Download - Referat saya
![Page 1: Referat saya](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082422/55cf8fe1550346703ba0d332/html5/thumbnails/1.jpg)
Odontologi forensik dan analisis mikrobial pada bite marks
Manusia telah menggunakan giginya baik sebagai alat ataupun senjata sejak
dahulu kala. Bite marks dapat terjadi selama pertengkaran baik sebagai
perlawanan ataupun sebagai pertahanan. Tanda ini dapat digunakan dalam bidang
forensik untuk keperluan penegakan hukum.
Bidang odontologi forensik adalah bidang dalam kedokteran gigi yang
memperhatikan penanganan yang benar, pemeriksaan, evaluasi, dan keberadaan
bukti-bukti pada gigi dalam memproses hukum pidana maupun perdata. Bidang
ini mencakup dua area utama. Area pertama adalah Disaster Victim Identification
atau identifikasi orang-orang yang menjadi korban tindak kriminal. Kedua adalah
identifikasi, pemeriksaan, dan evaluasi bite marks yang terjadi pada kejahatan
seksual dan kejahatan pada anak.
Bite mark dapat ditemukan sebagai bentuk perubahan fisik yang disebabkan
adanya kontak dengan gigi atau pola yang tertinggal pada suatu benda atau
jaringan yang mewakili struktur gigi hewan atau manusia. Bentuk dasar sebuah
bite mark dideskripsikan sebagai pola dengan bentuk melingkar atau oval yang
simetris di kedua sisinya, berupa kurva berbentuk U yang terpisah pada bagian
dasarnya. Sepanjang tepi kurva bisa didapatkan abrasi, kontusio dan/atau laserasi
yang menunjukkan ukuran, bentuk, susunan, dan distribusi permukaan yang
kontak dengan bagian gigi.
DNA dan Perannya yang Muncul dalam Kedokteran Forensik
Ilmu forensik didasarkan pada anggapan bahwa “...setiap kontak akan
meninggalkan bekas’ dan hal ini jelas terlihat pada kasus-kasus bite marks. Cairan
tubuh yang didapatkan pada Tempat Kejadian Perkara (TKP) sangat berpotensi
mengandung DNA, seperti sidik jari, yang mempunyai nilai barang bukti yang
paling tinggi. Dalam bidang analisis bite mark, usaha untuk menyediakan metode
analisis yang lebih obyektif memberikan hasil kegunaan saliva sebagai salah satu
sumber analisis DNA.
![Page 2: Referat saya](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082422/55cf8fe1550346703ba0d332/html5/thumbnails/2.jpg)
Adanya metode terminasi dideoxynucleotid pada suatu urutan DNA tahun 1977,
diikuti dengan perkembangan polymerase chain reaction (PCR) pada tahun 1983,
telah memperlihatkan bahwa teknologi DNA mempunyai posisi yang tidak
tergantikan dalam ilmu forensik. Aplikasi teknologi DNA pada masalah-masalah
forensik pertama kali dicobakan pada tahun 1985 dan, sejak saat itu, ribuan kasus
di seluruh dunia terselesaikan menggunakan teknologi berbasis DNA. Dengan
analisis DNA, sangat memungkinkan untuk menetapkan asal sampelyang diambil
dari material biologis seperti darah, cairan semen, akar rambut, jaringan, gigi,
tulang, dan saliva.
Isolasi DNA pertama yang berhasil baik dari saliva maupun alat-alat yang
mengandung saliva terjadi pada tahun 1992 dan merupakan hasil kerjaDavid
Walsh beserta rekan-rekannya. Peneliti menyadari bahwa saliva mengandung sel-
sel epitel (jaringan yang membentuk lapisan pelindung tipis) dari permukaan
dalam bibir dan mukosa rongga mulut, di mana keseluruhannya berpotensi
mengandung DNA. Tim kemudian mengusulkan metode untuk memungkinkan
ekstraksi DNA dari cairan ini. Hal ini membuka bidang analisis bite mark dengan
obyek barang bukti, jika dapat diperoleh dengan baik.
Sejumlah enzim dari berbagai sumber terdapat pada saliva. Karbohidrat, esterase,
enzim proteolitik dan enzim-enzim katabolik lain diproduksi oleh kelenjar saliva,
mikroorganisme mulut dan leukosit (sel darah putih). Perhatian pada keberhasilan
pengenalan DNA dari saliva membuktikan bahwa nukleus juga terdapat pada
saliva. DNA yang tidak terbungkus di dalam sel yang intak akan cenderung
terdegradasi oleh enzim-enzim ini, yang mempunyai pengaruh buruk baik pada
kualitas maupun kuantitas DNA.
Kemajuan pada Teknologi DNA
Kemajuan teknologi dalam mengurutkan DNA telah memperlihatkan
perkembangan kemampuan suatu alat dalam mengurutkan DNA, yang tadinya
merupakan keterbatasan dalam teknologi konvensional. DNA dari sumber yang
berbeda-beda harus dipisahkan terlebih dahulu dan kemudian masing-masing
![Page 3: Referat saya](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082422/55cf8fe1550346703ba0d332/html5/thumbnails/3.jpg)
diurutkan. Dengan kemampuan baru untuk mengurutkan, tidak perlu memisah-
misahkan DNA dari berbagai asalnya.
Pada kondisi adanya strain baru dari Streptococcus dalam saliva atau pada gigi,
teknologi ini mendukung identifikasi komposisi bakteri dari sampel saliva.
Dengan kata lain, teknologi ini memungkinkan untuk mengenali strain berbeda
dari oral Streptococcus pada bite mark dan swab gigi serta menghasilkan bahan
yang terkandung di dalam sampel tersebut. Jadi, dengan menggunakan teknologi
pengurutan yang baru ini, akurasi akan lebih baik dengan mengacu pada hasil
akhir pengurutan, penelitian terbaru bertujuan untuk mengetahui apakah
pengurutan DNA Streptococcus dari bite mark dapat dipasangkan dengan baik
dengan gigi pelaku. Penjelasan di bawah merupakan ikhtisar singkat bagaimana
metode ini digunakan.
1. 16 partisipan direkrut untuk menggigit dirinya sendiri pada regio bisep
salah satu lengan.
2. Bekas gigitan dan gigi kemudian diusap tiga jam setelah timbul bekas
gigitan
3. PCR digunakan untuk memperkuat fragmen spesifik Streptococcus dari
empat lokus.
4. Bagian-bagian dari fragmen DNA ini kemudian dikumpulkan untuk
pengurutan tingkat tinggi.
5. Pengurutan dari gigitan kemudian dibandingkan dengan gigi penggigit dan
gigi dari partisipan lainnya.
6. Dilakukan uji statistik utnuk memperlihatkan tingkat akurasi apakah bekas
gigitan dapat benar-benar sesuai dengan gigi penggigit.
Kriteria kelayakan partisipan penelitian ini tidak berbeda dari penelitian Borgula
yang telah dijelaskan lebih awal. Jarak tiga jam sebelum pengambilan sampel
adalah waktu acak yang dirancang untuk meniru rentang waktu antara kejadian
dan kedatangan korban pada pihak yang berwenang, yang biasanya terjadi pada
kasus yang sebenarnya. Mirip dengan penelitian oleh Hsu, DNA Streptococcus
memperkuat nilai bite mark dan usap gigi untuk menghindari pengkulturan.
![Page 4: Referat saya](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082422/55cf8fe1550346703ba0d332/html5/thumbnails/4.jpg)
Sebelum partisipan diminta untuk menggigit lengannya, sudah diperoleh usapan
dari lengan tersebut. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan agar DNA
Streptococcus yang diambil dari lokasi tersebut benar-benar berasal dari mulut
dan bukan berasal dari kulit. Rancangan DNA primer yang digunakan untuk
memperkuat memperkuat fragmen DNA hanya spesifik untuk bakteri
Streptococcal.
Teknologi pengurutan DNA tingkat tinggi mengahasilkan pengurutan DNA yang
sebelumnya tidak dapat diperoleh dengan metode konvensional. Untuk
mengilustrasikan poin ini, sejumlah urutan DNA dianalisis dari sampel bite mark
dari 16 partisipan dengan rentang anatar 1700-10000 dari masing-masing
partisipan. Untuk sampel gigi, rentangnya antara 2600-9700 untuk tiap partisipan.
Sehubungan dengan besarnya data, pengujian yang layak baru dapat dilakukan via
komputer, maka program komputer yang telah dideduaikan ditulis secara spesifik
untuk proyek ini. Salah satu perlengkapan yang dibutuhkan adalah kemampuan
untuk membandingkan urutan dari masing-masing sampel gigitan dengan urutan
sampel gigi untuk mengetahui perbandingan urutan yang sama. Idealnya, akan
didapatkan banyak kesamaan urutan DNA antara bekas gigitan dan gigi yang
bersangkutan.
Hasil Sementara dari Penelitian Terbaru
Urutan DNA dari masing-masing sampel bite mark dibandingan dengan urutan
masing-masing sampel gigi dan perbandingan urutan yang sama dihitung dan
dimasukkan ke dalam suatu tabel. Tabel tersebut telah diberi kode berwarna untuk
memberikan petunjuk bagaimana gigitan dan kesesuaian pola sampel gigi.
Baru-baru ini, peneliti menentukan metode statistik terbaik yang digunakan untuk
memperkirakan kemungkinan keberhasilan, yang mana dalam kasus unu,
kemungkinan kesesuaian bekas gigitan dengan gigi yang tepat didasarkan pada
urutan data Streptococcus.