Download - Resume Minggu Ke 1 New
PERENCANAANDAN PERANAN TAMBANG DAN
RANGKUMAN KEPMEN 555 MENGATUR PERENCANAAN
TAMBANG DAN KEPMEN NO 1453.K/29/MEM/2000
TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN
TUGAS PEMERINTAHAN DIBIDANG PERTAMBANGAN
UMUM
Perencanaan adalah penentuan persyaratan dalan mencapai
sasaran,kegiatan serta urutan teknik pelaksanaan berbagai macam kegiatan
untuk mencapai suatu tujuan dan sasaran yang diinginkan. Perencanaan
tambang merupakan suatu tahapan awal yang harus ada di dalam serangkaian
kegiatan penambangan. Hal ini disebabkan karena perencanaan tambang
adalah sebagai panduan utama dari seluruh kegiatan penambangan guna
mencapai kegiatan penambangan yang efektif, efisien, produktif dan
aman.Upaya untuk mencapai produksi yang baik yaitu dengan membuat suatu
perencanaan penambangan yang berkesinambungan yaitu salah satunya adalah
dengan membuat suatu perencanaan sequence penambangan.
Dalam perencanaan pembuatan sequence penambangan harus diikuti
dengan pembuatan desain tambang dari pembuatan jalan tambang. desain
tambag sehiingga untuk mendukung tercapainya target produksi. Pada dasarnya
perencanaan dibagi atas 2 bagian utama, yaitu:
1. Perencanaan strategis yang mengscu kepada sasaran secara
menyeluruh, strategi pencapaiannya serta penentuan cara, waktu, dan
biaya.
2. Perencanaan operasional, menyangkut teknik pengerjaan dan
penggunaan sumber daya untuk mencapai sasaran.
A. Pertimbangan Dasar Perencanaan Tambang
Dari dasar perencanaan tambang dimana terdapat beberapa
pertimbangan dalam pembuatan desain tambang, dalam suatu perencanaan
akan berjalan secara maksimal apabila menggunakan pertimbangan-
pertimbangan yaitu:
1. Pertimbangan Ekonomis
Pertimbangan ekonomis ini menyangkut anggaran. Dimana didalam
melakukan perencanaan tambang uang merupakan factor yang sangat
menentukan dalam pelaksanaan tambang. Berikut ini adalah beberapa factor-
faktor yang menentukan dalam mempertimbangkan masalah ekonomi:
a. Nilai (value) dari endapan bahan galian
b. Ongkos produksi, yaitu ongkos yang diperlukan sampai mendapatkan
produk diluar ongkos stripping.
c. Ongkos”stripping of overburden”dengan terlebih dahulu mengetahui
“stripping ratio”nya.
d. Keuntungan yang diharapkan dengan mengetahui “Economic Stripping
Ratio”.
e. Kondisi pasar dimana untuk mengetahui harga pasar dari endapa bahan
galian yang akan di jual.
2 Pertimbangan Teknis
a. Sequence Penambangan
Perencanaan sequence penambangan merupakan bagian dari long term
planning, yang mana perencanaan ini berguna untuk menentukan lokasi-lokasi
mana saja yang akan ditambang perbulannya dalam jangka waktu tertentu
sehingga mencapai target produksi dalam suatu penambangan.
Selain menentukan lokasi-lokasi mana saja yang akan ditambang maka
harus menentukan spesifikasi alat yang akan digunakan dimulai dari alat gali
muat (excavator), alat muat maupun alat angkut yang akan digunakan.
Perencanaan sequence penambangan ini merupakan permodelan akhir tambang
sebuah pit sehingga dengan acuan tersebut selain dapat menentukan lokasi-
lokasi, elevasi, luas atau batasan-batasan lokasi yang akan ditambang perkurun
waktu, juga dapat mendesain bentuk pit, bench, jalan tambang (ramp), dumping
area, stockpile, serta reserve.
b. Desain Dumpingan
Dumpingan merupakan suatu tempat di mana material lepas atau
overburden dibuang. Dalam menentukan lokasi dumpingan perlu diperhatikan
beberapa faktor yaitu lokasinya tidak terlalu jauh dari loading point, luas, dan
tidak menggangu proses penambangan sekarang hingga akhir tambang.
Luasnya dumpingan didesain sesuai dengan jumlah waste atau overburden yang
digali dan tentunya harus diperhitungkan faktor pengembangannya
Desain dumpingan juga berguna untuk menentukan haul profile atau jalan
tambang dari loading point hingga dumping point. Jalan tambang ini akan
mengalami sedikit perubahan tiap sequence penambangan disesuaikan dengan
letak loading point masing-masing sequence penambangan.
c. Menentukan “Ultimate Pit Slope (UPS)”
Ultimate pit slope adalah kemiringan maksimal dari suatu lereng di suatu
pertambangan dimana pada akhir operasi penambangan yang tidak
menyebabkan kelongsoran atau jenjang masih dalam keadaan stabil. Untuk
menentukan UPS ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:
- Stripping ratio yang diperbolehkan.
- Sifat fisik dan mekanik batuan
- Struktur Geologi
Analisis kemantapan lereng (slope stability) diperlukan sebagai
pendekatan untuk memecahkan masalah kemungkinan longsor yang akan terjadi
pada suatu lereng. Kemantapan lereng tergantung pada gaya penggerak (driving
force) yaitu gaya yang menyebabkan kelongsoran dan gaya penahan (resisting
force) yaitu gaya penahan yang melawan kelongsoran yang ada pada bidang
gelincir tersebut serta tergantung pada besar atau kecilnya sudut bidang gelincir
atau sudut lereng.
d. Dimensi jenjang/bench
Cara-cara pebongkaran atau penggalian mempengaruhi ukuran jenjang.
Dimana dimensi jenjang juga sangat menentukan produksi didalam oprasi
penambangan dimana hal ini berkaitan dengan alat-alat mekanis yang melewati
jenjang tersebut. Dimensi jenjang harus memperhatikan faktor keamanan dan
efesiensi kerja. Dimensi jenjang ini meliputi tinggi, lebar, dan panjang jenjang.
e. Kondisi geometri jalan
Jalan angkut pada lokasi tambang sangat mempengaruhi kelancaran
operasi penambangan terutama dalam kegiatan pengangkutan. Beberapa
geometri yang perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan gangguan/hambatan
yang dapat mempengaruhi keberhasilan kegiatan pengangkutan. Perhitungan
lebar jalan angkut didasarkan pada lebar kendaraan terbesar yang dioperasikan.
Kondisi geometrik jalan terdiri dari beberapa parameter antara lain lebar jalan,
kemiringan jalan, jumlah lajur, jari-jari belokan,superelevasi,cross slope, dan
jarak terdekat yang dapat dilalui oleh alat angkut. Hal ini akan menentukan
efesiensi kerja dari sehigga dapat mencapa target produksi.
Dalam pembuatan ini sangaat berkaitan dengan jenis batuan, struktur
geologi dan pengaruh muka air tanah yang dapat menyebabkan longsor.
Perhitungan lebar jalan angkut didasarkan pada lebar kendaraan terbesar yang
dioperasikan. Semakin lebar jalan angkut yang digunakan maka operasi
pangangkutan akan semakin aman dan lancar
- Lebar jalan angkut minimum pada jalan lurus
- Lebar jalan angkut minimum yang dipakai untuk jalur ganda atau
- Lebar jalan angkut minimum pada tikungan pemilihan sistem penirisan
f. Pemilihan sistem penirisan
Penirisan tambang adalah upaya untuk mencegah atau mengeluarkan air
yang masuk atau menggenangi suatu daerah penambangan yang dapat aktivitas
penambangan. Perkiraan air yang masuk ke dalam tambang berasal dari air
lipasan berupa air hujan dan air tanah berupa rembasan. Oleh karena itu dalam
pembuatan system penirisan tambang harus menggunakan perhitungan yang
aktual dan perhitungan jumlah pompa yang tepat.
g. Kondisi geografi dan geologi
- Topografi suatu daerah sangat berpengaruh terhadap sistem
penambanganyang digunakan. Dari faktor topografi ini,dapat ditentukan
cara penggalian, tempat penimbunan overburden, penentuan jenis alat,
jalur-jalur jalan yang dipergunakan,dan sistem penirisan tambang.
- Struktur geologi ni terdiri atas lipatan, patahan, rekahan, perlapisan dan
gerakan-gerakan tektonis.
- Penyebaran batuan
- Kondisi air tanah terutama bila disertai oleh stratifikasi dan
rekahan.Adanya air dalam massa ini akan menimbulkan tegangan air
pori.
h. Persiapan Penambangan
Persiapan penambangan merupakan kegiatan pendahuluan dari aktivitas
penambangan. Persiapan penambangan ini berupa pembersihan areal yang
akan ditambang (Land Clearing), pembuatan jalan tambang, penanganan
masalah air (drainase) dan pengupasan tanah penutup (Stripping OB).
i. Pembongkaran, Pemuatan dan Pengangkutan
Pembongkaran adalah upaya yang dilakukan untuk melepaskan batuan
dari batuan induknya baik dengan cara penggalian dengan menggunakan alat
gali maupun dengan cara pemboran dan peledakan. Pemuatan adalah kegiatan
lanjutan setelah pembongkaran batuan pada loading point yang bertujuan untuk
memuat material ke alat angkut kemudian diangkut ke titik dumping baik itu
grizzly atau pada disposal area.
B. Dasar Pemilihan Sistem Penambangan
Dalam penentuan sistem penambangan yang akan digunakan ada
beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya adalah:
- Letak kedalaman endapan apakah dekat dengan permukaan bumi atau
jauh dari permukaan.
- Pertimbangan ekonomis yang tujuannya untuk memperoleh keuntungan
yang maksimal dengan ”Mining Recovery” yang maksimal dan relatif
aman.
- Pertimbangan teknis
- Pertimbangan Teknologi.
Metode penambangan yang biasanya digunakan untuk tambang bijih adalah
metode open pit, open mine, open cut, dan open cast. Cara penggalian endapan
bahan galian yang digunakan pada metode penambangan open pit,open cut,
open cast dan open mine adalah:
a. Sistem jenjang tunggal (Single Bench) sistem jenjang tunggal biasanya
dipakai untuk menambang bahan galian yang relatif dangkal dan
memungkinkan unutk beroperasi dengan jenjang tunggal.
b. Sistem jenjang bertingkat (Multiple bench) yaitu penambangan dengan
jenjang bertingkat umumnya digunakan untuk menambang bahan galian
yang kompak (massive) dan endapan bijih tebal yang sanggup ditambang
jika menggunakan cara penambangan dengan jenjang tunggal.
Pada pemilihan sistem penambangan secara tambang terbuka ada
beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan sistem penambangan,
yaitu :
- Jumlah Tanah Penutup Tanah penutup atau overburden yaitu tanah yang
berada di atas lapisan bijih. Sebelum pengambilan bijih, terlebih dahulu
tanah penutupnya harus dikupas. Jumlah dari tanah penutup harus
diketahui dengan jelas untuk menentukan nilai “Stripping Ratio”.
- Jumlah Cadangan Bijih merupakan data hasil pemboran dan eksplorasi,
dapat diketahui jumlah cadangan bijih yang dapat ditambang (mineable).
Hasil perhitungan cadangan tersebut terdapat standar pengurangan
dimana diperoleh mining recovery. Standar pengurangan tersebut dapat
berupa geologi factor,mining loss, dilution
- Batas Penambangan (Pit Limit) dan Stripping ratio Batas penambangan
ditentukan dengan cara menentukan daerah yang layak untuk diproduksi.
Cara penentuannya adalah dengan memisahkan daerah yang layak
dalam masalah kadar,diman kelayakan kadar adalah cut off grade (COG).
C. Kepmen 555 Mengatur Perencanaan Tambang
Pasal 141
Jalan Darat
1) Jalan yang digunakan kendaraan di pertambangan, harus diberi tanda
yang jelas. Setiap kendaraan hanya boleh menggunakan jalan yang telah
ditetapkan untuk jalan angkutan.
2) Radius minimum dan kemiringan jalan maksimum, harus sesuai dengan
kemampuan kendaraan yang dipakai.
3) Bagian pinggir jalan yang terbuka pda jalan bertebing harus dilengkapi
dengan tanggul penghalang yang memadai.
4) Permukaan jalan apabila memungkinkan harus diberi pelapis untuk
memperkuat, menahan erosi dan atau menghindari slip.
5) Permuka jalan yang lurus harus rata dan bagian yang meninggi di sisi luar
tikungan sedapat mungkin tidak mengakibatkan ketidakstabilan pada
kendaraan yang tinggi atau bermuatan.
6) Lampu penerangan dalam jumlah yang cukup harus disediakan di tempat
kerja dan pada tempat strategis di sepanjang jalan angkutan guna
menjamin keselamatan pejalan kaki, terutama apabila jalan tersebut
memotong jalan orang.
7) Setiap jalan angkutan yang lewat di bawah rintangan harus diberi tanda
peringatan yang jelas tentang adanya rintangan dan tinggi rintangan
tersebut. Tanda peringatan dan penghalang harus dibuat pada lintasan
hantaran listrik udara memotong jalan jalan angkutan.
BAB VPEMBORAN
Pasal 228Tata-cara
(1) Kepala Teknik Tambang atau petugas yang bertanggung jawab untuk
setiap pekerjaan pemboran harus membuat tata cara kerja sesuai jenis
alat bor yang dipakai.
(2) Pengawas Operasional dan Pengawas Teknis harus memastikan bahwa
pekerjaan pemboran dilakukan berdasarkan tata cara kerja yang
ditetapkan.
Pasal 229
Persiapan Lokasi
Dan Pemancangan Instalasi Bor
(1) Lokasi pemboran harus ditempatkan pada jarak yang cukup aman dari
hantaran kabel listrik udara, kabel tanah atau saluran pipa.
(2) Lokasi pemboran harus diamankan dari masuknya orang dan hanya
orang yang diberi izin yang diperbolehkan masuk ke dalam daerah
tersebut dan harus tersedia jalan keluar darurat.
(3) Pada lokasi pemboran harus disediakan sarana tempat mencuci,
mengganti, dan menyimpan pakaian serta barang pribadi, kecuali pada
lokasi yang berdekatan tersedia sarana tersebut.
(4) Apabila peralatan bor akan dipindahkan dari satu lokasi pemboran
kelokasi lainnya maka pipa bor, perkakas dan peralatan lainnya harus
diamankan, dan tiang bor harus ditempatkan pada posisi yang aman.
Sewaktu memindahkan alat bor ke tempat yang baru, juru bor harus
dibantu oleh pembantu juru bor.
(5) Dilarang melakukan pekerjaan yang lain di bawah atau berdekatan
dengan derek bor yang sedang dipancangkan atau dibongkar, atau pada
saat tiang bor dinaikkan atau diturunkan.
(6) Menaikkan atau menurunkan tiang bor atau derek bor harus dilaksanakan
pada kondisi dengan cahaya cukup terang.
(7) Tindakan pengaman harus dilakukan untuk menjaga derek bor atau tiang
bor dari kerusakan yang diakibatkan oleh tiupan angin kencang sewaktu
memancing, membongkar atau menaikkan.
(8) Dalam hal menaikkan atau menurunkan derek bor atau tiang bor portabel,
petunjuk dari pabrik pembuatnya harus benar-benar diikuti. Dilarang
menggunakan derek bor atau tiang bor dengan beban yang melebihi
batas beban maksimum.
(9) Lampu penerangan harus diatur baik, sehingga tempat kerja pemboran
dan rakt empat pipa cukup terang atau tidak menyilaukan mata juru bor.
Bila perlu, lampu peringatan untuk lalu lintas udara harus dipasang pada
puncak derek bor atau tiang bor dan harus mematuhi peraturan lalulintas
udara. Lampu penerangan harus dilengkapi dengan dudukan dan
pelindung lampu.
(10) Instalasi bor harus dioperasikan pada permukaan yang datar dan jika
bekerja pada suatu teras, harus diatur pada jarak yang aman dan
sekurang-kurangnya 3 meter dari ujung teras. Ketika sedang beroperasi
instalasi bor harus diatur agar poros longitudinalnya tegak lurus dengan
ujung teras.
Pasal 231
Pemboran Eksplorasi
(1) Untuk daerah pemboran eksplorasi harus tersedia peta situasi yang
selalu diperbaharui dengan skala sekurangkurangnya 1 : 2500,
dilengkapi dengan garis bujur astronomis, termasuk keadaan daerah
dalam radius 500 meter dari setiap lubang bor atau sampai dengan batas
kuasa pertambangan apabila jarak batas kuasa pertambangan tersebut
kurang dari 500 meter.
(2) Peta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menggambarkan:
a. Seluruh bangunan, pabrik, dan jalur pipa;
b. Lokasi semua lubang bor dengan nomor yang berurut baik yang
sudah selesai atau yang masih dilaksanakan dan
c. Semua jalan, sungai, dan mata air.
(3) Penampang setiap lubang bor harus digambar dengan skala 1 : 1000
untuk kedalamannya dan 1 : 20 untuk lebarnya selalu diperbaharui
datanya sekurang-kurangnya 1 bulan sekali atau segera setelah selesai
dikerjakan.
(4) Gambar penampang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus
menunjukkan:
a. Lapisan-lapisan tanah;
b. Kandungan bahan galian;
c. Batas kandungan air;
d. Jenis pelindung lubang bor dan
e. Alat penyumbat aliran air
(5) Pada pemboran harus ada buku kerja yang selalu diisi mengenai:
a. Tata cara pengeboran;
b. Keadaan lapisan batuan;
c. Formasi batuan yang telah di bor;
d. Kedalaman yang dicapai dan letak dari setiap endapan;
e. Kemajuan per hari;
f. Ukuran lubang dan pipa bor yang digunakan;
g. Cara menyumbat aliran air dan
h. Hasil dari uji percobaan dan alat penutup lapisan air.
(6) Apabila adanya air artesis mengakibatkan berubahnya peta situasi, peta
penampang, buku kerja pemboran, dan nendapan bahan galian tertentu, kopi
perubahan tersebut harus segera dikirimkan kepada Kepala Pelaksana
Inspeksi Tambang.
(7) Semua lubang bor yang tidak diperlukan lagi harus ditimbun kembali dengan
material padat.
BAB VI
TAMBANG PERMUKAAN
Bagian Pertama
Cara Kerja Yang Aman
Pasal 239
Umum
(1) Di sekitar bagian tambang baik yang masih ada kegiatan maupun yang
sudah ditinggalkan dan dapat menimbulkan bahaya, harus diberi pagar
pengaman dengan tinggi sekurang-kurangnya 80 sentimeter atau
dipasang tanda peringatan.
(2) Jalan masuk ke setiap tempat kerja pada kegiatan tambang harus
dirawat.
(3) Setiap jalan masuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang
mempunyai kemiringan lebih dari 40 derajat harus dilengkapi dengan
tanggal yang dipasang secara tetap atau jalan bertangga. Apabila tangga
dipasang lebih curam dari 75 derajat harus dilengkapi pagar sandaran
punggung.
(4) Tangga tetap sebagaimna dimaksud dalam ayat (3) harus terpasang kuat
dan aman.
(5) Tangga tetap yang panjangnya lebih dari 10 meter harus mempunyai
lantai istirahat pada setiap selang jarak 10 meter dan ujung tangga
tersebut harus menonjol 90 sentimeter pada tiap lantai.
(6) Penggunaan kereta gantung (cable way) atau kendaraan yang berjalan di
atas rel untuk pengangkutan orang harus mendapat izin Kepala
Pelaksana Inspeksi Tambang.
(7) Mulut sumuran, bak penampung, dapur pemanggangan atau corongan
harus diberi pagar pengamana.
Pasal 240
Cara Kerja
(1) Kepala Teknik Tambang harus menjamin bahwa kemantapan lereng
penambangan, penimbunan, dan material lainnya telah diperhitungkan
dalam perencanaan tambang.
(2) Penimbunan tanah penutup hanya dapat dilakukan pada jarak sekurang-
kurangnya 7,5 meter dari ujung teras atau penambangan.
(3) Dilarang melakukan penggalian potong bawah (undercutting) pada
permuka kerja, teras atau galeri, kecuali mendapat persetujuan Kepala
Pelaksana Inspeksi Tambang.
(4) Permuka kerja harus aman dari batuan menggantung dan pada waktu
pengguguran batuan, para pekerja di tempat tersebut harus menyingkir.
(5) Apabila suatu pekerjaan harus dilakukan secara manual pada permuka
kerja yang tingginya lebih dari 2,5 meter dari lantai kerja, para pekerja
tambang harus memakai sabuk pengaman atau pelana pengaman.
(6) Permuka kerja tambang permukaan pada bagian atas daerah kegiatan
tambang bawah tanah hanya dapat dibuat setelah mendapat persetujuan
Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.
(7) Dilarang bekerja atau berada di atas timbunan aktif batu pecah, kecuali:
a. Berdasarkan perintah seorang pengawas tambang;
b. Curahan batu ke dan dari timbunan telah dihentikan;
c. Telah diperoleh kepastian bahwa corongan di bawah timbunan telah
ditutup dan
d. Pekerja mengenakan sabuk pengaman yang dihubungkan dengan tali
yang sesuai panjangnya, diikatkan secara kuat dan aman pada titik
tetap di atasnya.
Pasal 241
Tinggi Permuka Kerja
Dan Lebar Teras Kerja
(1) Kemiringan, tinggi dan lebar tetap harus dibuat dengan baik dan aman
untuk keselamatan para pekerja agar terhindar dari material atau benda
jatuh.
(2) Tinggi jenjang (bench) untuk pekerjaan yang dilakukan pada lapisan yang
mengandung pasir, tanah liat, kerikil, dan material lepas lainnya harus:
a. Tidak boleh lebih dari 2,5 meter apabila dilakukan secara manual;
b. Tidak boleh lebih dari 6 meter apabila dilakukan secara mekanik dan
c. Tidak boleh lebih dari 20 meter apabila dilakukan dengan
menggunakan clamshell, dragline, bucket wheel excavator atau alat
sejenis kecuali mendapat persetujuan Kepala Pelaksana Inspeksi
Tambang.
(3) Tinggi jenjang untuk pekerjaan yang dilakukan pada material kompak
tidak boleh lebih dari 6 meter, apabila dilakukan secara manual;
(4) Dalam hal penggalian dilakukan sepenuhnya dengan alat mekanis yang
dilengkapi dengan kabin pengaman yang kuat, maka tinggi jenjang
maksimum untuk semua jenis material kompak 15 meter, kecuali
mendapat persetujuan Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.
(5) Studi kemantapan lereng harus dibuat apabila:
a. Tinggi jenjang keseluruhan pada sistem penambangan berjenjang
lebih dari 15 meter dan
b. Tinggi setiap jenjang lebih dari 15 meter.
(6) Lebar lantai tras sekurang-kurangnya 1,5 kali tinggi jenjang atau
disesuaikan dengan alat-alat yang digunakan sehingga dapat bekerja
dengan aman dan harus dilengkapi dengan tanggul pengaman (safety
berm) pada tebing yang terbuka dan diperiksa pada setiap gilir kerja dari
kemungkinan adanya rekahan atau tanda-tanda tekanan atau tanda-
tanda kelemahan lainnya.
Pasal 242
(1) Pada waktu membuat sumuran, parit atau pekerjaan sejenis, yang
dinding bukaannya mencapai tinggi lebih dari 1,2 meter harus diberi
penyangga atau dibuat miring dengan sudut yang aman.
(2) Pembuatan tanggul atau bendungan air baik yang bersifat sementara
atau tetap harus cukup kuat dan memenuhi persyaratan yang berlaku.
Pasal 243
Penirisan dan Bendungan
(1) Setiap tambang permukaan harus mempunyai sistem penirisan yang
terencana dengan kapasitas yang cukup.
(2) Untuk mengurangi air yang masuk ke daerah open cut harus dibangun
tanggul pengelak dan penirisan bersistem.
Bagian Kedua
Tambang Hidrolis
Pasal 244
Umum
Perencanaan tambang hidrolis termasuk sistem sirkulasi air, saluran air,
bendungan serta kolam limbah dan sebaganya harus terinci dengan baik.
Bagian Keenam
Kontrol Batuan, Penyangga Dan
Cara Melakukannya
Pasal 346
Umum
Kepala Teknik Tambang harus melakukan pengendalian gerakan lapisan batuan
atap di dalam tambang bawah tanah dan bilamana diperlukan harus menyangga
atap dan dinding suatu bukaan di setiap tempat kerja.
Pasal 347
Penyangga Alami
(1) Penyangga alami harus disediakan untuk melindungi sumuran dan jalan
keluar.
(2) Penyangga alami haurs disediakan untuk pengamanan apabila di atas
tambang tersebut terdapat danau, sungai dan bendungan.
(3) Penyangga alami harus disediakan apabila di atas tambang tersebut
terdapat fasilitas umum.
(4) Kepala Teknik Tambang haurs mengirimkan peta perencanaan tambang,
peta geologi atau peta perencanaan kepada Kepala Pelaksana Inspeksi
Tambang apabila terdapat kondisi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), (2), dan (3).
(5) Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang dapat merubah ukuran penyangga
alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (3) termasuk
persyaratan lainnya.
(6) Dilarang menambah dan mengurangi ukuran penyangga alami kecuali
telah mendapat persetujuan dari Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.
Pasal 351
Penyangaan
(1) Kepala Teknik Tambang harus membuat pedoman penyanggaan untuk
setiap jenis bukaan.
(2) Bukaan yang memerlukan penyanggaan harus dilakukan sesuai dengan
jenis batuan dan metoda penambangan.
(3) Dilarang melepas atau merubah penyangga yang sudah terpasang,
kecuali diperintah dan diawasi.
(4) Dilarang melepas atau merubah lantai, atap, alas, kayu batangan atau
balok kayu, dan sejenisnya apabila hal tersebut akan menimbulkan
bukaan berbahaya kecuali dalam pengawasan ketat.
(5) Material penyangga harus cukup kuat dan dalam jumlah yang cukup serta
siap pakai.
(6) Apabila bahan penyangga tidak tersedia dan kondisi tempat kerja
berbahaya, maka kegiatan pada tempat kerja tersebut harus dihentikan.
Bagian Kesembilan
Penirisan Air Tambang
Pasal 377
Upaya Umum
(1) Tempat kerja di bawah tanah harus:
a. Bebas dari akumulasi atau aliran air yang dapat membahayakan para
pekerja di daerah tersebut dan
b. Mempunyai sistem penirisan air untuk mengeluarkan kelebihan air
dengan pompa dari dalam tambang.
(2) Pompa air displasemen positif (positive displacement) harus dilengkapi
dengan sebuah katup pengatur atau sistem lain.
(3) Upaya harus dilakukan untuk meniadakan akumulasi air di dalam
corongan batu atau lubang naik dimana material di dalam corongan atau
lbang naik menyumbat aliran air.
(4) Pada bukaan produksi atau daerah rongga dimana bijih ditimbun sebelum
dimuat harus tersedia sarana penirisan air kecuali tumpukan material
dapat meniriskan air sendiri secara efektif.
(5) Apabila air hujan mempengaruhi debit air di dalam tambang maka Kepala
Teknik Tambang harus memantau curah hujan dan tindakan harus
dilakukan sebelumnya untuk mencegah kenaikan debit air di dalam
tambang.
(6) Jalan transport harus dilengkapi dengan saluran penirisan air yang efektif
sehingga rel dan bantalannya tidak tergenang air.
D. Kepmen No 1453.K/29/Mem/2000 Tentang Pedoman Teknis
Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan Dibidang Pertambangan
Umum
BAB I
PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN UMUM
Pasal 1
(1) Usaha pertambangan umum baru dapat dlaksaanakan apabila telah
mendapatkan Kuasa Pertambangan (KP), Kontrak Karya (KK) dan
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dari
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral/Gubernur/Bupati/Walikota
sesuai lingkup kewenangan masing-masing.
(2) Usaha pertambangan dalam rangka KK dan PKP2B harus dilakukan oleh
Badan hukum yang bergerak di bidang usaha pertambangan umum.
(3) Persyaratan, prosedur dan format permohonan perizinan KP, KK dan
PKP2B sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 sampai dengan III
Keputusan Menteri ini.
Pasal 2
(1) Pada satu wilayah usaha pertambangan umum dapat diberikan KP, KK
dan PKP2B untuk bahan galian lain yang keterdapatannya berbeda
setelah mendapat persetujuan dari pemegang KP, KK atau PKP2B
terdahulu.
(2) Pemegang KP, KK dan PKP2B mempunyai hak mendapatkan prioritas
untuk mengusahakan bahan galian lain dalam wilayah kerjanya.
Pasal 3
Dalam hal terjadi tumpang tindih antara kegiatan usaha pertambangan dengan
kegiatan usaha selain usaha pertambangan umum, maka prioritas peruntukan
lahan ditentukan oleh Gubernur/Bupati/walikota sesuai lingkup kewenangan
masing-masing
BAB II
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 4
(1) Pemerintah Daerah sesuai lingkup kewenangan masing-masing
bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan yang dilaksanakan oleh pemegang KP, KK dan PKP2B sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Tanggung jawab Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) meliputi pemberian persetujuan :
a. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) terdiri dari
Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL), ANDAL,
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan
Lingkungan;
b. Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UKL-UPL) untuk yang tidak wajib AMDAL, yang disusun oleh
masing-masing pemegang KP, KK dan PKP2B selaku pemrakarsa
dengan mengacu pedoman teknis penyusunan AMDAL, UKL-UPL
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV dan V Keputusan Menteri
ini.
Pasal 5
(1) Pemerintah Daerah sesuai lingkup kewenangan masing-masing
mewajibkan pemegang KP, KK dan PKP2B pada tahap
eksploitasi/produksi untuk menyampaikan laporan Rencana Tahunan
Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RTKPL);
(2) Pemerintah Daerah sesuai lingkup kewenangan masing-masing
mewajibkan pemegang KP, KK dan PKP2B pada saat memulai tahap
operasi/produksi untuk menyampaikan laporan Rencana Tahunan
Pengelolaan Lingkungan (RTKL) dan menempatkan Dana Jaminan
Reklamasi pada bank pemerintah atau bank devisa sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pedoman penyusunan laporan RTKPL, RTKL dan tata cara penempatan
serta pencairan jaminan reklamasi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran VI dan VII Keputusan Menteri ini.
BAB III
PENGEMBANGAN WILAYAH DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT SERTA KEMITRAUSAHAAN
Pasal 6
(1) Pemerintah Daerah sesuai lingkup kewenangan masing-masing
menugaskan pemegang KP, KK dan PKP2B sesuai dengan tahapan dan
skala usahanya untuk membantu program pengembangan masyarakat
dan pengembangan wilayah pada masyarakat setempat yang meliputi
pengembangan sumber daya manusia, kesehatan dan pertumbuhan
ekonomi.
(2) Gubernu/Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan program pengembangan masyarakat dan
pengembangan wilayah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Pasal 7
Gubernur/bupati/Walikota wajib mengupayakan terciptanya kemitrausahaan
antara pemegang KP, KK dan PKP2B dengan masyarakat setempat berdasarkan
prinsip saling membutuhkan dan saling menguntungkan.
BAB IV
PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN
Pasal 8
(1) Penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang pertambangan umum
oleh Propinsi atau Kabupaten/Kota diselaraskan dengan potensi sumber
daya mineral, sumberdaya manusia, pendanaan dan organisasi
penyelenggaraannya.
(2) Organisasi penyelenggaraan pemerintah dibidang pertambangan umum
disusun berdasarkan fungsi-fungsi :
a. pengaturan;
b. pemrosesan perizinan;
c. pembinaan usaha;
d. pengawasan eksploitasi, produksi, keselamatan dan kesehatan kerja
(K3), lingkungan dan konservasi;
e. pengelolaan informasi pertambangan;
f. pengevaluasian dan pelaporan kegiatan.
(3) Pemangku jabatan yang melaksanakan fungsi-fungsi organisasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) agar didasarkan atas kompetensi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII Keputusan Menteri ini.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 9
(1) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan usaha pertambangan umum
terhadap pemegang KP. KK dan PKP2B dilakukan oleh Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai lingkup
kewenangan masing-masing.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi aspek :
a. eksplorasi;
b. produksi dan pemasaran;
c. keselamatan dan kesehatan kerja (K3);
d. lingkungan;
e. konservasi;
f. tenaga kerja;
g. barang modal;
h. jasa pertambangan;
i. pelaksanaan penggunaan produksi dalam negeri;
j. penerapan standar pertambangan;
k. investasi, divestasi dan keuangan.
(3) Pelaksanaan pengawasan langsung di lapangan terhadap aspek produksi
dan pemasaran, konservasi, K3 serta lingkungan oleh Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral, gubernur, Bupati/ Walikota sesuai lingkup dan
kewenangan masing-masing dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam)
bulan sekali.
Pasal 10
(1) Pemeriksanaan aspek K3 dan lingkungan dilaksanakan oleh Pelaksana
Inspeksi Tambang/Inspektur Tambang.
(2) Persyaratan Tugas pokok dan fungsi Pelaksana Inspeksi
Tambang/Inspektur Tambang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berpedoman pada Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor
2555 K/201/M.PE/1993 tanggal 19 Juli 1993 tentang pelaksana Inspeksi
(4) Tambang dengan segala perubahannya.
(3) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan K3 berpedoman pada
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 555
K/26/MPE/1995 tanggal 22 Mei 1995 tentang Pedoman Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Bidang Pertambangan Umum dengan segala
perubahannya.
(4) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan lingkungan berpedoman pada
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor
1211.K/008/M.PE/1995 tanggal 17 Juli 1995 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Perusakan dan Pencemaran Lingkungan pada Kegiatan
Usaha Pertambangan Umum dengan segala perubahannya.
(5) Pedoman Tata Cara Pengawasan Lingkungan dan K3 beserta
pelaporannya sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX Keputusan
Menteri ini.
Pasal 11
Pedoman Tata Cara Pengawasan Eksploitasi dan Konservasi dalah
Sebagaimana tercantum dalam Lampiran X dan XI Keputusan Menteri ini.
Pasal 12
Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Produksi adalah sebagaimana tercantum
dalam Lampiran XII Keputusan Menteri ini.
Pasal 13
Pelaksanaan pengawasan tenaga kerja, barang modal, jasa pertambangan,
pelaksanaan penggunaan produksi dalam negeri, penerapan standar
pertambangan, investasi, divestasi dan keuangan berdasrkan evaluasi atas
laporan tentang rencana dan realisasi yang disampaikan dan uji petik di
lapangan.
BAB VI
PELAPORAN DAN EVALUASI
Pasal 14
(1) Gubernur/Bupati/Walikota sesuai lingkup kewenangan masing-masing
mewajibkan pemegang KP, KK dan PKP2B untuk menyampaikan laporan
kegiatan bulanan, triwulan, tahunan dan laporan akhir serta laporan-
laporan khusus lainnya dengan tembusan kepada Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral dan Instansi terkait.
(2) Bentuk dan format laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sesuai
pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII a, b, c, d, e dan f
Keputusan Menteri ini.
Pasal 15
Gubernur/Bupati/Walikota sesuai lingkup kewenangan masing-masing
melakukan evaluasi atas laporan kegiatan KP. KK dan PKP2B sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1).
Pasal 16
(1) Gubernur/Bupati/Walikota melaporkan pelaksanaan penyelenggaraan
usaha pertambangan umum di wilayahnya masing-masing sesuai
ketentuan Pasal 44 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dengan
tembusan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral setiap 6
(enam) bulan sekali.
(2) Format laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah
sebagaimana tercantum dalam lam,piran XIV Keputusan Menteri ini.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 17
(1) Kuasa Pertambangan, Kontrak Kerja dan Perjanjian Kerjasama
Pengusahaan Pertambangan Batubara yang telah diterbitkan sebelum
tanggal 31 Desember 2000 beserta hak dan kewajibannya tetap berlaku
sampai habis masa berlakunya.
(2) Permohonan peningkatan, perpanjangan, perluasan, penciutan, dan
pengakhiran atas izin usaha pertambangan yang telah diterbitkan
sebelum tanggal 6 November 2000 tetap diproses oleh Direktorat
Jenderal Pertambangan Umum sampai dengan tanggal 31 Desember
2000.
(3) Penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang pertambangan umum
oleh Pemerintah Daerah dilaksakan mulai tanggal 1 Januari 2001.
Pasal 18
Wilayah Pertambangan Rakyat yang telah ditetapkan sebelum tanggal 6
November 2000 masih tetap berlaku.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
Kebijakan dalam bentuk Pengaturan, kewenangan dan pedoman-pedoman
lainnya yang dipandang perlu dan belum tercantum dalam Pedoman Teknis ini
akan diatur dan ditetapkan kemudian.
Pasal 20
(1) Peraturan pelaksanaan yang bertentangan dan/atau tidak sesuai dengan
Keputusan Menteri ini dinyatakan tidak berlaku.
(2) Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
KESIMPULAN
Perencanaan adalah penentuan persyaratan dalan mencapai
sasaran,kegiatan serta urutan teknik pelaksanaan berbagai macam kegiatan
untuk mencapai suatu tujuan dan sasaran yang diinginkan. Perencanaan
tambang merupakan suatu tahapan awal yang harus ada di dalam serangkaian
kegiatan penambangan. Dalam perencanaan pembuatan sequence
penambangan harus diikuti dengan pembuatan desain tambang dari pembuatan
jalan tambang. desain tambag sehiingga untuk mendukung tercapainya target
produksi.
Dari dasar perencanaan tambang dimana terdapat beberapa
pertimbangan dalam pembuatan desain tambang, dalam suatu perencanaan
akan berjalan secara maksimal apabila menggunakan pertimbangan ekonomis
dan pertimbangan teknis. Dalam penentuan sistem penambangan yang akan
digunakan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya adalah letak
kedalaman endapan, pertimbangan ekonomis, pertimbangan teknis dan
pertimbangan teknologi.
Rancangan teknis penambangan merupakan bagian dari suatu
perencanaan tambang. Rancangan penambangan ini merupakan program
penambangan yang akan dikerjakan dan telah diberikan batas-batas dan aturan
tegas yang harus dipenuhi dalam setiap aktivitasnya sebagai bagian dari
keseluruhan perencanaan tambang tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012 “Perencanaan Tambang”
http://www.amanahgroup
.-co.id/index.php/menuprofile/perencanaantambang pada hari Minggu, 6
Oktober 2013 pukul 23.58 WIB.
Anonim, 2013 “Perencanaan Tambang” http://minoritystudyclub.blogspot.-
com/2013/04/p-erencanaan-tambang.html pada hari Minggu, 6 Oktober
2013 pukul 23.58 WIB
Jaya, Parto, 2013 “Perencanaan Tambang”
http://partojaya.blogspot.c-om/2013/02/perencanaantambang.html?
zx=a7eb7cda1aebc03a pada hari Minggu, 6 Oktober 2013 pukul 22.38
WIB
Anonim, 2010 “Dasar Perencanaan Tambang”
http://mheea-nck.blogspot.com/2010/04/konsep-dasar-perencanaan-
tambang.html pada hari Minggu, 6 Oktober 2013 pukul 22.42 WIB