Download - Pembahasan KP Asrama Glp. 3
BAB IV
KEGIATAN YANG DIIKUTI
Kegiatan proyek yang penulis ikuti selama melaksanakan kerja praktek pada
Proyek Pembangunan Gedung Asrama Mahasiswa Geulumpang Tiga, Kabupaten
Pidie adalah:
1. Pekerjaan Sloof
2. Pekerjaan Kolom Lantai I
3. Pekerjaan Balok Lantai II
4. Pekerjaan Plat Lantai II/ Tangga
4.1 Bahan yang Digunakan
Bahan/ material yang digunakan pada Proyek Pembangunan Gedung Asrama
Mahasiswa Geulumpang Tiga, Kabupaten Pidie ini memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan.
4.1.1 Semen
Sebagai bahan pengikat utama, semen mempunyai peranan yang sangat
penting. Semen yang dipakai adalah jenis Portland Pozzoland Cement (PPC) tipe I
yang diproduksi oleh PT. Semen Padang, Krueng Raya, Aceh Besar dan PT. Semen
Andalas, Lhoknga, Aceh Besar. Pengadaan semen sampai ke lokasi pekerjaan
dilakukan dengan menggunakan alat angkut truk. Di lokasi pekerjaan, semen
diletakkan dalam gudang yang disediakan. Berdasarkan RKS, tempat penyimpanan
semen harus ditinggikan 30 cm dan tumpukan paling tinggi 2 m. Dalam pelaksanaan,
semen ditempatkan di dalam gudang dengan ketinggian alas balok ± 10 cm dari
permukaan tanah sehingga bisa dihindari dari pengaruh kelembaban dengan
tumpukan semen sebanyak 10 zak, lebih dari 2 m.
Menurut ketentuan SNI 03-2847-2002 pasal 5.7 ayat 1 dan 2, di mana bahan
semen dan agregat harus disimpan sedemikian rupa untuk mencengah kerusakan,
74
75
atau intrusi bahan yang mengganggu. Tempat penyimpanan semen dapat dilihat pada
lampiran A.3.1 pada halaman 138.
4.1.2 Agregat
Sesuai dengan Rencana Kerja dan Syarat (RKS), pasir dan agregat kasar
untuk bahan beton harus disimpan dalam bak atau lantai papan yang direncanakan
khusus untuk mencegah terpisahnya suatu komposisi agregat tertentu atau
tercampurnya agregat dari ukuran yang berbeda-beda, dan menghindarkan
tercampurnya agregat dengan debu, zat-zat organik atau bahan-bahan pencemar
lainnya.
Dari hasil pengamatan di lapangan, kondisi pasir dan kerikil yang digunakan
cukup baik sebagai agregat pembentuk beton. Hal ini dapat dilihat secara visual
bahwa tidak ada lumpur atau bahan lain yang dapat menggangu kualitas pasir dan
kerikil tersebut. Hanya saja penempatan pasir dan kerikil tersebut tidak sesuai dengan
RKS yakni diletakkan langsung di atas permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena
volume material tersebut dalam jumlah kecil dan penempatannya dalam waktu yang
sementara. Pengadaan pasir dan kerikil dari Indrapuri sampai ke lokasi proyek
dilakukan dengan menggunakan dump truck. Mekanisme pengangkutannya
dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Untuk lebih
jelasnya, gambar penempatan pasir dan kerikil di lapangan dapat dilihat pada
lampiran A.3.2 pada halaman 138.
4.1.3 Air
Sesuai RKS, air yang digunakan untuk semua pekerjaan di lapangan adalah
air bersih, tidak berwarna tidak mengandung bahan-bahan kimia (asam, alkali), tawar
dan bebas dari zat-zat organik atau anorganik yang larut atau mengambang dalam
suatu jumlah yang dapat mengurangi kekuatan atau keawetan beton, dan tidak
mengandung minyak atau lemak serta harus memenuhi syarat-syarat SNI 06-2412-
1991 tentang metoda pengambilan contoh kualitas air. Air tesebut harus di periksa
76
pada laboratorium yang disetujui oleh konsultan manajemen konstruksi. Jika air pada
lokasi pekerjaan tidak memenuhi syarat untuk digunakan, maka kontraktor harus
mencari air yang memadai untuk itu.
Air yang dipakai di lapangan berasal dari sumur yang berada di sekitar lokasi
proyek. Menurut pengamatan, air yang digunakan sudah memenuhi persyaratan
secara teknis.
4.1.4 Besi tulangan
Besi tulangan merupakan salah satu unsur terpenting kontruksi beton
pembuatan beton bertulang. Pengadaan besi tulangan ke lokasi proyek menggunakan
alat angkut dump truck. Ukuran besi untuk tulangan sloof yaitu D19, untuk kolom
yaitu D19, dan untuk wiremash plat lantai basment yaitu D10.
Penimbunan batang-batang tulangan di udara terbuka untuk jangka waktu yang
panjang harus dicegah. Pada pengamatan secara visual di lapangan, besi tulangan
diletakkan langsung di atas permukaan tanah dan ditutupi dengan terpal. Mengenai
pengadaan, material tersebut dibeli dari toko-toko yang berbeda di Banda Aceh,
tergantung ketersediaan dan harga yang ditawarkan serta diangkut menggunakan
dump truck.
Hal ini tidak sesuai dengan SNI 03-2847-2002 mengharuskan batang-batang
tulangan disimpan dengan tidak menyentuh tanah secara langsung dan terlindung.
Batang-batang tulangan dari berbagai jenis baja harus diberi tanda yang jelas dan
disimpan terpisah antara jenis yang satu dengan jenis yang lainnya, sehingga tidak
saling tertukar. Penempatan besi tulangan dapat dilihat pada Lampiran A.3.3 pada
halaman 139.
4.1.5 Kayu
Kayu yang dimaksudkan di sini adalah kayu-kayu yang digunakan untuk
bekisting dan perancah. Bahan bekisting menggunakan kayu tripleks dengan luasan
244 cm x 122 cm dan tebal 9 mm. Bekisting kayu diperkuat dengan balok kayu
77
penahan dengan ukuran kayu 5/7 dan 5/5. Pengangkutan kayu sampai ke lokasi
proyek dilakukan dengan alat angkut dump truck. Di lokasi, kayu bekisting sebagian
ditempatkan di atas balok triplek sehingga tidak langsung mengenai tanah dan
ditutup dengan terpal agar terlindung dari cuaca panas dan hujan. Kayu dapat dilihat
pada Lampiran A.3.4 pada halaman 139.
4.1.6 Batu Bata
Batu bata yang digunakan berasal dari Desa Neuhen, Kecamatan
Baiturahman, Aceh Besar. Batu bata tersebut diangkut dengan menggunakan truk. Di
lokasi pekerjaan, batu bata diletakkan di atas permukaan tanah di lapangan terbuka
yang tidak ditutupi dengan plastik. Untuk lebih jelasnya, penempatan batu bata di
lapangan dapat dilihat pada gambar A.4.5.
4.1.7 Tanah Urug
Tanah urug yang digunakan untuk penimbunan kembali berasal dari tanah
galian pelaksanaan proyek yang daya dukungnya memenuhi syarat untuk digunakan
sebagai tanah urug. Tanah urug yang digunakan berasal dari tanah galian danyang
berasal dari tanah galian di lokasi proyek mencukupi untuk penimbunan kembali.
4.1.6 Oli
Oli digunakan untuk melapisi bagian dalam bekisting agar dapat dibuka
dengan mudah. Oli yang digunakan adalah oli bekas yang masih layak pakai.
4.2 Peralatan yang digunakan
Peralatan adalah alat bantu yang digunakan dalam pekerjaan fisik bangunan
agar pekerjaan dapat dilakukan dengan mudah. Dalam pelaksanaan pekerjaan
digunakan peralatan manual dan juga peralatan dengan tenaga mesin. Peralatan yang
digunakan dalam proyek ini diantaranya adalah sebagai berikut:
78
4.2.1 Pemotongan tulangan (Bar cutter)
Bar cutter yaitu alat pemotong baja tulangan sesuai ukuran yang diinginkan.
Pada proyek ini digunakan bar cutter listrik. Keuntungan dari bar cutter listrik
dibandingkan bar cutter manual adalah bar cutter listrik dapat memotong besi
tulangan dengan diameter besar maksimal diameter besi tulangan 32 mm dan dengan
mutu baja yang cukup tinggi, disamping itu juga dapat mempersingkat waktu
pengerjaan.
Cara kerja dari alat ini yaitu baja yang akan dipotong dimasukkan kedalam
gigi bar cutter, kemudian pedal pengendali dipijak, dan dalam hitungan detik baja
baja tulangan akan terpotong. Pemotongan untuk baja tulangan yang mempunyai
diameter besar dilakukan satu persatu. Sedangkan untuk baja yang diameternya lebih
kecil, pemotongan dapat dilakukan beberapa buah sekaligus sesuai dengan kapasitas
dari alat. Dapat dilihat pada lampiran A.3.5 pada halaman 140.
4.2.2 Pencampur beton (Concrete Mixer)
Concrete mixer adalah alat yang digunakan untuk mengaduk campuran beton.
Alat ini memiliki kapasitas yang berbeda-beda sesuai dengan ukurannya. Concrete
mixer yang digunakan pada proyek ini yaitu adalah molen biasa yang digunakan
untuk semua pekerjaan pengecoran. Untuk lebih jelasnya, gambar dapat dilihat pada
lampiran A.3.6 pada halaman 140.
4.2.3 Stamper
Stamper atau istilah umum lainnya disebut stamping rammer adalah alat
mesin yang dipergunakan untuk pemadatan tanah. Alat ini merupakan alat yang
sangat membantu untuk mempercepat proses pemadatan tanah timbun maupun
79
pemadatan tanah asli kohesif. Disamping sebagai alat untuk pemadatan untuk
bangunan gedung alat ini juga sering dipergunakan dalam pekerjaan pemadatan jalan,
halaman dan juga untuk pekerjaan pemadatan timbunan lainnya. Alat ini umumnya
merupakan alat mesin yang menggunakan bahan bakar bensin dalam pengoperasian
mesinnya. Untuk lebih jelasnya, gambar stamper dapat dilihat pada lampiran A.3.9
halaman 142.
4.3 Pekerjaan Sloof
Sloof adalah beton bertulang yang diletakkan secara horizontal di atas
pondasi. Gunanya ialah untuk meratakan beban yang diterima kolom menuju
pondasi. Sehingga setiap beban yang diterima suatu kolom, akan tersebar merata
pada seluruh pondasi. Selain itu, sloof berfungsi sebagai pengikat antara dinding
pondasi dengan kolom. Pekerjaan sloof (pondasi menerus) dilakukan yaitu setelah
pekerjaan galian dan pondasi batu gunung selesai. Pekerjaannya disesuaikan dengan
ukuran penampang yang terdiri dari dua tipe, yaitu S1 dengan dimensi 30/60 dan S2
dengan dimensi 25/40 seperti yang tercantum pada gambar rencana. S1 merupakan
sloof utama, sedang S2 difungsikan sebagai sloof gantung yang menahan beban
dinding kamar mandi.
Tahapan-tahapan dari pekerjaan sloof ini adalah:
1. Pekerjaan pembesian;
2. Pekerjaan pemasangan cetakan (bekisting);
3. Pekerjaan pengecoran;
4. Pembukaan cetakan (bekisting); dan
5. Pembukaan perawatan.
4.3.1 Pembesian
Tulangan pokok yang digunakan untuk pekerjaan sloof ini adalah besi ulir
berdiameter 16 mm dan 13 mm, yang penempatannya sesuai jenis penampang.
Detail penulangan sloof untuk setiap tipe penampang sloof adalah sebagai berikut.
1. Sloof tipe 1 (S1) dengan dimensi 30/60 cm
Pada tumpuan : Tulangan atas : 6 D 16
80
Tulangan bawah : 8 D 16
Tulangan pinggang : 2 D 13
Sengkang utama : Ø 10–100
Pada lapangan : Tulangan atas : 8 D 16
Tulangan bawah : 6 D 16
Tulangan pinggang : 2 D 13
Sengkang utama : Ø 10–150
2. Sloof tipe 2 (S2) dengan dimensi 25/40 cm
Pada tumpuan : Tulangan atas : 4 D 16
Tulangan bawah : 6 D 16
Tulangan pinggang : 2 D 13
Sengkang utama : Ø 10–100
Pada lapangan : Tulangan atas : 6 D 16
Tulangan bawah : 2 D 16
Tulangan pinggang : 4 D 16
Sengkang utama : Ø 10–150
Pekerjaan pembesian sloof terdiri dari pemotongan, pembengkokan dan
perakitan tulangan. Pekerjaan pembengkokan dan pembentukan sengkang dikerjakan
di tempat khusus di dalam lokasi proyek, sedangkan perakitan dilakukan di dekat
lokasi sloof yang akan dipasang. Pekerjaan ini dilakukan oleh 4 orang pekerja
dengan lama pengerjaannya 3 hari dengan menggunakan alat pembengkok dan
pemotong besi. Selanjutnya dipasang dengan menyambung atau merangkainya
dengan begel/ sengkang. Perangkaian tulangan sengkang pada tulangan utama ini
menggunakan kawat beton (bendrat) Ø 2 mm. Sebelum besi tulangan ditempatkan
pada posisi sesuai dengan gambar rencana, besi dipotong dan dibengkokkan sesuai
dengan bentuk yang direncanakan.
Panjang sambungan tulangan tulangan sesuai dengan ketentuan SK SNI T-
15-1991-03 pasal 3.16 yaitu sebesar 40 d. Disamping tulangan diberi beton tahu
dengan ketebalan 4 cm. Beton tahu berfungsi untuk memberi batasan antara
81
permukaan bekisting bagian dalam dengan tulangan sehingga akan didapatkan
ketebalan selimut beton yang sesuai dengan rencana.
Pembesian di tumpuan diambil 1/4 bentang sloof sedangkan di lapangan
diambil 2/4 bentang sloof. Sengkang untuk pembesian sloof ditambahkan sengkang
pengaku yang mengikat masing-masing tulangan atas dan tulangan bawah. Untuk
lebih jelasnya, pekerjaan pembesian untuk sloof dapat dilihat pada Lampiran A.3.15
pada halaman 144.
4.3.2 Pemasangan cetakan (bekisting)
Cetakan dibuat sesuai dengan bentuk dan ukuran sloof yang ditentukan di
dalam gambar rencana. Cetakan dibuat dari papan kayu kelas II dengan ukuran 244
cm x 122 cm dan tebal 9 mm yang diperkuat dengan kayu ukuran 5/5 cm dan jarak
antara perkuatan ini dibuat sejauh 50 cm. Papan bekisting tersebut diolesi dengan
oli yang bertujuan untuk menghindari melekatnya beton pada saat bekisting dibuka.
Pemasangan cetakan dilakukan cukup kokoh dan kuat, dimana celah-celah
antara papan cetakan dibuat cukup rapat sehingga dapat mencegah terjadinya
kebocoran adukan mortar dan membentuk bidang yang rata saat pembongkaran
bekisting. Cetakan dibuat beberapa hari sebelum dipasang, pembuatan cetakan
dilakukan oleh 2 orang pekerja. Pada saat pemasangan cetakan dilakukan oleh 5
orang pekerja. Untuk lebih jelasnya, pekerjaan pemasangan bekisting dapat dilihat
pada Lampiran A.3.16 pada halaman 145.
4.3.3 Pengecoran
Setelah pekerjaan pembesian dan pemasangan cetakan selesai selanjutnya
dilakukan pekerjaan pengecoran pada sloof. Sebelum dilakukan pengecoran, beton
tahu dicetak terlebih dahulu dengan ukuran setelah dipotong (4x4) cm2, di mana
setiap potongan beton tahu terdapat kawat yang tegak lurus terhadap beton tersebut.
Kemudian beton tahu yang sudah mengeras dengan ketebalan 4 cm diikatkan di
bawah tulangan sloof setiap jarak 1 m. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan selimut
82
beton 4 cm. Setelah jarak selimut beton didapatkan, maka sloof dapat dicor. Mutu
beton yang direncanakan untuk pengecoran sloof adalah K 250. Pengadukan material
dilakukan dengan mixer selama + 10 menit. Hal ini sesuai dengan SNI 03-2487-2002
pasal 7.8.3.3 dimana pencampuran harus dilakukan terus-menerus sekurang-
kurangnya 1,5 menit setelah semua bahan dalam wadah tercampur. Namun tidak
dilakukan pengukuran takaran komposisi untuk mencapai suatu mutu beton yang
diinginkan. Menurut RKS, pada masa-masa pembetonan pendahuluan harus dibuat
minimum 1 benda uji per 1,5 m3 beton sehingga diperoleh 20 benda uji yang
pertama. Selanjutnya harus dibuat 2 buah benda uji untuk setiap 5 m3 beton setiap
hari. Namun, dalam pelaksanaan hanya ada dibuat tiga buah benda uji untuk seluruh
pekerjaan beton bertulang. Sehingga mutu beton yang dikerjakan tidak sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan.
Alat-alat yang digunakan pada pengecoran sloof adalah:
1. Mixer 1 unit;
2. Kereta sorong 2 buah;
3. sendok semen;
4. baja tulangan.
Pengecoran dilakukan melalui bagian atas bekisting, hal ini sesuai dengan
prosedur SK SNI T-15-1991-03 yang menyatakan bahwa pada jatuh bebas dibatasi
sampai dengan sekitar 1,5 m. Karena hampir tidak ada tinggi jatuh mortar ke cetakan,
maka tidak terjadi degradasi pada beton dimana bahan-bahan yang terberat dan
terbesar dari mortar beton akan jatuh ke bawah terlebih dahulu yang dilanjutkan
dengan kerikil kemudian pasir dan akhirnya pasta semen.
Selama pengecoran, dilakukan pemadatan agar mortar dapat mengisi ruang-
ruang yang kosong. Pengisian mortar beton kedalam bekisting sloof sesaat untuk
melakukan penusukan–penusukan dengan menggunakan tongkat besi dan
pengetokan dengan menggunakan kayu pada sisi papan bekisting. Setelah mortar
padat, bagian atasnya diratakan. Pengangkutan mortal dari tempat adukan ke tempat
pengecoran dilakukan dengan menggunakan kereta dorong sebanyak 2 buah,
kemudian mortar dituangkan ke tempat yang akan dicor. Pekerjaan ini melibatkan 8
83
orang pekerja dan 1 orang kepala tukang. Untuk lebih jelasnya, pekerjaan pengecoran
sloof dapat dilihat pada Lampiran A.3.22 pada halaman 148.
4.3.5 Pembukaan bekisting
Pembongkaran papan bekisting dilakukan setelah dua hari pengecoran.
Pekerjaan ini dikerjakan oleh 3 orang pekerja dan alat yang digunakan berupa palu
dan linggis. Pembongkaran dilakukan dengan baik, selain untuk menjaga lapisan
sloof, juga agar papan bekisting tetap bagus karena akan dipakai untuk keperluan
lain, misalnya untuk keperluan bekisting balok dan lain sebagainya. Pembukaan
bekisting setelah 1 hari Hal ini tidak sesuai dengan SNI 03-2847-2002 halaman 33,
yang menyatakan bahwa cetakan dan acuan tidak boleh dibongkar sebelum beton
berumur 3 minggu. Hal ini mengakibatkan adanya mortar yang masih lengket di
bekisting pada saat pembukaan bekisting sehingga permukaan sloof bagian samping
tidak terlalu mulus. Namun hal ini diatasi dengan menambal pasta semen pada daerah
yang berlubang. Untuk lebih jelasnya, pembukaan bekisting untuk sloof dapat dilihat
pada Lampiran A.3.24 pada halaman 149.
4.3.6 Perawatan beton
Pekerjaan perawatan beton dilakukan setelah beton mengeras, yaitu kira-kira
umur beton mencapai 24 jam setelah proses pengecoran berlangsung. Menurut SNI
03-3847-2002 pasal 7.11, perawatan beton harus dilakukan pada suhu di atas 10 ⁰C
dan untuk kondisi lembab sekurang-kurangnya tujuh hari setelah pengecoran kecuali
jika dirawat dengan perawatan dipercepat. Perawatan beton ini dilakukan dengan
cara melakukan penyiraman air ke permukaan kulit beton. Hal ini dilakukan untuk
mencegah keretakan pada beton. Menurut pengamatan, perawatan beton tidak
dilakukan sama sekali pada pekerjaan sloof.
4.4 Pekerjaan Kolom Lantai I
84
Kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga
beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang ditopang paling tidak tiga kali
dimensi laterial terkecil (Dipohisodo,1994). Pekerjaan kolom lantai I terdiri dari 50
kolom yang terdiri dari empat jenis kolom yang berbeda dimensi. Kolom utama (C1)
lantai I berjumlah 21 buah berbentuk tampang segi empat dengan ukuran 40/50 cm
dengan tinggi 4 m. Kolom C2 berjumlah tiga buah di bagian teras, kolom C3 yang
merupakan kolom praktis di bagian sekat kamar mandi dan kamar seta untuk
pengaku dinding pada bagian yang memiliki bentang yang cukup luas. Kolom praktis
ini berjumlah 28 buah. Selain itu, terdapat satu jenis kolom lain yang menyokong
berdirinya tangga, yaitu kolom C4 sebanyak 2 buah.
Pekerjaan kolom utama untuk lantai satu mulai dilaksanakan bersamaan
dengan pekerjaan pondasi tapak dan setelah pengecoran sloof selesai, sedangkan
pekerjaan kolom lantai dua merupakan lanjutan dari kolom lantai satu yang
dilaksanakan setelah pengecoran balok dan plat lantai dua.
Tahapan pekerjaan kolom lantai I adalah:
1. Pembesian kolom
2. Pemasangan bekisting kolom
3. Pengecoran kolom
4. Pembukaan bekisting kolom
5. Perawatan beton kolom
4.4.1 Pembesian kolom lantai I
Tulangan pokok yang dipakai untuk kolom adalah besi ulir dengan diameter
19 mm dan besi polos ukuran 13 mm, dengan sengkang ukuran 10 mm, 8 mm, dan
6 mm. Berdasarkan gambar kerja, dimensi dan penulangan kolom untuk lantai I
direncanakan sebanyak 4 tipe dengan karakteristik tulangan sebagai berikut.
1. Kolom 1 (C1) dengan dimensi 40/50 cm
Pada tumpuan : Tulangan atas : 5 D 19
Tulangan bawah : 5 D 19
Tulangan pinggang atas : 2 D 19
85
Tulangan pinggang bawah: 2 D 19
Sengkang utama : Ø 10–100
Sengkang lateral : Ø 10–600
2. Kolom 2 (C2) dengan dimensi 30/30 cm
Pada tumpuan : Tulangan atas : 3 D 19
Tulangan bawah : 3 D 19
Tulangan pinggang : 2 D 19
Sengkang utama : Ø 6–100
3. Kolom 3 (C3) dengan dimensi 13/13 cm
Pada tumpuan : Tulangan atas : 2 Ø 13
Tulangan bawah : 2 Ø 13
Sengkang utama : Ø 6–100
4. Kolom 3 (C3) dengan dimensi 13/20 cm
Pada tumpuan : Tulangan atas : 2 Ø 13
Tulangan bawah : 2 Ø 13
Tulangan pinggang : 2 Ø 13
Sengkang utama : Ø 8–100
Penggunaan diameter tulangan pokok dan begel di lapangan telah sesuai
dengan Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) dan gambar rencana. Sengkang-
sengkang untuk kolom telah dibentuk sebelumnya di pondok kerja menggunakan
besi polos Ø10 mm dengan jarak 10 cm pada bagian tumpuan maupun lapangan,
terdapat pula sengkang tambahan Ø10 mm dengan jarak tiap 60 cm.
Pekerjaan pembesian kolom dimulai dengan pemotongan dan
pembengkokan. Pekerjaan dan pembengkokan tulangan kolom dilakukan di
lapangan, di lokasi proyek. Tulangan dan begel yang dipakai terlebih dahulu
dipotong dan dibentuk sesuai dengan bentuk dan panjang yang diinginkan.
Pembesian kolom utama lantai I dilakukan bersamaan dengan pembesian pondasi
tapak. Batang tulangan untuk kolom lantai I langsung disambungkan pada ujung
bawah pondasi tapak, sehingga tidak ada sambungan tulangan kolom lantai I ke
86
pedestal. Setelah semua tulangan pokok dipasang dengan diikaitkan ke tulangan
pondasi, dilanjutkan pemasangan sengkang-sengkang dengan cara memasukkannya
dari atas. Untuk mengikat penyambungan kedua tulangan tersebut digunakan kawat
beton (bendrat) dengan diameter 2 mm.
Untuk kolom praktis dan beberapa kolom lainnya, tulangan dipasangkan
setelah dilakukan pengecoran sloof, di mana tulangan kolom praktis dikaitkan
sekitar 40 cm ke tulangan sloof.
Disamping tulangan diberi beton tahu dengan ketebalan 4 cm. Beton tahu
berfungsi untuk memberi batasan antara permukaan bekisting bagian dalam dengan
tulangan sehingga akan didapatkan ketebalan selimut beton yang sesuai dengan
rencana. Pekerjaan pembesian atau pemasangan tulangan dikerjakan oleh 10 orang
pekerja dalam 4 hari. Pekerjaan pembesian kolom dapat dilihat pada Lampiran
A.3.16 pada halaman 145.
4.4.2 Pemasangan bekisting kolom lantai I
Untuk kolom utama, cetakan (bekisting) terbuat dari tripleks yang diperkuat
dengan kayu pengikat yang setiap jaraknya 50 cm. Untuk memperkuat kedudukan
bekisting kolom dan untuk mencegah terjadinya pergeseran bekisting pada saat
pekerjaan pengecoran, maka sisi bekisting disokong dengan sabuk pengaku yang
terbuat dari balok kayu, papan. Sabuk pengaku dipasang dengan jarak tertentu dari
dasar elevasi kolom. Di lapangan, jarak sabuk pengokoh bekisting kolom dipasang
pada 2/3 tinggi kolom dan dipasang sesuai dengan kebutuhan agar kedudukan
bekisting tetap lurus, sejajar, dan tidak melengkung pada saat mendapatkan tekanan
ke samping pada saat pengecoran. Setiap jarak 60 cm dari bawah dipasangkan besi
angkur yang dibengkokkan dari as kolom hingga keluar sekitar 50 cm dari selimut
beton.
Untuk menjaga agar posisi bekisting tetap siku, dapat dilakukan dengan
menggunakan alat bantu benang yang ujungnya diberi beban yang diikatkan pada
balok kayu yang telah disiapkan sesuai tinggi bekisting atau biasa disebut unting-
87
unting. Pemasangan bekisting kolom dikerjakan oleh 6 orang pekerja dalam 1 hari
untuk 5 kolom dikarenakan terbatasnya papan bekisting kolom.
Kolom praktis dikerjakan setelah pasangan bata dikerjakan, sehingga cetakan
hanya dipasangkan pada dua sisi saja, karena dua sisi lainnya sudah tertutup oleh
pasangan bata. Pekerjaan bekisting kolom dapat dilihat pada Lampiran A.3.26 pada
halaman 150.
4.4.3 Pengecoran kolom lantai I
Pengecoran kolom dilakukan setelah bekisting kolom selesai dipasang.
Sebelum pengecoran dimulai, kotoran-kotoran yang melekat pada besi tulangan
dibersihkan dan diberi oli pada permukaan bekisting terlebih dahulu, kemudian
dilakukan pemeriksaan letak tulangan maupun posisi bekisting. Hal ini sesuai dengan
SNI 03-2847-2002 Pasal 7.7.5. Pengecoran dilakukan setelah mendapat persetujuan
dari Direksi atau Pengawas.
Alat-alat yang digunakan pada pengecoran kolom lantai I adalah:
1. Molen (mixer)
2. Sendok semen;
3. Baja tulangan.
Pengadukan campuran dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan
pengadukan beton menggunakan mixer, lalu beton segar dimasukkan ke dalam
cetakan dengan menggunakan timba, lalu setiap jarak 1 meter terisi, dilakukan
pemadatan dengan cara memukul mukul cetakan dari samping. Mutu beton yang
direncanakan ialah K-275, namun dalam pelaksanaan di lapangan tidak ada
dilakukan penakaran komposisi yang jelas untuk mendapatkan mutu beton sesuai
perencanaan. Berdasarkan RKS, pada masa-masa pembetonan pendahuluan harus
dibuat minimum 1 benda uji per 1,5 m3 beton sehingga diperoleh 20 benda uji yang
pertama. Selanjutnya harus dibuat 2 buah benda uji untuk setiap 5 m3 beton setiap
hari. Namun, dalam pelaksanaan hanya ada dibuat tiga buah benda uji untuk seluruh
pekerjaan beton bertulang. Sehingga mutu beton yang dikerjakan tidak sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan. Jika dianggap perlu, maka digunakan juga pembuatan
88
kubus percobaan untuk umur 3, 7, 14, 21, 28 hari dengan ketentuan bahwa hasilnya
tidak boleh kurang dari presentase kekuatan yang diminta pada 28 hari. Pekerjaan ini
dapat dilihat pada Lampiran A.3.30 pada halaman 152.
4.4.4 Pembukaan bekisting kolom lantai I
Pembukaan bekisting dilakukan 1 hari setelah pengecoran. Hal ini tidak
sesuai dengan ketentuan PBI 1971, pasal 5.5 ayat 1 di mana cetakan samping dari
kolom baru boleh dibongkar setelah berumur 21 hari. Hal ini juga mengakibatkan ada
mortar yang masih lengket pada bekisting walaupun sedikit, sehingga permukaan
kolom ada yang berlubang kecil. Namun kejadian ini diatasi oleh kontraktor dengan
mengoleskan pasta semen pada daerah yang berlubang tersebut. Pekerjaan ini
dilakukan oleh 18 orang pekerja. Alat yang digunakan adalah linggis. Pembongkaran
dilakukan dengan hati-hati, selain untuk menjaga kolom tidak rusak, juga agar papan
bekisting tidak rusak untuk dapat dipergunakan pada pengecoran berikutnya.
Pekerjaan kolom yang sudah selesai dikerjakan dapat dilihat pada lampiran A.3.31
pada halaman 152.
4.4.5 Perawatan beton
Pekerjaan perawatan beton dilakukan setelah beton mengeras, yaitu kira-kira
umur beton mencapai 24 jam setelah proses pengecoran berlangsung. Menurut SNI
03-3847-2002 pasal 7.11, perawatan beton harus dilakukan pada suhu di atas 10 ⁰C
dan untuk kondisi lembab sekurang-kurangnya tujuh hari setelah pengecoran kecuali
jika dirawat dengan perawatan dipercepat. Perawatan beton ini dilakukan dengan
cara membungkus keseluruhan kolom dengan plastik hitam/ karung goni. Hal ini
dilakukan untuk mencegah keretakan pada beton. Menurut pengamatan, tidak
dilakukan perawatan setelah cetakan kolom dibuka. Namun perawatan dilakukan
dengan membiarkan air hujan menyirami kolom.
4.5 Pekerjaan Balok Lantai II
89
Balok lantai merupakan tumpuan plat lantai yang dicetak secara monolite
dengan plat lantai. Balok lantai berfungsi untuk meneruskan beban plat lantai dan
beban sendiri balok lantai ini ke kolom lantai I. Dalam pelaksanaan di proyek ini, ada
tiga jenis balok lantai dengan ukuran masing-masing 30/60 cm, 25/40 cm, dan
20/30 cm.
Ruang lingkup pekerjaan balok lantai II adalah:
1. Pemasangan bekisting;
2. Pembesian;
3. Pengecoran;
4. Pembukaan bekisting; dan
5. Perawatan beton.
Tulangan untuk balok dan lantai dirangkai sedemikian rupa sehingga lantai
menjadi satu kesatuan struktur dengan balok. Hal yang penting disini, ujung-ujung
tulangan lantai harus masuk ke dalam balok dengan panjang yang cukup untuk
penyaluran dan diakhiri dengan kait.
4.5.1 Pemasangan perancah dan bekisting
Pekerjaan bekisting dibagi dalam 2 tahap yaitu pemasangan bekisting awal dan
pemasangan bekisting lanjutan. Pemasangan bekisting awal yaitu pemasangan
bekisting bagian bawah balok dan penyangganya yang terbuat dari kayu perancah
dilakukan sebelum perangkaian tulangan balok. Hal ini bertujuan untuk kemudahan
pekerjaan dan mencegah pergeseran tulangan balok lantai dasar yang sudah
dirangkai. Pemasangan perangkaian bekisting dilakukan cukup kokoh dan kuat agar
setelah dibongkar membentuk bidang rata. Selanjutnya pemasangan bekisting
lanjutan berupa bekisting samping kiri dan kanan balok dilakukan setelah penulangan
balok telah selesai dikerjakan. Bekisting dibuat sesuai dengan bentuk dan ukuran
balok lantai dasar yang direncanakan. Bekisting terbuat dari multiplek dengan
ketebalan 12 mm yang dipasangkan pada kayu memanjang dan melintang ukuran 5/7
cm. Setiap jarak 0,5 m dipasang penyangga bekisting berupa kayu perancah yang
telah dirangkai sedemikian rupa di sisi bawah bekisting balok, hal ini bertujuan agar
papan bekisting tidak melendut dan bergeser pada saat pengecoran.
90
Sambungan antara papan cetakan dibuat cukup rapat sehingga dapat
mencegah terjadinya kebocoran adukan mortar. Bekisting dibuat beberapa hari
sebelum dipasang. Di bagian sebelah dalam bekisting diolesi oli. Tujuannya adalah
agar bekisting mudah dibuka nantinya dan tidak terjadi kerusakan sehingga bisa
digunakan kembali untuk bekisting balok gedung lain di proyek ini. Peralatan yang
digunakan untuk pemasangan bekisting antara lain gergaji, palu dan kayu perancah
sebagai penyangga. Pekerjaan pemasangan bekisting balok lantai 2 dilakukan oleh 10
orang pekerja. Untuk lebih jelasnya, pemasangan bekisting balok lantai 2 dapat
dilihat pada Lampiran gambar A.4.10.
4.5.2 Pembesian
Penulangan balok lantai II yang direncanakan ada 6 tipe yaitu:
1. Tipe B1 (30/60) cm
- Pada tumpuan : Tulangan atas : 8 D 19
Tulangan bawah : 6 D 19
Tulangan pinggang atas : 2 D 13
Tulangan pinggang bawah: 2 D 13
Sengkang utama : Ø 10–100
- Pada lapangan : Tulangan atas : 8 D 19
Tulangan bawah : 6 D 19
Tulangan pinggang atas : 2 D 13
Tulangan pinggang bawah: 2 D 13
Sengkang utama : Ø 10–150
2. Tipe B2 (25/40) cm
- Pada tumpuan : Tulangan atas : 4 D 19
Tulangan bawah : 4 D 19
Tulangan pinggang : 2 D 13
Sengkang utama : Ø 10–100
- Pada lapangan : Tulangan atas : 4 D 19
Tulangan bawah : 4 D 19
Tulangan pinggang : 2 D 13
91
Sengkang utama : Ø 10–150
3. Tipe BL3 (25/45) cm
- Pada tumpuan : Tulangan atas : 3 D 16
Tulangan bawah : 3 D 16
Tulangan pinggang : 2 D 13
Sengkang utama : Ø 10–100
- Pada lapangan : Tulangan atas : 3 D 16
Tulangan bawah : 3 D 16
Tulangan pinggang : 2 D 13
Sengkang utama : Ø 10–150
Pekerjaan penulangan ini langsung dikerjakan pada tempat yang akan
dipasangkan tulangan. Pekerjaan pembengkokan dan pembentukan sengkang
dikerjakan di tempat khusus di dalam lokasi proyek. Baru kemudian setelah tulangan
utama disambungkan pada tulangan utama kolom lantai I yang berada di bawahnya,
tulangan sengkang ini dirangkaikan. Perangkaian tulangan sengkang pada tulangan
utama ini menggunakan kawat beton (bendrat) Ø 2 mm. Sebelum besi tulangan
ditempatkan pada posisi sesuai dengan gambar rencana, besi dipotong dan
dibengkokkan sesuai dengan bentuk yang direncanakan. Sehingga di lapangan besi
tulangan bisa langsung disambungkan dengan tulangan utama yang sudah ada yang
merupakan perpanjangan (penyaluran) dari kolom lantai I. Alat yang digunakan
dalam pembesian balok adalah kakak tua, mesin pemotong besi (rebar cutter) dan
kayu perancah.
Setelah semua besi balok lantai II yang direncanakan selesai dirangkai, pada
bagian bawah dan sisi tulangan dipasangkan tahu beton dengan ketebalan 4 cm agar
tulangan tidak melendut dan ketebalan selimut beton tetap terjaga pada saat
pengecoran. Hal ini sesuai dengan SNI 03-2847-2002 pasal 9.7 (1) halaman 41 yang
menetapkan bahwa untuk konstruksi beton bertulang, tebal selimut beton minimum
untuk beton yang tidak langsung berhubungan dengan tanah atau cuaca seperti balok
dan kolom adalah 40 mm. Pekerjaan pembesian balok lantai dasar dilakukan oleh 7
92
s.d 10 orang pekerja. Untuk lebih jelasnya, perakitan tulangan balok lantai II dapat
dilihat pada Lampiran gambar A.4.12 dan A.4.13.
4.5.3 Pengecoran
Setelah pemasangan bekisting selesai, pekerjaan selanjutnya adalah
pengecoran. Tulangan balok lantai II dibersihkan terlebih dahulu dari tanah atau pasir
urug yang mungkin melekat padanya dengan menggunakan air sebelum dilakukan
pengecoran. Pengadukan campuran dilakukan dengan menggunakan mixer/molen.
Mutu beton yang direncanakan adalah K250. Berdasarkan RKS, pada masa-masa
pembetonan pendahuluan harus dibuat minimum 1 benda uji per 1,5 m3 beton
sehingga diperoleh 20 benda uji yang pertama. Selanjutnya harus dibuat 2 buah
benda uji untuk setiap 5 m3 beton setiap hari. Jika dianggap perlu, maka digunakan
juga pembuatan kubus percobaan untuk umur 3, 7, 14, 21, 28 hari dengan ketentuan
bahwa hasilnya tidak boleh kurang dari presentase kekuatan yang diminta pada 28
hari. Namun, dalam pelaksanaan hanya ada dibuat tiga buah benda uji untuk seluruh
pekerjaan beton bertulang. Sehingga mutu beton yang dikerjakan tidak sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan.
Setelah dilakukan pengadukan dengan mixer, mortar dituangkan ke dalam lift
bucket lalu dinaikkan ke atas, ke lokasi pengecoran. Pekerjaan pengecoran ini
dilakukan bersamaan dengan opengecoran plat lantai II. Pengecoran dimulai dari
daerah paling belakang. Selama pengecoran, pemadatan dianjurkan menggunakan
alat penggetar (concrete vibrator) karena beton yang dihasilkan akan lebih baik dan
dapat mempercepat waktu pekerjaan pengecoran, namun dalam pelaksanaan
pemadata dilakukan dengan menumbuk-numbuk adukan dengan tongkat besi atau
dengan memukul-mukul cetakan. Hal ini telah sesuai dengan pernyataan SNI 03-
2847-2002 pasal 7.10 ayat 8 halaman 32, dimana semua beton harus dipadatkan
dimana semua beton harus dipadatkan secara menyeluruh dengan menggunakan
peralatan yang sesuai selama pengecoran dan harus diupayakan mengisi sekeliling
tulangan dan seluruh celah dan masuk ke semua sudut cetakan. Pemadatan dilakukan
untuk mencegah timbulnya rongga-rongga kosong dan sarang-sarang kerikil, adukan
beton harus dipadatkan selama pengecoran
93
Pada saat proses pengecoran, pihak pengawas harus selalu berada di lapangan
dan melakukan pengawasan mutu bahan secara ketat. Namun, dalam pelaksanaan
tidak ada pengawas. Pembuatan benda uji dan slump test tidak dilakukan di lokasi
proyek. Hal ini tidak sesuai dengan SNI 03-2487-2002, dalam S.7.6.2 dimana
frekuensi mínimum pengambilan contoh uji dilakukan sekali setiap hari setiap mutu
bveton yang dicor, atau tidak kurangdari sekali untuk setiap 120 m3 dari setiap mutu
beton yang dicor setiap hari.
Pekerjaan ini dilakukan oleh 15 orang tenaga kerja yaitu 2 orang operator
mixer, 1 orang kepala tukang, dan 13 orang pekerja. Untuk lebih jelasnya,
pengecoran plat lantai dapat dilihat pada Lampiran gambar A.4.16 dan A.4.17.
4.5.4 Pembukaan bekisting
Pembukaan bekisting dilakukan 3 hari setelah pengecoran. Pembukaan
bekisting hanya dilakukan pada bekisting balok sisi sebelah luar saja (balok bebas),
sedangkan bekisting balok sebelah bawah tidak dibongkar lagi karena bekisting
masih dibiarkan menyangga balok. Hal ini tidak sesuai dengan SNI 03-2847-2002
halaman 33, yang menyatakan bahwa cetakan dan acuan tidak boleh dibongkar
sebelum beton berumur 3 minggu. Pekerjaan ini dikerjakan oleh 7 orang pekerja dan
perkakas yang digunakan berupa kapak dan linggis. Pembongkaran dilakukan dengan
baik, selain untuk menjaga lapisan balok lantai II, juga agar papan bekisting tetap
bagus karena akan dipakai untuk keperluan lain, misalnya untuk keperluan bekisting
balok lantai pada gedung lain dalam lokasi proyek dan lain sebagainya.
Setelah pembukaan bekisting, terlihat adanya sarang kerikil dan pembesaran
balok lantai, hal ini disebabkan karena kurang sempurnanya pemadatan yang
dilakukan pada saat pengecoran dan pemasangan bekisting balok lantai yang tidak
terlalu kuat pada bagian-bagian tertentu sehingga bekisting membesar ketika
dilakukan pengecoran. Sebagai perbaikan, dilakukan penambalan beton pada bagian
sarang kerikil dan pemahatan beton pada bagian balok yang membesar. Untuk lebih
jelasnya, pembukaan bekisting balok lantai II dapat dilihat pada Lampiran gambar
A.4.18.
94
4.5.5 Perawatan beton
Pekerjaan perawatan beton dilakukan setelah beton mengeras, kira-kira 24 jam
(1 hari) setelah pengecoran berlangsung. Perawatan beton dilakukan dengan cara
menyiram air ke permukaan beton. Hal ini dilakukan untuk mencegah keretakan pada
beton. Menurut pengamatan, perawatan beton tidak dilakukan sama sekali. Hal ini
bertentangan dengan SNI 03-2847-2002 pasal 7.11 ayat 1 halaman 32 yang
menyatakan bahwa beton harus dirawat pada suhu di atas 10°C dan dalam kondisi
lembab untuk sekurang-kurangnya selama 7 hari setelah pengecoran.
4.6 Pekerjaan Tangga
Tangga merupakan sarana penghubung dari dua tempat atau lebih yang
memiliki ketinggian elevasi berbeda. Sedangkan fungsi utama tangga adalah untuk
mendukung aktifitas manusia yang berlangsung dalam dua tempat yang memiliki
ketinggian berbeda, terutama pada bangunan-bangunan bertingkat.
Adapun tahapan pengerjaannya adalah sebagai berikut:
a. Pekerjaan pemasangan bekisting;
b. Pekerjaan pembesian;
c. Pekerjaan pengecoran;
d. Pekerjaan pembukaan bekisting; dan
e. Pekerjaan perawatan beton.
4.6.1 Pekerjaan pemasangan bekisting
Pemasangan bekisting tangga diawali dengan pemasangan tiang penyangga.
Pada bagian bawah tiang penyangga dipasang papan yang berfungsi sebagai pengaku
dan landasan.
Setelah pemasangan tiang penyangga selesai, dilanjutkan dengan pekerjaan
pemasangan bekisting plat tangga lalu dilanjutkan dengan pemasangan bekisting anak
tangga. Bekisting terbuat dari multipleks 9 mm dan balok kayu berukuran 5/7 cm dan
beberapa kayu tambahan. Pemasangan cetakan harus benar-benar kuat dan kokoh.
95
Pekerjaan pemasangan bekisting tangga ini dikerjakan selama 2 hari oleh 4 orang
Pekerja dan 1 orang Kepala Tukang. Tahapan pekerjaan pemasangan bekisting
tangga dapat dilihat pada Lampiran Gambar A.4.32, halaman 86
4.6.2 Pekerjaan pembesian
Pengerjaan pembesian dilakukan setelah pemasangan bekisting tangga
selelsai. Pada pemasangan tulangan plat tangga, tulangan memanjang dan melintang
tangga digunakan sistem penulangan 2 lapis. Ukuran besi yang digunakan adalah
Ø10-100 untuk pelat tangga, serta 6 Ø13 dan 4 Ø16 untuk balok lantai ukuran 25/40.
Seharusnya untuk pembesian tulangan balok lantai tersebut digunakan 10 Ø 16.
Untuk anak tangga sendiri, tidak dipasangkan tulangannya. Seharusnya, menurut
gambar dipasangkan 4 Ø16 dengan sengkang Ø10-100 untuk setiap anak tangga,
namun pelaksanaannya tidak digunakan sama sekali untuk anak tangga. Untuk
menghasilkan jarak selimut beton yang diinginkan, diletakkan beton decking.
Tahapan pekerjaan pembesian tangga dapat dilihat pada Lampiran Gambar A.4.33,
halaman 86.
4.6.3 Pekerjaan Pengecoran
Pengecoran tangga dilakukan setelah pemasangan bekisting dan pembesian
telah selesai dikerjakan. Mutu beton yang digunakan untuk pengecoran adalah K-
250. Namun saat dilaksanakan tidak ada takaran campuran beton yang jelas. Alat-alat
yang digunakan pada pengecoran tangga adalah:
a. Molen
b. Alat-alat pendukung lainnya.
Pengecoran dilakukan secara manual dengan menggunakan molen, mortar
yang sudah diaduk molen terlebih dahulu,dituangkan ke kereta sorong, yang
selanjutnya dilakukan pengecoran terhadap tangga. Pengecoran tangga dilakukan
oleh 5 orang tenaga kerja.
96
4.6.4 Pekerjaan perawatan beton
Seperti pada pekerjaan pengecoran lainnya, tangga juga dilakukan perawatan
setelah pengecoran selesai. Perawatan dilakukan dengan penyiraman air ke
permukaan tangga. Namun tidak dilaksanakannya perawatan terhadap beton tangga.
4.6.5 Pekerjaan pembukan bekisting
Pembukaan bekisting diawali dengan membuka papanbeksiting dan balok
pada anak tangga. Sedangkan scaffolding dan bekisting plat tangga dibuka setelah
beton berumur 14 hari.