FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
ADIKSI SMARTPHONE PADA REMAJA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Devy Syafa Aulia
NIM: 11150700000165
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2019
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Mintalah pertolongan Allah dengan sabar dan sholat.
Sesungguhnya, Allah beserta orang – orang yang sabar.
~ QS. Al – Baqarah : 153 ~
Hasbunallah wa nimal wakiil ni`mal maulaa wa ni`mannashiir
Laa haula wa laa quwwata illaa billah
DO YOUR BEST
AND
ALLAH WILL DO THE REST
SKRIPSI INI DIPERSEMBAHKAN UNTUK
KEDUA ORANG TUA TERCINTA
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Juli 2019
C) Devy Syafa Aulia
D) Faktor–faktor yang Mempengaruhi Adiksi Smartphone pada Remaja
E) xiv + 130 halaman + 49 lampiran
F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tipe kepribadian big
five, self-esteem, kualitas persahabatan, stres akademik, jenis kelamin, dan
durasi penggunaan smartphone terhadap adiksi smartphone pada remaja.
Penelitian ini melibatkan 203 siswa–siswi kelas XI SMAN 6 Kabupaten
Tangerang (121 perempuan dan 82 laki – laki).
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi dari
Smartphone Addiction Scale-Short Version (SAS-SV), adaptasi dari Big
Five-K (BFI-K), Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES), Friendship
Qualities Scale (FQS), dan Academic Expectations Stress Inventory
(AESI). Pengujian Confirmatory Factor Analysis (CFA) digunakan untuk
menguji validitas setiap variabel. Sedangkan pengujian statistik dengan
menggunakan analisis regresi berganda (Multiple Regression Analysis)
digunakan untuk melihat pengaruh independent variable terhadap
dependent variable.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
dari tipe kepribadian big five, self-esteem, kualitas persahabatan, stres
akademik, jenis kelamin, dan durasi penggunaan smartphone terhadap
adiksi smartphone pada remaja. Secara rinci, dimensi seperti
conscientiousness dan durasi penggunaan smartphone memberi pengaruh
signifikan bagi adiksi smartphone. Sementara dimensi lain seperti
neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, self-
esteem, companionship, conflict, help, security, closeness, ekspektasi
orangtua atau guru, ekspektasi diri sendiri, dan jenis kelamin tidak
memberikan dampak signifikan terhadap adiksi smartphone. Saran untuk
penelitian selanjutnya adalah menggunakan variabel lainnya seperti self-
control dan parenting style sebagai independent variable.
G) Bahan Bacaan: 85. Buku: 3 + Jurnal: 48 + Ebook: 5 + Skripsi: 1 + Tesis: 1
+ Artikel: 27
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) July 2019
C) Devy Syafa Aulia
D) Factors that Influence Smartphone Addiction in Adolescents
E) xiv + 130 pages + 49 appendix
F) This study aims to determine the impact of big five personality, self-
esteem, friendship quality, academic stress, gender, and duration of
smartphone use on smartphone addiction in adolescents. The study
involved 203 11th grade students of SMAN 6 Kabupaten Tangerang
(121 women and 82 men).
The questionnaire methodes used in this study were the modification
of Smartphone Addiction Scale-Short Version (SAS-SV), the
adaptation of Big Five-K (BFI-K), Rosenberg Self-Esteem Scale
(RSES), Friendship Qualities Scale (FQS), and Academic
Expectations Stress Inventory (AESI).
Confirmatory Factor Analysis (CFA) was used to test the validity of
each variable. While multiple regression analysis was used to see the
impact of the independent variable to dependent variable.
The results of this study show that there are a significant impact of big
five personality, self-esteem, friendship quality, academic stress,
gender, and duration of smartphone use on smartphone addiction in
adolescents. In detail, dimensions such as conscientiousness and
duration of smartphone use give significant impact to smartphone
addiction. While other dimensions such as neuroticism, openness to
experience, extraversion, agreeableness, self-esteem, companionship,
conflict, help, security, closeness, expectations of parents/teacher,
expectations of self, and gender don`t give significant impact to
smartphone addiction. The suggestion for subsequent research is to
use different variables, such as self-control and parenting style as
independent variable.
G) Reading materials: 85. Books: 3 + Journal: 48 + Ebook: 5 + Essay: 1
+ Thesis: 1 + Articles: 27
viii
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim..
Segala puji bagi Allah yang atas segala nikmat yang telah diberikan kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Sholawat
serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan
berupa ilmu, waktu, pikiran, tenaga, maupun do`a. Untuk itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh jajaran.
2. Ibu Liany Luzvinda, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan, membantu, dan memotivasi dalam menyelesaikan
skripsi.
3. Ibu Ilmi Amalia, M.Psi, Psi. dan Ibu Nia Tresniasari, M.Si selaku dosen
penguji skripsi yang telah memberikan arahan, membantu, dan memotivasi
dalam menyelesaikan skripsi.
4. Bapak Bambang Suryadi, Ph.D selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan arahan dan motivasi selama perkuliahan.
5. Seluruh dosen dan staff yang telah banyak membantu penulis dalam
menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini.
6. Dewan guru SMAN 6 Kabupaten Tangerang yang telah mengizinkan penulis
melakukan pengambilan data.
ix
7. Kedua orang tua penulis, Mohammad Syafei (Ayah) dan Siti Hanifah (Ibu)
yang selalu mendoakan, memotivasi, dan memberikan dukungan kepada
penulis serta Mohammad Rafli dan Mohammad Fachri Amrullah (adik).
Semoga Allah membalasnya dengan surga.
8. Akhlis Istiqlal, S.Psi, Fitri Anisa, S.Psi, Aidah Farras Alya, S.Psi, Verona
Laksmita Kusuma, S.Psi., serta kakak 2014 lainnya yang senantiasa
memberikan arahan dan motivasi kepada penulis dan M. Azhar Pratama yang
telah membantu penulis dalam melakukan pengambilan data skripsi.
9. Rekan – rekan yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terkhusus, sahabat
seperjuangan; Nur Soffa, Sinndy F.S.W., Siti Pertiwi, Khoirunnisaa Z.A., Sari
Sarmilah, Zahra Fatimah, Lina Karlina, A. Yoga A. Terimakasih atas doa,
support, dan kebaikan yang telah diberikan.
10. Partisipan dan seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Terimakasih atas kebaikan yang diberikan.
Semoga Allah membalas dengan pahala yang berlimpah sebagai balasan atas
kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi
ini masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun isi. Oleh karena
itu, penulis menerima saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan
skripsi ini. Penulis berharap semoga skrpsi ini dapat memberikan banyak
manfaat.
Jakarta, Juli 2019
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ v
ABSTRAK ..................................................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1-14
1.1 Latar Belakang ............................................................................1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ...........................................10
1.2.1 Pembatasan masalah ...........................................................10
1.2.2 Perumusan masalah ............................................................12
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................13
1.3.1 Tujuan penelitian ................................................................13
1.3.2 Manfaat penelitian ..............................................................14
BAB 2 LANDASAN TEORI ....................................................................... 15-56
2.1 Adiksi Smartphone ......................................................................15
2.1.1 Definisi adiksi smartphone .................................................15
2.1.2 Dimensi adiksi smartphone ................................................16
2.1.3 Pengukuran adiksi smartphone ...........................................18
2.1.4 Faktor – faktor yang mempengaruhi adiksi smartphone ......20
2.2 Tipe Kepribadian Big Five ..........................................................30
2.2.1 Definisi dan sejarah singkat tipe kepribadian big five ..........30
2.2.2 Dimensi tipe kepribadian big five ........................................32
2.2.3 Pengukuran tipe kepribadian big five ..................................33
2.3 Self-esteem ..................................................................................35
2.3.1 Definisi self-esteem ............................................................35
2.3.2 Dimensi self-esteem ............................................................36
2.3.3 Pengukuran self-esteem ......................................................38
2.4 Kualitas Persahabatan .................................................................39
2.4.1 Definisi kualitas persahabatan ............................................39
2.4.2 Dimensi kualitas persahabatan ............................................40
2.4.3 Pengukuran kualitas persahabatan.......................................42
2.5 Stres Akademik ...........................................................................43
2.5.1 Definisi stres akademik ......................................................43
2.5.2 Dimensi stres akademik ......................................................45
2.5.3 Pengukuran stres akademik .................................................45
xi
2.6 Kerangka Berpikir .......................................................................46
2.7 Hipotesis Penelitian .....................................................................55
BAB 3 METODE PENELITIAN ............................................................... 57-84
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ....................57
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...............................57
3.2.1 Variabel penelitian..............................................................57
3.2.2 Definisi operasional ............................................................58
3.3 Pengumpulan Data ......................................................................62
3.3.1 Teknik pengumpulan data ..................................................62
3.3.2 Instrumen pengumpulan data ..............................................62
3.4 Uji Validitas Konstruk.................................................................68
3.4.1 Uji validitas konstruk adiksi smartphone ............................70
3.4.2 Uji validitas konstruk tipe kepribadian big five ...................71
3.4.3 Uji validitas konstruk self-esteem........................................75
3.4.4 Uji validitas konstruk kualitas persahabatan ........................76
3.4.5 Uji validitas konstruk stres akademik ..................................80
3.5 Teknik Analisis Data ...................................................................81
BAB 4 HASIL PENELITIAN ................................................................... 85-105
4.1 Gambaran umum subjek penelitian ..............................................85
4.2 Hasil analisis deskriptif ...............................................................89
4.3 Kategorisasi skor variabel penelitian ...........................................91
4.4 Hasil uji hipotesis ........................................................................94
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian .....................................94
4.4.2 Pengujian proporsi varian masing – masing IV ................ 102
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN .......................................... 106-122
5.1 Kesimpulan .............................................................................. 106
5.2 Diskusi ..................................................................................... 106
5.3 Saran ........................................................................................ 119
5.3.1 Saran teoritis ................................................................... 119
5.3.2 Saran praktis .................................................................... 120
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 123
LAMPIRAN ................................................................................................. 131
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Reliabilitas Big Five Inventory-K ...................................................35
Tabel 2.2 Reliabilitas Friendship Qualities Scale ..........................................42
Tabel 3.1 Blue Print Skala Adiksi Smartphone ..............................................63
Tabel 3.2 Blue Print Skala Big Five ..............................................................65
Tabel 3.3 Blue Print Skala Self-Esteem .........................................................66
Tabel 3.4 Blue Print Skala Friendship Qualities ...........................................66
Tabel 3.5 Blue Print Skala Stres Akademik ...................................................68
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Konstruk Adiksi Smartphone .........................71
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Dimensi Neuroticism .....................................72
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Dimensi Extraversion ....................................73
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Dimensi Openness to Experience ...................73
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Dimensi Conscientiousness ............................74
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Dimensi Agreeableness ..................................75
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Dimensi Self-Esteem ......................................75
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Dimensi Companionship ................................77
Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Dimensi Confllict ...........................................77
Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Dimensi Help .................................................78
Tabel 3.16 Muatan Faktor Item Dimensi Security ............................................79
Tabel 3.17 Muatan Faktor Item Dimensi Closeness .........................................79
Tabel 3.18 Muatan Faktor Item Dimensi Ekspektasi Orangtua
atau Guru ......................................................................................80
Tabel 3.19 Muatan Faktor Item Dimensi Ekspektasi Diri Sendiri ....................81
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ..............................................85
Tabel 4.2 Gambaran Umum Jenis Kelamin dan Aplikasi yang diakses ..........89
Tabel 4.3 Statistik Deskriptif .........................................................................90
Tabel 4.4 Norma Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ................................91
Tabel 4.5 Persentase Kategori Skor Tiap Variabel .........................................92
Tabel 4.6 R Square........................................................................................95
Tabel 4.7 ANOVA ........................................................................................96
Tabel 4.8 Koefisien Regresi ..........................................................................97
Tabel 4.9 Proporsi Varians Masing – Masing Independent Variable ........... 103
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir .......................................................................54
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Item Asli Alat Ukur .................................................................. 132
Lampiran 2 Matriks Adaptasi Alat Ukur ..................................................... 137
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian ................................................................. 150
Lampiran 4 Kuesioner Penelitian ................................................................ 151
Lampiran 5 Syntax dan Path Diagram Hasil CFA ....................................... 161
Lampiran 6 Hasil Analisis Regresi Berganda .............................................. 175
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Smartphone atau ponsel pintar sudah mulai merambah di kalangan masyarakat
Indonesia sejak tahun 2000an (Aditama, 2017). Dengan kegunaannya yang
multifungsi serta dilengkapi beragam fitur–fitur menarik terkadang membuat
pengguna smartphone merasa asik untuk menggunakannya terus menerus.
Ditambah lagi, dengan kemampuannya mengakses berbagai informasi dan
menghubungkan setiap individu melalui media sosial, membuat pengguna
menjadikan ponsel pintar ini sebagai bagian dari hidupnya. Hal inilah yang
membuat pengguna smartphone bukan hanya memperoleh manfaat dari
kecanggihanya, tetapi juga memperoleh dampak negatif akibat penggunaannya,
seperti terjangkit adiksi smartphone.
Fenomena penggunaan smartphone sudah banyak ditemukan, namun
dengan durasi penggunaan yang berbeda – beda. Sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Digital GFK Asia menemukan bahwa perempuan Indonesia
setidaknya menghabiskan waktu selama 5,6 jam dan laki – laki 5,4 jam per hari
untuk menggunakan smartphone mereka (Astri dalam tribunnews.com, 2016).
Jika dirata–ratakan secara keseluruhan, maka masyarakat Indonesia menghabiskan
waktu setidaknya 5,5 jam per hari untuk menggunakan smartphone mereka
dengan membuka berbagai aplikasi (Astri dalam tribunnews.com, 2016).
Durasi penggunaan gadget yang melebihi batas maksimal akan
menimbulkan masalah bagi penggunanya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
2
para peneliti dari University of Oxford menemukan bahwa durasi maksimal
penggunaan gadget bagi remaja yaitu 4 jam 17 menit. Jika melebihi durasi
maksimal tersebut maka gadget akan mengganggu kerja otak para remaja
(Dikdok, 2018). Selain itu, resiko terjangkitnya adiksi smartphone pada
penggunanya akan sangat mungkin terjadi.
Berbagai fenomena terkait adiksi smartphone sudah mulai bermunculan
baik di Indonesia maupun di negara lainnya, seperti China dan Thailand.
Beberapa fenomena adiksi smartphone di Indonesia diantaranya terbengkalainya
kuliah dan sekolah para pelajar, menyakiti diri sendiri dan percobaan bunuh diri
(Ali, 2018; Lupito, Thoriq, & NR4, 2018; Widarsha, 2018) serta tingginya tingkat
kecelakaan di jalan raya (Ddn, 2011). Adapun masalah yang muncul akibat adiksi
smartphone di China dan Thailand yakni rusaknya mata pengguna smartphone
mulai dari mata malas hingga kebutaan (Bohang, 2017; Pratnyawan, 2018;
Mamduh, 2019) dan kasus pembunuhan seorang anak yang adiksi smartphone
oleh ibunya (Rosyadi, 2018).
Teori adiksi smartphone yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori
adiksi smartphone yang dikembangkan oleh Kwon et al. (2013a). Kwon et al.
(2013a) melakukan penelitian dengan tujuan untuk membuat self-diagnostic
adiksi smartphone. Alasan dibuatnya self-diagnostic tersebut karena penelitian
“Development of Korean Smartphone Addiction Proneness Scale” yang dilakukan
oleh National Information Society Agency hanya memberikan assessment yang
sederhana dalam membedakan antara ketergantungan dan penyalahgunaan
smartphone. Kedua hal tersebut dibedakan berdasarkan diagnosa psikiatri tanpa
3
acuan skala diagnosa adiksi smartphone. Selain itu, dalam jurnal – jurnal Korea,
studi – studi terkait skala penilaian adiksi smartphone hanya memodifikasi
terminologi–terminologi dari penelitian–penelitian sebelumnya, bukan
berdasarkan pemahaman tentang konsep adiksi smartphone. Selain
mengembangkan skala adiksi smartphone, Kwon et al.(2013a) juga menjelaskan
konsep adiksi smartphone dalam hasil penelitiannya.
Adiksi smartphone adalah pola atau perilaku maladaptif karena
penggunaan smartphone sehingga menimbulkan gangguan yang dimanifestasikan
melalui lima ciri Kwon, Kim, Cho, & Yang (2013). Lima ciri itu diantaranya
gangguan kehidupan sehari-hari, withdrawal, toleransi, mengorientasikan
hubungan pada dunia maya, dan berlebihan dalam menggunakan smartphone
(Kwon et al., 2013b). Gangguan kehidupan sehari - hari meliputi tidak melakukan
pekerjaan yang sudah direncanakan, sulit konsentrasi ketika di kelas atau sedang
bekerja, mengalami pusing/pandangan buram, sakit di pergelangan tangan/di
belakang leher, gangguan tidur (Kwon et al., 2013a). Kwon et.al. (2013a)
menjelaskan withdrawal yaitu rasa tidak sabar, kesal, menderita/tidak tahan jika
tidak menggunakan smartphone, terus menerus memikirkan smartphone
meskipun sedang tidak menggunakannya, berupaya untuk terus menggunakan
smartphone, merasa jengkel ketika diganggu saat sedang menggunakan
smartphone.
Ciri lain dari adiksi smartphone menurut Kwon et al. (2013a) yaitu
mengorientasikan hubungan pada dunia maya yakni merasa hubungan pertemanan
yang didapatkan melalui smartphone lebih akrab daripada teman yang ada di
4
kehidupan nyata, mengalami perasaan kehilangan yang tidak bisa dikontrol ketika
tidak bisa menggunakan smartphone, terus menerus mengecek smartphone,
menganggap dunia smartphone adalah gambaran kecil masyarakat di dunia nyata
yang dibentuk oleh situs jejaring sosial, seperti twitter atau facebook. Kwon et al.
(2013a) juga menjelaskan bahwa berlebihan dalam menggunakan smartphone
meliputi tidak dapat mengontrol penggunaan smartphone, lebih suka meminta
bantuan orang lain melalui smartphone, selalu menyiapkan pengisi baterai
(charge), merasa terdorong untuk menggunakan smartphone lagi setelah baru saja
berhenti menggunakannya. Toleransi yaitu usaha untuk mencoba mengontrol
penggunaan smartphone tetapi selalu gagal (Kwon et.al. 2013a).
Meskipun belum dimasukkan ke dalam pembahasan DSM-V, bahaya yang
ditimbulkan dari adiksi smartphone tidak jauh berbeda dengan bahaya yang
ditimbulkan dari ketergantungan zat lainnya (seperti alkohol, obat – obatan, dsb.).
Adiksi smartphone dapat menimbulkan dampak psikis, fisik, dan sosial. Dampak
psikis yang ditimbulkan dari adiksi smartphone diantaranya ekspresi marah yang
tidak tepat (berlebihan) karena dilarang menggunakan smartphone, gangguan
jiwa, percobaan bunuh diri, kemalasan, dan mudah merasa jenuh saat belajar
(Lupito et al. 2018; Ali, 2018; Widarsha, 2018; Liputan6.com, 2018). Selain itu,
individu juga dapat mengalami perubahan sikap menjadi lebih negatif; menjadi
pemurung, mengurung diri, dan membenci orang lain (misal: membenci orangtua)
(Lupito et al. 2018; Ali, 2018; Widarsha, 2018). Dampak psikis juga dapat
dirasakan oleh orang tua dengan anak yang mengalami adiksi smartphone, seperti
membuat orang tua malu karena anak menyalahgunakan smartphone yang
5
dimilikinya (seperti selfie dengan pakaian minim dan fotonya tersebar di media
sosial) (Fit & Bakri, 2017).
Terkait dengan dampak fisik, pengguna smartphone yang sudah terjangkit
adiksi dapat mengalami kekurangan waktu untuk tidur (Lupito et al., 2017). Selain
itu, sebuah penelitian di Korea menemukan bahwa adiksi smartphone
menyebabkan ketidakseimbangan otak karena tingkat kimiawi yang tinggi
sehingga aktivitas otak terhambat (Seo dalam Putri, 2017). Kadar dopamin pada
otak pecandu juga tinggi sehingga menimbulkan efek euforia dan aliran darah di
otak terkait reward & pleasure membuat ketagihan (Andri dalam Sulaiman, 2018;
Sulaiman, 2018). Adiksi smartphone juga bisa membuat penderitanya mengalami
rectal prolapse (usus dekat anus keluar) karena terlalu lama menggunakan
smartphone saat di toilet seperti yang dialami seorang pria di China (Pramudiarja,
2018).
Adiksi smartphone dapat menyebabkan perkembangan interaksi sosial
anak terhambat (Cindy dalam Liputan6.com, 2018). Dampak sosial lain yang
ditimbulkan dari adiksi smartphone yaitu terjadinya kecelakaan lalu lintas antar
kendaraan bermotor karena pengendara menggunakan smartphone sambil
mengendarai kendaraannya. Perilaku ini menyebabkan konsentrasi pengendara
terpecah (Muhardi, 2018). Pada tahun 2010, 30% kecelakaan lalu lintas di Jakarta
disebabkan karena penggunaan handphone (Ddn, 2011) dan menelpon atau ber-
SMS pada saat mengemudi merupakan penyebab terbesar terjadinya kecelakaan di
jalan raya (Muhardi, 2018). Kecelakaan–kecelakaan ini tentunya bukan hanya
6
menimbulkan kerusakan kendaraan, tetapi juga menimbulkan jatuhnya korban
jiwa (Surya, 2018; Untari, 2018).
Banyak faktor yang mempengaruhi adiksi smartphone, baik faktor internal
maupun eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi adiksi smartphone pada
individu yaitu adanya pengaruh gender, (Jenaro, Flores, Gomez-Vela, Gonzalez-
Gil, & Caballo, 2007; Deursen, Bolle, Hegner, & Kommers, 2015; Lee & Lee,
2017; Kawasaki, Tanei, & Ogata dalam Al-Barashdi et al., 2015; , Devis-Devis,
Peiró-Velert, Beltrán-Carrillo, & Tomás dalam Al-Barashdi, Bouazza, Jabur,
2015; Villella et al. dalam Al-Barashdi et al., 2015), motif (Zhang, Chongyang, &
Lee, 2014; Lee & Lee, 2017), personality (Roberts, Pullig, & Manolis, 2015;
Pearson & Hussain, 2015; Bessma, 2018), self-esteem (Lee et al., 2016; Lee &
Chae, 2017; Pugh, 2017; Wang, Zhao, Wang, Xie, Wang, & Lei, 2017). Adapun
faktor eksternal yang berpengaruh terhadap adiksi smartphone yaitu family
disfunction (domestic violence dan addicted parents) (Kim, Min, Min, Lee, &
Yoo, 2018), positvie reinforcement saat menggunakan smartphone (Carbonell,
Oberst, Beranuy, 2013), kualitas persahabatan (Kim et al., 2018), stres akademik
(Karuniawan & Cahyanti, 2013) dan durasi penggunaan smartphone (Haug et al.
2015; G€okçearslan, Mumcu, Haslama, & Cevik, 2016; Bavli, Katra, Günar,
2018).
Terkait dengan faktor gender, beberapa peneliti menyebutkan perempuan
lebih beresiko terkena adiksi smartphone daripada laki–laki (Lee & Lee, 2017;
Deursen et al., 2015,; Jenaro et al., 2007; Kawasaki et al. dalam Al-Barashdi et al.,
2015). Namun, Devis-Devis et al. (dalam Al-Barashdi et al., 2015) menunjukkan
7
bahwa laki – laki lebih banyak menghabiskan waktu untuk menggunakan ponsel.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Villella et al.
(dalam Al-Barashdi et al., 2015) yang menujukkan bahwa perilaku adiksi lebih
umum terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
Durasi penggunaan smartphone per hari juga dapat mempengaruhi adiksi
smartphone secara signifikan. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Haug et al. (2015); G€okçearslan et al., (2016); Bavli et al., (2018) menunjukkan
bahwa durasi penggunaan smartphone per hari berpengaruh secara signifikan
terhadap adiksi smartphone. Selain itu, dalam penelitian tersebut juga dijelaskan
bahwa semakin lama durasi penggunaan smartphone per hari maka adiksi
smartphonenya semakin tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Pearson & Hussain (2015) menunjukkan
adanya pengaruh personality terhadap adiksi smartphone dimana dan neuroticism
berpengaruh signifikan terhadap adiksi smartphone. Penelitian yang dilakukan
oleh Roberts et al. (2015) menunjukkan bahwa emotional instability dan
materialism berasosiasi positif dan signifikan dengan cell phone addiction,
sementara itu, introversion berasosiasi negatif dengan cell phone addiction,
conscientiousness berasosiasi negatif dengan attention impulsivenes dan attention
impulsiveness berasosiasi positif dengan cell phone addiction. Penelitian tentang
hubungan personality dengan adiksi smartphone juga dilakukan oleh Bessma
(2018). Bessma (2018) meneliti terkait hubungan big five personalityf dengan
adiksi smartphone dan hasilnya menunjukkan bahwa dimensi extraversion,
8
agreeableness, emotional stability, conscientiousness, opennes to experience
memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan smartphone addiction.
Faktor internal lain yang mempengaruhi adiksi smartphone yaitu self-
esteem individu. Hasil penelitian yang dilakukan Lee et al. (2016) menunjukkan
bahwa responden yang beresiko tinggi terkena adiksi smartphone menunjukkan
self-esteem yang rendah. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Lee dan Chae (2017), Mulyana & Afriani (2017). Namun,
hasil penelitian yang dilakukan oleh Pugh (2017) menunjukkan tidak ada
pengaruh yang signifikan self-esteem dengan adiksi smartphone. Adapun hasil
penelitian yang dilakukan oleh Wang et al. (2017) menunjukkan adanya hubungan
jika self-esteem dijadikan mediator student-student relationship dengan adiksi
smartphone.
Bukan hanya karena faktor internal, adiksi smartphone juga bisa
disebabkan oleh faktor eksternal. Salah satu faktor eksternal tersebut yaitu
kualitas persahabatan. Kualitas persahabatan mampu menggambarkan bagaimana
hubungan individu dengan teman atau sahabatnya. Individu yang mengalami
konflik dengan teman–temannya akan mengalami pengalaman psikologis yang
buruk, seperti kesepian (loneliness) (Bae, 2015). Oleh karena itu, mereka mungkin
berusaha mencari kegiatan alternatif untuk mengimbangi hubungan interpersonal
yang buruk. Dalam situasi ini, smartphone bisa menjadi cara yang menarik untuk
berinteraksi dengan orang lain tanpa kontak tatap muka (Lee & Lee, 2012; Park,
Kim & Hong dalam Bae, 2015). Hasil penelitian Kim et al. (2018) menunjukkan
9
bahwa adiksi smartphone memiliki hubungan yang signifikan dengan remaja yang
memiliki kualitas persahabatan yang rendah.
Faktor eksternal selanjutnya yang mempengaruhi adiksi smartphone yaitu
stres akademik. Stres akademik merupakan suatu kondisi atau keadaan individu
yang mengalami tekanan sebagai hasil persepsi dan penilaian mahasiswa tentang
stressor akademik, yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan
(Govarest & Gregoire dalam Karuniawan & Cahyanti, 2013). Penelitian yang
dilakukan oleh Karuniawan dan Cahyanti (2013) pada mahasiswa pengguna
smartphone di Surabaya menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara academic stress dengan adiksi smartphone. Berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Chiu (2014) yang menunjukkan bahwa stres
akademik berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi smartphone jika melalui
variabel mediator yaitu social self-efficacy.
Adiksi smartphone lebih cenderung terjadi pada remaja dibandingkan
orang dewasa (Kwon et al., 2013b). Kim et al. (dalam Kwon et al. 2013b)
melaporkan remaja mempunyai kecenderungan fokus ketika menggunakan media
dan masalah penggunaan media bisa lebih berkembang pada remaja ketika remaja
diperkenalkan jenis media baru daripada orang dewasa. Dengan kata lain, remaja
cenderung proaktif ketika menerima jenis media baru dan menggantikan yang
sebelumnya (Kwon et al., 2013b). Oleh karena itu, peneliti memilih pelajar SMA
sebagai subjek penelitian.
10
Dari berbagai fenomena dan hasil penelitian sebelumnya, maka penting
untuk dilakukan penelitian mengenai adiksi smartphone pada remaja. Penelitian
ini perlu untuk dilakukan karena adiksi smartphone akan berdampak negatif
terhadap fisik, psikis, maupun sosial.
Faktor yang menyebabkan terjadinya adiksi smartphone pada remaja yaitu
kepribadian, self-esteem, kualitas persahabatan, stres akademik, jenis kelamin, dan
durasi penggunaan smartphone penting untuk diteliti karena berdasarkan
pengetahuan peneliti, belum ada penelitian yang mengaitkan keenam faktor
tersebut (tipe kepribadian, self-esteem, kualitas persahabatan, stres akademik,
jenis kelamin, dan durasi penggunaan smartphone) terhadap adiksi smartphone
pada remaja. Selain itu, penelitian–penelitian sebelumnya (Kawasaki et al.,;
Jenaro et al.; Deursen et al.; Devis–Devis et al.; Villella et al., dalam Al-Barashdi
et al., 2015; Karuniawan & Cahyanti, 2013; Chiu, 2014; Haug, Castro, Kwon,
Filler, Kowatsch, & Schaub, 2015; Roberts et al., 2015; Pearson & Hussain, 2015;
G€okçearslan et al., 2016; Lee & Lee, 2017; Bavli et al., 2018; Bessma, 2018;
Kim et al., 2018) terkait faktor penyebab adiksi smartphone menunjukkan hasil
yang tidak konsisten. Untuk itu, penelitian ini berjudul “Faktor – faktor yang
mempengaruhi adiksi smartphone pada remaja”.
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan masalah
Batasan masalah pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui lebih jauh pengaruh
tipe kepribadian big five, self-esteem, kualitas persahabatan, jenis kelamin, dan
11
durasi penggunaan smartphone terhadap adiksi smartphone pada remaja yang
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Adiksi smartphone yang dimaksud adalah adalah pola atau perilaku
maladaptif karena penggunaan smartphone sehingga menimbulkan
gangguan yang dimanifestasikan melalui lima ciri, yaitu gangguan
kehidupan sehari - hari, withdrawal, toleransi, mengorientasikan hubungan
pada dunia maya, dan berlebihan dalam menggunakan smartphone (Kwon
et al. 2013b).
b. Tipe kepribadian Big Five yang dimaksud adalah hirarki traits kepribadian
yang terdiri dari lima dimensi dasar: neuroticism, extraversion, openness
to experience, conscientiousness, agreeableness (McCrae & John, 1992).
c. Self-esteem yang dimaksud adalah sikap positif atau negatif terhadap diri
(Rosenberg, 1965)
d. Kualitas persahabatan yang dimaksud adalah kualitas hubungan anak-anak
dan remaja awal dengan teman-teman baik mereka sesuai lima aspek
(companionship, conflict, help, security, closeness) yang secara konseptual
bermakna terhadap hubungan pertemanan mereka (Bukowski, Hoza,
Boivin, 1994).
e. Stres akademik didefinisikan sebagai hal-hal yang mencerminkan perasaan
stres, menyalahkan diri sendiri, dan kekecewaan karena tidak bisa
memenuhi harapan orangtua dan guru serta harapan diri sendiri (Ang &
Huan, 2006).
12
1.2.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “apakah ada pengaruh tipe
kepribadian big five, self-esteem, kualitas persahabatan, stres akademik, jenis
kelamin, dan durasi penggunaan smartphone terhadap adiksi smartphone pada
remaja?”
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka peneliti merumuskan
pertanyaan – pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan big five personality, self-
esteem, kualitas persahabatan, stres akademik, jenis kelamin, dan durasi
penggunaan smartphone terhadap adiksi smartphone?
2. Apakah dimensi neuroticism, extraversion, openness, agreeableness,
conscientiousness pada variabel tipe kepribadian big five berpengaruh
secara signifikan terhadap adiksi smartphone pada seorang remaja?
3. Apakah self-esteem berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi
smartphone pada seorang remaja?
4. Apakah dimensi companionship, conflict, help/aid, security dan closeness
pada variabel kualitas persahabatan berpengaruh secara signifikan
terhadap adiksi smartphone pada seorang remaja?
5. Apakah dimensi ekspektasi orang tua dan ekspektasi diri sendiri pada
variabel stres akademik berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi
smartphone pada seorang remaja?
13
6. Apakah jenis kelamin berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi
smartphone pada seorang remaja?
7. Apakah durasi penggunaan smartphone berpengaruh secara signifikan
terhadap adiksi smartphone?
8. Variabel manakah yang memiliki pengaruh paling besar dan signifikan
terhadap adiksi smartphone?
9. Berapa besar sumbangan varians keenam variabel terhadap adiksi
smartphone?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Berdasarkan paparan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengaruh tipe kepribadian big five, self-esteem, kualitas
persahabatan, stres akademik, jenis kelamin, dan durasi penggunaan
smartphone terhadap adiksi smartphone pada remaja.
2. Mengetahui pengaruh masing–masing dimensi dari tipe kepribadian big
five, self-esteem, kualitas persahabatan, stres akademik, jenis kelamin,
durasi penggunaan smartphone terhadap adiksi smartphone pada remaja.
3. Mengetahui variabel mana yang paling besar dan signifikan pengaruhnya
terhadap adiksi smartphone.
4. Mengetahui besar sumbangan varians tipe kepribadian big five, self-
esteem, kualitas persahabatan, stres akademik, jenis kelamin, dan durasi
penggunaan smartphone terhadap adiksi smartphone pada remaja.
14
1.3.2 Manfaat penelitian
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya
terkait adiksi smartphone serta pengembangan khazanah keilmuan terkait teori
dan instrumen pengukuran adiksi smartphone.
Manfaat Praktis
1. Penelitian ini dapat menjadi bahan untuk memperkenalkan faktor – faktor
yang dapat memicu terjadinya adiksi smartphone pada remaja.
2. Penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam mencegah
terjadinya adiksi smartphone khususnya di kalangan remaja.
3. Penelitian ini diharapkan dapat membantu pengguna smartphone yang
sudah terindikasi mengalami adiksi smartphone dapat sedikit demi sedikit
menghilangkan adiksinya dengan memperbaiki faktor penyebab
munculnya adiksi smartphone.
15
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Adiksi Smartphone
2.1.1 Definisi Adiksi Smartphone
Seperti adiksi zat, Kwon et al. (2013a) menyatakan bahwa konsep adiksi
smartphone sebagai semacam adiksi perilaku memiliki sejumlah kriteria yang
mirip dengan ketergantungan dan penyalahgunaan zat pada DSM-IV. Adiksi
smartphone adalah pola atau perilaku maladaptif karena penggunaan smartphone
sehingga menimbulkan gangguan yang dimanifestasikan melalui lima kriteria,
yaitu gangguan kehidupan sehari-hari, withdrawal, toleransi, mengorientasikan
hubungan pada dunia maya, dan berlebihan dalam menggunakan smartphone
(Kwon et al., 2013a & 2013b).
Kim et al. (2014) menjelaskan bahwa konsep adiksi smartphone
dipandang sebagai jenis kecanduan perilaku yang ditandai oleh masalah dengan
kontrol impuls. Lin et al. (2014) menyatakan bahwa adiksi smartphone dapat
dipandang sebagai sebuah bentuk adiksi teknologi. Secara khusus, Griffiths
(dalam Lin et al., 2014) mendefinisikannya secara operasional; adiksi ini sebagai
perilaku adiksi terhadap bahan non kimiawi yang melibatkan interaksi manusia
dengan mesin. Adiksi smartphone didefinisikan sebagai keadaan dimana
seseorang tenggelam dalam aktifitas menggunakan smartphone dan sulit
mengontrolnya (Kim et al., 2018).
16
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan definisi adiksi smartphone
dari Kwon et al. (2013a &2013b); adiksi smartphone adalah pola atau perilaku
maladaptif karena penggunaan smartphone sehingga menimbulkan gangguan
yang dimanifestasikan melalui lima kriteria, yaitu gangguan kehidupan sehari -
hari, withdrawal, toleransi, mengorientasikan hubungan pada dunia maya, dan
berlebihan dalam menggunakan smartphone. Peneliti memilih definisi ini karena
salah satu sampel dalam pengembangan teori tersebut yaitu remaja sehingg sesuai
dengan sampel pada penelitian ini.
2.1.2 Dimensi Adiksi Smartphone
Kwon et al. (2013b) dalam penelitian Smartphone Addiction Scale-Short
Version terhadap 540 pelajar kelas dua SMP, menjelaskan tiga aspek adiksi
smartphone yaitu gangguan kehidupan sehari-hari, withdrawal, toleransi, yang
merupakan gejala umum kecanduan. Tiga aspek ini ditentukan berdasarkan hasil
konsultasi 90 responden laki–laki dan 60 responden perempuan dengan psikolog
klinis yang kemudian hasil konsultasinya dianalisis menggunakan analisis ROC
(Receiver Operating Characteristics). Namun demikian, berdasarkan hasil
penilaian expert judgement terhadap skala Smartphone Addiction Scale yang akan
dibuat versi singkatnya menjadi Smartphone Addiction Scale – Short Version,
Kwon et al. (2013b) menggunakan lima aspek adiksi smartphone yaitu gangguan
kehidupan sehari - hari, withdrawal, toleransi, mengorientasikan hubungan pada
dunia maya, dan berlebihan dalam menggunakan smartphone.
17
1. Gangguan kehidupan sehari–hari : meliputi tidak melakukan pekerjaan yang
sudah direncanakan, sulit konsentrasi ketika di kelas atau sedang bekerja,
menderita pusing atau penglihatan kabur, nyeri pada pergelangan tangan atau
di belakang leher, dan gangguan tidur.
2. Withdrawal : meliputi rasa tidak sabar, kesal, menderita/tidak tahan jika tidak
menggunakan smartphone, terus menerus memikirkan smartphone meskipun
sedang tidak menggunakannya, berupaya untuk terus menggunakan
smartphone, merasa jengkel ketika diganggu saat sedang menggunakan
smartphone.
3. Toleransi : usaha untuk mencoba mengontrol penggunaan smartphone tetapi
selalu gagal.
4. Mengorientasikan hubungan pada dunia maya yaitu merasa hubungan
pertemanan yang didapatkan melalui smartphone lebih akrab daripada teman
yang ada di kehidupan nyata, mengalami perasaan kehilangan yang tidak bisa
dikontrol ketika tidak bisa menggunakan smartphone, terus menerus
mengecek smartphone, menganggap dunia smartphone adalah gambaran
kecil masyarakat di dunia nyata yang dibentuk oleh situs jejaring sosial,
seperti twitter atau facebook.
5. Berlebihan dalam menggunakan smartphone : meliputi tidak dapat
mengontrol penggunaan smartphone, lebih suka meminta bantuan orang lain
melalui smartphone, selalu menyiapkan pengisi baterai (charge), merasa
terdorong untuk menggunakan smartphone lagi setelah baru saja berhenti
menggunakannya.
18
Menurut Lin, Chang, Lee, Tseng, Kuo, & Chen. (2014), aspek adiksi
smartphone yaitu compulsive behavior, functional impairment, withdrawal, dan
tolerance. Kim et al. (2014) dalam penelitiannya untuk mengembangkan
Smartphone Addiction Proneness Scale (SAPS) menyebutkan empat subdomain
adiksi smartphone, yaitu adaptive functions, withdrawal, tolerance, dan virtual
life orientation. Choliz (2010) menjelaskan dimensi adiksi ponsel diantaranya:
abstinence, lack of control (kekurangan kontrol), problems derived from the use
(masalah yang berasal dari penggunaan ponsel), tolerance (toleransi),
interference with other activities (mengganggu kegiatan lain).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan lima dimensi adiksi
smartphone dari Kwon et al. (2013b) yaitu gangguan kehidupan sehari - hari,
withdrawal, toleransi, mengorientasikan hubungan pada dunia maya, dan
berlebihan dalam menggunakan smartphone.
2.1.3 Pengukuran Adiksi Smartphone
Skala yang mengukur adiksi smartphone diantaranya:
1. Smartphone Addiction Proneness Scale (SAPS)
SAPS merupakan skala adiksi smartphone yang dikembangkan
oleh Kim et.al. pada tahun 2014. Skala ini terdiri dari 15 item yang
mengukur empat subdomain adiksi smartphone yaitu disturbance of
adaptive functions, virtual life orientation, withdrawal, dan tolerance.
19
2. Smartphone Addiction Scale (SAS)
Smartphone Addiction Scale (SAS) merupakan skala adiksi
smartphone yang dikembangkan oleh Kwon et.al. (2013a) yang terdiri dari
33 item. Skala ini mengukur enam dimensi adiksi smartphone yaitu
gangguan kehidupan sehari - hari, withdrawal, toleransi, mengorientasikan
hubungan pada dunia maya, dan berlebihan dalam menggunakan
smartphone.
3. Smartphone Addiction Scale – Short Version (SAS-SV)
Smartphone Addiction Scale – Short Version (SAS-SV) merupakan
versi singkat dari SAS yang juga dikembangkan oleh Kwon et.al. (2013b).
Skala ini terdiri dari 10 item yang mengukur lima dimensi adiksi
smartphone yaitu gangguan kehidupan sehari-hari, withdrawal, toleransi,
mengorientasikan hubungan pada dunia maya, dan berlebihan dalam
menggunakan smartphone. Skala ini dikembangkan pada 540 responden
dengan rata – rata usia 14,5 tahun. Skor internal consistency SAS-SV yang
ditunjukkan dengan skor cronbach`s alpha yaitu 0.911 (Kwon et.al.,
2013b).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Smartphone Addiction
Scale – Short Version (SAS-SV) untuk mengukur adiksi smartphone pada
responden. Peneliti memilih menggunakan alat ukur ini karena alat ukur
tersebut dikembangkan pada responden remaja sehingga sesuai dengan
responden pada penelitian ini.
20
2.1.4 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Adiksi Smartphone
Menurut hasil penelitian para peneliti, faktor–faktor yang mempengaruhi adiksi
smartphone dapat berasal dari faktor internal, demografi, dan faktor eksternal.
1. Faktor internal
Faktor internal yang mempengaruhi adiksi smartphone diantaranya:
a. Motif
Selain gender, faktor lain yang mempengaruhi adiksi smartphone
yaitu motif. Sebagaimana yang dijelaskan dalam penelitian yang
dilakukan oleh Lee dan Lee pada tahun 2017 bahwa 19,4% motif
mempengaruhi adiksi smartphone. Sebagaimana hasil penelitian Lee
dan Lee (2017), hasil penelitian Zhang et al. (2014) juga menunjukkan
adanya pengaruh motif terhadap adiksi smartphone. Besar pengaruh
motif terhadap adiksi smartphone yaitu sebesar 29,9%.
b. Kegagalan meregulasi diri
Dalam penelitiannya, Deursen et al. (2015) menemukan kegagalan
meregulasi diri (self-regulation) menjadi penyebab tertinggi perilaku
adiksi smartphone.
c. Self-esteem
Hasil penelitian Lee et al. (2016) menunjukkan bahwa remaja yang
beresiko tinggi terkena adiksi smartphone, memiliki self-esteem yang
lebih rendah. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Lee dan Chae (2017), Mulyana & Afriani (2017).
Korelasi negatif ditunjukkan antara self-esteem dan cellular phone
21
addiction dengan r=-.367, p<.001 (Lee & Chae, 2017) dan antara self-
esteem dan smartphone addiction dengan r = -0,145, p<0,05
(Mulyana & Afriani, 2017).
d. Personality
Penelitian yang dilakukan oleh Pearson & Hussain (2015)
menunjukkan adanya pengaruh personality terhadap adiksi
smartphone dimana openness dan neuroticism berpengaruh signifikan
terhadap adiksi smartphone. Penelitian yang dilakukan oleh Roberts,
Pullig, Manolis (2015) menunjukkan bahwa emotional instability dan
materialism berasosiasi positif dan signifikan dengan cell phone
addiction, sementara itu, introversion berasosiasi negatif dengan cell
phone addiction, conscientiousness berasosiasi negatif dengan
attention impulsiveness dan attention impulsiveness berasosiasi positif
dengan cell phone addiction.
Penelitian tentang hubungan personality dengan adiksi smartphone
juga dilakukan oleh Bessma (2018). Bessma (2018) meneliti terkait
hubungan big five personality dengan adiksi smartphone dan hasilnya
menunjukkan bahwa dimensi extraversion, agreeableness, emotional
stability, conscientiousness, opennes to experience memiliki
hubungan negatif yang signifikan dengan smartphone addiction.
e. Friendship satisfaction dan academic motivation
Penelitian yang dilakukan Bae (2015) menunjukkan adanya friendship
satisfaction dan academic motivation berpengaruh negatif terhadap
22
adiksi penggunaan smartphone; semakin meningkatnya friendship
satisfaction dan academic motivation maka semakin menurun juga
adiksi penggunaan smartphone.
f. Need to belong
Pada penelitian Wang et al. (2017) need to belong merupakan variabel
moderator self-esteem dan student-student relationship terhadap adiksi
smartphone. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa need to
belong berasosiasi positif secara signifikan dengan adiksi smartphone.
Remaja dengan need to belong yang tinggi, maka adiksi smartphonenya
juga tinggi; remaja mungkin memiliki self-esteem yang rendah dan
student-student relationshipnya buruk.
2. Faktor demografi
Faktor demografi yang mempengaruhi adiksi smartphone diantaranya
sebagai berikut:
a. Jenis Kelamin
Dari penelitian yang dilakukan oleh Lee et al. (2017) terhadap 3000
remaja SMP dan SMA ditemukan bahwa adiksi smartphone lebih
banyak terjadi pada pelajar perempuan; 9.5% perempuan dan 5.9%
laki-laki diklasifikasikan sebagai pengguna smartphone yang beresiko
tinggi terkena adiksi smartphone, sementara 33.1% perempuan dan
22.7% laki-laki diklasifikasikan berpotensi terkena adiksi smartphone.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Deursen et al. pada tahun 2015. Hasil tersebut menunjukkan
23
bahwa kesempatan berkembangnya kebiasaan atau perilaku adiksi
smartphone pada perempuan lebih tinggi dibanding pria.
Dalam sebuah studi review literatur yang dilakukan oleh Al –
Barashdi et al. (2015) dijelaskan bahwa ada pengaruh jenis kelamin
terhadap adiksi smartphone. Beberapa hasil studi literatur review
tersebut diantaranya: pertama, pada penilaian patologis intenet dan
penggunaan ponsel yang dilakukan terhadap 337 mahasiswa Spanyol,
Jenaro et al. (2007) menemukan bahwa penggunaan ponsel yang
tinggi terjadi pada perempuan, dan memiliki kecemasan dan insomnia
yang tinggi. Kedua, Kawasaki et al. (dalam Al-Barashdi et al., 2015)
menyelidiki ketergantungan ponsel pada pelajar SMA dan mahasiswa
Thai university. Format survey (Cellular Phone Dependence
Quetionnaire) didistribusikan kepada 181 perempuan dan 177 laki-
laki mahasiswa Thai University dan kepada 240 perempuan dan 140
laki-laki pelajar SMA Thai. Faktor analisis terhadap pelajar SMA
perempuan menunjukkan bahwa ketergantungan ponsel pada pelajar
SMA perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa laki–
laki, siswa perempuan, siswa laki-laki dan mahasiswa perempuan
Jepang.
Ketiga, namun, hasil studi yang dilakukan oleh Devis-Devis et al.
(dalam Al-Barashdi et al., 2015), menunjukkan perbedaan. Mereka
membandingkan penggunaan ponsel pada laki-laki dan perempuan
dan menemukan bahwam laki-laki lebih banyak menghabiskan waktu
24
untuk menggunakan ponsel. Mereka juga menemukan bahwa
mahasiswa lebih banyak menggunakan alat komunikasi ini ketika
weekend daripada weekdays. Sejalan dengan hasil ini, Villella, dkk.
(dalam Al-Barashdi et al., 2015) menunjukkan bahwa perilaku adiksi
lebih umum terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
b. Demografi dan school life
Pada penelitian Lee dan Lee (2017) 1,9% variabel demografi (gender
dan tingkat perekonomian keluarga) mempengaruhi adiksi smartphone
dan 0,6% dipengaruhi oleh school life.
c. Durasi penggunaan smartphone
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Haug et al. 2015;
G€okçearslan et al., 2016; Bavli et al., 2018 menunjukkan bahwa
durasi penggunaan smartphone per hari berpengaruh secara signifikan
terhadap adiksi smartphone. Selain itu, dalam penelitian tersebut juga
dijelaskan bahwa semakin lama durasi penggunaan smartphone per
hari maka adiksi smartphonenya semakin tinggi.
3. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang mempengaruhi adiksi smartphone diantaranya
sebagai berikut
a. Attachment to significant others
Faktor lain yang mempengaruhi adiksi smartphone yang dijelaskan
dalam penelitian Lee dan Lee (2017) yaitu 5,2% oleh attachment to
significant others (parents, friends, teacher).
25
b. Family disfunction
Remaja dengan family disfunction (domestic violence dan addicted
parents) lebih besar kemungkinannya mengalami adiksi smartphone
(Kim, 2018).
c. Positive Reinforcement
Carbonell, Oberst, Beranuy (2013) menjelaskan postive reinforcment
dari penggunaan ponsel: pertama, euphoria yaitu merasa dihargai
atau dicintai ketika menerima panggilan atau pesan. Kedua,
instrumental function merupakan fitur yang terdapat pada ponsel
seperti jam saku, jam alarm, kamera digital, perekam suara dan/atau
video, buku harian elektronik, mp3, atau GPS, dsb. sangat bermanfaat
& sangat disesuaikan bagi usia dan peran sosial pengguna.
Ketiga, symbol of Identity; ponsel telah menjadi satu lagi elemen di
antara komponen-komponen intim yang membentuk ruang pribadi
(seperti halnya hal-hal lain, seperti jam tangan, dompet, foto,
gantungan kunci, dll.); yang dengannya pembawa memiliki ikatan
emosional. Ponsel itu tampaknya telah menjadi objek di mana
seseorang dapat memberikan petunjuk tentang identitas gender
mereka, posisi sosial dan profesional, sikap terhadap masyarakat,
karakter, kepribadian, atau suasana hati. Ponsel, seperti pakaian, dapat
mengirimkan informasi tentang karakteristik seseorang dan tentang
ide yang mereka miliki tentang diri mereka, dan yang ingin mereka
kirimkan kepada orang lain.
26
Keempat, social status; seorang konsumen muda yang membeli
ponsel merasa powerful, tidak hanya melalui penggunaannya, tetapi
juga melalui pembelian itu sendiri. Juga, jumlah dan / atau kualitas
pesan yang diterima, jumlah panggilan, jumlah kontak, kecanggihan
game dan layanan yang ditawarkan oleh ponsel, dan merek ponsel,
semua membantu untuk meningkatkan status sosial pengguna.
Kelima, social network; ponsel juga merupakan alat untuk
membangun jejaring sosial melalui daftar kontak perangkat. Jaringan
sosial berdasarkan ponsel telah menciptakan rasa identitas baru bagi
remaja dan orang muda. Keenam, online social networks; seiring
bertambahnya kemajuan teknologi, industri ponsel telah berhasil
beradaptasi mengikuti tuntutan pengguna dan menciptakan kebutuhan
baru, seperti online social network.
Ketujuh, independence; telepon seluler memainkan peran penting
dalam sosialisasi dan menciptakan perasaan menjadi anggota
kelompok, terutama di kalangan remaja. Selain itu, ponsel juga
menjadi salah satu alat bagi remaja untuk terbebas dari orang tua;
telepon seluler membantu seorang remaja untuk memperoleh rasa diri
yang semakin besar dan orientasi yang semakin meningkat terhadap
kelompok sebaya. Ponsel ini mendukung kemandirian dan
memperkuat kontak dengan teman-teman dan orang lain di luar
keluarga; Kedelapan, short distance: ponsel adalah alat yang
27
memfasilitasi kontak jarak pendek, dalam arti kontak dengan orang-
orang yang belum tentu dapat kita temui setiap hari.
Kesembilan, increased security and control: ponsel adalah alat
kontrol yang menghasilkan perasaan aman pada orang tua, di antara
pasangan, atau bahkan untuk diri sendiri ketika bepergian jauh.
Seringkali tingkat kontrol dan rasa keamanan salah: sangat mudah
untuk berbohong tentang keberadaan seseorang, dan, bagaimanapun,
masa pakai baterai dan jangkauan keduanya terbatas. Kesepuluh,
permanent mobility and access: membawa ponsel atau memilikinya
membuat pengguna merasa wajib untuk selalu menerima panggilan,
membalas pesan, dan lain sebagainya. Aplikasi GPS dapat digunakan
orang lain untuk melacak keberadaan pengguna ponsel ketika
panggilan dan pesannya tidak direspon. Kesebelas, entertainment and
games: ponsel membawa berbagai fungsi, dan bahkan dapat berfungsi
sebagai portable videogame console. Penggabungan aplikasi ("Apps")
dalam ponsel generasi terbaru (disebut smartphone) telah membuka
berbagai kemungkinan besar seperti menggunakannya di tempat kerja,
untuk bersantai, dan penggunaan dalam aspek praktis dalam
kehidupan sehari-hari; di banyak aplikasi ini, fungsi-fungsi ini
dicampurkan. Ponsel menjadi komputer seluler pribadi.
Keduabelas, family conciliation: ponsel telah memungkinkan
remaja untuk membangun semacam persaudaraan virtual. Dengan
ponsel, dapat lahir cara–cara berkomunikasi yang baru untuk
28
mempertahankan kesatuan keluarga dan rasa memiliki yang
dibutuhkan oleh remaja dan orang dewasa; Ketigabelas, synchronous
and ssynchronous communication: panggilan suara dan pesan teks
digunakan secara berbeda tergantung pada tujuan dan karakteristik
pengirim dan penerima pesan. Suara adalah komunikasi sinkron,
serentak dalam waktu, sedangkan pesan teks tidak sinkron, seperti
surat elektronik.
Keempatbelas, individualization of assets: ini adalah salah satu
aspek evolusi sosial dan meningkatnya kualitas hidup di dunia Barat.
Di bidang teknologi, telepon telah mengikuti jalur yang sama dengan
televisi, sudah menjadi aset individual dan bukan milik keluarga lagi.
Sama seperti remaja yang memiliki televisi di kamar tidur mereka
sendiri, mereka juga memiliki komputer sendiri, ponsel, dll.
d. Aktivitas ponsel
Temuan Roberts, Yaya, dan Monalis (2014) mengungkapkan bahwa
aktivitas ponsel (CPA; Cell Phone Activity) yang mendorong
seseorang menjadi adiksi ponsel ditemukan sangat bervariasi di antara
pengguna telepon seluler pria dan wanita. Meskipun komponen sosial
yang kuat mendorong CPA baik pada laki-laki dan perempuan,
kegiatan khusus yang terkait dengan CPA sangat berbeda.
e. Student-student relationship
Pada penelitian Wang et al. (2017) student–student relationship
berasosiasi negatif secara signifikan dengan adiksi smartphone pada
29
remaja. Analisis mediasi mengungkapkan bahwa self-esteem secara
parsial memediasi hubungan antara studen –student relationship dan
kecanduan smartphone pada remaja.
f. Kualitas persahabatan
Kualitas persahabatan mampu menggambarkan bagaimana hubungan
individu dengan teman atau sahabatnya. Individu yang mengalami
konflik dengan teman–temannya akan mengalami pengalaman
psikologis yang buruk, seperti kesepian (Bae, 2015). Oleh karena itu,
mereka mungkin berusaha mencari kegiatan alternatif untuk
mengimbangi hubungan interpersonal yang buruk. Dalam situasi ini,
smartphone bisa menjadi cara yang menarik untuk berinteraksi dengan
orang lain tanpa kontak tatap muka (Lee & Lee, 2012; Park, Kim, &
Hong dalam Bae, 2015). Hasil penelitian Kim et al. (2018)
menunjukkan bahwa adiksi smartphone memiliki hubungan yang
signifikan dengan remaja yang memiliki friendship quality rendah.
g. Stres akademik
Pada penelitian yang dilakukan oleh Karuniawan dan Cahyanti (2013)
terhadap mahasiswa pengguna smartphone di Surabaya menunjukkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara academic stress dengan
adiksi smartphone.
Dari berbagai faktor penyebab adiksi smartphone, dalam penelitian ini
peneliti memilih tipe kepribadian big five, self-esteem, kualitas
persahabatan, stres akademik, jenis kelamin, dan durasi penggunaan
30
smartphone sebagai independent variable karena berdasarkan pengetahuan
peneliti, belum ada penelitian yang mengaitkan keenam faktor tersebut
terhadap adiksi smartphone pada remaja. Selain itu, penelitian – penelitian
sebelumnya (Kawasaki et al., 2006; Jenaro et al., 2007; Deursen et al.,
2015; Devis – Devis et al. dalam Al-Barashdi et al., 2015; Villella et al.
dalam Al-Barashdi et al., 2015; Karuniawan & Cahyanti, 2013; Chiu,
2014; Haug et al. 2015; Roberts et al., 2015; Pearson & Hussain, 2015;
G€okçearslan et al., 2016; Lee & Lee, 2017; Bavli et al., 2018; Bessma,
2018; Kim et al., 2018) juga menunjukkan hasil yang tidak konsisten.
2.2 Tipe Kepribadian Big Five
2.2.1 Definisi dan Sejarah Singkat Tipe Kepribadian Big Five
Tipe kepribadian Big Five adalah hirarki traits kepribadian yang terdiri dari lima
dimensi dasar: extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan
openness to experience (McCrae & John, 1992). Tipe kepribadian Big Five
muncul untuk memenuhi kebutuhan psikologi kepribadian akan istilah – istilah
yang mudah dipahami oleh khalayak umum (John dan Srivastava, 1999).
Meskipun Big Five bukan sebuah teori kepribadian, McCrae dan John (1992
dalam McCrae & Costa, 2008) menjelaskan bahwa Big Five secara implisit
mengadopsi prinsip dasar dari trait theory; bahwa individu dapat
dikarakteristikkan melalui pola pemikiran, perasaan, dan tindakannya yang relatif
menetap; traits dapat dinilai secara kuantitatif; traits bersifat konsisten di berbagai
situasi. Struktur Big Five pada awalnya lahir dari psycholexical approach dan
31
faktor analisis (John dan Srivastava, 1999). Kajian mengenai sifat manusia
pertama kali dilakukan oleh Allport dan Odbert pada tahun 1930an, kemudian
dilanjutkan oleh Cattell pada tahun 1940an dan oleh Tupes, Christal, Norman
pada tahun 1960an (John dan Srivastava, 1999).
Pada akhir 1970-an dan awal 1980-an, Costa dan McCrae membangun
taksonomi yang terelaborasi mengenai sifat dan kepribadian. Akan tetapi, mereka
tidak menggunakan klasifikasi tersebut untuk menghasilkan hipotesis yang dapat
diuji, melainkan hanya menggunakan teknik analisis faktor untuk menguji
stabilitas dan struktur kepribadian. Dalam masa tersebut, Costa dan McCrae
awalnya hanya berfokus pada dua dimensi utama, yaitu neurotisme dan ektraversi
(Feist & Feist, 2010).
Tidak lama setelah menemukan N dan E, Costa dan McCrae menemukan
faktor ketiga, yang disebut dengan openness to experience. Hampir semua studi
awal Costa dan McCrae hanya terfokus pada ketiga dimensi ini. Walaupun Lewis
Goldberg adalah orang yang pertama menggunakan istlah “Big Five” pada tahun
1981, Costa dan McCrae masih melanjutkan studi mereka pada ketiga faktor
tersebut (Feist & Feist, 2010). Sampai pada tahun 1983, Costa dan McCrae masih
berargumentasi mengenai model tiga faktor kepribadian. Baru pada tahun 1985,
mereka mulai melaporkan studi pada lima faktor kepribadian; neuroticism,
extraversion, openness to experience, agreeableness, conscientiousness (Feist &
Feist, 2010).
32
2.2.2 Dimensi Tipe Kepribadian Big Five
Dimensi tipe kepribadian big five menurut McCrae & Costa (1987 dalam
Friedman & Schustack, 2008) yaitu sebagai berikut:
1. Neuroticism
Neuroticism didefinisikan dengan istilah-istilah seperti khawatir, tidak
aman, self-conscious, dan temperamental. Orang yang tinggi dalam
dimensi neuroticism cenderung gugup, sensitif, tegang, mudah cemas,
rentan terhadap gangguan yang berhubungan dengan stres (Friedman &
Schustack, 2008; Feist & Feist, 2010). Orang yang rendah dalam dimensi
ni cenderung tenang dan santai (Friedman & Schustack, 2008).
2. Extraversion
Individu yang dominan dalam extraversion memiliki ciri–ciri perilaku
pandai bersosialisasi, fun-loving, penyayang, ramah, dan banyak bicara
adalah variabel tertinggi pada faktor extraversion. Friedman dan
Schustack (2008) juga menjelaskan bahwa individu yang extraversion
cenderung ramah. Ciri lain extraversion menurut Friedman dan Schustack
(2008) yaitu cenderung penuh semangat, antusias, dominan, ramah, dan
komunikatif. Orang yang sebaliknya akan cenderung pemalu, tidak
percaya diri, submisif (perilaku yang cenderung menyerah pada semua hal
yang terjadi serta tidak mampu mengatakan “tidak” pada kondisi dimana
ia harus mengatakan “tidak”), dan pendiam.
33
3. Openness to experience
Orang yang tinggi dalam dimensi openness umumnya terlihat imajinatif,
menyenangkan, kreatif, dan artistik (Friedman & Schustack, 2008). Orang
yang rendah dalam dimensi ini umumnya dangkal, membosankan atau
sederhana (Friedman & Schustack, 2008).
4. Conscientiousness
Pada umumnya, orang yang tinggi dalam dimensi ini berhati – hati, dapat
diandalkan, teratur, teliti, disiplin, dan bertanggung jawab (Friedman &
Schustack, 2008; Feist & Feist, 2010). Namun, orang yang rendah dalam
dimensi ini cenderung ceroboh, berantakan, dan tidak dapat diandalkan
(Friedman & Schustack, 2008).
5. Agreeableness
Umumnya, jika seseorang tinggi dalam dimensi ini, maka ia cenderung
kooperatif, ramah, mudah percaya, hangat, dan memiliki perilaku yang
baik (Friedman & Schustack, 2008; Feist & Feist, 2010). Orang yang
rendah dalam dimensi ini cenderung dingin, konfrontatif, dan kejam
(Friedman & Schustack, 2008).
2.2.3 Pengukuran Tipe Kepribadian Big Five
Dalam John & Srivastiva (1999), dijelaskan beberapa alat ukur untuk mengukur
tipe kepribadian Big Five seseorang, diantaranya:
34
a. NEO PI
NEO PI dikembangkan pada tahun 1980an oleh McCrae & Costa. Alat
ukur ini dipublikasikan pada tahun 1985. NEO PI mengukur tiga dimensi
dari big five, yaitu neuroticism, extraversion, dan openness. NEO PI
berasal dari analisis cluster 16PF milik Cattel, et al (1970).
b. NEO PI-R
NEO PI-R (NEO PI, Revised) merupakan revisi dari NEO PI. Pada alat
ukur ini, dimensi agreeableness dan conscientiousness sudah
ditambahkan. Alat ukur ini dipublikasikan oleh McCrae & Costa pada
tahun 1992 dan terdiri dari 240 item.
c. BFI (Big Five Inventory)
BFI dikembangkan oleh John et al. pada tahun 1991. Tujuan pembuatan
alat ukur ini adalah untuk memberikan atau menyediakan alat ukur yang
singkat yang bisa digunakan untuk mengasesmen secara fleksibel dan
efisien. BFI terdiri dari 44 item.
d. BFI – K (BFI – Kurzeversion)
BFI – K dikembangkan oleh Rammstedt dan John pada tahun 2005. Alat
ukur ini terdiri dari 21 item dan merupakan skala versi singkat dari BFI .
Namun, pada tahun 2013, Kovaleva et al. melakukan uji validitas ulang
dan menghasilkan reliabilitas sebagai berikut:
35
Tabel 2.1 Reliabilitas Big Five Inventory-K (BFI – K)
N E O A C Mean
BFI .74 .80 .69 .58 .69 .70
N = neuroticism, E = extraversion, O = opennes,
A= Agreeableness, C = Conscientiousness
Dari beberapa alat ukur di atas, pada penelitian ini, peneliti
menggunakan BFI-K untuk meneliti tipe kepribadian Big Five responden
karena BFI-K memiliki validitas dan reliabilitas yang baik meskipun
hanya terdiri dari 25 item.
2.3 Self-esteem
2.3.1 Definisi self-esteem
Rosenberg (1965) menjelaskan bahwa self-esteem adalah sikap positif atau negatif
terhadap diri. Individu yang memiliki self-esteem yang tinggi hanya merasa
bahwa dia adalah orang yang berharga; dia menghormati dirinya sendiri apa
adanya, tetapi dia tidak mengagumi dirinya sendiri, juga tidak mengharapkan
orang lain untuk mengaguminya. Dia tidak menganggap dirinya lebih superior
dari yang lain. Dia tidak merasa bahwa dia adalah yang paling sempurna, tetapi,
sebaliknya, mengakui keterbatasannya dan berharap untuk tumbuh dan
berkembang. Di sisi lain, individu yang memiliki self-esteem yang rendah akan
menyiratkan penolakan diri, ketidakpuasan diri, penghinaan diri. Baginya,
gambaran diri itu tidak menyenangkan.
Definisi lain dari self-esteem yaitu pengalaman bahwa kita pantas untuk
menjalani kehidupan ini dan kita sesuai dengan kebutuhan hidup. Lebih khusus
36
lagi, self-esteem adalah (1) kepercayaan akan kemampuan kita untuk berpikir dan
mengatasi tantangan – tantangan dasar kehidupan; (2) keyakinan akan hak kita
untuk bahagia, perasaan bahwa kita bisa bermanfaat, layak, berhak untuk
menyatakan kebutuhan dan keinginan kita dan berhak menikmati hasil dari upaya
kita (Branden, 1992). Menurut Mischel, Shoda, dan Ayduk (2008), Self –esteem
mengacu pada penilaian individu terhadap keberhargaan atau kelayakan dirinya
sendiri. Dalam kamus APA, self-esteem yaitu sejauh mana individu menganggap
self-quality dan self-conceptnya positif. Ini mencerminkan self-image terhadap
fisik, pandangan atas pencapaian dan kemampuannya, serta nilai-nilai dan
keberhasilan yang dirasakan dalam menghayati hal – hal tersebut, serta cara orang
lain melihat dan menanggapi orang tersebut. Semakin positif persepsi kumulatif
dari kualitas dan karakteristik ini, semakin tinggi self-esteem seseorang. Tingkat
self-esteem yang cukup tinggi dianggap sebagai unsur penting kesehatan mental,
sedangkan self-esteem yang rendah dan perasaan tidak berharga adalah gejala
depresi yang umum.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan definisi self-esteem dari
Rosenberg (1965); self-esteem adalah sikap positif atau negatif terhadap diri.
2.3.2 Dimensi self-esteem
Konsep self-esteem berdasarkan teori Rosenberg (1965) bersifat unidimensional.
Selain itu, Rosenberg (1965) tidak menyebutkan aspek atau dimensi self-esteem
pada teorinya. Sedangkan menurut Branden (1992), self-esteem memiliki dua
aspek yang saling berkaitan yaitu self-efficacy dan self-respect.
37
a. Self-efficacy
Self-efficacy berarti percaya pada berfungsinya pikiran, kemampuan untuk
berfikir, proses menilai, memilih, dan memutuskan; percaya akan
kemampuan diri untuk memahami tentang minat dan kebutuhan diri;
cognitive self-trust; cognitive self-reliance.
b. Self-respect
Self-respect berarti kepercayaan diri terhadap my value; sikap setuju
terhadap hak saya untuk hidup dan bahagia; nyaman ketika menyampaikan
ide, keinginan, dan kebutuhan saya; merasa bahwa kesenangan adalah hak
alami saya.
Tafarodi dan Swann (1995) menyebutkan ada dua dimensi self-esteem, yaitu:
a. Self-liking
Self-liking adalah penilaian afektif kita tentang diri kita sendiri,
persetujuan atau ketidaksetujuan kita, sejalan dengan nilai-nilai sosial
yang diinternalisasi.
b. Self-competence
Self-competence adalah rasa keseluruhan diri sebagai mampu, efektif, dan
terkendali. Self-competence dihasilkan dari manipulasi yang berhasil dari
lingkungan seseorang, dari realisasi tujuan, kecil dan besar.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konsep teori self-esteem dari
Rosenberg (1965) yaitu self-esteem bersifat unidimensional dan tidak ada aspek
atau dimensi yang disebutkan oleh Rosenberg (1965) dalam teorinya. Peneliti
memilih konsep teori dari Rosenberg (1965) karena teori tersebut dikembangkan
38
dari hasil penelitian yang melibatkan sampel remaja sehingga sesuai dengan usia
responden penelitian ini.
2.3.3 Pengukuran self-esteem
Alat ukur self-esteem sudah banyak dikembangkan oleh banyak tokoh. Beberapa
alat ukur self-esteem diantaranya:
a. Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES)
Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) dikembangkan oleh Morris
Rosenberg pada tahum 1965. RSES terdiri dari 10 item dan dikembangkan
pada 5.024 siswa SMP dan SMA di sepuluh sekolah di New York
(Rosenberg, 1965). Skor internal consistency RSES berada pada rentang
.77 sampai .88, sedangkan skor test-retest reliability berada pada rentang
.82 sampai .85 (Blascovich & Tomaka, 1991).
b. Self-Esteem Inventory (SEI)
Self-Esteem Inventory (SEI) sebenarnya didesain untuk digunakan pada
anak – anak. Item – itemnya dibuat oleh Rogers dan Dymond pada tahun
1954 dan dari hasil penelitian Coopersmith. SEI terdiri dari 50 item yang
empat aspek mengukur self-regard; peers, parents, school, and personal
interests (Coopersmith dalam Blascovich & Tomaka, 1991).
c. Short Forms of the Texas Social Behavior Inventory (TSBI)
Short Forms of the Texas Social Behavior Inventory (TSBI)
dikembangkan oleh Helmreich dan Stapp (1974). Alat ukur ini merupakan
alat ukur versi singkat dari Texas Social Behavior Inventory (TSBI). Short
39
Forms of the Texas Social Behavior Inventory terdiri dari 2 form yang
masing – masing berisi 16 item.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES)
untuk mengukur variabel self-esteem karena sampel yang digunakan dalam
pengembangan alat ukur ini sesuai dengan salah satu kriteria responden pada
penelitian ini.
2.4 Kualitas Persahabatan
2.4.1 Definisi kualitas persahabatan
Kualitas persahabatan adalah kualitas hubungan anak-anak dan remaja awal
dengan teman-teman baik mereka dimana dalam hubungan tersebut terdapat lima
aspek yang bermakna dalam hubungan persahabatan mereka. Kelima aspek ini
yaitu companionship, conflict, help/aid, security dan closeness (Bukowski, Hoza,
Boivin, 1994). Menurut Thien, Razak, dan Jamil (2012), kualitas persahabatan
adalah sejauh mana kesediaan individu untuk berinteraksi dengan orang lain agar
memperoleh manfaat baik secara sengaja atau tidak dari persahabatan yang
dihasilkan atas dasar empat dimensi, (1) closeness, (2) help, (3) acceptance, dan
(4) safety.
Kualitas persahabatan didefinisikan secara tersirat oleh Berndt (2002).
Berawal dari pepatah lama yang mengatakan bahwa “teman yang ada saat
dibutuhkan adalah teman yang sesungguhnya”. Artinya, teman-teman saling
membantu dan berbagi. Berndt (2002) juga menjelaskan persahabatan yang
berkualitas tinggi (high-quality friendship) dicirikan oleh perlaku prososial yang
tinggi, kedekatan/keintiman, dan hal - hal positif lainnya. Selain itu, persahabatan
40
yang berkualitas tinggi (high-quality friendship) juga ditandai dengan rendahnya
konflik, persaingan, dan hal–hal negatif lainnya.
Hartup (dalam Rosalinda, Susanto, dan Mawarni, 2016) mendefinisikan
kualitas persahabatan sebagai sebuah persahabatan yang memiliki aspek – aspek
kualitatif, dukungan, dan konflik. Angraini dan Cucuani (2014) mendefinisikan
kualitas persahabatan adalah tingkat keunggulan hubungan persahabatan dimana
di dalam hubungan tersebut terdapat dukungan emosional, kasih sayang, nasehat
yang informatif, dan stimulasi intelektual.
Definisi kualitas persahabatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
kualitas hubungan anak-anak dan remaja awal dengan teman-teman baik mereka
dimana dalam hubungan tersebut terdapat lima aspek yang bermakna dalam
hubungan persahabatan mereka (Bukowski et al., 1994).
2.4.2 Dimensi kualitas persahabatan
Bukowski et al. (1994) membagi dimensi kualitas persahabatan dalam lima
dimensi, diantaranya:
a. Companionship
Companionship adalah kesediaan menghabiskan waktu bersama.
b. Conflict
Conflict yaitu anak terlibat perkelahian dan pertengkaran dengan
temannya, mereka dapat saling menjengkelkan satu sama lain, dan ada
pertentangan dalam hubungan pertemanan.
41
c. Help terbagi menjadi dua subdimensi
a. Aid: saling membantu dan menolong adalah ciri – ciri dari
hubungan pertemanan.
b. Protection from Victimization: kemauan teman untuk datang
membantu temannya jika ada anak lain yang mengganggunya.
d. Security terbagi menjadi dua dimensi:
a. Reliable alliance: keyakinan bahwa pada saat dibutuhkan, teman
mereka dapat diandalkan dan dipercaya.
b. Transcending problems: percaya bahwa jika ada perselisihan atau
pertengkaran atau bentuk lain dari peristiwa negatif dalam
hubungan pertemanan, pertemanan itu akan cukup kuat untuk
mengatasi masalah ini.
e. Closeness
Closeness yaitu rasa sayang atau keistimewaan yang didapatkan anak dari
temannya dan kekuatan ikatan atau ikatan anak dengan teman.
a. Affective Bond: perasaan anak-anak tentang temannya.
b. Reflected Appraisal: perasaan anak berasal dari persahabatan
dan kesan anak tentang betapa pentingnya dia bagi temannya.
Empat dimensi dalam kualitas persahabatan menurut Thein et al. (2012) adalah:
a. Closeness: Tingkat keterikatan atau kedekatan dengan teman.
b. Help: Sikap saling membantu dalam mempertahankan persahabatan.
c. Acceptance: Tingkat penerimaan siswa oleh teman sekolah baik secara
sosial atau emosional.
42
d. Safety: Tingkat kepercayaan terhadap teman.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pembagian dimensi kualitas
persahabatan menurut Bukowski et al. (1994) yaitu companionship, conflict,
help/aid, security dan closeness karena dimensi tersebut lebih lengkap daripada
dimensi dari tokoh lainnya.
2.4.3 Pengukuran kualitas persahabatan
Untuk mengukur variabel kualitas persahabatan, ada beberapa skala yang dapat
digunakan, di antaranya:
a. Friendship Qualities Scale
Friendship Qualities Scale merupakan skala pengukuran multidimensional
yang mengukur kualitas persahabatan pada anak – anak dan remaja awal
yang dikembangkan oleh Bukowski et al. (1994). Skala ini dikembangkan
pada responden kelas 5, 6, dan 7 di wilayah Bagian Utara New England.
Skala ini terdiri dari 23 item dengan lima dimensi. Skor reliabilitas
Friendship Qualities Scale (Bukowski et al., 1994) yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.2 Reliabilitas Friendship Qualities Scale
Com Con He Se Clos
Friendship
Qualities
Scale
.77/.73* .77/.76 .73/.80 .71/.74 .77/.86
*Skor reliabilitas pada sampel 1/sample 2
Com = companionship, Con = conflict, He = help, Se = Security, Clos = Closeness
b. Friendship Quality Scale (FQUA)
Skala ini dikembangkan oleh Thien, Razak, dan Jamil (2012) pada 480
pelajar sekolah menengah Malaysia. FQUA terdiri dari 21 item yang
43
mengukur empat dimensi kualitas persahabatan, yaitu closeness, help,
acceptance, dan safety.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan friendship qualities scale dari
Bukowski et al. (1994) karena alat ukur tersebut dapat mengukur berbagai aspek
kualitas persahabatan dengan efisien dan efektif.
2.5 Stres Akademik
2.5.1 Definisi stres akademik
Stres akademik adalah tekanan mental sehubungan dengan beberapa frustrasi yang
diantisipasi terkait dengan kegagalan akademik atau bahkan kesadaran
kemungkinan terjadinya kegagalan tersebut (Gupta & Khan dalam Sarita & Sonia,
2015). Stres akademik didefinisikan sebagai hal-hal yang mencerminkan perasaan
stres, menyalahkan diri sendiri, dan kekecewaan karena tidak bisa memenuhi
harapan orangtua dan guru serta harapan diri sendiri (Ang & Huan, 2006).
Definisi ini dikembangkan berdasarkan tinjauan dari literatur yang relevan pada
bidang stres akademik dan kaitannya dengan persepsi remaja terhadap harapan
dari dirinya dan orang lain.
Desmita (dalam Barseli, Ifdil, dan Nikmarijal 2017) menyatakan “stres
akademik adalah stres yang disebabkan oleh academic stressor”. Academic
stressor adalah stres yang dialami siswa yang bersumber dari proses pembelajaran
atau hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar seperti: tekanan untuk
naik kelas, lama belajar, mencontek, banyak tugas, mendapat nilai ulangan,
keputusan menentukan jurusan atau karier serta kecemasan ujian dan manajemen
stres. Rahmawati (dalam Barseli et al. 2017) menyatakan bahwa stres akademik
44
adalah suatu kondisi atau keadaan di mana terjadi ketidaksesuaian antara tuntutan
lingkungan dengan sumber daya aktual yang dimiliki siswa. Hal ini membuat
mereka semakin terbebani oleh berbagai tekanan dan tuntutan.
Stres akademik mengacu pada keadaan psikologis yang tidak bahagia
karena harapan–harapan pendidikan dari orang tua, guru, teman – teman dan
anggota keluarga, tekanan dari orang tua terhadap pencapaian akademiknya,
sistem pendidikan dan ujian, beban PR, dll (Sarita & Sonia, 2015). Thilak,
Paulson, dan Sarada (2017) mendefinisikan stres akademik sebagai stres yang
berasal dari sekolahan dan pendidikan. Kemungkinan penyebabnya adalah
peningkatan beban pekerjaan rumah (PR), harapan yang tinggi dari guru dan
orang tua, kurangnya dukungan sosial, jadwal yang ketat, atau otoritas sekolah
yang ketat. Sedangkan menurut Barseli et al. (2017) stres akademik adalah
tekanan akibat persepsi subjektif terhadap suatu kondisi akademik. Tekanan ini
melahirkan respon yang dialami siswa berupa reaksi fisik, perilaku, pikiran, dan
emosi yang negatif yang muncul akibat adanya tuntutan sekolah atau akademik.
Definisi stres akademik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu hal-hal
yang mencerminkan perasaan stres, menyalahkan diri sendiri, dan kekecewaan
karena tidak bisa memenuhi harapan orangtua dan guru serta harapan diri sendiri
(Ang & Huan, 2006).
45
2.5.2 Dimensi stres akademik
Ang dan Huan (2006) membagi dimensi stres akademik ke dalam dua dimensi,
yaitu:
a. Ekspektasi Orangtua atau Guru
Dimensi ini berisi berisi hal-hal yang mencerminkan perasaan stres,
menyalahkan diri sendiri, dan kekecewaan karena tidak bisa memenuhi
harapan orangtua dan guru.
b. Ekspektasi Diri Sendiri
Dimensi kedua berisi hal - hal yang mencerminkan rasa stres, kecemasan,
dan ketidakmampuan memenuhi harapan sendiri.
Adapun dimensi stres akademik menurut Sinha, Sharma, dan Mahendra (2001)
terdiri dari lima dimensi, yaitu kognitif, afektif, fisik, sosial/interpersonal, dan
motivasional.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dimensi stres akademik
menurut Ang dan Huan (2006) yaitu ekspektasi orangtua atau guru dan ekspektasi
diri sendiri.
2.5.3 Pengukuran stres akademik
Untuk mengukur stres akademik ada beberapa skala yang dapat digunakan,
diantaranya:
a. Academic Expectations Stress Inventory
Skala ini dikembangkan oleh Ang dan Huan (2016) untuk mengukur stres
akademik di kalangan siswa kelas menengah. Skala ini terdiri dari 9 item
46
yang mengukur stres akademik melalui dua dimensi yaitu ekspektasi
orangtua atau guru dan ekspektasi diri sendiri.
b. Scale for Assessing Academic Stress (SAAS)
Skala yang dikembangkan oleh Sinha et al. (2001) ini terdiri dari 30 item.
Skala ini mengukur lima dimensi stres akademik yaitu kognitif, afektif, fisik,
sosial/interpersonal, dan motivasional. Skala ini dikembangkan pada 400 siswa
kelas menengah dari kelas 8 sampai kelas 12.
Dari dua pilihan skala stres akademik di atas, dalam penelitian ini peneliti
menggunakan Academic Expectations Stress Inventory untuk mengukur stres
akademik responden. Peneliti menggunakan skala tersebut karena skala tersebut
dikembangkan pada sampel remaja (siswa sekolah menengah) dan dapat
mengukur stres akademik dengan efisien.
2.6 Kerangka Berpikir
Adiksi smartphone merupakan pola atau perilaku maladaptif karena penggunaan
smartphone sehingga menimbulkan gangguan yang dimanifestasikan melalui lima
kriteria, yaitu gangguan kehidupan sehari-hari, withdrawal, toleransi,
mengorientasikan hubungan pada dunia maya, dan berlebihan dalam
menggunakan smartphone (Kwon et.al, 2013a & 2013b). Adiksi smartphone bisa
terjadi karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi
adiksi smartphone yaitu kepribadian individu, self esteem, dan jenis kelamin.
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi adiksi smartphone pada individu
yaitu kualitas persahabatan, stres akademik, dan durasi penggunaan smartphone.
47
Kepribadian individu dapat mempengaruhi perilaku yang akan
dimunculkan termasuk perilaku menggunakan smartphone. Penggunaan
smartphone yang berlebihan dapat membuat individu terjangkit adiksi
smartphone. Beberapa aspek kepribadian yang dapat mempengaruhi adiksi
smartphone yaitu neuroticism, extraversion, openess to experience,
conscientiousness, dan agreeableness.
Pengaruh aspek neuroticism terhadap adiksi smartphone yaitu semakin
dominan aspek neuroticsm maka adiksi smartphonenya semakin tinggi. Hal ini
terjadi karena Individu yang dominan dalam aspek ini akan merasa khawatir dan
cemas ketika tidak menggunakan smartphone. Individu tersebut khawatir ada hal–
hal yang tidak diimginkan yang akan terjadi jika smartphonenya tidak digunakan
terus menerus.
Extraversion juga berpengaruh terhadap adiksi smartphone. Semakin
dominan aspek extraversion maka semakin rendah adiksi smartphonenya. Hal ini
terjadi karena individu dengan extraversion tinggi merupakan individu yang
menyenangkan sehingga mudah dalam menjalin pertemanan. Dengan kepribadian
yang seperti itu, maka individu merasa tidak perlu lagi mencari banyak teman dari
media sosial menggunakan smartphone. Hal ini tentunya akan mempengaruhi
intensitas individu dalam menggunakan smartphone.
Aspek selanjutnya yaitu openness to experience. Aspek ini mencirikan
bahwa individu ingin mengetahui banyak hal baru sehingga memunculkan
kepribadian yang kreatif, imajinati, dan menyenangangkan. Individu yang
dominan dalam aspek ini akan sulit terjangkit adiksi smartphone karena individu
48
lebih suka melakukan hal–hal yang membuatnya memperoleh pengalaman baru
daripada harus menggunakan smartphone terus menerus yang hanya
menghabiskan waktu. Pengaruh aspek ini terhadap adiksi smartphone yaitu
semakin tinggi openness to experience pada diri individu, maka semakin rendah
adiksi smartphonenya.
Kemudian, conscientiousness memiliki pengaruh terhadap adiksi
smartphone. Individu yang dominan pada aspek ini menunjukkan sikap teratur,
berhati–hati, dapat diandalkan dan bertanggung jawab. Individu yang dominan
dalam aspek ini akan sulit terjangkit adiksi smartphone karena individu akan
membuat hidupnya teratur. Individu juga akan berhati–hati dalam melakukan
suatu hal sehingga individu tidak akan melakukan hal–hal yang tidak membawa
manfaat baginya. Pengaruh aspek ini terhadap adiksi smartphone yaitu semakin
tinggi conscientiousness maka semakin rendah adiksi smartphonenya.
Aspek kepribadian yang terakhir yang mempengaruhi adiksi smartphone
yaitu agreeableness. Pengaruh agreeableness terhadap adiksi smartphone yaitu
semakin rendah agreeableness maka adiksi smartphonenya semakin tinggi. Hal
ini terjadi karena individu dengan agreeableness rendah cenderung bersikap
dingin dan tidak kooperatif sehingga kebutuhan untuk memiliki banyak relasi atau
teman dilampiaskan dengan menggunakan smartphone. Hal itu yang
menyebabkan adiksi smartphone pada individu tersebut menjadi tinggi.
Self-esteem merupakan sikap positif atau negatif terhadap diri (Rosenberg,
1965). Sikap positif atau negatif ini muncul tergantung pada rasa berharga yang
dimiliki individu terhadap dirinya sendiri. Individu yang merasa dirinya berharga
49
– memiliki kelebihan yang bisa dikembangkan dan kekurangan yang harus –
diperbaiki akan memperlakukan dirinya dengan sikap–sikap positif, seperti
mengembangkan hobi, terus berusaha untuk menggapai cita–cita, dan lain
sebagainya. Sedangkan, individu yang merasa tidak berharga akan
memperlakukan dirinya dengan sikap negatif, seperti membuang waktu dengan
bermain smartphone.
Individu yang memiliki self-esteem tinggi tidak akan menghabiskan
waktunya untuk bermain smartphone sehingga resiko terjadinya adiksi
smartphone pada dirinya akan rendah atau bahkan individu tersebut tidak akan
terkena adiksi smartphone. Sedangkan, individu dengan self-esteem rendah lebih
beresiko terkena adiksi smartphone karena ia akan bersikap negatif terhadap
dirinya. Pengaruh self-esteem terhadap adiksi smartphone yaitu semakin rendah
self-esteem individu maka adiksi smartphonenya semakin tinggi.
Faktor eksternal yang mempengaruhi adiksi smartphone yaitu kualitas
persahabatan. Semakin tinggi kualitas persahabatan, maka semakin rendah adiksi
smartphonenya. Kualitas persahabatan yang baik akan menghasilkan rasa puas
terhadap persahabatan pada diri individu sehingga individu tidak merasa kesepian.
Sebaliknya, kualitas persahabatan yang buruk akan menghasilkan ketidakpuasan
akan persahabatan sehingga individu merasa kesepian dan melampiaskan
kesepiannya dengan menggunakan smartphone. Dimensi–dimensi kualitas
persahabatan yang mempengaruhi adiksi smartphone diantaranya companionship,
conflict, help, security, dan closeness.
50
Companionship menunjukkan kesediaan anggota persahabatan untuk
menghabiskan waktu bersama. Individu yang memiliki teman yang rela
menghabiskan waktu bersama dengan berkumpul akan merasakan kebahagiaan
sehingga individu tidak mencari persahabatan lain di media sosial dengan
menggunakan smartphone. Semakin tinggi companionship dalam sebuah
persahabatan, maka semakin tinggi pula kualitas persahabatannya sehingga adiksi
smartphonenya semakin rendah.
Conflict menunjukkan pertentangan yang terjadi dalam persahabatan.
Semakin tinggi conflict dalam persahabatan maka kualitas persahabatannya
semakin rendah juga sehingga adiksi smartphonenya semakin tinggi. Hal ini
terjadi karena individu akan melampiaskan ketidaknyamanannya terhadap
persahabatan tersebut dengan terus menerus bermain smartphone sehingga dapat
memicu timbulnya adiksi smartphone.
Help menunjukkan apakah dalam persahabatan terebut terdapat unsur
saling membantu. Jika dalam persahabatan tidak ada unsur saling membantu
sesama anggota persahabatan, maka anggota persahabatan akan mencari bantuan
lain menggunakan smartphone dengan online/offline. Semakin tinggi aspek help
dalam persahabatan, maka semakin rendah adiksi smartphone pada individu.
Security menunjukkan bahwa persahabatan tersebut memberikan rasa
aman kepada setiap anggotanya karena anggota persahabatan dapat diandalkan
dan percaya bahwa setiap masalah dalam persahabatan dapat diselesaikan.
Individu yang merasakan hal ini dalam persahabatan tidak akan mencari
persahabatan lain karena individu sudah merasa puas dengan persahabatannya.
51
Sedangkan, individu yang tidak merasakan aspek security dalam persahabatan
akan mencari persahabatan lain agar aspek security tersebut dapat terpenuhi.
Individu akan mencari persahabatan baru melalui smartphone baik dengan online
ataupun offline. Selain itu, individu juga dapat melampiaskan rasa tidak amannya
dalam persahabatan dengan bermain smartphone terus menerus. Hal ini yang
dapat memicu terjadinya adiksi smartphone. Semakin tinggi aspek security dalam
friendship quality maka semakin rendah adiksi smartphone pada individu.
Closeness merupakan rasa sayang yang dimiliki individu dari temannya.
Semakin tinggi aspek closeness dalam kualitas persahabatan, maka semakin
rendah adiksi smartphone pada individu tersebut. Hal ini terjadi karena individu
sudah merasa puas dengan persahabatannya sehingga tidak merasa kesepian.
Stres akademik merupakan variabel yang juga dapat mempengaruhi adiksi
smartphone. Individu yang mengalami stres akademik, akan melampiaskan
stresnya dengan menggunakan smartphone sebagai media hiburan. Diasumsikan
bahwa semakin tinggi stres yang dialami individu, maka adiksi smartphonenya
pun semakin tinggi. Ada dua dimensi atau faktor yang mempengaruhi stres
akademik, yaitu ekspektasi orangtua atau guru dan ekspektasi diri sendiri.
Ekspektasi orangtua atau guru mencerminkan perasaan stres, menyalahkan
diri sendiri, dan kekecewaan karena tidak bisa memenuhi harapan orangtua dan
guru. Keadaan ini akan membuat individu merasa tertekan dan membuat individu
melampiaskan perasaannya dengan menggunakan smartphone. Hal ini akan
memicu timbulnya adiksi smartphone karena dengan menggunakan smartphone,
individu akan merasa terhibur dan rasa tertekannya menjadi berkurang. Semakin
52
tinggi ekspektasi orangtua atau guru, maka adiksi smartphone yang dialami
individu pun semakin tinggi.
Ekpektasi diri sendiri mencerminkan perasaan stres, menyalahkan diri
sendiri, dan kekecewaan karena tidak bisa memenuhi harapan diri sendiri. Hal ini
muncul karena individu memiliki target–target pencapaian yang harus diraihnya.
Namun adakalanya target tersebut tidak dapat dipenuhi karena satu dan lain hal.
Kegagalan tersebut menimbulkan stres bagi individu sehingga individu
melampiaskan stresnya dengan mencari hiburan di smartphone. Semakin tinggi
ekspektasi diri sendiri terhadap pencapaian akademik maka adiksi smartphone
juga semakin tinggi.
Variabel selanjutnya yang mempengaruhi adiksi smartphone yaitu jenis
kelamin. Jenis kelamin diasumsikan dapat mempengaruhi adiksi smarpthone
karena ada beberapa penelitian yang menemukan bahwa adiksi smarpthone lebih
beresiko terjadi pada perempuan, tetapi ada juga penelitian yang menemukan
bahwa adiksi smartphone lebih beresiko terjadi pada laki–laki. Dari perbedaan
hasil penelitian ini, maka peneliti mengasumsikan adanya pengaruh jenis kelamin
terhadap adiksi smartphone.
Durasi penggunaan smartphone juga menjadi variabel yang diteliti dalam
penelitian ini. Durasi penggunaan smartphone per hari dapat mencerminkan
kontrol diri siswa dalam menggunakan smartphone. Penggunaan smartphone
dalam durasi yang cukup lama mencerminkan bahwa kontrol diri pada siswa
rendah. Diasumsikan bahwa semakin lama durasi penggunaan smartphone per
53
hari, maka adiksi smartphone pada siswa semakin tinggi juga. Berikut bagan
kerangka berpikir pada penelitian ini
54
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Adiksi Smartphone
Tipe Kepribadian Big
Five
Neuroticism
Extraversion
Openness
Agreeableness
Conscientiousness
Self-esteem
Friendship Quality
Companionship
Conflict
Help/aid
Security
Closeness
Stres Akademik
Ekspektasi
orangtua atau
guru
Ekspektasi diri
sendiri
Jenis Kelamin
Durasi penggunaan
smartphone
55
2.7 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir penelitian, maka peneliti mengemukakan hipotesis
sebagai berikut:
Hipotesis Mayor
H1 : Ada pengaruh yang signifikan tipe kepribadian big five, self-esteem,
kualitas persahabatan, stres akademik, jenis kelamin, dan durasi
penggunaan smartphone terhadap adiksi smartphone.
Hipotesis Minor
H1 : Ada pengaruh yang signifikan neuroticism terhadap adiksi smartphone.
H2 : Ada pengaruh yang signifikan extraversion terhadap adiksi smartphone.
H3 : Ada pengaruh yang signifikan openness terhadap adiksi smartphone.
H4 : Ada pengaruh yang signifikan agreeableness terhadap adiksi
smartphone.
H5 : Ada pengaruh yang signifikan conscientiousness terhadap adiksi
smartphone.
H6 : Ada pengaruh yang signifikan self-esteem terhadap adiksi
smartphone.
H7 : Ada pengaruh yang signifikan companionship terhadap adiksi
smartphone.
56
H8 : Ada pengaruh yang signifikan conflict terhadap adiksi
smartphone.
H9 : Ada pengaruh yang signifikan help/aid terhadap adiksi
smartphone.
H10 : Ada pengaruh yang signifikan security terhadap adiksi
smartphone.
H11 : Ada pengaruh yang signifikan closeness terhadap adiksi
smartphone.
H12 : Ada pengaruh yang signifikan ekspektasi orang tua atau guru terhadap
adiksi smartphone.
H13 : Ada pengaruh yang signifikan ekspektasi diri sendiri terhadap adiksi
smartphone.
H14 : Ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap adiksi
smartphone.
H15 : Ada pengaruh yang signifikan durasi penggunaan smartphone terhadap
adiksi smartphone.
57
BAB 3
METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang terdiri dari populasi dan
sampel, variabel penelitian, pengumpulan data, alat ukur, prosedur penelitian, dan
analisis data.
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa/siswi kelas 11 di SMAN 6 Kabupaten
Tangerang. Sampel dalam penelitian ini yaitu 203 siswa kelas 11 di SMAN 6
Kabupaten Tangerang dengan kriteria sampel yaitu siswa/i kelas 11 SMAN 6
Kabupaten Tangerang yang memiliki atau menggunakan smartphone. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan yaitu teknik nonprobability sampling dan
penyebaran data dilakukan secara langsung pada tanggal 15 April 2019.
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.2.1 Variabel Penelitian
Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini yaitu adiksi smartphone sebagai
dependent variable, tipe kepribadian big five (neuroticism, extraversion, openness
to experience, conscientiousness, dan agreableness), self-esteem, kualitas
persahabatan (companionship, conflict, help, security, dan closeness), stres
akademik, jenis kelamin, dan durasi penggunaan smartphone sebagai independent
variable.
58
3.2.2 Definisi Operasional
Berikut definisi operasional dari variabel – variabel yang akan diteliti:
a. Adiksi smartphone adalah pola atau perilaku maladaptif karena
penggunaan smartphone sehingga menimbulkan gangguan yang
dimanifestasikan melalui lima kriteria, yaitu gangguan kehidupan sehari -
hari, withdrawal, toleransi, mengorientasikan hubungan pada dunia maya,
dan berlebihan dalam menggunakan smartphone (Kwon et al. 2013b).
1. Gangguan kehidupan sehari–hari : meliputi tidak melakukan
pekerjaan yang sudah direncanakan, sulit konsentrasi ketika di kelas
atau sedang bekerja, menderita pusing atau penglihatan kabur, nyeri
pada pergelangan tangan atau di belakang leher, dan gangguan tidur.
2. Withdrawal : meliputi rasa tidak sabar, kesal, menderita/tidak tahan
jika tidak menggunakan smartphone, terus menerus memikirkan
smartphone meskipun sedang tidak menggunakannya, berupaya untuk
terus menggunakan smartphone, merasa jengkel ketika diganggu saat
sedang menggunakan smartphone.
3. Toleransi : usaha untuk mencoba mengontrol penggunaan smartphone
tetapi selalu gagal.
4. Mengorientasikan hubungan pada dunia maya : merasa hubungan
pertemanan yang didapatkan melalui smartphone lebih akrab daripada
teman yang ada di kehidupan nyata, mengalami perasaan kehilangan
yang tidak bisa dikontrol ketika tidak bisa menggunakan smartphone,
terus menerus mengecek smartphone, menganggap dunia smartphone
59
adalah gambaran kecil masyarakat di dunia nyata yang dibentuk oleh
situs jejaring sosial, seperti twitter atau facebook.
5. Berlebihan dalam menggunakan smartphone : meliputi tidak dapat
mengontrol penggunaan smartphone, lebih suka meminta bantuan
orang lain melalui smartphone, selalu menyiapkan pengisi baterai
(charge), merasa terdorong untuk menggunakan smartphone lagi
setelah baru saja berhenti menggunakannya.
b. Tipe kepribadian Big Five adalah hirarki traits kepribadian yang terdiri
dari lima dimensi dasar: neuroticism, extraversion, openness to
experience, conscientiousness, agreeableness (McCrae & John, 1992).:
1. Neuroticism
Neuroticism didefinisikan dengan istilah-istilah seperti khawatir, tidak
aman, self-conscious, dan temperamental. Orang yang tinggi dalam
dimensi neuroticism cenderung gugup, sensitif, tegang, mudah cemas,
rentan terhadap gangguan yang berhubungan dengan stres (Friedman
& Schustack, 2008; Feist & Feist, 2010). Orang yang rendah dalam
dimensi ni cenderung tenang dan santai (Friedman & Schustack,
2008).
2. Extraversion
Pandai bersosialisasi, fun-loving, penyayang, ramah, dan banyak bicara
adalah variabel tertinggi pada faktor extraversion. Friedman &
Schustack (2008) menjelaskan bahwa orang yang tinggi pada dimensi
ini cenderung penuh semangat, antusias, dominan, ramah, dan
60
komunikatif. Orang yang sebaliknya akan cenderung pemalu, tidak
percaya diri, submisif, dan pendiam.
3. Openness to experience
Orang yang tinggi dalam dimensi openness umumnya terlihat
imajinatif, menyenangkan, kreatif, dan artistik (Friedman & Schustack,
2008). Orang yang rendah dalam dimensi ini umumnya dangkal,
membosankan atau sederhana (Friedman & Schustack, 2008).
4. Conscientiousness
Pada umumnya, orang yang tinggi dalam dimensi ini berhati – hati,
dapat diandalkan, teratur, teliti, disiplin, dan bertanggung jawab
(Friedman & Schustack, 2008; Feist & Feist, 2010). Namun, orang
yang rendah dalam dimensi ini cenderung ceroboh, berantakan, dan
tidak dapat diandalkan (Friedman & Schustack, 2008).
5. Agreeableness
Umumnya, jika seseorang tinggi dalam dimensi ini, maka ia cenderung
kooperatif, ramah, mudah percaya, hangat, dan memiliki perilaku yang
baik (Friedman & Schustack, 2008; Feist & Feist, 2010). Orang yang
rendah dalam dimensi ini cenderung dingin, konfrontatif, dan kejam
(Friedman & Schustack, 2008).
c. Self-esteem yang dimaksud adalah sikap positif atau negatif terhadap diri
(Rosenberg, 1965).
d. Kualitas persahabatan yang dimaksud adalah kualitas hubungan anak-anak
dan remaja awal dengan teman-teman baik mereka sesuai lima aspek yang
61
secara konseptual bermakna terhadap hubungan pertemanan mereka
(Bukowski et al.,1994). Lima aspek tersebut diantaranya:
a. Companionship
Companionship adalah kesediaan menghabiskan waktu bersama.
b. Conflict
Conflict yaitu anak terlibat perkelahian dan pertengkaran dengan
temannya, mereka dapat saling menjengkelkan satu sama lain, dan ada
pertentangan dalam hubungan pertemanan.
c. Help terbagi menjadi dua subdimensi
a. Aid: saling membantu dan menolong adalah ciri – ciri dari
hubungan pertemanan.
b. Protection from Victimization: kemauan teman untuk datang
membantu temannya jika ada anak lain yang mengganggunya.
d. Security terbagi menjadi dua dimensi:
a. Reliable alliance: keyakinan bahwa pada saat dibutuhkan, teman
mereka dapat diandalkan dan dipercaya.
b. Transcending problems: percaya bahwa jika ada perselisihan
atau pertengkaran atau bentuk lain dari peristiwa negatif dalam
hubungan pertemanan, pertemanan itu akan cukup kuat untuk
mengatasi masalah ini.
e. Closeness
Closeness yaitu rasa sayang atau keistimewaan yang didapatkan anak
dari temannya dan kekuatan ikatan atau ikatan anak dengan teman.
62
a. Affective Bond: perasaan anak-anak tentang temannya.
b. Reflected Appraisal: perasaan anak berasal dari persahabatan dan
kesan anak tentang betapa pentingnya dia bagi temannya.
e. Stres akademik didefinisikan sebagai hal-hal yang mencerminkan perasaan
stres, menyalahkan diri sendiri, dan kekecewaan karena tidak bisa
memenuhi harapan orangtua dan guru serta harapan diri sendiri (Ang &
Huan, 2006).
3.3 Pengumpulan Data
3.3.1 Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan dibuat dalam bentuk skala Likert
dengan empat pilihan jawaban untuk setiap skalanya; baik skala adiksi
smartphone, tipe kepribadian big five, self-esteem, kualitas persahabatan, ataupun
stres akademik. Empat pilihan jawaban tersebut yaitu Sangat Tidak Sesuai (STS),
Tidak Sesuai (S), Sesuai (TS), Sangat Sesuai (STS). Dalam penelitian ini, peneliti
mengadaptasi alat ukur yang sudah baku ke dalam Bahasa Indonesia.
3.3.2 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu kuesioner dengan skala
likert. Biodata responden berisi data demografi seperti inisial, usia, jenis kelamin,
dan lain sebagainya. Berikut skala dan blueprint yang digunakan dalam penelitian
ini:
63
a. Skala adiksi smartphone
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Smartphone Addiction Scale –
Short Version (SAS-SV) dengan menerjemahkannya ke dalam bahasa
Indonesia untuk mengukur resiko adiksi smartphone pada responden.
Smartphone Addiction Scale – Short Version (SAS-SV) merupakan versi
singkat dari SAS yang juga dikembangkan oleh Kwon et.al. (2013b).
Skala ini terdiri dari 10 item yang mengukur lima dimensi adiksi
smartphone yaitu gangguan kehidupan sehari - hari, withdrawal, toleransi,
mengorientasikan hubungan pada dunia maya, dan berlebihan dalam
menggunakan smartphone. Dalam skala ini, terdapat empat pilihan
jawaban yaitu Sangat Tidak Sesuai, Tidak Sesuai, Sesuai, Sangat Sesuai.
Tabel 3.1 Blue Print Skala Adiksi Smartphone
No Dimensi Indikator No. Item Jumlah Item
1 Gangguan
kehidupan sehari –
hari
Tidak melakukan
pekerjaan yang
sudah direncanakan
Sulit konsentrasi
ketika di kelas atau
sedang bekerja
Nyeri di
pergelangan tangan
atau di belakang
leher
1
2
3
3
2 Withdrawal Tidak sabar dan
resah jika tidak
memegang
smartphone
Terus menerus
memikirkan
smartphone
meskipun sedang
tidak
4,5
6
4
64
menggunakannya
Terus menerus
mencari cara agar
bisa menggunakan
smartphone
7
3 Toleransi Selalu mencoba
mengontrol
penggunaan
smartphone tetapi
selalu gagal
10 1
4 Mengorientasikan
hubungan pada
dunia maya
Merasa berteman
dengan smartphone
lebih dekat daripada
berteman dalam dunia
nyata
8 1
5 Berlebihan dalam
menggunakan
smartphone
Penggunaan
smartphone yang tidak
dapat dikontrol
9 1
Jumlah 10
b. Skala big five
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan Big Five Inventory–Kruezer
(BFI-K) dengan menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia untuk
meneliti tipe kepribadian big five responden karena BFI-K dapat
mengukur inti tipe kepribadian big five responden dengan lebih efisien.
BFI-K dikembangkan oleh Rammstedt dan John (2005) dalam bahasa
Jerman dengan mengacu pada Big Five Inventory (full version) yang
dikembangkan oleh John et al. pada tahun 1991. BFI-K kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Kovaleva et al. (2013).
Tujuan pembuatan BFI adalah untuk memberikan atau menyediakan alat
65
ukur yang singkat yang bisa digunakan untuk mengasesmen secara
fleksibel dan efisien. Adapun tujuan dikembangkannya BFI-K oleh
Kovaleva et al. (2013) adalah untuk memvalidasi BFI-K dalam sampel
yang lebih heterogen. BFI-K terdiri dari 21 item.
Tabel 3.2 Blue Print Skala Big Five
No Dimensi Indikator No. Item
Favorable
No. Item
Unfavorable
Jumlah
Item
1 Neuroticism Mudah gugup,
khawatir, rentan
terhadap
gangguan yang
berhubungan
dengan stres
13, 14, 15 16 4
2 Extraversion Pandai
bersosialisasi,
antusias,
banyak bicara
1,2 3,4 4
3 Openness to
Experience
Artistik,
imajinatif
17, 19 21 3
4 Conscientiousness Teratur, teliti,
disiplin
9, 10,11,
18, 20
12 6
5 Agreableness Mudah percaya,
kooperatif,
memiliki
perilaku yang
baik
5 6, 7, 8 4
Jumlah 21
c. Skala self-esteem
Dalam penelitian ini, untuk mengukur self-esteem responden, peneliti
menggunakan Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) dengan
menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Skala ini merupakan skala
66
unidimensional yang dibuat Rosenberg pada tahun 1965. RSES terdiri dari
10 item dan dikembangkan pada 5.024 siswa SMP dan SMA di sepuluh
sekolah di New York.
Tabel 3.3 Blue Print Skala Self-Esteem
Dimensi Indikator No. Item
Favorable
No. Item
Unfavorable
Jumlah
Item
Self-
Esteem Merasa dirinya
berharga
Menghormati
dirinya sendiri
1, 3, 4, 7, 8,
10
2, 5, 6, 9 10 item
Jumlah 10 item
d. Skala kualitas persahabatan
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Friendship Qualities Scale
dari Bukowski et al. (1994). Friendship Qualities Scale merupakan skala
pengukuran multidimensional yang mengukur kualitas persahabatan pada
anak – anak dan remaja. Skala ini terdiri dari 23 item dengan lima dimensi.
Tabel 3.4 Blue Print Skala Friendship Qualities
No Dimensi Subdimensi Indikator No.
Item
Jumlah
Item
1 Companionship Kesediaan
menghabiskan
waktu bersama
1, 2, 3, 4 4
2 Conflict Pertengkaran
dengan teman
Saling
menjengkelkan
satu sama lain
Pertentangan
dalam
hubungan
persahabatan
5
6
7,8
4
3 Help Aid Saling membantu 9, 10, 11 3
67
dan menolong satu sama lain
Protection Kemauan teman untuk membantu
ketika ada anak
lain yang
mengganggu
12, 13 2
4 Security Reliable
Alliance
Saling
mengandalkan dan percaya
bahwa teman
akan selalu ada
saat dibutuhkan
14, 15 2
Transcending
Problems
Percaya bahwa
pertengkaran dalam
persahabatan
dapat diselesaikan
16*, 17,
18
3
5 Closeness Affective Bond Perasaaan tentang
temannya
19, 20,
21
3
Reflected
Appraisal Perasaan anak
yang berasal
dari
persahabatan
Kesan merasa
dirinya penting
bagi temannya
22
23
2
Jumlah 23
*unfavorable item
e. Skala stres akademik
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Academic Expectations Stress
Inventory yang dikembangkan oleh Ang dan Huan (2006). Academic
Expectations Stress Inventory merupakan skala pengukuran
multidimensional yang mengukur stres akademik pada pelajar SMP dan
SMA. Skala ini terdiri dari 9 item dengan dua dimensi.
68
Tabel 3.5 Blue Print Skala Stres Akademik
No Dimensi Indikator No. Item Jumlah
Item
1 Ekspektasi
Orangtua atau
Guru
Menyalahkan diri sendiri
ketika tidak bisa
memenuhi harapan orang
tua
Kekecewaan terhadap
diri sendiri karena tidak
bisa memenuhi harapan
guru
Kekecewaan terhadap
diri sendiri karena tidak
bisa memenuhi harapan
orang tua
Perasaan stres karena
tidak bisa memenuhi
harapan guru
1
2, 5
3
4
5
2 Ekspektasi
Diri Sendiri Perasaan stres karena
tidak bisa memenuhi
harapan diri sendiri
Ketidakmampuan
memenuhi harapan diri
sendiri
Rasa cemas karena tidak
bisa memenuhi harapan
diri sendiri
6, 9
7
8
4
Jumlah 9
3.4 Uji Validitas Konstruk
Skala–skala yang digunakan dalam penelitian ini akan diuji validitasnya
menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA). CFA adalah prosedur
multivariat statistik yang digunakan untuk menguji seberapa baik variabel –
variabel yang diukur yang direpresentasikan melalui nomor–nomor item
(Statistics Solution, 2013). Adapun program yaitu LISREL 8.70. Langkah –
69
langkah untuk mendapatkan kriteria item yang baik pada CFA (Umar, 2010),
yaitu:
1. Dilakukan uji CFA dengan model satu faktor dan dilihat dari Chi-
Square yang dihasilkan. Nilai Chi-Square yang tidak signifikan
(p>0.05) menunjukkah bahwa semua item hanya mengukur satu faktor
saja. Namun, jika nilai Chi-Square signifikan (p<0.05), maka perlu
dilakukan modifikasi terhadap model pengukuran yang diuji sesuai
dengan langkah kedua berikut ini.
2. Modifikasi model pengukuran dilakukan dengan cara membebaskan
parameter berupa korelasi kesalahan pengukuran. Ini terjadi ketika
suatu item mengukur selain konstruk yang ingin diukur, item tersebut
juga mengukur hal yang lain (mengukur lebih dari satu
konstruk/multidimensional). Setelah beberapa kesalahan pengukuran
dibebaskan untuk saling berkorelasi, maka akan diperoleh model yang
fit, maka model terakhir inilah yang akan digunakan pada langkah
selanjutnya.
3. Jika diperoleh model yang fit, maka dilakukan analisis item dengan
melihat apakah muatan faktor item tersebut signifikan dan mempunyai
korelasi positif.
4. Setelah dilakukan modifikasi terhadap model, maka dilakukan olah
data untuk mendapatkan faktor skornya. Pengolahan data
menggunakan SPSS 17.0 dengan ketentuan tidak mengikutsertakan
skor mentah dari item yang dieliminasi.
70
Terdapat kriteria item yang baik pada CFA (Umar, 2010), yaitu:
1. Menguji apakah item signifikan atau tidak mengukur apa yang hendak
dikur, dengan menggunakan t-test. Melihat signifikan tidaknya item
tersebut dengan melihat nilai t bagi koefisien muatan faktor item.
Perbandingannya adalah jika t > 1.96 maka item tersebut tidak didrop.
2. Melihat koefisen muatan faktor dari item. Jika item tersebut sudah
diskoring dengan favorable (pada skala model likert 1-4), maka nilai
koefisien muatan faktor harus bermuatan positif, dan sebaliknya.
Apabila item favorable, namun muatan faktor item bernilai negatif,
maka item tersebut akan didrop dan sebaliknya.
3. Terakhir, apabila kesalahan pengukuran item terlalu banyak
berkorelasi, maka item tersebut akan didrop. Sebab, item yang
demikian selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur
hal lain (multidimensi).
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Adiksi Smartphone
Berdasarkan hasil pengujian CFA dengan model satu faktor diperoleh model yang
tidak fit dengan Chi-Square = 147.74, df = 35, P-Value = 0.00000, dan RMSEA =
0.126. Setelah peneliti melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 10 kali
modifikasi, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 31.76, df = 25, p-value
= 0.16495, dan RMSEA = 0.037. Adapun koefisien muatan faktor untuk item –
item adiksi smartphone dijelaskan pada tabel 3.6 sebagai berikut:
71
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Konstruk Adiksi Smartphone
Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan
X1 0.22 (0.08) 2.70 X2 0.40 (0.08) 4.74 X3 0.13 (0.08) 1.62 X
X4 0.68 (0.07) 9.28 X5 0.63 (0.07) 8.76 X6 0.58 (0.07) 8.03 X7 0.56 (0.08) 7.47 X8 0.33 (0.08) 4.29 X9 0.40 (0.07) 5.36 X10 0.61 (0.07) 8.59
Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan
Pada tabel 3.6, terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96 yaitu item nomor
3. Hal ini berarti bahwa hanya item nomor 3 yang harus di-drop atau dihilangkan
dan tidak disertakan dalam analisis selanjutnya.
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Tipe Kepribadian BigFive
Peneliti menguji 21 item dari konstruk tipe kepribadian big five yang mencakup
aspek neuroticism, extraversion, openness, conscientiousness, agreeableness.
Peneliti menguji apakah aspek–aspek tersebut bersifat unidimensional, yang
berarti benar–benar hanya mengukur aspek–aspek tersebut yang terdapat pada
konstruk tipe kepribadian big five.
3.4.2.1 Uji Validitas Dimensi Neuroticism
Peneliti menguji 4 item dari dimensi neuroticism. Hasil pengujian CFA dengan
model satu faktor menghasilkan model tidak fit dengan Chi-Square = 153.37, df =
2, p-value = 0.00000, dan RMSEA = 0.612. Setelah peneliti melakukan
modifikasi terhadap model sebanyak 2 kali modifikasi, maka diperoleh model fit
72
dengan Chi-Square = 8.75, df = 0, p-value = 1.0000, dan RMSEA = 0.000.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item –item dimensi neuroticism sebagai
berikut:
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Dimensi Neuroticism
Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan
X1 0.90 (0.47) 1.92 X X2 0.36 (0.16) 2.13 X3 0.59 (0.26) 2.27 X4 0.25 (0.13) 1.97
Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan
Pada tabel 3.7, terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96 yaitu item nomor
1. Hal ini berarti bahwa hanya item nomor 1 yang harus di-drop atau dihilangkan
dan tidak disertakan dalam analisis selanjutnya.
3.4.2.2 Uji Validitas Dimensi Extraversion
Peneliti menguji 4 item dari dimensi extraversion. Hasil pengujian CFA dengan
model satu faktor menghasilkan model tidak fit dengan Chi-Square = 20.23, df =
2, p-value = 0.00004, dan RMSEA = 0.212. Setelah peneliti melakukan
modifikasi sebanyak 2 kali maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.00,
df = 0, p-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Adapun koefisien muatan faktor
untuk item –item dimensi extraversion sebagai berikut:
73
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Dimensi Extraversion
Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan
Pada tabel 3.8, seluruh item memiliki nilai t > 1,96. Hal ini berarti tidak
ada item yang harus di-drop atau dihilangkan dan seluruh item disertakan dalam
analisis selanjutnya.
3.4.2.3 Uji Validitas Dimensi Openness to Experience
Peneliti menguji 3 item dari dimensi openness to experience. Hasil pengujian CFA
dengan model satu faktor menghasilkan model fit dengan Chi-Square = 862.11,
df = 0, p-value = 1.00000, dan RMSEA = 0.000. Adapun koefisien muatan faktor
untuk item –item dimensi openness to experience sebagai berikut:
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Dimensi Openness to Experience
Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan
X1 0.30 (0.03) 11.04 X2 1.00 (0.06) 17.71
X3 1.38 (0.09) 18.41 Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan
Pada tabel 3.9, seluruh item memiliki nilai t > 1,96. Hal ini berarti tidak
ada yang harus di-drop atau dihilangkan dan seluruh item disertakan dalam
analisis selanjutnya.
Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan
X1 1.18 (0.41) 2.87 X2 0.33 (0.11) 2.94 X3 0.36 (0.12) 3.04 X4 0.84 (0.23) 3.59
74
3.4.2.4 Uji Validitas Dimensi Conscientiousness
Peneliti menguji 6 item dari dimensi conscientiousness. Hasil pengujian CFA
dengan model satu faktor menghasilkan model tidak fit dengan Chi-Square =
79.56, df = 9, p-value = 0.00000, dan RMSEA = 0.197. Setelah peneliti
melakukan modifikasi sebanyak 4 kali maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square = 4.27, df = 5, p-value = 0.51169, RMSEA = 0.000. Adapun koefisien
muatan faktor untuk item –item dimensi conscientiousness sebagai berikut:
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Dimensi Conscientiousness
Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan
X1 0.19 (0.08) 2.40 X2 1.10 (0.31) 3.51 X3 1.08 (0.31) 3.48 X4 0.32 (0.11) 2.90 X5 0.32 (0.11) 2.87 X6 0.12 (0.07) 1.68 X
Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan
Pada tabel 3.10, terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96 yaitu item
nomor 6. Hal ini berarti bahwa hanya item nomor 6 yang harus di-drop atau
dihilangkan dan tidak disertakan dalam analisis selanjutnya.
3.4.2.5 Uji Validitas Dimensi Agreeableness
Peneliti menguji 4 item dari dimensi agreeableness. Hasil pengujian CFA dengan
model satu faktor menghasilkan model tidak fit dengan Chi-Square = 8.19, df = 2,
p-value = 0.01665, dan RMSEA = 0.124. Setelah peneliti melakukan modifikasi
sebanyak 1 kali maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.59, df = 1, p-
75
value = 0.44179, RMSEA = 0.000. Adapun koefisien muatan faktor untuk item –
item dimensi agreeableness sebagai berikut:
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Dimensi Agreeableness
Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan
X1 -0.51 (0.13) -3.80 X
X2 0.51 (0.11) 4.42
X3 0.48 (0.13) 3.62 X4 0.37 (0.10) 3.82
Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan
Pada tabel 3.11, terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96 yaitu item
nomor 1. Hal ini berarti bahwa hanya item nomor 1 harus di-drop atau
dihilangkan dan tidak disertakan dalam analisis selanjutnya.
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Self-Esteem
Berdasarkan hasil pengujian CFA dengan model satu faktor diperoleh model yang
tidak fit dengan Chi-Square = 306.94, df = 35, P-Value = 0.00000, dan RMSEA =
0.196. Setelah peneliti melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 9 kali
modifikasi, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 36.56, df = 26, p-value
= 0.08183, dan RMSEA = 0.045. Adapun koefisien muatan faktor untuk item –
item self-esteem dijelaskan pada tabel 3.12 sebagai berikut:
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Self-Esteem
Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan
X1 0.60 (0.07) 8.41 X2 0.30 (0.08) 3.82
X3 0.83 (0.07) 12.11 X4 0.62 (0.08) 8.09 X5 0.32 (0.08) 4.10
76
X6 0.48 (0.07) 6.50 X7 0.65 (0.07) 9.16 X8 0.16 (0.08) 2.11 X9 0.46 (0.07) 6.16 X10 0.45 (0.07) 6.03
Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan
Pada tabel 3.12, seluruh item yang memiliki nilai t > 1,96. Hal ini berarti
bahwa tidak ada item yang harus di-drop atau dihilangkan dan seluruh item dalam
analisis selanjutnya.
3.4.4 Uji Validitas Konstruk Kualitas Persahabatan
Peneliti menguji 23 item dari konstruk kualitas persahabatan yang mencakup
aspek companionship, conflict, help, security, closeness. Peneliti menguji apakah
aspek–aspek tersebut bersifat unidimensional, yang berarti benar–benar hanya
mengukur aspek–aspek tersebut yang terdapat pada konstruk kualitas
persahabatan.
3.4.4.1 Uji Validitas Dimensi Companionship
Peneliti menguji 4 item dari dimensi companionship. Hasil pengujian CFA dengan
model satu faktor menghasilkan model tidak fit dengan Chi-Square = 9.23, df = 2,
p-value = 0.00991, dan RMSEA = 0.134. Setelah peneliti melakukan modifikasi
sebanyak 1 kali maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.25, df = 1, p-
value = 0.61741, RMSEA = 0.000. Adapun koefisien muatan faktor untuk item –
item dimensi companionship sebagai berikut:
77
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Dimensi Companionship
Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan
X1 0.53 (0.11) 4.97 X2 1.12 (0.19) 6.04
X3 0.43 (0.09) 4.59 X4 0.29 (0.08) 3.46
Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan
Pada tabel 3.13, seluruh item memiliki nilai t > 1,96. Hal ini berarti tidak
ada item yang harus di-drop atau dihilangkan dan seluruh item disertakan dalam
analisis selanjutnya.
3.4.4.2 Uji Validitas Dimensi Conflict
Peneliti menguji 4 item dari dimensi conflict. Hasil pengujian CFA dengan model
satu faktor menghasilkan model fit dengan Chi-Square = 0.47, df = 2, p-value =
0.79195, dan RMSEA = 0.000. Adapun koefisien muatan faktor untuk item –item
dimensi conflict sebagai berikut:
Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Dimensi Conflict
Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan
X1 0.34 (0.09) 3.75 X2 0.38 (0.09) 4.12
X3 0.57 (0.10) 5.62 X4 0.63 (0.10) 5.95
Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan
Pada tabel 3.14, seluruh item memiliki nilai t > 1,96. Hal ini berarti tidak
ada item yang harus di-drop atau dihilangkan dan seluruh item disertakan dalam
analisis selanjutnya.
78
3.4.4.3 Uji Validitas Dimensi Help
Berdasarkan hasil pengujian CFA dengan model satu faktor diperoleh model yang
tidak fit dengan Chi-Square = 59.59, df = 5, P-Value = 0.00000, dan RMSEA =
0.232. Setelah peneliti melakukan modifikasi sebanyak 2 kali maka diperoleh
model fit dengan Chi-Square = 3.42, df = 3, p-value = 0.33092, RMSEA = 0.026.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item – item dimensi help dijelaskan pada
tabel berikut:
Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Dimensi Help
Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan
X1 0.54 (0.07) 7.99
X2 0.93 (0.06) 16.32
X3 0.93 (0.06) 16.49 X4 0.58 (0.07) 8.86 X5 0.41 (0.07) 5.74
Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan
Pada tabel 3.15, seluruh item memiliki nilai t > 1,96. Hal ini berarti tidak
ada item yang harus di-drop atau dihilangkan dan seluruh item disertakan dalam
analisis selanjutnya.
3.4.4.4 Uji Validitas Dimensi Security
Berdasarkan hasil pengujian CFA dengan model satu faktor diperoleh model yang
tidak fit dengan Chi-Square = 56.12, df = 5, P-Value = 0.00000, dan RMSEA =
0.225. Setelah peneliti melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 1 kali
modifikasi, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 5.52, df = 4, p-value =
0.23815, dan RMSEA = 0.043. Adapun koefisien muatan faktor untuk item – item
dimensi security dijelaskan pada tabel berikut:
79
Tabel 3.16 Muatan Faktor Item Dimensi Security
Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan
X1 0.31 (0.08) 3.65 X2 0.35 (0.09) 4.07 X3 -0.36 (0.09) -4.24 X X4 0.52 (0.09) 5.71 X5 0.80 (0.11) 7.19
Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan
Pada tabel 3.16, terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96, yaitu item
nomor 3. Hal ini berarti item nomor 3 harus di-drop atau dihilangkan dan tidak
disertakan dalam analisis selanjutnya.
3.4.4.4 Uji Validitas Dimensi Closeness
Berdasarkan hasil pengujian CFA dengan model satu faktor diperoleh model yang
tidak fit dengan Chi-Square = 42.85, df = 5, P-Value = 0.00000, dan RMSEA =
0.194. Setelah peneliti melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 2 kali
modifikasi, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 2.03, df = 3, p-value =
0.56716, dan RMSEA = 0.000. Adapun koefisien muatan faktor untuk item – item
dimensi closeness dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 3.17 Muatan Faktor Item Dimensi Closeness
Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan
X1 0.62 (0.07) 8.94 X2 0.76 (0.07) 11.40
X3 0.76 (0.06) 11.89 X4 0.78 (0.06) 12.43 X5 0.80 (0.06) 12.42
Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan
Pada tabel 3.17, seluruh item memiliki nilai t > 1,96. Hal ini berarti tidak
ada item yang harus di-drop atau dihilangkan dan seluruh item disertakan dalam
analisis selanjutnya.
80
3.4.5 Uji Validitas Konstruk Stres Akademik
Peneliti menguji 9 item dari konstruk stres akademik yang mencakup aspek
ekspektasi orang tua atau guru dan ekspektasi diri sendiri. Peneliti menguji apakah
aspek – aspek tersebut bersifat unidimensional, yang berarti benar – benar hanya
mengukur aspek – aspek tersebut yang terdapat pada konstruk stres akademik.
3.4.5.1 Uji Validitas Dimensi Ekspektasi Orangtua atau Guru
Peneliti menguji 5 item dari dimensi ekspektasi orangtua atau guru. Hasil
pengujian CFA dengan model satu faktor menghasilkan model tidak fit dengan
Chi-Square = 14.55, df = 5, p-value = 0.01246, dan RMSEA = 0.097. Setelah
peneliti melakukan modifikasi sebanyak 2 kali maka diperoleh model fit dengan
Chi-Square = 2.60, df = 3, p-value = 0.45784, RMSEA = 0.000. Adapun koefisien
muatan faktor untuk item –item dimensi ekspektasi orangtua atau guru sebagai
berikut:
Tabel 3.18 Muatan Faktor Item Dimensi Ekspektasi Orangtua atau Guru
Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan
X1 0.55 (0.08) 7.17 X2 0.88 (0.07) 11.21 X3 0.65 (0.07) 9.29 X4 0.72 (0.07) 9.40 X5 0.58 (0.08) 8.24
Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan
Pada tabel 3.18, seluruh item memiliki nilai t > 1,96. Hal ini berarti tidak
ada item yang harus di-drop atau dihilangkan dan seluruh item disertakan dalam
analisis selanjutnya.
81
3.4.5.2 Uji Validitas Dimensi Ekspektasi Diri Sendiri
Peneliti menguji 4 item dari dimensi ekspektasi diri sendiri. Hasil pengujian CFA
dengan model satu faktor menghasilkan model tidak fit dengan Chi-Square =
4.27, df = 2, p-value = 0.11851, dan RMSEA = 0.075. Setelah peneliti melakukan
modifikasi sebanyak 1 kali, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.30,
df = 1, p-value = 0.58236, dan RMSEA = 0.000. Adapun koefisien muatan faktor
untuk item –item dimensi ekspektasi diri sendiri sebagai berikut:
Tabel 3.19 Muatan Faktor Item Dimensi Ekspektasi Diri Sendiri
Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan
X1 0.85 (0.10) 8.65 X2 0.60 (0.08) 7.23 X3 0.65 (0.10) 6.43 X4 0.49 (0.08) 6.20
Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan
Pada tabel 3.19, seluruh item memiliki nilai t > 1,96. Hal ini berarti tidak
ada item yang harus di-drop atau dihilangkan dan seluruh item disertakan dalam
analisis selanjutnya.
3.5 Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis data responden, peneliti menggunakan teknik analisis data
Multiple Regresi dengan jumlah data yang dianalisis sebanyak lima belas variabel
yakni 1 variabel terikat dan empat belas variabel bebas. Analisis regresi adalah
suatu analisis yang mengukur pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
Teknik analisis ini digunakan untuk menjawab hipotesis nihil yang terdapat pada
82
BAB 2. Analisis data akan dilakukan dengan menggunakan sistem perhitungan
SPSS versi 17. Susunan persamaan regresi berganda adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 +
b10X10 + b11X11 + b12X12+ b13X13 + b14X14 + b15X15 + e
Keterangan:
Y = Adiksi smartphone
a = koefisien
b = koefisien regresi variabel independen
X1= Neuroticism
X2= Extraversion
X3= Openness to experience
X4= Conscientiousness
X5= Agreeableness
X6= Self-esteem
X7= Companionship
X8= Conflict
X9= Help
X10= Security
X11= Closeness
X12=Ekspektasi Orangtua atau Guru
X13=Ekspektasi Diri Sendiri
X14=Jenis Kelamin
X15 = Durasi Penggunaan
e = Residu
Melalui teknik analisis regresi berganda ini akan diperoleh (Jannie, 2012) :
1. R2 (Koefisien Determinasi)
Nilai R2 menunjukkan besarnya proporsi pengaruh independent
variable terhadap dependent variable. Dalam melihat proporsi, R2
dikalikan dengan 100% sehingga didapatkan nilai proporsi pengaruh
dalam bentuk persen. Sisa dari persentasi R2 merupakan faktor lain
yang mempengaruhi dependent variable yang tidak diuji dalam
83
penelitian. Tabel model summary dalam SPSS juga menunjukkan nilai
Standar Error of Estimate dimana semakin kecil nilai SEE, maka
model regresi semakin tepat dalam memprediksi dependent variable.
Nilai R2 diperoleh dari rumus berikut:
R2 =
𝑆𝑆𝑟𝑒𝑔
𝑆𝑆𝑦
2. Uji F
Pada tabel ANOVA akan diperoleh nilai F dan nilai signifikansi
(Sig.). nilai Sig<0.05 menunjukkan bahwa keseluruhan independent
variable secara simultan memiliki pengaruh terhadap dependent
variable. Niali Sig<0.05 juga menunjukkan bahwa nilai koefisen
determinasi (R2) signifikan. Rumus dalam penghitungan nilai F
sebagai berikut:
F = 𝑅2 𝑘
(1−𝑅2) (𝑁−𝑘−1)
K merupakan jumlah IV dan N merupakan jumlah sampel.
3. Uji t
Interpretasi koefisien parameter independent variable dapat dilakukan
dengan menggunakan unstandardized coefficients maupun
standardized coefficients. Nilai koefisien yang didapatkan dari masing
– masing dimensi pada variabel menunjukkan arah hubungan serta
besaran koefisien masing – masing dimensi pada model regresi.
Adapun terdapat nilai signifikansi untuk mengetahui apakah masing –
masing dimensi berpengaruh secara signifikan terhadap dependent
variable. Uji t dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
84
t = 𝑏
𝑆𝑏
nilai b pada rumus tersebut adalah koefisien regresi dan Sb adalah
standard error dari b.
85
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Pada bagian in, peneliti akan memaparkan gambaran data subjek penelitian seperti
jenis kelamin, usia, agama, jurusan, lama kepemilikan smartphone, frekuensi
mengecek smartphone per hari, durasi menggunakan smartphone per hari, dan
aplikasi yang paling sering dibuka saat menggunakan smartphone. Partisipan
dalam penelitian ini merupakan siswa – siswi kelas 11 SMAN 6 Kabupaten
Tangerang. Total subjek penelitian sebanyak 203 orang (82 laki–laki dan 121
perempuan). Berikut merupakan gambaran subjek penelitian secara keseluruhan.
Tabel 4.1
Gambaran Umum Subjek Penelitian (N=203)
Deskripsi N %
Jenis kelamin
Perempuan 121 59.61%
Laki – laki 82 40.39%
Usia
15 4 1.97%
16 109 53.70%
17 86 42.36%
18 4 1.97%
Agama
Islam 185 91.13%
Kristen Katolik 6 2.96%
Kristen Protestan 7 3.45%
Hindu 2 0.98%
Budha 3 1.48%
Jurusan
IPA 123 60.59%
IPS 60 29.56%
Bahasa 20 9.85%
Lama kepemilikan smartphone
< 1 tahun 6 2.96%
1 tahun 6 2.96%
86
> 1 tahun 191 94.08%
Frekuensi mengecek smartphone per hari
1 – 5 kali 14 6.90%
6 – 10 kali 29 14.28%
Tidak terhitung 160 78.82%
Durasi menggunakan smartphone per hari
< 1 jam 8 3.94%
1 – 4 jam 53 26.11%
5 – 7 jam 57 28.08%
> 7 jam 85 41.87%
Aplikasi yang paling sering dibuka
Google search 11 5.42%
Media sosial 169 83.25%
Situs online shop 2 0.99%
Telepon 0 0%
Lainnya 21 10.34%
Berdasarkan tabel 4.1, dapat dijelaskan bahwa jumlah partisipan
perempuan memiliki persentase sebesar 59.61% (121 orang), sedangkan jumlah
parsisipan laki–laki memiliki persenase sebesar 40.39% (82 orang). Dapat
disimpulkan bahwa partisipan terbanyak dalam penelitian ini adalah siswa
perempuan yaitu sebanyak 121 orang (59.61%).
Usia partisipan penelitian ini berkisar antara 15 – 18 tahun. Jumlah
partisipan yang berusia 15 tahun memiliki persentase sebanyak 1.97% (4 orang),
usia 16 tahun memiliki persentase 53.70% (109 orang), usia 17 tahun memiliki
persentase 42.36% (86 orang), sedangkan partisipan yang berusia 18 tahun
memiliki persentase 1.97% (4 orang). Dapat disimpulkan bahwa penelitian ini
didominasi oleh partisipan dengan usia 16 tahun yaitu sebanyak 109 orang
(53.70%).
87
Dalam penelitian ini, sebagian besar partisipan beragama Islam yaitu
dengan persentase sebesar 91.13% (185 orang). Sedangkan partisipan yang
beragama Kristen Katolik memiliki persentase sebanyak 2.96% (6 orang), Kristen
Protestan 3.45% (7 orang), Hindu 0.98% (2 orang), dan Budha 1.48% (3 orang).
Pengambilan data penelitian ini dilakukan di 3 jurusan, yakni IPA dengan
persentase partisipan sebesar 60.59% (123 orang), IPS dengan persentase
partisipan sebesar 29.56% (60 orang), dan bahasa dengan persentase partisipan
sebesar 9.85% (20 orang). Dapat disimpulkan bahwa partisipan terbanyak dalam
penelitian ini berasal dari jurusan IPA.
Lama penggunaan (kepemilikan) smartphone partisipan dalam penelitian
ini dikategorikan ke dalam 3 kategori yakni kurang dari 1 tahun, 1 tahun, dan
lebih dari 1 tahun. Partisipan yang menggunakan smartphone kurang dari 1 tahun
memiliki persentase sebesar 2.96% (6 orang), yang sudah menggunakan
smartphone selama 1 tahun memiliki persentase sebesar 2.96% (6 orang), dan
yang sudah menggunakan smartphone lebih dari 1 tahun memiliki persentase
sebesar 94.08% (191 orang). Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar partisipan
sudah menggunakan smartphone lebih dari 1 tahun yakni sebanyak 191 orang
(94.08%).
Dalam penelitian ini, frekuensi mengecek smartphone per hari dibagi
menjadi 3 kategori, yaitu 1 – 5 kali, 6 – 10 kali, dan tidak terhitung. Partisipan
yang mengecek smartphone 1 – 5 kali per hari memiliki persentase 6.90% (14
orang), yang mengecek smartphone 6 – 10 kali per hari memiliki persentase
88
sebanyak 14.28% (29 orang), dan partisipan yang tidak terhitung frekuensi
mengecek smartphonenya per hari memiliki persentase sebanyak 78.82% (160
orang). Maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar partisipan tidak terhitung
berapa kali mengecek smartphone per harinya, yakni sebanyak 160 orang
(78.82%).
Dalam penelitian ini, partisipan memiliki durasi menggunakan smartphone
berbeda – beda per harinya. Peneliti membaginya ke dalam 4 kategori, yakni < 1
jam, 1 – 4 jam, 5 – 7 jam, dan > 7 jam. Partisipan yang menggunakan smartphone
< 1 jam per hari memiliki persentase sebesar 3.94% (8 orang), 1 – 4 jam per hari
memiliki persentase sebesar 26.11% (53 orang), 5 – 7 jam per hari memiliki
persentase sebesar 28.08% (57 orang), dan > 7 jam per hari memiliki persentase
sebesar 41.87% (85 orang). Maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini
kategori durasi penggunaan smartphone per hari didominasi oleh partisipan yang
menggunakan smartphone > 7 jam per hari, yaitu sebanyak 85 orang (41.87%).
Aplikasi yang paling sering dibuka oleh partisipan berbeda – beda.
Sebagian besar partisipan paling sering membuka aplikasi media sosial, yaitu
dengan persentase sebesar 83.25% (169 orang). Adapun partisipan yang paling
sering membuka google search memiliki persentase sebesar 5.42% (11 orang),
situs online shop memiliki persentase sebesar 0.99% (2 orang), dan aplikasi
lainnya sebesar 10.34% (21 orang).
89
Tabel 4.2
Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dan aplikasi yang sering dibuka
Aplikasi Jenis Kelamin Total
Perempuan Laki-Laki
Google search 2 (1.0%) 9 (4.4%) 11 (5.4%)
Media sosial 111 (54.7%) 58 (28.6%) 169 (83.3%)
Situs online shop 2 (1.0%) 0 (0%) 2 (1.0%)
Lainnya (selain games) 2 (1.0%) 3 (1.5%) 5 (2.5%)
Games 0 (0%) 8 (3.9%) 8 (3.9%)
> 1 aplikasi 4 (2.0%) 4 (2.0%) 8 (3.9%)
Berdasarkan tabel 4.2, aplikasi google search paling sering diaksses oleh 2
(1.0%) partisipan perempuan dan 9 (4.4%) partisipan laki – laki. Media sosial
paling sering diakses oleh 111 (54.7%) partisipan perempuan dan 58 (28.6%)
partisipan laki – laki. Situs online shop hanya paling sering diakses oleh partisipan
perempuan, yaitu sebanyak 2 orang (1.0%). Aplikasi lainnya (selain games)
paling sering diakses oleh 2 (1.0%) partisipan perempuan dan 3 (1.5%) partisipan
laki – laki. Adapun aplikasi games hanya paling sering diakses oleh partisipan laki
– laki, yaitu sebanyak 8 orang (3.9%), sedangkan 4 (2.0%) partisipan perempuan
dan 4 (2.0%) partisipan laki – laki sering mengakses lebih dari 1 aplikasi dengan
intensitas yang seimbang.
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Hasil analisis deskriptif meliputi jumlah sampel, nilai minimum, nilai maksimum,
mean (rata–rata), dan standar deviasi masing-masing variabel. Selanutnya, nilai
mean akan digunakan untuk menentukan kategorisasi skor variabel penelitan.
Deskripsi data penelitian disajikan dalam tabel 4.3 berikut:
90
Tabel 4.3 Statistik Deskriptif
N Min Max Mean Std. Dev
Adiksi smartphone 203 26.93 75.29 50.00 8.69868
Neuroticism 203 19.40 68.32 50.00 9.99462
Extraversion 203 25.13 66.31 50.00 7.95242
Openness to Experience 203 20.63 62.92 50.00 9.99525
Conscientiousness 203 26.15 69.33 50.00 7.93548
Agreeableness 203 35.89 64.09 50.00 6.23714
Self-esteem 203 19.18 71.88 50.00 8.86088
Companionship 203 16.94 68.26 50.00 8.56317
Conflict 203 28.50 68.40 50.00 7.23553
Help 203 16.06 68.99 50.00 9.12686
Security 203 28.49 66.33 50.00 9.06619
Closeness 203 26.15 67.79 50.00 8.91902
Ekspektasi orang tua atau guru 203 19.83 68.33 50.00 8.51755
Ekspektasi diri 203 24.15 66.64 50.00 8.22546
Valid N (listwise) 203
Berdasarkan tabel 4.3, dapat dilihat bahwa jumlah subjek penelitian
sebanyak 203 orang. Mean pada penelitian ini dibuat konstan yakni 50 dengan
tujuan menghilangkan skor negatif pada data. Variabel adiksi smartphone
memiliki skor terendah 26.93 dan skor tertinggi 75.29. Variabel neuroticism
memiliki skor terendah 19.40 dan skor tertinggi 68.32. Variabel extraversion
memiliki skor terendah 25.13 dan skor tertinggi 66.31. Variabel openness to
experience memiliki skor terendah 20.63 dan skor tertinggi 62.92.
conscientiousness memiliki skor terendah 26.15 dan skor tertinggi 69.33. Variabel
agreeableness memiliki skor terendah 35.89 dan skor tertinggi 64.09. Variabel
self-esteem memiliki skor terendah 19.18 dan skor tertinggi 71.88.
Variabel companionship memiliki skor terendah 16.94 dan skor tertinggi
68.26. Variabel conflict memiliki skor terendah 28.50 dan skor tertinggi 68.40.
91
Variabel help memiliki skor terendah 16.06 dan skor tertinggi 68.99. Variabel
security memiliki skor terendah 28.49 dan skor tertinggi 66.33. Variabel closeness
memiliki skor terendah 26.15 dan skor tertinggi 67.79. Variabel ekspektasi orang
tua atau guru memiliki skor terendah 19.83 dan skor tertinggi 68.33. Variabel
ekspektasi diri memiliki skor terendah 24.15 dan skor tertinggi 66.64.
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Kategorisasi skor variabel bertujuan untuk mengelompokkan atau menempatkan
individu ke dalam kelompok – kelompok menurut suatu jenjang kontinum
tertentu. Contoh dari jenjang kontinum adalah dari rendah ke tinggi. Jenjang
kontinum ini akan digunakan dalam kategorisasi skor variabel penelitian.
Kategorisasi skor variabel dilakukan dengan menggunakan norma tertentu.
Pada peneltiian ini, peneliti menggunakan norma rendah dan tinggi seperti yang
tertera pada tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4 Norma Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Kategori Norma
Rendah X < Mean
Tinggi X Mean
Keterangan dari penormaan sebagai berikut: X (skor yang diperoleh
masing – masing individu), Mean (nilai rata – rata skor keseluruhan). Setelah
penetapan norma, selanjutnya peneliti akan memaparkan perolehan nilai
persentase untuk setiap kategori skor (rendah dan tinggi) yang meliputi variabel
adiksi smartphone, extraversion, conscientiousness, self-esteem, companionship,
92
conflict, help, security, closeness, ekspektasi orang tua atau guru, dan ekspektasi
diri sendiri pada tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5 Persentase Kategori Skor Tiap Variabel
Variabel Frekuensi (%)
Rendah Tinggi
Adiksi smartphone 104 (51.2%)* 99 (48.8%)
Neuroticism 44 (21.7%) 159 (78.3%)*
Extraversion 94 (46.3%) 109 (53.7%)*
Openness to Experience 149 (73.4%)* 54 (26.6%)
Conscientiousness 92 (45.3%) 111 (54.7%)*
Agreeableness 112 (55.2%)* 91 (44.8%)
Self-esteem 94 (46.3%) 109 (53.7%)*
Companionship 96 (47.3%) 107 (52.7%)*
Conflict 97 (47.8%) 106 (52.2%)*
Help 144 (70.9%)* 59 (29.1%)
Security 85 (41.9%) 118 (58.1%)*
Closeness 122 (60.1%)* 81 (39.9%)
Ekspektasi Orangtua atau Guru 94 (46.3%) 109 (53.7%)*
Ekspektasi Diri Sendiri 100 (49.3%) 103 (50.7%)*
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa pada variabel adiksi smartphone
sebanyak 104 orang (51.2%) berada pada kategori rendah dan 99 orang (48.8%)
berada pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari hasil sebaran data pada
variabel adiksi smartphone lebih banyak pada kategori rendah.
Pada variabel neuroticism sebanyak 44 orang (21.7%) berada pada
kategori rendah dan 159 orang (78.3%) berada pada kategori tinggi. Dengan
demikian, dari hasil sebaran data pada variabel neuroticism lebih banyak pada
kategori tinggi.
Pada variabel extraversion sebanyak 94 orang (46.3%) berada pada
kategori rendah dan 109 orang (53.7%) berada pada kategori tinggi. Dengan
demikian, dari hasil sebaran data pada variabel extraversion lebih banyak pada
kategori tinggi.
93
Pada variabel openness to experience sebanyak 149 orang (73.4%) berada
pada kategori rendah dan 54 orang (26.6%) berada pada kategori tinggi. Dengan
demikian, dari hasil sebaran data pada variabel openness to experience lebih
banyak pada kategori rendah.
Pada variabel conscientiousness sebanyak 92 orang (45.3%) berada pada
kategori rendah dan 111 orang (54.7%) berada pada kategori tinggi. Dengan
demikian, dari hasil sebaran data pada variabel conscientiousness lebih banyak
pada kategori tinggi.
Pada variabel agreeableness sebanyak 112 orang (55.2%) berada pada
kategori rendah dan 91 orang (44.8%) berada pada kategori tinggi. Dengan
demikian, dari hasil sebaran data pada variabel agreeableness lebih banyak pada
kategori tinggi.
Pada variabel self-esteem sebanyak 94 orang (46.3%) berada pada kategori
rendah dan 109 orang (53.7%) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari
hasil sebaran data pada variabel self-esteem lebih banyak pada kategori tinggi.
Pada variabel companionship sebanyak 96 orang (47.3%) berada pada
kategori rendah dan 107 orang (52.7%) berada pada kategori tinggi. Dengan
demikian, dari hasil sebaran data pada variabel companionship lebih banyak pada
kategori tinggi.
Pada variabel conflict sebanyak 97 orang (47.8%) berada pada kategori
rendah dan 106 orang (52.2%) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari
hasil sebaran data pada variabel conflict lebih banyak pada kategori tinggi.
94
Pada variabel help sebanyak 144 orang (70.9%) berada pada kategori
rendah dan 59 orang (29.1%) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari
hasil sebaran data pada variabel help lebih banyak pada kategori rendah.
Pada variabel security sebanyak 85 orang (41.9%) berada pada kategori
rendah dan 118 orang (58.1%) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari
hasil sebaran data pada variabel security lebih banyak pada kategori tinggi.
Pada variabel closeness sebanyak 122 orang (60.1%) berada pada kategori
rendah dan 81 orang (39.9%) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari
hasil sebaran data pada variabel closeness lebih banyak pada kategori rendah.
Pada variabel ekspektasi orangtua atau guru sebanyak 94 orang (46.3%)
berada pada kategori rendah dan 109 orang (53.7%) berada pada kategori tinggi.
Dengan demikian, dari hasil sebaran data pada variabel ekspektasi orangtua atau
guru lebih banyak pada kategori tinggi.
Pada variabel ekspektasi diri sendiri sebanyak 100 orang (49.3%) berada
pada kategori rendah dan 103 orang (50.7%) berada pada kategori tinggi. Dengan
demikian, dari hasil sebaran data pada variabel ekspektasi diri sendiri lebih
banyak pada kategori tinggi.
4.4 Hasil Uji Hipotesis
4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian
Peneliti melakukan uji hipotesis penelitian dengan menggunakan teknik analisis
regresi berganda (multiple regression analysis). Pengujian analisis regresi
berganda dilakukan dengan software SPSS versi 17.0. Pada analisis regresi
berganda, terdapat 3 hal yang dilihat. Hal pertama yang dilihat adalah nilai
95
keofisien determinasi atau R Square (R2) untuk melihat besar proporsi pengaruh
independent variable terhadap dependent variable. Hal kedua yakni nilai
signifikansi (Sig.), yaitu nilai yang menunjukkan bahwa keseluruhan independent
variable mempengaruhi dependent variable secara signifikan atau tidak. Hal
ketiga yakni koefisien regresi, yaitu nilai dan signifikansi dari masing – masing
independent variable beserta arah pengaruhnya terhadap dependent variable.
Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah melihat koefisien
determinasi atau R Square (R2) untuk mengetahui besar proporsi pengaruh
independent variable terhadap dependent variable. Nilai R Square dapat dilihat
pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6 R Square
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 .427a .182 .116 8.17685
a. Predictors: (Constant), Neuroticism,Extraversion, Openness to Experience, Conscientiousness,
Agreeableness, Self-esteem, Companionship, Conflict, Help, Security, Closeness, Ekspektasi Orangtua dan
Guru, Ekspektasi Diri Sendiri, Jenis Kelamin, Durasi Penggunaan
Pada tabel 4.6, terlihat bahwa nilai R Square dalam penelitian ini sebesar
0.182 atau 18.2%. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi pengaruh neuroticism,
extraversion, openness to experience, conscientiousness, agreeableness, self-
esteem, companionship, conflict, help, security, closeness, ekspektasi orangtua
atau guru, ekspektasi diri sendiri, jenis kelamin, dan durasi penggunaan terhadap
adiksi smartphone sebesar 18.2%. Sisanya yakni 81.8% dipengaruhi oleh variabel
lain di luar penelitian.
96
Langkah kedua yang dilakukan peneliti adalah melihat hasil dari uji F
untuk mengetahui pengaruh independent variable terhadap dependent variable
signifikan atau tidak. Adapun hasil dari uji F terdapat pada tabel 4.7 berikut:
Tabel 4.7
ANOVA Pengaruh Independent Variable terhadap Dependent Variable
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 2781.762 15 185.451 2.774 .001a
Residual 12502.970 187 66.861
Total 15284.732 202 a. Predictors: (Constant), Extraversion, conscientiousness, self-esteem, companionship, conflict,
help, security, closeness, ekspektasi orangtua atau guru, ekspektasi diri sendiri, jenis kelamin,
durasi penggunaan
Pada tabel 4.7, terdapat nilai signifikansi dari keseluruhan independent
variable terhadap dependent variable. Nilai signifikansi dilihat dari kolom Sig.
sebesar 0.001. Nilai Sig <0.05 menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan.
Hal ini bermakna bahwa ada pengaruh yang signifikan tipe kepribadian big five,
self-esteem, kualitas persahabatan, stres akademik, jenis kelamin, dan durasi
penggunaan terhadap dependent variable.
Langkah ketiga yang dilakukan peneliti adalah melihat nilai koefisien
regresi masing – masing dari independent variable. Adapun nilai koefisien regresi
pada tiap – tiap variabel penelitian dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut:
97
Tabel 4.8 Koefisien Regresi
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 52.772 10.078 5.236 .000
Neuroticism .062 .061 .071 1.015 .312
Extraversion -.139 .081 -.127 -1.718 .087
Openness to
Experience .038 .061 .043 .625 .533
Conscientiousness -.205 .085 -.187 -2.396 .018*
Agreeableness -.107 .110 -.077 -.976 .330
Self-esteem .041 .074 .042 .560 .576
Companionship .074 .079 .073 .941 .348
Conflict -.081 .087 -.068 -.932 .353
Help -.111 .076 -.116 -1.453 .148
Security .081 .077 .085 1.058 .292
Closeness .073 .081 .075 .904 .367
Ekspektasi Orangtua
atau Guru .021 .079 .021 .267 .790
Ekspektasi Diri
Sendiri .058 .088 .055 .655 .513
Jenis kelamin -1.577 1.332 -.089 -1.183 .238
Durasi Penggunaan 2.471 .672 .260 3.679 .000*
a. Dependent Variable: Adiksi Smartphone
Keterangan: (*) signifikan (<0.05)
Berdasarkan data pada tabel 4.8, dapat dipaparkan persamaan regresi
sebagai berikut:
98
Adiksi Smartphone’ = 52.772 + 0.062 neuroticism – 0.139
extraversion + 0.038 openness to experience – 0.205 conscientiousness* - 0.107
agreeableness + 0.041 self-esteem + 0.074 companionship – 0.081 conflict –
0.111 help + 0.081 security + 0.073 closeness + 0.021 ekspektasi orang tua dan
guru + 0.058 ekspektasi diri sendiri – 1.577 jenis kelamin + 2.471 durasi
penggunaan*.
Berdasarkan tabel 4.8, signifikansi masing – masing independent variable
dilihat dari nilai Sig. Nilai Sig.<0.05 menunjukkan bahwa koefisien regresi yang
dihasilkan signifikan. Hasil yang terdapat dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa 2 koefisien regresi signifikan, yaitu conscientiousness dan durasi
penggunaan. Sedangkan 13 variabel lainnya yaitu neuroticism, extraversion,
openness to experience, agreeableness, self-esteem, companionship, conflict, help,
security, closeness, ekspektasi orang tua dan guru, ekspektasi diri sendiri, dan
jenis kelamin tidak menunjukkan nilai koefisien regresi yang signifikan. Adapun
penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh masing – masing
independent variable sebagai berikut:
1. Variabel Neuroticism
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.062 dengan nilai signifikansi
0.312. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
neuroticism terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna bahwa
variabel neuroticism tidak berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi
smartphone.
99
2. Variabel Extraversion
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.139 dengan nilai signifikansi
0.087. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
extraversion terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna bahwa
variabel extraversion tidak berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi
smartphone.
3. Variabel Openness to Experience
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.038 dengan nilai signifikansi
0.533. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
openness to experience terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini
bermakna bahwa variabel openness to experience tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap adiksi smartphone.
4. Variabel Conscientiousness
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.205 dengan nilai signifikansi
0.018 (<0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada
pengaruh conscientiousness terhadap adiksi smartphone ditolak. Hal ini
bermakna bahwa variabel conscientiousness berpengaruh secara negatif dan
signifikan terhadap adiksi smartphone. Dapat diartikan bahwa semakin tinggi
kepribadian conscientiousness pada siswa, maka semakin rendah adiksi
smartphone yang dialami siswa.
5. Variabel Agreeableness
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.107 dengan nilai signifikansi
0.330. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
100
agreeableness terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna bahwa
variabel agreeableness tidak berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi
smartphone.
6. Variabel Self-esteem
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.041 dengan nilai signifikansi
0.576. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
self-esteem terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna bahwa
variabel self-esteem tidak berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi
smartphone.
7. Variabel Companionship
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.074 dengan nilai signifikansi
0.348. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
companionship terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna
bahwa variabel companionship tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
adiksi smartphone.
8. Variabel Conflict
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.081 dengan nilai signifikansi
0.353. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
conflict terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna bahwa
variabel conflict tidak berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi
smartphone.
101
9. Variabel Help
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.111 dengan nilai signifikansi
0.148. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
help terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna bahwa variabel
help tidak berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi smartphone.
10. Variabel Security
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.081 dengan nilai signifikansi
0.292. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
security terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna bahwa
variabel security tidak berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi
smartphone.
11. Variabel Closeness
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.073 dengan nilai signifikansi
0.367. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
closeness terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna bahwa
variabel closeness tidak berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi
smartphone.
12. Variabel Ekspektasi Orang tua atau Guru
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.021 dengan nilai signifikansi
0.790. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
ekspektasi orangtua atau guru terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini
bermakna bahwa variabel ekspektasi orangtua atau guru tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap adiksi smartphone.
102
13. Variabel Ekspektasi Diri Sendiri
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.058 dengan nilai signifikansi
0.513. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
ekspektasi diri sendiri terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna
bahwa variabel ekspektasi diri sendiri tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap adiksi smartphone.
14. Variabel Jenis Kelamin
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -1.577 dengan nilai signifikansi
0.238 (>0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada
pengaruh jenis terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna
bahwa variabel jenis kelamin tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
adiksi smartphone.
15. Variabel Durasi Penggunaan
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 2.471 dengan nilai signifikansi 0.000
(<0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh
durasi penggunaan terhadap adiksi smartphone ditolak. Hal ini bermakna
bahwa variabel durasi penggunaan berpengaruh secara signifikan terhadap
adiksi smartphone.
4.4.2 Pengujian Proporsi Varian Masing-masing IV terhadap DV
Hal selanjutnya yang dilihat dalam analisis regresi adalah proporsi varians masing
– masing independent variable terhadap dependent variable. Proporsi varians
dilihat dari nilai R Square Change. Apabila nilai Sig. F Change<0.05, maka
103
sumbangan proporsi varian signifikan. Adapun proporsi varians masing – masing
independent variable terhadap dependent variable sebagai berikut:
Tabel 4.9 Proporsi Varians Masing – masing Independent Variable
Model R
R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .090a .008 .003 8.68453 .008 1.659 1 201 .199
2 .114b .013 .003 8.68511 .005 .973 1 200 .325
3 .119c .014 .000 8.70192 .001 .228 1 199 .633
4 .221d .049 .029 8.56965 .035 7.190 1 198 .008*
5 .228e .052 .028 8.57649 .003 .684 1 197 .409
6 .232f .054 .025 8.58911 .002 .421 1 196 .517
7 .261g .068 .035 8.54577 .014 2.993 1 195 .085
8 .266h .071 .032 8.55662 .002 .506 1 194 .478
9 .269i .073 .029 8.57008 .002 .391 1 193 .532
10 .288j .083 .035 8.54535 .010 2.119 1 192 .147
11 .307k .094 .042 8.51467 .011 2.386 1 191 .124
12 .310l .096 .039 8.52665 .002 .463 1 190 .497
13 .321m .103 .042 8.51594 .007 1.478 1 189 .226
14 .350gn
.123 .057 8.44501 .020 4.188 1 188 .042*
15 .427o .182 .116 8.17685 .059 13.533 1 187 .000*
Predictors: (Constant), Neuroticism,extraversion, openness to experience, conscientiousness, self-
esteem, companionship, conflict, help, security, closeness, ekspektasi orangtua atau guru,
ekspektasi diri sendiri, jenis kelamin, durasi penggunaan Keterangan: (*) signifikan (<0.05)
Berdasarkan tabel 4.9, proporsi varians masing – masing independent
variable dan signifikansinya dijelaskan sebagai berikut:
1. Variabel neuroticism memberikan sumbangan varians sebesar 0.008 atau
0.8% dengan Sig. F Change = 0.199. Sumbangan varians neuroticism tidak
signifikan.
104
2. Variabel extraversion memberikan sumbangan varians sebesar 0.005 atau
0.5% dengan Sig. F Change = 0.325. Sumbangan varians extraversion tidak
signifikan.
3. Variabel openness to experience memberikan sumbangan varians sebesar
0.001 atau 0.1% dengan Sig. F Change = 0.633. Sumbangan varians openness
to experience tidak signifikan.
4. Variabel conscientiousness memberikan sumbangan varians sebesar 0.035
atau 3.5% dengan Sig. F Change = 0.008. Sumbangan varians
conscientiousness signifikan.
5. Variabel agreeableness memberikan sumbangan varians sebesar 0.003 atau
0.3% dengan Sig. F Change = 0.409. Sumbangan varians agreeableness
tidak signifikan.
6. Variabel self-esteem memberikan sumbangan varians sebesar 0.014 atau 1.4%
dengan Sig. F Change =.0.517 Sumbangan varians self-esteem tidak
signifikan.
7. Variabel companionship memberikan sumbangan varians sebesar 0.014 atau
1.4% dengan Sig. F Change = 0.085. Sumbangan varians companionship
tidak signifikan.
8. Variabel conflict memberikan sumbangan varians sebesar 0.002 atau 0.2%
dengan Sig. F Change = 0.478. Sumbangan varians conflict tidak signifikan.
9. Variabel help memberikan sumbangan varians sebesar 0.002 atau 0.2%
dengan Sig. F Change = 0.532. Sumbangan varians help tidak signifikan.
105
10. Variabel security memberikan sumbangan varians sebesar 0.010 atau 1.0%
dengan Sig. F Change = 0.147. Sumbangan varians security tidak signifikan.
11. Variabel closeness memberikan sumbangan varians sebesar 0.011 atau 1.1%
dengan Sig. F Change = 0.124. Sumbangan varians closeness tidak signifikan.
12. Variabel ekspektasi orangtua atau guru memberikan sumbangan varians
sebesar 0.002 atau 0.2% dengan Sig. F Change = 0.497. Sumbangan varians
ekspektasi orangtua atau guru tidak signifikan.
13. Variabel ekspektasi diri sendiri memberikan sumbangan varians sebesar
0.007 atau 0.7% dengan Sig. F Change = 0.226. Sumbangan varians
ekspektasi diri sendiri tidak signifikan.
14. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan varians sebesar 0.020 atau
2% dengan Sig. F Change = 0.042. Sumbangan varians jenis kelamin
signifikan.
15. Variabel durasi penggunaan memberikan sumbangan varians sebesar 0.059
atau 5.9% dengan Sig. F Change = 0.000. Sumbangan varians durasi
penggunaan signifikan.
Sumbangan varians terbesar adalah variabel conscientiousness sebesar
0.059 atau 5.9%, sedangkan variabel yang memberikan sumbangan terkecil yakni
variabel openness to experience yaitu sebesar 0.1%. Jumlah keseluruhan R Square
Change yakni 18.2% sesuai dengan nilai R Square yang didapatkan.
106
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya maka
kesimpulan dari penelitian ini adalah “ada pengaruh yang signifikan variabel tipe
kepribadian big five (neuroticism, extraversion, openness to experience,
conscientiousness, dan agreeableness), self-esteem, kualitas persahabatan
(companionship, conflict, help, security, dan closeness), stres akademik
(ekspektasi orang tua atau guru dan ekspektasi diri sendiri), jenis kelamin, dan
durasi penggunaan terhadap adiksi smartphone”. Kemudian, dari lima belas
variabel yang diuji, terdapat dua variabel yang memiliki pengaruh signifikan
terhadap adiksi smartphone ini, yaitu conscientiousness dan durasi penggunaan.
Berdasarkan kategorisasi adiksi smartphone, persentase adiksi smartphone
pada kategori rendah dan tinggi, yakni 51.2% untuk kategori rendah dan 48.8%
untuk kategori tinggi. Dapat disimpulkan bahwa tingkat adiksi smartphone pada
siswa kelas 11 SMAN 6 Kabupaten Tangerang cenderung rendah.
5.2 Diskusi
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh variabel tipe kepribadian big five,
self-esteem, kualitas persahabatan, stres akademik, jenis kelamin dan durasi
penggunaan terhadap adiksi smartphone. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tipe kepribadian big five, self-esteem, kualitas persahabatan, stres akademik, jenis
107
kelamin dan durasi penggunaan secara bersama–sama berpengaruh secara
signifikan terhadap adiksi smartphone.
Adiksi smartphone merupakan fenomena yang patut dijadikan perhatian
bagi para pengguna smartphone maupun orangtua pengguna smartphone.
Fenomena ini sudah menjadi perhatian hampir di seluruh belahan dunia, seperti
Korea, Singapura, Indonesia, dan negara lainnya. Adiksi smartphone memberikan
dampak negatif bagi penderitanya, baik dampak psikis, fisik, maupun sosial.
Penelitian ini mencoba untuk meneliti pengaruh dari faktor internal individu yaitu
kepribadian, self-esteem, faktor eksternal yaitu kualitas persahabatan, stres
akademik, dan faktor demografi yaitu jenis kelamin dan durasi penggunaan
smartphone terhadap adiksi smartphone pada remaja .
Dalam penelitian ini, hanya satu faktor kepribadian yang berpengaruh
secara signifikan terhadap adiksi smartphone. Dalam penelitian sebelumnya
(Pearson & Hussain, 2015; Roberts et al., 2015; Bessma. 2018; Bianchi &
Phillips, 2005) faktor kepribadian menunjukkan hasil yang tidak konsisten.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan dalam dimensi kepribadian
conscientiousness berpengaruh negatif dan signifikan terhadap adiksi smartphone.
Hal itu berarti semakin tinggi conscientiousness individu maka semakin rendah
adiksi smartphonenya. Walaupun di penelitian sebelumnya tidak menunjukkan
hubungan yang signifikan (Pearson dan Hussain, 2015) dan signifikan dengan
menggunakan moderator (Roberts et al., 2015), namun di penelitian ini
menunjukkan adanya pengaruh langsung dan signifikan conscientiousness
terhadap adiksi smartphone.
108
Hasil pada penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa conscientiousness memiliki hubungan negatif dan signifikan
terhadap adiksi smartphone (Herrero et al., 2017; Bessma, 2018). Individu yang
tinggi conscientiousnessnya merupakan individu yang memiliki pola hidup
teratur, terkontrol, dan memiliki disiplin diri. Hal ini menyebabkan individu
tersebut akan lebih mampu mengontrol penggunaan smartphonenya dan mengisi
waktu luang dengan kegiatan–kegiatan yang lebih bermanfaat. Dengan kata lain,
individu dengan conscientiousness yang tinggi akan lebih bijak dalam
menggunakan smartphone.
Pada penelitian ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi
neuroticism memberikan pengaruh, namun tidak signifikan terhadap adiksi
smartphone. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (Bianchi & Phillips, 2005),
hal ini mungkin dikarenakan individu dengan kecenderungan neuroticism
merupakan individu yang akan merespon dengan cepat rangsangan atau stimulus
yang datang. Ponsel dapat membuat individu dihubungi setiap saat. Hal itu berarti
ponsel memberi banyak stimulus dan membuat individu dengan kecenderungan
neurotik merasa harus segera merespon stimulus tersebut. Stimulus – stimulus
yang berupa panggilan/SMS/chat dari orang lain yang ditandai melalui nada
dering smartphone membuat neurotiknya semakin tinggi, sehingga individu
dengan kecenderungan neuroticism jarang menggunakan ponsel (Bianchi &
Phillips, 2005).
Berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya (Pearson & Hussain, 2015;
Roberts et al., 2015) yang menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan
109
neuroticism terhadap adiksi smartphone dengan koefisien regresi positif. Hal
tersebut berarti semakin tinggi neurotic individu, maka adiksi smartphonenya juga
semakin tinggi. Individu dengan neuroticism yang tinggi akan terus menerus
menggunakan smartphone sebagai cara untuk mengurangi stres dan rasa cemas
(Pearson & Hussain, 2015; Roberts et al., 2015). Perbedaan hasil peneltiian
tersebut menunjukkan bahwa setiap individu memiliki mekanisme yang berbeda
dalam mengatasi neuroticnya. Hal tersebut diduga menjadi penyebab neurotic
tidak berpengaruh signifikan terhadap adiksi smartphone.
Dimensi kepribadian extraversion merupakan faktor internal individu
terhadap adiksi smartphone. Hasil penelitian menunjukkan bahwa extraversion
memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap adiksi smartphone.
Sebagaimana hasil penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang sama, yakni
extraversion tidak berpengaruh secara signifikan sebagai prediktor adiksi
smartphone (Pearson & Hussain, 2015).
Diasumsikan bahwa extraversion memberikan pengaruh yang tidak
signifikan terhadap adiksi smartphone karena semakin tinggi tingkat kecanggihan
teknologi, baik individu dengan kepribadian introversion maupun extraversion
akan lebih aktif berkomunikasi melalui smartphone. Oleh karena itu, adiksi
smartphone pada individu tidak bisa dinilai melalui extraversion atau tidaknya
seseorang. Individu dengan kepribadian introvert menggunakan smartphone untuk
membantunya dalam berkomunikasi dengan orang lain karena kesulitan yang
dialaminya jika berkomunikasi secara langsung. Adapun individu dengan
kepribadian extrovert lebih fleksibel dalam berkomunikasi dengan orang lain;
110
mampu berkomunikasi dengan baik secara langsung maupun dengan media
perantara smartphone..
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahajan et al. (2017) menunjukkan
hasil yang berbeda. Penelitian tersebut (Mahajan et al., 2017) menunjukkan
extraversion berpengaruh signifikan terhadap adiksi smartphone. Perbedaan hasil
penelitian ini diduga karena perbedaan sampel yang digunakan dalam penelitian.
Rentang usia sampel penelitian ini yaitu 15 – 18 tahun, sedangkan rentang usia
sampel pada penelitian sebelumnya (Mahajan et al., 2017) yaitu 18 – 24 tahun.
Perbedaan rentang usia sampel ini memungkinkan adanya perbedaan dalam
menyikapi kepribadian extraversion dalam diri inidividu sehingga pola
penggunaan smartphonenya pun berbeda. Pola penggunaan smartphone yang
berbeda menghasilkan dampak penggunaan yang berbeda pula.
Dimensi kepribadian openness to experience merupakan faktor internal
individu terhadap adiksi smartphone. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
openness to experience memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap
adiksi smartphone. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Roberts et al., (2015) yang menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh yang signifikan openness to experience dengan adiksi smartphone.
Walaupun hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada pengaruh yang
signifikan, namun di penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan
langsung dan signifikan (Bessma, 2018; Mahajan et al., 2017). Pada penelitian
Bessma (2018) menunjukkan adanya hubungan negatif dan signifikan openness to
111
experience terhadap adiksi smartphone. Hal ini dikarenakan individu dengan
openness yang tinggi memiliki banyak ide dan lebih tertarik untuk melakukan ide
dan hal yang baru dibandingkan dengan hanya menggunakan smartphone
(Cloninger dalam Bessma, 2018). Berbeda dengan hasil penelitian Bessma (2018),
penelitian yang dilakukan oleh Mahajan et al. (2017) menunjukkan hubungan
positif dan signifikan. Hal itu berarti semakin tinggi openness individu maka
adiksi smartphonenya juga semakin tinggi. Keingintahuan yang tinggi terhadap
hal – hal baru, mendorong individu tersebut untuk menjelajahi berbagai fitur
(aplikasi yang semakin berkembang pesat) dari smartphone (Mahajan et al.,
2017).
Dari berbagai hasil penelitian terkait openess to experience terhadap adiksi
smartphone (Roberts et al., 2015; Mahajan et al., 2017; Bessma, 2018), dapat
dilihat bahwa untuk meningkatkan openness to experience dalam diri, setiap
individu memiliki cara masing–masing dalam menggunakan smartphone. Hal
tersebut diduga menjadi penyebab openness to experience tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap adiksi smartphone.
Dimensi kepribadian agreeableness merupakan faktor internal individu
terhadap adiksi smartphone. Hasil penelitian menunjukkan bahwa agreeableness
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi smartphone. Hasil penelitian
sebelumnya menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Pearson & Hussain (2015) dan Takao (2014) menunjukkan tidak
ada hubungan yang signifikan kepribadian agreeableness dengan adiksi
smartphone. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang
112
dilakukan oleh Phillips, Butt, & Blaszczynski (dalam Stephanie dan Pristinella,
2014) dan Andreassen et al. (dalam Roberts et al., 2015) yang menunjukkan
agreeableness berasosiasi negatif dengan adiksi smartphone. Hal tersebut
dikarenakan individu dengan agreeableness rendah mengurangi rasa kesepiannya
dengan menggunakan smartphone, seperti dengan bermain game online (Phillips,
Butt, & Blaszczynski dalam Stephanie dan Pristinella, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian ini dan hasil penelitian sebelumnya (Phillips,
Butt, & Blaszczynski dalam Stephanie dan Pristinella, 2014; Andreassen, et.al,
2013 dalam Roberts et al., 2015; Takao, 2014; Pearson & Hussain, 2015)
menunjukkan bahwa setiap individu memiliki mekanisme yang berbeda dalam
menyikapi kepribadian agreeableness dalam dirinya sehingga pola penggunaan
smartphonenya pun berbeda. Oleh karena itu, dampak dari penggunaan
smartphonenya pun berbeda, salah satunya agreeableness tidak mempengaruhi
adiksi smartphone sebagaimana hasil penelitian ini.
Variabel self-esteem tidak berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi
smartphone. Walaupun hasil penelitian tidak sesuai dengan yang diprediksikan,
namun hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang juga
menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan self-esteem dengan adiksi
smartphone (Pugh, 2017). Adapun hasil penelitian lainnya menunjukkan hasil
yang tidak konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh Wang et al. (2017)
menunjukkan adanya hubungan jika self-esteem dijadikan mediator student-
student relationship dengan adiksi smartphone.
113
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Onuoha & Bada (2018) menunjukkan
adanya pengaruh langsung yang positif self-esteem dengan adiksi smartphone. Hal
itu berarti semakin tinggi self-esteem maka adiksi smartphonenya semakin tinggi
pula. Adiksi smartphone yang terjadi pada individu dengan self-esteem tinggi
dapat terjadi karena individu tersebut cenderung memiliki ego yang tinggi juga.
Ketika individu tersebut merasa egonya tidak dapat terealisasikan, individu akan
melampiaskannya melalui perilaku yang justru merugikan dirinya sendiri, seperti
menggunakan smartphone secara berlebihan (Onuoha & Bada, 2018). Perbedaan
hasil penelitian ini dengan hasil penelitian sebelumnya (Pugh, 2017; Wang et al.,
2017; Onuoha & Bada, 2018) diduga karena perbedaan usia sampel. Rentang usia
sampel penelitian ini yaitu 15–18 tahun. Perbedaan rentang usia ini
memungkinkan adanya perbedaan sikap dalam menghargai diri sendiri.
Kualitas persahabatan adalah kualitas hubungan anak-anak dan remaja
awal dengan teman-teman baik mereka dimana dalam hubungan tersebut terdapat
aspek–aspek companionship, conflict, help/aid, security dan closeness yang
bermakna dalam hubungan persahabatan mereka. Dalam penelitian ini, seluruh
dimensi kualitas persahabatan memberikan pengaruh yang tidak signifikan
terhadap adiksi smartphone. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kim et al.
(2018) menunjukkan hasil yang serupa. Pada hasil penelitian tersebut dijelaskan
bahwa tidak ada pengaruh secara langsung kualitas persahabatan terhadap adiksi
smartphone. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, variabel kualitas persahabatan
dapat berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi smartphone jika dijadikan
sebagai mediator.
114
Hasil yang tidak signifikan ini kemungkinan dikarenakan saat ini remaja
SMA cenderung mencari teman baru melalui media sosial bukan karena kualitas
persahabatan dengan teman di dunia nyatanya kurang baik. Namun, pencarian
teman baru tersebut bertujuan untuk memperluas dan memperbanyak pertemanan.
Oleh karena itu, meskipun individu sudah baik kualitas persahabatannya dengan
teman–teman di dunia nyata, ia akan tetap menggunakan smartphonenya untuk
mencari teman baru melalui dunia maya. Dalam penelitian Kim et al. (2018),
tidak ada penjabaran lebih detail mengenai pengaruh tiap–tiap dimensi kualitas
persahabatan terhadap adiksi smartphone.
Companionship adalah kesediaan menghabiskan waktu bersama. Dimensi
companionship dari variabel kualitas persahabatan memiliki pengaruh yang tidak
signifikan terhadap adiksi smartphone. Hal ini mungkin dikarenakan para remaja
saat ini (khususnya siswa SMA) akan tetap sibuk dengan smartphonenya masing -
masing meskipun ia sedang menghabiskan waktu bersama teman–temannya.
Dimana fenomena ini biasa disebut dengan phubbing.
Conflict yang dimaksud dalam kualitas persahabatan yaitu pertengkaran
yang ada di dalam persahabatan. Dimensi conflict dari variabel kualitas
persahabatan memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap adiksi
smartphone. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Bae (2015) yang menjelaskan bahwa adanya konflik dengan sahabat akan
membuat individu merasa kesepian dan menggunakan smartphone secara
berlebihan sehingga menimbulkan adiksi. Perbedaan hasil penelitian ini diduga
karena perbedaan sampel. Penelitian ini menggunakan sampel siswa–siswi SMA
115
(remaja), sedangkan penelitian sebelumnya (Bae, 2015) menggunakan sampel
siswa–siswi SD. Perbedaan sampel memungkinkan adanya perbedaan dalam
menghadapi konflik persahabatan.
Help dalam kualitas persahabatan ialah saling membantu antara satu
dengan lainnya. Dimensi help dari variabel kualitas persahabatan memberikan
pengaruh yang tidak signifikan terhadap adiksi smartphone. Diasumsikan bahwa
hasil ini dikarenakan saat ini, remaja lebih memilih meminta tolong kepada orang
lain dengan update status daripada meminta tolong ke sahabatnya. Sekalipun
remaja meminta tolong kepada sahabatnya, media yang digunakan remaja untuk
menghubungi sahabatnya adalah smartphone. Dimensi lain dari kualitas
persahabatan yang memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap adiksi
smartphone yaitu security dan closeness.
Dimensi ekspektasi orang tua atau guru dan ekspektasi diri sendiri dari
variabel stres akademik memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap
adiksi smartphone. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Chiu (2014) yang menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh secara
langsung stres akademik terhadap adiksi smartphone. Namun demikian, hasil
penelitian Karuniawan dan Cahyanti (2013). Dalam hasil penelitian tersebut
(Karuniawan & Cahyanti, 2013; Chiu, 2014), tidak ada penjabaran lebih rinci
terkait pengaruh tiap dimensi dari variabel stres akademik terhadap adiksi
smartphone.
116
Diasumsikan bahwa seiring berkembanganya daya tarik aplikasi–aplikasi
pada smartphone, penggunaan smartphone saat ini bukan hanya dijadikan sebagai
pelampiasan stres, tetapi dijadikan pula sebagai pelampiasan kebahagiaan.
Sebagai contoh, siswa yang sedang bahagia, melampiaskan kebahagiaannya
melalui update status atau posting foto–foto. Dari sana kemudian timbul
komentar–komentar dari rekan–rekan di media sosial dan kemudian timbul
penggunaan smartphone yang terus menerus karena tidak ingin terlewatkan
percakapan dengan teman–temannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa baik
dalam keadaan stres ataupun tidak, pengguna smartphone yang menggunakan
smartphonenya terus menerus berpotensi terjangkit adiksi smartphone.
Selain itu, sampel yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan
sampel pada penelitian sebelumnya (Karuniawan & Cahyanti, 2013; Chiu, 2014).
Penelitian ini menggunakan sampel remaja (siswa–siswi SMA) sedangkan
penelitian sebelumnya (Karuniawan & Cahyanti, 2013; Chiu, 2014) menggunakan
sampel mahasiswa. Perbedaan sampel ini memungkinkan adanya perbedaan
dalam coping stres akademik.
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor demografi yang diteliti dalam
penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin memberikan
pengaruh yang tidak signifikan terhadap adiksi smartphone. Hal tersebut berarti
adiksi smartphone dapat terjadi pada pengguna smartphone laki-laki ataupun
perempuan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang beragam. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Devis-Devis et al. (dalam Al-Barashdi et al., 2015)
dan Villella et al.(dalam Al-Barashdi et al., 2015) menunjukkan bahwa laki-laki
117
lebih banyak menghabiskan untuk menggunakan ponsel dan perilaku adiksi lebih
umum terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
Hasil penelitian sebelumnya (Bianchi & Phillips, 2005; Liu et al., 2016;
Cizmeci, 2017; Onuoha & Bada, 2018; Sethuraman et al., 2018) menunjukkan
jenis kelamin memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap adiksi
smartphone. Adapun hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa adiksi
smartphone lebih cenderung terjadi pada pengguna smartphone perempuan
(Jenaro et.al, 2007; Choi et al., 2015; Prasetya, 2016; Herrero et al., 2017; Lee &
Lee, 2017;. Carbonell et al., 2018). Dari berbagai hasil penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa baik pengguna smartphone laki–laki ataupun perempuan
dapat berpotensi terjangkit adiksi smartphone.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengguna smartphone perempuan
cenderung menggunakan smartphone untuk mengakses media sosial. Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
(Bianchi & Phillips, 2005) dan Carbonell et al. (2013). Selain itu, hasil penelitian
lain menunjukkan bahwa pengguna smartphone perempuan juga menggunakan
smartphone sebagai media keamanan diri (Carbonell et al., 2013) dan untuk
menggunakan kamera smartphone (Onuoha & Bada, 2018). Adapun pengguna
smartphone laki–laki cenderung menggunakan smartphone untuk kepentingan
bisnis (Bianchi & Phillips, 2005) dan alat komunikasi (Onuoha & Bada, 2018).
Selain itu, hasil penelitian ini menunjukkan laki–laki cenderung menggunakan
smartphone untuk bermain game online maupun offline. Hasil penelitian tersebut
118
sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Carbonell et al.
(2013).
Selain faktor kepribadian, faktor lain yang berpengaruh secara signifikan
adalah faktor demografi. Dalam penelitian ini, faktor demografi yang
menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap adiksi smartphone
adalah durasi penggunaan smartphone per hari. Dari hasil penelitian diperoleh
bahwa semakin lama durasi penggunaan smartphone per hari, maka adiksi
smartphone individu semakin tinggi. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil
penelitian sebelumnya (Haug et al. 2015; G€okçearslan et al., 2016; Bavli et al.,
2018) yang menunjukkan bahwa durasi penggunaan smartphone per hari
berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi smartphone. Selain itu, dalam
penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa semakin lama durasi penggunaan
smartphone per hari maka adiksi smartphonenya semakin tinggi.
Durasi penggunaan smartphone menunjukkan seberapa baik individu
dalam mengontrol penggunaan smartphonenya. Durasi yang tinggi dalam
menggunakan smartphone menunjukkan bahwa kurangnya kontrol individu dalam
penggunaan smartphone (Hong et al. dalam G€okçearslan et al., 2016). Hal ini
diduga menjadi penyebab durasi penggunaan smartphone per hari berperan
signifikan sebagai prediktor adiksi smartphone.
119
5.3 Saran
Berdasarkan proses dan hasil penelitian yang telah diperoleh, peneliti menyadari
bahwa terdapat beberapa kekurangan dalam penelitian ini. Peneliti memberikan
beberapa saran yang mencakup saran teoritis dan saran praktis. Saran penelitian
ini sebagai bahan penyempurnaan penelitian selanjutnya yang terkait dengan topik
adiksi smartphone.
5.3.1 Saran Teoritis
Saran teoritis penelitian didapatkan dari celah yang terdapat dalam proses maupun
hasil penelitian. Saran ini ditujukan terhadap peneltian selanjutnya agar dapat
menutupi kekurangan penelitian ini, diantaranya:
1. Pada penelitian ini, secara keseluruhan besar proporsi pengaruh independent
variable terhadap dependent variable 18.2%, sisanya 81.8% dipengaruhi oleh
variabel lain di luar penelitian. Oleh karena itu, disarankan untuk penelitian
selanjutnya agar meneliti variabel lainnya seperti parenting style atau
konformitas.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang signifikan mempengaruhi
adiksi smartphone salah satunya adalah dimensi conscientiousness. Dimensi
kepribadian ini terkait dengan self-control pada individu. Oleh karena itu,
peneliti menyarankan untuk membuat penelitian terkait adiksi smartphone
dengan self-control.
3. Dalam pengambilan data, responden penelitian hanya terbatas pada satu
sekolah yang berada di satu wilayah kabupaten. Oleh karena itu, agar hasil
120
penelitian lebih representatif disarankan untuk penelitian selanjutnya agar
melakukan pengambilan data pada area yang lebih luas seperti di berbagai
sekolah yang berada di berbagai wilayah.
5.3.2 Saran Praktis
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepribadian conscientiousness
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap adiksi smartphone. Hal itu
berarti siswa yang cenderung tinggi conscientiousnessnya cenderung rendah
adiksi smartphonenya. Orang yang tinggi conscientiousnessnya umumnya
merupakan orang–orang yang teratur, terkontrol, dan memiliki disiplin diri
yang baik. Untuk itu, disarankan bagi siswa agar lebih memperbaiki lagi
kontrol dan disiplin dirinya agar bisa lebih bijak dalam menggunakan
smartphone. Sebagaimana teori kepribadian dari Gordon Allport (dalam
Suryabrata, 2011) bahwa kepribadian individu bersifat dinamis, artinya,
kepribadian individu dapat berubah dan berkembang seiring berjalannya
waktu selama individu melatih dirinya untuk berubah. Untuk memperbaiki
kontrol diri agar menjadi individu yang lebih teratur, siswa dapat melatih diri
dengan mengatur jadwal kegiatan sehari–hari sejak dini. Dalam
mengimplementasikan hal tersebut, siswa dapat dibantu oleh orang tua untuk
memonitoring kegiatan agar dapat berjalan sesuai waktu yang sudah
ditetapkan.
2. Durasi penggunaan smartphone per hari merupakan faktor kedua yang
mempengaruhi adiksi smartphone secara signifikan. Semakin lama individu
menggunakan smartphone, maka adiksi smartphonenya akan semakin tinggi.
121
Oleh karena itu, pembatasan durasi penggunaan smartphone per hari sangat
perlu dilakukan. Sebuah penelitian menjelaskan bahwa durasi maksimal
penggunaan smartphone bagi remaja adalah 257 menit atau 4 jam 17 menit
per hari (Dikdok, 2018). Agar smartphone dapat digunakan dalam durasi
yang wajar, maka pengguna smartphone perlu mengidentifikasi hal–hal apa
saja yang perlu dan tidak perlu dilakukan dengan smartphone. Selain itu,
pembuatan jadwal kegiatan sehari–hari juga perlu dilakukan sebagai bahan
untuk bahan melatih kontrol diri. Peran orang tua juga dibutuhkan untuk
membantu remaja dalam mengontrol durasi penggunaan smartphonenya agar
proses pendisiplinan diri dalam hal penggunaan smartphone dapat berjalan
efektif. Dengan melakukan hal tersebut remaja dapat menggunakan
smartphone secara lebih efektif dan produktif.
3. Temuan penelitian selanjutnya adalah jenis kelamin memiliki pengaruh yang
tidak signifikan terhadap adiksi smartphone. Hal tersebut berarti bahwa adiksi
smartphone dapat menjangkit pengguna smartphone perempuan ataupun
laki–laki. Bagi siswa perempuan, pembatasan penggunaan media sosial perlu
dilakukan agar terhindar dari adiksi smartphone. Adapun bagi siswa laki-laki,
untuk menghindari adiksi smartphone dapat dilakukan dengan mengurangi
durasi bermain game online ataupun offline. Siswa dapat mengalihkan
penggunaan smartphone dengan aktif mengikuti kegiatan ekstrakulikuler di
sekolah. Bagi orang tua siswa, disarankan untuk memberlakukan peraturan
penggunaan smartphone di rumah sehingga anak bisa menggunakan
smartphone dengan bijak dan di waktu yang tepat.
122
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, D. (2017). 7 tahap perkembangan smartphone di Indonesia dari
masa ke masa, punya kamu yang mana aja?. Diunduh tanggal 10 Januari
2019 dari https://jalantikus.com/gadgets/tahap perkembangan smartphone-
di-indonesia/
Al-Barashdi, H.S., Bouazza, A., Jabur, N.H. (2015). Smartphone addiction among
university undergraduates: A literature review. Journal of Scientific
Research & Reports, 4(3), 210-225.doi:10.9734/JSRR/2015/12245
Ali, M. (2018). Kecanduan smartphone, 2 pelajar di Bondowoso alami
gangguan jiwa. Diunduh tanggal 19 September 2018 dari
https://m.liputan6.com/news/read/3230086/kecanduan-smartphone-2-
pelajar-di bondowoso-alami-gangguan-jiwa#
Ang, R.B., & Huan, V.S. (2006). Academic expectation stress inventory. Educational and
Psychological Measurement, 66(3), 522-539.doi:10.1177/0013164405282461
Angraini, D. & Cucuani, H. (2014). Hubungan kualitas persahabatan dan empati
pada pemaafan remaja akhir. Jurnal Psikologi. 10(1), 18-24.
Anto. (2016). Berapa jam sehari anak – anak boleh menatap layar gadget?. Diunduh tanggal 21
September 2018 dari https://www.google.co.id/amp/www.norisanto.com/edukasi/berapa-
jam-sehari-anak-anak-boleh-menatap-layar-gadget/amp/
Bae, S.M. (2015). The relationships between perceived parenting style,
learning motivation, friendship satisfaction, and the addictive use of
smartphones with elementary school students of South Korea: Using
multivariate latent growth modeling. School Psychology
International,1-19.doi:10.1177/0143034315604017
Barseli, M., Ifdil, I., Nikmarijal, N. (2017). Konsep stres akademik siswa. Jurnal
Konseling dan Pendidikan, 5(3), 143-148.doi:https://doi.org/10.29210/119800
Bavli, Ö., Katra, H., Gunar, B.B. (2018). Investigation of smartphone addiction
levels among university students. International Journal of Cultural and
Social Studies. 4(1), 326-333.
Berndt, T.J. (2002). Friendship quality and social development. Psychological
science. 11(1), 7-10.
Bessma, T.A. (2018). Hubungan antara big five personality dan smartphone
addiction pada mahasiswa. Skripsi
Bianchi, A., & Phillips, J.G. (2005). Psychological predictors of problem mobile
phone use. Cyberpsychology & Behavior. 8(1), 39-52.
123
Blascovich, J., & Tomaka, J. (1991). Chapter four: Measures of self-esteem.
Dalam John P. Robinson, Phillip R. Shaver, Lawrence S. Wrightsman
(ed.). Measures of personality and social psychological attitudes. (115-
156 ). San Diego: Academic Press Inc.
Bohang, F.K. (2017). Gadis 21 Tahun Buta Setelah Main Game di Ponsel. Diunduh tanggal
20 Juli 2019 dari https://tekno.kompas.com/read/2017/10/07/15252087/gadis-21-
tahun-buta-setelah-main-game-di-ponsel
Branden, Nathanel. (1992). The power of self-esteem. Florida: Health
Communication, Inc.
Bukowski, W.M., Hoza, B., Boivin, M. (1994). Measuring friedship quality
during pre- and early adolescence: The development and psychometric
properties of the friendship qualities scale. Journal of Social and Personal
Relationships.11, 471-484.
Carbonell, X., Oberst, U., Beranuy, M. (2013). The cell phone in the twenty-first
century: a risk for addiction or a necessary tool?. Principles of Addiction,
1, 901–909.doi:http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-398336-7.00091-7,
Carbonell, X., Chamarro, A., Oberst, U., Rodrigo, B., Prades, M. (2018).
Problematic use of the internet and smartphones in university students:
2006–2017. International Journal of Environmental Research and Public
Health, 15(475), 1-13.doi:10.3390/ijerph15030475
Chiu, S.I. (2014). The relationship between life stress and smartphone addiction
on taiwanese university student: A mediation model of learning self-
efficacy and social self-efficacy. Computers in Human Behavior, 34, 49–
57.http://dx.doi.org/10.1016/j.chb.2014.01.024
Choi, S-W., Kim, D-J., Choi, J-S., Ahn, H., Choi, E-J., Song, W-Y., ...Youn, H.
(2015). Comparison of risk and protective factors associated with
smartphone addiction and Internet addiction. Journal of Behavioral
Addictions, 4(4), 308–314.doi:10.1556/2006.4.2015.
Choliz, M. (2010). Addiction. Journal compilation. 105, 373–375.
Cizmeci, E. (2017). No time for reading, addicted to scrolling: The
relationship between smartphone addiction and reading attitudes of
turkish youth. Intermedia International e-Journal, 4(7), 290-
302.doi:10.21645/intermedia.2017.37
Ddn. (2011). 30 persen kecelakaan di Jakarta karena HP. Diunduh tanggal 23
November 2018 dari https://m.detik.com/oto/berita/d-1626770/30-persen-
kecelakaan-di-jakarta-terjadi-karena-hp
124
Dikdok. (2018). Berapa lama waktu yang ideal untuk menggunakan gadget?.
Diunduh tanggal 11 Februari 2019 dari https://jurnalapps.co.id/berapa-
lama-waktu-yang-ideal-untuk-menggunakan-gadget-13046
Deursen, A., Bolle, C.L., Hegner, S.M., & Kommers, P.A.M. (2015). Modeling
habitual and addictive smartphone behavior. The role of smartphone usage
types, emotional intelligence, social stress, self-regulation, age, and
gender. Computers in Human Behavior. 45, 411–420.
Feist, J., & Feist, G.J. Theory of Personality. Teori Kepribadian. Smita Prathita
Sjahputri (terj.). (2010). Jakarta: Salemba Humanika
Fit & Bakr i. (2017). Pemko diminta sosialisasikan b ahaya gadget .
Diakses pada 19 September 2018 dar i
ht tps://www.google.co.id/amp/aceh.t r ibunnews.com/amp/2017
/03/13/pemko-diminta-sosialisasikan-bahaya-gadget
Friedman, H.S., & Schustack, M.W., Personality: Classic Theories
and Modern Research. Kepribadian: Teori Klasik dan Riset Modern.
Fransiska Dian Ikarini (terj.). (2008). Jakarta: Erlangga
G€okçearslan, S., Mumcu, F.K., Haslaman, T., & Cevik, Y.D. (2016). Modelling
smartphone addiction: The role of smartphone usage, self regulation,
general self-efficacy and cyberloafing in university students. Computers in
Human Behavior, 63, 639-649.http://dx.doi.org/10.1016/j.chb.2016.05.091
Haug, S, Castro, R.P., Kwon, M., Filler., A., Kowatsch, T., & Schaub, M.P. (2015). Smartphone
use and smartphone addiction among young people in Switzerland. Journal of
Behavioral Addictions, 4(4), 299-307.doi:10.1556/2006.4.2015.037
Helmreich, R., & Stapp, J. (1974). Short forms of the texas social behavior
inventory (TSBI), an objective measure of self-esteem. Bulletin of the
Psychonomic Society, 4(SA), 473-475.
Herrero, J., Urueña, A., Torres, A., & Hidalgo, A. (2017). Smartphone addiction:
Psychosocial correlates, risky attitudes, and smartphone harm. Journal of
Risk Research, 1-12.doi:10.1080/13669877.2017.1351472
Hutasoit, R. (2018). Di Prancis siswa dilarang bawa smartphone ke sekolah, di
Indonesia kapan?. Diunduh tanggal 20 September 2018 dari
http://medan.tribunnews.com/amp/2018/08/01/di-prancis-siswa-dilarang-
bawa-smartphone-ke-sekolah-di
indonesiakapan?page=2https://dictionary.apa.org
125
Jenaro, C., Flores, N., Gomez-Vela, M., Gonzalez-Gil, F., & Caballo, C. (2007).
Problematic internet and cell-phone use: Psychological, behavioral, and
health correlates. Addiction Research and Theory, 15(3), 309-
320.doi:10.1080/16066350701350247
John, O.P. & Srivastava, S. (1999). The big five trait taxonomy: History,
measurement, and theoritical perspective. Dalam Pervin, L & John O.P.
(Ed.), Handbook of personality: Theory and research (2nd ed.). New
York: Guilford
Karuniawan, A., & Cahyanti, I.Y. (2013). Hubungan antara academic stress
dengan smartphone addiction pada mahasiswa pengguna smartphone.
Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental. 2(1), 16-21.
Kim, D., Lee, Y., Lee, J., Nam, J.K., & Chung, Y. (2014). Development of
Korean smartphone addiction proneness scale for youth. PLoS ONE, 9(5),
1-8.doi:10.1371/journal.pone.0097920
Kim, H-J., Min, J-Y., Min, K-B., Lee, T-J., & Yoo, S. (2018). Relationship among family
environment, selfcontrol, friendship quality, and adolescents' smartphone
addiction in South Korea: Findings from nationwide data. Research Article. PloS
ONE, 13(2).https://doi.org/10.1371/journal.pone.0190896
Kovaleva, A., Beierlein, C., Kemper, C.J., & Rammstedt, B. (2013). Psychometric
properties of the bfi-k: a cross-validation study. The International
Journal of Educational and Psychological Assessment, 13, 34-50.
Kwon, M., Lee, J-Y., Won, W-Y., Park, J-W., Min, J-A., Hahn, C., ... Kim, D-J.
(2013). Development and validation of a smartphone addiction
scale (SAS). PLoS ONE, 8(2), 1-7.doi:10.1371/journal.pone.0056936
Kwon, M., Kim, D-J., Cho, H., & Yang, S. (2013). The smartphone addiction
scale: development and validation of a short version for adolescents. PloS
ONE, 8(12), 1-7.doi:10.1371/journal.pone.0083558
Lee, J., Sung, M-J., Song, S-H., Lee, Y-M., Lee, J-J., Cho, S-M., ... Shin, Y.M.
(2016). Psychological factors associated with smartphone addiction
in South Korean adolescents. Journal of Early Adolescence, 1-
15.doi:10.1177/0272431616670751
Lee, K-O & Chae, H-J. (2017). The relationship between cellular phone addiction
and self-esteem of elementary school students in highly mobile
environment. Journal of Theoretical and Applied Information Technology.
95(22), 5995-6002.
Lee, C. & Lee, Sook-Jung. (2017). Prevalence and Predictors of Smartphone Addiction
Proneness Among Korean Adolescents. Children and Youth Services Review, 77,
10-17.http://dx.doi.org/10.1016/j.childyouth.2017.04.002
126
Lin, Y-H, Chang, L-R., Lee, Y-H., Tseng, H-W., Kuo, T.B-J., & Chen, S-H.
(2014). Development and Validation of the Smartphone Addiction
Inventory (SPAI). PLoS ONE, 9(6), 1-5.doi:10.1371/journal.pone.0098312
Liputan6.com. (2018). Dampak negatif gadget bagi anak, psikolog: Anak malas belajar. Diunduh
tanggal 19 September 2018 dari https://m.liputan6.com/health/read/3235563/dampak-
negatif-gadget-bagi-anak-psikolog-anak-malas-belajar
Liu, C-H., Lin, S-H., Pan, Y-C., & Lin, Y-H. (2016). Smartphone gaming and
frequent use pattern associated with smartphone addiction. Medicine,
95(28), 1-4. http://dx.doi.org/10.1097/MD.0000000000004068
Lupito, A., Thoriq, I., & NR4. (2018). Karena gadget, gila hingga sayat nadi.
Diunduh tanggal 20 September 2018 dari https://radarmalang.id/karena-
gadget-gila-hingga-sayat-nadi/
Mahajan, R., Gupta, R., & Bakhshi, A. (2017). Personality, loneliness, and
subjective well-being as predictors mobile phone usage. International
Journal of Applied Social Science. 4(11-12), 472-482.
Mamduh, N. (2019). Kecanduan smartphone, anak ini kena rabun jauh parah.
Diunduh tanggal 20 Juli 2019 dari https://telset.id/264581/kecanduan-
smartphone-anak-ini- kena-rabun-jauh-parah/
McCrae, R.R., & John, O.P. (1992).An introduction to the five-factor model and
its applications. Journal of Personality and Social Psychology, 83, 1456-
1468.
McCrae, R.R, & Costa, P.T. (2008). Chapter five: The five-factor theory of
personality. Dalam Oliver P. John, Richard W. Robins, Lawrence A.
Pervin (ed.). Handbook of personality: Theory and research. (159-181).
New York: The Guilford Press
Mischel, W, Shoda Y, Ayduk O. (2008). Introduction to personality. USA: John
Wiley & Sons, Inc.
Muhardi, H. (2018). Ponsel jadi penyebab terbesar kecelakaan lalu lintas. Diunduh tanggal
23 November 2018 dari https://m.liputan6.com/otomotif/read/3308171/ponsel-jadi-
penyebab-terbesar-kecelakaan-lalu-lintas
Mulyana, S., & Afriani. (2017). Hubungan antara self-esteem dengan smartphone
addiction pada remaja SMA di Kota Banda Aceh. Jurnal Psikogenesis.
5(2), 102-114.
127
Onuoha, U.C., & Bada, B.V. (2018). Linking psychological attributes and gender
to smartphone addiction among university undergraduates: A Nigerian
study. Journal of Education, Society and Behavioural Science, 27(3) , 1-
11.DOI:10.9734/JESBS/2018/v27i315905
Pearson, C, Hussain, Z. (2015). Smartphone use, addiction, narcissism, and
personality: A mixed methods investigation. International Journal of
Cyber Behavior, Psychology and Learning, 5(1), 17-32.DOI:10.4018/978-
1-5225-0778-9.ch011
Ponsel operasi sistem android pertama kali masuk Indonesia. (2016). Diunduh tanggal 10
Januari 2019 dari http://caralembut.blogspot.com/2016/10/ponsel-operasi-sistem-
android-pertama.html#
Pinasti & Kusnanti. (2017). Hubungan antara empati dengan adiksi smartphone
pada mahasiswa fakultas ilmu budaya dan fakultas sains dan matematika
Universitas Diponegoro Semarang. Jurnal Empati, 7(3), 183 – 188.
Pramudiarja, AN. U. (2018). Seram! Usus keluar gara – gara kelamaa memainkan
ponsel di toilet. Diunduh tanggal 21 September 2018 dari
https://m.detik.com/health/berita-detikhealth/d-3861342/seram-usus-
keluar-gara-gara-kelamaan-memainkan-ponsel-di-
toilet?_ga=2.149866302.948655024.1537322184-313313451.1537163398
Pratnyawan, A. (2018). Kecanduan smartphone, bocah 4 tahun ini harus
jalani operasi mata. Diunduh tanggal 20 Juli 2019 dari
https://www.suara.com/tekno/2018/12/02/203000/kecanduan-
smartphone-bocah-4-tahun-ini-harus-jalani-operasi-mata
Pugh, S. (2017). Investigating the relationship between: Smartphone addiction,
social anxiety, self-esteem, age and gender (Master`s thesis). Dublin
Business School, School of Arts, Dublin, Irlandia
Putra, Y.M.P. (2018). Regulasi pembatasan ponsel pada anak. Diunduh tanggal 20 September
2018 dari https://www.google.co.id/amp/s/m.republika.co.id/amp/p54zba284
Putri, A.L. (2017). Kecanduan smartphone sebabkan ketidakseimbangan otak
pada remaja. Diunduh tanggal 19 September 2018 dari
http://news.metrotvnews.com/read/2017/12/06/797911/kecanduan-
smartphone-sebabkan-ketidakseimbangan-otak-pada-remaja
Roberts, J.A., Yaya. L.H.P., & Manolis, C. (2014). The invisible addiction:
Cell-phone activities and addiction among male and female college
students. Journal of Behavioral Addictions, 3(4), 254–265.DOI:
10.1556/JBA.3.2014.015
Roberts, J.A., Pullig, C., & Manolis, C. (2015). I need my smartphone: A
hierarchical model of personality and cell-phone addiction. Personality
and Individual Differences. 79, 13–19.
128
Rosalinda, I., Susanto, S.P., & Mawarni, A.S. (2016). Friendship-Themed movie
effectivity to increase friendship quality in SMAN I Kota Serang, 741-746.
Rosenberg, M. 1965. Society and the adolescent self-image. New Jersey:
Princeton University Press
Rosyadi, M.I. (2018). Ibu tega bunuh anak yang kecanduan gadget. Diunduh
tanggal 20 Juli 2019 https://inet.detik.com/cyberlife/d-4305296/ibu-tega-
bunuh-anak-yang-kecanduan-gadget
Sarita & Sonia. (2015). Academic stress among students: Role and responsibilities
of parents. International Journal of Applied Research. 1(10), 385-388.
Sethuraman, A.R., Rao, S., Charlette, L., Thatkar, P.V., & Vincent, V. (2018).
Smartphone addiction among medical college students in the Andaman
and Nicobar Islands. International Journal of Community Medicine and
Public Health, 5(10), 4273-4277. http://dx.doi.org/10.18203/2394-
6040.ijcmph20183867
Sidik, Fajar. (2018). Pengguna perangkat mobile di Indonesia semakin
tinggi, ini datanya!. Diunduh tanggal 10 Januari 2019 dari
https://ekonomi.bisnis.com/read/20180201/101/733037/pengguna-p
Sinha, U.K., Sharma, V., Mahendra. (2001). Development of a scale for assessing
academic stress: A preliminary report. Journal of the Institute of Medicine.
23, 105 –102.
Statistics Solutions. (2013). Confirmatory Factor Analysis [WWW Document]. Retrieved from
http://www.statisticssolutions.com/academicsolutions/resources/directory-ofstatistical-
analyses/confirmatory-factor-analysis/
Stephanie, & Pristinella, D. (2014). Hubungan antara jenis kepribadian
agreeableness, openness, dan conscientiousness dengan kecenderungan
ketergantungan mahasiswa pada telepon seluler. Jurnal Penelitian, 18(1),
9-18.
Sugiyono. 2013. Metode penelitian kombinasi (mixed methods). Cetakan ke-3.
Bandung: Alfabeta
Sulaiman, M.R. (2018). Mengulik isi otak orang yang kecanduan
smartphone. Diunduh tanggal 19 September 2018 dari
https://m.detik.com/health/berita-detikhealth/d-3826883/mengulik-
isi-otak-orang-yang-kecanduan-smartphone
Surya. (2018). Hindari pengendara motor main hp, mobil sewaan terperosok ke
pinggir pantai hingga rusak parah. Diunduh tanggal 23 November 2018
dari http://video.tribunnews.com/view/59254/hindari-pengendara-motor-
main-hp-mobil-sewaan-terperosok-ke-pinggir-pantai-hingga-rusak-parah
129
Suryabrata, Sumadi. (2011). Psikologi kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers
Tafarodi, R.W., & Swann, W.B. (1995). Self-liking and self-competence as
dimensions of global self-esteem: Initial validation of a measure. Journal
of personality assessment. 65(2), 322-342.
Takao, M. (2014).Problematic mobile phone use and big-five personality
domains. Indian J. Community Medicine, 39(2), 111-113.doi:
10.4103/0970-0218.132736
Thien, L.M., Razak, N.A., & Jamil, H. (2012). Friendship quality scale:
Conceptualization, development and validation, 1-14.
Thilak, S.A., Paulson, S., Sarada, A.K. (2017) Academic stress among high school
students in Thalassery educational block, Kerala: A cross sectional study.
National Journal of Research in Community Medicine. 6, 073-076.
Tri, D. & Said, S. (2018). Disdikbud: Jangan gunakan ponsel di jam belajar!.
Diunduh tanggal 20 September 2018 dari http://www.klikbontang.com/berita-
16575-disdikbud-jangan-gunakan-ponsel-di-jam-belajar.html
Tribunnews.com. (2016). Rata – rata orang Indonesia habiskan waktu 5,5 jam
main HP dari bangun hingga beranjak tidur. Diunduh tanggal 11 Februari
2019 dari http://www.tribunnews.com/lifestyle/2016/02/26/rata-rata-
orang-indonesia-habiskan-waktu-55-jam-main-hp-dari-bangun-hingga-
beranjak-tidur
Umar, J. (2010). Bahan pelatihan statistika untuk mentor akademis Fakultas
Psikologi UIN Jakarta. Tidak Diterbitkan
Untari, P.H. (2018). 5 Kecelakaan gara – gara main ponsel, salah satunya bikin
rumah kebakaran. Diunduh tanggal 23 November 2018 dari
https://techno.okezone.com/read/2018/07/27/57/1928095/5-kecelakaan
gara-gara-main-ponsel-salah-satunya-bikin-rumah-kebakaran?page=2
Wang, P., Zhao, M., Wang, X., Xie, X., Wang, Y., & Lei, L. (2017). Peer
relationship and adolescent smartphone addiction: The mediating role of
self-esteem and the moderating role of the need to belong. Journal of
Behavioral Addictions.DOI: 10.1556/2006.6.2017.079
Widarsha, C.S. (2018). 2 pelajar ini didiagnosa kecanduan smartphone, ditangani
ahli jiwa. Diunduh tanggal 21 September 2018 dari
https://m.detik.com/news/berita-jawa-timur/d-3839164/2-siswa-
kecanduan-smartphone-disdikbud-penggunaannya-
dievaluasi?_ga=2.187794208.948655024.1537322184-
313313451.1537163398
130
Zhang, K.Z.K., Chongyang, C., & Lee, M.K.O. (2014). Understanding the
role of motives in smartphone addiction. Proceedings of Pacific
Asia Conference on Information Systems. Diunduh dari
https://pdfs.semanticscholar.org/31b0/d1154aa8e11bbcd98fd25fc2f2
96fdda831e.pdf
132
Lampiran 1
ALAT UKUR SMARTPHONE ADDICTION SCALE-SHORT VERSION
(SAS-SV)
(Kwon et al., 2013b)
No. Item
1 Missing planned work due to smartphone use
2 Having a hard time concentrating in class, while doing assignments, or
while working due to smartphone use
3 Feeling pain in the wrists or at the back of the neck while using a
smartphone
4 Won’t be able to stand not having a smartphone
5 Feeling impatient and fretful when I am not holding my smartphone
6 Having my smartphone in my mind even when I am not using it
7 I will never give up using my smartphone even when my daily life is
already greatly affected by it.
8 Constantly checking my smartphone so as not to miss conversations
between other people on Twitter or Facebook
9 Using my smartphone longer than I had intended
10 The people around me tell me that I use my smartphone too much.
133
ALAT UKUR BIG FIVE INVENTORY-KURZVERSION (BFI-K)
(Rammstedt & John, 2005)
No. Item
I see Myself as Someone Who...
1 Is outgoing, sociable
2 Generates a lot of enthusiasm
3 Tends to be quiet
4 Is reserved
5 Is generally trusting
6 Tends to find fault with others
7 Can be cold and aloof
8 Is sometimes rude to others
9 Does things efficiently
10 Does a thorough job
11 Makes plans and follows through with them
12 Tends to be lazy
13 Gets nervous easily
14 Worries a lot
15 Is depressed, blue
16 Is relaxed, handles stress well
17 Values artistic, aesthetic experiences
18 Is curious about many different things
19 Has an active imagination
20 Is ingenious, a deep thinker
21 Has few artistic interests
134
ALAT UKUR ROSENBERG SELF-ESTEEM SCALE (RSES)
(Rosenberg, 1965)
No. Item
1 on the whole, I`m satisfied with myself
2 at times I thing I`m no good at all
3 I feel that I have a number of good qualities
4 I`m able to do things as well as most other people
5 I feel I don`t have much to be proud of.
6 I certainly feel useless at times
7 I feel that I`m a person of worth, at least on an equal plane with others
8 I wish I could gave more respect for myself
9 All in all, I`m inclined to feel that I`m a failure
10 I take a positive attitude toward myself.
135
ALAT UKUR FRIENDSHIP QUALITIES SCALE (FQS)
(Bukowski, Hoza, Boivin, 1994)
No. Item
1 My friend and I spend all our free time together
2 My friend thinks of fun things for us to do together
3 My friend and I go to each other`s houses after school and on weekends
4 Sometimes my friend and I just sit around and talk about hings like
school, sports, and things we like.
5 I can get into fights with my friend
6 My friend can bug me or annoy me even though I as him not to.
7 My friend and I can argue a lot.
8 My friend and I disagree about many things.
9 If I forgot my lunch or needed a little money, my friend would loan it to
me.
10 My friend helps me when I`m having trouble with something.
11 My friend would help me if I needed it
12 If other kids were bothering me, my friend would help me.
13 My friend would stick up for me if another kid was causing me trouble.
14 If I have a problem at school or at home, I can talk to my friend about it.
15 If there is something bothering me, I can tell my friend about it even if
it`s something I cannot tell to other people.
16 If I said I was sorry after I had a fight with my friend, he would still stay
mad at me.
17 If my friend or I do something that bothers the other one of us, we can
make up easily.
18 If my friend and I have a fight or argument, we can say “I`m sorry” and
everything will be alright.
19 If my friend had to move away, I would miss him.
20 I feel happy when I`m with my friend.
21 I think about my friend even when my friend is not around.
22 When I do a good job at something, my friend is happy for me.
23 Sometimes my friend does things for me, or makes me feel special.
136
ALAT UKUR ACADEMIC EXPECTATIONS STRESS INVENTORY (AESI)
(Ang & Huan, 2006)
No. Item
1 I blame myself when I cannot live up to my parents’ expectations of me.
2 I feel I have disappointed my teacher when I do badly in school.
3 I feel I have disappointed my parents when I do poorly in school.
4 I feel stressed when I know my parents are disappointed in my exam
grades.
5 I feel lousy when I cannot live up to my teacher’s expectations.
6 I feel stressed when I do not live up to my own standards.
7 When I fail to live up to my own expectations, I feel I am not good enough
8 I usually cannot sleep and worry when I cannot meet the goals I set for
myself
9 When I do not do as well as I could have in an examination or test, I feel
stressed.
137
Lampiran 2
ADAPTASI ALAT UKUR SMARTPHONE ADDICTION SCALE-SHORT VERSION (SAS-SV)
(Kwon et al., 2013b)
No. Skala Asli Terjemahan 1 Terjemahan 2 Final Item Re-translate
1 Missing planned
work due to
smartphone use
Tidak melakukan
pekerjaan yang sudah
saya rencanakan
karena menggunakan
smartphone
Saya tidak melakukan
pekerjaan yang sudah
saya rencanakan
karena menggunakan
smartphone
Saya tidak melakukan
pekerjaan/kegiatan yang
sudah saya rencanakan
karena menggunakan
smartphone.
I did not do the work
that I had planned
because of using a
smartphone
2 Having a hard
time concentrating
in class, while
doing assignments,
or while working
due to smartphone
use
Sulit konsentrasi
ketika di kelas, saat
mengerjakan tugas,
atau saat bekerja
karena menggunakan
smartphone
Saya sulit konsentrasi
ketika di kelas, saat
mengerjakan tugas,
atau saat bekerja
karena menggunakan
smartphone
Saya sulit konsentrasi ketika
di kelas, saat mengerjakan
tugas, atau saat bekerja
karena menggunakan
smartphone.
I have difficulty
concentrating when in
class, while working on
assignments, or while
working because of
using a smartphone
3 Feeling pain in the
wrists or at the
back of the neck
while using a
smartphone
Merasakan
nyeri/pegal di
pergelangan tangan
atau belakang leher
saya ketika
menggunakan
smartphone
Saya merasakan
nyeri/pegal di
pergelangan tangan
atau belakang leher
saya ketika
menggunakan
smartphone
Saya merasakan nyeri/pegal
di pergelangan tangan atau
belakang leher ketika
menggunakan smartphone.
I feel pain / soreness on
the wrist or back of my
neck when using a
smartphone
4 Won’t be able to Tidak bisa bertahan Saya tidak bisa Saya tidak akan sanggup I can't last long to not
138
stand not having a
smartphone
lama untuk tidak
menggunakan
smartphone
bertahan lama untuk
tidak menggunakan
smartphone
hidup tanpa smartphone. use a smartphone
5 Feeling impatient
and fretful when I
am not holding my
smartphone
Merasa tidak sabar
dan rewel ketika saya
tidak memegang
smartphone
Saya merasa tidak
sabar dan rewel ketika
saya tidak memegang
smartphone
Saya merasa tidak sabar dan
rewel ketika saya tidak
memegang smartphone.
I feel impatient and
fussy when I don't hold
a smartphone
6 Having my
smartphone in my
mind even when I
am not using it
Memikirkan
smartphone saya
meskipun saya sedang
tidak
menggunakannya
Saya memikirkan
smartphone saya
meskipun saya sedang
tidak menggunakannya
Saya memikirkan
smartphone saya meskipun
saya sedang tidak
menggunakannya.
I think of my
smartphone even though
I'm not using it
7 I will never give
up using my
smartphone even
when my daily life
is already greatly
affected by it.
Saya tidak akan
menyerah untuk terus
menggunakan
smartphone saya
meskipun smartphone
sudah sangat
mempengaruhi
kehidupan sehari –
hari saya.
Saya tidak akan
menyerah untuk terus
menggunakan
smartphone saya
meskipun smartphone
sudah sangat
mempengaruhi
kehidupan sehari – hari
saya.
Saya tidak akan berhenti
menggunakan smartphone
meskipun smartphone sudah
sangat
mempengaruhi/mengganggu
kehidupan sehari – hari
saya.
I will not give up on
continuing to use my
smartphone even though
smartphones have
greatly
influenced/disrupted my
daily life.
8 Constantly
checking my
smartphone so as
not to miss
conversations
between other
people on Twitter
Terus – menerus
mengecek smartphone
saya agar tidak
ketinggalan
percakapan orang lain
di twitter atau
Saya terus – menerus
mengecek smartphone
saya agar tidak
ketinggalan percakapan
orang lain di twitter
atau facebook
Saya terus – menerus
mengecek smartphone saya
agar tidak ketinggalan chat,
status, atau unggahan orang
lain di media sosial
(whatsapp/ instagram/ line/
facebook/ twitter, dll.).
I keep checking my
smartphone so I don't
miss other people's
conversations on
Twitter or Facebook
139
or Facebook
9 Using my
smartphone longer
than I had
intended
Menggunakan
smartphone saya lebih
lama dari yang saya
niatkan
Saya menggunakan
smartphone lebih lama
dari yang saya niatkan
Saya menggunakan
smartphone lebih lama dari
yang saya niatkan.
I use a smartphone
longer than I intended
10 The people around
me tell me that I
use my
smartphone too
much.
Orang – orang di
sekitar saya
mengatakan bahwa
saya terlalu banyak
menggunakan
smartphone saya
Orang – orang di
sekitar saya
mengatakan bahwa
saya terlalu banyak
menggunakan
smartphone saya
Orang – orang di sekitar
saya mengatakan bahwa
saya terlalu banyak
menggunakan smartphone.
People around me say
that I use too much of
my smartphone
140
ADAPTASI ALAT UKUR BIG FIVE INVENTORY-KURZVERSION (BFI-K)
(Rammstedt & John, 2005)
No. Skala Asli Terjemahan 1 Terjemahan 2 Final Item Re-translate
I see Myself as Someone
Who...
Saya memandang diri saya sebagai orang yang...........
1 Is outgoing,
sociable
Mudah bergaul Saya orang yang mudah
bergaul
Saya orang yang mudah
bergaul
I am a person who is
sociable
2 Generates a lot of
enthusiasm
Antusias Saya orang yang
antusias
Saya orang yang
antusias
I am an enthusiastic
person
3 Tends to be quiet Tenang Saya orang yang tenang Saya orang yang tenang I'm a calm person
4 Is reserved Pendiam Saya pendiam Saya pendiam I'm quiet
5 Is generally
trusting
Mudah percaya dengan
orang lain
Saya mudah percaya
dengan orang lain
Saya mudah percaya
dengan orang lain
I trust others easily
6 Tends to find fault
with others
Suka mencari
kesalahan orang lain
Saya adalah orang yang
suka mencari kesalahan
orang lain
Saya adalah orang yang
suka mencari kesalahan
orang lain
I am a person who likes
to find fault with others
7 Can be cold and
aloof
Suka menyendiri Saya orang yang suka
menyendiri
Saya orang yang suka
menyendiri
I am a person who likes
to be alone
8 Is sometimes rude
to others
Terkadang tidak sopan
kepada orang lain
Saya terkadang tidak
sopan kepada orang lain
Terkadang saya tidak
sopan kepada orang
lain
Sometimes, I am rude to
others
9 Does things
efficiently
Menyukai hal – hal
yang tidak ribet
Saya menyukai hal – hal
yang tidak ribet
Saya menyukai hal –
hal yang tidak ribet
I like things that are not
complicated
10 Does a thorough
job
Melakukan pekerjaan
dengan teliti
Saya melakukan
pekerjaan dengan teliti
Saya melakukan
pekerjaan dengan teliti
I do work carefully
11 Makes plans and Membuat rencana Sebelum melakukan Sebelum melakukan Before doing anything, I
141
follows through
with them
terlebih dahulu
kemudian
melaksanakannya
sesuatu, saya membuat
rencana terlebih dahulu
kemudian
melaksanakannya
sesuatu, saya membuat
rencana terlebih dahulu
kemudian
melaksanakannya
made a plan first and
then implemented it
12 Tends to be lazy Cenderung pemalas Saya pemalas Saya pemalas I'm lazy
13 Gets nervous easily Mudah gugup/grogi Saya mudah
gugup/grogi
Saya mudah
gugup/grogi
I am easily nervous /
nervous
14 Worries a lot Mudah khawatir Saya orang yang mudah
khawatir
Saya orang yang mudah
khawatir
I'm an easy person to
worry about
15 Is depressed, blue Mudah depresi Saya mudah depresi Saya mudah depresi I am easily depressed
16 Is relaxed, handles
stress well
Santai (mampu
mengatasi stress
dengan baik)
Saya orang yang santai
(mampu mengatasi
masalah dengan baik)
Saya orang yang santai
(mampu mengatasi
masalah dengan baik)
I am a relaxed person
(able to deal with
problems well)
17 Values artistic,
aesthetic
experiences
Menyukai seni dan
keindahan
Saya menyukai seni dan
keindahan
Saya menyukai seni dan
keindahan
I love art and beauty
18 Is curious about
many different
things
Penasaran dengan hal –
hal berbeda
Saya orang yang
penasaran dengan hal –
hal baru
Saya orang yang
penasaran dengan hal –
hal baru
I am a person who is
curious about new
things
19 Has an active
imagination
Suka berimajinasi Saya suka berimajinasi Saya suka berimajinasi I like to imagine
20 Is ingenious, a
deep thinker
Senang memikirkan
sesuatu
Saya senang
memikirkan sesuatu
Saya senang
memikirkan sesuatu
I like to think of
something
21 Has few artistic
interests
Hanya memiliki sedikit
minat terhadap seni
Saya hanya memiliki
sedikit minat terhadap
seni
Saya hanya memiliki
sedikit minat terhadap
seni
I only have little interest
in art
142
ADAPTASI ALAT UKUR ROSENBERG SELF-ESTEEM SCALE (RSES)
(Rosenberg, 1965)
No. Skala Asli Terjemahan 1 Terjemahan 2 Final Item Re-translate
1 on the whole, I`m
satisfied with myself
Secara keseluruhan,
saya puas dengan diri
saya sendiri
Secara keseluruhan, saya
puas dengan diri saya
sendiri
Secara keseluruhan,
saya puas dengan diri
saya sendiri
Overall, I am satisfied
with myself
2 at times I thing I`m
no good at all
Kadang-kadang saya
berpikir bahwa tidak
ada hal yang baik pada
diri saya
Kadang-kadang saya
berpikir bahwa tidak ada
hal yang baik pada diri
saya
Kadang-kadang saya
berpikir bahwa tidak ada
hal yang baik pada diri
saya
Sometimes I think there
is nothing good about
me
3 I feel that I have a
number of good
qualities
Saya merasa bahwa
saya memiliki sejumlah
kualitas diri yang baik
Saya merasa bahwa saya
memiliki sejumlah
kualitas diri yang baik
Saya merasa bahwa saya
memiliki kualitas diri
yang baik
I feel that I have good
qualities
4 I`m able to do
things as well as
most other people
Saya mampu
melakukan banyak hal
dengan baik, sebaik
yang orang lain
lakukan
Saya mampu melakukan
banyak hal dengan baik,
sebaik yang orang lain
lakukan
Saya mampu melakukan
banyak hal dengan baik,
sebaik yang orang lain
lakukan
I am able to do many
things well, as well as
others do
5 I feel I don`t have
much to be proud
of.
Saya merasa saya tidak
punya banyak hal yang
bisa dibanggakan
Saya merasa saya tidak
punya banyak hal yang
bisa dibanggakan
Saya merasa saya tidak
punya banyak hal yang
bisa dibanggakan
I feel I don't have many
things to be proud of
6 I certainly feel
useless at times
Saya merasa tidak
berguna
Saya merasa tidak
berguna
Saya merasa tidak
berguna
I feel useless
7 I feel that I`m a
person of worth, at
least on an equal
Saya merasa bahwa
saya orang yang
berharga, paling tidak
Saya merasa bahwa saya
orang yang berharga,
paling tidak pada bidang
Saya merasa bahwa saya
orang yang berharga,
paling tidak pada bidang
I feel that I am a
valuable person, at least
in the same field as
143
plane with others pada bidang yang sama
dengan orang lain
yang sama dengan orang
lain
yang sama dengan orang
lain
others
8 I wish I could gave
more respect for
myself
Saya berharap, saya
bisa lebih menghargai
diri saya sendiri
Saya berharap, saya bisa
lebih menghargai diri
saya sendiri
Saya berharap, saya bisa
lebih menghargai diri
saya sendiri
I hope, I can appreciate
myself more
9 All in all, I`m
inclined to feel that
I`m a failure
Secara keseluruhan,
saya cenderung merasa
bahwa saya orang yang
gagal
Secara keseluruhan, saya
cenderung merasa
bahwa saya orang yang
gagal
Secara keseluruhan,
saya cenderung merasa
bahwa saya orang yang
gagal
Overall, I tend to feel
that I am a failure
10 I take a positive
attitude toward
myself.
Saya mengambil sikap
positif terhadap diri
saya sendiri
Saya mengambil sikap
positif terhadap diri saya
sendiri
Saya mengambil sikap
positif terhadap diri saya
sendiri
I take a positive attitude
towards myself
144
ADAPTASI ALAT UKUR FRIENDSHIP QUALITIES SCALE (FQS)
(Bukowski, Hoza, Boivin, 1994)
No. Skala Asli Terjemahan 1 Terjemahan 2 Final Item Re-translate
1 My friend and I
spend all our free
time together
Teman saya dan saya
menghabiskan waktu
luang bersama
Teman saya dan saya
menghabiskan waktu
luang bersama
Teman saya dan saya
menghabiskan waktu
luang bersama
My friend and I spend
our free time together
2 My friend thinks of
fun things for us to
do together
Teman saya berpikir
tentang hal-hal
menyenangkan yang
bisa kita lakukan
bersama
Teman saya berpikir
tentang hal-hal
menyenangkan yang bisa
kita lakukan bersama
Teman saya berpikir
tentang hal-hal
menyenangkan yang bisa
kita lakukan bersama
My friend thinks about
fun things we can do
together
3 My friend and I go
to each other`s
houses after school
and on weekends
Teman saya dan saya
bergantian untuk saling
mengunjungi rumah
kami setelah sekolah
dan pada akhir pekan
Teman saya dan saya
bergantian untuk saling
mengunjungi rumah
kami setelah sekolah dan
pada akhir pekan
Teman saya dan saya
bergantian untuk saling
mengunjungi rumah
kami setelah sekolah dan
pada akhir pekan
My friends and I took
turns visiting each
other's homes after
school and on
weekends
4 Sometimes my
friend and I just sit
around and talk
about hings like
school, sports, and
things we like.
Kadang kala teman
saya dan saya hanya
duduk-duduk dan
berbicara tentang
apapun seperti sekolah,
olahraga, dan hal-hal
yang kami sukai.
Kadang kala teman saya
dan saya hanya duduk-
duduk dan berbicara
tentang apapun seperti
sekolah, olahraga, dan
hal-hal yang kami sukai.
Kadang kala teman saya
dan saya hanya duduk-
duduk dan berbicara
tentang apapun seperti
sekolah, olahraga, dan
hal-hal yang kami sukai.
Sometimes my friends
and I just sit around
and talk about anything
like school, sports, and
things we like.
5 I can get into fights
with my friend
Saya bisa berkelahi
dengan teman saya
Saya bisa berkelahi
dengan teman saya
Saya bisa berkelahi
dengan teman saya
I can fight with my
friend
6 My friend can bug Teman saya dapat Teman saya dapat Teman saya dapat My friend can irritate
145
me or annoy me
even though I as
him not to.
mengganggu atau
membuat saya jengkel
meskipun jika saya
sebagai dia, saya tidak
akan melakukannya.
mengganggu atau
membuat saya jengkel
meskipun jika saya
sebagai dia, saya tidak
akan melakukannya.
mengganggu atau
membuat saya jengkel
meskipun jika saya
sebagai dia, saya tidak
akan melakukannya.
or irritate me even if I
am him, I will not do it.
7 My friend and I can
argue a lot.
Teman saya dan saya
dapat berdebat banyak.
Teman saya dan saya
dapat berdebat banyak.
Teman saya dan saya
dapat berdebat banyak.
My friend and I can
argue a lot.
8 My friend and I
disagree about
many things.
Teman saya dan saya
tidak sependapat
tentang banyak hal.
Teman saya dan saya
tidak sependapat tentang
banyak hal.
Teman saya dan saya
tidak sependapat tentang
banyak hal.
My friend and I
disagree about many
things.
9 If I forgot my lunch
or needed a little
money, my friend
would loan it to me.
Jika saya lupa makan
siang atau butuh sedikit
uang, teman saya akan
meminjamkannya
kepada saya.
Jika saya lupa makan
siang atau butuh sedikit
uang, teman saya akan
meminjamkannya
kepada saya.
Jika saya lupa makan
siang atau butuh sedikit
uang, teman saya akan
meminjamkannya
kepada saya.
If I forget to eat lunch
or need a little money,
my friend will lend it to
me.
10 My friend helps me
when I`m having
trouble with
something.
Teman saya membantu
saya ketika saya
mengalami masalah.
Teman saya membantu
saya ketika saya
mengalami masalah.
Teman saya membantu
saya ketika saya
mengalami masalah.
My friend helped me
when I had a problem.
11 My friend would
help me if I needed
it
Teman saya akan
membantu saya jika
saya membutuhkannya
Teman saya akan
membantu saya jika saya
membutuhkannya
Teman saya akan
membantu saya jika saya
membutuhkannya
My friend will help me
if I need it
12 If other kids were
bothering me, my
friend would help
me.
Jika anak-anak lain
mengganggu saya,
teman saya akan
membantu saya.
Jika anak-anak lain
mengganggu saya, teman
saya akan membantu
saya.
Jika anak-anak lain
mengganggu saya, teman
saya akan membantu
saya.
If other children bother
me, my friend will help
me.
13 My friend would
stick up for me if
Teman saya akan
membela saya jika ada
Teman saya akan
membela saya jika ada
Teman saya akan
membela saya jika ada
My friend will defend
me if there are other
146
another kid was
causing me trouble.
anak lain yang
menyulitkan saya.
anak lain yang
menyulitkan saya.
anak lain yang
menyulitkan saya.
children who make it
difficult for me.
14 If I have a problem
at school or at
home, I can talk to
my friend about it.
Jika saya memiliki
masalah di sekolah atau
di rumah, saya bisa
bercerita dengan teman
saya tentang hal itu.
Jika saya memiliki
masalah di sekolah atau
di rumah, saya bisa
bercerita dengan teman
saya tentang hal itu.
Jika saya memiliki
masalah di sekolah atau
di rumah, saya bisa
bercerita dengan teman
saya tentang hal itu.
If I have a problem at
school or at home, I
can tell my friend about
it.
15 If there is
something
bothering me, I can
tell my friend about
it even if it`s
something I cannot
tell to other people.
Jika ada sesuatu yang
mengganggu saya, saya
dapat memberitahu
teman saya tentang itu
bahkan jika itu adalah
sesuatu yang tidak
dapat saya sampaikan
kepada orang lain.
Jika ada sesuatu yang
mengganggu saya, saya
dapat memberitahu
teman saya tentang itu
bahkan jika itu adalah
sesuatu yang tidak dapat
saya sampaikan kepada
orang lain.
Jika ada sesuatu yang
mengganggu saya, saya
dapat memberitahu
teman saya tentang itu
bahkan jika itu adalah
sesuatu yang tidak dapat
saya sampaikan kepada
orang lain.
If something is
bothering me, I can tell
my friend about it even
if it is something I
cannot convey to
others.
16 If I said I was sorry
after I had a fight
with my friend, he
would still stay mad
at me.
Jika saya mengatakan
saya menyesal setelah
bertengkar dengan
teman saya, dia akan
tetap marah pada saya.
Jika saya mengatakan
saya menyesal setelah
bertengkar dengan teman
saya, dia akan tetap
marah pada saya.
Jika saya mengatakan
saya menyesal setelah
bertengkar dengan teman
saya, dia akan tetap
marah pada saya.
If I say I'm sorry after
fighting with my friend,
he will still be angry
with me.
17 If my friend or I do
something that
bothers the other
one of us, we can
make up easily.
Jika teman saya atau
saya melakukan sesuatu
yang membuat salah
satu di antara kami
terganggu, kami bisa
berbaikan dengan
mudah.
Jika teman saya atau
saya melakukan sesuatu
yang membuat salah satu
di antara kami
terganggu, kami bisa
berbaikan dengan
mudah.
Jika teman saya atau
saya melakukan sesuatu
yang membuat salah satu
di antara kami
terganggu, kami bisa
berbaikan dengan
mudah.
If my friend or I do
something to make one
of us disturbed, we can
make it easy.
18 If my friend and I Jika teman saya dan Jika teman saya dan saya Jika teman saya dan saya If my friend and I fight
147
have a fight or
argument, we can
say “I`m sorry”
and everything will
be alright.
saya bertengkar atau
ribut, kami dapat
mengatakan "Saya
minta maaf" dan
semuanya akan baik-
baik saja.
bertengkar atau ribut,
kami dapat mengatakan
"Saya minta maaf" dan
semuanya akan baik-
baik saja.
bertengkar atau ribut,
kami dapat mengatakan
"Saya minta maaf" dan
semuanya akan baik-
baik saja.
or make a fuss, we can
say "I'm sorry" and
everything will be fine.
19 If my friend had to
move away, I would
miss him.
Jika teman saya harus
pindah, saya akan
merindukannya.
Jika teman saya harus
pindah, saya akan
merindukannya.
Jika teman saya harus
pindah, saya akan
merindukannya.
If my friend has to
move, I will miss him.
20 I feel happy when
I`m with my friend.
Saya merasa senang
ketika saya bersama
teman saya.
Saya merasa senang
ketika saya bersama
teman saya.
Saya merasa senang
ketika saya bersama
teman saya.
I feel happy when I'm
with my friend.
21 I think about my
friend even when
my friend is not
around.
Saya memikirkan
teman saya bahkan
ketika teman saya tidak
ada.
Saya memikirkan teman
saya bahkan ketika
teman saya tidak ada.
Saya memikirkan teman
saya bahkan ketika
teman saya tidak ada.
I think of my friend
even when my friend
isn't there.
22 When I do a good
job at something,
my friend is happy
for me.
Ketika saya melakukan
pekerjaan dengan baik,
teman saya ikut senang.
Ketika saya melakukan
pekerjaan dengan baik,
teman saya ikut senang.
Ketika saya melakukan
pekerjaan dengan baik,
teman saya ikut senang.
When I did a good job,
my friend was happy.
23 Sometimes my
friend does things
for me, or makes
me feel special.
Terkadang teman saya
melakukan sesuatu
untuk saya, atau
membuat saya merasa
istimewa.
Terkadang teman saya
melakukan sesuatu untuk
saya, atau membuat saya
merasa istimewa.
Terkadang teman saya
melakukan sesuatu untuk
saya, atau membuat saya
merasa istimewa.
Sometimes my friends
do things for me, or
make me feel special.
148
ADAPTASI ALAT UKUR ACADEMIC EXPECTATIONS STRESS INVENTORY (AESI)
(Ang & Huan, 2006)
No. Skala Asli Terjemahan 1 Terjemahan 2 Final Item Re-translate
1 I blame myself when
I cannot live up to
my parents’
expectations of me.
Saya menyalahkan diri
sendiri ketika saya
tidak bisa memenuhi
harapan orang tua saya.
Saya menyalahkan diri
sendiri ketika saya tidak
bisa memenuhi harapan
orang tua saya.
Saya menyalahkan diri
sendiri ketika saya tidak
bisa memenuhi harapan
orang tua saya.
I did not do the work
that I had planned
because of using a
smartphone
2 I feel I have
disappointed my
teacher when I do
badly in school.
Saya merasa telah
mengecewakan guru
saya ketika saya
berprestasi buruk di
sekolah.
Saya merasa telah
mengecewakan guru
saya ketika saya
berprestasi buruk di
sekolah.
Saya merasa telah
mengecewakan guru
saya ketika saya
berprestasi buruk di
sekolah.
I have difficulty
concentrating when in
class, while working on
assignments, or while
working because of
using a smartphone
3 I feel I have
disappointed my
parents when I do
poorly in school.
Saya merasa telah
mengecewakan orang
tua saya ketika saya
tidak berhasil di
sekolah.
Saya merasa telah
mengecewakan orang
tua saya ketika saya
tidak berhasil di
sekolah.
Saya merasa telah
mengecewakan orang
tua saya ketika saya
tidak berhasil di
sekolah.
I feel pain / soreness on
the wrist or back of my
neck when using a
smartphone
4 I feel stressed when
I know my parents
are disappointed in
my exam grades.
Saya merasa stres
ketika tahu orang tua
saya kecewa dengan
nilai ujian saya.
Saya merasa stres ketika
tahu orang tua saya
kecewa dengan nilai
ujian saya.
Saya merasa stres ketika
tahu orang tua saya
kecewa dengan nilai
ujian saya.
I can't last long to not
use a smartphone
5 I feel lousy when I
cannot live up to my
teacher’s
expectations.
Saya merasa buruk
ketika saya tidak bisa
memenuhi harapan
guru saya.
Saya merasa buruk
ketika saya tidak bisa
memenuhi harapan guru
saya.
Saya merasa buruk
ketika saya tidak bisa
memenuhi harapan guru
saya.
I feel impatient and
fussy when I don't hold
a smartphone
149
6 I feel stressed when
I do not live up to
my own standards.
Saya merasa stres
ketika saya tidak
memenuhi standar saya
sendiri.
Saya merasa stres ketika
saya tidak memenuhi
standar saya sendiri.
Saya merasa stres ketika
saya tidak memenuhi
standar saya sendiri.
I think of my
smartphone even though
I'm not using it
7 When I fail to live
up to my own
expectations, I feel I
am not good enough
Ketika saya gagal
memenuhi harapan
saya sendiri, saya
merasa saya tidak
cukup baik
Ketika saya gagal
memenuhi harapan saya
sendiri, saya merasa
saya tidak cukup baik
Ketika saya gagal
memenuhi harapan saya
sendiri, saya merasa
saya tidak cukup baik
I will not give up on
continuing to use my
smartphone even though
smartphones have
greatly influenced my
daily life.
8 I usually cannot
sleep and worry
when I cannot meet
the goals I set for
myself
Saya biasanya tidak
bisa tidur dan khawatir
ketika saya tidak dapat
memenuhi tujuan yang
saya tetapkan untuk
diri saya sendiri
Saya biasanya tidak bisa
tidur dan khawatir
ketika saya tidak dapat
memenuhi tujuan yang
saya tetapkan untuk diri
saya sendiri
Saya biasanya tidak bisa
tidur dan khawatir
ketika saya tidak dapat
memenuhi tujuan yang
saya tetapkan untuk diri
saya sendiri
I keep checking my
smartphone so I don't
miss other people's
conversations on
Twitter or Facebook
9 When I do not do as
well as I could have
in an examination
or test, I feel
stressed.
Ketika saya tidak
mengerjakan ujian
dengan baik, saya
merasa stres.
Ketika saya tidak
mengerjakan ujian
dengan baik, saya
merasa stres.
Ketika saya tidak
mengerjakan ujian
dengan baik, saya
merasa stres.
I use a smartphone
longer than I intended
151
Lampiran 4
Kuesioner Penelitian
Assalaamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Selamat Pagi/Siang/Sore
Salam sejahtera, semoga Anda selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
Perkenalkan, saya Devy Syafa Aulia, mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk
penyusunan tugas akhir (skripsi).
Untuk itu, saya mohon kesediaan waktu Anda untuk menjadi responden
dalam penelitian ini. Penelitian ini berisi sekumpulan pernyataan yang harus
dijawab sesuai dengan apa yang Anda rasakan atau Anda alami. Tidak ada
jawaban salah dalam setiap pernyataan yang Anda jawab. Segala informasi yang
Anda berikan dijamin kerahasiaannya karena kuesioner ini hanya dipergunakan
untuk kepentingan penelitian.
Atas kesediaan Anda menjadi partisipan penelitian ini, saya ucapkan
terimakasih.
Wassalaamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Hormat saya,
Devy Syafa Aulia
152
INFORMED CONSENT
Lembar Persetujuan Keikutsertaan Penelitian
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa saya bersedia untuk
secara sukarela menjadi partisipan penelitian yang dilakukan oleh Devy Syafa
Aulia. Data yang saya berikan adalah data yang sebenar – benarnya dan saya
menyetujui data saya digunakan untuk keperluan penelitian.
Nama/Inisial : .........................................................................................................
Usia : ..........................................................................................................
Jenis Kelamin : ..........................................................................................................
No. HP : ..........................................................................................................
Partisipan
( )
Peneliti
Devy Syafa Aulia
153
Bagian I
Data singkat
Jenis kelamin : ..............................................................................................
Agama : ..............................................................................................
Kelas dan jurusan : ..............................................................................................
Berikut ini terdapat beberapa pertanyaan. Anda diminta untuk menjawab
pertanyaan tersebut dengan memberikan lingkaran (O) pada pilihan yang sesuai
dengan diri Anda.
Apakah Anda pengguna smartphone? a) ya b) tidak
Sudah berapa lama Anda menggunakan smartphone?
a) < 1 tahun
b) 1 tahun
c) > 1 tahun
Berapa kali Anda mengecek smartphone dalam satu hari?
a) 1 – 5x
b) 6 – 10x
c) Tidak terhitung
Berapa lama Anda menggunakan smartphone dalam satu hari?
a) < 1 jam
b) 1 – 4 jam
c) 5 – 7 jam
d) > 7 jam
Aplikasi apa yang sering Anda buka saat menggunakan smartphone?
a) google search
b) media sosial
c) situs online shop
d) telepon
e) lainnya _______________________________________________
154
PETUNJUK PENGISIAN
Pada bagian II, berisi beberapa skala dimana setiap skala berisi pernyataan. Anda
dapat mengisi setiap pernyataan dengan memberikan checklist () pada salah
satu dari empat pilihan jawaban yang berada di samping pernyataan tersebut.
Empat pilihan jawaban tersebut diantaranya:
STS (Sangat Tidak Sesuai) : Jika pernyataan tersebut sangat tidak sesuai
dengan diri Anda
TS (Tidak Sesuai) : Jika pernyataan tersebut tidak sesuai dengan diri
Anda
S (Sesuai) : Jika pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda
SS (Sangat Sesuai) : Jika pernyataan tersebut sangat sesuai dengan diri
Anda
Tidak ada jawaban salah dalam setiap pernyataan. Seluruh jawaban adalah
benar selama jawaban tersebut sesuai dengan diri Anda.
Contoh:
Pernyataan STS TS S SS
Saya menggunakan smartphone
setiap hari.
Dengan pengisian seperti contoh tersebut, artinya Anda menggunakan smartphone
setiap hari.
Bagian II
SKALA 1
No. Pernyataan STS TS S SS
1 Saya tidak melakukan
pekerjaan/kegiatan yang sudah saya
rencanakan karena menggunakan
smartphone.
2 Saya sulit konsentrasi ketika di kelas,
saat mengerjakan tugas, atau saat
bekerja karena menggunakan
smartphone.
3 Saya merasakan nyeri/pegal di
155
pergelangan tangan atau belakang leher
ketika menggunakan smartphone.
4 Saya tidak akan sanggup hidup tanpa
smartphone.
5 Saya merasa tidak sabar dan rewel
ketika saya tidak memegang
smartphone.
6 Saya memikirkan smartphone saya
meskipun saya sedang tidak
menggunakannya.
7 Saya tidak akan berhenti menggunakan
smartphone meskipun smartphone
sudah sangat mempengaruhi kehidupan
sehari – hari saya.
8 Saya terus – menerus mengecek
smartphone saya agar tidak ketinggalan
chat, status, atau unggahan orang lain di
media sosial (whatsapp/ instagram/
line/ facebook/ twitter, dll.).
9 Saya menggunakan smartphone lebih
lama dari yang saya niatkan.
10 Orang – orang di sekitar saya
mengatakan bahwa saya terlalu banyak
menggunakan smartphone.
SKALA 2
No. Pernyataan STS TS S SS
1 Saya menyalahkan diri sendiri ketika
saya tidak bisa memenuhi harapan
orang tua saya.
2 Saya merasa telah mengecewakan guru
saya ketika saya berprestasi buruk di
sekolah.
3 Saya merasa telah mengecewakan orang
tua saya ketika saya tidak berhasil di
sekolah.
4 Saya merasa stres ketika tahu orang tua
saya kecewa dengan nilai ujian saya.
5 Saya merasa buruk ketika saya tidak
bisa memenuhi harapan guru saya.
6 Saya merasa stres ketika saya tidak
memenuhi standar saya sendiri.
7 Ketika saya gagal memenuhi harapan
saya sendiri, saya merasa saya tidak
156
cukup baik
8 Saya biasanya tidak bisa tidur dan
khawatir ketika saya tidak dapat
memenuhi tujuan yang saya tetapkan
untuk diri saya sendiri
9 Ketika saya tidak mengerjakan ujian
dengan baik, saya merasa stres.
SKALA 3
No. Pernyataan STS TS S SS
1 Secara keseluruhan, saya puas dengan
diri saya sendiri
2 Kadang-kadang saya berpikir bahwa
tidak ada hal yang baik pada diri saya.
3 Saya merasa bahwa saya memiliki
kualitas diri yang baik.
4
Saya mampu melakukan banyak hal
dengan baik, sebaik yang orang lain
lakukan.
5 Saya merasa saya tidak punya banyak
hal yang bisa dibanggakan.
6 Saya merasa tidak berguna.
7
Saya merasa bahwa saya orang yang
berharga, paling tidak pada bidang yang
sama dengan orang lain.
8 Saya berharap, saya bisa lebih
menghargai diri saya sendiri.
9 Secara keseluruhan, saya cenderung
merasa bahwa saya orang yang gagal.
10 Saya mengambil sikap positif terhadap
diri saya sendiri.
157
SKALA 4
No. Pernyataan STS TS S SS
1 Saya orang yang mudah bergaul
2 Saya orang yang antusias
3 Saya orang yang tenang
4 Saya pendiam
5 Saya mudah percaya dengan orang lain
6 Saya adalah orang yang suka mencari
kesalahan orang lain
7 Saya orang yang suka menyendiri
8 Terkadang saya tidak sopan kepada
orang lain
9 Saya menyukai hal – hal yang tidak
ribet
10 Saya melakukan pekerjaan dengan teliti
11
Sebelum melakukan sesuatu, saya
membuat rencana terlebih dahulu
kemudian melaksanakannya
12 Saya pemalas
13 Saya mudah gugup/grogi
14 Saya orang yang mudah khawatir
15 Saya mudah depresi
16 Saya orang yang santai (mampu
mengatasi masalah dengan baik)
17 Saya menyukai seni dan keindahan
18 Saya orang yang penasaran dengan hal –
hal baru
158
19 Saya suka berimajinasi
20 Saya senang memikirkan sesuatu
21 Saya hanya memiliki sedikit minat
terhadap seni
SKALA 5
No. Pernyataan STS TS S SS
1 Teman saya dan saya menghabiskan
waktu luang bersama
2
Teman saya berpikir tentang hal-hal
menyenangkan yang bisa kita lakukan
bersama
3
Teman saya dan saya bergantian untuk
saling mengunjungi rumah kami setelah
sekolah dan/atau pada akhir pekan
4
Kadang kala teman saya dan saya hanya
duduk-duduk dan berbicara tentang
apapun seperti sekolah, olahraga, dan
hal-hal yang kami sukai.
5 Saya bisa saja berkelahi dengan teman
saya
6
Teman saya dapat mengganggu atau
membuat saya jengkel meskipun jika
saya sebagai dia, saya tidak akan
melakukannya.
7 Teman saya dan saya dapat berdebat
banyak.
8 Teman saya dan saya tidak sependapat
tentang banyak hal.
9 Jika saya lupa makan siang atau butuh
sedikit uang, teman saya akan
159
meminjamkannya kepada saya.
10 Teman saya membantu saya ketika saya
mengalami masalah.
11 Teman saya akan membantu saya jika
saya membutuhkannya
12 Jika anak-anak lain mengganggu saya,
teman saya akan membantu saya.
13 Teman saya akan membela saya jika ada
anak lain yang menyulitkan saya.
14
Jika saya memiliki masalah di sekolah
atau di rumah, saya bisa bercerita
dengan teman saya tentang hal itu.
15
Jika ada sesuatu yang mengganggu saya,
saya dapat memberitahu teman saya
tentang itu bahkan jika itu adalah
sesuatu yang tidak dapat saya
sampaikan kepada orang lain.
16
Jika saya mengatakan saya menyesal
setelah bertengkar dengan teman saya,
dia akan tetap marah pada saya.
17
Jika teman saya atau saya melakukan
sesuatu yang membuat salah satu di
antara kami terganggu, kami bisa
berbaikan dengan mudah.
18
Jika teman saya dan saya bertengkar
atau ribut, kami dapat mengatakan
"Saya minta maaf" dan semuanya akan
kembali baik-baik saja.
19 Jika teman saya harus pindah, saya akan
merindukannya.
20 Saya merasa senang ketika saya
bersama teman saya.
160
21 Saya memikirkan teman saya bahkan
ketika teman saya tidak ada.
22 Ketika saya melakukan pekerjaan
dengan baik, teman saya ikut senang.
23
Terkadang teman saya melakukan
sesuatu untuk saya, atau membuat saya
merasa istimewa.
161
Lampiran 5
HASIL CFA KONSTRUK ADIKSI SMARTPHONE
VALIDITAS ADIKSI
DA NI=10 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
PM SY FI=ADIKSI203.COR
MO NX=10 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
ADIKSI
FR TD 3 2 TD 4 2 TD 6 5 TD 6 3 TD 7 2 TD 9 8 TD 9 1 TD 2 1 TD 5 1
TD 8 7
PD
OU SS TV MI
162
HASIL CFA KONSTRUK TIPE KEPRIBADIAN BIG FIVE
1. Neuroticism
VALIDITAS N
DA NI=4 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=N.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
NEURO
FR TD 3 1 TD 4 1
PD
OU SS TV MI AD=OFF IT=0
163
2. Extraversion
VALIDITAS E
DA NI=4 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=E.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
EXTRAVERSION
FR TD 3 1 TD 4 1
PD
OU SS TV MI
164
3. Openness to experience
VALIDITAS O
DA NI=3 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3
PM SY FI=O.COR
MO NX=3 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
OPEN
VA 1 LX 2 1
PD
OU SS TV MI ADD=OFF IT=0
165
4. Conscientiousness
VALIDITAS C
DA NI=6 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6
PM SY FI=C.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
CONSCIEN
FR TD 6 5 TD 5 1 TD 6 2 TD 3 2
PD
OU SS TV MI
166
5. Agreeableness
VALIDITAS A
DA NI=4 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=A.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
AGREE
FR TD 3 1
VA 1 LX 2 1
PD
OU SS TV MI
167
HASIL CFA KONSTRUK SELF-ESTEEM
VALIDITAS SELF
DA NI=10 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
PM SY FI=SE.COR
MO NX=10 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
SELF
FR TD 6 2 TD 4 3 TD 10 8 TD 9 2 TD 9 6 TD 6 5 TD 5 2 TD 6 4
TD 9 5
PD
OU SS TV MI
168
HASIL CFA KONSTRUK KUALITAS PERSAHABATAN
1. Companionship
VALIDITAS COMP
DA NI=4 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=COMP.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
COMP
FR TD 3 1
PD
OU SS TV MI
169
2. Conflict
VALIDITAS CONF
DA NI=4 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=CONF.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
CONF
PD
OU SS TV MI
170
3. Help
VALIDITAS HELP
DA NI=5 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=HELP.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
HELP
FR TD 5 4 TD 5 3
PD
OU SS TV MI
171
4. Security
VALIDITAS SEC
DA NI=5 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=SEC.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
SEC
FR TD 2 1
PD
OU SS TV MI
172
5. Closeness
VALIDITAS CLO
DA NI=5 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=CLO203.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
CLO
FR TD 2 1 TD 5 2
PD
OU SS TV MI
173
HASIL CFA KONSTRUK STRES AKADEMIK
1. Ekspektasi Orangtua dan Guru
VALIDITAS EOG
DA NI=5 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=EOG.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
EOG
FR TD 4 2 TD 2 1
PD
OU SS TV MI
174
2. Ekspektasi Diri Sendiri
VALIDITAS ED
DA NI=4 NO=203 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=ED203.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
ED
FR TD 3 1
PD
OU SS TV MI
175
Lampiran 6
CROSS TAB JENIS KELAMIN DAN APLIKASI YANG SERING DIBUKA
APLIKASIB * JK Crosstabulation
JK
Total P L
APLIKASIB google search Count 2 9 11
Expected Count 6.6 4.4 11.0
% within APLIKASIB 18.2% 81.8% 100.0%
% within JK 1.7% 11.0% 5.4%
% of Total 1.0% 4.4% 5.4%
media sosial Count 111 58 169
Expected Count 100.7 68.3 169.0
% within APLIKASIB 65.7% 34.3% 100.0%
% within JK 91.7% 70.7% 83.3%
% of Total 54.7% 28.6% 83.3%
situs online shop Count 2 0 2
Expected Count 1.2 .8 2.0
% within APLIKASIB 100.0% .0% 100.0%
% within JK 1.7% .0% 1.0%
% of Total 1.0% .0% 1.0%
Lainnya Count 0 3 3
Expected Count 1.8 1.2 3.0
% within APLIKASIB .0% 100.0% 100.0%
% within JK .0% 3.7% 1.5%
% of Total .0% 1.5% 1.5%
Games Count 0 8 8
Expected Count 4.8 3.2 8.0
% within APLIKASIB .0% 100.0% 100.0%
176
% within JK .0% 9.8% 3.9%
% of Total .0% 3.9% 3.9%
lainnya (selain games) Count 2 0 2
Expected Count 1.2 .8 2.0
% within APLIKASIB 100.0% .0% 100.0%
% within JK 1.7% .0% 1.0%
% of Total 1.0% .0% 1.0%
> 1 aplikasi Count 4 4 8
Expected Count 4.8 3.2 8.0
% within APLIKASIB 50.0% 50.0% 100.0%
% within JK 3.3% 4.9% 3.9%
% of Total 2.0% 2.0% 3.9%
Total Count 121 82 203
Expected Count 121.0 82.0 203.0
% within APLIKASIB 59.6% 40.4% 100.0%
% within JK 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 59.6% 40.4% 100.0%
HASIL ANALISIS REGRESI BERGANDA
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .427a .182 .116 8.17685
a. Predictors: (Constant), DURASI, EOG, OPEN, CONF, HELP, NEURO, EXTR, JK, CONS, AGREE, SE,
COMP, SEC, CLO, ED
177
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 2781.762 15 185.451 2.774 .001a
Residual 12502.970 187 66.861
Total 15284.732 202
a. Predictors: (Constant), DURASI, EOG, OPEN, CONF, HELP, NEURO, EXTR, JK, CONS, AGREE, SE,
COMP, SEC, CLO, ED
b. Dependent Variable: ADIKSI
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 52.772 10.078 5.236 .000
NEURO .062 .061 .071 1.015 .312
EXTR -.139 .081 -.127 -1.718 .087
OPEN .038 .061 .043 .625 .533
CONS -.205 .085 -.187 -2.396 .018
AGREE -.107 .110 -.077 -.976 .330
SE .041 .074 .042 .560 .576
COMP .074 .079 .073 .941 .348
CONF -.081 .087 -.068 -.932 .353
HELP -.111 .076 -.116 -1.453 .148
SEC .081 .077 .085 1.058 .292
CLO .073 .081 .075 .904 .367
EOG .021 .079 .021 .267 .790
ED .058 .088 .055 .655 .513
JK -1.577 1.332 -.089 -1.183 .238
DURASI 2.471 .672 .260 3.679 .000
a. Dependent Variable: ADIKSI
178
Model Summary
Mod
el R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .090a .008 .003 8.68453 .008 1.659 1 201 .199
2 .114b .013 .003 8.68511 .005 .973 1 200 .325
3 .119c .014 .000 8.70192 .001 .228 1 199 .633
4 .221d .049 .029 8.56965 .035 7.190 1 198 .008
5 .228e .052 .028 8.57649 .003 .684 1 197 .409
6 .232f .054 .025 8.58911 .002 .421 1 196 .517
7 .261g .068 .035 8.54577 .014 2.993 1 195 .085
8 .266h .071 .032 8.55662 .002 .506 1 194 .478
a. Predictors: (Constant), NEURO
b. Predictors: (Constant), NEURO, EXTR
c. Predictors: (Constant), NEURO, EXTR, OPEN
d. Predictors: (Constant), NEURO, EXTR, OPEN, CONS
e. Predictors: (Constant), NEURO, EXTR, OPEN, CONS, AGREE
f. Predictors: (Constant), NEURO, EXTR, OPEN, CONS, AGREE, SE
g. Predictors: (Constant), NEURO, EXTR, OPEN, CONS, AGREE, SE, COMP
h. Predictors: (Constant), NEURO, EXTR, OPEN, CONS, AGREE, SE, COMP, CONF
Model Summary
Mod
el R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .266a .071 .032 8.55662 .071 1.845 8 194 .071
2 .269b .073 .029 8.57008 .002 .391 1 193 .532
3 .288c .083 .035 8.54535 .010 2.119 1 192 .147
4 .307d .094 .042 8.51467 .011 2.386 1 191 .124
5 .310e .096 .039 8.52665 .002 .463 1 190 .497
6 .321f .103 .042 8.51594 .007 1.478 1 189 .226
7 .350g .123 .057 8.44501 .020 4.188 1 188 .042
179
8 .427h .182 .116 8.17685 .059 13.533 1 187 .000
a. Predictors: (Constant), CONF, OPEN, COMP, NEURO, EXTR, CONS, SE, AGREE
b. Predictors: (Constant), CONF, OPEN, COMP, NEURO, EXTR, CONS, SE, AGREE, HELP
c. Predictors: (Constant), CONF, OPEN, COMP, NEURO, EXTR, CONS, SE, AGREE, HELP,
SEC
d. Predictors: (Constant), CONF, OPEN, COMP, NEURO, EXTR, CONS, SE, AGREE, HELP,
SEC, CLO
e. Predictors: (Constant), CONF, OPEN, COMP, NEURO, EXTR, CONS, SE, AGREE, HELP,
SEC, CLO, EOG
f. Predictors: (Constant), CONF, OPEN, COMP, NEURO, EXTR, CONS, SE, AGREE, HELP,
SEC, CLO, EOG, ED
g. Predictors: (Constant), CONF, OPEN, COMP, NEURO, EXTR, CONS, SE, AGREE, HELP,
SEC, CLO, EOG, ED, JK
h. Predictors: (Constant), CONF, OPEN, COMP, NEURO, EXTR, CONS, SE, AGREE, HELP,
SEC, CLO, EOG, ED, JK, DURASI