Download - Refrat Hipertensi Portai Blm Edit
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada sirosis hepatis, perubahan sirkulasi hemodinamik hipertensi
portal berkontribusi secara signifikan ke seluruh manifestasi klinik penyakit
tersebut. Pada fisiopatologi perubahan vaskuler ini, vasodilatasi splanchnic
mesenterika memainkan peran penting dengan mengawali proses
hemodinamik. Beberapa penelitian menunjukkan pasien sirosis dan hewan uji
memperlihatkan bahwa vasodilatasi spanchnic adalah hasil dari peningkatan
penting di vasodilatasi sistemik dan local serta kehadiran dari
hiporesponsifitas vascular splanchnic ke vasokonstriktor. Dari beberapa
molekul dan factor yang diketahui akan mempengaruhi secara potensial di
vasodilasi arterial, nitric oksida diketahui mempunyai peran sangat penting di
fisiopatologi perubahan vaskuler ini. Bagaimanapun juga, tidak satupun dari
varietas mediator yang sangat banyak ini dapat dideskripsikan sebagai
bagian yang semata-mata langsung bertanggungjawab, sejak fenomena
yang ditemukan sudah multifactor. Sebagai tambahan, angiogenesis dan
proses remodeling vascular juga dapat dilihat mempunyai peran penting.
Akhirnya, system syaraf simpatis di dalam pathogenesis sirkulasi
hiperdinamik yang berhubungan dengan hipertensi portal, walaupun keaslian
dan masa depan dari peranan tersebut belum sepenuhnya dimengerti. Pada
bahasan kali ini, kita akan mendiskusikan mekanisme yang berbeda yang
diketahui berkontribusi pada fenomena kompleks ini.
Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan tekana vena porta yang
menetap diatas nilai normal yaitu 6 sampai 12 cm H2O. Tanpa memandang penyakit
dasarnya, mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi
terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu biasanya terjadi peningkatan aliran
arteria splangnikus. Kombinasi kedua faktor yaitu menurunnya aliran keluar melalui
vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk bersama sama menghasilkan beban
berlebihan pada sistem portal. Pembebanan berlebihan sistem portal inimerangsang
timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises). Tekanan
2
balik pada sistem portal menyebabkan splenomegali dan sebagian bertanggungjawab
atas tertimbulnya asites.
Asites merupakan penimbunan cairan encer intraperitoneal yang mengandung
sedikit protein. Faktor utama patogenesis asites adalahpeningkatan tekanan
hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi porta) dan penurunan tekanan osmotik koloid
akibat hipoalbuminemia. Faktor lain yang berperan adalah retensi natrium dan
airserta peningkatan sintesis dan aliran limfe hati.Saluran kolateral penting yang
timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat pada esofagus bagian bawah. Pirau
darah melalui saluran ini ke vena kava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut
(varises esofagus). Varises ini terjadi pada sekitar 70% penderita sirosis lanjut.
Perdarahan dari varises ini sering menyebabkan kematian.Sirkulasi kolateral juga
melibatkan vena superfisial dinding abdomen, dan timbulnya sirkulasi ini
menyebabkan dilatasi vena-vena sekitar umbilikus (kaput medusa). Sistem vena
rektal membantu dekompensasi tekanan portal sehingga vena-vena berdilatasi dan
dapat menyebabkan berkembangnya hemoroid interna. Perdarahan dari hemoroid
yang pecah biasanyatidak hebat, karenatekanadi daerah ini tidak setinggi tekanan
pada esofagus karena jarak yang lebih jauh dari vena porta.Splenomegali pada sirosis
dapat dijelaskan berdasarkan kongesti pasif kronis akibat aliran balik dan tekanan
darah yang lebih tinggi pada vena linealis.
Tujuan dari penyusunan referat ini adalah mempelajari patofisiologi
vasodilatasi pada lien(splanchnic) pada hipertensi portal yang terjadi pada pasien
sirosis hepatis. kompetensi seorang ahli penyakit dalam.
3
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI HATI
A. Anatomi hati
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau kurang
lebih 2,5 % berat badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh
dengan fungsi sangat kompleks yang menempati sebagian kuadran kanan atas
abdomen. Batas atas hati berada sejajar dengan ruang interkostal V kanan dan batas
bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati
berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistim porta
hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari sistem porta yang mengandung arteria
hepatika, vena porta, dan duktus koledokus. Sistem porta terdapat di depan vena kava
dan di balik kandung empedu.(11)
Gambar 1.Hati dan sistem bilier (12)
Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi dua lobus oleh adanya
perlekatan ligamentum falsifarum yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran
4
kira-kira 2 kali lobus kiri. Pada daerah diantara ligamentum falsifarum dengan
kandung empedu di lobus kanan, kadang-kadang dapat ditemukan lobus kaudatus dan
sebuah daerah yang disebut sebagai lobus kuadratus yang biasanya tertutup oleh vena
kava inferior dan ligamentum venosum pada permukaan posterior. Hati terbagi
menjadi 8 segmen dengan fungsi yang berbeda-beda. Pada dasarnya garis Cantlie
yang terdapat mulai dari vena kava sampai kandung empedu telah membagi hati
menjadi dua lobus fungsional, dan dengan adanya daerah dengan vaskularisasi lebih
sedikit, kadang-kadang dijadikan batas reseksi. Pembagian lebih lanjut menjadi 8
segmen didasarkan pada pedicle pembuluh darah, dan saluran empedu yang dimiliki
oleh masing-masing segmen. (13)
Gambar 2. Pembagian hati persegmental (RHV=Vena hepatica dekstra, MHV=Vena Hepatika Media, LHV=Vena Hepatika Sinistra, IVC= Vena Cava Inferior) (13)
Gambar 3. Lobulus hati(13)
5
Secara mikroskopik didalam hati manusia terdapat 50.000 – 100.000 lobuli,
setiap lobulus berbentuk heksagonal, yang terdiri atas sel hati yang berbentuk kubus
yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara lembaran sel hati terdapat
kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteria
hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik (sel Kupffer) yang merupakan sistem
retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri dan benda asing lain di
dalam tubuh.(14) Selain cabang vena porta dan arteria hepatika yang mengelilingi
bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu yang berjalan di antara
lembaran sel hati.(15)
Gambar 4. Histologi hati normal(15)
Secara histologi hati terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi ±60
% sel hati, sedangkan sisanya terdiri atas sel-sel epitelial sistem empedu dalam
jumlah yang bermakna dan sel-sel non parenkimal yang termasuk di dalamnya
endotelium, sel Kupffer, dan sel Stellata yang berbentuk seperti bintang.(13) Hepatosit
sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen vena hepatika dan
duktus hepatikus. Saat darah memasuki hati melalui arteria hepatika dan vena porta
menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan oksigen secara bertahap.
Sebagai konsekuensinya akan didapatkan variasi penting kerentanan jaringan
terhadap kerusakan asinus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid
yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain sel yang
6
membatasi saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan sekresi
empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung dan
desmosom yang saling bertautan dengan sebelahnya.(15)
Gambar 5. Sinusoid hati(13)
Sinusoid hati memiliki lapisan endotelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit
oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding
sinusoid adalah sel fagositik Kupffer yang merupakan bagian penting sistem
retikuloendotelial dan sel Stellata (juga disebut sel Ito, liposit atau perisit) yang
memiliki aktifitas mikrofibroblastik yang dapat membantu pengaturan aliran darah
sinusoidal disamping sebagai faktor penting dalam perbaikan kerusakan hati.
Peningkatan aktivitas sel Stellata tampaknya menjadi faktor kunci dalam
pembentukan fibrosis di hati.(13,15)
B. Fisiologi hati
Hati mempunyai fungsi yang sangat beragam. Sirkulasi vena porta yang
menyuplai 75 % dari suplai asinus memegang peranan penting dalam fisiologi hati,
terutama dalam hal metabolisme karbohidrat, protein dan asam lemak. Telah
dibuktikan bahwa zona-zona hepatosit yang memperoleh oksigenasi yang lebih
7
baik yaitu pada zona 1 mempunyai kemampuan glukogenesis dan sintesis glutation
lebih baik dibandingkan dengan zona 3.(13)
Gambar 6. Zona Hepatosit (11)
Hasil metabolisme monosakarida dari usus halus diubah menjadi
glikogen dan disimpan dihati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini disuplai
glukosa secara konstan kedarah (glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Sebagian glukosa di metabolisme sebagian besar ke dalam jaringan
untuk menghasilkan tenaga dan sisanya diubah menjadi glikogen (yang
disimpan didalam otot) atau lemak (yang disimpan di dalam jaringan
subkutan).(11) Fungsi metabolisme protein adalah menghasilkan protein plasma
berupa albumin (yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan osmotik
koloid), protrombin, fibrinogen, dan faktor pembekuan lainnya. Fungsi
metabolisme lemak adalah menghasilkan bentukan lipoprotein, kolesterol,
fosfolipid dan asam asetosalisilat.(13)
8
Gambar 7. Metabolisme bilirubin(11)
Fungsi utama hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu. Hati
mengekskresikan empedu sebanyak satu liter per hari kedalam usus halus.
Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu. Walaupun
bilirubin atau pigmen empedu merupakan hasil akhir metabolisme, dan secara
fisiologis tidak mempunyai peran aktif, tapi penting sebagai indikator
penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat memberikan warna
pada jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya.(13)
Dalam regenerasi organ hati, berbeda dengan organ padat lainya, hati
orang dewasa tetap mempunyai kemampuan untuk beregenerasi. Ketika
kemampuan hepatosit untuk regenerasi sudah terbatas, maka sekelompok sel
pluripotensial oval yang berasal dari duktulus-duktulus empedu akan
berproliferasi sehingga terbentuk kembali sel-sel hepatosit dan sel-sel bilier
yang tetap mempunyai kemampuan untuk beregenerasi.(6) Sampai dapat
dikatakan sangatlah memungkinkan untuk melakukan hepatektomi hingga 2/3
dari seluruh hati. Dari segi imunologi, hati merupakan komponen sentral
sistem imun, Sel Kupffer, yang meliputi 15 % dari massa hati serta 80% dari
total populasi fagosit tubuh, merupakan sel yang sangat penting dalam
menanggulangi antigen yang berasal dari luar tubuh dan mempresentasikan
antigen tersebut kepada limfosit.(15)
9
BAB III
PATOFISIOLOGI VASODILATASI LIEN
PADA HIPERTENSI PORTAL
A. Definisi Hipertensi portal
Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan patologis dari
tekanan vena portal dan hal ini didiagnosa ketika peningkatan tekanan vena
hepatic (hepatic venous pressure gradient / HVPG) di atas dari angka normal
(1-5 mmHg). HVPG ditaksir dari penelitian hemodinamik hepar melalui
kateterisasi vena suprahepatik dan menilai perbedaan tekanan antara vena
porta dan vena cava inferior. Sirosis hepatis adalah penyebab paling banyak
yang menyebabkan hipertensi portal di Negara barat. Ketika HVPG
meningkat hingga 10 mmHg atau lebih, sirosis hipertensi portal menghasilkan
beberapa komplikasi antara lain asites, hepatorenal sindrom, ensephalopati
hepatikum dan perdarahan dari varises esophagus. Dua factor utama yang
berkontribusi membangun dan memelihara hipertensi portal : resistensi
vascular bergantung kepada kesulitan outflow darah portal ke vena hepatis
dan meningkatnya aliran darah splanchnic (sindrom hiperdinamik). Hipertensi
portal juga dihubungkan dengan formasi kolateral vena portosistemik yang
diusahakan untuk dekompresi system vena portal. Bagaimanapun juga,
sirkulasi kolateral memimpin ke generasi dari varises yang mana yang
berkontribusi pada angka kesakitan dan kematian penyakit ini.
B. PATOFISIOLOGI HIPERTENSI PPORTAL
Penggunaan hukum Ohm di sistem vena porta : ∆P = Q x R, lalu peningkatan
tekanan portal (∆P), adalah hasil dari produk aliran darah dalam system vena
porta seluruhnya (Q) dan hambatan vascular pada system vascular yang
sama (R), termasuk vaskuler hepatis dasar dan kolateral porto sistemik.
Jadi, hipertensi porta disebabkan oleh kenaikan aliran darah, kenaikan
hambatan atau kedua-duanya terjadi bersamaan. Mekanisme awal yang
10
bertanggungjawab pada hipertensi portal adalah kenaikan hambatan hepatis,
terutama dari hasil hambatan mekanis. Stadium selanjutnya, kenaikan aliran
darah splanchnic bertanggungjawab kepada hiperdinamik nilai sirkulasi, yang
berkontribusi pada pemeliharaan dan perburukan dari beberapa komplikasi
dari sirosis dan hipertensi portal.
Gambar 8.Mekanisme pathofisiologi pada hipertensi portal
Kenaikan hambatan vaskuler terhadap aliran darah porta
Hambatan vaskuler di aliran darah porta tergantung pada dua factor, yaitu
hambatan intrahepatal dan hambatan yang dibangkitkan oleh sirkulasi
kolateral/ sirkulasi tambahan. Kenaikan hambatan vaskularitas intrahepatal
(the increase intrahepatic vasculature resistance/ IHVR) ke aliran darah porta
adalah factor utama dan factor penting hipertensi portal sekunder mengarah
ke sirosis hepatis.
11
Hambatan intrahepatal
Penyimpangan stuktural dari vaskularisasi intrahepatis, seperti fibrosis,
jaringan parut dan thrombosis vakuler, dipertimbangkan sebagai penyebab
utama dari kenaikan IHVR. Mekanisme seluler terdiri dari formasi fibrosis dan
sirhosis. Dari respon kerusakan hepatoseluler, sel stellat/ sel bintang hepatis
diaktivasi dan fenotip sel diubah dari sel diam menjadi sel myofibroblast-like
(sel mirip dengan miofibroblas). Hasil dari aktivasi sel stellat hepatis,
kolagenisasi/ kapilarisasi dari Space and Disse akan terjadi, dan hepar yang
rusak akan menjadi sirhosis. Penelitian yang diawali dari Bathal dan
Groszmann, berdasarkan hasil dari hewan uji tikus, mendemonstrasikan
bahwa dengan tambahan perubahan struktur, komponen dinamik, dihasilkan
oleh elemen kontraktil dari dasar vaskuler hepatis, mungkin berkontribusi
pada kenaikan sifat vaskuler intrahepatal. Hasil dari modifikasi komponen
tersebut memperlihatkan 40% dari total IHVR. Pada sirhosis hepatis,
kenaikan produksi vasokonstriktor dan kekurangan pelepasan vasodilator,
dalam kombinasi dari respon berlebihan vasokonstriktor dan kekurangan
respon vasodilatasi dari dasar vaskuler hepatal, adalah mekanisme yang
bertanggungjawab pada kenaikan komponen dinamik IHVR/ hambatan
intrahepatal.
Dari seluruh ekspresi vasokonstriktor yang berlebihan, endothelin/ ET
memainkan peran penting dalam peningkatan sifat vaskuler di sirhosis
hepatis. Pasien dengan sirhosis hepatis memperlihatkan kenaikan
konsentrasi plasma ET-1 dan ET-3. Jadi, bukan hanya level ET-1 hepatis
saja, tapi densitas reseptor ET juga mengalami kenaikan pada hepar tikus
yang sirhosis. Reseptor ETA ditemukan pada sel otot halus, menyebabkan
vasokonstriksi, dimana resptor subtype ETB berlokasi pada sel endothelial,
menginduksi vasorelaksasi dengan menstimuli sintase nitrikoksida endotel
(endothelial nitric oxcide synthase/ eNOS). Beberapa penelitian difokuskan
ke terapi blockade ET. Bagaimanapun juga, dengan hasil yang berbalikan
12
dengan apa yang diharapkan, stimulasi reseptor ETB oleh administrasi agonis
ETB, menghasilkan kenaikan tekanan porta pada hewan uji tikus sirhosis.
Efek dari antagonis ETA dalam mengurangi tekanan porta pada tikus sirhosis
terhitung controversial. Dengan penambahan endotelin, factor lain yang
berkontribusi pada IHVR adalah produksi S-lipoxygenase (cysteinyl-
leukotriene) dan cyclooxygenase pathways (thromboxane A2), angiotensin II
dan system simpatis.
Dengan penambahan produksi vasokontriktor yang berlebihan, produksi
vasodilator intrahepatal, terutama nitric oxide (NO), menyisakan insufisiensi
hepar yang sirhosis. NO adalah vasodilator poten yang memproduksi L-
arginin oleh NOS yang berbeda. Walaupun pada hepar terdapat eNOS dan
isoform NOS induktabel (inducible NOS/ iNOS) yang dapat diaktifkan,
observasi insufisiensi produksi NO hepatis pada sirhosis hepatis
dihubungkan ke isoform endothelial. Karena mRNA dan level protein eNOS
ditemukan dalam jumlah yang sama pada hepar yang normal dan hepar yang
sirhosis, produksi NO ini dihubungkan dengan disfungsi post translasi
aktivitas eNOS. Dengan kata lain, peningkatan ekspresi caveolin (protein
penghambat eNOs) dan di sisi yang lain, penurunan fosforisasi eNOS
terhadap abnormalitas pensinyalan Akt (protein kinase B), adalah
mekanisme yang dimungkinkan dapat menjelaskan penurunan aktivitas
eNOS di sirhosis hepatis. Dengan tambahan penurunan aktivitas NOS,
peningkatan degradasi NO juga bertanggungjawab pada pengurangan
bioavaibilitas NO. Sejak superoksida (superoxide/ O2) dapat bereaksi dengan
NO untuk meregenerasi peroksinitrit (peroxinitrite/ ONOO), bioavaibilitas NO
dapat dikurangi jika level O2 dinaikkan dengan konsekuensi aktivitas
dismutase superoksida dikurangi. Tentu saja, injeksi porta adenovirus yang
berisikan gene encoding dimutasi superokside mengurangi tekanan portal
dengan menaikkan bioavaibilitas NO pada hewan uji tikus sirhosis.
13
Gambar 9.Patofisiologi hipertensi portal:pada sirosis hepatis,factor awal
pada hipertensi portal adalah peningkatan resistensi vascular intra heppetal
(R),dimana peningkaatan aliran darah portal (F) adalah fenomena yang kedua yang
terjadi dan memperburuk kenaikan tekanan portal dan meningkatkan sindrom
sirkulasi hiperdinaamik.Ditampilkan faaktor yang berbeda yang
melibatkanmekanisme yang jelas pada hipertensi portal. AII :angiotensin II;
AEA :anandamide; AM:adrenomudullin; CGRP: calcitonine gene related peptide;
CO: carbon monoksida; ET:endotellin; H2S: hydrogen sulfide; LT: leukotrenes;
NE :norepinepprine; NO: nitric oxide; PGI2: prostasiclin; SP:substance P ;
TXA2:thromboxane A2.
14
Sirkulasi tambahan
Kenaikan tekanan portal memainkan peran penting pada hubungan antara
pembuluh darah porta dan sirkulasi tubuh. Usaha ini untuk menurunkan
tekanan vena porta sebelaum menjadi komplikasi yang serius, seperti
ensefalopati hepatikum dan varises esophagus. Telah dilaporkan bahwa
shunt porto sistemik menghasilkan aliran darah porta yang keluar dari hepar
sangat besar, hambatan vaskuler pada pembuluh darah ini yang
dimungkinkan berperan penting menaikkan hambatan vaskuler system vena
porta. Formasi tambahan system porto, yang mana terdiri dari
neovaskularisasi dan terbukanya pembuluh darah yang telah ada, akan
menjadi angiogenetik-dependen/ ketergantungan angiogenetik. Angiogenesis
dimediasi terutama oleh factor pertumbuhan vaskuler endothelial/ the
vascular endothelial growth factors (VEGF). Fernandez dkk
mendemonstrasikan bahwa antibody monoclonal reseptor-2 anti-VEGF
melindungi formasi pembuluh darah tambahan porto-sistemik pada hewan
tikus putih dengan hipertensi porta. Lebih lanjut, sejak NAD(P)H dibutuhkan
untuk angiogenesis VEGF-induced/ induksi VEGF, blockade oksidasi
NAD(P)H mengurangi formasi tambahan porto-sistemik secara signifikan.
Beberapa penulis mengatakan hal yang sama bahwa tikus dengan hipertensi
porta yang diobati hambatan VEGF dan platelet derived growth factor
(PDGF) berkurang penambahan system porto-nya secara signifikan.
Penggunaan Sorafenib, hambatan proangiogenic reseptor-2 VEGF dan
PDGF reseptor-β poten, pada hewan uji dengan hipertensi porta,
menginduksi penurunan neovaskularisasi splanchnic dan menaikkan
hambatan porto-sistemik, ditandai dengan perlemahan splanchnic
hiperdinamik dan system sirkulasi.
Kenaikan aliran darah splanchnic
Sirkulasi splanchnic adalah pembuluh darah utama yang bertanggungjawab
atas menurunnya hambatan vaskuler pada kejadian hipertensi porta.
15
Kenaikan aliran darah splanchnic pada hipertensi porta adalah hasil dari
vasodilatasi dari arteri organ splanchnic, yang mana mengalirkan darah dari
system vena porta. Kenaikan aliran darah dari organ splanchnic dan
kenaikan aliran vena portal setelah itu, bersama dengan kenaikan hambatan
aliran portal, semakin memperburuk sindrom hipertensi portal. Kenaikan
produksi atai aktivasi system dan mediator vasodilator, dan penurunan
reaktifitas vaskuler untuk berkonstriksi, adalah hal yang bertanggungjawab
terhadap hiperaemia (vasodilatasi). Sebagai tambahan, kenaikan
angiogenesis dimungkinkan berkolaborasi dalam kenaikan aliran darah
splancnic.
Sirkulasi hiperdinamik
Angka sirkulasi hiperdinamik dari hipertensi portal ditentukan oleh
vasodilatasi perifer dan lien, kenaikan plasma volume dan kenaikan cardiac
output.5 Sirkulasi hiperdinamik lien dimediasi sebagai bagian dari vasodilatasi
aterial, tapi vasodilatasi saja tidak cukup untuk membuat sirkulasi menjadi
hiperdinamik. Ini harus dikombinasikan antara vasodilatasi arterial dengan
ekspansi volume darah yang menyediakan kondisi optimal untuk
mempertahankan keadaan sirkulasi yang hiperdinamik pada hipertensi
portal.35,36 (gambar 1) Vasodilatasi arterial di pembuluh darah perifer dan
sirkulasi lien akan membuat penurunan volume darah sentral. Hipovolemia
arterial relative akan menstimuli reseptor volume kardiopulmoner dan
baroreseptor arteri, mengaktivasi system saraf simpatis, system 15etabo-
angiotensin-aldosteron dan vasopresor arginin (hormone antidiuretik).
Mediator system diketahui dari hasil retensi sodium atau cairan di ginjal, dan
akibatnya, ekspansi volume plasma. Retensi sodium akan menaikan
reabsorpsi tubular tehadap sodium, dimediasi oleh reseptor untuk aldosteron,
angiotensin dan stimulus alpha-adrenergic. Penurunan ekskresi air
tergantung dari kenaikan sekresi 15etabol antidiuretik.37
16
Efek yang berbahaya dari sirkulasi hiperdinamik ini tidak terbatas pada
sirkulasi lien saja, akan tetapi juga berefek pada jantung (peningkatan cardiac
output), paru-paru (sindrom hepatopulmonary), dan sirkulasi ke cerebral
(koma hepatikum akut).38,39 Organ lain yang mungkin dipengaruhi secara
tidak langsung yaitu ginjal dan otak (ensephalopati kronik) karena
vasodilatasi sirkulasi lainnya.5
Hewan uji
Perkembangan eksperimental dengan model untuk mempelajari perubahan
hipertensi portal sangat penting untuk mengetahui gejala-gejalanya.
Percobaan awal yang dilakukan adalah eksperimen Chojkier dan Groszmann
dalam membuat model portal-vein ligated (PVL) parsial, yang dijadikan
prinsip dasar untuk mempelajari patofisiologi hipertensi portal.3,40 Pada model
ini, vena porta diisolasi dan dibuat stenosis dari ikatan tunggal dengan jarum
blunt-tipped gauge no.20 yang dibuat sepanjang vena porta. Berikutnya,
pencabutan jarum menghasilkan kalibrasi stenosis dari vena porta.
Model PVL menghasilkan seluruh 16etaboli dan abnormalitas hemodinamik
terdeteksi di hipertensi portal dan status sirkulasi hiperdinamik: tekanan porta
dan kenaikan aliran portal, kejadian shunt porto-sistemik, vasodilatasi lien
dengan penurunan hambatan arteri lienalis dan kenaikan aliran lien,
vasodilatasi sistemik dengan hipotensi arteri, penurunan hambatan perifer
total dan kenaikan cardiac output.40 Model ini homogenisasi secara
menakjubkan, dapat dibuat dan secara kronologis dapat diprediksi secara
tepat. Hal tersebut membuat uraian teori dari rangkaian kejadian yang terdiri
dari generasi sindrom hiperdinamik.41,42 Shunting porto-sistemik dapat
dideteksi 2 (dua) hari setelah bedah PVL dan persentase pemindahan aliran
darah porta dialihkan ke sirkulasi tambahan mencapai 100% setelah 1 (satu)
minggu.42 Sirkulasi menjadi hiperedinamik 4-5 hari setelah PVL dan 1 minggu
setelah ligasi vena porta, tikus uji menunjukkan range yang komplet dari
17
hipertensi porta dengan sindrom sirkulasi hiperdinamik dan formasi shunting
porto-sistemik.
Meskipun model PVL mudah digunakan dan dapat diproduksi, hewan uji tikus
dengan sirhosis yang disebabkan oleh mekanisme yang berbeda (biasanya
oleh ligasi duktus kandung empedu dan adanya karbontetraklorida) lebih
mirip dengan kejadian sirhosis pada manusia, sejak penyampaian seluruh
perubahan hemodinamik pada hipertensi porta, perubahan tersebut termasuk
metabolic, infeksius dan komplikasi lain yang meningkatkan penyakit liver. 36,43 Hasil yang didapatkan dari tikus dengan PVL selalu diuji dengan model
sirhosis seperti ini.
Mekanisme vasodilatasi pada lien
Sifat vaskuler arteri ini ditentukan oleh keseimbangan anatara efek dari
vasoaktif molekul yang bereaksi pada vaskularisasi otot halus. Seperti yang
telah disebutkan, peningkatan konsentrasi vasodilator sirkulasi dan
peningkatan produksi endothelial dari vasodilator local, juga penurunan
respon vascular terhadap vasokokonstriktor endogen telah diobservasi di
pembuluh darah lien pada hipertensi portal.36 (gambar 1) Antara molekul dan
factor yang diketahui menjadi potensial terdiri dari vasodilatasi arterial, tidak
satupun dari mereka yang dapat disebutkan sebagai hal yang
bertanggungjawab, sejak fenomena dari hipertensi porta ini multifaktorial.44
Nitritoksida
Nitritoksida (NO), factor pelepasan yang diturunkan dari endotel, dirancang
sebagai molekul vasodilator yang sangat penting yang menengahi
vasodilatasi arteri yang berlebihan pada hipertensi porta.45 Hal ini, seperti
yang disebut oleh Vallance dan Moncada,46 telah dikonfirmasi beberapa
penelitian lainnya. Pada pasien sirhosis, peningkatan level nitrat dan nitrit,
hasil degradasi dari oksidasi NO,47 telah diteliti. Pada system vaskuler
splanchnic tikus uji dengan hipertensi portal, overproduksi NO telah diuji
18
bertanggungjawab kepada hiposensitifitas vasopresor.48 Lebih jauh, inhibisi
produksi NO mengurangi shunting portosistemik dan melindungi secara luas
pembentukan sirkulasi hiperdinamik.49 NO diproduksi dari L-arginin oleh
enzim NOS, membentuk radikal bebas NO dan sitrulin sebagai hasil
tambahan. NO memiliki daya tahan rendah dan sangat cepat dalam
beroksidasi menjadi stabil, menginaktifkan produk akhir, nitrit dan nitrat.51
Mekanisme yang menyebutkan NO menyebabkan vasodilatasi melalui
stimulasi dengan soluble guanylyl cyclase (sGC) untuk menghasilkan cyclic
guanosine monophosphate (cGMP) di vaskuler otot halus.52 (gambar 2).Tiga
isoform yang diketahui memproduksi NO: isoform yang didapat, eNOS53 dan
NOS neuronal (nNOS),54 dan iNOS55 yang secara mengejutkan tidak terlihat
pada pengingkatan produksi NO di kasus sirhosis.56 Sumber enzim mayor di
overproduksi NO vaskuler menjadi eNOS.57 Pada hewan uji (tikus PVL), hal
tersebut telah diteliti bahwa pengaturan eNOS mengawali perubahan
sirkulasi hiperdinamik.45 Beberapa bukti selanjutnya menyarankan bahwa
nNOS juga ditemukan di aorta58 dan arteri mesenterika,59 berperan penting
pada pembentukan sirkulasi hiperdinamik splanchnic di eksperimen sirhosis.
18etaboli endotel, eNOS diaktivasi oleh kalsium, calmodulin (Ca2+/CaM)
sebagai respon kenaikan sitosolik Ca2+ dan dengan fosforilasi dari eNOS
pada beberapa bagian.60,61 Upregulasi awal dari eNOS dimulai dari tingkat
post-translasi oleh fosforilasi eNOS62 yang dimediasi oleh Akt,62 yang mana
meningkatkan aktivitasnya di berbagai konsentrasi kalsium.63 Selama stadium
sirhosis awal, jalur ini distimulasi oleh berbagai stimulus yang berbeda,
seperti VEGF (vascular endothelial growth factors), sitokin inflamasi dan
kekuatan mekanis yang memotong jalur stressor.63-65 Mekanisme ini terdiri
dari interaksi kenaikan eNOS dengan molekul regulator positif chaperone
heat shock protein 90 (Hsp90).66 Selanjutnya, dalam tahap sirhosis hepatis,
translokasi bakteri mengaktifkan eNOS sepanjang tumor nekrosis factor alfa
(TNF-α) dependen yang naik oleh tetrahidrobiopterine,67,68 (gambar 2)
sebagai kofaktor eNOS. Hal ini disebutkan sesuai dengan penelitian yang
19
terdahulu, mekanisme lain seperti perubahan lokalisasi subseluler dari
eNOS,69 S-nitrosilasi70-71 atau dimetilarginin asimetris yang terdegradasi
enzyme mungkin dipengaruhi oleh regulasi aktivitas eNOS.72
Sebagai ringkasan, mekanisme yang berbeda seperti komplek protein-protein
interaksi dan post-tranlasi modifikasi, telah dilaporkan sebagai upregulasi
eNOS pada hipertensi porta.73
Gambar 10.Jalur molekuler pada vasodilatasi lien. Mollekul
vasoaktif terdapat pada tekanan vaskuler arteri di sirculasi lien.nitrit
oksida(NO).karbon monoksida(CO),prostasiklin(PGI 2),atau hydrogen
sulfide(H2S),melalui jalur yang berbeda,menyebabkan vasodilatasi di sel otot
polos vascular melalui soluble guanylate cyclase (sGC) menjadi cyclic
guanosin monophosphate (cGMP),menstimuli adenylate cyclase (AC) dan
cyclic adenosine monophosphat (cAMP) atau melalui pembukaan kanal
K-ATP,anadamid mengaktifkan reseptor 1 kanabinoid endotel (CB1R) untuk
bervasodilatasi.AA:arachidonic acid; AC:adenylyl cyclase; Akt:protein kinase
20
B; BH4: tetrahydrobiopterin; CaM: calmodulin; CSE: cystathionine-γ-lyase;
COX: cyclooksigenase; eNOS: endotileal nitric okside synthase; HSP 90:
heat shock protein 90; IP3: inositol triphosphate; TNFά: tumor nekrosis factor
ά; VEGF:vascular endothelial growth factor.
Vasodilator parakrin lainnya
Sebagai tambahan untuk NO, vasodilator autokrin atau parakrin laninnya
telah dideskripsikan sebagai hal yang mungkin bertanggungjawab pada
pathogenesis sirkulasi hiperdinamik yang berhubungan dengan hipertensi
porta.
Karbonmonoksida.
Karbonmonoksida (CO) adalah molekul gas yang diproduksi oleh oksigenasi
heme (HO) selama metabolism heme menjadi biliberdin IX,74 CO, dengan
pola yang sama dengan NO pada sirhosis, telah dipercaya sebagai hal yang
merelaksasi sel otot polos melalui aktivasi NO yang tergantung oleh sGC.,
sebagai hasil dari kenaikan produksi cGMP. Walaupun CO bukan mediator
yang sekuat NO,75 perannya dalam hipertensi porta telah diakui.76 CO yang
diinduksi vasodilatasi dapat terjadi lewat Ca2+ yang diaktivasi kanal
potassium.77 Pada hipertensi porta, isoform yang diinduksi HO, HO-1,
diperlihatkan sebagai upregulasi di sistemik dan sirkulasi arteri lienalis,78
walaupun mekanisme aktivasi telah dimengerti seluruhnya.
Prostasiklin
Prostasiklin (PGI2) adalah hasil sintesa siklooksigenase dan dilepaskan dari
endotel untuk mempromosikan relaksasi otot polos dengan aktivasi
adenilsiklase dan menambah tingkat intraseluler siklik adenosine
monofosfat.79 Kenaikan tingkat sirkulasi PGI2 telah diteliti pada pasien
sirhosis80 dan kelinci dengan hipertensi porta81, didukung dengan peran
prostaglandin pada pathogenesis sindrom sirkulasi hiperdinamik.
21
Hydrogen sulfide (H2S)
Bukti terbaru yang menyebutkan peran dari H2S, vasodilator poten pada
kejadian sirkulasi hiperdinamik pada pasien sirhosis.82 Hal ini didasarkan
pada observasi jika pada sirhosis, endotoksemia memimpin upregulasi enzim
sistathionin-γ-lyase, yang bertanggungjawab terhadap produksi H2S, yang
mana menyebabkan vasodiltasi melalui pembukaan kanal kalium (K-ATP
Channels).83
Vasodilator sirkulasi
Penelitian awal pada fisiopatologi hipertensi porta yang difokuskan pada
peran substansi vasodilator sirkulasi dari asal organ lien diakumulasi sebagai
konsekuensi penurunan 21etabolism hepatis dan atau kenaikan shunting
portosistemik. Bukti kuat adalah glucagon, dimana sustansi lainnya
dideskripsikansebagai hal yang tidak terlalu diteliti.84-85
Glucagon
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa peningkatan level glucagon
pada pasien dengan sirhosis dan hipertensi porta pada hewan uji tikus.
Glukosa meningkatkan vasodilatasi dengan merelaksasi vaskulrer otot polos
dan menurunkan tingkat sensitifitasnya terhadap vasokonstriktor endogen.,
meskipun mekanisme yang sebenarnya telah dijelaskan.86
22
Gambar 11.Vasodilatasi/sinyal kontraktil pada sel otot polos.
Kontraktilitas sel otot polos tergantung padafosforilasi myosin light chains
(MLCs),pada kondisi normal aktivasi kontraktil mengaktifasi G protein
coumplek reseptors(GPCR).reseptor reseptor tersebut mengaktifasi efektor
downsteam seperti phospholipase C (PLC) GTP ase RhoA,meningkatan
phosphorilase MLC melalui aktifitas MLC-kinase atau hambatan MLC-
fosfatase. DAG: diacylglycerol; IP3:inositol triphosphate; PIP2:
Phosphatidylinositol4,5-biphosphate; PKC: protein kinase C.
Endokanabinoid
Kontribusi system endokanabinoid pada pembentukan vasodilatasi lien telah
dideskripsikan pada beberapa penelitian yang menyebutkan berbagai
mekanisme. Mediator endokanabinoid utama adalah anandamide, produk
metabolism asam araknoat. Endokanabinoid mengaktivasi endotel reseptor
kanabinoid 1 dan reseptor vaniloid 1 yang membuat vasodilatasi tikus BDL..
23
Anandamide level ditingkatkan oleh monosit pada pasien sirhosis dan
overaktivasi oleh reseptor kanabinoid 1, menginduksi produksi NO
mesenterika oleh eNOS di pembuluh darah mesenterika dari tikus dengan
hipertensi porta.87-88
Adrenomedulin
Seperti halnya endokanabinoid, penigkatan level adrenomodulin peptida telah
ditemukan di tikus89 dengan sirhosis dan pasien sirhosis90. Adrenomodulin
adalah peptide vasoaktif yang diketahui berkontribusi terhadap peningkatan
aktivitas eNOS yang menyebabkan vasodilatasi. Fosforilasi peptide dan
mengaktivasi Akt dan meningkatkan produksi cGMP pada aorta tikus,
mungkin mempromosikan vasorelaksan selama produksi NO.91
Factor hiperpolarisasi derivate endothelium
Endothelium derived hyperpolarizating factor (EDHF) telah dikenal sebagai
vasodilator dependen endothelium yang sangat penting pada pembuluh
darah resisten dari eNOS pada tikus putih.92 Peran tersebut menjadi penting
karena ketika produksi NO dapat dihambat,maka NO tidak akan menghambat
pelepasan EDHF.93
Vasodilator humoral endogen lainnya termasuk peptide natriuretik atrial, yang
tingkatannya meningkatkan tahap lebih lanjut dari sirhosis hepatis dengan
asites,94 adenosine, histamine, garam empedu, gene kalsitinin yang
berhubungan dengan protein (CGRP/ calcitinin gene related protein) dan
substansi P, telah diindikasikan meminkan peran dalam vasodilatasi arterial
pada hipertensi porta.95
Perubahan sinyal kontraksi
Pada sirhosis dan hipertensi porta, kelebihan pembuluh darah adalah dapat
berdilatasi walaupun terdapat aktivasi sistemik vasokonstriktor.96-98 Resistensi
lien untuk bervasokontriksi dapat bergantung pada hiporesponsifitas terhadap
24
vaskuler,99,100 hal ini menjelaskan mengapa sirkulasi hiperdinamik meningkat
dengan progresifitas penyakit walaupun terdapat stimulasi rennin-
angiotensinm system saraf simpatis dan pelepasan vasopressin. Kerusakan
responsifitas untuk bervasokontriksi tergantung baik dari kenaikan vasodilator
dari lien dan vasokontriksi organ-organ penting selanjutnya, memicu
komplikasi yang lebih berat dari sirhosis.
Status kontraktil dari otot polos vaskuler tergantung dari fosforilasi ikatan pita
myosin (myosin light chain/ MLC) dan pengaturan lewat aktivasi MLC-kinase
atau hambatan fosfatase MLC.101-102 Sebaliknya, jalur vasorelaksan
menurunkan fosforilasi MLC via deaktivasi MLC-kinase atau aktivasi
fosfatase MLC.103-106 Seluruh reseptor vasokonstriktor akan menjadi
superfamily dari guanine nucleotide binding protein (G-protein) –coupled
receptors (GPCR). Stimulasi dari GPCR pada otot polos vaskuler
mengaktivasi G protein dan berakibat pada penurunan aliran efektornya,
fosfolipase C β (PLC β) dan GTPase kecil, RhoA. PLC β menghidrolisasi
fosfatidilinositol 4,5-bifosfat menjadi inositol trifosfat (IP3) dan diasilgliserol
(DAG). IP3 berdifusi di sitosol dan menyisakan DAG di membrane plasma
yang mengaktivasi protein kinase C. Kedua produk tersebut meningkatkan
kalsium intraseluler di sel otot polos vaskuler. Pelepasan kalsium mengawali
aliran intraseluler, berakibat fosforilasi MLC dan menghasilkan jembatan
aktin-miosin, kemudian menimbulkan kontraksi.101-102 Tambahannya, aliran
paralel G-protein yang diinduksi aktivasi RhoA berikutnya mengaktivasi Rho-
kinase menghambat fosfatase MLC, meningkatkan fosforilasi MLC dan
akhirnya menimbulkan vasokontriksi vaskuler.
Pada beberapa penelitian baik dengan hewan uji atau sampel manusia,
respon penurunan kontraktil terhadap α1- adrenergic agonis atau
vasokonstriktor lainnya dipertahankan setelah pemindahan endothelium atau
terdapat hambatan farmakologikal dari produksi NO endogen. Hal ini
diketahui bahwa hiporeaktifitas vaskuler tidak disebabkan oleh down-regulasi
dari reseptor ke vasokonstriktor endogen paling relevan atau oleh penurunan
25
afinitas masing-masing. Vasokonstriktor tersebut ditingkatkan di arteri
hepatica. Selanjutnya, kerusakan sinyal kontraktil harusnya berada di tingkat
subreseptor.107-108 Bukti terbaru mengatakan bahwa selama hipertensi porta,
jalur sinyalemen kontraksi diubah sejak awal setelah stimulasi reseptor, lebih
mungkin di tingkat Gα-reseptor. Pada tikus uji dengan sirhosis bilier yang
diinduksi oleh ligasi duktus bilier, telah diteliti jika respon perubahan terhadap
stimulasi α-adrenoreseptor menghasilkan penurunan aktivasi PLCβ dan
akibatnya, akan terjadi penurunan pembentukan inositol phosphate,109 seperti
juga penurunan aktivasi RhoA dengan akibat defek aktivasi Rho-kinase.110
Selanjutnya, kerusakan di PLCβ dan aktivasi RhoA secara resisten/ tahan
terhadap pemusnahan endothelium atau hambatan farmakologikal NOS,109,110
didukung oleh eksistensi defek di kontraksi aktivasi mediated-reseptor.
Respon kerusakan terhadap agonis kontraktil terjadi pada hipertensi porta
juga telah dijelaskan pada desentisisasi GPCRs oleh protein desentisisasi
reseptor, yang dinamakan G-protein-coupled receptor kinase 2 (GRK-2)dan
β-arrestin 2. Protein desentisisasi reseptor telah ditemukan menjadi up-
regulasi di aorta tikus BDL juga pada arteri hepatica pasien2 sirhosis hepatis,
yang dipicu oleh desentisisasi reseptor angiotensin II.111 Lebih lanjut,
desentisisasi reseptor yang dimediasi GRK-2/ β-arrestin 2 telah dikenali
responnya untuk memperbesar stimulasi reseptor. 112-113 Hal ini tampaknya
menunjukkan bahwa kenaikan level plasma angiotensin II dan katekolamin,
yang terbentuk sempurna di sirhosis, bertanggung jawab terhadap onset
proses tersebut di pembuluh darah kontraktil.114-115
Penelitian lainnya yang berkontribusi terhadap pemahaman dari disregulasi
sinyalemen kontraktil pada hipertensi porta ditunjukkan pada penelitian2
terbaru pada kenaikan pelepasan dan peningkatan efek dari neuropeptida Y
(NPY) pada kontraksi mesenterika adrenergic pada tikus PVL.116 Selanjutnya,
NPY memediasi vasokonstriksi secara tidak langsung, tetapi potensial
membangkitkan vasokontriksi NE di pembuluh darah mesenterika melalui
reseptor Y1 spesifik. Kenaikan pelepasan NPY akan menghasilkan
26
mekanisme kompensasi untuk mengimbangi vasodilatasi arterial dengan
memperbaiki efikasi katekolamin endogen, khususnya aktivitas alpha1-
adrenergik yang tinggi.
System saraf dan hipertensi porta
Penelitian histologis telah menyatakan bahwa otot polos vaskuler diinervasi/
dipersyarafi oleh neuron-neuron yang terdiri dari imunoreaktifitas NOS 54,
termasuk didalamnya hidroksilase tirosin dan asetiltransferase kolin.117 Saraf-
saraf post-ganglion eferen seperti nitrergik, nonadrenergik dan kolinergik,
mengontrol vasokokontriksi dari sel otot polos vaskuler dari pembuluh darah.
Secara fungsional, saraf nitrergik lebih penting sebagai pengontrol tekanan
vaskuler daripada saraf kolinergik, yang mana hanya berperan dalam
modulasi adrenergic dan fungsi saraf nitrergik118.pada sirkulasi mesenterika,
baik pada manusia atau tikus uji, vasokontriksi yang diinduksi oleh system
saraf simpatis (SNS/ sympathetic nervous system) utamanya dimediasi oleh
post-sinaptik α1-adrenoreseptor.119 Hasilnya, stimulasi α1-adrenoreseptor
adalah mekanisme utama selama system saraf simpatis mengatur tekanan
vaskuler. Hal tersebut ditunjukkan bahwa stimulasi dari saraf perifer di
pembuluh darah membangkitkan vasokonstriksi. Vasokonstriksi tersebut
dihambat oleh tetrodotoksin (neurotoksin), prazosin (α1-adrenoreseptor
agonis), guanethidine (adrenergic neuron bloker) atau 6-hidroksidopamin
(neurotoksin yang merusak saraf adrenergik).120-121 Hasilnya, tekanan
vaskuler dari pembuluh darah perifer mungkin dapat dikontrol secara penuh
oleh saraf adrenergic simpatis karena pelepasan neurotransmitter
norepinefrin (NE). lebih lanjut, penelitian yang berbeda juga menunjukkan
bahwa terdapat agen lain seperti NPY dan adenosine triposfat (ATP) yang
juga dilepaskan di system saraf simpatis, bekerja sebagai ko-transmiter dari
NE dan berpotensi beraksi.122
Terdapat banyak penelitian yang mempublikasikan peran SNS pada pasien
sirhosis. Kenaikan tingkatan sistemik dari katekolamin ditemukan pada
27
beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa katekolamin akan meningkat
pada kerusakan liver yang semakin buruk.114-115 Kenaikan level ini adalah
hasil dari peningkatan produksi NE (peningkatan level plasma dari NE,
membuang NE dari neuroefektor-junction dan aktivitas saraf simpatis otot),
daripada pembuangannya.123,124 Bagaimanapun juga, asal dari hiperreaktifitas
SNS tidaklah homogen, sejak terdapat organ-organ atau jaringan yang dapat
meningkatkan produksi NE belum ditemukan. Satu organ yang memproduksi
NE berlebih adalah ginjal.124,125 Tempat lain yan juga memproduksi NE adalah
otot, dengan beberapa penelitian yang menunjukkan kenaikan lalu-lintas
saraf simpatis otot,126-127 terdapat juga perbedaan regional yang menyatakan
bahwa ekstremitas atas melepaskan kenaikan jumlah NE, tapi ekstremitas
bawah tidak.125,128 Juga dinyatakan bahwa berkebalikan dari kenaikan
lalulintas saraf simpatis yang ditemukan di otot, kulit menghasilkan aktivitas
saraf simpatis yang normal.127
Gamba 12.Hipotesis mekanisme dan efek atropi post ganglion
simpatis.stimulus eferen dari peningkatan tekanan di portal atau pembulu darah
28
mesenteric atau mikrovascularisasi,hingga nuclei cardiovascular batang otak melalui
syaraf aferen dari jalur tersebut,regresi saraf simpatis post ganglion di mediasi oleh
saraf eferen simpatis menghambat neurotransmisi dan vasokontriksi yang di mediasi
norepinephrine (NE).
Telah dijelaskan bahwa system adrenergic memainkan peran penting pada
system kardiovaskular, homeostatic dan disfungsi metabolic yang
dipresentasikan secara lebih dalam pada penyakit liver dan sirhosis dan juga
hipertensi porta. Hal yang masih perlu dikaji adalah apakah hiperaktifitas
SNS terdapat di tempat manapun di tubuh dan khususnya di pembuluh darah
mesenterika. Dalam hal ini, kelompok penelitian kami telah menunjukkan
down-regulasi yang sangat penting, baik dari tingkat transkripsi dan translasi,
bahwa banyak protein yang berimplikasi pada beurotransmisi adrenergic di
arteri mesenterika superior dari PVL dan tikus uji sirhosis.129 Hambatan
adrenergic ini berhubungan dengan regresi/ atrofi dari inervasi simpatis di
seluruh vaskularisasi mesenterika. Bagaimanapun juga, atrofi saraf tidak
ditemukan di bagian vascular lainnya seperti arteri renal. Down-regulasi dari
system adrenergic mesenterika telah diinterpretasikan sebagai konsekuensi
local dari hipertensi porta yang mungkin berkontribusi untuk memperburuk
vasodilatasi lien, yang bertanggungjawab terhadap overaktifitas simpatis
umumnya, terutama di otot dan ginjal. Penelitian yang menyatakan bahwa
agonis alfa-adrenergik seperti norepinefrin dan midodrin, sangat efektif untuk
pengobatan sindrom hepatorenal.,131,132 konsekuensi penting dari vasodilatasi
arterial pada sirhosis, disarankan bahwa aktivitas adrenergic dibandingkan
overaktivasi, mungkin dapat ditekan. Penelitian terbaru menyatakan bahwa
NPY dapat memulihkan hiporeaktifitas arteri mesenterika superior adrenergic
pada tikus PVL,116 dan juga ditujukan kepada defisiensi tekanan local
adrenergic pada hipertensi porta. Juga, Joh dan relasinya133 menemukan
bahwa menggunakan antagonis terhadap α-adrenergik reseptor, respon
blockade vasokonstriktor pada hewan dengan hipertensi porta dibedakan
29
secara drastic dari hewan tikus normal. Tidak seperti respon dari tikus
normal, blockade α-adrenergik tidak mengubah dimensi mikrovaskular
intestinal, akan tetapi vasopressin atau blockade angiotensin II dihubungkan
dengan dilatasi arterial. Data ini menyatakan bahwa kehilangan tekanan
vascular adrenergic dapat menjadi sangat penting bagi defek vasokonstriktor
fungsional pada hipertensi porta.
Jalur persarafan mengkontrol system kardiovaskuler termasuk inervasi aferen
primer (neuron sensoris), saraf kardiovaskuler medulla batang otak, dan
cabang efektor yang berisi saraf efern simpatis dan parasimpatis.134,135
Sehubungan dengan system ini, sinyal2 bertanggungjawab terhadap regresi
saraf simpatis post ganglion ditetapkan oleh penelitian kami, mungkin mula-
mula membentuk saraf preganglion atau saraf lain dengan koneksi sinaps ke
saraf postganglion. Stimulus aferen diawali dari tekanan yang meningkat
pada system porta atau pambuluh darah mesenterika atau mikrovaskuler
yang dapat mencapai system saraf pusat melalui saraf aferan dan dari
tempat tersebut ke ganglia simpatis.136,137 Dalam hal ini, sangat penting dalam
menyebutkan bahwa beberapa penelitian telah menyatakan jika dengan
eliminasi saraf aferen primer secara farmakologik dengan pemberian
capsaicin, pembentukan perubahan hemodinamik dan juga kejadian asites
dapat dicegah, pada tikus PVL dan tikus sirhosis.138-141 Sebagai tambahan,
saraf sensoris aferen sekali diaktivasi oleh stimulus perifer dapat juga
melepaskan isi transmitter (peptide vasodilator substansi P dan CGRP) dari
terminal perifer pada inervasi jaringan untuk memperoleh fungsinya masing-
masing.142 Hal ini telah dijabarkan bahwa stimulasi saraf periarterial pada
arteri resisten mesenterika tikus uji menghasilkan vasodilatasi neurogenik
dimediasi olah CGRP,143 dan CGRP tersebut melepaskan peningkatan saraf
simpatis untuk vasokonstriksi.143 Akhirnya, beberapa penelitian berbeda
menunjukkan tingkat tertinggi dari substansi P dan CGRP pada pasien
dengan sirhosis dan gagal liver yang telajh disarankan bahwa secara
30
persarafan yang mengakibatkan vasodilator dapat memerankan peran
penting pada vasodilatasi lien pada hipertensi porta.144,145
Perivaskuler menunjukkan bahwa nNOS, terdiri dari saraf yang disebut saraf
nitrergik, telah menunjukkan pada beberapa vaskularisasi dan banyak
spesies. Serat imunoreaktif nNOS ini memainkan peran penting pada
pengaturan tekanan vaskuler, dimediasi oleh vasodilatasi neurogenik dengan
pelepasan NO. up-regulasi dari nNOS telah ditunjukkan pada arteri
mesenterika tikus uji PVL.58,146 Aktivasi nNOS memediasi kenaikan
vasodilatasi neural NO-mediated dan mungkin dapat sebagai jalur tambahan
untuk relaksasi otot polos mesenterika dalam hipertensi porta. Lebih lanjut,
hambatan non-selektif NOS oleh L-NAME (N-(G)-nitro L-arginine methyl
ester) dan hambatan selektif dari nNOS oleh L-VNIO (vinyl-L-N-5-(1-imino-3-
butenyl)-L ornithine), meningkatkan induksi vasokonstriksi adrenergic pada
arteri mesenterika tikus uji sebagai respon terhadap stimulasi saraf perifer.147
Penemuan ini menyatakan bahwa NO endogen juga dapat memodulasi
pelepasan saraf NE dari terminal saraf adrenergic
BAB IV
31
RINGKASAN
Kenaikan aliran arteri lien yang berkontribusi terhadap hipertensi porta
didapatkan dari vasodilatasi mesenterika persisten bersama dengan
angiogenesis. Penelitian pada hewan uji dan pasien telah menunjukkan
bahwa vasodilatasi arteri lienalis adalah fenomena multifaktorial. Sebagai
tambahan terhadap overproduksi vasodilator (khususnya nitrit oksida),
memperburuk jalur kontraktil sinyalemen pada sel otot polos sebagai respon
terhadap vasokonstriktor yang berkontribusi terhadap hiporesponsifitas
vaskuler menjadi vasokonstriktor endogen. Atrofi simpatis juga tampaknya
berpertisipasi dalam tahap akhir hipertensi porta. Sangat disarankan bahwa
atrofi simpatis mesenterika menurunkan tekanan vaskuler dari pohon
mesenterika, menawarkan aktivitas peningkatan dari mediator vasodilator
(humoral dan persarafan). Bagaimanapun juga, pengetahuan yang masih
sedikit tentang interaksi antara jalur pastisipan dan mekanismenya, serta
usaha yang lebih keras dibutuhkan untuk mengklarifikasi komponen yang
penting dari hipertensi porta.
DAFTAR PUSTAKA
32
1. Martin P. Liver Transplantation. American College of Gastroenterology. 2010. (29):45-56.
2. Ng K.K, Lo C.M. Liver transplantation in Asia : Past, Present and Future. Ann Acad Singapore. 2009. (38):322-31.
3. Chan S.C, Fan S.T. Historical perspective of living donor liver transplantation. World J Gastroenterol. 2008. 14(1):15-21.
4. Abbasoglu O. Liver transplantation: yesterday, today and tomorrow. World J Gastroenterol. 2008. 14(20): 3117-3122.
5. Sugawara Y, Makuuchi M. Living donor liver transplantation: present status and recent advances. British Medical Bulletin. 2005. (76):15-28.
6. Sulaiman A. Transplantasi Hati. Dalam: Sulaiman A, Akbar N, Lesmana L.A, et all (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. 2007. Hal:581-89.
7. Morana J.G. Psychological evaluation and follow-up in liver transplantation. Gruttaduria S (ed). World J Gastroenterol. 2009. 15(6):694-696.
8. McGuire B.M, Rosenthal P, Brown C.C, Busch A.M.H, Calcatera S.M, Claria R.S, et all. Long term management of the liver transplant patient: recommendation for the primary care doctor. American Journal of Transplantation. 2009. (9):1988-2003.
9. McCaughan G.W. Immunology and Immunosupression. In: Bacon B.R, O’Grady J.G, DiBisaglie A.M, et all(eds). Comprehensive Clinical Hepatology. Second Edition. Elsevier. 2006. P: 621-642.
10. Qamar A.A. liver Trasnplantation. In: Greenberger N.J, Blumberg R.S, Burakokoff R. Current Diagnosis and Treatment Gastroenterology, Hepatology and Endoscopy. Lange, McGraw Hill. 2009. P: 517-528.
11. Amirudin R. Fisiologi dan Biokimia hati. Dalam: Soedoyo AW, Setiyohadi B, Alwi, Marcellius SK, Setiati S, (editors). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2006.hal: 417-421.
12. Putz R, Pabst R. Hati. Dalam: Putz R, Pabst R, (editors). Sobotta : Atlas Anatomi Manusia. Alih bahasa : Joko S. Jilid II. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2007.hal:82.
13. Guyton A.C. The Liver : Biology and Pathobiology. In : Guyton A.C., Hall J.E, (editors). Text Book of Medical Physiology. 9th Edition. Pennsylvania: WB Saunders Company, Philadelphia ; 1996.hal:1103-1110.
14. Mae A, Hopskin J, Tetre B. Non alcoholic steatohepatitis: review. National Digestive Disease Information Clearinghouse. National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease. NIH Publication. 2006. 07-4921:2-6.
15. James M.C. Liver and Billiary Tract. In: Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell (editors). Robbins and Cotran Pathology Basic of Disease. 8 th Edition. New York: WB Saunders Elsevier. 2007. P:877-905.
16. Imperial J.C, Keeffe E.B,. Liver Transplantation. In: Friedman L.S, Keeffe E.B (eds). Handbook of Liver Disease. 2008. P: 401-415.
33
17. Everson G.T, Membreno F.E,. Liver Transplantation: indications, contraindications and results. In: Rodes J, Benhamou J.P, Blei A.T (eds). Textbook of Hepatology. 3rd edition. Blackwell. 2007. P: 1984-1992.
18. Supardjo T. Transplantasi Hati. Health First. 2011. (14):25-2719. Lee S.G. Living donor liver transplantation in adults. British Medical Bulletin.
2010. (94):33-48.20. Florman S, Miller C.M. Live donor liver transplantation. Liver
Transplantation. 2006. (12):449-510.21. Wiesner R.H, Rakela J, Ishitani M.B, Mulligan D.C, Spiyev J.R, Steers J.L, et
all. Recent advances in liver transplantation. Mayo Clin Proc. 2003. (78):197-210.
22. Moreno R, Berenguer M. Post liver transplantation medical complications. Annals of Hepatology. 2006. 5(2): April-June:77-85.
23. Pillai A.A, Levitsky J. Overview of immunosuppression in liver transplantation. World J Gastroenterol. 2009. 15(34):4225-4233.
24. Murray K.F, Carithers R.I. AASLD Practice Guideline: Evaluation of the patients for liver transplantation. Hepatology. 2005. P:1407-1425.
25. Neuberger J. Developments in liver transplantation. Gut BMJ. 2004. (53):759-768.
26. Ahmed A, Keeffe E.B. Pretransplant evaluation and care. In: Boyer T.D, Wright T.C, Manns M.P. Zakim and Boyer’s Hepatology : A textbook of liver disease. 5th edition. Elsevier. 2006. P:933-960.
27. Varma V, Mehta N, Kumaran V, Nundy S. Indications and contraindications for Liver Transplantation. International Journal of Hepatology. 2011. (10) 121862:1-9.
28. Sherlock S, Dooley J. Hepatic Transplantation. In: Disease of the Liver and Billiary System. 8th edition. Blackwell. London. 2002. P:657-676.
29. Kaido T, Uemoto S. Does living donation have advantages over deceased donation in liver transplantation? Journal of Gastroenterology and Hepatology. 2010. (25):1598-1603.
30. Chan S.C, Dai W.C, Lo C.M, Kwan Y.M, Ho W.Y, Fan S.T. Monday blues of deceased donor liver transplantation. Hepatobiliary Pancreas Dis Int. 2011. (10)26-29.
31. Clavien P.A, Petrowsky H, DeOlievera M.D, Graft R. Strategies for Safer Liver Surgery and Partial Liver Transplatation. N Engl Med. 2007. (356):1545-49.
32. Melendez H.V, Heaton N.D. Paediatric liver transplantation: the surgical review. Postgrad Med J. 2004. 80:571-76.
33. Brown R.S. Live Donors in Liver Transplatation. Gastroenterology. 2008. (134):1802-1813.
34. Han S.H, Tran T, Martin P. Liver Transplatation. In: Redy R, Faust T (eds). The Clinician’s Guide to Liver Disease. 2006. P:297-318.
35. Chan S.C, Liu C.L, Lo C.M, Lam B.K, Lee E.W, Wong Y, et all. Estimating Liver Weight of Adults by Body Weight and Gender. World J Gastroenterolo. 2006. 12(14):2217-2222.
34
36. Lucey M.R. Assessment for Liver Transplantation. Liver Transplantation. 2003. Volume 6. P:80-92.
37. Nickkholgh A, Weitz J, Encke J, Sauer P, Mehrabi A, Buchler M.W, et all. Utilization of Extended donor criteria in liver transplantation: a comprehensive review of the literature. Nephrol Dial Transplant. 2007. 22(suppl 8):29-36.
38. Forns X, Rimola A. Recurrent Disease and Management in Liver Transplantation. In: Rodes J, Benhamou J.P, Blei A.T, et all(eds). Textbook of Hepatology. 3rd edition. Blackwell. 2007. P:2010-2017.
39. Chung R.T. Liver Transplantation. In: Fauci A.S, Kasper D.L, Braunwald E,et all(eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18 th edition. McGraw-Hill. New York. 2008. Chapter 310. P:1-17.
40. Muller S.A, Mehrabi A, Schmied B.M, Welsch T, Fonouni H, Engelmann G, et all. Partial liver transplantation-living donor liver transplantation and split liver transplantation. Nephrol Dial Transplant. 2007. 22(suppl 8):13-22.
41. Lake J.R. Indications and Patients Selection. In: Bacon B.R, O’Grady J.G, DiBisaglie A.M, et all (eds). Comprehensive Clinical hepatology. 2nd edition. Elsevier.2006. p:585-604.
42. Schilky M.L, Kinkhabwala B, Emond J.C. The transplant operation: what the hepatologist should know. In: Bacon B.R, O’Grady J.G, DiBisaglie A.M, et all(eds). Comprehensive Clinical Hepatology. 2nd edition. Elsevier. 2006. P:605-620.
43. Pietrosi G, Vizzini G.B, Gruttadauria S, Gridelli B. Clinical applications of hepatocyte transplantation. In: Pietrosi G (ed). World J Gastroenterol. 2009. 15(17):2074-2077.
44. Chandramohan A, Eupen A, Govil S, Jeyasechan V. Determining standard liver volume assessment of existing formulae in Indian population. Indian J Gastroenterol. 2007. (26):22-25.
45. Neuhaus P. Surgical Techiques. In: Rodes J, Benhamou J.P, Blei A.T, et all (eds). Textbook of Hepatology. 3rd edition. Blackwell. 2007. P:1965-1983.
46. Chouke A. Martignoni A, Dugas M, Eisenmenger W, Schauer R, Kaufmann I, et all. Estimation of liver size for liver transplantation : the impact of age and gender. Liver Transplantation. 2004. Vol 10, No 5 : 678-685.
47. Yu H.C, You H, Lee H, Jin Z.W, Moon J.I, Cho B.H. Estimation of standard liver volume for liver transplantation in the Korean Population. Liver Transplantation. 2004. Vol 10. No 6 : 779-783.
48. Walter J, Orth S.I, Broering D.C. The Accuracy of Estimations of Liver Volume. Liver Transplantation. 2010. (16):786-787.
49. Li G, Liu Y, Liang J. Isolation and protective effect in UW solution of human hepatocytes during cold storage. International Congress series. 2003. (1255):217-218.
50. Tan K.C. Liver transplantation for hepatocelluler carcinoma : how far can we push the envelope? Singapore Med J. 2003. Vol 44(6):309-311
35
51. Tanwar S, Khan S.A, Grover V.P.B, Gwilt C, Smith B, Brown A. Liver transplantation for hepatocelluler carcinoma. World J Gastroenterol. 2009. 15(44):5511-5516.
52. Gaglio P.J, Brown R.S. Post Liver Transplantation Management and Complication. In: Boyer T.D, Wright T.C, Manns M.P. Zakim and Boyer’s Hepatology : A Textbook of Liver Disease. Fifth edition. Elsevier. 2006. P:961-972.
53. Keegen M.T, Plevak D.J. The perioperative care and complications of liver transplantation. In: Rodes J, Benhamou J.P, Blei A.T, et all (eds). Textbook of Hepatology. Third Edition. Blackwell. 2007. P:1996-2001.
54. Neuberger J. Immunosuppression. In: Rodes J, Benhamou J.P, Blei A.T, et all (eds). Textbook of Hepatology. Third Edition. Blackwell. 2007. P:2003-2009.
55. Neuberger J. Acute and chronic rejection of the liver allograft. Gershwin M.A, Vierling J.M, Manns M.P (eds). In: Liver Immunology. 2007. Humana Press, Towota, New Jersey. p:423-430.