Download - REFRAT TOKSIKOLOGI
BAB I
PENDAHULUAN
Toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan
mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap makhluk
hidup dan sistem biologik lainnya. Ia dapat juga membahas penilaian kuantitatif
tentang berat dan kekerapan efek tersebut sehubungan dengan terpajannya
makhluk tadi.
Apabila zat kimia dikatakan beracun), maka kebanyakan diartikan sebagai
zat yang berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi
tertentu pada suatu organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh:
dosis, konsentrasi racun direseptor “tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi
bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk
efek yang ditimbulkan. Sehingga apabila menggunakan istilah toksik atau
toksisitas, maka perlu untuk mengidentifikasi mekanisme biologi di mana efekb
erbahaya itu timbul. Sedangkan toksisitasmerupakan sifat relatif dari suatu zat
kimia, dalam kemampuannya menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan
mekanisme biologi pada suatu organisme.
Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam
memperbandingkan satu zat kimia dengan lainnya. Suatu zat kimia dapat
dikatakan lebih toksik daripada zat kimia yang lain. Perbandingan sangat kurang
informatif, kecuali jika pernyataan tersebut melibatkan informasi tentang
mekanisme biologi yang sedang dipermasalahkan dan juga dalam kondisi
bagaimana zat kimia tersebut berbahaya.
Toksikologi modern merupakan bidang yang didasari oleh multi displin
ilmu, toksikologi dapat dengan bebas meminjam bebarapa ilmu dasar, guna
mempelajari interaksi antara tokson dan mekanisme biologi yang ditimbulkan.
Ilmu toksikologi ditunjang oleh berbagai ilmu dasar, seperti kimia, biologi, fisika,
dan matematika. Kimia analisis dibutuhkan untuk mengetahui jumlah tokson yang
melakukan ikatan dengan reseptor sehingga dapat memberikan efek toksik.
1
Toksikologi sangat luas cakupannya mencakup studi toksisitas diberbagai
bidang, LU (1995) mengelompokkan kedalam empat bidang, yaitu:
Bidang kedokteran untuk tujuan diagnostik, pencegahan, dan terapeutik.
Dalam industri makanan sebagai zat tambahan baik langsung maupun
tidak langsung.
Dalam pertanian sebagai pestisida zat pengatur pertumbuhan, peyerbuk
bantuan, dan zat tambahan pada makanan hewan.
Dalam bidang industri kimia sebagai pelarut, komponen, dan bahan antara
bagi plastik serta banyak jenis bahan kimia lainnya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Toksikologi (berasal dari bahasa Yunani yaitu tokskos dan logos yang
merupakan studi mengenai perilaku dan efek yang merugikan dari suatu zat
terhadap suatu organisme/ makhuk hidup).
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat
racun, gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang
didapatkan pada korban yang meninggal.
Menurut Ariens dkk. 1986, toksikologi ialah ilmu pengetahuan mengenai
kerja senywa kimia yang merugikan tubuh organisme hidup. Sedangkan menurut
Rand dan Petrocelli 1985, toksikologi didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang efek negatif atau efek racun dari bahan-bhan kimia dan
material lain hasil kegiatan manusia terhadap organisme, termasuk bagaimana
bahan-bahan tersebut masuk kedalam organisme.
Dalam Toksikologi, dipelajari mengenai gejala, mekanisme, cara
detoksifikasi serta deteksi keracunan pada sistem biologis makhluk hidup.
Toksikologi sangat bermanfaat untuk memprediksi atau mengkasi akibat yang
berkaitan dengan bahaya toksik dari suatu zat terhadap manusia dan
lingkungannya.
Tosikologi forensik adalah salah satu cabang forensik sain, yang
menekunkan diri pada aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi dan kimia
analisis untuk kepentingan peradilan. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah
melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari bukti fisik dan
menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada atau tidaknya
racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang dituduhkan, sebagai bukti dalam
tindak kriminal (forensik) di pengadilan. Hasil analisis dan interpretasi temuan
analisisnya ini akan dimuat ke dalam suatu laporan yang sesuai dengan hukum
3
dan perundangan-undangan. Menurut Hukum Acara Pidana (KUHAP), laporan ini
dapat disebut dengan ”Surat Keterangan Ahli” atau ”Surat Keterangan”.
Toksikologi forensik adalah penerapan toksikologi umtuk memnantu
investigasi medikolegal dalam kasus kematian, keracuanan maupun penggunaan
obat-obatan. Yang menjadi perhatian utama dalam toksikologi forensik bukanlah
keluaran aspek hukum dari investigasi secara toksikologi, namun mengenai
teknologi dan tekhnik dalam memperoleh serta menginterpretasi hasil seperti :
pemaham perilaku zat, sumber penyebab keracunan/pencemaran, metode
pengambilan sample dan analisa, interpretasi data terkait dengan gejala atau efek
atau dampak yang imbul serta bukti-bukti lainnya yang tersedia.
Secara umum tugas toksikolog forensik adalah membantu penegak hukum
khususnya dalam melakukan analisis racun baik kualitatif maupun kuantitatif dan
kemudian menerjemahkan hasil analisis ke dalam suatu laporan (surat, surat
keterangan ahli atau saksi ahli), sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di
pengadilan. Lebih jelasnya toksikologi forensik mencangkup terapan ilmu alam
dalam analisis racun sebagi bukti dalam tindak kriminal, dengan tujuan
mendeteksi dan mengidentifikasi konsentrasi dari zat racun dan metabolitnya dari
cairan biologis dan akhirnya menginterpretasikan temuan analisis dalam suatu
argumentasi tentang penyebab keracunan dari suatu kasus. Menurut masyarakat
toksikologi forensik amerika “society of forensic toxicologist, inc. SOFT” bidang
kerja toksikologi forensik meliputi:
Analisis dan mengevaluasi racun penyebab kematian,
Analisis ada/tidaknya alkohol, obat terlarang di dalam cairan tubuh atau
napas, yang dapat mengakibatkan perubahan prilaku (menurunnya
kemampuan mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya, tindak
kekerasan dan kejahatan, penggunaan dooping),
Analisis obat terlarang di darah dan urin pada kasus penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan obat terlarang lainnya.
Dalam mengungkap kasus kejahatan/ pencemaran lingkungan,
toksikologis forensik digunakan untuk memahami perilaku pencemaran, mengapa
4
dapat bersifat toksik terhadap biota dan manusia, dan sejauh mana resikonya, serta
mengindentifikasi sumber dan waktu pelepasan suatu bahan pencemaran.
B. RACUN
Racun adalah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik
yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau
mengakibatkan kematian.
C. PENGGOLONGAN
Berdasarkan sumber, dapat dibagi menjadi racun yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan ; opium (dari papaver somniferum), kokain, kurare, aflatoksin
(dari aspergilus niger), berasal dari hewan : bisa / toksin ular/laba-laba/hewan laut,
mineral : arsen, timah hitam atau sintetik : heroin.
Berdasarkan tempat di mana racun berada, dapat dibagi menjadi racun
yang terdapat dialam bebas, misalnya gas racun dialam, racun yang terdapat
dirumah tangga; misalnya detergen, disenfektan, insektisida, pembersih (cleaners).
Racun yang digunakan dalam pertanian, misalnya insektisida, herbisida, pestisida.
Racun yang digunakan dalam industri dan laboratorium, misalnya asam dan basa
kuat, logam berat. Racun yang terdapat dalam makanan, misalnya CN dalam
singkong, toksin botulinus, bahan pengawet, zat aditif serta racun dalam bentuk
obat, isalnya hipnotik, sedatif , dll.
Dapat pula pembagian racun berdasarkan organ tubuh yang dipengaruhi,
misalnya racun yang bersifat hepatotoksik, nefrotoksik.
Berdasarkan mekanisme kerja, dikenal racun yang mengikat gugus
sulfhidril (-SH) misalnya Pb, yang berpengaruh pada ATP-ase, yang membentuk
methemoglobin misalnya nitrat dan nitrit. (Nitrat dalam usus oleh flora usus
diubah menjadi nitrit).
Pembagian lain didasarkan atas cara kerja/efek yang ditimbulkan. Ada
racun yang bekerja lokal dan menimbulkan beberapa reaksi misalnya
5
peransanganm peradangan atau korosif. Keadaan ini dapat menimbulkan rasa
nyeri yang hebat dan dapat menyebabkan kematian akibat syok neurogenik.
Contoh racun korosif adalah asam dan basa kuat : H2SO4, HNO3, NaOH, KOH;
golongan halogen seperti fenol, lisol dan senyawa logam. Racun yang bekerja
sisitemik dan mempunyai afinitas terhadap salah satu sistem misalnya barbiturat,
alkohol, morfin terhadap susunan saraf pusat, digitalis, oksalat terhadap jantung,
CO terhadap hemoglobin darah. Terdapat pula racun yang mempunyai efek lokal
dan sistemik sekaligus misalnya asam karbol menyebabkan erosi lambung dan
sebagian yang diabsorbsi akan menimbulkan depresi susunan sarap pusat.
Tetra-etil yang masih terdapat dalam campuran bensin selain mempunyai
efek iritasi, jika diserap dapat menimbulkan hemolisis akut.
D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERACUNAN
Pelbagai faktor mempengaruhi terjadinya keracunan.
Cara masuk. Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara
inhalasi. Cara masuk lain, berturut-turut ialah intravena, intra muscular,
intraperitoneal, subkutan, peroral, dan paling lambat ialah bila melalui kulit yang
sehat.
Umur, kecuali untuk beberapa jenis racun tertentu, orang tua dan anak-
anak lebih sensitif misalnya pada barbiturat. Bayi prematur lebih rentan terhadap
obat karena eksresi melalui ginjal belum sempurna dan aktivitas mikrosom dalam
hati belum cukup.
Kondisi tubuh. Penderita penyakit ginjal umumnya lebih mudah
mengalami keracunan. Pada penderita demam dan penyakit lambung, absorbsi
dapat terjadi dengan lambat. Bentuk fisik dan kondisi fisik, misalnya lambung
berisi atau kosong.
Kebiasaan sangat berpengaruh pada racun golongan alkohol dan morfin,
sebab dapat terjadi toleransi, tetapi toleransi tidak dapat menetap, jika pada suatu
ketika dihentikan, maka toleransi akan menurun lagi.
6
Idiosinkrasi dan alergi pada vitamin E, penisilin, streptomisin dan
prokain.
Pengaruh langsung racun tergantung pada takaran. Makin tinggi takaran
makin cepat (kuat) keracunan. Konsentrasi berpengaruh pada racun yang bekerja
secara lokal, misalnya asam sulfat . struktur kimia, misalnya calomel (Hg2Cl2)
jarang menimbulkan keracuanan sedangkan Hg sendiri dapat menyebabkan
kematian. Morfin dan nalorfin yang mempunyai struktur kimia hampir sama
merupakan antagonis. Terjasi addisi antara alkohol dan barbiturat atau alkohol dan
morfin. Dapat pula terjadi sinergisme yang seperti addisi, tetapi lebih kuat. Addisi
dan sinergisme sangat penting dalam masalah mediko-legal.
Waktu pemberian. Untuk racun yang ditelan, jika ditelan sebelum
makan, absorbsi terjadi lebih baik sehingga efek akan timbul lebih cepat. Jangka
pemberian untuk waktu lama (kronik) atau waktu singkat/sesaat.
E. PRINSIP PENGOBATAN
Pengobatan terhadap kasus keracunan terutama berdasarkan cara masuk
racun kedalam tubuh.
Bila racun ditelan, keluarkan racun tersebut sebanyak mungkin, dengan
jalan memuntahkan (dengan meransang dinding faring atau pemberian emetik,
misalnya sirup ipecacuanha).
Tetapi jika kesadaran sangat menurun, atau racun bersifat korosif atau
racun terlarut dalam minyak, maka usaha untuk memuntahkan merupakan indikasi
kontra.
Aspirasi dan bilas lambung, merupakan indikasi untuk mengeluarkan
racun nonkorosif dan racun yang menekan susunan saraf pusat. Untik ini
diberikan air hangat atau garam lemah. Dapat juga diberikan norit. (imsikasi kon
tra seperti pada cara memuntahkan).
Pemberian pencahar, misalnya natrium sulfat 30 g dalam 200 cc air.
Mempercepat eksresi dengan dialisis (pemberian diuretik merupakan indikasi
kontra). Dapat pula dengan pemberian antidotum spesifik, pada keracunan morfin,
7
diberikan nalorfin atau nalokson, (keduanya bersifat antagonis terhadap morfin,
tetapi nalorfin kadang-kadang dapat juga bersifat agonis, sedangkan nalokson
murni antagonis)
Demulcen dalam bentuk pemberian putih telur sebanyak 3 butir yang
dilarutkan dalam 500 cc air/susu dengan maksud untuk menghambat absorbsi.
Pengobatan simptomatik dan suportif perlu dipertimbangkan, tergantung
dari gejala yang timbul. Jika terdapat gejala berupa kejang jangan diberikan
barbiturat tetapi sebaiknya benzodiazepam.
Bila racun masuk secara inhalasi, keluarkan korban dari ruangan agar
tehindar dari inhalasi lebih lanjut. Bila secara parenteral pertimbangkan untuk
pemasangan torniquet. Bila masuk melalui kulit atau mengenai mata, bersihkan
dengan air ledeng mengalir, jangan dengan bahan kimia.
F. KRITERIA DIAGNOSTIK
Diagnosa keracunan didasarkan atas adanya tanda dan gejala yang sesuai
dfengan racun penyebab. Dengan analisis kimiawi dapat dibuktikan adanya racun
dari sisa barang bukti. Yang terpenting pada penegakan diagnosis keracunan
adalah dapat ditemukan racun/sisa racun dalam tubuh/cairan tubuh korban, jika
racun menjalar secara sistemik serta terdapatnya kelainan pada tubuh korban, baik
makroskopis maupun mikroskopis yang sesuai dengan racun penyebab. Selain itu
perlu pula dipastikan bahwa korban tersebut benr-benar kontak dengan racun.
Yang perlu diperhatikan untuk pemeriksaan korban keracunan ialah :
keterangan tentang racun apa kira-kira yang merupakan penyebabnya, dengan
demikian pemeriksaan dapat dilakukan dengan lebih terarah dan dapat menghemat
waktu, tenaga dan biaya.
G. PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK
Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan,
yang sejak semula sudah dicurigai kematian diakibatkan oleh keracunan dan kasus
8
yang sampai saat sebelum autopsi dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap
kemungkinan keracunan.
Harus dipikirkan kemungkinan kematian akibat keracunan bila pada
pemeriksaan setempat terdapat kecurigaan akan keracunan, bila pada autopsi
ditemukan kelainan yang lazim ditemukan pada keracunan dengan zat tertentu ,
misalnya lebam mayat yang tidak biasa (merah terang pada keracunan CN;
kecoklatan pada keracunan nitrit, nitrit, anilin, fenasetin dan kina) ; luka bekas
suntikan sepanjang vena dan keluarnya buih dari mulut dan hidung ( keracunan
morfin); bau amandel (keracunan CN) atau bau kutu busuk (keracunan melation)
serta bila pada autopsi tidak ditemukan penyebab kematian (negative autopsy).
Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan
beberapa pemeriksaan penting, yaitu :pemeriksaan ditempat kejadian, autopsi dan
analisis toksikologik.
1. Pemeriksaan di Tempat Kejadian
Pemeriksaan ditempat kejadian penting untuk membantu penentuan
penyebab kematian dan menentukan cara kematian. Pemeriksaan harus ditujukan
untuk menjelaskan apakah orang itu mati akibat keracunan, misalnya dengan
memeriksa tempat obat, apakah ada sisa obat atau pembungkusnya. Jika diduga
korban adalah seorang morfinis, cari bubuk heroin, pembungkusnya atau alat
penyuntik.
Bila terdapat muntahan, apakah berbau fosfor (bau bawang putih);
bagaimana sifat muntahan misalnya seperti bubuk kopi (zat kaustik), berwarna
hitam (H2SO4 pekat), kuning (HNO3), biru kehijauan (CuSO4).
Apakah tedapat gelas atau alat minum lain, atau ada surat perpisahan/
peninggalan jika merupakan kasus bunuh diri.
Mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin tentang saat kematian,
kapan terakhitr kali ditemukan dalam keadaan sehat, sebelum kejadian ini apakah
ia sehat-sehat saja. Berapa lama gejala timbul setelah makan/minum terakhir, dan
apa gejala-gejalanya . bila sebelumya sudah sakit, apakah penyakitnya dan obat-
obat apa yang diberikan serta siapa yang memberi. Harus ditanyakan pada dokter
9
yang memberi obat, apa penyakitnya, obat-abat apa yang diberikan dan berapa
banyak, juga ditanyakan apakah apotik meberikan obat yang sesuai. Obat yang
tersisa dihitung jumlahnya.
Pada kasus kecelakaan, misalnya pada anak-anak ditanyakan zat beracun
disimpan, apakah dekat makanan minuman. Apakah anak biasa makan sesuatu
yang hukan makanan.
Bagaimana keadaan emosi korban tersebut sebelumnya dan apaka
pekerjaan korban, seba mungkin saja racun diambil dari tempat dia bekerja atau
mengalami industrial poisoning.
Menumpulkan barang bukti, kumpulkan obat-obatan dan pembungkusnya,
muntahan harus siambil dengan kertas saring dan disimpan dalam toples; periksa
adanya etiket dari apaoti dan jangan lupa memeriksa tempat sampah.
2. Pemeriksaan Luar
Bau. Dari bau yang tercium dapat diperoleh petunjuk racun apa kiranya
yang ditelan oleh korban. Pemeriksa dapat mencium bau amandel pada penelanan
sianida, bau minyak tanah pada penelanan larutaj insektisida, bau kutu busuk pada
malation, bau amoniak, venol (asam karbolat), lisol, alkohol, eter, klorofom, dll.
maka tiap kasus keracunan tipa pemeriksa harus memperhatikan bau yang tecium
dari pakaian, lubang hidung dan mulut serta rongga badan.
Segera setelah pemeriksa berada disamping mayat, ia harus segera
menekan dada mayat dan menentukan apakah ada suatu bau yang tidak biasa
keluar dari lubang-lubang hidung dan mulut. Bila pemeriksa senlumnya telah
melakukan autopsi atas mayat lain atau berada dalam kamar autopsi dalam waktu
lama, maka hendaknya ia keluar dari kamar autopsi, menghirup udara segar dalam
beebrapa menit, supaya daya tangkap bau menjadi tajam kembali. Beberapa ahli
menganjurkan pada setiap autopsi kasus keracunan untuk membuka pertama-tama
rongga tengkorak dan menentukan bahwa yang tidak biasa yang keluar dari
jaringan otak, sebelum bau tersamarkan oleh bau visera yang lazim tericum pada
pembukaan rongga-rongga perut dan dada.
10
Perlu diketahui bahwa tidak semua orang mampu menangkap bau sianida,
agaknya kemampuan untuk menangkap bau sianida ditentukan secara genetik.
Selain itu pada penelanan KCN atau NaCN mungkin tidak tercium bau amandel
tetapi bau amonia karena dalam lambung sebgaian KCN dan NaCN berubah
menjadi karbonat.
Pakaian. Pada pakaian dapat ditemukan bercak-bercak yang disebakan
oleh tercecernya racun yang ditelan oleh muntahan. Misalnya bercak warna coklat
karena asam sulfat atau kuning karena asam nitrat. Penyebabran (distribusi)
bercak perlu diperhatikan karena dari penyebabran itu dapat diperoleh petunjuk
tentang itensi/kemauan korban, yaitu aapak racun itu ditelan atas kemauan sendiri
(bunuh diri) (atau dipaksa atau pembunuhan) dalam hal pasien dipegangi atau
dicocoki secara paksa maka bercak-bercak akan tersebar pada daerah yang luas.
Selain itu pada pakaian melekat bau racun.
Lebam mayat. Warna lebam mayat yang tidak biasa juga mempunyai
makna, karena warna lebam mayat pada biasanya manifestasi warna darah pada
kulit.
Perhatikan adanya kelainan pada tempat masuknya racun. Zat-zat bersifat
kaustik atau korosif menyebabkan luka bakar atau korosi pada bibir, mulut dan
kulit disekitarnya. Pada bunuh diri dengan menelan asam sulfat atau lisol
ditemukan luka bakar yang kering, warna ciklat, bentuk tidak teratur dengan garis
yang berjalan dari bibir kearah sudut mulut ke arah leher. Sebaliknya pada orang
yang dipaksa menelan zat akan ditemukan bercak-bercak luka bakar berbagai
bentuk dan ukuran yang tersebar dimana-mana. Penyebaran yang luas demikian
juga dapat ditemukan pada vitriolisme (disiram asam sulfat; vitrol sama dengan
sulfat berbentuk kristal). Pada asam nitrat korosi berwarna kuning atau jingga
kuning karena reaksi xanthoproteik. Pada asam klorida, korosi tidak sehebat pada
asam sulfat bahkan kadang-kadang tidak ditemukan. Pada asam format dapat
ditemukan luka bakar berwarna merah coklat, berbatas tegas dan kelompak mata
membengkak karena ekstravasasi hemoragik.
11
Pada penelanan alkali kuat ditemukan luka-luka bakar berupa daerah-
daerah dimana epidermis membengkak, berwarna kelabu dan diantaranya terdapat
bercak-bercak dengan epidermis mengelupas, berwarna merah dan basah.
Kulit diperiksa untuk mencari bekas suntikan yang baru. Pada pecandu
narkotika yang menggunakan cara suntikan IV (mainliner) dapat ditemukan parut-
parut tempat suntikan yang membentuk sebuah garis sepanjang vena disuperfisial
misalnya pada lengan bawah. Pada garis itu dicari apakah ada luka suntik yang
segar. Juga pada tatu (rajah) dapat ditemukan bekas-bekas suntikan yang lama dan
juga mungkin segar. Mainliner biasanya menyuntikan narkotika pada vena-vena
dilipat sikat, lengan bawah, punggung tangan, punggung kaki. Pada penyuntikan
subkutan dapat ditemukan pada daerah depan dan samping. Pada wanita pecandu
mungkin ditemukan bekas suntukan di payudara atau dibawahnya.
Perubahan kulit, misalnya hiperpigmentasi atau melanosit dan keratosis
telapak tangan dan kaki pada keracunan arsen kronik. Kulit berwarna kelabu
kebiru-biruan pada keracunan perak kronik (deposisi perak pada jaringan ikat dan
korium kulit). Kulit akan berwarna kuning pada keracunan tembaga dan fosofr
akibat hemolisis; juga pada keracunan instektisida, hidrokarbon dan arsen karena
terjadi gangguan fungsi hati. Dermatitis pada keracunan kronis salisilat, bromida
dan beberapa logam berat seperti arsen dan talium. Vesikel atau bula pada tumit,
bokong dan punggung pada keracunan CO dan barbiturat akut jika korabn sempat
hidup beberapa hari. Hal ini mungkin juga ditemukan pada daerah yang mungkin
tidak mengalami tekanan dan siebakan oleh ganggaun tropik.
Kuku. Pada keracunan arsen kronik dapat ditemukan kuku yang menebal
secara tidak teratur. Juga pada keracunan Talium kronik ditemukan kelainan trofik
pada kuku.
Rambut. Kebotakan (alopesia) dapat ditemukan pada keracunan talium,
arsen, air raksa dan boraks.
Sklera tampak ikterik pada keracunan dengan zat hepatotoksik seperti
fosfor, karbon tetra klorida. Perdarahan pada pemakaian dicoumarol atau akibat
bisa ular.
12
3. Pembedahan Jenazah
Segera setelah rongga perut dan dada dibuka, tentukan apakah terdapat bau
yang tidak biasa (bau racun). Bila pada pemeriksaan luar tidak tercium “bau
racun” maka sebaiknya rongga tengkorak dibuka terlebih dahulu agar bau visera
perut tidak menyelubungi bau tersebut, terutama bila yang dicurigai adalah
sianida. Bau sianida, alkohol, kloroform dan eter akan tercium paling kuat dalam
rongga tengkorak.
Inspeksi in situ. Perhatikan warna otot-otot dan alat-alat; pada keracunan
karbon monoksida tampak berwarna merah muda cerah dan pada sianida merah
cerah. Warna coklat pada racun dengan ekskresi melalui mukosa usus.
Peradangan dalam usus karakteristik untuk keracunan air raksa; biasanya pada
kolon asenden dan tranversum ditemukan kolitis. Lambung mungkin tampak
hiperemik atau kehitam-hitaman dan terdapat perforasi sebagai akibat zat korosif.
Hati mungkin berwarna kuning karena degenerasi lemak atau nekrosis pada
keracunan zat-zat hepatotoksik seperti fosfor, karbon tetraklorida, kloroform,
alkohol, arsen dan lain-lain.
Sebelum melakukan pemeriksaan lebih lanjut, Darah diambil dengan
semprit dan jarum yang bersih. Diambil 2 contoh darah masing-masing sebanyak
50 ml dari jantung sebelah kanan dan sebelah kiri. Dua contoh darah tepi diambil
masing-masing sebanyak 30 ml dari tempat yang berlainan. Umumnya dari vena
leher atau subaksila dan arteri femoralis.
Perhatikan warna darah. Pada intoksikasi dengan racun yang menimbulkan
hemolisis (bisa ular, pirogalol, hidroquinon, dinitrofenol dan arsen), darah dan
organ-organ dalam berwarna coklat kemerahan gelap. Pada racun yang
menimbulkan gangguan trombosit, akan terdapat banyak bercak perdarahan pada
organ-organ. Bila terjadi keracunan yang cepat menimbulkan kematian, misalnya
sianida, alkohol, kloroform, maka darah dalam jantung dan pembuluh darah besar
tetap cair tidak terdapat bekuan darah.
Lidah. Perhatian apakah ternoda oleh warna tablet atau kapsul obat atau
menunjukkan kelainan disebabkan oleh zat korosif.
13
Esofagus bagian atas dibuka sampai pada ikatan di atas diafragma.
Adakah terdapat regurgitasi dan selaput lendir diperhatikan akan adanya hiperemi
dan korosi.
Epiglotis dan glotis. Perhatkan apakah terdapat hiperemi atau edema,
disebabkan oleh inhalasi atau aspirasi gas atau uap yang merangsang atau akibat
regurgitasi dan aspirasi zat yang merangsang. Edema glotis juga dapat ditemukan
pada kematian akibat syok anafilaktik, misalnya akibat penisilin.
Paru-paru. Pada paru-paru biasanya ditemukan kelainan yang tidak
spesifik, berupa perbendungan akut. Pada inhalasi gas yang merangsang seperti
klorin dan nitrogen oksida ditemukan perbedaan dengan edema hebat, serta
emfisema akut karena terjadi batuk-batuk, dispnue dan spasme bronki. Pada
keracunan akut morfin, barbiturat, kloroform terdapat pernendungan dan edema;
bila korban tidak segera meninggal (delayed death) akan dapat ditemukan tanda-
tanda pnemoni.
Lambung dan usus duabelas jari dipisahkan dari alat-alat lainnya dan
diletakkan dalam wadah yang bersih. Lambung dibuka sepanjang kurvatura mayor
dan diperhatikan apakah mengeluarkan bau yang tidak biasa. Perhatikan isi
lambung, warnanya dan terdiri atas bahan-bahan apa. Bila terdapat tablet atau
kapsul, diambil dengan sendok dan disimpan secara terpisah untuk mencegah
disintegrasi tablet/kapsul.
Pada keracunan timah hitam akut, isi lambung berwarna putih karena
terbentuk PbCl2; pada penelanan 5-10 tablet ferro-sulfat sekaligus akan berwarna
kebiru-biruan karena terbentuk Fesulfat. Pada penelanan asam nitrat, berwarna
kuning karena reaksi xanthoproteik. Volume isi lambung diukur dan dimasukkan
dalam botol bersih. Selaput lendir lambung diperhatikan warnanya, apakah
terdapat hiperemi dan nekrosis; diambil potongan untuk pemeriksaan
histopatologik kemudian dimasukkan ke dalam botol yang sudah berisi isi
lambung. Bila dicurigai korban telah menelan fosfor maka isi lambung harus
dibuka di kamar nitrogen sesaat sebelum dilakukan analisa toksikologik untuk
mencegah terjadi oksidasi fosfor.
14
Bila bahan-bahan perlu dikirim ke kota lain maka lambung dan usus dua
belas jari tidak perlu dibuka.
Usus-usus. Secara rutin usus-usus sebaiknya dikirim seluruhnya engan
ujung-ujung terikat. Pemeriksaan isi usus diperlukan pada kematian yang terjadi
beberapa jam setelah korban menelan zat beracun dan ingin diketahui berapa lama
waktu tersebut.
Isi usus dikeluarkan dengan membuka salah satu ikatan dan mengurut
usus. Isi usus ditampung dalam gelas yang telah ditera dan ditentuan beratnya.
Cara lain adalah dengan membuka usus-usus dan dengan sendok, isi usus
dimasukkan dalam gelas. Selaput lendir diperiksa dan kemudian dicuci baik-baik
dengan aquades dan air cucian ditimbang serta dimasukkan dalam gelas yang
sudah berisi usus-usus. Dalam isi usus kadang-kadang dapat ditemukan enteric
coated tablets atau tablet lain yang belum tercerna.
Perlu diambil potongan-potongan untuk pemeriksaa histologik. Bila usus
dikirim tanpa dibuka, ahli toksikologi yang akan melakukan hal tersebut.
Fosfor kuning (yellow phosphorus) tanpa mengalami perubahan
dikeluarkan dalam feses. Hal ini dapat diperiksa dengan uji Mitscherlich. (feses
diasamkan dengan menambahkan asam sulfat, lakukan destilasi dalam kamar
yang digelapkan, pada kondensor tempat uap berkondensasi akan terlihat
fosforesensi). Fosfor dalam racun tikus tersebut dicampur dengan dedak. Bila
sudah terjadi gangguan fungsi hati; hati berubah warna kelabu atau kuning jeruk
lemon.
Pada penelanan pil kina dapat dilakukan uji yang sederhana atas feses.
Feses dilarutkan dengan sedikit akuades dan ditambahkan asam sulfat encer. Bila
diperiksa dengan sinar ultra violet akan menunjukkan fluoresensi kebiru-biruan.
Pada keracunan Pb akut, feses berwarna hitam karena terbentuk Pb-
Sulfida. Dengan foto X ditemukan bercak-bercak radio-opak. Pada keracunan zat
besi, pada anak kecil yang menelan 5-10 tablet ferro-sulfat, feses berwarna kebiru-
biruan karena terbentuk besi-fosfat.
Pada orang yang menderita keracunan jamur (musroom), fungus atau
tumbuh-tumbuhan, pemeriksaan feses dapat membantu. Dari isi usus dapat
15
diekstraksi toksin Amanita yang merupakan suatu peptida, dan dapat dilakukan
pemeriksaan kimiawi dan biologik dengan hewan percobaan.
Hati. Apakah terdapat degenerasi lemak atau nekrosis. Degenerasi lemak
sering ditemukan pada peminum alkohol. Nekrosis dapat dtemukan pada
keracunan fosfor, karbon tetraklorida, kloroform dan trinitro toluena. Setelah
diambil potongan untuk pemeriksaan histopatologik, seluruh hati atau paling
sedikit 500 gram berikut kandung empedu diambil. Hati diambil cukup banyak
karena takaran toksik kebanyakan racun sering kurang dari beberapa miligram per
kilogram berat badan, lagi pula pada mayat konsentrasi yang tertinggal dalam
tubuh mungkin jauh di bawah jumlah tersebut.
Hati merupakan alat detoksifikasi utama dan memiliki kemampuan untuk
mengkonsentrasi zat-zat beracun. Jadi kadar racun dalam hati dapat 100 kali lebih
tinggi dari pada dalam darah. Dengan demikian hati merupakan bahan yang
penting untuk analisis toksikologik, misalnya arsen, barbituran dan imipramine.
Ginjal. Perubahan degeneratif pada korteks ginjal dapat disebabkan oleh
racun yang merangsang. Ginjal agak membesar, korteks membengkak, gambaran
tidak jelas dan berwarna suram kelabu kuning. Perubahan ini dapat dijumpai pada
keracunan dengan persenyawaan bismuth, air raksa, sulfonamid, fenol, lisol,
karbon tetraklorida. Setelah diambil potongan untuk pemeriksaan histologik,
kedua ginjal diambil dan disimpan masing-masing dalam botol tersendiri.
Umumnya analisis toksikologik ginjal terbatas pada kasus-kasus keracunan logam
berat atau pada pencarian racun secara umum atau bila pada pemeriksaan
histologik ditemukan kristal-kristal Ca-oksalat atau sulfoamid.
Urin. Dengan semprit dan jarum yang bersih, seluruh urin diambil dari
kandung kemih. Bila bahan akan dikirim ke kota lain maka urin dibiarkan berada
dalam kandung kencing dan dikirim in toto; prostat dan kedua ureter diikat
dengan tali. Walaupun kandung kemih tampak kosong, kandung kemih harus
diambil untuk pemeriksaan toksikologi. Banyak racun dan/atau metabolitnya
dikeluarkan dalam urin. Pada kebanyakan kasus malah dalam konsentrasi yang
tinggi. Selain itu urin merupakan cairan yang baik sekali untuk spot test yang
16
mudah dikerjakan sehingga dapat diperoleh petunjuk pertama dalam suatu analisis
toksikologik secara sistematis.
Otak. Pada keracunan kaut dnegan kematian yang cepat biasanya tidak
ditemukana edem otak, misalnya pada kematian cepat pada keracunan barbiturat
atau eter dan juga pada keracunan kronik arsen atau timah hitam. Perdarahan
kecil-kecil dalam otak dapat ditemukan pad akeracunan karbon mooksida,
barbiturat, nitrogen oksida dan logam berat seperti air raksa, arsen dan timah
hitam. Ensefalomalasi globus palidus kadnag-kadang ditemukan pada keracunan
kaut CO atau barbiturat dengan karbon yang sempat hidup selama beberapa hari.
Perlu diketahui bahwa obat-obatan yang bekerja pad aotak tidak selalu
terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam jaringan otak, malah mungkin konsentrasi
dalam hati lebih tinggi. Walaupun demikian otak selalu harus dikirimkan dalam
kasus general unknown, bahakan seluruhnya karena jaringan otak berikut
ekstraknya mudah ditangani oleh ahli toksikolgi.
Jantung. Racun-racun yang menyebabkan degenerasi parenkim, lemak
atau hidropik pada epitelium ginjal dapat menyebabkan degenerasi sel-sel otot
jantung sehingga jantung menjadi lebih lunak, berwarna merah pucat atau coklat
kekuning-kuningan dan ventrikel mungkin melebar.
Pada keracunan CO, bila korban masih hidup selama 48 jam atau lebih,
dapat ditemukan perdarahan berbercak dalam otot septum interventrikel bagian
ventrikel kiri atau perdarahan bergaris pada muskulus papilaris ventrikel kiri
dengan garis-garis menyebar radier dari ujung otot tersebut sehingga tampak
gambaran seperti kipas. Pada keracuna arsen ditemukan perdarahan kecik-kecil
seperti nyala api (flame) di bawah endokardium otot septum interventrikel bagian
ventrikel kiri. Begitu juga pada keracunan fosfor.
Limpa. Limpa jarnag dipergunakan dalam analisis toksikologik, sehingga
umumnya limpa tidak diambil, kecuali tidak diperoleh darah lagi dari jantung dan
pembuluh-pembuluh darah besar.
Empedu. Empedu merupakan bahan yang baik untuk
penentuanglutetimida, quabaina, morfin dan heroin.
17
Paru-paru. Pada keracunan karena inhalasi gas atau uap beracun, paru-
paru diambil, dikim dalam botol kedap udara.
Jaringan lemak. Lemak diambil sebanyak 200gram dari jaringan lemak
bawah kulit daerah perut. Beberapa racun cepat diabsorbsi dalam jaringan lemak
dan kemudian dengan lambat dilepaskan ke dalam darah.
Jaringan sekitar tempat suntikan. Kulit, jaringan lemak dan otot pada
tempat suntik dnegan radius 5-10 cm diambil bila terdapat persangakaan bahwa
korban meninggal akibat penyintikan.
Rambut dan kuku. Pada persangkaan keracunan akibat arsen, rambut dan
kuku wajib diambil berikut akar-akarnya kemudian diberi label agar ahli
toksikologi dapat mengenali mana yang bagian proksimal mana yang bagian
distal. Rambut diambil kira-kira diambil sebanyak 10 gram tanpa menggunakan
bahan pengawet. Kemudian rambut digunting menjadi beberapa bagian, mulai
dari bagian proksimaldan setiap bagian panajngnya ½ inci atau 1 cm. Terhadap
bagian itu ditentukan kadar arsen.
Selanjutnya diketahui bahwa rambut tumbuh dengan kecepatan 13 mm
(1/2 inci) perbulan yaitu 0,4-0,4 mm perhari. Dengan diketahuinya kecepatan
pertumbuhan rambut, dapat diperhitungan waktu atau saat terjadinya penebelan
arsen.
Bila penentuan tidak dilakukan berdasarkan fraksi (bagian per bagian)
tetapi sekaligus atas seluruh rambut maka kadar yang rendah akan diperoleh yang
mungkin akan menunjukkan kadar normal (0.1 ug/100mg dengan batas tertinggi
0.3 ug/100 mg). sedangkan pada keracunan arsen dapat ditemukan kadar yang
tinggi dalam akar dalam akar rambut, misalnya 25 ug/100mg, kadang-kadang
malah sampai beberapa mg per 100 mg. kadar 0.5 ug/100 dianggap sebagai
abnormal.
Kuku diambil sebanyak 10 gram, didalamnya selalu harus terdapat kuku-
kuku ke dua ibu jari tangan dan kedua ibu jari kaki.Kuku dicabut dan dikirim
untuk diawetkan. Ahli toksikologi akan membagi masing-masing kuku dalam 3
bagian mulai dari bagian proksimal. Penentuan juga dilakukan atas masing-
masing bagian.Kadar tertinggi ditemukan dalam 1/3 proksimnal, karena beberapa
18
menit setelah penelanan, sudah terjadi deposisi arsen pada akar kuku.Kuku-kuku
tumbuh dengan kecepatan kira-kira 3.2 mm per bulan atau 0.12 mm per hari. Bila
ditemukan kadar yang tinggi dalam lambung maka akan ditemukan kadar yang
tinggi pada bagian akar rambut dan bagian akar kuku.
H. PENGAMBILAN BAHAN PEMERIKSAAN TOKSIKOLOGIK
Para dokter hendaknya mengetahui dengan baik bahan apa yang harus
diambil, cara mengawetkan dan cara pengiriman.
Tidak jarang seorang dokter mengirimkan bahan yang salah atau dalam jumlah
terlampau sedikit.Dengan demekian jelas bahwa ahli toksikologi tidak dapat
memenuhi permintaan dokter tersebut.
Pada semua kasus, bahan tersebut di bawah ini perlu diambil. Sekalipun
dokter yang melakukan autopsi sudah memperoleh petunjuk yang cukup kuat
bahwa ia sedang menghadapi suatu jenis racun, hendaknya ia tetap mengambil
bahan-bahan secera lengkap.
Misalnya, sudah jelas bahwa karbon monoksida adalah racun penyebab
kematian sehingga pada hakekatnya pengiriman darah saja sudah cukup untuk
pemeriksaan toksikologi. Tetapi selalu terdapat kemungkinan bahwa setelah
beberapa hari timbulnya kecurigaan akan adanya racun lain terlebih dahulu
sebelum ia diracuni dengan gas yang mengandung karbon monoksida. Untuk
penentuaan racun lain itu dibutuhkan bahan-bahan lain, selain darah.
Adanya lebih baik mengambil bahan dalanm keadaan segar dan lengkap
pada waktu autopsi daripada kemungkinan harus mengadakan penggalian kubur
untuk mengambil bahan-bahan yang diperlukan dan melakukan analisis
toksikologi atas jaringan yang sudah busuk atau yang sudah diawetkan (dengan
formalin).
Darah jantung diambil secara terpisah dari sebelah kanan dan sebelah kiri
masing-masing 50 ml. darah tepi sebanyak 30-50 ml, diambil dari vena iliaka
komunis, bukan darah dari vena portal.
19
Diketahui setelah orang menelan glukosa , dapat terjadi dilusi ke bilik
jantung sebelah kanan lebih tinggi daripada darah sebelah kiri. Dikuatirkan bahwa
dilusi seperti itu dapat juga terjadi pada obat/racun, sehingga penentuan
konsentrasi atas darah jantung sebelah kiri. Dikuatirkan bahwa dilusi ini dapat
juga terjadi pada obat/ racun sehingga penentuan konsterasi atas jantung sebelah
kanan saja akan memberikan kesan yang salah btentang konsentrasi obat/racun
dalam darah.
Akhir-akhir ini diketahui bahwa setelah sesorang meninggal , tubuhnya
tetap merupakan pabrik kimia yang efisien. Sianida, aceton ternyata dapat
terbentuk dalam jaringan yang berlainan, meskipun dalam jumlah lebih kecil,
dianggap lebih baik daripada pengambilan darah dalam jumlah yang besar dari
satu tempat. Bila misalnya dalam beberapa tempat baik daripada pengambilan
darah dalam jumlah besar dari suatu tempat. Bila misalnya dalam beberapa contoh
darah yang diambil dari berbagai tempat diketemukan konsterasi yang sama, maka
dengan aman dapat dinyatakan bahwa racun bersangkutan berasal dari luar tubuh
yang telah membusuk tidak berlangsung serentak dengan kecepatan yang tepat
sama, maka dengan aman dapat dinyatakan racun yang bersangkutan berasal dari
luar tubuh (terpapar dari luar), sebab proses bakteriologik kimiawi yang terjadi
dalam tubuh yang telah membusuk berlangsung serentak dengan kecepatan yang
tepat sama di seluruh tubuh.
Pada korban yang masih hidup, darah adalah bagian yang penting. Ambil
2 contoh darah masing-masing 5 ml; yang pertama diberi pengawet NaF 1% dan
lain tanpa pengawet.
Urin, diambil lambung beserta isinya. Lambung diikat pada perbatasan
dengan usus dua belas jari agar pil/tablet tidak hancur. Atau dengan cara lain,
dokter membuka sendiri lambung tersebut, kemudian mencatat kelainan=kelainan
yang didapat, baru dikirim ke laboratorium sehingga dapat diperkirakan jenis
racunnya.
Usus berserta isinya. Bahan ini sangat berguna terutama bila kematian
terjadi dalam waktu beberapa jam setelah menelan racun sehingga dapat
20
diperkirakan saat kematian dan dapat pula ditemukan pil yang tak dapat hancur
oleh lambung.
Usus diikat tiap 60 cm atau diikat pada batas usus halus dan usus besar dan
antara usus besar dan poros usus,.Ikatan tersebut berguna untuk mencengah isi
usus oral tidak tercampur dengan isi usus anal.
Hati. Semua hati harus diambil setelah disisihkan untuk pemeriksaan
patologi anatomi dengan alas an: 1) takaran toksik kebanyakan racun sangat kecil,
hanya beberapa mg/kg sehingga kadar racun dalam sangat rendah dan untuk
menemukan racun, pemeriksaan harus banyak , dan 2) hati merupakan tempat
detoksifikasi tubuh terpenting. Organ ini mempunyai kemampuan untuk
mengkonsentrasikan racun-racun sehingga kadarracun dalam hati sangat tinggi.
Ginjal, keduannya harus diambil.Ginjal penting pada keadaan intiksikasi
logam, pemeriksaan racun secara umum dan pada kasus dimana secara histologic
ditemukan Ca-oksalatdan sulfs-namide.
Otak. Jaringan lipoid dalam otak mempunyai kemampuan untuk menahan
racun, misalnya CHCl3 tetap ada walaupun jaringan otak telah membusuk .otak
bagian tengah penting untuk intoksikasi CN karena tahan terhadap pembusukkan
(CN dapat terbentuk pada pembusukkan).
Urin. Penting karena merupakan tempat eksresi sebagian besar racun
sehingga dapat untuk tes pendahuluan (spot test).Juga penting untuk pemeriksaaan
penyaring racun golongan dari golongan narkotika atau stimulant.
Empedu. Sebaiknya kandung empedu jangan dibuka agar cairan empedu
tidak mengalir ke hati dan mengacaukan pemeriksaan.
Bahan tersebut di atas umumnya sudah cukup untuk memberikkan
informasi pada informasi pada keracunan akut yang masuk melalui mulut.Tetapi
pada beberapa keadaan dapat diambil limpa, jantung, likuor otak, jaringan lemak
(insekta, obat anastesi), otot (CO, Pb), rambut (Arsen).
Cara lain adalah dengan mengambil dari tiga tempat:a) tempat masuk
racun (lambung, tempat suntikan); b) darah, yang menandakan racun beredar
secara sistemik; dan c) tempat keluar (urin, empedu).
21
Menurut Curry, contoh bahan pemeriksaan yang rutin harus diambil
adalah lambung beserta isinya, darah, seluruh hati dan seluruh urin.
1. Wadah Bahan Pemeriksaan
Untuk wadah bahan pemeriksaan toksikologik, idealnya diperlukan
minimal 9 wadah karena masing-masing bahan pemeriksaan ditempatkan secara
tersendiri, tidak boleh dicampur, yaitu: 2 buah peles a 2 liter untuk hati dan usus;
3 peles a 1 liter untuk lambung urin dan empedu. Wadah harus dibersihkan
terlebih dahulu dengan mencucinya dengan asam kromat hangat lalu dibilas
akuades dan dikeringkan.
2. Bahan Pengawet
Sebenernya yang paling baik adalah tanpa pengawet, tetapi bahan
pmeriksaan harus disimpan dalam lemari es.
Bila terpaksa misalnya larena pemeriksaan toksikologik tidak dapat
dilakukan dengan segera tetapi beberapa hari kemudian, maka dapat digunakan
bahan pengawet yaitu: a) alcohol absolut; b) larutan garam dapur jenuh; c) larutan
NaF 1% dan NaF + Na sitrat ( 5 ml NaF + Na sitrat untuk tiap 10 ml bahan); dan
e) Na Benzoat + fenil merkuri nitrat ( hanya untuk urin).
Volume pengawet sebaiknya minimal dua kali volume bahan
pemeriksaan. Penggunaan pengawet alcohol tidak dapat dibenerkan pada
keracunan alcohol dan sebaiknya juga tidak digunakan untuk racun yang mudah
menguap.
3. Cara Pengiriman
Apabila pemeriksaan toksikologi dilakukan di institusi lain, maka
pengiriman bahwa pemeriksaan toksikologik harus memenuhi kriteria. Satu
tempat hanya berisi satu contoh bahan pemeriksaan, contoh bahan pengawet harus
disertakan untuk control, tiap tempat yang berisi satu contoh bahan pemeriksaan,
contoh bahan pengawet harus disertakan untuk control, tiap tempat yang telah
22
terisi disegel dan diberi label yang memuat keterangan mengenai tempat
pengambilan bahan, nama korban, bahan pengawet dan isinya.
Hasil autopsy harus disertkan secara singkat , jika mungkin sertakan pula
anamnesis dan gejala-gejala klinik. Surat permintaan pemeriksaan dari penyidik
harus disertakan dan memuat identitas korban dengan lengkap dan dugaan racun
apa yang menyebabkan intoksikasi.
Semua yang tersebut diatas dikemas dalam suatu kotak dan harus dijaga
agar bodoh tertutup rapat sehingga tidak ada kemungkinan tumpah atau pecah
dalam pengiriman. Kontak harus diikat dengan tali yang setiap persilangannya
diikat mati serta diberikan pengaman.
Penyegelan dilakukan oleh polisi yang juga harus membuat berita acara
penyegelan dan berita acara ini harus disertakan dalam pengiriman bahan
pemeriksaan, demikian pula berita acara penyegelan barang bukti lain seperti sisa
racun/obat. Dalam berita acara tersebut harus terdapat contoh kertas pembungkus,
segel/ materai yang digunakan.
Jika jenazah akan diawetkan, maka pengambilan contoh bahan harus
dilakukan sebelum pengawetan jenazah. Tidak dibenerkan mengambil setelah
karena formalin yang yang biasanya digunakan untuk pengawetan janazah dapat
menyulitkan pemeriksaan dan kadang kala malah merusak racun.
Pada pengambilan contoh bahan dari korban hidup, alcohol tidak dapat
dipakai sebagai desinfektan laokal saat pengambilan darah, hal itu untuk
menghilangkan kesulitan dalam penarikan kesimpulan bila kasus menyangkut
alcohol.Sebagai gantinya dapat digunakan sublimat 1% atau merkuri klorida 1%.
I. PENTINGNYA BIOMARKER DALAM INVESTIGASI
TOKSIKOLOGI
Untuk menentukan suatu paparan dalam suatu zat toksik dapat dilakukan
analisa jaringan dan airan tubuh. Hal ini ditunjukkan untuk mengukur zat itu
sendiri, metaboliknya, atau enzim-enzim dan bahan atau respon biologi lainnya
sebagai akibat dari pengaruh zat toksik tersebut. Penetapan zat sebagai petanda
23
bio (biomarker) dengan cara demikian dikenal sebagai biomonitoring, dan dapat
memberikan suatu indikasi penyebab/ sumber paparan dan dosis internal dari zat
toksik.
Biominitoring (pemantauan biologis), merupakan suatu deteksi adanya
paparan zat beracun dan berbahaya baik dalam jaringan (organ sel), sekresi,
eksresi, udara pernapasan , atau kombinasi dalam makhlik hidup. Biomarker dapat
didefinisikan sebagai parameter yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi suatu
efek beracun dalam organisme. Senyawa spesifik tersebut mampu
menggambarkan jenis paparan (bahan kimia), status paparan mekanisme aksi
suatu paparan dan peruahan biokimia atau fisiologi atau perubahan lain yang
dapat diukur serta memproduksi resiko dampak/ penyakit yang akan muncul.
Contoh biomarker suatu toksik yang bersumber dari lingkungan, tangan
terkontaminasi, maupun penyalahgunaan bahan toksik kimia :
Merkuri dalam logam lain dalam pangan atau dalam spesimen biologi
seperti : seperti darah, urine, kuku dan rambut untuk menginvestigasi
kasus keraunan logam dan pangan, maupun pencemaran lingkungan
didaerah pertambangan
Asam t,t-mukokonat dalam urine (sebagai biomaker benzena) untuk
meninvestigasi kasus pencemaran air, panagn dan udara akibat bhan
beracun emisi hidrokarbon, kebakaran hutan, dll.
Aktivitas asetilkoniesterase dalam darah untuk investigasi kasus keracunan
atau pencemaran pestisida orgaofosfat dan karbanat
Darah dan urine merupakan media utama sebagai petanda biologi terhadap
paparan zat toksik. Darah dalam urine, sebagimana udara pernafasan dan saliva,
dapat digunakan untuk mendokumentasikan paparan terkini ; paparan dimasa lalu
dapat dievaluasi menggunakan darah dan urine sebagaimana jaringan yang
mengandung keratin (rambut dan kuku), jaringan menulang (gigi dan tulang),
jaringan adiposa dan air susu. Media lain yang tersedia dalam studi biomarker
24
meliputi feses, dahak, dll. Waktu pengambilan sampel spesimen biologis
tergantung dari toksikokinetik masing-masing zat.
J. METODE ANALISA ZAT TOKSIK
Kini, banyak tekhnik yang tersedia untuk penyelidikan terhadap bahan
biomarker ataupun zat toksik dari beragam sumber pebcemaran / keracunan
seperti zat organisme terdiri dari anorganik, organik, logam, media air, udara dan
lain-lain.
Dalam memilih metode pengampilan sampel dan analisis, perilaku, bahan
kimia dalam tubuh dan proses kimia alamiah yang terjadi dilingkungan harus
dipahami terlebih dahulu, supaya kombinasi teknik pengambilan sampel dan
metode analisis memuaskan. Disinilah, pentingnya akan pemahaman toksikologi
dan dukungan dari disiplin ilmu lainnya.
25
BAB III
KESIMPULAN
Toksikologi (berasal dari bahasa Yunani yaitu tokskos dan logos yang
merupakan studi mengenai perilaku dan efek yang merugikan dari suatu zat
terhadap suatu organisme/ makhuk hidup). Toksikologi adalah ilmu yang
mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun, gejala-gejala dan pengobatan pada
keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban yang meninggal.
Toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan
mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap makhluk
hidup dan sistem biologik lainnya. Ia dapat juga membahas penilaian kuantitatif
tentang berat dan kekerapan efek tersebut sehubungan dengan terpajannya
makhluk tadi. Toksikologi sangat bermanfaat untuk memprediksi atau mengkasi
akibat yang berkaitan dengan bahaya toksik dari suatu zat terhadap manusia dan
lingkungannya.
Apabila zat kimia dikatakan beracun, maka kebanyakan diartikan sebagai
zat yang berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi
tertentu pada suatu organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh:
dosis, konsentrasi racun direseptor “tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi
bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk
efek yang ditimbulkan. Sehingga apabila menggunakan istilah toksik atau
toksisitas, maka perlu untuk mengidentifikasi mekanisme biologi di mana efek
berbahaya itu timbul. Sedangkan toksisitasmerupakan sifat relatif dari suatu zat
kimia, dalam kemampuannya menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan
mekanisme biologi pada suatu organisme.
Dalam mengungkap kasus kejahatan/ pencemaran lingkungan,
toksikologis forensik digunakan untuk memahami perilaku pencemaran, mengapa
dapat bersifat toksik terhadap biota dan manusia, dan sejauh mana resikonya, serta
mengindentifikasi sumber dan waktu pelepasan suatu bahan pencemaran.
26
Toksikologi sangat luas cakupannya mencakup studi toksisitas diberbagai
bidang, LU (1995) mengelompokkan kedalam empat bidang, yaitu:
Bidang kedokteran untuk tujuan diagnostik, pencegahan, dan terapeutik.
Dalam industri makanan sebagai zat tambahan baik langsung maupun
tidak langsung.
Dalam pertanian sebagai pestisida zat pengatur pertumbuhan, peyerbuk
bantuan, dan zat tambahan pada makanan hewan.
Dalam bidang industri kimia sebagai pelarut, komponen, dan bahan antara
bagi plastik serta banyak jenis bahan kimia lainnya.
Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan
beberapa pemeriksaan penting, yaitu :pemeriksaan ditempat kejadian, autopsi dan
analisis toksikologik.
Hasil autopsy harus disertakan secara singkat , jika mungkin sertakan pula
anamnesis dan gejala-gejala klinik. Surat permintaan pemeriksaan dari penyidik
harus disertakan dan memuat identitas korban dengan lengkap dan dugaan racun
apa yang menyebabkan intoksikasi. Dan para dokter hendaknya mengetahui
dengan baik bahan apa yang harus diambil, cara mengawetkan dan cara
pengiriman.
Untuk menentukan suatu paparan dalam suatu zat toksik dapat dilakukan
analisa jaringan dan airan tubuh. Hal ini ditunjukkan untuk mengukur zat itu
sendiri, metaboliknya, atau enzim-enzim dan bahan atau respon biologi lainnya
sebagai akibat dari pengaruh zat toksik tersebut.
Hasil analisis dan interpretasi temuan analisisnya ini akan dimuat ke dalam
suatu laporan yang sesuai dengan hukum dan perundangan-undangan. Menurut
Hukum Acara Pidana (KUHAP), laporan ini dapat disebut dengan ”Surat
Keterangan Ahli” atau ”Surat Keterangan”.
Kini, banyak tekhnik yang tersedia untuk penyelidikan terhadap bahan
biomarker ataupun zat toksik dari beragam sumber pebcemaran / keracunan
seperti zat organisme terdiri dari anorganik, organik, logam, media air, udara dan
lain-lain.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Prof. Dr. Amri Amir, Sp.F, DFM, SH : Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi
Kedua, Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran USU,
Medan, 2005, Hal : 24.
2. Dr.Jims ferdinan available from: http://repository.usu.ac.id/
bitstream/123456789/20996/3/Chapter%20II.pdf
3. M. Husni Gani : Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang, Hal : 111-122.
4. Toxicology available from www.earth.org/article/toxicology
5. Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Hal : 71-86.
6. I, Darmansjah, Metta Sinta SW, Toksikologi : Farmakologi dan Terapi,
edisi lima, Gaya baru, Jakarta, hal 820-842
7. Dr.Mansyur, toxicology available from www.library.usu.ac.id/download
28