Download - Refrat Demam Neutropenia
Referat
DEMAM NEUTROPENIA
Oleh
MahfuzahI1A005022
Pembimbing
dr. Wulandewi Marhaeni, Sp.A
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat
Desember 2009
1
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iii
BAB I: PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1. Neutrofil.............................................................................................3
2.1.1 Definisi.....................................................................................3
2.1.2 Kinetika....................................................................................3
2.1.3 Fungsi.......................................................................................4
2.2. Demam neutropenia...........................................................................5
2.2.1 Definisi.....................................................................................5
2.2.2 Etiologi.....................................................................................7
2.2.3 Patofisiologi............................................................................12
2.2.4 Terapi......................................................................................14
2.2.5 Pengawasan............................................................................22
2.2.6 Pencegahan infeksi.................................................................23
BAB III: PENUTUP..............................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA
2
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Sistem klasifikasi RIFLE untuk kerusakan ginjal akut.............................4
Tabel 2. Hasil laboratorium darah pasien tanggal 10 November 2009 (pagi)......20
Tabel 3. Hasil laboratorium darah pasien tanggal 10 November 2009
(siang)......20
3
BAB I
PENDAHULUAN
Neutropenia merupakan gejala yang menyertai perjalanan suatu penyakit
atau juga sebagai efek samping dari suatu pengobatan misalnya yang paling sering
terjadi pada kemoterapi penyakit kanker. Keadaan ini menyebabkan respon tubuh
terhadap proses peradangan menjadi menurun. Gejala khas yang merupakan
pertanda telah terjadinya infeksi bisa saja tidak terlihat atau bahkan menghilang
sama sekali.1,2
Demam sebagai salah satu tolak ukur terjadinya infeksi, selain gejala-
gejala khas lainnya, mungkin merupakan satu-satunya pertanda bahwa pada
pasien dengan neutropenia telah terjadi infeksi. Terjadinya demam pada pasien
neutropenia telah cukup sebagai peringatan untuk pemberian antibiotik dan
peningkatan kewaspadaan bahwa infeksi telah terjadi.1,2
Demam neutropenia adalah satu dari komplikasi radioterapi dan
kemoterapi yang paling sering terjadi. Sebagai contoh adalah sistem imun pada
anak-anak dengan kanker ganas ditekan oleh dua hal, yaitu obat anti kanker secara
tidak langsung melalui efek sampingnya dan secara langsung oleh kanker ganas
itu sendiri. Penurunan sistem imun tubuh menyebabkan tubuh mudah sekali
terkena infeksi.2
Selain itu, pemasangan infus IV yang sering dan berulang, pemakaian
kateter, terjadinya malnutrisi pada pasien, paparan terhadap antibiotik secara
jangka lama dan seringnya perawatan rumah sakit secara keseluruhan
4
menambahkan resiko terjadinya infeksi pada anak tersebut. Infeksi yang terjadi
bisa berasal dari gram positif ataupun gram negatif, baik berupa infeksi anaerobic
ataupun aerobic serta infeksi yang disebabkan oleh jamur mungkin saja muncul
pada pasien tersebut.2,3
Penundaan pemberian antibiotik pada pasien demam dengan neutopenia
sampai adanya pembuktian bahwa infeksi telah benar terjadi pasien tersebut
menyebabkan angka kematian pasien tersebut meningkat. Pemberian terapi
antibiotik secara empirik pada pasien demam dengan neutropenia telah mulai
dilakukan sejak 1970, Pendekatan terapi dengan cara ini telah menurunkan angka
kesakitan dan kematian, yang menunjukkan pentingnya kewaspadaan dan
tindakan cepat serta tepat pada pasien demam neutropenia.3
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Neutrofil
2.1.1 Definisi
Neutrofil adalah sel berdiameter 12-15 mm memiliki inti yang khas padat
terdiri atas sitoplasma pucat di antara 2 dan 5 lobus dengan rangka tidak teratur
dan mengandung banyak granula merah jambu (azurofilik) atau merah
lembayung. Granula terbagi menjadi granula primer yang muncul pada stadium
promielosit, dan sekunder yang muncul pada stadium mielosit dan terbanyak pada
neutrofil matang. Kedua granula berasal dari lisosom, yang primer mengandung
mieloperoksidase, asam fosfatase dan asam hidrolase lain, yang sekunder
mengandung fosfatase lindi dan lisosim.
2.1.2 Kinetika
Kinetika dan mobilisasi sel leukosit dari sumsum tulang, darah dan
jaringan terbagi dalam 3 kompartemen :
Kompartemen proliferatif (mitotik) : berupa mieloblast, promielosit dan
mielosit dengan rata-rata replikasi sekitar 24 jam.
Kompartemen cadangan (kompartemen pasca mitosis) : pada sumsum tulang
sebagian besar bentuk stab
Kompartemen sirkulasi : leukosit mencapai sirkulasi dalam 4-8 hari.
6
Di dalam sirkulasi darah neutrofil mempunyai waktu paruh rata-rata
sekitar 6-7 jam untuk kemudian ke jaringan. Keberadaannya di dalam sirkulasi
akan lebih cepat bila terdapat infeksi atau inflamasi dan demam.
2.1.3 Fungsi
Fungsi normal neutrofil sama dengan monosit, dapat dibagi dalam tiga
fase :
a. Kemotaksis (mobilisasi dan migrasi sel), sel fagosit akan ditarik ke bakteri
atau tempat peradangan yang mungkin terjadi karena ada zat kemotaktik yang
dibebaskan oleh jaringan yang rusak atau oleh komponen komplemen.
b. Fagositosis, terjadi dengan zat asing (misalnya bakteri, jamu, dan sebagainya)
atau sel tubuh hospes yang mati atau rusak di “makan” (fagositosis).
Pengenalan partikel asing dibantu oleh opsonisasi dengan imunoglobulin atau
komplemen karena baik neutrofil maupun monosit mempunyai reseptor untuk
fragmen imunoglobulin Fc dan untuk C3 dan komponen komplemen lain.
Opsonisasi sel tubuh normal (misalnya sel darah merah atau trombosit) juga
membantu membuatnya cenderung untuk dirusak oleh makrofag sistem RE,
seperti pada haemolisis oto-imun, PTI atau banyak sitopenia yang diinduksi
obat-obatan. Makrofag juga mempunyai peranan dalam menghadapkan
antigen asing ke sistem imun.
c. Membunuh dan mencerna, cara ini terjadi dengan 2 jalan yaitu yang
tergantung oksigen dan tak tergantung oksigen. Pada reaksi yang tergantung
oksigen, super-oksida dan hidrogen peroksida (H2O2), dibentuk dari oksigen
dan NADPH atau NADH. Dalam neutrofil, H2O2 bereaksi dengan
7
mieloperoksidase dan halida intraseluler untuk membunuh bakteri;
superoksida (O2) juga dapat terlihat. Mekanisme mikrobakterisidal yang non-
oksidatif memerlukan penurunan pH di dalam vakuola fagosit ke dalam mana
enzim lisosomal dibebaskan. Faktor tambahan, yaitu laktoferin merupakan
suatu protein pengikat besi yang terdapat dalam granula neutrofil bersifat
bakteriostatik dengan menghabiskan besi bakteri.
2.2. Demam neutropenia
2.2.1 Definisi
Berdasarkan consensus dari Immunicompromised Host Society bahwa
demam pada pasien neutropenia didefinisikan sebagai pengukuran tunggal suhu
secara oral > 38,50C, atau kejadian dari tiga pengukuran suhu > 380C dalam
periode 24 jam, diambil paling sedikit dengan interval 4 jam.1,3
Demam adalah tanda penting terjadinya infeksi pada pasien dengan
neutropenia dan kebanyakan menjadi satu-satunya bukti telah terjadinya infeksi.
Pola datangnya demam pada pasien neutropenia adalah tidak spesifik dan tidak
memiliki ciri khas pada banyak proses tipe infeksi atau bukan infeksi dan dapat
ditekan dengan efek obat antipiretik seperti contohya kortikosteroid.3
Meskipun demam kebanyakan adalah akibat terjadinya infeksi, penyebab
bukan infeksi harus tetap dipikirkan sebagai kemungkinan yang harus disadari.
Obat pirogenik (cytosine arabinoside), produk darah, reaksi alergi dan keganasan
dapat menjadi sumber terjadinya demam.3
8
Sedangkan neutropenia didefinisikan sebagai pengukuran neutropil secara
mutlak (absolute neutrophil count=ANC) adalah < 500/ml. Berdasarkan praktik
dilapangan berpegang pada ANC diantara 500 dan 1000 cells/ml, dan biasanya
berubah karena pengobatan kemoterapi terakhir juga dipertimbangkan sebagai
neutropenia.1,3
Berdasarkan resiko klinik yang terjadi pada pasien demam neutropenia
dapat dibagi menjadi kategori resiko rendah dan resiko tinggi.4,5,6
Resiko rendah pasien demam neutropenia :
- Pasien tidak dirawat di RS saat onset demam
- Pasien memiliki tumor padat (termasuk limfoma Hodgkin), ALL (Acute
lymphoblastic leukemia) dalam remisi (terkecuali : resiko tinggi
konsolidasi B-ALL) dan NHL (Non-Hodgkin’s Lymphoma) dalam remisi
- Pasien dengan neutropenia kurang dari 7 hari
- Pasien tidak memiliki hipotensi, takipneu atau kegagalan fungsi organ
- Pasien tidak memiliki pneumonia, menggigil, selulitis, CVL (Central
Venous line) infeksi
- Pasien tidak memiliki mucositis GI (Gastro-Intestinal) berat
- Pasien tidak memilki nyeri abdomen, kelembekan perianal, atau diare yang
berdarah
- Pasien memiliki suhu < 39,50C
- Pasien dengan antisipasi neutropenia paling sedikit 10 hari4,5,6
Resiko tinggi pasien demam neutropenia :
- Pasien dengan AML (Acute myeloid leukemia)
9
- Pasien dengan ALL atau limfoma NonHodgkin atau terapi induksi
- Pasien dengan resiko sangat tinggi precursor B ALL (Acute B
lymphoblastic leukemia) dalam terapi konsolidasi dan pasien dengan B-
ALL relaps.
- Pasien yang menerima terapi dosis tinggi Ara-C (Cytarabine= cytosine
arabinoside)
- Pasien dengan hipotensi, menggigil, takipneu atau kegagalan fungsi
organ4,5,6
2.2.2 Etiologi
Neutrofil merupakan sistem pertahan seluler yang utama dalam tubuh
untuk melawan bakteri dan jamur. Neutrofil juga membantu penyembuhan luka
dan memakan sisa-sisa benda asing. Pematangan neutrofil dalam sumsum tulang
memerlukan waktu selama 2 minggu. Setelah memasuki aliran darah, neutrofil
mengikuti sirkulasi selama kurang lebih 6 jam, mencari organisme penyebab
infeksi dan benda asing lainnya. Jika menemukannya, neutrofil akan pindah ke
dalam jaringan, menempelkan dirinya kepada benda asing tersebut dan
menghasilkan bahan racun yang membunuh dan mencerna benda asing tersebut.
Reaksi ini bisa merusak jaringan sehat di daerah terjadinya infeksi.7,8
Keseluruhan proses ini menghasilkan respon peradangan di daerah yang
terinfeksi, yang tampak sebagai kemerahan, pembengkakan dan panas. Neutrofil
biasanya merupakan 70% dari seluruh sel darah putih, sehingga penurunan jumlah
sel darah putih biasanya juga berarti penurunan dalam jumlah total neutrofil.
10
Jika jumlah neutrofil mencapai kurang dari 1.000 sel/mikroL, kemungkinan
terjadinya infeksi sedikit meningkat; jika jumlahnya mencapai kurang dari 500
sel/mikroL, resiko terjadinya infeksi akan sangat meningkat. Tanpa kunci
pertahan neutrofil, seseorang bisa meninggal karena infeksi.7,8
Kriteria dari demam neutropenia harus diartikan dan ditanggapi sebagai
pertanda untuk pemberian terapi antibiotik. Hal ini memegang peranan penting
dalam menurunkan angka kejadian infeksi yang dihubungkan dengan angka
kesakitan dan kematian pada pasien neutropenia dengan demam.3
Beberapa penyebab terjadinya neutropenia :9
1. Penyebab infeksi
a. Infeksi virus
Berbagai penyakit virus, paling sering menyebabkan
leukopenia dan neutropenia pada anak. Beberapa contoh yaitu infeksi
hepatitis, mononukleosis, virus sitomegalo, influenza, polimielitis,
rubeola, rubella, roseola, smallpox, psitacosis, demam kolorado Tick,
dengue, demam kuning, demam sandfly dan varicela. Pada bayi dan
anak yang terinfeksi dengan HIV, neutropenia disebabkan oleh
disfungsi imunitas selular, obat-obatan antivirus atau vitamin B12 atau
defisiensi asam folat.
b. Infeksi bakteri
Demam tifoid dan paratifoid dan kadang-kadang tularemia
dapat menyebabkan leukopenia. Pada awal perjalanan penyakit demam
tifoid ringan, terjadi leukositosis dan neutrofilia dominan tetapi pada
11
fase bakterimia neutropenia mendominasi. Selama demam paratifoid
karena infeksi Salmonella, terdapat gambaran klinis dan laboratoris
yang serupa. Selama fase demam dan fase pulmonar tularemia, tidak
terdapat leukositosis juga mendominasi. Neutropenia kadangkala
akibat infeksi tuberkulosis atau septikemia. Neutropenia yang terjadi
pada pasien dengan sepsis mungkin merupakan bagian proses
endotoksin dan atau aktivasi baik komplemen dengan generasi C5
pada plasma atau aktivasi dari sistem koagulasi mengakibatkan
koagulasi intravaskular dan syok.
c. Infeksi jamur
d. Infeksi protozoa
2. Disebabkan oleh obat
Neutropenia selektif dapat terjadi setelah terapi dengan sejumlah
besar obat. Sebagian besar obat tersebut merusak prekursor sumsum,
sehingga menghambat replikasi normal sel-sel di sumsum tulang dengan
akibat neutropenia, trombositopenia, atau anemia. Antibodi terbentuk
terhadap kompleks obat-protein yang bekerja sebagai antigen. Komplemen
diikat dan kompleks imun serta neutrofil yang dilapisi komplemen cepat
dikeluarkan dari sirkulasi oleh sel retikulo endotelial. Obat yang
menginduksi neutrofenia imun dengan aktivitas sebagai hapten yang
melekat pada permukaan leukosit dan antibodi dibuat langsung untuk
melawan hapten ini. Antibodi pada obat dapat berada dalam sirkulasi tanpa
adanya efek sampai obat diberikan lagi, kemudian interaksi terjadi antara
12
ikatan obat leukosit dengan antibodi mengakibatkan aglutinasi sel dan
sequestrasi kapiler paru dan kemungkinan infiltrasi vaskular di limpa.
a. Obat antiradang : aminopirin, fenilbutazon
b. Obat antibakteri : kloramfenikol, kotrimoksazol
c. Antikonvulsi : fenitoin
d. Antitiroid : karbimazol
e. Obat hipoglikemik : tolbutamid
f. Fenotiazin : khlorpromazin, prometazin
g. Obat lainnya: mepakrin fenindion, dan banyak lainnya.
Neutropenia yang dicetuskan obat terjadi setidaknya melalui tiga
mekanisme :
a. Antibodi berinteraksi langsung dengan obat
b. Antibodi berinteraksi dengan antigen di cairan darah dan kompleks
imun mengabsorbsi sel permukaan
c. Antibodi yang melapisi permukaan sel kemudian bereaksi dengan
antigen yang diberikan.
3. Radioterapi
4. Kemoterapi kanker, dengan obat siklofosfamid, nitrogen mustard, MTX,
sitarabin, dan banyak lainnya.
5. Diperantarai sistem imun/ auto-imun
Dengan berkembangnya pemeriksaan fungsi opsonin antibodi dan
imunofluoresensi granulosit serta tes aglutinasi granulosit, kasus
neutropenia kronis yang tidak dapat diterangkan sebabnya ternyata dapat
13
diketahui dengan adanya autoantibodi dan ditemukan 50 % neutropenia
autoimun primer yang didiagnosis pada bayi dan anak usia kurang dari 3
tahun. Faktor eksogen (seperti infeksi virus dan obat) dan faktor genetik
dapat juga ikut terlibat. Gejala klinis bervariasi dan relatif
6. Hipersplenism
7. Penggantian sumsum tulang, anemia
8. Kegagalan sumsum tulang, anemia hipoplastik
9. Defisiensi nutrisi, vitamin B12 dan defisiensi folat.9
10. Neutropenia siklik
Penyakit ini merupakan salah satu penyakit periodik dengan infeksi
berulang oleh karena adanya ritme di dalam tubuh akibat perubahan siklik
didalam produksi dan pengeluaran neutrofil di sumsum tulang. Siklus yang
terjadi umumnya antara 19-21 hari, dapat lebih pendek 14 hari atau lebih
panjang 30 hari. Neutropenia berat yang terjadi bersifat sementara. Sering
dikaitkan dengan keganasan hematologik. Penyebab tersering adalah
siklofosfamid. Kelainan ini merupakan defek genetik yang diturunkan
secara autosomal resesif.
Perjalanan penyakit neutropenia siklik umumnya jinak, timbul
pada usiakurang lebih 10 tahun. Gejala utama berupa demam, ulserasi oral
dan infeksi kulit. Selain itu muncul interval demam, malaise, sakit kepala,
limfadenitis, arthritis dan stomatitis. Gejala berat yang dapat terjadi berupa
nekrosis kolon, peritonitis, dan sepsis oleh karena clostridium.
14
2.2.3 Patofisiologi
Demam neutropenia adalah satu dari komplikasi radioterapi dan
kemoterapi yang paling sering terjadi. Sistem imun pada anak-anak dengan
keganasan ditekan oleh obat anti kanker dan secara langsung dikarenakan oleh
kanker itu sendiri. Ditambahkan, pemasangan infus IV yang sering, pemakaian
kateter, malnutrisi, paparan terhadap antibiotik secara jangka lama dan seringnya
perawatan rumah sakit secara keseluruhan menambahkan resiko terjadinya infeksi
pada anak tersebut. Kedua jenis infeksi baik dari gram postif ataupun negatif,
infeksi anaerobik, dan infeksi jamur dapat muncul pada pasien ini. Kekurangan
neutropil dapat menuntun terjadinya response peradangan yang menurun, oleh
sebab itu demam mungkin menjadi satu-satunya pertanda telah terjadinya infeksi.9
Jadi pada pasien dengan neutropenia, hanya demam yang dapat
memperingatkan kita untuk memberikan antibiotik secara empirik yang dapat
mengatasi penyebab infeksi baik dari gram positif ataupun gram negatif.9
Evaluasi seksama pada pasien dengan demam neutropenia, pemahaman
terhadap organisme yang dapat diduga bertanggung jawab terhadap infeksi,
pengetahuan akan resiko pengobatan yang dianjurkan kemampuan menggunakan
antimicroba, keseluruhan itu diperlukan dalam penanganan pasien dengan demam
neutropenia.2
Gejala dan tanda terjadinya infeksi pada pasien dengan neutropenia sering
tidak terlihat, dan keputusan harus segera dibuat saat etiologi penyebab demam
belum jelas dan sebelum data microbiologi tersedia. Banyak konsep terapi pada
pasien neutropenia tetap tidak berubah, tetapi baru-baru ini masalah dihadapi oleh
15
para klinisi seperti terjadinya peningkatan resistensi obat dan perubahan patogen
menimbulkan tantangan baru.2
Angka rata-rata kejadian infeksi dan kesakitannya berbanding lurus secara
langsung dengan ANC. Rendahnya ANC dihubungkan dengan lebih seringnya dan
beratnya infeksi, dan begitu pula sebaliknya tingginya nilai ANC dihubungkan
dengan jarang dan ringannya infeksi. Pasien dengan ANC < 500 sel/mm3 secara
mencolok dapat terlihat lebih besar resiko terhadap infeksi dibandingkan pasien
dengan ANC < 1000 sel/mm3. Hal serupa juga terlihat pada pasien dengan ANC <
100 sel/mm3 lebih besar lagi resikonya terhadap infeksi dibandingkan pasien
16
dengan ANC < 500 sel/mm3. Lamanya neutropenia juga penting untuk
menentukan resiko terjadinya infeksi. Pasien dengan ANC yang rendah dan
neutropenia yang lama (misalnya > 10 hari) lebih besar resiko terjadinya infeksi.2
2.4 Terapi
Penundaan pemberian antibiotik pada pasien demam dengan neutopenia
sampai adanya pembuktian bahwa infeksi telah benar terjadi pasien tersebut
menyebabkan angka kematian pasien tersebut meningkat. Pemberian terapi
antibiotik secara empirik pada pasien demam dengan neutropenia telah mulai
dilakukan sejak 1970, Pendekatan terapi dengan cara ini telah menurunkan angka
kesakitan dan kematian, yang menunjukkan pentingnya kewaspadaan dan
tindakan cepat serta tepat pada pasien demam neutropenia.2
Segala pasien dengan kanker harus dipikirkan untuk memiliki resiko besar
terjadinya infeksi dan sekali terjadi demam harus segera mendapat terapi
antibiotik, tanpa harus menunggu bukti klinis yang mendukung telah terjadi
infeksi. Selain itu pasien neutropenia tanpa adanya demam yang memperlihatkan
tanda dan gejala yang diduga infeksi juga harus mendapat terapi antibiotik segera
mungkin.10
Pedoman praktik klinis yang tersedia dalam penggunaan agen antimikroba
untuk pasien neutropenia dengan kanker menunjukkan tidak adanya skema
khusus, tidak ada obat khusus atau kombinasinya, tidak ada waktu tertentu dalam
pengobatan yang digunakan dalam penanganan pasien dengan demam
neutropenia.10
17
Pengobatan antibiotik melalui IV
Perawatan tradisional untuk pasien dengan demam neutropenia terdiri dari
perawatan rumah sakit, pengobatan dengan jalur intravena, bakterisidal, dan
pemberian antibiotik spektrum luas. Tiga kelompok antibiotik yang dianjurkan
secara empiric untuk pengobatan demam neutropenia adalah :10
1). Terapi ganda/kombinasi dari aminoglikosida dengan penisilin
antipseudomonas (titarcilin-clavulanic acid, piperacilin-tazobactam) atau
dengan spectrum yang lebih luas seperti sefalosforin antipseudomonas
(cefepime, ceftazidime) atau dengan carbapenem (imipenem/cilastatin,
meropenem)
2). Monoterapi/tunggal dari carbapenem, cefepime, ceftazidime atau
piperacilin/tazobactam
3). Kombinasi dari monoterapi atau ganda dengan vancomycin untuk indikasi
yang spesifik.10
Keuntungan dari duo terapi menggunakan aminoglikosida adalah cakupan
yang luas, potensi efek sinergik melawan batang gram negative dan perlindungan
terhadap pasien, pada kasus terinfeksi organism yang resisten terhadap
pengobatan yang diberikan secara empiris (biasanya beta-lactam). Terapi
gabungan dengan aminoglikosida direkomendasikan untuk pasien dengan riwayat
kolonisasi P.aeroginosa atau penyakit yang invasive. Kerugian yang paling utama
adalah kurang bereaksi terhadap beberapa bakteri gram positif (sekarang
dominan), dan nefrotoksik, ototoksik, dan hipokalemia yang dihubungkan dengan
penggunaan aminoglikosida.10
18
Baru-baru ini ada kecendrungan terhadap monoterapi dari demam
neutropenia menggunakan carbapenem, cefepime, ceftazidime atau
piperacilin/tazobactam. Pada kenyataannya, sebagian besar pasien dengan tumor
yang padat/solid bisa secara aman dan efektif apabila diobati dengan cara
monoterapi, dan tentu saja mereka yang secara klinis stabil dengan neutropenia
“standar” dan diharapkan durasi dari neutropenia kurang lebih 7-10 hari.10
Monoterapi pada pasien keganasan darah dengan demam neutropenia
mulai dilaporkan menggunakan cefpirome. Cefpirome adalah generasi keempat
dari sefalosforin dengan aktifitas antibakteri spectrum luas. Dibandingkan dengan
sefalosforin generasi ketiga, obat ini menunjukkan aktifitas lebih baik dalam
melawan mikrooorganisme gram positif dan stabilitas lebih besar dibandingkan
beta-lactamase. Lebih dari itu, cefpirome secara umum ditoleransi lebih baik. Dari
sudut pandang ini, cefpirome mungkin menjadi cocok untuk pengobatan demam
pada pasien neutropenia. Beberapa hasil uji coba memperlihatkan hasil yang
menjanjikan.11
Pasien dengan keganasan darah adalah sangat rendah sistem imun
tubuhnya sebagai hasil dari keganasan itu sendiri atau efek samping dari terapi
yang diberikan dalam pengobatan keganasannya. Beberapa keganasan
dihubungkan dengan defek sistem imun khusus yang mengacu pada infeksi
patogen jenis tertentu. Pasien dengan leukemia akut meningkatkan resiko infeksi
bakteri gram negative tertentu sebagai hasil dari jumlah atau fungsi neutropenia.
Pasien dengan leukemia limfositik kronik dan multiple myeloma adalah rentan
untuk terserang infeksi dari bakteri invasive seperti staphylococci dan streptococci
19
khususnya pneumococcus. Begitu juga pada pasien dengan limfoma yang
memiliki ketidaknormalan system imun seluler menghasilkan peningkatan
terhadap infeksi dari virus (misalnya herpes simplek) dan infeksi dari jamur
(misalnya Cryptococcus).3,12
Penggunaan ceftriaxone dan gentamicin sekali sehari juga dilaporkan
efektif dan aman dalam mengobati pasien kanker dengan demam neutropenia.
Namun keterbatasan yang dimiliki masih sangat besar berupa hanya bisa
digunakan untuk periode yang singkat (<5 hari), nefrotoksik dan ototoksik
dilaporkan sebagai efek samping yang dapat ditimbulkan.13
Pasien harus diawasi secara seksama untuk mengetahui apabila tidak
terjadi respon, modifikasi monoterapi yang diberikan sebagai regimen awal
mungkin diperlukan yang disesuaikan dengan data klinis/mikrobiologis.
Peningkatan frekuensi resistensi terhadap beta-lactam oleh pathogen gram postif
dan klinis fulminan oleh infeksi gram positif tertentu membuat alasan rasional
penyertaan vancomycin dalam regimen pengobatan. Meskipun demikian, uji coba
klinis menunjukkan bahwa vancommycin adalah bukan bagian penting dari terapi
empiric regimen awal. Penggunaan empiric vancomycin dibenarkan hanya untuk
pasien dengan resiko tinggi dari infeksi gram positif yang serius dengan situasi
klinik : secara klinik berhubungan dengan infeksi kateter yang serius, kerusakan
mukosa, propilaksis dengan antibiotik kuinolon, diketahui kolonisasi dengan
penicillin dan sefalosforin resisten penumococcus atau meticilin resisten
S.aeureus, kultur darah positif untuk bakteri gram positif, dan hipotensi atau
shock septik tanpa pathogen yang teridentifikasi.10
20
Untuk disimpulkan, banyak regimen antibiotik yang efektif sebagai dosis
awal pengobatan empirik untuk dugaan infeksi pada pasien dengan demam
neutropenia. Faktor-faktor berikut dapat membantu para klinisi dalam memilih
antibiotik : situasi epidemiologi lokal (gejala infeksi lokal dan kecurigaan isolasi
bakteri lokal), keadaan klinis pasien pada onset demam, resiko yang dihubungkan
dengan perkembangan infeksi, komplikasi medis yang serius, terapi antibiotik
sebelumnya, riwayat alergi pengobatan oleh pasien, serta disfungsi organ yang
sudah ada sebelumnya.10
Pengobatan antibiotic melalui oral
Pasien yang telah dipilih secara hati-hati, ditujukan untuk pasien yang
berada pada resiko rendah dalam komplikasi yang dihubungkan dengan
perkembangan infeksi selama neutropenia dapat diobati dengan terapi antibiotik
oral sebagai alternative dari monoterapi secara IV. Antibiotik secara oral adalah
sama amannya seperti intravenous standar dilihat dari tingkat keberhasilannya dan
perkembangan komplikasi setidaknya pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
Regimen referensi adalah kombinasi dari ciprofloxacin atau ofloxacin oral
ditambah dengan amoxicillin-clavulanate. Untuk pasien dengan riwayat alergi
terhadap penicillin, kombinasi dari clindamicin oral dengan ciprofloxacin oral
dianjurkan.1,10,14
Beberapa laporan ilmiah seperti yang dilakukan Alison Freifeld et al
menyimpulkan bahwa ciprofloxacin oral dan amoxy-clav adalah aman dan efektif
untuk pasien dengan resiko rendah demam neutropenia. Winfried VK et al juga
melaporkan bahwa pasien dengan resiko rendah demam neutropenia, terapi oral
21
berupa ciprofloxacin ditambah dengan amoxy-clav adalah sama efektif dengan
terapi secara intravenous.1,14
Hal ini berarti apabila kita bisa mengobati pasien dengan antibiotik oral
tanpa mengesampingkan hasil akhir bisa menjadi keuntungan yang besar karena
antibiotik oral lebih murah, dan pasien tidak membutuhkan pemasangan kanul
intravenous, yang disini berarti kemungkinan terjadinya infeksi yang berasal dari
rumah sakit menjadi lebih rendah. Lebih lanjut hal ini membuat penurunan pasien
rawat inap di rumah sakit.1,15
Gambar 2.1 Skema penanganan demam neutropenia
22
Gambar 2.2 Skema penanganan demam neutropenia melalui IV
23
2.5 Pengawasan
Pengawasan dan evaluasi terhadap pasien dengan demam neutropenia
setiap hari adalah penting. Pada umumnya, menyangkut pemeriksaan dan
pencarian penyebab, terhadap semua hasil kultur sebelumnya, laboratorium dan
hasil pencitraan, pengambilan kultur contoh darah terbaru dan specimen dari
lokasi khusus infeksi dan pencitraan diagnostik dari beberapa organ yang diduga
sedang mengalami infeksi. Setidaknya 3-5 hari pengobatan antibiotik diperlukan
untuk menentukan keefektifan dari regimen awal pengobatan. Dari titik ini, pada
umumnya, pengelolaan selanjutnya ditentukan oleh kondisi klinis pasien yang
bersangkutan, temuan akan adanya pathogen dan lokasi terjadinya infeksi, demam
memberikan respon terhadap pemberian antibiotik (pasien bebas demam dalam 3-
5 hari pertama pengobatan dibandingkan pasien dengan demam yang menetap),
bersamaan dengan pemulihan/peningkatan neutrofil.10
Pengobatan dengan vancomycin harus juga dipertimbangkan apabila gejala
klinis atau mikrobiologi mendukung untuk penggunaannya. Inisiasi pemberian
antijamur pada pasien demam neutropenia yang demamnya menetap (persisten
atau berulang) setelah pemberian 5-7 hari antibiotik spektrum luas adalah
dianjurkan, diantaranya tidak ada infeksi bakteri yang dapat dibuktikan, dan
neutropenia yang kemungkinan masih terjadi diharapkan tidak lebih dari 5-7 hari
lagi. Amphothericin B deoxycholate telah menjadi obat pilihan, bagaimanapun,
penelitian klinis juga mendukung untuk penggunaan alternative yang lebih rendah
kadar toksiknya seperti formulasi lemak dari amphothericin B, flucanasole,
itraconazole, voriconazole dan caspofungin.10
24
Tidak ada periode khusus/tertentu yang direkomendasikan sebagai terapi
untuk pasien dengan demam neutropenia. Yang paling penting sebagai indikator
keberhasilan pengobatan adalah pembuktian adanya infeksi dan peningkatan
kadar neutrofil dari pasien. Rekomendasi hanya diberikan pada pasien dengan
kondisi tertentu yang memerlukan penanganan khusus.10
2.6 Pencegahan infeksi
Pemberian antibiotik sebagai profilaksis secara rutin (quinolon), antijamur
(flucanazole, itraconazole) atau obat antivirus pada setiap pasien dengan
neutropenia tanpa demam adalah tidak dianjurkan.10
25
BAB III
PENUTUP
Demam neutropenia sebagai sindrom telah mengalami perubahan beberapa
tahun belakangan. Pengobatan antibiotik secara empirik pada seluruh pasien
neutropenia pada saat onset demam telah menjadi batu pijakan mendasar sebagai
penanganan infeksi. Perubahan pada antibiotik khusus yang digunakan sebagai
terapi regimen berdasarkan pada pola perubahan patogen, kegawatdaruratan
organisme resisten antibiotik, gejala klinis yang baru muncul, kemampuan obat
baru dan peningkatan jenis pasien untuk kategorisasi resiko jenis infeksi. Tidak
ada antibiotik khusus, kombinasi atau durasi pemberian dari terapi yang secara
umum dapat dijadikan acuan untuk penanganan pasien dengan demam
neutropenia. Praktik klinis berdasarkan bukti dalam penanganan demam
neutropenia yang terus berkembang, membantu praktisi dalam membuat
keputusan.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Shrestha PN, Sah K, Rana R. Empirical oral antibiotic therapy for children with low risk febrile neutropenia during cancer chemotherapy. J Nepal Paediatr Soc 2007;29:22-25.
2. Kannangara S. Management of febrile neutropenia. Community Oncology 2006;3:585-591
3. Sharma A and Lokeshwar N. Febrile neutropenia in haematological malignancies. J Postgrad Med 2005;51:42-48.
4. Purnomo Bambang, Sutaryo, Ugrasena, Endang Windiastuti, Maria Abdulsalam. 2006. Buku ajar hematologi onkologi anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.
5. Rudolph RR and Laurence AB. Clinical disorders of neutropenia. Pediatr Rev 1991;12:208-212.
6. -----. Management of febrile neutropenia in adult. GONG cancer care guidelines 2005.
7. -----. Guidelines for the initial treatment of neutropenic fever in adult high-risk
8. -----. London regional cancer program febrile neutropenia. London Health Sciences Center.
9. Heather L, Gerald RD. Outpatient management of febrile neutropenia: concern for the future. J Support Oncol 2008;6:217-218.
10. Claudio V and Elio C. Treatment of febrile neutropenia: what is new? Curr Opin Infect Dis 2002;15:377-382.
11. Shrestha PN, Sah K, Rana R. Empirical oral antibiotic therapy for children with low risk febrile neutropenia during cancer chemotherapy. J Nepal Paediatr Soc 2007;29:22-25.
12. Snezana B. Treatment of a febrile neutropenic patient. Arch Oncol 2004;12:179-181.
13. Gert JT et al. Cefpirome as empirical treatment for febrile neutropenia in patients with hematologic malignancies. Heamatologica 2005;90:1005-1006.
27
14. Soad A, Ramesh P, Ketan B, Bipin S. Febrile neutropenia in patient with acute leukemia with long-term central venous access in Kuwait: Microbial spectrum, outcome and catheter management. Med Principles Pract 2000;9:35-41.
15. Richard JT et al. Once daily ceftriaxone and gentamicin for the treatment of febrile neutropenia. Arch Dis Child 1999;80:125-131.
16. Liat V, Mical P, Itsik BD, Karla SW, Leonard L. Oral versus intravenous antibiotic treatment for febrile neutropenia in cancer patients: a systematic review and meta-analysis of randomized trial. JAC 2004;54:29-37.
17. James AT. Outpatient management of febrile neutropenia: should we change the standard of care? The Oncologist 1997;2:365-373.
28