PENGARUH PROSES PELLETING TERHADAP KELARUTAN
DAN AKTIVITAS ANTI BAKTERI DAUN TORBANGUN
(Coleus amboinicus Lour)
KURNIA BAGUS ARIYANTO
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Proses
Pelleting Terhadap Kelarutan dan Aktivitas Anti Bakteri Daun Torbangun (Coleus
amboinicus Lour) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari2014
Kurnia Bagus Ariyanto
NIM D24090087
iv
ABSTRAK KURNIA BAGUS ARIYANTO. Pengaruh Proses Pelleting Terhadap Kelarutan
dan Aktivitas Anti Bakteri Daun Tobangun (Coleus amboinicus Lour).
Dibimbing oleh HERI AHMAD SUKRIA dan PANCA DEWI MHK.
Tanaman torbangun (Coleus amboinicus Lour) adalah tanaman herbal
yang dapat digunakan sebagai pakan suplemen untuk ternak. Pengolahan tanaman
torbangun menjadi pellet merupakan salah satu cara agar kandungan nutrisinya
tidak mudah rusak, meningkatkan efisiensi dan dapat disimpan. Tujuan penelitian
ini adalah mempelajari pengaruh proses pengolahan tanaman menjadi pellet
dengan kadar air yang berbeda terhadap kelarutan dan aktivitas anti bakteri
torbangun (Coleus amboinicus Lour). Rancangan percobaanpenelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 3 perlakuan yaitu P1 (12%),
P2(13.5%), dan P3(15%) dengan 3 kali ulangan. Variabel yang diamati adalah
kelarutan dan antivitas anti bakteri Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus,
Escheria coli dan Salmonella typhimurium. Hasil penelitian menunjukan bahwa
proses pelleting menurunkan nilai kelarutan dan aktivitas antibakteri pada
torbangun. Perbedaan level kadar air tidak berpengaruh terhadap kelarutan,
sedangkan pada uji aktivitas anti bakteri menunjukan hasil yang berbeda
bergantung pada jenis bakteri karena setiap bakteri memberikan reaksi yang
berbeda.
Kata kunci: torbangun, uji daya hambat bakteri, uji daya larut.
ABSTRACT KURNIA BAGUS ARIYANTO. Effect of Pelleting Process to The Solubility and
Activity of Antibacterial in Torbangun (Coleus amboinicus Lour). Supervised by
HERI AHMAD SUKRIA and PANCA DEWI MHK.
Torbangun (Coleus amboinicus Lour) is a herb that can be used as feed
supplement. Processing torbangun into pellets is one of the way to keep the
nutritional content to not easily damaged, improve efficiency and can be saved.
The purpose of this research was to study the effect of processing plants into
pellets with different water content on the solubility and antibacterial activity of
torbangun (Coleus amboinicus Lour). The experimental design of this study used
a Completely Randomized Design (CRD) of 3 treatments, which were P1 (12%),
P2 (13.5%), and P3 (15%) with 3 replications. The variables measured were
solubility and anti-bacterial Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Escherichia
coli and Salmonella typhimurium. The results showed that the pelleting process
lowered the value of the solubility and antibacterial activity in torbangun.
Different levels of water content had no effect on the solubility, while the
antibacterial activity showed different result depending on the type of bacteria
because each bacteria react differently.
Keywords : solubility test, test the inhibition of bacterial, torbangun.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
KURNIA BAGUS ARIYANTO
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PENGARUH PROSES PELLETING TERHADAP KUALITAS
NUTRISI TORBANGUN (Coleus amboinicus Lour)
Judul Skripsi : Pengaruh Proses Pelleting Terhadap Kelarutan dan Aktivitas Anti
Bakteri Daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour)
Nama : Kurnia Bagus Ariyanto
NIM : D24090087
Disetujui oleh
Dr Ir Heri Ahmad Sukria MSc Agr
Pembimbing I
Prof Dr Ir Panca Dewi MHK MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Panca Dewi MHK MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus: ( )
Judul Skripsi: Pengaruh Proses Pelleting Terhadap Kelarutan dan Aktivitas Anti Bakteri Daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour)
Nama : Kumia Bagus Ariyanto NIM : D24090087
Disetujui oleh
Dr Ir Heri Ahmad Sukria MSc Agr Pembirnbing I Pembimbing II
Tanggal Lulus: ( 21 l.1. I 2014 )
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 hingga September
2013 ini ialah pemanfaatan tanaman herbal torbangun sebagai pakan suplemen
ternak, dengan judul Pengaruh Proses Pelleting Terhadap Kelarutan dan Aktivitas
Anti Bakteri Daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour).
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Penulis berharap hasil
penelitian ini dapat memberikan informasi dan wawasan yang berguna bagi
pembaca dan dunia peternakan. Terima kasih.
Bogor, Februari 2014
Kurnia Bagus Ariyanto
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
METODE PENELITIAN 2
Lokasi dan Waktu 2
Bahan 2
Alat 2
Prosedur Percobaan 2
Penanaman dan Pemeliharaan 2
Pemanenan dan Pasca Panen 2
Prosedur Pengukuran 3
Analisa Kadar Air 3
Analisis Kelarutan 3
Analisis Daya Hambat Bakteri 4
Rancangan dan Analisa Data 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Kondisi Umum Penelitian 5
Kelarutan Torbangun 6
Zat Aktif Torbangun 8
SIMPULAN DAN SARAN 11
Simpulan 11
Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 11
LAMPIRAN 14
RIWAYAT HIDUP 16
x
DAFTAR TABEL
1.Nilai kelarutan daun torbangun dalam bentuk segar tepung dan pellet 7 2. Pengaruh level kadar air berbeda dalam pellet torbangun terhadap nilai
kelarutan 8
3. Nilai daya hambat daun torbangun dalam bentuk segar tepung dan pellet 9
4. Pengaruh level kadar air berbeda dalam pellet torbangun terhadap nilai
daya hambat 10
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil sidik ragam kelarutan torbangun 14 2. Hasil sidik ragam daya hambat B.subtilis 14
3. Hasil sidik ragam daya hambat S. aureus 14
4. Hasil uji lanjut subset presentase daya hambat bakteri S. aureus 14
5. Hasil sidik ragam daya hambat bakteri E. coli 14 6. Hasil uji lanjut subset daya hambat E. coli 15
7. Hasil sidik ragam daya hambat bakteri S. typhimutium 15
PENDAHULUAN
Pakan suplemen berbasis tanaman herbal saat ini sudah diterapkan, selain
untuk kesehatan ternak, tanaman herbal juga dapat memperbaiki produktivitas
ternak. Torbangun (Coleus amboinicus Lour) adalah salah satu jenis tanaman
yang dapat dijadikan alternatif pakan suplemen herbal. Torbangun sangat
potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan suplemen untuk ternak. Tanaman ini
mengandung protein kasar 15.54%, serat kasar 15.85%, dan BETN 48.84%
(Avianti 2013). Torbangun selain kaya akan serat juga kaya akan kandungan zat
gizi mikro seperti magnesium, besi, zink, kalsium, α-tocopherol dan β-karoten.
Selain itu juga mengandung minyak atsiri antara lain fenol, karvakrol, isopropyl
okresol dan sinerol serta zat aktif seperti flavonoid dan glikosida yang berguna
sebagai antioksidan (Batubara 2004). Torbangun dapat tumbuh sepanjang tahun
ditempat-tempat yang tidak terlalu banyak terkena sinar matahari dan memiliki
sumber air yang cukup. Selain itu, tanaman ini memiliki zat aktif yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba patogen yang berbahaya bagi ternak.
Penelitian Choochoat et al. (2005) menyatakan bahwa tanaman Torbangun
memiliki kandungan lemak esensial dengan efek mikrobial terhadap beberapa
mikroba seperti Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis. Selain itu ditemukan
juga senyawa aktif thymol, carvacrol, dan minyak atsiri yang memiliki efek untuk
menghambat pertumbuhan Eschericia coli dan Aspergillus flavus yang
memberikan efek negatif bahkan toksik bagi ternak. Rincian jenis kandungan
tanaman torbangun tersebut menimbulkan sifat antioksidan (Salman et al. 1996),
antileishmania (Perumal et al. 2004), antiurolithiasis (Jose et al. 2005),
antiepilepsi (Buznego et al. 1999), antitumor dan antimutagenik (Annapurani et
al. 1999), radioprotektif (Rao et al. 2006), antimikroba (Deena et al. 2002),
antibakteri, serta anti jamur (Perumal et al. 2004).
Torbangun telah dimanfaatkan sebagai pakan suplemen untuk ternak
kambing peranakan etawah (PE) (Rumetor 2008). Namun sedikitnya informasi
tentang torbangun menyebabkan torbangun belum banyak dibudidayakan
sehingga produksinya berfluktuatif. Saat kondisi produksi tanaman torbangun
melebihi permintaan pasar, maka sisa tanaman harus diolah dengan tepat agar
tidak mudah rusak (kandungan nutrisinya), meningkatkan efisiensi, dan dapat
disimpan dalam jangka waktu lama. Proses pelleting merupakan teknologi
pengolahan yang banyak digunakan dalam industri pakan. Proses ini diawali
dengan proses pengeringan dan penggilingan bahan menjadi tepung sebelum
akhirnya dicetak menjadi bentuk pellet dengan kadar air yang sesuai agar
terbentuk pellet dengan kualitas fisik yang baik.
Pengolahan daun torbangun menjadi pellet memungkinkan terjadinya
kerusakan zat aktif yang terdapat dalam torbangun. Kerusakan nutrisi dalam
pakan akan berpengaruh pada daya larut pakan dan sifat antimikrobial daun
torbangun. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh proses
pengolahan yaitu pengeringan dan pelleting terhadap kelarutan dan aktifitas zat
aktif yang terkandung dalam torbangun.
2
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga September 2013.
Seluruh kegiatan penelitian meliputi penanaman, proses pelleting, analisa
kelarutan dan analisa daya hambat bakteri dilakukan di lingkungan Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan pellet yang digunakan adalah tanaman torbangun (Coleus
amboinicus Lour) yang dipanen pada umur 60-90 hari.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, mesin giling Semi
Fixed Hammer Mill 5,5 HP, mesin pellet (tipe Wood pelleting 15 HP, 380 Volt,
dengan kapasitas 500-700 kg jam-1
dengan die ukuran 4, timbangan digital, baki
plastik dan plastik tahan anti panas, timbangan analitik (Merk Scout Pro
OHAUS), tabung erlenmeyer 250 ml, gelas ukur, pengaduk, tabung reaksi, pipet
25ml, bulp, eksikator, cawan petri, tabung reaksi, autoclave, shaker waterbath.
Bahan uji daya larut adalah larutan Mc Dougall dan aquadest. Bahan pendukung
yang digunakan adalah nutrient broth, nutrient agar, bakteri Staphylococcus
aureus, Bacillus subtilis, Eschericia coli, dan Salmonella sp
Prosedur Percobaan
Penanaman dan Pemeliharaan
Sebelum ditanam dilapang, bibit torbangun berupa stek batang tanaman
ditumbuhkan dalam polybag. Setelah 3 minggu stek batang dipindahkan ke lahan
yang telah disiapkan. Pemupukan dilakukan setiap 4 minggu sekali menggunakan
pupuk yang berasal dari kotoran ayam. Kegiatan pemeliharaan meliputi
penyulaman, penyiraman dan penyiangan terhadap gulma tetap dilakukan agar
tanaman dapat tumbuh dengan optimal.
Pemanenan dan Pasca PanenTorbangun
Pemanenan torbangun dilakukan pada saat tanaman berumur 60-90 hari.
Pemanenan tanaman torbangun dilakukan secara manual tanpa bantuan alat. Daun
dipetik lalu dimasukan kedalam plastik bening kemudian ditimbang dan diberi
label. Proses pengeringan dilakukan dua tahap yaitu dengan pengeringan rumah
kaca dan pengeringan oven bersuhu 600C.
a. Pengeringan dalam rumah kaca
Proses pengeringan dimulai dengan penimbangan torbangun yang sudah
dipanen. Pengeringan dalamrumah kaca dilakukan selama 48 jam dengan
ketebalan tumpukan daun 1-2 cm dan pembalikan daun selama 4 jam sekali.
Setelah 48 jam, daun ditimbang kembali, dicatat untuk selanjutnya dikeringkan
dalam oven.
3
b. Pengeringan dengan oven 600C
Pada proses pengeringan oven, daun torbangun ditimbang terlabih dahulu
lalu di masukan kedalam baki plastik berbentuk berukuran 20 x 40 cm yang
diisi daun sebanyak 200-300 gram tiap bakinya. Baki plastik dimasukan
kedalam oven 600C hingga kadar air mencapai sesuai perlakuan.
c. Penggilingan
Bahan yang telah kering (mencapai kadar air yang diinginkan) selanjutnya
ditimbang kembali kemudian digiling sampai halus menjadi tepung lalu
dimasukan kedalam plastik kedap udara kemudian di timbang kembali untuk
mengetahui bobot yang hilang akibat proses penggilingan.
d. Pengkondisian daun torbangun
Bahan yang telah digiling dibagi menjadi 3 lalu dikondisikan dengan cara
menambahkan air agar mencapai perlakuan kadar air sesuai perlakuan yaitu
12%, 13.5%, dan 15%. Penambahan air dilakukan dengan cara menyemprotkan
aquadest dengan menggunakan sprayer untuk mengkondisikan bahan agar
mencapai kadar air yang diinginkan.
Proses Pelleting
Bahan yang telah siap kemudian dimasukan kedalam mesin pellet dengan
ukuran die 4 mm untuk dicetak menjadi pellet. Pellet yang sudah jadi didinginkan
diruang terbuka untuk menurunkan suhu pellet sampai sama dengan suhu kamar
selama ± 15 menit.
Prosedur Pengukuran
AnalisisKadar Air Pengukuran kadar air dihitung dengan metode AOAC (1994). Cawan
porselen dimasukan oven 1050C selama 15 menit lalu didinginkan dalam
eksikator lalu ditimbang. Timbang sample sebanyak 5 gram (a), masukan kedalam
cawan kosong didalam oven selama 16 jam. Hindarkan kontak antara cawan
beserta isi dan tutupnya dengan dinding oven. Setelah diangkat dari oven
dimasukan kedalam eksikator selama 15 menit, setelah dingin timbang kembali
cawan dan sample (b) lalu dihitung kadar airnya. Kadar air dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
( )
Analisis Kelarutan Bahan pakan kering oven (60
0C) yang telah digiling halus ditimbang
seberat 3 gram sebanyak 6 sampel dari masing-masing bahan, kemudian direndam
dalam larutan McDougle dalam wadah gelas dan diaduk dengan pengaduk
(vortex) selama 1 jam. Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam oven bersuhu 39-
400C selama 24 jam. Bersamaan dengan itu diukur bahan kering (oven 105
0C
selama 24 jam) dari sampel dan kertas saring. Sampel disaring dengan kertas
saring whatman nomor 41 yang telah diketahui bobotnya dibantu dengan pompa
vakum sampai airnya tidak menetes lagi. Hasil saringan ditempatkan pada cawan
4
yang telah diketahui bobotnya kemudian dimasukkan ke dalam oven 1050C untuk
menghitung bahan keringnya. Uji kelarutan dihitung dengan rumus :
( )
Kelarutan (%) : KS 1050C keterangan,
KS 1050C : Berat Kertas Saring 105
0C
BK : Berat Kering Pakan 1050C
Analisis Daya Hambat bakteri Bakteri dibiakkan pada agar miring yang telah disterilkan, kemudian
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Kultur bakteri tersebut diambil
sebanyak satu ose dan diinokulasikan ke tabung reaksi yang berisi 10 ml media
cair Natrium Broth steril. Kemudian diinkubasi pada shaker water bath selama 24
jam. Kultur bakteri yang telah diremajakan diambil sebanyak 50 µl menggunakan
pipet mikro lalu dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Selanjutnya media
selektif agar steril 15 ml dituangkan ke dalam cawan petri, lalu dicampur merata
dan dibiarkan memadat pada suhu kamar. Setelah media memadat, buat lubang
berdiameter 0.5 cm menggunakan pangkal pipet tetes, lalu ditetesi dengan ekstrak
pellet torbangun sebesar 250 ppm sesuai perlakuan P1, P2, dan P3 kemudian
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Daya antibakteri masing-masing
perlakuan ditunjukkan oleh diameter zona bening disekitar lubang (Davis Stout
1971).
Rancangan dan Analisa Data
Rancangan percobaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan 3 ulangan. Perlakuan
penelitian ini terdiri dari P1: torbangun dengan kadar air 12%, P2: torbangun
dengan kadar air 13.5%, P3: torbangun dengan kadar air 15%.
Model Matematika yang digunakan pada penelitian ini adalah:
Yij = μ + αi+εij
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan pada perlakuan kadar air ke-i dan ulangan ke-j.
µ = Rataan umum.
αi = Efek perlakuan ke-i
εij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-k yang
mungkin terjadi selama penelitian.
Data yang diperoleh, dianalisis dengan sidik ragam ANOVA (Analysis of
variance) jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diukur maka
akan dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torie 1993).
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Torbangun merupakan tanaman jenis perdu yang memiliki karakteristik
batang lunak dan berair, sementara daunnya berwarna hijau muda,lebar, bergerigi
kasar dan tebal. Torbangun memiliki masa panen antara 60 hingga 90 hari.
Torbangun dapat tumbuh sepanjang tahun ditempat-tempat yang tidak terlalu
banyak terkena sinar matahari dan memiliki sumber air yang cukup.
Gambar 1 Tanaman Torbangun
Hasil panen torbangun yang ditanam pada lahan seluas 500 m2
dengan
jarak tanam sebesar 1x1 m selama 80 hari menghasilkan bobot segar sebesar
15649 g. Torbangun segar yang telah dipanen dikeringkan dalam rumah kaca
selama 48 jam dengan suhu rumah kaca berkisar 290C. Pengeringan dengan panas
matahari dalam rumah kaca bertujuan melayukan atau mengurangi kadar air daun
torbangun sehingga mengurangi tekanan uap air pada saat pengeringan dalam
oven. Pada prinsipnya hijauan pakan yang berkadar air tinggi harus dilayukan
terlebih dahulu agar dapat menurunkan tekanan dalam oven akibat kadar air yang
masih tinggi, hal ini dilakukan karena oven tidak memiliki sirkulasi udara serta
suhunya konstan, berbeda dengan dehydrator yang terdapat sirkulasi udara
didalamnya sehingga suhunya dapat berubah-ubah.
Bobot torbangun setelah pengeringan rumah kaca adalah 8126 g, dengan
kadar air 51.92% terjadi penyusutan sebesar 45.38% artinya pengeringan dengan
rumah kaca dapat mengurangi kadar air yang ada didalam torbangun. Efek rumah
kaca menyebabkan tingginya suhu dalam rumah kaca, efek rumah kaca adalah
proses masuknya radiasi matahari dan terjebaknya radiasi dalam atmosfer akibat
gas rumah kaca sehingga menaikan suhu bumi, yang terjadi pada rumah kaca
adalah cahaya matahari menembus rumah kaca dan dipantulkan kembali oleh
benda-benda dalam ruangan rumah kaca sebagai gelombang panas yang berupa
sinar inframerah. Gelombang panas itu terperangkap dalam ruang kaca dan tidak
bercampur dengan udara dingin diluarnya sehingga suhu dalam rumah kaca lebih
tinggi daripada suhu diluar rumah kaca
Torbangun selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 600C selama 12
jam dengan pengamatan kadar air setiap 2 jam sekali. Pengeringan oven bertujuan
untuk menurunkan kadar air yang ada didalam bahan sehingga tercapai kadar air
yang diinginkan. Bobot torbangun sebelum pengeringan oven adalah 8126 g
dengan kadar air 51.92%. Pengeringan torbangun dalam oven selama 12 jam
menghasilkan bobot 1178 g, atau air setelah pengeringan sebesar 11.47%, terjadi
penyusutan sebesar 33.91% selama proses pengeringan. Total penyusutan
6
torbangun dari segar hingga kering adalah sebesar 85.83%.Proses pengeringan
sangat dipengaruhi oleh suhu dan lama pengeringan (Wirakartakusumah 1992).
Pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti luas permukaan, suhu,
kecepatan pergerakan udara (sirkulasi), kelembapan udara, tekanan atmosfer,
penguapan air dan lama pengeringan (Asti 2009). Proses pengeringan juga
menyebabkan perubahan warna pada daun torbangun menjadi kecoklatan, ini
disebabkan adanya reaksi browning yang merupakan reaksi antara asam organik
atau asam-asam amino dengan gula pereduksi yang ditandai dengan perubahan
warna pada torbangun (Winarno 1991).
Torbangun yang telah kering kemudian digiling pada mesin giling dengan
screen ukuran 3. Bobot sebelum penggilingan adalah 1788 g dan bobot setelah
penggilingan adalah 1734 g, terjadi kehilangan bobot sebesar 54 g akibat proses
penggilingan. Hal ini dikarenakan saat proses penggilingan terdapat sebagian
bahan tertinggal didalam mesin giling akibatnya terjadi penyusutan bobot. Proses
penggilingan bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel bahan sehingga dapat
meningkatkan luas permukaan bahan. Proses penggilingan berkaitan erat dengan
ukuran partikel, semakin halus hasil penggilingan maka semakin kecil ukuran
partikel. Ukuran partikel yang kecil menyebabkan semakin luas permukaan
kontak antar partikel sehingga semakin kuat ikatan antar partikel penyusun pellet
yang menyebabkan pellet tidak mudah hancur. Rappeti dan Bava (2008)
berpendapat bahwa bahan pakan yang digilling akan meningkatkan luas
permukaan pakan sehingga menyediakan media bagi mikroba rumen lebih banyak
dan degradasi pakan akan meningkat.
Pelleting adalah proses pengolahan bahan pakan secara mekanik yang
mempengaruhi kualitas bahan pakan. Pfost (1976) menyatakan proses pembuatan
pellet adalah pencampuran (mixing), pengaliran uap air panas (conditioning),
pencetakan serta pendinginan. Torbangun yang telah digiling terlebih dahulu
melewati proses penambahan air hingga mencapai kadar yang diinginkan, ini
dilakukan karena pada saat pengeringan oven, kadar air yang dicapai terlalu
kering sehingga kadar airnya perlu ditingkatkan agar sesuai dengan perlakuan
yaitu 12%, 13.5% dan 15%. Selanjutnya bahan dipellet dengan die berukuran 4.
Pellet torbangun yang telah jadi didinginkan selama 15 menit untuk menurunkan
kadar air dan suhu pellet sehingga proses pelleting lebih sempurna. Pellet yang
tidak didinginkan dengan benar tidak memiliki ketahanan benturan, karena adanya
tekanan diantara lapisan luar yang didinginkan sehingga perbedaan tersebut
menyebabkan pellet rapuh (Thomas et al. 1996). Pembuatan pellet torbangun
tidak memerlukan perekat tambahan karena torbangun mengandung pati sebagai
perekat alami. Pati jika dipanaskan dengan air akan mengalami gelatinisasi yang
berfungsi sebagai perekat sehingga mempengaruhi kualitas pellet. Faktor yang
mempengaruhi kualitas pellet antara lain pati, serat dan lemak. Temperatur dan
uap air diperlukan untuk aktivitas molekul protein yang dapat berfungsi sebagai
pengikat alami.
Kelarutan Torbangun
Pengolahan bahan pakan dari bahan segar menjadi pellet merupakan suatu
rangkaian panjang dari proses pengolahan yang melibatkan panas, pengurangan
ukuran partikel bahan, pengeringan dan pencetakan bahan pakan. Proses
pengolahan dapat menyebabkan berkurangnya kandungan nutrisi suatu bahan
7
karena adanya denaturasi atau penurunan kandungan nutrisi akibat panas. Salah
satu indikator untuk melihat penurunan kadar nutrisi adalah kelarutan.
Kelarutan adalah faktor yang mempengaruhi kecepatan degradasi nutrisi
suatu bahan pakan. Bahan yang mudah larut akan lebih mudah didegradasi
didalam rumen. Kecepatan kelarutan dan laju pengosongan rumen bergantung
pada sifat fisik dan komposisi kimia dari partikel pakan tersebut (Ramanzin et al.
1994). Menurut Vogel (1978) kelarutan bergantung pada beberapa faktor yaitu
suhu, tekanan, konsentrasi bahan-bahan dalam larutan dan komposisi
kelarutannya.
Tabel 1 Nilai kelarutan daun torbangun dalam bentuk segar, tepung, dan pellet
(%)
Bentuk Daya Larut
Segar 31.92 ± 3.49
Tepung 18.99 ± 1.81
Pellet 26.25 ± 3.69 Hasil analisis Laboratorium Biokimia Fisiologi dan MikrobiologiFapet IPB (2013)
Hasil tabel 1 menunjukan proses pengolahan torbangun dari bentuk segar
menjadi bentuk pellet dapat menurunkan daya larut torbangun. Ini dikarenakan
proses pengolahan yang melibatkan panas dapat menurunkan kandungan nutrisi
torbangun. Kelarutan berbanding lurus dengan kadar nutrien, karena kelarutan
dapat dijadikan petunjuk cepat atau lambatnya suatu kadar nutrien didegradasi.
Kelarutan pada bentuk segar memiliki nilai yang tinggi (31.92%) lalu akan turun
pada bentuk mash (18.99%) dan kembali naik pada bentuk pellet (26.25%).
Perbedaan hasil kelarutan diduga karena bahan segar belum mengalami
proses pengolahan yang melibatkan panas, sedangkan proses pengeringan pada
rumah kaca, pengeringan oven dan proses pelleting yang melibatkan panas
mengakibatkan penurunan nilai kelarutan. Kelarutan dipengaruhi oleh proses
pengolahan bahan yang terdiri dari beberapa faktor yaitu formulasi, keseragaman,
kadar air dan ukuran partikel. Bentuk pellet memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan bentuk tepung, hal ini diduga karena pellet torbangun memiliki
ukuran partikel yang lebih halus dan bentuk yang lebih konsisten dari pada bentuk
tepung sehingga dapat meningkatkan kecernaan nutrisi (daya larut). Wilson
(2010) berpendapat proses pengecilan ukuran partikel dapat meningkatkan
kecernaan nutrisi, homogenitas mixing dan memudahkan dalam proses ekstruksi
dan pelleting.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan pada pellet adalah kadar
air. kadar air adalah persentase banyaknya kandungan air dalam bahan
berdasarkan berat kering (Syarief dan Halid 1994). Menurut Winarno (1991)
kadar air bahan sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan dan hal ini
merupakan salah satu sebab mengapa dalam pengolahan bahan makanan air
tersebut sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan dan
pengeringan.
8
Tabel 2 Pengaruh level kadar air berbeda dalam pellet torbangun terhadap nilai
kelarutan (%)
Perlakuan Rataan
P1 27.367 ± 4.65
P2 23.722 ± 1.30
P3 27.251 ± 4.00 Hasil uji statistik pada taraf 5%; Hasil analisa Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fapet IPB
(2013);P1 : pellet torbangun dengan kadar air 12%, P2 : pellet torbangun dengan kadar air 13.5%,
P3 : pellet torbangun dengan kadar air 15%
Hasil uji statistik pada tabel 2 menunjukan bahwa kadar air dalam pellet
tidak memberikan perbedaan nyata terhadap kelarutan daun torbangun. Hal ini
diduga karena jarak antar perlakuan kadar air yang tidak terlalu besar sehingga
tidak mempengaruhi nilai kelarutan torbangun. Proses pelleting yang melibatkan
panas menurunkan nilai kelarutan dari bentuk segar ke pellet karena panas secara
tidak langsung dapat menurunkan nilai kelarutan.
Nilai kelarutan torbangun yaitu sebesar 26.11% lebih baik dibandingkan
dengan nilai kelarutan hijauan lainnya seperti rumput Setaria (25.12%), rumput
gajah (21.58%), rumput Brachiaria (12.83%) dan rumput raja (25.57%) (Suhartati
et al. 2004).
Zat Aktif Torbangun
Torbangun kaya akan serat juga kaya akan kandungan zat gizi mikro
seperti magnesium, besi, zink, kalsium, α-tocopherol dan β-karotenjuga
mengandung minyak atsiri antara lain fenol, karvakrol, isopropyl okresol dan
sinerol serta zat aktif seperti flavonoid dan glikosida yang berguna sebagai
antioksidan (Batubara 2004). Tanaman ini memiliki zat aktif yang berkhasiat
sebagai penghambat pertumbuhan mikroba patogen yang berbahaya bagi ternak
dan tanaman ini belum banyak dimanfaatkan oleh manusia. Menurut Choochoat et
al (2005), tanaman Torbangun memiliki kandungan lemak esensial dengan efek
mikrobial terhadap beberapa mikroba seperti Staphylococcus aureus dan Bacillus
subtilis. Selain itu ditemukan juga senyawa aktif thymol, carvacrol, dan minyak
atsiri yang memiliki efek fisiologis dan farmakologis untuk menghambat
pertumbuhan Eschericia coli dan Aspergillus flavus yang memberikan efek
negatif bahkan toksik bagi ternak. Rincian jenis kandungan tanaman torbangun
tersebut menimbulkan sifat antimikroba (Deena et al.2002), antibakteri, serta
antijamur (Perumal et al. 2004).
Tabel 3 Nilai daya hambat daun torbangun dalam bentuk segar, tepung, dan pellet
(mm)
Bentuk
Pakan
Daya Hambat Torbangun
Bacillus
subtilis
Staphylococcus
aureus
Eschericia
coli
Salmonella
typhimutium
Segar 5.50 ± 1.32 5.33 ± 1.15 8.33 ± 1.53 10.67 ± 1.53
Tepung 5.33 ± 1.20 4.83 ± 1.77 5.39 ± 1.56 3.89 ± 1.36
Pellet 7.72 ± 1.23 5.61 ± 0.99 5.67 ± 2.30 4.17 ± 1.69 Hasil analisis Laboratorium Biokimia Fisiologi dan MikrobiologiFapet IPB (2013)
9
Uji daya hambat adalah salah satu cara untuk melihat daya tahan zat aktif
yang terkandung dalam torbangun pada proses pengolahan bahan pakan. Hasil
analisis pada tabel 3 menunjukan pola atau kecenderungan daya hambat yang
sama pada daun torbangun terhadap 4 jenis bakteri. Daya hambat pada bentuk
segar memiliki nilai yang tinggi lalu akan turun pada bentuk mash dan kembali
naik daya larutnya pada bentuk pellet. Proses pengolahan menjadi salah satu
sebab terjadi penurunan nilai daya hambat pada torbangun. Proses pengolahan
dengan melibatkan panas seperti proses pengeringan rumah kaca, pengeringan
oven, penggilingan dan pelleting mempengaruhi daya hambat zat aktif terhadap
bakteri.
Penggunaan daun torbangun dalam pakan hingga 2.5% sebagai suplemen
pakan tidak memberikan pengaruh terhadap kecernaan bahan organik, ini
berhubungan dengan hasil akhir fermentasi didalamrumen, adapun tipe bakteri
yang terdapat didalam rumen diantaranya selulolitik, amilolititk dan proteolitik
(Avianti 2013). Selain itu penurunan populasi protozoa diduga karena penurunan
populasi bakteri total didalam rumen. Hal ini diduga disebabkan karena bakteri
merupakan sumber makanan bagi protozoa, sehingga penurunan bakteri dapat
mengurangi jumlah sumber makanan bagi protozoa (Avianti 2013).
Uji daya hambat akan menghasilkan zona bening. Zona bening terjadi
karena zat antimikroba akan mengakibatkan pembentukan luas daerah hambatan
sehingga bakteri tidak mampu untuk tumbuh dalam zona tersebut. Pada tabel 3
rataan bentuk pakan segar memiliki rataan daya hambat 7.45 mm, bentuk tepung
memiliki rataan daya hambat 4.86 mm dan bentuk pellet memiliki rataan daya
hambat 5.7 mm. Menurut Pratiwi (2008) pengukuran luas daerah hambat (zona
bening) memiliki ketentuan: sangat kuat (daerah hambat >20 mm), kuat (daerah
hambat 10-20 mm), sedang (daerah hambat 5-10 mm) dan lemah (daerah hambat
<5 mm), berdasarkan range tersebut dapat dijelaskan bahwa daya hambat
torbangun pada kondisi segar memiliki kategori daya hambat sedang, pada
kondisi tepung memiliki kategori daya hambat lemah dan pada kondisi pellet
memiliki kategori daya hambat sedang. Daya hambat yang lemah pada tepung
diduga karena pada bentuk tepung torbangun lebih mudah untuk menyerap panas,
sehingga menyebabkan daya hambat turun pada bentuk mash. Behnke (2001)
menyatakan bahwa ukuran partikel bahan hasil proses penggilingan dengan
kategori fine memiliki permukaan yang luas sehingga mudah menyerap air dan
panas.
Salah satu faktor yang mempengaruhi daya hambat pada pellet adalah
kadar air. Pellet torbangun dalam level kadar air yang berbeda dirancang untuk
melihat seberapa besar daya hambat daun torbangun terhadap bakteri, karena
kadar air berpengaruh terhadap mutu atau kualitas nutrisi torbangun dalam
menghambat bakteri.
10
Tabel 4 Pengaruh level kadar air berbeda dalam pellet torbangun terhadap nilai
daya hambat (mm)
Perlakuan Daya Hambat Torbangun
Bacillus
subtilis
Staphylococcus
aureus
Eschericia
coli
Salmonella
typhimutium
P1 6.833 ± 1.04 6.667 ± 0.57a 3.00 ± 1.00b 4.333 ± 1.04
P2 7.833 ± 0.76 5.500 ± 0.50b 7.00 ± 2.00a 5.000 ± 2.78
P3 8.50 ± 1.50 4.667 ± 0.57b 7.00 ± 0.50a 3.167 ± 0.29 Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama menunjukan
perbedaan yang tidak signifikan pada taraf uji 5%; analisis Laboratorium Biokimia Fisiologi dan
MikrobiologiFapet IPB (2013); P1 : pellet torbangun dengan kadar air 12%, P2 : pellet torbangun
dengan kadar air 13.5%, P3 : pellet torbangun dengan kadar air 15%
Hasil uji statistik menunjukan perbedaan level kadar air memberikan
pengaruh yang bervariasi terhadap daya hambat 4 bakteri berbeda yakni B.
subtilis, S. aureus, E. coli,dan Salmonella sp.
Hasil uji statistik menunjukan perbedaan level kadar air tidak berpengaruh
nyata terhadap daya hambat bakteri B.subtilis. Perbedaan level kadar air yang
tidak terlalu besar dan media agar yang tidak cocok dengan pertumbuhan
B.subtilis diduga menyebabkan daya hambat B. subtilis tidak memberikan
pengaruh yang nyata. Hasil uji statistik daya hambat pada bakteri S. aureus
menunjukan perbedaan level kadar air memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap daya hambat bakteri S. aureus. Hal ini diduga karena kadar air dapat
melarutkan senyawa aktif dalam torbangun yaitu tannin. Hasil uji fitokimia
menunjukan bahwa daun torbangun mengandung alkaloid, flavonoid dan tanin
(Rumetor 2008). Damanik (2001) menambahkan bahwa didalam torbangun
mengandung senyawa aktif berupa saponin dan tanin. Tanin diduga mempunyai
mekanisme yang sama dengan senyawa fenolik lainnya dalam menghambat dan
membunuh bakteri. Mekanismenya menurut Branen dan Davidson (1993) adalah
bereaksi dengan sel membran, invaktivasi enzim-enzim essensial dan destruksi
fungsi dari material genetik sehingga bakteri kemudian mati atau terhambat
pertumbuhannya.
Hasil uji statistik terhadap bakteri E.coli menunjukan perbedaan level
kadar air memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daya hambat bakteri.
Hal ini diduga karena kandungan zat aktif berupa minyak atsiri dalam torbangun
dapat menghambat laju bakteri E.coli, minyak atsiri dalam torbangunakan
merusak dinding sel bakteri kemudian masuk kedalam inti sel sehingga sel
mengalami kerusakan (Maryati 2007). Proses pelleting yang berpengaruh
terhadap daya hambat bakteri S.aureus dan E. coli diduga karena pada pellet
terjadi penyusutan ukuran partikel yang dapat mempercepat kelarutan zat aktif
torbangun sehingga dapat menghambat bakteri S.aureus dan E.coli. Dozier (2001)
berpendapat penyusutan ukuran partikel pada pellet dapat meningkatkan
ketersediaan nutrisi dalam pakan, dengan meningkatnya ketersediaan nutrisi maka
semakin meningkat pula kandungan zat aktif yang dapat menghambat laju bakteri.
Hasil uji statistik terhadap bakteri Salmonella Sp menunjukan perbedaan level
kadar air tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daya hambat
bakteri Salmonella sp. Perbedaan level kadar air yang tidak terlalu besar dan
media agar yang tidak cocok dengan pertumbuhan Salmonella sp. diduga yang
11
menyebabkan daya hambat Salmonella sp. tidak memberikan pengaruh yang
nyata.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Proses pengolahan pakan yang melibatkan panas dapat menurunkan zat
aktif torbangun karena adanya proses denaturasi. Selain itu, ukuran partikel bahan
turut mempengaruhi nilai kelarutan dan nilai daya hambat bakteri dari daun
torbangun. Perbedaan level kadar air bahan tepung torbangun selama proses pellet
dalam penelitian ini tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan dari
daun torbangun. Sementara itu, perbedaan level kadar air terhadap aktivitas anti
bakteri yang diuji pada penelitian ini memiliki hasil yang berbeda bergantung
pada jenis bakterinya.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai teknik pengeringan
torbangun yang sesuai untuk mengetahui nilai penyusutan, hasil pengeringan
daun, dan perubahan nilai nutrisi pada torbangun.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1994. Official method of analysis of the association of chemist. Arlington
(US): Association of Official Analytical Chemist.
AviantiDA. 2013. Evaluasi kandungan nutrisi daun torbangun (Coleus amboinicus
Lour) terhadap daya hidup mikroba rumen dan kecernaan in vitro [Skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Batubara I, Mirtaningtyas V, Setyawan A, Haryati A, Nurmala I. 2004.Angka
Unsur-unsur Penting (P, K, Ca, Mg dan Fe) Flavonoid Daun Torbangun
(Coleus amboinicus Lour) sebagai Gambaran Daun Torbangun dalam
Kesehatan Masyarakat.Bogor (ID): Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB.
Buznego MT, Perez Saad H. 1999. Antiepileptic effect of Plectranthus
amboinicus (Lour).J Spreng Rev Neur. 29:229-232.
Behnke K. 2001. Pig indusri-processing factors influencing pellet quality feed. J
Anim. Feed Manufacturs Association 5(4):150-155.
Brannen LA, Davidson PM. 1993. Antimicrobials in Foods.New York (US):
Marcel Dekker Inc.
Choochoat D, Sriubolmas N, De-Eknamkul W, Ruangrungsi N. 1998.
Antimicrobial activities of the essential oil from thai lamiaceous plants. J
Applied Microbiology88;317-322.
Davis WW, Stout TR.1971. Disc Plate Methods of Microbiological Antibiotic
Assay.Applied Microbiol 22: 659-665
Denna MJ, Sreeranjini K, Thoppil JE.2002.Antimicrobial Screening of essential
oils of Coleus aromaticus and Coleus zeyla. J Arom Indian 12:105-107.
Dozier WA. 2001. Pellet quality for more economical poultry meat. J Feed
International 52. 2:40-42
Estiasih, Tetu, Ahmadi K. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Malang (ID):
Bumi Aksara.
12
Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Gunawan IWA.2009. Potensi Buah Pare (Momordica charantia L) sebagai
Antibakteri Salmonella typhimurium.[Internet].[diunduh 10 Oktober 2013].
Tersedia pada http://adigunawan2009.wordpress.com/2009/05/26/potensibuah-
paremomordica-charantia-l-sebagai-antibakteri-salmonellatyphimurium/.
Jose MA, Ibrahim, Janardhanan S. 2005. Modulatory effect of Plectranthus
amboinicus Lour.on ethylene glycol induced nephrolithiasis in rats. J Pharm
Indian. 37:43-46.
Maryati, Fauzia RS, Rahayu T. 2007. Uji aktivitas anti bakteri minyak atsiri daun
kemangi (Ocimum basilicum) terhadap Staphylococcus aureus dan Escheria
coli. JPST. 8(1):30-38
Murni S. 2003. Aktivitas enzim cairan rumen pada beberapa bahan pakan dan
pengaruhnya terhadap performa broiler yang diberi ransum berbahan baku
singkong [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Meyer LH. 1971. Food Chemistry. JMJ Press Inc. Philippines.
NocekJE. 1988. In situ and other methods to estimate ruminal protein and energy
digestibility. A Review J. Dairy Sci. 71: 2051.
Pelezar MJ, Chan ECS.2004.Dasar Mikrobiologi.Edisi Kelima.Terjemahan:
Ratna Siri Hadioetomo.Jakarta (ID).Universitas Indonesia.
Perumal G, Subramanyam C, Natrajan D, Srinivasan K, Mohanasundari C,
Prabakar K. 2004. Anti fungal activities of traditional medicinal plant extract:
apreliminary survey. J.Phytolog Res. 17:81-83.
Pfost HB. 1976. Feed Manufacturing Technology. America Feed Manufacturing
Association. Virginia (US): Arlington
Ramanzin M, Lucia B, Giocanni B. 1994. Solubility, water holding capacity, and
specipic gravity of different concentrates. J. Dairy Sci. 77:774-781
Rao BS, Shanbhoge R, Upadhya D, Jagetia GC, Adiga SKP, P Kumar. 2006.
Antioxidant, anticlastogenic and radioprotective effect of Coleus aromaticus
on Chinese hamster fibroblast cells (V79) exposed to gamma radiation.
JMutagenesis.21:237-242.
Rumentor SD, Jahja J, Widjajakusuma R, Permana IG, Sutama IK. 2008.
Suplementasi daun bangun-bangun (Coleus amboinicus Lour) dan zinc-vitamin
Edalam ransum untuk memperbaiki metabolism dan produksi susu kambing
peranakan etawah. JITV.13(3) : 189-196.
Robertson JA, Eastwood MA. 1981. An examination of factors which many affect
the water holding capacity od dietary fiber. J.Nutr. 3:45-83.
Salman JGD, Jimenez TEG, Castilho RM.1996. Rev Cub. Plant Med. 2:27-30.
Smith AH, JA Imlay, RI Mackie. 2003. Increasing the oxidative stress response
allows Escherichia coli to overcome inhibitory effect of condensed tannins.
Appl. and Environ.Microb.69(6):3406-3411.
Suhartati FM, Suryapratama W, Rahayu S. 2004. Analisis sifat fisik rumput
lokal.JIPI. 6(1) : 37-42.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan
Biometrik. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia. Terjemahan
dari: Principles and Procedures of Statistics.
13
Suardi K. 2002. Sifat Kimia dan Kandungan Energi Metabolis Ransum Broiler
Berbahan Baku Gaplek yang mendapatkan Perlakuan Cairan Rumen[Skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Suriawiria U. 2005.Mikrobiologi Dasar. Jakarta (ID): Papas Sinar Sinanti. Syarief R, Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta (ID): Arcan. Thomas M, Van der poel AFB. 1996. Physicalquality of pelleted animal feed 1.
Criteria for pellet quality.J. Anim. Feed Sci Tech. 64: 59-78
Vogel. 1978. Textbook of Macro and Semimicro Qualitatif Inorganic Analysis.
London (UK): Longman Group Limited.
Wilson TO. 2010. Factors Affecting Wood Pellet Durability [Thesis]. University
Park (US): Pennsylvania State Univ.
Winarno FG. 1991. Kimia pangan dan gizi. Jakarta (ID): Gramedia PustakaUtama
Wirakartakusumah MA. 1992. Sifat Fisik Pangan. Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Bogor (ID): Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi IPB.
14
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil sidik ragamdaya larut air torbangun
Sumber Keragaman JK Db KT Fhit Signifikansi
Model koreksi 28.934a 2 14.467 0.875 .464
Intersep 6202.403 1 6202.403 375.222 .000
Perlakuan 28.934 2 14.467 0.875 .464
Galat 99.180 6 16.530
Total 6330.516 9
Total Koreksi 128.114 8 Keterangan : JK = Jumlah Kuadrat; db = derajat bebas; KT = Kuadrat Tengah; Fhit = Faktor
hitung
Lampiran 2 Hasil sidik ragamdaya hambat bakteri Bacillus subtilis
Sumber Keragaman JK Db KT Fhit Signifikansi
Model koreksi 4.222a 2 2.111 1.617 .247
Intersep 536.694 1 536.694 411.085 .000
Perlakuan 4.222 2 2.111 1.617 .247
Galat 7.833 6 1.306
Total 548.750 9
Total Koreksi 12.056 8 Keterangan : JK = Jumlah Kuadrat; db = derajat bebas; KT = Kuadrat Tengah; Fhit = Faktor
hitung
Lampiran 3 Hasil sidik ragamdaya hambat bakteri Staphylococcus aureus
Sumber Keragaman JK db KT Fhit Signifikansi
Model koreksi 6.056a 2 3.028 9.909 .013
Intersep 283.361 1 283.361 927.364 .000
Perlakuan 6.056 2 3.028 9.909 .013
Galat 1.833 6 0.306
Total 291.250 9
Total Koreksi 7.889 8 Keterangan : JK = Jumlah Kuadrat; db = derajat bebas; KT = Kuadrat Tengah; Fhit = Faktor
hitung
Lampiran 4Uji lanjut duncan daya hambat bakteri Staphylococcus aureus
Perlakuan N Subset
1 2
P1 3 4.667
P2 3 5.500
P3 3
6.667
Sig. 0.114 1.000 P1 : pellet torbangun dengan kadar air 12%, P2 : pellet torbangun dengan kadar air 13.5%, P3 :
pellet torbangun dengan kadar air 15%.
15
Lampiran 5 Hasil sidik ragam daya hambat bakteri Eschericia coli
Sumber Keragaman JK db KT Fhit Signifikansi
Model koreksi 32.000 a 2 16.00 9.143 .015
Intersep 289.000 1 389.00 165.143 .000
Perlakuan 32.000 2 16.00 9.143 .015
Galat 10.500 6 1.750
Total 331.500 9
Total Koreksi 42.500 8 Keterangan : JK = Jumlah Kuadrat; db = derajat bebas; KT = Kuadrat Tengah; Fhit = Faktor
hitung
Lampiran 6Uji lanjut duncandaya hambat bakteri Eschericia coli
Perlakuan N Subset
1 2
P1 3 3.000
P2 3
7.000
P3 3
7.000
Sig. 1.000 1.000 P1 : pellet torbangun dengan kadar air 12%, P2 : pellet torbangun dengan kadar air 13.5%, P3 :
pellet torbangun dengan kadar air 15%.
Lampiran 7 Hasil sidik ragam daya hambat bakteri Salmonella typhimutium
Sumber Keragaman JK db KT Fhit Signifikansi
Model koreksi 5.167 a 2 2.583 .869 .466
Intersep 156.250 1 156.250 52.570 .000
Perlakuan 5.167 2 2.583 .869 .466
Galat 17.833 6 2.972
Total 179.250 9
Total Koreksi 23.000 8 Keterangan : JK = Jumlah Kuadrat; db = derajat bebas; KT = Kuadrat Tengah; Fhit = Faktor
hitung
16
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakartapada tanggal
9Agustustahun 1991. Penulis merupakan anak kedua dari
bapak Syuro Ariyanto dan Ibu Huzaemah Malani. Penulis
menyelesaikan sekolah dasar di SD Dharma Karya UT pada
tahun 1997-2003, dilanjutkan di SMP Islam Alsyukropada
tahun 2003-2006, kemudian sekolah menengah atas di SMA
Labschool Cinerepada tahun 2006-2009 dan diterima di
Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni 2009 di
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas
Peternakan melalui jalur USMI. Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian
Bogor, penulis pernah aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Makanan Ternak
(HIMASITER)sebagai anggota PWI periode 2010-2011 danWakil Ketua
HIMASITER periode 2011-2012, Penulis juga aktif di organisasi UKM Futsal
IPB sebagai pemain dan pengurus selama 2010-2013. Selain kegiatan
keorganisasian, penulis juga sempat mengikuti kegiatan magang diKoperasi
Peternak Bandung Selatan (KPBS), Bandung pada tahun 2012.Penulis merupakan
penerima beasiswa penuh Genksi Social Fund (GSF) tahun 2011-2013 dan
melaksanakan Progaram Kreativitas Mahasiswa bidang penelitian (PKMP)
dengan judul “Pemanfaatan Limbah Buah Sebagai Pakan Alternatif untuk Sapi
Perah” yang didanai oleh DIKTI pada tahun 2012.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Heri Ahmad Sukria MScAgr
dan Prof Dr Ir Panca Dewi MHK MSi selaku dosen pembimbing akademik dan
pembimbing skripsi. Ucapan terima kasih juga penulisa sampaikan kepada Dr Ir
Despal MScAgr selaku dosen pembahas seminar yang banyak memberikan
masukan dan saran untuk penulis, serta Dr Anuraga Jayanegara SPt Msc dan Dr
Asep Gunawan SPt MSc selaku dosen penguji sidang juga Ir Sri Suharti MSc
selaku dosen panitia sidang penulis.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada staf Laboratorium
Agrostologi, Laboratorium Industri Pakan, Laboratorium Nutrisi Ternak Perah,
dan Laboratorium Biokimia Mikrobiologi Fisiologi Nutrisi Fapet IPB yang telah
membantu penulis selama penelitian. Ucapan terima kasih kepada kedua orang tua
(Syuro Ariyanto dan Huzaemah Malani), sahabat-sahabat penulis (Ninda, Fahri,
Tama, Lona, Arsy, Igor, Karina, Bayu, Memey, Imam, Tika, Icha, Obom, Adis,
Rivano, Nanda, Tasya, Priagung, Arif, Nisa, Pardi, Bias dan Kuncoro), sahabat-
sahabat INTP (Roland, Hari, Jazmi, Syaiful, Dita, Sapri, Farid, Siti Dan
Benediktus), teman-teman tim penelitian, teman-teman wisma IONA dan teman-
teman Futsal IPB.