Download - SAP ISPA.doc
SATUAN ACARA PENYULUHAN
“PENDIDIKAN KESEHATAN ISPA PADA KELUARGA
BAPAK AD”
Oleh :
SGD 5
A.A. Febby Jayantari (1002105006)
I Gede Ardy Wiranata (1002105008)
Kadek Yunita Pradnyawati (1002105012)
Kadek Fira Parwati (1002105017)
Luh Made Purnamadewi (1002105020)
Kadek Gunantari Ariani (1002105042)
Ni Wayan Sawitri (1002105058)
Ayu Indah Carolina (1002105073)
Komang Arya Oktaviantara (1002105079)
Kadek Vany Almamita (1002105080)
N. Sri Werdi Putri (1002105088)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2013
Topik : ISPA
Judul : “ Pendidikan Kesehatan ISPA pada keluarga Bapak AD ”
Sasaran : Keluarga Bapak AD
Hari/Tanggal : Senin, 30 September 2013
Waktu : Pukul 10.00 – 10.30 Wita
Penyuluh : Mahasiswa Semester VII PSIK FK Unud
Tempat : Rumah Bapak AD
A. Latar Belakang
Usaha untuk meningkatkan kesehatan masyarakat memang tidak mudah.
Penyakit/patogen yang menular merupakan masalah yang terus berkembang, dan
penularan patogen yang menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) tidak
terkecuali. Hendaknya jangan mengabaikan pentingnya pencegahan dan pengendalian
infeksi pada masyarakat.
ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di
dunia. Hal ini disebabkan tingkat mortalitas yang sangat tinggi pada bayi, anak-anak,
dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah
dan menengah. Angka kejadian ISPA di dunia mencapai 6,4 % dibandingkan penyakit
lain seperti kanker (5,2%), TBC (2,5%), dan Hepatitis B (0,1%) (WHO, 2002).
Pada orang dewasa diperkirakan lebih dari 20% terinfeksi ISPA, sedangkan
persentase yang tertinggi dialami oleh balita dan anak-anak yaitu lebih dari 35 %
(RISKESDAS 2007). Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA. Setiap
tahunnya 40%-60% dari kunjungan di puskesmas ialah penderita penyakit ISPA.
Seluruh kematian balita, proporsi kematian yang disebabkan oleh ISPA ini mencapai
20-30%. Kematian ISPA ini sebagian besar ialah oleh pneumonia.
Cara penularan utama sebagian besar ISPA adalah melalui droplet. Namun dilihat
dari pencetusnya ISPA dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : faktor
lingkungan (pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah, kepadatan hunian
rumah), faktor individu anak (umur anak, berat badan lahir, status gizi, status
imunisasi) dan faktor perilaku (Prabu, 2009).
Karena banyak gejala ISPA yang tidak spesifik dan tes diagnosis cepat tidak
selalu tersedia, maka etiologi kadang sering tidak diketahui dengan segera. Dengan
demikian fasilitas pelayanan kesehatan, terutama Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) sebagai lini pertama, menghadapi tantangan untuk memberikan pelayanan
kepada pasien ISPA dengan etiologi dan pola penularan yang diketahui atau pun tidak
diketahui. Penting bagi petugas kesehatan untuk melaksanakan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang tepat saat menangani pasien ISPA untuk meminimalkan
kemungkinan terjadinya penyebaran infeksi kepada diri sendiri, keluarga, dan
masyarakat.
Dengan menyadari pentingnya penanggulangan ISPA di Indonesia, maka penting
bagi kita untuk menggalakan program dalam menanggulangi masalah kesehatan
tersebut. Untuk itu sebaiknya program pengendalian kasus ISPA dimulai dari tingkat
yang paling kecil yaitu keluarga.
B. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mendapatkan penyuluhan selama kurang lebih 30 menit, diharapkan sasaran
dapat memahami mengenai apa itu ISPA, penyebab, tanda dan gejala,serta
bagaimana penanganan ISPA di rumah.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mendapatkan penyuluhan selama kurang lebih 30 menit, diharapkan sasaran
penyuluhan mampu :
1. Menjelaskan pengertian ISPA
2. Menjelaskan penyebab ISPA
3. Menjelaskan tanda dan gejala ISPA
4. Menjelaskan penanganan ISPA di rumah.
5. Menjelaskan pencegahan ISPA
C. Sasaran
1. Peserta : keluarga Bapak AD
2. Jumlah : 3 orang
D. Garis Besar Materi
1. Pengertian ISPA.
2. Penyebab ISPA.
3. Tanda dan gejala ISPA.
4. Penanganan ISPA di rumah
5. Pencegahan ISPA
E. Metode
- Metode ceramah
- Metode Tanya jawab
F. Media
- Leaflet
G. Pengorganisasian kelompok
Penyaji : AA. Febby Jayantari
Ayu Indah Carolina
Peserta : I Gede Ardy Wiranata
Kadek Vany almamita
Komang Arya Oktaviantara
H. Setting Tempat : Rumah Keluarga Bapak AD
I. Rencana Pelaksanaan Kegiatan
No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta
1 5 menit Pendahuluan
- Penyampaian
salam
- Perkenalan
- Menjelaskan topik
penyuluhan
- Menjelaskan
tujuan
- Menjelaskan
waktu pelaksanaan
- Apersepsi
- Membalas salam
- Memperhatikan
- Memperhatikan
- Memperhatikan
- Memperhatikan
- Mendengarkan,
menjawab pertanyaan
2 20 menit
(15 menit
materi, 5
menit
tanya
Penyampaian materi
1. Pengertian ISPA.
2. Penyebab ISPA.
3. Tanda dan gejala
ISPA.
- Memperhatikan
penjelasan dan
mencermati meteri
jawab) 4. Penanganan ISPA
di rumah.
5. Pencegahan ISPA
- Mengajukan
pertanyaan
- Memperhatikan
jawaban yang diberikan
3 5 menit Penutup
- Menyimpulkan
hasil penyuluhan
- Melakukan
evaluasi
- Mengakhiri
dengan salam
- Memperhatikan
- Menjawab
pertanyaan evaluasi
- Menjawab salam
J. Rencana Evaluasi :
1. Evaluasi Struktur
Tahap persiapan-awal pelaksanaan
2. Evaluasi Proses
Selama proses berlangsung (jumlah peserta, keaktifan dari peserta, hambatan yang
dihadapi selama proses berlangsung)
3. Evaluasi Hasil
Tercapai atau tidaknya TIU dan TIK Penyuluhan apabila :
1. Keluarga mampu menjelaskan pengertian ISPA
2. Keluarga mampu menjelaskan penyebab ISPA
3. Keluarga mampu menjelaskan tanda dan gejala ISPA
4. Keluarga mampu menjelaskan penanganan ISPA di rumah
5. Keluarga mampu menjelaskan pencegahan ISPA
Lampiran Materi
Pengertian ISPA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut merupakan sekelompok penyakit kompleks
dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan dapat mengenai setiap
lokasi di sepanjang saluran nafas (WHO, 1986).
Penyakit ISPA mengandung tiga unsur pengertian yaitu infeksi, saluran
pernapasan dan akut. ISPA didefinisikan sebagai suatu penyakit infeksi pada hidung,
telinga, tenggorokan (pharynx), trachea, bronchioli dan paru yang kurang dari dua
minggu (14 hari) dengan tanda dan gejala dapat berupa: batuk dan atau pilek (ingus)
dan atau batuk pilek dan atau sesak nafas karena hidung tersumbat dengan atau tanpa
demam. Dengan batasan ini, maka jaringan paru-paru termasuk dalam saluran
pernapasan (respiratory tract). Batas waktu 14 hari diambil untuk menunjukkan
berlangsungnya proses akut, meskipun beberapa penyakit yang dapat digolongkan
ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes RI,1996).
Penyebab ISPA
Penyebab ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus,
Pnemococcus,Hemofilus, Bordetella dan Corinebakterium. Virus penyebabnya antara
lain golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma,
Herpesvirus.
Faktor y ang Mempengaruhi Penyakit ISPA
A. Agent
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa secara
akut atau kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks, faringitis, tonsilitis,
dan sinusitis. Rinitis simpleks atau yang lebih dikenal sebagai selesma/common
cold/koriza/flu/pilek, merupakan penyakit virus yang paling sering terjadi pada
manusia. Penyebabnya adalah virus Myxovirus, Coxsackie, dan Echo.
B. Manusia
a. Umur
Anak berusia dibawah 2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali
lebih besar dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi
karena anak di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum sempurna dan lumen
saluran nafasnya masih sempit.
b. Status Gizi
Di banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama
kematian terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Akan tetapi anak-anak
yang meninggal karena penyakit infeksi itu biasanya didahului oleh keadaan
gizi yang kurang memuaskan. Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk
sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam
tubuh.
c. Berat Badan Lahir
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir
<2.500 gram. Bayi dengan BBLR mempunyai angka kematian lebih tinggi
dari pada bayi dengan berat ≥2500 gram saat lahir selama tahun pertama
kehidupannya. Pneumonia adalah penyebab kematian terbesar akibat infeksi
pada bayi baru lahir.
d. Status ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) dibutuhkan dalam proses tumbuh kembang bayi kaya akan
faktor antibodi untuk melawan infeksi-infeksi bakteri dan virus, terutama
selama minggu pertama (4-6 hari) payudara akan menghasilkan kolostrum,
yaitu ASI awal mengandung zat kekebalan (Imunoglobulin, Lisozim,
Laktoperin, bifidus factor dan sel-sel leukosit) yang sangat penting untuk
melindungi bayi dari infeksi.
e. Status Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk melindungi seseorang terhadap penyakit
menular tertentu agar kebal dan terhindar dari penyakit infeksi tertentu.
Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit
merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak.
C. Lingkungan
a. Kelembaban Ruangan
Kelembaban ruangan berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada balita.
Berdasarkan hasil uji regresi, diperoleh bahwa faktor kelembaban ruangan
mempunyai exp (B) 28,097, yang artinya kelembaban ruangan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita
sebesar 28 kali.
b. Suhu Ruangan
Salah satu syarat fisiologis rumah sehat adalah memiliki suhu optimum 18-
30oC. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah 18oC atau diatas 30oC
keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat. Suhu ruangan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita
sebesar 4 kali.
c. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga
agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga.
d. Keberadaan Perokok
Rokok bukan hanya masalah perokok aktif tetapi juga perokok pasif. Asap
rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya merupakan racun antara
lain Carbon Monoksida (CO), Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs) dan
lain-lain. Secara keseluruhan prevalensi perokok pasif pada semua umur di
Indonesia adalah sebesar 48,9% atau 97.560.002 penduduk.
e. Kepadatan Hunian
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni didalamnya,
artinya luas lantai banguan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya. Luas lantai bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah
penghuninya akan menyebabkan kepadatan penghuni rumah (over crowding).
Hal ini tidak sehat, karena di samping menyebabkan kurangnya konsumsi
oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan
mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
D. Faktor lain
a. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku
bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat
pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di
masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman
masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA
yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.
b. Pendidikan orang tua
Tingkat pendidikan orang tua menunjukkan adanya hubungan terbalik antara
angka kejadian dan kematian ISPA. Tingkat pendidikan ini berhubungan erat
dengan keadaan sosial ekonomi, dan juga berkaitan dengan pengetahuan orang
tua. Kurangnya pengetahuan menyebabkan sebagian kasus ISPA tidak
diketahui oleh orang tua dan tidak diobati.
c. Status sosial ekonomi
Status sosial ekonomi berpengaruh terhadap pendidikan dan faktor-faktor lain
seperti nutrisi, lingkungan, dan penerimaan layanan kesehatan. Anak yang
berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah mempunyai resiko
lebih besar mengalami episode anak. Rahman menyatakan bahwa risiko
mengalami ISPA adalah 3,3 kali lebih tinggi pada anak dengan status sosial
ekonomi rendah.
d. Penggunaan fasilitas kesehatan
Angka kematian untuk semua kasus pneumonia pada anak yang tidak diobati
diperkirakan 10-20%. Penggunaan fasilitas kesehatan dapat mencerminkan
tingginya insiden ISPA, yaitu sebesar 60% dari kunjungan rawat jalan di
puskesmas dan 20-40% dari kunjungan rawat jalan dan rawat inap RS.
Penggunaan fasilitas kesehatan sangat berpengaruh pada tingkat keparahan
ISPA. Di sebagian negara berkembang, pemanfaatan fasilitas kesehatan masih
rendah.
Tanda dan Gejala ISPA
a) Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika
anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam
muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai
39,5oC - 40,5oC.
b) Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens,
biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri
kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan
brudzinski.
c) Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi
susah minum dan bhkan tidak mau minum.
d) Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi
tersebut mengalami sakit.
e) Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksi virus.
f) Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
g) Sumbatan pada jalan nafas/nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih
mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
h) Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin
tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
i) Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya
suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda
laboratoris.
Tanda-tanda klinis
Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi
dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang,
grunting expiratoir dan wheezing.
Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi
dan cardiac arrest.
Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan coma.
Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris
Hypoxemia
hypercapnia dan
acydosis (metabolik dan atau respiratorik).
Penanganan ISPA di rumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang
menderita ISPA:
1. Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan
parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera
dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan
diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada
air (tidak perlu air es).
2. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis
½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali
sehari.
3. Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih
sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang
menyusu tetap diteruskan.
4. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari
biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan
menambah parah sakit yang diderita.
5. Lain-lainnya
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-
lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung , yang berguna untuk
mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan
lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.
Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk
membawa kedokter atau petugas kesehatan.
Pencegahan ISPA
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA adalah:
1. Mengusahakan Agar Anak Mempunyai Gizi Yang Baik
a. Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan yang
paling baik untuk bayi.
b. Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
c. Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu mengandung
cukup protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.
d. Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein misalnya dapat
di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau jagung, lemak dari
kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan mineral dari sayuran,dan buah-
buahan.
e. Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui apakah
beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada penyakit yang
menghambat pertumbuhan. (Dinkes DKI 2005)
2. Mengusahakan Kekebalan Anak Dengan Imunisasi
Agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu mendapatkan
imunisasi yaitu DPT (Depkes RI, 2002). Imunisasi DPT salah satunya dimaksudkan
untuk mencegah penyakit Pertusis yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran
nafas (Gloria Cyber Ministries, 2001).
3. Menjaga Kebersihan Perorangan Dan Lingkungan
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit
ISPA, sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan
berbagai penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah
sehat, desa sehat dan lingkungan sehat (Suyudi, 2002).
4. Pengobatan Segera
Apabila anak sudah positif terserang ISPA, sebaiknya orang tua tidak memberikan
makanan yang dapat merangsang rasa sakit pada tenggorokan, misalnya minuman
dingin, makanan yang mengandung vetsin atau rasa gurih, bahan pewarna, pengawet
dan makanan yang terlalu manis. Anak yang terserang ISPA, harus segera dibawa ke
dokter (PD PERSI, 2002)
DAFTAR PUSTAKA
Wati, Erna K. 2005. Hubungan Episode Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan Pertumbuhan Bayi Umur 3 sampai 6 Bulan di Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang 2005.
Departemen Kesehatan RI, 1996. Pedoman Program Pemberantasan Penyakit ISPA untuk Penanggulangan Pnemonia pada Balita Dalam Pelita VI, Dirjen PPM dan PLP. Jakarta
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6
Volume 2. Jakarta:EGC
Notoatmodjo Soekidjo, Dr.Prof. 2003. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta