Download - Perkembangan Tan.obat Fix
TUGAS TERSTRUKTUR
TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN OBAT DAN AROMA
“Perkembangan Tanaman Obat di Indonesia”
Novika Farahdiba 105040107111001
KELAS E AGRIBISNS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN AGRIBISNIS
MALANG
2013
Peran tumbuhan obat dalam pemberdayaan ekonomi dapat melalui: (1) penyediaan
bahan baku, (2) sebagai penggerak berkembangnya sektor ekonomi pedesaan, (3)
pemanfaatan sumber daya domestik, (4) penyerapan tenaga kerja produktif di pedesaan
sekaligus sebagai media untuk meratakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, (5)
menghasilkan devisa negara. Pengembangan tumbuhan obat harus memperhatikan: (1)
pengembangan sentra produksi, (2) pengembangan benih, (3) pengembangan penangkar
benih/ bibit, (4) pemanfaatan paket teknologi, (5) peningkatan sumber daya manusia, dan (6)
penguatan modal kelompok petani (Pujiasmanto, 2003).
Strategi Pengembangan Tumbuhan Obat
Tahapan awal strategi pengembangan tumbuhan obat dapat dilakukan berkaitan
dengan pembudidayaan tumbuhan obat. Proses dari tumbuhan liar menjadi tanaman budidaya
melalui penanaman pada habitat baru disebut domestikasi. Domestikasi sebagai proses
perkembangan organisme yang dikontrol manusia, mencakup pertumbuhan genetik tumbuhan
yang berlangsung berkelanjutan semenjak dibudidayakan. Domestikasi berkaitan dengan
seleksi dan manajemen oleh manusia dan tidak hanya sekedar pemeliharaan. Proses
mendomestikasi ialah menaturalisasikan biota ke kondisi manusia dengan segala kebutuhan
dan kapasitasnya. Pada domestikasi tumbuhan perlu dikaji kondisi benih, perubahan
morfologi, laju pertumbuhan dan perkembangannya. Berdasarkan penalaran manusia,
tumbuhan didomestikasi dengan beragam cara, mulai cara yang sederhana hingga ke cara
yang sangat maju dengan bioteknologi. Menurut Demchik dan Streed (2002) domestikasi
untuk tumbuhan dengan cara bertahap ialah: (1) wildcrafting, (2) stand improvement, (3)
penanaman (pemeliharaan), (4) seleksi (pemuliaan) dan penggunaan stok andal dalam
penanaman (budidaya). Pengubahan tersebut berkonsekuensi dengan penam¬bah¬an modal
dan teknologi agronomik penggunaan benih dan bibit terpilih, pengaturan tanaman dan
pemupukan yang tepat. Perbaikan teknik budidaya tumbuhan obat ialah cara memperbaiki
kualitas simplisia dan meningkatkan kuantitas simplisia dalam jumlah cukup dan seragam
untuk memenuhi bahan baku obat. Langkah awal yang dilakukan ialah mengevaluasi kondisi
habitat tumbuhan sebagai dasar pengembangan tumbuhan lebih lanjut (Luasunaung et al.,
2003; Naiola et al., 2006).
Prospek Pengembangan Budidaya Tumbuhan Obat, dan Pemanfaatannya
Prospek pengembangan tumbuhan obat cukup cerah dilihat dari aspek potensi flora,
iklim, tanah maupun aspek industri obat dan komestika tradisional. Secara empiris, beberapa
1
tumbuhan obat selain mempunyai keunggulan kimiawi (sebagai bahan obat) juga mempunyai
keunggulan fisik (sebagai tanaman hias), dan biologis (sebagai tanaman yang
dibudidayakan). Pemanfaatan obat tradisio¬nal meningkat karena pergeseran pola penyakit
dari infeksi ke penyakit degeneratif serta gangguan metabolisme. Penyakit dege¬ne¬ratif
memerlukan pengobatan jangka panjang yang menyebabkan efek samping serius bagi
kesehatan. (Depkes, 2005).
Indonesia sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Sebanyak 40 ribu jenis flora
yang tumbuh didunia, 30 ribu tumbuh di Indonesia. Sekitar 26% telah dibudidayakan dan
sisanya sekitar 74% masih tumbuh liar di hutan-hutan. Indonesia memiliki sekitar 17%
jumlah species yang ada di dunia. Hutan tropis yang sangat luas beserta keaneragaman hayati
yang ada di dalamnya merupakan sumber daya alam yang tak ternilai harganya. Indonesia
dikenal sebagai gudang tumbuhan obat (herbal) sehingga mendapat julukan live laboratory
(Litbang Depkes, 2009).
Pemakaian tanaman obat dalam dekade terakhir ini cenderung meningkat sejalan
dengan berkembangnya industri jamu atau obat tradisional, farmasi, kosmetik, makanan dan
minuman. Tanaman obat yang dipergunakan biasanya dalam bentuk simplisia (bahan yang
telah dikeringkan dan belum mengalami pengolahan apapun). Simplisia tersebut berasal dari
akar, daun, bunga, biji, buah, terna dan kulit batang. Pemanfaatan tanaman obat Indonesia
akan terus meningkat mengingat kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi
kebudayaan mengkonsumsi jamu. Eksploitasi tumbuhan obat yang berlebihan tanpa
memperhatikan upaya konservasi, tentu sangat mengkuatirkan. Peran para ahli budidaya
(agronomis) dan para ahli bioteknologi khususnya teknologi kultur jaringan sangat penting
untuk menghindari kelangkaan bahan baku obat herbal, yang masih banyak diambil dari
tanaman aslinya secara konvensional (Radji, 2005).
Beberapa bahan baku obat tradisional telah menjadi komoditas ekspor yang andal
untuk menambah devisa negara. Berdasarkan data ekspor, Hongkong merupakan pasar
utama tumbuhan obat Indonesia karena mempunyai nilai ekspor yang paling besar, walaupun
nilai setiap tahunnya berfluktuasi. Rata-rata ekspor tanaman obat Indonesia ke Hongkong
setiap tahunnya sebesar 730 ton dengan nilai sebesar US$ 526,6 ribu. Ekspor terbesar kedua
adalah ke Singapura dengan rata-rata ekspor setiap tahunnya mencapai 582 ton dengan nilai
sebesar US$ 647 ribu. Jerman merupakan tujuan ekspor terbesar ketiga dengan tingkat ekspor
rata-rata setiap tahunnya mencapai sebesar 155 ton dengan nilai sebesar US$ 112,4 ribu.
2
Selain itu tujuan ekspor tanaman obat Indonesia ialah Taiwan, Jepang, Korea Selatan &
Malaysia. Sebanyak 2000 tumbuhan obat dan tanaman aromatik digunakan di Eropa untuk
kebutuhan komersial. Beberapa species botani secara konsisten diperlukan oleh banyak
industri di USA dan Eropa, diantaranya gingseng, valerian dan bawang putih (Maximillian,
2008).
Untuk menunjang kelestarian lingkungan hidup dan menjamin suplai bahan baku bagi
kebutuhan industri obat maka perlu dikembangkan sistem budidaya tumbuhan obat yang
sesuai dengan agroekosistem. Dalam budidaya tersebut perlu diperhatikan kualitas produk
bahan baku yang dihasilkan dan kualitas varietas tanaman. Pemanfaatan tanaman obat harus
seiring dengan upaya pertanian yang menjaga ketersedian, kelestarian dan keaslian jenisnya
(speciesnya) (Sukardiman et al.,2009).
Terkait kesesuaian lingkungan, iklim dan tanah, untuk budidaya tumbuhan obat, ada
beberapa tahapan yang harus dilakukan. Setiap tahap mempunyai ciri tersendiri dan
memerlukan perlakuan khusus. Lingkungan tumbuh merupakan faktor yang cukup penting
karena berkaitan dengan peningkatan produksi dan dapat dipertahankan sifat genetik dari
tanaman. Masalah pengolahan lepas panen juga ikut berperan dalam mendapatkan bahan atau
simplisia yang bermutu tinggi.
Penggunaan produk herbal untuk jamu perawatan kesehatan maupun kecantikan telah
diakui oleh masyarakat sejak beberapa abad yang lalu. Konsep jamu ini sebenarnya diambil
dari hubungan harmoni antara manusia dan lingkungan alam sekitarnya sehingga
menghasilkan konsep-konsep yang unik dalam kaitannya dengan pemeliharaan kesehatan dan
kecantikan selaras dengan siklus hidup perkembangan manusia. Prospek pengembangan
tanaman obat sangat cerah, karena ada beberapa faktor pendukung, ialah (1) tersedianya
sumber kekayaan alam Indonesia dengan keanekaragaman hayati terbesar ketiga di dunia, (2)
sejarah pengobatan tradisional yang telah dikenal lama oleh nenek moyang dan diamalkan
secara turun menurun sehingga menjadi warisan budaya bangsa, (3) isu global ”back to
nature” berakibat meningkatkan pasar produk herbal termasuk Indonesia, (4) krisis moneter
menyebabkan pengobatan tradisional menjadi pilihan utama bagi sebagian besar masyarakat
dan (5) kebijakan pemerintah berupa peraturan perundangan menunjukkan perhatian yang
serius bagi pengembangan tumbuhan obat (Kintoko, 2006).
Banyak kalangan mulai melirik untuk mengembangkan tanaman obat, baik untuk
kebutuhan sendiri maupun untuk bisnis. Apalagi sejak masyarakat mulai sadar tentang
3
manfaat tanaman obat untuk menjaga dan memelihara kesehatan dan dengan makin
menjamurnya industri-industri obat tradisional di dalam maupun luar negeri. Hal ini juga
ditunjang dengan meningkatnya pandangan tentang segi positif mengkonsumsi bahan-bahan
alam (natural) dibandingkan bahan kimia atau sintesis. Dengan latar belakang tersebut maka
beberapa pendapat mengatakan bahwa tanaman obat Indonesia patut dan layak
dikembangkan.
Kelemahan Pengembangan Tumbuhan Obat
Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, ditemukan berbagai simpul lemah
dalam rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan pengembangan tumbuhan obat.
Simpul-simpul lemah tersebut perlu diangkat sebagai isu strategis untuk mendapat¬kan
penanganan secara tepat, profesional dan terpadu. Berbagai simpul lemah tersebut yaitu:
1. Sumber bahan obat alam sebagian besar (diperkirakan lebih dari 90%) masih merupakan
pengumpulan dari tumbuhan liar, hutan dan pekarangan. Kegiatan budidaya tanaman obat
belum banyak diselenggarakan secara profesional.
2. Industri kecil obat tradisional dan juga banyak industri obat tradisional berskala besar
memperoleh bahan baku langsung dari pengumpul dan atau pedagang (penyalur) simplisia.
3. Mutu simplisia pada umumnya kurang memenuhi persyaratan yang diperlukan, akibat
ketidakmampuan petani dan pengumpul dalam mengolah dan mengelola simplisia secara
baik.
4. Hampir semua obat tradisional, baik industri kecil maupun industri besar, belum
melakukan bimbingan/pelatihan teknis kepada pengumpul dan petani. Industri mengaku
menerima dan menyeleksi kembali hasil yang diperoleh dari pengumpul dengan biaya yang
cukup besar. Walaupun demikian sudah ada beberapa industri obat tradisional yang
membangun kemitraan dengan petani di sekitar lokasi pabriknya.
5. Industri obat tradisional masih sangat kurang memperhatikan dan memanfaatkan hasil-
hasil penelitian ilmiah dalam pengembangan produk dan pasar. Dalam pengembangan pasar
industri obat tradisional masih lebih menekankan pada kegiatan promosi, dibanding
dukungan ilmiah mengenai kebenaran khasiat, keamanan dan kualitasnya. Dalam era
globalisasi dengan pasar bebasnya, upaya standarisasi yang berlaku secara nasional/
4
internasional menjadi hal yang sangat penting. Oleh karena itu penyusunan standar bahan
baku dan sediaan jadi perlu terus ditingkatkan.
Peluang Pengembangan Tumbuhan Obat
Beberapa peluang yang bisa mewujudkan keberhasilan agribisnis tanaman obat di Indonesia
antara lain sebagai berikut.
1. Sejak terjadi masa krisis, posisi obat tradisional yang berbahan baku nabati mulai bisa
sejajar dengan obat-obatan modern di pasaran karena harganya relatif murah.
2. Tren kembali ke alam di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika makin
mempopulerkan pengobatan dan perawatan kesehatan secara natural sehingga meningkatkan
permintaan dunia terhadap bahan baku nabati.
3. Untuk mengantisipasi tingginya permintaan bahan baku nabati oleh negara-negara
penghasil produk herbal seperti Cina dan India maka Indonesia adalah daerah yang cocok
untuk pengem¬bangan budidaya tanaman obat. Seperti yang terjadi di negara Eropa dan
Amerika yang mengembangkan bahan baku nabati di daerah Amerika Selatan dan Afrika
Barat yang bersuhu tropis.
4. Beberapa jenis tanaman tropis yang berkhasiat obat dan banyak digunakan untuk
perawatan natural hanya bisa tumbuh di daerah tropis Indonesia.
Tantangan Pengembangan Tumbuhan Obat
Beberapa tantangan yang mendorong untuk segera dilakukan pengembangan budidaya
tumbuhan obat dan kosmetika di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Tumbuhan obat sudah mulai sulit ditemukan di habitatnya, bahkan beberapa spesies sudah
mulai langka karena kurangnya kesadaran masyarakat yang tidak menghiraukan segi
pelestarian, tetapi hanya memanfaatkan saja.
2. Berdasarkan beberapa penelitian, produksi simplisia dari tanaman obat hasil budidaya
masih lebih rendah dari tanaman liar, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
3. Beberapa spesies tumbuhan obat masih cukup sulit dibudi¬dayakan secara konvensional.
5
4. Budidaya tumbuhan obat dan komestika sebaliknya dilakukan dengan sistem organik
(organic farming) tanpa menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya seperti pupuk kimia
buatan, herbisida, insektisida, dan fungisida.
5. Budidaya tanaman tanpa menerapkan bioteknologi yang di¬kuatir¬kan dapat merusak gen-
gen bermanfaat dari tanaman dalam jangka waktu yang lama.
6. Pasar tumbuhan bahan obat masih terbatas dan eksklusif, walaupun akhir-akhir ini
permintaannya cukup tinggi baik lokal maupun ekspor.
Program Pengembangan Tumbuhan Obat
Secara umum kebijakan pengembangan tumbuhan obat di Indonesia ditujukan untuk
pemanfaatan sumber daya alam tum¬buhan obat lainnya secara optimal bagi pembangunan
kesehatan sekaligus pembangunan industri obat tradisional dengan tetap menjaga kelestarian
sumber daya alam tersebut.
Strategi pengembangan tumbuhan obat dilakukan dengan pendekatan asas manfaat, asas
legalitas secara komprehensif terpadu dari hulu ke hilir dengan melibatkan semua pihak
terkait yang mencakup unsur pemerintah, industri, petani, pendidik, peneliti dan praktisi
kesehatan.
Semua kegiatan pengembangan tumbuhan obat berbasis pada lima pilar program
pengembangan tumbuhan obat yaitu:
1. Pemeliharaan mutu, keamanan dan kebenaran khasiat
2. Keseimbangan antara suplai dan permintaan (demand)
3. Pengembangan dan kesinambungan antara industri hulu, industri antara, dan industri hilir.
4. Pengembangan dan penataan pasar, termasuk penggunaan pada pelayanan kesehatan5. Penelitian dan pendidikan
Tumbuhan Obat Unggulan
Berdasarkan Badan POM Depkes RI ada 9 tanaman obat unggulan Indonesia.
Pengembangan produk obat bahan alam ke arah fitofarmaka dengan melakukan serangkaian
penelitian terhadap 9 tumbuhan obat unggulan Indonesia mulai dari budidaya sampai uji
klinik (Aspan, 2004).
6
Obat bahan alam yang telah dibuktikan khasiat dan keamanannya berdasarkan uji
klinik adalah sejajar dengan obat modern. Oleh karena itu tidak ada alasan penolakan
penggunaan fitofarmaka pada pelayanan kesehatan formal asalkan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
Kesembilan tumbuhan obat unggulan tersebut ialah :
1. Salam (Eugenia polyantha), bagian daunnya berkhasiat: anti¬hipertensi, imunomodulator,
dan diabetes.
2. Sambiloto (Andrographis paniculata), bagian tanaman di atas tanah berkhasiat; diabetes,
antiinflamasi, antihipertensi, dan antimikroba.
3. Kunyit (Curcuma domestica), bagian rimpang berkhasiat; menurunkan hepatoprotector,
antiinflamasi, dan dyspepsia (gangguan pencernaan).
4. Temulawak (Curcuma xanthorriza) bagian rimpang berkhasiat; hepatoprotector,
antiinflamasi, dyspepsia (gangguan pencernaan).
5. Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) bagian daun berkhasiat; menurunkan kolesterol, dan
diabetes.
6. Cabe Jawa (Piper retrofractum) bagian buah berkhasiat; androgenik, dan anabolik.
7. Mengkudu/Pace (Morinda citrifolia) bagian buah masak berkhasiat; antihipertensi,
imunomodulator, diabetes.
8. Jambu biji (Psidium guajava) bagian daun untuk mengobati demam berdarah.
9. Jahe merah (Zingiber officinale) bagian rimpang berkhasiat; antiinflamasi, analgesik,
rheumatik.
Pengembangan pemanfaatan obat bahan alam dalam pelayanan kesehatan masyarakat
membuka kesempatan kepada produsen untuk mengembangkan produknya ke arah
fitofarmaka. Untuk melindungi masyarakat dari produk yang tidak memenuhi persyaratan
mutu, keamanan dan manfaat ada instansi yaitu Badan POM yang melakukan pengawasan
terhadap produk sebelum dan sesudah beredar. Sebelum beredar, produk didaftarkan di
Badan POM untuk dievaluasi terhadap aspek mutu, keamanan dan manfaat, dan apabila telah
memenuhi persyaratan maka diberikan persetujuan sehingga produk tersebut dapat beredar.
Terhadap produk yang telah beredar dilakukan kegatan survei dan atau monitoring dengan
7
mengamati parameter efek samping, kegiatan yang merugikan serta periklanan dan promosi.
Peran Badan POM dalam mendukung industri obat bahan alam diharapkan dapat
meningkatkan gairah perkembangan bisnis obat bahan alam mengingat masa depannya yang
cerah dan potensinya yang cukup besar (Aspan, 2004).
8
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.2009. Pengembangan Tanaman Obat di Indonesia. http://pustaka.litbang.deptan.go.id. Dikases pada tanggal 25 Februari 2013.
Anonymous.2009. Strategi Pengembangan Budidaya Tanaman Obat Dalam Menunjang Pertanian Berkelanjutan. http://pustaka.uns.ac.id. Diakses pada tanggal 25 Februari 2013
Anonymous.2011. Tantangan pengembangan Tanaman Agribisnis Tanaman Obat Rimpang. http://ilmupangan.fp.uns.ac.id. Diakses pada tanggal 25 Februari 2013.
Anonymous.2012. Tantangan Pengembangan Tanaman Obat Indonesia. http://agussukmadjaja.blogspot.com. Diakses pada tanggal 25 Februari 2013.
9