potofolio sindrom nefrotik-gracia

21
PORTOFOLIO TATALAKSANA SINDROM NEFROTIK Pembimbing : dr. A. Antonius Rumambi, DK, M.Kes Disusun oleh : dr. Gracia Cintia Massie

Upload: cupidciamassie3632

Post on 07-Jul-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

nnknkn

TRANSCRIPT

Page 1: Potofolio Sindrom Nefrotik-gracia

PORTOFOLIO

TATALAKSANA SINDROM NEFROTIK

Pembimbing :

dr. A. Antonius Rumambi, DK, M.Kes

Disusun oleh :

dr. Gracia Cintia Massie

Program Internsip Dokter Indonesia

RST Tk. III Robert Wolter Monginsidi, Manado

Periode 22 Oktober 2014 – 22 Oktober 2015

Page 2: Potofolio Sindrom Nefrotik-gracia

BORANG PORTOFOLIO

Nama peserta :

dr. Gracia Cintia Massie

Tempat wahana : RSAD Wolter

Monginsidi

Pendamping :

dr. A. Antonius Rumambi, DK, M.kes

TOPIK : Penatalaksaan Hipoglikemia

Tanggal kasus : 30 september 2015

Tanggal presentasi : 5 Oktober 2015

Nama Pasien : An. R.M No RM : 077542

Tempat Presentasi : RSAD Wolter Monginsidi

OBJEKTIF PRESENTASI

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Pasien laki-laki berusia 8 tahun, datang dengan keluhan bengkak pada wajah sejak 3 bulan

SMRS. Bengkak dikatakan awalnya pada daerah wajah lalu ke kaki. Bengkak dikatakan tiba-

tiba pada waktu pasien bangun tidur dirasakan wajah bengkak dan lalu ke kedua kaki.

Bengkak seperti ini baru pertama kali dialami. Orang tua pasien menyatakan pasien kelihatan

lebih gemuk dari biasanya. Keluhan sesak, nyeri pada dada, tidak ada. Keluhan sesak saat

beraktivitas dan waktu tidur tidak ada, pasien biasa menggunakan 1 bantal waktu tidur.

Tidak ada keluhan mual dan muntah. Nafsu makan dan minum pasien juga menurun. BAK

menurun sejak 4 hari SMRS, 1 kali sehari, warna seperti berbusa, riwayat kencing kemerahan

tidak ada. BAB normal. Batuk, pilek juga dirasakan sejak 1 minggu yang lalu.Riwayat panas

dan nyeri menelan 2 minggu sebelumnya tidak ada.

Tujuan : Mengetahui Tatalaksana Sindrom Nefrotik pada anak

Bahan Bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara

Pembahasan:

Diskusi Presentasi Email Pos

Data Pasien: Nama: AN. R.M. Nomor Registrasi: 077542

Nama Klinik: Ruang

Rawat Inap Anak/Dahlia

Telp: - Terdaftar sejak: 1 April 2015

Data Utama untuk bahan diskusi:

Page 3: Potofolio Sindrom Nefrotik-gracia

1. Diagnosis : Sindrom Nefrotik dengan Infeksi Sekunder

Pasien laki-laki berusia 8 tahun, datang dengan keluhan bengkak pada wajah sejak 3 bulan

SMRS. Bengkak dikatakan awalnya pada daerah wajah lalu ke kaki. Bengkak dikatakan tiba-

tiba pada waktu pasien bangun tidur dirasakan wajah bengkak dan lalu ke kedua kaki.

Bengkak seperti ini baru pertama kali dialami. Orang tua pasien menyatakan pasien kelihatan

lebih gemuk dari biasanya. Keluhan sesak, nyeri pada dada, tidak ada. Keluhan sesak saat

beraktivitas dan waktu tidur tidak ada, pasien biasa menggunakan 1 bantal waktu tidur.

Tidak ada keluhan mual dan muntah. Nafsu makan dan minum pasien juga menurun. BAK

menurun sejak 4 hari SMRS, 1 kali sehari, warna seperti berbusa, riwayat kencing kemerahan

tidak ada. BAB normal. Batuk, pilek juga dirasakan sejak 1 minggu yang lalu.Riwayat panas

dan nyeri menelan 2 minggu sebelumnya tidak ada.

3.Riwayat Pengobatan: -

4.Riwayat Penyakit Dahulu : -

5.Riwayat Keluarga: -

6.Riwayat Pekerjaan: pelajar

7.Lain-Lain: -

DAFTAR PUSTAKA

1. Alatas, Husein dkk. 2005. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada

Anak. Unit Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, h.1-18.

2. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede

SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426

3. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18 th ed.

Saunders. Philadelphia.

4. Gunawan, AC. 2006. Sindrom Nefrotik: Pathogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin

Dunia Kedokteran No. 150. Jakarta, h. 50-54.

5. Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius : Jakarta

6. Pardede, Sudung O. 2002. Sindrom Nefrotik Infantil. Cermin Dunia Kedokteran No.

134. Jakarta, h.32-37

7. Markum, et al. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

HASIL PEMBELAJARAN

Mengetahui tatalaksana sindrom nefrotik secara umum dan khususnya pada anak

Page 4: Potofolio Sindrom Nefrotik-gracia

1. SUBJEKTIF:

Pasien laki-laki berusia 8 tahun, datang dengan keluhan bengkak pada wajah sejak 3 bulan

SMRS. Bengkak dikatakan awalnya pada daerah wajah lalu ke kaki. Bengkak dikatakan tiba-tiba

pada waktu pasien bangun tidur dirasakan wajah bengkak dan lalu ke kedua kaki. Bengkak

seperti ini baru pertama kali dialami. Orang tua pasien menyatakan pasien kelihatan lebih gemuk

dari biasanya. Keluhan sesak, nyeri pada dada, tidak ada. Keluhan sesak saat beraktivitas dan

waktu tidur tidak ada, pasien biasa menggunakan 1 bantal waktu tidur.

Tidak ada keluhan mual dan muntah. Nafsu makan dan minum pasien juga menurun. BAK

menurun sejak 4 hari SMRS, 1 kali sehari, warna seperti berbusa, riwayat kencing kemerahan

tidak ada. BAB normal. Batuk, pilek juga dirasakan sejak 1 minggu yang lalu.Riwayat panas dan

nyeri menelan 2 minggu sebelumnya tidak ada.

2. OBJEKTIF:

Status present :

o KU : Tampak sakit sedang

o Kesadaran : Compos Mentis

o Tensi : 140/90 mmHg

o Nadi : 80x/menit, reguler, cukup

o RR : 25 x/menit reguler.

o Suhu (axila) : 36,7 0C

o BB : 22 kg

o TB : 122 cm

o LLA : 16 cm

Status general :

b. Kepala : Normocephali, UUB menutup

c. Mata : anemia -, ikterus -, Refleks pupil +/+ isokor,

edema palpebra +/+

d. THT :

Telinga : sekret -/-

Hidung : napas cuping hidung (-)

Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil: T1/ T1, hiperemis (-).

e. Leher : kaku kuduk (-) , pembesaran kelenjar (-)

f. Thorax:

Page 5: Potofolio Sindrom Nefrotik-gracia

Paru

Inspeksi : bentuk dada normal, simetris kanan = kiri pada pergerakan napas

statis dan dinamis, retraksi subkostal (-), jejas (-)

Palpasi : fremitus kanan = kiri , nyeri tekan (-), krepitasi (-)

Perkusi : sonor diseluruh lapang paru, batas paru hepar di ICS 5, peranjakan

hati 1 intercosta

Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi: Ictus cordis teraba di ICS IV linea axillaris anterior

Perkusi : batas atas : ICS II sinistra linea parasternalis sinistra

batas kanan : linea sternalis dextra

batas kiri : ICS V linea axillaris anterior

Auskultasi: bunyi jantung I – II reguler, murmur (-) gallop (-)

g. Abdomen :

Inspeksi : distensi (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : hepar-lien tidak teraba, ascites (+)

Perkusi : timpani

h. Extremitas : hangat +|+, edema -|-, pitting edema (+) +|+ +|+

Page 6: Potofolio Sindrom Nefrotik-gracia

LABORATORIUM :

Darah rutim Normal Hasil

RBC 4.4 – 5.9 103 /µL 4.54

WBC 3800-10600/µL 18.9

HB 13.2-17.3 g/dL 12.2

HCT 40-52% 45.0

Thrombosit 150-440.000/µL 369

LED 0-10 125

SGOT <47 18

SGPT <39 7

Ureum 12 12

Creatinin 0.44 0.44

Protei Total 6.0-8.0 4.3

Albumin 3.5-5.2 1.6

Globulin 2.2-3.8 2.7

Kolesterol 119-200 407

Urine Lengkap Normal Hasil

Warna kuning Kuning

Kejernihan Jernih Jernih

Berat Jenis 1.015-1.025 1.015

PH 4.8-7.4 6.5

Leukosit <10 25

Nitrit Neg Neg

Protein <10 500

Glukosa <15 Normal

Keton Neg Neg

Urobilinogen <1 Normal

Bilirubin <0.2 Neg

Eritrosit <5 10

Page 7: Potofolio Sindrom Nefrotik-gracia

Saran pemeriksaan : ASTO, Mantoux test

3. Assessment (penalaran klinis):

Working Diagnosis: Sindrom Nefrotik dengan infeksi sekunder.

Differential Diagnosis : Gromerulonefritis akut Post Streptokokus

Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari proteinuria masif (≥ 40

mg/m2 LPB/jam atau rasio protein pada urine sewaktu > 2mg/ml atau dipstick ≥ 2+ ),

hipoalbuminemia (≤ 2,5 gr/dL), edema, dan dapat disertai hiperkolesterolemia. Sindrom nefrotik

lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (2:1) dan kebanyakan terjadi antara umur 2 dan

6 tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda pada anak umur 6 bulan dan paling tua pada masa

dewasa.

PROTEINURIA

Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari kebocoran

glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus

(proteinuri tubular). Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan

peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang

diekskresikan dalam urin adalah albumin. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus

(MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme

penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan

muatan listrik (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu.

Selain itu konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG.

Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul protein

yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila yang keluar terdiri dari molekul kecil

misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar

seperti imunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan struktur MBG.

HIPOALBUMINEMIA

Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan

katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai

untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau menurun.

EDEMA

Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfill

menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema pada SN.

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari

intravaskular ke jaringan interstitium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik

Page 8: Potofolio Sindrom Nefrotik-gracia

plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan kompensasi

dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki

volume intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga

edema semakin berlanjut.

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama. Retensi

natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular meningkat sehingga terjadi edema.

Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natirum dan

edema akibat teraktivasinya sistem Renin-angiotensin-aldosteron terutama kenaikan konsentrasi

hormon aldosteron yang akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion

natrium sehingga ekskresi ion natrium (natriuresis) menurun. Selain itu juga terjadi kenaikan

aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin yang menyebabkan tahanan atau resistensi

vaskuler glomerulus meningkat, hal ini mengakibatkan penurunan LFG dan kenaikan desakan

Starling kapiler peritubuler sehingga terjadi penurunan ekskresi natrium.

HIPERLIPIDEMIA

Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL),

trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau

menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di

perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density

lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin

serum dan penurunan tekanan onkotik

Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang menyeluruh

dan terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema sering ditemukan dimulai dari daerah

wajah dan kelopak mata pada pagi hari, yang kemudian menghilang, digantikan oleh edema di

daerah pretibial pada sore hari. Anak biasanya datang dengan keluhan edema ringan, diamana

awalnya terjadi disekitar mata dan ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik pada mulanya diduga

sebagai gangguan alergi karena pembengkakan periorbital yang menurun dari hari kehari. Seiring

waktu, edema semakin meluas, dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan edema genital.

Anorexia, iritabilitas, nyeri perut, dan diare sering terjadi. Hipertensi dan hematuria jarang

ditemukan. Differensial diagnosis untuk anak dengan edema adalah penyakit hati, penyakit

jantung kongenital, glomerulonefritis akut atau kronis, dan malnutrisi protein. Asites sering

ditemukan tanpa odem anasarka, terutama pada anak kecil dan bayi yang jaringannya lebih

resisten terhadap pembentukan edema interstisial dibandingkan anak yang lebih besar. Efusi

transudat lain sering ditemukan, seperti efusi pleura. Bila tidak diobati edema dapat menjadi

anasarka, sampai ke skrotum atau daerah vulva.

Page 9: Potofolio Sindrom Nefrotik-gracia

Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar

perut, dan tekanan darah. Tekanan darah umumnya normal atau rendah, namun 21 % pasien

mempunyai tekanan darah tinggi yang sifatnya sementara, terutama pada pasien yang pernah

mengalami deplesi volume intravaskuler berat. Keadaan ini disebabkan oleh sekresi renin

berlebihan, sekresi aldosteron, dan vasokonstriktor lainnya, sebagai respon tubuh terhadap

hipovolemia. Pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) dan glomerulosklerosis fokal

segmental (GSFS) jarang ditemukan hipertensi yang menetap. Dalam laporan ISKDC

(International Study of Kidney Diseases in Children), pada SNKM ditemukan 22% disertai

hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin

dan ureum darah yang bersifat sementara. Pasien sindrom nefrotik perlu diwaspadai sebagai

gejala syok dikarenakan kekurangan perfusi ke daerah splanchnik atau akibat peritonitis.

Diagnosa banding antara lain Diabetic Nephropathy, Light Chain-Associated Renal

Disorders, Focal Segmental Glomerulosclerosis, Glomerulonephritis akut/kronis, HIV

Nephropathy, IgA Nephropathy.

4. Planning:

Tirah baring (MRS Anak)

Konsul Sp.A:

Cefotaxime inj 3x 750mg iv (venflon)

Prednison 3 x15mg (3 tab)

Captopril per oral 3 x 6, 25 mg.

Diet protein 1 gr/kgBB/hari

Diet rendah garam 1 gr/hari.

Pemeriksaan Urinalisa 3x seminggu

USG Ginjal

Kultur Urine

MONITORING :Vital Signs, Input-Output Cairan, balance cairan

TATALAKSANA SINDROM NEFROTIK

Pada kasus sindrom nefrotik yang diketahui untuk pertama kalinya, sebaiknya penderita dirawat

di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet,

Page 10: Potofolio Sindrom Nefrotik-gracia

penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi bagi orang tua. Sebelum

pengobatan steroid dimulai, dilakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis

INH bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis maka diberikan obat anti tuberkulosis

(OAT). Perawatan pada sindrom nefrotik relaps dilakukan bila disertai edema anasarka yang

berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak

perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan dengan kemampuan pasien.

Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan. Bahkan sekarang dianggap kontra indikasi,

karena akan menambah beban glomerolus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein

(hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerolus. Sehingga cukup diberikan diet

protein normal sesuai dengan RDA (Recommended Daily Allowances) yaitu 2 g/kg BB/hari. Diet

rendah protein akan menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan

anak. Diet rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan jika anak menderita edem.

a. Pengobatan Inisial

Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney Diseases in Children)

pengobatan inisial pada sindrom nefrotik dimulai dengan pemberian prednison dosis penuh (full

dose) 60 mg/m2LPB/hari (maksimal 80 mg/hari), dibagi dalam 3 dosis, untuk menginduksi

remisi. Dosis prednison dihitung berdasarkan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi

badan). Prednison dalam dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setalah pemberian

steroid dalam 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% ksus, dan remisi mencapai 94 %

setelah pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi remisi pada 4 minggu pertama, maka pemberian

steroid dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB/hari (2/3 dosis awal)

secara alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu

pengobatan steroid dosis penuh, tidak tarjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.

(Gambar 1)

4 minggu 4 minggu

.................................... Remisi (+) Dosis alternating Proteinuri (-) (AD) prednisone FD : 60 mg/m2LPB/hari Edema (-) Remisi (-): Resisten steroid Prednison AD : 40 mg/m2 LPB/hari

Page 11: Potofolio Sindrom Nefrotik-gracia

Gambar 1. Pengobatan inisial dengan kortikosteroid

b. Pengobatan Relaps

Meskipun pada pengobatan inisial terjadi remisi total pada 94% pasien, tetapi pada

sebagian besar akan mengalami relaps (60-70%) dan 50% diantaranya mengalami relaps sering.

Skema pengobatan relaps dapat dilihat pada Gambar. 2, yaitu diberikan prednison dosis penuh

sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan prednison dosis alternating selama 4

minggu. Pada sindrom nefrotik yang mengalami proteinuria ≥ 2+ kembali tetapi tanpa edema,

sebelum dimulai pemberian prednison, terlebih dahulu dicari pemicunya, biasanya infeksi saluran

nafas atas. Bila ada infeksi , diberikan antibiotik 5-7 hari, dan bila setelah pemberian antibiotik

kemudian proteinuria menghilang, tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal

ditemukan proteinuria ≥ 2+ disertai edema, maka didiagnosis sebagai relaps, dan diberi

pengobatan relaps.

Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial, sangat penting,

karena dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya. Berdasarkan relaps yang terjadi dalam

6 bulan pertama pasca pengobatan steroid inisial, pasien dapat dibagi dalam beberapa

penggolongan, yaitu:

1. Tidak ada relaps sama sekali (30%)

2. Relaps jarang : jumlah relaps < 2 kali (10-20%)

3. Relaps sering : jumlah relaps ≥ 2 kali (40-50%)

4. Dependen steroid : yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis steroid diturunkan

atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dalam hal ini terjadi 2 kali berturut-

turut.

4 minggu 4 minggu

.................................... Remisi (+) Dosis alternating Proteinuri (-) (AD) prednisone FD : 60 mg/m2LPB/hari Edema (-) Remisi (-): Resisten steroid Prednison AD : 40 mg/m2 LPB/hari

remisi FD AD

Page 12: Potofolio Sindrom Nefrotik-gracia

c. Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid

Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid ada 4 pilihan, yaitu:

1. Pemberian steroid jangka panjang

2. Pemberian Levamisol

3. Pengobatan dengan sitostatik

4. Pengobatan dengan siklosporin (pilihan terakhir)

Selain itu perlu dicari fokus infeksi, seperti tuberkulosis, infeksi di gigi, atau cacingan.

Bila telah dinyatakan sebagai sindrom nefrotik relaps sering / dependen steroid, setelah mencapai

remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid alternating dengan dosis yang

diturunkan perlahan / bertahap 0,2 mg/kg BB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan

relaps yaitu anatara 0,1-0,5 mg/kkg BB alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat

diteruskan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan (Gambar 3). Umumnya anak usia

sekolah dapat mentolerir prednison 0,5 mg/ kgBB dan anak usia pra sekolah sampai 1 mg/kgBB

secara alternating.

d. Penderita lama (Pengobatan Relaps)

Relaps tidak frekuen : prednison 2mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan 3

hari sampai ada remisi. Dilanjutkan dosis intermiten dibagi dalam 3 dosis selama 4

minggu.

Relaps frekuen : berikan prednison dosis penuh sampai remisi, kemudian

dilanjutkan dengan sitostatika atau imunosupresen, siklofosfamid atau klorampusil

bersama-sama dengan prednison dosis intermiten selama 8 minggu.

e. Penderita rawat jalan

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menimbang berat badan, mengukur tinggi

badan, tekanan darah, dan pemeriksaan tanda-tanda lainnya.

Pemeriksaan penunjang yang harus dievaluasi adalah urin rutin, darah tepi, kadar

urin serta kreatinin darah 3-6 bulan sekali tergantung pada situasi.

remisi FD AD

Page 13: Potofolio Sindrom Nefrotik-gracia

Terapi yang dilakukan pada penderita rawat jalan antara lain remisi total (tanpa

terapi), remisi parsial/rest protein 1 + tanpa (obat) , proteinuria +/++ tanpa edema dan

disertai gejala infeksi, berikan antibiotka (ampisilin atau amoksisilin) 3-5 hari. Bila tetap

ada proteinuri maka dianggap sebagai relaps.

f. Pengobatan tambahan:

a. Mengatasi edema anasarka dengan memberikan diuretik, furosemid 1-2

mg/kgBB/kali, 2 kali sehari peroral.

b. Odem menetap, berikan albumin (IVFD) 0,5-1g/kgBB atau plasma 10-20

ml/kgBB/hari, dilanjutkan dengan furosemid i.v. 1 mg/kgBB/kali.

c. Mengatasi renjatan yang diduga kerana hipoalbuminemia (1,5 g/dl) berikan

albumin atau plasma darah..

d. Infeksi

Pada sindrom nefrotik mudah terjadi infeksi dan paling sering adalah selulitis

dan peritonitis. Hal ini disebabkan karena terjadi kebocoran IgG dan komplemen

faktor B dan D di urin.Bila terjadi penyulit infeksi bakterial ( pneumonia

pneumokokal atau peritonitis, selulitis, sepsis, ISK ) diberikan antibiotik yang

sesuai dan dapat disertai pemberian imunoglobulin G intravena. Untuk mencegah

infeksi digunakan vaksin pneumokokus. Pemakaian imunosupresan menambah

resiko terjadinya infeksi virus seperti campak, herpes. Bila terjadi peritonitis

primer (biasanya disebabkan oleh kuman gram negatif dan Streptococcus

pneumoniae) perlu diberikan pengobatan penisilin parenteral, dikombinasikan

dengan sefalosporin generasi ketiga yaitu sefataksim atau seftriakson, selama 10-

14 hari.

e. Hiperlipidemia

Pada sindrom nefrotik relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar

kolesterol LDL dan VLDL, trigliserida, dan lipoprotein (a) (Lpa), sedangkan

kolesterol HDL menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan

trombogenik. Pada sindrom nefrotik sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat

tersebut bersifat sementara, cukup dengan pengurangan diit lemak.

f. Hipokalsemia

Terjadi hipokalsemia karena penggunaan steroid jangka panjang yang

menimbulkan osteoporosis dan osteopenia , kebocoran metabolit vitamin D

Oleh karena itu pada sindrom nefrotik relaps sering dan sindrom nefrotik

resisten steroid dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 500mg/hari dan

Page 14: Potofolio Sindrom Nefrotik-gracia

vitamin D. Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas 50mg/kgBB

intravena.

g. Hipovolemia

Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan sindrom nefrotik

relaps dapat mengakibatkan hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia,

ekstrimitas dingin dan sering disertai sakit perut. Penyulit lain yang dapat terjadi

di antaranya hipertensi, syok hipovolemik, gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik

(setelah 5-15 tahun). Penanganan sama dengan penanganan keadaan ini pada

umumnya .Bila terjadi gagal ginjal kronik, selain hemodialisis, dapat dilakukan

transplantasi ginjal.

Hipertensi merupakan salah satu komplikasi dari sindrom nefrotik baik pada

awitan penyakit ataupun akibat toksisitas steroid.Terapi ACE-i dan ARB telah

banyakdigunakan untuk mengurangi proteinuria. Cara kerja obat ini dalam

menrunkan ekskresi protein di urin melalui penurunan tekanan hidrostatis untuk

mengubah permeabilitas glomeruus.ACE-I juga memilikipenurunan efek

renoprotektor.Golongan ACE-i yang digunakan antara lain captopril 0,3 mg/kgbb

diberikan 3x sehari, enapril 0,5/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis, lisinopril 0,1

mg/kgbb dosis tunggal.Golongan ARB yang dapat digunakan hanya losartan

0,75mg/kgbb dosis tunggal.

KESIMPULAN

Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari edema, proteinuria

masif, hypoalbuminemia, edema, dan dapat disertai hiperkolesterolemia. Untuk penanganan

sindrom nefrotik utama diberikan prednisone 2 mg/kgBB/hari atau 60 mg/m2 LPB/hari (maksimal

80 mg/kgBB/hari) selama 4 minggu pertama, lalu dilanjutkan prednisone dosis 40 mg/m2

LPB/hari atau 2/3 dosis penuh, diet protein normal sesuai dengan RDA (Recommended Daily

Allowances) yaitu 2 g/kg BB/hari.Selain itu dapat juga diberikan pengobatan simptomatik.Diet

rendah protein akan menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan

anak. Diet rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan jika anak menderita edema.