Download - Potofolio Sindrom Nefrotik-gracia
PORTOFOLIO
TATALAKSANA SINDROM NEFROTIK
Pembimbing :
dr. A. Antonius Rumambi, DK, M.Kes
Disusun oleh :
dr. Gracia Cintia Massie
Program Internsip Dokter Indonesia
RST Tk. III Robert Wolter Monginsidi, Manado
Periode 22 Oktober 2014 – 22 Oktober 2015
BORANG PORTOFOLIO
Nama peserta :
dr. Gracia Cintia Massie
Tempat wahana : RSAD Wolter
Monginsidi
Pendamping :
dr. A. Antonius Rumambi, DK, M.kes
TOPIK : Penatalaksaan Hipoglikemia
Tanggal kasus : 30 september 2015
Tanggal presentasi : 5 Oktober 2015
Nama Pasien : An. R.M No RM : 077542
Tempat Presentasi : RSAD Wolter Monginsidi
OBJEKTIF PRESENTASI
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Pasien laki-laki berusia 8 tahun, datang dengan keluhan bengkak pada wajah sejak 3 bulan
SMRS. Bengkak dikatakan awalnya pada daerah wajah lalu ke kaki. Bengkak dikatakan tiba-
tiba pada waktu pasien bangun tidur dirasakan wajah bengkak dan lalu ke kedua kaki.
Bengkak seperti ini baru pertama kali dialami. Orang tua pasien menyatakan pasien kelihatan
lebih gemuk dari biasanya. Keluhan sesak, nyeri pada dada, tidak ada. Keluhan sesak saat
beraktivitas dan waktu tidur tidak ada, pasien biasa menggunakan 1 bantal waktu tidur.
Tidak ada keluhan mual dan muntah. Nafsu makan dan minum pasien juga menurun. BAK
menurun sejak 4 hari SMRS, 1 kali sehari, warna seperti berbusa, riwayat kencing kemerahan
tidak ada. BAB normal. Batuk, pilek juga dirasakan sejak 1 minggu yang lalu.Riwayat panas
dan nyeri menelan 2 minggu sebelumnya tidak ada.
Tujuan : Mengetahui Tatalaksana Sindrom Nefrotik pada anak
Bahan Bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara
Pembahasan:
Diskusi Presentasi Email Pos
Data Pasien: Nama: AN. R.M. Nomor Registrasi: 077542
Nama Klinik: Ruang
Rawat Inap Anak/Dahlia
Telp: - Terdaftar sejak: 1 April 2015
Data Utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis : Sindrom Nefrotik dengan Infeksi Sekunder
Pasien laki-laki berusia 8 tahun, datang dengan keluhan bengkak pada wajah sejak 3 bulan
SMRS. Bengkak dikatakan awalnya pada daerah wajah lalu ke kaki. Bengkak dikatakan tiba-
tiba pada waktu pasien bangun tidur dirasakan wajah bengkak dan lalu ke kedua kaki.
Bengkak seperti ini baru pertama kali dialami. Orang tua pasien menyatakan pasien kelihatan
lebih gemuk dari biasanya. Keluhan sesak, nyeri pada dada, tidak ada. Keluhan sesak saat
beraktivitas dan waktu tidur tidak ada, pasien biasa menggunakan 1 bantal waktu tidur.
Tidak ada keluhan mual dan muntah. Nafsu makan dan minum pasien juga menurun. BAK
menurun sejak 4 hari SMRS, 1 kali sehari, warna seperti berbusa, riwayat kencing kemerahan
tidak ada. BAB normal. Batuk, pilek juga dirasakan sejak 1 minggu yang lalu.Riwayat panas
dan nyeri menelan 2 minggu sebelumnya tidak ada.
3.Riwayat Pengobatan: -
4.Riwayat Penyakit Dahulu : -
5.Riwayat Keluarga: -
6.Riwayat Pekerjaan: pelajar
7.Lain-Lain: -
DAFTAR PUSTAKA
1. Alatas, Husein dkk. 2005. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada
Anak. Unit Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, h.1-18.
2. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede
SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426
3. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18 th ed.
Saunders. Philadelphia.
4. Gunawan, AC. 2006. Sindrom Nefrotik: Pathogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin
Dunia Kedokteran No. 150. Jakarta, h. 50-54.
5. Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius : Jakarta
6. Pardede, Sudung O. 2002. Sindrom Nefrotik Infantil. Cermin Dunia Kedokteran No.
134. Jakarta, h.32-37
7. Markum, et al. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
HASIL PEMBELAJARAN
Mengetahui tatalaksana sindrom nefrotik secara umum dan khususnya pada anak
1. SUBJEKTIF:
Pasien laki-laki berusia 8 tahun, datang dengan keluhan bengkak pada wajah sejak 3 bulan
SMRS. Bengkak dikatakan awalnya pada daerah wajah lalu ke kaki. Bengkak dikatakan tiba-tiba
pada waktu pasien bangun tidur dirasakan wajah bengkak dan lalu ke kedua kaki. Bengkak
seperti ini baru pertama kali dialami. Orang tua pasien menyatakan pasien kelihatan lebih gemuk
dari biasanya. Keluhan sesak, nyeri pada dada, tidak ada. Keluhan sesak saat beraktivitas dan
waktu tidur tidak ada, pasien biasa menggunakan 1 bantal waktu tidur.
Tidak ada keluhan mual dan muntah. Nafsu makan dan minum pasien juga menurun. BAK
menurun sejak 4 hari SMRS, 1 kali sehari, warna seperti berbusa, riwayat kencing kemerahan
tidak ada. BAB normal. Batuk, pilek juga dirasakan sejak 1 minggu yang lalu.Riwayat panas dan
nyeri menelan 2 minggu sebelumnya tidak ada.
2. OBJEKTIF:
Status present :
o KU : Tampak sakit sedang
o Kesadaran : Compos Mentis
o Tensi : 140/90 mmHg
o Nadi : 80x/menit, reguler, cukup
o RR : 25 x/menit reguler.
o Suhu (axila) : 36,7 0C
o BB : 22 kg
o TB : 122 cm
o LLA : 16 cm
Status general :
b. Kepala : Normocephali, UUB menutup
c. Mata : anemia -, ikterus -, Refleks pupil +/+ isokor,
edema palpebra +/+
d. THT :
Telinga : sekret -/-
Hidung : napas cuping hidung (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil: T1/ T1, hiperemis (-).
e. Leher : kaku kuduk (-) , pembesaran kelenjar (-)
f. Thorax:
Paru
Inspeksi : bentuk dada normal, simetris kanan = kiri pada pergerakan napas
statis dan dinamis, retraksi subkostal (-), jejas (-)
Palpasi : fremitus kanan = kiri , nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru, batas paru hepar di ICS 5, peranjakan
hati 1 intercosta
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi: Ictus cordis teraba di ICS IV linea axillaris anterior
Perkusi : batas atas : ICS II sinistra linea parasternalis sinistra
batas kanan : linea sternalis dextra
batas kiri : ICS V linea axillaris anterior
Auskultasi: bunyi jantung I – II reguler, murmur (-) gallop (-)
g. Abdomen :
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : hepar-lien tidak teraba, ascites (+)
Perkusi : timpani
h. Extremitas : hangat +|+, edema -|-, pitting edema (+) +|+ +|+
LABORATORIUM :
Darah rutim Normal Hasil
RBC 4.4 – 5.9 103 /µL 4.54
WBC 3800-10600/µL 18.9
HB 13.2-17.3 g/dL 12.2
HCT 40-52% 45.0
Thrombosit 150-440.000/µL 369
LED 0-10 125
SGOT <47 18
SGPT <39 7
Ureum 12 12
Creatinin 0.44 0.44
Protei Total 6.0-8.0 4.3
Albumin 3.5-5.2 1.6
Globulin 2.2-3.8 2.7
Kolesterol 119-200 407
Urine Lengkap Normal Hasil
Warna kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Berat Jenis 1.015-1.025 1.015
PH 4.8-7.4 6.5
Leukosit <10 25
Nitrit Neg Neg
Protein <10 500
Glukosa <15 Normal
Keton Neg Neg
Urobilinogen <1 Normal
Bilirubin <0.2 Neg
Eritrosit <5 10
Saran pemeriksaan : ASTO, Mantoux test
3. Assessment (penalaran klinis):
Working Diagnosis: Sindrom Nefrotik dengan infeksi sekunder.
Differential Diagnosis : Gromerulonefritis akut Post Streptokokus
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari proteinuria masif (≥ 40
mg/m2 LPB/jam atau rasio protein pada urine sewaktu > 2mg/ml atau dipstick ≥ 2+ ),
hipoalbuminemia (≤ 2,5 gr/dL), edema, dan dapat disertai hiperkolesterolemia. Sindrom nefrotik
lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (2:1) dan kebanyakan terjadi antara umur 2 dan
6 tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda pada anak umur 6 bulan dan paling tua pada masa
dewasa.
PROTEINURIA
Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari kebocoran
glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus
(proteinuri tubular). Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang
diekskresikan dalam urin adalah albumin. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus
(MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme
penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan
muatan listrik (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu.
Selain itu konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG.
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul protein
yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila yang keluar terdiri dari molekul kecil
misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar
seperti imunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG.
HIPOALBUMINEMIA
Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan
katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai
untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau menurun.
EDEMA
Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfill
menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema pada SN.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari
intravaskular ke jaringan interstitium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik
plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi
dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki
volume intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga
edema semakin berlanjut.
Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama. Retensi
natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular meningkat sehingga terjadi edema.
Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natirum dan
edema akibat teraktivasinya sistem Renin-angiotensin-aldosteron terutama kenaikan konsentrasi
hormon aldosteron yang akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion
natrium sehingga ekskresi ion natrium (natriuresis) menurun. Selain itu juga terjadi kenaikan
aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin yang menyebabkan tahanan atau resistensi
vaskuler glomerulus meningkat, hal ini mengakibatkan penurunan LFG dan kenaikan desakan
Starling kapiler peritubuler sehingga terjadi penurunan ekskresi natrium.
HIPERLIPIDEMIA
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL),
trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau
menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di
perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density
lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin
serum dan penurunan tekanan onkotik
Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang menyeluruh
dan terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema sering ditemukan dimulai dari daerah
wajah dan kelopak mata pada pagi hari, yang kemudian menghilang, digantikan oleh edema di
daerah pretibial pada sore hari. Anak biasanya datang dengan keluhan edema ringan, diamana
awalnya terjadi disekitar mata dan ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik pada mulanya diduga
sebagai gangguan alergi karena pembengkakan periorbital yang menurun dari hari kehari. Seiring
waktu, edema semakin meluas, dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan edema genital.
Anorexia, iritabilitas, nyeri perut, dan diare sering terjadi. Hipertensi dan hematuria jarang
ditemukan. Differensial diagnosis untuk anak dengan edema adalah penyakit hati, penyakit
jantung kongenital, glomerulonefritis akut atau kronis, dan malnutrisi protein. Asites sering
ditemukan tanpa odem anasarka, terutama pada anak kecil dan bayi yang jaringannya lebih
resisten terhadap pembentukan edema interstisial dibandingkan anak yang lebih besar. Efusi
transudat lain sering ditemukan, seperti efusi pleura. Bila tidak diobati edema dapat menjadi
anasarka, sampai ke skrotum atau daerah vulva.
Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar
perut, dan tekanan darah. Tekanan darah umumnya normal atau rendah, namun 21 % pasien
mempunyai tekanan darah tinggi yang sifatnya sementara, terutama pada pasien yang pernah
mengalami deplesi volume intravaskuler berat. Keadaan ini disebabkan oleh sekresi renin
berlebihan, sekresi aldosteron, dan vasokonstriktor lainnya, sebagai respon tubuh terhadap
hipovolemia. Pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) dan glomerulosklerosis fokal
segmental (GSFS) jarang ditemukan hipertensi yang menetap. Dalam laporan ISKDC
(International Study of Kidney Diseases in Children), pada SNKM ditemukan 22% disertai
hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin
dan ureum darah yang bersifat sementara. Pasien sindrom nefrotik perlu diwaspadai sebagai
gejala syok dikarenakan kekurangan perfusi ke daerah splanchnik atau akibat peritonitis.
Diagnosa banding antara lain Diabetic Nephropathy, Light Chain-Associated Renal
Disorders, Focal Segmental Glomerulosclerosis, Glomerulonephritis akut/kronis, HIV
Nephropathy, IgA Nephropathy.
4. Planning:
Tirah baring (MRS Anak)
Konsul Sp.A:
Cefotaxime inj 3x 750mg iv (venflon)
Prednison 3 x15mg (3 tab)
Captopril per oral 3 x 6, 25 mg.
Diet protein 1 gr/kgBB/hari
Diet rendah garam 1 gr/hari.
Pemeriksaan Urinalisa 3x seminggu
USG Ginjal
Kultur Urine
MONITORING :Vital Signs, Input-Output Cairan, balance cairan
TATALAKSANA SINDROM NEFROTIK
Pada kasus sindrom nefrotik yang diketahui untuk pertama kalinya, sebaiknya penderita dirawat
di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet,
penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi bagi orang tua. Sebelum
pengobatan steroid dimulai, dilakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis
INH bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis maka diberikan obat anti tuberkulosis
(OAT). Perawatan pada sindrom nefrotik relaps dilakukan bila disertai edema anasarka yang
berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak
perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan dengan kemampuan pasien.
Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan. Bahkan sekarang dianggap kontra indikasi,
karena akan menambah beban glomerolus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein
(hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerolus. Sehingga cukup diberikan diet
protein normal sesuai dengan RDA (Recommended Daily Allowances) yaitu 2 g/kg BB/hari. Diet
rendah protein akan menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan
anak. Diet rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan jika anak menderita edem.
a. Pengobatan Inisial
Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney Diseases in Children)
pengobatan inisial pada sindrom nefrotik dimulai dengan pemberian prednison dosis penuh (full
dose) 60 mg/m2LPB/hari (maksimal 80 mg/hari), dibagi dalam 3 dosis, untuk menginduksi
remisi. Dosis prednison dihitung berdasarkan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi
badan). Prednison dalam dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setalah pemberian
steroid dalam 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% ksus, dan remisi mencapai 94 %
setelah pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi remisi pada 4 minggu pertama, maka pemberian
steroid dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB/hari (2/3 dosis awal)
secara alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu
pengobatan steroid dosis penuh, tidak tarjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.
(Gambar 1)
4 minggu 4 minggu
.................................... Remisi (+) Dosis alternating Proteinuri (-) (AD) prednisone FD : 60 mg/m2LPB/hari Edema (-) Remisi (-): Resisten steroid Prednison AD : 40 mg/m2 LPB/hari
Gambar 1. Pengobatan inisial dengan kortikosteroid
b. Pengobatan Relaps
Meskipun pada pengobatan inisial terjadi remisi total pada 94% pasien, tetapi pada
sebagian besar akan mengalami relaps (60-70%) dan 50% diantaranya mengalami relaps sering.
Skema pengobatan relaps dapat dilihat pada Gambar. 2, yaitu diberikan prednison dosis penuh
sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan prednison dosis alternating selama 4
minggu. Pada sindrom nefrotik yang mengalami proteinuria ≥ 2+ kembali tetapi tanpa edema,
sebelum dimulai pemberian prednison, terlebih dahulu dicari pemicunya, biasanya infeksi saluran
nafas atas. Bila ada infeksi , diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila setelah pemberian antibiotik
kemudian proteinuria menghilang, tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal
ditemukan proteinuria ≥ 2+ disertai edema, maka didiagnosis sebagai relaps, dan diberi
pengobatan relaps.
Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial, sangat penting,
karena dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya. Berdasarkan relaps yang terjadi dalam
6 bulan pertama pasca pengobatan steroid inisial, pasien dapat dibagi dalam beberapa
penggolongan, yaitu:
1. Tidak ada relaps sama sekali (30%)
2. Relaps jarang : jumlah relaps < 2 kali (10-20%)
3. Relaps sering : jumlah relaps ≥ 2 kali (40-50%)
4. Dependen steroid : yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis steroid diturunkan
atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dalam hal ini terjadi 2 kali berturut-
turut.
4 minggu 4 minggu
.................................... Remisi (+) Dosis alternating Proteinuri (-) (AD) prednisone FD : 60 mg/m2LPB/hari Edema (-) Remisi (-): Resisten steroid Prednison AD : 40 mg/m2 LPB/hari
remisi FD AD
c. Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid
Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid ada 4 pilihan, yaitu:
1. Pemberian steroid jangka panjang
2. Pemberian Levamisol
3. Pengobatan dengan sitostatik
4. Pengobatan dengan siklosporin (pilihan terakhir)
Selain itu perlu dicari fokus infeksi, seperti tuberkulosis, infeksi di gigi, atau cacingan.
Bila telah dinyatakan sebagai sindrom nefrotik relaps sering / dependen steroid, setelah mencapai
remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid alternating dengan dosis yang
diturunkan perlahan / bertahap 0,2 mg/kg BB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan
relaps yaitu anatara 0,1-0,5 mg/kkg BB alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat
diteruskan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan (Gambar 3). Umumnya anak usia
sekolah dapat mentolerir prednison 0,5 mg/ kgBB dan anak usia pra sekolah sampai 1 mg/kgBB
secara alternating.
d. Penderita lama (Pengobatan Relaps)
Relaps tidak frekuen : prednison 2mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan 3
hari sampai ada remisi. Dilanjutkan dosis intermiten dibagi dalam 3 dosis selama 4
minggu.
Relaps frekuen : berikan prednison dosis penuh sampai remisi, kemudian
dilanjutkan dengan sitostatika atau imunosupresen, siklofosfamid atau klorampusil
bersama-sama dengan prednison dosis intermiten selama 8 minggu.
e. Penderita rawat jalan
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menimbang berat badan, mengukur tinggi
badan, tekanan darah, dan pemeriksaan tanda-tanda lainnya.
Pemeriksaan penunjang yang harus dievaluasi adalah urin rutin, darah tepi, kadar
urin serta kreatinin darah 3-6 bulan sekali tergantung pada situasi.
remisi FD AD
Terapi yang dilakukan pada penderita rawat jalan antara lain remisi total (tanpa
terapi), remisi parsial/rest protein 1 + tanpa (obat) , proteinuria +/++ tanpa edema dan
disertai gejala infeksi, berikan antibiotka (ampisilin atau amoksisilin) 3-5 hari. Bila tetap
ada proteinuri maka dianggap sebagai relaps.
f. Pengobatan tambahan:
a. Mengatasi edema anasarka dengan memberikan diuretik, furosemid 1-2
mg/kgBB/kali, 2 kali sehari peroral.
b. Odem menetap, berikan albumin (IVFD) 0,5-1g/kgBB atau plasma 10-20
ml/kgBB/hari, dilanjutkan dengan furosemid i.v. 1 mg/kgBB/kali.
c. Mengatasi renjatan yang diduga kerana hipoalbuminemia (1,5 g/dl) berikan
albumin atau plasma darah..
d. Infeksi
Pada sindrom nefrotik mudah terjadi infeksi dan paling sering adalah selulitis
dan peritonitis. Hal ini disebabkan karena terjadi kebocoran IgG dan komplemen
faktor B dan D di urin.Bila terjadi penyulit infeksi bakterial ( pneumonia
pneumokokal atau peritonitis, selulitis, sepsis, ISK ) diberikan antibiotik yang
sesuai dan dapat disertai pemberian imunoglobulin G intravena. Untuk mencegah
infeksi digunakan vaksin pneumokokus. Pemakaian imunosupresan menambah
resiko terjadinya infeksi virus seperti campak, herpes. Bila terjadi peritonitis
primer (biasanya disebabkan oleh kuman gram negatif dan Streptococcus
pneumoniae) perlu diberikan pengobatan penisilin parenteral, dikombinasikan
dengan sefalosporin generasi ketiga yaitu sefataksim atau seftriakson, selama 10-
14 hari.
e. Hiperlipidemia
Pada sindrom nefrotik relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar
kolesterol LDL dan VLDL, trigliserida, dan lipoprotein (a) (Lpa), sedangkan
kolesterol HDL menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan
trombogenik. Pada sindrom nefrotik sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat
tersebut bersifat sementara, cukup dengan pengurangan diit lemak.
f. Hipokalsemia
Terjadi hipokalsemia karena penggunaan steroid jangka panjang yang
menimbulkan osteoporosis dan osteopenia , kebocoran metabolit vitamin D
Oleh karena itu pada sindrom nefrotik relaps sering dan sindrom nefrotik
resisten steroid dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 500mg/hari dan
vitamin D. Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas 50mg/kgBB
intravena.
g. Hipovolemia
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan sindrom nefrotik
relaps dapat mengakibatkan hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia,
ekstrimitas dingin dan sering disertai sakit perut. Penyulit lain yang dapat terjadi
di antaranya hipertensi, syok hipovolemik, gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik
(setelah 5-15 tahun). Penanganan sama dengan penanganan keadaan ini pada
umumnya .Bila terjadi gagal ginjal kronik, selain hemodialisis, dapat dilakukan
transplantasi ginjal.
Hipertensi merupakan salah satu komplikasi dari sindrom nefrotik baik pada
awitan penyakit ataupun akibat toksisitas steroid.Terapi ACE-i dan ARB telah
banyakdigunakan untuk mengurangi proteinuria. Cara kerja obat ini dalam
menrunkan ekskresi protein di urin melalui penurunan tekanan hidrostatis untuk
mengubah permeabilitas glomeruus.ACE-I juga memilikipenurunan efek
renoprotektor.Golongan ACE-i yang digunakan antara lain captopril 0,3 mg/kgbb
diberikan 3x sehari, enapril 0,5/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis, lisinopril 0,1
mg/kgbb dosis tunggal.Golongan ARB yang dapat digunakan hanya losartan
0,75mg/kgbb dosis tunggal.
KESIMPULAN
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari edema, proteinuria
masif, hypoalbuminemia, edema, dan dapat disertai hiperkolesterolemia. Untuk penanganan
sindrom nefrotik utama diberikan prednisone 2 mg/kgBB/hari atau 60 mg/m2 LPB/hari (maksimal
80 mg/kgBB/hari) selama 4 minggu pertama, lalu dilanjutkan prednisone dosis 40 mg/m2
LPB/hari atau 2/3 dosis penuh, diet protein normal sesuai dengan RDA (Recommended Daily
Allowances) yaitu 2 g/kg BB/hari.Selain itu dapat juga diberikan pengobatan simptomatik.Diet
rendah protein akan menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan
anak. Diet rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan jika anak menderita edema.