Download - Pneumoni lapsusk
Laporan Kasus
BRONKOPNEUMONIA
Oleh :
Maria UlfahNIM. I1A006042
Pembimbing :
Prof. DR. dr. Ruslan Muhyi, Sp.A (K)
BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAKFK UNLAM – RSUD ULIN
BANJARMASIN
Maret, 2012
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumonia merupakan masalah kesehatan utama pada anak terutama di
negara berkembang.1,2 Bronkopneumonia merupakan infeksi saluran nafas bagian
bawah yang serius serta sering ditemukan pada bayi. Diperkirakan hampir
seperlima kematian anak diseluruh dunia disebabkan oleh pneumonia, lebih
kurang 2 juta anak balita meninggal tiap tahunnya dan sebagian besar di Afrika
dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6%
kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia karena pneumonia.
Diperkirakan bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat pada kelompok
umur 0-6 bulan.4
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang ditandai
dengan keadaaan klinis dengan gejala demam, batuk, sesak nafas dan ditandai
oleh adanya ronki basah halus serta gambaran infiltrat pada foto polos dada.3
Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam etiologi seperti bakteri, virus,
mikoplasma, jamur atau bahan kimia/benda asing yang teraspirasi.1,3
Berdasarkan tempat terjadinya infeksi, pneumonia dibagi dua yaitu
pneumonia masyarakat (community-acquired pneumonia) dan pneumonia
nosokomial (hospital-acquired pneumonia) Secara anatomis pneumonia
diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia intersisial dan pneumonia
lobularis (bronkopneumonia), di antaranya jenis yang terbanyak diderita neonatus
dan anak adalah bronkopneumonia .1
1
Berikut akan dilaporkan sebuah kasus pnemonia pada seorang bayi laki-
laki berumur 2 bulan yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru dimana asinus terisi dengan
cairan dan sel radang dengan atau tanpa diserta infiltrasi sel radang ke dalam
dinding alveoli dan rongga interstinum. Secara anatomis pneumonia
diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia intersisial dan pneumonia
lobularis (bronkopneumonia).1,5
II. Etiologi
Dalam Program Pemberantasan Penyakit ISPA membagi penyakit ISPA
dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia
dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak
berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan
napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia.2
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme
(virus/bakteri) dan sebagian kecil oleh hal lain misalnya bahan kimia
(hidrokarbon) atau benda asing yang teraspirasi.4
Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan
distribusi umur pasien. Sebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh virus,
sebagai penyebab tersering adalah respiratory syncytial virus (RSV),
parainfluenza virus, influenza virus, dan adenovirus. Secara umum bakteri yang
berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumonia,
3
Haemophillus influenza, Staphyloccocus aureus, Streptococcus grup B, serta
kuman atipik Chlamidia dan mikoplasma.6
Pada masa neonatus Streptococcus grup B dan Listeriae monocytogenes
merupakan penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak
pneumonia pada usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Terapi
yang diberikan pada penyakit ini biasanya pemberian antibiotik walaupun
kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus yang dapat sembuh dengan sendirinya
tanpa pemberian obat-obatan terapeutik, pemberian antibiotik dapat mempercepat
penyembuhan penyakit ini dibandingkan hanya pemberian obat-obatan
simptomatik, selain itu dengan pemberian antibiotik dapat mencegah terjadinya
infeksi lanjutan dari bakterial, pemberian, pemilihan antibiotik pada penyakit ini
harus diperhatikan dengan baik agar tidak terjadi resistensi kuman/baterial di
kemudian hari. Namun pada penyakit ISPA yg sudah berlanjut dengan gejala
dahak dan ingus yang sudah menjadi hijau, pemberian antibiotik merupakan
keharusan karena dengan gejala tersebut membuktikan sudah ada bakteri yang
terlibat.6,7
III. Epidemiologi
Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering
didapatkan tetapi juga lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak.
Insiden puncak pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia
anak. Mortalitas diakibatkan oleh bakteremia oleh karena Sterptococcus
pneumonia dan Staphylococcus aureus, tetapi dinegara berkembang juga
berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses perawatan.
4
Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia disebabkan
oleh pneumonia, lebih kurang 2 juta anak balita meninggal tiap tahunnya dan
sebagian besar di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional
(SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia karena
pneumonia.
Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar
antara 10 -20 % dari populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian
dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8 %; Kabupaten Indramayu adalah
9,8 %). Bila kita mengambil angka morbiditas 10 % pertahun, ini berarti setiap
tahun jumlah penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta .Penderita yang
dilaporkan baik dari rumah sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya
berjumlah 98.271. Diperkirakan bahwa separuh dari penderita pneumonia didapat
pada kelompok umur 0-6 bulan.4
IV. Faktor Risiko
Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka
mortalitas pneumonia pada anak balita di negara berkembang, yaitu berat badan
lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang
adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalensi kolonisasi bakteri
patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara.
V. Patogenesis Pnemonia
Bronkopneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba yang ada
di udara, aspirasi mikroorganisme dari nasofaring atau penyebaran dari fokus
infeksi yang jauh. Proses peradangan dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu : 7,8
5
1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama)
Bakteri yang memasuki paru-paru melalui saluran pernapasan masuk ke
bronkhioli dan alveoli, menimbulkan peradangan berat, menghasilkan cairan
edema yang kaya protein berupa eksudat jernih di dalam alveoli dan jaringan
interstitial, sehingga kapiler melebar dan kongesti. Di alveoli juga terdapat
beberapa neutrofil dan makrofag.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Timbul akibat perembesan eritrosit dan beberapa leukosit dari kapiler
paru. Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara,
warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, dalam alveolus di
dapatkan fibrin, leukosit neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman,
sehingga kapiler alveoli menjadi lebar.
3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan fibrin serta
sedikit eritrosit. Kuman difagosit oleh leukosit, makrofag masuk ke dalam alveoli
dan menelan leukosit bersama dengan kuman di dalamnya. Permukaan pleura
suram karena diliputi oleh fibrin. Lobus masih tetap padat dan warna merah
menjadi pucat kelabu. Kapiler tidak lagi kongesti.
4. Stadium resolusi (7-11 hari)
Eksudat berkurang, di dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit
mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang.
Secara patologi anatomi, distribusi bercak-bercak pada bronkopneumonia tidak
teratur.
6
V. Diagnosis
WHO mengajukan pedoman dan diagnosis dan tatalaksana yang lebih
sederhana seperti yang juga tertera dalam MTBS:\8
1. Bronkopneumonia sangat berat : bila ada sianosis sentral dan tidak sanggup
minum, harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
2. Bronkopneumonia berat : bila ada retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup
minum, harus dirawat dirumah sakit dan diberi antibiotik.
3. Bronkopneumonia ringan: bila tidak ada retraksi, tetapi napas cepat :
- 60 kali/menit pada bayi < 2 bulan
- >50 kali/menit pada anak 2 bulan – 1 tahun
- > 40 kali/menit pada anak 1-5 tahun
- >28 kali/menit pada anak usia 5-16 tahun
Tidak perlu dirawat, cukup diberi antibiotik oral
4. Bukan bronkopneumonia : hanya batuk tanpa ada gejala dan tanda seperti
di atas, tidak perlu dirawat, tidak perlu antibiotik.
Tanda bahaya pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun adalah tidak
dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk; sedaangkan
tanda bahaya untuk bayi usia dibawah 2 bulan adalah malas minum menurun,
kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi dan demam atau badan teraba
dingin.
VI. Diagnosis Banding
7
Diagnosis banding untuk pneumonia adalah bronkiolitis dan tuberculosis
paru (TB paru). Daignosa banding bronkiolitis dapat disingkirkan dengan melihat
gejala bronkiolitis, yaitu batuk pilek untuk beberapa hari tanpa disertai kenaikan
suhu atau hanya subfebril, dan didapatkan adanya wheezing, sedangkan pada
bronkopneumonia, gejala batuk pilek disertai dengan panas tinggi turun naik, dan
pada pemeriksaan fisik tidak terdapat wheezing. Hasil pemeriksaan foto thoraks
pada kasus ini mengarah pada tanda bronkopneumoia. 6,10
Pada anak, gejala umum atau tanda-tanda yang dicurigai adanya infeksi
TB antara lain berupa : berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau tidak naik
dalam 1 bulan penanganan gizi, anoreksia (sulit makan), dengan gagal tumbuh
dan berat badan tidak naik secara adekuat (failure to thrive), demam lama dan
berulang tanpa sebab yang jelas, dapat disertai keringat malam, pembesaran
kelenjar getah bening yang tidak sakit, batuk lama lebih dari 30 hari, diare
menetap yang tidak sembuh dengan pengobatan diare. Adapun gambaran
radiologis yang dicurigai TB adalah pembesaran kelenjar hilus, paratrakeal dan
mediastinum, atelektasis, konsolidasi, efusi pleura, kavitas, dan gambaran milier.6
TB paru disingkirkan dengan melihat gejala klinis pada anamnesa, temuan pada
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis, dimana semuanya mengarah pada
diagnosis bronkopneumonia.5,11
VI. Pemeriksaan Penunjang
Temuan-temuan laboratorium biasanya menunjukkan jumlah leukosit
yang meningkat (leukositosis) mencapai 15.000-40.000/mm3 dengan jumlah sel
polimorfonuklear terbanyak (pergeseran ke kiri atau shift to the left). Angka sel
8
darah putih < 5000/mm3 sering disertai dengan prognosis yang jelek. Kadar Hb
biasanya tetap normal atau sedikit menurun, dan laju endap darah biasanya
meningkat dan mungkin amat tinggi. 3,7,10
Sedangkan pada pemeriksaan radiologis, gambaran bronkopneumonia
akan tampak putih pada foto roentgen, karena terdapat eksudat fibrinosa terutama
terdapat pada bronkiolus, dimana penyebaran daerah infeksi berupa bercak
konsolidasi merata, dengan diameter sekitar 3-4 cm, yang mengikutsertakan
alveoli secara tersebar. Pada daerah terjadinya konsolidasi dapat ditemukan
adanya bronchogram udara. 1,4,12
Juga harus dilakukan penilaian terhadap kemungkinan terjadinya hipoksia
dan asidosis respiratorik. Pulsasi oksimetri <95% menunjukkan adanya hipoksia.2
VII. Komplikasi
Bakteri mempunyai kemampuan menghancurkan jaringan paru dan
membentuk abses, kemudian menyebabkan kerusakan paru yang permanen seperti
bronkiektasis, fibrosis, dan bronkostenosis. Selain itu, bakteri mempunyai
kecenderungan meluas ke perifer, ke rongga pleura, menimbulkan empiema,
fistula bronkopleura, dan piopneumotoraks, keadaan umum penderita menjadi
jelek dengan sesak napas dan nyeri pleura yang hebat. Komplikasi bakteriemia
dapat disertai meningitis, otitis media, sinusitis, abses otak, abses ginjal, abses
hati, endokarditis bakterialis yang umumnya berhubungan dengan prognosis yang
buruk. Selain itu, pada bronkopneumonia harus diwaspadai adanya kematian
karena gagal nafas dan septikemia.7,13
9
VIII. Penatalaksanaan
Pada umumnya penatalaksanaan penderita dengan bronkopneumonia
sama dengan penatalaksanaan pada pasien pneumonia yaitu terdiri dari:
1. Medikamentosa
Sebaiknya pengobatan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, tetapi
berhubung hal ini tidak selalu dapat dikerjakan dan memakan waktu, maka
dalam praktek diberikan pengobatan polifragmasi. Pemilihan antibiotik
didasarkan pada usia, gambaran klinis dan pola resistensi lokal bakteri
patogen yang dominan. Terapi simtomatik, untuk panas dapat diberikan
antipiretik, dan untuk batuk dapat diberikan antitusif.15,16,17
2. Terapi suportif atau perawatan khusus :9,18
- Istirahat ditempat tidur (tirah baring)
- Posisi semi fowler bila sesak sekali
- Oksigen dengan kebutuhan cukup
- Isap lendir (suction). Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi
dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transpor
mukosilier.
- Nebulisasi
- Diet harus cukup kalori dan protein
- Bila anak sangat sesak, puasakan dulu. Nutrisi dapat diberikan dengan
NGT/ OGT.
3. Koreksi gangguan keseimbangan asam dan basa
Penatalaksanaan pneumonia berdasarkan berat ringan penyakit :
10
1. Pneumonia ringan
Anak di rawat jalan
Beri antibiotik: Kotrimoksasol (4 mg /kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3
hari atau Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari.
Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari.19
Tindak lanjut
Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa
kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak
memburuk atau tidak bisa minum atau menyusu.19
Ketika anak kembali
Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu
makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari.19
2. Pneumonia Berat
Anak dirawat di rumah sakit
a. Terapi Antibiotik
Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6
jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila
anak member respons yang baik maka diberikan selama 5 hari.
Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan
amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari
berikutnya. Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau
terdapat keadaan yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan,
atau memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar,
11
sianosis, distres pernapasan berat) maka ditambahkan kloramfenikol
(25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).19
Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen
dan pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-
gentamisin. Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM
atau IV sekali sehari). Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka
bila memungkinkan buat foto dada. Apabila diduga pneumonia
stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk pneumonia stafilokokal), ganti
antibiotik dengan gentamisin (7.5 mg/kgBB IM sekali sehari) dan
kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin
(15 mg/kgBB/hari –3 kali pemberian). Bila keadaan anak membaik,
lanjutkan kloksasilin (atau dikloksasilin) secara oral 4 kali sehari
sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin
secara oral selama 2 minggu.10,19,20
b. Terapi Oksigen
Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat Bila tersedia
pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen
(berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia
oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap
harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian oksigen bila
saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak
berguna Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter
nasofaringeal. Penggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk
12
menghantarkan oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau masker
kepala tidak direkomendasikan. Oksigen harus tersedia secara terus-
menerus setiap waktu. Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda
hipoksia (seperti tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang
berat atau napas > 70/menit) tidak ditemukan lagi.19,20
VIII. Prognosis.
Prognosis ISPA sangat bervariasi tergantung dari etiologi yang
mendasarinya. Pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
ditekan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan terlambat dan malnutrisi
energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih
tinggi. Pada kasus yang disertai bakteremia, leukopenia, atau proses pneumonia
mengenai beberapa lobus, maka mortalitas naik menjadi sekitar 10%.12,17
XI. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan:3,9,20
• Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
• Immunisasi.
• Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
• Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
Pemberantasan yang dilakukan adalah :
• Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu.
• Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
• Immunisasi.
13
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
1. Identitas penderita :
Nama penderita : By. N
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 2 bulan
2. Identitas Orang tua/wali
AYAH : Nama : Tn. M
Pendidikan : lulus sederajat SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. A. Yani RT I RW I Kab. Bati-bati
IBU : Nama : Ny. M
Pendidikan : Lulus sederajat D2
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. A. Yani RT I RW I Kab. Bati-bati
II. ANAMNESIS
Kiriman Dari : Puskesmas Bati-bati
Diagnosa : Pneumonia
Aloanamnesis dengan : Ibu kandung penderita
Tanggal/jam : 29 Februari 2012/ 18.30 WITA
1412
1. Keluhan Utama : Sesak nafas
2. Riwayat penyakit sekarang :
Sejak + 2 hari sebelum masuk rumah sakit, bayi mulai mengalami
sesak nafas yang disertai batuk berdahak yang sulit dikeluarkan. Sesak
nafas semakin bertambah berat dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas atau
cuaca. Saat sesak, dada bayi tertarik ke dalam dan hidung bayi bergerak
kembang kempis. Sejak sesak, bayi menjadi malas menyusu dan rewel dan
sempat ada muntah 2 kali, keluar air susu yang diminum. Bayi kemudian
dibawa ke RSUD Ulin dan dianjurkan untuk rawat inap. Sebelum sesak
anak mengalami batuk berdahak + 5 hari dan pilek, anak juga mengalami
panas + 2 hari yang timbul perlahan dan terus menerus, tidak ada
menggigil, dan tidak ada kejang. Bayi telah mendapat pengobatan
paracetamol dan demam bisa turun Tidak ada riwayat bepergian ke luar
kota. Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) anak normal
seperti biasa. Bayi tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya
serta tidak ada orang disekitar anak yang menderita batuk lama dan
mengikuti pengobatan selama 6 bulan.
3. Riwayat Penyakit dahulu
Anak pernah menderita diare, batuk dan pilek. Anak tidak pernah masuk
RS sebelumnya.
15
4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Riwayat antenatal :
Selama kehamilan ibu sebulan sekali memeriksakan kehamilan ke bidan.
Selama hamil ibu ada tidak ada riwayat tekanan darah tinggi, mengaku
tidak menderita kencing manis namun dikeluarga ada riwayat kencing
manis, ada pembengkakan di kaki. Ibu tidak menderita demam tinggi,
tidak ada mengalami keputihan gatal berbau, tidak ada mengkonsumsi
jamu dan obat-obatan. Selama kehamilan nafsu makan ibu cukup besar,
mual-muntah tidak terlalu hebat. Mendapatkan suplemen besi, kalsium dan
imunisasi TT dua kali.
Riwayat Natal :
Spontan/tidak spontan : spontan
Nilai APGAR : langsung menangis
Berat badan lahir : 4 kg
Panjang badan lahir : 52 cm
Lingkar kepala : saat lahir bayi tidak diukur
Penolong : bidan puskesmas
Tempat : rumah sendiri
Riwayat Neonatal : gerak aktif, kulit kemerahan, menangis
kuat.
5. Riwayat Perkembangan
Tiarap : - bulan
Merangkak : - bulan
Duduk : - bulan
16
By. M
Berdiri : - bulan
Berjalan : - bulan
Saat ini : anak sudah bisa menoleh ke arah suara yang
memanggilnya.
6. Riwayat Imunisasi : belum pernah di imunisasi
Nama Dasar(umur dalam hari/bulan)
Ulangan(umur dalam bulan)
BCG 3 hari -
Polio - - - - -
Hepatitis B 0 bulan - - -
DPT - - - -
Campak - -
7. Makanan
0 – sekarang : ASI eksklusif sesuai dengan kemauan anak.
8. Riwayat Keluarga
Ikhtisar keturunan :
17
Keterangan:
: laki-laki
: perempuan
: sakit
Susunan keluarga :
No. Nama Umur L/P Keterangan
1. Tn M 30 th L Sehat
2. Ny M 33 th P Sehat
3. An.AL 3 th L Sehat
4. By. N 2 bulan L Sakit
9. Riwayat Sosial Lingkungan
Anak tinggal bersama orang tua di rumah asrama guru berukuran +
6 x 8 m2 dengan satu kamar dan satu dapur, terbuat dari tembok. Kamar
mandi/WC berada di belakang rumah, terpisah dengan jarak + 5 meter .
Mandi, mencuci dan memasak menggunakan air PDAM. Penerangan
dan ventilasi cukup. Tempat pembuangan sampah + 5 m dari rumah.
Rumah jauh dari jalan raya maupun pabrik.
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : tampak sesak
Kesadaran : komposmentis
GCS : 4-5-6
2. Pengukuran
18
Tanda vital : Denyut Jantung : 128 x/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 36,7 °C
Respirasi : 62 x/menit
Saturasi O2 tanpa Oksigen: 94%
Saturasi O2 dengan Oksigen: 99%
CRT : 2 detik
Berat badan : 4600 g
Panjang/tinggi badan : 58 cm
Lingkar Lengan Atas (LLA) : - cm
Lingkar kepala : 38 cm
3. Kulit : Warna : putih
Sianosis : tidak ada
Hemangioma : tidak ada
Turgor : Cepat kembali
Kelembaban : Cukup
Pucat : Agak pucat
4. Kepala : Bentuk : mesosefali
UUB : datar, belum menutup
UUK : datar, sudah menutup
- Rambut : Warna : Hitam
Tebal/tipis : Tipis
Distribusi : Merata
- Mata : Palpebra : Edema (-)
19
Alis dan bulu mata : Tidak mudah dicabut
Konjungtiva : anemis (sulit dievaluasi)
Sklera : Tidak ikterik
Produksi air mata : Cukup
Pupil : Diameter : 2 mm/ 2 mm
Simetris : Isokor
Reflek cahaya : +/+
Kornea : Jernih
- Telinga : Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada
Serumen : Minimal
Nyeri : Tidak ada Lokasi : -
- Hidung : Bentuk : Simetris
Pernafasan cuping hidung : Ada
Epistaksis : Tidak ada
Sekret : Ada
- Mulut : Bentuk : Simetris
Bibir : Mukosa bibir kering, sianosis (-)
Gusi : Tidak mudah berdarah
Gigi-geligi : Gigi belum tumbuh
- Lidah : Bentuk : Simetris
Pucat/tidak
Tremor/tidak
20
Kotor/tidak
Warna : Merah muda
- Faring : Hiperemi : Sulit dievaluasi
Edem : Sulit dievaluasi
Membran/pseudomembran : Sulit dievaluasi
- Tonsil : Warna : Sulit dievaluasi
Pembesaran : Sulit dievaluasi
Abses/tidak : Sulit dievaluasi
Membran/pseudomembran : Sulit dievaluasi
5. Leher :
- Vena Jugularis : Pulsasi : tidak terlihat
Tekanan : tidak meningkat
- Pembesaran kelenjar leher : tidak ada
- Kaku kuduk : tidak ada
- Massa : tidak ada
- Tortikolis : tidak ada
5. Toraks :
a. Dinding dada/paru
Inspeksi : - Bentuk : simetris
- Retraksi : ada Lokasi : intracostal, subcostal
- Dispnea : ada
- Pernafasan : abdominal
Palpasi : Fremitus fokal : Sulit dievaluasi
21
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara Napas Dasar : broncovesikuler
Suara Tambahan : Ronki (+/+) basah halus,
Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Iktus : tidak terlihat
Palpasi : Apeks : teraba Lokasi : ICS V LMK Sinistra
Thrill + / - : -
Perkusi : Batas kanan : tidak dikerjakan
Batas kiri : tidak dikerjakan
Batas atas : tidak dikerjakan
Auskultasi : Frekuensi : 112 x/menit, Irama : Reguler
Suara Dasar : S1 dan S2 Tunggal
Bising : tidak ada Derajat : -
Lokasi : -
Punctum max : -
Penyebaran : -
6. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : cembung
Palpas Hepar : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Massa : tidak teraba
22
. Perkusi : Timpani/pekak : timpani
Asites : tidak ada
Auskultasi : bising usus (+) normal
7. Ekstremitas : - Umum : akral hangat, tidak edema dan tidak ada
parese.
- Neurologi
8. Susunan Saraf : N I – XII sulit di evaluasi
9. Genitalia : Laki-laki, tidak ada kelainan
10. Anus : positif, tidak ada kelainan
IV. RESUME
Nama : By. N
Jenis kelamin : Laki-laki
23
Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Normal Normal normal Normal
Tonus Eutoni Eutoni eutoni Eutoni
Trofi Eutrofi Eutrofi eutrofi Eutrofi
Klonus - - - -
Reflek fisiologis BPR
TPR
BPR
TPR
KPR
APR
KPR
APR
Reflek patologis Hoffman (-)
Tromner (-)
Hoffman (-)
Tromner (-)
Babinsky (-)
Chaddock (-)
Babinsky (-)
Chaddock (-)
Sensibilitas Normal Normal normal Normal
Tanda meningeal Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Umur : 2 bulan
Berat badan : 4600 gram
Keluhan Utama : Sesak nafas
Uraian :
Sejak + 2 hari sebelum masuk rumah sakit sesak nafas (+), batuk
berdahak(+).
Saat sesak, dada bayi tertarik ke dalam dan hidung bayi bergerak
kembang kempis.
bayi menjadi malas menyusu dan rewel
muntah 2 kali
panas + 2 hari yang timbul perlahan dan terus menerus,
tidak ada menggigil,
tidak ada kejang.
telah mendapat pengobatan paracetamol dan demam bisa turun
Tidak ada riwayat bepergian ke luar kota.
Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) anak normal
tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya
tidak ada orang disekitar anak yang menderita batuk lama dan
mengikuti pengobatan selama 6 bulan.
Pemeriksaaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sesak
Kesadaran : Komposmentis GCS : 3- 4 -5
Frekuensi Jantung : 112 kali/menit, reguler, kualitas kuat
24
angkat
Frekuensi Pernafasan : 62 kali/menit
Suhu : 36,7 °C
Kulit : kelembaban cukup, turgor cepat kembali,
Agak anemis pada telapak tangan.
Kepala : Mesosefali
Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, Sekret (+/+) cair warna
keputihan, PCH (+)
Telinga : Sekret (-) Serumen minimal
Mulut : Mukosa bibir basah, sianosis (-)
Toraks/Paru : Simetris, brokovesikuler retraksi (+)
subcostal dan intracostal, Ronki basah
halus (+/+) seluruh lapangan paru
Jantung : S1 dan S2 tunggal, bising (-)
Abdomen : Cembung, Supel, H/L/M tidak teraba,
Bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, edem (-), parese (-)
Susunan saraf : N I – N XII sulit dievaluasi
Genitalia : Laki-laki, tidak ada kelainan
Anus : ada, tidak ada kelainan
25
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN LABORATORIUM (27 Februari 2012)
PEMERIKSAAN RADIOLOGISFoto thorax (27 Februari 2012): Tampak gambaran infiltrat pneumonia,
tampak dextrocardia, AV-Shunt (-)
VI. DIAGNOSA
1. Diagnosa banding : 1. Pneumonia
2. Bronkiolitis
2. Diagnosa Kerja : Pneumonia
3. Status Gizi
CDC 2000 = 4,6 x 100% = 78,4% (moderate malnutririon)5,2
CGS TB/U = 0 < SD < 2 (Normal)
BB/U = -2 < SD < 0 (Normal)
BMI/U = -3 < SD < -2 (Kurus)
VIII. PENATALAKSANAAN26
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
RDW-CV
MCV
MCH
MCHC
9,2
15 200
3,38
29,9
347
14.2
88.5
27.2
30.7
10.0 – 17.0
4000-10500
3,90-5,50
35 – 45
150 – 350
11.5 – 14.7
80.0 – 97.0
27 – 32
32.0 – 38.0
g/dl
/ul
juta /u l
vol%
ribu /u l
%
fl
pg
%
- Kebutuhan cairan : 150 cc/kgBB/hari
o Infus: IVFD D5 ¼ NS 4,6 x 105 = 483 cc (20 tetes per
menit mikro drip)
o P.O Puasa, pasang NGT
- Oksigenasi : O2 kanul nasal 1-2 liter per menit
- Obat-obatan:
- iv : Ampicilin 150 mg/8 jam
Gentamicin 25 mg/24 jam
- Nebulisasi ventolin 1,25 mg diencerkan dalam 2 cc NaCl
Program : Observasi tiap 4 jam
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
I X. PENCEGAHAN
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
• Menjaga keadaan umum tetap baik.
• Immunisasi.
• Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
• Mencegah anak berhubungan dengan penderita pneumonia.
27
X. FOLLOW UP
Hari Subject(S)
Object(O)
Assesment(A)
Planning(P)
HP I(28/2/12)
- Batuk berdahak
- Sesak (-)- Muntah (+)
1x- Demam (-)
HR: 122 x/mRR : 48 x/mT : 36,8 oCCRT: 2SaO2: 99%PCH : (-)Retraksi (-) Rh basah halus (+/+)
Bronkopneumonia
- Kebutuhan cairan 150 cc/kgBB/hari
- Infus: IVFD D5 ¼ NS 4,6 x 105 = 483 cc (20 tetes per menit mikro drip)
- P.O minum sedikt sedikit (10 cc 1 jam 10 cc sesak (-), bebas minum
- Oksigenasi : O2
kanul nasal 1-2 liter per menit
- Obat-obatan: - Ab iv (H.II) :
Ampicilin 150 mg/8 jam
Gentamicin 25 mg/24 jam
- Nebulisasi ventolin 1,25 mg diencerkan dalam 2 cc NaCl
HP II (29/2/12)
- Batuk berdahak
- Sesak (-)- Muntah (+)
1xDemam (-)
HR: 112 x/mRR : 43 x/mT : 36,8 oCCRT: 2SaO2: 99%PCH : (-)Retraksi (-) Rh basah halus (</<)
Bronkopneumonia
- Kebutuhan cairan 150 cc/kgBB/hari
o Infus: IVFD D5 ¼ NS 4,6 x 105 = 483 cc (20 tetes per menit mikro drip)
o P.O ASI on demand
- Oksigenasi (-) Obat-obatan:
- Ab H.III iv : Ampicilin 150 mg/8 jam
Gentamicin 25 mg/24 jam
- Nebulisasi ventolin 1,25 mg diencerkan dalam 2 cc NaCl
- Pro Rontgen Thorax ulang
HP.III (01/3/12)
- Batuk berdahak
HR: 118 x/mRR : 43 x/m
Bronkopneumonia membaik
- Kebutuhan cairan 150 cc/kgBB/hari
28
- Sesak (-)- Muntah (+)
1xDemam (-)
T : 36,5 oCCRT: 2SaO2: 99%PCH : (-)Retraksi (-) Rh basah halus (</<)
o Infus: IVFD D5 ¼ NS 4,6 x 105 = 483 cc (20 tetes per menit mikro drip)
o P.O ASI on demand
- Oksigenasi: O2(-)- Obat-obatan:
- Ab H.IV iv : Ampicilin 150 mg/8 jam
Gentamicin 25 mg/24 jam
- Nebulisasi ventolin 1,25 mg diencerkan dalam 2 cc NaCl
- Konsul Jantung
HP IV (02/3/12)
- Batuk berdahak
- Sesak (-)- Muntah (+)
1x- Demam (-)
HR: 105 x/mRR : 42 x/mT : 36,6 oCCRT: 2SaO2: 99%PCH : (-)Retraksi (-) Rh basah halus (-/-)
Bronkopneumonia membaik
- Kebutuhan cairan 150 cc/kgBB/hari
o Infus: IVFD D5 ¼ NS 4,6 x 105 = 483 cc (20 tetes per menit mikro drip)
o P.O ASI on demand
- Oksigenasi (-)- Obat-obatan:
- Ab H.III iv : Ampicilin 150 mg/8 jam
Gentamicin 25 mg/24 jam
- BLPL- Pro EKG &
Echocardiografi
29
BAB IV
DISKUSI
Dilaporkan seorang bayi laki-laki umur 2 bulan dengan berat badan 4,6
kg. Anak dirawat di bangsal RSUD Ulin selama 4 hari dengan keluhan utama
sesak nafas yang terjadi sejak 1 hari sebelum dirawat.
Pada kasus ini, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang yang dilakukan sebagian besar mengarah pada penyakit
bronkopneumonia. Diagnosis bronkopneumonia ditegakan berdasarkan kriteria
WHO dan program pemberantasan ISPA dengan ditemukannya gejala sebagai
berikut panas tinggi, batuk, pilek dan sesak nafas. Pada ISPA gejala klinis pada
sistem pernafasan anak berlangsung kurang dari 14 hari.12
Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak terlihat sesak, demam dan nafas
agak cepat disertai dispneu, retraksi subcostal dan intercostal. Pada auskultasi
ditemukan ronki pada kedua lapang paru. Pemeriksaan penunjang berupa hasil
laboratorium menunjukkan peningkatan jumlah leukosit yang merupakan pertanda
infeksi.
Dalam kasus ini diagnosa pneumonia sulit untuk ditegakkan hanya
berdasarkan gambaran foto rontgen paru. Pada foto rontgen ditemukan gambaran
yang sesuai dengan pneumonia. Pada kasus ini pneumonia didiagnosis banding
dengan bronkhiolitis.
Pada dasarnya bronkiolitis didahului ISPA dengan batuk pilek, tanpa
demam atau hanya subfebris. Terdapat sesak dan nafas yang cepat dan dangkal.
30
Namun pada bronkhiolitis, auskultasi terdengar wheezing sedang suara perkusi
paru hipersonor disebabkan adanya obstruksi parsial atau total dari bronkiolus dan
bila dilakukan foto thoraks AP dan lateral terdapat gambaran hiperinflasi paru
diameter anteriorposterior membesar.13,14 Dari beberapa perbedaan gejala ini
diagnosis bronkiolitis dapat disingkirkan dan anak hanya mengalami ISPA saja.
Pada kasus ini diberikan terapi berupa:
1. Terapi Suportif
IVFD D5 ¼ NS yang ditujukan untuk menjaga status hidrasi pasien,
serta sebagai jalur pemberian obat parenteral.
Oksigen diberikan untuk mencegah terjadinya hipoksia karena dipsnue
dan gagal nafas yang mungkin terjadi.
Nebulisasi
2. Terapi Kausatif
Injeksi ampicillin 3 x 150 mg diberikan selama 4 hari sebagai antibiotik
untuk mencegah penyebaran radang yang lebih luas, untuk kuman gram
positif .
Injeksi gentamisin 25 mg/24 jam digunakan bersama dengan ampicilin
selama 4 hari sebagai antibiotik untuk infeksi kuman gram negatif karena
Pseudomonas, Proteus dan Staphilokokus yang resisten terhadap
penisilin.16
Idealnya, sebelum dilakukan pemberian antibiotik terlebih dahulu
dilakukan pemeriksaan mikrobiologis. Pada kasus ini, pemeriksaan mikrobiologis
tidak dapat dilakukan karena dapat memakan biaya besar dan waktu lama. Pada
31
penyakit yang disertai panas yang tinggi untuk penyelamatan nyawa
dipertimbangkan pemberian antibiotik walaupun kuman belum dapat diisolasi.17
Tidak ada komplikasi untuk pneumonia yang terjadi pada kasus ini.
Prognosisnya adalah dubia ad bonam, dimana telah dilakukan penanganan segera
sehingga keadaan anak membaik.
Bayi dapat dipulangkan dari RS setelah perawatan selama 4 hari dengan
alasan secara klinis membaik dimana sesak nafas dan demam tidak ditemukan
lagi, tanda vital stabil, keadaan umum baik serta batuk yang berkurang.
32
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan kasus pneumonia pada seorang anak laki-laki berusia 2
bulan yang dirawat di RSUD Ulin Banjarmasin. Pasien datang dengan keluhan
sesak nafas. Tanda klinis, fisik dan laboratorium mengarah pada pneumonia.
Penatalaksanaan pasien selama perawatan di Rumah Sakit Ulin Banjarmasin
sesuai dengan terapi yang diperlukan untuk penanganan pneumonia. Pasien
dipulangkan dari RS setelah perawatan selama 4 hari dengan keadaan membaik.
33
DAFTAR PUSTAKA1. Hasan R, Alatas H. Pneumonia. Dalam: buku Kuliah Ilmu kesehatan
anak jilid 2. Jakarta: Bagian FKUI, 2000. h. 1228-33.
2. Nelson, W. Pneumonia. Dalam: Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 volume 2. Jakarta: EGC, 2000. h. 883-9.
3. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2000.
4. Stephen J. Pneumonia, Bacterial 2005. (online). (http://www.emedicine.com/ EMERG/topic465.htm, diakses 3 Maret 2012)
5. King B. Pediatrics, Pneumonia 2004. (online). (http://www.emedicine.com/ emerg/topic396.htm, diakses 3 Maret 2012)
6. Departemen Kesehatan RI. Bimbingan ketrampilan dalam penatalaksanaan infeksi saluran pernapasan akut pada anak. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2006. h. 10
7. Santosa, G. Gawat darurat di bidang pulmonologi. Simposium gawat darurat pada anak. Surabaya: FK UNAIR, 2007.
8. Anonim. Lokakarya dan rakernas pemberantasan penyakit infeksi saluran pernapasan akut. Jakarta: Departemen Kesehatan RI,2002.
9. Ranuh, IG. Pendekatan risiko tinggi dalam pengelolaan pelayanan kesehatan anak. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: FK UNAIR, 2010.
10. Anonim. Penuntun praktikum mikrobiologi kedokteran I. Banjarbaru: Laboratorium Mikrobiologi FK UNLAM, 2003.
11. Anonim. Infeksi saluran nafas atas. Emedicine [serial online] 2012 Jan [cited 2012 Mar 4 Mar; I(1)8 screens]. Available from: URL: http://www.emedicine.com.
12. Departemen Kesehatan RI. Pendekatan epidemiologi dan dasar-dasar surveilans. Untuk Pelatihan Prajabatan Umum dan Khusus Tenaga Paramedis di Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2002
13. Rendie J. Ikhtisar penyakit anak. Alih bahasa: Eric Gultom. Jakarta: Binarupa Aksara, 2004.
34
14. Ohashi M, Murakami H, Kudoh Y, Sakai S. Manual for the laboratory diagnosis of bacterial food poisoning and the assesment of the sanitary quality of food. Tokyo: Seamic, 2007
15. Jawetz. Mikrobiologi untuk profesi kesehatan. Jakarta: EGC, 1986
16. IDAI. Standar pelayanan medis kesehatan anak. Edisi I. Jakarta: PP IDAI, 2004
17. IDAI Cabang Yogyakarta. Seminar: Tuberkulosis anak, Tatalakana terkini. Yogyakarta: IDAI, 2004
18. Tjay T, Rahardja K. Obat-obat penting: khasiat, penggunaan, dan efek-efek sampingnya. Edisi 5. Jakarta: PT. Elex Media Komputerindo Kelompok Gramedia, 2002
19. Anonim. Pneumonia among Children in Developing Countries 2003. (online). (http://www.cdc.gov/ncidod/dbmd/diseaseinfo/ pneumchilddevcount_t.htm, diakses 3 Maret 2012)
20. Budyatmoko B, Sutarto A. Radang Paru yang Tidak Spesifik. Dalam : Radiologi Diagnostik. Bagian Radiologi FKUI, Jakarta ; 2000 : 101
35
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………............... i
DAFTAR ISI ……………………………………………………............... ii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………….. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 3
BAB III LAPORAN KASUS …………………………………................ 14
I. IDENTITAS ....................................................................................... 14
II. ANAMNESIS ..................................................................................... 14
III. PEMERIKSAAN FISIK .................................................................... 18
IV. RESUME...................................................................... ..................... 23
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG............................................................. 26
VI. DIAGNOSIS.................... ................................................................... 26
VII. PENATALAKSANAAN..................................................................... 27
VIII. PROGNOSIS ....................................................................................... 27
IX. PENCEGAHAN .................................................................................. 27
X. FOLLOW UP ...................................................................................... 28
BAB IV. DISKUSI ......................................................................................... 31
BAB V. PENUTUP…………………………………………................…….. 34
DAFTAR PUSTAKA
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Raharjoe N N, Supriyatno B, Budi D. Pneumonia dalam buku ajar repirologi anak edisi pertama. 2010, Jakarta : Badan penerbit IDAI.
2. Ayieko P, English M, Mulholland K. What are the common causes of childhood pneumonia in developing cauntries. Internaional Child Health Review Collaboration, 2006;71:1-3
3. Staf Pengajar IKA FKUI. Pneumonia dalam Buku Ajar 3 IKA FKUI, 2000, Jakarta: BPFKUI.
4. Bennett N J, Domachowske J. Pediatrics Pneumonia. 2011. (online). (http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview, diakses 31 Januari 2012)
5. Isselbacher K, Braunwald E, Wilson J, Martin J, Fauci A, Kasper D. Pneumonia. Dalam : Asdie A (Alih Bahasa). Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13 Volume 3. EGC, Jakarta ; 2000 : 1331-1343
6. Mansjoer A. Triyanti K, Savitri R, Wardhani W I, Setiowulan W. Pneumonia. Dalam : Kapita Selekta Kedoktera, 2001, Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
7. Prasad R. Community Acquired pneumonia manifestation .Supplement To Japi.2012;60:10-12.
8. Nelson, W. Pneumonia. Dalam : Wahab S (alih Bahasa). Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume 2. 2000, Jakarta : EGC.
9. Sembiring M. Pneumonia dalam Pedoman Diagnostik dan Terapi. 2004, Banjarmasin : Bagian/SMF Ilmu Kesehantan Anak FK UNLAM/RSUD Ulin Banjarmasin.
10. Amin, M, Alsagaff, H., & Saleh, T. Pengantar Ilmu Penyakit Paru. . 1989,Surabaya : Airlangga University Press.
37
11. Black R, Pinto CB, Bryce J et al. Pneumonia. The Forgotten Killer of Children. The United Nation Children’s Fund (UNICEF)/ World Health Organization (WHO), 2006.
12. Widmann, F. Tinjauan Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium Edisi 9. 1995, Jakarta : EGC.
13. Blackman S C, Rey J A G D. Hematologic emergencies : acute anemia. Clinical Pediatric Emergency Medicine.2005;6:124-137
14. Muhammad A, Sianipar O. Penentuan defisiensi besi anemia penyakit kronis menggunakan oeran indeks sTfR-F. Indonesian Journal of Clinical Pathalogy and Medical Labolatory,2005;12(1):9-15.
15. Mansjoer A. Triyanti K, Savitri R, Wardhani W I, Setiowulan W. Pneumonia. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran, 2000, Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
16. Soeparman, Waspadji S. Pneumonia Bakterialis. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 1998, Jakarta : FKUI.
17. Brown Medical School. Bronchopneumonia 2002. (online). (http://www.brown.edu/Courses/Digital_Path/Lungs/bronchopneumonia.htm, diakses 31 Januari 2012).
38
ii