pts pengawas 2013

115
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian lainnya masih memprihatinkan. Dari sisi proses pembelajaran, masih terkendala pada lemahnya kemampuan guru untuk memberdayakan sumber belajar dan variatif metode pembelajaran yang digunakan guru. Guru merupakan kunci utama untuk meningkatkan kualitas pendidikan, karena persyaratan penting bagi terwujudnya pendidikan yang bermutu adalah apabila pelaksanaannya dilakukan oleh pendidik-pendidik yang keprofesionalannya dapat diandalkan. Menurut Slamet PH (1992) dunia pendidikan tidak akan mengalami perubahan apapun sepanjang para guru 1

Upload: omay-widyana

Post on 13-Aug-2015

79 views

Category:

Education


11 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah

rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya

pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan

mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal,

peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran,

pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu

manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum

menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota,

menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun

sebagian lainnya masih memprihatinkan.

Dari sisi proses pembelajaran, masih terkendala pada lemahnya kemampuan

guru untuk memberdayakan sumber belajar dan variatif metode pembelajaran yang

digunakan guru. Guru merupakan kunci utama untuk meningkatkan kualitas pendidikan,

karena persyaratan penting bagi terwujudnya pendidikan yang bermutu adalah apabila

pelaksanaannya dilakukan oleh pendidik-pendidik yang keprofesionalannya dapat

diandalkan. Menurut Slamet PH (1992) dunia pendidikan tidak akan mengalami

perubahan apapun sepanjang para guru tidak mau terbuka,tidak adaptif dan antisipatif

terhadap perubahan.

Indikator-indikator penting mengenai kondisi pendidikan kita saat ini satu

diantaranya adalah masih rendahnya kualitas guru untuk semua jenjang pendidikan

(Tilaar,1991). Sementara itu Zamroni (2000), mengatakan bahwa rendahnya kualitas

pendidikan akan senantiasa berkaitan dengan rendahnya mutu guru. Slamet PH (1994)

mengatakan pula secara gregatif, kondisi pendidikan kita berada pada tingkat

mediokratis dan konservatif terhadap perubahan.

McCrae dan Costa (1997) dalam Williams (2004) berpendapat bahwa

keterbukaan adalah kecenderungan untuk menjadi imajinatif, orisinil, berbeda, dan

independen. Individu yang terbuka cenderung mencari pengalaman baru dan bervariasi

pada saat mereka bekerja. Sebaliknya, individu yang tertutup pada saat bekerja

cenderung lebih konvensional, konservatif, dan tidak nyaman dengan hal-hal yang

1

2

rumit. Mereka tidak tertarik dengan hal-hal yang imajinatif dan kreatif. Individu yang

tertutup cenderung melakukan pekerjaan yang biasa-biasa saja. Maka dari itu McCrae

dan Costa (1997) menjelaskan ciri-ciri bagaimana individu yang terbuka itu dalam

bekerja, yaitu; divergen, fleksibel, rasa ingin tahu, dan imajinatif.

Dalam mewujudkan tuntutan kemampuan profesionalisasi guru seringkali

dihadapkan pada berbagai permasalahan yang dapat menghambat perwujudannya.

Permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan kemampuan profesional para guru

melaksanakan pembelajaran dapat digolongkan ke dalam dua macam, yaitu

permasalahan yang ada dalam diri guru itu sendiri (internal), dan permasalahan yang

ada di luar diri guru (eksternal). Permasalahan internal menyangkut sikap guru yang

masih konservatif, rendahnya motivasi guru untuk mengembangkan kompetensinya,

dan guru kurang/tidak mengikuti berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Sedangkan permasalahan eksternal menyangkut sarana dan prasarana yang

terbatas.

Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah seperti melakukan

reorientasi pengelolaan pendidikan dari sistem manajemen peningkatan mutu berbasis

pusat menuju manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang esensinya adalah

otonomi manajemen sekolah dan pengambilan keputusan partisipatif untuk mencapai

sasaran mutu sekolah. Melalui sistem ini, pengelola atau manejer sekolah diberi

kewenangan untuk mengatur dan meningkatkan proses pendidikan menurut prakarsa

sendiri sehingga mengurangi ketergantungan dari pemerintah pusat. Pengertian diatas

menunjukkan bahwa sekolah memiliki kewenangan yang lebih besar untuk mengelola

sekolahnya, karena ”sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan

ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya

yang tersedia untuk memajukan sekolahnya”, (Ditjend. Dikdasmen, 200:5).

Gejala dan fenomena yang terjadi di SD Negeri Harjamukti 3 saat ini adalah

rendahnya hasil belajar siswa yang disebabkan oleh rendahnya kemampuan profesional

guru yang sering dihadapkan pada  berbagai permasalahan yang dapat menghambat

perwujudannya antara lain sikap konservatif guru yang lebih mengarah pada upaya guru

mempertahankan cara yang biasa dilakukan dari waktu ke waktu dalam melaksanakan

tugas, atau ingin mempertahankan cara lama (konservatif), mengingat cara yang

dipandang baru pada umumnya menuntut berbagai perubahan dalam pola-pola kerja.

Guru-guru yang masih memiliki sikap konservatif, memandang bahwa tuntutan

3

semacam itu merupakan tambahan beban kerja bagi dirinya. Guru-guru semacam ini

biasanya mengaitkan tuntutan itu dengan kepentingan diri sendiri semata-mata, tanpa

memperdulikan tuntutan yang sebenarnya dari hasil pelaksanaan tugasnya.

Di bawah ini disajikan Pencapaian Hasil Ujian Nasional SDN Harjamukti 3

selama lima tahun terkahir, sebagai berikut :

Tabel 1. Pencapaian Hasil Ujian Nasional

NoTahun

PelajaranTerendah Tertinggi Rata-rata

1 2007/2008 ....... ....... .......

2 2008/2009 ....... ....... .......

3 2009/2010 ....... ....... .......

4 2010/2011 ....... ....... .......

5 2012/2013 ....... ....... .......

Sumber Data : Arsip SDN Harjamukti 3

Tumbuhnya sikap konservatif di kalangan guru, diantaranya dikarenakan oleh

adanya pandangan yang dimiliki guru yang bersangkutan tentang mengajar. Guru yang

berpandangan bahwa mengajar berarti menyampaikan materi pembelajaran, cenderung

untuk bersikap konservatif atau cenderung mempertahankan cara mengajar dengan

hanya sekedar menyampaikan materi pembelajaran. Sebaliknya, guru yang

berpandangan bahwa mengajar adalah upaya memberi kemudahan belajar, selalu

mempertanyakan apakah tugas mengajar yang dilaksanakan sudah berupaya memberi

kemudahan bagi peserta didik untuk belajar. Guru demikian biasanya selalu melihat

hasil belajar peserta didik sebagai tolok ukur keberhasilan pelaksanaan tugas. Hasil

belajar peserta didik dijadikan balikan untuk menilai keberhasilan dirinya dalam

mengajar. Berdasarkan balikan itu selalu diupayakan untuk memperbaiki, sehingga

kualitas atau mutu keberhasilannya selalu meningkat. Para guru sepatutnya menyadari,

bahwa menduduki jabatan profesional sebagai guru, tidak semata-mata menuntut

pelaksanaan tugas sebagaimana adanya, tetapi juga memperdulikan apa yang

seharusnya dicapai dari pelaksanaan tugasnya. Dengan adanya keperdulian terhadap apa

yang seharusnya dicapai dalam melaksanakan tugas, dapat diharapkan tumbuh sikap

inovatif, yaitu kecenderungan untuk selalu berupaya memperbaiki hasil yang selama ini

telah dicapai, sehingga tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya selalu

dilaksanakan dan diupayakan untuk selalu meningkat.

4

Tidak dapat dipungkiri sampai saat ini masih banyak guru khususnya di SD

Negeri Harjamukti 3 memiliki sikap konservatif tradisional, sehingga tenggelam dalam

cengkeraman kemajuan IPTEK. Guru-guru seperti ini agaknya tidak tepat menyandang

profesi sebagai guru yang pada hakekatnya adalah agen pembaharuan.

Dalam menghadapi tuntutan global selayaknya para guru sudah bersikap

progresif futuristik, yaitu selalu siap menghadapi perubahan dan berpikiran jauh ke

masa depan. Guru-guru inilah yang akan mampu keluar dari cekikan teknologi dan

bahkan memegang kendali teknologi. Oleh karena itu, guru-guru harus mulai mengubah

paradigma dari sikap konservatif tradisional menjadi progresif futuristik, dari

penceramah yang menggurui menjadi pendengar yang empati, dari guru sebagai nara

sumber menjadi pengelola informasi, serta mampu memfasilitasi dan memotivasi

berlangsungnya proses pembelajaran. Jika hal ini telah terwujud maka kata-kata “gatek”

adalah mimpi bagi para guru dan akan segera menjelma menjadi “matek”, yaitu mahir

teknologi.

Untuk melakukan perubahan sikap dan perilaku guru yang konservatif menjadi

guru progresif futuristik bukanlah merupakan persoalan yang mudah dan cepat diatasi,

hal ini diperlukan seorang kepala sekolah yang mampu membangkitan motivasi untuk

meningkatkan kompetensi melaksanakan tugas profesional sebagai guru bisa dan

muncul dari dalam diri sendiri atau motivasi yang dirangsang dari luar dirinya. Motivasi

dari dalam diri (intrinsik) seperti keinginan, minat dan ketertarikan untuk melakukan

suatu pekerjaan. Motivasi untuk melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan akan muncul

jika kegiatan yang dilakukan dirasakan mempunyai nilai intrinsik atau berarti bagi

dirinya sendiri.

Hal ini mempunyai keterkaitan dengan pemenuhan kebutuhan. Jadi, dorongan

untuk meningkatkan kemampuan profesional dapat muncul jika peningkatan

kemampuan tersebut mempuyai dampak terhadap pemenuhan kebutuhan-kebutuhan.

Sedangkan motivasi dari luar diirinya (ekstrinsik) seperti ingin mendapatkan hadiah

atau penghargaan. Motivasi yang muncul dari dalam diri sendiri lebih berarti

dibandingkan dengan dorongan yang muncul dari luar diri. Motivasi semacam ini tidak

bersifat sementara, dan menjadi prasyarat bagi tumbuhnya upaya meningkatkan

kemampuan. Jika dorongan itu ada, maka rintangan atau hambatan apapun, serta

betapapun beratnya tugas yang dihadapi akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

5

Untuk mengubah perilaku guru dari sikap konservatif ke sikap progresi futuristik

diantaranya dapat dilakukan dengan menumbuhkan kreativitas guru di lapangan yang

menjadi “ujung tombak” dalam penyelenggaraan pendidikan. Kreativitas secara umum

dipengaruhi kemunculannya oleh adanya berbagai kemampuan yang dimiliki, sikap dan

minat yang positif tinggi pada bidang pekerjaan yang ditekuni, serta kecakapan

melaksanakan tugas-tugas. Kreativitas guru, bisanya diartikan sebagai kemampuan

menciptakan sesuatu dalam sistem pendidikan atau proses pembelajaran yang benar-

benar baru dan orisinil (asli ciptaan sendiri), atau dapat saja merupakan modifikasi dari

berbagai proses pembelajaran yang ada sehingga menghasilkan bentuk baru.

Dalam pelaksanaannya menuntut perubahan sikap dan tingkah laku dari seluruh

komponen sekolah, baik kepala sekolah, guru dan staf administrasi, termasuk orangtua

dan masyarakat dalam memandang, memahami dan membantu sekaligus sebagai

pemantau yang melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan sekolah.

Perubahan sikap dan tingkah laku tersebut akan dapat terjadi bila sumber daya sekolah

yang ada dimanfaatkan dan dikelola secara optimal dan efektif oleh kepala sekolah

selaku orang yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah.

Kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan,

menggerakkan, dan menyerasikan semua sumberdaya pendidikan yang tersdia.

Kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong

sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui

program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu,

kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimipinan yang

tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan

mutu sekolah. Secara umum, kepala sekolah tangguh memiliki kemampuan

memobilisasi sumberdaya sekolah, terutama sumberdaya manusia, untuk mencapai

tujuan sekolah.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh penulis untuk mengubah sikap konservatif

guru adalah melakukan Supervisi Akademik Model Cooperatif Profesional

Development. Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru

mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian

tujuan pembelajaran.  Esensi supervisi akademik sama sekali bukan menilai unjuk kerja

guru dalam mengelola proses pembelajaran, tetapi lebih mengedepankan usaha untuk

membantu guru dalam mengembangkan  profesionalismenya.

6

Supervisi Model Cooperative Development adalah sebuah model supervisi yang

difasilitasi oleh kepala sekolah melalui proses yang diformulasikan secara moderat oleh

dua orang  guru atau lebih yang setuju bekerjasama untuk menumbuhkan dan

mengembangkan kemampuan profesionalnya. Biasanya dilakukan melalui kegiatan

saling mengadakan observasi kelas, saling memberikan umpan balik, dan menguasai

tentang masalah-masalah kesupervisian. Model ini dikemukakan oleh Glatthorm (1987)

menyatakan bahwa  kegiatan pengembangan profesi guru dapat dibagi ke dalam tiga

bagian, yaitu: (1) pengembangan intensif (intensive development), (2) pengembangan

kooperatif (cooperative development), dan (3) pengembangan mandiri (self directed

development).

Melalui penerapan supervisi akademik model Cooperatif Profesional

Development diharapkan para guru dapat merubah sikap konservatif dengan

menumbuhkan sikap guru kreatif karena model ini dapat menumbuhkan ide yang kreatif

para guru yang dapat menjadi sumber berharga bagi upaya peningkatan mutu

pendidikan. Guru kreatif selalu mencari cara bagaimana agar proses belajar mencapai

hasil sesuai dengan tujuan, serta berupaya menyesuaikan pola-pola tingkah lakunya

dalam mengajar sesuai dengan tuntutan pencapaian tujuan, dengan mempertimbangkan

faktor situasi kondisi belajar peserta didik. Kreativitas yang demikian, memungkinkan

guru yang bersangkutan menemukan bentuk-bentuk mengajar yang sesuai, terutama

dalam memberi bimbingan, rangsangan dorongan, dan arahan agar peserta didik dapat

belajar secara efektif. Tumbuhnya kreativitas di kalangan para guru memungkinkan

terwujudnya ide perubahan dan upaya peningkatan secara terus menerus, dan sesuai

dengan situasi dan kondisi lingkungan masyarakat di mana sekolah berada.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti melakukan penelitian dengan judul,

“Mengubah Sikap Konservatif Guru Melalui Supervisi Akademik Model Cooperatif

Profesional Development di SD Negeri Harjamukti 3 Kota Depok”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan kondisi yang dipaparkan penulis, maka penulis selaku kepala SD

Negeri Harjamukti 3 merumuskan masalah, yaitu “Bagaimana Mengubah Sikap

Konservatif Guru Melalui Supervisi Akademik Model Cooperatif Profesional

Development di SD Negeri Harjamukti 3 Kota Depok”.

7

C. Tujuan Penelitian

Penelitian Tindakan Sekolah ini dilaksanakan dengan tujuan untuk :

1. Mengubah sikap konservatif guru menjadi guru yang progresif futuristik melalui

supervisi akademik.

2. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru dalam menyusun perencanaan

pembelajaran dan mengelola kegiatan proses pembelajaran.

3. Meningkatnya kemampuan Guru dalam memanfaatkan Teknologi Informasi dan

Komunikasi dalam menunjang proses belajar mengajarnya di kelas.

4. Menumbuhkan persesi positif guru terhadap pelaksanaan supervisi akademik yang

dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas sebagai layanan bantuan proses

pembelajaran dalam meningkatkan mutu pendidikan.

5. Meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar sehingga berdampak pada hasil

belajar siswa yang optimal.

6. Meningkatnya kerja sama antarguru sebagai anggota organisasi lembaga SD Negeri

Harjamukti 3.

D. Manfaat Penelitian

Pelaksanaan Penelitian Tindakan Sekolah ini diharapkan bermanfaat bagi :

1. Bagi Guru, mengubah sikap konservatif guru menjadi guru yang berwawasan

masa depan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai guru

profesional.

2. Bagi kepala sekolah, mampu mengembangkan kebijakan sekolah dlam

mengelola sumber daya manusia agar dapat meningkatkan kualitas dan

profesionalisme guru maupun kepala sekolah sendiri.

3. Bagi Dinas Pendidikan, hendaknya menjadi salah satu referensi dalam upaya

meningkatkan sistem pembinaan profesional tenaga pendidik dan kependidikan

serta mampu mengambil kebijakan pendidikan yang tepat, agar proses

pembelajaran yang ada di sekolah dapat berjalan dengan tepat dan lancar.

4. Bagi peneliti lain, hendaknya dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang

efektivitas model ini, terhadap kemampuan dan keterampilan guru, melalui

penerapan rancangan penelitian dan penggunaan instrumen yang lebih reliabel

dan valid.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Sikap Konservatif Guru

1. Pengertian Sikap

Konsep tentang sikap telah berkembang dan melahirkan berbagai macam

pengertian diantara ahli psikologi (Widiyanta, 2002). Sikap, menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia, diartikan sebagai kesiapan untuk bertindak. Sedangkan menurut

Oxford Advanced Learner Dictionary (dalam Ramdhani, 2008), sikap merupakan

cara menempatkan atau membawa diri, merasakan, jalan pikiran, dan perilaku.

Masri, dalam Widiyanta (2002), mendefinisikan sikap sebagai suatu

kesediaan dalam menanggapi atau bertindak terhadap sesuatu. Allport, dalam

Widayanta (2002), mengartikan sikap sebagai suatu keadaan siap yang dipelajari

untuk merespon secara konsisten terhadap objek tertentu yang mengarah pada arah

yang mendukung (favorable) dan tidak mendukung (unfavorable).

Azwar, dalam Ananda (2009), menggolongkan definisi sikap ke dalam tiga

kerangka pemikiran. Pertama, sikap merupakan suatu bentuk reaksi atau evaluasi

perasaan. Dalam hal ini, sikap seseorang terhadap suatu objek tertentu adalah

memihak maupun tidak memihak. Kedua, sikap merupakan kesiapan bereaksi

terhadap objek tertentu, Ketiga, sikap merupakan konstelasi komponen kognitif,

afektif, dan konatif yang saling berinteraksi satu sama lain.

Menurut Allport, sikap merupakan suatu proses yang berlangsung dalam diri

seseorang yang didalamnya terdapat pengalaman individu yang akan mengarahkan

dan menentukan respon terhadap berbagai objek dan situasi (Sarwono, 2009). Zanna

dan Rempel (dalam Voughn & Hoog, 2002) menjelaskan sikap merupakan reaksi

evaluatif yang disukai atau tidak disukai terhadap sesuatu atau seseorang,

menunjukkan kepercayaan, perasaan, atau kecenderungan perilaku seseorang

(Sarwono, 2009).

Thurstone (dalam Edwards, 1957), menyatakan bahwa sikap merupakan suatu

tingkatan afeksi, baik yang bersifat positif maupun negatif, yang berhubungan

dengan objek-objek psikologis. Afeksi yang positif merupakan afeksi yang

menyenangkan dan sebaliknya afeksi yang negatif merupakan afeksi yang tidak

8

9

menyenangkan. Dengan demikian objek dapat menimbulkan berbagai macam sikap,

dan berbagai macam tingkatan afeksi pada seseorang (Walgito, 2003).

Dalam Widiyanta (2002), Assael (1984) dan Hawkins (1986), menjelaskan

sikap memiliki beberapa karakteristik, antara lain: arah, intensitas, keluasan,

konsistensi, dan spontanitas. Karakteristik arah menunjukkan bahwa sikap mengarah

pada setuju atau tidak setuju, mendukung atau menolak terhadap objek tertentu.

Karakteristik intensitas mengarah pada perbedaan derajat kekuatan sikap setiap

individu.

Karakteristik keluasan sikap menunjuk pada cakupan luas tidaknya aspek dari

objek sikap. Karakteristik spontanitas menunjukkan sejauh mana kesiapan individu

dalam merespon atau menyatakan sikapnya secara spontan.

Menurut Brigham (dalam Dayakisni dan Hudiah, 2003) ada beberapa ciri atau

karakteristik dasar dari sikap, yaitu :

a. Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku.

b. Sikap ditujukan mengarah kepada objek psikologis atau kategori, dalam hal ini

skema yang dimiliki individu menentukan bagaimana individu

mengkategorisasikan objek target dimana sikap diarahkan.

c. Sikap dipelajari.

d. Sikap mempengaruhi perilaku. Memegang teguh suatu sikap yang mengarah

pada suatu objek memberikan satu alasan untuk berperilaku mengarah pada

objek itu dengan suatu cara tertentu.

Metode pengukuran sikap yang dapat diandalkan dan dapat menafsirkan

adalah pengukuran melalui skala sikap (attitude scale) Suatu skala sikap tidak lain

daripada kumpulan pernyataan-pernyataan sikap. Pernyataan sikap adalah

rangkaian kalimat yang menyatakan sesuatu objek sikap yang dapat diukur. Suatu

pernyataan sikap dapat berisi pernyataan positif mengenai objek sikap yaitu suatu

pernyataan yang mendukung atau memihak pada objek sikap. Pernyataan demikian

disebut pernyataan favorabel. Sebaliknya suatu pernyataan sikap yang berisi

pernyataan negatif mengenai objek sikap dan bersifat menolak atau tidak

mendukung objek sikap disebut pernyataan infavorabel. Adapun cara yang

digunakan untuk melihat sikap seseorang adalah melalui metode wawancara,

observasi langsung, dan pernyataan skala sikap.

10

Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa

sikap merupakan suatu bentuk evaluasi perasaan untuk bereaksi secara bipolar yakni

positif maupun negatif terhadap objek tertentu yang dibentuk dari interaksi antara

komponen kognitif, afektif, dan konatif.

2. Pengertian Sikap Konservatif

Konservatif merupakan sikap dan perilaku politik yang tidak menginginkan

adanya perubahan berarti (mendasar) dalam sebuah sistem. Sikap ini biasanya

dianut oleh mereka yang tengah menikmati posisi istimewa atau kekuasaan dalam

sebuah struktur atau paling tidak merasa sangat diuntungkan oleh system yang ada.

Mereka umumnya adalah kaum pemodal, penguasa, penjilat, dan kaki tangannya

sebuah rezim.

Kaum konservatif jumlahnya tak seberapa namun mereka adalah kekuatan

dominan dalam sebuah system sosial politik negara. Merekalah yang kemudian

mengendalikan dan menjalankan system kekuasaan negara untuk meraup untung

dan menikmati kekuasaan.

Agar kekuasaan mereka bertahan lama, kaum konservatif lebih cenderung

mempertahankan dan melestarikan system yang sudah ada. Kalau pun mereka

melakukan perubahan karena desakan dan dorongan luar oleh kelompok oposan,

mereka hanya ingin perubahan itu tidak sama sekali menggeser atau menghilangkan

posisi mereka dalam kekuasaan. Itupun, perubahan itu hanya mungkin terjadi bila

situasi sudah sangat krisis dan mendesak yang memaksa mereka harus turun dari

posisi kekuasaan.

3. Pengertian Sikap Konservatif Guru

Suatu perubahan dalam menerapkan ide atau konsep menuntut adanya

perubahan dalam pola kerja pelaksanaan tugas kependidikan. Agar pola kerja itu

sesuai, maka perlu pula dimiliki berbagai kemampuan yang ditunjang oleh wawasan

dan pengetahuan baru yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi tentang hal itu. Namun hal ini akan mendapatkan hambatan jika guru

memiliki sikap konservatif. Sikap konservatif guru menunjukkan pada tingkah laku

guru yang lebih mengarah pada mempertahankan cara yang biasa dilakukan dari

waktu ke waktu dalam melaksanakan tugas, atau ingin mempertahankan cara lama

(konservatif), mengingat cara yang dipandang baru pada umumnya menuntut

11

berbagai perubahan dalam pola-pola kerja. Guru-guru yang masih memiliki sikap

konservatif, memandang bahwa tuntutan semacam itu merupakan tambahan beban

kerja bagi dirinya. Guru-guru semacam ini biasanya mengaitkan tuntutan itu dengan

kepentingan diri sendiri semata-mata, tanpa memperdulikan tuntutan yang

sebenarnya dari hasil pelaksanaan tugasnya.

Tumbuhnya sikap konservatif di kalangan guru, diantaranya dikarenakan oleh

adanya pandangan yang dimiliki guru yang bersangkutan tentang mengajar. Guru

yang berpandangan bahwa mengajar berarti menyampaikan materi pembelajaran,

cenderung untuk bersikap konservatif atau cenderung mempertahankan cara

mengajar dengan hanya sekedar menyampaikan materi pembelajaran. Sebaliknya,

guru yang berpandangan bahwa mengajar adalah upaya memberi kemudahan

belajar, selalu mempertanyakan apakah tugas mengajar yang dilaksanakan sudah

berupaya memberi kemudahan bagi peserta didik untuk belajar. Guru demikian

biasanya selalu melihat hasil belajar peserta didik sebagai tolok ukur keberhasilan

pelaksanaan tugas. Hasil belajar peserta didik dijadikan balikan untuk menilai

keberhasilan dirinya dalam mengajar. Berdasarkan balikan itu selalu diupayakan

untuk memperbaiki, sehingga kualitas atau mutu keberhasilannya selalu meningkat.

Para guru sepatutnya menyadari, bahwa menduduki jabatan profesional sebagai

guru, tidak semata-mata menuntut pelaksanaan tugas sebagaimana adanya, tetapi

juga memperdulikan apa yang seharusnya dicapai dari pelaksanaan tugasnya.

Dengan adanya keperdulian terhadap apa yang seharusnya dicapai dalam

melaksanakan tugas, dapat diharapkan tumbuh sikap inovatif, yaitu kecenderungan

untuk selalu berupaya memperbaiki hasil yang selama ini telah dicapai, sehingga

tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya selalu dilaksanakan dan diupayakan

untuk selalu meningkat.

Ciri-ciri guru konservatif biasanya ditanadi dengan beberapa perilaku sebagai

berikut :

1. Motivasi rendah dalam meningkatkan kompetensinya

2. Cenderung menyalahkan sistem pendidikan yang ada.

3. Tidak mau melakukan perubahan terhadap inovasi pendidikan

4. Mempertahankan cara yang biasa dilakukan dari waktu ke waktu dalam

melaksanakan tugas

5. Tidak menguasai teknologi pendidikan

12

6. Rendahnya pengetahuan tentang landasan filosofis dan psikologis pendidikan

7. Curiga terhadap sesuatu yang baru yang dianggap dapat berdampak negatif.

Untuk menghindari sikap konservatif, maka para guru harus melakukan

perubahan-perubahan sebagai berikut :

Pertama, perubahan sikap dari konservatif tradisional menjadi progresif

futuristik (Tirta, 1997). Ditinjau dari tugas pokoknya, guru adalah insan konservatif.

Guru sukar menerima perubahan dan pembaharuan dalam proses belajar mengajar.

Contohnya, setiap ada perubahan kurikulum dan pembaharuan sistem pembelajaran,

hampir semua guru mengeluh karena terpaksa harus mempelajari materi yang baru,

mengganti rencana pembelajaran, membuat soal-soal, dan membeli buku pegangan

baru. Seharusnya, guru berpandangan jauh ke masa depan (futuristik). Orang belajar

untuk masa depan, bukan untuk waktu yang sudah lewat. Oleh karena itu, guru

termasuk guru pendidikan jasmani hendaknya merubah sikap konservatif tradisional

menjadi bersikap dengan orientasi masa depan (futuristik). Tugas guru adalah

meregenerasi tatanan baru yang lebih sesuai dengan tuntutan jaman.

Kedua, perubahan sikap dari belajar tentang pengetahuan menjadi belajar

untuk hidup. Secara psikologis, manusia belajar untuk memuaskan hasrat (motivasi)

ingin tahu. Sejak Francis Bacon (dalam Tirta, 1997) menyatakan bahwa “knowledge

is power”, tujuan belajar adalah terutama untuk meningkatkan taraf kehidupan atau

belajar demi untuk hidup. Hampir 2000 tahun yang lalu, seorang filosuf Roma

bernama Seneca (dalam Curm, 2003) menyatakan “non-scholae sed vitae discimus”

yang berarti jangan mengajar untuk sekolah, mengajarlah untuk hidup. Pengetahuan

diaplikasikan untuk menimbulkan perubahan ke arah peningkatan martabat hidup.

Olehkarena itu, setiap orang di era globalisasi dituntut untuk memiliki pengetahuan

spesifik-praktis. Dengan memiliki pengetahuan spesifik praktis, maka akan dapat

meningkatkan daya saing dalam mencari lapangan pekerjaan.

Ketiga, perubahan sikap dari mengajarkan substansi kurikulum menjadi

mengajarkan metodologi ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan tidak ada

kebenaran monolitik. Kebenaran ilmiah berarti kebenaran sementara atau kebenaran

tentatif. Kebenaran yang justru mempersilahkan untuk dibuktikan salah (Tirta,

1997). Dengan menitikberatkan kepada metodologi ilmu pengetahuan guru tidak

perlu harus meliput materi kurikulum dari awal sampai dengan akhir. Ada bagian-

bagian tertentu yang dapat diserahkan kepada para siswa sendiri untuk

13

membahasnya. Perkembangan kecerdasan, emosi, sosial, dan moral, tidak

dipandang sebagai dampak pengiring belaka, melainkan dapat dibina secara sengaja

dan terarah sehingga menjadi bagian dari skenario dalam proses belajar-mengajar

dalam pendidikan jasmani (Lutan, 2001).

Dalam melakukan perubahan terhadap sikap konservati guru ada beberapa

cara yang dapat dilakukan antara lain, menciptakan lingkungan pendidikan jasmani

yang cerdas, yakni (1) menciptakan lingkungan belajar dan berlatih yang aman; (2)

meningkatkan kehadiran; (3) mengajarkan tanggungjawab personal dan sosial; (4)

meningkatkan keberhasilan; (5) menghargai dan menilai usaha dan peningkatan.

B. Supervisi Akademik Model Cooperatif Profesional Development

1. Definisi Supervisi Akademik

a. Pengertian Supervisi Akademik

Secara konseptual, sebagaimana ditegaskan Glickman (1981), supervisi

akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan

kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi pencapaian tujuan

pembelajaran. Supervisi akademik merujpakan upaya membantu guru-guru

mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran. (Daresh,

1989). Dengan demikian, berarti, esensi supervisi akademik itu sama sekali

bukan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran,

melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalismenya.

Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari penilaian

unjuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran. Apabila di atas dikatakan,

bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru

mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai

unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu

kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya (Sergiovanni, 1987). Penilaian

unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses

pemberian estimasi kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses

pembelajaran, merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan supervisi

akademik. Apabila dikatakan bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian

kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya, maka dalam

pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan penilaian kemampuan guru,

14

sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu dikembangkan dan cara

mengembangkannya.

Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian unjuk

kerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat realita kondisi untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya apa yang sebenarnya terjadi di

dalam kelas?, apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan murid-murid di

dalam kelas?, aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas

itu yang berarti bagi guru dan murid?, apa yang telah dilakukan oleh guru dalam

mencapai tujuan akademik?, apa kelebihan dan kekurangan guru dan bagaimana

cara mengembangkannya?. Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-

pertanyaan ini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan guru dalam

mengelola kegiatan pembelajaran. Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini,

bahwa setelah melakukan penilaian unjuk kerja guru tidak berarti selesailah

tugas atau kegiatan supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan

perancangan dan pelaksanaan pengembangan kemampuannya. Dengan

demikian, melalui supervisi akademik guru akan semakin mampu memfasilitasi

belajar bagi murid-muridnya. Alfonso, Firth, dan Neville (1981) menegaskan

Instructional supervision is herein defined as: behavior officially designed by

the organization that directly affects teacher behavior in such a way to facilitate

pupil learning and achieve the goals of organization. Menurut Alfonso, Firth,

dan Neville, ada tiga konsep pokok (kunci) dalam pengertian supervisi

akademik.

1) Supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi dan

mengembangkan perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran. Inilah

karakteristik esensial supervisi akademik. Sehubungan dengan ini, janganlah

diasumsikan secara sempit, bahwa hanya ada satu cara terbaik yang bisa

diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku guru. Tidak ada

satupun perilaku supervisi akademik yang baik dan cocok bagi semua guru

(Glickman, 1981). Tegasnya, tingkat kemampuan, kebutuhan, minat, dan

kematangan profesional serta karakteristik personal guru lainnya harus

dijadikan dasar pertimbangan dalam mengembangkan dan

mengimplementasikan program supervisi akademik (Sergiovanni, 1987 dan

Daresh, 1989).

TIGA TUJUAN SUPERVISI

Pengem-bangan Profesio-nalisme

Pengawas-an kualitasPenum-buhan Motivasi

15

2) Perilaku supervisor dalam membantu guru mengembangkan kemampuannya

harus didesain secara ofisial, sehingga jelas waktu mulai dan berakhirnya

program pengembangan tersebut. Desain tersebut terwujud dalam bentuk

program supervisi akademik yang mengarah pada tujuan tertentu. Oleh

karena supervisi akademik merupakan tanggung jawab bersama antara

supervisor dan guru, maka alangkah baik jika programnya didesain bersama

oleh supervisor dan guru.

3) Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar guru semakin mampu

memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya. Secara rinci, tujuan supervisi

akademik akan diuraikan lebih lanjut berikut ini.

b. Tujuan dan Fungsi Supervisi Akademik

Tujuan supervisi akademik adalah membantu guru mengembangkan

kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran yang dicanangkan bagi murid-

muridnya (Glickman, 1981). Melalui supervisi akademik diharapkan kualitas

akademik yang dilakukan oleh guru semakin meningkat (Neagley, 1980).

Pengembangan kemampuan dalam konteks ini janganlah ditafsirkan secara

sempit, semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan

keterampilan mengajar guru, melainkan juga pada peningkatan komitmen

(commitmen) atau kemauan (willingness) atau motivasi (motivation) guru, sebab

dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas

pembelajaran akan meningkat. Sedangkang menurut Sergiovanni (1987) ada tiga

tujuan supervisi akademik sebagaimana dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Tiga tujuan supervisi akademik

Perilaku Supervisi Akademik

Perilaku Akademik

Perilaku Belajar Siswa

16

1) Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud membantu guru

mengembangkan kemampuannya profesionalnnya dalam memahami

akademik, kehidupan kelas, mengembangkan keterampilan mengajarnya dan

menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu.

2) Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud untuk memonitor

kegiatan proses belajar mengajar di sekolah. Kegiatan memonitor ini bisa

dilakukan melalui kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas di saat guru

sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya,

maupun dengan sebagian murid-muridnya.

3) Supervisi akademik diselenggarakan untuk mendorong guru menerapkan

kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya, mendorong

guru mengembangkan kemampuannya sendiri, serta mendorong guru agar ia

memiliki perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan

tanggung jawabnya.

Menurut Alfonso, Firth, dan Neville (1981) Supervisi akademik yang baik

adalah supervisi akademik yang mampu berfungsi mencapai multitujuan tersebut

di atas. Tidak ada keberhasilan bagi supervisi akademik jika hanya

memperhatikan salah satu tujuan tertentu dengan mengesampingkan tujuan

lainnya. Hanya dengan merefleksi ketiga tujuan inilah supervisi akademik akan

berfungsi mengubah perilaku mengajar guru. Pada gilirannya nanti perubahan

perilaku guru ke arah yang lebih berkualitas akan menimbulkan perilaku belajar

murid yang lebih baik. Alfonso, Firth, dan Neville (1981) menggambarkan

sistem pengaruh perilaku supervisi akademik sebagaimana gambar 2.2.

Sumber: Alfonso, RJ., Firth, G.R., dan Neville, R.F. (1981). Instructional Supervision, A Behavior System, Boston, Allyn and Bacon, Inc., halaman 45.

Gambar 2.2 Sistem Fungsi Supervisi Akademik

17

Gambar 2.2 tersebut memperjelas kita dalam memahami sistem pengaruh

perilaku supervisi akademik. Perilaku supervisi akademik secara langsung

berhubungan dan berpengaruh terhadap perilaku guru. Ini berarti, melalui

supervisi akademik, supervisor mempengaruhi perilaku mengajar guru sehingga

perilakunya semakin baik dalam mengelola proses belajar mengajar. Selanjutnya

perilaku mengajar guru yang baik itu akan mempengaruhi perilaku belajar

murid. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa tujuan akhir supervisi

akademik adalah terbinanya perilaku belajar murid yang lebih baik.

c. Prinsip Supervisi Akademik

Konsep dan tujuan supervisi akademik, sebagaimana dikemukakan oleh

para pakar supervisi akademik di muka, memang tampak idealis bagi para

praktisi supervisi akademik (kepala sekolah). Namun, memang demikianlah

seharusnya kenyataan normatif konsep dasarnya. Para kepala sekolah baik suka

maupun tidak suka harus siap menghadapi problema dan kendala dalam

melaksanakan supervisi akademik. Adanya problema dan kendala tersebut

sedikit banyak bisa diatasi apabila dalam pelaksanaan supervisi akademik kepala

sekolah menerapkan prinsip-prinsip supervisi akademik.

Akhir-akhir ini, beberapa literatur telah banyak mengungkapkan teori

supervisi akademik sebagai landasan bagi setiap perilaku supervisi akademik.

Beberapa istilah, seperti demokrasi (democratic), kerja kelompok (team effort),

dan proses kelompok (group process) telah banyak dibahas dan dihubungkan

dengan konsep supervisi akademik. Pembahasannya semata-mata untuk

menunjukkan kepada kita bahwa perilaku supervisi akademik itu harus

menjauhkan diri dari sifat otoriter, di mana supervisor sebagai atasan dan guru

sebagai bawahan. Begitu pula dalam latar sistem persekolahan, keseluruhan

anggota (guru) harus aktif berpartisipasi, bahkan sebaiknya sebagai prakarsa,

dalam proses supervisi akademik, sedangkan supervisor merupakan bagian

darinya.

Semua ini merupakan prinsip-prinsip supervisi akademik modern yang

harus direalisasikan pada setiap proses supervisi akademik di sekolah-sekolah.

Selain tersebut di atas, berikut ini ada beberapa prinsip lain yang harus

diperhatikan dan direalisasikan oleh supervisor dalam melaksanakan supervisi

akademik, yaitu sebagai berikut.

18

1) Supervisi akademik harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan

yang harmonis. Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus

bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal. Hubungan demikian ini

bukan saja antara supervisor dengan guru, melainkan juga antara supervisor

dengan pihak lain yang terkait dengan program supervisi akademik. Oleh

sebab itu, dalam pelaksanaannya supervisor harus memiliki sifat-sifat,

seperti sikap membantu, memahami, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias,

dan penuh humor (Dodd, 1972).

2) Supervisi akademik harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi

akademik bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-

waktu jika ada kesempatan. Perlu dipahami bahwa supervisi akademik

merupakan salah satu essential function dalam keseluruhan program sekolah

(Alfonso dkk., 1981 dan Weingartner, 1973). Apabila guru telah berhasil

mengembangkan dirinya tidaklah berarti selesailah tugas supervisor,

melainkan harus tetap dibina secara berkesinambungan. Hal ini logis,

mengingat problema proses pembelajaran selalu muncul dan berkembang.

3) Supervisi akademik harus demokratis. Supervisor tidak boleh mendominasi

pelaksanaan supervisi akademiknya. Titik tekan supervisi akademik yang

demokratis adalah aktif dan kooperatif. Supervisor harus melibatkan secara

aktif guru yang dibinanya. Tanggung jawab perbaikan program akademik

bukan hanya pada supervisor melainkan juga pada guru. Oleh sebab itu,

program supervisi akademik sebaiknya direncanakan, dikembangkan dan

dilaksanakan bersama secara kooperatif dengan guru, kepala sekolah, dan

pihak lain yang terkait di bawah koordinasi supervisor.

4) Program supervisi akademik harus integral dengan program pendidikan. Di

dalam setiap organisasi pendidikan terdapat bermacam-macam sistem

perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan. Sistem perilaku

tersebut antara lain berupa sistem perilaku administratif, sistem perilaku

akademik, sistem perilaku kesiswaan, sistem perilaku pengembangan

konseling, sistem perilaku supervisi akademik (Alfonso, dkk., 1981). Antara

satu sistem dengan sistem lainnya harus dilaksanakan secara integral.

Dengan demikian, maka program supervisi akademik integral dengan

program pendidikan secara keseluruhan. Dalam upaya perwujudan prinsip

19

ini diperlukan hubungan yang baik dan harmonis antara supervisor dengan

semua pihak pelaksana program pendidikan (Dodd, 1972).

5) Supervisi akademik harus komprehensif. Program supervisi akademik harus

mencakup keseluruhan aspek pengembangan akademik, walaupun mungkin

saja ada penekanan pada aspek-aspek tertentu berdasarkan hasil analisis

kebutuhan pengembangan akademik sebelumnya. Prinsip ini tiada lain

hanyalah untuk memenuhi tuntutan multi tujuan supervisi akademik, berupa

pengawasan kualitas, pengembangan profesional, dan memotivasi guru,

sebagaimana telah dijelaskan di muka.

6) Supervisi akademik harus konstruktif. Supervisi akademik bukanlah sekali-

kali untuk mencari kesalahan-kesalahan guru. Memang dalam proses

pelaksanaan supervisi akademik itu terdapat kegiatan penilaian unjuk kerjan

guru, tetapi tujuannya bukan untuk mencari kesalahan-kesalahannya.

Supervisi akademik akan mengembangkan pertumbuhan dan kreativitas

guru dalam memahami dan memecahkan problem-problem akademik yang

dihadapi.

7) Supervisi akademik harus obyektif. Dalam menyusun, melaksanakan, dan

mengevaluasi, keberhasilan program supervisi akademik harus obyektif.

Objectivitas dalam penyusunan program berarti bahwa program supervisi

akademik itu harus disusun berdasarkan kebutuhan nyata pengembangan

profesional guru. Begitu pula dalam mengevaluasi keberhasilan program

supervisi akademik. Di sinilah letak pentingnya instrumen pengukuran yang

memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi untuk mengukur seberapa

kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran.

d. Dimensi substansi Supervisi Akademik

Para pakar pendidikan telah banyak menegaskan bahwa seseorang akan

bekerja secara profesional apabila ia memiliki kompetensi yang memadai.

Maksudnya adalah seseorang akan bekerja secara profesional apabila ia

memiliki kompetensi secara utuh. Seseorang tidak akan bisa bekejra secara

profesional apabila ia hanya memenuhi salah satu kompetensi di antara sekian

kompetensi yang dipersyaratkan. Kompetensi tersebut merupakan perpaduan

antara kemampuan dan motivasi. Betapapun tingginya kemampuan seseorang, ia

tidak akan bekerja secara profesional apabila ia tidak memiliki motivasi kerja

20

yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Sebaliknya, betapapun

tingginya motivasi kerja seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional

apabila ia tidak memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengerjakan tugas-

tugasnya. Selaras dengan penjelasan ini adalah satu teori yang dikemukakan

oleh Glickman (1981). Menurutnya ada empat prototipe guru dalam mengelola

proses pembelajaran. Proto tipe guru yang terbaik, menurut teori ini, adalah guru

prototipe profesional. Seorang guru bisa diklasifikasikan ke dalam prototipe

profesional apabila ia memiliki kemampuan tinggi (high level of abstract) dan

motivasi kerja tinggi (high level of commitment).

Penjelasan di atas memberikan implikasi khusus kepada apa seharusnya

program supervisi akademik. Supervisi akademik yang baik harus mampu

membuat guru semakin kompeten, yaitu guru semakin menguasai kompetensi,

baik kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi professional,

dan kompetensi sosial. Oleh karena itu supervisi akademik harus menyentuh

pada pengembangan seluruh kompetensi guru. Sehubungan dengan

pengembangan kedua dimensi ini, menurut Neagley (1980) terdapat dua aspek

yang harus menjadi perhatian supervisi akademik baik dalam perencanaannya,

pelaksanaannya, maupun penilaiannya.

Pertama, apa yang disebutkan dengan substantive aspects of professional

development (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek substantif). Aspek ini

menunjuk pada kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui supervisi

akademik. Aspek ini menunjuk pada kompetensi yang harus dikuasai guru.

Penguasaannya merupakan sokongan terhadap keberhasilannya mengelola

proses pembelajaran.

Ada empat kompetensi yang harus dikembangkan melalui supervisi

akademik, yaitu yaitu kompetensi-kompetensi kepribadian, pedagogik,

professional, dan sosial. pemahaman dan pemilikan guru terhadap tujuan

akademik, persepsi guru terhadap murid, pengetahuan guru tentang materi, dan

penguasaan guru terhadap teknik. Aspek substansi pertama dan kedua

merepresentasikan nilai, keyakinan, dan teori yang dipegang oleh guru tentang

hakikat pengetahuan, bagaimana murid-murid belajar, penciptaan hubungan

guru dan murid, dan faktor lainnya. Aspek substansi ketiga merepresentasikan

seberapa luas pengetahuan guru tentang materi atau bahan pelajaran pada bidang

21

studi yang diajarkannya. Adapun aspek substansi keempat merepresentasikan

seberapa luas penguasaan guru terhadap teknik akademik, manejemen,

pengorganisasian kelas, dan keterampilan lainnya yang merupakan unsur

akademik yang efektif.

Kedua, apa yang disebut dengan professional development competency

areas (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek kompetensi). Aspek ini

menunjuk pada luasnya setiap aspek substansi. Guru tidak berbeda dengan kasus

profesional lainnya. Ia harus mengetahui bagaimana mengerjakan (know how to

do) tugas-tugasnya. Ia harus memiliki pengetahuan tentang bagaimana

merumuskan tujuan akademik, murid-muridnya, materi pelajaran, dan teknik

akademik. Tetapi, mengetahui dan memahami keempat aspek substansi ini

belumlah cukup. Seorang guru harus mampu menerapkan pengetahuan dan

pemahamannya. Dengan kata lain, ia harus bisa mengerjakan (can do).

Selanjutnya, seorang guru harus mau mengerjakan (will do) tugas-tugas

berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. Percumalah pengetahuan dan

keterampilan yang dimiliki oleh seorang guru, apabila ia tidak mau mengerjakan

tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya. Akhirnya seorang guru harus mau

mengembangkan (will grow) kemampuan dirinya sendiri.

Sedangkan bilamana merujuk kepada Undang-Undang Nomor 14 Tahun

2005 Tentang Guru dan Dosen, ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh

seorang guru dan harus dijadikan perhatian utama kepala sekolah dalam

melakukan supervisi akademik, yaitu kompetensi-kompetensi kepribadian,

pedagogik, professional, dan sosial. Supervisi akademik yang baik adalah

supervisi yang mampu menghantarkan guru-guru menjadi semakin kompeten.

2. Pengertian Supervisi Akademik Model Cooperatif Profesional Development

Glatthorm (1987) mengemukakan bahwa kegiatan pengembangan profesi

guru dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: (1) pengembangan intensif (intensive

development), (2) pengembangan kooperatif (cooperative development), dan (3)

pengembangan mandiri (self directed development).

Memperhatikan pendapat ahli tersebut, maka penting bagi kepala sekolah

untuk mampu mengembangkan berbagai pendekatan dan teknik supervisi yang tepat

dan sesuai. Salah satu yang dapat dipertimbangkan sebagai alternatif dalam

22

membantu pengembangan profesionalisme guru yaitu dengan menerapkan Supervisi

Akademik  Model Cooperative Professional Development.

Supervisi Model Cooperative Professional Development adalah sebuah model

supervisi yang difasilitasi oleh kepala sekolah melalui proses yang diformulasikan

secara moderat oleh dua orang  guru atau lebih yang setuju bekerjasama untuk

menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan profesionalnya. Biasanya

dilakukan melalui kegiatan saling mengadakan observasi kelas, saling memberikan

umpan balik, dan menguasai tentang masalah-masalah kesupervisian.

Supervisi Model Cooperative Professional Development bersifat nonhierarkis

yang dapat dibedakan dengan supervisi konvensional. Dalam menerapkan model

Supervisi ini  hendaknya  dapat menyediakan setting dimana guru secara informal

dapat membicarakan persoalan-persoalan yang mereka hadapi, saling menukar

gagasan, saling membantu dalam mempersiapkan pembelajaran, petukaran berbagai

petunjuk dan saling memberi dukungan. Kepala Sekolah memilih sendiri bentuk

kerjasama pengembangan profesi, sesuai dengan karakter dan budaya sekolah

setempat.

Pada bagian lain, Glatthorm (1987) menyebutkan bahwa: ”Cooperative

Professional Development is a process by which teams of teachers work together for

their own professional development”. Pada bagian lain, dikemukakan pula 5 (lima) 

tipe Cooperative Professional Development, yaitu:  (1) Professional Dialogue; (2)

Curriculum Development; (3) Peer Supervision; (4) Peer Coaching; dan  (5) Action

Research”

1. Professional Dialogue  yaitu kegiatan pengembangan profesi dimana guru-guru

yang tergabung dalam kelompok kecil (small group) secara berkala melakukan

diskusi terbimbing, dengan tujuan memfasilitasi para guru merefleksi

pembelajaran yang telah dilakukannya, membantu guru agar lebih bijaksana

dalam mengambil keputusan.

2. Curriculum Development  yaitu usaha yang dilakukan beberapa guru untuk

memodifikasi dan mengadaptasi kurikulum yang berlaku agar lebih mudah 

diterapkan (aplicable) dan dilaksanakan (practicable). Mereka berdikusi seputar

upaya pengembangan kurkulum, misalnya: tentang penyusunan RPP, penerapan

metode pembelajaran kontemporer dan mutakhir, pengembangan bahan ajar, dan

pemilihan sistem penilaiaan yang paling sesuai.

23

3. Peer Supervision  adalah sebuah proses  dimana para guru membentuk tim kecil

(small team) memanfaatkan komponen-komponen esensial dari supervisi klinis 

untuk kepentingan pertumbuhan profesionalismenya. Proses ini berbasis data

hasil observasi di kelas. Setiap anggota (participant) mengidentikasi perilaku

guru dan siswa di kelas dengan fokus pada hasil belajar siswa. Proses obsevasi

dan post-conference berlangsung secara siklik  dan bersifat rahasia.

4. Peer Coaching pada dasarnya mirip dengan proses  peer supervision, adanya

observasi sejawat dan post-conference,  tetapi lebih menekankan pengembangan

staff, dimana guru belajar tentang dasar-dasar teoritis  suatu  keterampilan

mengajar tertentu, dan pengamatan terfokus pada keterampilan yang sedang

dipelajarinya dan mendapatkan umpan balik dari apa yang telah dipraktikannya.

5. Action Research atau Penelitian Tindakan adalah suatu usaha kolaboratif  dari

tim guru untuk mengidentifikasi masalah-masalah penting dan mencari solusi

untuk memperbaiki praktik pembelajaran.

Jane Stella menyebutkan beberapa manfaat dan pentingnya penerapan

Supervisi Akademik Model Cooperative Development : (1) Provides opportunities

for shared reflection and learning not otherwise available to practitioners; (2)

Draws on the wisdom and skills of many; (3) Enables the opportunity for greater

understanding of what others are doing; (4) Enables greater access to support and

challenge; (5) Enables normalising experience for practitioners; (6) Provides

opportunities to develop strengths-based skills and facilitation skills;  dan (7)

Enables team building.

Glatthorm mengingatkan bahwa program Supervisi Model Cooperative

Professional Development dapat berjalan sukses, apabila:

1. Adanya kepemimpinan yang kuat (strong leadership) pada  tingkat kabupaten

(dinas pendidikan) untuk mengkoordinasikan dan memonitor pelaksanaan

program.

2. Adanya kepemimpinan yang kuat (strong leadership) pada tingkat sekolah

(kepala sekolah) untuk mengembangkan norma-norma kolegialitas,  menentukan

tipe kooperasi dan kolaborasi yang akan diterapkan, dan pemberian penghargaan

(reward) atas usaha kooperasi dan kolaborasi guru.

3. Adanya iklim keterbukaan dan kepercayaan (trust) antara kepala sekolah dengan

guru.

24

4. Program Cooperative Professional Development harus dipisahkan dari proses

evaluasi kinerja guru. Seluruh data Program Cooperative Professional

Development bersifat rahasia yang harus dijaga oleh seluruh partisipan.

5. Program Cooperative Professional Development memiliki fokus yang jelas dan

menggunakan bahasa yang sama (a shared language) tentang pembelajaran.

6. Dinas pendidikan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan  untuk

memprakarsai dan keberlangsungan Program Cooperative Professional

Development.

7.  Sekolah melakukan perubahan struktur yang dibutuhkan untuk mendukung

Program Cooperative Professional Development, seperti: penyediaan ruangan

untuk kegiatan Cooperative Professional Development,  perubahan jadwal

mengajar, prosedur penugasan, dan sebagainya.

Pemilihan Supervisi Model Cooperative Development, di SD Negeri

Harjamukti 3 Kota Depok mengingat karakteristik guru yang beraneka ragam.

Pendekatan yang digunakan dalam supervisi modern didasarkan pada prinsip-

prinsip psikologi. Suatu pendekatan sangat bergantung kepada protipe guru. Ada

satu paradigma yang dikemukakan oleh glickman untuk memilah-milah guru dalam

empat protipe guru: ia mengemukakan setiap guru memilki dua kemampuan dasar,

yaitu: berfikir abstrak dan komitmen serta kepedulian. Dengan demikian kita

menemukan ada empat sisi protipe guru yaitu:

a. Pada sisi I daya (A+), (K+), maka guru semacam ini disebut guru yang

profesional.

b. Pada sisi II protipe guru yang daya (A+) tapi (K-) guru yang semacam ini

digolongkan guru yang tukang kritik

c. Pada sisi III daya (A-) dan (K+) disebut guru yang selalu sibuk.

d. Pada sisi IV daya (A-) dan (K-) maka guru seperti ini disebut guru kurang

bermutu.

Pendekatan dan prilaku yang diterapkan dalam memberi supervisi kepada

guru-guru berdasarkan protipe guru seperti disebut di atas adalah sebagai berikut :

a. Pendekatan Non Direktif

b. Pendekatan Kolaboratif

c. Pendekatan Direktif

25

Pendekatan Non direktif (tidak langsung) adalah cara pendekatan terhadap

permasalahan yang sifatnya tidak langsung, artinya perilaku supervaisor tidak

langsung menuju ke perilaku, tetapi ia terlebih dahulu dengarkan secara aktif apa

yang dikemukakan guru-guru. Pendekatan ini berdasarkan psikologis humanistik itu

sangat menghargai orang lain yang akan dibantu. Perilaku supervisor (1)

Mendengarkan (2) Memberanikan (3) Menjelaskan (4) Menyajikan (5)

Memecahkan Masalah. Teknik yang diterapkan dialog dan mendengar aktif.

Bila gurunya tukang kritik atau terlalu sibuk, maka pendekatan yang

diterapkan adalah Kolaboratif. Perilaku supervisor (1) Menyajikan (2) Menjelaskan

(3) Mendengarkan (4) Memecahkan Masalah (5) Negosiasi, Teknik yang digunakan

percakapan pribadi, dialog, menjelaskan.

Bila gurunya tidak bermutu, maka pendekatan yang digunakan adalah

Direktif. Perilaku supervisor (1) Menjelaskan (2) Menyajikan (3) Mengarahkan (4)

Memberikan Contoh (5) Menetapkan Tolak Ukur dan (6) Menguatkan. Oleh karena

itu pendekatan yang tepat adalah menggunakan pendekatan direktif namun

menggunakan model Cooperatif Depelovment dengan kegiatan yang kontinue

sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar bagi guru. Melalui Model Cooperativ

Development akan terjadi interaksi intelektual yang memberi efek induksi karena

akan terjadi saling menerima dan saling memberi informasi Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi.

Melalui Cooperative Profesional Development akan menimbulkan kesan

adanya upaya perbaikan perilaku inovatif, disiplin, dan self control dalam

pelaksanaan tugas-tugas mengajar. Model Cooperatif Profesional Development

yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan kolaboratif. Yang dimaksud dengan

pendekata kolaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara pendekatan

direktif dan non–direktif menjadi pendekatan baru. Pada pendekatan ini baik

supervisor maupun guru bersama-sama, bersepakat untuk menetapkan struktur,

proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang

dihadapi guru. Pendekatan ini didasarkan pada psikologi kognitif. Psikologi kognitif

beranggapan bahwa belajar adalah hasil panduan antara kegiatan individu dengan

lingkungan pada gilirannya nantui berpengaruh dalam pembentukan aktivitas

individu. Dengan demikian pendekatan dalam supervisi berhubungan pada dua arah.

Dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Perilaku supervisor adalah sebagai

26

berikut: menyajikan, menjelaskan, mendengarkan, memecahkan masalah, dan

negosiasi. (Sahertian, 2000:44-52).

Supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi dan

mengembangkan perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran. Inilah

karakteristik esensial supervisi akademik. Sehubungan dengan ini, janganlah

diasumsikan secara sempit, bahwa hanya ada satu cara terbaik yang bisa

diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku guru. Menurut

Alfonso, Firth, dan Neville (1981) Supervisi akademik yang baik adalah supervisi

akademik yang mampu berfungsi mencapai multitujuan tersebut di atas. Tidak ada

keberhasilan bagi supervisi akademik jika hanya memerhatikan salah satu tujuan

tertentu dengan mengesampingkan tujuan lainnya. Hanya dengan merefleksi ketiga

tujuan inilah supervisi akademik akan berfungsi mengubah perilaku mengajar guru.

Pada gilirannya nanti perubahan perilaku guru ke arah yang lebih berkualitas akan

menimbulkan perilaku belajar murid yang lebih baik.

Mengingat guru mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan

kualitas dan kuantitas pengajaran yang telah ditentukan. Maka guru harus

memikirkan dan membuat perencanaan secara rutin dan terprogram dalam usaha

meningkatkan kualitas mengajar dan kesempatan belajar bagi siswa. Untuk itu

dituntut adanya inovasi dalam pengelolaan kelas. Guru sebagai penanggung jawab

kegiatan belajar mengajar harus penuh inisiatif dan kreatif dalam kegiatan belajar

mengajar, karena gurulah yang mengetahui secara pasti situasi dan kondisi kelas

terutama keadaan anak dengan segala latar belakangnya. Tolok ukur utama dalam

menilai guru adalah kualitas kegiatan belajar mengajar yang terjadi di kelas,

kegiatan itu disebut juga kinerja guru.

Kinerja guru ditunjukkan dalam aktifitas kerjanya. Aktifitas disini secara

langsung dapat dikaitkan dengan tugas dan tanggung jawab yang dilaksanakan guru

dalam melaksanakan tugasnya. Tugas dan kegiatan pokok guru adalah

melaksanakan pengajaran. Tugas ini dapat dicapai dengan baik apabila seorang guru

mengetahui secara jelas maksud dan tujuan pengajaran yang akan dilaksanakan,

serta mengelola pengajran itu sebaik mungkin. Pengelolaan pengajaran yang

menjadi tugas guru meliputi: (1) Menyusun rencana program pengajaran; (2)

Menyajikan dan melaksanakan program pengajaran; (3) Melakukan evaluasi belajar;

(4) Melakukan analisis hasil evaluasi belajar; dan (5) Menyusun program perbaikan

27

(Sukari, 1999: 51). Gagne da Berliner yang dikutip Ibrahim Bafadal (1992: 26)

menjelaskan ada tiga fase pengajaran, yaitu (1) fase sebelum pengajaran, (2) fase

saat pengajaran, dan (3) fase sesudah pengajaran. Tugas guru sebelum mengajar

adalah bagaimana merencanakan suatu sistem pengajaran yang baik. Tugas guru

saat mengajar adalah menciptakan suatu kondisi pengajaran yang sesuai dengan

yang direncanakan. Sedangakan tugas guru setelah mengajar adalah bagaimana

menentukan keberhasilan pengajaran yang telah dilakukan dan mengadakan

perbaikan. Ketiga tugas besar ini saling berhubungan dalam mencapai efektifitas

dan efisien pengajaran.

Tugas pertama, merencanakan pengajaran merupakan tugas pertama guru

sebagai pengajar. Merencanakan pengajaran berarti merencanakan suatu sistem

pengajaran. Sistem pengajaran merupakan suatu sistem yang kompleks, sehingga

tugas merencanakan pengajaran bukanlah tugas yang mudah bagi seorang guru,

karena guru dituntut memiliki kemampuan berpikir yang tinggi untuk memecahkan

masalah pengajaran. Lebih dari itu, guru juga dituntut memiliki kemampuan yang

tinggi untuk mengidentifikasi unsur-unsur pengaajaran dan menghubungkan satu

sama lainnya.

Tugas guru di bidang pengajaran sama dan relevan dengan langkah-langkah

dalam proses perencanaan pengajaran. Dick dan Carey (1985:3) mengatakan bahwa

komponen-komponen dalam proses belajar mengajar yang perlu diperhatikan yaitu:

(1) Melakukan identifikasi tujuan instruktional umum; (2) Melakukan analisis

instruksional; (3) Melakukan identifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa; (4)

Menulis tujuan kompetensi; (5) Melakukan revisi kegiatan instrusional; (6)

Mengembangkan butir tes acuan patokan; (7) Mengembangkan strategi

instruksional; (8) Mengembangkan dan memilih bahan instruksional; (9) Mendesain

dan melaksanakan evaluasi formatif; (10) Mendesain dan melaksanakan evaluasi

sumatif. Kemp (1977: 27) pernah mengembangkan tujuh langkah dalam

perencanaan pengajaran, yaitu, (1) Memahami tujuan, mendaftar topik, dan

menetapkan tujuan umum bagi setiap topik; (2) Mengidentifikasi pokok murid-

murid; (3) Menspesifikasi tujuan khusus pengajaran yang akan dicapai dalam bentuk

hasil perilaku murid yang bisa diukur; (4) Mendaftarkan subyek isi yang

mendukung pencapaian tujuan; (5) Mengembangkan pengukuran awal untuk

menentukan topik; (6) Menyelesikan aktivitas-aktivitas belajar mengajar dan

28

sumber-sumber pengajaran yang akan menyampaikan subyek isi sehingga murid

bisa mencapai tujuan pengajaran; (7) Mengkoordinasikan layanan-layanan

pendukung, seperti anggaran, personil, fasilitas, jadwal untuk melaksanakan rencana

pengajaran; dan (8) Mengembangkan alat evaluasi belajar dengan kemungkinan

revisi dan penilaian kembali semua langkah perencanaan dan perlu pengembangan.

Tugas kedua adalah mengajar atau mengimplementasikan rencana pengajaran

yang dibuat. Tugas ini merujuk pada bagaimana seseorang guru menciptakan suatu

sistem pengajaran yang sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya.

Tugas ini mencakup, menyampaikan tujuan pengajaran,  menyampaikan materi

pelajaran, menggunakan metode-metode sera alat-alat tertentu sesuai dengan

rencana, menilai keberhasilan belajar murid, memotivasi, membantu memecahkan

belajar murid. Thomas Green yang dikutip oleh Ibrahim Bafadal (1992: 31),

mengklasifikasi aktivitas-aktivitas pengajaran menjadi tiga kelompok, yaitu: (1)

Aktivitas logik; (2) Aktivitas strategik, dan (3) Aktivitas instruksional. Aktivitas

logik pengajaran adalah segala aktivitas yang berhubungan dengan pemikiran dalam

melakukan pengajaran, seperti menjelaskan, menyimpulkan, merangkum, dan

mendemostrasikan. Aktivitas strategis pengajaran adalah segala aktivitas yang

mengacu pada perencanaan atau strategi dalam pengajaran, seperti memotivasi’

bimbingan, pendisiplinan, dan bertanya. Sedangkan aktivitas instruksional

pengajaran adalah segala aktivitas yang merupakan bagian dari pengorganisasian

kerja guru oleh institusi sekolah. Aktivitas-aktivitas ini meliputi pengumpulan dana,

pengarsipan laporan, memonitor murid, dan konsultasi dengan orang tua murid.

Tugas ketiga guru adalah menilai pengajaran. Tugas ini merujuk bagaimana

guru menilai keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dikelolanya. Tugas

menilai pengajaran adalah menilai bagian-bagian yang tidak berjalan sebagaimana

mestinya.

Kerangka berpikir Green mendeskripsikan antara aktivitas-aktivitas

pengajaran dan aktivitas-aktivitas guru. Aktivitas logik dan aktivitas strategik lebih

menuju pada aktivitas pengajaran guru di kelas, sedangkan aktivitas instruksional

lebih menuju pada aktivitas guru di luar kelas/pengajaran. Menurut Mc Pherson

dikutip oleh Ibrahim Bafadal (1992: 32), apabila seseorang ingin mengembangkan

pengajaran guru, maka harus difokuskan pada pengembangan aktivitas-aktivitas

logik dan strategik. Aktivitas logik pengajaran ditujukan guru selama satu kali

29

pengajaran, sedangkan aktivitas-aktivitas strategik pengajaran ditujukan guru dalam

waktu yang lebih lama, misalnya selama satu semester. Konsekuensinya, menurut

MC. Pherson, apabila kepala sekolah maupun supervisor ingin mngukur

kemampuan guru dalam melakukan aktivitas-aktivitas logik, maka bisa melalui satu

kali observasi kelas. Namun apabila guru dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas

strategik, maka sebaiknya melalui serangkaian observasi, diskusi, dan review,

sehingga menghasilkan penilaian yang tepat. Dalam pelaksanaan program-program

pengajaran dalam melaksanakan secara efektif dan efisien tentu banyak aspek

ketrampilan mengajar yang dituntut bagi seorang guru. Proses pengajaran akan

efektif, apabila guru dapat berkomunikasi secara efektif, dapat menrncanakan isi

pengajaran, mampu menggunakan alat bantu secara maksimal, mahir dalam

menggunakan metode pengajaran yang bervariasi, penampilan yang menarik, dapat

memotivasikan minat belajar siswa, mampu menciptakan seni bertanya yang efektif

dan mampu mengadalkan evaluasi.

Beberapa hal yang dapat merangsang tumbuhnya motivasi belajar aktif pada

diri peserta didik, antara lain :

a. Penampilan guru yang hangat dan menumbuhkan partisipasi positif. Sikap guru

tampil hangat, bersemangat, penuh percaya diri dan antusias, serta dimulai  dan

pola pandang bahwa peserta didik adalah manusia-manusia cerdas berpotensi,

merupakan faktor penting yang akan meningkatkan  partisipasi aktif peserta

didik.  Segala bentuk penampilan guru akan membias mewarnai sikap para

peserta didiknya.  Bila tampilan guru sudah tidak bersemangat maka jangan

harap akan tumbuh sikap aktif  pada diri peserta didik.  Karena itu hendaknya

seorang guru dapat selalu menunjukkan keseriusannya terhadap pelaksanaan

proses  belajar  mengajar, serta dapat meyakinkan bahwa materi pelajaran serta 

kegiatan yang dilakukan merupakan hal yang sangat penting bagi peserta didik,

sehingga akan tumbuh minat yang kuat pada diri para peserta didik yang

bersangkutan.

b. Guru memberitahu maksud dan tujuan pembelajaran. Bila peserta didik telah

mengetahui tujuan dari pembelajaran yang sedang mereka ikuti, maka mereka

akan terdorong untuk melaksanakan kegiatan tersebut secara aktif. Oleh karena

itu pada setiap awal kegiatan guru berkewajiban memberi penjelasan kepada

peserta didik  tentang apa dan untuk apa materi pelajaran itu harus mereka

30

pelajari serta  apa keuntungan yang akan mereka peroleh. Selain itu hendaknya

guru tidak lupa untuk  mengadakan kesepakatan bersama  dengan para peserta

didiknya mengenai tata tertib belajar yang berlaku agar kegiatan pembelajaran

dapat berlangsung lebih efektif.

c. Guru menyiapkan fasilkitas, sumber belajar, dan lingkungan yang mendukung.

Bila di dalam kegiatan pembelajaran telah tersedia fasilitas dan sumber belajar

yang “menarik”  dan  “cukup”  untuk mendukung kelancaran kegiatan belajar

mengajar  maka hal itu juga akan  menumbuhkan semangat belajar peserta 

didik.  Begitu pula halnya dengan faktor situasi dan kondisi lingkungan yang

juga penting untuk diperhatikan,  jangan sampai faktor itu memperlunak

semangat dan keaktifan peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajar.

d. Adanya prinsip pengakuan penuh atas pribadi setiap peserta didik. Agar

kesadaran akan potensi, eksistensi, dan percaya diri pada diri peserta didik dapat

terus tumbuh, maka guru berkewajiban menjaga situasi interaksi agar dapat

berlanagsung dengan berlandaskan prinsip pengakuan atas pribadi setiap

individu. Sehingga kemampuan individu, pendapat atau ggasan, maupun

keberadaannya perlu diperhatikan dan dihargai.  Dan yang penting lagi guru

hendaknya  rajin memberikan apresiasi atau pujian bagi para peserta didik,

antara lain  dengan mengumumkan  hasil prestasi, mengajak peserta didik yang

lain memberikan  selamat atau tepuk tangan, memajang hasil karyanya di kelas

atau bentuk penghargaan lainnya.

e. Adanya konsistensi dalam penerapan aturan atau perlakuan oleh guru di dalam

proses belajar mengajar. Perlu diingat bahwa bila terjadi kesalahan dalam hal

perlakuan oleh guru di dalam pengelolaan kelas pada waktu yang lalu maka hal

itu berpengaruh negatif terhadap kegiatan selanjutnya. Penerapan peraturan yang

tidak konsisten, tidak adil, atau kesalahan perlakuan yang lain akanmenimbulkan

kekecewaan dari para peserta didik, dan hal ini akan berpengaruh terhadap

tingkat keaktifan belajar peserta didik.  Karena itu di dalam memberikan sanksi

harus sesuai dengan ketentuannya, memberi nilai sesuai kriteria, dan memberi

pujian tidak pilih kasih.

f. Adanya pemberian  “penguatan”  dalam proses belajar-mengajar. Penguatan

adalah pemberian respon dalam proses interaksi belajar mengajar baik berupa

pujian maupun sanksi. Pemberian penguatan ini dimaksudkan untuk lebih

31

meningkatkan keaktifan belajar dan mencegah berulangnya kesalahan dari

peserta didik.  Penguatan yang sifatnya positif dapat dilakukan dengan kata-kata;

bagus! baik!, betul!, hebat! Dan sebagainya, atau dapat juga dengan gerak;

acungan jempol, tepuk tangan, menepuk-nepuk bahu, menjabat tangan dan lain-

lain.  Ada pula dengan  cara memberi hadiah  seperti hadiah buku, benda

kenangan atau diberi hadiah khusus berupa; boleh pulang duluan atau pemberian

perlakuan menyenangkan lainnya.

g. Jenis kegiatan Pembelajaran menarik atau menyenangkan dan menantang. Agar

peserta didik dapat tetap aktif dalam mengikuti kegiatan atau melaksanakan

tugas pemebelajaran perlu  dipilih jenis kegiatan atau tugas yang sifatnya

menarik atau menyenangkan bagi peserta didik di samping juga bersifat

menantang.  Pelaksanaan kegiatan hendaknya bervariasi, tidak selalu harus di

dalam kelas, diberikan tugas yang dikerjakan di luar kelas seperti di

perpustakaan, dan lain-lain.  Penerapan model “belajar sambil bekerja” (learning

by doing) sangat dianjurkan, di jenjang sekolah dasar antara lain dilakukan

belajar sambil bernyanyi atau belajar sambil bermain.  Untuk lebih

mengaktifkan peserta didik secara merata dapat  diterapkan pemberian tugas

pembelajaran secara individu atau kelompok belajar (group learning) yang

didukung adanya fasilitas/sumber belajar yang cukup. Sekiranya tersedia

dianjurkan penggunaan media pembelajaran sehingga pelaksanaan pembelajaran

dapat lebih efektif.

h. Penilaian hasil belajar dilakukan serius, obyektif, teliti dan terbuka. Penilaian

hasil belajar yang tidak serius akan sangat mengecewakan peserta didik, dan hal

itu akan memperlemah semangat belajar.  Karena itu, agar kegiatan penilaian ini

dapat  membangun semangat belajar para peserta didik maka hendaknya

dilakukan serius, sesuai dengan ketentuannya, jangan sampai terjadi manipulasi,

sehingga hasilnya dapat obyektif.  Hasil penilaiannya diumumkan secara terbuka

atau yang lebih baik dibuatkan daftar kemajuan hasil belajar yang ditempel di

kelas.  Dari daftar kemajuan belajar tersebut setiap peserta  didik dapat melihat

prestasi mereka masing-masing tahap per tahap.

Dari teori-teori di atas dapat dirumuskan bahwa kinerja guru adalah perilaku

nyata guru yang dapat diamati dalam tugasnya sebagai guru. Perilaku guru 

sebagaimana dimaksud berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengelolaan pengajaran

32

dan pengembangan profesi meliputi kegiatan-kegiatan: (1) Mampu menyusun

program atau praktek, (2) mampu menyajikan program pengajaran, (3) mampu

melaksanakan evaluasi belajar, (4) mampu melaksanakan analisis hasil evaluasi

belajar atau praktek, (5) mampu menyusun dan melaksanakan program perbaikan

dan pengayaan, (6) mampu membuat karya tulis/karya ilmiah di bidang pendidikan,

(7) mampu mengembangkan kurikulum. Kegiatan-kegiatan tersebut akan diukur

dengan angket yang di kerjakan oleh guru tersebut.

Di bawah ini beberapa jenis supervisi Model Cooperative Development yang

telah dikembangkan di SD negeri Harjamukti 3 antara lain :

a. Professional Dialogue  yaitu kegiatan pengembangan profesi dimana guru-guru

yang tergabung dalam kelompok kecil (small group) secara berkala melakukan

diskusi terbimbing, dengan tujuan memfasilitasi para guru merefleksi

pembelajaran yang telah dilakukannya, membantu guru agar lebih bijaksana

dalam mengambil keputusan.

b. Curriculum Development  yaitu usaha yang dilakukan beberapa guru untuk

memodifikasi dan mengadaptasi kurikulum yang berlaku agar lebih mudah 

diterapkan (aplicable) dan dilaksanakan (practicable). Mereka berdikusi seputar

upaya pengembangan kurkulum, misalnya: tentang penyusunan RPP, penerapan

metode pembelajaran kontemporer dan mutakhir, pengembangan bahan ajar, dan

pemilihan sistem penilaiaan yang paling sesuai.

c. Peer Supervision  adalah sebuah proses  dimana para guru membentuk tim kecil

(small team) memanfaatkan komponen-komponen esensial dari supervisi klinis 

untuk kepentingan pertumbuhan profesionalismenya. Proses ini berbasis data

hasil observasi di kelas. Setiap anggota (participant) mengidentikasi perilaku

guru dan siswa di kelas dengan fokus pada hasil belajar siswa. Proses obsevasi

dan post-conference berlangsung secara siklik  dan bersifat rahasia.

d. Peer Coaching pada dasarnya mirip dengan proses  peer supervision, adanya

observasi sejawat dan post-conference,  tetapi lebih menekankan pengembangan

staff, dimana guru belajar tentang dasar-dasar teoritis  suatu  keterampilan

mengajar tertentu, dan pengamatan terfokus pada keterampilan yang sedang

dipelajarinya dan mendapatkan umpan balik dari apa yang telah dipraktikannya.

33

e. Action Research atau Penelitian Tindakan adalah suatu usaha kolaboratif  dari

tim guru untuk mengidentifikasi masalah-masalah penting dan mencari solusi

untuk memperbaiki praktik pembelajaran.

Adapun langkah-langkah strategis yang dilakukan oleh kepala SD Negeri

Harjamukti 3 adalah sebagai berikut :

a. Kepala Sekolah menyusun Rencana Tindak Kepemimpinan (RTK) Supervisi

akademik Model Cooperatif Profesional Development.

b. Menyusun Program Supervisi Akademik Model Cooperatif Profesional

Development.

c. Menyusun Perangakat dan instrumen pendukung pelaksanaan program

d. Pelaksanaan Program Supervisi Akademik Model Cooperatif Profesional

Development seperti: (1) supervisi klinis secara bergantian, (2) diskusi tentang

inovasi-inovasi pembelajaran, (3) saling mengunjungi, dan (4) sharing

mengatasi masalah pembelajaran. Model ini memberi peluang bagi guru-guru

saling memberi umpan balik secara informal dan mendiskusikan isu-isu

pembelajaran.

e. Membentuk TIM Cooperatif Profesional Development dengan kepala sekolah

sebagai penanggungjawab utama.

f. Memberikan kesempatan kepada guru untuk menentukan siapa saja teman yang

dapat diajak bekerjasama.

g. Kepala sekolah selaku supervisor memfasilitasi dengan mengalokasikan sumber

daya yang diperlukan sehingga memungkinkan tim berfungsi secara efektif yang

dilaksanakan setiap hari Sabtu.

h. Kepala sekolah selaku supervisor tidak perlu menerima informasi mengenai

hasil-hasil kerja tim dalam pembelajaran, jika belum perlu dievaluasi. Dengan

demikian dokumentasi setiap guru tetap disimpan oleh tim.

i. Kepala sekolah supervisor mengadakan evaluasi internal terhadap guru

j. Kepala sekolah mengadakan pertemuan dengan tim sekurang-kurangnya satu

kali dalam setahun untuk melakukan penilaian tentang proses kegiatan tim.

k. Kepala sekolah/supervisor mengadakan pertemuan individual dengan setiap

anggota tim guna membicarakan catatan pertumbuhan profesionalnya dan

memberikan dorongan serta bantuan yang diperlukan.

34

BAB  III

METODE PENELITIAN

A. Subjek, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Penelitian Tindakan Sekolah ini dilakukan kepada Guru SD Negeri Harjamukti 3

sebanyak 8 orang guru yang terdiri dari guru kelas dan guru mata pelajaran.

Lokasi penelitian dilakukan di SD Negeri Harjamukti 3 Jalan Maliki II Kelurahan

Abadijaya Kecamatan Cimanggis Kota Depok dengan waktu penelitian bulan Juli –

Desember 2011 Semester I Tahun Pelajaran 2012/2013.

B. Jenis dan Prosedur Penelitian

1. Jenis Penelitian

Adapun penelitian yang akan diterapkan adalah Penelitian Tindakan Sekolah 

(PTS) adalah jenis penelitian yang dilakukan oleh kepala sekolah. Seperti yang

dikemukakan Mulyasa bahawa Penelitian Tindakan Sekolah merupakan upaya

peningkatan kinerja sistem pendidikan dan meningkatkan menejemen sekolah agar

menjadi produktif, efektif dan efisien. jenis penelitian ini perlu diperkenalkan kepada

kepala sekolah dan pengawas sekolah nelalui pendidikan dan pelatihan (diklat) PTS.

Dalam pelaksanaan diklat PTS, diharapkan kepala sekolah dan pengawas sekolah dapat 

(1) memahami PTS sebagai bagian dari penelitian ilmiah, (2) memahami makna PTS,

(3)  memahami penyusunan usulan PTS, (4) melaksanakan dan melaporkan hasil PTS

yang dilakukannya.

Menurut Direktorat Tendik (2008) Langkah – Langkah PTS terdiri atas empat

tahap, yaitu planning (Rencana), action (tindakan), observasi (pengamatan) dan

reflection (refleksi). Siklus spiral dari tahap-tahap PTS dapat dilihat pada gambar

berikut:

1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti menyusun

rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk di dalamnya

instrument penelitian dan perangkat pembelajaran.

2. Tindakan dilakukan setelah rancangan disusun. Tindakan merupakan bagian yang

akan dilakukan dalam Penelitian Tindakan Sekolah dalam penelitian.

3. Pengamatan dilakukan waktu guru dibombing menggunakan komputer. Data yang

dikumpulkan dapat berupa data pengelolaan sekolah/madrasah. Instrumen yang

umum dipakai adalah lembar observasi,dan cacatan lapangan yang dipakai untuk

35

36

memperoleh data secara objektif yang tidak dapat terekam melalui lembar observasi,

misalnya aktivitas siswa selama pemberian tindakan berlangsung, reaksi mereka,

atau pentunjuk-petunjuk lain yang dapat dipakai sebagai bahan dalam analisis dan

untuk keperluan refleksi.

4. Refleksi, peneliti mengkaji melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari

tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Moleong (2006: 8-

13) menyatakan bahwa ciri-ciri penelitian kualitatif adalah sebagai berikut: (1) peneliti

bertindak sebagai instrumen utama, karena disamping sebagai pengumpul data dan

menganalisis data peneliti juga terlibat langsung dalam proses penelitian, (2)

mempunyai latar alami (natural setting), data yang diteliti dan dihasilkan akan

dipaparkan sesuai dengan yang terjadi dilapangan, (3) hasil penelitian bersifat diskriptif,

karena data yang dikumpulkan bukan berupa angka- angka melainkan berupa kata-kata

atau kalimat, (4) lebih mementingkan proses dari pada hasil, (5) adanya batas

permasalahan yang ditentukan dalam fokus penelitian, dan (6) analisis data cenderung

bersifat induktif.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model siklus yang dikembangkan

oleh Kemmis dan Mc Taggart (dalam Ritawati, 2008:69). Proses penelitian merupak

proses daur ulang atau siklus yang dimulai aspek, mengembangkan perencanaan,

melakukan observasi terhadap tindakan dan melakukan refleksi terhadap perencanaan

kegiatan tindakan dan kesuksesan hasil yang diperoleh. Pada setiap akhir tindakan

dinilai dengan instrument bimbingan setelah belajar.

2. Prosedur Penelitian Tindakan

a. Perencanaan

Pada tahap perencanaan ini peneliti menyusun Program supervisi akademik

model Cooperatif Profesional Development kemudian menyusun TIM Pelaksanan

Cooperatif Profesional Development dilanjutkan dengan sosialisasi program kepada

para guru.

Langkah ini merupakan upaya memperbaiki kekurangan guru dalam

menggunakan komputer kegiatan yang akan dilakukan adalah (1) menyusun jadwal

bimbingan belajar, (2) membuat dan meyiapkan instrumen penelitian berupa lembar

37

observasi memperoleh data nontes, (3) menyiapkan refleksi dan perbaikan guru

dalam mengajar.

b. Tindakan

Tindakan adalah aktivitas yang dirancang dengan sistematis untuk

menghasilkan adanya peningkatan atau perbaikan dalam proses pembelajaran,

sehingga proses pembelajaran di lakukan guru lebih maksimal dan baik sehingga

pembelajaran.

Dengan adanya bimbingan belajar TIK guru bisa meningkatkan

kemampuannya dalam mengajar dan menguasai knmpetensi – kompetensi guru

secara keseluruhan. Dengan hal ini guru akan mudah dalam mengerjakan admistrasi

yang menyakut dengan tugas pokoknya.

c. Observasi

Observasi adalah mengamati hasil atau dampak dari tindakan-tindakan yang

dilakukan guru dalam bimbingan belajar TIK. Observasi dilaksanakan peneliti

selama kegiatan berlangsung. Observasi meliputi observasi guru menngunakan

komputer.

d. Refleksi

Refleksi adalah mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan hasil atau dampak

dari tindakan. Berdasarkan hasil refleksi ini, peneliti dapat melakukan revisi

terhadap rencana selanjutnya atau terhadap rencana awal siklus II.

Pada tahap ini, peneliti menganalisis hasil kemampuan guru dalam mengajar

siklus I. Jika kemampuan tersebut belum memenuhi nilai target yang telah

ditentukan, akan dilakukan tindakan siklus II dan masalah-masalah yang timbul

pada siklus I akan dicarikan alternatif pemecahannnya pada siklus II.

3. Pelaksanaan Tindakan

Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian tindakan yang berlangsung

selama 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri dari tahapan perencanaan, pelaksanaan,

observasi dan refleksi. Metode penelitian yang dilakukan peneliti adalah dengan

melaksanakan supervise akademik model Cooperatif Profesional Development yang

secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Perencanaan Awal

38

Langkah awal yang direncanakan pada penelitian tindakan sekolah ini terdiri

dari beberapa kegiatan, yakni:

1) Identifikasi Masalah Kemampuan Awal Guru

2) Pengajuan Proposal

3) Menyusun program Pengembangan Profesional Berkelanjutan

4) Melakukan sosialisasi rencana penelitian tindakan sekolah

5) Mempersiapkan instrument

b. Siklus I

1) Perencanaan

Pada tahap ini, peneliti menggunakan supervisi akademik model Cooperatif

Profesional Development dengan merencanakan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Menyusun Rencana Tindak Kepemimpinan (RTK) yang berkaitan dengan

program Supervisi Akademik model Cooperatif Profesional Development.

b) Membentuk Tim Pelaksana yang terdiri dari beberapa guru yang memiliki

kemampuan di atas rata-rata dibandingan dengan guru lainnya.

c) Menetapkan jadwal kegiatan pertemuan rutin setiap hari Sabtu dengan Jadwal

yang di susun oleh TIM Cooperatif Profesional Development.

d) Melakukan kegiatan Professional Dialogue  yaitu kegiatan pengembangan

profesi dimana guru-guru yang tergabung dalam kelompok kecil (small group)

secara berkala melakukan diskusi terbimbing, dengan tujuan memfasilitasi para

guru merefleksi  pembelajaran yang telah dilakukannya, membantu guru agar

lebih bijaksana dalam mengambil keputusan.

e) Melakukan Supervisi Akademik dalam kegiatan Peer Supervision. Peer

Supervision  adalah sebuah proses  dimana para guru membentuk tim kecil

(small team) memanfaatkan komponen-komponen esensial dari supervisi klinis 

untuk kepentingan pertumbuhan profesionalismenya. Proses ini berbasis data

hasil observasi di kelas. Setiap anggota (participant) mengidentikasi perilaku

guru dan siswa di kelas dengan fokus pada hasil belajar siswa. Proses obsevasi

dan post-conference berlangsung secara siklik  dan bersifat rahasia.

f) Melaksanakan kegiatan Peer Coaching. Peer Coaching pada dasarnya mirip

dengan proses  peer supervision, adanya observasi sejawat dan post-conference,

tetapi lebih menekankan pengembangan staff, dimana guru belajar tentang

dasar-dasar teoritis  suatu  keterampilan mengajar tertentu, dan pengamatan

39

terfokus pada keterampilan yang sedang dipelajarinya dan mendapatkan umpan

balik dari apa yang telah dipraktikannya.

2) Pelaksanaan

Pada tahap ini peneliti melaksanakan rencana tindakan supervisi

individual/kelompok untuk menilai pelaksanaan proses pembelajaran yang

dilaksanakan guru. Pelaksanaan supervisi ini termasuk dalam kegiatan Pra

Observasi yang dilakukan dengan pertemuan individual office-conference. Hal ini

dilakukan terutama kepada guru yang tidak mengumpulkan perangkat pembelajaran,

untuk mengetahui penyebab/masalahnya.

Pada tahap Pelaksanaan ini dilaksanakan pra observasi, melakukan analisis

dan menetapkan strategi tentang cara mengatasi kendala yang dihadapi guru

utamanya dalam penyusunan RPP. Supervisor dan guru-guru melakukan analisis

dokumen RPP mereka dengan menggunakan Alat Penilaian Keterampilan Guru

(APKG 1). Peneliti menilai RPP dengan menggunakan Alat Penilaian Keterampilan

Guru (APKG 1). Guru mencatat bagian-bagian / komponen RPP yang tidak sesuai

dengan Alat Penilaian Keterampilan Guru (APKG 1). Guru mencermati butir-butir

APKG 1, selanjutnya melaksanakan diskusi menyusun RPP yang mengacu kepada

APKG 1 dan Standar Proses untuk menentukan cara untuk mengatasi permasalahan

tersebut. Peran supervisor membimbing keproses pemecahan masalah. Tahap ini

peneliti rencanakan berlangsung selama 2 minggu.

Tahap berikutnya peneliti membuat kesepakatan dengan guru agar bersedia

diobservasi dalam melaksanakan proses pelaksanaan pembelajaran di kelas sesuai

dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah dirancangnya.

3) Observasi

Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan observasi kelas kepada para guru

dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas masing-masing. Observasi

dilakukan terhadap seluruh kejadian yang terjadi selama tahap pelaksanaan dan

mengobservasi hasil awal yang dicapai pada pelaksanaan tindakan siklus 1. Selain

itu peneliti juga mengidentifikasi masalah-masalah lanjutan yang timbul dari

pelaksanaan tindakan di siklus 1. Adapun Instrumen yang digunakan adalah

Instrumen Supervisi Akademik.

40

4) Refleksi

Pada tahap refleksi, peneliti melakukan evaluasi terhadap tindakan dan data-

data yang diperoleh. Kegiatan ini juga merupakan pelaksanaan supervisi akademik

fase Post Observasi. Pada tahap ini supervisor mengadakan wawancara dan diskusi

tentang kesan guru terhadap penampilannya, identifikasi keberhasilan dan

kelemahan guru, serta mengidentifikasi keterampilan-keterampilan mengajar yang

perlu ditingkatkan, gagasan-gagasan baru yang akan dilakukan. Kemudian

dilanjutkan dengan pertemuan bersama melalui kegiatan kelompok kerja guru untuk

membahas hasil evaluasi dan penyusunan langkah-langkah untuk siklus kedua.

c. Siklus II

1) Perencanaan

Pada tahap ini, peneliti menggunakan supervisi akademik model Cooperatif

Profesional Development dengan merencanakan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Menyusun Rencana Tindak Kepemimpinan (RTK) yang berkaitan dengan

program Supervisi Akademik model Cooperatif Profesional Development.

b) Membentuk Tim Pelaksana yang terdiri dari beberapa guru yang memiliki

kemampuan di atas rata-rata dibandingan dengan guru lainnya.

c) Menetapkan jadwal kegiatan pertemuan rutin setiap hari Sabtu dengan Jadwal

yang di susun oleh TIM Cooperatif Profesional Development.

d) Melakukan kegiatan Professional Dialogue  yaitu kegiatan pengembangan

profesi dimana guru-guru yang tergabung dalam kelompok kecil (small group)

secara berkala melakukan diskusi terbimbing, dengan tujuan memfasilitasi para

guru merefleksi  pembelajaran yang telah dilakukannya, membantu guru agar

lebih bijaksana dalam mengambil keputusan.

e) Melakukan Supervisi Akademik dalam kegiatan Peer Supervision. Peer

Supervision  adalah sebuah proses  dimana para guru membentuk tim kecil

(small team) memanfaatkan komponen-komponen esensial dari supervisi klinis 

untuk kepentingan pertumbuhan profesionalismenya. Proses ini berbasis data

hasil observasi di kelas. Setiap anggota (participant) mengidentikasi perilaku

guru dan siswa di kelas dengan fokus pada hasil belajar siswa. Proses obsevasi

dan post-conference berlangsung secara siklik  dan bersifat rahasia.

f) Melaksanakan kegiatan Peer Coaching. Peer Coaching pada dasarnya mirip

dengan proses  peer supervision, adanya observasi sejawat dan post-conference,

41

tetapi lebih menekankan pengembangan staff, dimana guru belajar tentang

dasar-dasar teoritis  suatu  keterampilan mengajar tertentu, dan pengamatan

terfokus pada keterampilan yang sedang dipelajarinya dan mendapatkan umpan

balik dari apa yang telah dipraktikannya.

g) Mengembangkan Action Research atau Penelitian Tindakan yang merupakan

suatu usaha kolaboratif  dari tim guru untuk mengidentifikasi masalah-masalah

penting dan mencari solusi untuk memperbaiki praktik pembelajaran.

2) Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan Peneliti melakukan evaluasi bersama para guru pada

kegiatan diskusi akhir pekan tentang pelaksanaan pembelajaran pada Siklus I

kemudian para guru bersama-sama menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

yang lebih Interaktif dengan menekankan pada kegiatan Inti dengan memanfaatkan

TIK dalam Pembelajaran.

Tahap berikutnya guru di bawah bimbingan kepala sekolah dan team CPD

melaksanakan Peer Teaching dengan tujuan sebagai alat latih bagi para guru dalam

melaksanakan proses belajar mengajar sebenarnya.

Tahap berikutnya peneliti membuat kesepakatan dengan guru agar bersedia

diobservasi dalam melaksanakan proses pelaksanaan pembelajaran di kelas sesuai

dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang telah dirancangnya dengan guru

menggunakan Instrumen Penilaian Keterampilan Guru dalam Melaksanakan

Pembelajaran. Pengawas menugaskan guru untuk membuat RPP yang terbaik dan

dikirim melalui email pengawas.

3) Observasi

Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan observasi kelas kepada para guru

dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan di kelas masing-masing. Observasi

dilakukan terhadap seluruh kejadian yang terjadi selama tahap pelaksanaan dan

mengobservasi hasil yang dicapai pada pelaksanaan tindakan siklus II. Selain itu

peneliti juga mengidentifikasi masalah-masalah lanjutan yang timbul dari

pelaksanaan tindakan di siklus I1.

4) Refleksi

Pada tahap refleksi, peneliti melakukan evaluasi terhadap tindakan dan data-

data yang diperoleh. Kegiatan ini juga merupakan pelaksanaan supervisi akademik

fase Post Observasi. Pada tahap ini supervisor mengadakan wawancara dan diskusi

42

tentang kesan guru terhadap penampilannya, identifikasi keberhasilan dan

kelemahan guru, serta mengidentifikasi keterampilan-keterampilan mengajar yang

perlu ditingkatkan, gagasan-gagasan baru yang akan dilakukan. Kemudian

dilanjutkan dengan pertemuan bersama melalui kegiatan kelompok kerja guru untuk

membahas hasil evaluasi dan penyusunan langkah-langkah untuk siklus berikutnya.

C. Indikator Keberhasilan

Tingkat kemampuan guru dalam penyusunan RPP dapat ditentukan dengan

membandingkan M atau rata-rata kemampuan guru ke dalam PAP skala lima dengan

kriteria sebagai berikut :

Tabel 3.1. Pedoman Konversi Skala Lima

No Persentase (%) Kriteria Kriteria1 91 -100 Sangat Baik2 75 – 90 Baik3 65 – 74 Cukup4 40 – 64 Kurang5 0 – 39 Sangat Kurang

Sumber: Dantes (2008)

Kriteria keberhasilan penelitian ini dapat diukur dari ketercapaian peningkatan

kemampuan guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran sesuai Permendiknas No. 41

Tahun 2007. Penelitian ini dikatakan berhasil apabila kemampuan guru dalam

menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran 100% berada pada kategori baik.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam PTS ini dikumpulkan dengan menggunakan berbagai instrumen

penelitian (alat monitoring), seperti: catatan harian, lapangan, lembar observasi;

pedoman wawancara; lembar angket/kuesioner, lembar masukan guru (refleksi

tindakan); lembar penilaian unjuk kerja, dan hasil belajar siswa.

E. Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis secara

deskriptif. Analisis data dalam PTS bertujuan bukan untuk digeneralisasikan,

melainkan untuk memperoleh bukti kepastian apakah terjadi perbaikan, peningkatan,

dan atau perubahan sebagaimana yang diharapkan. Hal ini karena masalah yang

diangkat dalam PTS bersifat kasuistik, artinya masalah yang spesifik terjadi dan

dihadapi oleh guru yang melakukan PTS tersebut dan alternatif pemecahan masalah

yang dilakukan belum tentu akan memberikan hasil yang sama untuk kasus serupa.

43

Oleh karena itu ketika suatu PTS berhasil menunjukkan terjadinya perbaikan,

peningkatan, dan atau perubahan sebagaimana yang diharapkan, maka berarti sekaligus

peneliti (guru) telah berhasil menemukan model dan prosedur tindakan yang

memberikan jaminan terhadap upaya pemecahan masalah tersebut.

Analisis data difokuskan pada sasaran/variabel/objek yang akan diperbaiki/

ditingkatkan, misalnya tentang kesiapan peserta didik dalam mengikuti pelajaran,

frekuensi dan kualitas pertanyaan, cara menjawab dan penalarannya, kualitas kerjasama

kelompok, aktivitas, partisipasi, motivasi, minat, konsep diri, berpikir kritis, kreativitas,

kemandirian, dan lain-lain. Data dapat berupa angka maupun non-angka (kalimat atau

kata-kata), yang dapat dianalisis deskriptif dan sajian visual yang menggambarkan

bahwa tindakan yang dilakukan dapat menimbulkan adanya perbaikan, peningkatan,

dan atau perubahan ke arah yang lebih baik jika dibandingkan keadaan sebelumnya.

Data yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan

kuantitatif. Data kualitatif dianalisis dengan menggunakan analisis kategorial dan

fungsional melalui model analisis interaktif (interactive model), yakni analisis yang

dilakukan melalui empat komponen analisis: reduksi data, penyandian, dan verifikasi

dilakukan secara simultan. Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan analisis

deskriptif.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Awal

Berdasarkan pengamatan, wawancara dan pelaksanaan supervisi sebelumnya di

SD Negeri Harjamukti 3 Kota Depok, diperoleh data bahwa dari 10 guru yang telah

disupervisi oleh kepala sekolah hanya 2 orang guru atau 20% yang menunjukkan

kemampuan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan melaksanakan Proses

Pembelajaran yang cukup memuaskan bahkan memiliki sikap progresif futuristik.

Sisanya sebanyak 8 orang guru memiliki pandangan konservatif, jarang membuat

perencanaan pembelajaran, mengajar tidak menggunakan alat peraga, proses

pembelajaran di kelas tidak melibatkan siswa dalam mengembangkan aktivitas belajar

dan kreativitas belajarnya.

Di bawah ini disajikan tabel data skala sikap yang dilakukan kepada 10 orang

guru yang berkaitan dengan tugas pokoknya sebagai guru di SDS Negeri Harjamukti 3.

Tabel 4.1. Kondisi Awal Sikap Guru SDN SD Harjamukti 3

NO RESPONDEN PERSENTASE1 Responden 1 51%2 Responden 2 76%3 Responden 3 77%4 Responden 4 51%5 Responden 5 48%6 Responden 6 45%7 Responden 7 45%8 Responden 8 43%9 Responden 9 43%10 Responden 10 45%

Rerata 52,4%

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa hanya 2 orang guru yang

memperoleh nilai rata-rata diatas 75% atau hanya sebanyak 20% yang memiliki sikap

progresif futuristik. Karena keduanya memiliki kemampuan profesional yang memadai,

sedangkan sisanya 8 orang atau 80% masih memiliki sikap konservatif. Hal ini

diperoleh dari penghitungan Skala Sikap (Skala Likert) tentang kemampuan

profesionalisme guru.

44

45

B. Siklus 1

1. Perencanaan

Pada tahap ini, peneliti menggunakan supervisi akademik model Cooperatif

Profesional Development dengan merencanakan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Menyusun Rencana Tindak Kepemimpinan (RTK) yang berkaitan dengan

program Supervisi Akademik model Cooperatif Profesional Development.

b) Membentuk Tim Pelaksana yang terdiri dari beberapa guru yang memiliki

kemampuan di atas rata-rata dibandingan dengan guru lainnya.

c) Menetapkan jadwal kegiatan pertemuan rutin setiap hari Sabtu dengan Jadwal

yang di susun oleh TIM Cooperatif Profesional Development.

d) Melakukan kegiatan Professional Dialogue  yaitu kegiatan pengembangan

profesi dimana guru-guru yang tergabung dalam kelompok kecil (small group)

secara berkala melakukan diskusi terbimbing, dengan tujuan memfasilitasi para

guru merefleksi  pembelajaran yang telah dilakukannya, membantu guru agar

lebih bijaksana dalam mengambil keputusan.

e) Melakukan Supervisi Akademik dalam kegiatan Peer Supervision. Peer

Supervision  adalah sebuah proses  dimana para guru membentuk tim kecil

(small team) memanfaatkan komponen-komponen esensial dari supervisi klinis 

untuk kepentingan pertumbuhan profesionalismenya. Proses ini berbasis data

hasil observasi di kelas. Setiap anggota (participant) mengidentikasi perilaku

guru dan siswa di kelas dengan fokus pada hasil belajar siswa. Proses obsevasi

dan post-conference berlangsung secara siklik  dan bersifat rahasia.

f) Melaksanakan kegiatan Peer Coaching. Peer Coaching pada dasarnya mirip

dengan proses  peer supervision, adanya observasi sejawat dan post-conference,

tetapi lebih menekankan pengembangan staff, dimana guru belajar tentang

dasar-dasar teoritis  suatu  keterampilan mengajar tertentu, dan pengamatan

terfokus pada keterampilan yang sedang dipelajarinya dan mendapatkan umpan

balik dari apa yang telah dipraktikannya.

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan Siklus 1 dilakukan pada mulai bulan Agustus 2011. Sesuai

dengan kesepakatan dengan para guru di SD Negeri Harjamukti 3, Peneliti bersama

Tim Cooperatif Profesional Development melaksanakan program pembinaan yang

46

dilaksanakan secara rutin setiap Hari Sabtu. Di bawah ini adalah materi Kegiatan

Cooperatif Profesional Development.

Tabel 4.2. Program Kegiatan Supervisi Akademik Model Cooperatif

Profesional Development

No Uraian Kegiatan TujuanWaktu Pelaksanaan

7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

1 Pembentukan Tim Pelaksana Cooperatif Profesional Development dan Kelompok Kerja

Terbentuknya timwork yang saling mendukung

2 Workshop Revisi dan Review KurikulumBedah SK, KD dan Mengembangan Indikator

Guru memahami isi kurikulum, mampu menyusun Indikator

3 Pelatihan dan Diskusi Kompetensi Guru dan Standar Proses Permendiknas No. 41 tahun 2007

Meningkatkan pemahaman tentang landasan pedagogik

4 Workhshop Menyusun Silabus dan RPP

Meningkatkan Kemampuan guru dalam merencanakan pembelajaran

5 Workshop Pembelajaran PAKEM dan sintaks model-model pembelajaran CTL dan Cooperatif learning

Meningkatnya Kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran

6 M elaksanakan Peer Choahing keterampilan Mengajar

Meningkatnya Kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran

7 Diskusi dan Curah gagasan Tentang penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar

Meningkatnya kemampuan guru dalam melakukan penilaian hasil pembelajaran,

7 Curah Gagasan Identifikasi masalah dalam pelaksanaan Pembelajaran (Studi Kasus Pembelajaran)

Memecahkan masalah dalam proses Pembelajaran

8 Melaksanakan Peer Teaching / Peer Supervision

Meningkatnya kemampuan profesionalisme guru, memanfaatkan komponen-komponen esensial dari supervisi klinis untuk kepentingan

47

pertumbuhan profesionalismenya

9 Supervisi Akademik Oleh kepala Sekolah

Menilai Kinerja Guru dalam proses pembelajaran

10 Evaluasi program

Pelaksanaan Supervisi Akademik oleh guru dalam tim (Peer Supervision)

dilanjutkan dengan melakukan evaluasi dan refleksi oleh TIM Cooperatif

Profesional Development. Adapun tahap supervisi yang dilakukan sama seperti

supervisi klinis hanya saja dilakukan oleh rekan sejawat.

Kepala Sekolah melakukan supervisi akademik untuk menilai kinerja guru

dalam proses pembelajaran hanya dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah

disepakati dengan Tim Cooperatif Profesional Development.

Pada tahap observasi kepala sekolah sebagai supervisor mengamati proses

pembelajaran secara teliti di kelas. Tujuannya untuk memperoleh data obyektif

aspek-aspek situasi pembelajaran, kesulitan-kesulitan guru dalam usaha

memperbaiki proses pembelajaran. Secara umum, aspek-aspek yang diobservasi

adalah:

a) usaha-usaha dan aktivitas guru-siswa dalam proses pembelajaran,

b) cara menggunakan media pengajaran

c) variasi metode,

d) ketepatan penggunaan media dengan materi

e) ketepatan penggunaan metode dengan materi, dan

f) reaksi mental para siswa dalam proses belajar mengajar.

3. Pengamatan

Pada tahap observasi, supervisor melakukan pengamatan terhadp guru dalam

melaksanakan proses pembelajaran yang mengacu kepada Permendiknas Nomor :

41 Tahun 2007 tentang Standar Proses yang berisi kriteria minimal proses

pembelajaran pada satuan pendidikan meliputi perencanaan proses pembelajaran,

pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan

proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan

efisien.

Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru pada siklus I ini merupakan

implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan,

48

kegiatan inti dan kegiatan penutup. Pengamatan yang dilakukan kepada guru ditekankan

pada kegiatan pendahuluan, kegiatan Inti, dan kegiatan penutup.

Pada kegiatan pendahuluan secara umum guru mampu menyiapkan peserta didik

secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran, dan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi

yang akan dipelajari namun umumnya para guru belum menjelaskan tujuan

pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.

Pengamatan pada kegiatan inti difokuskan pada kegiatan eksplorasi, elaborasi dan

konfirmasi proses pembelajaran untuk mencapai indikator yang ditetapkan dan

apakah proses tersebut dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,

menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan

ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,

minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pada tahapan kegiatan

inti secara umum guru belum dapat memanfaatkan alokasi waktu yang tersedia sesuai

dengan tahapan pembelajaran.

Dalam kegiatan eksplorasi, umumnya guru dapat melibatkan peserta didik

mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan

dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari

aneka sumber. Para guru juga masih mendominasi proses pembelajaran belum

dapat memanfaatkan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan

sumber belajar lain, sehingga dapat dinyatakan bahwa umumnya guru di SD

Negeri Harjamukti 3 belum dapat memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta

didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar

lainnya dengan kata lain belum dapat melibatkan peserta didik secara aktif dalam

setiap kegiatan pembelajaran.

Pada tahap elaborasi seharusnya guru memberikan dorongan agar membiasakan

siswa membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang

bermakna melalui tugas mandiri terstruktur atau tidak terstruktur, mengembangkan

diskusi yang dapat memunculkan gagasan baru baik lisan maupun tertulis.

Proses elaborasi juga semestinya dapat memberi kesempatan untuk berpikir,

menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut dalam

pembelajaran kooperatif dan kolaboratif. Pada Siklus I yang diamati oleh observer

49

belum nampak siswa dapat berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi

belajarnya.

Kegiatan individual dan kelompok masih didominasi oleh sebagian kecil

kelompok yang aktif melakukan diskusi dan melaporkan secara lisan maupun

tertulis. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kemampuan guru untuk memberikan

kesempatan kepada siswa melakukan aktivitas individu dan kelompok yang dapat

berdampak pada rendahnya rasa bangga dan rasa percaya diri siswa.

Pada tahapan konfirmasi guru belum dapat memberikan umpan balik positif

dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap

keberhasilan peserta didik, atau memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi

dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber. Hal inilah yang

mengakibatkan siswa belum dapat memperoleh pengalaman belajar yang bermakna

dalam mencapai indikator atau kompetensi dasar.

Pada kegiatan akhir atau penutup observasi dilakukan oleh supervisor dengan

memfokuskan pengamatan pada tahapan membuat rangkuman atau simpulan yang

melubatkan siswa. Khusus tahapan penilaian semua guru dapat melalui tahapan ini

hanya saja umumnya penilauan dilakukan kurang menggunakan variasi model

penilaian, guru masih menggunakan tes lisan atau tertulis padahal semestinya

memperhatikan konteks atau esesi materi dan indikator yang ingin dicapai.

Pada kegiatan akhir juga jarang para guru melakukan proses refleksi

terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram

apalagi memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran,

sehingga guru beranggapan kegiatan akhir ini merupakan akhir proses

pembelajaran. Semestinya guru dapat merencanakan tindak lanjut dalam bentuk

pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan

tugas balikan, tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar siswa.

4. Evaluasi dan Refleksi

Pada tahapan Evaluasi dan refleksi, supervisor melakukan analisis dari

kegiatan supervisi yang telah dilakukan dengan mengikutsertakan semua guru kelas,

dengan maksud sebagai pembinaan khusus. Guru yang dijadikan subyek penelitian

dalam kegiatan tindakan balikan memaparkan pengalamannya dalam melaksanakan

proses pembelajaran.

50

Tahapan evaluasi dan refleksi yang pertama dilakukan secara individual

melalui kegiatan pasca observasi sehingga diperoleh identifikasi kesulitan dan

masalah yang dihadapi guru setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran. Disini

peran asesor sebagai fasilitator dan pendengar untuk dapat menumbuhkan motivasi

dan keinginan guru memperbaiki proses kegiatan belajar mengajarnya di kelas pada

saat supervisi berikutnya.

Kegiatan yang dilakukan supervisor berikutnya adalah melakukan pembinaan

melalui kegiatan Diskusi Akhir Pekan dan TIM CD di SDN Harjamukti 3 yang

disesuaikan dengan hasil analisis dan rekomendasi. Materi Kegiatan difokuskan

kepada analisis kebutuhan guru terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan

Kegiatan Inti dalam proses pembelajaran antara lain penggunaan pendekatan,

metode, model-model pembelajaran, penggunaan media dan sumber belajar, dan

penilaian hasil belajar. Adapun model pelatihan di TIM CD para guru belajar

sesama guru dengan model peer teaching sebelum diterapkan dalam pembelajaran

sesungguhnya di kelas.

C. Siklus II

1. Perencanaan

Siklus II dilakukan melalui tahapan seperti Siklus I yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Pelaksanaan Tindakan Siklus II

didasarkan atas hasil refleksi dan evaluasi siklus I dengan kata lain kelemahan yang

ditemukan pada Siklus I diperbaiki melalui daur kedua (Siklus II).

Berdasarkan kelemahan pada Siklus I, maka peneliti melakukan tindakan

dengan menugaskan kepada TIM Cooperatif Profesional Development untuk

meningkatkan kualitas Peer Teaching, Peer Supervision agar para guru makin

terbiasa menerapkan pembelajaran yang inovatif, inspiratif, menyenangkan dan

menantang.

Kepada TIM CD juga peneliti mengharapkan dilaksanakan model supervisi

klinis yang didasarkan atas kebutuhan para guru dan kesulitan yang ditemui guru

pada saat proses pembelajaran sebenarnya. Berikut ini tahapan pelaksanaan

supervisi klinis yang dikembangkan TIM Cooperatif Profesional Development.

a. Tahap perencanaan awal. Pada tahap ini supervisor memperhatikan hal-hal

sebagai berikut (1) penciptaan suasana yang intim dan terbuka, (2) mengkaji

51

rencana pembelajaran yang meliputi tujuan, metode, waktu, media, evaluasi

hasil belajar, dan lain-lain yang terkait dengan pembelajaran, (3) menentukan

fokus obsevasi, (4) menentukan alat bantu (instrumen) observasi, dan (5)

menentukan teknik pelaksanaan obeservasi.

b. Tahap pelaksanaan observasi. Pada tahap ini beberapa hal yang harus

diperhatikan, antara lain: (1) harus luwes, (2) tidak mengganggu proses

pembelajaran, (3) tidak bersifat menilai, (4) mencatat dan merekam hal-hal yang

terjadi dalam proses pembelajaran sesuai kesepakatan bersama, dan (5)

menentukan teknik pelaksanaan observasi.

c. Tahap akhir (diskusi balikan). Pada tahap ini beberapa hal yang harus

diperhatikan antara lain: (1) memberi penguatan; (2) mengulas kembali tujuan

pembelajaran; (3) mengulas kembali hal-hal yang telah disepakati bersama, (4)

mengkaji data hasil pengamatan, (5) tidak bersifat menyalahkan, (6) data hasil

pengamatan tidak disebarluaskan, (7) penyimpulan, (8) hindari saran secara

langsung, dan (9) merumuskan kembali kesepakatan-kesepakatan sebagai tindak

lanjut proses perbaikan.

Persiapan lain yang dilakukan oleh supervisor adalah menyiapkan instrumen

pra observasi, observasi dan pasca observasi. Pada tahapan Pra Observasi supervisor

memfokuskan pada perencanaan pembelajaran yang sesuai dengan standar proses.

Sedangkan tahapan observasi menggunakan instrumen yang telah disepakati dengan

guru. Pada tahapan Pasca observasi merupakan diskusi balikan untuk merumuskan

kesepakatan sebagai tindak lanjut proses perbaikan.

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan Siklus 1I dilakukan mulai tanggal 5-30 Desember 2011. Sesuai

dengan kesepakatan dengan para guru, Peneliti melakukan Supervisi Akademik

yang akan menilai kemampuan mengajar para guru. Adapun tahapan yang dilakukan

oleh peneliti meliputi pra observasi, observasi dan pasca observasi.

Pada tahap observasi peneliti mengamati proses pembelajaran secara teliti di

kelas. Tujuannya untuk memperoleh data obyektif aspek-aspek situasi pembelajaran,

kesulitan-kesulitan guru dalam usaha memperbaiki proses pembelajaran. Secara

umum, aspek-aspek yang diobservasi adalah:

a) usaha-usaha dan aktivitas guru-siswa dalam proses pembelajaran,

b) cara menggunakan media pengajaran,

52

c) variasi metode,

d) ketepatan penggunaan media dengan materi

e) ketepatan penggunaan metode dengan materi, dan

f) reaksi mental para siswa dalam proses belajar mengajar.

3. Pengamatan

Pada tahap observasi, supervisor melakukan pengamatan terhadap guru dalam

melaksanakan proses pembelajaran yang mengacu kepada Permendiknas Nomor :

41 Tahun 2007 tentang Standar Proses yang berisi kriteria minimal proses

pembelajaran pada satuan pendidikan meliputi perencanaan proses pembelajaran,

pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan

proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan

efisien.

Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru pada siklus II ini merupakan

implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan,

kegiatan inti dan kegiatan penutup. Pengamatan yang dilakukan ditekankan pada

kegiatan pendahuluan, kegiatan Inti, dan kegiatan penutup.

Pada kegiatan pendahuluan secara umum guru mampu menyiapkan peserta didik

secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran, dan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi

yang akan dipelajari namun umumnya para guru telah menjelaskan tujuan

pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.

Pengamatan pada kegiatan inti difokuskan pada kegiatan eksplorasi, elaborasi dan

konfirmasi proses pembelajaran untuk mencapai indikator yang ditetapkan dan

apakah proses tersebut dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,

menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan

ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,

minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pada tahapan kegiatan

inti secara umum guru dapat memanfaatkan alokasi waktu yang tersedia sesuai dengan

tahapan pembelajaran.

Dalam kegiatan eksplorasi, umumnya guru sudah melibatkan peserta didik

mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan

dipelajari dari aneka sumber. Para guru juga sudah tidak mendominasi proses

pembelajaran dan dapat memanfaatkan beragam pendekatan pembelajaran, media

53

pembelajaran, dan sumber belajar lain, sehingga dapat dinyatakan bahwa umumnya

guru di SDN Harjamukti 3 dapat memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta

didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar

lainnya dengan kata lain belum dapat melibatkan peserta didik secara aktif dalam

setiap kegiatan pembelajaran.

Pada tahap elaborasi guru memberikan dorongan agar membiasakan siswa

membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna

melalui tugas mandiri terstruktur atau tidak terstruktur, mengembangkan diskusi

yang dapat memunculkan gagasan baru baik lisan maupun tertulis.

Pada Siklus II yang diamati oleh observer para siswa sudah berkompetisi

secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Karena proses diskusi sudah

tidakdidominasi oleh sekelompok siswa saja yang aktif melakukan diskusi dan

melaporkan secara lisan maupun tertulis. Hal ini disebabkan oleh kemampuan guru

memberikan dorongan dan kesempatan kepada siswa melakukan aktivitas individu

dan kelompok yang dapat berdampak pada rendahnya rasa bangga dan rasa percaya

diri siswa.

Pada tahapan konfirmasi guru sudah mampu memberikan umpan balik positif

dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap

keberhasilan peserta didik, atau memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi

dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber.

Pada kegiatan akhir atau penutup observasi dilakukan oleh supervisor dengan

memfokuskan pengamatan pada tahapan membuat rangkuman atau simpulan yang

melubatkan siswa. Khusus tahapan penilaian semua guru dapat melalui tahapan ini

umumnya belum penerapan jenis penilaian yang bervariasi sesuai dengan indikator

yang diharapkan.

Pada kegiatan akhir guru mulai melakukan proses refleksi terhadap

kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram hal ini terlihat

dari guru dapat memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil

pembelajaran.

4. Evaluasi dan Refleksi

Pada tahapan Evaluasi dan refleksi, Guru yang dijadikan subyek penelitian

dalam kegiatan tindakan balikan memaparkan pengalamannya dalam melaksanakan

proses pembelajaran. Supervisor melakukan analisis dari kegiatan supervisi yang

54

telah dilakukan dengan mengikutsertakan semua guru kelas, dengan maksud sebagai

pembinaan khusus melalui kegiatan kelompok kerja guru.

Tahapan evaluasi dan refleksi yang pertama dilakukan secara individual

melalui kegiatan pasca observasi sehingga diperoleh identifikasi kesulitan dan

masalah yang dihadapi guru setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran. Disini

peran supervisor sebagai fasilitator dan pendengar untuk dapat menumbuhkan

motivasi dan keinginan guru memperbaiki proses kegiatan belajar mengajarnya di

kelas pada saat supervisi berikutnya.

D. Pembahasan

1. Sikap Konservatif Guru Sebelum Pelaksanaan Penelitian

Para guru SD Negeri Harjamukti 3 yang jumlahnya 10 orang memiliki

kemampuan yang rendah dalam perencanaan pembelajaran dan proses

pembelajaran. Sikap guru yang kurang bertanggung jawab dan kurang disiplin

seperti datang tidak tepat waktu, atau mengelola alokasi waktu pembelajaran yang

tidak sesuai. Bahkan dari 10 orang guru yang memiliki kemampuan menggunakan

media pembelajaran dan mampu menggunakan Teknologi dalam pembelajaran

hanya 3 orang saja atau 30%. Perilaku demikian disebabkan karena sikap

konservatif guru yang menghambat peningkatan kemampuan profesionalnya

sehingga berdampak pada hasil belajar yang rendah.

Gejala atau fenomena dalam proses pembelajaran yang tidak inspiratis,

menyenangkan dan menantang, kurang memberikan motivasi kepada peserta didik

untuk berpartisipasi aktif, siswa tidak diberikan ruang prakarsa, kreativitas, dan

kemandirian sesuai dengan perkembangan bakat, minat dan pisik dan psikologi

siswa telah terjadi di SD Negeri Harjamukti 3. Di bawah ini merupakan data hasil

Pengukuran Skala Sikap Guru

Tabel 4.3. Kondisi Awal Sikap Guru SDN Harjamukti 3

NO RESPONDEN PERSENTASE1 Responden 1 51%2 Responden 2 76%3 Responden 3 77%4 Responden 4 51%5 Responden 5 48%6 Responden 6 45%7 Responden 7 45%

55

NO RESPONDEN PERSENTASE8 Responden 8 43%9 Responden 9 43%10 Responden 10 45%

Rerata 52,4%

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa hanya 2 orang guru yang

memperoleh nilai rata-rata diatas 75% atau hanya sebanyak 20% yang memiliki

sikap progresif futuristik. Karena keduanya memiliki kemampuan profesional yang

memadai, sedangkan sisanya 8 orang atau 80% masih memiliki sikap konservatif.

Hal ini diperoleh dari penghitungan Skala Sikap (Skala Likert) tentang kemampuan

profesionalisme guru.

Dari sikap konservatif guru sebagaimana tabel 4.3. di atas diperoleh hasil

supervisi pembelajaran yang dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian tindakan

sebagai berikut :

Tabel 4.4. Tabel Hasil Pelaksanaan Supervisi Akademik Pra Siklus

No Aspek yang disupervisi Pemenuhan Ketercapaian Kategori

1 Perencanaan 40% 49% Kurang

2 Pelaksanaan 45% 54% Kurang

Jumlah 42,50% 51,5% Kurang

Berdasarkan Tabel 4.4. di atas bahwa Pemenuhan indikator hanya 42,50%

sedangkan ketercapaian sesuai standar 51,50% dengan kategori kurang. Setelah

dilakukan identifikasi penyebab rendahnya kemampuan guru dalam melaksanakan

pembelajaran, diperoleh hasil bahwa guru tidak melaksanakan pembelajaran sesuai

skenario rencana pembelajaran, kurang mengarahkan belajar siswa sesuai dengan

prinsip belajar yang mendidik, tidak memfasilitasi pengembangan potensi seluruh

siswa menguasi materi.

Dalam menggunakan pendekatan dan strategi pembelajaran guru memiliki

kelemahan pada kemampuan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kompetensi

(tujuan) yang direncanakan hal ini nampak pada rencana pembelajaran tidak disusun

secara sistematik dan sistemik, guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa

untuk berkembang secara kreatif dan mandiri sehingga siswa tidak memiliki

pengalaman belajar yang permanen. Seharusnya pembelajaran yang dibuat dapat

memicu dan memelihara keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.

56

2. Sikap Konservatif Guru setelah Pelaksanaan Siklus I

Berdasarkan kelemahan yang ditemukan pada kemampuan awal maka

peneliti melakukan bimbingan dan pembinaan di SDN Harjamukti 3 untuk

mengubah sikap konservatif guru maka dilakukan program Supervisi Model

Cooperatif Profesional Development melalui berbagai kegiatan yang dilaksanakan

setiap hari Sabtu oleh Tim Cooperatif Profesional Development.

Setelah dilakukan berbagai program peningkatan mutu profesionalis guru

pada Siklus I selanjutnya dilakukan penilaian Skala Sikap untuk mengetahui

sejauhmana sikap guru terhadap kinerjanya. Di bawah ini disajikan skala sikap yang

diujikan kepada para guru sebagai berikut :

Tabel 4.5. Sikap Guru SDN Harjamukti 3

NO RESPONDEN PERSENTASE1 Responden 1 65%2 Responden 2 86%3 Responden 3 90%4 Responden 4 71%5 Responden 5 68%6 Responden 6 75%7 Responden 7 68%8 Responden 8 56%9 Responden 9 65%10 Responden 10 75%

Rerata 71,90%

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa 5 orang guru yang

memperoleh nilai rata-rata di atas 70% atau sebanyak 50% yang memiliki sikap

progresif futuristik. Karena memiliki kemampuan profesional yang memadai,

sedangkan sisanya 8 orang atau 80% masih memiliki sikap konservatif. Hal ini

diperoleh dari penghitungan Skala Sikap (Skala Likert) tentang kemampuan

profesionalisme guru.

Dari sikap konservatif guru sebagaimana tabel 4.5. di atas diperoleh hasil

supervisi pembelajaran yang dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian tindakan

sebagai berikut :

Tabel 4.5. Tabel Hasil Pelaksanaan Supervisi Akademik Siklus I

No Aspek yang disupervisi Pemenuhan Ketercapaian Kategori

57

1 Perencanaan 62% 68% Cukup

2 Pelaksanaan 65% 73% Cukup

Jumlah 63,50% 70,50% Cukup

Setelah dilaksanakan proses siklus I para guru secara bertahap dapat

menyusun dan melaksanakan proses pembelajaran. Sehingga hasil supervisi

akademik Siklus I mengalami peningkatan kemampuan guru dalam melaksanakan

pembelajaran. Berdasarkan tabel 4.5. di atas diperoleh bahwa pemenuhan tahap

perencanaan dan pelaksanaan memperoleh nilai rata-rata 63,50 sedangkan

ketercapaian pelaksanaan perencanaan dan proses pembelajaran diperoleh nilai rata-

rata dalam Siklus I 70,50%

Kemampuan guru pada siklus I mengalami peningkatan kemampuan seperti

pada pra pembelajaran guru sudah memantau kesiapan siswa untuk belajar,

melakukan appersepsi, dan memperhatikan karakter siswa, namun umumnya guru

belum menyampaikan kriteria pencapaian tujuan.

Sedangkan pada indikator Kesesuaian dengan perencanaan Pembelajaran

umumnya guru dapat melaksanakan pembelajaran sesuai skenario rencana

pembelajaran dan mengarahkan belajar siswa sesuai dengan prinsip belajar yang

mendidik.

Khusus penguasaan materi, umumnya guru sudah menunjukkan penguasaan

struktur konsep, dan aplikasi materi. Namun guru belum memfasilitasi

pengembangan potensi seluruh siswa menguasasi materi.

3. Kemampuan Guru Dalam Melaksanakan Pembelajaran pada Siklus II

Berdasarkan kelemahan yang ditemukan pada Siklus I maka peneliti

melakukan bimbingan dan pendampingan bersama-sama Tim CPD di SD Negeri

Harjamukti 3 untuk mengubah sikap konservatif guru. Adapun program Supervisi

Model Cooperatif Profesional Development dilanjutkan secara rutin dengan

melakukan kegiatan diskusi, studi kasus, peer teaching dan peer supervision.

Setelah dilakukan berbagai program peningkatan mutu profesionalis guru

pada Siklus II selanjutnya dilakukan pengukuran Skala Sikap (Skala Likert) untuk

mengetahui sejauhmana peningkatan sikap konservatif guru menjadi progresif

58

futuristik terhadap kinerjanya. Di bawah ini disajikan skala sikap yang diujikan

kepada para guru sebagai berikut :

Tabel 4.6. Sikap Guru SDN Harjamukti 3

NO RESPONDEN PERSENTASE1 Responden 1 80%2 Responden 2 88%3 Responden 3 90%4 Responden 4 75%5 Responden 5 70%6 Responden 6 80%7 Responden 7 75%8 Responden 8 65%9 Responden 9 75%10 Responden 10 85%

Rerata 78,30%

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa 9 orang guru yang

memperoleh nilai rata-rata di atas 70% atau sebanyak 90% yang memiliki sikap

progresif futuristik. Karena memiliki kemampuan profesional yang memadai,

sedangkan sisanya 1 orang atau 10% masih memiliki sikap konservatif. Hal ini

diperoleh dari penghitungan Skala Sikap (Skala Likert) tentang kemampuan

profesionalisme guru.

Dari sikap konservatif guru sebagaimana tabel 4.6. di atas diperoleh hasil

supervisi pembelajaran yang dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian tindakan

sebagai berikut :

Tabel 4.6. Tabel Hasil Pelaksanaan Supervisi Akademik Siklus I

No Aspek yang disupervisi Pemenuhan Ketercapaian Kategori

1 Perencanaan 78% 80% Baik

2 Pelaksanaan 80% 88% Baik

Jumlah 79% 84% Baik

Setelah dilaksanakan proses siklus I para guru secara bertahap dapat

menyusun dan melaksanakan proses pembelajaran. Sehingga hasil supervisi

akademik Siklus II mengalami peningkatan kemampuan guru dalam melaksanakan

pembelajaran. Berdasarkan tabel 4.6. di atas diperoleh bahwa pemenuhan tahap

perencanaan dan pelaksanaan memperoleh nilai rata-rata 79,0% sedangkan

59

ketercapaian pelaksanaan perencanaan dan proses pembelajaran diperoleh nilai rata-

rata dalam Siklus II 84,0%

Kemampuan guru pada siklus II mengalami peningkatan kemampuan yang

sangat signifikan seperti pada pra pembelajaran guru sudah memantau kesiapan

siswa untuk belajar, melakukan appersepsi, dan memperhatikan karakter siswa,

namun umumnya guru belum menyampaikan kriteria pencapaian tujuan.

Sedangkan pada indikator kesesuaian dengan perencanaan Pembelajaran

umumnya guru dapat melaksanakan pembelajaran sesuai skenario rencana

pembelajaran dan mengarahkan belajar siswa sesuai dengan prinsip belajar yang

mendidik.

Khusus penguasaan materi, umumnya guru sudah menunjukkan penguasaan

struktur konsep, dan aplikasi materi. Namun guru belum memfasilitasi

pengembangan potensi seluruh siswa menguasasi materi.

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kepala sekolah diperoleh hasil bahwa

terdapat peningkatan yang signifikan sikap dan perilaku guru yang konservatif

menjadi sikap progresif futuristik sehingga terjadi perubahan kemampuan guru

dalam melaksanakan tugas pokok seperti merencanakan dan melaksanakan

pembelajaran melalui supervisi akademik model Cooperatif Profesional

Development.

Penerapan Model Supervisi Cooperatif Profesional Development mampu

meningkatkan kerja sama tim (Teamwork) sekolah dalam mengubah perilaku

konservatif menjadi sikap progresif terhadap kepentingan pendidikan masa depan.

Perubahan sikap guru tersebut berdampak pada kinerja guru yang mankin meningkat

sehingga hasil belajar siswa pun meningkat. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata

UN setiap tahun mengalami peningkatan yang signifikan.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian pada Bab IV dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Melalui penerapan Supervisi Akademik Model Cooperatif Profesional Development

mampu mengubah sikap konservatif guru menjadi guru yang progresif futuristik.

Hal ini dilakukan dengan cara memberikan kesempatan kepada guru untuk belajar

bersama dalam kelompok kecil, melakukan diskusi, studi kasus, peer teaching, dan

peer supervision.

2. Perubahan sikap konservatif menjadi sikap yang progresif futuristik mampu

meningkatkan kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan

pembelajaran yang lebih berkualitas. Hal ini dibuktikan dengan hasil pelaksanaan

penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di SD Negeri Harjamukti 3 Kota

Depok. Sebelum dilakukan penelitan sikap guru menunjukkan skala sikap yang

sangat rendah yaitu: 52,4% dengan rata-rata pemenuhan perencanaan dan

pelaksanaan pembelajaran memperoleh nilai rata-rata 42,50% sedangkan tingkat

ketercapaian rata-rata 51,5%. Sedangkan Pada Siklus I Skala Likert mencapai

71,90% dengan rata-rata pemenuhan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran

memperoleh nilai rata-rata 63,50% sedangkan tingkat ketercapaian rata-rata

70,50%. Pada Siklus II Skala sikap memperoleh nilai 78,30% dengan rata-rata

pemenuhan perencanaan dan pelaaksanaan pembelajaran memperoleh nilai rata-rata

79,0% sedangkan tingkat ketercapaian rata-rata 84,0%.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat diajukan saran sebagai berikut.

1. Bagi peserta didik, diharapkan mengikuti pembelajaran yang diterapkan oleh guru

secara maksimal agar tujuan pembelajaran yang telah direncanakan akan dapat

dicapai secara optimal.

2. Bagi guru, hendaknya mampu memanfaatkan setiap kesempatan seperti pendidikan,

pelatihan diskusi, studi kasus, dan KKG sebagai wahana peningkatan kemampuan

profesional sehingga dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilannya dalam

60

61

melaksanakan proses pembelajaran yang insfiratif, inovatif, menantang dan

menyenangkan.

3. Bagi kepala sekolah, hendaknya mampu mengembangkan berbagai kebijakan

sekolah agar dapat meningkatkan kualitas dan profesionalisme dari siswa, guru

maupun kepala sekolah sendiri.

4. Bagi Dinas Pendidikan kota hendaknya mampu mengambil kebijakan pendidikan

yang tepat, agar proses pembelajaran yang ada di sekolah dapat berjalan dengan

tepat dan lancar. Selain itu diharapkan kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatan

profesionalisme guru dapat ditingkatkan.

5. Bagi peneliti lain, hendaknya dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang

efektivitas model ini, terhadap kemampuan dan keterampilan guru, melalui

penerapan rancangan penelitian dan penggunaan instrumen yang lebih reliabel dan

valid pada mata pelajaran lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Allan. A. Glatthorn. 1987. Cooperative Professional Development. Greenvile:  Association for Supervision and Curriculum Development.

Bafadal, Ibrahim. 1992. Supervisi Pengajaran: Teori dan Aplikasinya dalam Membina Profesional Guru. Jakarta: Bumi Aksara.

Burhanudin,(1994).Analisis administrasi manajemen dan kepemimpinan pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

E. Mulyasa, (2004). Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung : Remaja Rosda Karya.

Hamalik, Oemar. 1992. Administrasi dan Supervisi Pengembangan Kurikulum. Bandung: CV. Mandar Maju.

H.A.R. Tilaar,(2004). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta : Rineka Cipta.

Imron Ali. 1995. Pembinaan Guru Di Indonesia. Malang: Pustaka Jaya.

Gibson,James L.,(1996). Organization,behavior,structure and prosess. Organisasi,perilaku,Struktur dan proses ( Terjemahan Nunuk Adiarni). Jakarta Binarupa Aksara

Sahertian, Piet. 2000. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam rangka Pengembangan Sumberdaya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Sahertian, Piet. 1994. Profil Pendidik Profesional. Yogyakarta: Andi Offset.

62

Lampiran 1

JADWAL PELAKSANAAN SUPERVISI AKADEMIK SD NEGERI HARJAMUKTI 3

SEMESTER GANJIL TAHUN 2012/2013

NO NAMA GURUWAKTU PELAKSANAAN

JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOPEMBER DESEMBER KETERANGAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9

10

Cimanggis, ....Juli 2011Kepala Sekolah,

Hj. Rustinah, S.Pd.NIP. 196102151982042011

63

64

Lampiran 2

JADWAL PELAKSANAAN SUPERVISI AKADEMIK SD NEGERI HARJAMUKTI 3

SEMESTER GENAP TAHUN 2012/2013

NO NAMA GURUWAKTU PELAKSANAAN

JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOPEMBER DESEMBER KETERANGAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9

10

Cimanggis, ....Juli 2012Kepala Sekolah,

Hj. Rustinah, S.Pd.NIP. 196102151982042011

INSTRUMEN SKALA SIKAP

NO PERNYATAANALTERNATIF JAWABAN SKOR

ST T S KT TT1 Seorang guru seperti saya

harus mampu mengajar berarti menyampaikan materi pembelajaran

           

2 Setiap ada perubahan tentang paradigma pendidikan saya berusaha ingin tahu terhadap perubahan itu.

           

3 Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi

           

4 Hasil belajar peserta didik dijadikan balikan untuk menilai keberhasilan dirinya dalam mengajar

           

5 Menduduki jabatan profesional sebagai guru, tidak semata-mata menuntut pelaksanaan tugas sebagaimana adanya, tetapi juga memperdulikan apa yang seharusnya dicapai dari pelaksanaan tugasnya

           

6 Perubahan dalam sistem pendidikan yang bagaimana pun tidak akan mengubah cara saya mengajar siswa

           

7 Menerapkan hasil pendidikan dan pelatihan di sekolah sesuai dengan perkembangan dan karakter siswa

           

8 Memberikan gagasan yang positif bagi peningkatan mutu pembelajaran di sekolah

           

9 Menyusun Penelitian Tindakan kelas dalam rangka memperbaiki mutu pelaksanaan pembelajaran

           

10 Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan dan menantang

           

11 Dalam proses belajar mengajar, bertanya memainkan peranan penting sebab pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik pelontaran yang tepat akan memberikan dampak positif terhadap siswa

           

65

66

12 Untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar, guru perlu menunjukkan sikap baik pada waktu mengajukan pertanyaan maupun ketika menerima jawaban siswa. Sikap dan cara guru termasuk suara, ekspresi wajah, gerakan, dan posisi badan menampakkan ada-tidaknya kehangatan dan keantusiasannya

           

13 Penguatan kepada siswa mempunyai pengaruh yang berupa sikap positif terhadap proses belajar siswa

           

14 Memberikan Tugas Terstruktur. Kegiatan pembelajaran berupa pendalaman materi yang didesain oleh guru untuk mengembangkan kemandirian belajar peserta didik. Peran guru sebagai fasilitator, tutor, teman belajar, waktu penyelesaian tugas ditentukan oleh guru. Kegiatan ini termasuk remedial, pengayaan, percepatan.

           

15 Variasi dalam cara mengajar guru meliputi : penggunaan variasi suara (teacher voice), Pemusatan perhatian siswa (focusing), kesenyapan atau kebisuan guru (teacher silence), mengadakan kontak pandang dan gerak (eye contact and movement), gerakan badan mimik, dan pergantian posisi guru dalam kelas dan gerak guru (teachers movement).

           

16 Media dan alat pengajaran sangat penting dan penggunaannya harus bervariasi.

           

17 Penggunaan variasi pola interaksi dimaksudkan agar tidak menimbulkan kebosanan, kejemuan, serta untuk menghidupkan suasana kelas demi keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan

           

18 Keterampilan menjelaskan adalah penyajian informasi secara lisan yang diorganisasikan secara

           

67

sistematik untuk menunjukkan adanya hubungan yang satu dengan yang lainnya.

19 Membuka pelajaran (set induction) ialah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar untuk menciptakan prokondusi bagi siswa agar mental maupun perhatian terpusat pada apa yang akan dipelajarinya sehingga usaha tersebut akan memberikan efek yang positif terhadap kegiatan belajar

           

20 Diskusi kelompok merupakan strategi yang memungkinkan siswa menguasai suatu konsep atau memecahkan suatu masalah melalui satu proses yang memberi kesempatan untuk berpikir, berinteraksi sosial, serta berlatih bersikap positif.

           

  Jumlah            

68

LEMBAR PENILAIAN

Petunjuk

Berilah skor pada butir-butir pelaksanaan pembelajaran dengan cara membubuhkan tanda V pada kota sesuai dengan kriteria sebagai berikut:

1 = sangat tidak baik2 = tidak baik3 = kurang baik4 = baik5 = sangat baik

NO INDIKATOR YANG DINILAI

Pemenuhan

SKOR

Ya Tdk 1 2 3 4 5

I PRAPEMBELAJARAN

1. Memantau kesiapan siswa untuk belajar

2. Melakukan kegiatan apersepsi

3. Menyampaikan tujuan belajar

4. Menyampaikan target yang hendak dicapai

II KEGIATAN INTI PEMBELAJARAN

A. Kesesuaian dengan Rencana Pembelajaran

5. Melaksanakan pembelajaran sesuai skenario rencana pembelajaran

6. Mengarahkan siswa pada pencapaian tujuan dalam RPP

69

NO INDIKATOR YANG DINILAI

Pemenuhan

SKOR

Ya Tdk 1 2 3 4 5

B. Penguasaan materi pelajaran

7. Menunjukkan penguasaan materi pembelajaran

8. Mengaitkan materi dengan pengetahuan lain yang relevan

9. Menyampaikan materi dengan jelas dan sesuai dengan hierarki belajar

10. Mengaitkan materi dengan realitas kehidupan

C. Pendekatan/strategi pembelajaran

11. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kompetensi (tujuan) yang akan dicapai

12. Melaksanakan pembelajaran secara runtut

13. Menguasai kelas

14. Melaksanakan pembelajaran yang bersifat kontekstual

15. Mengembangkan pengalaman belajar yang bernilai

16. Menumbuhkan keterampilan berpikir kritis siswa

17. Menumbuhkan kreativitas dan inovasi siswa.

18. Mengembangkan keterampilan mengelola informasi

19. Mengembangkan kemampuan menguji ketepatan infomasi

70

NO INDIKATOR YANG DINILAI

Pemenuhan

SKOR

Ya Tdk 1 2 3 4 5

20. Mengembangkan keterampilan menggunakan informasi

21. Mengasah keterampilan yang sesuai dengan kehidupan nyata

22. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu yang direncanakan

23. Memberikan pengayaan untuk pengembangan daya kompetisi siswa

D. Pemanfaatan sumber belajar /media pembelajaran

24. Menggunakan media secara efektif

25. Menghasilkan pesan yang menarik

26. Melibatkan siswa dalam pemanfaatan media

27. Menggunakan informasi belajar yang variatif berbasis internet/TIK*

28. Menggunakan alat peraga berbasis internet/TIK*

29. Memanfaatkan sumber belajar berbahasa asing *

D. Pembelajaran yang memicu dan memelihara keterlibatan siswa

30. Menumbuhkan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran

31. Menunjukkan sikap terbuka terhadap respons siswa

71

NO INDIKATOR YANG DINILAI

Pemenuhan

SKOR

Ya Tdk 1 2 3 4 5

32. Menumbuhkan keceriaan dan antusisme siswa dalam belajar

33. Memberi kesempatan nunjukkan produk belajar

E. Penilaian proses dan hasil belajar

34. Memantau kemajuan belajar selama proses

35. Melakukan penilaian akhir sesuai dengan kompetensi (tujuan)

36. Mencapai target kompetensi sesuai indikator pembelajaran

F. Penggunaan bahasa dan teknologi

37. Menggunakan bahasa lisan dan tulis secara jelas, baik, dan benar

38. Menggunakan teknologi komunikasi untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan

39. Mendayagunakan teknologi dalam meningkatkan kolaborasi*

III PENUTUP

40. Melakukan refleksi atau membuat rangkuman dengan melibatkan siswa

41. Menghargai pencapaian belajar yang terbaik.

42. Melaksanakan tindak lanjut atau kegiatan, atau tugas sebagai

72

NO INDIKATOR YANG DINILAI

Pemenuhan

SKOR

Ya Tdk 1 2 3 4 5

bagian remidi/pengayaan

Total Skor

Indikator Output Taget RealisasiKKM :Nilai Tertinggi :Nilai Teredah :

Nilai proses pemenuhan komponen standar :

Ketercapaian: 86 % - 100 % = Baik Sekali

70% - 85 % = Baik

55% - 69 % = Cukup

Di bawah 55% = Kurang

Kesimpulan hasil penilaian:

.................................................................................................................................................................

Catatan tindak lanjut :

.................................................................................................................................................................

Mengetahui Kepala Sekolah ................, ....................

Pencapaian Kinerja

Jumlah skor

----------------------- X 100% = .........(Nilai Akhir)

73

SD/SMP/SMA/SMK

................................NIP. ...........................

Penilai,Kepala Sekolah

Hj. Rustinah, S.Pd.NIP. 196102151982042011

REKAPITULASI SKALA LIKERET GURU SDN HARJAMUKTI 3

NO

NAMA GURU

NOMOR SOAL JUMLAH1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

1Responden 1 1 2 3 2 3 3 3 2 1 3 2 2 2 2 3 3 3 4 4 3 51

2Responden 2 5 5 5 4 4 5 4 3 3 3 3 2 4 2 3 4 4 4 4 5 76

3Responden 3 5 5 5 4 4 5 4 5 3 3 2 3 4 2 3 4 3 4 4 5 77

4Responden 4 2 2 3 2 3 2 2 3 1 3 1 3 3 3 2 3 3 3 3 4 51

5Responden 5 2 2 1 2 3 2 3 1 1 3 2 2 2 3 3 3 2 4 4 3 48

6Responden 6 2 2 1 2 3 2 2 2 1 2 1 3 3 2 2 2 3 3 3 4 45

7Responden 7 2 2 1 2 2 2 3 2 1 3 2 2 3 1 3 2 2 3 4 3 45

8Responden 8 2 2 1 2 2 1 2 1 1 2 1 3 2 3 3 2 3 4 3 3 43

9Responden 9 2 2 1 2 3 3 3 2 1 2 3 1 2 1 2 2 3 3 3 2 43

10

Responden 10 2 2 1 2 2 3 2 1 1 3 3 1 1 3 3 2 3 3 3 4 45

JUMLAH 25 26 22 24 29 28 28 22 14 27 20 22 26 22 27 27 29 35 35 36 524

50%

52%

44%

48%

58%

56%

56%

44%

28%

54%

40%

44%

52%

44%

54%

54%

58%

70%

70%

72% 52%

74

75