PERAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERLINDUNGAN HUKUM
KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS
(Studi di Kota Malang)
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II
Pada Jurusan Magister Ilmu Hukum
Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta
Oleh:
UWEITA ODA
NIM. R100140005
MAGISTER ILMU HUKUM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
ii
iii
1
PERANAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERLINDUNGAN HUKUM
KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS
(Studi di Kota Malang)
ABSTRAK
Visum et Repertum sangat diperlukan untuk mengetahui dan mengungkap apa
yang sebenarnya terjadi dalam suatu kecelakaan lalu-lintas. Dalam mengungkap
kasus kecelakaan lalu-lintas, penyidik Kepolisian melakukan upaya-upaya demi
pengungkapan kebenaran materiil. Fokus penelitian mengenai: Pertama, peranan
dan keabsahan Visum et Repertum pada tahap penyidikan kecelakaan lalu lintas,
Kedua, agimanakah model Visum et Repertum dalam perlindungan hukum
Korban Kecelakaan Lalu Lintas. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan
yuridis sosiologis, Sumber data primer diperoleh dari lapangan dan sumber data
sekunder dari dokumentasi dan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hasil
penilitian, bahwa Visum et Repertum sebagai suatu keterangan tertulis yang berisi
hasil pemeriksaan seorang dokter ahli terhadap barang bukti yang ada dalam suatu
perkara kecelakaan lalu lintas, maka Visum et Repertum berperan penting untuk
memperkuat alat bukti. Kesimpulan, peranan Visum et Repertum antara lain
sebagai alat bukti yang sah, sebagai bukti penahanan tersangka dan sebagai bahan
pertimbangan hakim. Saran, perlunya pihak penyidik agar lebih memperhatikan
dan terkonsentrasi pada mekasnisme penyidikan khususnya pemeriksaan Visum et
Repertum agar terpenuhinya suatu kebenaran materiil untuk dijadikan alat bukti
yang keaabsahannya bisa dipertanggungjawabkan.
Kata Kunci : Visum et Repertum, Penyidikan, kecelakaan Lalulintas.
ABSTRACT
Visum et Repertum is necessary to know and reveal what really happened in a
traffic accident. In revealing the case of traffic accidents, of course the police as
investigators will make more careful efforts to find the material truth as complete
as possible in the case. This study takes the formulation of the problem How does
the role of Visum et Repertum at the stage of investigation in uncovering a
violation of traffic accidents? and How is the validity of the investigation process,
if the investigator does not conduct Visum et Repertum on the victims of traffic
accidents? This research uses sociological juridical approach method, Primary
data source obtained from field and secondary data source from documentation
and legislation. Based on the results of the research, that Visum et Repertum as a
written statement containing the results of an expert examination of the evidence
in a traffic accident case, Visum et Repertum plays an important role to
strengthen the evidence. In conclusion, the role of Visum et Repertum is, among
other things, valid evidence, as evidence of suspect detention and as a matter of
judge consideration. Suggestions, the need for the investigator to be more
concerned and concentrated on the investigation mechanism, especially the
examination of Visum et Repertum for the fulfillment of a material truth to be
used as evidence that the validity can be accounted for.
Keywords: Visum et Repertum , Investigation, Traffic Accident.
2
1. PENDAHULUAN
Pemeriksaan suatu perkara pidana dalam suatu proses peradilan pada
hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile
waarheid) terhadap perkara tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya
berbagai usaha yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam
memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu perkara
baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan seperti penyidikan dan penuntutan
maupun pada tahap persidangan perkara tersebut.
Berbagai usaha yang dilakukan oleh para penegak hukum untuk
mencari kebenaran materiil suatu perkara pidana dimaksudkan untuk
menghindari adanya suatu kekeliruan dalam penjatuhan pidana terhadap diri
seseorang, hal ini sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang No. 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 6 ayat 2,1 yang
menyatakan:
“Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan
karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat
keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab,
telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.”
Dengan adanya ketentuan perundang-undangan di atas, maka dalam
proses penyelesaian perkara pidana penegak hukum wajib mengusahakan
pengumpulan bukti maupun fakta mengenai perkara pidana yang ditangani
dengan selengkap mungkin. Adapun mengenai alat-alat bukti yang sah
sebagaimana dimaksud diatas dan yang telah ditentukan menurut ketentuan
perundang-undangan adalah sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.8
Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
pada Pasal 184 ayat 1.2
Di dalam usaha memperoleh bukti-bukti yang diperlukan guna
kepentingan pemeriksaan suatu perkara pidana, seringkali para penegak
1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP)
3
hukum dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal tertentu yang tidak dapat
diselesaikan sendiri dikarenakan masalah tersebut berada di luar kemampuan
atau keahliannya. Dalam hal demikian maka bantuan seorang ahli sangat
penting diperlukan dalam rangka mencari kebenaran materiil selengkap-
lengkapnya bagi para penegak hukum tersebut. Keberadaan setiap hukum
termasuk nilai-nilai moral adalah berbeda, bergantung kepada tempat dan
waktu berlakunya hukum. Hukum dipandang sebagai penjelmaan dari jiwa
atau rohani suatu bangsa (volksgeist).3 Hukum yang merupakan seperangkat
norma memiliki daya ikat dan daya laku terhadap setiap individu, kelompok
dan status warga Negara.4
Menurut ketentuan hukum acara pidana di Indonesia, mengenai
permintaan bantuan tenaga ahli diatur dan disebutkan didalam KUHAP.
Untuk permintaan bantuan tenaga ahli pada tahap penyidikan disebutkan pada
Pasal 120 ayat (1) KUHAP, menyatakan: Bahwa dalam hal penyidik
menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang ahli atau orang yang
memiliki keahlian khusus.
Sementara itu permintaan bantuan tenaga keterangan ahli pada tahap
pemeriksaan persidangan, disebutkan pada Pasal 180 ayat (1) KUHAP.
“Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalaan yang
timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta
keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh
yang berkepentingan.”
Mengenai keterangan ahli sebagaimana disebutkan dalam kedua Pasal
KUHAP di atas, diberikan pengertiannya pada Pasal 1 butir ke-28 KUHAP,
yang menyatakan:
“Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang
yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan.”
3 Absori, Kelik dan Saepul Rochman, 2015, Hukum Profetik, Kritik terhadap Paradigma
Hukum Non Sistemik, Yogyakarta: Genta Pulishing. Hlm 104
4 Absori, 2015, Pembangunan Hukum Islam Di Indonesia (Studi Politik Hukum Islam Di
Indonesia Dalam Kerangka Al-Masalih), Al-Risalah Forum Kajian Hukum dan Sosial
Kemasyarakatan Vol. 15, No. 2, Desember 2015, hlm 286
4
Bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam suatu proses pemeriksaan
perkara pidana, baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan dan pada tahap
pemeriksaan lanjutan di sidang pengadilan, mempunyai peran dalam
membantu aparat yang berwenang untuk membuat terang suatu perkara
pidana, mengumpulkan bukti-bukti yang memerlukan keahlian khusus,
memberikan petunjuk yang lebih kuat mengenai pelaku tindak pidana, serta
pada akhirnya dapat membantu hakim dalam menjatuhkan putusan dengan
tepat terhadap perkara yang diperiksanya.
Pada tahap pemeriksaan pendahuluan dimana dilakukan proses
penyidikan atas suatu peristiwa yang diduga sebagai suatu tindak pidana,
tahapan ini mempunyai peran yang cukup penting bahkan menentukan untuk
tahap pemeriksaan selanjutnya dari keseluruhan proses peradilan pidana.
Tindakan penyidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian atau pihak lain
yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk melakukan tindakan
penyidikan, bertujuan untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti tersebut dapat membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.
Berdasarkan hasil yang didapat dari tindakan penyidikan suatu kasus
pidana, hal ini selanjutnya akan diproses pada tahap penuntutan dan
persidangan di pengadilan. Terkait dengan bantuan keterangan ahli yang
diperlukan dalam proses pemeriksaan suatu perkara pidana, maka bantuan ini
pada tahap penyidikan juga mempunyai peran yang cukup penting untuk
membantu penyidik mencari dan mengumpulkan bukti-bukti dalam usahanya
menemukan kebenaran materiil suatu perkara pidana. Dalam kasus-kasus
tertentu, bahkan penyidik sangat bergantung terhadap keterangan ahli untuk
mengungkap lebih jauh suatu peristiwa pidana yang sedang ditanganinya.
Diperkuat oleh Absori, bahwa mempertimbangkan segala implikasi
disertakannya peran ilmu pengetahuan dengan kebutuhan hukum dalam
pembangunan nasional, maka pada diri kita terpikul beban moral yang utama,
untuk tetap memelihara martabat manusia Indonesia sebagai titik sentral yang
paling berkepentingan atas peningkatan kualitas hidupnya yang terukur dalam
5
konteks budaya bangsa dengan rasa keadilan sebagai eksistensi yang
merdeka.5
Kasus-kasus tindak pidana/pelanggaran seperti pembunuhan
penganiayaan, perkosaan dan kecelakaan lalu-lintas merupakan contoh kasus
dimana penyidik membutuhkan bantuan tenaga ahli seperti dokter ahli
forensic atau dokter ahli lainnya, untuk memberikan keterangan medis
tentang kondisi korban yang selanjutnya cukup berpengaruh bagi tindakan
penyidik dalam mengungkap lebih lanjut kasus tersebut.
Suatu kasus yang dapat menunjukkan bahwa pihak kepolisian selaku
aparat penyidik membutuhkan keterangan ahli dalam tindakan penyidikan
yang dilakukannya yang salah satunya adalah pada pengungkapan kasus
korban kecelakaan lalu-lintas. Kasus korban kecelakaan lalu-lintas yang
mengakibatkan luka-luka yang di antaranya adalah luka ringan, luka sedang
dan luka berat seseorang, dimana dilakukan suatu pelanggaran lalu-lintas
dalam bentuk kecelakaan lalu lintas membutuhkan bantuan keterangan ahli
dalam penyidikannya. Keterangan ahli yang dimaksud ini yaitu keterangan
dari dokter yang dapat membantu penyidik dalam memberikan bukti berupa
keterangan medis yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai
korban, terutama terkait dengan pembuktian adanya tanda-tanda lukaa pada
korban kecelakaan lalu lintas.
Melihat tingkat perkembangan kasus kecelakaan lalu-lintas yang sangat
tinggi yang terjadi di masyarakat saat ini, dapat dikatakan pelanggaran lalu
lintas telah berkembang dalam kuantitas maupun kualitas perbuatannya. Dari
kuantitas pelanggaran lalu-lintas, hal ini dapat dilihat dengan semakin banyak
media cetak maupun televisi yang memuat dan menayangkan kasus-kasus
berbagai kecelakaan lalu lintas.
Adapun fokus penelitian ini ditijukan rumusan masalah mengenai: (1)
Bagaimanakah peranan dan keabsahan Visum et Repertum pada tahap
5 Absori, 2017, Transplantasi Nilai Moral dalam Budaya untuk Menuju Hukum Berkeadilan
(Perspektif Hukum Sistematik Ke Non-Sistematik Charles Sampford) Prosiding Konferensi
Nasional Ke-6 Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah
(APPPTMA) Sulawesi Selatan, 8-9 September 2017. hlm 110
6
penyidikan kecelakaan lalu lintas, (2) Bagimanakah model Visum et
Repertum dalam perlindungan hukum Korban Kecelakaan Lalu Lintas?
2. METODE
Metode penelitian merupakan hal yang begitu kompleks dalam rangka
mencari dan memperoleh data/bahan hukum yang akurat yang mana pada
nantinya metode tersebut akan menentukan keakuratan dalam menganalisis
data yang diperoleh. Adapun metode yang digunakan penulis dalam
penelitian ini adalah bersifat yuridis sosiologis (Socio Legal Research), yaitu
pendekatan penelitian yang mengkaji masalah peranan Visum et Repertum
dalam perlindungan hukum khususnya pada korban kecelakaan lalu-lintas,
dari segi ilmu hukum dan peraturan perundang-undangan serta mengaitkan
dengan realitas yang ada di dalam implementasinya.6
Penelitian ini dilakukan di Kantor Unit Laka Lantas Polres Malang
yang beralamatkan di Jalan Dr. Cipto No. 6 Malang, penelitian di lokasi ini
didasarkan atas pertimbangan bahwa dalam suatu peristiwa kecelakaan lalu-
lintas, karena penulis mengamati pada tanggal 13 Agustus 2017 hingga 5
September 2017, penulis menemukan kondisi korban kecelakaan lalu-lintas
yang tidak mendapatkan suatu bantuan hukum dalam hal Visum et Repertum
si korban kecelakaan lalu-lintas untuk mendapatkan suatu kebenaran materiil
dalam melakukan proses penyidikan.
Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data primer
diperoleh secara langsung dari perundang-undangan dan penelitian di
lapangan serta penelitian hasil wawancara yang dilakukan penulis yaitu
dengan cara bertanya secara langsung kepada responden. Adapun data
sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi kepustakaan.
Penelitian yuridis-sosiologis ini, untuk memperoleh data di lapangan
maka penulis akan menggunakan teknik pengumpulan data yaitu melakukan
6 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 2004, Penelitian Hukum Normatif „Suatu Tinjauan
Singkat‟. Jakarta: Raja Grafindo Persada. hlm 14.
7
wawancara langsung kepada responden.7 Di samping menggunakan
wawancara serta tanya jawab, peneliti juga meggunakan metode studi
dokumen8 yaitu dengan melakukan pengumpulan data yang diperoleh dari
sejumlah dokumen.
Data yang diperoleh disusun secara sistematis untuk mendapatkan
gambaran umum yang jelas mengenai subjek penelitian. Di sini digunakan
metode deskriptif analisis, dengan cara memaparkan data yang diperoleh di
lapangan berupa apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis maupun
secara lisan dan pelaku-pelaku nyata, untuk selanjutnya ditafsirkan, disusun,
dijabarkan serta dianalisa untuk memperoleh jawaban maupun kesimpulan
atas masalah yang diajukan secara logis serta dapat memberikan suatu
pemecahan terhadap persoalan yang menyangkut objek penelitian.9
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Peranan dan Keabsahan Visum et Repertum Pada Tahap
Penyidikan Kecelakaan Lalu Lintas
Konsep hukum sangat dibutuhkan apabila kita mempelajari
hukum. Konsep hukum pada dasarnya adalah batasan tentang suatu
istilah tertentu. Tiap istilah ditetapkan arti dan batasan maknanya
setajam dan sejelas mungkin yang dirumuskan dalam suatu definisi dan
digunakan secara konsisten. Konsep yuridis (legal concept) yaitu
konsep konstruktif dan sistematis yang digunakan untuk memahami
suatu aturan hukum atau sistem aturan hukum. Menurut Absori,10
untuk
memahami hukum tidak cukup hanya menggunakan pendekatan
analisis mekanik-positivistik yang dilihat secara linier dan mekanik.
dengan perlengkapan peraturan dan logika, kebenaran tentang
7 Nasution, 2003, Metode Penelitian Nuralistik Kualitatif, Bandung: Tarsito. Hlm 98
8 Burhan Ashofa, 1998, Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta. Hlm 16
9 Sugiyono, 2002, Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Hlm 56
10 Absori, 2008, Perlindungan Hukum Hak-Hak Anak Dan Implementasinya Di Indonesia
Pada Era Otonomi Daerah, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta:
Surakarta. Hlm 40
8
kompleksitas hukum tidak dapat muncul. Hukum telah direduksi
menjadi institusi normatif yang sangat sederhana. Kebenaaran
koherensi yang ditampilkan dalam teori hukum ini, anthropologi,
sosiologi, ekonomi, psikologis, managerial dan lain-lain bukan
merupakan hukum. Batas antara oder dan disorde dilihat secara hitam
putih. Pada era global negara dituntut mengantisipasi dan
mempersipakan diri dalam segala bidang. Hukum harus tetap
bersendikan pada ideologi yang sarat dengan nilai nilai keTuhanan yang
bersifat transcendental.11
Lebih lanjut, satu-satunya sumber hukum
adalah Konstitusi.12
Untuk menghindarkan timbulnya salah pengertian, maka perlu
dikemukakan kerangka pemikiran mengenai peranan Visum et
Repertum dalam perlindungan hukum khususnya pada korban
kecelakaan lalu-lintas yang dipergunakan dalam penelitian ini. Visum et
Repertum ini sangat diperlukan untuk mengetahui dan mengungkap
apa yang sebenarnya terjadi dalam suatu kecelakaan lalu lintas. Dalam
mengungkap kasus kecelakaan lalu lintas yang demikian, tentunya
pihak kepolisian selaku penyidik akan melakukan upaya lain yang lebih
cermat agar ditemukan kebenaran materiil yang selengkap mungkin
dalam perkara tersebut.
Mengacu pada hasil penelitian mengenai peranan Visum et
Repertum dalam perlindungan hukum korban kecelakaan lalu lintas
diperoleh data bahwa dalam perlindungan hukum pada korban
kecelakaan lalu lintas pihak kepolisian selaku aparat penyidik
membutuhkan keterangan ahli dalam tindakan penyidikan yang
dilakukannya yang salah satunya adalah pada pengungkapan kasus
korban kecelakaan lalu-lintas. Kasus korban kecelakaan lalu-lintas yang
11
Absori, 2010, Hukum Ekonomi Indonesia, Beberapa Aspek Pengembangan pada Era
Liberalisasi Perdagangan, Surakarta: Muhammadiyah University Press. hlm 1.
12 Absori, et.al. 2017, Morality And Law: Critics upon H.L.A Hart‟s Moral Paradigm
Epistemology Basis based on Prophetic Paradigm. Jurnal Dinamika Hukum Vol. 17 No. 1,
January 2017. Hal 24.
9
mengakibatkan luka-luka yang diantaranya adalah luka ringan, luka
sedang dan luka berat seseorang, dimana dilakukan suatu pelanggaran
lalu-lintas dalam bentuk kecelakaan lalu-lintas membutuhkan bantuan
keterangan ahli dalam penyidikannya. Keterangan ahli yang dimaksud
ini yaitu keterangan dari dokter yang dapat membantu penyidik dalam
memberikan bukti berupa keterangan medis yang sah dan dapat
dipertanggungjawabkan mengenai korban, terutama terkait dengan
pembuktian adanya tanda-tanda luka pada korban kecelakaan lalu-
lintas.
Faktanya dari hasil penelitian, kasus kecelakaan lalu-lintas yang
ada di lapangan, bahwa tidak diadakan pemeriksaan Visum dan
biasanya prosesnya tetap berjalan sesuai dengan mekanisme yang ada.
Dan pada tahap awal pemeriksaan, dari pihak korban dan pelaku
melakukan kesepakatan dengan jalan berdamai tetapi harus dengan
adanya Surat Pernyataan dari kedua belah pihak, barang disaksikan dari
pihak RT dan RW si korban, dengan dibubuhinya sebuah materai. Di
sisi lain kasus kecelakaan lalu-lintas pada tahap penyidikan, perlu
dilakukan serangkaian tindakan oleh penyidik untuk mendapatkan
bukti-bukti yang terkait dengan pelanggaran kecelakaan lalu-lintas yang
terjadi, berupaya membuat terang terhadap pelanggaran kecelakaan
lalu-lintas tersebut, dan selanjutnya dapat menemukan pelaku dalam
kecelakaan lalu-lintas. Terkait dengan peranan dokter dalam membantu
penyidik memberikan keterangan medis mengenai keadaan korban
kecelakaan lalu-lintas, hal ini merupakan upaya untuk mendapatkan
bukti atau tanda pada diri korban yang dapat menunjukkan bahwa benar
telah terjadi suatu pelanggaran kecelakaan lalu-lintas yang merenggut
korban jiwa.
Mekanisme penyidikan laka lantas, 13
mulai dari pembuatan
laporan pengaduan telah terjadinya laka lantas oleh penyidikan laka
13
Hasil wawancara dengan Briptu Danar Bayu Baskara selaku pihak kepolisian yang dapat
memberikan keterangan, tertanggal 15 Januari 2017
10
lantas berdasar pada tempat kejadian perkara peristiwa laka lantas.
Penyidikan pada tempat perkara disertai olah peristiwa yag terjadi
dengan seksama. Tindakan-tindakan yang diambil oleh penyidik
kemudian dipadukan dengan keterangan saksi-saksi yang menunjang
penyidikan peristiwa tersebut. Pendalaman materi penyidikan bisa juga
merujukkan terhadap status pemeriksaan terhadap tersangka dan
korban. Berikut juga terhadap bukti dari VeR yang dikeluarkan oleh
rumah sakit. Kesemuanya disimpulkan pada tahap pemeriksaan tahap
akhir.
Keterangan dokter dituangkan secara tertulis dalam bentuk surat
hasil pemeriksaan medis yang disebut dengan Visum et Repetum.
Menurut pengertiannya, Visum et Repertum adalah laporan tertulis
yang dibuat oleh dokter berdasarkan pemeriksaan terhadap orang atau
yang diduga orang, berdasarkan permintaan tertulis dari pihak yang
berwenang, dan dibuat dengan mengingat sumpah jabatan dibuat
dengan mengingat sumpah jabatan dan KUHP (Kitab Undang-undang
Hukum Pidana).
Fungsi penyidikan sebagaimana tugas dan tujuan dari hukum
acara pidana ialah mencari dan menemukan kebenaran materiil yaitu
kebenaran menurut fakta yang sebenarnya. Abdul Mun’in Idris dan
Agung Legowo Tjiptomartono14
mengemukakan mengenai fungsi
penyidikan sebagai berikut:
“Fungsi Penyidikan adalah merupakan fungsi teknis reserse
kepolisian yang bertujuan membuat suatu perkara menjadi
jelas, yaitu dengan mencari dan menemukan kebenaran materiil
yang selengkap-lengkapnya mengenai suatu perbuatan pidana
yang terjadi.”
Sementara itu, R. Soesilo menyamakan fungsi penyidikan
dengan tugas penyidikan sebagai berikut : “Sejalan dengan tugas
hukum acara pidana maka tugas penyidikan perkara adalah mencari
14
Abdul Mun’in Idris dan Agung Legowo Tjiptomartono, 1982, Penerapan Ilmu Kedokteran
Kehakiman Dalam Proses Penyidikan, Jakarta: Karya Unipres. Hlm 4
11
kebenaran materiil yaitu kebenaran menurut fakta yang sebenar-
benarnya.”15
Dari pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa fungsi
penyidikan adalah suatu usaha dari penyidik untuk mencari dan
mengumpulkan fakta dan bukti sebanyak-banyaknya untuk mencapai
suatu kebenaran materiil yang diharapkan dan untuk meyakinkan
bahwa suatu tindak pidana tertentu telah dilakukan. Hukum tidak hanya
aturan tetapi hukum juga harus bersumber pada nilai nilai moral dan
keadilan.16
Mengacu pada hasil penelitian, bahwa dalam mekanisme
penyidikan tidak menemukan terjadinya laka-lantas tersebut dapat
diselesaikan dengan cara jalur damai atau biasa disebut dengan non-
litigasi atau ADR. Dengan kata lain, Absori menyatakan disinilah akan
memperoleh cara pandang terhadap penyelesaian kasus yang tadinya
sengketa dianggap habis-habisan (zero sum) berubah kearah bahwa
penyelesaian sengketa adalah sama-sama (win-win solution).17
Terkecuali kalau tersangkanya meninggal dunia, maka kasus tersebut
dapat dihentikan penyidikannya atau biasa disebut dengan Surat
Perintah Penghentian Penyidikan. Hal ini dapat dilihat pada korban
tidak diminta dari pihak penyidik ataupun dari pihak dokter untuk
dilakukannya proses pemeriksaan Visum dan dari pihak keluarga
beliaupun juga tidak ditawari oleh pihak penyidik harus melalui
pemeriksaan Visum.
Dalam hal ini Visum et Repertum ini sangat diperlukan untuk
mengetahui dan mengungkap apa yang sebenarnya terjadi dalam suatu
kecelakaan lalu-lintas. Dalam mengungkap kasus kecelakaan lalu-lintas
15
R. Soesilo, 1980, Taktik dan Teknik Penyidikan Perkara Kriminal, , Bogor: Politeia. Hlm 17
16 Absori, et.al., 2015, Relasi Hukum dan Moral : Sebuah Potret Antar Madzab dan Kontek
KeIndonesiaan, Proseding Konferensi Asosiasi Pascasarjana Perguruan Tinggi
Muhammadiyah ke-tiga, Purwokerto, 2015, Vol 1, hlm 77-85.
17 Absori, et.al, 2008, Model penyelesaian sengketa lingkungan melalui lembaga alternatif
lain. Mimbar Hukum Vol 2 Nomor 2 Juni 2008. Hal 377
12
yang demikian, tentunya pihak kepolisian selaku penyidik akan
melakukan upaya-upaya lain yang lebih cermat agar dapat ditemukan
kebenaran materiil yang selengkap mungkin dalam perkara tersebut.
Karena esensi Visum et Repertum adalah laporan tertulis mengenai apa
yang dilihat dan ditemukan pada orang yang sudah meninggal atau
orang hidup (untuk mengetahui sebab kematian dan/atau sebab luka)
yang dilakukan atas permintaan polisi demi kepentingan peradilan dan
membuat pendapat dari sudut pandang kedokteran forensik. Faktanya
pihak penyidik telah mengabaikan proses mekanisme penyidikan pada
kecelakaan lalu lintas yang dialami oleh korban kecelakaan lalu-lintas,
yaitu pada proses pemeriksaan Visum. Seharusnya pihak penyidik dapat
terkonsentrasi pada pemeriksaan Visum tersebut, dikarenakan Visum
merupakan suatu hal yang terpenting dalam pembuktian karena
menggantikan sepenuhnya Corpus Delicti (tanda bukti).
Suatu perkara kecelakaan lalu lintas yang dialami Deny18
yang
menyangkut dengan adanya suatu luka-luka dibagian kaki kiri patah
tulang terbuka dan bagian tubuh lainnya yang megalami luka trauma
akibat benturan benda tumpul, maka oleh karenanya Corpus Delicti
yang demikian tidak mungkin disediakan atau diajukan pada sidang
pengadilan dan secara mutlak harus diganti oleh Visum et Repertum
untuk memenuhi hak-hak korban, seperti yang tercantum dalam The
Universal Declaration of Human Rights (10 Desember 1948) dan The
International Covenant on Civil and Politcal Rights (16 Desember
1966) mengakui bahwa semua orang adalah sama terhadap undang-
undang dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa
perlakuan atau sikap diskriminasi apapun.
Dengan demikian dapat simpulkan bahwa permasalahan tentang
keabsahan pemeriksaan Visum pada tahap penyidikan apabila
pemeriksaan tersebut tidak dilakukan oleh penyidik di Unit Laka Lantas
18
Hasil wawancara dengan saudara Deny Nurdiansyah selaku saksi korban kecelakaan lalu
lintas tertanggal 5 sampai 7 Maret 2017
13
Kepolisian Resort Kota Malang untuk mendapatkan kebenaran materiil
dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang dilakukan oleh pihak penyidik
untuk melengkapi suatu alat bukti telah tidak sah.
Selain mengabaikan tugas seorang penyidik yaitu mencari serta
mengumpulkan bukti atas suatu peristiwa yang telah ternyata sebagai
tindak pidana, untuk membuat terang tindak pidana tersebut dan guna
menemukan pelakunya, juga dikarenakan tidak terpenuhinya unsur
pada KUHAP Pasal 184 ayat (1) jo Pasal 187 huruf c untuk
mendapatkan dan memenuhi kebenaran materiil dan penyidik juga tidak
mentaati tentang SOP/XI/2011 tentang Penanganan dan Proses
Penyidikan Laka Lantas huruf D point 2-i tentang pengakhiran
penanganan TKP Laka Lantas dalam hal Visum et Repertum .
Maka bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam suatu proses
pemeriksaan perkara pidana, baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan
dan pada tahap pemeriksaan lanjutan di sidang pengadilan, mempunyai
peran dalam membantu aparat yang berwenang untuk membuat terang
suatu perkara pidana, mengumpulkan bukti-bukti yang memerlukan
keahlian khusus, memberikan petunjuk yang lebih kuat mengenai
pelaku tindak pidana, serta pada akhirnya dapat membantu hakim
dalam menjatuhkan putusan dengan tepat terhadap perkara yang
diperiksanya.
3.2. Model Visum et Repertum Dalam Perlindungan Hukum Korban
Kecelakaan Lalu Lintas
KUHAP tidak mengatur prosedur rinci apakah korban harus
diantar oleh petugas kepolisian atau tidak. Padahal petugas pengantar
tersebut sebenarnya dimaksudkan untuk memastikan kesesuaian antara
identitas orang yang akan diperiksa dengan identitas korban yang
dimintakan visum et repertumnya seperti yang tertulis di dalam surat
permintaan visum et repertum. Situasi tersebut membawa dokter turut
bertanggung jawab atas pemastian kesesuaian antara identitas yang
tertera di dalam surat permintaan Visum et Repertum dengan identitas
14
korban yng diperiksa.Dalam praktek sehari-hari, korban perlukaan akan
langsung ke dokter baru kemudian dilaporkan ke penyidik. Hal ini
membawa kemungkinan bahwa surat permintaan Visum et Repertum
korban luka akan datang terlambat dibandingkan dengan pemeriksaan
korbannya. Sepanjang keterlambatan ini masih cukup beralasan dan
dapat diterima maka keterlambatan ini tidak boleh dianggap sebagai
hambatan pembuatan Visum et Repertum. Sebagai contoh, adanya
kesulitan komunikasi dan sarana perhubungan, overmacht (berat lawan)
dan noodtoestand (darurat).
Hal penting yang harus diingat adalah bahwa surat permintaan
Visum et Repertum harus mengacu kepada perlukaan akibat tindak
pidana tertentu yang terjadi pada waktu dan tempat tertentu. Surat
permintaan Visum et Repertum pada korban hidup bukanlah surat yang
meminta pemeriksaan, melainkan surat yang meminta keterangan ahli
tentang hasil pemeriksaan medis. Adanya keharusan membuat Visum et
Repertum pada korban hidup tidak berarti bahwa korban tersebut,
dalam hal ini adalah pasien, untuk tidak dapat menolak sesuatu
pemeriksaan. Korban hidup adalah juga pasien sehingga mempunyai
hak sebagai pasien. Apabila pemeriksaan ini sebenarnya perlu menurut
dokter pemeriksa sedangkan pasien menolaknya, maka hendaknya
dokter meminta pernyataan tertulis singkat penolakan tersebut dari
pasien disertai alasannya atau bila hal itu tidak mungkin dilakukan, agar
mencatatnya di dalam catatan medis.
3.2.1. Penerimaan korban yang dikirim oleh Penyidik.
Yang berperan dalam kegiatan ini adalah dokter, mulai
dokter umum sampai dokter spesialis yang pengaturannya
mengacu pada Standar Prosedur Operasional (SPO). Yang
diutamakan pada kegiatan ini adalah penanganan kesehatannya
dulu, bila kondisi telah memungkinkan barulah ditangani aspek
medikolegalnya. Tidak tertutup kemungkinan bahwa terhadap
15
korban dalam penanganan medis melibatkan berbagai disiplin
spesialis.
3.2.2. Penerimaan surat permintaan keterangan ahli
Adanya surat permintaan keterangan ahli/Visum et
Repertum merupakan hal yang penting untuk dibuatnya Visum et
Repertum tersebut. Dokter sebagai penanggung jawab
pemeriksaan medikolegal harus meneliti adanya surat
permintaan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini
merupakan aspek yuridis yang sering menimbulkan masalah,
yaitu pada saat korban akan diperiksa surat permintaan dari
penyidik belum ada atau korban (hidup) datang sendiri dengan
membawa surat permintaan visum et repertum.
Pada saat menerima surat permintaan Visum et Repertum
perhatikan hal-hal sebagai berikut : asal permintaan, nomor
surat, tanggal surat, perihal pemeriksaan yang dimintakan, serta
stempel surat. Jika ragu apakah yang meminta penyidik atau
bukan maka penting perhatikan stempel nya. Jika stempelnya
tertulis “KEPALA” maka surat permintaan tersebut dapat
dikatakan sah meskipun ditandatangani oleh pnyidik yang belum
memiliki panfkat inspektur dua (IPDA).
Setelah selesai meneliti surat permintaan tersebut dan
kita meyakini surat tersebut sah secara hukum, maka isilah tanda
terima surat permintaan Visum et Repertum yang biasanya
terdapat pada kiri bawah. Isikan dengan benar tanggal, hari dan
jam kita menerima surat tersebut, kemudian tuliskan nama
penerima dengan jelas dan bubuhi dengan tanda tangan.
Pasien atau korban yang datang ke rumah sakit atau ke
fasilitas pelayanan kesehatan tanpa membawa Surat Permintaan
Visum (SPV) tidak boleh ditolak untuk dilakukan pemeriksaan.
Lakukan pemeriksaan sesuai dengan standar dan hasilnya dicatat
dalam rekam medis. Visum et Repertum baru dibuat apabila
16
surat permintaan visum telah disampaikan ke rumah sakit atau
fasilitas pelayanan kesehatan.
3.2.3. Pemeriksaan korban secara medis
Tahap ini dikerjakan oleh dokter dengan menggunakan
ilmu forensik yang telah dipelajarinya. Namun tidak tertutup
kemungkinan dihadapi kesulitan yang mengakibatkan beberapa
data terlewat dari pemeriksaan. Ada kemungkinan didapati
benda bukti dari tubuh korban misalnya anak peluru, dan
sebagainya. Benda bukti berupa pakaian atau lainnya hanya
diserahkan pada pihak penyidik. Dalam hal pihak penyidik
belum mengambilnya maka pihak petugas sarana kesehatan
harus me-nyimpannya sebaik mungkin agar tidak banyak terjadi
perubahan. Status benda bukti itu adalah milik negara, dan
secara yuridis tidak boleh diserahkan pada pihak keluarga/ahli
warisnya tanpa melalui penyidik.
3.2.4. Pengetikan surat keterangan ahli
Pengetikan berkas keterangan ahli/Visum et Repertum
oleh petugas administrasi memerlukan perhatian dalam
bentuk/formatnya karena ditujukan untuk kepentingan peradilan.
Misalnya penutupan setiap akhir alinea dengan garis, untuk
mencegah penambahan kata-kata tertentu oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab.
Contoh : “Pada pipi kanan ditemukan luka terbuka, tapi tidak
rata sepanjang lima senti meter------------------------”
3.2.5. Penandatanganan surat keterangan ahli
Undang-undang menentukan bahwa yang berhak
menandatanganinya adalah dokter. Setiap lembar berkas
keterangan ahli harus diberi paraf oleh dokter. Sering terjadi
bahwa surat permintaan visum dari pihak penyidik datang
terlambat, sedangkan dokter yang menangani telah tidak
bertugas di sarana kesehatan itu lagi. Dalam hal ini sering timbul
17
keraguan tentang siapa yang harus menandatangani visum et
repertun korban hidup tersebut. Hal yang sama juga terjadi bila
korban ditangani beberapa dokter sekaligus sesuai dengan
kondisi penyakitnya yang kompleks.Dalam hal korban ditangani
oleh hanya satu orang dokter, maka yang menandatangani visum
yang telah selesai adalah dokter yang menangani tersebut
(dokter pemeriksa).
Dalam hal korban ditangani oleh beberapa orang dokter,
maka idealnya yang menandatangani visumnya adalah setiap
dokter yang terlibat langsung dalam penanganan atas korban.
Dokter pemeriksa yang dimaksud adalah dokter pemeriksa yang
melakukan pemeriksaan atas korban yang masih berkaitan
dengan luka/cedera/racun/tindak pidana.
Dalam hal dokter pemeriksa sering tidak lagi ada di
tempat (diluar kota) atau sudah tidak bekerja pada Rumah Sakit
tersebut, maka Visum et Repertum ditandatangani oleh dokter
penanggung jawab pelayanan forensik klinik yang ditunjuk oleh
Rumah Sakit atau oleh Direktur Rumah Sakit tersebut.
3.2.6. Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa
Benda bukti yang telah selesai diperiksa hanya boleh
diserahkan pada penyidik saja dengan menggunakan berita
acara.
3.2.7. Penyerahan surat keterangan ahli
Surat keterangan ahli/Visum et Repertum juga hanya
boleh diserahkan pada pihak penyidik yang memintanya saja.
Dapat terjadi dua instansi penyidikan sekaligus meminta surat
visum et repertum. Penasehat hukum tersangka tidak diberi
kewenangan untuk meminta Visum et Repertum kepada dokter,
demikian pula tidak boleh meminta salinan Visum et Repertum
langsung dari dokter. Penasehat hukum tersangka dapat
18
meminta salinan Visum et Repertum dari penyidik atau dari
pengadilan pada masa menjelang persidangan.
4. PENUTUP
Pertama, Peranan Visum et Repertum pada tahap penyidikan dalam
mengungkap suatu pelanggaran lalu lintas adalah dengan memberikan suatu
keterangan tertulis yang berisi hasil pemeriksaan seorang dokter ahli terhadap
barang bukti yang ada dalam suatu perkara kecelakaan lalu lintas, maka
Visum et Repertum mempunyai peranan yang sangat vital. Kedua, Model
Visum et Repertum pada korban kecelakaan lalu lintas, digunakan dalam
tujuannya untuk mendapatkan kebenaran materiil dalam kasus kecelakaan
lalu lintas yang dilakukan oleh pihak penyidik untuk melengkapi suatu alat
bukti telah tidak sah dikarenakan tidak terpenuhinya unsur pada KUHAP
Pasal 184 ayat (1) jo Pasal 187 huruf c untuk mendapatkan dan memenuhi
kebenaran materiil. Adapun modelnya dengan harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut: pertama, Penerimaan korban yang dikirim oleh Penyidik,
kedua, penerimaan surat permintaan keterangan ahli, ketiga, pemeriksaan
korban secara medis, keempat, pengetikan surat keterangan ahli, kelima,
penandatanganan surat keterangan ahli, keenam, penyerahan benda bukti
yang telah selesai diperiksa dan penyerahan surat keterangan ahli.
Adapun saran dari penulis, Pertama, Dalam memperoleh suatu
kebenaran materiil terhadap kasus kecelakaan lalu lintas seharusnya pihak
penyidik agar lebih memperhatikan dan terkonsentrasi pada penyidikan
untuk melengkapi suatu alat bukti yang sesuai dengan KUHAP Pasal 184
ayat (1) jo Pasal 187 huruf c. Kedua, Dikarenakan dengan surat Visum et
Repertum sangatlah penting dalam pembuktian di persidangan karena
menggantikan sepenuhnya Corpus Delicti (tanda bukti). Disamping itu
penyidik juga diharuskan lebih mentaati dan lebih teliti dalam
melaksanakan SOP penanganan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Absori, 2008, Perlindungan Hukum Hak-Hak Anak Dan Implementasinya Di
Indonesia Pada Era Otonomi Daerah, Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.
Absori, 2010, Hukum Ekonomi Indonesia, Beberapa Aspek Pengembangan pada
Era Liberalisasi Perdagangan, Surakarta: Muhammadiyah University
Press
Absori, 2015, Pembangunan Hukum Islam Di Indonesia (Studi Politik Hukum
Islam Di Indonesia Dalam Kerangka Al-Masalih), Al-Risalah Forum
Kajian Hukum dan Sosial Kemasyarakatan Vol. 15, No. 2, Desember 2015
Absori, 2017, Transplantasi Nilai Moral dalam Budaya untuk Menuju Hukum
Berkeadilan (Perspektif Hukum Sistematik Ke Non-Sistematik Charles
Sampford) Prosiding Konferensi Nasional Ke-6 Asosiasi Program
Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (APPPTMA)
Sulawesi Selatan, 8-9 September 2017
Absori, et.al, 2008, Model penyelesaian sengketa lingkungan melalui lembaga
alternatif lain. Mimbar Hukum Vol 2 Nomor 2 Juni 2008
Absori, et.al. 2017, Morality And Law: Critics upon H.L.A Hart‟s Moral
Paradigm Epistemology Basis based on Prophetic Paradigm. Jurnal
Dinamika Hukum Vol. 17 No. 1, January 2017
Absori, et.al., 2015, Relasi Hukum dan Moral : Sebuah Potret Antar Madzab dan
Kontek KeIndonesiaan, Proseding Konferensi Asosiasi Pascasarjana
Perguruan Tinggi Muhammadiyah ke-tiga, Purwokerto, 2015, Vol 1
Absori, Kelik dan Saepul Rochman, 2015, Hukum Profetik, Kritik terhadap
Paradigma Hukum Non Sistemik, Yogyakarta: Genta Pulishing
Ashofa, Burhan, 1998, Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta
Idris, Abdul Mun’in dan Tjiptomartono, Agung Legowo, 1982, Penerapan Ilmu
Kedokteran Kehakiman Dalam Proses Penyidikan, Jakarta: Karya Unipres
Nasution, 2003, Metode Penelitian Nuralistik Kualitatif, Bandung: Tarsito.
Soekanto, Soerjono dan Mamuji, Sri, 2004, Penelitian Hukum Normatif „Suatu
Tinjauan Singkat‟. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Soesilo, R., 1980, Taktik dan Teknik Penyidikan Perkara Kriminal, , Bogor:
Politeia
Sugiyono, 2002, Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP)
20
Hasil wawancara dengan Briptu Danar Bayu Baskara selaku pihak kepolisian
yang dapat memberikan keterangan, tertanggal 15 Januari 2017
Hasil wawancara dengan saudara Deny Nurdiansyah selaku saksi korban
kecelakaan lalu lintas tertanggal 5 sampai 7 Maret 2017