BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan pelayanan kesehatan di sebuah negara ditentukan oleh
tiga kelompok utama yaitu lembaga penyedia jasa pelayanan kesehatan
(Health Provider), masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan (Health
Consumer), dan pihak lembaga/perusahaan asuransi (Health Financing atau
Insurance Company). Ketiga stake holder utama tersebut, di bidang pelayanan
kesehatan mempunyai perbedaan pandangan yang cukup prinsipil tentang
mutu pelayanan (Muninjaya, 2004).
Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan
kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945,
pemerintah telah berupaya untuk mengatasi hambatan dan kendala tersebut
melalui pelaksanaan kebijakan program jaminan pemeliharaan kesehatan
masyarakat miskin. Program ini diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan
melalui penugasan kepada PT. Askes (persero) berdasarkan SK Nomor
1241/Menkes/SK/XI/2004, tentang penugasan PT. Askes (Persero) dalam
pengelolaan program pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat miskin
(Depkes, 2008a).
Menurut Koentjoro (2007), pelayanan kesehatan yang bermutu adalah
pelayanan kesehatan yang peduli dan terpusat pada pelanggan, kebutuhan,
1
serta harapan. Sementara itu, nilai-nilai pelanggan menjadi titik tolak
penyediaan pelayanan kesehatan dan menjadi persyaratan yang harus dapat
dipenuhi dan bermuara dari pelayanan yang berpusat pada pelanggan.
Membangun mutu tidak cukup hanya membuat aturan hitam di atas
putih berupa manual mutu, prosedur terdokumentasi dan instruksi kerja juga
sangat diperlukan. Karena mutu tidak terletak di atas kertas, tetapi ada pada
manusia, pada pemikiran, emosi dan sikap hidup serta kepribadian setiap
insan askes. Semua bertanggung jawab mulai dari satpam, petugas front liner
sampai jajaran direksi secara proporsional (Ris, 2007).
Dengan pertimbangan untuk mengendalikan biaya dan mutu
pelayanan, program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin atau askeskin
mulai 1 januari 2008 diganti nama menjadi jaminan kesehatan masyarakat
yang disebut dengan jamkesmas. Sasaran program jamkesmas sama seperti
tahun sebelumnya yaitu masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh
Indonesia sebanyak 76.400.000 jiwa. Kebijakan penyelenggaraan jaminan
kesehatan masyarakat atau jamkesmas yang ditetapkan oleh menteri kesehatan
republik indonesia Nomor : 125/MENKES/SK/II/2008 tentang pedoman
penyelenggaraan jaminan kesehatan masyarakat 2008. Kebijakan tersebut
merupakan lanjutan dari program Askeskin, hanya saja perbedaannya pada
pengelolaan keuangan tidak lagi diserahkan kepada PT. Askes tetapi dikelola
sendiri oleh Depkes. PT. Askes hanya mengelola kepesertaannya saja.
Kebijakan ini diharapkan dapat mempercepat proses reimbursment rumah
2
sakit atas tagihan pasien dengan askeskin dan juga masalah tunggakan PT.
Askes terhadap klaim yang diajukan oleh pihak rumah sakit yang sering
mengalami keterlambatan sehingga operasional rumah sakit menjadi
terhambat dan akhirnya dapat merugikan pasien dan juga rumah sakit dalam
hal pembayaran jasa pelayanan (Yusri, 2009).
Jumlah penduduk miskin kabupaten Kebumen pada tahun 2009 adalah
sebanyak 1.238.163 jiwa yang tersebar di 460 desa, dari jumlah tersebut
530.764 jiwa masuk dalam kuota Jamkemas, 106.362 jiwa penerima
Jamkesda dan 514.793 jiwa sisanya tidak memiliki asuransi (Dinkes Kab.
Kebumen, 2010). Berdasarkan keputusan menteri kesehatan republik
indonesia nomor: 483/MENKES/SK/V/2008 jumlah penduduk miskin di
kabupaten kebumen yang menerima kartu jamkesmas pada tahun 2008 adalah
530.764 jiwa dengan jumlah alokasi dana sebesar Rp. 6.369.168.000. jumlah
tersebut lebih besar jika di bandingkan tahun 2007 yang hanya 497.000 jiwa.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan akan
memberikan pelayanan gratis persalinan bagi ibu melahirkan dari keluarga
tidak mampu mulai tahun 2011. Menurut Menteri Kesehatan Endang
Sedyawati, pemberian pelayanan gratis persalinan kepada ibu melahirkan ini
sasarannya untuk menurunkan tingkat kematian bayi dan ibu melahirkan guna
memenuhi target MDGs (Millenium Development Goals), Endang
menjelaskan, pelayanan persalinan gratis kepada ibu melahirkan dari keluarga
tidak mampu yakni melahirkan di bidan, Puskesmas, maupun di Rumah Sakit
3
Umum Daerah kamar kelas tiga untuk pelayanan persalinan normal, caesar,
ataupun mengalami komplikasi ketika melahirkan (Antaranews, 2010).
Hasil penelitian yang dilakukan di kota Kupang oleh Retnowati dkk.
(2008), menyatakan bahwa tingkat kepuasan pasien pelayanan rawat inap
pasien masyarakat miskin di Puskesmas Kota Kupang masih kurang (66,67
%), terutama terhadap aspek reliabilitas, emphaty dan responsiveness. Aspek
emphaty yang dikeluhkan oleh pasien masyarakat miskin adalah pelayanan
yang masih dibeda-bedakan dengan pasien umum, sebab patugas kesehatan
merasa tidak diberi insentif yang cukup. Aspek responsiveness yang
dikeluhkan pasien masyarakat miskin adalah mengenai informasi yang kurang
tentang kondisi penyakit yang diderita, disebabkan kondisi fasilitas sarana dan
prasarana yang kurang memadai.
Rumah sakit PKU Muhammadiyah Gombong merupakan rumah sakit
tipe swasta madya atau setingkat dengan tipe C plus, dengan kapasitas 155
tempat tidur. Rumah sakit muhammadiyah gombong memiliki layanan
unggulan yaitu obsgyn dan bedah (RS PKU Muhammadiyah Gombong,
2009). Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong merupakan amal usaha
Muhammadiyah di bidang kesehatan yang beroperasi sejak 26 april 1958
bertepatan dengan 6 syawal 1377 H. Saat ini tingkat utilisasi pelayanan RS
PKU Muhammadiyah Gombong selalu mengembangkan strategi untuk dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat akan layanan kesehatan (RS PKU
Muhammadiyah Gombong, 2010).
4
Berdasarkan data di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong
(2010), jumlah kunjungan pasien yang menggunakan jamkesmas/Askeskin
adalah 4,075 jiwa, sedangkan tahun 2009 menurun menjadi 3,820 jiwa. RSUD
kebumen memiliki 219 tempat tidur dengan kunjungan pasien selama tahun
2009 mencapai 11,767 jiwa (RSUD Kebumen, 2010)
1.2 Perumusan Masalah
Dari gambaran yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka
hasil perumusan masalah adalah:
a) Apakah terdapat kesenjangan antara harapan dan persepsi pelanggan
jamkesmas terhadap mutu pelayanan kesehatan di bangsal kebidanan RS PKU
Muhammadiyah Gombong?
b) Apakah terdapat kesenjangan antara harapan dan persepsi pelanggan umum
terhadap mutu pelayanan kesehatan di bangsal kebidanan RS PKU
Muhammadiyah Gombong?
c) Apakah terdapat perbedaan antara kepuasan pelanggan jamkesmas dan umum
terhadap mutu pelayanan kesehatan di bangsal kebidanan RS PKU
Muhammadiyah Gombong?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
5
Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien jamkesmas dan pasien
umum terhadap mutu pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Gombong.
1.3.2 Batasan Penelitian
Batasan dalam suatu penelitian perlu dikemukakan, hal ini bertujuan
agar penelitian yang dilakukan dapat lebih fokus pada pokok permasalahan,
tujuan dan manfaat penelitian.
Adapun batasan penelitian sebagai berikut:
a) Penelitian ini dibatasi pada model lima dimensi mutu yang meliputi bukti fisik
(tangible), perhatian (emphaty), jaminan (assurance), ketanggapan
(responsiveness), dan keandalan (realibility).
b) Pelanggan yang diteliti adalah pelanggan jamkesmas dan pelanggan umum.
Pelanggan pada penelitian ini dibatasi pada pasien bangsal kebidanan yang
dirawat di RS PKU Muhammadiyah Gombong dengan tujuan untuk
memudahkan penelitian
1.3.3 Tujuan Khusus
1.3.3.1.1 Mengetahui tingkat kepuasan pasien jamkesmas di RS PKU
Muhammadiyah Gombong.
1.3.3.1.2 Mengetahui tingkat kepuasan pasien jamkesmas di RS PKU
Muhammadiyah Gombong.
1.3.3.1.3 Mengetahui apakah ada perbedaan kepuasan antara pasien
jamkesmas dan pasien umum.
6
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari penelitian ini
ditujukan bagi beberapa pihak sebagai berikut:
1.4.1 Bagi peneliti
Sebagai syarat program study S2 magister management rumah sakit
universitas muhammadiyah yogyakarta.
1.4.2 Bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk penelitian
yang lebih lanjut dalam rangka meningkatkan kepuasan pelanggan.
1.4.3 Bagi rumah sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk
meningkatkan pelayanan guna meningkatkan kepuasan pelanggan.
1.5 Keaslian Penelitian
Penelitian yang berhubungan dengan tingkat kepuasan pelanggan
terhadap mutu pelayanan di rumah sakit telah banyak di lakukan oleh peneliti
lain seperti:
1.5.1 Rosmawati (2005), analisis tingkat kepuasan responden pengguna
ASKES dan non ASKES terhadap pelayanan keperawatan di poliklinik
bagian rawat jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul, sesuai dengan
metode Parasuraman. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat
7
perbedaan kepuasan antara kelompok pengguna ASKES dan non
ASKES.
1.5.2 Yusri (2009), Perbedaan Tingkat Kepuasan Peserta Jamkesmas dan
Pasien Umum di Ruang Rawat Inap RSUD Cut Meutia Aceh Utara,
sesuai dengan metode Parasuraman. Hasil penelitian ini menunjukkan
tidak terdapat perbedaan tingkat kepuasan antara peserta jamkesmas
dan pasien umum.
1.5.3 Herawati (2010), Perbandingan Tingkat Kepuasan Pasien ASKESKIN
dan non ASKES Terhadap Mutu Pelayanan Di Instalasi Rawat Jalan
Bagian Obstetri Dan Ginekologi Rumah Sakit Sardjito, dengan
instrumen yang di adopsi dari Pun tahun 2000.
1.5.4 Perbedaan pada penelitian ini sampel di ambil dan dibandingkan antara
pengguna Jamkesmas dan pasien umum terhadap mutu pelayanan di
bangsal kebidanan rumah sakit PKU Muhammadiyah Gombong.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Pustaka
2.1.1 Jasa
Jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan tak kasat mata
dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya jasa diproduksi dan
8
dikonsumsi seara bersamaan, dimana interaksi antara pemberian jasa dan
penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut (Rangkuti, 2006).
Menurut jenis kegiatannya, perusahaan dapat dibedakan menjadi 3,
yaitu : perusahaan jasa, perusahaan perdagangan, dan perusahaan manufaktur.
Perusahaan jasa adalah perusahaan yang kegiatan utamanya memproduksi
produk tidak berwujud dengan tujuan mencari laba (Alam, 2007).
2.1.2 Mutu dan Kepuasan pelanggan
Kepuasan pasien perlu di ketahui karena merupakan bagian dari mutu
pelayanan, berhubungan dengan pemasaran rumahsakit untuk prioritas
peningkatan pelayanan yang selektif sesuai dengan kebutuhan pasien dengan
kondisi keuangan rumah sakit yang terbatas. Penilaian dengan analisa
kuantitatif juga dapat dilakukan, bukti hasil analisa tersebut berarti tanggapan-
tanggapan yang ada dapat diperhitungkan dan bukan merupakan perkraan atau
perasaan belaka dan membuka peluang bagi berbagai pihak untuk saling
berdiskusi. Kepuasan pasien meliputi empat aspek yaitu: kenyamanan,
interaksi pasien dengan petugas rumah sakit, kompetensi petugas rumah sakit,
dan biaya (Sabarguna, 2004).
Mutu menurut American Society for Quality Control adalah
keseluruhan fitur dan sifat produk atau pelayanan yang berpengaruh pada
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang
tersirat (Kotler & Keller, 2009). Sedangkan system manajemen mutu menurut
9
Koentjoro (2007), adalah suatu tatanan (termasuk didalamnya adalah budaya
organisasi) dalam sistem manajemen yang dirancang dan diterapkan untuk
menjamin agar sistem atau proses pelayanan dan produksi terus menerus
diperbaiki, berjalan sesuai persyaratan mutu, dan dapat memenuhi bahkan
melebihi apa yang diharapkan.
Rumah sakit mempunyai program peningkatan mutu internal dan
eksternal, untuk mengevaluasi seluruh kegiatan yang berkaitan dengan
pelayanan bagi pasien. Program peningkatan mutu internal dapat dilakukan
dengan metode dan teknik yang dipilih ditetapkan oleh setiap rumah sakit,
misalnya berbasis review dokumen, rekam medis, audit medis, patient safety,
observasi kinerja klinis atau wawancara/ kuesioner dengan staf dan
pelanggan. Program peningkatan mutu eksternal dapat dilakukan melalui
akreditasi, ISO dan lain-lain (Depkes, 2008b).
Kepuasan merupakan kesesuaian antara jasa yang di terima dengan
jasa yang diharapkan. Jika harapannya terlampaui maka pelayanan tersebut
dirasakan sebagai mutu pelayanan yang ideal dan sangat memuaskan. Jika
harapan sesuai dengan pelayanan yang diterima maka mutu pelayanan
memuaskan dan jika harapannya tidak terpenuhi pada pelayanan yang
diterima maka mutu pelayaan kurang memuaskan (Parasuraman et. al, 1985).
Tanggapan pelanggan terhadap kinerja pelayanan yang diterima, baik
puas atau tidak puas perlu juga di ukur, dievaluasi, dan di tindak lanjuti. Data
10
mengenai kepuasan pelanggan dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara
lain dengan surveilan kepuasan pelanggan (Koentjoro, 2007).
Parasuraman (1990) mengembangkan 5 dimensi untuk penilaian mutu
pelayanan yang dikaitkan dengan kepuasan pasien dan berfokus pada aspek
fungsi dari proses pelayanan, yaitu: 1) tangibles, yaitu berupa wujud atau
tampilan produk yang meliputi : kualitas fisik, kualitas peralatan dan
kerapihan penampilan petugas; 2) realibility, yaitu kemampuan memberikan
pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan, bisa diandalkan dan akurat meliputi
kecepatan pelayanan, ketepatan pelayanan dan kelancaran pelayanan; 3)
responsiveness, yaitu kemampuan pihak pemberian pelayanan untuk
membantu merespon kebutuhan atau keinginan konsumen; 4) assurance,
adanya jaminan dan kepastian yang mencakup pengetahuan dan ketrampilan
petugas, kesopanan dan keramahan serta kemampuan petugas untuk
membangkitkan kepercayaan dan keyakinan pasien; 5) empathy, yaitu
kesediaan untuk peduli, jam kerja pelayanan yang longgar dan memberi
perhatian pribadi kepada pasien.
Pun (2000) menjelaskan bahwa ada 5 dimensi mutu yang dapat
dipakai untuk menilai kepuasan responden dalam menerima pelayanan dari
suatu institusi pemberian pelayanan yaitu kenyamanan untuk melakukan
akses, luaran pelayanan, lingkungan, perilaku karyawan, dan prosedur
pelayanan (Koentjoro, 2007).
2.1.3 Jamkesmas
11
Menurut pedoman pelaksanaan jamkesmas, jaminan Kesehatan
Masyarakat atau Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan
kesehatan, bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Program ini
diselenggarakan secara nasional, agar terjadi subsidi silang dalam rangka
mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh, bagi masyarakat miskin
(Depkes, 2008c).
Menurut departemen kesehatan republik indonesia (2008) program
jamkesmas pada dasarnya adalah upaya penyempurnaan program askeskin
yang telah berjalan 4 tahun khususnya dalam hal ketepatan sasaran. Dari
evaluasi pelaksanaan program askeskin sejak tahun 2005 sampai 2007,
terdapat beberapa kelemahan yang menyebabkan program ini belum berjalan
optimal sehingga sangat mendesak untuk dilakukan langkah penyempurnaan.
Persoalan itu terkait dengan aspek kepesertaan, penyelenggaraan, pelayanan
dan pendanaan. Dari sisi kepesertaan pendataan sasaran miskin belum tuntas.
Akibatnya perlu ada solusi sementara menggunakan kartu yang dimiliki
seperti surat keterangan tidak mampu (SKTM), jaringan pengaman sosial,
kartu sehat dan lain-lain yang semuanya rawan penyalahgunaan dari sisi
pelayanan, rumah sakit belum melakukan kendali mutu pelayanan dan kendali
biaya yang baik. Disamping itu verifikasi tidak optimal sehingga pembayaran
klaim terlambat (Mukti, 2008).
2.1.4 Instalasi Rawat Darurat
12
Instalasi gawat darurat atau instalasi rawat darurat adalah suatu tempat
atau bagian rumah sakit yang melayani pasien yang tiba-tiba berada dalam
keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau
anggota badannya akan menjadi cacat bila tidak mendapat pertolongan
secepatnya. Program fungsi penanggulan gawat darurat bertujuan mencegah
kematian dan cacat pada penderita gawat darurat sehingga dapat hidup
sebagaimana mestinya. Upaya pelayanan medik pada penderita gawat darurat
pada dasarnya mencakup mutu rangkaian kegiatan yang dikembangkan
sedemikian rupa sehingga mampu mencegah kematian atau cacat yang
memungkinkan terjadi (Depkes, 2003).
Instalasi rawat darurat merupakan pintu gerbang utama rumah sakit
yang memberikan pelayanan 24 jam khususnya bagi pasien yang datang
dalam keadaan gawat dan atau darurat (RS PKU Muhammadiyah Gombong,
2010).
Berdasarkan pedoman fasilitas instalasi gawat darurat rumah sakit
kelas C yang diterbitkan oleh departemen kesehatan republik indonesia, area
instalasi gawat darurat di rumah sakit seharusnya terletak pada area depan,
mudah dilihat dan mudah dicapai dari luar bangunan rumah sakit. Letak
bangunan instalasi gawat darurat berdekatan dengan gedung bedah,
ICU/ICCU dan melahirkan untuk memudahkan pelayanan medis selanjutnya
(Depkes, 2003).
13
2.1.5 Kerangka teori
Landasan teori yang digunakan untuk menjelaskan tingkat kepuasan
pasien terhadap pelayanan rumah sakit adalah model kualitas jasa (gap model)
yang meliputi: 1) gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen; 2)
gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi
kualitas jasa; 3) gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa; 4)
gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal; 5) gap antara jasa
yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. Gap antara jasa yang dirasakan dan
jasa yang diharapkan inilah yang dimaksud dengan tingakat kepuasan. Gap ini
berdasarkan tangible, realibility, responsiveness, assurance, emphaty
(Parasuraman et al, 1985).
2.1.6 Kerangka Konsep
14
Persepsi Pelanggan
jamkesmas
Harapan Pelanggan
umum
Persepsi Pelanggan
umum
Gap
Gap
Strategi
Pengembangan Mutu
Harapan Pelanggan
jamkesmas
Gambar 2.1. Kerangka Konsep
2.1.7 Hipotesis
Berdasar Tinjauan Pustaka dan teori yang ada, hipotesis berikut
dirumuskan: terdapat perbedaan kepuasan antara pasien jamkesmas dan
pasien umum terhadap mutu pelayanan instalasi rawat darurat rumah sakit.
15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan
cross sectional yaitu penelitian dengan satu kali pengukuran yang dilakukan
dalam kurun waktu bersamaan.
3.2 Subyek penelitian
Subyek dari penelitian ini adalah pelanggan jamkesmas yaitu pasien
yang dirawat di instalasi rawat darurat RS PKU Muhammadiyah Gombong
yang memenuhi kriteria inklusi: a) terdaftar di Rekam Medik sebagai pasien
instalasi rawat darurat, b) pasien bersedia menjadi responden, c) pasien
dengan kesadaran penuh dan keadaan umum baik, d) pasien anak dapat
diwakili oleh orang tua/walinya, e) pasien dewasa dapat diwakili oleh
saudara/kerabat yang sering menunggu atas permintaan sendiri. Penelitian ini
juga mengambil subyek penelitian pelanggan umum yaitu pasien yang dirawat
di instalasi rawat darurat RS PKU Muhammadiyah Gombong yang memenuhi
kriteria inklusi.
3.3 Populasi dan Sampel
16
3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Arikunto, 2002),
populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien jamkesmas dan
pasien umum yang dirawat di instalasi rawat darurat Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Gombong.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi (Sekaran, 2006), dalam
penelitian ini, sampel penelitian adalah pasien Jamkesmas dan pasien
umum yang di rawat di instalasi rawat darurat RS PKU
Muhammadiyah Gombong yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak
termasuk dalam kriteria eksklusi yaitu sebagai berikut:
3.3.2.1 Kriteria Inklusi
a. Pasien/keluarga pengguna Jamkesmas
b. Pasien/keluarga tanpa asuransi
c. Berusia >18 tahun
d. Dapat berkomunkasi
e. Bisa baca tulis
f. Kondisi pasien sudah dalam keadaan stabil
3.3.2.2 Kriteria eksklusi
a. Pasien dalam kondisi kritis
b. Pasien tidak bersedia
c. Pasien mengalami gangguan jiwa
17
d. Pemilik asuransi selain jamkesmas
3.3.2.3 Besar Sampel
Besar sampel peserta jamkesmas dan pasien umum ditentukan
dengan menggunakan rumus besar sampel menurut proporsi
binomunal (binomunal proportions). Jika besar populasi (N)
diketahui, maka dicari dengan menggunakan rumus berikut
Lemeshow et al. (1997), yaitu:
n = Z 2 1-α/2 p (1-p) N d2 (N-1)+Z2
1-α/2 p(1-p)
Dengan jumlah populasi (N) yang diketahui, maka peneliti bisa
melakukan pengambilan sampel secara acak.
Namun apabila besar populasi (N) tidak diketahui maka besar
sampel dihitung dengan rumus sebagai berikut:
n = Z 2 1-α/2 p q = Z 2 p (1-p) d2 d2
Keterangan:
n = besar sampel minimal
α = derajat kepercayaan 95% yaitu 0,05
Z2 1-α/2 = 1,96 pada tingkat kepercayaan 95%
P = proporsi populasi yang ehndak diduga, didapat dari
penelitian terdahulu yaitu 50%
N = besar populasi
18
d = derajat ketepatan, yaitu 10%
Besar populasi peserta jamkesmas dan pasin umum adalah :
n = Z 2 1-α/2 p q d2
= 1,96 2 (0,5)(0,5) 0,12
= 96,04
= 96
Berdasarkan rumus di atas, maka besar sampel minimal pada
penelitian ini adalah 96 sampel pada tiap-tiap populasi.
3.4 Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel menggunakan desain non probabilitas dimana
probabilitas elemen populasi yang dipilih tidak diketahui, dengan teknik
pengambilan sampel adalah purposive sampling (pengambilan sampel
bertujuan), berupa pengambilan sampel keputusan (judgement sampling) yaitu
pengambilan sampel yang dilakukan ketika seorang peneliti memilih anggota-
anggota sampel untuk menyesuaikan diri dengan beberapa kriteria. Dengan
cara ini dipilih responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
3.5 Definisi Operasional
3.5.1 Identifikasi variable penelitian
19
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode pembayaran yaitu
jamkesmas dan out of pocket. Variabel tergantung dalam penelitian ini
adalah kepuasan pasien terhadap pelayanan di Instalasi rawat darurat
RS PKU Muhammadiyah Gombong.
3.5.2 Definisi operasional variabel
a) Kepuasan pelanggan adalah kesenjangan (gap) antara persepsi jasa yang
diterima atau dirasakan dengan yang diharapakan yang dinilai berdasarkan
dimensi mutu yaitu:
- Bukti Fisik (Tangible)
Bukti fisik meliputi persepsi dari kebersihan rumah sakit pada
umumnya dan bangsal khususnya, kerapian bangunan tersebut, dengan
dekorasi dalam bangsal dan munculnya staf keperawatan.
- Perhatian (Emphaty)
Perhatian meliputi respon dari staf keperawatan, pemahaman mereka,
kecukupan dan perhatian, efisiensi dan sikap hangat / kepedulian.
- Jaminan (Assurance)
Jaminan meliputi rumah sakit peduli terhadap pasien, reputasi rumah
sakit, kepercayaan pasien, dan pasien merasa aman di rumah sakit.
- Ketanggapan (Responsiveness)
20
Ketanggapan meliputi kecepatan pelayanan saat masuk rumah sakit,
efisien dalam menghadapi masalah, ketulusan dalam pemecahan masalah,
tanggap tehadap permintaan pasien.
- Keandalan (Realibility)
Kemampuan memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan,
bisa diandalkan dan akurat meliputi kecepatan pelayanan, ketepatan
pelayanan dan kelancaran pelayanan.
b) Harapan pasien terhadap mutu pelayanan adalah keinginan pasien untuk
mendapatkan pelayanan yang bermutu, dipengaruhi oleh informasi dari mulut
ke mulut, kebutuhan pasien, pengalaman masa lalu, serta komunikasi pemberi
layanan terhadap pasien.
c) Persepsi pasien terhadap mutu pelayanan adalah hasil penilaian pasien
terhadap pelayanan yang didapat, diterima dan dirasakan yang diberikan oleh
pemberi layanan yang diukur dengan skala rasio.
d) Harapan pembeli layanan (tenaga kesehatan rumah sakit) terhadap mutu
pelayanan adalah keinginan dari pemberi layanan akan mutu pelayanan yang
seharusnya ada yang diukur dengan skala rasio.
e) Persepsi pemberi layanan terhadap mutu pelayanan adalah penilaian pemberi
layanan terhadap mutu pelayanan yang sudah ada selama ini yang diukur
dengan skala rasio.
21
f) Pengembangan mutu pelayanan merupakan upaya meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan dengan melakukan proses perencanaan berorientasi
kepada harapan dan persepsi pelanggan.
3.6 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen penelitian yang digunakan adalah
kuesioner tertutup dan langsung yang berisi pertanyaan-pertanyaan tentang
karakteristik responden serta variabel-variabel yang diteliti. Terdapat empat
macam kuesioner meliputi kuesioner harapan pelanggan jamkesmas,
kuesioner persepsi pelanggan jamkesmas, kuesioner harapan pelanggan
umum, dan kuesioner persepsi pelanggan umum. Pertanyaan pada kuesioner
harapan pelanggan jamkesmas dan umum mencakup lima dimensi mutu yang
dinyatakan dalam skala likert. Nilai satu pertanyaan: sangat penting (5),
penting (4), cukup penting (3), kurang penting (2), tidak penting (1).
Sedangkan pertanyaan pada kuesioner persepsi pelanggan jamkesmas dan
umum mempunyai lima nilai yaitu: sangat baik (5), baik (4), cukup baik (3),
kurang baik (2), tidak baik (1).
Kisi-kisi kuesioner dan pengukuran variabel adalah:
a) Karakterisitik pelanggan jamkesmas dan umum yang meliputi: jenis
kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan dan sumber pembiayaan kesehatan.
22
b) Kualitas pelayanan yang meliputi bukti fisik (tangible), perhatian
(emphaty), jaminan (assurance), ketanggapan (responsiveness), dan
keandalan (realbility).
Sebelum digunakan, pada kuesioner dilakukan uji validitas dan
realibilitas. Uji validitas dilakukan dengan maksud mengukur kehandalan data
dan memperoleh keyakinan bahwa alat ukur yang dipergunakan mempunyai
kecermatan yang tinggi. Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat
kesahihan alat ukur. Dikatakan valid bila terdapat kesamaan antara data yang
dikumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Uji
validitas internal item pertanyaan dari variable ditetapkan dengan cara
menghitung koefisien korelasi dengan nilai kemaknaan p=0,05, dan nilai
minimal koefisien korelasi product moment lebih besar atau sama dengan 0,03
(Dahlan, 2004).
Dikatakan reliabel bila mengukur suatu gejala pada waktu berlainan,
senantiasa menunjukkan hasil yang sama. Uji reliabilitas menggunakan teknik
alpha cronbrach. Batas nilai minimal alpha cronbrach lebih besar dari 0,06
(Dahlan, 2004). Menurut Arikunto (1993), r sebesar 60% dianggap sebagai
nilai kesepakatan batas reliabilitas instrument, sedangkan nilai r 80% sampai
100% di interpretasikan sebagai mempunyai korelasi tinggi, sekaligus
menunjukkan reliabilitas yang tinggi pula.
23
3.7 Analisis data
Pengolahan data dianalisis berdasarkan pendekatan statistik
berdasarkan nilai rata-rata per kelompok (kelompok item, kelompok
responden dan kelompok harapan dan persepsi) secara parsial (univariat).
Hasil penghitungan nilai rata-rata kemudian diklasifikasikan berdasarkan
kategori harapan, sangat penting, penting, cukup penting, kurang penting,
tidak penting, dan kategori persepsi, sangat baik, baik, cukup baik, kurang
baik, dan tidak baik.
Untuk mengetahui kesenjangan (gap) antara harapan dan persepsi
pelanggan maka pertanyaan dalam kuesioner yang terkait dengan expected
service dan perceived service dicari selisihnya. Nilai perceived service
kemudian dikurangi dengan nilai expected service. Jika hasilnya positif berarti
tidak terdapat kesenjangan kualitas pelayanan, yang dalam hal ini bermakna
persepsi terhadap mutu pelayanan yang ada lebih tinggi dari harapan terhadap
pelayanan. Dengan perkataan lain, mutu pelayanan yang ada sudah sesuai
dengan yang diharapkan oleh pelanggan sehingga pasien merasa puas
terhadap pelayanan yang diberikan.
Pengujian statistik melalui uji beda rata-rata berpasangan (t-test)
digunakan untuk mengetahui apakah kesenjangan (gap) yang ada signifikan
atau tidak. Kriteria ada tidaknya kesenjangan (gap) adalah dari nilai signifikan
t-test yaitu: jika nilai signifikan t-test < 0,05 maka dapat disimpulkan adanya
24
kesenjangan yang signifikan antara harapan dan persepsi, sebaliknya jika nilai
signifikan t-test > 0,05 maka dapat disimpulkan tidak ada kesenjangan yang
signifkan antara harapan dan persepsi (Ghozali, 2001).
Sedangkan untuk mengetahui perbedaan antara kepuasan pelanggan
jamkesmas dan umum terhadap mutu pelayanan kesehatan digunakan uji
statistik chi square.
3.8 Etika Penelitian
3.8.1 Responden berhak untuk menolak dijadikan sampel penelitian.
3.8.2 Peneliti harus menjaga kerahasiaan identitas pasien dan menjaga
kerahasiaan isian kuesioner kecuali untuk kepentingan penelitian.
25
Daftar Pustaka
Alam, S., 2007, Ekonomi jilid 2, Esis. Jakarta.
Arikunto, S., 2003, Prosedur Penelitian ed. 5, Rineka Cipta. Jakarta.
Depkes, R.I., 2003, Pedoman Fasilitas Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Kelas C. Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan R.I., Jakarta.
Depkes, R.I., 2008a, Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) 2008, Departemen Kesehatan R.I. Jakarta.
Depkes, R.I., 2008b, Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Rumah Sakit, Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan R.I. Jakarta.
Depkes, R.I., 2008c, Pedoman pelaksanaan jamkesmas tingkatkan akses dan mutu kesehatan, departemen kesehatan republik indonesia. Jakarta.
Ghozali, I. 2001. Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Herawati. N, 2010, perbandingan tingkat kepuasan pasien askeskin dan non askes terhadap mutu pelayanan di instalasi rawat jalan bagian obstetri dan ginekologi rs sarjito. Karya Ilmiah Akhir . Program Pendidikan Dokter Spesialis I Bidang Studi Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Kepmenkes, R.I., 2008, Penerima Dana Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Di Puskesmas dan Jaringannya Untuk Setiap Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2008, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Koenjtoro., T, 2007. Regulasi Kesehatan Di Indonesia. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Kotler, P & Keller, KL, 2009, Manajemen Pemasaran ed.12, Jilid 1, P.T. Indeks, Jakarta.
Lemeshow, S. & David W.H.Jr, 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan (terjemahan), Gadjahmada University Press, Yogyakarta.
26
Mukti A. G., 2008, Sistem Jaminan Kesehatan : Konsep Desentralisasi Terintegrasi. Yogyakarta. Magister Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Muninjaya, A.A.Gde., 2004, Manajemen Kesehatan. Ed. 2., EGC, Jakarta.
Parasuraman, A., Zeithaml, V. A., Berry, L. L., 1985, A Conceptual Model of Service Quality and It’s Implications for Future Research, Journal of Marketing, Vol. 49, pp. 41-50.
Parasuraman, A., Zeithaml, V. A., Berry, L. L., 1990, Delivering Quality Service Balancing Customer Perseption and Epectation, The Free Press, A division of Macmillan inc, New York.
Pun, G., 2000, A Process For Managing Customer Satisfaction. A Civil Service for Asia`s World City Seminars. Hongkong.
Rangkuti, F., 2006. Measuring Customer Satisfaction. Teknik mengukur dan strategi meningkatkan kepuasan pelanggan plus analisa kasus. Gramedia, Jakarta.
Retnowati. Dkk, 2008, pelayanan kesehatan masyarakat miskin persepsi stakeholder di kota kupang. Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Universitas Gajah Mada. Working Paper Series No.6, 1st draft, hal.12.
Ris., 2007, Memberikan Jaminan Mutu Pelayanan, Gemari Ed.72, Januari, Hal. 43.
Rosmawati., 2005, Analisis Tingkat Kepuasan Responden Pengguna ASKES dan non ASKES Terhadap Pelayanan Keperawatan di Poliklinik Bagian Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
RS PKU Muhammadiyah Gombong, 2010, Program Kerja Dan Anggaran Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong Tahun 2010, Gombong.
RS PKU Muhammadiyah Gombong, 2009, Profil Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong Rev. 2, Gombong.
Sabarguna, B.S., 2004, Quality Assurance Pelayanan Rumah Sakit, Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng-DIY, Yogyakarta.
27
Sekaran, U., 2006, Research Methods for Business Metodologi Penelitian Untuk Bisnis, Buku: 2, Salemba Empat. Jakarta.
Yusri, 2009, Perbedaan Tingkat Kepuasan Peserta Jamkesmas dan Pasien Umum di Ruang Rawat Inap RSUD Cut Meutia Aceh Utara. Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Antaranews, 2010, `Program Pelayanan Persalinan Gratis Mulai 2011`, Kantor berita Antara, 20 Agustus, Viewed 31 agustus 2010, http://www.antaranews.com/berita/1282305885/program-pelayanan-persalinan-gratis-mulai-2011
RSUD Kebumen, 2010, Profil Rumah Sakit Uumum Daerah Kebumen. Kabupaten Kebumen, viewed 31 agustus 2010, http://www.kebumenkab.go.id/index.php?module=htmlpages&func=display&pid=64
Dinkes Kab. Kebumen, 2010, Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen. Kabupaten Kebumen, viewed 31 agustus 2010, http://www.kebumenkab.go.id/index.php?module=htmlpages&func=display&pid=43
28
TINGKAT KEPUASAN PASIEN JAMKESMAS DAN PASIEN UMUM
TERHADAP MUTU PELAYANAN DI INSTALASI RAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG
USULAN PENELITIAN
Disusun oleh
FADLI ROBBY AMSRIZA
200901020019
29
FAKULTAS PASCASARJANA
PROGRAM MANAJEMEN RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
AGUSTUS 2010
30