Download - Perilaku Kelompok Dalam Organisasi
PERILAKU KEORGANISASIAN
PERILAKU KELOMPOK DALAM ORGANISASI
PENGERTIAN DAN JENIS KELOMPOK
1) Pengertian Kelompok
a. Menurut Robbins dan Coulter (2004)
Kelompok adalah gabungan/kumpulan dua atau lebih individu yang berinteraksi
dan saling bergantung untuk mencapai sasaran – sasaran tertentu.
b. Menurut Gibons dan kawan-kawan (1996)
Kelompok adalah kumpulan individu dimana perilaku dan atau kinerja anggota
dipengaruhi oleh perilaku dan / atau prestasi anggota lainnya.
c. Menurut Shaw (dalam Nimran, 1991)
Kelompok adalah kumpulan dua atau lebih orang yang berinteraksi satu sama lain
sedemikian rupa sehingga perilaku dan atau kinerja seseorang dipengaruhi oleh
perilaku / kinerja anggota lain.
2) Jenis – Jenis Kelompok
Duncan yang dikutip oleh Adam I. Indrawijaya membedakan jenis – jenis kelompok
apakah kelompok itu bersifat formal atau informal sebagai berikut :
a. Kelompok formal, kelompok yang terbetuk dan berlangsung berdasarkan
ketentuan resmi seperti struktur organisasi dan penugasan organisasi.
Maka dari sini ada :
Kelompok komando : Manajer dengan bawahannya
Kelompok tugas, mereka yang bekerjasama untuk menyelesaikan tugas
pekerjaan
Kelompok informal, kelompok yang tidak terstruktur dan ditetapkan secara
organisasi yang muncul sebagai respon terhadap kebutuhan akan kontak
sosial.
Maka akan ada :
Kelompok minat/kepentingan, mereka bekerjasama untuk mencapai suatu
sasaran khusus yang menjadi kepedulian dari tiap orang di antara mereka.
Kelompok persahabatan, bergabung karena satu karakteristik/lebih.
b. Kelompok berdasarkan keanggotaan dan berdasarkan kesukaan
Kelompok berdasarkan keanggotaan, merupakan kelompok yang lahir atas
dasar ketentuan formal atau karena seseorang telah memenuhi ketentuan
formal.
Kelompok berdasarkan kesukaan, adalah kelompok dimana perasaan para
anggotanya begitu terikat pada ketentuan dan kepentingan kelompok.
c. Kelompok berdasarkan jumlah/besarnya anggota
Kelompok dua orang (diad)
Kelompok tiga orang (triad)
Kelompok yang terdiri atas lebih dari tiga orang
TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN KELOMPOK
1) Menurut B.W. Tuckman dan M.A.C. Jensen dalam Robbins
dan Coulter (2004) dengan model 5 tahap.
a. Pembentukan (forming) adalah fase awal yang dicirikan dengan
ketidakpastian tujuan, struktur dan kepemimpinan kelompok.
b. Badai (storming) adalah tahapan kedua yang dicirikan oleh banyaknya konflik
dalam kelompok.
c. Penormaan (norming) adalah tahapan ketiga yang dicirikan adanya hubungan
yang akrab dan suasana keterpaduan dalam kelompok.
d. Pelaksanaan (reforming) adalah tahapan keempat, dimana kelompok telah
berfungsi dan diterima anggota.
e. Pembubaran (adjourning) adalah tahapan terakhir untuk kelompok yang
sifatnya sementara, yang dicirikan oleh adanya kepedulian untuk menuntaskan
kegiatan-kegiatan penutupan bukannya melaksanakan tugas atau pekerjaan.
2) Menurut Gibson dan kawan-kawan (1996), dengan model
empat tahapan, sebagai berikut.
a. Penerimaan bersama, adalah fase dimana anggota menolak untuk
berkomunikasi satu dengan yang lain. Tak mau mengekspresikan ide, sikap dan
keyakinan mereka.
b. Komunikasi dan pengambilan keputusan, adalah fase di mana telah mulai ada
komunikasi yang terbuka, diskusi, interaksi untuk menyelesaikan tugas.
c. Motivasi dan produktivitas, pada fase ini ada upaya menyelesaikan tujuan
kelompok.
d. Pengendalian dan organisasi, sudah tercipta afiliasi, regulasi dan norma
kelompok. Lebih mengedepankan tujuan kelompok dibanding individu.
3) Menurut Indriyo Gitosudarmo dan Nyoman Sudita (1997),
dengan model empat tahap, yaitu sebagai berikut.
a. Tahap orientasi, suatu tahapan di mana anggota mencoba untuk memahami
tujuan kelompok dan peranan masing-masing anggota.
b. Tahap konfrontasi, yang ditandai adanya konflik karena perebutan kekuasaan
dan pengaruh. Jika konflik dapat diatasi maka perjalanan kelompok menuju
kematangan semakin mendekati kenyataan.
c. Tahap deferensiasi suatu tahapan di mana perbedaan masing-masing individu
diakui, tugas pekerjaan berbasis keahlian dan kemampuan masing-masing
individu. Pada fase ini anggota sudah mulai merasakan sukses yang dicapai
kelompoknya.
d. Tahap kolaborasi, adalah suatu fase dimana kelompok sudah mencapai
tingkat kematangan yang tinggi. Komitmen dan kekompakan begitu tinggi.
Keputusan dan solusi masalah dilakukan melalui diskusi yang rasional.
PERILAKU DAN PRESTASI KELOMPOK
Faktor Eksternal Yang Menentukan Prestasi Kelompok
Menurut Indriyo Gitosudarmo dan Nyoman Dugita (1997) adalah sebagai berikut :
1. Strategi organisasi-visi, misi, tujuan organisasi akan mempengaruhi perilaku
kelompok yang ada
Faktor eksternal penentu kelompok
Sumber anggota kelompok
Prestasi kelompok
Proses kelompok
Tugas kelompok
Struktur kelompok
2. Struktur wewenang menyangkut penempatan suatu kelompok dalam hirarki organisasi
3. Peraturan formal, makin formal aturan, makin konsisten dan dapat teramalkan
perilaku anggota.
4. Sumber daya organisasi, besar kecilnya sumber daya seperti modal, peralatan, dan
bahan baku yang disiapkan kepada kelompok akan mempengaruhi perilaku dan
prestasi kelompok.
5. Proses seleksi SDM, proses seleksi yang berkualitas menjadi faktor penting untuk
memperoleh orang-orang yang berkualitas yang akan berkontribusi terhadap prestasi
kelompok.
6. Penilaian prestasi dan sistem imbalan, adanya sistem imbalan yang berbasis
prestasi/kinerja akan berpengaruh terhadap perilaku kelompok.
7. Budaya organisasi, setiap organisasi memiliki budaya organisasi tersendiri yang akan
menghantarkan anggota organisasi berperilaku di dalam kelompok maupun
organisasi.
8. Lingkungan fisik tempat kerja, kenyamanan lingkungan kerja akan berkontribusi
terhadap daya tahan dan semangat kerja anggota.
Sumber Daya Internal Anggota Kelompok
Selain faktor eksternal, perilaku dan prestasi kelompok juga ditentukan oleh faktor
internal anggota kelompok itu sendiri seperti :
1. Kemampuan (kemampuan fisik dan intelektual)
2. Karakteristik kepribadian seperti kemahiran bergaul dan kemandirian yang akan
mempengaruhi individu dan kelompok dalam berinteraksi.
Struktur Kelompok
Menurut Indriyo Gitosudarmo dan Nyoman Sudita (1997) struktur kelompok yang
meliputi kepemimpinan formal, peran, norma-norma, status kelompok, dan komposisi
kelompok dapat membentuk perilaku dari anggota dan memungkinkan dapat menjelaskan
sebagian besar dari perilaku seseorang dalam kelompok demikian juga prestasi dari
kelompok itu sendiri. Struktur kelompok tersebut adalah sebagia berikut :
1. Kepemimpinan formal. Setiap kelompok kerja pasti mempunyai pimpinan yang
sah/formal yang akan berperan penting dalam mempengaruhi perilaku anggota demi
keberhasilan kelompok.
2. Peran, seperangkat pola perilaku yang diharapkan, dan yang dikaitkan pada seseorang
yang menduduki suatu posisi tertentu dalam satu unit organisasi. Misalnya selain
menjadi kepala bagian juga bisa menjadi juru bicara.
3. Norma, adalah pedoman yang diterima dan diikuti oleh anggota sebuah kelompok.
4. Status kelompok, posisi atau peringkat didefinisikan secara sosial yang diberikan
kepada kelompok atau anggota kelompok oleh orang lain.
5. Ukuran kelompok. Kelompok besar sangat baik untuk memperoleh masukan yang
banyak. Kelompok kecil lebih baik dalam melakukan sesuatu yang produktif dengan
masukan tersebut.
6. Proses kelompok. Beberapa proses penting yang perlu dipahami diantaranya adalah
pola komunikasi, pengambilan keputusan, perilaku pemimpin, dinamika kekuasaan
dan konflik yang terjadi dalam kelompok.
Tugas Kelompok
Secara umum tugas kelompok dibagi menjadi dua yaitu tugas kompleks dan tugas
sederhana. Semakin kompleks suatu tugas akan membutuhkan lebih banyak anggota untuk
mendiskusikan alternatif metode kerja dan yang lainnya. Tugas sederhana biasanya yang
bersifat rutin dan standar yang tidak perlu banyak berdiskusi sehingga anggotanya relatif
sedikit.
KOHESIVITAS DALAM KELOMPOK
1. Definisi Kohesivitas Kelompok :
a. Menurut Collins dan Raven (1964) Kohesivitas kelompok adalah kekuatan yang
mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal di dalam kelompok dan
mencegahnya meninggalkan kelompok.
b. Kohesivitas atau kepaduan adalah kekuatan suatu kelompok yang bisa diwujudkan
dalam bentuk keramahan, kekompakan, antusias dalam mengemukakan saran atau
pendapat, mau berkorban dan bertanggung jawab atas apa yang dikerjakan
(Indriyo Gitusudarmo dan Nyoman Sudita, 1997).
c. Sedangkan menurut Robbins dan Coulter (2004) Keterpaduan kelompok adalah
tingkat sejauh mana anggota-anggota tertarik satu dengan yang lain dan berbagai
tujuan dalam kelompok tersebut.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kohesivitas Kelompok :
A. Faktor-faktor pendorong kohesivitas menurut Indriyo Gitusudarmo dan Nyoman
Sudita (1997) :
a) Kesamaan nilai dan tujuan
Kebersamaan nilai dan tujuan akan menimbulkan sebuah kebersamaan senasib
sepenanggungan sehingga para anggota kelompok akan bertanggung jawab satu
dengan yang lain serta melakukan perfoma dan perilaku yang tepat. Dalam hal ini
kepercayaan antar anggota akan terbentuk melalui pengungkapan ide, pikiran dan
perasaan.
b) Keberhasilan dalam mencapai tujuan
Keberhasilan pencapaian tujuan dapat terjadi karena setiap Individu mampu
menunda kepuasan dan melepaskan ikatan dalam rangka mencapai tujuan
bersama, mampu membina dan memperluas pola, serta individu terlibat secara
emosional untuk mengungkapkan pengalaman, pengetahuan dan kemampuannya.
c) Status kelompok
d) Penyelesaian perbedaan
Perbedaan yang ada ditangani dengan adaptasi satu sama lainnya dan pemecahan
masalah daripada dengan konflik. Ketidaksetujuan diselesaikan secara terbuka.
e) Kecocokan terhadap norma (adaptasi)
Kelenturan setiap anggota kelompok untuk menerima ide, pandangan, norma dan
kepercayaan anggota kelompok lain tanpa merasa integritasnya terganggu
f) Daya tarik pribadi
Minat dan ketertarikan individu yang berasal dari diri pribadi untuk tetap berada
dalam kelompok dan melakukan hal-hal yang sekiranya dapat membawa dampak
positif terhadap kelompoknya.
g) Persaingan antar kelompok
Persaingan antar kelompok dapat memotivasi anggota kelompok untuk
menjadikan kelompoknya menjadi kelompok terbaik diantara kelompok yang
lainnya
h) Pengakuan dan penghargaan
Pengakuan dan penghargaan cenderung membuat individu merasa dibutuhkan
karena kinerjanya di dalam kelompok dihargai dan dipandang penting.
B. Menurut penulis yang sama, Indriyo Gitusudarmo dan Nyoman Sudita, faktor-faktor
yang dapat menurunkan kepaduan, antara lain:
a) Ketidaksamaan tujuan
b) Besarnya anggota
c) Pengalaman tidak menyenangkan
d) Persaingan di dalam
e) Dominan
C. Menurut Mc Dougal faktor-faktor yang mempengaruhi kohesivitas kelompok, antara
lain:
a) Kelangsungan Keberadaan Kelompok (berlanjut dalam waktu lama) dalam arti
keanggotaan dan peran setiap anggota, adanya tradisi dan kebiasaan.
b) Adanya Organisasi dalam kelompok, yaitu deferensiasi dan spesialisasi fungsi
c) Kesadaran diri kelompok, dimana setiap anggota tahu siapa saja yang termasuk
kelompok, bagaimana caranya ia berfungsi dalam kelompok
d) Pengetahuan tentang kelompok dan keterikatan (attachment) dalam kelompok.
EFEK KOHESIVITAS PADA PRODUKTIVITAS KELOMPOK
Anggota kelompok yang tingkat kepaduannya tinggi biasanya akan meningkatkan
produktivitasnya, karena mereka menikmati kepuasan kerja, sehingga menurunkan tingkat
absensi, mampu mengurangi tingkat perpindahan karyawan.
Kelompok yang padu akan mempersepsikan dirinya sebagai bagian dari kelompok, dan
bahagia berada di dalamnya, dan bangga terhadap kelompoknya. Hasil studi membuktikan
hal tersebut.
Akibat pada tujuan kelompok terhadap produktivitas tergantung pada komitmen anggota
terhadap kelompok dan tujuan kelompok. Jika kohesivitas kelompok begitu kuat maka motif-
motif individu akan diganti oleh motif yang berorientasi pada kelompok. Hasrat anggota pun
makin besar untuk mensukseskan kelompoknya. Hasil survey pada 5871 pekerja pabrik di
2228 kelompok menghasilkan hipotesis sebagai berikut: “selama norma kelompok
mendorong produktivitas yang tinggi maka kohesivitas dan produktivitas secara positif
berhubungan (makin kohesif suatu kelompok, makin besar produktivitas), tetapi jika norma
kelompok mendorong produktivitas yang rendah maka hubungannya negatif”.
Kohesivitas kelompok menciptakan suasana kerja yang lebih sehat. Karena orang-orang
yang ada didalamnya lebih menaruh perhatian pada orang lain dengan berbagai cara yang
lebih positif serta seseorang akan lebih berpengalaman dalam mengurangi kegelisahan dan
ketegangan. Seseorang dalam kohesivitas kelompok akan lebih siap dalam menerima tujuan,
keputusan dan norma kelompok. Selanjutnya, penyesuaian terhadap tekanan akan lebih
banyak pada kohesivitas kelompok, sehingga penolakan individu pada tekanan tersebut akan
melemah.
CONTOH KASUS PERILAKU KELOMPOK DALAM ORGANISASI
Serikat Pekerja Freeport Bersikukuh Minta Transparansi Upah
Jakarta – TAMBANG. Pengurus Bidang Hubungan Industrial Pengurus Unit Kerja
Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PUK-SPSI) Freeport Indonesia Airan Koibur meminta
adanya transparansi upah dari manajemen PT Freeport Indonesia. Hal itu mengingat hingga
saat ini belum ada keterbukaan upah hingga pekerja tidak bisa mengetahui hak mereka yang
sebenarnya. “Jadi pada dasarnya kami minta manajemen (PT Freeport Indonesia-red) terbuka
pada kami (mengenai upah-red) sehingga ada kesimbangan. Kalau ada keterbukaan dari
manajemen maka kita pun bisa tahu di mana hak kita,” ucapnya seusai melakukan pertemuan
dengan Komisi IX DPR, di Jakarta, Selasa 11 Oktober 2011.
Atas upaya tersebut, Airan mengaku telah melakukan pertemuan dengan berbagai pihak
terkait. Namun sayangnya belum mendapat respons positif. “Kami sudah lakukan pertemuan
dengan Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi, bahkan ke
Pemerintah Pusat juga sudah kami sampaikan. Tapi kami sangat menyayangkan karena sudah
hari ke-26 mogok ini belum ada respons yang baik dari semua pihak yang sudah ditemui itu,”
ungkapnya.
Airan pun meminta semua pihak terkait khususnya pemerintah untuk lebih serius
selesaikan masalah ini. “Karena ini menyangkut perbedaan upah, masalah kesejahteraan
tenaga kerja,” ucapnya. Atas alasan itu, hari ini pihaknya melakukan pertemuan dengan
Komisi IX DPR untuk membicarakan hak karyawan tersebut. “Karena masalah ini ada
hubungannya dengan ketenagakerjaan maka hari ini kita datang ke komisi IX DPR. Kami
sampaikan bahwa kami pun menyayangkan karena dalam masa proses penyelesaian masalah
ini, tiba-tiba terjadi insiden. Ini sangat kami sesalkan,” paparnya.
Sementara itu, sebelumnya Juru Bicara PT Freeport Indonesia Ramdani Sirait
menyampaikan bahwa manajemen perusahaan dalam kurun waktu dua tahun ke depan akan
menaikan gaji karyawan sebesar 25 persen dari gaji pokok. Keputusan tersebut dibuat atas
saran Kemenakertrans. Atas keputusan manajemen tersebut, Ramdani pun sudah
menyampaikan ke serikat pekerja.
Menanggapi hal itu, Airan bersikukuh bahwa tidak hanya sekadar kenaikan upah, pekerja
juga tetap butuh transparansi upah dari manajemen. “Memang sudah disampaikan ke kami,
tetapi kami tetap mau ada transparansi dari manajemen. Karena seperti yang tadi kami
sampaikan ke komisi IX, sesuai Undang-undang tenaga kerja kan ada skala upah, di mana
ada perhitungan dalam menghitung upah, tapi dalam kenyataannya tidak ada penjelasan dari
manajemen Freeport,” ucap Airan.
PEMBAHASAN KASUS
Sesuai dengan kasus di atas serikat kerja Freeport Indonesia merupakan suatu kelompok
yang terdapat dalam suatu organisasi yakni PT Freeport Indonesia. Sesuai dengan teori
pengertian kelompok menurut Robbins dan Coulter (2004), Kelompok adalah
gabungan/kumpulan dua atau lebih individu yang berinteraksi dan saling bergantung untuk
mencapai sasaran – sasaran tertentu. Serikat Pekerja Freeport Indonesia ini pun terbentuk
karena adanya interaksi antar pekerja yang memiliki tujuan yang sama dimana ingin menjaga
dan memastikan bahwa hak-hak para pekerja dapat terpenuhi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Hal ini dapat dilihat dari keinginan serikat pekerja ini yang diwakili oleh Pengurus
Bidang Hubungan Industrial Pengurus Unit Kerja Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PUK-
SPSI) Freeport Indonesia Airan Koibur untuk meminta suatu transparansi mengenai upah
yang seharusnya didapatkan oleh para pekerja.
Pada dasarnya kelompok serikat pekerja Freeport Indonesia termasuk kelompok
minat/kepentingan, dimana mereka bekerjasama untuk mencapai suatu sasaran khusus yang
menjadi kepedulian dari tiap orang di antara mereka. Hal ini bisa dilihat serikat pekerja ini
berkerjasama untuk mencapai sasaran khusus untuk menjamin kesejahteraan para pekerja di
PT Freeport Indonesia. Kesejahteraan para pekerja ini menjadi kepedulian dari setiap pekerja.
Kelompok serikat pekerja inipun memiliki suatu tugas kelompok dimana kelompok ini
mengayomi seluruh pekerja di PT Freeport, kelompok ini pun memfasilitasi dan
memperjuangkan hak-hak pekerja kepada pihak manajemen PT Freeport, seperti yang
terdapat di kasus diatas, serikat pekerja Freeport Indonesia memperjuangkan hak-hak pekerja
hingga bertemu dengan Komisi IX DPR-RI yang membidangi ketenagakerjaan. Ini semata
dilakukan untuk mencapai prestasi kelompok yang kembali pada tujuan kelompok itu sendiri
yakni menjamin kesejahteraan pekerja, sehingga pekerja dapat bekerja dengan baik yang
nantinya akan berdampak pada produktivitas perusahaan.
Kepaduan atau kohesivitas menurut Indriyo Gitosudormo dan Nyoman Sudita (1997)
adalah kekuatan suatu kelompok yang bisa diwujudkan dalam bentuk keramahan,
kekompakan, antusias dalam mengemukakan saran atau pendapat, mau berkorban dan
bertanggung jawab atas apa yang dikerjakan. Begitu pula dengan serikat pekerja Freeport
Indonesia, sama dengan serikat pekerja lainnya, memiliki suatu kekompakan dan keramahan
antar anggotanya hal ini disebabkan karena setiap anggotanya memiliki suatu ikatan atau
persaamaan nasib. Ikatan solidaritas dan rasa persamaan nasib ini yang menjadi kekuatan
serikat kerja Freeport Indonesia dalam mengemukakan saran ataupun pendapat kepada
manajemen PT Freeport Indonesia. Beberapa faktor yang mendorong kepaduan kelompok
serikat pekerja ini adalah kesamaan nilai dan tujuan yang telah disebutkan diatas sama-sama
memiliki suatu tujuan untuk menjaga hak-hak pekerja, berusaha menyelesaikan perbedaan
persepsi antara pekerja dan manajemen, serta inginnya suatu pengakuan dan penghargaan
dari pihak manajemen PT Freeport Indonesia.
Sangat disayangkan terjadinya perselisihan kelompok serikat kerja dengan oraganisasi
PT Freeport Indonesia. Solusi yang dapat ditawarkan adalah agar kedua belah pihak mulai
membuka diri untuk melakukan perundingan yang menghasilkan suatu kesepakatan yang
menguntungkan bersama. Serikat pekerja Freeport Indonesia agar tidak selalu berpikiran
negatif terhadap kebijakan yang dilakukan oleh manajemen PT Freeport Indonesia, sehingga
dapat mencegah terjadinya konflik. Begitu pula dengan PT Freeport Indonesia agar lebih
terbuka terhadap kebijakan yang diterapkan kepada pekerja terutama masalah upah pekerja.
Pihak manajemen juga sebaiknya menjaga dan menjamin agar hak-hak pekerja terpenuhi
sebelum menuntut peningkatan produktivitas kerja dari para pekerja. Yang terakhir agar
pemerintah mendampingi hingga kasus ini selesai tanpa merugikan satu pihak pun.
Terbentuknya suatu serikat pekerja tidaklah selalu negatif. Sesuai dengan teori, anggota
kelompok yang tingkat kepaduannya tinggi biasanya akan meningkatkan produktivitas,
karena mereka menikmati kepuasan kerja sehingga menurunkan tingkat absensi.
DAFTAR PUSTAKA
Robbin, Stephen P., Judge, Timothy A, 2008, Perilaku Organisasi, Jakarta, Penerbit: Salemba
Empat
Ardana, Komang, Mujiati, Ni Wayan, Sriathi, Anak Agung Ayu, 2009 Perilaku
Keorganisasian, Yogjakarta, Penerbit: Graha Ilmu
http://psikelompokintannurdiana.wordpress.com/2010/11/
http://www.majalahtambang.com/detail_berita.php?category=18&newsnr=4677