PROPOSAL STIMULUS PENELITIAN UNIVERSITAS NASIONAL
RESPONSI PUJIAN ORANG JEPANG DALAM PERTEMANAN DI FACEBOOK
PENELITI
Rita Susanti, S.Pd.,S.S.,M.Si
Universitas Nasional Jl. Sawo Manila no. 61 Pejaten, Pasar Minggu
Jakarta 2020
ABSTRAK
Penelitian ini, meneliti tentang respon pujian yang diberikan oleh lawan tutur ketika menerima pujian dalam masyarakat Jepang, khususnya dalam pertemanan mereka di �etika�i. Selain itu, untuk melihat respon pujian tersebut digunakan dalam jenis pujian seperti apa. Responsi dianalisis dengan menggunakan teori Maynard dan jenis pujian menggabungkan teori Holmes dan Mizutani. Penggunaan kedua teori memuji dilakukan untuk saling melengkapi dari jenis pujian. Ditambahkan juga teori Ide tentang wakimae untuk melihat faktor sosial yang melatari responsi tersebut. Data diambil dari pertemanan penulis di Facebook dengan hanya membuat inisial nama dari data yang diambil.
Keywords: Responsi,Tuturan Memuji, Sosiopragmatik
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………… i
ABSTRAK .............…………………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................ 1
1.2 PERMASALAHAN ............................................................................... 2
1.3 TUJUAN PENELITIAN ................................................................................ 2
1.4 SUMBER DATA ……………………………………………………. 2
BAB II KAJIAN TEORITIK …………………………………………………… 7
BAB III RENCANA PENELITIAN .................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan bermasyarakat, saling menghargai adalah hal yang penting.
Selain untuk menyambung silaturrahmi, hal ini dilakukan untuk menghargai lawan tutur.
Oleh karena itu, dalam sautu komunikasi ada suatu maksud yang ingin disampaikan kepada
lawan tutur. Tuturan yang disampaikan tidak hanya terfokus pada pilihan kata tetapi juga
terhadap konteks pada saat uturan tersebut diujarkan. Semua hal ini, dikaji dalam bidang
pragmatik Yule (1996:3) menyatakan bahwa pragmatic merupakan studi mengenai makna
kontekstual. Dengan kata lain, sebuah konteks dalam percakapan dapat mempengaruhi
seseorang dalam mengujarkan suatu tuturan dan mempengaruhi lawan tutur dalam
mengartikan sebuah tuturan.
Terkait dengan tuturan, Yule membagai tuturan menjadi tindak lokusioner, yakni
tuturan itu sendiri. Berikutnya tindak ilkusioner, yakni tindakan dengan suatu maksud dan
tindak perlokusioner, yakni efek yang dihasilkan dari adanya tindak ilokusioner. Pujian
sebagai bagian dari sebuah tuturan merupakan tindak ilokusioner, pujian dilakukan oleh
penutur untuk menghormati apa yang menjadi bagian dari petutur. Holmes (2003:177)
menyatakan bahwa pujian adalah tindak tutur yang secara langsung atau tidak langsung
memberikan penghargaan kepada seseorang selain penutur, biasanya petutur, atas beberapa
“kelebihan” yang dimilikinya, seperti kepunyaan, karakteristik, keahlian, dan lain-lain yang
dinilai secara positif oleh penutur dan petutur. Ketika seseorang menerima pujian tentunya
lawan tutur perlu merespon atas pujian tersebut. Berbeda dengan orang Amerika yang
mengucapkan “terima kasih”, orang Jepang cenderung menolak sebuah pujian.
Dalam masyarakat Jepang Ketika bertutur tidak hanya memilih kata yang tepat
serta memperhatikan konteks pembicaraan tetapi juga harus memperhatikan kesantunan
berbahasa. Begitu pula dalam memuji dan memberi respon atas pujian yang diterima.
Kesantunan berbahasa menurut Ide dan Yoshida (2004:445) digunakan untuk menghindari
terjadinya konflik dengan lawan bicara dan menciptakan komunikasi menjadi lebih sopan.
Dengan metode deskriptif análisis, yakni mendeskripsikan data untuk menemukan
unsur-unsur memuji yang tertulis melalui media Facebook. Melalui Facebook, peneliti
ingin mengetahui apakah dengan keterbukaan dan kemajuan tehnologi responsi yang
diberikan oleh masyarakat Jepang mengalami perubahan, khususnya dalam pertemanan di
Facebook.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa masyarakat Jepang sangat
memperhatikan kesantunan berbahasa dan masyarakat Jepang akan menekan apa yang ada
di dalam hatinya untuk menghormati lawan bicaranya. Oleh karena itu, permasalahan yang
akan diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana respon yang diberikan masyarakat
Jepang ketika mereka dipuji serta respon tersebut muncul dalam bentuk pujian apa saja.
Faktor wakimae apa yang mempengaruhi responsi tersebut.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah bagaimana respos masyarakat Jepang
ketika diberi pujian dalam pertemanan mereka dalam media Facebook serta pujian seperti
apa yang diberikan terhadap lawan tutur. Selain itu, untuk mengetahuo faktor wakimae apa
yang mempengaruhi responsi dan tuturan memuji tersebut.
1.4. Sumber Data
Sumber data yang digunakan untuk menganalisis responsi serta tuturan memuji
diambil dari pertemanan penulis di dalam facebook dengan orang Jepang. Dalam analisis
data, nama sumber data akan disamarkan dengan inisial karena budaya masyarakat Jepang
yang tidak ingin data dirinya tersebar dalam lingkup luas.
BAB II
KAJIAN TEORITIK
Berkomunikasi dapat berjalan dengan baik jika antarpeserta saling dapat
menyampaikan maksudnya dengan baik. Agar maksud tersebut dapat tersampaikan
dibutuhkan pilihan kata yang tepat dalam satu tuturan. Kajian mengenai tuturan termasuk
ke dalam ranah �etika�io, Yule (1996:6) menyatakan bahwa �etika�io sebagai studi
yang memfokuskan kajiannya terhadap makna yang dikomunikasikan oleh penutur
diinterpretasikan oleh petutur dan bagaimana sebuah konteks mempengaruhi makna yang
dituturkan. Ditambahkan pula, bahwa �etika berbicara mengenai tuturan maka akan selalu
terkait dengan tindak tutur, Yule (1996:47-48) menyatakan bahwa �etika�i yang
dilakukan akibat adanya sebuah tuturan disebut dengan tindak tutur. Lebih lanjut
dikemukakan bahwa tindak tutur dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yakni tindak
lokusioner (locutioner act), tindak ilokusioner (ilocutioner act), dan tindak perlokusioner
(perlocutioner act). Tindak lokusioner adalah tindak yang semata-mata menyatakan
sesuatu. Saat seseorang menyatakan sesuatu, tentunya tidak hanya mengeluarkan sebuah
ujaran tetapi ada maksud tertentu yang ingin disampaikannya, inilah yang disebut dengan
tindak ilokusioner.Setelah maksud diutarakan kepada lawan tutur, maka akan
menghasilkan efek pada lawan tutur dan ini yang disebut dengan tindak perlokusioner.
Berikut contoh terkait tindak di atas.
(3.1) A: ねえ、この近くに銀行ってあったっけ?
B:あー、ここからまっすぐ行ったとこにあるよ。
A T M だったら、すぐそこのコンビニにもあるけど。
A:そっか。じゃ、コンビニでいいや。
(Miyatani, 2006 :7)
A : ‘hai, apa di dekat sini ada bank ?’
B : ‘ehm, dari sini lurus saja, ada di sana.
Kalau ATM, ada di dekat mini market sana’.
A : ‘oh, kalau begitu mini market saja’.
Berdasarkan contoh di atas, semua merupakan tindak lokusioner dan ilokusionernya
terlihat pada maksud A bertanya tentang letak sebuah bank. Perlokusioner dipaparkan oleh
B dengan menunjukkan letak bank yang dimaksud serta menambahkan dengan letak mesin
ATM.
Dengan mengacu pada pengelompokkan di atas maka pujian yang diujarkan
seseorang dalam suatu peristiwa tutur merupakan sebuah tindak ilokusi. Penutur
mengungkapkan rasa kagum dari dalam hatinya terhadap segala sesuatu yang dimiliki oleh
lawan tuturnya. Bagi seseorang yang menerima pujian akan sangat tidak sopan jika tidak
menanggapi apa yang telah diujarkan, oleh karena itu yang menerima pujian pun akan
merespon pujian tersebut. Oleh karena pujian merupakan suatu ungkapan dari dalam hati,
berdasarkan pendapat Searle (dalam leech, 183 :164-166) maka termasuk ke dalam makro
fungsi ekspresif. Makro fungsi ekspresif adalah tindak tutur yang berfungsi
mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang
tersirat. Makro fungsi lainnya yang dikemukan oleh Searle, yakni komisif, direktif,
deklaratif, dan representatif. Komisif adalah tindak tutur yang berisi komitmen dari penutur
untuk melakukan sesuatu, direktif adalah tindak tutur yang bertujuan menghasilkan suatu efek
berupa tindakan yang dilakukan petutur, deklaratif adalah tindak tutur yang mengaskibatkan adanya
kesesuaian antara isi proposisi dengan realitas, dan representatif adalahkebenaran proposisi yang
diungkapkan sehingga dapat dibuktikan kebenarannya. Dengan paparan ini, dapat diketahui bahwa
dalam tindak tutur ekspresif ada tindak tutur memuji.
2.1 Tindak Tutur Memuji
Memuji adalah melahirkan kekaguman dan penghargaan terhadap sesuatu (yang
dianggap baik, indah, dan lainnya). Selain itu, mempunyai makna memuliakan (nama tuhan
dan sebagainya). Dari tindakan ini, kemudian muncul istilah tindak tutur memuji. Holmes
(2003 :177) menjelaskan bahwa pujian sebagai tindak tutur yang secara langsung atau tidak
langsung memberikan penghargaan kepada seseorang selain penutur, biasanya petutur, atas
beberapa “kelebihan” yang dimilikinya, seperti kepunyaan, karakteristik, keahlian, dan
lain-lain yang dinilai secara positif penutur dan petutur. Ditambahkan oleh Holmes
(2003 :183) bahwa pujian sebagai ujaran yang menunjukkan kesantunan positif lebih sering
digunakan oleh kaum wanita, selain itu wanita juga lebih sering menerima pujian karena
masyarakat pada umumnya lebih sering memuji karena mereka tahu wanita lebih
menghargai pujian. Sejalan dengan Holmes, linguis Jepang Mizutani dan Mizutani
(1987 :149) menyatakan tindak tutur memuji adalah mengatakan hal yang baik tentang
orang lain sebagai cara memperlihatkan perhatian, seperti contoh berikut
(3.2) ミラ〡:へえ。じゃ、あの本棚も作ったんですか
鈴木 :ええ。
ミラ〡:すごいですね。鈴木さん、なんでも作れるんですね。
(Minna no Nihongo, 2006:11)
Miller : ‘oh. Kalau rak buku itu, Anda juga yang buat?’ Suzuki : ‘ya’ Miller : ‘hebat. Suzuki bisa membuat apa pun, yah’. Contoh (3.2) memperlihatkan kekaguman Miller atas kemampuan Suzuki yang dapat
membuat berbagai barang kebutuhan rumah tangga.
Holmes merupakan seorang peneliti dari Victoria University of Wellington, Selandia
Baru, melakukan penelitian mengenai pujian yang mencakup fungsi dan struktur pujian.
Berikut fungsi-fungsi pujian yang dikemukakan oleh Holmes.
1. Mengekspresikan solidaritas, yaitu secara tulus mengungkapkan pujian karena
penutur mengagumi sesuatu yang ada dalam diri petutur.
2. Mengekspresikan penilaian positif, perasaan kagum, bentuk apresiasi atau
meninggi-ninggikan petutur,berpotensi merendahkan diri penutur demi
meninggikan petutur.
3. Mengekspresikan perasaan iri yang dilihat dari posisi penutur yang sebenarnya juga
menginginkan sesuatu yang dimiliki petutur.
4. Tindakan verbal yang mengganggu atau menyinggung petutur, ketika pujian yang
disampaikan penutur memiliki sisi „gelap‟yaitu, dapat memunculkan interpretasi
negatif dari petutur dan memungkinkan petutur tersinggung atau marah.
2.2. Jenis tindak tutur memuji
Holmes dan Mizutani, masing-masing memaparkan tentang jenis tindak tutur
memuji. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan kedua teori tersebut karena
saling melengkapi, Holmes membaginya ke dalam 4 jenis dan Mizutani membaginya ke
dalam 5 jenis. Holmes (2003:187) mengelompokkan jenis-jenis pujian menjadi empat,
yaitu pujian terhadap penampilan petutur (�etika�ion compliment), pujian terhadap
kemampuan, prestasi atau perbuatan baik petutur (ability/performance compliment), pujian
terhadap benda yang dimiliki petutur (�etika�ion compliment), dan pujian terhadap
kepribadian atau keramahan petutur (personality/friendliness). Dilain pihak, Mizutani dan
Mizutani (1987:149-152) membaginya menjadi lima jenis,. Tiga jenis diantaranya sama
seperti yang diungkapkan oleh Holmes, yaitu pujian terhadap benda milik orang lain,
pujian terhadap pakaian atau penampilan seseorang serta pujian terhadap kemampuan
seseorang, sedangkan dua jenis pujian lainnya tidak ada dalam teori Holmes, yakni pujian
terhadap tempat tinggal seseorang dan pujian terhadap keluarga seseorang. Namun, pujian
terhadap kepribadian atau keramahan petutur tidak dipaparkan oleh Mizutani. Berikut
penjelasan dari penggabungan kedua teori tersebut.
2. Pujian terhadap Penampilan Petutur (Appearance Compliment)
Dalam jenis pertama ini, pujian diungkapkan �etika penutur mengagumi penampilan
petutur. Pujian ini mengacu pada sesuatu dikenakan oleh petutur. Orang Jepang tidak
terbiasa mengungkapkan pujian terhadap penampilan seseorang, kecuali jika penutur dan
petutur memiliki hubungan yang akrab. Berikut contoh pujian terhadap penampilan petutur.
2. Pujian terhadap Kemampuan, Prestasi atau Perbuatan Baik Petutur (Ability/
Performance Compliment)
Pujian jenis kedua ini, diungkapkan �etika penutur mengagumi kemampuan yang
diperlihatkan petutur, prestasi yang dihasilkan petutur ataupun perbuatan baik yang
dilakukan oleh petutur (misalnya, untuk menolong orang lain dan sebagainya). Pujan ini
mengacu pada hal yang dilakukan oleh petutur. Tidak biasa bagi orang Jepang memuji
kemampuan seseorang, kecuali di antara teman akrab atau diungkapkan kepada seseorang
yang lebih muda.
3. Pujian terhadap Benda yang Dimiliki Petutur (Possesions Compliment)
Pujian diungkapkan �etika penutur mengagumi sesuatu yang dimiliki petutur
karena bentuknya yang bagus. Pujian ini mengacu pada benda yang dimiliki petutur. Orang
Jepang menganggap pujian ini sebagai hal yang tidak biasa, karena di dalam situasi yang
formal seseorang akan menahan diri untuk memuji benda milik orang lain.
4. Pujian terhadap Kepribadian atau Keramahan Petutur (Personality/ Friendliness)
Pujian diungkapkan �etika penutur mengagumi kepribadian petutur atau sikap
petutur yang ramah. Pujian ini mengacu pada kepribadian petutur. Orang Jepang tidak
biasa memuji kepribadian seseorang, kecuali diantara orang yang memiliki hubungan yang
dekat atau terhadap orang yang lebih muda. Berikut contoh pujian terhadap kepribadian
petutur.
5. Pujian terhadap Tempat Tinggal Seseorang (Residence Compliment)
Jenis pujian yang kelima ini adalah pujian terhadap tempat tinggal seseorang, pada
dasarnya merupakan pujian biasa, bahkan di dalam situasi yang sopan sekali pun. Dalam
budaya Jepang, jika seseorang memuji tempat tinggal orang lain maka orang lain yang
dipuji tersebut akan menyangkal dengan mengatakan poin kelemahan dari tempat
tinggalnya.
6. Pujian terhadap Keluarga Seseorang (Family Member Compliment)
Pujian yang diarahkan kepada anggota keluarga orang lain seperti anak orang lain
merupakan pujian yang lebih lazim disbanding pujian sebelumnya. Tingakat usia
berbanding lurus dengan tingkat kesulitan dalam memuji, semakin muda usia anak mereka
akan semakin mudah untuk memujinya. Faktor keanggotaan kelompok mempengaruhi
ungkapan pujian jenis yang keenam ini. Penutur yang berada di lingkungan luar keluarga
soto (luar) menyebabkan rasa sungkan memuji anggota keluarga petutur yang berada di
lingkungan dalam uchi (dalam). Oleh karena itu, pujian ini dituturkan kepada anggota
keluarga petutur dan bukan langsung kepada petutur.
2.3. Responsi
Latar budaya peserta tutur sangat berpengaruh dalam menanggapi sebuah pujian.
Terlebih bagi orang Asia dengan budaya timur yang kental yang berbeda dengan budaya
Barat. Maynard (1991:313-314) menyatakan bahwa dalam budaya Amerika, mereka sering
memberikan komentar terhadap penampilan seseorang (seperti gaya rambut) dan
sebagainya, pujian ini diungkapkan untuk mengekspresikan keramahan penutur dan
biasanya digunakan untuk mencairkan suasana. Petutur yang dipuji akan menjawab dengan
ungkapkan “terima kasih”. Akan tetapi, masyarakat Jepang jarang sekali memperhatikan
hal-hal pernak-pernik yang digunakan untuk mencairkan suasana atau pun memulai sebuah
percakapan. Maynard menambahkan bahwa ciri khas orang Jepang dalam menanggapi
pujian adalah dengan menolaknya atau memberikan respon dengan ujaran いいえ、そう
でもないんです . ‘ehm, tidak demikian’, namun jika menerima pujian pun mereka
menanggapinya dengan ええ、まあ ‘ya, saya piker begitu’. Respon seperti ini diujarkan
ketika menerima pujian dari anggota keluarga atau teman dekat. Respon pujian dengan
tuturan bentuk negatif dilakukan orang Jepang sebagai sebuah kerendahan hati publik yang
disukai oleh orang Jepang.
2.4 Wakimae
Wakimae dilontarkan pertama kali oleh seorang linguis Jepang bernama Ide
Sachiko. Ide (2012:298) menyatakan bahwa wakimae sebagai norma sosial berdasarkan
norma yang berlaku dalam masyarakat. Seseorang dapat hidup layak dalam masyarakatnya
dengan cara mematuhi norma-norma tersebut. Norma ini akan membantu masyarakat tutur
untuk menjaga kesantunan berbahasa dan kesantunan berbahasa dapat dikaji lagi melalui
language use dan language expressions. Ide dan Yoshida (2004: 445-446) menyatakan
bahwa language use terdiri atas 2 model, yakni wakimae dan volition. Wakimae mengacu
pada tingkah laku yang didasari pada norma sosial masyarakat Jepang sedangkan volition
adalah strategi untuk menyampaikan pesan kepada lawan tutur. Dalam penelitian ini
language use yang akan digunakan hanya terfokus pada wakimae.
Dalam wakimae peserta tutur diharapkan dapat menilai dan mengakui hubungan
situasional context dan interpesonal relationship, situasional context meliputi keformalan
situasi antara peserta tutur. Interpersonal relationship dipengaruhi oleh kedekatan sosial
dan psikologis peserta tutur. Selain itu, dapat dilihat dari perbedaan age (usia), status
(kedudukan dalam masyarakat), dan uchi (dalam grup) dan soto (luar grup). Perbedaan
role (hubungan sosial), gender, ethnicity serta regional background juga termasuk di
dalamnya.
BAB 3
RENCANA PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di program studi sastra Jepang, Universitas Nasional
selama kurang lebih 6 bulan, dimulai sejak bulan September 2020 sampai dengan bulan
Januari 2021.
B. Jadwal Rencana Penelitian
No URAIAN Sept 2020 Okt 2020 Nov 2020 Des 2020 Jan 2021
1 Pemilihan data dan menterjemahkan √
2 Kajian teori dan penelitian sejenis √ √
3 Analisis data √
4 Pelaporan hasil penelitian
√