I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan komoditas pertanian yang
ada hampir di seluruh dunia. Rasanya yang unik, yakni perpaduan rasa manis dan asam
menjadikan tomat salah satu buah yang banyak digemari masyarakat. Hal tersebut
dikarenakan tomat memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi juga memiliki
kandungan dan komposisi gizi yang tergolong lengkap (Redaksi AgroMedia, 2007).
Produksi tomat di Indonesia pada tahun 2004 sebesar 4,65 % (626,872 ton)
dengan luas lahan 52,719 ha, dan hasil rata-rata tomat sebesar 11,89 ton ha -1 (Badan
Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2005). Sedangkan
pada tahun 2005 produksi tomat meningkat menjadi 647,020 ton ha-1 dengan
produktivitas sebesar 12,64 ton ha-1 (Deptan, 2005 dikutip Redaksi AgroMedia, 2007).
Hasil tersebut masih rendah dibanding dengan potensi tanaman tomat menggunakan
mampu mencapai hasil 25 sampai 30 ton ha-1 (East West Seed Indonesia, PT., 2007).
Dengan demikian upaya peningkatan hasil tanaman tomat per satuan luas perlu terus
ditingkatkan.
Dalam mengejar sasaran peningkatan hasil tanaman tomat, petani dan pelaku
pertanian seringkali menggunkan bahan kimia secara berlebihan. Penggunaan pupuk
kimia dan pestisida terbukti menimbulkan pencemaran baik pada tanah maupun
produk pertanian, yang akhirnya dapat menurunkan kualitas lahan dan produksi
pertanian serta mengganggu penggunaan bahan kimia dan memperbesar penggunaan
1
bahan bahan organik atau pupuk untuk meningkatkan produksi dan kualitas produk
pertanian (Anonim, 2000).
Penggunaan mikroorganisme efektif (EM) merupakan salah satu teknologi
yang dapat digunakan dalam usaha pengelolaan pertanian yang mampu mengurangi
pengaruh negatif pada lingkungan (Anonim, 1997). EM terdiri atas kultur campuran
mikroorganisme bermanfaat dan hidup secara alami serta dapat diterapkan sebagai
inokulum untuk meningkatkan keragaman mikroorganisme tanah dan tanaman (Higa
dan Parr, 1997). Meningkatnya mikroorganisme tanah bermanfaat bagi pertumbuhan
dan hasil tanaman. Mikroorganisme tanah meningkatkan transformasi kimia selama
proses dekomposisi, merombak polisakarida menjadi karbon dan air serta merangsang
pelapukan sisa-sisa tanaman menjadi artikel yang lebih kecil (Solihah, 1995). Aplikasi
EM-4 ada penanaman tomat memperlihatkan beberapa pengharuh antara lain
perubahan fisik, biologis dan kimia tanah, menekan perkembangan populasi
Trichoderma sp serta Penicillium sp, sebagai penekan perkembangan Fusarium sp.,
memperdalam lapisan olah tanah, meningkatkan agregasi tanah serta memacu
pertumbuhan dan produksi tomat (Higa dan Wididanan, 1991b dalam Wididana,
1993). Makalah ini menginformasi hasil percobaan untuk mengetahui konsentrasi
EM-4 terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tomat.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah yang dapat dikemukakan dari uraian pada latar belakang
adalah : Apakah terjadi interaksi antara konsentrasi dan interval waktu pemberian EM-
4 terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat.
2
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari interaksi antara konsentrasi dan
waktu pemberian EM-4 terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat. Penelitian
ini diharapkan berguna dalam memberikan sumbangan yang positif terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang agronomi. Selain itu agar
hasil penelitian yang diperoleh dapat dijadikan landasan dan bahan pertimbangan bagi
petani atau instansi pemerintah yang terkait dalam usaha meningkatkan hasil tanaman
tomat.
1.4 Kerangka Pemikiran
Tanah merupakan sistem yang hidup karena dapat mengolah pupuk anorganik
maupun organik yang diberikan menjadi unsur hara dalam bentuk yang tersedia
maupun tidak tersedia bagi tanaman (Adiningsih, 1992). Salah satu pemegang kunci
proses tersebut adalah keberadaan mikroba tanah yang mampu mentransformasi hara
sedemikian rupa sehingga unsur hara tetap berada pada sistem tanah-tanaman dan
dalam keadaan berimbang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Menurut Verma dan
Battacharya (1992), di dalam usaha mengoptimalkan hasil tanaman, proses hayati di
dalam tanah merupakan komponen penting yang harus dipertimbangkan bagi
terciptanya kelancaran suplai hara. Kemampuan mikroba sebagai pentransformasi
unsur hara, penghasil zat perangsang tumbuh dan pengendali penyakit tanaman dapat
dipakai untuk meningkatkan suplai hara.
EM-4 merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang
menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. EM4 diaplikasikan sebagai inokulan
3
pada bahan organik untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme
di dalam tanah maupun tanaman, yang selanjutnya dapat meningkatkan kesehatan,
pertumbuhan, kualitas dan kuantitas produksi tanaman. EM-4 mengandung bakteri
90% genus Lactobacillus dan genus Azotobacter serta dalam jumlah sedikit bakteri
fotosintetik, Streptomycetes sp., ragi dan Actinomycetes. Cara kerja EM-4 di dalam
tanah adalah dengan menyeimbangkan populasi mikroorganisme yang
menguntungkan dan menekan populasi mikroorganisme yang merugikan. Pemberian
EM-4 dengan dosis 8 L/ha per musim tanam, bila diaplikasikan dengan cara cara
disemprotkan pada permukaan tanaman atau disiram pada permukaan tanah
(Wididana, 1995).
Pengaruh pemberian EM-4 terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat
akan berbeda-beda pada taraf konsentrasi dan interval waktu pemberian yang berbeda-
beda. Konsentrasi menunjukan tingkat kepekatan bahan aktif yang berbeda dalam
cairan semprot, pemberian EM-4 pada konsentrasi yang tepat disertai dengan interval
waktu pemberian yang tepat pula, maka pertumbuhan dan hasil tanaman akan
meningkat.
1.5 Hipotesis
Dari kerangka pemikiran dapat diajukan hipotesis yaitu : Terjadi interaksi
antara konsentrasi dan interval waktu pemberian EM-4 terhadap pertumbuhan dan
hasil tanaman tomat.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tanaman Tomat
Klasifikasi tanaman tomat menurut Linaeus dikutip Bernardinus dan Wahyu
Wiryanta (2002) sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledonae
Ordo : Solanales
Familia : Solanaceae
Genus : Lycopersicon
Spesies : Lycopersicon esculentum Mill.
Tanaman tomat memiliki akar tunggang yang bisa tumbuh menembus tanah,
akar cabang, serta akar serabut (yang tumbuh kesamping yang bisa menyebar kesegala
arah). Kemampuannya menembus lapisan tanahnya terbatas, yakni pada kedalaman
30 cm sampai 70 cm. sesuai dengan sifat perakarannya, tomat bisa tumbuh dengan
baik di tanah yang gembur dan mengikat air (Redaksi AgroMedia, 2007).
Batang tanaman tomat berbentuk bulat, bercabang mulai dari ketiak daun yang
berada dekat dengan tanah. Tinggi tanaman tomat mencapai dua sampai tiga meter.
Sewaktu masih muda batangnya berbentuk bulat dan teksturnya lunak, tetapi setelah
tua batangnya berubah menjadi bersudut dan bertekstur keras berkayu. Ciri khas
5
batang tomat adalah tumbuhnya bulu-bulu halus di seluruh permukaannya
(Bernardinus dan Wahyu Wiryanta, 2002).
Daun tomat berbentuk oval dengan panjang 20 sampai 30 cm. Tepi daun
bergerigi dan membentuk celah-celah yang menyirip. Di antara daun-daun yang
bersirip besar terdapat sirip kecil dan ada pula yang bersirip besar lagi (bipinnatus).
Umumnya, daun tomat tumbuh di dekat ujung dahan atau cabang, memiliki warna
hijau, dan berbulu (Redaksi AgroMedia, 2007)
Bunga tanaman tomat berwarna kuning dan tersusun dalam dompolan dengan
jumlah lima sampai sepuluh bunga per dompolan atau tergantung dari varietasnya.
Kedudukan rangkaian bunga beragam, ada yang terletak di antara buku, pada ruas,
ujung batang, atau ujung cabang. Kelopak bunga berjumlah enam, berujung runcing,
dan berwarna hijau. Mahkota bunga berjumlah enam, bagian tangkalnya membentuk
tabung pendek berwarna kuning. Bunga tomat adalah bunga sempurna, memiliki
benang sari, bakal buah, kepala putik, dan tangkai putik. Benang sari terletak
mengelilingi putik, bertangkai pendek dan berwarna kuning cerah. Bunga tomat dapat
melakukan penyerbukan sendiri karena tipe bunganya berumah satu. Meskipun
demikian tidak menutup terjadi penyerbukan silang dengan bantuan serangga seperti
lebah (Etti Purwati dan Khairunisa, 2007).
Buah tomat berbentuk bulat, bulat lonjong, bulat pipih atau oval. Buah yang
masih muda berwarna hijau muda (berbulu dan berasa getir) sampai hijau tua.
Sementara itu, buah yang sudah tua berwarna cerah atau gelap, merah kekuning-
6
kuningan, atau merah kehitaman. Diameter buah tomat antara 2 sampai 15 cm,
tergantung varietasnya (Sastrahidayat, 1992).
Biji tomat berbentuk pipih, berbulu, dan diselimuti daging buah. Warna biji ada
yang putih, putih kekuningan, ada juga yang kecoklatan. Panjangnya 3 sampai 5 mm
dan lebar 2 sampai 4 mm. Jumlah biji setiap buahnya bervariasi tergantung pada
varietas dan lingkungan. Biji inilah yang umumnya digunakan untuk perbanyakan
tanaman (Etti Purwati dan Khairunisa, 2007).
Tanaman tomat dapat tumbuh di berbagai ketinggian tempat, baik dataran
tinggi maupun dataran rendah (tergantung varietasnya) dengan waktu tanam yang baik
sebelum musim hujan berakhir (awal musim kemarau) namun sebagian besar sentra
penanaman tomat berada di daerah dengan kisaran ketinggian 1.000-1.250 m dpl.
Tanaman tomat yang sesuai untuk ditanam di dataran tinggi misalnya varietas Berlian,
varietas Mutiara, varietas Kada. Sedangkan varietas yang sesuai di dataran rendah
misalnya varietas Intan, varietas Ratna, varietas Berlian, varietas LV, varietas CLN.
Selain itu, ada varietas tomat yang cocok di tanam di dataran rendah maupun dataran
tinggi misalnya varietas GH 2, varietas GH 4, varietas Berlian, varietas Mutiara,
varietas Marta (Bernardinus dan Wahyu Wiryanta, 2002).
Pada dasarnya bertanam tomat bisa dilakukan di segala jenis tanah. tanaman
semusim ini biasa tumbuh di tanah Andosol, Regosol, Latosol, Ultisol, dan Grumosol.
Jika tanah kurang subur atau sifatnya kurang cocok untuk pertumbuhan tanaman tomat
bisa dimanipulasi lewat pemupukan, baik pupuk organik maupun pupuk anorganik.
Kondisi tanah yang paling cocok untuk bertanam tomat adalah lempung berpasir yang
7
gembur dan banyak mengandung unsur hara. Jika tanah terlalu liat, strukturnya perlu
diperbaiki lewat pemberian pupuk kandang atau pupuk kompos dengan takaran 20
sampai 30 ton ha-1. Curah hujan optimal untuk tanaman tomat adalah 100-200 mm per
bulan. Suhu udara rata-rata harian yang optimal untuk perkecambahan benih tomat
adalah 25o sampai 30oC, sedangkan untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 24o
sampai 28o C. Kelembaban relatif yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman tomat
adalah 80 %. Sewaktu musim hujan, kelembaban akan meningkat dan resiko terserang
bakteri dan cendawan cenderung tinggi (Bernardinus dan Wahyu Wiryanta, 2002).
Tanaman tomat dapat ditanam di segala jenis tanah, mulai tanah pasir sampai
tanah lempung berpasir yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik serta
unsur hara dan mudah merembeskan air, akan tetapi tanaman tomat lebih menghendaki
tanah yang gembur, kaya humus dan subur. Akar tanaman tomat rentan terhadap
kekurangan oksigen, oleh karena itu drainase harus baik dan tidak menggenang.
Kemasaman tanah (pH) berkisar 5,5 sampai 7,0 sangat cocok untuk budidaya tomat
(Sastrahidayat, 1992).
2.2 Peranan Effective Mikroorganisme (EM-4) bagi Tanaman
Konsep dan teknologi EM-4 dalam bidang pertanian telah dilakukan secara
mendalam oleh Teruo Higa di Universitas Ryukyus, Okinawa, Jepang. Dalam skala
luas EM-4 telah diterapkan oleh petani organik di Jepang, diteliti kefektifannya di 15
negara termasuk Indonesia (Wididana dan Higa, 1996). EM-4 dapat memacu
pertumbuhan tanaman dengan cara :
8
1. Melarutkan kandungan unsur hara dari batuan induk yang kelarutannya rendah,
misalnya batuan fosfat.
2. Mereaksikan logam-logam berat dari senyawa-senyawa untuk menghambat
penyerapan logam berat tersebut oleh pertukaran tanaman.
3. Menyediakan molekul-molekul organik sederhana agar dapat diserap langsung
oleh tanaman, misalnya asam amino.
4. Menjaga tanaman dari serangan hama dan
5. Memacu pertumbuhan tanaman dengan cara mengeluarkan zat pengatur tumbuh.
6. Memperbaiki sifat kimia, biologi dan fisik tanah.
7. Memperbaiki dekompsisi bahan organik, residu tanaman serta memperbaiki daur
ulang unsur hara.
Jika seluruh pengaruh yang menguntungkan tersebut bekerja secara sinergis,
maka tanaman dapat menghasilkan secara optimal, walaupun tanpa menggunakan
pupuk kimia dan pestisida (Wididana, 1995). Di samping diterapkan pada tanah dan
tanaman EM-4 juga dapat diterapkan dalam pengolahan limbah, memperbaiki tanah
dasar tambak dan untuk mempercepat pertumbuhan ikan. Wididana dan Higa
(1996) cara kerja EM-4 adalah sebagai berikut :
1) Menekan pertumbuhan gulma
2) Mempercepat dekomposisi limbah dan sampah organik.
3) Meningkatkan ketersediaan nutrisi dan senyawa organik pada tanaman.
4) Meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang menguntungan yaitu mikoriza dan
senyawa organik pada tanaman.
9
5) Memfiksasi nitrogen
6) Mengurangi kebutuhan pupuk kimia.
Dengan cara tersebut, EM-4 dapat mengatasi pertumbuhan
mikroorganisme patogen yang selalu menjadi masalah pada budidaya tanaman sejenis
secara terus menerus. Selain itu EM-4 ini merubah lingkungan jika diaplikasikan
dalam dosis yang tinggi secara kontinyu sebab EM-4 bukan merupakan
mikroorganisme asing dan secara alami sudah terdapat di dalam tanah. Populasi
EM-4 di alam akan diseimbangkan sesuai dengan lingkungan bahan organik, air,
suhu, O2 dan lain-lain yang tersedia di dalam tanah (Wididana dan Higa, 1996).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa EM-4 dapat memfermentasikan bahan
organik yang terdapat di dalam tanah dengan melepaskan hasil fermentasi berupa
alkohol, gula, vitamin, asam amino dan senyawa organik lainnya. Fermentasi bahan
organik tidak melepaskan panas dan gas yang berbau busuk, sehingga serangga
tidak tertarik untuk bertelur atau melepaskan telurnya di dalam tanah, sehingga
tingkat serangan hama menjadi menurun, begitu pula pada EM-4 dapat
menekan/menurunkan populasi nematoda parasi tanaman di dalam tanah (Wididana,
1995).
Menurut Wididana dan Higa (1996) jenis mikroorganisme yang terkandung
dalam EM-4 sebagian besar terkandung genus Lactobacillus (bakteri asam laktat)
serta dalam jumlah sedikit bakteri fotosintetik, streptomycaes dan ragi. EM-4
meningkatkan dekomposisi limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan
nutrisi tanaman serta menekan aktivitas serangan hama dan patogen.
10
Penelitian tentang EM-4 telah dilakukan pada beberapa jenis tanaman
dan kondisi agroekologis yang berbeda-beda. Hasilnya menunjukkan bahwa EM-4
memberikan respon yang positif terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman serta dapat
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
11
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Percobaan
Penelitian ini merupakan percobaan lapangan yang dilaksanakan di Rumah
Kaca Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Waktu percobaan dilaksanakan
mulai bulan Juli 2001 sampai dengan bulan Oktober 2001.
3.2 Bahan dan Alat Percobaan
Bahan yang digunakan benih tomat, EM-4, pupuk Urea, SP-36, KCl,
fungisida Dithane M-45 80 WP dan air.. Alat-alat yang digunakan adalah ayakan,
kotak persemaian, polybag, dan ajir.
3.3 Rancangan Percobaan
3.3.1 Rancangan Lingkungan
Rancangan yang digunakan pada percobaan ini adalah Rancangan Acak
Lengkap yang terdiri dari dua faktor dan 10 ulangan.
3.3.2 Rancangan Perlakuan
Faktor pertama adalah konsentrasi EM-4 (A) yang terdiri atas 3 taraf, yaitu :
A2 = 2 ml L-1 air
A5 = 5 ml L-1 air
A8 = 8 ml L-1 air
Faktor kedua adalah interval waktu pemberian EM-4 (B) yang terdiri atas 2 taraf,
yaitu:
B1 = Setiap minggu sejak tanam sampai waktu panen pertama
B2 = Setiap dua minggu sejak tanam sampai waktu panen pertama
12
3.3.3 Rancangan Respon
Pengamatan dilakukan terhadap variable tinggi tanaman, diameter batang,
umur saat berbunga, jumlah tandan bunga tanaman-1, jumlah buah tanaman-1, diameter
buah, panjang buah dan total berat buah.
3.3.4 Rancangan Analisis
Analisis hasil pengamatan diuji menggunakan metode statistik berdasarkan
model linier RAK pola faktorial sebagai berikut :
Xijk = µ + i + j + ()ij + eijk
Keterangan:Xijk
μi j ()ij
eijk
:
::::::
Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij (taraf ke-I dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B)Rata-rata umumPengaruh aditif taraf ke-i dari faktor APengaruh aditif taraf ke-j dari faktor BInteraksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor BPengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ij
Berdasarkan model linier yang dipergunakan, maka disusun daftar analisis
ragam seperti pada Tabel 1
Tabel 1. Daftar Sidik ragam RAL Pola Faktorial
Sumber ragam DB JK KT Fhit F0,05
Perlakuan ab-1 JKP JKP/DBg KTp/KTg 2.40A a-1 JK (A) JKA/DBg KTg/KTg 3.29B b-1 JK (B) JKp/DBp KTp/KTg 3.29A x B (a-1)(b-1) JK(AB) JKgp/DBgp KTgp/KTg 2.59Galat ab(r-1) JKG KTg - -Total rab-1 JKT - - -
Sumber : Vincent Gasperz (1991)
3.4 Pelaksanaan Percobaan
13
Persiapan media tanam dilakukan dengan mengambil tanah pada kedalaman 20
cm kemudian diberishkan dari sisa tanaman dan diayak dengan ayakan yang berukuran
0,4 x 0,4 cm. Campuran tanah dan pupuk kandang yang digunkan sebagai media
tanam disterilisasi dengan menggunakan soil sterilizer untuk mencegah layu fusarium.
Pembenihan dilakukan dalam kotak persemaian yang terbuat dari kayu yang
berukuran 40 cm x 30 cm x 20 cm (p x l x t). Setelah benih mempunyai 4 sampai 6
daun, kemudian dipindahkan ke polybag yang berisi campuran 5 kg tanah dan 0,5 kg
pupuk kandang. Pupuk Urea, SP-36 dan KCl masing-masing diberikan tiga kali
sebanyak 3 g/polibag pada saat tanaman berumur 7, 28 dan 49 hari setelah tanam (hst).
Larutan EM-4 disiramkan ke media tanam setiap minggu dan setiap dua minggu sesuai
dengan perlakuan. Pemberian EM-4 dimulai sejak tanaman dipindahkan dari kotak
persemaian ke polybag sampai waktu panen pertama (7 hst sampai dengan 56 hst).
Pemberian ajir dilakukan sebagai penegak tanaman. Penyiraman dilakukan
setiap hari untuk menjaga kelembaban tanah dan ketersediaan air bagi tanaman.
Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang tumbuh.
Pengendalian penyakit dilakukan secara kimia dengan menggunakan Dithane M-45
sesuai dosis anjuran. Setelah 60% kulit buah berwarna merah, buah dipanen dengan
selang waktu 2 atau 3 hari sampai buah tidak layak panen. Setelah panen berakhir,
tanaman dibongkar untuk keperluan pengamatan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
14
Hasil analisis statistik dengan uji F menunjukkan bahwa EM-4 tidak
seluruhnya mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman tomat. Nilai F-hitung
semua variable yang diamati dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rangkuman Nilai F-hitung Semua Variabel yang Diamati
Variabel perlakuan Kontrol vs Perlakuan
Konsentrasi EM-4
Interval Pemberian
Interaksi
Tinggi tanaman 0.8 ns 0,802 ns 0,42 ns 5,52 *
Diameter batang 0.003 ns 0,00lns 0,00005 ns 0,0032ns
Umur saat berbunga 3,64 ns 0,056 ns 0,59 ns 2,51 ns
Jumlah tandan bunga 0,729 ns 0,976 ns 1,285 ns 1,035 ns
Panjang buah 155,25* 1,95 ns 0,03 ns 3,07 ns
Diameter buah 1,99 ns 2,87ns 0,70 ns 1,38ns
Jumlah buah tanaman-1 1,02 ns 0,98 ns 1,28 ns 2,5 ns
Berat buah 1,77 ns 0,009 ns 5,73 * 1,50 ns
Keterangan:ns = berbeda tidak nyata pada taraf 5%* = berbeda nyata pada taraf 5%
Dari Tabel 1 terlihat bahwa pemberian EM-4 cenderung tidak memberikan
pertumbuhan dan hasil yang lebih baik dibandingkan tanaman kontrol (tanpa EM-4).
Pemberian EM-4 hanya mempengaruhi panjang buah. Tabel 1 juga menunjukkan
pemberian EM-4 tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman.
Sedangkan interval waktu pemberian EM-4 hanya berpengaruh terhadap berat buah.
Hal ini terjadi karena kontrol memperoleh unsur hara dan bahan organik yang
diberikan (pupuk kandang sapi). Pengaruh baik bahan organik terhadap sifat tanah dan
pertumbuhan tanaman antara lain sebagai pembentuk butiran yang dapat
menggemburkan tanah, sumber fosfat, sulfur dan nitrogen serta meningkatkan daya
sangga air dan jumlah air yang tersedia untuk keperluan tanaman (Wididana, 1993).
15
Perbedaan konsentrasi EM-4 tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
hasil seluruh tanaman yang diberi EM-4. Hal ini diduga karena pupuk kandang sapi
yang digunakan merupakan bahan organik yang sudah mengalami pelapukan, sehingga
sulit dicerna oleh mikroorganisme. Mikroorganisme cenderung menyukai bahan
organik yang mudah dicerna (belum mengalami pelapukan). Higa (1992) dalam
Wididana (1993) menyatakan bahwa populasi mikroorganisme akan menjadi lebih
cepat pertumbuhannya dalam bahan organik yang belum mengalami dekomposisi
sempurna
Hasil analisis uji F terhadap perbedaan pengaruh EM-4 antar perlakuan dengan
kontrol pada pengamatan panjang buah menunjukkan pengaruh yang nyata. Nilai F-
hitung selengkapnya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbedaan Pengaruh EM-4 antar Perlakuan dengan Kontrol terhadap Panjang Buah Tomat
Sumber Keragaman F hitung
KontroI vs A2B1 1,02*
Kontrol vs A2B2 0,18 *
Kontrol vs A5B1 0,29 *
Kontrol vs A5B2 1,12 *
Kontrol vs A8B1 1,08 *
Kontrol vs A8B2 0,58 *
Keterangan:A2B1 : EM4 2 ml liter air-1 diberikan setiap mingguA2B2 : EM4 2 ml liter air-1 diberikan setiap dua mingguA5B1 : EM4 5 ml liter air-1 diberikan setiap mingguA5B2 : EM4 5 ml liter air-1 diberikan setiap dua mingguA8B1 : EM4 8 ml liter air-1 diberikan setiap mingguA8B2 : EM4 8 ml liter air-1 diberikan setiap dua minggu
Dari Tabel 2 terlihat bahwa perbandingan antara tanaman kontrol dengan
semua tanaman yang diberi EM-4 pada panjang buah menunjukkan perbedaan yang
16
nyata. Tanaman yang diberi EM-4 menunjukkan buah yang lebih panjang
dibandingkan tanaman kontrol (tanpa EM-4). Hal ini juga terlihat dari variabel-
variabel lainnya seperti diameter batang cenderung yang lebih lebar, umur saat
berbunga lebih pendek, dan buah cenderung lebih berat. Hasil ini didukung oleh hasil
penelitian Wismarawati (2001) yang menunjukkan bahwa pemberian EM-4 dapat
meningkatkan berat buah/tanaman tomat. Hal ini diduga akibat dari bertambahnya
populasi mikroorganisme di dalam tanah, sehingga meningkatkan aktivitas fermentasi
bahan organik tanah yang menghasilkan nitrogen, asam amino dan karbohidrat.
Meningkatnya nitrogen yang tersedia bagi tanaman akan membantu pembentukan
klorofil yang berperan dalam proses fotosintesis tanaman. Peningkatan hasil
fotosintesis juga meningkatkan jumlah fotosintat serta translokasi fotosintat dari daun
ke organ bagian bawah tanaman.
Pengaruh interaksi konsentrasi EM-4 dengan interval waktu pemberian antara
beberapa perlakuan yang diberi EM-4 terhadap tinggi tanaman disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Interaksi antara Konsentrasi dan Interval Waktu Pemberian EM-4 terhadap Tinggi Tanaman.
PerlakuanTinggi tanaman (cm)
1 MST 2 MST 2 MST 3 MST 4 MST 4 MST 5 MST
A2B1 12,30 20,65 20,65 34,69 53,60 53,60 67,25
A2B2 9,55 18,05 18,05 26,85 46,10 46,10 60,20
A5B1 12,00 20,40 20,40 32,10 51,80 51,80 65,80
A5B2 12,74 19,50 19,50 31,95 47,40 47,40 66,10
A8B1 11,80 19,46 19,46 32,65 49,35 49,35 62,85
A8B2 11,98 19,80 19,80 31,60 51,60 51,60 66,80
17
Pada Tabel 3 terlihat perlakuan A2B2 menunjukkan respon tinggi tanaman
terendah pada akhir pengamatan sebesar 60,2 cm. Hal ini diduga karena total volume
larutan EM-4 yang diberikan pada perlakuan A2B2 paling sedikit dibandingkan
perlakuan lainnya. Semakin banyak EM-4 diberikan akan menambah populasi
mikroorganisme di dalam tanah, sehinga akan semakin mudah melakukan penyebaran
ke dalam tanah untuk mempercepat proses dekomposisi bahan organik (Sriwidodo,
2001). Pemyataan ini didukung oleh Anonim (1997) yang menyatakan EM-4
merupakan kultur campuran berbagai mikroorganisme yang bermanfaat dan dapat
digunakan sebagai inokulum untuk meningkatkan keragaman mikroorganisme tanah.
Nilai rata-rata variabel pengamatan pada beberapa konsentrasi EM-4 disajikan
pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Rata-rata Variabel Pengamatan pada Beberapa Konsentrasi EM-4
Variabel PengamatanKonsentrasi EM-
2 ml L-1 5 ml L-1 8 ml L-1
Tinggi tanaman 5 MST (cm) 63,72 65,95 64,83
Diameter batang (cm) 0,34 0,29 0,33
Umur saat berbunga (hst) 34,05 34,25 34,25
Jumlah tandan bunga tanaman-1 4,70 4,20 4,40
Panjang buah (cm) 2,08 2,36 2,23
Diameter buah (cm) 2,58 2,92 2,61
Jumlah buah tanaman-1 7,35 5,95 6,50
Berat buah tanaman-1 (g) 58,78 59,99 60,50
Pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa konsentrasi 5 ml liter air memberikan
pengaruh yang cenderung lebih baik pada tinggi tanaman, panjang buah, dan diameter
buah dibandingkan dengan konsentrasi 2 ml liter air-1 dan 8 ml liter air-1 (Tabel 4). Dari
18
hasil uji statistik (Tabel 1) konsentrasi EM-4 tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah
tandan bunga dan jumlah buah tanaman. Tetapi dari Tabel 4, konsentrasi 5 ml .liter air -
1 cenderung memberikan hasil yang lebih rendah daripada konsentrasi 2 ml liter air dan
8 ml liter air-1 pada jumlah tandan bunga dan jumlah buah tanaman .Konsentrasi EM-4
2 ml liter air-1 memberikan berat buah tanaman terkecil, padahal jumlah tandan bunga
dan jumlah buah tanaman-1 lebih besar dibandingkan perlakuan 5 ml liter air dan 8 ml
liter air-1. Hal ini terjadi karena buah yang dihasilkan dengan perlakuan 2 ml liter air -1
tergolong kecil, terlihat dan panjang buah dan diameter buahnya juga cenderung lebih
kecil. Konsentrasi 8 ml liter air-1 cenderung memberikan berat buah tanaman-1 lebih
baik dibandingkan konsentrasi 2 ml liter dan 5 ml liter air-1 (Tabel 4), walaupun secara
statistik konsentrasi EM-4 tidak memberi pengaruh nyata terhadap berat buah tanaman
(Tabel 1).
Nilai rata-rata variabel pengamatan pada interval waktu pemberian EM-4
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai Rata-rata variabel Pengamatan pada interval waktu pemberian yang berbeda.
Variabel PengamatanInterval Waktu
B1 B2
Tinggi tanaman 5 MST (cm) 65,30 64,36
Diameter batang (cm) 0,32 0,32
Umur saat berbunga (hst) 33,96 34,40
Jumlah tandan bunga tanaman-1 4,60 4,26
Panjang buah (cm) 2,21 2,24
Diameter buah (cm) 2,65 2,76
Jumlah buah tanaman-1 6,13 7,06
Berat buah tanaman-1 (g) 47,36 72,15
19
Pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa tanaman yang diberi EM-4 setiap 2
minggu (B2) menghasilkan buah yang lebih berat (216,5 g tanaman-1) dibandingkan
yang diberi EM-4 setiap minggu (B1) (142,1 g tanaman-1). Hal ini disebabkan karena
jumlah buah tanaman-1, panjang buah dan diameter buah yang juga cenderung
memberikan hasil yang lebih baik pada pemberian EM-4 setiap 2 minggu (Tabel 5).
Kondisi ini terjadi diduga karena pada perlakuan B1 unsur hara hasil dekomposisi lebih
banyak digunakan untuk perkembangan organ vegetatif. Sebaliknya pada tanaman
yang diberi EM-4 setiap 2 minggu (B2) unsur hara lebih banyak digunakan untuk
perkembangan organ generatif. Melalui proses dekomposisi bahan organik akan
dibebaskan sejumlah unsur hara seperti N, P dan S (Isro, 1994). Unsun-unsur ini
digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhan organ vegetatif (Nyakpa et. al, 1988). Hal
ini juga terlihat pada jumlah daun tanaman-1 dan berat kering tanaman-1 yang diberi
EM-4 setiap minggu (B1) menunjukkan nilai lebih tinggi dibandingkan dengan yang
diberi EM-4 setiap 2 minggu (B2). Hasil penelitian Anonim (1994) pada tomat
menyatakan bahwa pemberian EM-4 setiap 2 minggu dengan konsentrasi 1 ml liter air -
1 dan 5 ml liter air-1 memberikan produktivitas buah segar yang lebih baik dari pada
pemberian EM-4 setiap minggu.
20
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari uraian hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian EM-4
tidak mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman tomat. Dibandingkan dengan
tanaman yang tidak diberi EM-4, hasil yang diperoleh tidak begitu berbeda satu sama
lainnya. Perbedaan konsentrasi EM-4 juga tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan hasil tomat. Tanaman tomat yang diberi EM-4 setiap 2 minggu menghasilkan buah
yang lebih berat.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan konsentrasi
dan interval waktu pemberian EM-4 dilapangan, agar informasi dapat diketahui lebih
lengkap pada tanaman tomat.
21
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1994. Hasil-hasil pengujian Effective Microorganisms-4 (EM-4) pada tanaman bawang putih, bawang merah, tomat dan semangka Tahun 1993/1994. Direktorat Bina Produksi Hortikultura dan Indonesia Kyusei Nature Farming Societies (IKNFS), Jakarta.
Anonim. 1997. Pedoman penggunaan EM-4 bagi negara-negara Asia Pacific Nature Agriculture Network (ADNAN). Seminar Nasional Pertanian Organik. Yayasan Bumi Lestari, Jakarta.
Anonim. 1999. Produksi sayuran dan buah-buahan di Propinsi Bengkulu. Badan Pusat Statistik Propinsi Bengkulu, Bengkulu.
Anonim. 2000. Pengkajian efesiensi pemupukan melalui pupuk alternatif. Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi, Bogor.
Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Penerbit UIP, Jakarta.
Higa, T. dan J.F. Parr. 1997. Effective Microorganism (EM-4) untuk Pertanian dan Lingkungan yang Berkelanjutan. Indonesian Kyusei Nature Farming Societes, Jakarta.
Isro, I. 1994. Peranan mikroorganisme tanah dalam meningkatkan ketersediaan hara.
Indonesian Kyusei Nature Farming Societes, Jakarta.
Marlina, M. 2000. Analisa pertumbuhan selada (Lactuca sativa L) secara hidroponik pada berbagai komposisi media pasir dan serbuk gergaji. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu, Bengkulu (tidak dipublikasikan).
Mc Collum, J.P, J.M. Swiader, G.W, Ware. 1990. Producing Vegetable Crops 4 th
edition. Interstate Publisher University of illinois, USA.
22
Nyakpa, Y., A.M.Lubis Mamat, A.P.,Ghaffar, A.,Ali, M.,Go, B.H. dan Nurhajati,H. 1988. Keseburan Tanah. Penerbit Universitas Lampung, Lampung.
Sholihah, A. 1995. Manipulasi laju mineralisasi N dengan masukan bahan organik berbeda kualitas. Makalah Seminar Problematika Program Studi Pengelolaan Tanah dan Air Universitas Brawijaya, Malang.
Somamihardja,T.W. 1995. Progress report on the application of EM technology in Indonesia. illin.139-143. Proceedings of the fourth confrence on Effective Microorganism (EM-4) Held at Kyusei Nature Farming Centre. Sarabuni, Thailand.
Sriwidodo, J. 2001. Pengaruh jenis pupuk kandang dan konsentrasi EM-4 terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah (Capsicum annum) Varietas Hot Beauty. Hlm 48-54. Hasil-hasil Penelitian Teknologi Effective Microorganism (EM-4) di Indonesia Jilid 1. Institut Pengembangan Sumberdaya Alam, Jakarta.
Suzanna, E. 1993. Pengaruh cara pembibitan dan umur bibit terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu, Bengkulu. (tidak dipublikasikan).
Wididana, G.N. 1993. Peranan effective Microorganism-4 dalam Meningkatkan Kesuburan dan Produktivitas Tanah. Indonesian Kyusei Nature Farming.
Wismarawati.T. 2001. Pengaruh pemberian EM4 dan macam pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill). Hasil-hasil Penelitian Teknologi Effective Microorganisms (EM) di Indonesia Jilid 1. Institut Pengembangan Sumberdaya Alam, Jakarta.
23