PENGARUH PENERAPAN DEVELOPMENTAL CARE
TERHADAP STRES FISIOLOGIS PADA BBLR
DI RUANG PERINATOLOGI RS PANTI
WALUYO SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh:
CH. Tri Andar Utami
NIM. ST 13013
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena
atas perkenananNyalah penulis dapat menelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh
Penerapan Developmental care pada Bayi Berat lahir Rendah di Ruang
perinatologi RS Panti Waluyo Surakarta
Skripsi ini di susun untuk memenuhi gelar sarjana keperawatan program
transfer Stikes Kusuma Husada Surakarta. Penulis berharap hasil penelitian yang
terangkum dalam skripsi ini dapat memberikan kemajuan dalam pelayanan,
penelitian dan pendidikan keperawatan
Penyusunan skripsi ini dapat terlaksana atas bimbingan, bantuan dan
kerjasama berbagai pihak. Oleh karena itu penulis memberikan penghargaan, rasa
hormat dan terima kasih kepada:
1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M. Si, selaku ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta
2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S. Kep,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi
keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
3. Ibu Happy Indri Hapsari, S.Kep,Ns.,M.Kep selaku pembimbing I yang telah
meluangkan waktu, pikiran dan tenaga dalam memberikan bimbingan, arahan
dan masukan untuk kesempurnaan penelitian dan skripsi ini
iv
4. Ibu Anissa Cindy Nurul Afni, S.kep, Ns.,M.Kep selaku pembimbing II yang
telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga dalam memberikan bimbingan,
arahan dan masukan untuk kesempurnaan penelitian dan skripsi ini
5. Ibu Atiek Murhayati, S. Kep, Ns.,M. Kep selaku penguji yanh telah
memberikan arahan dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini
6. Dr. T. Soebroto, M. Kes selaku direktur RS Panti Waluyo yang telah
memberikan ijin penelitian
7. Bp. Bambang Kamiwarno, S. Kep selaku Kepala Bidang Keperawatan RS
Panti Waluyo yang memberi masukan dalam penelitian ini
8. Kepala Diklat RS Panti Waluyo beserta staf yang telah memberikan ijin dan
kesempatan untuk penelitian
9. Kepala Instalasi Rawat Inap RS Panti Waluyo yang telah memberikan ijin
untuk penelitian
10. Seluruh staf ruang perinatologi RS Panti Waluyo Surakarta yang telah
bekerjasama dalam penelitian ini
11. Bapak dan Ibu orang tua responden yang telah memberikan ijin untuk
pengambilan data dalam penelitian ini
12. Seluruh Staf Akademik dan Non akademik Stikes kusuma Husada Surakarta
yang telah menyediakan fasilitas dan dukungannya dalam penelitian ini
13. Suami saya Abdon Wahyu Bimo Wilutono, Anak – anak saya Gracia dan
Kenzie, Bapak, Ibu dan seluruh Keluarga tercinta yang telah memberikan
dukungan, semangat dan doa yang tidak pernah putus sehingga penelitian ini
berjalan baik
v
14. Semua sahabat, teman yang senantiasa mendukung, memotivasi sehingga
penelitian ini selesai tepat pada waktunya
Surakarta, 21 Agustus 2015
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL............................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN….................................................................... iii
KATA PENGANTAR............................................................................. iv
DAFTAR ISI............................................................................................ vi
DAFTAR TABEL.................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR............................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ xi
ABSTRAK............................................................................................... xii
ABSTRACT............................................................................................. xiii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian........................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian...................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori............................................................. 7
2.2 Keaslian Penelitian...................................................... 18
2.3 Kerangka Teori........................................................... 20
2.4 Kerangka Konsep........................................................ 21
vii
2.5 Hipotesis..................................................................... 21
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian…………………….. 22
3.2 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel... 23
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian………………………. 25
3.4 Variabel, Definisi Operasional, Skala Pengukuran…. 25
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data……….. 29
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data………………. 33
3.7 Etika Penelitian……………………………………... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Karakteristik Responden………………………..….. 38
4.2 Stres fisiologis sebelum developmental care pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan................
4.3 Stres Fisiologis sesudah developmental care pada
kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan…………………………………….............
4.4 Beda stres fisiologis sebelum dan sesudah developmental
care pada kelompok perlakuan.......................................
4.5 Beda stres fisiologis sebelum dan sesudah developmental
care pada kelompok kontrol...............
4.6 Beda stres fisiologis sesudah developmental care pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan........
39
40
41
43
44
viii
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden……………………............. 46
5.2 Gambaran stres fisiologis sebelum developmental care kelompok kontrol dan
perlakuan...................................................................
5.3 Gambaran stres Fisiologis sesudah developmental
care pada kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan……...........................................................
5.4 Beda stres fisiologis sebelum dan sesudah
developmental care pada kelompok perlakuan...........
5.5 Beda stres fisiologis sebelum dan sesudah
developmental care pada kelompok kontrol................
5.6 Beda stres fisiologis sesudah developmental care
pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.......
49
50
51
52
54
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan …………………………………………. 57
6.2 Saran ……………………………………………… 58
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Halaman
2.1 Keaslian Penelitian 18
3.1 Variabel penelitian, definisi operasional 25
4.1 Karakteristik responden 38
4.2 Distribusi responden anemia 39
4.3 Distribusi Responden stres fisiologis sebelum
Developmental care
40
4.4 Distribusi Responden stres fisiologis sesudah
Developmental care
41
4.5 Perbedaan rerata stres fisiologis sesudah
developmental care pada kelompok perlakuan
42
4.6 Perbedaan rerata stres fisiologis sesudah
developmental care pada kelompok kontrol
43
4.7 Perbedaan rerata stres fisiologis sesudah
developmental care pada kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan
47
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Gambar Halaman
1 Kerangka Teori 20
2 Kerangka Konsep 21
3 Jenis dan rancangan 22
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Keterangan
1 Permohonan Studi Pendahuluan Penelitian
2 Surat balasan Studi pandahuluan
3 Permohonan Ijin Penelitian
4 Surat balasan Ijin Penelitian
5 Permohonan menjadi Responden
6
7
8
9
10
Surat Persetujuan menjadi Responden
Lembar observasi developmental care
Hasil Uji Analisa statistik
Lembar konsultasi
Jadwal Penelitian
xii
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
CH. Tri Andar Utami
Pengaruh penerapan Developmental care terhadap Stres fisiologis pada
BBLR di Ruang Perinatologi RS Panti Waluyo Surakarta
Abstrak
BBLR seringkali mengalami kesulitan saat adaptasi dari intruterin keekstrauterin karena imaturitas organ. Tujuan penelitian ini untuk mengetahuipengaruh developmental care terhadap stres fisiologis (saturasi oksigen dandenyut nadi) pada BBLR.
Rancangan penelitian ini menggunakan Quasy Experimental dengan Non
Equivalent control group design. Sampel penelitian 47 BBLR yang dirawat diRuang Perinatologi RS Panti Waluyo dipilih dengan teknik Purposive sampling.Hasil analisa menggunakan Mann-whitney test menunjukkan bahwa adaperbedaan stres fisiologis setelah dilakukan developmental care pada kelompokperlakuan dan kelompok kontrol (p= 0,000).
Developmental care dapat memfasilitasi BBLR dalam beradaptasi denganlingkungan perawatan melalui keteraturan fungsi fisiologis yaitu saturasi oksigendan denyut nadi
Kata kunci :Developmental care, stres fisiologis, BBLRDaftar Pustaka: 48(2004-2011)
xiii
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCEKUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
CH. Tri Andar Utami
Effect of Developmental Care Application on Physiological Stress of Low
Birth Weight Infants at Perinatology Department of Panti Waluyo Hospital
of Surakarta
ABSTRACT
A low birth weight infant usually has a difficulty to adapt from intrauterineto extra-uterine due to the organ immaturity. The objective of this research is toinvestigate the effect of the developmental care on the physiological stress(oxygen saturation and pulse) of the low birth weight infants.
The research used the quasi experimental method with the non-equivalentcontrol group design. The samples of the research consisted of 47 low birthweight infants at Perinatology Department of Panti Waluyo Hospital of Surakarta.They were taken by using the purposive sampling technique.
The result of Mann-Whitney’s Test shows that there were physiologicalstress differences between the experimental group and the control group followingthe application of the developmental care as indicated by the p-value 0.000.
Thus, the developmental care could facilitate the low birth weight infantsto adapt to the care environment through the regularity of physiological functionsi.e. oxygen saturation and pulse.
Keywords: Developmental care, physiological stress, low birth weight infantsReferences: 48 (2004-2011)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan
umur 28 hari, dimana terjadi perubahan sangat besar dari kehidupan intra
uterin ke kehidupan ekstra uterin. Masa perubahan paling besar terjadi pada
jam ke 24 sampai 72 jam pertama, bayi terus beradaptasi namun kondisi ini
lebih sulit pada bayi dengan resiko tinggi seperti bayi prematur dan berat
badan lahir rendah (BBLR). Bayi khususnya BBLR memerlukan stimulus
yang adekuat dari lingkungan untuk tumbuh dan berkembang. Kenyataannya
perawatan intensif menyebabkan stimulus yang berlebihan sehingga
mengakibatkan stres pada bayi dan dapat mengganggu keseimbangan fungsi
fisiologis.
BBLR seringkali mengalami beberapa masalah pada periode segera
setelah lahir sebagai akibat karakteristik organ yang belum matang.
Karakteristik organ yang belum matang ini misalnya masalah gangguan
pernafasan karena faktor surfaktan yang belum terbentuk, kurangnya otot
polos pembuluh darah dan rendahnya kadar oksigen darah yang
mengakibatkan terjadinya trauma susunan saraf pusat dan keterlambatan
penutupan duktus arteriosus serta ketidakmampuan meregulasi stimulus yang
datang mengakibatkan bayi cenderung mengalami stres (Bobak, Lodermilk &
Jensen, 2005; Maguire et al, 2008; Kosim et al, 2010). Keadaan ini akan
2
menjadi lebih buruk apabila berat lahir semakin rendah (Bobak, Lowdermilk
& Jensen, 2005).
Kondisi stres yang dialami BBLR dalam perawatan yang demikian
dapat terlihat dari perilaku yang nampak pada bayi, termasuk perubahan
fisiologis, kewaspadaan atau perhatian dan aktivitas motorik (Hockenberry &
Wilson, 2007). Perilaku BBLR sebagai respon terhadap stimulus yang
berlebihan seperti kebisingan, pencahayaan dan berbagai prosedur pengobatan
dan perawatan dapat diamati dari perubahan kondisi tubuh. Perubahan kondisi
tubuh diantaranya hipoksemia, apnea (Meguire et al, 2008) selain itu
perubahan kondisi tubuh BBLR dapat diamati melalui peningkatan denyut
nadi dan penurunan saturasi oksigen (Ais et al, 1986, dalam symington &
Pinelli, 2006).
BBLR membutuhkan perawatan intensif, cermat dan tepat. Perawatan
yang diberikan dirancang untuk mendukung kelangsungan hidup bayi berat
lahir rendah. Kenyataan bahwa perawatan intensif yang diberikan, juga
menjadi sumber stres karena stimulasi yang berlebihan sebagai contoh
kebisingan alarm inkubator, ventilator, patient monitor, prosedur invasif,
perpisahan dengan orang tua (Westrup; Symington & Pinelli, 2006 ; Lissauer
& Fanaroff, 2009).
Strategi pengelolaan lingkungan perawatan intensif untuk
meminimalkan pengaruh lingkungan perawatan yang memberikan stimulus
yang berlebihan sangat dibutuhkan. Strategi tersebut dapat tercapai melalui
asuhan perkembangan yang disebut developmental care yaitu asuhan yang
3
memfasilitasi perkembangan bayi melalui pengelolaan lingkungan yang
adekuat yang akan meningkatkan stabilisasi fisiologi dan penurunan stres bayi
(Byers, 2006; Rick, 2006).
Pengelolaan lingkungan dalam developmental care tersebut
diantaranya meliputi pemberian penutup inkubator untuk meminimalkan
pencahayaan, pemberian nesting atau sarang untuk menampung pergerakan
yang berlebihan dan memberi bayi tempat yang nyaman, pengaturan posisi
fleksi untuk mempertahankan normalitas batang tubuh dan mendukung
regulasi (Kenner & Mc Grath, 2004). Selain itu beberapa bentuk intervensi
dari developmental care lainnya dalam bentuk meminimalisir membuka
ataupun menutup inkubator atau minimal handling untuk hal yang tidak perlu,
clustered care atau memusatkan beberapa tindakan dalam jam – jam tertentu
atau pengadaan jam tenang, Perawatan Metode Kanguru (PMK) atau skin to
skin contact (Klauss & Fanaroff, 2009).
Salah satu tujuan dari Milenium Development Goals (MDG’s) adalah
menurunkan angka kematian bayi dan anak. Pada tahun 2006 menurut World
Health Organization (WHO) Angka Kematian Bayi (AKB) di dunia 49 per
1000 kelahiran. Di Indonesia menurut Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKB sebesar 32 / 1000 kelahiran hidup.
Prevalensi BBLR menurut WHO tahun 2011 diperkirakan 15 % dari seluruh
kelahiran di dunia. Secara statistik menunjukkan 90 % kejadian BBLR
didapatkan di negara berkembang. Angka kejadian BBLR di Indonesia adalah
10,5 % masih diatas angka rata - rata Thailand 9,6 % Vietnam 5,2 %. Di Jawa
4
Tengah pada tahun 2009 sebesar 2,81% meningkat bila dibandingkan
tahun 2008 sebesar 2,08% (Profil Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah, 2009).
Di Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta, pada tahun 2013 angka
kejadian BBLR adalah 100 bayi, dengan jumlah kelahiran 621, yang berarti
16,10 % sedangkan angka kematian bayi baru lahir pada tahun 2013 sebanyak
16 bayi dengan jumlah kelahiran 621 yaitu sekitar 2,65 %. Angka kematian
disebabkan karena BBLR sebesar 31,25 %. Perawatan BBLR di Rumah Sakit
Panti waluyo belum menggunakan developmental care karena belum
tersedianya peralatan yang dibutuhkan untuk developmental care.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Perawatan yang intensif menyebabkan stimulus yang berlebihan bagi
BBLR. BBLR belum memilik kemampuan yang baik untuk beradaptasi
dengan lingkungan karena imaturitas organnya sehingga diperlukan strategi
pengelolaan lingkungan melalui developmental care. Developmental care
yaitu asuhan yang memfasilitasi perkembangan bayi melalui pengelolaan
lingkungan yang adekuat Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik
untuk melakukan penelitian, bagaimana pengaruh developmental care
terhadap stres fisiologis pada BBLR ?
5
1.3 TUJUAN PENULISAN
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh penerapan developmental care terhadap
stres fisiologis pada BBLR
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik demografi responden.
b. Mengidentifikasi stres fisiologis sebelum dilakukan developmental
care pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
c. Mengidentifikasi stres fisiologis setelah dilakukan developmental
care pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
d. Menganalisis beda stres fisiologis sebelum dan sesudah dilakukan
developmental care pada kelompok perlakuan.
e. Menganalisis beda stres fisiologis sebelum dan sesudah dilakukan
developmental care pada kelompok kontrol.
f. Menganalisis beda stres fisiologis setelah dilakukan developmental
care pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1. Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi perawat
dalam pemberian asuhan keperawatan pada BBLR di unit
Perinatologi.
6
1.4.2. Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pngembangan
ilmu pengetahuan dan bahan pembelajaran di bidang keperawatan.
1.4.3. Peneliti Lain
Hasil penelitaian ini di harapkan dapat menjadi rujukan bagi peneliti
berikutnya yang berhubungan dengan developmental care pada
BBLR.
1.4.4. Peneliti
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memotivasi peneliti untuk
mengembangkan pengetahuan dan inovasi dalam pererapan
developmental Care bagi BBLR di unit perinatologi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1 Bayi Berat Lahir Rendah
1. Pengertian
BBLR adalah bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram
(Arif, 2009). Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) merupakan bayi yang
ketika dilahirkan mempunyai berat badan kurang dari 2500 gram
(Yulifah & Yuswanto, 2009). Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah
Bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia
kehamilan. Hal ini berarti bahwa berat lahir tersebut dapat sesuai masa
kehamilan atau kecil masa kehamilan yaitu apabila berat lahir kurang
dari normal menurut usia kehamilan tersebut (Saifuddin et al, 2006).
Berdasarkan pengertian di atas maka bayi dengan BBLR dapat dibagi
menjadi 2 golongan (Arief, 2009):
a. Prematuritas murni
Adalah bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu
dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa
kehamilan atau disebut Neonatus Kurang Bulan – Sesuai Masa
Kehamilan (NKB _ SMK).
8
b. Dismaturitas
Adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
seharusnya untuk masa kehamilan. Dismatur dapat terjadi dalam
preterm, term dan post term. Dismatur ini dapat disebut juga
Neonatus Kurang Bulan – Kecil untuk Mas Kehamilan (NKB –
KMK), Neonatus Cukup Bulan – Kecil Masa Kehamilan (NCB –
KMK), Neonatus Lebih Bulan Kecil Masa Kehamilan (NLB –
KMK).
2. Etiologi
Menurut Arief dan Kristiyanasari (2009) BBLR dapat
disebabkan oleh beberapa faktor :
1) Faktor Ibu:
a) Penyakit
Penyakit langsung yang berhubungan dengan kehamilan
misalnya : perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis,
DM, toksemia gravidarum dan nefritis akut.
b) Usia Ibu
Angka kejadiantertinggi adalah pada usia , 20 tahun dan multi
gravida yang jarak kelahiran terlalu dekat.
c) Keadaan sosial ekonomi
Kejadian tertinggi terdapat pada tingkat sosial ekonomi rendah,
hal ini disebabkan karena keadaan gizi yang kuarang baik dan
pengawasan antenatal yang kurang.
9
d) Faktor Lain
ibu perokok, ibu peminum alkohol, pecandu obat narkotik.
2) Faktor Janin
Hidramnion, kehamilan ganda, kelainan kromosom.
3) Faktor Lingkungan
Tempat tinggal didataran tinggi, radiasi dan zat – zat racun.
3. Karakteristik Bayi Berat Lahir Rendah
Pada kelahiran dengan berat lahir rendah proses adaptasi
yang dilalui sangat sulit karena ketidakmatangan (imaturitas) sistem
organ (Bobak, Lowdemilk & Jensen, 2005). Beberapa contoh
karaktristik organ yang belum matang pada bayi BBLR adalah
kekurangan surfaktan, alveoli yang berfungsi sedikit jumlahnya
sehingga bayi mengalami distres pernafasan, penyakit membran
hialin, selain itu struktur kulit tipis dan transparan, cadangan lemak
bawah kulit sedikit mengakibatkan bayi mudah kehilangan panas
yang ditandai dengan hipotermi.
Tanda dan Gejala bayi Berat Lahir Rendah menurut Maryunani
dan Nurhayati (2009) menyatakan tanda – tanda BBLR:
a) Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram.
b) Panjang badan sama dengan atau kurang dari 45 cm.
c) Lingkar kepala kurang dari 33 cm.
d) Lingkar dada kurang dari 30 cm.
e) Letak kuping menurun.
10
f) Pembesaran dari salah satu atau dua ginjal.
g) Masalah dalam pemberian makanan (refleks menghisap dan
menelan berkurang).
h) Suhu tidak stabil (kulit tipis dan transparan).
4. Masalah yang terjadi pada BBLR
Menurut Damanik (dalam Buku ajar Neonatologi, 2010)
masalah yang lebih sering di jumpai pada bayi BBLR:
1) Ketidakstabilan suhu
BKB dan BBLR memiliki kesulitan untuk mempertahankan suhu
tubuh akibat :
a. Peningkatan hilangnya panas.
b. Kurangnya lemak sub kutan.
c. Rasio luas permukaan terhadap berat badan yang besar.
d. Produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak
memadai dan ketidakmampuan untuk menggigil.
2) Kesulitan pernafsan
a) Defisiensi surfaktan paru yang mengarah ke PMH
(Penyakit Membran Hialin).
b) Resiko aspirasi akibat belum terkoordinasinya refleks
batuk, refleks menghisap dan refleks menelan.
c) Thoraks yang dapat menekuk dan otot pembantu
respirasi yang lemah.
d) Pernafasan yang periodik dan apnea.
11
3) Kelainan gastrointestinal dan nutrisi
a) Refleks isap dan telan yang buruk terutama sebelum 34
minggu.
b) Motilitas usus yang menurun.
c) Pengosongan lambung yang tertunda.
d) Pencernaan dan absorpsi vitamin yang larut dalam lemak
kurang.
e) Defisiensi enzim laktase pada brush border usus.
f) Menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein, dan zat
besi dalam tubuh.
g) Meningkatnya resiko EKN (Entero Kolititis Nekrotikans).
2.1.2 Stress Fisiologis
Als et al (1986 dalam Symington & Pinelli,2006) menyebutkan
bahwa parameter stress yang dapat diamati pada BBLR sebagai akibat
stimulus yang berlebihan dari lingkungan perawatan adalah perubahan
fungsi fisiologis tubuh berupa penurunan saturasi oksigen dan
peningkatan denyut nadi. Diskripsi dari penilaian fungsi fisiologis
saturasi oksigen dan denyut nadi dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Saturasi oksigen
Saturasi oksigen didefinisikan sebagai prosentase jumlah
hamoglobin yang teroksigenasi dalam darah (Brooker, 2005;
Hockenberry & Wilson, 2007). Saturasi oksigen juga merpakan
12
gambaran aliran oksigen dalam tubuh yang sangat penting bagi
optimalnya fungsi jantung dan organ tubuh lainnya karena oksigen
merupakan bahan bakar metabolisme. Sekitar 97 % oksigen yang
ditransportasikan kedalam aliran darah berkaitan dengan
haemoglobin di dalam sel darah merah dan 3 % lainnya larut dalam
plasma. Haemoglobin yang mengikat jumlah maksimum oksigen
dalam setiap molekulnya disebut kondisi tersaturasi (Walsh, 2006).
Nilai normal saturasi oksigen dalam rentang antara 90 – 99 %
(Kattwinkle et al, 2006). Berikut beberapa kondisi yang
mempengaruhi saturasi oksigen (Berman et al, 2009) :
a. Kadar haemoglobin
Kadar haemoglobin rendah pada Anemia akan menyebabkan
nilai saturasi oksigen menjadi rendah karena okigen tidak dapat
diikat oleh haemoglobin sel darah merah dalam jumlah yang
mencukupi.
b. Sirkulasi
Sistem sirkulasi berperan dalam transportasi darah dan oksigen
sehinnga pada kondisi dimana sirkulasi mengalami gangguan
seperti pada penyakit jantung, perdarahan . penyakit paru – paru
akan berpengaruh pada ikatan oksigen dan haemoglobin dalam
darah.
13
2. Denyut Nadi
Denyut nadi merypakan gambaran dari setiap denyut jantung
yang memompakan darah ke arteri (Walsh, 2006). Rentang nilai
normal denyut jantung bayi, termasuk bayi BBLR adalah berada
antara 100 – 160 kali setiap menitnya (Saefuddin, 2006). Beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi denyut nadi seperti latihan fisik,
berada pada wilayah pada kondisi tekanan atmosfir yang rendah,
kondisi emosional, penyakit jantung dan demam (Gill & O’ Brien ,
2003).
Alat yang dapat digunakan untuk mengukur saturasi oksigen
adalah pulse oxymetri. Pulse oxymetri merupakan alat ukur non
ivasif untuk mengukur kadar saturasi oksigen darah arteri (Berman,
2009). Sensor pulse oxymetri terdiri atas :
a) Dua dioda pemancar cahaya (dioda merah dan inframerah) yang
mentranmisikan cahaya melalui kuku, darah vena, darah arteri,
dan jaringan.
b) Fotodetektor yang dilelakkan langsung di depan dioda
Haemoglobin yang tersaturasi akan lebih bayak mengabsorbsi
cahaya inframerah. Sedangkan haemoglobin yang tidak
tersaturasi lebih bayak mengabsorbsi cahaya merah. Jumlah
akumulasi cahaya merah dan inframerah oleh haemoglobin yang
tersaturasi dan haemoglobin yang tidak tersaturasi dalam arteri
14
akan diukur oleh fotodetektor dan dilaporkan sebagai prosentase
saturasi oksigen (Slota, 2006; Berman et al, 2009 ).
2.1.3 Developmental care
Bayi khususnya BBLR membutuhkan stimulus yang adekuat
dari lingkungan untuk tumbuh dan berkembang (Symington & Pinelli,
2006; Lissauer & Fanaroff, 2009; Maguire et al, 2009). Tetapi
lingkungan yang inensif memberikan stimulus yang berlebihan.
Strategi penelolaan lingkungan yang dapat dilakukan untuk
menurunkan stres akibat stimulus yang berlebihan ini disebut dengan
asuhan perkembangan atau developmental care. Developmental care
merupakan asuhan yang memfasilitasi perkembangan bayi melalui
pengelolaan lingkungan perawatan dan observasi perilaku sehingga
bayi mendapatkan stimulus lingkungan yang adekuat (Symington &
Pinelli, 2006; Lissauer & Fanaroff, 2009; Maguire et al, 2009).
Stimulus lingkungan yang adekuat menyebabkan terjadinya stabilisasi
fisiologis tubuh dan penurunan stress (McGrath et al, 2011; Byers,
2006).
Lissauer dan Fanaroff (2009) mengatakan bahwa perilaku bayi
tidak hanya sebagai bentuk komunikasi melainkan juga sebagai
cerminan kesiapan seorang bayi untuk menjalankan tugas
perkembangan yang merupakan hasil atau respon terhadap pengaruh
stimulus lingkungan. Stimulus lingkungan bukan merupakan satu –
15
satunya faktor yang mempengaruhi perilaku bayi. Usia gestasi yaitu
usia kehamilan saat bayi dilahirkan dan kematangan saraf pusat
merupakan faktor lain yang mempengaruhi bagaimana bayi berperilaku
(Bobak, Lodemilk & Jensen, 2005).
2.1.3.1 Skin to skin contact
Pengelolaan lingkungan perawatan yang dilakukan dalam
developmental care ini meliputi stimulasi perkembangan kemampuan
visual melalui gambar dan warna, stimulasi taktil dan oral, pemberian
terapi non farmakologis seperti pembedongan ,sentuhan, fasilitas ikatan
atau interaksi orang tua dan anak dapat berupa kunjungan orang tua
atau skin to skin contact atau yang dikenal dengan perawatan metode
kanguru, dimana sangat penting untuk proses adaptasi bayi dan orang
tua terhadap kehadiran dan penerimaan satu sama lain (Sizun &
Westrup, 2004; Maguire et al, 2008; Wong et al, 2009; Kanner &
McGrath, 2009).
Ludington pada tahun 1990 mengamati efek skin to skin contact
pada bayi prematur terhadap level aktivitas dan periode tidur tenang.
Hasil penelitian meyebutkan bahwa terjadi penurunan level aktivitas
dan disertai peningkatan periode tidur selama skin to skin contact. Gray
et al (2000) mengemukakan bahwa skin to skin contact antara ibu dan
bayi selama 15 – 20 menit terbukti menurunkan intensitas menangis
dan menstabilkan denyut jantung.
16
2.1.3.2 Minimal Handling
Pengelolaan lingkungan perawatan intensif lainya yang dapat
dilakukan dalam developmental care adalah minimal handling. Minimal
handling dilakukan untuk memberikan waktu istirahat dan tidur bagi
bayi tanpa adnya gangguan aktivitas pengobatan, perawatan dan
pemeriksaan lainnya dengan cara sedikit mungkin memberikan
penanganan pada bayi atau memungkinkan penanganan bayi untuk
beberapa tindakan dalam satu waktu. Contoh tindakan minimal
handling adalah meberlakukan jam tenang, meminimalkan membuka
menutup inkubator utuk hal yang tidak perlu (Sizun & Westrup, 2004;
Maguire et al, 2008; Wong et al, 2009).
2.1.3.3 Nesting
Pemasangan Nesting atau sarang yang mengelilingi bayi dan
posisi fleksi juga merupakan bentuk dari pengelolaan lingkungan dalam
developmental care. Nesting dapat menopang tubuh bayi dan
memberikan tempat yang nyaman (Lissauer & Fanaroff, 2009). Posisi
fleksi sendiri merupakan posisi terapeutik karena posisi ini bermanfaat
dalam mempertahankan normalitas batang tubuh (Kenner & McGrath,
2004) dan mendukung regulasi diri karena melalui posisi ini bayi
difasilitasi untuk meningkatkan aktivitas tangan ke mulut dan tangan
menggenggam (Kenner & McGrath, 2004; Wong et al, 2009). Dalam
Bobak, Lowdemilk dan Jensen (2005) disebutkan pula bahwa posisi
fleksi bayi baru lahir di duga berfungsi sebagai sistem pengamanan
17
untuk mencegah kehilangan panas karena sikap ini mengurangi
pemajanan permukaan tubuh pada suhu lingkungan.
2.1.3.4 Intensitas suara
American Academy of Pediatrics (AAP) (dalam Kenner
&McGrath,2004) merekomedasikan bahwa pengelolaan lingkungan
intensif dengan pengendaliaan intensitas suara di ruang perawatan tidak
boleh melebihi 48 desibel (dB). Kebisingan lingkungan perawatan
berkontribusi terhadap peningkatan level hormon stress pada bayi
BBLR sehingga penerapan developmental care untuk menurunkan level
hormon stress yang dipengaruhi oleh kebisingan dengan menggunakan
penutup telinga bagi bayi BBLR, mendorong petugas kesehatan untuk
berbicara dengan tenang selama di ruang perawatan (Sizun & Wistrup,
2004; Maguire et al,2008; Wong et al, 2009).
2.1.3.5 Penutup Inkubator
Pengaturan pencahayaan menjadi bagian penting dalam
pengelolaan lingkungan pada developmental care. Pencahayaan untuk
melakukan prosedur medis dan perawatan direkomendasikan sebesar 60
footcandles (ftc) (AAP, 1997 dalam Kenner & McGrath, 2004),White
(dalam Kenner & McGrath,2004) juga merekomendasikan tentang
intensitas pencahayaan sebesar 10 – 20 ftc sebagai pencahayaan yang
adekuat dalam lingkungan perawatan bayi. Penggunaan penutup
inkubator untuk menurunkan intensitas pencahayaan dalam pengelolaan
lingkungan pada penerapan developmental care.
18
2.2 Keaslian Penelitian
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian
N
o
Nama
peneliti
Judul penelitian Metode Hasil Penelitian
1 AntariniIndriansari
Pengaruhdevelopmental
care terhadapfungsi fisiologisdan perilaku tidurterjaga bayi BBLRdi RS FatmawatiJakarta
Metode penelitianini menggunakanquasy
eksperimental
dengan self
controlled study
design. Samplepenelitian 15BBLR yangdirawat di ruangperinatologidipilihmenggunakantekhnik purposive
sampling
Hasil penelitianmenunjukkanadanya pengaruhyang signifikandengan penerapandevelopmental
care terhadapperilaku terjagadan tidur tenang(p=0,002) danpenurunan tiduraktif (p=0,003)serta penurunandenyutnadi(p=0,20)namun tidaksignifikan terhadapsaturai oksigen (p=0,234)
2 Lia Herliana Pengaruhdevelopmental
care terhadaprespon nyeri akutpada bayiprematur yangdilakukanprosedur invasif diRSU Tasikmalayadan RSU Ciamis
Metode penelitianmenggunakanquasy
experimental non
equivalent control
group before and
after design.Dengan jumlahsample 42 bayiprematur. Terdiridari 21 kelompokkontrol dan 21responden sebagaikelompokintervensi
Hasil penelitianmenunjukkan adaperbedaan yangsignifikan darirespon nyeri akutsebelum dansesudahdevelopmental care(p=0,000)
19
3 SandieBredemeyer,ShelleyReid, Janpolverinodan Cristawocadlo
Implementation
anf Evaluation of
an Individualized
developmental
care program in a
Neonatal Intensive
care Unit
Metode penelitianini menggunakanstudy cohort.Sample penelitianyang diambiladalah bayisangat prematuratau usia gestasikurang dari 32minggu denganjumlah responden110 bayi
Hasil penelitianmenunjukkanbahwa tidakditemukanperbedaan yangsignifikan antaratingkat cemas bayidan orang tua
20
2.3 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
BBLRImaturitas organ
BBLR
Stres Fisiologis
BBLR
Stres BBLRmenurun yangdapat diamatimelalui stabilisasinilai HR, SpO2
DEVELOPMENTAL CARE
a. Stimulus visual, taktil,oral
b. Skin to skin contact
c. Minimal handling
d. Clustered care
e. Penutup inkubatorf. Bicara perlahang. Nesting
Perawatan
Intensif
(stimulus yang
berlebihan)
21
2.4 Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
2.5 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian ( Nursalam, 2003 ). Hipotesis terbagi dalam 2 tipe :
a. Hipotesis Nol (Ho): Tidak ada pengaruh pemberian developmental care
terhadap stress fisiologis pada BBLR.
b. Hipotesis alternative (Ha/H1): Ada pengaruh developmental care
terhadap stress fisiologis pada BBLR.
BBLR Developmental care Stres
fisiologis
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasy
experimental. Quasy Experimental adalah metode penelitian eksperimen
dengan menggunakan kelompok kontrol namun tidak sepenuhnya untuk
mengontrol variabel luar yang mempengaruhi penelitian (Sugiyono,2008).
Pada penelitian ini, pendekatan yang digunakan dalam quasy experimental
dengan menggunakan Non Equivalent Control group design yaitu metode
penelitian yang memberikan perlakuan dan terdiri dua tau lebih kelompok
subjek. Before and After design karena penelitian ini membandingkan
sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Tetapi tidak perlu kelompok
kontrol yang benar – benar sama.
Bentuk rancangan dapat di gambarkan sebagai berikut :
Pretest perlakuan post test
xKelompok Intervensi Q1 Q3
Kelompok Kontrol Q2 Q4
Keterangan :
Q1 : Kelompok intervensi sebelum diberikan perlakuan
Q3 : Kelompok Intervensi setelah diberikan perlakuan
23
Q2 : Kelompok Kontrol sebelum diberikan perlakuan
Q4 : kelompok Kontrol setelah diberikan perlakuan
X : perlakuan , yaitu developmental care
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian adalah sejumlah subjek yang
mempunyai karakteristik tertentu (Sastroasmoro & Ismael, 2010).
Populasi dalam penelitian ini adalah bayi BBLR yang dirawat di ruang
Perinatologi RS Panti Waluyo.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan
cara tertentu sehingga dianggap dapat mewakili populasinya
(Sastroamoro & Ismael, 2010). Pemilihan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel
dengan pertimbangan tertentu sesuai yang dikehendaki peneliti (Setiadi,
2013) berupa kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh
sampel sehingga dapat diikutsertakan dalam penelitian (Sastroasmoro &
Ismael, 2010). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah: Bayi dirawat
di inkubator tidak menggunakan ventilator mekanik. Kriteria eksklusi
adalah kondisi yang menyebabkan subjek penelitian memenuhi kriteria
inklusi namun tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian.
24
(Sastroasmoro & Ismael, 2010). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini
adalah :
1. Bayi yang mengalami perdarahan intraventrikuler.
2. Bayi yang mengalami distres pernafasan.
3. Bayi yang dengan riwayat penyakit kardiovaskuler atau PJB
(Penyakit Jantung Bawaan).
4. Bayi yang mengalami demam atau sepsis.
Penentuan besar sampel dalam penelitian ini menurut Notoatmojo
(2010) sebagai berikut :
Keterangan :
N : Jumlah populasi
n : Besar sampel
d : Tingkat kepercayaan atau ketepatan = 0,01
88n =
1 + 88 (0,1) 2
n= 46,8
Berdasarkan rumus diatas penelitian ini membutuhkan sampel 47
responden.
25
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
3.3.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang prinatologi RS Panti Waluyo
Surakarta. RS Panti Waluyo merupakan rumah sakit tipe C yang belum
menerapkan developmental care.
3.3.2 Waktu Penelitian
Waktu pengumpulan data penelitian dilakukan dalam kurun waktu 3
bulan yang dimulai pada Februari sampai dengan Februari sampai dengan
Mei 2015.
3.4 Variabel penelitian, Definisi Operasional dan Skala pengukuran
Tabel 3.1
Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala pengukuran
Variabel Independen
No Variabel Definisi
Operasional
Alat ukur Indikator
penilaian
Skala
1 VariabelIndependen:developmen
tal care
Pemberiandevelopmental
care pada BBLRselamamenjalaniperawatan diruangperinatologi RSPanti Waluyomeliputi :pemberiannesting, minimal
handling,
clustered care,penutupinkubator, skin
to skin contact
Alat Ukur :lembarobservasiCara Ukur:memberikanintervensidevelopmental
care padaBBLR diRuangperinatologiRS PantiWaluyo
1 : tidak ,bila bayiBBLR tidakmendapatintervensidevelopmen
tal care
artinyarespondenpada fasetanpadevelopmen
tal care
2 : Ya, bilabayi BBLRmendapatintervensidevelopmen
tal care
Nominal
26
artinyarespondenpada fasedevelopmen
tal care
Variabel dependen
No Variabel Definisi
operasional
Alat Ukur Indikator
penelitian
skala
1 Fungsifisiologis :saturasioksigen
Pengukuranaliranoksigentubuh bayiBBLR
Alat ukur : alatmonitoringsaturasioksigen (pulse
Oxymetri) danlembarobservasiCara ukur :melakukanpencatatannilai saturasiyang terteradalam alatpulse
Oxymetri.Pembacaandilakukantepat pada tiap2 menit dalamrentangwwaktu 20menit. Padamasing –masing faseyaitu fasetanpadevelopmental
care dan fasedevelopmental
care
Nilai saturasidalam angka(prosentase)
Interval
2 Fungsifisiologis :denyutnadi (HR)
Frekuensidenyut nadiBBLR dalam1 menit
Alat ukur : alatmonitoringdenyut nadi(patient
monitor) danlembarobservasi
Nilai denyutnadi dalamangka
Interval
27
Cara ukur :melakukanpencatatannilai HR yangtertera dalamalat patientmonitorPembacaandilakukantepat pada tiap2 menit dalamrentang waktu20 menit. Padamasing –masing faseyaitu fasetanpadevelopmental
care dan fasedevelopmental
care
Variabel lainnya : Karakteristik responden
3 UsiaGestasi
Usiakehamilansaat bayidilahirkan
Alat ukur :lembarobservasiCara ukur:melihat catatanusia gestasibayi BBLRyang tercatatdi RekamMedis
Usia gestasidalamminggu
Interval
4 Usia saatpenelitian
Usia bayiBBLR saatpengambilandatapenelitiandilakukanyang dihitungdari tanggalkelahiranbayi
Alat ukur :lembarobservasiCara ukur :Menghitungusia bayiBBLR sejakbayi dilahirkansampaipengambilandata penelitiandilakukan.Tanggal
hari Rasio
28
kelahirandalam rekammedis bayi
5 Beratbadan lahir
Berat badanlahir bayi
Alat ukur :lembarobservasiCara ukur :Melihat databerat badanbayi BBLRdalam catatanrekam medisbayi
Berat badandalam gram
Interval
6 Beratbadan saatpenelitian
Berat badanbayi saatpengambilandatapenelitiandilakukan
Alat ukur :lembarobservasiCara ukur :Melihat databerat badanbayi BBLRdalam catatanharian perawat
Berat badandalam gram
Interval
7 Anemia Diagnoseatau adanyariwayatanemia saatdilakukanpengambilandata
Alat ukur ;lembarobservasiCara ukur :melihat hasilpemeriksaankadar Hb bayiBBLR terakhirdi catatanrekam medisbayi.Apabila Hb <13 gr% makabayidikategorikanmengalamianemia
1: tidak, bilabayi BBLRmempunyaikadar Hb ≥13 gr% saatdilakukanpengambilandatapenelitianatau tidakadanyariwayatanemia saatsebelumpenelitian2: ya, bilabayi BBLRmemilikikadar Hb ≤13 gr % saatdilakukanpengambilandatapenelitian
Nominal
29
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.5.1 Alat penelitian
Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
lembar observasi kondisi fisiologis bayi, yang memuat informasi mengenai
karakteristik responden meliputi usia gestasi, usia bayi saat penelitian, berat
badan lahir bayi, berat badan bayi saat penelitian, anemia dan fungsi
fisiologis: saturasi oksigen, denyut nadi.
Alat untuk mengukur saturasi oksigen dengan menggunakan pulse
oxymetri dan alat untuk mengukur denyut nadi menggunakan patient monitor.
Validitas alat dilakukan dengan cara kalibrasi sebelum penelitian.
Pencatatan hasil observasi terhadap fungsi fisiologis: saturasi dan denyut nadi
dilakukan bersamaan yaitu tiap 2 menit dalam waktu 20 menit untuk tiap –
tiap fase, fase tanpa developmental care atau pada kelompok kontrol dan fase
dengan developmental care pada kelompok perlakuan.
3.5.2 Cara Pengumpulan Data
1. Persiapan
Persiapan penelitian meliputi :
a. Peneliti mengajukan permohonan ijin ke Stikes Kusuma
Husada.
b. Peneliti menyampaikan ijin Penelitian dari Direktur RS Panti
Waluyo ke Kepala Instalasi Rawat Inap dan Kepala Ruang
Perinatologi RS Panti Waluyo.
30
2. Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan ini meliputi :
a) Peneliti menyampaikan sosialisasi mengenai intervensi
developmental care kepada kepala Ruang perinatologi, Ketua
Tim dan seluruh pelaksana Ruang Perinatologi RS Panti
Waluyo.
b) Peneliti bekerjasama dengan perawat ruang Perinatologi untuk
menentukan responden.
c) Peneliti menetapkan responden yang sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya.
d) Peneliti menjelaskan tentang tujuan, manfaat serta prosedur
dan hak- hak responden kepada orang tua responden.
e) Penelitian dilakukan setelah orang tua responden memberikan
ijin dengan menandatangani informed concent.
f) Peneliti mulai melakukan pengumpulan data dengan
menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan
sebelumnya.
g) Peneliti melakukan pengumpulan data melalui alur prosedur
dengan membagi responden menjadi dua kelompok yaitu
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
Pada kelompok kontrol:
31
1) Touching time, yaitu bayi mendapatkan perawatan seperti ganti
popok, asupan oral, perawatan tali pusat prosedur atau
tindakan perawatan lain setelah itu bayi dipasang nesting.
2) Periode stabilisasi, yaitu setelah touching time bayi diberikan
waktu istirahat sekitar 20 menit sebelum pengukuran nadi dan
saturasi tanpa developmental care.
3) Fase tanpa developmental care yaitu bayi kemudian setelah
stabilisasi dilakukan pengukuran fungsi fisiologis : nadi dan
saturasi tanpa ada intervensi developmental care tiap 2 menit
selama 20 menit.
4) Setelah selesai pengukuran pada kelompok kontrol bayi tetap
di beri nesting.
Pengukuran fungsi fisiologis tanpa developmental care
dilakukan selama 10 hari.
Pada kelompok perlakuan:
1) Touching time (1), yaitu bayi mendapatkan perawatan atau
tindakan keperawatan seperti ganti popok, asupan oral dalam
satu waktu agar bayi tidak mendapatkan penanganan berulang
2) Fase dengan developmental care yaitu bayi mendapatkan
intervensi developmental care : pemasangan nesting, penutup
inkubator, clustered care, pengaturan intensitas suara dan skin
to skin contact
32
3) Periode stabilisasi sekitar 20 menit.
4) Dilakukan pengukuran fungsi nadi dan saturasi tiap 2 menit
selama 20 menit.
5) Setelah pengukuran fungsi fisiologis bayi di biarkan istirahat
6) Touching time (2) bayi mendapatkan prosedur perawatan ganti
popok, atau tindakan perawatan lain.
7) Skin to skin contact atau perawatan metode kanguru dengan
ibu bayi jika kondisi ibu memungkinkan. Tetapi jika tidak bisa
digantikan oleh ayah atau keluarga lain minimal 1 jam.
8) Periode stabilisasi selama 20 menit.
9) Pengukuran nadi dan saturasi setiap 2 menit sekali selama 20
menit. Pengukuran fungsi fisiologis dengan developmental
care dilakukan selama 10 hari.
3.6 Teknik pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data dilakukan sebagai langkah awal sebelum analisis
data. Pengolahan data ada beberapa tahapan (Setiadi, 2013) :
a. Editing / memeriksa
Adalah memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para
pengumpul data. Pemeriksaan daftar pertanyaan yang telah selesai ini
dilakukan terhadap :
33
a) Kelengkapan jawaban, apakah tiap pertanyaan sudah ada
jawabnnya, meskipun jawabannya hanya berupa tidak tahu atau
tidak mau menjawab.
b) Keterbacaan tulisan, tulisan yang tidak terbaca akan mempersulit
pengolahan data atau pengolah data salah membaca.
c) Relevansi jawaban, bila ada jawaban yang kurang atau tidak
relevan maka editor harus menolaknya.
b. Coding / memberi tanda
Adalah mengklasifikasikan jawaban – jawaban daripada responden
kedalam bentuk angka / bilangan. Coding data berdasarkan rencana hail ukur
yang telah disusun dalam definisi operasional. Seperti memberikan kode 1
untuk fase kontrol, kode 2 untuk fase intervensi atau untuk karakteristik
Anemia, kode 1 untuk karakteristik responden yang tidak mengalami anemia
dan kode 2 untuk karakteristik responden yang mengalami anemia.
c. Processing
Adalah memproses data agar data yang sudah di-entry dapat
dianalisis. Pemrosesan data dapat dilakukan dengan cara meng-entry data dari
kuisoner ke paket program komputer.
d. Cleaning
Pembersihan data, lihat variabel apakah sudah benar atau belum.
Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry
apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut dimungkinkan terjadi
pada saat kita meng-entry data ke komputer.
34
Analisa data adalah langkah setelah dilakukan pengolahan data. Analisa data
bertujuan :
1) Untuk mengetahui komponen – komponen yang mempunyai sifat menonjol
dan mempunyai nilai yang ekstim.
2) Membandingkan antara komponen dengan menggunakan nilai rasio.
3) Memperbandingkan antara komponen dengan keseluruhan menggunakan
nilai proporsi (prosentase) kemudian menyimpulkannya.
Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi :
1. Analisa Univariat
Merupakan analisa yang menjelaskan karakteristik dari masing – masing
variabel yang diteliti (Hastono,2007). Karakteristik variabel yang dianalisa dalam
penelitian ini adalah usia gestasi, berat badan lahir, berat badan saat penelitian,
anemia, saturasi oksigen, denyut nadi. Variabel anemia dijelaskan menggunakan
distribusi frekuensi dan prosentase karena merpakan data kategorik. Variabel data
numerik yaitu usia gestasi, berat badan lahir, berat menggunakan distribusi
frekuensi dan prosentase karena merpakan data kategorik. Variabel data numerik
yaitu usia gestasi, berat badan lahir, berat badan saat penelitian, saturasi oksigen,
denyut nadi dianalisa menggunakan varians data.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan
atau perbedaan yang signifikan antara dua variabel atau lebih (Hastono,2007)
adapun analisa bivariat dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
35
Untuk mengetahui beda stres fisiologis setelah dilakukan developmental care
pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dilakukan uji independent t-
tes.
b) Uji paired t test dilakukan untuk mengetahui perbedaan stres fisiologis
sebelum dan sesudah dilakukan developmental care pada kelompok
perlakuan dan untuk mengetahui beda stres fisiologis sebelum dan sesudah
tanpa developmental care pada kelompok kontrol.
c) Sebelum melakukan analisis bivariat harus dilakukan uji normalitas. Data
dikatakan normal apabila hasil uji dengan Shapiro-Wilk > 0,05.
3. Uji alternatif
Jika dengan uji independent t- test ditemukan distribusi data yang tidak
normal maka dilakukan uji non parametrik dengan Mann-Whitney dan untuk
distribusi data yang abnormal pada Uji paired t-tes dilakukan uji non parametric
dengan Wilcoxon.
3.7 Etika penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip – prinsip
etik yang bertujuan untuk melindungi subjel penelitian. American Nurses
Associations (2001) dalam Labiondo – Wood dan Haber (2006) menyebutkan
terdapat lima petunjuk prinsip – prinsip etik yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu :
36
a) Right to self determination
Dalam hal ini peneliti meminta kesediaan responden untuk terlibat dalam
penelitian melalui persetujuan orang tua responden (informed consent)
terlebih dahulu memberikan penjelasan tentang tujuan, manfaat, prosedur
penelitian.
b) Right to privacy and dignity
Peneliti menjaga privasi dan martabat responden dalam hal ini bayi BBLR
dengan menyapa, memberikan salam dan mengucapkan terima kasih
setelah dilakukan pengambilan data.
c) Right to anonymity and confidentiality
Peneliti menjaga kerahasiaan identitas responden yang terlibat dalam
penelitian ini dengan tidak mencatumkan nama responden tetapi inisial
responden.
d) Right to fair treatment
Dalam penelitian ini responden tetap mendapatkan intervensi
developmental care. Intervensi developmental care diberikan pada
responden setelah selesai pengambilan data pada fase tanpa developmental
care.
e) Right to protection from discomfort and harm
Kenyamanan dan resiko yang mungkin muncul karena intervensi tetap di
perhatikan dalam penelitian ini. Intervensi tidak dipaksakan kepada
responden ketika responden dalam pemeriksaan atau tindakan lain untuk
kepentingan responden.
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Karakteristik Responden
Variabel dengan data numerik yaitu usia gestasi, usia saat penelitian,
berat badan lahir, berat badan saat penelitian disajikan dengan menggunakan
nilai rerata, minimum, maksimum, standar deviasi atau simpangan baku. Dan
variabel kategorik anemi disajikan dengan distribusi frekuensi dan prosentase
Tabel 4.1
Karakteristik responden berdasarkan usia gestasi , umur bayi saat penelitian,berat badan lahir, berat badan saat penelitian di
RS Panti Waluyo SurakartaFebruari – Mei 2015
(n=47)
Variabel Minimum Maksimum Mean Std.deviation
usia gestasi (minggu) 23.00 37.00 33.48 2.32usia bayi saatpenelitian (hari)
0.00 2.00 0.17 0.43
berat badan lahir(gram) 1500 2500 2.09 262.71
berat badan saatpenelitian (gram) 1500 2500 2.09 263.62
Tabel 4.1 menunjukkan rerata distribusi responden bayi berat lahir
rendah berdasarkan usia gestasi 33,48 minggu dengan nilai simpangan baku
2.32 minggu.
38
Rerata distribusi responden bayi berat lahir rendah berdasarkan usia
saat penelitian adalah 0.17 hari dengan nilai simpangan baku 0.43 hari.
Rerata distribusi responden bayi berat lahir rendah berdasarkan berat badan
lahir sebesar 2.098 gram dengan simpangan baku 262.7 gram. Rerata
distribusi responden bayi berat lahir rendah berdasarkan berat badan saat
penelitian sebesar 2.096 gram dengan simpangan baku 263.6 gram.
Tabel 4.2Distribusi responden berdasarkan Anemia saat penelitian di RS Panti Waluyo
Surakarta Februari – Mei 2015 (n=47)
Variabel Frekuensi Percent (%)Tidak anemia 40 85.1Anemi 7 14.9total 47 100
Tabel 4.1.2 tentang distribusi responden bayi berat lahir rendah
berdasarkan Anemia di dapatkan hasil bahwa bayi yang tidak mengalami
anemia paling banyak yaitu sejumlah 40 atau 85.1 % dan bayi yang
mengalami anemia sebanyak 7 (14,9%).
4.2 Stres fisiologis sebelum developmental care pada kelompok kontrol dan
kelompok perlakuan
Stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi pada fase sebelum
developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan adalah
sebagai berikut:
39
Tabel 4.3
Distribusi responden berdasarkan saturasi oksigen dan denyut nadi sebelumdevelopmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan saat
penelitian di RS Panti Waluyo SurakartaFebruari – Mei 2015 (n=47)
Variabel kelompok Minimal Maksimal MeanStd.
Deviasi
SpO2 pre testKontrol 90 96 92.95 1.91
Perlakuan 90 95 92 1.58Denyut Nadi
pretestKontrol 119 167 158.78 9.10
Perlakuan 115 178 148.45 10.75
Tabel 4.2 menunjukkan rerata SpO2 sebelum developmental care
pada kelompok kontrol adalah 92.95 % dengan simpangan baku 1,91 dan
rerata SpO2 sebelum developmental care pada kelompok perlakuan adalah
92% dengan simpangan baku 1.58. rerata Denyut Nadi sebelum
developmental care pada kelompok kontrol adalah 119 x/menit dengan
simpangan baku 9.10 dan rerata Denyut Nadi sebelum developmental care
pada kelompok perlakuan adalah 115 x/menit dengan simpangan baku 10.75.
4.3 Stres fisiologis sesudah developmental care Pada kelompok Kontrol dan
Kelompok Perlakuan
Stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi pada fase sesudah
developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan adalah
sebagai berikut:
40
Tabel 4.4Distribusi responden berdasarkan saturasi oksigen dan denyut nadi sesudahdevelopmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
saat penelitian di RS Panti Waluyo SurakartaFebruari – Mei 2015
(n=47)
Variabel kelompok Minimal Maksimal MeanStd.Deviasi
SpO2 post testKontrol 90 96 93.04 2.05
Perlakuan 90 96 93 1.84
Denyut Nadipost test
Kontrol 110 165 157 10.78Perlakuan 144 151 148.1
62.07
Tabel 4.3 menunjukkan rerata SpO2 sesudah developmental care pada
kelompok kontrol adalah 93.04 % dengan simpangan baku 2.05 dan rerata
SpO2 sesudah developmental care pada kelompok perlakuan adalah 93%
dengan simpangan baku 1.84. Rerata denyut nadi sesudah developmental care
pada kelompok kontrol adalah 157 x/menit dengan simpangan baku 10.78
dan rerata denyut nadi sesudah developmental care pada kelompok perlakuan
adalah 148 x/menit dengan simpangan baku 2.07.
4.4 Beda stres fisiologis sebelum dan sesudah dilakukan developmental care
pada kelompok perlakuan
Perbedaan rerata stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi
sebelum dan sesudah dilakukan developmental care pada kelompok
perlakuan responden adalah sebagai berikut:
41
Tabel 4.5Perbedaan rerata stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi sebelum
dan sesudah dilakukan developmental care pada kelompok perlakuanresponden di RS Panti Waluyo Surakarta
februari – Mei 2015
Hasil uji normalitas dengan menggunakan Shapiro-wilk saturasi
oksigen kelompok perlakuan diperoleh nilai p pretest (0,018) < 0,05 dan
postest (0,199) > 0,05 sehingga terdapat salah satu data berdistribusi tidak
normal sehingga digunakan uji statistik non parametrik yaitu uji Wilcoxon.
Hasil uji wilcoxon diperoleh nilai p= 0,056 > 0,05 sehingga tidak terdapat
pengaruh saturasi oksigen sebelum dan sesudah developmental care pada
kelompok perlakuan
Hasil uji normalitas denyut nadi kelompok kontrol diperoleh p value
pretest (0,000) < 0,05 dan postest (0,087) > 0,05 sehingga terdapat salah satu
data yang tidak terdistribusi normal sehingga digunakan uji statistik non
parametrik yaitu uji wilcoxon. Hasil uji wilcoxon diperoleh p value 0,656>
0,05 sehingga tidak terdapat pengaruh denyut nadi sebelum dan sesudah
developmental care pada kelompok perlakuan
Variabel Fase mean Std. Deviasi P Value
SpO2Pre test 91,32 1,58
0,056Post test 92.22 1,84
Denyut
Nadi
Pre test 143,9 10,750,656
Post test 147,28 2,078
42
4.5 Beda stres fisiologis sebelum dan sesudah dilakukan developmental care
pada kelompok kontrol
Perbedaan rerata stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi
sebelum dan sesudah developmental care pada kelompok kontrol responden
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6Perbedaan rerata stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi sebelum
dan sesudah developmental care pada kelompok kontrol respondendi RS Panti Waluyo Surakarta
februari – Mei 2015
Hasil uji normalitas dengan Shapiro-wilk diperoleh nilai p pretest
(0,175) dan postest (0,052) > 0,05 sehingga data dinyatakan berdistribusi
tidak normal sehingga digunakan uji statistik parametrik yaitu uji Paired
sample t-test. Hasil uji Paired t- test diperoleh nilai p 0,891 > 0,05 sehingga
tidak terdapat perbedaan saturasi oksigen sebelum dan sesudah pada
kelompok kontrol
Dari Hasil uji normalitas denyut nadi kelompok kontrol diperoleh nilai
p pretest (0,000) < 0,05dan postest (0,000) < 0,05 sehingga data tidak
terdistribusi normal sehingga digunakan uji statistik non parametrik yaitu uji
Variabel Fase mean Std. Deviasi P Value
SpO2Pre test 92,9 1,91
0,891Post test 93,04 2.05
Denyut NadiPre test 158,78 9,10
0,106Post test 157,08 10,78
43
Wilcoxon. Hasil uji Wilcoxon diperoleh p value 0,106 > 0,05 sehingga tidak
terdapat beda denyut nadi sebelum dan sesudah developmental care pada
kelompok kontrol.
4.6 Beda stres fisiologis sesudah dilakukan developmental care pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
Perbedaan rerata stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi
sesudah developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7Perbedaan rerata stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi sesudah
developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuanresponden di RS Panti Waluyo Surakarta
februari – Mei 2015
Hasil uji normalitas saturasi oksigen pretest pada kelompok kontrol
diperoleh nilai p post test (0,175) < 0,05 dan postest (0,018) > 0,05 sehingga
terdapat salah satu data yang tidak terdistribusi normal sehingga digunakan
uji statistik non parametrik yaitu uji Mann whitney. Hasil uji Mann whitney
diperoleh nilai p= 0,000 < 0,05 sehingga terdapat perbedaan saturasi oksigen
sebelum developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
Variabel kelompok Mean P Value
SpO2 post testkontrol 93.04
0,000perlakuan 92.22
Denyut Nadi post
test
kontrol 157,080,000
perlakuan 147.28
44
Hasil uji normalitas saturasi oksigen pretest pada kelompok kontrol
diperoleh nilai p pretest (0,052) > 0,05 dan postest (0,199) > 0,05 sehingga
data terdistribusi normal sehingga digunakan uji statistik parametrik yaitu
independent sample t-test. Hasil uji diperoleh p value 0,000 < 0,05 sehingga
terdapat perbedaan saturasi oksigen setelah developmental care pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
Hasil uji normalitas denyut nadi pretest pada kelompok kontrol
diperoleh p value pretest (0,000)< 0,05 dan postest (0,000) < 0,05 sehingga
data tidak terdistribusi normal sehingga digunakan uji statistik non parametrik
yaitu Mann-whitney. Hasil uji diperoleh p value 0,000 < 0,05 sehingga
terdapat perbedaan denyut nadi sebelum developmental care pada kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan.
Hasil uji normalitas denyut nadi pretest pada kelompok kontrol
diperoleh nilai p pretest (0,000) < 0,05 dan postest (0,087) > 0,05 sehingga
salah satu data tidak terdistribusi normal sehingga digunakan uji statistik non
parametrik yaitu Mann-whitney. Hasil uji diperoleh p value 0,000 < 0,05
sehingga terdapat perbedaan denyut nadi sesudah developmental care pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
45
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden
Analisa Univariat bertujuan menjelaskan karakteristik dari masing –
masing variabel yang diteliti. Pada penelitian ini variabel yang diteliti adalah
karakteristik responden yaitu usia gestasi, usia saat penelitian, berat badan
lahir, berat badan saat penelitian, anemia, stres fisiologis yaitu saturasi
oksigen dan denyut nadi.
5.1.1 Usia Gestasi
Bayi Berat Lahir rendah yang menjadi responden dalam
penelitian ini adalah bayi yang usia gestasinya minimal 23 minggu dan
maksimal 37 minggu dengan standar deviasi 2.32. BBLR mengalami
kesulitan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan diluar rahim
karena imaturitas organ (Bobak, Lowdemilk, & Jensen, 2005) sehingga
bayi kurang mampu meregulasi stimulus lingkungan luar (Maguire et
al, 2008). Bayi preterm memiliki sistem persarafan yang immature yang
menyebabkan respon fisiologis tidak adekuat terhadap stressor di
ekstrauterin (Martin et al, 2011).
Badr et al dalam penelitian (2010) menyatakan bahwa semakin
rendah umur kehamilan atau usia gestasi akan memiliki skala
Premature Infant Pain Profile (PIPP) yang tinggi dengan p value
0,001. Dalam penelitian yang sama dilakukan oleh Gibbins (2007)
46
menyatakan bahwa bayi dengan usia gestasi 28 minggu sampai dengan
32 – 36 minggu akan mengalami perubahan saturasi oksigen dan denyut
jantung yang tinggi bila dibandingkan dengan bayi yang usia gestasinya
diatas 36 minggu. BBLR dengan prematuritas murni memiliki level
oksidative stress yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi yang
cukup bulan (Galvan & Donzelli, 2009) sehingga usia gestasi memiliki
pengaruh yang lebih besar terjadinya stress oksidative (Nasi et al,
2009). Sehingga di perlukan perawatan yang memfasilitasi proses
adaptasi bayi dengan lingkungan yaitu developmental care.
5.1.2 Usia saat Penelitian
Usia BBLR saat penelitian ini minimal 0 hari dan maksimal 2
hari dengan simpangan baku 0.43. Minggu – minggu pertama
kehidupan merupakan proses transisi bagi bayi baru lahir. Proses
transisi ke ekstrauterin memerlukan fungsi ventilasi, respirasi, jantung
yang baik selain itu BBLR juga memerlukan mekanisme adaptasi
fisiologis (Martin, Fanaroff & Walsh, 2011). Transisi dari kehidupan
intrauterin ke ekstrauterin melibatkan serangkaian perubahan fisiologis
kompleks (Lissauer & Fanaroff, 2008). Demikian halnya yang terjadi
pada BBLR yang menjadi reponden dalam penelitian ini. BBLR berusia
maksimal 2 hari, berarti masih dalam masa transisi. Seiring dengan
bertambahnya usia bayi akan mengalami peningkatan kemampuan
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan diluar rahim (Depkes,
2006).
47
5.1.3 Berat Badan Lahir
Berat badan lahir bayi yang menjadi responden dalam
penelitian ini adalah bayi yang berat lahirnya minimal 1500 gram dan
maksimal 2500 gram dengan simpangan baku 262.71. Menurut
Damanik (2010) masalah yang lebih sering di jumpai pada bayi BBLR
adalah ketidakstabilan suhu karena faktor berat badan bayi saat lahir
rendah sehingga peningkatan hilangnya panas yang menyebabkan
hipotermi. Selain itu kurangnya lemak sub kutan, rasio luas permukaan
terhadap berat badan yang besar, produksi panas berkurang akibat
lemak coklat yang tidak memadai dan ketidakmampuan untuk
menggigil. Pada kondisi bayi mengalami hipotermi bayi akan
mengalami peningkatan kebutuhan oksigen (Wong et al, 2009).
Hipotermi dapat berkontribusi pada hipoglikemi, asidosis dan bahkan
mortalitas pada BBLR (Lissauer & Fanaroff, 2008).
5.1.4 Berat Badan saat Penelitian
Berat badan bayi saat penelitian yang menjadi responden dalam
penelitian ini adalah bayi yang beratnya minimal 1500 gram dan
maksimal 2500 gram dengan nilai rerata 2090 gram dengan simpangan
baku 263.62. Pada bayi baru lahir karena proses adaptasi terjadi
penurunan berat badan pada ± 10 hari pertama kehidupan adalah hal
yang normal selanjutnya bayi akan mencapai berat lahirnya (Wong et
48
al, 2009). Bayi membutuhkan nutrisi enteral 120 -140 kkal/Kg/hari
untuk mempertahankan laju pertumbuhan. Karena kebutuhan energi
yang tinggi sering tidak terpenuhi, bayi BBLR, preterm pada awalnya
statis bahkan menurun dan kadang membutuhkan waktu 21 hari untuk
mencapai berat lahirnya dan pertumbuhan mereka suboptimal (Lissauer
& Fanaroff, 2009).
Stres fisiologis dapat menyebabkan hambatan dalam konversi
energi yang dibutuhkan BBLR utuk tumbuh dan berkembang (Wong et
al, 2009). Pertambahan berat badan pada bayi merupakan cerminan dari
kemampuan bayi dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Demikian
halnya yang terjadi dengan responden yang menjadi penelitian ini.
5.1.5 Anemia
Dalam penelitian ini sebanyak 14,9% responden mengalami
anemia saat pengambilan data. Anemia merupakan karakteristik lain
yang dipertimbangkan dalam penelitian ini. Anemia pada BBLR
merupakan suatu kondisi dimana kadar hemoglobin darah kurang dari
13 gr/dl. Berman et al (2009) menyatakan bahwa kadar haemoglobin
rendah pada anemia akan menyebabkan nilai saturasi oksigen menjadi
rendah karena okigen tidak dapat diikat oleh haemoglobin sel darah
merah dalam jumlah yang mencukupi sehingga mempengaruhi saturasi
oksigen. Hal ini dimungkinkan menjadi faktor yang mempengaruhi
dalam penelitian ini.
49
5.2 Gambaran Stres Fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi sebelum
developmental care
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa gambaran stres fisiologis
saturasi oksigen dan denyut nadi sebelum developmental care pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan ada perbedaan tetapi masih
dalam rentang normal.
Respon stres digerakkan oleh suatu area yang terletak pada bagian
otak depan yaitu amigdala. Respon stres ini menstimulasi pelepasan hormon
adrenokortikoid dari hipotalamus yang menyebabkan stimulasi aktivitas
sistem saraf simpatik, meningkatkan curah jantung, meningkatkan glikolisis
dan glukoneogenesis di hati, mengurangi transport glukosa ke jaringan
penyimpanan, dapat menekan aktivitas sel imun (Ward, Clarke & Linden,
2009) serta adanya peningkatan hormon stres atau kortisol (Als et al,1986
dalam Symington & Pinelli, 2006; Maguire et al, 2008).
5.3 Gambaran Stres Fisiologis sesudah Developmental care
Pada penelitian ini diketahui bahwa rerata stres fisiologis saturasi
oksigen dan denyut nadi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
mengalami peningkatan di banding sebelum developmental care. Secara
statistik ada perbedaan bermakna dari peningkatan rerata saturasi oksigen dan
penurunan denyut nadi.
Perubahan heart rate (HR) dan saturasi oksigen menunjukkan tanda
stres fisiologis terhadap stressor lingkungan pada bayi prematur (Peng et al;
50
2009). Bayi – bayi preterm yang dirawat di NICU terpapar stres lingkungan,
stres fisiologis dan stres psikologis. Stres lingkungan terjadi dari stimulasi
pendengaran yang berlebihan, stres fisiologis karena ketidakmatangan organ
dan stres psikologis karena terpisahnya antara ibu dan bayi (Nyqvist et al,
2010., Sizun & Browne, 2005).
Terdapat hubungan antara stressor lingkungan (prosedur perawatan)
yaitu intensitas suara dan cahaya dengan kenaikan HR dan penurunan saturasi
oksigen pada bayi prematur. Environmental Protection Agency
merekomendasikan bahwa peralatan di Rumah Sakit khususnya di ruang
perawatan neonatal memiliki level suara tidak boleh melebihi 55 dB pada jam
aktivitas dan pada jam tidur tidak boleh lebih dari 45 dB karena kebisingan
dapat meningkatkan tekanan darah, meningkatkan respirasi, peningkatan
sirkulasi kortisol yang akan menyebabkan neonatus stres (Witt, 2008). Witt
juga menyatakan bahwa tingkat kebisingan ini terus menerus berlangsung
dapat merusak saraf – saraf pendengaran. Bayi yang lahir preterm memiliki
banyak kerugian termasuk stres dan morbiditas yang cukup besar (Lissauer &
Fanaroff, 2006).
5.4 Beda stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi sebelum dan
sesudah dilakukan developmental care pada kelompok perlakuan
Hasil pengamatan dan analisa statistik terhadap beda stres fisiologis
saturasi oksigen dan denyut nadi sebelum dan sesudah dilakukan
developmental care pada kelompok perlakuan responden dalam penelitian ini
51
adalah tidak terdapat pengaruh stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut
nadi sebelum dan sesudah developmental care pada kelompok perlakuan
dengan nilai p 0,656.
Hasil penelitian yang serupa dapat diketahui dari penelitian yang di
lakukan oleh Syahreni (2010). Hasil penelitian Syahreni menebutkan bahwa
tidak terdapat perbedaan bermakna rerata saturasi oksigen sebelum dan
sesudah penggunaan protokol pretise penutup telinga pada BBLR dengan
nilai p=0,750.
Dalam penelitian ini sebanyak 14,9 % responden mengalami anemia
saat pengambilan data. Kadar haemoglobin rendah pada Anemia akan
menyebabkan nilai saturasi oksigen menjadi rendah karena oksigen tidak
dapat diikat oleh haemoglobin sel darah merah dalam jumlah yang
mencukupi (Berman, 2009). Saturasi oksigen didefinisikan sebagai
prosentase jumlah hamoglobin yang teroksigenasi dalam darah (Brooker,
2005; Hockenberry & Wilson, 2007). Sekitar 97 % oksigen yang
ditransportasikan kedalam aliran darah berkaitan dengan haemoglobin di
dalam sel darah merah dan 3 % lainnya larut dalam plasma. Haemoglobin
yang mengikat jumlah maksimum oksigen dalam setiap molekulnya disebut
kondisi tersaturasi. Berman (2007) juga menyatakan bahwa beberapa kondisi
yang mempengaruhi saturasi oksigen adalah kadar haemoglobin dan sirkulasi.
Faktor ini dimungkinkan yang mempengaruhi tidak ada perbedaan yang
bermakna terhadap stres fisiologis saturasi oksigen
52
5.5 Beda stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi sebelum dan
sesudah dilakukan developmental care pada kelompok kontrol
Hasil pengamatan dan analisa statistik terhadap beda stres fisiologis
saturasi oksigen dan denyut nadi sebelum dan sesudah dilakukan
developmental care pada kelompok kontrol responden dalam penelitian ini
adalah tidak terdapat beda stres fisiologis saturasi oksigen dan denyut nadi
sebelum dan sesudah developmental care pada kelompok kontrol. Menurut
Hockenberry dan Wilson (2009) pendekatan developmental care dapat
dilakukan dengan menciptakan suasana malam hari untuk meningkatkan tidur
bayi dengan cara menggunakan penutup inkubator, meminimalkan stimulasi
lingkungan atau minimal handling, Clustered care, membantu memperbaiki
posisi bayi dengan cara miring dan fleksi, Nesting untuk mempertahankan
posisi fleksi ketika bayi terlentang atau miring (Maguire et al, 2009), skin to
skin contact atau Kangaroo Mother care dan Cobedding of twins yaitu bayi
kembar ditempatkan pada satu tempat tidur atau inkubator.
Responden kelompok kontrol dalam penelitian ini mendapat
intervensi nesting saja. Pemasangan nesting atau sarang yang mengelilingi
bayi dan posisi fleksi juga merupakan bentuk dari pengelolaan lingkungan
dalam developmental care. Nesting dapat menopang tubuh bayi dan
memberikan tempat yang nyaman (Lissauer & Fanaroff, 2009). Dalam
Bobak, Lowdemilk dan Jensen (2005) disebutkan pula bahwa posisi fleksi
bayi baru lahir di duga berfungsi sebagai sistem pengamanan untuk mencegah
kehilangan panas karena sikap ini mengurangi pemajanan permukaan tubuh
53
pada suhu lingkungan. Faktor ini dimungkinkan yang mempengaruhi tidak
ada perbedaan yang bermakna terhadap stress fisiologis saturasi oksigen
5.6 Beda stres fisiologis sesudah dilakukan developmental care pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
Pada penelitian ini didapatkan hasil pengamatan dan analisa statistik
terhadap beda stres fisiologis sesudah dilakukan developmental care pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan adalah terdapat perbedaan saturasi
oksigen sebelum developmental care pada kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan dengan nilai p 0,000. Pengenalan terhadap perilaku bayi termasuk
pengenalan terhadap kerentanan fisik, fisiologis dan emosional adalah hal
yang mendasari penerapan developmental care (Lissauer & Fanarrof, 2009).
Perawat memiliki peran yang bermakna dalam menciptakan lingkungan
perawatan tanpa stres. Lingkungan tersebut dapat diciptakan melalui asuhan
perkembangan atau developmental care. Developmental care bertujuan untuk
memfasilitasi BBLR dalam beradaptasi dengan lingkungan perawatan melalui
keteraturan fungsi fisiologis yaitu saturasi oksigen dan denyut nadi.
Keseluruhan intervensi yang dilakukan bertujuan agar BBLR diperlakukan
seperti kehidupan di dalam rahim dimana bayi tidak mendapat stimulus yang
berlebihan. Menurut Buonocore dan Bellieni (2008) rangsangan tersebut akan
menimbulkan stres pada bayi. Lebih jauh Buonocore dan Bellieni
menyebutkan bahwa satu metode non farmakologik adalah dengan cara
intervensi lingkungan.
54
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sizun dan Wistrup (2004) bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan terhadap respon nyeri akut sebelum dan
sesudah developmental care (p value=0,000). Hal ini dapat terjadi karena
dengan strategi developmental care, input sensori menjadi tepat dan minimal
sehingga bayi mampu beradaptasi terhadap rangsangan. Sebaliknya sensori
sangat banyak, bayi tidak mampu beradaptasi akan menimbulkan stres.
Dengan demikian developmental care merupakan strategi yang tepat dalam
mengurangi respon nyeri dan stres.
Skin to skin contact atau yang dikenal dengan perawatan metode
kanguru, dimana sangat penting untuk proses adaptasi bayi dan orang tua
terhadap kehadiran dan penerimaan satu sama lain (Sizun & Westrup, 2004;
Maguire et al, 2008; Wong et al, 2009; Kanner & McGrath, 2009).
Ludington pada tahun 1990 mengamati efek skin to skin contact pada bayi
prematur terhadap level aktivitas dan periode tidur tenang. Hasil penelitian
meyebutkan bahwa terjadi penurunan level aktivitas dan disertai peningkatan
periode tidur selama skin to skin contact. Metode kanguru tidak hanya
sekedar pengganti inkubator dalam perawatan BBLR, namun juga
memberikan banyak keuntungan yang tidak diberikan oleh inkubator (Suradi
& Yunarso, 1996 dalam Perinasia 2008). PMK (Perawatan Metode Kanguru)
menstabilkan suhu, denyut jantung dan frekuensi nafas teratur, mencegah
apnea, peningkatan saturasi oksigen (Perinasia, 2008). Penelitian lain yang
dilakukan oleh Ali et al (2009) menyebutkan bahwa frekuensi nafas, suhu
tubuh dan saturasi oksigen lebih baik pada bayi BBLR yang menjalani PMK
55
dibanding dengan bayi yang tidak di lakukan PMK. Penelitian yang lain
menyebutkan bahwa skin to skin contact meningkatkan kedekatan ibu dengan
bayinya, mengurangi stres ibu dan bayi dan membuat ibu dan bayi lebih
rileks (Tessier, 1998 dalam Perinasia 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Bredemeyer, S., Reid, S et al (2008)
menyebutkan bahwa Implementasi developmental care pada BBLR di NICU
dapat membantu meningkatkan kebahagiaan dan menurunkan tingkat
kecemasan orangtua dari BBLR tersebut. Developmental care memberikan
pengaruh yang signifikanterhadap perkembangan neurobehavioral (Prechtl
1977 dalam Maguire et al, 2009). Penelitian lain menunjukkan bahwa
developmental care dapat mempercepat kenaikkan berat badan bayi prematur
dan mempercepat kepulangan pasien (Ludwig, Steichen, Khoury & Krieg,
20008). Developmental care juga memiliki dampak jangka panjang seperti
penelitian yang dilakukan oleh McAnulty et al (2010) tentang efek NIDCAP
(Neonatal Individualized Developmental Care and Assesment Program)
setelah 8 tahun tindakan. Hasilnya menunjukkan secara signifikan terdapat
perbedaan fungsi yang lebih baik pada hemisfer kanan dan lobus frontal pada
kelompok eksperimen daripada kelompok kontrol.
56
BAB VI
PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
1. Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah bayi berat lahir rendah
dengan rerata usia gestasi 33,48 minggu. Usia gestasi terendah adalah 23
minggu dan tertinggi 37 minggu. Distribusi responden bayi berat lahir
rendah dengan rerata berat badan lahir sebesar 2.098 gram. Berat badan
saat penelitian yang terendah adalah 1500 gram. Bayi yang mengalami
anemia sebanyak 7 (14,9%)
2. Gambaran stres fisiologis sebelum dilakukan developmental care pada
kelompok perlakuan saturasi oksigennta adalah 92 % dan denyut
nadi148.45 x/menit. Gambaran stres fisiologis sebelum developmental
care pada kelompok kontrol saturasi oksigennya adalah 92.95 % dan
denyut nadi 158.78 x/ menit.
3. Gambaran stres fisiologis sesudah dilakukan developmental care pada
kelompok perlakuan saturasi oksigennya adalah 93 % dan denyut nadi
148.16 x/menit. Gambaran stres fisiologis sesudah dilakukan
developmental care pada kelompok kontrol adalah saturasi oksigennya
93.04 % dan denyut nadi 157 x/menit.
4. Tidak ada beda stres fisiologis sebelum dan sesudah dilakukan
developmental care pada kelompok perlakuan dengan nilai p 0,056
57
5. Tidak ada beda stres fisiologis sebelum dan sesudah dilakukan
developmental care pada kelompok kontrol dengan nilai p 0,891
6. Ada beda stres fisiologis setelah dilakukan developmental care pada
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan nilai p 0,000
6.2 SARAN
1) Manfaat Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi perawat dalam
pemberian developmental care bagi BBLR di unit Perinatologi.
2) Manfaat Bagi Pendidikan
Implikasi penelitian ini terhadap pendidikan keperawatan bagi calon
perawat adalah penelitian tentang developmental care ini menjadi landasan
teori dalam praktek asuhan keperawatan pada bayi BBLR
3) Manfaat Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitaian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi peneliti
berikutnya yang berhubungan dengan developmental care pada BBLR
misalnya tentang hubungan developmental care terhadap LOS (Length of
Stay) pasien BBLR.
58
DAFTAR PUSTAKA
Ali, S.M; Sharma, J., Sharma,R.,& Alam.(2009).Kangaroo Mother care ascompared to conventional care for low birth weight babies. Dicle Tipderg/Dicle Med J,36(3).155-160. Diunduh darihttp://www.proquest.umi.com
Als. H. (1986). A Sycnactive of model neonatal behavioral organization. Physicaland Occupational Therapy in Pediatrics 6,3-53 dalam Symington, A.J &Pinelli, J.(2006).Developmental Care for Promoting Development and
Preventing Morbidity in Preterm Infants. Cochrane Database of
systemics review.2.diunduh dari www.cochrane.org
American academy of Pediatrics (AAP). (1997).Noise: A hazard forv the fetusand newborn. Dalam Kenner, C & McGrath, J.M.(2004).Developmental
care of newborn & infants: A guide for health proffesionals.St.Louis:Mosby
Badr, L.K., Abdallah, B., Hawari, M., Sidani, S., Kassar, M., & Nakad, P, et al.(2010). Determinans of Premature Infant Pain responses to heelstick.Pediatrics Nursing,36(3),129-136
Berman, A., Synder, S.J., Kozier, B & Erb, G. (2009). Buku Ajar Praktik
KeperawatanKlinis. Edisi 5. Jakarta: EGC
Bobak, I.M.,Lowdermilk, D.L & Jensen, M.D.(2005).Buku Ajar
KeperawatanMaternitas. (edisi4). Jakarta: EGC
Bombell, S & McGuire, W. (2009). Early Thropic Feeding for Very Low BirthWeight Infants.Cochrane Database of Systemic Review,3. Diunduh dariwww.cochrane.org
Bredemeyer, S., Reid, S., polverino, J., & Wacadlo, C. (2008). Implementationand Evaluation of an Individualized development care program in aNeonatal Intensive Care Unit. Journal Compilation 13(4):281-291
Brooker, C. (2005).Ensiklopedi Keperawatan. Jakarta: EGC
Buonocore, G., & Bellieni, C.V. (2008). Neonatal pain: suffering, pain and risk
og Brain damage in the fetus and newborn. Italia: Springer-verlag
Byers, et al. (2006). A quasi-experimental trial non Individualized,developmentally supportive family centered care.JOGNN,35,105-115diunduh dari http://onlinelibrary.wiley.com
Celeste, M., Maguire, C.M., Frans, J., Wather., Arwen, J., Sprij., Saskia Lecessie., Wit, J.M., Sylvia Veen and for The Leiden Developmental care
59
Project. (2009). Effect of Individualized Developmental care inRandomized Trial of Infant <32 weeks. Pediatrics.124: 1021-1030.Originally publised online DOI: 10.1542/peds.2008-1881 diunduh darihttp://www.pediatrics.org/cgi/content/full/124/4/1021
Depkes RI. (2006). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, deteksi dan intervensi dini
tumbuh kembang anak ditingkat pelayanan kesehatan dasar. Jakarta:Dirjen Bina Kesehatan masyarakat-Depkes RI
Dharma, K.K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Trans InfoMedia
Gibbins, S., Stevens, B., McGrath, P.J., Yamada, J., Beyene, J., Breau, L.,Ohlsoson, A. (2007). Comparison of pain responses in infant of differentGestation ages. Neonatology, 93(1):10-21
Hastono, S.P. (2007). Analisis Data Kesehatan. Depok: FKM UniversitasIndonesia
Herliana, L. (2011). Tesis: Pengaruh developmental care terhadap respon nyeriakut pada bayi prematur yang dilakukan prosedur invasif di RSUTasikmalaya da RSU Ciamis. Tidak dipublikasikan. Depok: FIKUniversitas Indonesia
Hockenberry, M.J & Wilson,D.(2007).Wong’s: Nursing care of infants
andchildren. (8th ed). St.Louis: Mosby
Indriansari, A. (2011). Tesis: Pengaruh developmental care terhadap fungsifisiologis dan perilaku tidur terjaga Bayi Berat lahir Rendah di RSUPFatmawati Jakarta. Tidak dipublikasikan. Depok: FIK UniversitasIndonesia.
Kattwinkle, J et al. (2006). Buku Pedoman Resusitasi Neonatus. (edisi 5). Jakrta :Perinasia
Kenner,C & McGrath, J.M. (2004). Developmental care of newborn andinfants. A
guide for health proffesionals. St.Louis: Mosby
Kosim, M.S., Yunanto, A., Dewi, R ., Sarosa, G.I & Usman, A. (2010). Buku Ajar
Neonatologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia
Lissauer, T & Fanaroff, A. (2009). At a glance: neonatologi. Jakarta: Erlangga
Ludwig, S., Steichen, S., Khoury, J., & Krieg, P. (2008). Quality ImprovementAnalysis of Developmental care in Infant Less than 1500 Grams at Birth.Newborn and infant Nursing Review vol 8(2):93-100
Maguire, C.M., Walther, F.J., Swieten, C., Le Cessie, S., Wit, J.M.,& Veen, S.(2008).Effects of Basic Developmental care on Neonatalmorbidity,neuromotor development and growth and term age on infants
60
who were born at<32 weeks. Pediatrics.121,239-245. diunduh dariwww.pediatrics.org
Martin, R.J., Fanaroff, A.A., & Walsh, M.S. (2011). Fanaroff and Martin’s
Neonatal-Perinatal Medicine: Diseases of The Fetus and Infant (9th ed).St. Louise, Mo: Elsevier
McAnulty, G.B., Butler, S.C., Jane, H., Bernstein, J.H., Als, H., & Frank, H., et al.(2010). Effect of the Newborn Individualized developmental care andAssesment Program (NIDCAP) at age 8 years : Preliminary data. Journalof Clinical pediatrics.49(3):258-270
McGrath, J., Cone, S., (Abou) Samra, H. (2011). Neuroprotection in pretemInfant: futher understanding of the short and Long-term Implication forBrain develpment. Newborn Infant review,103:109-112
Millenium Development Goals (MDG’s). (2008).diunduh dari www.undp.or.id
Nassi, N., Ponziani, V., BeCatti, M., Galvan, P., & Donzelli, G. (2009).Antioksidant Enzymes and related elements in term and pretermnewborns. Pediatrics International,51(2):183-187
Notoatmojo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: RinekaCipta
Nyqvist, K.H., Anderson, G.C., Bergman, N., Cattaneo, A., Charpak, N.,Davanzo, R., WidstrÖm, A. (2010). Towards universal KangarooMother care: Recommendations and Report from The first EuropeanConference and seventh International Workshop on Kangaroo Mothecare.(no.99).Wiley-Blackwell.doi:10.1111/J.1651-2227.2010.01787.X
Peng, N.H., Bachman, J., Jenkins, R., Chen, C.H., Chang, Y.C., Chang, Y.S.,Wang, T.M. (2009). Relationship between Environmental stressor andStress Biobihavioral responses of Preterm Infant in NICU. Journal ofpeerinatal and neonatal Nursing vol 23(4):363-371
Perinasia. (2008). Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah dengan Metode Kanguru.Jakarta: Perinasia
Saifudin, A.B., Adriaansz, G., Winkjosastro, G.H & Waspodo, D. (2006). BukuAcuan nasional: Pelayanan Maternal dan neonatal. Jakarta: YayasanBina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Sastroasmoro, S., & Ismael, S.(2010). Dasar – dasar Metodologi PenelitianKlinis.Jakarta: Sagung Seto
Sizun, J., & Westrup, B. (2004). Early Developmental care for preterm neonates:a call for more research. Arch Dis Childfetal Neonatal, 89(5):F305-88
61
Sizun, J., & Browne, J.V. (2005). Research on erly developmental care for
Preterm Neonates. Paris, France: John Libbey and company Ltd
Slota, M.C. (2006). Core curriculum for Pediatrics Critical care Nursing. (2nded). St. Louis: Elsevier
Sugiyono. (2008). Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Syahreni, E. (2010). Tesis: Pengaturan pengaruh stimulus sensoris teerhadaprepon fisiologis dan perilaku BBLR di RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo. Tidak di publikasikan. Depok: FIK UniversitasIndonesia
Symington, A.J., & Pinelli, J. (2006). Developmental care for Promotingdevelopment and preventing morbidity in preterm infants. CochraneDatabase of Systemic Review,2. Diunduh dari www.cochrane.org
Walsh, W., McCullough, K., White, R. (2006). Room for Improvement: Nurses’perceptions of providing care in a single room newborn Intensive caresetting. Adv Neonatal Care Vol 6: 261 – 270
Ward, J.P.T., Clarke, R., & Linden, R. (2009). At a glance: Fisiologi. Jakarta:Erlangga
Witt, C.L. (2008). Turn down the Noise.Advance in Neonatal care.vol.8, No.3 PP.AC080301_137-138.qxp
World Health Organization. (2009). The Worldwide incidence of preterm Birth.A systematic Review of maternal mortality and morbidity. BuletinWHO,88(1):1-80
World Health Organization. (2010). World Health Statistic 2010. France: WHOLibrary Cataloguing in publication data
Wong, D.L., Hockenberry-Eaton, M., Wilson, D., Winkeistein, M.L., & Schawrtz,P. (2009). Wong: Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. (edisi 6). Jakarta:EGC