mean 86 51,19 %
Cognitif control Tinggi 89 52,98 %
Rendah < mean 79 47,02 %
Decisional control Tinggi 81 48,21 %
Rendah < mean 87 51,79 %
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat :
1. Untuk behavior control, memiliki Mean sebesar 49,998. Nilai > 49,998 dinyatakan
dalam kategori tinggi, yaitu sebesar 48,81% atau sebanyak 82 orang. Nilai <
49,998 dinyatakan dalam kategori rendah, yaitu sebesar 51,19% atau sebanyak 86
85
orang. Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa satpol pp di Kota Tangerang
memiliki kontrol perilaku yang rendah.
2. Untuk cognitif control, memiliki Mean sebesar 50,00. Nilai > 50,00 dinyatakan
dalam kategori tinggi, yaitu sebesar 52,98% atau sebanyak 89 orang. Nilai < 50,00
dinyatakan dalam kategori rendah, yaitu sebesar 47,02% atau sebanyak 79 orang.
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa satpol pp di Kota Tangerang memiliki
kontrol kognitif yang tinggi.
3. Untuk decisional control, memiliki Mean sebesar 49,997. Nilai > 49,997
dinyatakan dalam kategori tinggi, yaitu sebesar 48,21% atau sebanyak 81 orang.
Nilai < 49,997 dinyatakan dalam kategori rendah, yaitu sebesar 51,79% atau
sebanyak 87 orang. Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa satpol pp di Kota
Tangerang memiliki kontrol yang rendah dalam mengambil keputusan.
4.2.3 Kategori Agresivitas
Kategori skor agresivitas yang dipergunakan adalah dua kategori, tinggi dan rendah.
Dimana kategori tinggi adalah dengan skor diatas rata-rata, dan kategori rendah
adalah dibawah skor rata-rata. Diperoleh nilai mean = 49,6071, median = 48,00,
standar deviasi = 10,24142, minimum = 31,00, maksimum = 76,00. Hasil perhitungan
kategori dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.8 Kategori Agresivitas
Kategori Frekuensi Persentase Tinggi 74 44,05 % Rendah < Mean 94 55,95 %
Jumlah 168 100 %
86
Berdasarkan tabel diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa 55,95 % atau 94 anggota
satpol pp di Kota Tangerang memiliki tingkat agresivitas yang rendah, dan 44,05 %
atau 74 anggota satpol pp Kota Tangerang memiliki tingkat agresivitas yang tinggi.
Kemungkinan hal ini terjadi karena mayoritas satpol pp Kota Tangerang memiliki
tipe kepribadian conscientiousness.
4.3 Uji Hipotesis
4.3.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian
Peneliti melakukan uji hipotesis dengan teknik analisis regresi multivariate, dimana
perhitungannya dibantu oleh software SPSS 17. Dalam analisis regresi ini, ada 3 hal
yang dilihat yaitu, melihat apakah IV berpengaruh signifikan terhadap DV, kedua
melihat besaran R Square untuk mengetahui berapa persen (%) varian pada DV yang
dijelaskan oleh IV, ketiga melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari
masing-masing IV.
Langkah pertama peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent variabel
terhadap agresivitas. Karena variabel etnis merupakan data kategorik, maka pengujian
hipotesis untuk variabel ini tidak dimasukkan kedalam analisis keseluruhan
independent variabel. Sedangkan untuk Tipe Kepribadian dapat dijadikan data
kategorik maupun nominal.
Hasil uji F dapat dilihat pada tabel berikut :
87
Tabel 4.9 Anova ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 8581.182 9 953.465 18.557 .000a
Residual 8117.922 158 51.379 Total 16699.105 167
a. Predictors: (Constant), Usia, Extraversion, CognitifControl, Neuroticism, DecisionalControl, Agreeableness, Openness, BehaviorControl, Conscientiousness b. Dependent Variable: Agresivitas
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa Sig. 0,000 (p < 0,05), maka hipotesis
nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan seluruh independen
variabel terhadap agresivitas ditolak. Artinya ada pengaruh yang signifikan dari trait
Big Five (Neurotic, Extraversion, Openness, Agreeableness, dan Conscientiousness),
Self control (Behavior control, Cognitif control, dan Decisional control), dan Usia
terhadap Agrevitas. Sedangkan tabel R square, dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 4.10 Model Summary Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate
1 .717a .514 .486 7.16793
a. Predictors: (Constant), Usia, Extraversion, CognitifControl, Neuroticism, DecisionalControl, Agreeableness, Openness, BehaviorControl, Conscientiousness
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa perolehan R Square sebesar 0.514 atau
51,4 %. Artinya proporsi varian dari agresivitas yang dijelaskan oleh semua
independen variabel adalah sebesar 51,4 %, sedangkan 48,6 % sisanya dipengaruhi
oleh variabel lain selain variabel dalam penelitian ini.
88
Selanjutnya adalah melihat koefisien regresi tiap independen variabel. Adapun
penyajiannya ditampilkan pada tabel berikut :
Tabel 4.11 Koefisien Regresi Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 39.617 6.240 6.349 .000
Neuroticism .254 .066 .254 3.837 .000
Extraversion .108 .073 .108 1.480 .141
Openness .090 .068 .090 1.329 .186
Agreeableness .240 .065 .240 3.668 .000
Conscientiousness -.341 .080 -.341 -4.286 .000
BehaviorControl .107 .076 .107 1.413 .160
CognitifControl -.362 .067 -.362 -5.406 .000
DecisionalControl .207 .069 .207 3.008 .003
Usia -.142 .114 -.072 -1.240 .217
a. Dependent Variable: Agresivitas
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat variabel (IV) mana saja yang mempengaruhi
secara signifikan terhadap agresivitas (DV). Dengan melihat pada kolom Sig. < 0,05
maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap agresivitas
dan sebaliknya. Dari hasil diatas hanya koefisien Neuroticism, Agreeableness,
Conscientiousness, Cognitif control dan Decisional control, sedangkan yang lainnya
tidak signifikan (sig. > 0,05). Adapun informasi yang disampaikan dari hasil tersebut
adalah sebagai berikut :
89
1. Variabel Neuroticism : Diperoleh nilai sig. 0.000 (< 0.05), yang berarti bahwa
variabel ini signifikan. Nilai regresi sebesar 0.254, yang berarti bahwa variabel ini
secara positif mempengaruhi agresivitas satpol pp.
2. Variabel Extraversion : Diperoleh nilai sig. 0.141 (> 0.05), yang berarti bahwa
variabel ini tidak signifikan atau dengan kata lain variabel ini tidak memberikan
pengaruh terhadap agresivitas satpol pp. Nilai regresi dari variabel ini sebesar
0.108.
3. Variabel Openness : Diperoleh nilai sig. 0.186 (> 0.05), yang berarti bahwa
variabel ini tidak signifikan atau variabel ini tidak memberikan pengaruh terhadap
agresivitas satpol pp. Nilai regresi variabel ini sebesar 0.090.
4. Variabel Agreeableness : Diperoleh nilai sig. 0.000 (< 0.05), yang berarti bahwa
variabel ini signifikan. Nilai regresi sebesar 0.240, yang berarti bahwa variabel ini
secara positif mempengaruhi agresivitas satpol pp.
5. Variabel Conscientiousness : Diperoleh nilai sig. 0.000 (< 0.05), yang berarti
bahwa variabel ini signifikan. Nilai regresi sebesar -0.341, bahwa variabel ini
secara negatif mempengaruhi agresivitas satpol pp. Artinya jika skor variabel
conscientiousness tinggi maka agresivitas rendah, dan sebaliknya.
6. Variabel Behavior control : diperoleh nilai sig. 0.160 (> 0.05), yang berarti bahwa
variabel ini tidak signifikan atau variabel ini tidak memberikan pengaruh terhadap
agresivitas satpol pp. Nilai regresi variabel ini sebesar 0.107.
90
7. Variabel Cognitif control : diperoleh nilai sig. 0.000 (< 0.05), yang berarti bahwa
variabel ini signifikan. Nilai regresi sebesar -0.362, bahwa variabel ini secara
negative mempengaruhi agresivitas satpol pp. Artinya jika skor cognitive control
tinggi maka agresivitas rendah, dan sebaliknya.
8. Variabel Decisional control : diperoleh nilai sig. 0.003 (< 0.05), yang berarti
bahwa variabel ini signifikan. Nilai regresi sebesar 0.207, bahwa variabel ini
secara positif mempengaruhi agresivitas satpol pp.
9. Variabel Usia : diperoleh nilai sig. 0.217 (> 0.05), yang berarti bahwa variabel ini
tidak signifikan atau variabel ini tidak memberikan pengaruh terhadap agresivitas
satpol pp. Nilai regresi variabel ini sebesar -0.142.
Dengan demikian dapat disusun persamaan regresi pada agresivitas, yaitu :
Persamaan 4.1 Regresi Agresivitas
Agresivitas = 39,617 + 0,254*Neuroticism + 0,108*Extraversion +
0,090*Openness + 0,240*Agreeableness 0,341*Conscientiousness
+ 0,107*Behavior control 0,362*Cognitif control +
0,207*Decisional control 0,142*Usia
91
Hasil uji F untuk variabel etnis dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.12 Variabel Etnis ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 4363.059 3 1454.353 19.335 .000a
Residual 12336.046 164 75.220 Total 16699.105 167
a. Predictors: (Constant), VAR00004, VAR00002, VAR00003 b. Dependent Variable: Agresivitas
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sig. 0,000 (p < 0,05) , maka hipotesis
nihil ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari variabel etnis terhadap
agresivitas. Untuk R square, dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 4.13 Model Summary
Model R R
Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate
Change Statistics
R Square Change F Change df1 df2
Sig. F Change
1 .511a .261 .248 8.67293 .261 19.335 3 164 .000
a. Predictors: (Constant), VAR00004, VAR00002, VAR00003
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa perolehan R square sebesar 0,261 atau
26,1 %. Artinya proporsi varians dari agresivitas yang dijelaskan oleh variabel etnis
adalah sebesar 26,1%.
Hasil uji beda variabel etnis adalah sebagai berikut :
92
Tabel 4.14 Uji Beda Variabel Etnis Report
Agresivitas
Etnis Mean N Std. Deviation
Jawa 49.9137 27 11.92250 Sunda 59.5337 35 8.04806 Betawi 47.1614 100 7.96104 minang/flores 42.0850 6 5.71985 Total 50.0000 168 9.99973
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa etnis yang agresivitasnya paling tinggi
berasal dari suku Sunda dengan mean = 59,5337. Selanjutnya suku Jawa dengan
mean = 49,9137, suku Betawi dengan mean = 47,1614. Dan yang paling rendah
agresivitasnya berasal dari suku Minang/Flores dengan mean = 42,0850.
Hasil uji beda tipe kepribadian Big Five adalah sebagai berikut:
Tabel 4.15 Uji Beda Tipe Kepribadian
Report Agresivitas
BigFive Mean N Std. Deviation
neuroticism 49.8514 44 11.03339 extraversion 55.9706 36 8.02664 openness to experience 52.9469 16 10.71804 agreeableness 52.1119 26 9.74503 conscientiousness 43.2509 46 5.73043 Total 50.0000 168 9.99973
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa tipe kepribadian dengan agresivitas
paling tinggi adalah extraversion dengan mean = 55,9706. Selanjutnya kepribadian
93
openness to experience dengan mean = 52,9469, kepribadian agreeableness dengan
mean = 52,1119. Dan yang paling rendah agresivitasnya adalah kepribadian
conscientiousness dengan mean = 43,2509. Hal inilah yang menjadi asumsi bahwa
rendahnya agresivitas satpol pp Kota Tangerang, disebabkan sebagian besar satpol pp
Kota Tangerang memiliki kepribadian conscientiousness.
Langkah berikutnya adalah menguji penambahan proporsi varians dari tiap
independen variabel jika IV tersebut dimasukkan satu per satu kedalam analisis
regresi. Tujuannya adalah melihat penambahan proporsi varian dari tiap IV apakah
signifikan atau tidak. Untuk analisis berikutnya dibahas pada sub bab berikut.
4.3.2 Proporsi Varians Untuk Masing-masing Independent Variabel
Pengujian pada tahapan ini bertujuan untuk melihat apakah signifikan tidaknya
penambahan proporsi varians dari tiap IV, dimana tiap IV tersebut dianalisis secara
satu per satu. Pada tabel 4.16 kolom pertama adalah IV yang dianalisis secara satu per
satu, kolom kedua merupakan total penambahan varians DV dari tiap IV yang
dianalisis satu per satu tersebut, kolom ketiga merupakan nilai murni varians DV dari
tiap IV yang dimasukkan secara satu per satu, kolom keempat adalah harga f hitung
bagi IV yang bersangkutan, kolom df adalah derajat bebas bagi IV yang bersangkutan
pula, yang terdiri dari numerator dan denumerator, kolom f tabel adalah kolom
mengenai nilai/harga IV pada tabel f dengan df dan taraf level of significance 5 %
yang telah ditentukan sebelumnya, harga pada kolom inilah yang akan dibandingkan
dengan harga pada kolom f hitung. Apabila harga f hitung lebih besar daripada f
94
tabel, maka kolom selanjutnya, yaitu kolom signifikan akan dituliskan signifikan dan
sebaliknya. Jika signifikan artinya bahwa penambahan proporsi varians dari IV yang
bersangkutan, dampaknya signifikan. Besarnya proporsi varians pada agresivitas
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.16 Perhitungan Proporsi Varians Agresivitas
IV R2 R2 Change
F Hitung
DF F Tabel
Signifikan
Neuroticism 0,000 0,000 0,027 1,166 3,90 Tidak Signifikan
Extraversion 0,192 0,192 39,259 1,165 3,90 Signifikan Openness 0,204 0,012 2,386 1,164 3,90 Tidak
Signifikan Agreeableness 0,241 0,037 7,983 1,163 3,90 Signifikan Conscientiousness 0,399 0,158 42,609 1,162 3,90 Signifikan Behavior control 0,401 0,002 0,570 1,161 3,90 Tidak
Signifikan Cognitif control 0,482 0,081 24,922 1,160 3,90 Signifikan Decisional control 0,509 0,027 8,810 1,159 3,90 Signifikan Usia 0,514 0,005 1,538 1,158 3,90 Tidak
signifikan Etnis 0,775 0,261 19,333 3,164 2,67 Signifikan Total 0,775
Dari tabel diatas maka dapat disimpulkan :
Variabel Neuroticism tidak memberikan sumbangan varians sama sekali, sebesar
0 % pada agresivitas. Sumbangan ini tidak signifikan dengan nilai F hitung sebesar
= 0,027 dan df = 1,166.
95
Variabel Extraversion memberikan sumbangan varians sebesar 19,2 % pada
agresivitas. Sumbangan ini signifikan dengan nilai F hitung sebesar = 39,259 dan
df = 1,165.
Variabel Openness memberikan sumbangan varians sebesar 1,2 % pada
agresivitas. Sumbangan ini tidak signifikan dengan nilai F hitung sebesar = 2,386
dan df = 1,164.
Variabel Agreeableness memberikan sumbangan varians sebesar 3,7 % pada
agresivitas. Sumbangan ini signifikan dengan nilai F hitung sebesar = 7,983 dan df
= 1,163.
Variabel Conscientiousness memberikan sumbangan varians sebesar 15,8 % pada
agresivitas. Sumbangan ini signifikan dengan nilai F hitung sebesar = 42,609 dan
df = 1,162.
Variabel Behavior control memberikan sumbangan varians sebesar 0,2 % pada
agresivitas. Sumbangan ini tidak signifikan dengan nilai F hitung sebesar = 0,57
dan df = 1,161.
Variabel Cognitif control memberikan sumbangan varians sebesar 8,1 % pada
agresivitas. Sumbangan ini signifikan dengan nilai F hitung sebesar = 24,922 dan
df = 1,160.
96
Variabel Decisional control memberikan sumbangan varians sebesar 2,7 % pada
agresivitas. Sumbangan ini signifikan dengan nilai F hitung sebesar = 8,810 dan df
= 1,159.
Variabel Usia memberikan sumbangan varians sebesar 0,5 % pada agresivitas.
Sumbangan ini tidak signifikan dengan nilai F hitung sebesar = 1,538 dan df =
1,158.
Variabel etnis memberikan sumbangan varians sebesar 26,1 % pada agresivitas.
Sumbangan ini signifikan dengan nilai F hitung sebesar = 19,333 dan df = 3,164. F
tabel = 2,67.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada 6 IV yang signifikan sumbangannya
terhadap agresivitas satpol pp, yaitu: Extraversion, Agreeableness,
Conscientiousness, Cognitif control, Decisional control, dan Etnis. Sedangkan 4 IV
lainnya tidak memberikan sumbangan secara signifikan.
97
Gambar 4.1 Bagan Proporsi Varian
19,2 %
0,2%
2,7%
8,1%
26,1%
0,5%
Neuroticism
Behavior control
Cognitif control
Decisional control
Usia
Etnis/Suku Bangsa
Consenciousness
Ekstraversion
Openness
Agreebleness
Kepribadian big five
98
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini, peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini
juga akan dimuat diskusi dan saran.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian, maka kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah : big five
dan self control
hipotesis mayor yang menyatakan bahwa ada pengaruh dari tipe kepribadian dan self
control secara bersama-sama terhadap agresivitas diterima.
Selanjutnya, dari hipotesis minor, dapat dinyatakan bahwa dari 10 variabel
independen yang diuji hanya 6 variabel yang dinyatakan signifikan mempengaruhi
agresivitas, yaitu: neuroticism, agreeableness, conscientiousness, cognitive control,
desicional control, dan etnis/suku bangsa terhadap agresivitas satpol pp Kota
Tangerang. Sedangkan 4 variabel lainnya walaupun memberikan pengaruh namun
pengaruh tersebut tidak signifikan hingga hipotesis peneliti yang menyatakan adanya
pengaruh ditolak.
Namun jika dilihat berdasarkan sumbangan proporsi varians terhadap agresivitas,
terdapat 6 variabel yang dinyatakan signifikan, yaitu: Extraversion, Agreeableness,
Conscientiousness, Cognitive control, Decisional control, dan etnis. Dimana masing-
99
masing memberikan sumbangan sebesar 19,2 % dari extraversion, 3,7% dari
agreeableness, 15,8% dari conscientiousness, 8,1% dari cognitive control, 2,7% dari
decisional control, dan 26,1 % dari etnis. Sehingga diketahui bahwa sumbangan
proporsi varians yang terbesar diberikan oleh etnis yaitu sebesar 26,1 %.
5.2 Diskusi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh tipe kepribadian dan self control
secara bersama-sama terhadap agresivitas. Hal ini sesuai dengan penelitian Glass
(dalam Baron & Byrne, 2005) yang menyimpulkan bahwa faktor kepribadian
berperan penting dalam perilaku agresif. Menurutnya bahwa kecenderungan
seseorang untuk berperilaku agresif dapat dilihat dari kepribadiannya. Senada dengan
teori Anderson & Bushman (2002) yang menyatakan bahwa faktor kepribadian
adalah faktor manusia yang dianggap cukup berperan dalam perilaku agresif, karena
kepribadian merupakan salah satu variabel person (variabel masukan) yang dapat
menyebabkan terjadinya perilaku agresif. Selain itu, kepribadian juga dapat
mengaktivasi konsep-konsep yang berhubungan dengan agresi di dalam memori yang
dapat mempengaruhi cognition, affect, dan arrousal yang dapat mempengaruhi hasil
akhir tingkah laku. Variabel person (kepribadian) dapat mempengaruhi kognisi
dengan membuat konsep agresi lebih mudah diakses di dalam memori. Di dalam
memori tersebut, jaringan asosiatif menghubungkan pikiran, agresi, emosi dan
kecenderungan untuk bertingkah laku. Dengan demikian individu yang memiliki sifat
agresif hanya akan membutuhkan sedikit energi untuk mengaktifkan konsep-konsep
100
agresi, sehingga konsep-konsep agresi tersebut menjadi semakin mudah untuk
diakses dan lebih siap untuk teraktivasi pada situasi lain, yang dapat membimbing
tingkah laku di masa yang akan datang.
Dalam penelitian ini, tipe kepribadian yang dimaksud adalah big five. Dimana
neuroticism, agreeableness dan conscientiousness memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap agresivitas. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Denson,
dkk (2006) yang menunjukkan bahwa trait neuroticism, agreeableness, dan
conscientiousness dalam kepribadian big five memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap agresivitas.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Furnham dan Saipe (1993) mengenai
hubungan antara agresi pengemudi dengan tiga model faktor (three factor model),
disimpulkan bahwa perilaku agresif berkorelasi positif dengan tipe Extraversion dan
Neuroticism dalam tiga model faktor kepribadian. Hal ini menjelaskan bahwa
perbedaan faktor (trait) menyebabkan perbedaan korelasi antara trait yang ada dengan
agresivitas sebagai dependent varibelnya. Jika dalam penelitian Furnham dan Saipe
(1993) yang berkorelasi adalah faktor extraversion dan neuroticism, maka dalam
penelitian yang dilakukan, yang berkorelasi adalah faktor neuroticism, agreeableness
dan conscientiousness. Dimana neuroticism dan agreeableness berkorelasi secara
positif dengan agresivitas. Sedangkan conscientiousness berkorelasi negatif terhadap
agresivitas. Artinya semakin tinggi skor neuroticism dan agreeableness yang dimiliki
101
seseorang maka semakin tinggi tingkat agresivitasnya, namun semakin tinggi skor
conscientiousness maka semakin rendah tingkat agresivitasnya, begitupun sebaliknya.
Diteorikan (Costa & McCrae, 1997) bahwa karakteristik individu yang memiliki skor
neuroticism tinggi merupakan individu yang mudah cemas, gugup, emosional, merasa
tidak aman, merasa tidak mampu, mudah panik. Hal ini sesuai dengan teori
agresivitas (Buss dan Perry, 1992; Anderson & Bushman, 2001; Berkowitz, 1993)
yang menyatakan bahwa agresivitas merupakan kecenderungan untuk terlibat dalam
agresi fisik dan verbal, rasa permusuhan dan rasa kemarahan. Kesesuain ini juga
ditunjukkan oleh teori Geen (1998) yang menyatakan bahwa agresif adalah setiap
tindakan yang menyakiti atau melukai individu lain dengan mengabaikan niat dari
individu itu sendiri.
Penelitian menunjukkan bahwa trait agreeableness mempengaruhi secara positif
terhadap agresivitas. Hal ini tidak sesuai dengan teori (Costa & McCrae, 1997) yang
menyebutkan bahwa karakteristik individu dengan skor agreeableness tinggi yang
mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah,
menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain.
Berdasarkan survey, seseorang yang memiliki skor agreeableness yang tinggi
digambarkan sebagai seseorang yang memiliki sifat suka membantu, forgiving
(mudah memaafkan), dan penyayang. Ketidaksesuaian ini mugkin terjadi karena
sampel pada penelitian adalah satpol pp. Dimana dalam menjalankan beberapa
tugasnya, satpol pp diharuskan untuk agresif. Namun karena sifat dasar individu itu
102
yang agreeableness maka tindakan agresif tersebut hanya dilakukan saat bekerja.
Agresivitas seperti ini dimasukkan dalam tipe agresi prososial, yaitu tindakan agresi
yang sebenarnya diatur atau di setujui oleh norma sosial seperti polisi memukul
penjahat (Taylor & Peplau, 2009). Sifat agreeableness juga dapat dimasukkan dalam
tipe agresi yang disetujui (sanctioned aggression), dimana jenis agresi ini termasuk
tindakan yang tidak diharuskan oleh norma social tetapi ada di dalam batas-batasnya.
Tindakan ini tidak melanggar standar moral yang diterima luas. Misalnya, pelatih
yang menghukum pemain tim dengan menyuruhnya push-up biasanya dianggap
bertindak sesuai dengan haknya dan masih dalam batas yang diterima.
Trait conscientiousness yang memberikan pengaruh negatif terhadap agresivitas.
Artinya, semakin tinggi skor conscientiousness maka semakin rendah tingkat
agresivitas, begitupun sebaliknya. Hal ini sesuai dengan teori (Costa & McCrae,
1997) yang menyebutkan bahwa karakteristik individu conscientiousness memiliki
sifat yang mampu mengontrol tingkah laku terhadap lingkungan sosialnya, berpikir
sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana,
terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Sedangkan agresivitas memiliki sifat
sebaliknya.
Hasil penelitian juga menyebutkan bahwa self control memberikan pengaruh terhadap
agresivitas seseorang. Dimana variabel behavior control memiliki nilai regresi
sebesar 0,107 dan sig. 0,160. Artinya variabel behavior control tidak mempengaruhi
agresivitas. Variabel ini memberikan sumbangan varians sebesar 0,2 %, walaupun
103
sumbangan ini tidak signifikan dengan F hitung. Cognitif control memiliki nilai
regresi sebesar -0,362 dan sig. 0,000. Artinya variabel cognitif control
mempengaruhi secara negatif terhadap agresivitas. Jika cognitif control nya tinggi
maka agresivitasnya rendah, dan sebaliknya. Variabel ini memberikan sumbangan
sebesar 8,1 % dan signifikan dengan F hitung. Sedangkan decisional control
memiliki nilai regresi sebesar 0,207 dan sig. 0,003. Artinya variabel cognitif control
mempengaruhi secara positif terhadap agresivitas. Jika decisional control nya tinggi
maka agresivitas juga tinggi, dan sebaliknya. Variabel ini memberikan sumbangan
sebesar 2,7 % dan signifikan dengan F hitung. Hasil penelitian yang dilakukan
Stephen W. Baron (2003) yang menyebutkan bahwa rendahnya self control dapat
memprediksi tindakan kriminal, yang identik dengan perilaku agresif. Penelitian
Nurfaujiyanti (2010) juga menunjukkan hal yang sama, bahwa ada hubungan yang
negatif antara self control dengan agresivitas anak jalanan, dengan korelasi sebesar -
0,529. Hal ini mendukung teori Calhoun dan Acocella (1990) yang mendefinisikan
kontrol diri (self-control) sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan
perilaku seseorang, dengan kata lain serangkaian proses yang mebentuk dirinya
sendiri. Golfried dan Merbaum juga mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu
kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk
perilaku yang dapat membawa individu kearah konsekuensi positif. Kontrol diri juga
menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk
menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu
seperti yang diinginkan.
104
Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa variabel usia tidak mempengaruhi
agresivitas. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Wiesenthal, dkk
(2000; dalam Tremblay, 2002) yang menemukan bahwa pengemudi yang lebih muda
(usia 18-23) memiliki skor agresivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pengemudi yang lebih tua (usia 24-66) pada the Driving Vengeance Questionnaire.
Hasil penelitian juga menyebutkan bahwa etnis/suku bangsa mempengaruhi
agresivitas. Dimana sumbangannya sebesar 26,1%. Hal ini sesuai dengan pendapat
ahli dari berbagai bidang ilmu seperti antropologi dan psikologi, (seperti Segall,
Dasen, Berry dan Poortinga, 1999; Kottak, 2006; Groos, 1992; Price dan Crapo,
2002; dalam Sarwono, 2009) yang menyebutkan bahwa lingkungan geografis
mempengaruhi agresivitas. Masyarakat yang hidup di pantai/pesisir, menunjukkan
karakter lebih keras daripada masyarakat yang hidup di pedalaman. Dalam penelitian
di Amerika Serikat, diketahui bahwa masyarakat di bagian selatan Amerika Serikat
mempunyai Agresivitas lebih tinggi. Hal ini diketahui melalui angka pembunuhan
yang tinggi (Taylor, Peplau, dan Sears, 2009). Penelitian Dewi Suryani Ekawati
(2007; dalam Nashori, 2008) juga menyatakan ada perbedaan perilaku agresif antara
mahasiswa etnis Jawa dan mahasiswa etnis Batak yang tinggal di Yogyakarta.
Dimana mahasiswa etnis Batak memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi dibanding
mahasiswa etnis Jawa.
Sebelum dilakukan analisis item, pada variabel big five terdapat 50 item yang terdiri
dari 10 item Neuroticism, 10 item Extraversion, 10 item Openness, 10 item
105
Agreeableness, 10 item Conscientiousness. Namun setelah dilakukan analisis faktor
konfirmatori, maka item yang digunakan untuk uji hipotesis adalah 3 item
Neuroticism, 5 item Extraversion, 3 item Openness, 2 item Agreeableness, dan 5 item
Conscientiousness. Pada variabel agresivitas dari 40 item, hanya 18 item yang valid
dan dipakai dalam uji hipotesis. Kemungkinan hal ini terjadi dalam pembuatan item
yang mengukur lebih dari satu faktor atau pada sampel yang tidak mengerti dengan
kalimat dalam skala item yang diberikan, atau dikarenakan dalam pengisian kuesioner
yang asal-asalan.
5.3 Saran
Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan yang ada dalam
penelitian yang telah dilakukan. Namun hal tersebut merupakan pembelajaran yang
berharga baik bagi peneliti sendiri maupun peneliti dibidang yang sama pada masa
yang akan datang. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka ada beberapa
saran yang kiranya dapat bermanfaat, sebagai
berikut:
5.3.1 Saran Metodologis
1. Variasi dari 9 independen variabel yang ada hanya menyumbang 51,4 %. Sisanya
sebanyak 48,6 % kemungkinan dipengaruhi oleh variabel lainnya. Oleh sebab itu,
disarankan untuk penelitian selanjutnya agar meneliti/ menganalisa variabel-
variabel lain yang mempengaruhi agresivitas.
106
2. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk membuat item agresivitas yang lebih
baik. Sehingga meminimalisir banyaknya item yang di drop.
3. Dalam penelitian selanjutnya, lebih baik mengambil sampel dalam jumlah yang
lebih banyak. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sudah cukup memadai,
namun dalam proses analisis data ditemukan beberapa hambatan karena jumlah
sampel yang tidak seimbang dengan jumlah item pernyataan yang terdapat dalam
seluruh skala pengukuran pada penelitian ini.
5.3.2 Saran Praktis
Untuk mengurangi agresivitas maka disarankan kepada satpol pp:
1. Meningkatkan self control dalam pribadi masing-masing. Peningkatan self control
dapat dilatih dengan berbagai pelatihan yang ada, seperti dengan mengikuti
pelatihan peningkatan diri.
2. Meminimalisir dalam merekruit anggota dengan kepribadian extraversion.
107
DAFTAR PUSTAKA
Anderson & Bushman. 2002. Human aggression. Iowa State University. Anderson & Huesmann. 2003. The sage handbook of social psychology. Thousand
Oaks, CA: Sage Publications, Inc.
Averill, JR. 1973. Personal control over aversive stimuli and to stress. Psychological Bulletin No.80.
Baron & Byrne. 2005. Psikologi sosial. Jakarta: Erlangga.
Baron, Stephen W. 2003. Self-control, social consequences and criminal behavior: street youth and the general theory of crime. Journal of Research in Crime and Deliquency. Vol.40 No.4 . Sage Publications.
Barthelemy, Juan J. 2005. Aggression and the big five personality factors of grades and attendance. Disertasi Univercity of Tennessee
Benjamin, James, et al. 2006. Personality and aggressive behavior under provoking and neutral condition: a meta-analitic review. Psychological Bulletin Vol. 132 No.5 hal 751-756.
Berkowitz, Leonard. 1995. Agresi: sebab & akibatnya. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo
Bond, Alyson J. et al. 1997. Aggression individual differences, alchohol, and benzodiazepines. Psychology Press.
Brehm & Kassin. 1993. Social psychology_2nd ed. USA: Houghton Miflin Company. Buss & Perry. 1992. The aggression questionaire. Journal of Personality and Social
Psychology Vol. 63 hal. 452-458. Calhoun & Acocella. 1990. Psychology of adjusment & human relationship. Chaplin, J.P. 2000. Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Rajawali Pers. Davidoff, Linda L. 1991. Psikologi suatu pengantar, jilid 2_edisi kedua. Jakarta:
Erlangga. Denson, Thomas F., et al. 2006. The displaced aggression questionaire. Journal of
Personality & Social Psychology Vol. 90 No. 6 hal. 1032. Feldman, Robert S. 1985. Social psychology, theories, research and applications.
Singapore: McGraw_Hill.
Friedman & Schustack. 2008. Kepribadian: teori klasik dan riset modern. Jakarta: Erlangga.
Ghufron & Risnawita. 2010. Teori-teori psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
108
Hartup, Willard et al. 2005. Development origins of aggression. New York: The Guilford Press.
Hurlock, Elizabeth B. 2000. Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Iska, Zikri Neni. 2008. Psikologi pengantar pemahaman diri dan lingkungan. Jakarta:
Krahe, Barbara. 2005. Perilaku agresif, buku panduan psikologi sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Larsen & Buss. 2005. Personality psichology: domains of knowledge about human human nature_2nd editon. New York.
Lazarus, Richard S. 1991. Emotion and adaptation. New York: Oxford Univercity Press.
Luthfi, Ikhwan dkk. 2009. Psikologi sosial. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta
Mastuti, Endah. 2005. Analisis faktor alat ukur kepribadian big five (adaptasi dari ipip) pada mahasiswa suku jawa. Tesis Fakultas Psikologi Universitas Erlangga.
McCrae & John. Tanpa Tahun. An introdapplications.
Myers, David G. 2009. exploring social psychology_5th ed. USA: McGraw-Hill, Inc.
Nashori, Fuad. 2008. Psikologi sosial islami. Bandung: Rafika Aditama. Nurfaujiyanti. 2010. Hubungan self-control dengan agresivitas anak jalanan. Skripsi
Fakultas Psikologi UIN Pedhazur, Elazar J. 1982. Multiple regression in behavioral research, explanation
and prediction_2nd ed. New York: CBS College Publishing. Pervin, Lawrence, et al. 2005. Personality theory & research_9th ed. USA: John
Willey & Sons, Inc. Sarwono, Sarlito W. 2009. Psikologi sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Sevilla, Consuelo G. 1993. Pengantar metode penelitian. Jakarta: UI-Press. Taylor, Shelly E. dkk. 2009. Psikologi sosial. Jakarta: Kencana.
Tremblay, Paul F. 2002. A review of driver aggression research: conceptual, theoritical, and methodological issues. London, Ontario, Canada.
Wade & Tavris. 2007. Psikologi, jilid dua_edisi ke 9. Jakarta: Erlangga. Widhiarso, Wahyu. 2004. Evaluasi faktor dalam big five: pendekatan analisis
konfirmatori. Yogyakarta: Univ. Gajah Mada.
109
Wigins & Zanden. 1994. Social psychology_5th ed. USA: McGraw-Hill, Inc.
Wijayanto, Setyo Hari. 2008. Structural equation modeling dengan lisrel 8.8_edisi pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Website: Arif, Solichan. 2010. Nyimenk, oknum Satpol PP ditangkap. news.okezone.com
diunduh pada 17 Januari 2011.
Gandapurna, Baban. 2011. Berulah tahun baru, Satpol PP Jabar periksa anggota. bandung.detik.com diunduh pada 17 Januari 2011.
Hadi, Mahardika Satria. 2010. Warga Cina Benteng Adukan Oknum Satpol PP ke Polda Metro. tempointeraktif.com/hg/kriminal/2010/04/14/brk,20100414-240423,id.html diunduh pada tanggal 16 Juni 2011.
Irwansyah, Romi. 2011. Satpol pp rugikan PKL 5 juta. waspada.com diundah pada 17 januari 2011.
Tanpa nama. Tanpa tahun. Polisi Pamong Praja. id.wikipedia.org diunduh pada 17 Januari 2011.
Tanjung, Satria. 2010. Tragedi makam mbah priuk, bukti kurang komunikasi. rumahabi.info diunduh pada 17 Januari 2011.
Tanjung, Satria. 2010. Satpol pp cabuli gadis di bawah umur. rumahabi.info diunduh pada 17 Januari 2011.
Tanpa nama. Tanpa tahun. Kepribadian. rumahbelajarpsikologi.com diunduh pada 17 Januari 2011.
Tanpa nama. 2010. Satpol pp. solocybercity.com diunduh pada 20 Januari 2011.
Tanpa nama. 2010. Data and Statistics. who.int diunduh pada 20 Januari 2011.
CFA Agresivitas 1st Order
CFA Agresivitas 2nd Order setelah Dimodifikasi
Goodness of Fit Statistics
Degrees of Freedom = 651 Minimum Fit Function Chi-Square = 1222.44 (P = 0.0)
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 1145.64 (P = 0.0) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 494.64
90 Percent Confidence Interval for NCP = (404.32 ; 592.81)
Minimum Fit Function Value = 7.32 Population Discrepancy Function Value (F0) = 2.96 90 Percent Confidence Interval for F0 = (2.42 ; 3.55)
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.067 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.061 ; 0.074)
P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.00
Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 8.88 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (8.34 ; 9.47)
ECVI for Saturated Model = 9.82 ECVI for Independence Model = 36.82
Chi-Square for Independence Model with 780 Degrees of Freedom = 6068.86
Independence AIC = 6148.86 Model AIC = 1483.64
Saturated AIC = 1640.00 Independence CAIC = 6313.82
Model CAIC = 2180.59 Saturated CAIC = 5021.65
Normed Fit Index (NFI) = 0.80
Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.87 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.67
Comparative Fit Index (CFI) = 0.89 Incremental Fit Index (IFI) = 0.89
Relative Fit Index (RFI) = 0.76
Critical N (CN) = 101.80
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.11 Standardized RMR = 0.10
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.74 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.68
Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.59
uji validitas cfa AGRESIFITAS Modification Indices and Expected Change
Output CFA Big Five trait Agreeableness
Goodness of Fit Statistics
Degrees of Freedom = 20 Minimum Fit Function Chi-Square = 31.04 (P = 0.055)
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 29.88 (P = 0.072) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 9.88
90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 28.66)
Minimum Fit Function Value = 0.19 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.059 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.17)
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.054 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.093)
P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.39
Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.60 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.54 ; 0.71)
ECVI for Saturated Model = 0.66 ECVI for Independence Model = 2.14
Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom = 337.18
Independence AIC = 357.18 Model AIC = 99.88
Saturated AIC = 110.00 Independence CAIC = 398.42
Model CAIC = 244.22 Saturated CAIC = 336.82
Normed Fit Index (NFI) = 0.91
Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.91 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.40
Comparative Fit Index (CFI) = 0.96 Incremental Fit Index (IFI) = 0.97
Relative Fit Index (RFI) = 0.79
Critical N (CN) = 203.11
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.060 Standardized RMR = 0.060
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.97 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.90
Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.35
Output CFA Big Five trait Conscientiousness
Goodness of Fit Statistics
Degrees of Freedom = 22 Minimum Fit Function Chi-Square = 33.29 (P = 0.058)
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 32.83 (P = 0.064) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 10.83
90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 30.30)
Minimum Fit Function Value = 0.20 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.065 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.18)
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.054 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.091)
P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.39
Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.59 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.53 ; 0.71)
ECVI for Saturated Model = 0.66 ECVI for Independence Model = 2.72
Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom = 433.85
Independence AIC = 453.85 Model AIC = 98.83
Saturated AIC = 110.00 Independence CAIC = 495.09
Model CAIC = 234.92 Saturated CAIC = 336.82
Normed Fit Index (NFI) = 0.92
Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.94 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.45
Comparative Fit Index (CFI) = 0.97 Incremental Fit Index (IFI) = 0.97
Relative Fit Index (RFI) = 0.84
Critical N (CN) = 203.12
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.071 Standardized RMR = 0.071
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.96 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.91
Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.38
Output CFA Big Five trait Ekstraversion
Goodness of Fit Statistics
Degrees of Freedom = 27 Minimum Fit Function Chi-Square = 34.68 (P = 0.15)
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 34.93 (P = 0.14) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 7.93
90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 27.32)
Minimum Fit Function Value = 0.21 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.047 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.16)
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.042 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.078)
P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.60
Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.54 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.50 ; 0.66)
ECVI for Saturated Model = 0.66 ECVI for Independence Model = 1.75
Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom = 272.28
Independence AIC = 292.28 Model AIC = 90.93
Saturated AIC = 110.00 Independence CAIC = 333.52
Model CAIC = 206.40 Saturated CAIC = 336.82
Normed Fit Index (NFI) = 0.87
Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.94 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.52
Comparative Fit Index (CFI) = 0.97 Incremental Fit Index (IFI) = 0.97
Relative Fit Index (RFI) = 0.79
Critical N (CN) = 227.13
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.064 Standardized RMR = 0.064
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.96 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.92
Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.47
Output CFA Big Five trait Neuroticsm
Goodness of Fit Statistics
Degrees of Freedom = 19 Minimum Fit Function Chi-Square = 19.33 (P = 0.44)
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 18.45 (P = 0.49) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 0.0
90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 13.68)
Minimum Fit Function Value = 0.12 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.0 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.082)
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.0 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.066)
P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.85
Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.54 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.54 ; 0.63)
ECVI for Saturated Model = 0.66 ECVI for Independence Model = 4.98
Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom = 810.95
Independence AIC = 830.95 Model AIC = 90.45
Saturated AIC = 110.00 Independence CAIC = 872.19
Model CAIC = 238.91 Saturated CAIC = 336.82
Normed Fit Index (NFI) = 0.98
Non-Normed Fit Index (NNFI) = 1.00 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.41
Comparative Fit Index (CFI) = 1.00 Incremental Fit Index (IFI) = 1.00 Relative Fit Index (RFI) = 0.94
Critical N (CN) = 313.71
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.040 Standardized RMR = 0.040
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.98 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.94 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.34
Output CFA Big Five trait Openness
Goodness of Fit Statistics
Degrees of Freedom = 23 Minimum Fit Function Chi-Square = 36.21 (P = 0.039)
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 35.03 (P = 0.052) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 12.03
90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 32.08)
Minimum Fit Function Value = 0.22 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.072 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.19)
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.056 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.091)
P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.36
Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.59 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.52 ; 0.71)
ECVI for Saturated Model = 0.66 ECVI for Independence Model = 2.83
Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom = 452.01
Independence AIC = 472.01 Model AIC = 99.03
Saturated AIC = 110.00 Independence CAIC = 513.25
Model CAIC = 230.99 Saturated CAIC = 336.82
Normed Fit Index (NFI) = 0.92
Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.94 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.47
Comparative Fit Index (CFI) = 0.97 Incremental Fit Index (IFI) = 0.97 Relative Fit Index (RFI) = 0.84
Critical N (CN) = 193.06
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.061 Standardized RMR = 0.062
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.96 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.90 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.40