GENERASI X VS GENERASI Y
PERSPEKTIF DAN PANDANGAN
Sebuah generasi menggambarkan keadaan atau situasi, dimana setiap individu
mempunyai pengalaman hidup yang dilalui, dapat menggambarkan siapa diri kita dan
bagaimana kita melihat dunia dari kacamata sendiri. Dimana dalam setiap generasi
mempunyai kepercayaan, nilai, budaya, perspektif, kegemaran, apa yang tidak digemari, dan
kemahiran/kemampuan terhadap kehidupan dan pekerjaan yang berbeda. Berbedaan inilah
yang dapat memunculkan dampak yang positif jika dapat dikelola secara tepat, bahkan
sebaliknya memunculkan permasalahan yang akan berdampak pada penurunan kinerja para
pegawai karena tidak terjalinnya kerjasama antara generasi. Berikut ini disajikan beberapa
perbedaan pandangan dari generasi X dan Y.
1. Perbedaan generasi X dan generasi Y
Generasi X dikatakan mereka yang lahir antara 1960 hingga 1980 dan generasi Y antara
1981 hingga 1995. Sebelum generasi dari 1946-1960 digelar generasi ‘baby boomers”
dan generasi Y di sebut ‘the milleneals’. Dikatakan baby boomers kerana pada ketika itu
angka kelahiran mencapai tahap paling tinggi. Sedangkan generasi Y atau millennium
adalah generasi yang tumbuh seiring dengan perkembangan komunikasi massa dan
internet. Mereka yang dikatakan generasi Y ialah yang lahir pada 70-an atau sekitar tahun
1980 hingga 1995. Generasi ini dikatakan cenderung tidak mempunyai kesabaran,
keinginan yang tinggi, serta cara berkomunikasi yang teruk sesame merekea, namun harus
diberi pujian kerana sikap mereka yang mempunyai semangat yang tiggi dan luar biasa.
Tabel 1. Perbedaan Generasi X vs Generasi Y
Generasi / Ciri-ciri Generasi X Generasi Y
Kepemimpinan Kecakapan Bersama-sama
Perhubungan Tidak komitmen Merangkumi semua
Kuasa Tidak tertarik Sopan
Pandangan Spektikal Berharap
Etika kerja Seimbang Menetapkan
Perbedaan dalam ciri-ciri yang diungkapkan diatas memperjelas perlunya adanya
pengelolaan yang secara khusus menghilangkan perbedaan tersebut. Dimisalkan saja
dalam ciri pertama berkaitan dengan kepemimpinan generasi X memiliki kecakapan
untuk mengatur dan mengelola anggota tim agar berjalan lancar, sebaliknya generasi Y
lebih bertindak secara bersama-sama (bekerja secara tim) yang biasanya sering
memunculkan perselisihan dan kesalahan komunikasi. Bekerja secara tim memang bagus,
akan tetapi jika tidak ada sosok seorang yang mampu memimpin dan memberikan
perintah maka akan sulit terwujud koordinasi disetiap anggota dalam tim.
Setiap generasi memang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Semua hal yang
berkaitan dengan generasi X tidak semua baik, begitu juga dengan generasi Y tidak
semua cerminan yang buruk. Berikut diberikan sedikit gambaran yang menjadi
keunggulan dan kelemahan kedua generasi tersebut berkaitan dengan peran mereka dalam
pekerjaan di suatu organisasi.
2. Keunggulan dan Kelemahan Generasi X dan Generasi Y
Melihat ciri-ciri antar generasi yang dipaparkan diatas, dapat dilogika bahwa setiap
generasi tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Berikut disajikan keunggulan dan
kelemahan.
Tabel 2. Keunggulan dan Kelemahan Generasi X dan Y
Generasi X Generasi Y
Pada umumnya lebih berkonsentrasi dalam
pekerjaan, tidak terlalu terganggu dengan
aktivitas personal seperti mengakses
facebook, chatting, merespon email pribadi
ketika sedang dalam meeting.
Pekerja yang masuk dalam klasifikasi ini
lebih fokus terhadap pekerjaannya.
Pekerja yang relatif baru mungkin belum
pernah diberitahukan tentang behavior dan
sikap yang lazim dalam sebuah meeting.
Maklum, teknologi dan budaya social
networking merupakan sesuatu yang baru,
yang dulunya belum pernah ada.
Mereka yang masih muda, yang baru
memasuki dunia kerja biasanya belum
berkeluarga, sehingga relatif lebih sedikit
terganggu oleh urusan personal pada jam-jam
kerja. Urusan personal biasanya tidak
mendesak dan dapat mereka lakukan di saat
weekend.
Ada istilah bahwa Gray hair (rambut putih)
biasanya lebih arif dan bijaksana dan punya
pengalaman yang bisa bermanfaat bagi
anggota tim yang lain. Anggapan diatas ada
benarnya karena pengalaman sesungguhnya
merupakan guru yang terbaik.
Generasi yang relatif masih muda
berkembang dengan teknologi dan tools yang
baru. Kita tidak perlu susah payah membujuk
mereka untuk memanfaatkan teknologi baru
dan meninggalkan pola lama sebagaimana
halnya resistensi yang biasa terjadi pada
kalangan pekerja yang sudah berpengalaman.
Generasi ini yang berkembang seiring
dengan perkembangan teknologi dengan
mudahnya dapat menjawab e-mail,
berkomunikasi di komunitas social network.
Berbeda dengan pekerja dari generasi
sebelumnya yang harus beradaptasi dengan
teknologi dan inovasi baru.
Teknologi baru pada umumnya hanya sedikit
lebih kompleks dibandingkan teknologi yang
sebelumnya.
Memiliki staf yang memahami dan
menguasai teknologi yang lalu tentu
merupakan hal yang bermanfaat bagi tim dan
memudahkan proses belajar.
Pekerja yang masih muda dan relatif baru
memiliki spirit kerja dan energi – mereka
merasa menguasai semua hal! Tentu saja
mereka tidak menguasai hampir semua hal,
namun mereka berpikir bahwa mereka tahu
segalanya, sesuatu yang terkadang
merupakan keuntungan yang besar.
Mereka punya perspektif. Mereka telah hidup
dan mengalami sejumlah problem yang besar,
seperti resesi ekonomi, kegagalan dalam
membackup data perusahaan, mengalami
situasi ketika perusahaannya di akuisisi dll.
Proyek-proyek IT pada umumnya
membutuhkan kerja keras yang bisa
membuat orang stress dan putus asa; butuh
waktu lama sebelum dimulai, memeras
energi untuk menjalankannya, dan tidak tahu
kapan akan berakhirnya. Pekerja yang relatif
masih muda sering terbawa rasa antusias
yang menggebu-gebu dengan bekerja
sepanjang akhir minggu untuk menyelesaikan
tugasnya.
Berdasarkan keunggulan dan kelemahan yang dipaparkan diatas, jelas terlihat
keberagaman yang saling melengkapi antar generasi. Dalam sebuah organisasi seorang
manajer harus mampu melihat kondisi ini sebagai suatu peluang dalam meningkatkan
kinerja sumber daya manusia. Dimisalkan saja dalam menjalankan sistem pemasaran
yang berbasis IT, keahlian yang dimiliki generasi Y pasti sangat berperan dalam
mengelola secara optimal. Akan tetapi, pengalaman dan skill yang lebih dari generasi X
dalam membuat strategi yang tepat dalam pemasaran juga sangat dibutuhkan. Melalui
kerja sama tim yang baik, adanya kelemahan dan keunggulan antar generasi dalam suatu
organisasi tidak akan begitu terlihat karena akan tertutupi oleh aktivitas saling membantu
dan berbagi.
3. Faktor penyebab terjadinya kesenjangan antar generasi
a. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia
adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang
berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal
atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab
dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan
setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi
ada pula yang merasa terhibur.
b. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan
pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan
menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
c. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok. Manusia memiliki perasaan,
pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam
waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan
yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi
untuk tujuan yang berbeda-beda.
d. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan
adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung
cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik
sosial.Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang
pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu
yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-
perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan
proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap
semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan
masyarakat yang telah ada.
4. Dampak yang ditimbulkan adanya kesenjangan antar generasi
Dengan adanya kesenjangan antar generasi dalam sebuah organisasi, maka akan
menimbulkan dampak sebagai berikut.
a. Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami
kesenjangan dengan kelompok lain.
b. Keretakan hubungan antar kelompok yang terlibat.
c. Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling
curiga dll.
d. Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
e. Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat.
5. Strategi mengatasi kesenjangan antar generasi
a. Menjalin komunikasi yang kuat
Menjalin komunikasi antar generasi sangat perlu dilakukan dalam suatu organisasi.
Komunikasi dapat mengurangi kesalahpahaman antar generasi dan meningkatkan
sosialisasi antar generasi. Misalnya selalu melakukan musyawarah untuk
menghasilkan kesepakatan dalam setiap strategi yang akan dilakukan. Komunikasi
antar generasi penting dilakukan sebagai alat untuk membuka diri/ memperluas
pergaulan, meningkatkan kesadaran diri, etika bersosialisasi, mendorong perdamaian
dan meredam konflik. Akan tetapi, dalam menjalankan komunikasi juga harus berhati-
hati karena setiap generasi memiliki gaya bicara dan pola tanggap yang berbeda yang
bisa mengakibatkan kesalahpahaman, misinterpretasi bahkan konflik di lingkungan
kerja. Manfaat lain dari adanya komunikasi adalah untuk mengatasi sikap acuh antar
generasi. Pada umumnya salah satu alasan mengapa satu pihak tidak mau
berkomunikasi dengan yang lain adalah karena tidak mau untuk berkomunikasi dengan
orang yang belum terlalu dikenal. Komunikasi dapat dilakukan dalam sesi team
building dengan mengatur permainan yang mendorong mereka untuk membaur dan
bekerja sama.
b. Learning
Organisasi harus mengedepankan pentingnya learning, sehingga tercipta learning
antar anggota organisasi. Organisasi juga harus aktif dalam menyelenggarakan forum-
forum yang memungkinkan learning dalam organisasi. Melalui learning, maka
generasi yang lebih tua akan mampu berbagi knowledge yang penting terkait dengan
pekerjaan kepada generasi yang lebih muda. Selain itu, proses learning juga bisa
dipicu dengan cara memadukan antara generasi tua dan muda dalam satu tim kerja.
Sehingga selagi mereka menjalin kerjasama untuk melaksanakan pekerjaan, maka juga
memperlancar komunikasi dan mendorong learning antara keduanya.
c. Toleransi yang tinggi
Setiap anggota dalam tim harus memiliki rasa saling menghormati dan menghargai
antara satu dengan yang lain. Sikap ini dapat diwujudkan dengan adanya rasa toleransi
yang tinggi berkaitan dengan kelemahan yang dimiliki masing-masing generasi.
Misalnya dalam divisi pemasaran, generasi Y masih kurang memahami konsep
pemasaran yang benar karena kurangnya pengalaman dalam bidang ini. Peran generasi
X sebagai pengawas lapangan dan selalu memberi pengarahan sebagai salah satu
bentuk berbagi pengetahuan (knowledge sharing).