Download - Presented by :
Presented by :
Lutfi Rachmawati1412100043
Apa itu UU
ITE ?
Undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik adalah
ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan
perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia,
yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia
dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan
merugikan kepentingan Indonesia.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UUITE) mengatur berbagai
perlindungan hukum atas kegiatan yang
memanfaatkan internet sebagai medianya, baik
transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur
berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE
mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di
internet dan masyarakat pada umumnya guna
mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda
tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.
Sisi Positif UU ITE
1.Memberikan peluang bagi bisnis baru bagi para
wiraswastawan di Indonesia karena
penyelenggaraan sistem elektronik diwajibkan berbadan hukum dan
berdomisili di Indonesia. Otomatis jika dilihat dari segi ekonomi dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi. Selain pajak yang dapat menambah penghasilan
negara juga menyerap tenaga kerja dan meninggkatkan
penghasilan penduduk.
2. UU ITE juga memungkinkan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang di luar Indonesia dapat diadili. Selain itu, UU ITE juga membuka peluang kepada pemerintah untuk mengadakan program pemberdayaan internet. Masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang kurang tersentuh adanya internet. Undang-undang ini juga memberikan solusi untuk meminimalisir penyalahgunaan media internet.
3. UU ITE juga dapat mengantisipasi kemungkinan penyalahgunaan internet yang merugikan, memberikan perlindungan hukum terhadap transaksi dan sistem elektronik serta memberikan perlindungan hukum terhadap kegiatan ekonomi misalnya transaksi dagang.
Sisi Negatif UU ITE
Selain memiliki sisi positif UU ITE ternyata juga terdapat sisi negatifnya. Contoh kasus Prita Mulyasari yang berurusan dengan Rumah Sakit Omni Internasional juga sempat dijerat dengan undang-undang ini. Prita dituduh mencemarkan nama baik lewat internet. Padahal dalam undang-undang konsumen dijelaskan bahwa hak dari konsumen untuk menyampaikan keluh kesah mengenai pelayanan publik. Dalam hal ini seolah-olah terjadi tumpang tindih antara UU ITE dengan UU konsumen. UU ITE juga dianggap oleh banyak pihak bahwa undang-undang tersebut membatasi hak kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat, dan menghambat kreativitas dalam berinternet. Padahal sudah jelas bahwa negara menjamin kebebasan setiap warga negara untuk mengeluarkan pendapat.
Kasus PRITA MULYASARI vs RS. OMNI
Siapa PRITA MULYASARI ?
Seorang ibu rumah tangga dengan dua anak, warga Vila Melati Mas Residence, Serpong, yang ditahan dan dipenjara sejak 13 Mei 2009 di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit Internasional Omni, Alam Sutera, Serpong, Tangerang Selatan.
Kasus ini bermula dari surat elektronik Prita pada 7 Agustus 2008. Email itu
berisi keluhannya ketika dirawat di Omni. Surat yang semula hanya
ditujukan ke beberapa temannya itu ternyata beredar ke berbagai milis
dan forum di Internet, dan pada akhirnya diketahui oleh manajemen
Rumah Sakit Omni. PT Sarana Mediatama Internasional,
pengelola rumah sakit itu, lalu merespons dengan mengirim jawaban
atas keluhan Prita ke milis dan memasang iklan di harian nasional.
Belakangan, PT Sarana juga menggugat Prita, baik secara perdata
maupun pidana, dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan perkara gugatan
perdata nomor 300/PDG/6/2008/PN-TNG
LATAR BELAKANG
PEMBAHASAN
Prita, ibu beranak dua ini dibidik oleh jaksa penuntut umum dengan tiga dakwaan alternatif. Pertama, penuntut umum
menjerat dengan Pasal 45 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (3) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Sementara dakwaan kedua dan ketiga, penuntut umum menjerat dengan Pasal 310 ayat (2) dan pasal 311 ayat (1). Sebagaimana diketahui, ketiga pasal tersebut dirancang
untuk menjerat bagi pelaku yang diduga melakukan pencemaran nama baik dan penghinaan.
PEMBAHASAN
Kisah Prita yang didakwa dengan Pasal 27 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (Undang-Undang ITE) tentang pencemaran nama baik lewat dunia maya menimbulkan reaksi kontraproduktif dari pengguna internet (netter & blogger) Indonesia. Dengan teknologi internet, netter menumpahkan segala pendapat yang rata-rata menentang kesewenanganRS. Omni dengan menuliskannya di blog, mendiskusikan di forum online, milis, komentar blog, dan membuat komunitas maya mendukung pembebasan Prita Mulyasari dengan Facebook, dll.
Hal yang perlu dicermati adalah, kasus Prita dan RS. Omni
telah menyebar dari mulut ke mulut dalam bungkus
teknologi internet. Apalagi para netter yang mempunyai
blog telah menuliskan pendapatnya di blognya masing-
masing dan menciptakan beragam komentar didalamnya.
Mayoritas atau mungkin secara keseluruhan, para netter
menentang aksi yang dilakukan oleh RS. Omni. Hasilnya
akan menciptakan citra buruk bagi rumah sakit tersebut.
Prita Mulyasari akhirnya terbebas dari jeratan hukum. Hari ini, Senin, 17 September 2012, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) dan mebebaskan Prita dari tuduhan pencemaran nama baik.
Prita pun terhindar dari status terpidana dan lolos dari hukuman percobaan 6 bulan penjara. “Prita sangat terharu sampai meneteskan air mata bahagia,” kata pengacara Prita, Slamet Juwono, saat dihubungi, Senin ini.
Juru bicara Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur, mengatakan putusan majelis PK ini menunjukkan bahwa Prita tidak terbukti bersalah. Prita juga dibebaskan dari semua dakwaan. Putusan ini memulihkan semua hak Prita. "Putusan ini membatalkan semua keputusan pengadilan dan kasasi MA sebelumnya."
Putusan bebas Prita ini diketuk siang tadi oleh Majelis Hakim Agung dengan Ketua Djoko Sarwoko dan anggota, Surya Jaya dan Suhadi. Dalam amarnya, PK membatalkan putusan PN Tangerang dan kasasi MA. Mejelis menyatakan surat elektronik yang dikirim Prita bukan perbuatan pencemaran nama baik.
KESIMPULAN
Prita Mulyasari melanggar UU ITE Pasal 27 dengan tuduhan
pencemaran nama baik, tetapi Prita Mulyasari pada akhirnya terbebas
dari jeratan hukuman penjara dikarenakan karena Prita Mulyasari
dilindungi oleh UU Konsumen yg menjelaskan tentang kebebasan
konsumen untuk komplain apabila mendapat suatu pelayanan yang kurang baik dari intansi tertentu