Download - PTS Pengawas 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah
rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya
pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan
mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal,
peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran,
pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu
manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum
menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota,
menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun
sebagian lainnya masih memprihatinkan.
Dari sisi proses pembelajaran, masih terkendala pada lemahnya kemampuan
guru untuk memberdayakan sumber belajar dan variatif metode pembelajaran yang
digunakan guru. Guru merupakan kunci utama untuk meningkatkan kualitas pendidikan,
karena persyaratan penting bagi terwujudnya pendidikan yang bermutu adalah apabila
pelaksanaannya dilakukan oleh pendidik-pendidik yang keprofesionalannya dapat
diandalkan. Menurut Slamet PH (1992) dunia pendidikan tidak akan mengalami
perubahan apapun sepanjang para guru tidak mau terbuka,tidak adaptif dan antisipatif
terhadap perubahan.
Indikator-indikator penting mengenai kondisi pendidikan kita saat ini satu
diantaranya adalah masih rendahnya kualitas guru untuk semua jenjang pendidikan
(Tilaar,1991). Sementara itu Zamroni (2000), mengatakan bahwa rendahnya kualitas
pendidikan akan senantiasa berkaitan dengan rendahnya mutu guru. Slamet PH (1994)
mengatakan pula secara gregatif, kondisi pendidikan kita berada pada tingkat
mediokratis dan konservatif terhadap perubahan.
McCrae dan Costa (1997) dalam Williams (2004) berpendapat bahwa
keterbukaan adalah kecenderungan untuk menjadi imajinatif, orisinil, berbeda, dan
independen. Individu yang terbuka cenderung mencari pengalaman baru dan bervariasi
pada saat mereka bekerja. Sebaliknya, individu yang tertutup pada saat bekerja
cenderung lebih konvensional, konservatif, dan tidak nyaman dengan hal-hal yang
1
2
rumit. Mereka tidak tertarik dengan hal-hal yang imajinatif dan kreatif. Individu yang
tertutup cenderung melakukan pekerjaan yang biasa-biasa saja. Maka dari itu McCrae
dan Costa (1997) menjelaskan ciri-ciri bagaimana individu yang terbuka itu dalam
bekerja, yaitu; divergen, fleksibel, rasa ingin tahu, dan imajinatif.
Dalam mewujudkan tuntutan kemampuan profesionalisasi guru seringkali
dihadapkan pada berbagai permasalahan yang dapat menghambat perwujudannya.
Permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan kemampuan profesional para guru
melaksanakan pembelajaran dapat digolongkan ke dalam dua macam, yaitu
permasalahan yang ada dalam diri guru itu sendiri (internal), dan permasalahan yang
ada di luar diri guru (eksternal). Permasalahan internal menyangkut sikap guru yang
masih konservatif, rendahnya motivasi guru untuk mengembangkan kompetensinya,
dan guru kurang/tidak mengikuti berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sedangkan permasalahan eksternal menyangkut sarana dan prasarana yang
terbatas.
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah seperti melakukan
reorientasi pengelolaan pendidikan dari sistem manajemen peningkatan mutu berbasis
pusat menuju manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang esensinya adalah
otonomi manajemen sekolah dan pengambilan keputusan partisipatif untuk mencapai
sasaran mutu sekolah. Melalui sistem ini, pengelola atau manejer sekolah diberi
kewenangan untuk mengatur dan meningkatkan proses pendidikan menurut prakarsa
sendiri sehingga mengurangi ketergantungan dari pemerintah pusat. Pengertian diatas
menunjukkan bahwa sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar untuk mengelola
sekolahnya, karena ”sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya
yang tersedia untuk memajukan sekolahnya”, (Ditjend. Dikdasmen, 200:5).
Gejala dan fenomena yang terjadi di SD Negeri Harjamukti 3 saat ini adalah
rendahnya hasil belajar siswa yang disebabkan oleh rendahnya kemampuan profesional
guru yang sering dihadapkan pada berbagai permasalahan yang dapat menghambat
perwujudannya antara lain sikap konservatif guru yang lebih mengarah pada upaya guru
mempertahankan cara yang biasa dilakukan dari waktu ke waktu dalam melaksanakan
tugas, atau ingin mempertahankan cara lama (konservatif), mengingat cara yang
dipandang baru pada umumnya menuntut berbagai perubahan dalam pola-pola kerja.
Guru-guru yang masih memiliki sikap konservatif, memandang bahwa tuntutan
3
semacam itu merupakan tambahan beban kerja bagi dirinya. Guru-guru semacam ini
biasanya mengaitkan tuntutan itu dengan kepentingan diri sendiri semata-mata, tanpa
memperdulikan tuntutan yang sebenarnya dari hasil pelaksanaan tugasnya.
Di bawah ini disajikan Pencapaian Hasil Ujian Nasional SDN Harjamukti 3
selama lima tahun terkahir, sebagai berikut :
Tabel 1. Pencapaian Hasil Ujian Nasional
NoTahun
PelajaranTerendah Tertinggi Rata-rata
1 2007/2008 ....... ....... .......
2 2008/2009 ....... ....... .......
3 2009/2010 ....... ....... .......
4 2010/2011 ....... ....... .......
5 2012/2013 ....... ....... .......
Sumber Data : Arsip SDN Harjamukti 3
Tumbuhnya sikap konservatif di kalangan guru, diantaranya dikarenakan oleh
adanya pandangan yang dimiliki guru yang bersangkutan tentang mengajar. Guru yang
berpandangan bahwa mengajar berarti menyampaikan materi pembelajaran, cenderung
untuk bersikap konservatif atau cenderung mempertahankan cara mengajar dengan
hanya sekedar menyampaikan materi pembelajaran. Sebaliknya, guru yang
berpandangan bahwa mengajar adalah upaya memberi kemudahan belajar, selalu
mempertanyakan apakah tugas mengajar yang dilaksanakan sudah berupaya memberi
kemudahan bagi peserta didik untuk belajar. Guru demikian biasanya selalu melihat
hasil belajar peserta didik sebagai tolok ukur keberhasilan pelaksanaan tugas. Hasil
belajar peserta didik dijadikan balikan untuk menilai keberhasilan dirinya dalam
mengajar. Berdasarkan balikan itu selalu diupayakan untuk memperbaiki, sehingga
kualitas atau mutu keberhasilannya selalu meningkat. Para guru sepatutnya menyadari,
bahwa menduduki jabatan profesional sebagai guru, tidak semata-mata menuntut
pelaksanaan tugas sebagaimana adanya, tetapi juga memperdulikan apa yang
seharusnya dicapai dari pelaksanaan tugasnya. Dengan adanya keperdulian terhadap apa
yang seharusnya dicapai dalam melaksanakan tugas, dapat diharapkan tumbuh sikap
inovatif, yaitu kecenderungan untuk selalu berupaya memperbaiki hasil yang selama ini
telah dicapai, sehingga tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya selalu
dilaksanakan dan diupayakan untuk selalu meningkat.
4
Tidak dapat dipungkiri sampai saat ini masih banyak guru khususnya di SD
Negeri Harjamukti 3 memiliki sikap konservatif tradisional, sehingga tenggelam dalam
cengkeraman kemajuan IPTEK. Guru-guru seperti ini agaknya tidak tepat menyandang
profesi sebagai guru yang pada hakekatnya adalah agen pembaharuan.
Dalam menghadapi tuntutan global selayaknya para guru sudah bersikap
progresif futuristik, yaitu selalu siap menghadapi perubahan dan berpikiran jauh ke
masa depan. Guru-guru inilah yang akan mampu keluar dari cekikan teknologi dan
bahkan memegang kendali teknologi. Oleh karena itu, guru-guru harus mulai mengubah
paradigma dari sikap konservatif tradisional menjadi progresif futuristik, dari
penceramah yang menggurui menjadi pendengar yang empati, dari guru sebagai nara
sumber menjadi pengelola informasi, serta mampu memfasilitasi dan memotivasi
berlangsungnya proses pembelajaran. Jika hal ini telah terwujud maka kata-kata “gatek”
adalah mimpi bagi para guru dan akan segera menjelma menjadi “matek”, yaitu mahir
teknologi.
Untuk melakukan perubahan sikap dan perilaku guru yang konservatif menjadi
guru progresif futuristik bukanlah merupakan persoalan yang mudah dan cepat diatasi,
hal ini diperlukan seorang kepala sekolah yang mampu membangkitan motivasi untuk
meningkatkan kompetensi melaksanakan tugas profesional sebagai guru bisa dan
muncul dari dalam diri sendiri atau motivasi yang dirangsang dari luar dirinya. Motivasi
dari dalam diri (intrinsik) seperti keinginan, minat dan ketertarikan untuk melakukan
suatu pekerjaan. Motivasi untuk melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan akan muncul
jika kegiatan yang dilakukan dirasakan mempunyai nilai intrinsik atau berarti bagi
dirinya sendiri.
Hal ini mempunyai keterkaitan dengan pemenuhan kebutuhan. Jadi, dorongan
untuk meningkatkan kemampuan profesional dapat muncul jika peningkatan
kemampuan tersebut mempuyai dampak terhadap pemenuhan kebutuhan-kebutuhan.
Sedangkan motivasi dari luar diirinya (ekstrinsik) seperti ingin mendapatkan hadiah
atau penghargaan. Motivasi yang muncul dari dalam diri sendiri lebih berarti
dibandingkan dengan dorongan yang muncul dari luar diri. Motivasi semacam ini tidak
bersifat sementara, dan menjadi prasyarat bagi tumbuhnya upaya meningkatkan
kemampuan. Jika dorongan itu ada, maka rintangan atau hambatan apapun, serta
betapapun beratnya tugas yang dihadapi akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
5
Untuk mengubah perilaku guru dari sikap konservatif ke sikap progresi futuristik
diantaranya dapat dilakukan dengan menumbuhkan kreativitas guru di lapangan yang
menjadi “ujung tombak” dalam penyelenggaraan pendidikan. Kreativitas secara umum
dipengaruhi kemunculannya oleh adanya berbagai kemampuan yang dimiliki, sikap dan
minat yang positif tinggi pada bidang pekerjaan yang ditekuni, serta kecakapan
melaksanakan tugas-tugas. Kreativitas guru, bisanya diartikan sebagai kemampuan
menciptakan sesuatu dalam sistem pendidikan atau proses pembelajaran yang benar-
benar baru dan orisinil (asli ciptaan sendiri), atau dapat saja merupakan modifikasi dari
berbagai proses pembelajaran yang ada sehingga menghasilkan bentuk baru.
Dalam pelaksanaannya menuntut perubahan sikap dan tingkah laku dari seluruh
komponen sekolah, baik kepala sekolah, guru dan staf administrasi, termasuk orangtua
dan masyarakat dalam memandang, memahami dan membantu sekaligus sebagai
pemantau yang melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan sekolah.
Perubahan sikap dan tingkah laku tersebut akan dapat terjadi bila sumber daya sekolah
yang ada dimanfaatkan dan dikelola secara optimal dan efektif oleh kepala sekolah
selaku orang yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah.
Kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan,
menggerakkan, dan menyerasikan semua sumberdaya pendidikan yang tersdia.
Kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong
sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui
program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu,
kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimipinan yang
tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan
mutu sekolah. Secara umum, kepala sekolah tangguh memiliki kemampuan
memobilisasi sumberdaya sekolah, terutama sumberdaya manusia, untuk mencapai
tujuan sekolah.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh penulis untuk mengubah sikap konservatif
guru adalah melakukan Supervisi Akademik Model Cooperatif Profesional
Development. Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru
mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian
tujuan pembelajaran. Esensi supervisi akademik sama sekali bukan menilai unjuk kerja
guru dalam mengelola proses pembelajaran, tetapi lebih mengedepankan usaha untuk
membantu guru dalam mengembangkan profesionalismenya.
6
Supervisi Model Cooperative Development adalah sebuah model supervisi yang
difasilitasi oleh kepala sekolah melalui proses yang diformulasikan secara moderat oleh
dua orang guru atau lebih yang setuju bekerjasama untuk menumbuhkan dan
mengembangkan kemampuan profesionalnya. Biasanya dilakukan melalui kegiatan
saling mengadakan observasi kelas, saling memberikan umpan balik, dan menguasai
tentang masalah-masalah kesupervisian. Model ini dikemukakan oleh Glatthorm (1987)
menyatakan bahwa kegiatan pengembangan profesi guru dapat dibagi ke dalam tiga
bagian, yaitu: (1) pengembangan intensif (intensive development), (2) pengembangan
kooperatif (cooperative development), dan (3) pengembangan mandiri (self directed
development).
Melalui penerapan supervisi akademik model Cooperatif Profesional
Development diharapkan para guru dapat merubah sikap konservatif dengan
menumbuhkan sikap guru kreatif karena model ini dapat menumbuhkan ide yang kreatif
para guru yang dapat menjadi sumber berharga bagi upaya peningkatan mutu
pendidikan. Guru kreatif selalu mencari cara bagaimana agar proses belajar mencapai
hasil sesuai dengan tujuan, serta berupaya menyesuaikan pola-pola tingkah lakunya
dalam mengajar sesuai dengan tuntutan pencapaian tujuan, dengan mempertimbangkan
faktor situasi kondisi belajar peserta didik. Kreativitas yang demikian, memungkinkan
guru yang bersangkutan menemukan bentuk-bentuk mengajar yang sesuai, terutama
dalam memberi bimbingan, rangsangan dorongan, dan arahan agar peserta didik dapat
belajar secara efektif. Tumbuhnya kreativitas di kalangan para guru memungkinkan
terwujudnya ide perubahan dan upaya peningkatan secara terus menerus, dan sesuai
dengan situasi dan kondisi lingkungan masyarakat di mana sekolah berada.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti melakukan penelitian dengan judul,
“Mengubah Sikap Konservatif Guru Melalui Supervisi Akademik Model Cooperatif
Profesional Development di SD Negeri Harjamukti 3 Kota Depok”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan kondisi yang dipaparkan penulis, maka penulis selaku kepala SD
Negeri Harjamukti 3 merumuskan masalah, yaitu “Bagaimana Mengubah Sikap
Konservatif Guru Melalui Supervisi Akademik Model Cooperatif Profesional
Development di SD Negeri Harjamukti 3 Kota Depok”.
7
C. Tujuan Penelitian
Penelitian Tindakan Sekolah ini dilaksanakan dengan tujuan untuk :
1. Mengubah sikap konservatif guru menjadi guru yang progresif futuristik melalui
supervisi akademik.
2. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru dalam menyusun perencanaan
pembelajaran dan mengelola kegiatan proses pembelajaran.
3. Meningkatnya kemampuan Guru dalam memanfaatkan Teknologi Informasi dan
Komunikasi dalam menunjang proses belajar mengajarnya di kelas.
4. Menumbuhkan persesi positif guru terhadap pelaksanaan supervisi akademik yang
dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas sebagai layanan bantuan proses
pembelajaran dalam meningkatkan mutu pendidikan.
5. Meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar sehingga berdampak pada hasil
belajar siswa yang optimal.
6. Meningkatnya kerja sama antarguru sebagai anggota organisasi lembaga SD Negeri
Harjamukti 3.
D. Manfaat Penelitian
Pelaksanaan Penelitian Tindakan Sekolah ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Bagi Guru, mengubah sikap konservatif guru menjadi guru yang berwawasan
masa depan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai guru
profesional.
2. Bagi kepala sekolah, mampu mengembangkan kebijakan sekolah dlam
mengelola sumber daya manusia agar dapat meningkatkan kualitas dan
profesionalisme guru maupun kepala sekolah sendiri.
3. Bagi Dinas Pendidikan, hendaknya menjadi salah satu referensi dalam upaya
meningkatkan sistem pembinaan profesional tenaga pendidik dan kependidikan
serta mampu mengambil kebijakan pendidikan yang tepat, agar proses
pembelajaran yang ada di sekolah dapat berjalan dengan tepat dan lancar.
4. Bagi peneliti lain, hendaknya dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang
efektivitas model ini, terhadap kemampuan dan keterampilan guru, melalui
penerapan rancangan penelitian dan penggunaan instrumen yang lebih reliabel
dan valid.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Sikap Konservatif Guru
1. Pengertian Sikap
Konsep tentang sikap telah berkembang dan melahirkan berbagai macam
pengertian diantara ahli psikologi (Widiyanta, 2002). Sikap, menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, diartikan sebagai kesiapan untuk bertindak. Sedangkan menurut
Oxford Advanced Learner Dictionary (dalam Ramdhani, 2008), sikap merupakan
cara menempatkan atau membawa diri, merasakan, jalan pikiran, dan perilaku.
Masri, dalam Widiyanta (2002), mendefinisikan sikap sebagai suatu
kesediaan dalam menanggapi atau bertindak terhadap sesuatu. Allport, dalam
Widayanta (2002), mengartikan sikap sebagai suatu keadaan siap yang dipelajari
untuk merespon secara konsisten terhadap objek tertentu yang mengarah pada arah
yang mendukung (favorable) dan tidak mendukung (unfavorable).
Azwar, dalam Ananda (2009), menggolongkan definisi sikap ke dalam tiga
kerangka pemikiran. Pertama, sikap merupakan suatu bentuk reaksi atau evaluasi
perasaan. Dalam hal ini, sikap seseorang terhadap suatu objek tertentu adalah
memihak maupun tidak memihak. Kedua, sikap merupakan kesiapan bereaksi
terhadap objek tertentu, Ketiga, sikap merupakan konstelasi komponen kognitif,
afektif, dan konatif yang saling berinteraksi satu sama lain.
Menurut Allport, sikap merupakan suatu proses yang berlangsung dalam diri
seseorang yang didalamnya terdapat pengalaman individu yang akan mengarahkan
dan menentukan respon terhadap berbagai objek dan situasi (Sarwono, 2009). Zanna
dan Rempel (dalam Voughn & Hoog, 2002) menjelaskan sikap merupakan reaksi
evaluatif yang disukai atau tidak disukai terhadap sesuatu atau seseorang,
menunjukkan kepercayaan, perasaan, atau kecenderungan perilaku seseorang
(Sarwono, 2009).
Thurstone (dalam Edwards, 1957), menyatakan bahwa sikap merupakan suatu
tingkatan afeksi, baik yang bersifat positif maupun negatif, yang berhubungan
dengan objek-objek psikologis. Afeksi yang positif merupakan afeksi yang
menyenangkan dan sebaliknya afeksi yang negatif merupakan afeksi yang tidak
8
9
menyenangkan. Dengan demikian objek dapat menimbulkan berbagai macam sikap,
dan berbagai macam tingkatan afeksi pada seseorang (Walgito, 2003).
Dalam Widiyanta (2002), Assael (1984) dan Hawkins (1986), menjelaskan
sikap memiliki beberapa karakteristik, antara lain: arah, intensitas, keluasan,
konsistensi, dan spontanitas. Karakteristik arah menunjukkan bahwa sikap mengarah
pada setuju atau tidak setuju, mendukung atau menolak terhadap objek tertentu.
Karakteristik intensitas mengarah pada perbedaan derajat kekuatan sikap setiap
individu.
Karakteristik keluasan sikap menunjuk pada cakupan luas tidaknya aspek dari
objek sikap. Karakteristik spontanitas menunjukkan sejauh mana kesiapan individu
dalam merespon atau menyatakan sikapnya secara spontan.
Menurut Brigham (dalam Dayakisni dan Hudiah, 2003) ada beberapa ciri atau
karakteristik dasar dari sikap, yaitu :
a. Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku.
b. Sikap ditujukan mengarah kepada objek psikologis atau kategori, dalam hal ini
skema yang dimiliki individu menentukan bagaimana individu
mengkategorisasikan objek target dimana sikap diarahkan.
c. Sikap dipelajari.
d. Sikap mempengaruhi perilaku. Memegang teguh suatu sikap yang mengarah
pada suatu objek memberikan satu alasan untuk berperilaku mengarah pada
objek itu dengan suatu cara tertentu.
Metode pengukuran sikap yang dapat diandalkan dan dapat menafsirkan
adalah pengukuran melalui skala sikap (attitude scale) Suatu skala sikap tidak lain
daripada kumpulan pernyataan-pernyataan sikap. Pernyataan sikap adalah
rangkaian kalimat yang menyatakan sesuatu objek sikap yang dapat diukur. Suatu
pernyataan sikap dapat berisi pernyataan positif mengenai objek sikap yaitu suatu
pernyataan yang mendukung atau memihak pada objek sikap. Pernyataan demikian
disebut pernyataan favorabel. Sebaliknya suatu pernyataan sikap yang berisi
pernyataan negatif mengenai objek sikap dan bersifat menolak atau tidak
mendukung objek sikap disebut pernyataan infavorabel. Adapun cara yang
digunakan untuk melihat sikap seseorang adalah melalui metode wawancara,
observasi langsung, dan pernyataan skala sikap.
10
Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa
sikap merupakan suatu bentuk evaluasi perasaan untuk bereaksi secara bipolar yakni
positif maupun negatif terhadap objek tertentu yang dibentuk dari interaksi antara
komponen kognitif, afektif, dan konatif.
2. Pengertian Sikap Konservatif
Konservatif merupakan sikap dan perilaku politik yang tidak menginginkan
adanya perubahan berarti (mendasar) dalam sebuah sistem. Sikap ini biasanya
dianut oleh mereka yang tengah menikmati posisi istimewa atau kekuasaan dalam
sebuah struktur atau paling tidak merasa sangat diuntungkan oleh system yang ada.
Mereka umumnya adalah kaum pemodal, penguasa, penjilat, dan kaki tangannya
sebuah rezim.
Kaum konservatif jumlahnya tak seberapa namun mereka adalah kekuatan
dominan dalam sebuah system sosial politik negara. Merekalah yang kemudian
mengendalikan dan menjalankan system kekuasaan negara untuk meraup untung
dan menikmati kekuasaan.
Agar kekuasaan mereka bertahan lama, kaum konservatif lebih cenderung
mempertahankan dan melestarikan system yang sudah ada. Kalau pun mereka
melakukan perubahan karena desakan dan dorongan luar oleh kelompok oposan,
mereka hanya ingin perubahan itu tidak sama sekali menggeser atau menghilangkan
posisi mereka dalam kekuasaan. Itupun, perubahan itu hanya mungkin terjadi bila
situasi sudah sangat krisis dan mendesak yang memaksa mereka harus turun dari
posisi kekuasaan.
3. Pengertian Sikap Konservatif Guru
Suatu perubahan dalam menerapkan ide atau konsep menuntut adanya
perubahan dalam pola kerja pelaksanaan tugas kependidikan. Agar pola kerja itu
sesuai, maka perlu pula dimiliki berbagai kemampuan yang ditunjang oleh wawasan
dan pengetahuan baru yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tentang hal itu. Namun hal ini akan mendapatkan hambatan jika guru
memiliki sikap konservatif. Sikap konservatif guru menunjukkan pada tingkah laku
guru yang lebih mengarah pada mempertahankan cara yang biasa dilakukan dari
waktu ke waktu dalam melaksanakan tugas, atau ingin mempertahankan cara lama
(konservatif), mengingat cara yang dipandang baru pada umumnya menuntut
11
berbagai perubahan dalam pola-pola kerja. Guru-guru yang masih memiliki sikap
konservatif, memandang bahwa tuntutan semacam itu merupakan tambahan beban
kerja bagi dirinya. Guru-guru semacam ini biasanya mengaitkan tuntutan itu dengan
kepentingan diri sendiri semata-mata, tanpa memperdulikan tuntutan yang
sebenarnya dari hasil pelaksanaan tugasnya.
Tumbuhnya sikap konservatif di kalangan guru, diantaranya dikarenakan oleh
adanya pandangan yang dimiliki guru yang bersangkutan tentang mengajar. Guru
yang berpandangan bahwa mengajar berarti menyampaikan materi pembelajaran,
cenderung untuk bersikap konservatif atau cenderung mempertahankan cara
mengajar dengan hanya sekedar menyampaikan materi pembelajaran. Sebaliknya,
guru yang berpandangan bahwa mengajar adalah upaya memberi kemudahan
belajar, selalu mempertanyakan apakah tugas mengajar yang dilaksanakan sudah
berupaya memberi kemudahan bagi peserta didik untuk belajar. Guru demikian
biasanya selalu melihat hasil belajar peserta didik sebagai tolok ukur keberhasilan
pelaksanaan tugas. Hasil belajar peserta didik dijadikan balikan untuk menilai
keberhasilan dirinya dalam mengajar. Berdasarkan balikan itu selalu diupayakan
untuk memperbaiki, sehingga kualitas atau mutu keberhasilannya selalu meningkat.
Para guru sepatutnya menyadari, bahwa menduduki jabatan profesional sebagai
guru, tidak semata-mata menuntut pelaksanaan tugas sebagaimana adanya, tetapi
juga memperdulikan apa yang seharusnya dicapai dari pelaksanaan tugasnya.
Dengan adanya keperdulian terhadap apa yang seharusnya dicapai dalam
melaksanakan tugas, dapat diharapkan tumbuh sikap inovatif, yaitu kecenderungan
untuk selalu berupaya memperbaiki hasil yang selama ini telah dicapai, sehingga
tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya selalu dilaksanakan dan diupayakan
untuk selalu meningkat.
Ciri-ciri guru konservatif biasanya ditanadi dengan beberapa perilaku sebagai
berikut :
1. Motivasi rendah dalam meningkatkan kompetensinya
2. Cenderung menyalahkan sistem pendidikan yang ada.
3. Tidak mau melakukan perubahan terhadap inovasi pendidikan
4. Mempertahankan cara yang biasa dilakukan dari waktu ke waktu dalam
melaksanakan tugas
5. Tidak menguasai teknologi pendidikan
12
6. Rendahnya pengetahuan tentang landasan filosofis dan psikologis pendidikan
7. Curiga terhadap sesuatu yang baru yang dianggap dapat berdampak negatif.
Untuk menghindari sikap konservatif, maka para guru harus melakukan
perubahan-perubahan sebagai berikut :
Pertama, perubahan sikap dari konservatif tradisional menjadi progresif
futuristik (Tirta, 1997). Ditinjau dari tugas pokoknya, guru adalah insan konservatif.
Guru sukar menerima perubahan dan pembaharuan dalam proses belajar mengajar.
Contohnya, setiap ada perubahan kurikulum dan pembaharuan sistem pembelajaran,
hampir semua guru mengeluh karena terpaksa harus mempelajari materi yang baru,
mengganti rencana pembelajaran, membuat soal-soal, dan membeli buku pegangan
baru. Seharusnya, guru berpandangan jauh ke masa depan (futuristik). Orang belajar
untuk masa depan, bukan untuk waktu yang sudah lewat. Oleh karena itu, guru
termasuk guru pendidikan jasmani hendaknya merubah sikap konservatif tradisional
menjadi bersikap dengan orientasi masa depan (futuristik). Tugas guru adalah
meregenerasi tatanan baru yang lebih sesuai dengan tuntutan jaman.
Kedua, perubahan sikap dari belajar tentang pengetahuan menjadi belajar
untuk hidup. Secara psikologis, manusia belajar untuk memuaskan hasrat (motivasi)
ingin tahu. Sejak Francis Bacon (dalam Tirta, 1997) menyatakan bahwa “knowledge
is power”, tujuan belajar adalah terutama untuk meningkatkan taraf kehidupan atau
belajar demi untuk hidup. Hampir 2000 tahun yang lalu, seorang filosuf Roma
bernama Seneca (dalam Curm, 2003) menyatakan “non-scholae sed vitae discimus”
yang berarti jangan mengajar untuk sekolah, mengajarlah untuk hidup. Pengetahuan
diaplikasikan untuk menimbulkan perubahan ke arah peningkatan martabat hidup.
Olehkarena itu, setiap orang di era globalisasi dituntut untuk memiliki pengetahuan
spesifik-praktis. Dengan memiliki pengetahuan spesifik praktis, maka akan dapat
meningkatkan daya saing dalam mencari lapangan pekerjaan.
Ketiga, perubahan sikap dari mengajarkan substansi kurikulum menjadi
mengajarkan metodologi ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan tidak ada
kebenaran monolitik. Kebenaran ilmiah berarti kebenaran sementara atau kebenaran
tentatif. Kebenaran yang justru mempersilahkan untuk dibuktikan salah (Tirta,
1997). Dengan menitikberatkan kepada metodologi ilmu pengetahuan guru tidak
perlu harus meliput materi kurikulum dari awal sampai dengan akhir. Ada bagian-
bagian tertentu yang dapat diserahkan kepada para siswa sendiri untuk
13
membahasnya. Perkembangan kecerdasan, emosi, sosial, dan moral, tidak
dipandang sebagai dampak pengiring belaka, melainkan dapat dibina secara sengaja
dan terarah sehingga menjadi bagian dari skenario dalam proses belajar-mengajar
dalam pendidikan jasmani (Lutan, 2001).
Dalam melakukan perubahan terhadap sikap konservati guru ada beberapa
cara yang dapat dilakukan antara lain, menciptakan lingkungan pendidikan jasmani
yang cerdas, yakni (1) menciptakan lingkungan belajar dan berlatih yang aman; (2)
meningkatkan kehadiran; (3) mengajarkan tanggungjawab personal dan sosial; (4)
meningkatkan keberhasilan; (5) menghargai dan menilai usaha dan peningkatan.
B. Supervisi Akademik Model Cooperatif Profesional Development
1. Definisi Supervisi Akademik
a. Pengertian Supervisi Akademik
Secara konseptual, sebagaimana ditegaskan Glickman (1981), supervisi
akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan
kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan
pembelajaran. Supervisi akademik merujpakan upaya membantu guru-guru
mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran. (Daresh,
1989). Dengan demikian, berarti, esensi supervisi akademik itu sama sekali
bukan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran,
melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya.
Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian
unjuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran. Apabila di atas dikatakan,
bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru
mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai
unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu
kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya (Sergiovanni, 1987). Penilaian
unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses
pemberian estimasi kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses
pembelajaran, merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan supervisi
akademik. Apabila dikatakan bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian
kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya, maka dalam
pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan penilaian kemampuan guru,
14
sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu dikembangkan dan cara
mengembangkannya.
Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian unjuk
kerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat realita kondisi untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya apa yang sebenarnya terjadi di
dalam kelas?, apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan murid-murid di
dalam kelas?, aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas
itu yang berarti bagi guru dan murid?, apa yang telah dilakukan oleh guru dalam
mencapai tujuan akademik?, apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana
cara mengembangkannya?. Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-
pertanyaan ini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan guru dalam
mengelola kegiatan pembelajaran. Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini,
bahwa setelah melakukan penilaian unjuk kerja guru tidak berarti selesailah
tugas atau kegiatan supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan
perancangan dan pelaksanaan pengembangan kemampuannya. Dengan
demikian, melalui supervisi akademik guru akan semakin mampu memfasilitasi
belajar bagi murid-muridnya. Alfonso, Firth, dan Neville (1981) menegaskan
Instructional supervision is herein defined as: behavior officially designed by
the organization that directly affects teacher behavior in such a way to facilitate
pupil learning and achieve the goals of organization. Menurut Alfonso, Firth,
dan Neville, ada tiga konsep pokok (kunci) dalam pengertian supervisi
akademik.
1) Supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi dan
mengembangkan perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran. Inilah
karakteristik esensial supervisi akademik. Sehubungan dengan ini, janganlah
diasumsikan secara sempit, bahwa hanya ada satu cara terbaik yang bisa
diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku guru. Tidak ada
satupun perilaku supervisi akademik yang baik dan cocok bagi semua guru
(Glickman, 1981). Tegasnya, tingkat kemampuan, kebutuhan, minat, dan
kematangan profesional serta karakteristik personal guru lainnya harus
dijadikan dasar pertimbangan dalam mengembangkan dan
mengimplementasikan program supervisi akademik (Sergiovanni, 1987 dan
Daresh, 1989).
TIGA TUJUAN SUPERVISI
Pengem-bangan Profesio-nalisme
Pengawas-an kualitasPenum-buhan Motivasi
15
2) Perilaku supervisor dalam membantu guru mengembangkan kemampuannya
harus didesain secara ofisial, sehingga jelas waktu mulai dan berakhirnya
program pengembangan tersebut. Desain tersebut terwujud dalam bentuk
program supervisi akademik yang mengarah pada tujuan tertentu. Oleh
karena supervisi akademik merupakan tanggung jawab bersama antara
supervisor dan guru, maka alangkah baik jika programnya didesain bersama
oleh supervisor dan guru.
3) Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar guru semakin mampu
memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya. Secara rinci, tujuan supervisi
akademik akan diuraikan lebih lanjut berikut ini.
b. Tujuan dan Fungsi Supervisi Akademik
Tujuan supervisi akademik adalah membantu guru mengembangkan
kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran yang dicanangkan bagi murid-
muridnya (Glickman, 1981). Melalui supervisi akademik diharapkan kualitas
akademik yang dilakukan oleh guru semakin meningkat (Neagley, 1980).
Pengembangan kemampuan dalam konteks ini janganlah ditafsirkan secara
sempit, semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan
keterampilan mengajar guru, melainkan juga pada peningkatan komitmen
(commitmen) atau kemauan (willingness) atau motivasi (motivation) guru, sebab
dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas
pembelajaran akan meningkat. Sedangkang menurut Sergiovanni (1987) ada tiga
tujuan supervisi akademik sebagaimana dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Tiga tujuan supervisi akademik
Perilaku Supervisi Akademik
Perilaku Akademik
Perilaku Belajar Siswa
16
1) Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud membantu guru
mengembangkan kemampuannya profesionalnnya dalam memahami
akademik, kehidupan kelas, mengembangkan keterampilan mengajarnya dan
menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu.
2) Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud untuk memonitor
kegiatan proses belajar mengajar di sekolah. Kegiatan memonitor ini bisa
dilakukan melalui kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas di saat guru
sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya,
maupun dengan sebagian murid-muridnya.
3) Supervisi akademik diselenggarakan untuk mendorong guru menerapkan
kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong
guru mengembangkan kemampuannya sendiri, serta mendorong guru agar ia
memiliki perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan
tanggung jawabnya.
Menurut Alfonso, Firth, dan Neville (1981) Supervisi akademik yang baik
adalah supervisi akademik yang mampu berfungsi mencapai multitujuan tersebut
di atas. Tidak ada keberhasilan bagi supervisi akademik jika hanya
memperhatikan salah satu tujuan tertentu dengan mengesampingkan tujuan
lainnya. Hanya dengan merefleksi ketiga tujuan inilah supervisi akademik akan
berfungsi mengubah perilaku mengajar guru. Pada gilirannya nanti perubahan
perilaku guru ke arah yang lebih berkualitas akan menimbulkan perilaku belajar
murid yang lebih baik. Alfonso, Firth, dan Neville (1981) menggambarkan
sistem pengaruh perilaku supervisi akademik sebagaimana gambar 2.2.
Sumber: Alfonso, RJ., Firth, G.R., dan Neville, R.F. (1981). Instructional Supervision, A Behavior System, Boston, Allyn and Bacon, Inc., halaman 45.
Gambar 2.2 Sistem Fungsi Supervisi Akademik
17
Gambar 2.2 tersebut memperjelas kita dalam memahami sistem pengaruh
perilaku supervisi akademik. Perilaku supervisi akademik secara langsung
berhubungan dan berpengaruh terhadap perilaku guru. Ini berarti, melalui
supervisi akademik, supervisor mempengaruhi perilaku mengajar guru sehingga
perilakunya semakin baik dalam mengelola proses belajar mengajar. Selanjutnya
perilaku mengajar guru yang baik itu akan mempengaruhi perilaku belajar
murid. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa tujuan akhir supervisi
akademik adalah terbinanya perilaku belajar murid yang lebih baik.
c. Prinsip Supervisi Akademik
Konsep dan tujuan supervisi akademik, sebagaimana dikemukakan oleh
para pakar supervisi akademik di muka, memang tampak idealis bagi para
praktisi supervisi akademik (kepala sekolah). Namun, memang demikianlah
seharusnya kenyataan normatif konsep dasarnya. Para kepala sekolah baik suka
maupun tidak suka harus siap menghadapi problema dan kendala dalam
melaksanakan supervisi akademik. Adanya problema dan kendala tersebut
sedikit banyak bisa diatasi apabila dalam pelaksanaan supervisi akademik kepala
sekolah menerapkan prinsip-prinsip supervisi akademik.
Akhir-akhir ini, beberapa literatur telah banyak mengungkapkan teori
supervisi akademik sebagai landasan bagi setiap perilaku supervisi akademik.
Beberapa istilah, seperti demokrasi (democratic), kerja kelompok (team effort),
dan proses kelompok (group process) telah banyak dibahas dan dihubungkan
dengan konsep supervisi akademik. Pembahasannya semata-mata untuk
menunjukkan kepada kita bahwa perilaku supervisi akademik itu harus
menjauhkan diri dari sifat otoriter, di mana supervisor sebagai atasan dan guru
sebagai bawahan. Begitu pula dalam latar sistem persekolahan, keseluruhan
anggota (guru) harus aktif berpartisipasi, bahkan sebaiknya sebagai prakarsa,
dalam proses supervisi akademik, sedangkan supervisor merupakan bagian
darinya.
Semua ini merupakan prinsip-prinsip supervisi akademik modern yang
harus direalisasikan pada setiap proses supervisi akademik di sekolah-sekolah.
Selain tersebut di atas, berikut ini ada beberapa prinsip lain yang harus
diperhatikan dan direalisasikan oleh supervisor dalam melaksanakan supervisi
akademik, yaitu sebagai berikut.
18
1) Supervisi akademik harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan
yang harmonis. Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus
bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal. Hubungan demikian ini
bukan saja antara supervisor dengan guru, melainkan juga antara supervisor
dengan pihak lain yang terkait dengan program supervisi akademik. Oleh
sebab itu, dalam pelaksanaannya supervisor harus memiliki sifat-sifat,
seperti sikap membantu, memahami, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias,
dan penuh humor (Dodd, 1972).
2) Supervisi akademik harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi
akademik bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-
waktu jika ada kesempatan. Perlu dipahami bahwa supervisi akademik
merupakan salah satu essential function dalam keseluruhan program sekolah
(Alfonso dkk., 1981 dan Weingartner, 1973). Apabila guru telah berhasil
mengembangkan dirinya tidaklah berarti selesailah tugas supervisor,
melainkan harus tetap dibina secara berkesinambungan. Hal ini logis,
mengingat problema proses pembelajaran selalu muncul dan berkembang.
3) Supervisi akademik harus demokratis. Supervisor tidak boleh mendominasi
pelaksanaan supervisi akademiknya. Titik tekan supervisi akademik yang
demokratis adalah aktif dan kooperatif. Supervisor harus melibatkan secara
aktif guru yang dibinanya. Tanggung jawab perbaikan program akademik
bukan hanya pada supervisor melainkan juga pada guru. Oleh sebab itu,
program supervisi akademik sebaiknya direncanakan, dikembangkan dan
dilaksanakan bersama secara kooperatif dengan guru, kepala sekolah, dan
pihak lain yang terkait di bawah koordinasi supervisor.
4) Program supervisi akademik harus integral dengan program pendidikan. Di
dalam setiap organisasi pendidikan terdapat bermacam-macam sistem
perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan. Sistem perilaku
tersebut antara lain berupa sistem perilaku administratif, sistem perilaku
akademik, sistem perilaku kesiswaan, sistem perilaku pengembangan
konseling, sistem perilaku supervisi akademik (Alfonso, dkk., 1981). Antara
satu sistem dengan sistem lainnya harus dilaksanakan secara integral.
Dengan demikian, maka program supervisi akademik integral dengan
program pendidikan secara keseluruhan. Dalam upaya perwujudan prinsip
19
ini diperlukan hubungan yang baik dan harmonis antara supervisor dengan
semua pihak pelaksana program pendidikan (Dodd, 1972).
5) Supervisi akademik harus komprehensif. Program supervisi akademik harus
mencakup keseluruhan aspek pengembangan akademik, walaupun mungkin
saja ada penekanan pada aspek-aspek tertentu berdasarkan hasil analisis
kebutuhan pengembangan akademik sebelumnya. Prinsip ini tiada lain
hanyalah untuk memenuhi tuntutan multi tujuan supervisi akademik, berupa
pengawasan kualitas, pengembangan profesional, dan memotivasi guru,
sebagaimana telah dijelaskan di muka.
6) Supervisi akademik harus konstruktif. Supervisi akademik bukanlah sekali-
kali untuk mencari kesalahan-kesalahan guru. Memang dalam proses
pelaksanaan supervisi akademik itu terdapat kegiatan penilaian unjuk kerjan
guru, tetapi tujuannya bukan untuk mencari kesalahan-kesalahannya.
Supervisi akademik akan mengembangkan pertumbuhan dan kreativitas
guru dalam memahami dan memecahkan problem-problem akademik yang
dihadapi.
7) Supervisi akademik harus obyektif. Dalam menyusun, melaksanakan, dan
mengevaluasi, keberhasilan program supervisi akademik harus obyektif.
Objectivitas dalam penyusunan program berarti bahwa program supervisi
akademik itu harus disusun berdasarkan kebutuhan nyata pengembangan
profesional guru. Begitu pula dalam mengevaluasi keberhasilan program
supervisi akademik. Di sinilah letak pentingnya instrumen pengukuran yang
memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi untuk mengukur seberapa
kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran.
d. Dimensi substansi Supervisi Akademik
Para pakar pendidikan telah banyak menegaskan bahwa seseorang akan
bekerja secara profesional apabila ia memiliki kompetensi yang memadai.
Maksudnya adalah seseorang akan bekerja secara profesional apabila ia
memiliki kompetensi secara utuh. Seseorang tidak akan bisa bekejra secara
profesional apabila ia hanya memenuhi salah satu kompetensi di antara sekian
kompetensi yang dipersyaratkan. Kompetensi tersebut merupakan perpaduan
antara kemampuan dan motivasi. Betapapun tingginya kemampuan seseorang, ia
tidak akan bekerja secara profesional apabila ia tidak memiliki motivasi kerja
20
yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Sebaliknya, betapapun
tingginya motivasi kerja seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional
apabila ia tidak memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengerjakan tugas-
tugasnya. Selaras dengan penjelasan ini adalah satu teori yang dikemukakan
oleh Glickman (1981). Menurutnya ada empat prototipe guru dalam mengelola
proses pembelajaran. Proto tipe guru yang terbaik, menurut teori ini, adalah guru
prototipe profesional. Seorang guru bisa diklasifikasikan ke dalam prototipe
profesional apabila ia memiliki kemampuan tinggi (high level of abstract) dan
motivasi kerja tinggi (high level of commitment).
Penjelasan di atas memberikan implikasi khusus kepada apa seharusnya
program supervisi akademik. Supervisi akademik yang baik harus mampu
membuat guru semakin kompeten, yaitu guru semakin menguasai kompetensi,
baik kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi professional,
dan kompetensi sosial. Oleh karena itu supervisi akademik harus menyentuh
pada pengembangan seluruh kompetensi guru. Sehubungan dengan
pengembangan kedua dimensi ini, menurut Neagley (1980) terdapat dua aspek
yang harus menjadi perhatian supervisi akademik baik dalam perencanaannya,
pelaksanaannya, maupun penilaiannya.
Pertama, apa yang disebutkan dengan substantive aspects of professional
development (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek substantif). Aspek ini
menunjuk pada kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui supervisi
akademik. Aspek ini menunjuk pada kompetensi yang harus dikuasai guru.
Penguasaannya merupakan sokongan terhadap keberhasilannya mengelola
proses pembelajaran.
Ada empat kompetensi yang harus dikembangkan melalui supervisi
akademik, yaitu yaitu kompetensi-kompetensi kepribadian, pedagogik,
professional, dan sosial. pemahaman dan pemilikan guru terhadap tujuan
akademik, persepsi guru terhadap murid, pengetahuan guru tentang materi, dan
penguasaan guru terhadap teknik. Aspek substansi pertama dan kedua
merepresentasikan nilai, keyakinan, dan teori yang dipegang oleh guru tentang
hakikat pengetahuan, bagaimana murid-murid belajar, penciptaan hubungan
guru dan murid, dan faktor lainnya. Aspek substansi ketiga merepresentasikan
seberapa luas pengetahuan guru tentang materi atau bahan pelajaran pada bidang
21
studi yang diajarkannya. Adapun aspek substansi keempat merepresentasikan
seberapa luas penguasaan guru terhadap teknik akademik, manejemen,
pengorganisasian kelas, dan keterampilan lainnya yang merupakan unsur
akademik yang efektif.
Kedua, apa yang disebut dengan professional development competency
areas (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek kompetensi). Aspek ini
menunjuk pada luasnya setiap aspek substansi. Guru tidak berbeda dengan kasus
profesional lainnya. Ia harus mengetahui bagaimana mengerjakan (know how to
do) tugas-tugasnya. Ia harus memiliki pengetahuan tentang bagaimana
merumuskan tujuan akademik, murid-muridnya, materi pelajaran, dan teknik
akademik. Tetapi, mengetahui dan memahami keempat aspek substansi ini
belumlah cukup. Seorang guru harus mampu menerapkan pengetahuan dan
pemahamannya. Dengan kata lain, ia harus bisa mengerjakan (can do).
Selanjutnya, seorang guru harus mau mengerjakan (will do) tugas-tugas
berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Percumalah pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki oleh seorang guru, apabila ia tidak mau mengerjakan
tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya. Akhirnya seorang guru harus mau
mengembangkan (will grow) kemampuan dirinya sendiri.
Sedangkan bilamana merujuk kepada Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 Tentang Guru dan Dosen, ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang guru dan harus dijadikan perhatian utama kepala sekolah dalam
melakukan supervisi akademik, yaitu kompetensi-kompetensi kepribadian,
pedagogik, professional, dan sosial. Supervisi akademik yang baik adalah
supervisi yang mampu menghantarkan guru-guru menjadi semakin kompeten.
2. Pengertian Supervisi Akademik Model Cooperatif Profesional Development
Glatthorm (1987) mengemukakan bahwa kegiatan pengembangan profesi
guru dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: (1) pengembangan intensif (intensive
development), (2) pengembangan kooperatif (cooperative development), dan (3)
pengembangan mandiri (self directed development).
Memperhatikan pendapat ahli tersebut, maka penting bagi kepala sekolah
untuk mampu mengembangkan berbagai pendekatan dan teknik supervisi yang tepat
dan sesuai. Salah satu yang dapat dipertimbangkan sebagai alternatif dalam
22
membantu pengembangan profesionalisme guru yaitu dengan menerapkan Supervisi
Akademik Model Cooperative Professional Development.
Supervisi Model Cooperative Professional Development adalah sebuah model
supervisi yang difasilitasi oleh kepala sekolah melalui proses yang diformulasikan
secara moderat oleh dua orang guru atau lebih yang setuju bekerjasama untuk
menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan profesionalnya. Biasanya
dilakukan melalui kegiatan saling mengadakan observasi kelas, saling memberikan
umpan balik, dan menguasai tentang masalah-masalah kesupervisian.
Supervisi Model Cooperative Professional Development bersifat nonhierarkis
yang dapat dibedakan dengan supervisi konvensional. Dalam menerapkan model
Supervisi ini hendaknya dapat menyediakan setting dimana guru secara informal
dapat membicarakan persoalan-persoalan yang mereka hadapi, saling menukar
gagasan, saling membantu dalam mempersiapkan pembelajaran, petukaran berbagai
petunjuk dan saling memberi dukungan. Kepala Sekolah memilih sendiri bentuk
kerjasama pengembangan profesi, sesuai dengan karakter dan budaya sekolah
setempat.
Pada bagian lain, Glatthorm (1987) menyebutkan bahwa: ”Cooperative
Professional Development is a process by which teams of teachers work together for
their own professional development”. Pada bagian lain, dikemukakan pula 5 (lima)
tipe Cooperative Professional Development, yaitu: (1) Professional Dialogue; (2)
Curriculum Development; (3) Peer Supervision; (4) Peer Coaching; dan (5) Action
Research”
1. Professional Dialogue yaitu kegiatan pengembangan profesi dimana guru-guru
yang tergabung dalam kelompok kecil (small group) secara berkala melakukan
diskusi terbimbing, dengan tujuan memfasilitasi para guru merefleksi
pembelajaran yang telah dilakukannya, membantu guru agar lebih bijaksana
dalam mengambil keputusan.
2. Curriculum Development yaitu usaha yang dilakukan beberapa guru untuk
memodifikasi dan mengadaptasi kurikulum yang berlaku agar lebih mudah
diterapkan (aplicable) dan dilaksanakan (practicable). Mereka berdikusi seputar
upaya pengembangan kurkulum, misalnya: tentang penyusunan RPP, penerapan
metode pembelajaran kontemporer dan mutakhir, pengembangan bahan ajar, dan
pemilihan sistem penilaiaan yang paling sesuai.
23
3. Peer Supervision adalah sebuah proses dimana para guru membentuk tim kecil
(small team) memanfaatkan komponen-komponen esensial dari supervisi klinis
untuk kepentingan pertumbuhan profesionalismenya. Proses ini berbasis data
hasil observasi di kelas. Setiap anggota (participant) mengidentikasi perilaku
guru dan siswa di kelas dengan fokus pada hasil belajar siswa. Proses obsevasi
dan post-conference berlangsung secara siklik dan bersifat rahasia.
4. Peer Coaching pada dasarnya mirip dengan proses peer supervision, adanya
observasi sejawat dan post-conference, tetapi lebih menekankan pengembangan
staff, dimana guru belajar tentang dasar-dasar teoritis suatu keterampilan
mengajar tertentu, dan pengamatan terfokus pada keterampilan yang sedang
dipelajarinya dan mendapatkan umpan balik dari apa yang telah dipraktikannya.
5. Action Research atau Penelitian Tindakan adalah suatu usaha kolaboratif dari
tim guru untuk mengidentifikasi masalah-masalah penting dan mencari solusi
untuk memperbaiki praktik pembelajaran.
Jane Stella menyebutkan beberapa manfaat dan pentingnya penerapan
Supervisi Akademik Model Cooperative Development : (1) Provides opportunities
for shared reflection and learning not otherwise available to practitioners; (2)
Draws on the wisdom and skills of many; (3) Enables the opportunity for greater
understanding of what others are doing; (4) Enables greater access to support and
challenge; (5) Enables normalising experience for practitioners; (6) Provides
opportunities to develop strengths-based skills and facilitation skills; dan (7)
Enables team building.
Glatthorm mengingatkan bahwa program Supervisi Model Cooperative
Professional Development dapat berjalan sukses, apabila:
1. Adanya kepemimpinan yang kuat (strong leadership) pada tingkat kabupaten
(dinas pendidikan) untuk mengkoordinasikan dan memonitor pelaksanaan
program.
2. Adanya kepemimpinan yang kuat (strong leadership) pada tingkat sekolah
(kepala sekolah) untuk mengembangkan norma-norma kolegialitas, menentukan
tipe kooperasi dan kolaborasi yang akan diterapkan, dan pemberian penghargaan
(reward) atas usaha kooperasi dan kolaborasi guru.
3. Adanya iklim keterbukaan dan kepercayaan (trust) antara kepala sekolah dengan
guru.
24
4. Program Cooperative Professional Development harus dipisahkan dari proses
evaluasi kinerja guru. Seluruh data Program Cooperative Professional
Development bersifat rahasia yang harus dijaga oleh seluruh partisipan.
5. Program Cooperative Professional Development memiliki fokus yang jelas dan
menggunakan bahasa yang sama (a shared language) tentang pembelajaran.
6. Dinas pendidikan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan untuk
memprakarsai dan keberlangsungan Program Cooperative Professional
Development.
7. Sekolah melakukan perubahan struktur yang dibutuhkan untuk mendukung
Program Cooperative Professional Development, seperti: penyediaan ruangan
untuk kegiatan Cooperative Professional Development, perubahan jadwal
mengajar, prosedur penugasan, dan sebagainya.
Pemilihan Supervisi Model Cooperative Development, di SD Negeri
Harjamukti 3 Kota Depok mengingat karakteristik guru yang beraneka ragam.
Pendekatan yang digunakan dalam supervisi modern didasarkan pada prinsip-
prinsip psikologi. Suatu pendekatan sangat bergantung kepada protipe guru. Ada
satu paradigma yang dikemukakan oleh glickman untuk memilah-milah guru dalam
empat protipe guru: ia mengemukakan setiap guru memilki dua kemampuan dasar,
yaitu: berfikir abstrak dan komitmen serta kepedulian. Dengan demikian kita
menemukan ada empat sisi protipe guru yaitu:
a. Pada sisi I daya (A+), (K+), maka guru semacam ini disebut guru yang
profesional.
b. Pada sisi II protipe guru yang daya (A+) tapi (K-) guru yang semacam ini
digolongkan guru yang tukang kritik
c. Pada sisi III daya (A-) dan (K+) disebut guru yang selalu sibuk.
d. Pada sisi IV daya (A-) dan (K-) maka guru seperti ini disebut guru kurang
bermutu.
Pendekatan dan prilaku yang diterapkan dalam memberi supervisi kepada
guru-guru berdasarkan protipe guru seperti disebut di atas adalah sebagai berikut :
a. Pendekatan Non Direktif
b. Pendekatan Kolaboratif
c. Pendekatan Direktif
25
Pendekatan Non direktif (tidak langsung) adalah cara pendekatan terhadap
permasalahan yang sifatnya tidak langsung, artinya perilaku supervaisor tidak
langsung menuju ke perilaku, tetapi ia terlebih dahulu dengarkan secara aktif apa
yang dikemukakan guru-guru. Pendekatan ini berdasarkan psikologis humanistik itu
sangat menghargai orang lain yang akan dibantu. Perilaku supervisor (1)
Mendengarkan (2) Memberanikan (3) Menjelaskan (4) Menyajikan (5)
Memecahkan Masalah. Teknik yang diterapkan dialog dan mendengar aktif.
Bila gurunya tukang kritik atau terlalu sibuk, maka pendekatan yang
diterapkan adalah Kolaboratif. Perilaku supervisor (1) Menyajikan (2) Menjelaskan
(3) Mendengarkan (4) Memecahkan Masalah (5) Negosiasi, Teknik yang digunakan
percakapan pribadi, dialog, menjelaskan.
Bila gurunya tidak bermutu, maka pendekatan yang digunakan adalah
Direktif. Perilaku supervisor (1) Menjelaskan (2) Menyajikan (3) Mengarahkan (4)
Memberikan Contoh (5) Menetapkan Tolak Ukur dan (6) Menguatkan. Oleh karena
itu pendekatan yang tepat adalah menggunakan pendekatan direktif namun
menggunakan model Cooperatif Depelovment dengan kegiatan yang kontinue
sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar bagi guru. Melalui Model Cooperativ
Development akan terjadi interaksi intelektual yang memberi efek induksi karena
akan terjadi saling menerima dan saling memberi informasi Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi.
Melalui Cooperative Profesional Development akan menimbulkan kesan
adanya upaya perbaikan perilaku inovatif, disiplin, dan self control dalam
pelaksanaan tugas-tugas mengajar. Model Cooperatif Profesional Development
yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan kolaboratif. Yang dimaksud dengan
pendekata kolaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara pendekatan
direktif dan non–direktif menjadi pendekatan baru. Pada pendekatan ini baik
supervisor maupun guru bersama-sama, bersepakat untuk menetapkan struktur,
proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang
dihadapi guru. Pendekatan ini didasarkan pada psikologi kognitif. Psikologi kognitif
beranggapan bahwa belajar adalah hasil panduan antara kegiatan individu dengan
lingkungan pada gilirannya nantui berpengaruh dalam pembentukan aktivitas
individu. Dengan demikian pendekatan dalam supervisi berhubungan pada dua arah.
Dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Perilaku supervisor adalah sebagai
26
berikut: menyajikan, menjelaskan, mendengarkan, memecahkan masalah, dan
negosiasi. (Sahertian, 2000:44-52).
Supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi dan
mengembangkan perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran. Inilah
karakteristik esensial supervisi akademik. Sehubungan dengan ini, janganlah
diasumsikan secara sempit, bahwa hanya ada satu cara terbaik yang bisa
diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku guru. Menurut
Alfonso, Firth, dan Neville (1981) Supervisi akademik yang baik adalah supervisi
akademik yang mampu berfungsi mencapai multitujuan tersebut di atas. Tidak ada
keberhasilan bagi supervisi akademik jika hanya memerhatikan salah satu tujuan
tertentu dengan mengesampingkan tujuan lainnya. Hanya dengan merefleksi ketiga
tujuan inilah supervisi akademik akan berfungsi mengubah perilaku mengajar guru.
Pada gilirannya nanti perubahan perilaku guru ke arah yang lebih berkualitas akan
menimbulkan perilaku belajar murid yang lebih baik.
Mengingat guru mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan
kualitas dan kuantitas pengajaran yang telah ditentukan. Maka guru harus
memikirkan dan membuat perencanaan secara rutin dan terprogram dalam usaha
meningkatkan kualitas mengajar dan kesempatan belajar bagi siswa. Untuk itu
dituntut adanya inovasi dalam pengelolaan kelas. Guru sebagai penanggung jawab
kegiatan belajar mengajar harus penuh inisiatif dan kreatif dalam kegiatan belajar
mengajar, karena gurulah yang mengetahui secara pasti situasi dan kondisi kelas
terutama keadaan anak dengan segala latar belakangnya. Tolok ukur utama dalam
menilai guru adalah kualitas kegiatan belajar mengajar yang terjadi di kelas,
kegiatan itu disebut juga kinerja guru.
Kinerja guru ditunjukkan dalam aktifitas kerjanya. Aktifitas disini secara
langsung dapat dikaitkan dengan tugas dan tanggung jawab yang dilaksanakan guru
dalam melaksanakan tugasnya. Tugas dan kegiatan pokok guru adalah
melaksanakan pengajaran. Tugas ini dapat dicapai dengan baik apabila seorang guru
mengetahui secara jelas maksud dan tujuan pengajaran yang akan dilaksanakan,
serta mengelola pengajran itu sebaik mungkin. Pengelolaan pengajaran yang
menjadi tugas guru meliputi: (1) Menyusun rencana program pengajaran; (2)
Menyajikan dan melaksanakan program pengajaran; (3) Melakukan evaluasi belajar;
(4) Melakukan analisis hasil evaluasi belajar; dan (5) Menyusun program perbaikan
27
(Sukari, 1999: 51). Gagne da Berliner yang dikutip Ibrahim Bafadal (1992: 26)
menjelaskan ada tiga fase pengajaran, yaitu (1) fase sebelum pengajaran, (2) fase
saat pengajaran, dan (3) fase sesudah pengajaran. Tugas guru sebelum mengajar
adalah bagaimana merencanakan suatu sistem pengajaran yang baik. Tugas guru
saat mengajar adalah menciptakan suatu kondisi pengajaran yang sesuai dengan
yang direncanakan. Sedangakan tugas guru setelah mengajar adalah bagaimana
menentukan keberhasilan pengajaran yang telah dilakukan dan mengadakan
perbaikan. Ketiga tugas besar ini saling berhubungan dalam mencapai efektifitas
dan efisien pengajaran.
Tugas pertama, merencanakan pengajaran merupakan tugas pertama guru
sebagai pengajar. Merencanakan pengajaran berarti merencanakan suatu sistem
pengajaran. Sistem pengajaran merupakan suatu sistem yang kompleks, sehingga
tugas merencanakan pengajaran bukanlah tugas yang mudah bagi seorang guru,
karena guru dituntut memiliki kemampuan berpikir yang tinggi untuk memecahkan
masalah pengajaran. Lebih dari itu, guru juga dituntut memiliki kemampuan yang
tinggi untuk mengidentifikasi unsur-unsur pengaajaran dan menghubungkan satu
sama lainnya.
Tugas guru di bidang pengajaran sama dan relevan dengan langkah-langkah
dalam proses perencanaan pengajaran. Dick dan Carey (1985:3) mengatakan bahwa
komponen-komponen dalam proses belajar mengajar yang perlu diperhatikan yaitu:
(1) Melakukan identifikasi tujuan instruktional umum; (2) Melakukan analisis
instruksional; (3) Melakukan identifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa; (4)
Menulis tujuan kompetensi; (5) Melakukan revisi kegiatan instrusional; (6)
Mengembangkan butir tes acuan patokan; (7) Mengembangkan strategi
instruksional; (8) Mengembangkan dan memilih bahan instruksional; (9) Mendesain
dan melaksanakan evaluasi formatif; (10) Mendesain dan melaksanakan evaluasi
sumatif. Kemp (1977: 27) pernah mengembangkan tujuh langkah dalam
perencanaan pengajaran, yaitu, (1) Memahami tujuan, mendaftar topik, dan
menetapkan tujuan umum bagi setiap topik; (2) Mengidentifikasi pokok murid-
murid; (3) Menspesifikasi tujuan khusus pengajaran yang akan dicapai dalam bentuk
hasil perilaku murid yang bisa diukur; (4) Mendaftarkan subyek isi yang
mendukung pencapaian tujuan; (5) Mengembangkan pengukuran awal untuk
menentukan topik; (6) Menyelesikan aktivitas-aktivitas belajar mengajar dan
28
sumber-sumber pengajaran yang akan menyampaikan subyek isi sehingga murid
bisa mencapai tujuan pengajaran; (7) Mengkoordinasikan layanan-layanan
pendukung, seperti anggaran, personil, fasilitas, jadwal untuk melaksanakan rencana
pengajaran; dan (8) Mengembangkan alat evaluasi belajar dengan kemungkinan
revisi dan penilaian kembali semua langkah perencanaan dan perlu pengembangan.
Tugas kedua adalah mengajar atau mengimplementasikan rencana pengajaran
yang dibuat. Tugas ini merujuk pada bagaimana seseorang guru menciptakan suatu
sistem pengajaran yang sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya.
Tugas ini mencakup, menyampaikan tujuan pengajaran, menyampaikan materi
pelajaran, menggunakan metode-metode sera alat-alat tertentu sesuai dengan
rencana, menilai keberhasilan belajar murid, memotivasi, membantu memecahkan
belajar murid. Thomas Green yang dikutip oleh Ibrahim Bafadal (1992: 31),
mengklasifikasi aktivitas-aktivitas pengajaran menjadi tiga kelompok, yaitu: (1)
Aktivitas logik; (2) Aktivitas strategik, dan (3) Aktivitas instruksional. Aktivitas
logik pengajaran adalah segala aktivitas yang berhubungan dengan pemikiran dalam
melakukan pengajaran, seperti menjelaskan, menyimpulkan, merangkum, dan
mendemostrasikan. Aktivitas strategis pengajaran adalah segala aktivitas yang
mengacu pada perencanaan atau strategi dalam pengajaran, seperti memotivasi’
bimbingan, pendisiplinan, dan bertanya. Sedangkan aktivitas instruksional
pengajaran adalah segala aktivitas yang merupakan bagian dari pengorganisasian
kerja guru oleh institusi sekolah. Aktivitas-aktivitas ini meliputi pengumpulan dana,
pengarsipan laporan, memonitor murid, dan konsultasi dengan orang tua murid.
Tugas ketiga guru adalah menilai pengajaran. Tugas ini merujuk bagaimana
guru menilai keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dikelolanya. Tugas
menilai pengajaran adalah menilai bagian-bagian yang tidak berjalan sebagaimana
mestinya.
Kerangka berpikir Green mendeskripsikan antara aktivitas-aktivitas
pengajaran dan aktivitas-aktivitas guru. Aktivitas logik dan aktivitas strategik lebih
menuju pada aktivitas pengajaran guru di kelas, sedangkan aktivitas instruksional
lebih menuju pada aktivitas guru di luar kelas/pengajaran. Menurut Mc Pherson
dikutip oleh Ibrahim Bafadal (1992: 32), apabila seseorang ingin mengembangkan
pengajaran guru, maka harus difokuskan pada pengembangan aktivitas-aktivitas
logik dan strategik. Aktivitas logik pengajaran ditujukan guru selama satu kali
29
pengajaran, sedangkan aktivitas-aktivitas strategik pengajaran ditujukan guru dalam
waktu yang lebih lama, misalnya selama satu semester. Konsekuensinya, menurut
MC. Pherson, apabila kepala sekolah maupun supervisor ingin mngukur
kemampuan guru dalam melakukan aktivitas-aktivitas logik, maka bisa melalui satu
kali observasi kelas. Namun apabila guru dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas
strategik, maka sebaiknya melalui serangkaian observasi, diskusi, dan review,
sehingga menghasilkan penilaian yang tepat. Dalam pelaksanaan program-program
pengajaran dalam melaksanakan secara efektif dan efisien tentu banyak aspek
ketrampilan mengajar yang dituntut bagi seorang guru. Proses pengajaran akan
efektif, apabila guru dapat berkomunikasi secara efektif, dapat menrncanakan isi
pengajaran, mampu menggunakan alat bantu secara maksimal, mahir dalam
menggunakan metode pengajaran yang bervariasi, penampilan yang menarik, dapat
memotivasikan minat belajar siswa, mampu menciptakan seni bertanya yang efektif
dan mampu mengadalkan evaluasi.
Beberapa hal yang dapat merangsang tumbuhnya motivasi belajar aktif pada
diri peserta didik, antara lain :
a. Penampilan guru yang hangat dan menumbuhkan partisipasi positif. Sikap guru
tampil hangat, bersemangat, penuh percaya diri dan antusias, serta dimulai dan
pola pandang bahwa peserta didik adalah manusia-manusia cerdas berpotensi,
merupakan faktor penting yang akan meningkatkan partisipasi aktif peserta
didik. Segala bentuk penampilan guru akan membias mewarnai sikap para
peserta didiknya. Bila tampilan guru sudah tidak bersemangat maka jangan
harap akan tumbuh sikap aktif pada diri peserta didik. Karena itu hendaknya
seorang guru dapat selalu menunjukkan keseriusannya terhadap pelaksanaan
proses belajar mengajar, serta dapat meyakinkan bahwa materi pelajaran serta
kegiatan yang dilakukan merupakan hal yang sangat penting bagi peserta didik,
sehingga akan tumbuh minat yang kuat pada diri para peserta didik yang
bersangkutan.
b. Guru memberitahu maksud dan tujuan pembelajaran. Bila peserta didik telah
mengetahui tujuan dari pembelajaran yang sedang mereka ikuti, maka mereka
akan terdorong untuk melaksanakan kegiatan tersebut secara aktif. Oleh karena
itu pada setiap awal kegiatan guru berkewajiban memberi penjelasan kepada
peserta didik tentang apa dan untuk apa materi pelajaran itu harus mereka
30
pelajari serta apa keuntungan yang akan mereka peroleh. Selain itu hendaknya
guru tidak lupa untuk mengadakan kesepakatan bersama dengan para peserta
didiknya mengenai tata tertib belajar yang berlaku agar kegiatan pembelajaran
dapat berlangsung lebih efektif.
c. Guru menyiapkan fasilkitas, sumber belajar, dan lingkungan yang mendukung.
Bila di dalam kegiatan pembelajaran telah tersedia fasilitas dan sumber belajar
yang “menarik” dan “cukup” untuk mendukung kelancaran kegiatan belajar
mengajar maka hal itu juga akan menumbuhkan semangat belajar peserta
didik. Begitu pula halnya dengan faktor situasi dan kondisi lingkungan yang
juga penting untuk diperhatikan, jangan sampai faktor itu memperlunak
semangat dan keaktifan peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar.
d. Adanya prinsip pengakuan penuh atas pribadi setiap peserta didik. Agar
kesadaran akan potensi, eksistensi, dan percaya diri pada diri peserta didik dapat
terus tumbuh, maka guru berkewajiban menjaga situasi interaksi agar dapat
berlanagsung dengan berlandaskan prinsip pengakuan atas pribadi setiap
individu. Sehingga kemampuan individu, pendapat atau ggasan, maupun
keberadaannya perlu diperhatikan dan dihargai. Dan yang penting lagi guru
hendaknya rajin memberikan apresiasi atau pujian bagi para peserta didik,
antara lain dengan mengumumkan hasil prestasi, mengajak peserta didik yang
lain memberikan selamat atau tepuk tangan, memajang hasil karyanya di kelas
atau bentuk penghargaan lainnya.
e. Adanya konsistensi dalam penerapan aturan atau perlakuan oleh guru di dalam
proses belajar mengajar. Perlu diingat bahwa bila terjadi kesalahan dalam hal
perlakuan oleh guru di dalam pengelolaan kelas pada waktu yang lalu maka hal
itu berpengaruh negatif terhadap kegiatan selanjutnya. Penerapan peraturan yang
tidak konsisten, tidak adil, atau kesalahan perlakuan yang lain akanmenimbulkan
kekecewaan dari para peserta didik, dan hal ini akan berpengaruh terhadap
tingkat keaktifan belajar peserta didik. Karena itu di dalam memberikan sanksi
harus sesuai dengan ketentuannya, memberi nilai sesuai kriteria, dan memberi
pujian tidak pilih kasih.
f. Adanya pemberian “penguatan” dalam proses belajar-mengajar. Penguatan
adalah pemberian respon dalam proses interaksi belajar mengajar baik berupa
pujian maupun sanksi. Pemberian penguatan ini dimaksudkan untuk lebih
31
meningkatkan keaktifan belajar dan mencegah berulangnya kesalahan dari
peserta didik. Penguatan yang sifatnya positif dapat dilakukan dengan kata-kata;
bagus! baik!, betul!, hebat! Dan sebagainya, atau dapat juga dengan gerak;
acungan jempol, tepuk tangan, menepuk-nepuk bahu, menjabat tangan dan lain-
lain. Ada pula dengan cara memberi hadiah seperti hadiah buku, benda
kenangan atau diberi hadiah khusus berupa; boleh pulang duluan atau pemberian
perlakuan menyenangkan lainnya.
g. Jenis kegiatan Pembelajaran menarik atau menyenangkan dan menantang. Agar
peserta didik dapat tetap aktif dalam mengikuti kegiatan atau melaksanakan
tugas pemebelajaran perlu dipilih jenis kegiatan atau tugas yang sifatnya
menarik atau menyenangkan bagi peserta didik di samping juga bersifat
menantang. Pelaksanaan kegiatan hendaknya bervariasi, tidak selalu harus di
dalam kelas, diberikan tugas yang dikerjakan di luar kelas seperti di
perpustakaan, dan lain-lain. Penerapan model “belajar sambil bekerja” (learning
by doing) sangat dianjurkan, di jenjang sekolah dasar antara lain dilakukan
belajar sambil bernyanyi atau belajar sambil bermain. Untuk lebih
mengaktifkan peserta didik secara merata dapat diterapkan pemberian tugas
pembelajaran secara individu atau kelompok belajar (group learning) yang
didukung adanya fasilitas/sumber belajar yang cukup. Sekiranya tersedia
dianjurkan penggunaan media pembelajaran sehingga pelaksanaan pembelajaran
dapat lebih efektif.
h. Penilaian hasil belajar dilakukan serius, obyektif, teliti dan terbuka. Penilaian
hasil belajar yang tidak serius akan sangat mengecewakan peserta didik, dan hal
itu akan memperlemah semangat belajar. Karena itu, agar kegiatan penilaian ini
dapat membangun semangat belajar para peserta didik maka hendaknya
dilakukan serius, sesuai dengan ketentuannya, jangan sampai terjadi manipulasi,
sehingga hasilnya dapat obyektif. Hasil penilaiannya diumumkan secara terbuka
atau yang lebih baik dibuatkan daftar kemajuan hasil belajar yang ditempel di
kelas. Dari daftar kemajuan belajar tersebut setiap peserta didik dapat melihat
prestasi mereka masing-masing tahap per tahap.
Dari teori-teori di atas dapat dirumuskan bahwa kinerja guru adalah perilaku
nyata guru yang dapat diamati dalam tugasnya sebagai guru. Perilaku guru
sebagaimana dimaksud berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengelolaan pengajaran
32
dan pengembangan profesi meliputi kegiatan-kegiatan: (1) Mampu menyusun
program atau praktek, (2) mampu menyajikan program pengajaran, (3) mampu
melaksanakan evaluasi belajar, (4) mampu melaksanakan analisis hasil evaluasi
belajar atau praktek, (5) mampu menyusun dan melaksanakan program perbaikan
dan pengayaan, (6) mampu membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang pendidikan,
(7) mampu mengembangkan kurikulum. Kegiatan-kegiatan tersebut akan diukur
dengan angket yang di kerjakan oleh guru tersebut.
Di bawah ini beberapa jenis supervisi Model Cooperative Development yang
telah dikembangkan di SD negeri Harjamukti 3 antara lain :
a. Professional Dialogue yaitu kegiatan pengembangan profesi dimana guru-guru
yang tergabung dalam kelompok kecil (small group) secara berkala melakukan
diskusi terbimbing, dengan tujuan memfasilitasi para guru merefleksi
pembelajaran yang telah dilakukannya, membantu guru agar lebih bijaksana
dalam mengambil keputusan.
b. Curriculum Development yaitu usaha yang dilakukan beberapa guru untuk
memodifikasi dan mengadaptasi kurikulum yang berlaku agar lebih mudah
diterapkan (aplicable) dan dilaksanakan (practicable). Mereka berdikusi seputar
upaya pengembangan kurkulum, misalnya: tentang penyusunan RPP, penerapan
metode pembelajaran kontemporer dan mutakhir, pengembangan bahan ajar, dan
pemilihan sistem penilaiaan yang paling sesuai.
c. Peer Supervision adalah sebuah proses dimana para guru membentuk tim kecil
(small team) memanfaatkan komponen-komponen esensial dari supervisi klinis
untuk kepentingan pertumbuhan profesionalismenya. Proses ini berbasis data
hasil observasi di kelas. Setiap anggota (participant) mengidentikasi perilaku
guru dan siswa di kelas dengan fokus pada hasil belajar siswa. Proses obsevasi
dan post-conference berlangsung secara siklik dan bersifat rahasia.
d. Peer Coaching pada dasarnya mirip dengan proses peer supervision, adanya
observasi sejawat dan post-conference, tetapi lebih menekankan pengembangan
staff, dimana guru belajar tentang dasar-dasar teoritis suatu keterampilan
mengajar tertentu, dan pengamatan terfokus pada keterampilan yang sedang
dipelajarinya dan mendapatkan umpan balik dari apa yang telah dipraktikannya.
33
e. Action Research atau Penelitian Tindakan adalah suatu usaha kolaboratif dari
tim guru untuk mengidentifikasi masalah-masalah penting dan mencari solusi
untuk memperbaiki praktik pembelajaran.
Adapun langkah-langkah strategis yang dilakukan oleh kepala SD Negeri
Harjamukti 3 adalah sebagai berikut :
a. Kepala Sekolah menyusun Rencana Tindak Kepemimpinan (RTK) Supervisi
akademik Model Cooperatif Profesional Development.
b. Menyusun Program Supervisi Akademik Model Cooperatif Profesional
Development.
c. Menyusun Perangakat dan instrumen pendukung pelaksanaan program
d. Pelaksanaan Program Supervisi Akademik Model Cooperatif Profesional
Development seperti: (1) supervisi klinis secara bergantian, (2) diskusi tentang
inovasi-inovasi pembelajaran, (3) saling mengunjungi, dan (4) sharing
mengatasi masalah pembelajaran. Model ini memberi peluang bagi guru-guru
saling memberi umpan balik secara informal dan mendiskusikan isu-isu
pembelajaran.
e. Membentuk TIM Cooperatif Profesional Development dengan kepala sekolah
sebagai penanggungjawab utama.
f. Memberikan kesempatan kepada guru untuk menentukan siapa saja teman yang
dapat diajak bekerjasama.
g. Kepala sekolah selaku supervisor memfasilitasi dengan mengalokasikan sumber
daya yang diperlukan sehingga memungkinkan tim berfungsi secara efektif yang
dilaksanakan setiap hari Sabtu.
h. Kepala sekolah selaku supervisor tidak perlu menerima informasi mengenai
hasil-hasil kerja tim dalam pembelajaran, jika belum perlu dievaluasi. Dengan
demikian dokumentasi setiap guru tetap disimpan oleh tim.
i. Kepala sekolah supervisor mengadakan evaluasi internal terhadap guru
j. Kepala sekolah mengadakan pertemuan dengan tim sekurang-kurangnya satu
kali dalam setahun untuk melakukan penilaian tentang proses kegiatan tim.
k. Kepala sekolah/supervisor mengadakan pertemuan individual dengan setiap
anggota tim guna membicarakan catatan pertumbuhan profesionalnya dan
memberikan dorongan serta bantuan yang diperlukan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Subjek, Lokasi, dan Waktu Penelitian
Penelitian Tindakan Sekolah ini dilakukan kepada Guru SD Negeri Harjamukti 3
sebanyak 8 orang guru yang terdiri dari guru kelas dan guru mata pelajaran.
Lokasi penelitian dilakukan di SD Negeri Harjamukti 3 Jalan Maliki II Kelurahan
Abadijaya Kecamatan Cimanggis Kota Depok dengan waktu penelitian bulan Juli –
Desember 2011 Semester I Tahun Pelajaran 2012/2013.
B. Jenis dan Prosedur Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun penelitian yang akan diterapkan adalah Penelitian Tindakan Sekolah
(PTS) adalah jenis penelitian yang dilakukan oleh kepala sekolah. Seperti yang
dikemukakan Mulyasa bahawa Penelitian Tindakan Sekolah merupakan upaya
peningkatan kinerja sistem pendidikan dan meningkatkan menejemen sekolah agar
menjadi produktif, efektif dan efisien. jenis penelitian ini perlu diperkenalkan kepada
kepala sekolah dan pengawas sekolah nelalui pendidikan dan pelatihan (diklat) PTS.
Dalam pelaksanaan diklat PTS, diharapkan kepala sekolah dan pengawas sekolah dapat
(1) memahami PTS sebagai bagian dari penelitian ilmiah, (2) memahami makna PTS,
(3) memahami penyusunan usulan PTS, (4) melaksanakan dan melaporkan hasil PTS
yang dilakukannya.
Menurut Direktorat Tendik (2008) Langkah – Langkah PTS terdiri atas empat
tahap, yaitu planning (Rencana), action (tindakan), observasi (pengamatan) dan
reflection (refleksi). Siklus spiral dari tahap-tahap PTS dapat dilihat pada gambar
berikut:
1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun
rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya
instrument penelitian dan perangkat pembelajaran.
2. Tindakan dilakukan setelah rancangan disusun. Tindakan merupakan bagian yang
akan dilakukan dalam Penelitian Tindakan Sekolah dalam penelitian.
3. Pengamatan dilakukan waktu guru dibombing menggunakan komputer. Data yang
dikumpulkan dapat berupa data pengelolaan sekolah/madrasah. Instrumen yang
umum dipakai adalah lembar observasi,dan cacatan lapangan yang dipakai untuk
35
36
memperoleh data secara objektif yang tidak dapat terekam melalui lembar observasi,
misalnya aktivitas siswa selama pemberian tindakan berlangsung, reaksi mereka,
atau pentunjuk-petunjuk lain yang dapat dipakai sebagai bahan dalam analisis dan
untuk keperluan refleksi.
4. Refleksi, peneliti mengkaji melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari
tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Moleong (2006: 8-
13) menyatakan bahwa ciri-ciri penelitian kualitatif adalah sebagai berikut: (1) peneliti
bertindak sebagai instrumen utama, karena disamping sebagai pengumpul data dan
menganalisis data peneliti juga terlibat langsung dalam proses penelitian, (2)
mempunyai latar alami (natural setting), data yang diteliti dan dihasilkan akan
dipaparkan sesuai dengan yang terjadi dilapangan, (3) hasil penelitian bersifat diskriptif,
karena data yang dikumpulkan bukan berupa angka- angka melainkan berupa kata-kata
atau kalimat, (4) lebih mementingkan proses dari pada hasil, (5) adanya batas
permasalahan yang ditentukan dalam fokus penelitian, dan (6) analisis data cenderung
bersifat induktif.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model siklus yang dikembangkan
oleh Kemmis dan Mc Taggart (dalam Ritawati, 2008:69). Proses penelitian merupak
proses daur ulang atau siklus yang dimulai aspek, mengembangkan perencanaan,
melakukan observasi terhadap tindakan dan melakukan refleksi terhadap perencanaan
kegiatan tindakan dan kesuksesan hasil yang diperoleh. Pada setiap akhir tindakan
dinilai dengan instrument bimbingan setelah belajar.
2. Prosedur Penelitian Tindakan
a. Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini peneliti menyusun Program supervisi akademik
model Cooperatif Profesional Development kemudian menyusun TIM Pelaksanan
Cooperatif Profesional Development dilanjutkan dengan sosialisasi program kepada
para guru.
Langkah ini merupakan upaya memperbaiki kekurangan guru dalam
menggunakan komputer kegiatan yang akan dilakukan adalah (1) menyusun jadwal
bimbingan belajar, (2) membuat dan meyiapkan instrumen penelitian berupa lembar
37
observasi memperoleh data nontes, (3) menyiapkan refleksi dan perbaikan guru
dalam mengajar.
b. Tindakan
Tindakan adalah aktivitas yang dirancang dengan sistematis untuk
menghasilkan adanya peningkatan atau perbaikan dalam proses pembelajaran,
sehingga proses pembelajaran di lakukan guru lebih maksimal dan baik sehingga
pembelajaran.
Dengan adanya bimbingan belajar TIK guru bisa meningkatkan
kemampuannya dalam mengajar dan menguasai knmpetensi – kompetensi guru
secara keseluruhan. Dengan hal ini guru akan mudah dalam mengerjakan admistrasi
yang menyakut dengan tugas pokoknya.
c. Observasi
Observasi adalah mengamati hasil atau dampak dari tindakan-tindakan yang
dilakukan guru dalam bimbingan belajar TIK. Observasi dilaksanakan peneliti
selama kegiatan berlangsung. Observasi meliputi observasi guru menngunakan
komputer.
d. Refleksi
Refleksi adalah mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil atau dampak
dari tindakan. Berdasarkan hasil refleksi ini, peneliti dapat melakukan revisi
terhadap rencana selanjutnya atau terhadap rencana awal siklus II.
Pada tahap ini, peneliti menganalisis hasil kemampuan guru dalam mengajar
siklus I. Jika kemampuan tersebut belum memenuhi nilai target yang telah
ditentukan, akan dilakukan tindakan siklus II dan masalah-masalah yang timbul
pada siklus I akan dicarikan alternatif pemecahannnya pada siklus II.
3. Pelaksanaan Tindakan
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian tindakan yang berlangsung
selama 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri dari tahapan perencanaan, pelaksanaan,
observasi dan refleksi. Metode penelitian yang dilakukan peneliti adalah dengan
melaksanakan supervise akademik model Cooperatif Profesional Development yang
secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Perencanaan Awal
38
Langkah awal yang direncanakan pada penelitian tindakan sekolah ini terdiri
dari beberapa kegiatan, yakni:
1) Identifikasi Masalah Kemampuan Awal Guru
2) Pengajuan Proposal
3) Menyusun program Pengembangan Profesional Berkelanjutan
4) Melakukan sosialisasi rencana penelitian tindakan sekolah
5) Mempersiapkan instrument
b. Siklus I
1) Perencanaan
Pada tahap ini, peneliti menggunakan supervisi akademik model Cooperatif
Profesional Development dengan merencanakan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Menyusun Rencana Tindak Kepemimpinan (RTK) yang berkaitan dengan
program Supervisi Akademik model Cooperatif Profesional Development.
b) Membentuk Tim Pelaksana yang terdiri dari beberapa guru yang memiliki
kemampuan di atas rata-rata dibandingan dengan guru lainnya.
c) Menetapkan jadwal kegiatan pertemuan rutin setiap hari Sabtu dengan Jadwal
yang di susun oleh TIM Cooperatif Profesional Development.
d) Melakukan kegiatan Professional Dialogue yaitu kegiatan pengembangan
profesi dimana guru-guru yang tergabung dalam kelompok kecil (small group)
secara berkala melakukan diskusi terbimbing, dengan tujuan memfasilitasi para
guru merefleksi pembelajaran yang telah dilakukannya, membantu guru agar
lebih bijaksana dalam mengambil keputusan.
e) Melakukan Supervisi Akademik dalam kegiatan Peer Supervision. Peer
Supervision adalah sebuah proses dimana para guru membentuk tim kecil
(small team) memanfaatkan komponen-komponen esensial dari supervisi klinis
untuk kepentingan pertumbuhan profesionalismenya. Proses ini berbasis data
hasil observasi di kelas. Setiap anggota (participant) mengidentikasi perilaku
guru dan siswa di kelas dengan fokus pada hasil belajar siswa. Proses obsevasi
dan post-conference berlangsung secara siklik dan bersifat rahasia.
f) Melaksanakan kegiatan Peer Coaching. Peer Coaching pada dasarnya mirip
dengan proses peer supervision, adanya observasi sejawat dan post-conference,
tetapi lebih menekankan pengembangan staff, dimana guru belajar tentang
dasar-dasar teoritis suatu keterampilan mengajar tertentu, dan pengamatan
39
terfokus pada keterampilan yang sedang dipelajarinya dan mendapatkan umpan
balik dari apa yang telah dipraktikannya.
2) Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti melaksanakan rencana tindakan supervisi
individual/kelompok untuk menilai pelaksanaan proses pembelajaran yang
dilaksanakan guru. Pelaksanaan supervisi ini termasuk dalam kegiatan Pra
Observasi yang dilakukan dengan pertemuan individual office-conference. Hal ini
dilakukan terutama kepada guru yang tidak mengumpulkan perangkat pembelajaran,
untuk mengetahui penyebab/masalahnya.
Pada tahap Pelaksanaan ini dilaksanakan pra observasi, melakukan analisis
dan menetapkan strategi tentang cara mengatasi kendala yang dihadapi guru
utamanya dalam penyusunan RPP. Supervisor dan guru-guru melakukan analisis
dokumen RPP mereka dengan menggunakan Alat Penilaian Keterampilan Guru
(APKG 1). Peneliti menilai RPP dengan menggunakan Alat Penilaian Keterampilan
Guru (APKG 1). Guru mencatat bagian-bagian / komponen RPP yang tidak sesuai
dengan Alat Penilaian Keterampilan Guru (APKG 1). Guru mencermati butir-butir
APKG 1, selanjutnya melaksanakan diskusi menyusun RPP yang mengacu kepada
APKG 1 dan Standar Proses untuk menentukan cara untuk mengatasi permasalahan
tersebut. Peran supervisor membimbing keproses pemecahan masalah. Tahap ini
peneliti rencanakan berlangsung selama 2 minggu.
Tahap berikutnya peneliti membuat kesepakatan dengan guru agar bersedia
diobservasi dalam melaksanakan proses pelaksanaan pembelajaran di kelas sesuai
dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah dirancangnya.
3) Observasi
Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan observasi kelas kepada para guru
dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas masing-masing. Observasi
dilakukan terhadap seluruh kejadian yang terjadi selama tahap pelaksanaan dan
mengobservasi hasil awal yang dicapai pada pelaksanaan tindakan siklus 1. Selain
itu peneliti juga mengidentifikasi masalah-masalah lanjutan yang timbul dari
pelaksanaan tindakan di siklus 1. Adapun Instrumen yang digunakan adalah
Instrumen Supervisi Akademik.
40
4) Refleksi
Pada tahap refleksi, peneliti melakukan evaluasi terhadap tindakan dan data-
data yang diperoleh. Kegiatan ini juga merupakan pelaksanaan supervisi akademik
fase Post Observasi. Pada tahap ini supervisor mengadakan wawancara dan diskusi
tentang kesan guru terhadap penampilannya, identifikasi keberhasilan dan
kelemahan guru, serta mengidentifikasi keterampilan-keterampilan mengajar yang
perlu ditingkatkan, gagasan-gagasan baru yang akan dilakukan. Kemudian
dilanjutkan dengan pertemuan bersama melalui kegiatan kelompok kerja guru untuk
membahas hasil evaluasi dan penyusunan langkah-langkah untuk siklus kedua.
c. Siklus II
1) Perencanaan
Pada tahap ini, peneliti menggunakan supervisi akademik model Cooperatif
Profesional Development dengan merencanakan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Menyusun Rencana Tindak Kepemimpinan (RTK) yang berkaitan dengan
program Supervisi Akademik model Cooperatif Profesional Development.
b) Membentuk Tim Pelaksana yang terdiri dari beberapa guru yang memiliki
kemampuan di atas rata-rata dibandingan dengan guru lainnya.
c) Menetapkan jadwal kegiatan pertemuan rutin setiap hari Sabtu dengan Jadwal
yang di susun oleh TIM Cooperatif Profesional Development.
d) Melakukan kegiatan Professional Dialogue yaitu kegiatan pengembangan
profesi dimana guru-guru yang tergabung dalam kelompok kecil (small group)
secara berkala melakukan diskusi terbimbing, dengan tujuan memfasilitasi para
guru merefleksi pembelajaran yang telah dilakukannya, membantu guru agar
lebih bijaksana dalam mengambil keputusan.
e) Melakukan Supervisi Akademik dalam kegiatan Peer Supervision. Peer
Supervision adalah sebuah proses dimana para guru membentuk tim kecil
(small team) memanfaatkan komponen-komponen esensial dari supervisi klinis
untuk kepentingan pertumbuhan profesionalismenya. Proses ini berbasis data
hasil observasi di kelas. Setiap anggota (participant) mengidentikasi perilaku
guru dan siswa di kelas dengan fokus pada hasil belajar siswa. Proses obsevasi
dan post-conference berlangsung secara siklik dan bersifat rahasia.
f) Melaksanakan kegiatan Peer Coaching. Peer Coaching pada dasarnya mirip
dengan proses peer supervision, adanya observasi sejawat dan post-conference,
41
tetapi lebih menekankan pengembangan staff, dimana guru belajar tentang
dasar-dasar teoritis suatu keterampilan mengajar tertentu, dan pengamatan
terfokus pada keterampilan yang sedang dipelajarinya dan mendapatkan umpan
balik dari apa yang telah dipraktikannya.
g) Mengembangkan Action Research atau Penelitian Tindakan yang merupakan
suatu usaha kolaboratif dari tim guru untuk mengidentifikasi masalah-masalah
penting dan mencari solusi untuk memperbaiki praktik pembelajaran.
2) Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan Peneliti melakukan evaluasi bersama para guru pada
kegiatan diskusi akhir pekan tentang pelaksanaan pembelajaran pada Siklus I
kemudian para guru bersama-sama menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
yang lebih Interaktif dengan menekankan pada kegiatan Inti dengan memanfaatkan
TIK dalam Pembelajaran.
Tahap berikutnya guru di bawah bimbingan kepala sekolah dan team CPD
melaksanakan Peer Teaching dengan tujuan sebagai alat latih bagi para guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar sebenarnya.
Tahap berikutnya peneliti membuat kesepakatan dengan guru agar bersedia
diobservasi dalam melaksanakan proses pelaksanaan pembelajaran di kelas sesuai
dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah dirancangnya dengan guru
menggunakan Instrumen Penilaian Keterampilan Guru dalam Melaksanakan
Pembelajaran. Pengawas menugaskan guru untuk membuat RPP yang terbaik dan
dikirim melalui email pengawas.
3) Observasi
Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan observasi kelas kepada para guru
dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas masing-masing. Observasi
dilakukan terhadap seluruh kejadian yang terjadi selama tahap pelaksanaan dan
mengobservasi hasil yang dicapai pada pelaksanaan tindakan siklus II. Selain itu
peneliti juga mengidentifikasi masalah-masalah lanjutan yang timbul dari
pelaksanaan tindakan di siklus I1.
4) Refleksi
Pada tahap refleksi, peneliti melakukan evaluasi terhadap tindakan dan data-
data yang diperoleh. Kegiatan ini juga merupakan pelaksanaan supervisi akademik
fase Post Observasi. Pada tahap ini supervisor mengadakan wawancara dan diskusi
42
tentang kesan guru terhadap penampilannya, identifikasi keberhasilan dan
kelemahan guru, serta mengidentifikasi keterampilan-keterampilan mengajar yang
perlu ditingkatkan, gagasan-gagasan baru yang akan dilakukan. Kemudian
dilanjutkan dengan pertemuan bersama melalui kegiatan kelompok kerja guru untuk
membahas hasil evaluasi dan penyusunan langkah-langkah untuk siklus berikutnya.
C. Indikator Keberhasilan
Tingkat kemampuan guru dalam penyusunan RPP dapat ditentukan dengan
membandingkan M atau rata-rata kemampuan guru ke dalam PAP skala lima dengan
kriteria sebagai berikut :
Tabel 3.1. Pedoman Konversi Skala Lima
No Persentase (%) Kriteria Kriteria1 91 -100 Sangat Baik2 75 – 90 Baik3 65 – 74 Cukup4 40 – 64 Kurang5 0 – 39 Sangat Kurang
Sumber: Dantes (2008)
Kriteria keberhasilan penelitian ini dapat diukur dari ketercapaian peningkatan
kemampuan guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran sesuai Permendiknas No. 41
Tahun 2007. Penelitian ini dikatakan berhasil apabila kemampuan guru dalam
menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran 100% berada pada kategori baik.
D. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam PTS ini dikumpulkan dengan menggunakan berbagai instrumen
penelitian (alat monitoring), seperti: catatan harian, lapangan, lembar observasi;
pedoman wawancara; lembar angket/kuesioner, lembar masukan guru (refleksi
tindakan); lembar penilaian unjuk kerja, dan hasil belajar siswa.
E. Teknik Analisis Data
Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis secara
deskriptif. Analisis data dalam PTS bertujuan bukan untuk digeneralisasikan,
melainkan untuk memperoleh bukti kepastian apakah terjadi perbaikan, peningkatan,
dan atau perubahan sebagaimana yang diharapkan. Hal ini karena masalah yang
diangkat dalam PTS bersifat kasuistik, artinya masalah yang spesifik terjadi dan
dihadapi oleh guru yang melakukan PTS tersebut dan alternatif pemecahan masalah
yang dilakukan belum tentu akan memberikan hasil yang sama untuk kasus serupa.
43
Oleh karena itu ketika suatu PTS berhasil menunjukkan terjadinya perbaikan,
peningkatan, dan atau perubahan sebagaimana yang diharapkan, maka berarti sekaligus
peneliti (guru) telah berhasil menemukan model dan prosedur tindakan yang
memberikan jaminan terhadap upaya pemecahan masalah tersebut.
Analisis data difokuskan pada sasaran/variabel/objek yang akan diperbaiki/
ditingkatkan, misalnya tentang kesiapan peserta didik dalam mengikuti pelajaran,
frekuensi dan kualitas pertanyaan, cara menjawab dan penalarannya, kualitas kerjasama
kelompok, aktivitas, partisipasi, motivasi, minat, konsep diri, berpikir kritis, kreativitas,
kemandirian, dan lain-lain. Data dapat berupa angka maupun non-angka (kalimat atau
kata-kata), yang dapat dianalisis deskriptif dan sajian visual yang menggambarkan
bahwa tindakan yang dilakukan dapat menimbulkan adanya perbaikan, peningkatan,
dan atau perubahan ke arah yang lebih baik jika dibandingkan keadaan sebelumnya.
Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Data kualitatif dianalisis dengan menggunakan analisis kategorial dan
fungsional melalui model analisis interaktif (interactive model), yakni analisis yang
dilakukan melalui empat komponen analisis: reduksi data, penyandian, dan verifikasi
dilakukan secara simultan. Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan analisis
deskriptif.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Awal
Berdasarkan pengamatan, wawancara dan pelaksanaan supervisi sebelumnya di
SD Negeri Harjamukti 3 Kota Depok, diperoleh data bahwa dari 10 guru yang telah
disupervisi oleh kepala sekolah hanya 2 orang guru atau 20% yang menunjukkan
kemampuan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan melaksanakan Proses
Pembelajaran yang cukup memuaskan bahkan memiliki sikap progresif futuristik.
Sisanya sebanyak 8 orang guru memiliki pandangan konservatif, jarang membuat
perencanaan pembelajaran, mengajar tidak menggunakan alat peraga, proses
pembelajaran di kelas tidak melibatkan siswa dalam mengembangkan aktivitas belajar
dan kreativitas belajarnya.
Di bawah ini disajikan tabel data skala sikap yang dilakukan kepada 10 orang
guru yang berkaitan dengan tugas pokoknya sebagai guru di SDS Negeri Harjamukti 3.
Tabel 4.1. Kondisi Awal Sikap Guru SDN SD Harjamukti 3
NO RESPONDEN PERSENTASE1 Responden 1 51%2 Responden 2 76%3 Responden 3 77%4 Responden 4 51%5 Responden 5 48%6 Responden 6 45%7 Responden 7 45%8 Responden 8 43%9 Responden 9 43%10 Responden 10 45%
Rerata 52,4%
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa hanya 2 orang guru yang
memperoleh nilai rata-rata diatas 75% atau hanya sebanyak 20% yang memiliki sikap
progresif futuristik. Karena keduanya memiliki kemampuan profesional yang memadai,
sedangkan sisanya 8 orang atau 80% masih memiliki sikap konservatif. Hal ini
diperoleh dari penghitungan Skala Sikap (Skala Likert) tentang kemampuan
profesionalisme guru.
44
45
B. Siklus 1
1. Perencanaan
Pada tahap ini, peneliti menggunakan supervisi akademik model Cooperatif
Profesional Development dengan merencanakan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Menyusun Rencana Tindak Kepemimpinan (RTK) yang berkaitan dengan
program Supervisi Akademik model Cooperatif Profesional Development.
b) Membentuk Tim Pelaksana yang terdiri dari beberapa guru yang memiliki
kemampuan di atas rata-rata dibandingan dengan guru lainnya.
c) Menetapkan jadwal kegiatan pertemuan rutin setiap hari Sabtu dengan Jadwal
yang di susun oleh TIM Cooperatif Profesional Development.
d) Melakukan kegiatan Professional Dialogue yaitu kegiatan pengembangan
profesi dimana guru-guru yang tergabung dalam kelompok kecil (small group)
secara berkala melakukan diskusi terbimbing, dengan tujuan memfasilitasi para
guru merefleksi pembelajaran yang telah dilakukannya, membantu guru agar
lebih bijaksana dalam mengambil keputusan.
e) Melakukan Supervisi Akademik dalam kegiatan Peer Supervision. Peer
Supervision adalah sebuah proses dimana para guru membentuk tim kecil
(small team) memanfaatkan komponen-komponen esensial dari supervisi klinis
untuk kepentingan pertumbuhan profesionalismenya. Proses ini berbasis data
hasil observasi di kelas. Setiap anggota (participant) mengidentikasi perilaku
guru dan siswa di kelas dengan fokus pada hasil belajar siswa. Proses obsevasi
dan post-conference berlangsung secara siklik dan bersifat rahasia.
f) Melaksanakan kegiatan Peer Coaching. Peer Coaching pada dasarnya mirip
dengan proses peer supervision, adanya observasi sejawat dan post-conference,
tetapi lebih menekankan pengembangan staff, dimana guru belajar tentang
dasar-dasar teoritis suatu keterampilan mengajar tertentu, dan pengamatan
terfokus pada keterampilan yang sedang dipelajarinya dan mendapatkan umpan
balik dari apa yang telah dipraktikannya.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan Siklus 1 dilakukan pada mulai bulan Agustus 2011. Sesuai
dengan kesepakatan dengan para guru di SD Negeri Harjamukti 3, Peneliti bersama
Tim Cooperatif Profesional Development melaksanakan program pembinaan yang
46
dilaksanakan secara rutin setiap Hari Sabtu. Di bawah ini adalah materi Kegiatan
Cooperatif Profesional Development.
Tabel 4.2. Program Kegiatan Supervisi Akademik Model Cooperatif
Profesional Development
No Uraian Kegiatan TujuanWaktu Pelaksanaan
7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
1 Pembentukan Tim Pelaksana Cooperatif Profesional Development dan Kelompok Kerja
Terbentuknya timwork yang saling mendukung
2 Workshop Revisi dan Review KurikulumBedah SK, KD dan Mengembangan Indikator
Guru memahami isi kurikulum, mampu menyusun Indikator
3 Pelatihan dan Diskusi Kompetensi Guru dan Standar Proses Permendiknas No. 41 tahun 2007
Meningkatkan pemahaman tentang landasan pedagogik
4 Workhshop Menyusun Silabus dan RPP
Meningkatkan Kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran
5 Workshop Pembelajaran PAKEM dan sintaks model-model pembelajaran CTL dan Cooperatif learning
Meningkatnya Kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran
6 M elaksanakan Peer Choahing keterampilan Mengajar
Meningkatnya Kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran
7 Diskusi dan Curah gagasan Tentang penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar
Meningkatnya kemampuan guru dalam melakukan penilaian hasil pembelajaran,
7 Curah Gagasan Identifikasi masalah dalam pelaksanaan Pembelajaran (Studi Kasus Pembelajaran)
Memecahkan masalah dalam proses Pembelajaran
8 Melaksanakan Peer Teaching / Peer Supervision
Meningkatnya kemampuan profesionalisme guru, memanfaatkan komponen-komponen esensial dari supervisi klinis untuk kepentingan
47
pertumbuhan profesionalismenya
9 Supervisi Akademik Oleh kepala Sekolah
Menilai Kinerja Guru dalam proses pembelajaran
10 Evaluasi program
Pelaksanaan Supervisi Akademik oleh guru dalam tim (Peer Supervision)
dilanjutkan dengan melakukan evaluasi dan refleksi oleh TIM Cooperatif
Profesional Development. Adapun tahap supervisi yang dilakukan sama seperti
supervisi klinis hanya saja dilakukan oleh rekan sejawat.
Kepala Sekolah melakukan supervisi akademik untuk menilai kinerja guru
dalam proses pembelajaran hanya dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah
disepakati dengan Tim Cooperatif Profesional Development.
Pada tahap observasi kepala sekolah sebagai supervisor mengamati proses
pembelajaran secara teliti di kelas. Tujuannya untuk memperoleh data obyektif
aspek-aspek situasi pembelajaran, kesulitan-kesulitan guru dalam usaha
memperbaiki proses pembelajaran. Secara umum, aspek-aspek yang diobservasi
adalah:
a) usaha-usaha dan aktivitas guru-siswa dalam proses pembelajaran,
b) cara menggunakan media pengajaran
c) variasi metode,
d) ketepatan penggunaan media dengan materi
e) ketepatan penggunaan metode dengan materi, dan
f) reaksi mental para siswa dalam proses belajar mengajar.
3. Pengamatan
Pada tahap observasi, supervisor melakukan pengamatan terhadp guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran yang mengacu kepada Permendiknas Nomor :
41 Tahun 2007 tentang Standar Proses yang berisi kriteria minimal proses
pembelajaran pada satuan pendidikan meliputi perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan
proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan
efisien.
Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru pada siklus I ini merupakan
implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan,
48
kegiatan inti dan kegiatan penutup. Pengamatan yang dilakukan kepada guru ditekankan
pada kegiatan pendahuluan, kegiatan Inti, dan kegiatan penutup.
Pada kegiatan pendahuluan secara umum guru mampu menyiapkan peserta didik
secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran, dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi
yang akan dipelajari namun umumnya para guru belum menjelaskan tujuan
pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.
Pengamatan pada kegiatan inti difokuskan pada kegiatan eksplorasi, elaborasi dan
konfirmasi proses pembelajaran untuk mencapai indikator yang ditetapkan dan
apakah proses tersebut dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pada tahapan kegiatan
inti secara umum guru belum dapat memanfaatkan alokasi waktu yang tersedia sesuai
dengan tahapan pembelajaran.
Dalam kegiatan eksplorasi, umumnya guru dapat melibatkan peserta didik
mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan
dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari
aneka sumber. Para guru juga masih mendominasi proses pembelajaran belum
dapat memanfaatkan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan
sumber belajar lain, sehingga dapat dinyatakan bahwa umumnya guru di SD
Negeri Harjamukti 3 belum dapat memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta
didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar
lainnya dengan kata lain belum dapat melibatkan peserta didik secara aktif dalam
setiap kegiatan pembelajaran.
Pada tahap elaborasi seharusnya guru memberikan dorongan agar membiasakan
siswa membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang
bermakna melalui tugas mandiri terstruktur atau tidak terstruktur, mengembangkan
diskusi yang dapat memunculkan gagasan baru baik lisan maupun tertulis.
Proses elaborasi juga semestinya dapat memberi kesempatan untuk berpikir,
menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut dalam
pembelajaran kooperatif dan kolaboratif. Pada Siklus I yang diamati oleh observer
49
belum nampak siswa dapat berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi
belajarnya.
Kegiatan individual dan kelompok masih didominasi oleh sebagian kecil
kelompok yang aktif melakukan diskusi dan melaporkan secara lisan maupun
tertulis. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kemampuan guru untuk memberikan
kesempatan kepada siswa melakukan aktivitas individu dan kelompok yang dapat
berdampak pada rendahnya rasa bangga dan rasa percaya diri siswa.
Pada tahapan konfirmasi guru belum dapat memberikan umpan balik positif
dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap
keberhasilan peserta didik, atau memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi
dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber. Hal inilah yang
mengakibatkan siswa belum dapat memperoleh pengalaman belajar yang bermakna
dalam mencapai indikator atau kompetensi dasar.
Pada kegiatan akhir atau penutup observasi dilakukan oleh supervisor dengan
memfokuskan pengamatan pada tahapan membuat rangkuman atau simpulan yang
melubatkan siswa. Khusus tahapan penilaian semua guru dapat melalui tahapan ini
hanya saja umumnya penilauan dilakukan kurang menggunakan variasi model
penilaian, guru masih menggunakan tes lisan atau tertulis padahal semestinya
memperhatikan konteks atau esesi materi dan indikator yang ingin dicapai.
Pada kegiatan akhir juga jarang para guru melakukan proses refleksi
terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram
apalagi memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran,
sehingga guru beranggapan kegiatan akhir ini merupakan akhir proses
pembelajaran. Semestinya guru dapat merencanakan tindak lanjut dalam bentuk
pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan
tugas balikan, tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar siswa.
4. Evaluasi dan Refleksi
Pada tahapan Evaluasi dan refleksi, supervisor melakukan analisis dari
kegiatan supervisi yang telah dilakukan dengan mengikutsertakan semua guru kelas,
dengan maksud sebagai pembinaan khusus. Guru yang dijadikan subyek penelitian
dalam kegiatan tindakan balikan memaparkan pengalamannya dalam melaksanakan
proses pembelajaran.
50
Tahapan evaluasi dan refleksi yang pertama dilakukan secara individual
melalui kegiatan pasca observasi sehingga diperoleh identifikasi kesulitan dan
masalah yang dihadapi guru setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran. Disini
peran asesor sebagai fasilitator dan pendengar untuk dapat menumbuhkan motivasi
dan keinginan guru memperbaiki proses kegiatan belajar mengajarnya di kelas pada
saat supervisi berikutnya.
Kegiatan yang dilakukan supervisor berikutnya adalah melakukan pembinaan
melalui kegiatan Diskusi Akhir Pekan dan TIM CD di SDN Harjamukti 3 yang
disesuaikan dengan hasil analisis dan rekomendasi. Materi Kegiatan difokuskan
kepada analisis kebutuhan guru terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan
Kegiatan Inti dalam proses pembelajaran antara lain penggunaan pendekatan,
metode, model-model pembelajaran, penggunaan media dan sumber belajar, dan
penilaian hasil belajar. Adapun model pelatihan di TIM CD para guru belajar
sesama guru dengan model peer teaching sebelum diterapkan dalam pembelajaran
sesungguhnya di kelas.
C. Siklus II
1. Perencanaan
Siklus II dilakukan melalui tahapan seperti Siklus I yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Pelaksanaan Tindakan Siklus II
didasarkan atas hasil refleksi dan evaluasi siklus I dengan kata lain kelemahan yang
ditemukan pada Siklus I diperbaiki melalui daur kedua (Siklus II).
Berdasarkan kelemahan pada Siklus I, maka peneliti melakukan tindakan
dengan menugaskan kepada TIM Cooperatif Profesional Development untuk
meningkatkan kualitas Peer Teaching, Peer Supervision agar para guru makin
terbiasa menerapkan pembelajaran yang inovatif, inspiratif, menyenangkan dan
menantang.
Kepada TIM CD juga peneliti mengharapkan dilaksanakan model supervisi
klinis yang didasarkan atas kebutuhan para guru dan kesulitan yang ditemui guru
pada saat proses pembelajaran sebenarnya. Berikut ini tahapan pelaksanaan
supervisi klinis yang dikembangkan TIM Cooperatif Profesional Development.
a. Tahap perencanaan awal. Pada tahap ini supervisor memperhatikan hal-hal
sebagai berikut (1) penciptaan suasana yang intim dan terbuka, (2) mengkaji
51
rencana pembelajaran yang meliputi tujuan, metode, waktu, media, evaluasi
hasil belajar, dan lain-lain yang terkait dengan pembelajaran, (3) menentukan
fokus obsevasi, (4) menentukan alat bantu (instrumen) observasi, dan (5)
menentukan teknik pelaksanaan obeservasi.
b. Tahap pelaksanaan observasi. Pada tahap ini beberapa hal yang harus
diperhatikan, antara lain: (1) harus luwes, (2) tidak mengganggu proses
pembelajaran, (3) tidak bersifat menilai, (4) mencatat dan merekam hal-hal yang
terjadi dalam proses pembelajaran sesuai kesepakatan bersama, dan (5)
menentukan teknik pelaksanaan observasi.
c. Tahap akhir (diskusi balikan). Pada tahap ini beberapa hal yang harus
diperhatikan antara lain: (1) memberi penguatan; (2) mengulas kembali tujuan
pembelajaran; (3) mengulas kembali hal-hal yang telah disepakati bersama, (4)
mengkaji data hasil pengamatan, (5) tidak bersifat menyalahkan, (6) data hasil
pengamatan tidak disebarluaskan, (7) penyimpulan, (8) hindari saran secara
langsung, dan (9) merumuskan kembali kesepakatan-kesepakatan sebagai tindak
lanjut proses perbaikan.
Persiapan lain yang dilakukan oleh supervisor adalah menyiapkan instrumen
pra observasi, observasi dan pasca observasi. Pada tahapan Pra Observasi supervisor
memfokuskan pada perencanaan pembelajaran yang sesuai dengan standar proses.
Sedangkan tahapan observasi menggunakan instrumen yang telah disepakati dengan
guru. Pada tahapan Pasca observasi merupakan diskusi balikan untuk merumuskan
kesepakatan sebagai tindak lanjut proses perbaikan.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan Siklus 1I dilakukan mulai tanggal 5-30 Desember 2011. Sesuai
dengan kesepakatan dengan para guru, Peneliti melakukan Supervisi Akademik
yang akan menilai kemampuan mengajar para guru. Adapun tahapan yang dilakukan
oleh peneliti meliputi pra observasi, observasi dan pasca observasi.
Pada tahap observasi peneliti mengamati proses pembelajaran secara teliti di
kelas. Tujuannya untuk memperoleh data obyektif aspek-aspek situasi pembelajaran,
kesulitan-kesulitan guru dalam usaha memperbaiki proses pembelajaran. Secara
umum, aspek-aspek yang diobservasi adalah:
a) usaha-usaha dan aktivitas guru-siswa dalam proses pembelajaran,
b) cara menggunakan media pengajaran,
52
c) variasi metode,
d) ketepatan penggunaan media dengan materi
e) ketepatan penggunaan metode dengan materi, dan
f) reaksi mental para siswa dalam proses belajar mengajar.
3. Pengamatan
Pada tahap observasi, supervisor melakukan pengamatan terhadap guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran yang mengacu kepada Permendiknas Nomor :
41 Tahun 2007 tentang Standar Proses yang berisi kriteria minimal proses
pembelajaran pada satuan pendidikan meliputi perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan
proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan
efisien.
Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru pada siklus II ini merupakan
implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti dan kegiatan penutup. Pengamatan yang dilakukan ditekankan pada
kegiatan pendahuluan, kegiatan Inti, dan kegiatan penutup.
Pada kegiatan pendahuluan secara umum guru mampu menyiapkan peserta didik
secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran, dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi
yang akan dipelajari namun umumnya para guru telah menjelaskan tujuan
pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.
Pengamatan pada kegiatan inti difokuskan pada kegiatan eksplorasi, elaborasi dan
konfirmasi proses pembelajaran untuk mencapai indikator yang ditetapkan dan
apakah proses tersebut dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pada tahapan kegiatan
inti secara umum guru dapat memanfaatkan alokasi waktu yang tersedia sesuai dengan
tahapan pembelajaran.
Dalam kegiatan eksplorasi, umumnya guru sudah melibatkan peserta didik
mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan
dipelajari dari aneka sumber. Para guru juga sudah tidak mendominasi proses
pembelajaran dan dapat memanfaatkan beragam pendekatan pembelajaran, media
53
pembelajaran, dan sumber belajar lain, sehingga dapat dinyatakan bahwa umumnya
guru di SDN Harjamukti 3 dapat memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta
didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar
lainnya dengan kata lain belum dapat melibatkan peserta didik secara aktif dalam
setiap kegiatan pembelajaran.
Pada tahap elaborasi guru memberikan dorongan agar membiasakan siswa
membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna
melalui tugas mandiri terstruktur atau tidak terstruktur, mengembangkan diskusi
yang dapat memunculkan gagasan baru baik lisan maupun tertulis.
Pada Siklus II yang diamati oleh observer para siswa sudah berkompetisi
secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Karena proses diskusi sudah
tidakdidominasi oleh sekelompok siswa saja yang aktif melakukan diskusi dan
melaporkan secara lisan maupun tertulis. Hal ini disebabkan oleh kemampuan guru
memberikan dorongan dan kesempatan kepada siswa melakukan aktivitas individu
dan kelompok yang dapat berdampak pada rendahnya rasa bangga dan rasa percaya
diri siswa.
Pada tahapan konfirmasi guru sudah mampu memberikan umpan balik positif
dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap
keberhasilan peserta didik, atau memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi
dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber.
Pada kegiatan akhir atau penutup observasi dilakukan oleh supervisor dengan
memfokuskan pengamatan pada tahapan membuat rangkuman atau simpulan yang
melubatkan siswa. Khusus tahapan penilaian semua guru dapat melalui tahapan ini
umumnya belum penerapan jenis penilaian yang bervariasi sesuai dengan indikator
yang diharapkan.
Pada kegiatan akhir guru mulai melakukan proses refleksi terhadap
kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram hal ini terlihat
dari guru dapat memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil
pembelajaran.
4. Evaluasi dan Refleksi
Pada tahapan Evaluasi dan refleksi, Guru yang dijadikan subyek penelitian
dalam kegiatan tindakan balikan memaparkan pengalamannya dalam melaksanakan
proses pembelajaran. Supervisor melakukan analisis dari kegiatan supervisi yang
54
telah dilakukan dengan mengikutsertakan semua guru kelas, dengan maksud sebagai
pembinaan khusus melalui kegiatan kelompok kerja guru.
Tahapan evaluasi dan refleksi yang pertama dilakukan secara individual
melalui kegiatan pasca observasi sehingga diperoleh identifikasi kesulitan dan
masalah yang dihadapi guru setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran. Disini
peran supervisor sebagai fasilitator dan pendengar untuk dapat menumbuhkan
motivasi dan keinginan guru memperbaiki proses kegiatan belajar mengajarnya di
kelas pada saat supervisi berikutnya.
D. Pembahasan
1. Sikap Konservatif Guru Sebelum Pelaksanaan Penelitian
Para guru SD Negeri Harjamukti 3 yang jumlahnya 10 orang memiliki
kemampuan yang rendah dalam perencanaan pembelajaran dan proses
pembelajaran. Sikap guru yang kurang bertanggung jawab dan kurang disiplin
seperti datang tidak tepat waktu, atau mengelola alokasi waktu pembelajaran yang
tidak sesuai. Bahkan dari 10 orang guru yang memiliki kemampuan menggunakan
media pembelajaran dan mampu menggunakan Teknologi dalam pembelajaran
hanya 3 orang saja atau 30%. Perilaku demikian disebabkan karena sikap
konservatif guru yang menghambat peningkatan kemampuan profesionalnya
sehingga berdampak pada hasil belajar yang rendah.
Gejala atau fenomena dalam proses pembelajaran yang tidak inspiratis,
menyenangkan dan menantang, kurang memberikan motivasi kepada peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, siswa tidak diberikan ruang prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan perkembangan bakat, minat dan pisik dan psikologi
siswa telah terjadi di SD Negeri Harjamukti 3. Di bawah ini merupakan data hasil
Pengukuran Skala Sikap Guru
Tabel 4.3. Kondisi Awal Sikap Guru SDN Harjamukti 3
NO RESPONDEN PERSENTASE1 Responden 1 51%2 Responden 2 76%3 Responden 3 77%4 Responden 4 51%5 Responden 5 48%6 Responden 6 45%7 Responden 7 45%
55
NO RESPONDEN PERSENTASE8 Responden 8 43%9 Responden 9 43%10 Responden 10 45%
Rerata 52,4%
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa hanya 2 orang guru yang
memperoleh nilai rata-rata diatas 75% atau hanya sebanyak 20% yang memiliki
sikap progresif futuristik. Karena keduanya memiliki kemampuan profesional yang
memadai, sedangkan sisanya 8 orang atau 80% masih memiliki sikap konservatif.
Hal ini diperoleh dari penghitungan Skala Sikap (Skala Likert) tentang kemampuan
profesionalisme guru.
Dari sikap konservatif guru sebagaimana tabel 4.3. di atas diperoleh hasil
supervisi pembelajaran yang dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian tindakan
sebagai berikut :
Tabel 4.4. Tabel Hasil Pelaksanaan Supervisi Akademik Pra Siklus
No Aspek yang disupervisi Pemenuhan Ketercapaian Kategori
1 Perencanaan 40% 49% Kurang
2 Pelaksanaan 45% 54% Kurang
Jumlah 42,50% 51,5% Kurang
Berdasarkan Tabel 4.4. di atas bahwa Pemenuhan indikator hanya 42,50%
sedangkan ketercapaian sesuai standar 51,50% dengan kategori kurang. Setelah
dilakukan identifikasi penyebab rendahnya kemampuan guru dalam melaksanakan
pembelajaran, diperoleh hasil bahwa guru tidak melaksanakan pembelajaran sesuai
skenario rencana pembelajaran, kurang mengarahkan belajar siswa sesuai dengan
prinsip belajar yang mendidik, tidak memfasilitasi pengembangan potensi seluruh
siswa menguasi materi.
Dalam menggunakan pendekatan dan strategi pembelajaran guru memiliki
kelemahan pada kemampuan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kompetensi
(tujuan) yang direncanakan hal ini nampak pada rencana pembelajaran tidak disusun
secara sistematik dan sistemik, guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berkembang secara kreatif dan mandiri sehingga siswa tidak memiliki
pengalaman belajar yang permanen. Seharusnya pembelajaran yang dibuat dapat
memicu dan memelihara keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.
56
2. Sikap Konservatif Guru setelah Pelaksanaan Siklus I
Berdasarkan kelemahan yang ditemukan pada kemampuan awal maka
peneliti melakukan bimbingan dan pembinaan di SDN Harjamukti 3 untuk
mengubah sikap konservatif guru maka dilakukan program Supervisi Model
Cooperatif Profesional Development melalui berbagai kegiatan yang dilaksanakan
setiap hari Sabtu oleh Tim Cooperatif Profesional Development.
Setelah dilakukan berbagai program peningkatan mutu profesionalis guru
pada Siklus I selanjutnya dilakukan penilaian Skala Sikap untuk mengetahui
sejauhmana sikap guru terhadap kinerjanya. Di bawah ini disajikan skala sikap yang
diujikan kepada para guru sebagai berikut :
Tabel 4.5. Sikap Guru SDN Harjamukti 3
NO RESPONDEN PERSENTASE1 Responden 1 65%2 Responden 2 86%3 Responden 3 90%4 Responden 4 71%5 Responden 5 68%6 Responden 6 75%7 Responden 7 68%8 Responden 8 56%9 Responden 9 65%10 Responden 10 75%
Rerata 71,90%
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa 5 orang guru yang
memperoleh nilai rata-rata di atas 70% atau sebanyak 50% yang memiliki sikap
progresif futuristik. Karena memiliki kemampuan profesional yang memadai,
sedangkan sisanya 8 orang atau 80% masih memiliki sikap konservatif. Hal ini
diperoleh dari penghitungan Skala Sikap (Skala Likert) tentang kemampuan
profesionalisme guru.
Dari sikap konservatif guru sebagaimana tabel 4.5. di atas diperoleh hasil
supervisi pembelajaran yang dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian tindakan
sebagai berikut :
Tabel 4.5. Tabel Hasil Pelaksanaan Supervisi Akademik Siklus I
No Aspek yang disupervisi Pemenuhan Ketercapaian Kategori
57
1 Perencanaan 62% 68% Cukup
2 Pelaksanaan 65% 73% Cukup
Jumlah 63,50% 70,50% Cukup
Setelah dilaksanakan proses siklus I para guru secara bertahap dapat
menyusun dan melaksanakan proses pembelajaran. Sehingga hasil supervisi
akademik Siklus I mengalami peningkatan kemampuan guru dalam melaksanakan
pembelajaran. Berdasarkan tabel 4.5. di atas diperoleh bahwa pemenuhan tahap
perencanaan dan pelaksanaan memperoleh nilai rata-rata 63,50 sedangkan
ketercapaian pelaksanaan perencanaan dan proses pembelajaran diperoleh nilai rata-
rata dalam Siklus I 70,50%
Kemampuan guru pada siklus I mengalami peningkatan kemampuan seperti
pada pra pembelajaran guru sudah memantau kesiapan siswa untuk belajar,
melakukan appersepsi, dan memperhatikan karakter siswa, namun umumnya guru
belum menyampaikan kriteria pencapaian tujuan.
Sedangkan pada indikator Kesesuaian dengan perencanaan Pembelajaran
umumnya guru dapat melaksanakan pembelajaran sesuai skenario rencana
pembelajaran dan mengarahkan belajar siswa sesuai dengan prinsip belajar yang
mendidik.
Khusus penguasaan materi, umumnya guru sudah menunjukkan penguasaan
struktur konsep, dan aplikasi materi. Namun guru belum memfasilitasi
pengembangan potensi seluruh siswa menguasasi materi.
3. Kemampuan Guru Dalam Melaksanakan Pembelajaran pada Siklus II
Berdasarkan kelemahan yang ditemukan pada Siklus I maka peneliti
melakukan bimbingan dan pendampingan bersama-sama Tim CPD di SD Negeri
Harjamukti 3 untuk mengubah sikap konservatif guru. Adapun program Supervisi
Model Cooperatif Profesional Development dilanjutkan secara rutin dengan
melakukan kegiatan diskusi, studi kasus, peer teaching dan peer supervision.
Setelah dilakukan berbagai program peningkatan mutu profesionalis guru
pada Siklus II selanjutnya dilakukan pengukuran Skala Sikap (Skala Likert) untuk
mengetahui sejauhmana peningkatan sikap konservatif guru menjadi progresif
58
futuristik terhadap kinerjanya. Di bawah ini disajikan skala sikap yang diujikan
kepada para guru sebagai berikut :
Tabel 4.6. Sikap Guru SDN Harjamukti 3
NO RESPONDEN PERSENTASE1 Responden 1 80%2 Responden 2 88%3 Responden 3 90%4 Responden 4 75%5 Responden 5 70%6 Responden 6 80%7 Responden 7 75%8 Responden 8 65%9 Responden 9 75%10 Responden 10 85%
Rerata 78,30%
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa 9 orang guru yang
memperoleh nilai rata-rata di atas 70% atau sebanyak 90% yang memiliki sikap
progresif futuristik. Karena memiliki kemampuan profesional yang memadai,
sedangkan sisanya 1 orang atau 10% masih memiliki sikap konservatif. Hal ini
diperoleh dari penghitungan Skala Sikap (Skala Likert) tentang kemampuan
profesionalisme guru.
Dari sikap konservatif guru sebagaimana tabel 4.6. di atas diperoleh hasil
supervisi pembelajaran yang dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian tindakan
sebagai berikut :
Tabel 4.6. Tabel Hasil Pelaksanaan Supervisi Akademik Siklus I
No Aspek yang disupervisi Pemenuhan Ketercapaian Kategori
1 Perencanaan 78% 80% Baik
2 Pelaksanaan 80% 88% Baik
Jumlah 79% 84% Baik
Setelah dilaksanakan proses siklus I para guru secara bertahap dapat
menyusun dan melaksanakan proses pembelajaran. Sehingga hasil supervisi
akademik Siklus II mengalami peningkatan kemampuan guru dalam melaksanakan
pembelajaran. Berdasarkan tabel 4.6. di atas diperoleh bahwa pemenuhan tahap
perencanaan dan pelaksanaan memperoleh nilai rata-rata 79,0% sedangkan
59
ketercapaian pelaksanaan perencanaan dan proses pembelajaran diperoleh nilai rata-
rata dalam Siklus II 84,0%
Kemampuan guru pada siklus II mengalami peningkatan kemampuan yang
sangat signifikan seperti pada pra pembelajaran guru sudah memantau kesiapan
siswa untuk belajar, melakukan appersepsi, dan memperhatikan karakter siswa,
namun umumnya guru belum menyampaikan kriteria pencapaian tujuan.
Sedangkan pada indikator kesesuaian dengan perencanaan Pembelajaran
umumnya guru dapat melaksanakan pembelajaran sesuai skenario rencana
pembelajaran dan mengarahkan belajar siswa sesuai dengan prinsip belajar yang
mendidik.
Khusus penguasaan materi, umumnya guru sudah menunjukkan penguasaan
struktur konsep, dan aplikasi materi. Namun guru belum memfasilitasi
pengembangan potensi seluruh siswa menguasasi materi.
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kepala sekolah diperoleh hasil bahwa
terdapat peningkatan yang signifikan sikap dan perilaku guru yang konservatif
menjadi sikap progresif futuristik sehingga terjadi perubahan kemampuan guru
dalam melaksanakan tugas pokok seperti merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran melalui supervisi akademik model Cooperatif Profesional
Development.
Penerapan Model Supervisi Cooperatif Profesional Development mampu
meningkatkan kerja sama tim (Teamwork) sekolah dalam mengubah perilaku
konservatif menjadi sikap progresif terhadap kepentingan pendidikan masa depan.
Perubahan sikap guru tersebut berdampak pada kinerja guru yang mankin meningkat
sehingga hasil belajar siswa pun meningkat. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata
UN setiap tahun mengalami peningkatan yang signifikan.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian pada Bab IV dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Melalui penerapan Supervisi Akademik Model Cooperatif Profesional Development
mampu mengubah sikap konservatif guru menjadi guru yang progresif futuristik.
Hal ini dilakukan dengan cara memberikan kesempatan kepada guru untuk belajar
bersama dalam kelompok kecil, melakukan diskusi, studi kasus, peer teaching, dan
peer supervision.
2. Perubahan sikap konservatif menjadi sikap yang progresif futuristik mampu
meningkatkan kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran yang lebih berkualitas. Hal ini dibuktikan dengan hasil pelaksanaan
penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di SD Negeri Harjamukti 3 Kota
Depok. Sebelum dilakukan penelitan sikap guru menunjukkan skala sikap yang
sangat rendah yaitu: 52,4% dengan rata-rata pemenuhan perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran memperoleh nilai rata-rata 42,50% sedangkan tingkat
ketercapaian rata-rata 51,5%. Sedangkan Pada Siklus I Skala Likert mencapai
71,90% dengan rata-rata pemenuhan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran
memperoleh nilai rata-rata 63,50% sedangkan tingkat ketercapaian rata-rata
70,50%. Pada Siklus II Skala sikap memperoleh nilai 78,30% dengan rata-rata
pemenuhan perencanaan dan pelaaksanaan pembelajaran memperoleh nilai rata-rata
79,0% sedangkan tingkat ketercapaian rata-rata 84,0%.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat diajukan saran sebagai berikut.
1. Bagi peserta didik, diharapkan mengikuti pembelajaran yang diterapkan oleh guru
secara maksimal agar tujuan pembelajaran yang telah direncanakan akan dapat
dicapai secara optimal.
2. Bagi guru, hendaknya mampu memanfaatkan setiap kesempatan seperti pendidikan,
pelatihan diskusi, studi kasus, dan KKG sebagai wahana peningkatan kemampuan
profesional sehingga dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilannya dalam
60
61
melaksanakan proses pembelajaran yang insfiratif, inovatif, menantang dan
menyenangkan.
3. Bagi kepala sekolah, hendaknya mampu mengembangkan berbagai kebijakan
sekolah agar dapat meningkatkan kualitas dan profesionalisme dari siswa, guru
maupun kepala sekolah sendiri.
4. Bagi Dinas Pendidikan kota hendaknya mampu mengambil kebijakan pendidikan
yang tepat, agar proses pembelajaran yang ada di sekolah dapat berjalan dengan
tepat dan lancar. Selain itu diharapkan kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatan
profesionalisme guru dapat ditingkatkan.
5. Bagi peneliti lain, hendaknya dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang
efektivitas model ini, terhadap kemampuan dan keterampilan guru, melalui
penerapan rancangan penelitian dan penggunaan instrumen yang lebih reliabel dan
valid pada mata pelajaran lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Allan. A. Glatthorn. 1987. Cooperative Professional Development. Greenvile: Association for Supervision and Curriculum Development.
Bafadal, Ibrahim. 1992. Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya dalam Membina Profesional Guru. Jakarta: Bumi Aksara.
Burhanudin,(1994).Analisis administrasi manajemen dan kepemimpinan pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
E. Mulyasa, (2004). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Hamalik, Oemar. 1992. Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum. Bandung: CV. Mandar Maju.
H.A.R. Tilaar,(2004). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta : Rineka Cipta.
Imron Ali. 1995. Pembinaan Guru Di Indonesia. Malang: Pustaka Jaya.
Gibson,James L.,(1996). Organization,behavior,structure and prosess. Organisasi,perilaku,Struktur dan proses ( Terjemahan Nunuk Adiarni). Jakarta Binarupa Aksara
Sahertian, Piet. 2000. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam rangka Pengembangan Sumberdaya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Sahertian, Piet. 1994. Profil Pendidik Profesional. Yogyakarta: Andi Offset.
62
Lampiran 1
JADWAL PELAKSANAAN SUPERVISI AKADEMIK SD NEGERI HARJAMUKTI 3
SEMESTER GANJIL TAHUN 2012/2013
NO NAMA GURUWAKTU PELAKSANAAN
JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOPEMBER DESEMBER KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
Cimanggis, ....Juli 2011Kepala Sekolah,
Hj. Rustinah, S.Pd.NIP. 196102151982042011
63
64
Lampiran 2
JADWAL PELAKSANAAN SUPERVISI AKADEMIK SD NEGERI HARJAMUKTI 3
SEMESTER GENAP TAHUN 2012/2013
NO NAMA GURUWAKTU PELAKSANAAN
JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOPEMBER DESEMBER KETERANGAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
Cimanggis, ....Juli 2012Kepala Sekolah,
Hj. Rustinah, S.Pd.NIP. 196102151982042011
INSTRUMEN SKALA SIKAP
NO PERNYATAANALTERNATIF JAWABAN SKOR
ST T S KT TT1 Seorang guru seperti saya
harus mampu mengajar berarti menyampaikan materi pembelajaran
2 Setiap ada perubahan tentang paradigma pendidikan saya berusaha ingin tahu terhadap perubahan itu.
3 Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi
4 Hasil belajar peserta didik dijadikan balikan untuk menilai keberhasilan dirinya dalam mengajar
5 Menduduki jabatan profesional sebagai guru, tidak semata-mata menuntut pelaksanaan tugas sebagaimana adanya, tetapi juga memperdulikan apa yang seharusnya dicapai dari pelaksanaan tugasnya
6 Perubahan dalam sistem pendidikan yang bagaimana pun tidak akan mengubah cara saya mengajar siswa
7 Menerapkan hasil pendidikan dan pelatihan di sekolah sesuai dengan perkembangan dan karakter siswa
8 Memberikan gagasan yang positif bagi peningkatan mutu pembelajaran di sekolah
9 Menyusun Penelitian Tindakan kelas dalam rangka memperbaiki mutu pelaksanaan pembelajaran
10 Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan dan menantang
11 Dalam proses belajar mengajar, bertanya memainkan peranan penting sebab pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik pelontaran yang tepat akan memberikan dampak positif terhadap siswa
65
66
12 Untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar, guru perlu menunjukkan sikap baik pada waktu mengajukan pertanyaan maupun ketika menerima jawaban siswa. Sikap dan cara guru termasuk suara, ekspresi wajah, gerakan, dan posisi badan menampakkan ada-tidaknya kehangatan dan keantusiasannya
13 Penguatan kepada siswa mempunyai pengaruh yang berupa sikap positif terhadap proses belajar siswa
14 Memberikan Tugas Terstruktur. Kegiatan pembelajaran berupa pendalaman materi yang didesain oleh guru untuk mengembangkan kemandirian belajar peserta didik. Peran guru sebagai fasilitator, tutor, teman belajar, waktu penyelesaian tugas ditentukan oleh guru. Kegiatan ini termasuk remedial, pengayaan, percepatan.
15 Variasi dalam cara mengajar guru meliputi : penggunaan variasi suara (teacher voice), Pemusatan perhatian siswa (focusing), kesenyapan atau kebisuan guru (teacher silence), mengadakan kontak pandang dan gerak (eye contact and movement), gerakan badan mimik, dan pergantian posisi guru dalam kelas dan gerak guru (teachers movement).
16 Media dan alat pengajaran sangat penting dan penggunaannya harus bervariasi.
17 Penggunaan variasi pola interaksi dimaksudkan agar tidak menimbulkan kebosanan, kejemuan, serta untuk menghidupkan suasana kelas demi keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan
18 Keterampilan menjelaskan adalah penyajian informasi secara lisan yang diorganisasikan secara
67
sistematik untuk menunjukkan adanya hubungan yang satu dengan yang lainnya.
19 Membuka pelajaran (set induction) ialah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar untuk menciptakan prokondusi bagi siswa agar mental maupun perhatian terpusat pada apa yang akan dipelajarinya sehingga usaha tersebut akan memberikan efek yang positif terhadap kegiatan belajar
20 Diskusi kelompok merupakan strategi yang memungkinkan siswa menguasai suatu konsep atau memecahkan suatu masalah melalui satu proses yang memberi kesempatan untuk berpikir, berinteraksi sosial, serta berlatih bersikap positif.
Jumlah
68
LEMBAR PENILAIAN
Petunjuk
Berilah skor pada butir-butir pelaksanaan pembelajaran dengan cara membubuhkan tanda V pada kota sesuai dengan kriteria sebagai berikut:
1 = sangat tidak baik2 = tidak baik3 = kurang baik4 = baik5 = sangat baik
NO INDIKATOR YANG DINILAI
Pemenuhan
SKOR
Ya Tdk 1 2 3 4 5
I PRAPEMBELAJARAN
1. Memantau kesiapan siswa untuk belajar
2. Melakukan kegiatan apersepsi
3. Menyampaikan tujuan belajar
4. Menyampaikan target yang hendak dicapai
II KEGIATAN INTI PEMBELAJARAN
A. Kesesuaian dengan Rencana Pembelajaran
5. Melaksanakan pembelajaran sesuai skenario rencana pembelajaran
6. Mengarahkan siswa pada pencapaian tujuan dalam RPP
69
NO INDIKATOR YANG DINILAI
Pemenuhan
SKOR
Ya Tdk 1 2 3 4 5
B. Penguasaan materi pelajaran
7. Menunjukkan penguasaan materi pembelajaran
8. Mengaitkan materi dengan pengetahuan lain yang relevan
9. Menyampaikan materi dengan jelas dan sesuai dengan hierarki belajar
10. Mengaitkan materi dengan realitas kehidupan
C. Pendekatan/strategi pembelajaran
11. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kompetensi (tujuan) yang akan dicapai
12. Melaksanakan pembelajaran secara runtut
13. Menguasai kelas
14. Melaksanakan pembelajaran yang bersifat kontekstual
15. Mengembangkan pengalaman belajar yang bernilai
16. Menumbuhkan keterampilan berpikir kritis siswa
17. Menumbuhkan kreativitas dan inovasi siswa.
18. Mengembangkan keterampilan mengelola informasi
19. Mengembangkan kemampuan menguji ketepatan infomasi
70
NO INDIKATOR YANG DINILAI
Pemenuhan
SKOR
Ya Tdk 1 2 3 4 5
20. Mengembangkan keterampilan menggunakan informasi
21. Mengasah keterampilan yang sesuai dengan kehidupan nyata
22. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu yang direncanakan
23. Memberikan pengayaan untuk pengembangan daya kompetisi siswa
D. Pemanfaatan sumber belajar /media pembelajaran
24. Menggunakan media secara efektif
25. Menghasilkan pesan yang menarik
26. Melibatkan siswa dalam pemanfaatan media
27. Menggunakan informasi belajar yang variatif berbasis internet/TIK*
28. Menggunakan alat peraga berbasis internet/TIK*
29. Memanfaatkan sumber belajar berbahasa asing *
D. Pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan siswa
30. Menumbuhkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran
31. Menunjukkan sikap terbuka terhadap respons siswa
71
NO INDIKATOR YANG DINILAI
Pemenuhan
SKOR
Ya Tdk 1 2 3 4 5
32. Menumbuhkan keceriaan dan antusisme siswa dalam belajar
33. Memberi kesempatan nunjukkan produk belajar
E. Penilaian proses dan hasil belajar
34. Memantau kemajuan belajar selama proses
35. Melakukan penilaian akhir sesuai dengan kompetensi (tujuan)
36. Mencapai target kompetensi sesuai indikator pembelajaran
F. Penggunaan bahasa dan teknologi
37. Menggunakan bahasa lisan dan tulis secara jelas, baik, dan benar
38. Menggunakan teknologi komunikasi untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan
39. Mendayagunakan teknologi dalam meningkatkan kolaborasi*
III PENUTUP
40. Melakukan refleksi atau membuat rangkuman dengan melibatkan siswa
41. Menghargai pencapaian belajar yang terbaik.
42. Melaksanakan tindak lanjut atau kegiatan, atau tugas sebagai
72
NO INDIKATOR YANG DINILAI
Pemenuhan
SKOR
Ya Tdk 1 2 3 4 5
bagian remidi/pengayaan
Total Skor
Indikator Output Taget RealisasiKKM :Nilai Tertinggi :Nilai Teredah :
Nilai proses pemenuhan komponen standar :
Ketercapaian: 86 % - 100 % = Baik Sekali
70% - 85 % = Baik
55% - 69 % = Cukup
Di bawah 55% = Kurang
Kesimpulan hasil penilaian:
.................................................................................................................................................................
Catatan tindak lanjut :
.................................................................................................................................................................
Mengetahui Kepala Sekolah ................, ....................
Pencapaian Kinerja
Jumlah skor
----------------------- X 100% = .........(Nilai Akhir)
73
SD/SMP/SMA/SMK
................................NIP. ...........................
Penilai,Kepala Sekolah
Hj. Rustinah, S.Pd.NIP. 196102151982042011
REKAPITULASI SKALA LIKERET GURU SDN HARJAMUKTI 3
NO
NAMA GURU
NOMOR SOAL JUMLAH1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1Responden 1 1 2 3 2 3 3 3 2 1 3 2 2 2 2 3 3 3 4 4 3 51
2Responden 2 5 5 5 4 4 5 4 3 3 3 3 2 4 2 3 4 4 4 4 5 76
3Responden 3 5 5 5 4 4 5 4 5 3 3 2 3 4 2 3 4 3 4 4 5 77
4Responden 4 2 2 3 2 3 2 2 3 1 3 1 3 3 3 2 3 3 3 3 4 51
5Responden 5 2 2 1 2 3 2 3 1 1 3 2 2 2 3 3 3 2 4 4 3 48
6Responden 6 2 2 1 2 3 2 2 2 1 2 1 3 3 2 2 2 3 3 3 4 45
7Responden 7 2 2 1 2 2 2 3 2 1 3 2 2 3 1 3 2 2 3 4 3 45
8Responden 8 2 2 1 2 2 1 2 1 1 2 1 3 2 3 3 2 3 4 3 3 43
9Responden 9 2 2 1 2 3 3 3 2 1 2 3 1 2 1 2 2 3 3 3 2 43
10
Responden 10 2 2 1 2 2 3 2 1 1 3 3 1 1 3 3 2 3 3 3 4 45
JUMLAH 25 26 22 24 29 28 28 22 14 27 20 22 26 22 27 27 29 35 35 36 524
50%
52%
44%
48%
58%
56%
56%
44%
28%
54%
40%
44%
52%
44%
54%
54%
58%
70%
70%
72% 52%
74