Download - Referat Enuresis Non Organik(Revisi)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Enuresis didefinisikan sebagai berkemih yang bersifat involunter. Tingkat
keparahan ditentukan berdasarkan frekuensi berkemih. Kuantitas dari urin
bukanlah menjadi patokan diagnostik untuk enuresis. Kuantitas dapat menjadi
faktor yang memberikan penilaian dalam menentukan suatu terapi jika
seseorang dengan enuresis berkemih dengan kuantitas urin yang sedikit, akan
tetapi dalam prakteknya sering kali jumlah kuantitas ini tidak memberi
pengaruh besar dalam pemberian terapi. Frekuensi merupakan kunci utama
dalam menentukan suatu terapi yang akan diberikan. Pada umumnya
seseorang anak dapat menahan untuk berkemih pada umur 6 bulan hingga 1
tahun. Berdasarkan “text revision of the fourth edition of the Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR)” menyatakan bahwa
enuresis dibagi menjadi primer dan sekunder, dikatakan primer jika seorang
anak tidak dapat menahan untuk berkemih hingga umur lebih dari satu tahun,
dan dikatakan sekunder apabila seorang anak yang telah mengalami
kontinensia urin pada umur lebih dari satu tahun dan kemudian mengalami
inkontinensia.
2. Epidemiologi
Rasio perbandingan laki – laki dan perempuan sama sampai umur 5 tahun,
akan tetai setelah itu laki – laki menjadi lebih banyak (2:1 pada umur 11
tahun). Anak laki – laki lebih sering mengalami enuresis sekunder
dibandingkan dengan anak perempuan. Berdasarkan pengumpulan data di
Scandinavian dan New Zealand ditemukan bahwa angka prevalensi enuresis
pada umur 7 dan 8 tahun mencapai 9,8% dan 7,4%, sedangkan di United
States angka kejadian ini lebih besar pada ras afrika-amerika dan imigran asia
1
dibangingkan dengan penduduk asli. Kebanyakan anak – anak enuresis dapat
menahan kemihnya pada saat purbertas. Sekitar 3% dari anak – anak enuretik
tetap mengalami inkontinensia urin hingga 20 tahun.
3. Etiologi
Penyebab pasti dari enuresis masih belum diketahui. Salah satu penelitian
menemukan adanya kelainan pada siklus sirkardian. Enuresis tidak
menurunkan pengeluaran urin pada malam hari, seperti anak – anak normal
pada umur diatas 12 tahun. Enuresis memiliki volume buli – buli fungsional
yang rendah, temuan ini berhubungan dengan gangguan perilaku, dan etiologi
yang paling umum ditemukan Gangguan ini seringkali berhubungan dengan
terhambatnya maturitas seperti perkembangan bahasa, berbicara, kemampuan
motorik dan pertumbuhan sosial. Telah ditemukan kecenderungan enuresis
untuk anak – anak yang tidur dalam waktu yang lama setiap harinya, akan
tetapi temuan ini belum dapat dijelaskan secara pasti. (kaplan) khususnya
untuk enuresis sekunder sering kali timbul setelah normalya kontrol dari
funsgi buli – buli, hal ini sering kali disebabkan oleh stress psikologikal dan
sering kali berhubungan dengan gangguan perilaku, dan mencapai 50% anak –
anak enuriesis berumur 7-12 tahun pernah mengalami periode kontinensia
urin.
Terdapat beberapa bukti yang mengarahkan kepada adanya peran dari genetik,
akan tetapi mekanisme yang tepat untuk menjelaskan warisan enuresis
nokturnal masih tidak diketahui. Jika kedua orang tua memiliki riwayat
enuresis, 70% dari anak-anak mereka juga akan memiliki enuresis. Jika hanya
satu orangtua memiliki enuresis, 40% dari anak-anak mereka akan
terpengaruh, dan hanya 15% dari anak-anak akan memiliki enuresis jika orang
tua tidak memiliki kondisi tersebut. Selain itu, tingkat kesesuaian untuk
enuresis pada anak kembar monozigot adalah 68%. Sebuah penelitian
genetika telah menemukan hubungan baru dalam keluarga anak-anak terkena
2
enuresis dengan keterlibatan setidaknya dua kromosom yaitu satu pada
kromosom 13q (ENUR1) dan satu di 12q kromosom (ENUR2).
Stress psikologis telah lama berpikir untuk memainkan peran dalam enuresis.
Dalam sebagian besar kasus, enuresis nokturnal tidak disebabkan oleh faktor
psikologis; Enuresis menciptakan masalah psikologi sekunder bagi anak,
terutama yang mempengaruhi harga diri [2-6]
4. Psikodinamika
Pelatihan pengontrolan kandung kemih harus dimulai setelah umur 1½ tahun.
Apabila orang tua gagal dalam pelatihan ini, maka anak tersebut terdapat
kemungkinan untuk tidak dapat mengontrol kandung kemihnya dengan baik
sampai mungkin pada masa yang lebih dewasa. Orang tua yang memiliki
kecemasan juga dapat berpindah ke anaknya sehingga dapat menumbulan
ketegangan yang mengakibatkan enuresis.
Kelahiran seorang saudara juga dapat mengakibatkan seorang anak merasa
kehilangan tempatnya didalam suatu keluarga. Hal ini memungkinkan seorang
anak berusaha kembali lagi ke pola seorang bayi untuk mencari perhatian
kembali dari orang tuanya. Penyakut yang bersifat akut juga dapat terjadi
bersamaan atau memicu munculnya inkomplit kontrol nokturnal. Secara
fisiologikal atau stress psikologikal(ketakutan dan kecemasan) dapat
menyebabkan blader yang tidak dapat ditahan atau dikontrol. Sekitar 40%
anak yang melakukan electroencephalogram memiliki hasil yang sesuai
dengan epilepsi atau pematangan maturitas dari sistem saraf pusat yang
terhambat.
5. Gejala klinis
Seorang anak mungkin mengompol sesekali atau secara teratur. Hati-hati
pertanyaan dari orang tua atau observasi oleh dokter yang mengungkapkan
bahwa pasien bebas dari kaliber normal. Hal ini cenderung untuk
3
menyingkirkan obstruksi pada saluran yang lebih rendah sebagai penyebab
enuresis tersebut. Anak-anak dengan inkontinensia siang hari cenderung
memiliki lebih dari psikogenik enuresis. Banyak kekosongan dan ditemukan
memiliki kapasitas vesikalis berkurang, meskipun kapasitas normal di bawah
anestesi. Ini mungkin merupakan cerminan dari pematangan tertunda. Tidak
ada pembakaran, meskipun frekuensi dan urgensi yang umum. Urin jelas.
Pengamatan terhadap orang tua sering mengungkapkan bahwa mereka cemas
dan tegang, perasaan ini dapat memicu seorang anak untuk mengompol
6. Diagnosis
The DSM-IV-TR menyatakan kriteria usia yang sama yang digunakan dalam
DSM-IV dengan menetapkan bahwa diagnosis tidak dibuat pada anak yang
usia kronologis ataupun secara mental berumur kurang dari 5 tahun.
hal ini didasari pada usia 5 tahun diharapkan dapat terjadi kontinensia urin
seperti yang seharusnya. Beberapa penelitian mengatapan anak-anak dengan
cacat perkembangan mungkin memiliki usia kronologis yang lebih besar.
Mengompol harus terjadi setidaknya dua kali dalam 1 minggu dan selama
minimal 3 bulan berturut-turut, atau jika kurang harus disertai oleh gangguan
fungsional. Penyebab organik seperti infeksi kandung kemih di singkirkan.
Dalam penegakkan enuresis diperlukan penggolongan ke dalam enuresis
primer atau sekunder. Seperi yang telah dibahas sebelumnya enuresis primer
mengacu pada anak-anak yang belum pernah mengalami kontinensia urin,
sedangkan enuresis sekunder adalah keadaan yang telah diawali oleh
kontinensia urin minumal 6-12 bulan dan kemudian mengalami inkontinensia
urin kembali. Pembagian klasifikasi lainnya membagi enuresis menjadi
enuresi diurnal(siang hari) dan nokturnal(malam hari). Sebagian besar anak -
anak hanya menunjukkan enuresis nokturnal, beberapa pada pola siang hari
(diurnal) atau pola nocturnal dan diurnal gabungan.
4
Enuresis yang menjadi manifestasi dari gangguan psikologis memiliki
hubungan dengan enuresis involunter, akan tetapi hubungan korelasi ini tidak
spesifik, oleh karena itu masalah perilaku tidak menjadi salah satu kriteria
diagnosis dalam penegakkan diagnosis enuresis.
Kriteria diagnosis enuresis berdasarkan ICD-10 :
Usia kronologis dan mental anak minimal berusia 5 tahun
Berkemih tanpa disengaja atau disengaja ke tempat tidur atau ke
pakaian yang terjadi setidaknya dua kali dalam 1 bulan pada anak-
anak dengan umur kurang dari 7 tahun, sedangkan setidaknya sebulan
sekali pada anak-anak usia lebih dari 7 tahun.
Enuresis bukanlah konsekuensi dari serangan epilepsi atau
inkontinensia neurologis dan bukan merupakan akibat langsung dari
kelainan struktur saluran kemih atau yang bukan kelainan psikiatrik
lainnya.
Tidak ada bukti dari setiap gangguan kejiwaan lain yang memenuhi
kriteria untuk kategori ICD-10 lainnya.
Durasi dari gangguan minimal 3 bulan.
7. Patologi dan pemeriksaan laboratorium
Infeksi saluran kemih (ISK)dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya
enuresis, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan urinalisis untuk
menyingkirkan penyebab organik. Pemeriksaan radiografi dengan
menggunakan kontras dapat digunakan untuk menyingkirkan kelainan
anatomis atau fisiologis yang menyebabkan terjadinya enuresis, namun
pemeriksaan ini jarang dilakukan karena prosedurnya yang invasif dan cukup
menyakitkan serta penegakan diagnosisnya yang cukup rendah. Sekitar 3,7%
dari pasien enuresis ditemukan sebuah obstruksi pada saluran berkemih,
beberapa penelitian lain juga melaporkan temuan serupa. Selain itu
penggunaan USG dapat digunakan untuk mengukur kapasitas kandung kemih
5
dan juga ketebalan dinding kandung kemih untuk menggambarkan perkiraan
kemampuan fungsional dasar dari buli – buli tersebut.
8. Diagnosis banding
Diagnosis banding yang paling utama adalah ISK. Hal ini terutama berlaku
untuk anak perempuan yang lebih rentan terkena daripada anak laki-laki. ISK
harus menjadi pertimbangan pertama bagi seorang gadis yang telah
mengalami kontinensia urin untuk jangka waktu yang cukup lama yang
kemudian menjadi inkontinensia urin, oleh karena itu pemeriksaan urin perlu
dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis ISK.
Selain karena ISK, enuresis juga dapat disebabkan oleh malformasi struktur
anatomis atau lesi obstruktif pada saluran kemih, akan tetapi kejadian ini
memiliki presentasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan angka
kejadian ISK.
Penggalian anamnesia juga penting dalam hal ini untuk mencari tahu apakah
adanya kesengajaan dalam berkemih, jika terdapat kesengajaan yang
mendasarinya maka dapat dikaitkan dengan gangguan psikologis, walaupun
demikian hubungan gangguan psikologis dengan enuresis secara paksa masih
belum jelas. Gangguan kejiwaan yang memiliki komorbiditas yang paling
umum adalah Attention Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD), gangguan
seperti ini perlu ditangani terlebih dahulu.
Telah dilaporkan beberapa kasus enuresis yang berhubungan dengan
pemberian obat selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), antidepresant,
dan atipikal antipsikotik (risperidone), oleh karena itu diperlukan anamnesa
untuk menggali informas tentang penggunaan obat – obat ini sebelumnya
untuk menyingkirkan enuresis yang disebabkan oleh efek samping dari obat
tertentu.
6
Enuresis sekunder juga telah diidentifikasi sebagai gejala penting dari diabetes
Melitus tipe 1 pada anak-anak dan berhubungan dengan polidipsia dan
poliuria yang menyertai gangguan tersebut.
9. Terapi
Metode pengobatan enuresis yang telah terbukti secara empiris efektif yaitu
terapi psikoterapi dan secara farmakologis, selain itu diet juga dapat
digunakan untuk membantu terapi yang diberikan. Psikoterapi mungkin
berguna untuk meringankan beberapa masalah perilaku yang terkait dengan
timbul enuresis, khususnya enuresis sekunder. Skenario klinis yang sangat
umum untuk enuresis sekunder adalah pengembangan mengompol setelah
kehilangan orang tua melalui kematian atau perceraian. Pada pasien ini,
psikoterapi adalah modalitas pengobatan primer. Sebuah tinjauan psikoterapi
untuk enuresis primer menemukan tingkat keberhasilan 20 persen, yang
mungkin tidak secara signifikan lebih besar daripada laju remisi spontan.
Terapi perilaku kognitif / Cognitive Behaviour Therapy(CBT)
Sebuah kajian komprehensif dari beberapa penelitian menentukan
tingkat keberhasilan untuk intervensi dengan melakukan CBT adalah
sekitar 75 persen.. Intervensi terapi perilaku yang umum digunakan
adalah adalah metode bel and padi yang termaduk ke dalam metode
penyesuaian kondisi . Teknik ini dilakukan dengan menggunakan
sebuah pad/alas yang ditempatkan di tempat tidur, dengan kabel yang
disambungkan ke bel. Ketika anak mengompol maka kelembapan akan
memicu sirkuit di pad yang akan menderingkan bel dan
membangunkan anak tersebut. Penggunaan alat ini secara berulang,
akan mengakibatkan anak belajar untuk bangun sebelum mengompol
terjadi. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa seiring dengan
adanya gangguan perilaku akan mengurangi angka keberhasilan
intervensi perilaku ini. (kaplan)
7
Gambar 1. Bel and pad circuit
Penelitian mengenai terapi perilaku akhir – akhir ini difokuskan pada
perbandingan antara metode standar dengan beberapa metode yang
berbeda. Beberapa metode yang telah dikembangkan adalah dengan
menggunakan alarm getar yang memiliki hasil tidak jauh berbeda
dengan alarm getar. Sebuah penelitian juga mengembangkan salah
satu strategi yang inovatif yang dapat menggantikan bel and pad yaitu
dengan menggunakan jam alarm yang di atur akan bunyi sekitar 2
sampai 3 jam setelah tidur untuk membangunkan anak tersebut dan
pergi ke toilet untuk berkemih. Strategi ini didasarkan pada saat 2-3
jam akan terjadi pengisian kapasistas kandung kemih sehingga anak
terebut dapat berkemih sebelum mengompol.
Hubungan antara kapasitas kandung kemih dan respon terhadap terapi
perilaku ini juga sedang dalam penelitian. Sebuah penelitian
menemukan bahwa kapasitas kandung kemih tidak mempengaruhi
hasil dari terapi perilaku Bel and pad, sedangkan yang lain
menemukan bahwa anak-anak dengan kapasitas kandung kemih yang
lebih kecil cenderung memiliki hasil yang lebih baik dalam pelatihan
kontrol retensi urin yang terkait dengan metode bel and pad.
Ada beberapa bukti untuk mendukung penggunaan biofeedback untuk
anak-anak yang memiliki kapasitas kandung kemih kecil dan detrusors
tidak stabil dan yang telah refrakter terhadap pengobatan sebelumnya.
Kemajuan terbaru dalam metodologi perilaku telah menggunakan
monitor ultrasonik eksternal yang melekat pada pinggang. Monitor
8
akan membunyikan sinyal alarm bila kandung kemih mencapai
kapasitas maksimal. Penelitian klinis dengan perangkat ini telah
menghasilkan tingkat keberhasilan yang sama dengan mereka yang
dasar bel dan pad dan juga melaporkan peningkatan kapasitas kandung
kemih. Pendekatan bel-and-pad juga telah ditambah dengan
penggunaan obat desmopressin acetate (DDAVP) bagi anak-anak
yang telah refrakter terhadap pengobatan sebelumnya karena disfungsi
keluarga atau gangguan perilaku atau keduanya. Meskipun bel dan pad
adalah yang paling intensif dipelajari metode intervensi perilaku, itu
bukan satu-satunya jenis pengobatan perilaku. Sebuah subjek kajian
komprehensif baru-baru ini juga mencatat metode perilaku lain, seperti
pembatasan cairan malam, Toilet malam hari, penghargaan,
overlearning, dan pelatihan retensi kontrol.
Psikofarmako
o Imipramine
Imipramin memliki tingkat efikasi yang mencukupi
sebagai obat terapetik yang telah diteliti lebih dari 40 double
blind studies. Hal ini ditandai dengan oleh era farmakologi
yang menggunakan imipramin sebagai terapi yang paling
sering digunakan untuk enuresis hampir dalam 2 dekade
terakhir. Walaupun akhir – akhir ini imipramin sering
digantikan oleh DDAVP, akan tetapi tetap ada alasan untuk
tetap mendiskusikan keuntungan menggunakan imipramin
untuk mengobati enuresis. Imipramin tetap menjadi pilihan
obat bagi anak – anak yang susah disembuhkan oleh terapi
lainnya. Dalam biaya pengobatan juga terdapat perbedaan yang
cukup jauh biaya pengobatan dengan menggunakan imipramin
dan DDVAP sehingga imipramin tetap menjadi pilihan utama
bagi keluarga yang mengalami masalah biaya pengobatan.
9
Dosis imipramin yang umum digunakan adalah 1–2.5
mg/kgBB sebelum makan malam yang dapat ditingkatkan
hingga 3,5mg/kgBB. Pada umumnya dengan dosis awal 1-
2,5mg/kgBB dapat memberikan hasil yang cukup baik. Tujuan
utama dari pemberian obat ini adalah untuk menekan
mengompol yang sering timbul sambil menunggu pematangan
dari pengontrolan buli – buli. Obat ini harus di tappering dan
diberhentikan setiap 3 bulan dan di titrasi kembali ke efek
terapetik jika enuresis muncul kembali. Neurofarmakologi dari
antienuretik ini masih belum diketahui secara pasti
Efek samping dari pemberian obat ini jarang terjadi,
namun terdapat beberapa efek samping yang dapat timbul
seperti mulut kering, kegelisahan, insomnia, gangguan
pencernaan ringan, dan perubahan kepribadian. Overdosis
merupakan hal utama yang menjadi perhatian besar dalam
pemberian obat ini. Overdosis dari obat ini dapat menimbulkan
efek miokard (aritmia dan blok konduksi) dan hipotensi.
o Desmopresin acetate (DDAVP)
antidiuretik desmopressin asetat sintetik (desamine-D-
arginine vasopressin) adalah antienuretik. Ini dapat diberikan
intranasal atau oral. Desamine-d-arginine vasopressin dapat
bekerja dengan cara mengurangi volume urine sehingga
menjadi dibawah dari jumlah yang memicu kontraksi dari
kandung kemih tersebut. Pengobatan ini sama seperti dengan
pemberian terapi antidepresan dimana kekambuhan merupakan
salah satu efek withdrawal yang dapat timbul (Dx n Tx
psikiatri)
Efekmulai timbul sekitar 6 sampai 12 jam setelah
mengkonsumsi obat tersebut. Desmopresin tersedia dalam
10
pompa semprotan di hidung yang memberikan 10 ug per
semprot. Dosis awal untuk mengobati enuresis nokturnal
adalah 20 ug (1 semprot di setiap lubang hidung). Beberapa
anak memberikan respon yang baik terhadap obat dengan dosis
10ug, akan tetapi beberapa anak membutuhkan dosis 40 ug (2
semprotan di setiap lubang hidung) untuk efektivitas
maksimum. Selain itu terdapat juga sediaan oral dalam bentuk
tabler 100mg dan 200mg dengan dosis yang dianjurkan
berkisar 200-600 mg (0,2-0,6 mg) untuk mencapai respon yang
diinginkan.
Sebelum dilakukan pemberian DDAVP, perlu
dilakukan penilaian terhadap faktor – faktor lain seperti adanya
cystic fibrosis, penyakit ginjal atau gangguan lain yang
menyebabkan adanya ketidakseimbangan elektrolit. Polidipsia
juga memerlukan pertimbangan khusus sebelum dilakukan
pemberian obat ini karena adanya risiko keracunan air(water
intoxication) dan hiponatremia.
Pasien dan keluarga harus memahami pentingnya pembatasan
cairan dan juga memperhatikan apabila adanya tanda – tanda
keracunan air. Tanda-tanda ini dapat berupa perubahantingkat
kesadaran, pandangan menjadi kabur, kebingungan,
disorientasi, dan sakit kepala bagian depan. Selain itu, keluarga
diperingatkan bahwa pemberian obat DDAVP ini tidak boleh
digunakan dalam kasus apabila terdapat gangguan cairan
ataupun keseimbangan elektrolit seperti pada kondisi demam,
infeksi virus, muntah, atau diare. Penggunaan desmopressin
aman jika digunakan dengan benar, dan efek samping jarang
terjadi. Angka kesembuhan antara 25% dan 50%, dan tingkat
kambuh setelah obat diberhentikan.
o Parasimpatolitik drugs
11
Obat Parasimpatolitik seperti atropin atau belladonna,
bekerja dengan cara menurunkan kontraksi dari otot detruser
yang dapat memberikan efek positif untuk mengurangi
enuresis. Jenis obat yang dapat digunakan adalah
Methantheline bromida, 25-75 mg diberikan sebelum tidur.
o Simpatometik drugs
Obat simpatomimetik yang dapat digunakan adalah
dextroamphetamine sulfat, 5-10 mg sebelum tidur. Pemberian
obat ini diharapkan menyebabkan seorang anak menjadi cukup
terjaga pada saat tidur sehingga dia dapat merasakan apabila
ingin berkemih.
o Antikolinergik
Obat antikolinergik oxybutynin (Ditropan) memiliki
sifat relaksasi otot, serta menghasilkan efek anestesi lokal pada
kandung kemih. Obat ini dapat membantu anak-anak dengan
enuresis nokturnal yang disertai dengan frekuensi pada siang
hari, urgensi, dan / atau inkontinensia di siang hari. Pada anak-
anak, terapi ini mencapai tingkat keberhasilan 90%. Namun,
antikolinergik ini jarang bermanfaat bagi anak-anak dengan
enuresis nokturnal eksklusif.
Oxybutynin klorida dan tolterodine merupakan obat –
obatan golongan antikolinergik yang umum diberikan.
Oxybutynin diberikan dalam dosis 2,5-5 mg diberikan sebelum
tidur. Tolterodine tidak disetujui untuk digunakan pada anak-
anak yang lebih muda dari 12 tahun. Flavoxate yang
merupakan sebuah spasmolitik kemih, dapat membantu pada
beberapa pasien dengan kandung kemih yang terlalu aktif atau
gangguan fungsi normal kandung kemih tapi hanya disetujui
untuk anak-anak lebih yang lebih tua dari 12 tahun.
12
Obat antikolinergik tidak boleh diberikan saat demam,
karena salah satu efek antikolinergik adalah penurunan
produksi keringat, sehingga dapat mengganggu pelepasan
panas(Heat loss). Demikian pula, mereka harus digunakan
dengan hati-hati pada anak-anak yang berolahraga atau aktif
bermain, terutama pada hari-hari yang panas.
Efek samping antikolinergik meliputi mulut kering,
penglihatan kabur, kemerahan pada wajah, sembelit,
pengosongan kandung kemih yang tidak bagus, dan perubahan
suasana hati. Sembelit menjadi peristiwa buruk yang paling
bermasalah dalam hal itu karena dapat meningkatkan risiko
mengompo
Kombinasi desmopressin asetat dan oxybutynin klorida
memiliki efek yang baik terhadap anak dengan kandung kemih
yang terlalu aktif atau disfungsional kemih yang merespon
terapi antikolinergik dengan gejala siang hari yang membaik,
tetapi tetap tetap mengompol di malam hari.
Diet
Anak-anak harus diinstruksikan untuk minum dalam jumlah
banyak pada siang hari, untuk mempertahankan hidrasi yang baik
sepanjang hari, dan minum cukup untuk mencegah haus ketika mereka
tiba di rumah dari sekolah dan sebelum tidur. Anak-anak yang bermain
olahraga di malam hari harus optimal terhidrasi untuk kegiatan
tersebut.
10. Prognosis
Perjalanan enuresis penting untuk diketahui karena merupakan kelainan yang
dapat sembuh dengan sendirinya. Diagnosis tidak dibuat sampai seorang anak
berumur 5 tahun untuk memperhitungkan anak yang tidak memliki pelatihan
13
atau pun keterlambatan dalam pelatihan toilet yang tidak diterima dengan baik
pada saat berumur 2 sampai 5 tahun.
Angka kejadian meningkat diumur 5 sampai 7 tahun dan kemudian menurun
secara substansial. Sebagian besar anak-anak enuresis mengalami resolusi
spontan dan hanya beberapa tetap enuresis hingga dewasa. Pada usia 14 tahun
hanya sekitar 1,1% dari anak laki-laki masih mengalami mengompol 1 kali
dalam seminggu. DSM-IV-TR mengutip tingkat remisi dari 5 sampai 10
persen per tahun setelah usia 5 tahun. Puncak usia untuk enuresis sekunder
adalah antara 5 dan 8 tahun.
14