oleh: devy syafa aulia nim: 11150700000165 fakultas

194
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADIKSI SMARTPHONE PADA REMAJA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) Oleh: Devy Syafa Aulia NIM: 11150700000165 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2019

Upload: others

Post on 13-Mar-2022

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

ADIKSI SMARTPHONE PADA REMAJA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh:

Devy Syafa Aulia

NIM: 11150700000165

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H/2019

iii

iii

iv

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Mintalah pertolongan Allah dengan sabar dan sholat.

Sesungguhnya, Allah beserta orang – orang yang sabar.

~ QS. Al – Baqarah : 153 ~

Hasbunallah wa nimal wakiil ni`mal maulaa wa ni`mannashiir

Laa haula wa laa quwwata illaa billah

DO YOUR BEST

AND

ALLAH WILL DO THE REST

SKRIPSI INI DIPERSEMBAHKAN UNTUK

KEDUA ORANG TUA TERCINTA

vi

ABSTRAK

A) Fakultas Psikologi

B) Juli 2019

C) Devy Syafa Aulia

D) Faktor–faktor yang Mempengaruhi Adiksi Smartphone pada Remaja

E) xiv + 130 halaman + 49 lampiran

F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tipe kepribadian big

five, self-esteem, kualitas persahabatan, stres akademik, jenis kelamin, dan

durasi penggunaan smartphone terhadap adiksi smartphone pada remaja.

Penelitian ini melibatkan 203 siswa–siswi kelas XI SMAN 6 Kabupaten

Tangerang (121 perempuan dan 82 laki – laki).

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi dari

Smartphone Addiction Scale-Short Version (SAS-SV), adaptasi dari Big

Five-K (BFI-K), Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES), Friendship

Qualities Scale (FQS), dan Academic Expectations Stress Inventory

(AESI). Pengujian Confirmatory Factor Analysis (CFA) digunakan untuk

menguji validitas setiap variabel. Sedangkan pengujian statistik dengan

menggunakan analisis regresi berganda (Multiple Regression Analysis)

digunakan untuk melihat pengaruh independent variable terhadap

dependent variable.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan

dari tipe kepribadian big five, self-esteem, kualitas persahabatan, stres

akademik, jenis kelamin, dan durasi penggunaan smartphone terhadap

adiksi smartphone pada remaja. Secara rinci, dimensi seperti

conscientiousness dan durasi penggunaan smartphone memberi pengaruh

signifikan bagi adiksi smartphone. Sementara dimensi lain seperti

neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, self-

esteem, companionship, conflict, help, security, closeness, ekspektasi

orangtua atau guru, ekspektasi diri sendiri, dan jenis kelamin tidak

memberikan dampak signifikan terhadap adiksi smartphone. Saran untuk

penelitian selanjutnya adalah menggunakan variabel lainnya seperti self-

control dan parenting style sebagai independent variable.

G) Bahan Bacaan: 85. Buku: 3 + Jurnal: 48 + Ebook: 5 + Skripsi: 1 + Tesis: 1

+ Artikel: 27

vii

ABSTRACT

A) Faculty of Psychology

B) July 2019

C) Devy Syafa Aulia

D) Factors that Influence Smartphone Addiction in Adolescents

E) xiv + 130 pages + 49 appendix

F) This study aims to determine the impact of big five personality, self-

esteem, friendship quality, academic stress, gender, and duration of

smartphone use on smartphone addiction in adolescents. The study

involved 203 11th grade students of SMAN 6 Kabupaten Tangerang

(121 women and 82 men).

The questionnaire methodes used in this study were the modification

of Smartphone Addiction Scale-Short Version (SAS-SV), the

adaptation of Big Five-K (BFI-K), Rosenberg Self-Esteem Scale

(RSES), Friendship Qualities Scale (FQS), and Academic

Expectations Stress Inventory (AESI).

Confirmatory Factor Analysis (CFA) was used to test the validity of

each variable. While multiple regression analysis was used to see the

impact of the independent variable to dependent variable.

The results of this study show that there are a significant impact of big

five personality, self-esteem, friendship quality, academic stress,

gender, and duration of smartphone use on smartphone addiction in

adolescents. In detail, dimensions such as conscientiousness and

duration of smartphone use give significant impact to smartphone

addiction. While other dimensions such as neuroticism, openness to

experience, extraversion, agreeableness, self-esteem, companionship,

conflict, help, security, closeness, expectations of parents/teacher,

expectations of self, and gender don`t give significant impact to

smartphone addiction. The suggestion for subsequent research is to

use different variables, such as self-control and parenting style as

independent variable.

G) Reading materials: 85. Books: 3 + Journal: 48 + Ebook: 5 + Essay: 1

+ Thesis: 1 + Articles: 27

viii

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim..

Segala puji bagi Allah yang atas segala nikmat yang telah diberikan kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Sholawat

serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan

berupa ilmu, waktu, pikiran, tenaga, maupun do`a. Untuk itu, penulis

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh jajaran.

2. Ibu Liany Luzvinda, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan arahan, membantu, dan memotivasi dalam menyelesaikan

skripsi.

3. Ibu Ilmi Amalia, M.Psi, Psi. dan Ibu Nia Tresniasari, M.Si selaku dosen

penguji skripsi yang telah memberikan arahan, membantu, dan memotivasi

dalam menyelesaikan skripsi.

4. Bapak Bambang Suryadi, Ph.D selaku dosen pembimbing akademik yang

telah memberikan arahan dan motivasi selama perkuliahan.

5. Seluruh dosen dan staff yang telah banyak membantu penulis dalam

menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini.

6. Dewan guru SMAN 6 Kabupaten Tangerang yang telah mengizinkan penulis

melakukan pengambilan data.

ix

7. Kedua orang tua penulis, Mohammad Syafei (Ayah) dan Siti Hanifah (Ibu)

yang selalu mendoakan, memotivasi, dan memberikan dukungan kepada

penulis serta Mohammad Rafli dan Mohammad Fachri Amrullah (adik).

Semoga Allah membalasnya dengan surga.

8. Akhlis Istiqlal, S.Psi, Fitri Anisa, S.Psi, Aidah Farras Alya, S.Psi, Verona

Laksmita Kusuma, S.Psi., serta kakak 2014 lainnya yang senantiasa

memberikan arahan dan motivasi kepada penulis dan M. Azhar Pratama yang

telah membantu penulis dalam melakukan pengambilan data skripsi.

9. Rekan – rekan yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terkhusus, sahabat

seperjuangan; Nur Soffa, Sinndy F.S.W., Siti Pertiwi, Khoirunnisaa Z.A., Sari

Sarmilah, Zahra Fatimah, Lina Karlina, A. Yoga A. Terimakasih atas doa,

support, dan kebaikan yang telah diberikan.

10. Partisipan dan seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Terimakasih atas kebaikan yang diberikan.

Semoga Allah membalas dengan pahala yang berlimpah sebagai balasan atas

kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi

ini masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun isi. Oleh karena

itu, penulis menerima saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan

skripsi ini. Penulis berharap semoga skrpsi ini dapat memberikan banyak

manfaat.

Jakarta, Juli 2019

Penulis

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ v

ABSTRAK ..................................................................................................... vi

ABSTRACT .................................................................................................. vii

KATA PENGANTAR ................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................. x

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1-14

1.1 Latar Belakang ............................................................................1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ...........................................10

1.2.1 Pembatasan masalah ...........................................................10

1.2.2 Perumusan masalah ............................................................12

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................13

1.3.1 Tujuan penelitian ................................................................13

1.3.2 Manfaat penelitian ..............................................................14

BAB 2 LANDASAN TEORI ....................................................................... 15-56

2.1 Adiksi Smartphone ......................................................................15

2.1.1 Definisi adiksi smartphone .................................................15

2.1.2 Dimensi adiksi smartphone ................................................16

2.1.3 Pengukuran adiksi smartphone ...........................................18

2.1.4 Faktor – faktor yang mempengaruhi adiksi smartphone ......20

2.2 Tipe Kepribadian Big Five ..........................................................30

2.2.1 Definisi dan sejarah singkat tipe kepribadian big five ..........30

2.2.2 Dimensi tipe kepribadian big five ........................................32

2.2.3 Pengukuran tipe kepribadian big five ..................................33

2.3 Self-esteem ..................................................................................35

2.3.1 Definisi self-esteem ............................................................35

2.3.2 Dimensi self-esteem ............................................................36

2.3.3 Pengukuran self-esteem ......................................................38

2.4 Kualitas Persahabatan .................................................................39

2.4.1 Definisi kualitas persahabatan ............................................39

2.4.2 Dimensi kualitas persahabatan ............................................40

2.4.3 Pengukuran kualitas persahabatan.......................................42

2.5 Stres Akademik ...........................................................................43

2.5.1 Definisi stres akademik ......................................................43

2.5.2 Dimensi stres akademik ......................................................45

2.5.3 Pengukuran stres akademik .................................................45

xi

2.6 Kerangka Berpikir .......................................................................46

2.7 Hipotesis Penelitian .....................................................................55

BAB 3 METODE PENELITIAN ............................................................... 57-84

3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ....................57

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...............................57

3.2.1 Variabel penelitian..............................................................57

3.2.2 Definisi operasional ............................................................58

3.3 Pengumpulan Data ......................................................................62

3.3.1 Teknik pengumpulan data ..................................................62

3.3.2 Instrumen pengumpulan data ..............................................62

3.4 Uji Validitas Konstruk.................................................................68

3.4.1 Uji validitas konstruk adiksi smartphone ............................70

3.4.2 Uji validitas konstruk tipe kepribadian big five ...................71

3.4.3 Uji validitas konstruk self-esteem........................................75

3.4.4 Uji validitas konstruk kualitas persahabatan ........................76

3.4.5 Uji validitas konstruk stres akademik ..................................80

3.5 Teknik Analisis Data ...................................................................81

BAB 4 HASIL PENELITIAN ................................................................... 85-105

4.1 Gambaran umum subjek penelitian ..............................................85

4.2 Hasil analisis deskriptif ...............................................................89

4.3 Kategorisasi skor variabel penelitian ...........................................91

4.4 Hasil uji hipotesis ........................................................................94

4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian .....................................94

4.4.2 Pengujian proporsi varian masing – masing IV ................ 102

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN .......................................... 106-122

5.1 Kesimpulan .............................................................................. 106

5.2 Diskusi ..................................................................................... 106

5.3 Saran ........................................................................................ 119

5.3.1 Saran teoritis ................................................................... 119

5.3.2 Saran praktis .................................................................... 120

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 123

LAMPIRAN ................................................................................................. 131

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Reliabilitas Big Five Inventory-K ...................................................35

Tabel 2.2 Reliabilitas Friendship Qualities Scale ..........................................42

Tabel 3.1 Blue Print Skala Adiksi Smartphone ..............................................63

Tabel 3.2 Blue Print Skala Big Five ..............................................................65

Tabel 3.3 Blue Print Skala Self-Esteem .........................................................66

Tabel 3.4 Blue Print Skala Friendship Qualities ...........................................66

Tabel 3.5 Blue Print Skala Stres Akademik ...................................................68

Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Konstruk Adiksi Smartphone .........................71

Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Dimensi Neuroticism .....................................72

Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Dimensi Extraversion ....................................73

Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Dimensi Openness to Experience ...................73

Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Dimensi Conscientiousness ............................74

Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Dimensi Agreeableness ..................................75

Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Dimensi Self-Esteem ......................................75

Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Dimensi Companionship ................................77

Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Dimensi Confllict ...........................................77

Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Dimensi Help .................................................78

Tabel 3.16 Muatan Faktor Item Dimensi Security ............................................79

Tabel 3.17 Muatan Faktor Item Dimensi Closeness .........................................79

Tabel 3.18 Muatan Faktor Item Dimensi Ekspektasi Orangtua

atau Guru ......................................................................................80

Tabel 3.19 Muatan Faktor Item Dimensi Ekspektasi Diri Sendiri ....................81

Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ..............................................85

Tabel 4.2 Gambaran Umum Jenis Kelamin dan Aplikasi yang diakses ..........89

Tabel 4.3 Statistik Deskriptif .........................................................................90

Tabel 4.4 Norma Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ................................91

Tabel 4.5 Persentase Kategori Skor Tiap Variabel .........................................92

Tabel 4.6 R Square........................................................................................95

Tabel 4.7 ANOVA ........................................................................................96

Tabel 4.8 Koefisien Regresi ..........................................................................97

Tabel 4.9 Proporsi Varians Masing – Masing Independent Variable ........... 103

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir .......................................................................54

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Item Asli Alat Ukur .................................................................. 132

Lampiran 2 Matriks Adaptasi Alat Ukur ..................................................... 137

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian ................................................................. 150

Lampiran 4 Kuesioner Penelitian ................................................................ 151

Lampiran 5 Syntax dan Path Diagram Hasil CFA ....................................... 161

Lampiran 6 Hasil Analisis Regresi Berganda .............................................. 175

iii

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Smartphone atau ponsel pintar sudah mulai merambah di kalangan masyarakat

Indonesia sejak tahun 2000an (Aditama, 2017). Dengan kegunaannya yang

multifungsi serta dilengkapi beragam fitur–fitur menarik terkadang membuat

pengguna smartphone merasa asik untuk menggunakannya terus menerus.

Ditambah lagi, dengan kemampuannya mengakses berbagai informasi dan

menghubungkan setiap individu melalui media sosial, membuat pengguna

menjadikan ponsel pintar ini sebagai bagian dari hidupnya. Hal inilah yang

membuat pengguna smartphone bukan hanya memperoleh manfaat dari

kecanggihanya, tetapi juga memperoleh dampak negatif akibat penggunaannya,

seperti terjangkit adiksi smartphone.

Fenomena penggunaan smartphone sudah banyak ditemukan, namun

dengan durasi penggunaan yang berbeda – beda. Sebuah penelitian yang

dilakukan oleh Digital GFK Asia menemukan bahwa perempuan Indonesia

setidaknya menghabiskan waktu selama 5,6 jam dan laki – laki 5,4 jam per hari

untuk menggunakan smartphone mereka (Astri dalam tribunnews.com, 2016).

Jika dirata–ratakan secara keseluruhan, maka masyarakat Indonesia menghabiskan

waktu setidaknya 5,5 jam per hari untuk menggunakan smartphone mereka

dengan membuka berbagai aplikasi (Astri dalam tribunnews.com, 2016).

Durasi penggunaan gadget yang melebihi batas maksimal akan

menimbulkan masalah bagi penggunanya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh

2

para peneliti dari University of Oxford menemukan bahwa durasi maksimal

penggunaan gadget bagi remaja yaitu 4 jam 17 menit. Jika melebihi durasi

maksimal tersebut maka gadget akan mengganggu kerja otak para remaja

(Dikdok, 2018). Selain itu, resiko terjangkitnya adiksi smartphone pada

penggunanya akan sangat mungkin terjadi.

Berbagai fenomena terkait adiksi smartphone sudah mulai bermunculan

baik di Indonesia maupun di negara lainnya, seperti China dan Thailand.

Beberapa fenomena adiksi smartphone di Indonesia diantaranya terbengkalainya

kuliah dan sekolah para pelajar, menyakiti diri sendiri dan percobaan bunuh diri

(Ali, 2018; Lupito, Thoriq, & NR4, 2018; Widarsha, 2018) serta tingginya tingkat

kecelakaan di jalan raya (Ddn, 2011). Adapun masalah yang muncul akibat adiksi

smartphone di China dan Thailand yakni rusaknya mata pengguna smartphone

mulai dari mata malas hingga kebutaan (Bohang, 2017; Pratnyawan, 2018;

Mamduh, 2019) dan kasus pembunuhan seorang anak yang adiksi smartphone

oleh ibunya (Rosyadi, 2018).

Teori adiksi smartphone yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori

adiksi smartphone yang dikembangkan oleh Kwon et al. (2013a). Kwon et al.

(2013a) melakukan penelitian dengan tujuan untuk membuat self-diagnostic

adiksi smartphone. Alasan dibuatnya self-diagnostic tersebut karena penelitian

“Development of Korean Smartphone Addiction Proneness Scale” yang dilakukan

oleh National Information Society Agency hanya memberikan assessment yang

sederhana dalam membedakan antara ketergantungan dan penyalahgunaan

smartphone. Kedua hal tersebut dibedakan berdasarkan diagnosa psikiatri tanpa

3

acuan skala diagnosa adiksi smartphone. Selain itu, dalam jurnal – jurnal Korea,

studi – studi terkait skala penilaian adiksi smartphone hanya memodifikasi

terminologi–terminologi dari penelitian–penelitian sebelumnya, bukan

berdasarkan pemahaman tentang konsep adiksi smartphone. Selain

mengembangkan skala adiksi smartphone, Kwon et al.(2013a) juga menjelaskan

konsep adiksi smartphone dalam hasil penelitiannya.

Adiksi smartphone adalah pola atau perilaku maladaptif karena

penggunaan smartphone sehingga menimbulkan gangguan yang dimanifestasikan

melalui lima ciri Kwon, Kim, Cho, & Yang (2013). Lima ciri itu diantaranya

gangguan kehidupan sehari-hari, withdrawal, toleransi, mengorientasikan

hubungan pada dunia maya, dan berlebihan dalam menggunakan smartphone

(Kwon et al., 2013b). Gangguan kehidupan sehari - hari meliputi tidak melakukan

pekerjaan yang sudah direncanakan, sulit konsentrasi ketika di kelas atau sedang

bekerja, mengalami pusing/pandangan buram, sakit di pergelangan tangan/di

belakang leher, gangguan tidur (Kwon et al., 2013a). Kwon et.al. (2013a)

menjelaskan withdrawal yaitu rasa tidak sabar, kesal, menderita/tidak tahan jika

tidak menggunakan smartphone, terus menerus memikirkan smartphone

meskipun sedang tidak menggunakannya, berupaya untuk terus menggunakan

smartphone, merasa jengkel ketika diganggu saat sedang menggunakan

smartphone.

Ciri lain dari adiksi smartphone menurut Kwon et al. (2013a) yaitu

mengorientasikan hubungan pada dunia maya yakni merasa hubungan pertemanan

yang didapatkan melalui smartphone lebih akrab daripada teman yang ada di

4

kehidupan nyata, mengalami perasaan kehilangan yang tidak bisa dikontrol ketika

tidak bisa menggunakan smartphone, terus menerus mengecek smartphone,

menganggap dunia smartphone adalah gambaran kecil masyarakat di dunia nyata

yang dibentuk oleh situs jejaring sosial, seperti twitter atau facebook. Kwon et al.

(2013a) juga menjelaskan bahwa berlebihan dalam menggunakan smartphone

meliputi tidak dapat mengontrol penggunaan smartphone, lebih suka meminta

bantuan orang lain melalui smartphone, selalu menyiapkan pengisi baterai

(charge), merasa terdorong untuk menggunakan smartphone lagi setelah baru saja

berhenti menggunakannya. Toleransi yaitu usaha untuk mencoba mengontrol

penggunaan smartphone tetapi selalu gagal (Kwon et.al. 2013a).

Meskipun belum dimasukkan ke dalam pembahasan DSM-V, bahaya yang

ditimbulkan dari adiksi smartphone tidak jauh berbeda dengan bahaya yang

ditimbulkan dari ketergantungan zat lainnya (seperti alkohol, obat – obatan, dsb.).

Adiksi smartphone dapat menimbulkan dampak psikis, fisik, dan sosial. Dampak

psikis yang ditimbulkan dari adiksi smartphone diantaranya ekspresi marah yang

tidak tepat (berlebihan) karena dilarang menggunakan smartphone, gangguan

jiwa, percobaan bunuh diri, kemalasan, dan mudah merasa jenuh saat belajar

(Lupito et al. 2018; Ali, 2018; Widarsha, 2018; Liputan6.com, 2018). Selain itu,

individu juga dapat mengalami perubahan sikap menjadi lebih negatif; menjadi

pemurung, mengurung diri, dan membenci orang lain (misal: membenci orangtua)

(Lupito et al. 2018; Ali, 2018; Widarsha, 2018). Dampak psikis juga dapat

dirasakan oleh orang tua dengan anak yang mengalami adiksi smartphone, seperti

membuat orang tua malu karena anak menyalahgunakan smartphone yang

5

dimilikinya (seperti selfie dengan pakaian minim dan fotonya tersebar di media

sosial) (Fit & Bakri, 2017).

Terkait dengan dampak fisik, pengguna smartphone yang sudah terjangkit

adiksi dapat mengalami kekurangan waktu untuk tidur (Lupito et al., 2017). Selain

itu, sebuah penelitian di Korea menemukan bahwa adiksi smartphone

menyebabkan ketidakseimbangan otak karena tingkat kimiawi yang tinggi

sehingga aktivitas otak terhambat (Seo dalam Putri, 2017). Kadar dopamin pada

otak pecandu juga tinggi sehingga menimbulkan efek euforia dan aliran darah di

otak terkait reward & pleasure membuat ketagihan (Andri dalam Sulaiman, 2018;

Sulaiman, 2018). Adiksi smartphone juga bisa membuat penderitanya mengalami

rectal prolapse (usus dekat anus keluar) karena terlalu lama menggunakan

smartphone saat di toilet seperti yang dialami seorang pria di China (Pramudiarja,

2018).

Adiksi smartphone dapat menyebabkan perkembangan interaksi sosial

anak terhambat (Cindy dalam Liputan6.com, 2018). Dampak sosial lain yang

ditimbulkan dari adiksi smartphone yaitu terjadinya kecelakaan lalu lintas antar

kendaraan bermotor karena pengendara menggunakan smartphone sambil

mengendarai kendaraannya. Perilaku ini menyebabkan konsentrasi pengendara

terpecah (Muhardi, 2018). Pada tahun 2010, 30% kecelakaan lalu lintas di Jakarta

disebabkan karena penggunaan handphone (Ddn, 2011) dan menelpon atau ber-

SMS pada saat mengemudi merupakan penyebab terbesar terjadinya kecelakaan di

jalan raya (Muhardi, 2018). Kecelakaan–kecelakaan ini tentunya bukan hanya

6

menimbulkan kerusakan kendaraan, tetapi juga menimbulkan jatuhnya korban

jiwa (Surya, 2018; Untari, 2018).

Banyak faktor yang mempengaruhi adiksi smartphone, baik faktor internal

maupun eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi adiksi smartphone pada

individu yaitu adanya pengaruh gender, (Jenaro, Flores, Gomez-Vela, Gonzalez-

Gil, & Caballo, 2007; Deursen, Bolle, Hegner, & Kommers, 2015; Lee & Lee,

2017; Kawasaki, Tanei, & Ogata dalam Al-Barashdi et al., 2015; , Devis-Devis,

Peiró-Velert, Beltrán-Carrillo, & Tomás dalam Al-Barashdi, Bouazza, Jabur,

2015; Villella et al. dalam Al-Barashdi et al., 2015), motif (Zhang, Chongyang, &

Lee, 2014; Lee & Lee, 2017), personality (Roberts, Pullig, & Manolis, 2015;

Pearson & Hussain, 2015; Bessma, 2018), self-esteem (Lee et al., 2016; Lee &

Chae, 2017; Pugh, 2017; Wang, Zhao, Wang, Xie, Wang, & Lei, 2017). Adapun

faktor eksternal yang berpengaruh terhadap adiksi smartphone yaitu family

disfunction (domestic violence dan addicted parents) (Kim, Min, Min, Lee, &

Yoo, 2018), positvie reinforcement saat menggunakan smartphone (Carbonell,

Oberst, Beranuy, 2013), kualitas persahabatan (Kim et al., 2018), stres akademik

(Karuniawan & Cahyanti, 2013) dan durasi penggunaan smartphone (Haug et al.

2015; G€okçearslan, Mumcu, Haslama, & Cevik, 2016; Bavli, Katra, Günar,

2018).

Terkait dengan faktor gender, beberapa peneliti menyebutkan perempuan

lebih beresiko terkena adiksi smartphone daripada laki–laki (Lee & Lee, 2017;

Deursen et al., 2015,; Jenaro et al., 2007; Kawasaki et al. dalam Al-Barashdi et al.,

2015). Namun, Devis-Devis et al. (dalam Al-Barashdi et al., 2015) menunjukkan

7

bahwa laki – laki lebih banyak menghabiskan waktu untuk menggunakan ponsel.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Villella et al.

(dalam Al-Barashdi et al., 2015) yang menujukkan bahwa perilaku adiksi lebih

umum terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

Durasi penggunaan smartphone per hari juga dapat mempengaruhi adiksi

smartphone secara signifikan. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Haug et al. (2015); G€okçearslan et al., (2016); Bavli et al., (2018) menunjukkan

bahwa durasi penggunaan smartphone per hari berpengaruh secara signifikan

terhadap adiksi smartphone. Selain itu, dalam penelitian tersebut juga dijelaskan

bahwa semakin lama durasi penggunaan smartphone per hari maka adiksi

smartphonenya semakin tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Pearson & Hussain (2015) menunjukkan

adanya pengaruh personality terhadap adiksi smartphone dimana dan neuroticism

berpengaruh signifikan terhadap adiksi smartphone. Penelitian yang dilakukan

oleh Roberts et al. (2015) menunjukkan bahwa emotional instability dan

materialism berasosiasi positif dan signifikan dengan cell phone addiction,

sementara itu, introversion berasosiasi negatif dengan cell phone addiction,

conscientiousness berasosiasi negatif dengan attention impulsivenes dan attention

impulsiveness berasosiasi positif dengan cell phone addiction. Penelitian tentang

hubungan personality dengan adiksi smartphone juga dilakukan oleh Bessma

(2018). Bessma (2018) meneliti terkait hubungan big five personalityf dengan

adiksi smartphone dan hasilnya menunjukkan bahwa dimensi extraversion,

8

agreeableness, emotional stability, conscientiousness, opennes to experience

memiliki hubungan negatif yang signifikan dengan smartphone addiction.

Faktor internal lain yang mempengaruhi adiksi smartphone yaitu self-

esteem individu. Hasil penelitian yang dilakukan Lee et al. (2016) menunjukkan

bahwa responden yang beresiko tinggi terkena adiksi smartphone menunjukkan

self-esteem yang rendah. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Lee dan Chae (2017), Mulyana & Afriani (2017). Namun,

hasil penelitian yang dilakukan oleh Pugh (2017) menunjukkan tidak ada

pengaruh yang signifikan self-esteem dengan adiksi smartphone. Adapun hasil

penelitian yang dilakukan oleh Wang et al. (2017) menunjukkan adanya hubungan

jika self-esteem dijadikan mediator student-student relationship dengan adiksi

smartphone.

Bukan hanya karena faktor internal, adiksi smartphone juga bisa

disebabkan oleh faktor eksternal. Salah satu faktor eksternal tersebut yaitu

kualitas persahabatan. Kualitas persahabatan mampu menggambarkan bagaimana

hubungan individu dengan teman atau sahabatnya. Individu yang mengalami

konflik dengan teman–temannya akan mengalami pengalaman psikologis yang

buruk, seperti kesepian (loneliness) (Bae, 2015). Oleh karena itu, mereka mungkin

berusaha mencari kegiatan alternatif untuk mengimbangi hubungan interpersonal

yang buruk. Dalam situasi ini, smartphone bisa menjadi cara yang menarik untuk

berinteraksi dengan orang lain tanpa kontak tatap muka (Lee & Lee, 2012; Park,

Kim & Hong dalam Bae, 2015). Hasil penelitian Kim et al. (2018) menunjukkan

9

bahwa adiksi smartphone memiliki hubungan yang signifikan dengan remaja yang

memiliki kualitas persahabatan yang rendah.

Faktor eksternal selanjutnya yang mempengaruhi adiksi smartphone yaitu

stres akademik. Stres akademik merupakan suatu kondisi atau keadaan individu

yang mengalami tekanan sebagai hasil persepsi dan penilaian mahasiswa tentang

stressor akademik, yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan

(Govarest & Gregoire dalam Karuniawan & Cahyanti, 2013). Penelitian yang

dilakukan oleh Karuniawan dan Cahyanti (2013) pada mahasiswa pengguna

smartphone di Surabaya menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan

antara academic stress dengan adiksi smartphone. Berbeda dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Chiu (2014) yang menunjukkan bahwa stres

akademik berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi smartphone jika melalui

variabel mediator yaitu social self-efficacy.

Adiksi smartphone lebih cenderung terjadi pada remaja dibandingkan

orang dewasa (Kwon et al., 2013b). Kim et al. (dalam Kwon et al. 2013b)

melaporkan remaja mempunyai kecenderungan fokus ketika menggunakan media

dan masalah penggunaan media bisa lebih berkembang pada remaja ketika remaja

diperkenalkan jenis media baru daripada orang dewasa. Dengan kata lain, remaja

cenderung proaktif ketika menerima jenis media baru dan menggantikan yang

sebelumnya (Kwon et al., 2013b). Oleh karena itu, peneliti memilih pelajar SMA

sebagai subjek penelitian.

10

Dari berbagai fenomena dan hasil penelitian sebelumnya, maka penting

untuk dilakukan penelitian mengenai adiksi smartphone pada remaja. Penelitian

ini perlu untuk dilakukan karena adiksi smartphone akan berdampak negatif

terhadap fisik, psikis, maupun sosial.

Faktor yang menyebabkan terjadinya adiksi smartphone pada remaja yaitu

kepribadian, self-esteem, kualitas persahabatan, stres akademik, jenis kelamin, dan

durasi penggunaan smartphone penting untuk diteliti karena berdasarkan

pengetahuan peneliti, belum ada penelitian yang mengaitkan keenam faktor

tersebut (tipe kepribadian, self-esteem, kualitas persahabatan, stres akademik,

jenis kelamin, dan durasi penggunaan smartphone) terhadap adiksi smartphone

pada remaja. Selain itu, penelitian–penelitian sebelumnya (Kawasaki et al.,;

Jenaro et al.; Deursen et al.; Devis–Devis et al.; Villella et al., dalam Al-Barashdi

et al., 2015; Karuniawan & Cahyanti, 2013; Chiu, 2014; Haug, Castro, Kwon,

Filler, Kowatsch, & Schaub, 2015; Roberts et al., 2015; Pearson & Hussain, 2015;

G€okçearslan et al., 2016; Lee & Lee, 2017; Bavli et al., 2018; Bessma, 2018;

Kim et al., 2018) terkait faktor penyebab adiksi smartphone menunjukkan hasil

yang tidak konsisten. Untuk itu, penelitian ini berjudul “Faktor – faktor yang

mempengaruhi adiksi smartphone pada remaja”.

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan masalah

Batasan masalah pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui lebih jauh pengaruh

tipe kepribadian big five, self-esteem, kualitas persahabatan, jenis kelamin, dan

11

durasi penggunaan smartphone terhadap adiksi smartphone pada remaja yang

dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Adiksi smartphone yang dimaksud adalah adalah pola atau perilaku

maladaptif karena penggunaan smartphone sehingga menimbulkan

gangguan yang dimanifestasikan melalui lima ciri, yaitu gangguan

kehidupan sehari - hari, withdrawal, toleransi, mengorientasikan hubungan

pada dunia maya, dan berlebihan dalam menggunakan smartphone (Kwon

et al. 2013b).

b. Tipe kepribadian Big Five yang dimaksud adalah hirarki traits kepribadian

yang terdiri dari lima dimensi dasar: neuroticism, extraversion, openness

to experience, conscientiousness, agreeableness (McCrae & John, 1992).

c. Self-esteem yang dimaksud adalah sikap positif atau negatif terhadap diri

(Rosenberg, 1965)

d. Kualitas persahabatan yang dimaksud adalah kualitas hubungan anak-anak

dan remaja awal dengan teman-teman baik mereka sesuai lima aspek

(companionship, conflict, help, security, closeness) yang secara konseptual

bermakna terhadap hubungan pertemanan mereka (Bukowski, Hoza,

Boivin, 1994).

e. Stres akademik didefinisikan sebagai hal-hal yang mencerminkan perasaan

stres, menyalahkan diri sendiri, dan kekecewaan karena tidak bisa

memenuhi harapan orangtua dan guru serta harapan diri sendiri (Ang &

Huan, 2006).

12

1.2.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “apakah ada pengaruh tipe

kepribadian big five, self-esteem, kualitas persahabatan, stres akademik, jenis

kelamin, dan durasi penggunaan smartphone terhadap adiksi smartphone pada

remaja?”

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka peneliti merumuskan

pertanyaan – pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan big five personality, self-

esteem, kualitas persahabatan, stres akademik, jenis kelamin, dan durasi

penggunaan smartphone terhadap adiksi smartphone?

2. Apakah dimensi neuroticism, extraversion, openness, agreeableness,

conscientiousness pada variabel tipe kepribadian big five berpengaruh

secara signifikan terhadap adiksi smartphone pada seorang remaja?

3. Apakah self-esteem berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi

smartphone pada seorang remaja?

4. Apakah dimensi companionship, conflict, help/aid, security dan closeness

pada variabel kualitas persahabatan berpengaruh secara signifikan

terhadap adiksi smartphone pada seorang remaja?

5. Apakah dimensi ekspektasi orang tua dan ekspektasi diri sendiri pada

variabel stres akademik berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi

smartphone pada seorang remaja?

13

6. Apakah jenis kelamin berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi

smartphone pada seorang remaja?

7. Apakah durasi penggunaan smartphone berpengaruh secara signifikan

terhadap adiksi smartphone?

8. Variabel manakah yang memiliki pengaruh paling besar dan signifikan

terhadap adiksi smartphone?

9. Berapa besar sumbangan varians keenam variabel terhadap adiksi

smartphone?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian

Berdasarkan paparan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh tipe kepribadian big five, self-esteem, kualitas

persahabatan, stres akademik, jenis kelamin, dan durasi penggunaan

smartphone terhadap adiksi smartphone pada remaja.

2. Mengetahui pengaruh masing–masing dimensi dari tipe kepribadian big

five, self-esteem, kualitas persahabatan, stres akademik, jenis kelamin,

durasi penggunaan smartphone terhadap adiksi smartphone pada remaja.

3. Mengetahui variabel mana yang paling besar dan signifikan pengaruhnya

terhadap adiksi smartphone.

4. Mengetahui besar sumbangan varians tipe kepribadian big five, self-

esteem, kualitas persahabatan, stres akademik, jenis kelamin, dan durasi

penggunaan smartphone terhadap adiksi smartphone pada remaja.

14

1.3.2 Manfaat penelitian

Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya

terkait adiksi smartphone serta pengembangan khazanah keilmuan terkait teori

dan instrumen pengukuran adiksi smartphone.

Manfaat Praktis

1. Penelitian ini dapat menjadi bahan untuk memperkenalkan faktor – faktor

yang dapat memicu terjadinya adiksi smartphone pada remaja.

2. Penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam mencegah

terjadinya adiksi smartphone khususnya di kalangan remaja.

3. Penelitian ini diharapkan dapat membantu pengguna smartphone yang

sudah terindikasi mengalami adiksi smartphone dapat sedikit demi sedikit

menghilangkan adiksinya dengan memperbaiki faktor penyebab

munculnya adiksi smartphone.

15

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Adiksi Smartphone

2.1.1 Definisi Adiksi Smartphone

Seperti adiksi zat, Kwon et al. (2013a) menyatakan bahwa konsep adiksi

smartphone sebagai semacam adiksi perilaku memiliki sejumlah kriteria yang

mirip dengan ketergantungan dan penyalahgunaan zat pada DSM-IV. Adiksi

smartphone adalah pola atau perilaku maladaptif karena penggunaan smartphone

sehingga menimbulkan gangguan yang dimanifestasikan melalui lima kriteria,

yaitu gangguan kehidupan sehari-hari, withdrawal, toleransi, mengorientasikan

hubungan pada dunia maya, dan berlebihan dalam menggunakan smartphone

(Kwon et al., 2013a & 2013b).

Kim et al. (2014) menjelaskan bahwa konsep adiksi smartphone

dipandang sebagai jenis kecanduan perilaku yang ditandai oleh masalah dengan

kontrol impuls. Lin et al. (2014) menyatakan bahwa adiksi smartphone dapat

dipandang sebagai sebuah bentuk adiksi teknologi. Secara khusus, Griffiths

(dalam Lin et al., 2014) mendefinisikannya secara operasional; adiksi ini sebagai

perilaku adiksi terhadap bahan non kimiawi yang melibatkan interaksi manusia

dengan mesin. Adiksi smartphone didefinisikan sebagai keadaan dimana

seseorang tenggelam dalam aktifitas menggunakan smartphone dan sulit

mengontrolnya (Kim et al., 2018).

16

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan definisi adiksi smartphone

dari Kwon et al. (2013a &2013b); adiksi smartphone adalah pola atau perilaku

maladaptif karena penggunaan smartphone sehingga menimbulkan gangguan

yang dimanifestasikan melalui lima kriteria, yaitu gangguan kehidupan sehari -

hari, withdrawal, toleransi, mengorientasikan hubungan pada dunia maya, dan

berlebihan dalam menggunakan smartphone. Peneliti memilih definisi ini karena

salah satu sampel dalam pengembangan teori tersebut yaitu remaja sehingg sesuai

dengan sampel pada penelitian ini.

2.1.2 Dimensi Adiksi Smartphone

Kwon et al. (2013b) dalam penelitian Smartphone Addiction Scale-Short

Version terhadap 540 pelajar kelas dua SMP, menjelaskan tiga aspek adiksi

smartphone yaitu gangguan kehidupan sehari-hari, withdrawal, toleransi, yang

merupakan gejala umum kecanduan. Tiga aspek ini ditentukan berdasarkan hasil

konsultasi 90 responden laki–laki dan 60 responden perempuan dengan psikolog

klinis yang kemudian hasil konsultasinya dianalisis menggunakan analisis ROC

(Receiver Operating Characteristics). Namun demikian, berdasarkan hasil

penilaian expert judgement terhadap skala Smartphone Addiction Scale yang akan

dibuat versi singkatnya menjadi Smartphone Addiction Scale – Short Version,

Kwon et al. (2013b) menggunakan lima aspek adiksi smartphone yaitu gangguan

kehidupan sehari - hari, withdrawal, toleransi, mengorientasikan hubungan pada

dunia maya, dan berlebihan dalam menggunakan smartphone.

17

1. Gangguan kehidupan sehari–hari : meliputi tidak melakukan pekerjaan yang

sudah direncanakan, sulit konsentrasi ketika di kelas atau sedang bekerja,

menderita pusing atau penglihatan kabur, nyeri pada pergelangan tangan atau

di belakang leher, dan gangguan tidur.

2. Withdrawal : meliputi rasa tidak sabar, kesal, menderita/tidak tahan jika tidak

menggunakan smartphone, terus menerus memikirkan smartphone meskipun

sedang tidak menggunakannya, berupaya untuk terus menggunakan

smartphone, merasa jengkel ketika diganggu saat sedang menggunakan

smartphone.

3. Toleransi : usaha untuk mencoba mengontrol penggunaan smartphone tetapi

selalu gagal.

4. Mengorientasikan hubungan pada dunia maya yaitu merasa hubungan

pertemanan yang didapatkan melalui smartphone lebih akrab daripada teman

yang ada di kehidupan nyata, mengalami perasaan kehilangan yang tidak bisa

dikontrol ketika tidak bisa menggunakan smartphone, terus menerus

mengecek smartphone, menganggap dunia smartphone adalah gambaran

kecil masyarakat di dunia nyata yang dibentuk oleh situs jejaring sosial,

seperti twitter atau facebook.

5. Berlebihan dalam menggunakan smartphone : meliputi tidak dapat

mengontrol penggunaan smartphone, lebih suka meminta bantuan orang lain

melalui smartphone, selalu menyiapkan pengisi baterai (charge), merasa

terdorong untuk menggunakan smartphone lagi setelah baru saja berhenti

menggunakannya.

18

Menurut Lin, Chang, Lee, Tseng, Kuo, & Chen. (2014), aspek adiksi

smartphone yaitu compulsive behavior, functional impairment, withdrawal, dan

tolerance. Kim et al. (2014) dalam penelitiannya untuk mengembangkan

Smartphone Addiction Proneness Scale (SAPS) menyebutkan empat subdomain

adiksi smartphone, yaitu adaptive functions, withdrawal, tolerance, dan virtual

life orientation. Choliz (2010) menjelaskan dimensi adiksi ponsel diantaranya:

abstinence, lack of control (kekurangan kontrol), problems derived from the use

(masalah yang berasal dari penggunaan ponsel), tolerance (toleransi),

interference with other activities (mengganggu kegiatan lain).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan lima dimensi adiksi

smartphone dari Kwon et al. (2013b) yaitu gangguan kehidupan sehari - hari,

withdrawal, toleransi, mengorientasikan hubungan pada dunia maya, dan

berlebihan dalam menggunakan smartphone.

2.1.3 Pengukuran Adiksi Smartphone

Skala yang mengukur adiksi smartphone diantaranya:

1. Smartphone Addiction Proneness Scale (SAPS)

SAPS merupakan skala adiksi smartphone yang dikembangkan

oleh Kim et.al. pada tahun 2014. Skala ini terdiri dari 15 item yang

mengukur empat subdomain adiksi smartphone yaitu disturbance of

adaptive functions, virtual life orientation, withdrawal, dan tolerance.

19

2. Smartphone Addiction Scale (SAS)

Smartphone Addiction Scale (SAS) merupakan skala adiksi

smartphone yang dikembangkan oleh Kwon et.al. (2013a) yang terdiri dari

33 item. Skala ini mengukur enam dimensi adiksi smartphone yaitu

gangguan kehidupan sehari - hari, withdrawal, toleransi, mengorientasikan

hubungan pada dunia maya, dan berlebihan dalam menggunakan

smartphone.

3. Smartphone Addiction Scale – Short Version (SAS-SV)

Smartphone Addiction Scale – Short Version (SAS-SV) merupakan

versi singkat dari SAS yang juga dikembangkan oleh Kwon et.al. (2013b).

Skala ini terdiri dari 10 item yang mengukur lima dimensi adiksi

smartphone yaitu gangguan kehidupan sehari-hari, withdrawal, toleransi,

mengorientasikan hubungan pada dunia maya, dan berlebihan dalam

menggunakan smartphone. Skala ini dikembangkan pada 540 responden

dengan rata – rata usia 14,5 tahun. Skor internal consistency SAS-SV yang

ditunjukkan dengan skor cronbach`s alpha yaitu 0.911 (Kwon et.al.,

2013b).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Smartphone Addiction

Scale – Short Version (SAS-SV) untuk mengukur adiksi smartphone pada

responden. Peneliti memilih menggunakan alat ukur ini karena alat ukur

tersebut dikembangkan pada responden remaja sehingga sesuai dengan

responden pada penelitian ini.

20

2.1.4 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Adiksi Smartphone

Menurut hasil penelitian para peneliti, faktor–faktor yang mempengaruhi adiksi

smartphone dapat berasal dari faktor internal, demografi, dan faktor eksternal.

1. Faktor internal

Faktor internal yang mempengaruhi adiksi smartphone diantaranya:

a. Motif

Selain gender, faktor lain yang mempengaruhi adiksi smartphone

yaitu motif. Sebagaimana yang dijelaskan dalam penelitian yang

dilakukan oleh Lee dan Lee pada tahun 2017 bahwa 19,4% motif

mempengaruhi adiksi smartphone. Sebagaimana hasil penelitian Lee

dan Lee (2017), hasil penelitian Zhang et al. (2014) juga menunjukkan

adanya pengaruh motif terhadap adiksi smartphone. Besar pengaruh

motif terhadap adiksi smartphone yaitu sebesar 29,9%.

b. Kegagalan meregulasi diri

Dalam penelitiannya, Deursen et al. (2015) menemukan kegagalan

meregulasi diri (self-regulation) menjadi penyebab tertinggi perilaku

adiksi smartphone.

c. Self-esteem

Hasil penelitian Lee et al. (2016) menunjukkan bahwa remaja yang

beresiko tinggi terkena adiksi smartphone, memiliki self-esteem yang

lebih rendah. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Lee dan Chae (2017), Mulyana & Afriani (2017).

Korelasi negatif ditunjukkan antara self-esteem dan cellular phone

21

addiction dengan r=-.367, p<.001 (Lee & Chae, 2017) dan antara self-

esteem dan smartphone addiction dengan r = -0,145, p<0,05

(Mulyana & Afriani, 2017).

d. Personality

Penelitian yang dilakukan oleh Pearson & Hussain (2015)

menunjukkan adanya pengaruh personality terhadap adiksi

smartphone dimana openness dan neuroticism berpengaruh signifikan

terhadap adiksi smartphone. Penelitian yang dilakukan oleh Roberts,

Pullig, Manolis (2015) menunjukkan bahwa emotional instability dan

materialism berasosiasi positif dan signifikan dengan cell phone

addiction, sementara itu, introversion berasosiasi negatif dengan cell

phone addiction, conscientiousness berasosiasi negatif dengan

attention impulsiveness dan attention impulsiveness berasosiasi positif

dengan cell phone addiction.

Penelitian tentang hubungan personality dengan adiksi smartphone

juga dilakukan oleh Bessma (2018). Bessma (2018) meneliti terkait

hubungan big five personality dengan adiksi smartphone dan hasilnya

menunjukkan bahwa dimensi extraversion, agreeableness, emotional

stability, conscientiousness, opennes to experience memiliki

hubungan negatif yang signifikan dengan smartphone addiction.

e. Friendship satisfaction dan academic motivation

Penelitian yang dilakukan Bae (2015) menunjukkan adanya friendship

satisfaction dan academic motivation berpengaruh negatif terhadap

22

adiksi penggunaan smartphone; semakin meningkatnya friendship

satisfaction dan academic motivation maka semakin menurun juga

adiksi penggunaan smartphone.

f. Need to belong

Pada penelitian Wang et al. (2017) need to belong merupakan variabel

moderator self-esteem dan student-student relationship terhadap adiksi

smartphone. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa need to

belong berasosiasi positif secara signifikan dengan adiksi smartphone.

Remaja dengan need to belong yang tinggi, maka adiksi smartphonenya

juga tinggi; remaja mungkin memiliki self-esteem yang rendah dan

student-student relationshipnya buruk.

2. Faktor demografi

Faktor demografi yang mempengaruhi adiksi smartphone diantaranya

sebagai berikut:

a. Jenis Kelamin

Dari penelitian yang dilakukan oleh Lee et al. (2017) terhadap 3000

remaja SMP dan SMA ditemukan bahwa adiksi smartphone lebih

banyak terjadi pada pelajar perempuan; 9.5% perempuan dan 5.9%

laki-laki diklasifikasikan sebagai pengguna smartphone yang beresiko

tinggi terkena adiksi smartphone, sementara 33.1% perempuan dan

22.7% laki-laki diklasifikasikan berpotensi terkena adiksi smartphone.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Deursen et al. pada tahun 2015. Hasil tersebut menunjukkan

23

bahwa kesempatan berkembangnya kebiasaan atau perilaku adiksi

smartphone pada perempuan lebih tinggi dibanding pria.

Dalam sebuah studi review literatur yang dilakukan oleh Al –

Barashdi et al. (2015) dijelaskan bahwa ada pengaruh jenis kelamin

terhadap adiksi smartphone. Beberapa hasil studi literatur review

tersebut diantaranya: pertama, pada penilaian patologis intenet dan

penggunaan ponsel yang dilakukan terhadap 337 mahasiswa Spanyol,

Jenaro et al. (2007) menemukan bahwa penggunaan ponsel yang

tinggi terjadi pada perempuan, dan memiliki kecemasan dan insomnia

yang tinggi. Kedua, Kawasaki et al. (dalam Al-Barashdi et al., 2015)

menyelidiki ketergantungan ponsel pada pelajar SMA dan mahasiswa

Thai university. Format survey (Cellular Phone Dependence

Quetionnaire) didistribusikan kepada 181 perempuan dan 177 laki-

laki mahasiswa Thai University dan kepada 240 perempuan dan 140

laki-laki pelajar SMA Thai. Faktor analisis terhadap pelajar SMA

perempuan menunjukkan bahwa ketergantungan ponsel pada pelajar

SMA perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa laki–

laki, siswa perempuan, siswa laki-laki dan mahasiswa perempuan

Jepang.

Ketiga, namun, hasil studi yang dilakukan oleh Devis-Devis et al.

(dalam Al-Barashdi et al., 2015), menunjukkan perbedaan. Mereka

membandingkan penggunaan ponsel pada laki-laki dan perempuan

dan menemukan bahwam laki-laki lebih banyak menghabiskan waktu

24

untuk menggunakan ponsel. Mereka juga menemukan bahwa

mahasiswa lebih banyak menggunakan alat komunikasi ini ketika

weekend daripada weekdays. Sejalan dengan hasil ini, Villella, dkk.

(dalam Al-Barashdi et al., 2015) menunjukkan bahwa perilaku adiksi

lebih umum terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

b. Demografi dan school life

Pada penelitian Lee dan Lee (2017) 1,9% variabel demografi (gender

dan tingkat perekonomian keluarga) mempengaruhi adiksi smartphone

dan 0,6% dipengaruhi oleh school life.

c. Durasi penggunaan smartphone

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Haug et al. 2015;

G€okçearslan et al., 2016; Bavli et al., 2018 menunjukkan bahwa

durasi penggunaan smartphone per hari berpengaruh secara signifikan

terhadap adiksi smartphone. Selain itu, dalam penelitian tersebut juga

dijelaskan bahwa semakin lama durasi penggunaan smartphone per

hari maka adiksi smartphonenya semakin tinggi.

3. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi adiksi smartphone diantaranya

sebagai berikut

a. Attachment to significant others

Faktor lain yang mempengaruhi adiksi smartphone yang dijelaskan

dalam penelitian Lee dan Lee (2017) yaitu 5,2% oleh attachment to

significant others (parents, friends, teacher).

25

b. Family disfunction

Remaja dengan family disfunction (domestic violence dan addicted

parents) lebih besar kemungkinannya mengalami adiksi smartphone

(Kim, 2018).

c. Positive Reinforcement

Carbonell, Oberst, Beranuy (2013) menjelaskan postive reinforcment

dari penggunaan ponsel: pertama, euphoria yaitu merasa dihargai

atau dicintai ketika menerima panggilan atau pesan. Kedua,

instrumental function merupakan fitur yang terdapat pada ponsel

seperti jam saku, jam alarm, kamera digital, perekam suara dan/atau

video, buku harian elektronik, mp3, atau GPS, dsb. sangat bermanfaat

& sangat disesuaikan bagi usia dan peran sosial pengguna.

Ketiga, symbol of Identity; ponsel telah menjadi satu lagi elemen di

antara komponen-komponen intim yang membentuk ruang pribadi

(seperti halnya hal-hal lain, seperti jam tangan, dompet, foto,

gantungan kunci, dll.); yang dengannya pembawa memiliki ikatan

emosional. Ponsel itu tampaknya telah menjadi objek di mana

seseorang dapat memberikan petunjuk tentang identitas gender

mereka, posisi sosial dan profesional, sikap terhadap masyarakat,

karakter, kepribadian, atau suasana hati. Ponsel, seperti pakaian, dapat

mengirimkan informasi tentang karakteristik seseorang dan tentang

ide yang mereka miliki tentang diri mereka, dan yang ingin mereka

kirimkan kepada orang lain.

26

Keempat, social status; seorang konsumen muda yang membeli

ponsel merasa powerful, tidak hanya melalui penggunaannya, tetapi

juga melalui pembelian itu sendiri. Juga, jumlah dan / atau kualitas

pesan yang diterima, jumlah panggilan, jumlah kontak, kecanggihan

game dan layanan yang ditawarkan oleh ponsel, dan merek ponsel,

semua membantu untuk meningkatkan status sosial pengguna.

Kelima, social network; ponsel juga merupakan alat untuk

membangun jejaring sosial melalui daftar kontak perangkat. Jaringan

sosial berdasarkan ponsel telah menciptakan rasa identitas baru bagi

remaja dan orang muda. Keenam, online social networks; seiring

bertambahnya kemajuan teknologi, industri ponsel telah berhasil

beradaptasi mengikuti tuntutan pengguna dan menciptakan kebutuhan

baru, seperti online social network.

Ketujuh, independence; telepon seluler memainkan peran penting

dalam sosialisasi dan menciptakan perasaan menjadi anggota

kelompok, terutama di kalangan remaja. Selain itu, ponsel juga

menjadi salah satu alat bagi remaja untuk terbebas dari orang tua;

telepon seluler membantu seorang remaja untuk memperoleh rasa diri

yang semakin besar dan orientasi yang semakin meningkat terhadap

kelompok sebaya. Ponsel ini mendukung kemandirian dan

memperkuat kontak dengan teman-teman dan orang lain di luar

keluarga; Kedelapan, short distance: ponsel adalah alat yang

27

memfasilitasi kontak jarak pendek, dalam arti kontak dengan orang-

orang yang belum tentu dapat kita temui setiap hari.

Kesembilan, increased security and control: ponsel adalah alat

kontrol yang menghasilkan perasaan aman pada orang tua, di antara

pasangan, atau bahkan untuk diri sendiri ketika bepergian jauh.

Seringkali tingkat kontrol dan rasa keamanan salah: sangat mudah

untuk berbohong tentang keberadaan seseorang, dan, bagaimanapun,

masa pakai baterai dan jangkauan keduanya terbatas. Kesepuluh,

permanent mobility and access: membawa ponsel atau memilikinya

membuat pengguna merasa wajib untuk selalu menerima panggilan,

membalas pesan, dan lain sebagainya. Aplikasi GPS dapat digunakan

orang lain untuk melacak keberadaan pengguna ponsel ketika

panggilan dan pesannya tidak direspon. Kesebelas, entertainment and

games: ponsel membawa berbagai fungsi, dan bahkan dapat berfungsi

sebagai portable videogame console. Penggabungan aplikasi ("Apps")

dalam ponsel generasi terbaru (disebut smartphone) telah membuka

berbagai kemungkinan besar seperti menggunakannya di tempat kerja,

untuk bersantai, dan penggunaan dalam aspek praktis dalam

kehidupan sehari-hari; di banyak aplikasi ini, fungsi-fungsi ini

dicampurkan. Ponsel menjadi komputer seluler pribadi.

Keduabelas, family conciliation: ponsel telah memungkinkan

remaja untuk membangun semacam persaudaraan virtual. Dengan

ponsel, dapat lahir cara–cara berkomunikasi yang baru untuk

28

mempertahankan kesatuan keluarga dan rasa memiliki yang

dibutuhkan oleh remaja dan orang dewasa; Ketigabelas, synchronous

and ssynchronous communication: panggilan suara dan pesan teks

digunakan secara berbeda tergantung pada tujuan dan karakteristik

pengirim dan penerima pesan. Suara adalah komunikasi sinkron,

serentak dalam waktu, sedangkan pesan teks tidak sinkron, seperti

surat elektronik.

Keempatbelas, individualization of assets: ini adalah salah satu

aspek evolusi sosial dan meningkatnya kualitas hidup di dunia Barat.

Di bidang teknologi, telepon telah mengikuti jalur yang sama dengan

televisi, sudah menjadi aset individual dan bukan milik keluarga lagi.

Sama seperti remaja yang memiliki televisi di kamar tidur mereka

sendiri, mereka juga memiliki komputer sendiri, ponsel, dll.

d. Aktivitas ponsel

Temuan Roberts, Yaya, dan Monalis (2014) mengungkapkan bahwa

aktivitas ponsel (CPA; Cell Phone Activity) yang mendorong

seseorang menjadi adiksi ponsel ditemukan sangat bervariasi di antara

pengguna telepon seluler pria dan wanita. Meskipun komponen sosial

yang kuat mendorong CPA baik pada laki-laki dan perempuan,

kegiatan khusus yang terkait dengan CPA sangat berbeda.

e. Student-student relationship

Pada penelitian Wang et al. (2017) student–student relationship

berasosiasi negatif secara signifikan dengan adiksi smartphone pada

29

remaja. Analisis mediasi mengungkapkan bahwa self-esteem secara

parsial memediasi hubungan antara studen –student relationship dan

kecanduan smartphone pada remaja.

f. Kualitas persahabatan

Kualitas persahabatan mampu menggambarkan bagaimana hubungan

individu dengan teman atau sahabatnya. Individu yang mengalami

konflik dengan teman–temannya akan mengalami pengalaman

psikologis yang buruk, seperti kesepian (Bae, 2015). Oleh karena itu,

mereka mungkin berusaha mencari kegiatan alternatif untuk

mengimbangi hubungan interpersonal yang buruk. Dalam situasi ini,

smartphone bisa menjadi cara yang menarik untuk berinteraksi dengan

orang lain tanpa kontak tatap muka (Lee & Lee, 2012; Park, Kim, &

Hong dalam Bae, 2015). Hasil penelitian Kim et al. (2018)

menunjukkan bahwa adiksi smartphone memiliki hubungan yang

signifikan dengan remaja yang memiliki friendship quality rendah.

g. Stres akademik

Pada penelitian yang dilakukan oleh Karuniawan dan Cahyanti (2013)

terhadap mahasiswa pengguna smartphone di Surabaya menunjukkan

bahwa ada hubungan yang signifikan antara academic stress dengan

adiksi smartphone.

Dari berbagai faktor penyebab adiksi smartphone, dalam penelitian ini

peneliti memilih tipe kepribadian big five, self-esteem, kualitas

persahabatan, stres akademik, jenis kelamin, dan durasi penggunaan

30

smartphone sebagai independent variable karena berdasarkan pengetahuan

peneliti, belum ada penelitian yang mengaitkan keenam faktor tersebut

terhadap adiksi smartphone pada remaja. Selain itu, penelitian – penelitian

sebelumnya (Kawasaki et al., 2006; Jenaro et al., 2007; Deursen et al.,

2015; Devis – Devis et al. dalam Al-Barashdi et al., 2015; Villella et al.

dalam Al-Barashdi et al., 2015; Karuniawan & Cahyanti, 2013; Chiu,

2014; Haug et al. 2015; Roberts et al., 2015; Pearson & Hussain, 2015;

G€okçearslan et al., 2016; Lee & Lee, 2017; Bavli et al., 2018; Bessma,

2018; Kim et al., 2018) juga menunjukkan hasil yang tidak konsisten.

2.2 Tipe Kepribadian Big Five

2.2.1 Definisi dan Sejarah Singkat Tipe Kepribadian Big Five

Tipe kepribadian Big Five adalah hirarki traits kepribadian yang terdiri dari lima

dimensi dasar: extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan

openness to experience (McCrae & John, 1992). Tipe kepribadian Big Five

muncul untuk memenuhi kebutuhan psikologi kepribadian akan istilah – istilah

yang mudah dipahami oleh khalayak umum (John dan Srivastava, 1999).

Meskipun Big Five bukan sebuah teori kepribadian, McCrae dan John (1992

dalam McCrae & Costa, 2008) menjelaskan bahwa Big Five secara implisit

mengadopsi prinsip dasar dari trait theory; bahwa individu dapat

dikarakteristikkan melalui pola pemikiran, perasaan, dan tindakannya yang relatif

menetap; traits dapat dinilai secara kuantitatif; traits bersifat konsisten di berbagai

situasi. Struktur Big Five pada awalnya lahir dari psycholexical approach dan

31

faktor analisis (John dan Srivastava, 1999). Kajian mengenai sifat manusia

pertama kali dilakukan oleh Allport dan Odbert pada tahun 1930an, kemudian

dilanjutkan oleh Cattell pada tahun 1940an dan oleh Tupes, Christal, Norman

pada tahun 1960an (John dan Srivastava, 1999).

Pada akhir 1970-an dan awal 1980-an, Costa dan McCrae membangun

taksonomi yang terelaborasi mengenai sifat dan kepribadian. Akan tetapi, mereka

tidak menggunakan klasifikasi tersebut untuk menghasilkan hipotesis yang dapat

diuji, melainkan hanya menggunakan teknik analisis faktor untuk menguji

stabilitas dan struktur kepribadian. Dalam masa tersebut, Costa dan McCrae

awalnya hanya berfokus pada dua dimensi utama, yaitu neurotisme dan ektraversi

(Feist & Feist, 2010).

Tidak lama setelah menemukan N dan E, Costa dan McCrae menemukan

faktor ketiga, yang disebut dengan openness to experience. Hampir semua studi

awal Costa dan McCrae hanya terfokus pada ketiga dimensi ini. Walaupun Lewis

Goldberg adalah orang yang pertama menggunakan istlah “Big Five” pada tahun

1981, Costa dan McCrae masih melanjutkan studi mereka pada ketiga faktor

tersebut (Feist & Feist, 2010). Sampai pada tahun 1983, Costa dan McCrae masih

berargumentasi mengenai model tiga faktor kepribadian. Baru pada tahun 1985,

mereka mulai melaporkan studi pada lima faktor kepribadian; neuroticism,

extraversion, openness to experience, agreeableness, conscientiousness (Feist &

Feist, 2010).

32

2.2.2 Dimensi Tipe Kepribadian Big Five

Dimensi tipe kepribadian big five menurut McCrae & Costa (1987 dalam

Friedman & Schustack, 2008) yaitu sebagai berikut:

1. Neuroticism

Neuroticism didefinisikan dengan istilah-istilah seperti khawatir, tidak

aman, self-conscious, dan temperamental. Orang yang tinggi dalam

dimensi neuroticism cenderung gugup, sensitif, tegang, mudah cemas,

rentan terhadap gangguan yang berhubungan dengan stres (Friedman &

Schustack, 2008; Feist & Feist, 2010). Orang yang rendah dalam dimensi

ni cenderung tenang dan santai (Friedman & Schustack, 2008).

2. Extraversion

Individu yang dominan dalam extraversion memiliki ciri–ciri perilaku

pandai bersosialisasi, fun-loving, penyayang, ramah, dan banyak bicara

adalah variabel tertinggi pada faktor extraversion. Friedman dan

Schustack (2008) juga menjelaskan bahwa individu yang extraversion

cenderung ramah. Ciri lain extraversion menurut Friedman dan Schustack

(2008) yaitu cenderung penuh semangat, antusias, dominan, ramah, dan

komunikatif. Orang yang sebaliknya akan cenderung pemalu, tidak

percaya diri, submisif (perilaku yang cenderung menyerah pada semua hal

yang terjadi serta tidak mampu mengatakan “tidak” pada kondisi dimana

ia harus mengatakan “tidak”), dan pendiam.

33

3. Openness to experience

Orang yang tinggi dalam dimensi openness umumnya terlihat imajinatif,

menyenangkan, kreatif, dan artistik (Friedman & Schustack, 2008). Orang

yang rendah dalam dimensi ini umumnya dangkal, membosankan atau

sederhana (Friedman & Schustack, 2008).

4. Conscientiousness

Pada umumnya, orang yang tinggi dalam dimensi ini berhati – hati, dapat

diandalkan, teratur, teliti, disiplin, dan bertanggung jawab (Friedman &

Schustack, 2008; Feist & Feist, 2010). Namun, orang yang rendah dalam

dimensi ini cenderung ceroboh, berantakan, dan tidak dapat diandalkan

(Friedman & Schustack, 2008).

5. Agreeableness

Umumnya, jika seseorang tinggi dalam dimensi ini, maka ia cenderung

kooperatif, ramah, mudah percaya, hangat, dan memiliki perilaku yang

baik (Friedman & Schustack, 2008; Feist & Feist, 2010). Orang yang

rendah dalam dimensi ini cenderung dingin, konfrontatif, dan kejam

(Friedman & Schustack, 2008).

2.2.3 Pengukuran Tipe Kepribadian Big Five

Dalam John & Srivastiva (1999), dijelaskan beberapa alat ukur untuk mengukur

tipe kepribadian Big Five seseorang, diantaranya:

34

a. NEO PI

NEO PI dikembangkan pada tahun 1980an oleh McCrae & Costa. Alat

ukur ini dipublikasikan pada tahun 1985. NEO PI mengukur tiga dimensi

dari big five, yaitu neuroticism, extraversion, dan openness. NEO PI

berasal dari analisis cluster 16PF milik Cattel, et al (1970).

b. NEO PI-R

NEO PI-R (NEO PI, Revised) merupakan revisi dari NEO PI. Pada alat

ukur ini, dimensi agreeableness dan conscientiousness sudah

ditambahkan. Alat ukur ini dipublikasikan oleh McCrae & Costa pada

tahun 1992 dan terdiri dari 240 item.

c. BFI (Big Five Inventory)

BFI dikembangkan oleh John et al. pada tahun 1991. Tujuan pembuatan

alat ukur ini adalah untuk memberikan atau menyediakan alat ukur yang

singkat yang bisa digunakan untuk mengasesmen secara fleksibel dan

efisien. BFI terdiri dari 44 item.

d. BFI – K (BFI – Kurzeversion)

BFI – K dikembangkan oleh Rammstedt dan John pada tahun 2005. Alat

ukur ini terdiri dari 21 item dan merupakan skala versi singkat dari BFI .

Namun, pada tahun 2013, Kovaleva et al. melakukan uji validitas ulang

dan menghasilkan reliabilitas sebagai berikut:

35

Tabel 2.1 Reliabilitas Big Five Inventory-K (BFI – K)

N E O A C Mean

BFI .74 .80 .69 .58 .69 .70

N = neuroticism, E = extraversion, O = opennes,

A= Agreeableness, C = Conscientiousness

Dari beberapa alat ukur di atas, pada penelitian ini, peneliti

menggunakan BFI-K untuk meneliti tipe kepribadian Big Five responden

karena BFI-K memiliki validitas dan reliabilitas yang baik meskipun

hanya terdiri dari 25 item.

2.3 Self-esteem

2.3.1 Definisi self-esteem

Rosenberg (1965) menjelaskan bahwa self-esteem adalah sikap positif atau negatif

terhadap diri. Individu yang memiliki self-esteem yang tinggi hanya merasa

bahwa dia adalah orang yang berharga; dia menghormati dirinya sendiri apa

adanya, tetapi dia tidak mengagumi dirinya sendiri, juga tidak mengharapkan

orang lain untuk mengaguminya. Dia tidak menganggap dirinya lebih superior

dari yang lain. Dia tidak merasa bahwa dia adalah yang paling sempurna, tetapi,

sebaliknya, mengakui keterbatasannya dan berharap untuk tumbuh dan

berkembang. Di sisi lain, individu yang memiliki self-esteem yang rendah akan

menyiratkan penolakan diri, ketidakpuasan diri, penghinaan diri. Baginya,

gambaran diri itu tidak menyenangkan.

Definisi lain dari self-esteem yaitu pengalaman bahwa kita pantas untuk

menjalani kehidupan ini dan kita sesuai dengan kebutuhan hidup. Lebih khusus

36

lagi, self-esteem adalah (1) kepercayaan akan kemampuan kita untuk berpikir dan

mengatasi tantangan – tantangan dasar kehidupan; (2) keyakinan akan hak kita

untuk bahagia, perasaan bahwa kita bisa bermanfaat, layak, berhak untuk

menyatakan kebutuhan dan keinginan kita dan berhak menikmati hasil dari upaya

kita (Branden, 1992). Menurut Mischel, Shoda, dan Ayduk (2008), Self –esteem

mengacu pada penilaian individu terhadap keberhargaan atau kelayakan dirinya

sendiri. Dalam kamus APA, self-esteem yaitu sejauh mana individu menganggap

self-quality dan self-conceptnya positif. Ini mencerminkan self-image terhadap

fisik, pandangan atas pencapaian dan kemampuannya, serta nilai-nilai dan

keberhasilan yang dirasakan dalam menghayati hal – hal tersebut, serta cara orang

lain melihat dan menanggapi orang tersebut. Semakin positif persepsi kumulatif

dari kualitas dan karakteristik ini, semakin tinggi self-esteem seseorang. Tingkat

self-esteem yang cukup tinggi dianggap sebagai unsur penting kesehatan mental,

sedangkan self-esteem yang rendah dan perasaan tidak berharga adalah gejala

depresi yang umum.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan definisi self-esteem dari

Rosenberg (1965); self-esteem adalah sikap positif atau negatif terhadap diri.

2.3.2 Dimensi self-esteem

Konsep self-esteem berdasarkan teori Rosenberg (1965) bersifat unidimensional.

Selain itu, Rosenberg (1965) tidak menyebutkan aspek atau dimensi self-esteem

pada teorinya. Sedangkan menurut Branden (1992), self-esteem memiliki dua

aspek yang saling berkaitan yaitu self-efficacy dan self-respect.

37

a. Self-efficacy

Self-efficacy berarti percaya pada berfungsinya pikiran, kemampuan untuk

berfikir, proses menilai, memilih, dan memutuskan; percaya akan

kemampuan diri untuk memahami tentang minat dan kebutuhan diri;

cognitive self-trust; cognitive self-reliance.

b. Self-respect

Self-respect berarti kepercayaan diri terhadap my value; sikap setuju

terhadap hak saya untuk hidup dan bahagia; nyaman ketika menyampaikan

ide, keinginan, dan kebutuhan saya; merasa bahwa kesenangan adalah hak

alami saya.

Tafarodi dan Swann (1995) menyebutkan ada dua dimensi self-esteem, yaitu:

a. Self-liking

Self-liking adalah penilaian afektif kita tentang diri kita sendiri,

persetujuan atau ketidaksetujuan kita, sejalan dengan nilai-nilai sosial

yang diinternalisasi.

b. Self-competence

Self-competence adalah rasa keseluruhan diri sebagai mampu, efektif, dan

terkendali. Self-competence dihasilkan dari manipulasi yang berhasil dari

lingkungan seseorang, dari realisasi tujuan, kecil dan besar.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konsep teori self-esteem dari

Rosenberg (1965) yaitu self-esteem bersifat unidimensional dan tidak ada aspek

atau dimensi yang disebutkan oleh Rosenberg (1965) dalam teorinya. Peneliti

memilih konsep teori dari Rosenberg (1965) karena teori tersebut dikembangkan

38

dari hasil penelitian yang melibatkan sampel remaja sehingga sesuai dengan usia

responden penelitian ini.

2.3.3 Pengukuran self-esteem

Alat ukur self-esteem sudah banyak dikembangkan oleh banyak tokoh. Beberapa

alat ukur self-esteem diantaranya:

a. Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES)

Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) dikembangkan oleh Morris

Rosenberg pada tahum 1965. RSES terdiri dari 10 item dan dikembangkan

pada 5.024 siswa SMP dan SMA di sepuluh sekolah di New York

(Rosenberg, 1965). Skor internal consistency RSES berada pada rentang

.77 sampai .88, sedangkan skor test-retest reliability berada pada rentang

.82 sampai .85 (Blascovich & Tomaka, 1991).

b. Self-Esteem Inventory (SEI)

Self-Esteem Inventory (SEI) sebenarnya didesain untuk digunakan pada

anak – anak. Item – itemnya dibuat oleh Rogers dan Dymond pada tahun

1954 dan dari hasil penelitian Coopersmith. SEI terdiri dari 50 item yang

empat aspek mengukur self-regard; peers, parents, school, and personal

interests (Coopersmith dalam Blascovich & Tomaka, 1991).

c. Short Forms of the Texas Social Behavior Inventory (TSBI)

Short Forms of the Texas Social Behavior Inventory (TSBI)

dikembangkan oleh Helmreich dan Stapp (1974). Alat ukur ini merupakan

alat ukur versi singkat dari Texas Social Behavior Inventory (TSBI). Short

39

Forms of the Texas Social Behavior Inventory terdiri dari 2 form yang

masing – masing berisi 16 item.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES)

untuk mengukur variabel self-esteem karena sampel yang digunakan dalam

pengembangan alat ukur ini sesuai dengan salah satu kriteria responden pada

penelitian ini.

2.4 Kualitas Persahabatan

2.4.1 Definisi kualitas persahabatan

Kualitas persahabatan adalah kualitas hubungan anak-anak dan remaja awal

dengan teman-teman baik mereka dimana dalam hubungan tersebut terdapat lima

aspek yang bermakna dalam hubungan persahabatan mereka. Kelima aspek ini

yaitu companionship, conflict, help/aid, security dan closeness (Bukowski, Hoza,

Boivin, 1994). Menurut Thien, Razak, dan Jamil (2012), kualitas persahabatan

adalah sejauh mana kesediaan individu untuk berinteraksi dengan orang lain agar

memperoleh manfaat baik secara sengaja atau tidak dari persahabatan yang

dihasilkan atas dasar empat dimensi, (1) closeness, (2) help, (3) acceptance, dan

(4) safety.

Kualitas persahabatan didefinisikan secara tersirat oleh Berndt (2002).

Berawal dari pepatah lama yang mengatakan bahwa “teman yang ada saat

dibutuhkan adalah teman yang sesungguhnya”. Artinya, teman-teman saling

membantu dan berbagi. Berndt (2002) juga menjelaskan persahabatan yang

berkualitas tinggi (high-quality friendship) dicirikan oleh perlaku prososial yang

tinggi, kedekatan/keintiman, dan hal - hal positif lainnya. Selain itu, persahabatan

40

yang berkualitas tinggi (high-quality friendship) juga ditandai dengan rendahnya

konflik, persaingan, dan hal–hal negatif lainnya.

Hartup (dalam Rosalinda, Susanto, dan Mawarni, 2016) mendefinisikan

kualitas persahabatan sebagai sebuah persahabatan yang memiliki aspek – aspek

kualitatif, dukungan, dan konflik. Angraini dan Cucuani (2014) mendefinisikan

kualitas persahabatan adalah tingkat keunggulan hubungan persahabatan dimana

di dalam hubungan tersebut terdapat dukungan emosional, kasih sayang, nasehat

yang informatif, dan stimulasi intelektual.

Definisi kualitas persahabatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

kualitas hubungan anak-anak dan remaja awal dengan teman-teman baik mereka

dimana dalam hubungan tersebut terdapat lima aspek yang bermakna dalam

hubungan persahabatan mereka (Bukowski et al., 1994).

2.4.2 Dimensi kualitas persahabatan

Bukowski et al. (1994) membagi dimensi kualitas persahabatan dalam lima

dimensi, diantaranya:

a. Companionship

Companionship adalah kesediaan menghabiskan waktu bersama.

b. Conflict

Conflict yaitu anak terlibat perkelahian dan pertengkaran dengan

temannya, mereka dapat saling menjengkelkan satu sama lain, dan ada

pertentangan dalam hubungan pertemanan.

41

c. Help terbagi menjadi dua subdimensi

a. Aid: saling membantu dan menolong adalah ciri – ciri dari

hubungan pertemanan.

b. Protection from Victimization: kemauan teman untuk datang

membantu temannya jika ada anak lain yang mengganggunya.

d. Security terbagi menjadi dua dimensi:

a. Reliable alliance: keyakinan bahwa pada saat dibutuhkan, teman

mereka dapat diandalkan dan dipercaya.

b. Transcending problems: percaya bahwa jika ada perselisihan atau

pertengkaran atau bentuk lain dari peristiwa negatif dalam

hubungan pertemanan, pertemanan itu akan cukup kuat untuk

mengatasi masalah ini.

e. Closeness

Closeness yaitu rasa sayang atau keistimewaan yang didapatkan anak dari

temannya dan kekuatan ikatan atau ikatan anak dengan teman.

a. Affective Bond: perasaan anak-anak tentang temannya.

b. Reflected Appraisal: perasaan anak berasal dari persahabatan

dan kesan anak tentang betapa pentingnya dia bagi temannya.

Empat dimensi dalam kualitas persahabatan menurut Thein et al. (2012) adalah:

a. Closeness: Tingkat keterikatan atau kedekatan dengan teman.

b. Help: Sikap saling membantu dalam mempertahankan persahabatan.

c. Acceptance: Tingkat penerimaan siswa oleh teman sekolah baik secara

sosial atau emosional.

42

d. Safety: Tingkat kepercayaan terhadap teman.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pembagian dimensi kualitas

persahabatan menurut Bukowski et al. (1994) yaitu companionship, conflict,

help/aid, security dan closeness karena dimensi tersebut lebih lengkap daripada

dimensi dari tokoh lainnya.

2.4.3 Pengukuran kualitas persahabatan

Untuk mengukur variabel kualitas persahabatan, ada beberapa skala yang dapat

digunakan, di antaranya:

a. Friendship Qualities Scale

Friendship Qualities Scale merupakan skala pengukuran multidimensional

yang mengukur kualitas persahabatan pada anak – anak dan remaja awal

yang dikembangkan oleh Bukowski et al. (1994). Skala ini dikembangkan

pada responden kelas 5, 6, dan 7 di wilayah Bagian Utara New England.

Skala ini terdiri dari 23 item dengan lima dimensi. Skor reliabilitas

Friendship Qualities Scale (Bukowski et al., 1994) yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.2 Reliabilitas Friendship Qualities Scale

Com Con He Se Clos

Friendship

Qualities

Scale

.77/.73* .77/.76 .73/.80 .71/.74 .77/.86

*Skor reliabilitas pada sampel 1/sample 2

Com = companionship, Con = conflict, He = help, Se = Security, Clos = Closeness

b. Friendship Quality Scale (FQUA)

Skala ini dikembangkan oleh Thien, Razak, dan Jamil (2012) pada 480

pelajar sekolah menengah Malaysia. FQUA terdiri dari 21 item yang

43

mengukur empat dimensi kualitas persahabatan, yaitu closeness, help,

acceptance, dan safety.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan friendship qualities scale dari

Bukowski et al. (1994) karena alat ukur tersebut dapat mengukur berbagai aspek

kualitas persahabatan dengan efisien dan efektif.

2.5 Stres Akademik

2.5.1 Definisi stres akademik

Stres akademik adalah tekanan mental sehubungan dengan beberapa frustrasi yang

diantisipasi terkait dengan kegagalan akademik atau bahkan kesadaran

kemungkinan terjadinya kegagalan tersebut (Gupta & Khan dalam Sarita & Sonia,

2015). Stres akademik didefinisikan sebagai hal-hal yang mencerminkan perasaan

stres, menyalahkan diri sendiri, dan kekecewaan karena tidak bisa memenuhi

harapan orangtua dan guru serta harapan diri sendiri (Ang & Huan, 2006).

Definisi ini dikembangkan berdasarkan tinjauan dari literatur yang relevan pada

bidang stres akademik dan kaitannya dengan persepsi remaja terhadap harapan

dari dirinya dan orang lain.

Desmita (dalam Barseli, Ifdil, dan Nikmarijal 2017) menyatakan “stres

akademik adalah stres yang disebabkan oleh academic stressor”. Academic

stressor adalah stres yang dialami siswa yang bersumber dari proses pembelajaran

atau hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar seperti: tekanan untuk

naik kelas, lama belajar, mencontek, banyak tugas, mendapat nilai ulangan,

keputusan menentukan jurusan atau karier serta kecemasan ujian dan manajemen

stres. Rahmawati (dalam Barseli et al. 2017) menyatakan bahwa stres akademik

44

adalah suatu kondisi atau keadaan di mana terjadi ketidaksesuaian antara tuntutan

lingkungan dengan sumber daya aktual yang dimiliki siswa. Hal ini membuat

mereka semakin terbebani oleh berbagai tekanan dan tuntutan.

Stres akademik mengacu pada keadaan psikologis yang tidak bahagia

karena harapan–harapan pendidikan dari orang tua, guru, teman – teman dan

anggota keluarga, tekanan dari orang tua terhadap pencapaian akademiknya,

sistem pendidikan dan ujian, beban PR, dll (Sarita & Sonia, 2015). Thilak,

Paulson, dan Sarada (2017) mendefinisikan stres akademik sebagai stres yang

berasal dari sekolahan dan pendidikan. Kemungkinan penyebabnya adalah

peningkatan beban pekerjaan rumah (PR), harapan yang tinggi dari guru dan

orang tua, kurangnya dukungan sosial, jadwal yang ketat, atau otoritas sekolah

yang ketat. Sedangkan menurut Barseli et al. (2017) stres akademik adalah

tekanan akibat persepsi subjektif terhadap suatu kondisi akademik. Tekanan ini

melahirkan respon yang dialami siswa berupa reaksi fisik, perilaku, pikiran, dan

emosi yang negatif yang muncul akibat adanya tuntutan sekolah atau akademik.

Definisi stres akademik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu hal-hal

yang mencerminkan perasaan stres, menyalahkan diri sendiri, dan kekecewaan

karena tidak bisa memenuhi harapan orangtua dan guru serta harapan diri sendiri

(Ang & Huan, 2006).

45

2.5.2 Dimensi stres akademik

Ang dan Huan (2006) membagi dimensi stres akademik ke dalam dua dimensi,

yaitu:

a. Ekspektasi Orangtua atau Guru

Dimensi ini berisi berisi hal-hal yang mencerminkan perasaan stres,

menyalahkan diri sendiri, dan kekecewaan karena tidak bisa memenuhi

harapan orangtua dan guru.

b. Ekspektasi Diri Sendiri

Dimensi kedua berisi hal - hal yang mencerminkan rasa stres, kecemasan,

dan ketidakmampuan memenuhi harapan sendiri.

Adapun dimensi stres akademik menurut Sinha, Sharma, dan Mahendra (2001)

terdiri dari lima dimensi, yaitu kognitif, afektif, fisik, sosial/interpersonal, dan

motivasional.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dimensi stres akademik

menurut Ang dan Huan (2006) yaitu ekspektasi orangtua atau guru dan ekspektasi

diri sendiri.

2.5.3 Pengukuran stres akademik

Untuk mengukur stres akademik ada beberapa skala yang dapat digunakan,

diantaranya:

a. Academic Expectations Stress Inventory

Skala ini dikembangkan oleh Ang dan Huan (2016) untuk mengukur stres

akademik di kalangan siswa kelas menengah. Skala ini terdiri dari 9 item

46

yang mengukur stres akademik melalui dua dimensi yaitu ekspektasi

orangtua atau guru dan ekspektasi diri sendiri.

b. Scale for Assessing Academic Stress (SAAS)

Skala yang dikembangkan oleh Sinha et al. (2001) ini terdiri dari 30 item.

Skala ini mengukur lima dimensi stres akademik yaitu kognitif, afektif, fisik,

sosial/interpersonal, dan motivasional. Skala ini dikembangkan pada 400 siswa

kelas menengah dari kelas 8 sampai kelas 12.

Dari dua pilihan skala stres akademik di atas, dalam penelitian ini peneliti

menggunakan Academic Expectations Stress Inventory untuk mengukur stres

akademik responden. Peneliti menggunakan skala tersebut karena skala tersebut

dikembangkan pada sampel remaja (siswa sekolah menengah) dan dapat

mengukur stres akademik dengan efisien.

2.6 Kerangka Berpikir

Adiksi smartphone merupakan pola atau perilaku maladaptif karena penggunaan

smartphone sehingga menimbulkan gangguan yang dimanifestasikan melalui lima

kriteria, yaitu gangguan kehidupan sehari-hari, withdrawal, toleransi,

mengorientasikan hubungan pada dunia maya, dan berlebihan dalam

menggunakan smartphone (Kwon et.al, 2013a & 2013b). Adiksi smartphone bisa

terjadi karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi

adiksi smartphone yaitu kepribadian individu, self esteem, dan jenis kelamin.

Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi adiksi smartphone pada individu

yaitu kualitas persahabatan, stres akademik, dan durasi penggunaan smartphone.

47

Kepribadian individu dapat mempengaruhi perilaku yang akan

dimunculkan termasuk perilaku menggunakan smartphone. Penggunaan

smartphone yang berlebihan dapat membuat individu terjangkit adiksi

smartphone. Beberapa aspek kepribadian yang dapat mempengaruhi adiksi

smartphone yaitu neuroticism, extraversion, openess to experience,

conscientiousness, dan agreeableness.

Pengaruh aspek neuroticism terhadap adiksi smartphone yaitu semakin

dominan aspek neuroticsm maka adiksi smartphonenya semakin tinggi. Hal ini

terjadi karena Individu yang dominan dalam aspek ini akan merasa khawatir dan

cemas ketika tidak menggunakan smartphone. Individu tersebut khawatir ada hal–

hal yang tidak diimginkan yang akan terjadi jika smartphonenya tidak digunakan

terus menerus.

Extraversion juga berpengaruh terhadap adiksi smartphone. Semakin

dominan aspek extraversion maka semakin rendah adiksi smartphonenya. Hal ini

terjadi karena individu dengan extraversion tinggi merupakan individu yang

menyenangkan sehingga mudah dalam menjalin pertemanan. Dengan kepribadian

yang seperti itu, maka individu merasa tidak perlu lagi mencari banyak teman dari

media sosial menggunakan smartphone. Hal ini tentunya akan mempengaruhi

intensitas individu dalam menggunakan smartphone.

Aspek selanjutnya yaitu openness to experience. Aspek ini mencirikan

bahwa individu ingin mengetahui banyak hal baru sehingga memunculkan

kepribadian yang kreatif, imajinati, dan menyenangangkan. Individu yang

dominan dalam aspek ini akan sulit terjangkit adiksi smartphone karena individu

48

lebih suka melakukan hal–hal yang membuatnya memperoleh pengalaman baru

daripada harus menggunakan smartphone terus menerus yang hanya

menghabiskan waktu. Pengaruh aspek ini terhadap adiksi smartphone yaitu

semakin tinggi openness to experience pada diri individu, maka semakin rendah

adiksi smartphonenya.

Kemudian, conscientiousness memiliki pengaruh terhadap adiksi

smartphone. Individu yang dominan pada aspek ini menunjukkan sikap teratur,

berhati–hati, dapat diandalkan dan bertanggung jawab. Individu yang dominan

dalam aspek ini akan sulit terjangkit adiksi smartphone karena individu akan

membuat hidupnya teratur. Individu juga akan berhati–hati dalam melakukan

suatu hal sehingga individu tidak akan melakukan hal–hal yang tidak membawa

manfaat baginya. Pengaruh aspek ini terhadap adiksi smartphone yaitu semakin

tinggi conscientiousness maka semakin rendah adiksi smartphonenya.

Aspek kepribadian yang terakhir yang mempengaruhi adiksi smartphone

yaitu agreeableness. Pengaruh agreeableness terhadap adiksi smartphone yaitu

semakin rendah agreeableness maka adiksi smartphonenya semakin tinggi. Hal

ini terjadi karena individu dengan agreeableness rendah cenderung bersikap

dingin dan tidak kooperatif sehingga kebutuhan untuk memiliki banyak relasi atau

teman dilampiaskan dengan menggunakan smartphone. Hal itu yang

menyebabkan adiksi smartphone pada individu tersebut menjadi tinggi.

Self-esteem merupakan sikap positif atau negatif terhadap diri (Rosenberg,

1965). Sikap positif atau negatif ini muncul tergantung pada rasa berharga yang

dimiliki individu terhadap dirinya sendiri. Individu yang merasa dirinya berharga

49

– memiliki kelebihan yang bisa dikembangkan dan kekurangan yang harus –

diperbaiki akan memperlakukan dirinya dengan sikap–sikap positif, seperti

mengembangkan hobi, terus berusaha untuk menggapai cita–cita, dan lain

sebagainya. Sedangkan, individu yang merasa tidak berharga akan

memperlakukan dirinya dengan sikap negatif, seperti membuang waktu dengan

bermain smartphone.

Individu yang memiliki self-esteem tinggi tidak akan menghabiskan

waktunya untuk bermain smartphone sehingga resiko terjadinya adiksi

smartphone pada dirinya akan rendah atau bahkan individu tersebut tidak akan

terkena adiksi smartphone. Sedangkan, individu dengan self-esteem rendah lebih

beresiko terkena adiksi smartphone karena ia akan bersikap negatif terhadap

dirinya. Pengaruh self-esteem terhadap adiksi smartphone yaitu semakin rendah

self-esteem individu maka adiksi smartphonenya semakin tinggi.

Faktor eksternal yang mempengaruhi adiksi smartphone yaitu kualitas

persahabatan. Semakin tinggi kualitas persahabatan, maka semakin rendah adiksi

smartphonenya. Kualitas persahabatan yang baik akan menghasilkan rasa puas

terhadap persahabatan pada diri individu sehingga individu tidak merasa kesepian.

Sebaliknya, kualitas persahabatan yang buruk akan menghasilkan ketidakpuasan

akan persahabatan sehingga individu merasa kesepian dan melampiaskan

kesepiannya dengan menggunakan smartphone. Dimensi–dimensi kualitas

persahabatan yang mempengaruhi adiksi smartphone diantaranya companionship,

conflict, help, security, dan closeness.

50

Companionship menunjukkan kesediaan anggota persahabatan untuk

menghabiskan waktu bersama. Individu yang memiliki teman yang rela

menghabiskan waktu bersama dengan berkumpul akan merasakan kebahagiaan

sehingga individu tidak mencari persahabatan lain di media sosial dengan

menggunakan smartphone. Semakin tinggi companionship dalam sebuah

persahabatan, maka semakin tinggi pula kualitas persahabatannya sehingga adiksi

smartphonenya semakin rendah.

Conflict menunjukkan pertentangan yang terjadi dalam persahabatan.

Semakin tinggi conflict dalam persahabatan maka kualitas persahabatannya

semakin rendah juga sehingga adiksi smartphonenya semakin tinggi. Hal ini

terjadi karena individu akan melampiaskan ketidaknyamanannya terhadap

persahabatan tersebut dengan terus menerus bermain smartphone sehingga dapat

memicu timbulnya adiksi smartphone.

Help menunjukkan apakah dalam persahabatan terebut terdapat unsur

saling membantu. Jika dalam persahabatan tidak ada unsur saling membantu

sesama anggota persahabatan, maka anggota persahabatan akan mencari bantuan

lain menggunakan smartphone dengan online/offline. Semakin tinggi aspek help

dalam persahabatan, maka semakin rendah adiksi smartphone pada individu.

Security menunjukkan bahwa persahabatan tersebut memberikan rasa

aman kepada setiap anggotanya karena anggota persahabatan dapat diandalkan

dan percaya bahwa setiap masalah dalam persahabatan dapat diselesaikan.

Individu yang merasakan hal ini dalam persahabatan tidak akan mencari

persahabatan lain karena individu sudah merasa puas dengan persahabatannya.

51

Sedangkan, individu yang tidak merasakan aspek security dalam persahabatan

akan mencari persahabatan lain agar aspek security tersebut dapat terpenuhi.

Individu akan mencari persahabatan baru melalui smartphone baik dengan online

ataupun offline. Selain itu, individu juga dapat melampiaskan rasa tidak amannya

dalam persahabatan dengan bermain smartphone terus menerus. Hal ini yang

dapat memicu terjadinya adiksi smartphone. Semakin tinggi aspek security dalam

friendship quality maka semakin rendah adiksi smartphone pada individu.

Closeness merupakan rasa sayang yang dimiliki individu dari temannya.

Semakin tinggi aspek closeness dalam kualitas persahabatan, maka semakin

rendah adiksi smartphone pada individu tersebut. Hal ini terjadi karena individu

sudah merasa puas dengan persahabatannya sehingga tidak merasa kesepian.

Stres akademik merupakan variabel yang juga dapat mempengaruhi adiksi

smartphone. Individu yang mengalami stres akademik, akan melampiaskan

stresnya dengan menggunakan smartphone sebagai media hiburan. Diasumsikan

bahwa semakin tinggi stres yang dialami individu, maka adiksi smartphonenya

pun semakin tinggi. Ada dua dimensi atau faktor yang mempengaruhi stres

akademik, yaitu ekspektasi orangtua atau guru dan ekspektasi diri sendiri.

Ekspektasi orangtua atau guru mencerminkan perasaan stres, menyalahkan

diri sendiri, dan kekecewaan karena tidak bisa memenuhi harapan orangtua dan

guru. Keadaan ini akan membuat individu merasa tertekan dan membuat individu

melampiaskan perasaannya dengan menggunakan smartphone. Hal ini akan

memicu timbulnya adiksi smartphone karena dengan menggunakan smartphone,

individu akan merasa terhibur dan rasa tertekannya menjadi berkurang. Semakin

52

tinggi ekspektasi orangtua atau guru, maka adiksi smartphone yang dialami

individu pun semakin tinggi.

Ekpektasi diri sendiri mencerminkan perasaan stres, menyalahkan diri

sendiri, dan kekecewaan karena tidak bisa memenuhi harapan diri sendiri. Hal ini

muncul karena individu memiliki target–target pencapaian yang harus diraihnya.

Namun adakalanya target tersebut tidak dapat dipenuhi karena satu dan lain hal.

Kegagalan tersebut menimbulkan stres bagi individu sehingga individu

melampiaskan stresnya dengan mencari hiburan di smartphone. Semakin tinggi

ekspektasi diri sendiri terhadap pencapaian akademik maka adiksi smartphone

juga semakin tinggi.

Variabel selanjutnya yang mempengaruhi adiksi smartphone yaitu jenis

kelamin. Jenis kelamin diasumsikan dapat mempengaruhi adiksi smarpthone

karena ada beberapa penelitian yang menemukan bahwa adiksi smarpthone lebih

beresiko terjadi pada perempuan, tetapi ada juga penelitian yang menemukan

bahwa adiksi smartphone lebih beresiko terjadi pada laki–laki. Dari perbedaan

hasil penelitian ini, maka peneliti mengasumsikan adanya pengaruh jenis kelamin

terhadap adiksi smartphone.

Durasi penggunaan smartphone juga menjadi variabel yang diteliti dalam

penelitian ini. Durasi penggunaan smartphone per hari dapat mencerminkan

kontrol diri siswa dalam menggunakan smartphone. Penggunaan smartphone

dalam durasi yang cukup lama mencerminkan bahwa kontrol diri pada siswa

rendah. Diasumsikan bahwa semakin lama durasi penggunaan smartphone per

53

hari, maka adiksi smartphone pada siswa semakin tinggi juga. Berikut bagan

kerangka berpikir pada penelitian ini

54

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Adiksi Smartphone

Tipe Kepribadian Big

Five

Neuroticism

Extraversion

Openness

Agreeableness

Conscientiousness

Self-esteem

Friendship Quality

Companionship

Conflict

Help/aid

Security

Closeness

Stres Akademik

Ekspektasi

orangtua atau

guru

Ekspektasi diri

sendiri

Jenis Kelamin

Durasi penggunaan

smartphone

55

2.7 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir penelitian, maka peneliti mengemukakan hipotesis

sebagai berikut:

Hipotesis Mayor

H1 : Ada pengaruh yang signifikan tipe kepribadian big five, self-esteem,

kualitas persahabatan, stres akademik, jenis kelamin, dan durasi

penggunaan smartphone terhadap adiksi smartphone.

Hipotesis Minor

H1 : Ada pengaruh yang signifikan neuroticism terhadap adiksi smartphone.

H2 : Ada pengaruh yang signifikan extraversion terhadap adiksi smartphone.

H3 : Ada pengaruh yang signifikan openness terhadap adiksi smartphone.

H4 : Ada pengaruh yang signifikan agreeableness terhadap adiksi

smartphone.

H5 : Ada pengaruh yang signifikan conscientiousness terhadap adiksi

smartphone.

H6 : Ada pengaruh yang signifikan self-esteem terhadap adiksi

smartphone.

H7 : Ada pengaruh yang signifikan companionship terhadap adiksi

smartphone.

56

H8 : Ada pengaruh yang signifikan conflict terhadap adiksi

smartphone.

H9 : Ada pengaruh yang signifikan help/aid terhadap adiksi

smartphone.

H10 : Ada pengaruh yang signifikan security terhadap adiksi

smartphone.

H11 : Ada pengaruh yang signifikan closeness terhadap adiksi

smartphone.

H12 : Ada pengaruh yang signifikan ekspektasi orang tua atau guru terhadap

adiksi smartphone.

H13 : Ada pengaruh yang signifikan ekspektasi diri sendiri terhadap adiksi

smartphone.

H14 : Ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap adiksi

smartphone.

H15 : Ada pengaruh yang signifikan durasi penggunaan smartphone terhadap

adiksi smartphone.

57

BAB 3

METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang terdiri dari populasi dan

sampel, variabel penelitian, pengumpulan data, alat ukur, prosedur penelitian, dan

analisis data.

3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa/siswi kelas 11 di SMAN 6 Kabupaten

Tangerang. Sampel dalam penelitian ini yaitu 203 siswa kelas 11 di SMAN 6

Kabupaten Tangerang dengan kriteria sampel yaitu siswa/i kelas 11 SMAN 6

Kabupaten Tangerang yang memiliki atau menggunakan smartphone. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan yaitu teknik nonprobability sampling dan

penyebaran data dilakukan secara langsung pada tanggal 15 April 2019.

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.2.1 Variabel Penelitian

Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini yaitu adiksi smartphone sebagai

dependent variable, tipe kepribadian big five (neuroticism, extraversion, openness

to experience, conscientiousness, dan agreableness), self-esteem, kualitas

persahabatan (companionship, conflict, help, security, dan closeness), stres

akademik, jenis kelamin, dan durasi penggunaan smartphone sebagai independent

variable.

58

3.2.2 Definisi Operasional

Berikut definisi operasional dari variabel – variabel yang akan diteliti:

a. Adiksi smartphone adalah pola atau perilaku maladaptif karena

penggunaan smartphone sehingga menimbulkan gangguan yang

dimanifestasikan melalui lima kriteria, yaitu gangguan kehidupan sehari -

hari, withdrawal, toleransi, mengorientasikan hubungan pada dunia maya,

dan berlebihan dalam menggunakan smartphone (Kwon et al. 2013b).

1. Gangguan kehidupan sehari–hari : meliputi tidak melakukan

pekerjaan yang sudah direncanakan, sulit konsentrasi ketika di kelas

atau sedang bekerja, menderita pusing atau penglihatan kabur, nyeri

pada pergelangan tangan atau di belakang leher, dan gangguan tidur.

2. Withdrawal : meliputi rasa tidak sabar, kesal, menderita/tidak tahan

jika tidak menggunakan smartphone, terus menerus memikirkan

smartphone meskipun sedang tidak menggunakannya, berupaya untuk

terus menggunakan smartphone, merasa jengkel ketika diganggu saat

sedang menggunakan smartphone.

3. Toleransi : usaha untuk mencoba mengontrol penggunaan smartphone

tetapi selalu gagal.

4. Mengorientasikan hubungan pada dunia maya : merasa hubungan

pertemanan yang didapatkan melalui smartphone lebih akrab daripada

teman yang ada di kehidupan nyata, mengalami perasaan kehilangan

yang tidak bisa dikontrol ketika tidak bisa menggunakan smartphone,

terus menerus mengecek smartphone, menganggap dunia smartphone

59

adalah gambaran kecil masyarakat di dunia nyata yang dibentuk oleh

situs jejaring sosial, seperti twitter atau facebook.

5. Berlebihan dalam menggunakan smartphone : meliputi tidak dapat

mengontrol penggunaan smartphone, lebih suka meminta bantuan

orang lain melalui smartphone, selalu menyiapkan pengisi baterai

(charge), merasa terdorong untuk menggunakan smartphone lagi

setelah baru saja berhenti menggunakannya.

b. Tipe kepribadian Big Five adalah hirarki traits kepribadian yang terdiri

dari lima dimensi dasar: neuroticism, extraversion, openness to

experience, conscientiousness, agreeableness (McCrae & John, 1992).:

1. Neuroticism

Neuroticism didefinisikan dengan istilah-istilah seperti khawatir, tidak

aman, self-conscious, dan temperamental. Orang yang tinggi dalam

dimensi neuroticism cenderung gugup, sensitif, tegang, mudah cemas,

rentan terhadap gangguan yang berhubungan dengan stres (Friedman

& Schustack, 2008; Feist & Feist, 2010). Orang yang rendah dalam

dimensi ni cenderung tenang dan santai (Friedman & Schustack,

2008).

2. Extraversion

Pandai bersosialisasi, fun-loving, penyayang, ramah, dan banyak bicara

adalah variabel tertinggi pada faktor extraversion. Friedman &

Schustack (2008) menjelaskan bahwa orang yang tinggi pada dimensi

ini cenderung penuh semangat, antusias, dominan, ramah, dan

60

komunikatif. Orang yang sebaliknya akan cenderung pemalu, tidak

percaya diri, submisif, dan pendiam.

3. Openness to experience

Orang yang tinggi dalam dimensi openness umumnya terlihat

imajinatif, menyenangkan, kreatif, dan artistik (Friedman & Schustack,

2008). Orang yang rendah dalam dimensi ini umumnya dangkal,

membosankan atau sederhana (Friedman & Schustack, 2008).

4. Conscientiousness

Pada umumnya, orang yang tinggi dalam dimensi ini berhati – hati,

dapat diandalkan, teratur, teliti, disiplin, dan bertanggung jawab

(Friedman & Schustack, 2008; Feist & Feist, 2010). Namun, orang

yang rendah dalam dimensi ini cenderung ceroboh, berantakan, dan

tidak dapat diandalkan (Friedman & Schustack, 2008).

5. Agreeableness

Umumnya, jika seseorang tinggi dalam dimensi ini, maka ia cenderung

kooperatif, ramah, mudah percaya, hangat, dan memiliki perilaku yang

baik (Friedman & Schustack, 2008; Feist & Feist, 2010). Orang yang

rendah dalam dimensi ini cenderung dingin, konfrontatif, dan kejam

(Friedman & Schustack, 2008).

c. Self-esteem yang dimaksud adalah sikap positif atau negatif terhadap diri

(Rosenberg, 1965).

d. Kualitas persahabatan yang dimaksud adalah kualitas hubungan anak-anak

dan remaja awal dengan teman-teman baik mereka sesuai lima aspek yang

61

secara konseptual bermakna terhadap hubungan pertemanan mereka

(Bukowski et al.,1994). Lima aspek tersebut diantaranya:

a. Companionship

Companionship adalah kesediaan menghabiskan waktu bersama.

b. Conflict

Conflict yaitu anak terlibat perkelahian dan pertengkaran dengan

temannya, mereka dapat saling menjengkelkan satu sama lain, dan ada

pertentangan dalam hubungan pertemanan.

c. Help terbagi menjadi dua subdimensi

a. Aid: saling membantu dan menolong adalah ciri – ciri dari

hubungan pertemanan.

b. Protection from Victimization: kemauan teman untuk datang

membantu temannya jika ada anak lain yang mengganggunya.

d. Security terbagi menjadi dua dimensi:

a. Reliable alliance: keyakinan bahwa pada saat dibutuhkan, teman

mereka dapat diandalkan dan dipercaya.

b. Transcending problems: percaya bahwa jika ada perselisihan

atau pertengkaran atau bentuk lain dari peristiwa negatif dalam

hubungan pertemanan, pertemanan itu akan cukup kuat untuk

mengatasi masalah ini.

e. Closeness

Closeness yaitu rasa sayang atau keistimewaan yang didapatkan anak

dari temannya dan kekuatan ikatan atau ikatan anak dengan teman.

62

a. Affective Bond: perasaan anak-anak tentang temannya.

b. Reflected Appraisal: perasaan anak berasal dari persahabatan dan

kesan anak tentang betapa pentingnya dia bagi temannya.

e. Stres akademik didefinisikan sebagai hal-hal yang mencerminkan perasaan

stres, menyalahkan diri sendiri, dan kekecewaan karena tidak bisa

memenuhi harapan orangtua dan guru serta harapan diri sendiri (Ang &

Huan, 2006).

3.3 Pengumpulan Data

3.3.1 Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan dibuat dalam bentuk skala Likert

dengan empat pilihan jawaban untuk setiap skalanya; baik skala adiksi

smartphone, tipe kepribadian big five, self-esteem, kualitas persahabatan, ataupun

stres akademik. Empat pilihan jawaban tersebut yaitu Sangat Tidak Sesuai (STS),

Tidak Sesuai (S), Sesuai (TS), Sangat Sesuai (STS). Dalam penelitian ini, peneliti

mengadaptasi alat ukur yang sudah baku ke dalam Bahasa Indonesia.

3.3.2 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu kuesioner dengan skala

likert. Biodata responden berisi data demografi seperti inisial, usia, jenis kelamin,

dan lain sebagainya. Berikut skala dan blueprint yang digunakan dalam penelitian

ini:

63

a. Skala adiksi smartphone

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Smartphone Addiction Scale –

Short Version (SAS-SV) dengan menerjemahkannya ke dalam bahasa

Indonesia untuk mengukur resiko adiksi smartphone pada responden.

Smartphone Addiction Scale – Short Version (SAS-SV) merupakan versi

singkat dari SAS yang juga dikembangkan oleh Kwon et.al. (2013b).

Skala ini terdiri dari 10 item yang mengukur lima dimensi adiksi

smartphone yaitu gangguan kehidupan sehari - hari, withdrawal, toleransi,

mengorientasikan hubungan pada dunia maya, dan berlebihan dalam

menggunakan smartphone. Dalam skala ini, terdapat empat pilihan

jawaban yaitu Sangat Tidak Sesuai, Tidak Sesuai, Sesuai, Sangat Sesuai.

Tabel 3.1 Blue Print Skala Adiksi Smartphone

No Dimensi Indikator No. Item Jumlah Item

1 Gangguan

kehidupan sehari –

hari

Tidak melakukan

pekerjaan yang

sudah direncanakan

Sulit konsentrasi

ketika di kelas atau

sedang bekerja

Nyeri di

pergelangan tangan

atau di belakang

leher

1

2

3

3

2 Withdrawal Tidak sabar dan

resah jika tidak

memegang

smartphone

Terus menerus

memikirkan

smartphone

meskipun sedang

tidak

4,5

6

4

64

menggunakannya

Terus menerus

mencari cara agar

bisa menggunakan

smartphone

7

3 Toleransi Selalu mencoba

mengontrol

penggunaan

smartphone tetapi

selalu gagal

10 1

4 Mengorientasikan

hubungan pada

dunia maya

Merasa berteman

dengan smartphone

lebih dekat daripada

berteman dalam dunia

nyata

8 1

5 Berlebihan dalam

menggunakan

smartphone

Penggunaan

smartphone yang tidak

dapat dikontrol

9 1

Jumlah 10

b. Skala big five

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan Big Five Inventory–Kruezer

(BFI-K) dengan menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia untuk

meneliti tipe kepribadian big five responden karena BFI-K dapat

mengukur inti tipe kepribadian big five responden dengan lebih efisien.

BFI-K dikembangkan oleh Rammstedt dan John (2005) dalam bahasa

Jerman dengan mengacu pada Big Five Inventory (full version) yang

dikembangkan oleh John et al. pada tahun 1991. BFI-K kemudian

diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Kovaleva et al. (2013).

Tujuan pembuatan BFI adalah untuk memberikan atau menyediakan alat

65

ukur yang singkat yang bisa digunakan untuk mengasesmen secara

fleksibel dan efisien. Adapun tujuan dikembangkannya BFI-K oleh

Kovaleva et al. (2013) adalah untuk memvalidasi BFI-K dalam sampel

yang lebih heterogen. BFI-K terdiri dari 21 item.

Tabel 3.2 Blue Print Skala Big Five

No Dimensi Indikator No. Item

Favorable

No. Item

Unfavorable

Jumlah

Item

1 Neuroticism Mudah gugup,

khawatir, rentan

terhadap

gangguan yang

berhubungan

dengan stres

13, 14, 15 16 4

2 Extraversion Pandai

bersosialisasi,

antusias,

banyak bicara

1,2 3,4 4

3 Openness to

Experience

Artistik,

imajinatif

17, 19 21 3

4 Conscientiousness Teratur, teliti,

disiplin

9, 10,11,

18, 20

12 6

5 Agreableness Mudah percaya,

kooperatif,

memiliki

perilaku yang

baik

5 6, 7, 8 4

Jumlah 21

c. Skala self-esteem

Dalam penelitian ini, untuk mengukur self-esteem responden, peneliti

menggunakan Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) dengan

menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Skala ini merupakan skala

66

unidimensional yang dibuat Rosenberg pada tahun 1965. RSES terdiri dari

10 item dan dikembangkan pada 5.024 siswa SMP dan SMA di sepuluh

sekolah di New York.

Tabel 3.3 Blue Print Skala Self-Esteem

Dimensi Indikator No. Item

Favorable

No. Item

Unfavorable

Jumlah

Item

Self-

Esteem Merasa dirinya

berharga

Menghormati

dirinya sendiri

1, 3, 4, 7, 8,

10

2, 5, 6, 9 10 item

Jumlah 10 item

d. Skala kualitas persahabatan

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Friendship Qualities Scale

dari Bukowski et al. (1994). Friendship Qualities Scale merupakan skala

pengukuran multidimensional yang mengukur kualitas persahabatan pada

anak – anak dan remaja. Skala ini terdiri dari 23 item dengan lima dimensi.

Tabel 3.4 Blue Print Skala Friendship Qualities

No Dimensi Subdimensi Indikator No.

Item

Jumlah

Item

1 Companionship Kesediaan

menghabiskan

waktu bersama

1, 2, 3, 4 4

2 Conflict Pertengkaran

dengan teman

Saling

menjengkelkan

satu sama lain

Pertentangan

dalam

hubungan

persahabatan

5

6

7,8

4

3 Help Aid Saling membantu 9, 10, 11 3

67

dan menolong satu sama lain

Protection Kemauan teman untuk membantu

ketika ada anak

lain yang

mengganggu

12, 13 2

4 Security Reliable

Alliance

Saling

mengandalkan dan percaya

bahwa teman

akan selalu ada

saat dibutuhkan

14, 15 2

Transcending

Problems

Percaya bahwa

pertengkaran dalam

persahabatan

dapat diselesaikan

16*, 17,

18

3

5 Closeness Affective Bond Perasaaan tentang

temannya

19, 20,

21

3

Reflected

Appraisal Perasaan anak

yang berasal

dari

persahabatan

Kesan merasa

dirinya penting

bagi temannya

22

23

2

Jumlah 23

*unfavorable item

e. Skala stres akademik

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Academic Expectations Stress

Inventory yang dikembangkan oleh Ang dan Huan (2006). Academic

Expectations Stress Inventory merupakan skala pengukuran

multidimensional yang mengukur stres akademik pada pelajar SMP dan

SMA. Skala ini terdiri dari 9 item dengan dua dimensi.

68

Tabel 3.5 Blue Print Skala Stres Akademik

No Dimensi Indikator No. Item Jumlah

Item

1 Ekspektasi

Orangtua atau

Guru

Menyalahkan diri sendiri

ketika tidak bisa

memenuhi harapan orang

tua

Kekecewaan terhadap

diri sendiri karena tidak

bisa memenuhi harapan

guru

Kekecewaan terhadap

diri sendiri karena tidak

bisa memenuhi harapan

orang tua

Perasaan stres karena

tidak bisa memenuhi

harapan guru

1

2, 5

3

4

5

2 Ekspektasi

Diri Sendiri Perasaan stres karena

tidak bisa memenuhi

harapan diri sendiri

Ketidakmampuan

memenuhi harapan diri

sendiri

Rasa cemas karena tidak

bisa memenuhi harapan

diri sendiri

6, 9

7

8

4

Jumlah 9

3.4 Uji Validitas Konstruk

Skala–skala yang digunakan dalam penelitian ini akan diuji validitasnya

menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA). CFA adalah prosedur

multivariat statistik yang digunakan untuk menguji seberapa baik variabel –

variabel yang diukur yang direpresentasikan melalui nomor–nomor item

(Statistics Solution, 2013). Adapun program yaitu LISREL 8.70. Langkah –

69

langkah untuk mendapatkan kriteria item yang baik pada CFA (Umar, 2010),

yaitu:

1. Dilakukan uji CFA dengan model satu faktor dan dilihat dari Chi-

Square yang dihasilkan. Nilai Chi-Square yang tidak signifikan

(p>0.05) menunjukkah bahwa semua item hanya mengukur satu faktor

saja. Namun, jika nilai Chi-Square signifikan (p<0.05), maka perlu

dilakukan modifikasi terhadap model pengukuran yang diuji sesuai

dengan langkah kedua berikut ini.

2. Modifikasi model pengukuran dilakukan dengan cara membebaskan

parameter berupa korelasi kesalahan pengukuran. Ini terjadi ketika

suatu item mengukur selain konstruk yang ingin diukur, item tersebut

juga mengukur hal yang lain (mengukur lebih dari satu

konstruk/multidimensional). Setelah beberapa kesalahan pengukuran

dibebaskan untuk saling berkorelasi, maka akan diperoleh model yang

fit, maka model terakhir inilah yang akan digunakan pada langkah

selanjutnya.

3. Jika diperoleh model yang fit, maka dilakukan analisis item dengan

melihat apakah muatan faktor item tersebut signifikan dan mempunyai

korelasi positif.

4. Setelah dilakukan modifikasi terhadap model, maka dilakukan olah

data untuk mendapatkan faktor skornya. Pengolahan data

menggunakan SPSS 17.0 dengan ketentuan tidak mengikutsertakan

skor mentah dari item yang dieliminasi.

70

Terdapat kriteria item yang baik pada CFA (Umar, 2010), yaitu:

1. Menguji apakah item signifikan atau tidak mengukur apa yang hendak

dikur, dengan menggunakan t-test. Melihat signifikan tidaknya item

tersebut dengan melihat nilai t bagi koefisien muatan faktor item.

Perbandingannya adalah jika t > 1.96 maka item tersebut tidak didrop.

2. Melihat koefisen muatan faktor dari item. Jika item tersebut sudah

diskoring dengan favorable (pada skala model likert 1-4), maka nilai

koefisien muatan faktor harus bermuatan positif, dan sebaliknya.

Apabila item favorable, namun muatan faktor item bernilai negatif,

maka item tersebut akan didrop dan sebaliknya.

3. Terakhir, apabila kesalahan pengukuran item terlalu banyak

berkorelasi, maka item tersebut akan didrop. Sebab, item yang

demikian selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur

hal lain (multidimensi).

3.4.1 Uji Validitas Konstruk Adiksi Smartphone

Berdasarkan hasil pengujian CFA dengan model satu faktor diperoleh model yang

tidak fit dengan Chi-Square = 147.74, df = 35, P-Value = 0.00000, dan RMSEA =

0.126. Setelah peneliti melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 10 kali

modifikasi, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 31.76, df = 25, p-value

= 0.16495, dan RMSEA = 0.037. Adapun koefisien muatan faktor untuk item –

item adiksi smartphone dijelaskan pada tabel 3.6 sebagai berikut:

71

Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Konstruk Adiksi Smartphone

Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan

X1 0.22 (0.08) 2.70 X2 0.40 (0.08) 4.74 X3 0.13 (0.08) 1.62 X

X4 0.68 (0.07) 9.28 X5 0.63 (0.07) 8.76 X6 0.58 (0.07) 8.03 X7 0.56 (0.08) 7.47 X8 0.33 (0.08) 4.29 X9 0.40 (0.07) 5.36 X10 0.61 (0.07) 8.59

Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan

Pada tabel 3.6, terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96 yaitu item nomor

3. Hal ini berarti bahwa hanya item nomor 3 yang harus di-drop atau dihilangkan

dan tidak disertakan dalam analisis selanjutnya.

3.4.2 Uji Validitas Konstruk Tipe Kepribadian BigFive

Peneliti menguji 21 item dari konstruk tipe kepribadian big five yang mencakup

aspek neuroticism, extraversion, openness, conscientiousness, agreeableness.

Peneliti menguji apakah aspek–aspek tersebut bersifat unidimensional, yang

berarti benar–benar hanya mengukur aspek–aspek tersebut yang terdapat pada

konstruk tipe kepribadian big five.

3.4.2.1 Uji Validitas Dimensi Neuroticism

Peneliti menguji 4 item dari dimensi neuroticism. Hasil pengujian CFA dengan

model satu faktor menghasilkan model tidak fit dengan Chi-Square = 153.37, df =

2, p-value = 0.00000, dan RMSEA = 0.612. Setelah peneliti melakukan

modifikasi terhadap model sebanyak 2 kali modifikasi, maka diperoleh model fit

72

dengan Chi-Square = 8.75, df = 0, p-value = 1.0000, dan RMSEA = 0.000.

Adapun koefisien muatan faktor untuk item –item dimensi neuroticism sebagai

berikut:

Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Dimensi Neuroticism

Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan

X1 0.90 (0.47) 1.92 X X2 0.36 (0.16) 2.13 X3 0.59 (0.26) 2.27 X4 0.25 (0.13) 1.97

Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan

Pada tabel 3.7, terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96 yaitu item nomor

1. Hal ini berarti bahwa hanya item nomor 1 yang harus di-drop atau dihilangkan

dan tidak disertakan dalam analisis selanjutnya.

3.4.2.2 Uji Validitas Dimensi Extraversion

Peneliti menguji 4 item dari dimensi extraversion. Hasil pengujian CFA dengan

model satu faktor menghasilkan model tidak fit dengan Chi-Square = 20.23, df =

2, p-value = 0.00004, dan RMSEA = 0.212. Setelah peneliti melakukan

modifikasi sebanyak 2 kali maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.00,

df = 0, p-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Adapun koefisien muatan faktor

untuk item –item dimensi extraversion sebagai berikut:

73

Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Dimensi Extraversion

Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan

Pada tabel 3.8, seluruh item memiliki nilai t > 1,96. Hal ini berarti tidak

ada item yang harus di-drop atau dihilangkan dan seluruh item disertakan dalam

analisis selanjutnya.

3.4.2.3 Uji Validitas Dimensi Openness to Experience

Peneliti menguji 3 item dari dimensi openness to experience. Hasil pengujian CFA

dengan model satu faktor menghasilkan model fit dengan Chi-Square = 862.11,

df = 0, p-value = 1.00000, dan RMSEA = 0.000. Adapun koefisien muatan faktor

untuk item –item dimensi openness to experience sebagai berikut:

Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Dimensi Openness to Experience

Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan

X1 0.30 (0.03) 11.04 X2 1.00 (0.06) 17.71

X3 1.38 (0.09) 18.41 Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan

Pada tabel 3.9, seluruh item memiliki nilai t > 1,96. Hal ini berarti tidak

ada yang harus di-drop atau dihilangkan dan seluruh item disertakan dalam

analisis selanjutnya.

Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan

X1 1.18 (0.41) 2.87 X2 0.33 (0.11) 2.94 X3 0.36 (0.12) 3.04 X4 0.84 (0.23) 3.59

74

3.4.2.4 Uji Validitas Dimensi Conscientiousness

Peneliti menguji 6 item dari dimensi conscientiousness. Hasil pengujian CFA

dengan model satu faktor menghasilkan model tidak fit dengan Chi-Square =

79.56, df = 9, p-value = 0.00000, dan RMSEA = 0.197. Setelah peneliti

melakukan modifikasi sebanyak 4 kali maka diperoleh model fit dengan Chi-

Square = 4.27, df = 5, p-value = 0.51169, RMSEA = 0.000. Adapun koefisien

muatan faktor untuk item –item dimensi conscientiousness sebagai berikut:

Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Dimensi Conscientiousness

Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan

X1 0.19 (0.08) 2.40 X2 1.10 (0.31) 3.51 X3 1.08 (0.31) 3.48 X4 0.32 (0.11) 2.90 X5 0.32 (0.11) 2.87 X6 0.12 (0.07) 1.68 X

Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan

Pada tabel 3.10, terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96 yaitu item

nomor 6. Hal ini berarti bahwa hanya item nomor 6 yang harus di-drop atau

dihilangkan dan tidak disertakan dalam analisis selanjutnya.

3.4.2.5 Uji Validitas Dimensi Agreeableness

Peneliti menguji 4 item dari dimensi agreeableness. Hasil pengujian CFA dengan

model satu faktor menghasilkan model tidak fit dengan Chi-Square = 8.19, df = 2,

p-value = 0.01665, dan RMSEA = 0.124. Setelah peneliti melakukan modifikasi

sebanyak 1 kali maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.59, df = 1, p-

75

value = 0.44179, RMSEA = 0.000. Adapun koefisien muatan faktor untuk item –

item dimensi agreeableness sebagai berikut:

Tabel 3.11

Muatan Faktor Item Dimensi Agreeableness

Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan

X1 -0.51 (0.13) -3.80 X

X2 0.51 (0.11) 4.42

X3 0.48 (0.13) 3.62 X4 0.37 (0.10) 3.82

Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan

Pada tabel 3.11, terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96 yaitu item

nomor 1. Hal ini berarti bahwa hanya item nomor 1 harus di-drop atau

dihilangkan dan tidak disertakan dalam analisis selanjutnya.

3.4.3 Uji Validitas Konstruk Self-Esteem

Berdasarkan hasil pengujian CFA dengan model satu faktor diperoleh model yang

tidak fit dengan Chi-Square = 306.94, df = 35, P-Value = 0.00000, dan RMSEA =

0.196. Setelah peneliti melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 9 kali

modifikasi, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 36.56, df = 26, p-value

= 0.08183, dan RMSEA = 0.045. Adapun koefisien muatan faktor untuk item –

item self-esteem dijelaskan pada tabel 3.12 sebagai berikut:

Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Self-Esteem

Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan

X1 0.60 (0.07) 8.41 X2 0.30 (0.08) 3.82

X3 0.83 (0.07) 12.11 X4 0.62 (0.08) 8.09 X5 0.32 (0.08) 4.10

76

X6 0.48 (0.07) 6.50 X7 0.65 (0.07) 9.16 X8 0.16 (0.08) 2.11 X9 0.46 (0.07) 6.16 X10 0.45 (0.07) 6.03

Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan

Pada tabel 3.12, seluruh item yang memiliki nilai t > 1,96. Hal ini berarti

bahwa tidak ada item yang harus di-drop atau dihilangkan dan seluruh item dalam

analisis selanjutnya.

3.4.4 Uji Validitas Konstruk Kualitas Persahabatan

Peneliti menguji 23 item dari konstruk kualitas persahabatan yang mencakup

aspek companionship, conflict, help, security, closeness. Peneliti menguji apakah

aspek–aspek tersebut bersifat unidimensional, yang berarti benar–benar hanya

mengukur aspek–aspek tersebut yang terdapat pada konstruk kualitas

persahabatan.

3.4.4.1 Uji Validitas Dimensi Companionship

Peneliti menguji 4 item dari dimensi companionship. Hasil pengujian CFA dengan

model satu faktor menghasilkan model tidak fit dengan Chi-Square = 9.23, df = 2,

p-value = 0.00991, dan RMSEA = 0.134. Setelah peneliti melakukan modifikasi

sebanyak 1 kali maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.25, df = 1, p-

value = 0.61741, RMSEA = 0.000. Adapun koefisien muatan faktor untuk item –

item dimensi companionship sebagai berikut:

77

Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Dimensi Companionship

Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan

X1 0.53 (0.11) 4.97 X2 1.12 (0.19) 6.04

X3 0.43 (0.09) 4.59 X4 0.29 (0.08) 3.46

Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan

Pada tabel 3.13, seluruh item memiliki nilai t > 1,96. Hal ini berarti tidak

ada item yang harus di-drop atau dihilangkan dan seluruh item disertakan dalam

analisis selanjutnya.

3.4.4.2 Uji Validitas Dimensi Conflict

Peneliti menguji 4 item dari dimensi conflict. Hasil pengujian CFA dengan model

satu faktor menghasilkan model fit dengan Chi-Square = 0.47, df = 2, p-value =

0.79195, dan RMSEA = 0.000. Adapun koefisien muatan faktor untuk item –item

dimensi conflict sebagai berikut:

Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Dimensi Conflict

Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan

X1 0.34 (0.09) 3.75 X2 0.38 (0.09) 4.12

X3 0.57 (0.10) 5.62 X4 0.63 (0.10) 5.95

Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan

Pada tabel 3.14, seluruh item memiliki nilai t > 1,96. Hal ini berarti tidak

ada item yang harus di-drop atau dihilangkan dan seluruh item disertakan dalam

analisis selanjutnya.

78

3.4.4.3 Uji Validitas Dimensi Help

Berdasarkan hasil pengujian CFA dengan model satu faktor diperoleh model yang

tidak fit dengan Chi-Square = 59.59, df = 5, P-Value = 0.00000, dan RMSEA =

0.232. Setelah peneliti melakukan modifikasi sebanyak 2 kali maka diperoleh

model fit dengan Chi-Square = 3.42, df = 3, p-value = 0.33092, RMSEA = 0.026.

Adapun koefisien muatan faktor untuk item – item dimensi help dijelaskan pada

tabel berikut:

Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Dimensi Help

Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan

X1 0.54 (0.07) 7.99

X2 0.93 (0.06) 16.32

X3 0.93 (0.06) 16.49 X4 0.58 (0.07) 8.86 X5 0.41 (0.07) 5.74

Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan

Pada tabel 3.15, seluruh item memiliki nilai t > 1,96. Hal ini berarti tidak

ada item yang harus di-drop atau dihilangkan dan seluruh item disertakan dalam

analisis selanjutnya.

3.4.4.4 Uji Validitas Dimensi Security

Berdasarkan hasil pengujian CFA dengan model satu faktor diperoleh model yang

tidak fit dengan Chi-Square = 56.12, df = 5, P-Value = 0.00000, dan RMSEA =

0.225. Setelah peneliti melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 1 kali

modifikasi, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 5.52, df = 4, p-value =

0.23815, dan RMSEA = 0.043. Adapun koefisien muatan faktor untuk item – item

dimensi security dijelaskan pada tabel berikut:

79

Tabel 3.16 Muatan Faktor Item Dimensi Security

Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan

X1 0.31 (0.08) 3.65 X2 0.35 (0.09) 4.07 X3 -0.36 (0.09) -4.24 X X4 0.52 (0.09) 5.71 X5 0.80 (0.11) 7.19

Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan

Pada tabel 3.16, terdapat item yang memiliki nilai t < 1,96, yaitu item

nomor 3. Hal ini berarti item nomor 3 harus di-drop atau dihilangkan dan tidak

disertakan dalam analisis selanjutnya.

3.4.4.4 Uji Validitas Dimensi Closeness

Berdasarkan hasil pengujian CFA dengan model satu faktor diperoleh model yang

tidak fit dengan Chi-Square = 42.85, df = 5, P-Value = 0.00000, dan RMSEA =

0.194. Setelah peneliti melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 2 kali

modifikasi, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 2.03, df = 3, p-value =

0.56716, dan RMSEA = 0.000. Adapun koefisien muatan faktor untuk item – item

dimensi closeness dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 3.17 Muatan Faktor Item Dimensi Closeness

Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan

X1 0.62 (0.07) 8.94 X2 0.76 (0.07) 11.40

X3 0.76 (0.06) 11.89 X4 0.78 (0.06) 12.43 X5 0.80 (0.06) 12.42

Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan

Pada tabel 3.17, seluruh item memiliki nilai t > 1,96. Hal ini berarti tidak

ada item yang harus di-drop atau dihilangkan dan seluruh item disertakan dalam

analisis selanjutnya.

80

3.4.5 Uji Validitas Konstruk Stres Akademik

Peneliti menguji 9 item dari konstruk stres akademik yang mencakup aspek

ekspektasi orang tua atau guru dan ekspektasi diri sendiri. Peneliti menguji apakah

aspek – aspek tersebut bersifat unidimensional, yang berarti benar – benar hanya

mengukur aspek – aspek tersebut yang terdapat pada konstruk stres akademik.

3.4.5.1 Uji Validitas Dimensi Ekspektasi Orangtua atau Guru

Peneliti menguji 5 item dari dimensi ekspektasi orangtua atau guru. Hasil

pengujian CFA dengan model satu faktor menghasilkan model tidak fit dengan

Chi-Square = 14.55, df = 5, p-value = 0.01246, dan RMSEA = 0.097. Setelah

peneliti melakukan modifikasi sebanyak 2 kali maka diperoleh model fit dengan

Chi-Square = 2.60, df = 3, p-value = 0.45784, RMSEA = 0.000. Adapun koefisien

muatan faktor untuk item –item dimensi ekspektasi orangtua atau guru sebagai

berikut:

Tabel 3.18 Muatan Faktor Item Dimensi Ekspektasi Orangtua atau Guru

Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan

X1 0.55 (0.08) 7.17 X2 0.88 (0.07) 11.21 X3 0.65 (0.07) 9.29 X4 0.72 (0.07) 9.40 X5 0.58 (0.08) 8.24

Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan

Pada tabel 3.18, seluruh item memiliki nilai t > 1,96. Hal ini berarti tidak

ada item yang harus di-drop atau dihilangkan dan seluruh item disertakan dalam

analisis selanjutnya.

81

3.4.5.2 Uji Validitas Dimensi Ekspektasi Diri Sendiri

Peneliti menguji 4 item dari dimensi ekspektasi diri sendiri. Hasil pengujian CFA

dengan model satu faktor menghasilkan model tidak fit dengan Chi-Square =

4.27, df = 2, p-value = 0.11851, dan RMSEA = 0.075. Setelah peneliti melakukan

modifikasi sebanyak 1 kali, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.30,

df = 1, p-value = 0.58236, dan RMSEA = 0.000. Adapun koefisien muatan faktor

untuk item –item dimensi ekspektasi diri sendiri sebagai berikut:

Tabel 3.19 Muatan Faktor Item Dimensi Ekspektasi Diri Sendiri

Item Koefisien Standar Error T-value Keterangan

X1 0.85 (0.10) 8.65 X2 0.60 (0.08) 7.23 X3 0.65 (0.10) 6.43 X4 0.49 (0.08) 6.20

Keterangan: = item signifikan (t > 1,96), X = item tidak signifikan

Pada tabel 3.19, seluruh item memiliki nilai t > 1,96. Hal ini berarti tidak

ada item yang harus di-drop atau dihilangkan dan seluruh item disertakan dalam

analisis selanjutnya.

3.5 Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis data responden, peneliti menggunakan teknik analisis data

Multiple Regresi dengan jumlah data yang dianalisis sebanyak lima belas variabel

yakni 1 variabel terikat dan empat belas variabel bebas. Analisis regresi adalah

suatu analisis yang mengukur pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

Teknik analisis ini digunakan untuk menjawab hipotesis nihil yang terdapat pada

82

BAB 2. Analisis data akan dilakukan dengan menggunakan sistem perhitungan

SPSS versi 17. Susunan persamaan regresi berganda adalah:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 +

b10X10 + b11X11 + b12X12+ b13X13 + b14X14 + b15X15 + e

Keterangan:

Y = Adiksi smartphone

a = koefisien

b = koefisien regresi variabel independen

X1= Neuroticism

X2= Extraversion

X3= Openness to experience

X4= Conscientiousness

X5= Agreeableness

X6= Self-esteem

X7= Companionship

X8= Conflict

X9= Help

X10= Security

X11= Closeness

X12=Ekspektasi Orangtua atau Guru

X13=Ekspektasi Diri Sendiri

X14=Jenis Kelamin

X15 = Durasi Penggunaan

e = Residu

Melalui teknik analisis regresi berganda ini akan diperoleh (Jannie, 2012) :

1. R2 (Koefisien Determinasi)

Nilai R2 menunjukkan besarnya proporsi pengaruh independent

variable terhadap dependent variable. Dalam melihat proporsi, R2

dikalikan dengan 100% sehingga didapatkan nilai proporsi pengaruh

dalam bentuk persen. Sisa dari persentasi R2 merupakan faktor lain

yang mempengaruhi dependent variable yang tidak diuji dalam

83

penelitian. Tabel model summary dalam SPSS juga menunjukkan nilai

Standar Error of Estimate dimana semakin kecil nilai SEE, maka

model regresi semakin tepat dalam memprediksi dependent variable.

Nilai R2 diperoleh dari rumus berikut:

R2 =

𝑆𝑆𝑟𝑒𝑔

𝑆𝑆𝑦

2. Uji F

Pada tabel ANOVA akan diperoleh nilai F dan nilai signifikansi

(Sig.). nilai Sig<0.05 menunjukkan bahwa keseluruhan independent

variable secara simultan memiliki pengaruh terhadap dependent

variable. Niali Sig<0.05 juga menunjukkan bahwa nilai koefisen

determinasi (R2) signifikan. Rumus dalam penghitungan nilai F

sebagai berikut:

F = 𝑅2 𝑘

(1−𝑅2) (𝑁−𝑘−1)

K merupakan jumlah IV dan N merupakan jumlah sampel.

3. Uji t

Interpretasi koefisien parameter independent variable dapat dilakukan

dengan menggunakan unstandardized coefficients maupun

standardized coefficients. Nilai koefisien yang didapatkan dari masing

– masing dimensi pada variabel menunjukkan arah hubungan serta

besaran koefisien masing – masing dimensi pada model regresi.

Adapun terdapat nilai signifikansi untuk mengetahui apakah masing –

masing dimensi berpengaruh secara signifikan terhadap dependent

variable. Uji t dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

84

t = 𝑏

𝑆𝑏

nilai b pada rumus tersebut adalah koefisien regresi dan Sb adalah

standard error dari b.

85

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian

Pada bagian in, peneliti akan memaparkan gambaran data subjek penelitian seperti

jenis kelamin, usia, agama, jurusan, lama kepemilikan smartphone, frekuensi

mengecek smartphone per hari, durasi menggunakan smartphone per hari, dan

aplikasi yang paling sering dibuka saat menggunakan smartphone. Partisipan

dalam penelitian ini merupakan siswa – siswi kelas 11 SMAN 6 Kabupaten

Tangerang. Total subjek penelitian sebanyak 203 orang (82 laki–laki dan 121

perempuan). Berikut merupakan gambaran subjek penelitian secara keseluruhan.

Tabel 4.1

Gambaran Umum Subjek Penelitian (N=203)

Deskripsi N %

Jenis kelamin

Perempuan 121 59.61%

Laki – laki 82 40.39%

Usia

15 4 1.97%

16 109 53.70%

17 86 42.36%

18 4 1.97%

Agama

Islam 185 91.13%

Kristen Katolik 6 2.96%

Kristen Protestan 7 3.45%

Hindu 2 0.98%

Budha 3 1.48%

Jurusan

IPA 123 60.59%

IPS 60 29.56%

Bahasa 20 9.85%

Lama kepemilikan smartphone

< 1 tahun 6 2.96%

1 tahun 6 2.96%

86

> 1 tahun 191 94.08%

Frekuensi mengecek smartphone per hari

1 – 5 kali 14 6.90%

6 – 10 kali 29 14.28%

Tidak terhitung 160 78.82%

Durasi menggunakan smartphone per hari

< 1 jam 8 3.94%

1 – 4 jam 53 26.11%

5 – 7 jam 57 28.08%

> 7 jam 85 41.87%

Aplikasi yang paling sering dibuka

Google search 11 5.42%

Media sosial 169 83.25%

Situs online shop 2 0.99%

Telepon 0 0%

Lainnya 21 10.34%

Berdasarkan tabel 4.1, dapat dijelaskan bahwa jumlah partisipan

perempuan memiliki persentase sebesar 59.61% (121 orang), sedangkan jumlah

parsisipan laki–laki memiliki persenase sebesar 40.39% (82 orang). Dapat

disimpulkan bahwa partisipan terbanyak dalam penelitian ini adalah siswa

perempuan yaitu sebanyak 121 orang (59.61%).

Usia partisipan penelitian ini berkisar antara 15 – 18 tahun. Jumlah

partisipan yang berusia 15 tahun memiliki persentase sebanyak 1.97% (4 orang),

usia 16 tahun memiliki persentase 53.70% (109 orang), usia 17 tahun memiliki

persentase 42.36% (86 orang), sedangkan partisipan yang berusia 18 tahun

memiliki persentase 1.97% (4 orang). Dapat disimpulkan bahwa penelitian ini

didominasi oleh partisipan dengan usia 16 tahun yaitu sebanyak 109 orang

(53.70%).

87

Dalam penelitian ini, sebagian besar partisipan beragama Islam yaitu

dengan persentase sebesar 91.13% (185 orang). Sedangkan partisipan yang

beragama Kristen Katolik memiliki persentase sebanyak 2.96% (6 orang), Kristen

Protestan 3.45% (7 orang), Hindu 0.98% (2 orang), dan Budha 1.48% (3 orang).

Pengambilan data penelitian ini dilakukan di 3 jurusan, yakni IPA dengan

persentase partisipan sebesar 60.59% (123 orang), IPS dengan persentase

partisipan sebesar 29.56% (60 orang), dan bahasa dengan persentase partisipan

sebesar 9.85% (20 orang). Dapat disimpulkan bahwa partisipan terbanyak dalam

penelitian ini berasal dari jurusan IPA.

Lama penggunaan (kepemilikan) smartphone partisipan dalam penelitian

ini dikategorikan ke dalam 3 kategori yakni kurang dari 1 tahun, 1 tahun, dan

lebih dari 1 tahun. Partisipan yang menggunakan smartphone kurang dari 1 tahun

memiliki persentase sebesar 2.96% (6 orang), yang sudah menggunakan

smartphone selama 1 tahun memiliki persentase sebesar 2.96% (6 orang), dan

yang sudah menggunakan smartphone lebih dari 1 tahun memiliki persentase

sebesar 94.08% (191 orang). Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar partisipan

sudah menggunakan smartphone lebih dari 1 tahun yakni sebanyak 191 orang

(94.08%).

Dalam penelitian ini, frekuensi mengecek smartphone per hari dibagi

menjadi 3 kategori, yaitu 1 – 5 kali, 6 – 10 kali, dan tidak terhitung. Partisipan

yang mengecek smartphone 1 – 5 kali per hari memiliki persentase 6.90% (14

orang), yang mengecek smartphone 6 – 10 kali per hari memiliki persentase

88

sebanyak 14.28% (29 orang), dan partisipan yang tidak terhitung frekuensi

mengecek smartphonenya per hari memiliki persentase sebanyak 78.82% (160

orang). Maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar partisipan tidak terhitung

berapa kali mengecek smartphone per harinya, yakni sebanyak 160 orang

(78.82%).

Dalam penelitian ini, partisipan memiliki durasi menggunakan smartphone

berbeda – beda per harinya. Peneliti membaginya ke dalam 4 kategori, yakni < 1

jam, 1 – 4 jam, 5 – 7 jam, dan > 7 jam. Partisipan yang menggunakan smartphone

< 1 jam per hari memiliki persentase sebesar 3.94% (8 orang), 1 – 4 jam per hari

memiliki persentase sebesar 26.11% (53 orang), 5 – 7 jam per hari memiliki

persentase sebesar 28.08% (57 orang), dan > 7 jam per hari memiliki persentase

sebesar 41.87% (85 orang). Maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini

kategori durasi penggunaan smartphone per hari didominasi oleh partisipan yang

menggunakan smartphone > 7 jam per hari, yaitu sebanyak 85 orang (41.87%).

Aplikasi yang paling sering dibuka oleh partisipan berbeda – beda.

Sebagian besar partisipan paling sering membuka aplikasi media sosial, yaitu

dengan persentase sebesar 83.25% (169 orang). Adapun partisipan yang paling

sering membuka google search memiliki persentase sebesar 5.42% (11 orang),

situs online shop memiliki persentase sebesar 0.99% (2 orang), dan aplikasi

lainnya sebesar 10.34% (21 orang).

89

Tabel 4.2

Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dan aplikasi yang sering dibuka

Aplikasi Jenis Kelamin Total

Perempuan Laki-Laki

Google search 2 (1.0%) 9 (4.4%) 11 (5.4%)

Media sosial 111 (54.7%) 58 (28.6%) 169 (83.3%)

Situs online shop 2 (1.0%) 0 (0%) 2 (1.0%)

Lainnya (selain games) 2 (1.0%) 3 (1.5%) 5 (2.5%)

Games 0 (0%) 8 (3.9%) 8 (3.9%)

> 1 aplikasi 4 (2.0%) 4 (2.0%) 8 (3.9%)

Berdasarkan tabel 4.2, aplikasi google search paling sering diaksses oleh 2

(1.0%) partisipan perempuan dan 9 (4.4%) partisipan laki – laki. Media sosial

paling sering diakses oleh 111 (54.7%) partisipan perempuan dan 58 (28.6%)

partisipan laki – laki. Situs online shop hanya paling sering diakses oleh partisipan

perempuan, yaitu sebanyak 2 orang (1.0%). Aplikasi lainnya (selain games)

paling sering diakses oleh 2 (1.0%) partisipan perempuan dan 3 (1.5%) partisipan

laki – laki. Adapun aplikasi games hanya paling sering diakses oleh partisipan laki

– laki, yaitu sebanyak 8 orang (3.9%), sedangkan 4 (2.0%) partisipan perempuan

dan 4 (2.0%) partisipan laki – laki sering mengakses lebih dari 1 aplikasi dengan

intensitas yang seimbang.

4.2 Hasil Analisis Deskriptif

Hasil analisis deskriptif meliputi jumlah sampel, nilai minimum, nilai maksimum,

mean (rata–rata), dan standar deviasi masing-masing variabel. Selanutnya, nilai

mean akan digunakan untuk menentukan kategorisasi skor variabel penelitan.

Deskripsi data penelitian disajikan dalam tabel 4.3 berikut:

90

Tabel 4.3 Statistik Deskriptif

N Min Max Mean Std. Dev

Adiksi smartphone 203 26.93 75.29 50.00 8.69868

Neuroticism 203 19.40 68.32 50.00 9.99462

Extraversion 203 25.13 66.31 50.00 7.95242

Openness to Experience 203 20.63 62.92 50.00 9.99525

Conscientiousness 203 26.15 69.33 50.00 7.93548

Agreeableness 203 35.89 64.09 50.00 6.23714

Self-esteem 203 19.18 71.88 50.00 8.86088

Companionship 203 16.94 68.26 50.00 8.56317

Conflict 203 28.50 68.40 50.00 7.23553

Help 203 16.06 68.99 50.00 9.12686

Security 203 28.49 66.33 50.00 9.06619

Closeness 203 26.15 67.79 50.00 8.91902

Ekspektasi orang tua atau guru 203 19.83 68.33 50.00 8.51755

Ekspektasi diri 203 24.15 66.64 50.00 8.22546

Valid N (listwise) 203

Berdasarkan tabel 4.3, dapat dilihat bahwa jumlah subjek penelitian

sebanyak 203 orang. Mean pada penelitian ini dibuat konstan yakni 50 dengan

tujuan menghilangkan skor negatif pada data. Variabel adiksi smartphone

memiliki skor terendah 26.93 dan skor tertinggi 75.29. Variabel neuroticism

memiliki skor terendah 19.40 dan skor tertinggi 68.32. Variabel extraversion

memiliki skor terendah 25.13 dan skor tertinggi 66.31. Variabel openness to

experience memiliki skor terendah 20.63 dan skor tertinggi 62.92.

conscientiousness memiliki skor terendah 26.15 dan skor tertinggi 69.33. Variabel

agreeableness memiliki skor terendah 35.89 dan skor tertinggi 64.09. Variabel

self-esteem memiliki skor terendah 19.18 dan skor tertinggi 71.88.

Variabel companionship memiliki skor terendah 16.94 dan skor tertinggi

68.26. Variabel conflict memiliki skor terendah 28.50 dan skor tertinggi 68.40.

91

Variabel help memiliki skor terendah 16.06 dan skor tertinggi 68.99. Variabel

security memiliki skor terendah 28.49 dan skor tertinggi 66.33. Variabel closeness

memiliki skor terendah 26.15 dan skor tertinggi 67.79. Variabel ekspektasi orang

tua atau guru memiliki skor terendah 19.83 dan skor tertinggi 68.33. Variabel

ekspektasi diri memiliki skor terendah 24.15 dan skor tertinggi 66.64.

4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian

Kategorisasi skor variabel bertujuan untuk mengelompokkan atau menempatkan

individu ke dalam kelompok – kelompok menurut suatu jenjang kontinum

tertentu. Contoh dari jenjang kontinum adalah dari rendah ke tinggi. Jenjang

kontinum ini akan digunakan dalam kategorisasi skor variabel penelitian.

Kategorisasi skor variabel dilakukan dengan menggunakan norma tertentu.

Pada peneltiian ini, peneliti menggunakan norma rendah dan tinggi seperti yang

tertera pada tabel 4.4 berikut:

Tabel 4.4 Norma Kategorisasi Skor Variabel Penelitian

Kategori Norma

Rendah X < Mean

Tinggi X Mean

Keterangan dari penormaan sebagai berikut: X (skor yang diperoleh

masing – masing individu), Mean (nilai rata – rata skor keseluruhan). Setelah

penetapan norma, selanjutnya peneliti akan memaparkan perolehan nilai

persentase untuk setiap kategori skor (rendah dan tinggi) yang meliputi variabel

adiksi smartphone, extraversion, conscientiousness, self-esteem, companionship,

92

conflict, help, security, closeness, ekspektasi orang tua atau guru, dan ekspektasi

diri sendiri pada tabel 4.5 berikut:

Tabel 4.5 Persentase Kategori Skor Tiap Variabel

Variabel Frekuensi (%)

Rendah Tinggi

Adiksi smartphone 104 (51.2%)* 99 (48.8%)

Neuroticism 44 (21.7%) 159 (78.3%)*

Extraversion 94 (46.3%) 109 (53.7%)*

Openness to Experience 149 (73.4%)* 54 (26.6%)

Conscientiousness 92 (45.3%) 111 (54.7%)*

Agreeableness 112 (55.2%)* 91 (44.8%)

Self-esteem 94 (46.3%) 109 (53.7%)*

Companionship 96 (47.3%) 107 (52.7%)*

Conflict 97 (47.8%) 106 (52.2%)*

Help 144 (70.9%)* 59 (29.1%)

Security 85 (41.9%) 118 (58.1%)*

Closeness 122 (60.1%)* 81 (39.9%)

Ekspektasi Orangtua atau Guru 94 (46.3%) 109 (53.7%)*

Ekspektasi Diri Sendiri 100 (49.3%) 103 (50.7%)*

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa pada variabel adiksi smartphone

sebanyak 104 orang (51.2%) berada pada kategori rendah dan 99 orang (48.8%)

berada pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari hasil sebaran data pada

variabel adiksi smartphone lebih banyak pada kategori rendah.

Pada variabel neuroticism sebanyak 44 orang (21.7%) berada pada

kategori rendah dan 159 orang (78.3%) berada pada kategori tinggi. Dengan

demikian, dari hasil sebaran data pada variabel neuroticism lebih banyak pada

kategori tinggi.

Pada variabel extraversion sebanyak 94 orang (46.3%) berada pada

kategori rendah dan 109 orang (53.7%) berada pada kategori tinggi. Dengan

demikian, dari hasil sebaran data pada variabel extraversion lebih banyak pada

kategori tinggi.

93

Pada variabel openness to experience sebanyak 149 orang (73.4%) berada

pada kategori rendah dan 54 orang (26.6%) berada pada kategori tinggi. Dengan

demikian, dari hasil sebaran data pada variabel openness to experience lebih

banyak pada kategori rendah.

Pada variabel conscientiousness sebanyak 92 orang (45.3%) berada pada

kategori rendah dan 111 orang (54.7%) berada pada kategori tinggi. Dengan

demikian, dari hasil sebaran data pada variabel conscientiousness lebih banyak

pada kategori tinggi.

Pada variabel agreeableness sebanyak 112 orang (55.2%) berada pada

kategori rendah dan 91 orang (44.8%) berada pada kategori tinggi. Dengan

demikian, dari hasil sebaran data pada variabel agreeableness lebih banyak pada

kategori tinggi.

Pada variabel self-esteem sebanyak 94 orang (46.3%) berada pada kategori

rendah dan 109 orang (53.7%) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari

hasil sebaran data pada variabel self-esteem lebih banyak pada kategori tinggi.

Pada variabel companionship sebanyak 96 orang (47.3%) berada pada

kategori rendah dan 107 orang (52.7%) berada pada kategori tinggi. Dengan

demikian, dari hasil sebaran data pada variabel companionship lebih banyak pada

kategori tinggi.

Pada variabel conflict sebanyak 97 orang (47.8%) berada pada kategori

rendah dan 106 orang (52.2%) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari

hasil sebaran data pada variabel conflict lebih banyak pada kategori tinggi.

94

Pada variabel help sebanyak 144 orang (70.9%) berada pada kategori

rendah dan 59 orang (29.1%) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari

hasil sebaran data pada variabel help lebih banyak pada kategori rendah.

Pada variabel security sebanyak 85 orang (41.9%) berada pada kategori

rendah dan 118 orang (58.1%) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari

hasil sebaran data pada variabel security lebih banyak pada kategori tinggi.

Pada variabel closeness sebanyak 122 orang (60.1%) berada pada kategori

rendah dan 81 orang (39.9%) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari

hasil sebaran data pada variabel closeness lebih banyak pada kategori rendah.

Pada variabel ekspektasi orangtua atau guru sebanyak 94 orang (46.3%)

berada pada kategori rendah dan 109 orang (53.7%) berada pada kategori tinggi.

Dengan demikian, dari hasil sebaran data pada variabel ekspektasi orangtua atau

guru lebih banyak pada kategori tinggi.

Pada variabel ekspektasi diri sendiri sebanyak 100 orang (49.3%) berada

pada kategori rendah dan 103 orang (50.7%) berada pada kategori tinggi. Dengan

demikian, dari hasil sebaran data pada variabel ekspektasi diri sendiri lebih

banyak pada kategori tinggi.

4.4 Hasil Uji Hipotesis

4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian

Peneliti melakukan uji hipotesis penelitian dengan menggunakan teknik analisis

regresi berganda (multiple regression analysis). Pengujian analisis regresi

berganda dilakukan dengan software SPSS versi 17.0. Pada analisis regresi

berganda, terdapat 3 hal yang dilihat. Hal pertama yang dilihat adalah nilai

95

keofisien determinasi atau R Square (R2) untuk melihat besar proporsi pengaruh

independent variable terhadap dependent variable. Hal kedua yakni nilai

signifikansi (Sig.), yaitu nilai yang menunjukkan bahwa keseluruhan independent

variable mempengaruhi dependent variable secara signifikan atau tidak. Hal

ketiga yakni koefisien regresi, yaitu nilai dan signifikansi dari masing – masing

independent variable beserta arah pengaruhnya terhadap dependent variable.

Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah melihat koefisien

determinasi atau R Square (R2) untuk mengetahui besar proporsi pengaruh

independent variable terhadap dependent variable. Nilai R Square dapat dilihat

pada tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.6 R Square

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the

Estimate

1 .427a .182 .116 8.17685

a. Predictors: (Constant), Neuroticism,Extraversion, Openness to Experience, Conscientiousness,

Agreeableness, Self-esteem, Companionship, Conflict, Help, Security, Closeness, Ekspektasi Orangtua dan

Guru, Ekspektasi Diri Sendiri, Jenis Kelamin, Durasi Penggunaan

Pada tabel 4.6, terlihat bahwa nilai R Square dalam penelitian ini sebesar

0.182 atau 18.2%. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi pengaruh neuroticism,

extraversion, openness to experience, conscientiousness, agreeableness, self-

esteem, companionship, conflict, help, security, closeness, ekspektasi orangtua

atau guru, ekspektasi diri sendiri, jenis kelamin, dan durasi penggunaan terhadap

adiksi smartphone sebesar 18.2%. Sisanya yakni 81.8% dipengaruhi oleh variabel

lain di luar penelitian.

96

Langkah kedua yang dilakukan peneliti adalah melihat hasil dari uji F

untuk mengetahui pengaruh independent variable terhadap dependent variable

signifikan atau tidak. Adapun hasil dari uji F terdapat pada tabel 4.7 berikut:

Tabel 4.7

ANOVA Pengaruh Independent Variable terhadap Dependent Variable

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 2781.762 15 185.451 2.774 .001a

Residual 12502.970 187 66.861

Total 15284.732 202 a. Predictors: (Constant), Extraversion, conscientiousness, self-esteem, companionship, conflict,

help, security, closeness, ekspektasi orangtua atau guru, ekspektasi diri sendiri, jenis kelamin,

durasi penggunaan

Pada tabel 4.7, terdapat nilai signifikansi dari keseluruhan independent

variable terhadap dependent variable. Nilai signifikansi dilihat dari kolom Sig.

sebesar 0.001. Nilai Sig <0.05 menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan.

Hal ini bermakna bahwa ada pengaruh yang signifikan tipe kepribadian big five,

self-esteem, kualitas persahabatan, stres akademik, jenis kelamin, dan durasi

penggunaan terhadap dependent variable.

Langkah ketiga yang dilakukan peneliti adalah melihat nilai koefisien

regresi masing – masing dari independent variable. Adapun nilai koefisien regresi

pada tiap – tiap variabel penelitian dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut:

97

Tabel 4.8 Koefisien Regresi

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 52.772 10.078 5.236 .000

Neuroticism .062 .061 .071 1.015 .312

Extraversion -.139 .081 -.127 -1.718 .087

Openness to

Experience .038 .061 .043 .625 .533

Conscientiousness -.205 .085 -.187 -2.396 .018*

Agreeableness -.107 .110 -.077 -.976 .330

Self-esteem .041 .074 .042 .560 .576

Companionship .074 .079 .073 .941 .348

Conflict -.081 .087 -.068 -.932 .353

Help -.111 .076 -.116 -1.453 .148

Security .081 .077 .085 1.058 .292

Closeness .073 .081 .075 .904 .367

Ekspektasi Orangtua

atau Guru .021 .079 .021 .267 .790

Ekspektasi Diri

Sendiri .058 .088 .055 .655 .513

Jenis kelamin -1.577 1.332 -.089 -1.183 .238

Durasi Penggunaan 2.471 .672 .260 3.679 .000*

a. Dependent Variable: Adiksi Smartphone

Keterangan: (*) signifikan (<0.05)

Berdasarkan data pada tabel 4.8, dapat dipaparkan persamaan regresi

sebagai berikut:

98

Adiksi Smartphone’ = 52.772 + 0.062 neuroticism – 0.139

extraversion + 0.038 openness to experience – 0.205 conscientiousness* - 0.107

agreeableness + 0.041 self-esteem + 0.074 companionship – 0.081 conflict –

0.111 help + 0.081 security + 0.073 closeness + 0.021 ekspektasi orang tua dan

guru + 0.058 ekspektasi diri sendiri – 1.577 jenis kelamin + 2.471 durasi

penggunaan*.

Berdasarkan tabel 4.8, signifikansi masing – masing independent variable

dilihat dari nilai Sig. Nilai Sig.<0.05 menunjukkan bahwa koefisien regresi yang

dihasilkan signifikan. Hasil yang terdapat dalam penelitian ini menunjukkan

bahwa 2 koefisien regresi signifikan, yaitu conscientiousness dan durasi

penggunaan. Sedangkan 13 variabel lainnya yaitu neuroticism, extraversion,

openness to experience, agreeableness, self-esteem, companionship, conflict, help,

security, closeness, ekspektasi orang tua dan guru, ekspektasi diri sendiri, dan

jenis kelamin tidak menunjukkan nilai koefisien regresi yang signifikan. Adapun

penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh masing – masing

independent variable sebagai berikut:

1. Variabel Neuroticism

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.062 dengan nilai signifikansi

0.312. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh

neuroticism terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna bahwa

variabel neuroticism tidak berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi

smartphone.

99

2. Variabel Extraversion

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.139 dengan nilai signifikansi

0.087. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh

extraversion terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna bahwa

variabel extraversion tidak berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi

smartphone.

3. Variabel Openness to Experience

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.038 dengan nilai signifikansi

0.533. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh

openness to experience terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini

bermakna bahwa variabel openness to experience tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap adiksi smartphone.

4. Variabel Conscientiousness

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.205 dengan nilai signifikansi

0.018 (<0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada

pengaruh conscientiousness terhadap adiksi smartphone ditolak. Hal ini

bermakna bahwa variabel conscientiousness berpengaruh secara negatif dan

signifikan terhadap adiksi smartphone. Dapat diartikan bahwa semakin tinggi

kepribadian conscientiousness pada siswa, maka semakin rendah adiksi

smartphone yang dialami siswa.

5. Variabel Agreeableness

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.107 dengan nilai signifikansi

0.330. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh

100

agreeableness terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna bahwa

variabel agreeableness tidak berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi

smartphone.

6. Variabel Self-esteem

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.041 dengan nilai signifikansi

0.576. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh

self-esteem terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna bahwa

variabel self-esteem tidak berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi

smartphone.

7. Variabel Companionship

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.074 dengan nilai signifikansi

0.348. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh

companionship terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna

bahwa variabel companionship tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

adiksi smartphone.

8. Variabel Conflict

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.081 dengan nilai signifikansi

0.353. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh

conflict terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna bahwa

variabel conflict tidak berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi

smartphone.

101

9. Variabel Help

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.111 dengan nilai signifikansi

0.148. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh

help terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna bahwa variabel

help tidak berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi smartphone.

10. Variabel Security

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.081 dengan nilai signifikansi

0.292. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh

security terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna bahwa

variabel security tidak berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi

smartphone.

11. Variabel Closeness

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.073 dengan nilai signifikansi

0.367. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh

closeness terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna bahwa

variabel closeness tidak berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi

smartphone.

12. Variabel Ekspektasi Orang tua atau Guru

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.021 dengan nilai signifikansi

0.790. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh

ekspektasi orangtua atau guru terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini

bermakna bahwa variabel ekspektasi orangtua atau guru tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap adiksi smartphone.

102

13. Variabel Ekspektasi Diri Sendiri

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.058 dengan nilai signifikansi

0.513. Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh

ekspektasi diri sendiri terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna

bahwa variabel ekspektasi diri sendiri tidak berpengaruh secara signifikan

terhadap adiksi smartphone.

14. Variabel Jenis Kelamin

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -1.577 dengan nilai signifikansi

0.238 (>0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada

pengaruh jenis terhadap adiksi smartphone diterima. Hal ini bermakna

bahwa variabel jenis kelamin tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

adiksi smartphone.

15. Variabel Durasi Penggunaan

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 2.471 dengan nilai signifikansi 0.000

(<0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang berbunyi tidak ada pengaruh

durasi penggunaan terhadap adiksi smartphone ditolak. Hal ini bermakna

bahwa variabel durasi penggunaan berpengaruh secara signifikan terhadap

adiksi smartphone.

4.4.2 Pengujian Proporsi Varian Masing-masing IV terhadap DV

Hal selanjutnya yang dilihat dalam analisis regresi adalah proporsi varians masing

– masing independent variable terhadap dependent variable. Proporsi varians

dilihat dari nilai R Square Change. Apabila nilai Sig. F Change<0.05, maka

103

sumbangan proporsi varian signifikan. Adapun proporsi varians masing – masing

independent variable terhadap dependent variable sebagai berikut:

Tabel 4.9 Proporsi Varians Masing – masing Independent Variable

Model R

R

Square

Adjusted

R Square

Std. Error

of the

Estimate

Change Statistics

R Square

Change

F

Change df1 df2

Sig. F

Change

1 .090a .008 .003 8.68453 .008 1.659 1 201 .199

2 .114b .013 .003 8.68511 .005 .973 1 200 .325

3 .119c .014 .000 8.70192 .001 .228 1 199 .633

4 .221d .049 .029 8.56965 .035 7.190 1 198 .008*

5 .228e .052 .028 8.57649 .003 .684 1 197 .409

6 .232f .054 .025 8.58911 .002 .421 1 196 .517

7 .261g .068 .035 8.54577 .014 2.993 1 195 .085

8 .266h .071 .032 8.55662 .002 .506 1 194 .478

9 .269i .073 .029 8.57008 .002 .391 1 193 .532

10 .288j .083 .035 8.54535 .010 2.119 1 192 .147

11 .307k .094 .042 8.51467 .011 2.386 1 191 .124

12 .310l .096 .039 8.52665 .002 .463 1 190 .497

13 .321m .103 .042 8.51594 .007 1.478 1 189 .226

14 .350gn

.123 .057 8.44501 .020 4.188 1 188 .042*

15 .427o .182 .116 8.17685 .059 13.533 1 187 .000*

Predictors: (Constant), Neuroticism,extraversion, openness to experience, conscientiousness, self-

esteem, companionship, conflict, help, security, closeness, ekspektasi orangtua atau guru,

ekspektasi diri sendiri, jenis kelamin, durasi penggunaan Keterangan: (*) signifikan (<0.05)

Berdasarkan tabel 4.9, proporsi varians masing – masing independent

variable dan signifikansinya dijelaskan sebagai berikut:

1. Variabel neuroticism memberikan sumbangan varians sebesar 0.008 atau

0.8% dengan Sig. F Change = 0.199. Sumbangan varians neuroticism tidak

signifikan.

104

2. Variabel extraversion memberikan sumbangan varians sebesar 0.005 atau

0.5% dengan Sig. F Change = 0.325. Sumbangan varians extraversion tidak

signifikan.

3. Variabel openness to experience memberikan sumbangan varians sebesar

0.001 atau 0.1% dengan Sig. F Change = 0.633. Sumbangan varians openness

to experience tidak signifikan.

4. Variabel conscientiousness memberikan sumbangan varians sebesar 0.035

atau 3.5% dengan Sig. F Change = 0.008. Sumbangan varians

conscientiousness signifikan.

5. Variabel agreeableness memberikan sumbangan varians sebesar 0.003 atau

0.3% dengan Sig. F Change = 0.409. Sumbangan varians agreeableness

tidak signifikan.

6. Variabel self-esteem memberikan sumbangan varians sebesar 0.014 atau 1.4%

dengan Sig. F Change =.0.517 Sumbangan varians self-esteem tidak

signifikan.

7. Variabel companionship memberikan sumbangan varians sebesar 0.014 atau

1.4% dengan Sig. F Change = 0.085. Sumbangan varians companionship

tidak signifikan.

8. Variabel conflict memberikan sumbangan varians sebesar 0.002 atau 0.2%

dengan Sig. F Change = 0.478. Sumbangan varians conflict tidak signifikan.

9. Variabel help memberikan sumbangan varians sebesar 0.002 atau 0.2%

dengan Sig. F Change = 0.532. Sumbangan varians help tidak signifikan.

105

10. Variabel security memberikan sumbangan varians sebesar 0.010 atau 1.0%

dengan Sig. F Change = 0.147. Sumbangan varians security tidak signifikan.

11. Variabel closeness memberikan sumbangan varians sebesar 0.011 atau 1.1%

dengan Sig. F Change = 0.124. Sumbangan varians closeness tidak signifikan.

12. Variabel ekspektasi orangtua atau guru memberikan sumbangan varians

sebesar 0.002 atau 0.2% dengan Sig. F Change = 0.497. Sumbangan varians

ekspektasi orangtua atau guru tidak signifikan.

13. Variabel ekspektasi diri sendiri memberikan sumbangan varians sebesar

0.007 atau 0.7% dengan Sig. F Change = 0.226. Sumbangan varians

ekspektasi diri sendiri tidak signifikan.

14. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan varians sebesar 0.020 atau

2% dengan Sig. F Change = 0.042. Sumbangan varians jenis kelamin

signifikan.

15. Variabel durasi penggunaan memberikan sumbangan varians sebesar 0.059

atau 5.9% dengan Sig. F Change = 0.000. Sumbangan varians durasi

penggunaan signifikan.

Sumbangan varians terbesar adalah variabel conscientiousness sebesar

0.059 atau 5.9%, sedangkan variabel yang memberikan sumbangan terkecil yakni

variabel openness to experience yaitu sebesar 0.1%. Jumlah keseluruhan R Square

Change yakni 18.2% sesuai dengan nilai R Square yang didapatkan.

106

BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya maka

kesimpulan dari penelitian ini adalah “ada pengaruh yang signifikan variabel tipe

kepribadian big five (neuroticism, extraversion, openness to experience,

conscientiousness, dan agreeableness), self-esteem, kualitas persahabatan

(companionship, conflict, help, security, dan closeness), stres akademik

(ekspektasi orang tua atau guru dan ekspektasi diri sendiri), jenis kelamin, dan

durasi penggunaan terhadap adiksi smartphone”. Kemudian, dari lima belas

variabel yang diuji, terdapat dua variabel yang memiliki pengaruh signifikan

terhadap adiksi smartphone ini, yaitu conscientiousness dan durasi penggunaan.

Berdasarkan kategorisasi adiksi smartphone, persentase adiksi smartphone

pada kategori rendah dan tinggi, yakni 51.2% untuk kategori rendah dan 48.8%

untuk kategori tinggi. Dapat disimpulkan bahwa tingkat adiksi smartphone pada

siswa kelas 11 SMAN 6 Kabupaten Tangerang cenderung rendah.

5.2 Diskusi

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh variabel tipe kepribadian big five,

self-esteem, kualitas persahabatan, stres akademik, jenis kelamin dan durasi

penggunaan terhadap adiksi smartphone. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

tipe kepribadian big five, self-esteem, kualitas persahabatan, stres akademik, jenis

107

kelamin dan durasi penggunaan secara bersama–sama berpengaruh secara

signifikan terhadap adiksi smartphone.

Adiksi smartphone merupakan fenomena yang patut dijadikan perhatian

bagi para pengguna smartphone maupun orangtua pengguna smartphone.

Fenomena ini sudah menjadi perhatian hampir di seluruh belahan dunia, seperti

Korea, Singapura, Indonesia, dan negara lainnya. Adiksi smartphone memberikan

dampak negatif bagi penderitanya, baik dampak psikis, fisik, maupun sosial.

Penelitian ini mencoba untuk meneliti pengaruh dari faktor internal individu yaitu

kepribadian, self-esteem, faktor eksternal yaitu kualitas persahabatan, stres

akademik, dan faktor demografi yaitu jenis kelamin dan durasi penggunaan

smartphone terhadap adiksi smartphone pada remaja .

Dalam penelitian ini, hanya satu faktor kepribadian yang berpengaruh

secara signifikan terhadap adiksi smartphone. Dalam penelitian sebelumnya

(Pearson & Hussain, 2015; Roberts et al., 2015; Bessma. 2018; Bianchi &

Phillips, 2005) faktor kepribadian menunjukkan hasil yang tidak konsisten.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan dalam dimensi kepribadian

conscientiousness berpengaruh negatif dan signifikan terhadap adiksi smartphone.

Hal itu berarti semakin tinggi conscientiousness individu maka semakin rendah

adiksi smartphonenya. Walaupun di penelitian sebelumnya tidak menunjukkan

hubungan yang signifikan (Pearson dan Hussain, 2015) dan signifikan dengan

menggunakan moderator (Roberts et al., 2015), namun di penelitian ini

menunjukkan adanya pengaruh langsung dan signifikan conscientiousness

terhadap adiksi smartphone.

108

Hasil pada penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang

menyatakan bahwa conscientiousness memiliki hubungan negatif dan signifikan

terhadap adiksi smartphone (Herrero et al., 2017; Bessma, 2018). Individu yang

tinggi conscientiousnessnya merupakan individu yang memiliki pola hidup

teratur, terkontrol, dan memiliki disiplin diri. Hal ini menyebabkan individu

tersebut akan lebih mampu mengontrol penggunaan smartphonenya dan mengisi

waktu luang dengan kegiatan–kegiatan yang lebih bermanfaat. Dengan kata lain,

individu dengan conscientiousness yang tinggi akan lebih bijak dalam

menggunakan smartphone.

Pada penelitian ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi

neuroticism memberikan pengaruh, namun tidak signifikan terhadap adiksi

smartphone. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya (Bianchi & Phillips, 2005),

hal ini mungkin dikarenakan individu dengan kecenderungan neuroticism

merupakan individu yang akan merespon dengan cepat rangsangan atau stimulus

yang datang. Ponsel dapat membuat individu dihubungi setiap saat. Hal itu berarti

ponsel memberi banyak stimulus dan membuat individu dengan kecenderungan

neurotik merasa harus segera merespon stimulus tersebut. Stimulus – stimulus

yang berupa panggilan/SMS/chat dari orang lain yang ditandai melalui nada

dering smartphone membuat neurotiknya semakin tinggi, sehingga individu

dengan kecenderungan neuroticism jarang menggunakan ponsel (Bianchi &

Phillips, 2005).

Berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya (Pearson & Hussain, 2015;

Roberts et al., 2015) yang menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan

109

neuroticism terhadap adiksi smartphone dengan koefisien regresi positif. Hal

tersebut berarti semakin tinggi neurotic individu, maka adiksi smartphonenya juga

semakin tinggi. Individu dengan neuroticism yang tinggi akan terus menerus

menggunakan smartphone sebagai cara untuk mengurangi stres dan rasa cemas

(Pearson & Hussain, 2015; Roberts et al., 2015). Perbedaan hasil peneltiian

tersebut menunjukkan bahwa setiap individu memiliki mekanisme yang berbeda

dalam mengatasi neuroticnya. Hal tersebut diduga menjadi penyebab neurotic

tidak berpengaruh signifikan terhadap adiksi smartphone.

Dimensi kepribadian extraversion merupakan faktor internal individu

terhadap adiksi smartphone. Hasil penelitian menunjukkan bahwa extraversion

memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap adiksi smartphone.

Sebagaimana hasil penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang sama, yakni

extraversion tidak berpengaruh secara signifikan sebagai prediktor adiksi

smartphone (Pearson & Hussain, 2015).

Diasumsikan bahwa extraversion memberikan pengaruh yang tidak

signifikan terhadap adiksi smartphone karena semakin tinggi tingkat kecanggihan

teknologi, baik individu dengan kepribadian introversion maupun extraversion

akan lebih aktif berkomunikasi melalui smartphone. Oleh karena itu, adiksi

smartphone pada individu tidak bisa dinilai melalui extraversion atau tidaknya

seseorang. Individu dengan kepribadian introvert menggunakan smartphone untuk

membantunya dalam berkomunikasi dengan orang lain karena kesulitan yang

dialaminya jika berkomunikasi secara langsung. Adapun individu dengan

kepribadian extrovert lebih fleksibel dalam berkomunikasi dengan orang lain;

110

mampu berkomunikasi dengan baik secara langsung maupun dengan media

perantara smartphone..

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahajan et al. (2017) menunjukkan

hasil yang berbeda. Penelitian tersebut (Mahajan et al., 2017) menunjukkan

extraversion berpengaruh signifikan terhadap adiksi smartphone. Perbedaan hasil

penelitian ini diduga karena perbedaan sampel yang digunakan dalam penelitian.

Rentang usia sampel penelitian ini yaitu 15 – 18 tahun, sedangkan rentang usia

sampel pada penelitian sebelumnya (Mahajan et al., 2017) yaitu 18 – 24 tahun.

Perbedaan rentang usia sampel ini memungkinkan adanya perbedaan dalam

menyikapi kepribadian extraversion dalam diri inidividu sehingga pola

penggunaan smartphonenya pun berbeda. Pola penggunaan smartphone yang

berbeda menghasilkan dampak penggunaan yang berbeda pula.

Dimensi kepribadian openness to experience merupakan faktor internal

individu terhadap adiksi smartphone. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

openness to experience memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap

adiksi smartphone. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Roberts et al., (2015) yang menunjukkan bahwa tidak ada

pengaruh yang signifikan openness to experience dengan adiksi smartphone.

Walaupun hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada pengaruh yang

signifikan, namun di penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan

langsung dan signifikan (Bessma, 2018; Mahajan et al., 2017). Pada penelitian

Bessma (2018) menunjukkan adanya hubungan negatif dan signifikan openness to

111

experience terhadap adiksi smartphone. Hal ini dikarenakan individu dengan

openness yang tinggi memiliki banyak ide dan lebih tertarik untuk melakukan ide

dan hal yang baru dibandingkan dengan hanya menggunakan smartphone

(Cloninger dalam Bessma, 2018). Berbeda dengan hasil penelitian Bessma (2018),

penelitian yang dilakukan oleh Mahajan et al. (2017) menunjukkan hubungan

positif dan signifikan. Hal itu berarti semakin tinggi openness individu maka

adiksi smartphonenya juga semakin tinggi. Keingintahuan yang tinggi terhadap

hal – hal baru, mendorong individu tersebut untuk menjelajahi berbagai fitur

(aplikasi yang semakin berkembang pesat) dari smartphone (Mahajan et al.,

2017).

Dari berbagai hasil penelitian terkait openess to experience terhadap adiksi

smartphone (Roberts et al., 2015; Mahajan et al., 2017; Bessma, 2018), dapat

dilihat bahwa untuk meningkatkan openness to experience dalam diri, setiap

individu memiliki cara masing–masing dalam menggunakan smartphone. Hal

tersebut diduga menjadi penyebab openness to experience tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap adiksi smartphone.

Dimensi kepribadian agreeableness merupakan faktor internal individu

terhadap adiksi smartphone. Hasil penelitian menunjukkan bahwa agreeableness

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi smartphone. Hasil penelitian

sebelumnya menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Pada penelitian yang

dilakukan oleh Pearson & Hussain (2015) dan Takao (2014) menunjukkan tidak

ada hubungan yang signifikan kepribadian agreeableness dengan adiksi

smartphone. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang

112

dilakukan oleh Phillips, Butt, & Blaszczynski (dalam Stephanie dan Pristinella,

2014) dan Andreassen et al. (dalam Roberts et al., 2015) yang menunjukkan

agreeableness berasosiasi negatif dengan adiksi smartphone. Hal tersebut

dikarenakan individu dengan agreeableness rendah mengurangi rasa kesepiannya

dengan menggunakan smartphone, seperti dengan bermain game online (Phillips,

Butt, & Blaszczynski dalam Stephanie dan Pristinella, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian ini dan hasil penelitian sebelumnya (Phillips,

Butt, & Blaszczynski dalam Stephanie dan Pristinella, 2014; Andreassen, et.al,

2013 dalam Roberts et al., 2015; Takao, 2014; Pearson & Hussain, 2015)

menunjukkan bahwa setiap individu memiliki mekanisme yang berbeda dalam

menyikapi kepribadian agreeableness dalam dirinya sehingga pola penggunaan

smartphonenya pun berbeda. Oleh karena itu, dampak dari penggunaan

smartphonenya pun berbeda, salah satunya agreeableness tidak mempengaruhi

adiksi smartphone sebagaimana hasil penelitian ini.

Variabel self-esteem tidak berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi

smartphone. Walaupun hasil penelitian tidak sesuai dengan yang diprediksikan,

namun hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang juga

menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan self-esteem dengan adiksi

smartphone (Pugh, 2017). Adapun hasil penelitian lainnya menunjukkan hasil

yang tidak konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh Wang et al. (2017)

menunjukkan adanya hubungan jika self-esteem dijadikan mediator student-

student relationship dengan adiksi smartphone.

113

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Onuoha & Bada (2018) menunjukkan

adanya pengaruh langsung yang positif self-esteem dengan adiksi smartphone. Hal

itu berarti semakin tinggi self-esteem maka adiksi smartphonenya semakin tinggi

pula. Adiksi smartphone yang terjadi pada individu dengan self-esteem tinggi

dapat terjadi karena individu tersebut cenderung memiliki ego yang tinggi juga.

Ketika individu tersebut merasa egonya tidak dapat terealisasikan, individu akan

melampiaskannya melalui perilaku yang justru merugikan dirinya sendiri, seperti

menggunakan smartphone secara berlebihan (Onuoha & Bada, 2018). Perbedaan

hasil penelitian ini dengan hasil penelitian sebelumnya (Pugh, 2017; Wang et al.,

2017; Onuoha & Bada, 2018) diduga karena perbedaan usia sampel. Rentang usia

sampel penelitian ini yaitu 15–18 tahun. Perbedaan rentang usia ini

memungkinkan adanya perbedaan sikap dalam menghargai diri sendiri.

Kualitas persahabatan adalah kualitas hubungan anak-anak dan remaja

awal dengan teman-teman baik mereka dimana dalam hubungan tersebut terdapat

aspek–aspek companionship, conflict, help/aid, security dan closeness yang

bermakna dalam hubungan persahabatan mereka. Dalam penelitian ini, seluruh

dimensi kualitas persahabatan memberikan pengaruh yang tidak signifikan

terhadap adiksi smartphone. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kim et al.

(2018) menunjukkan hasil yang serupa. Pada hasil penelitian tersebut dijelaskan

bahwa tidak ada pengaruh secara langsung kualitas persahabatan terhadap adiksi

smartphone. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, variabel kualitas persahabatan

dapat berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi smartphone jika dijadikan

sebagai mediator.

114

Hasil yang tidak signifikan ini kemungkinan dikarenakan saat ini remaja

SMA cenderung mencari teman baru melalui media sosial bukan karena kualitas

persahabatan dengan teman di dunia nyatanya kurang baik. Namun, pencarian

teman baru tersebut bertujuan untuk memperluas dan memperbanyak pertemanan.

Oleh karena itu, meskipun individu sudah baik kualitas persahabatannya dengan

teman–teman di dunia nyata, ia akan tetap menggunakan smartphonenya untuk

mencari teman baru melalui dunia maya. Dalam penelitian Kim et al. (2018),

tidak ada penjabaran lebih detail mengenai pengaruh tiap–tiap dimensi kualitas

persahabatan terhadap adiksi smartphone.

Companionship adalah kesediaan menghabiskan waktu bersama. Dimensi

companionship dari variabel kualitas persahabatan memiliki pengaruh yang tidak

signifikan terhadap adiksi smartphone. Hal ini mungkin dikarenakan para remaja

saat ini (khususnya siswa SMA) akan tetap sibuk dengan smartphonenya masing -

masing meskipun ia sedang menghabiskan waktu bersama teman–temannya.

Dimana fenomena ini biasa disebut dengan phubbing.

Conflict yang dimaksud dalam kualitas persahabatan yaitu pertengkaran

yang ada di dalam persahabatan. Dimensi conflict dari variabel kualitas

persahabatan memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap adiksi

smartphone. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Bae (2015) yang menjelaskan bahwa adanya konflik dengan sahabat akan

membuat individu merasa kesepian dan menggunakan smartphone secara

berlebihan sehingga menimbulkan adiksi. Perbedaan hasil penelitian ini diduga

karena perbedaan sampel. Penelitian ini menggunakan sampel siswa–siswi SMA

115

(remaja), sedangkan penelitian sebelumnya (Bae, 2015) menggunakan sampel

siswa–siswi SD. Perbedaan sampel memungkinkan adanya perbedaan dalam

menghadapi konflik persahabatan.

Help dalam kualitas persahabatan ialah saling membantu antara satu

dengan lainnya. Dimensi help dari variabel kualitas persahabatan memberikan

pengaruh yang tidak signifikan terhadap adiksi smartphone. Diasumsikan bahwa

hasil ini dikarenakan saat ini, remaja lebih memilih meminta tolong kepada orang

lain dengan update status daripada meminta tolong ke sahabatnya. Sekalipun

remaja meminta tolong kepada sahabatnya, media yang digunakan remaja untuk

menghubungi sahabatnya adalah smartphone. Dimensi lain dari kualitas

persahabatan yang memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap adiksi

smartphone yaitu security dan closeness.

Dimensi ekspektasi orang tua atau guru dan ekspektasi diri sendiri dari

variabel stres akademik memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap

adiksi smartphone. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Chiu (2014) yang menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh secara

langsung stres akademik terhadap adiksi smartphone. Namun demikian, hasil

penelitian Karuniawan dan Cahyanti (2013). Dalam hasil penelitian tersebut

(Karuniawan & Cahyanti, 2013; Chiu, 2014), tidak ada penjabaran lebih rinci

terkait pengaruh tiap dimensi dari variabel stres akademik terhadap adiksi

smartphone.

116

Diasumsikan bahwa seiring berkembanganya daya tarik aplikasi–aplikasi

pada smartphone, penggunaan smartphone saat ini bukan hanya dijadikan sebagai

pelampiasan stres, tetapi dijadikan pula sebagai pelampiasan kebahagiaan.

Sebagai contoh, siswa yang sedang bahagia, melampiaskan kebahagiaannya

melalui update status atau posting foto–foto. Dari sana kemudian timbul

komentar–komentar dari rekan–rekan di media sosial dan kemudian timbul

penggunaan smartphone yang terus menerus karena tidak ingin terlewatkan

percakapan dengan teman–temannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa baik

dalam keadaan stres ataupun tidak, pengguna smartphone yang menggunakan

smartphonenya terus menerus berpotensi terjangkit adiksi smartphone.

Selain itu, sampel yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan

sampel pada penelitian sebelumnya (Karuniawan & Cahyanti, 2013; Chiu, 2014).

Penelitian ini menggunakan sampel remaja (siswa–siswi SMA) sedangkan

penelitian sebelumnya (Karuniawan & Cahyanti, 2013; Chiu, 2014) menggunakan

sampel mahasiswa. Perbedaan sampel ini memungkinkan adanya perbedaan

dalam coping stres akademik.

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor demografi yang diteliti dalam

penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin memberikan

pengaruh yang tidak signifikan terhadap adiksi smartphone. Hal tersebut berarti

adiksi smartphone dapat terjadi pada pengguna smartphone laki-laki ataupun

perempuan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang beragam. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Devis-Devis et al. (dalam Al-Barashdi et al., 2015)

dan Villella et al.(dalam Al-Barashdi et al., 2015) menunjukkan bahwa laki-laki

117

lebih banyak menghabiskan untuk menggunakan ponsel dan perilaku adiksi lebih

umum terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

Hasil penelitian sebelumnya (Bianchi & Phillips, 2005; Liu et al., 2016;

Cizmeci, 2017; Onuoha & Bada, 2018; Sethuraman et al., 2018) menunjukkan

jenis kelamin memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap adiksi

smartphone. Adapun hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa adiksi

smartphone lebih cenderung terjadi pada pengguna smartphone perempuan

(Jenaro et.al, 2007; Choi et al., 2015; Prasetya, 2016; Herrero et al., 2017; Lee &

Lee, 2017;. Carbonell et al., 2018). Dari berbagai hasil penelitian tersebut dapat

disimpulkan bahwa baik pengguna smartphone laki–laki ataupun perempuan

dapat berpotensi terjangkit adiksi smartphone.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengguna smartphone perempuan

cenderung menggunakan smartphone untuk mengakses media sosial. Hasil

penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

(Bianchi & Phillips, 2005) dan Carbonell et al. (2013). Selain itu, hasil penelitian

lain menunjukkan bahwa pengguna smartphone perempuan juga menggunakan

smartphone sebagai media keamanan diri (Carbonell et al., 2013) dan untuk

menggunakan kamera smartphone (Onuoha & Bada, 2018). Adapun pengguna

smartphone laki–laki cenderung menggunakan smartphone untuk kepentingan

bisnis (Bianchi & Phillips, 2005) dan alat komunikasi (Onuoha & Bada, 2018).

Selain itu, hasil penelitian ini menunjukkan laki–laki cenderung menggunakan

smartphone untuk bermain game online maupun offline. Hasil penelitian tersebut

118

sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Carbonell et al.

(2013).

Selain faktor kepribadian, faktor lain yang berpengaruh secara signifikan

adalah faktor demografi. Dalam penelitian ini, faktor demografi yang

menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap adiksi smartphone

adalah durasi penggunaan smartphone per hari. Dari hasil penelitian diperoleh

bahwa semakin lama durasi penggunaan smartphone per hari, maka adiksi

smartphone individu semakin tinggi. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil

penelitian sebelumnya (Haug et al. 2015; G€okçearslan et al., 2016; Bavli et al.,

2018) yang menunjukkan bahwa durasi penggunaan smartphone per hari

berpengaruh secara signifikan terhadap adiksi smartphone. Selain itu, dalam

penelitian tersebut juga dijelaskan bahwa semakin lama durasi penggunaan

smartphone per hari maka adiksi smartphonenya semakin tinggi.

Durasi penggunaan smartphone menunjukkan seberapa baik individu

dalam mengontrol penggunaan smartphonenya. Durasi yang tinggi dalam

menggunakan smartphone menunjukkan bahwa kurangnya kontrol individu dalam

penggunaan smartphone (Hong et al. dalam G€okçearslan et al., 2016). Hal ini

diduga menjadi penyebab durasi penggunaan smartphone per hari berperan

signifikan sebagai prediktor adiksi smartphone.

119

5.3 Saran

Berdasarkan proses dan hasil penelitian yang telah diperoleh, peneliti menyadari

bahwa terdapat beberapa kekurangan dalam penelitian ini. Peneliti memberikan

beberapa saran yang mencakup saran teoritis dan saran praktis. Saran penelitian

ini sebagai bahan penyempurnaan penelitian selanjutnya yang terkait dengan topik

adiksi smartphone.

5.3.1 Saran Teoritis

Saran teoritis penelitian didapatkan dari celah yang terdapat dalam proses maupun

hasil penelitian. Saran ini ditujukan terhadap peneltian selanjutnya agar dapat

menutupi kekurangan penelitian ini, diantaranya:

1. Pada penelitian ini, secara keseluruhan besar proporsi pengaruh independent

variable terhadap dependent variable 18.2%, sisanya 81.8% dipengaruhi oleh

variabel lain di luar penelitian. Oleh karena itu, disarankan untuk penelitian

selanjutnya agar meneliti variabel lainnya seperti parenting style atau

konformitas.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang signifikan mempengaruhi

adiksi smartphone salah satunya adalah dimensi conscientiousness. Dimensi

kepribadian ini terkait dengan self-control pada individu. Oleh karena itu,

peneliti menyarankan untuk membuat penelitian terkait adiksi smartphone

dengan self-control.

3. Dalam pengambilan data, responden penelitian hanya terbatas pada satu

sekolah yang berada di satu wilayah kabupaten. Oleh karena itu, agar hasil

120

penelitian lebih representatif disarankan untuk penelitian selanjutnya agar

melakukan pengambilan data pada area yang lebih luas seperti di berbagai

sekolah yang berada di berbagai wilayah.

5.3.2 Saran Praktis

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepribadian conscientiousness

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap adiksi smartphone. Hal itu

berarti siswa yang cenderung tinggi conscientiousnessnya cenderung rendah

adiksi smartphonenya. Orang yang tinggi conscientiousnessnya umumnya

merupakan orang–orang yang teratur, terkontrol, dan memiliki disiplin diri

yang baik. Untuk itu, disarankan bagi siswa agar lebih memperbaiki lagi

kontrol dan disiplin dirinya agar bisa lebih bijak dalam menggunakan

smartphone. Sebagaimana teori kepribadian dari Gordon Allport (dalam

Suryabrata, 2011) bahwa kepribadian individu bersifat dinamis, artinya,

kepribadian individu dapat berubah dan berkembang seiring berjalannya

waktu selama individu melatih dirinya untuk berubah. Untuk memperbaiki

kontrol diri agar menjadi individu yang lebih teratur, siswa dapat melatih diri

dengan mengatur jadwal kegiatan sehari–hari sejak dini. Dalam

mengimplementasikan hal tersebut, siswa dapat dibantu oleh orang tua untuk

memonitoring kegiatan agar dapat berjalan sesuai waktu yang sudah

ditetapkan.

2. Durasi penggunaan smartphone per hari merupakan faktor kedua yang

mempengaruhi adiksi smartphone secara signifikan. Semakin lama individu

menggunakan smartphone, maka adiksi smartphonenya akan semakin tinggi.

121

Oleh karena itu, pembatasan durasi penggunaan smartphone per hari sangat

perlu dilakukan. Sebuah penelitian menjelaskan bahwa durasi maksimal

penggunaan smartphone bagi remaja adalah 257 menit atau 4 jam 17 menit

per hari (Dikdok, 2018). Agar smartphone dapat digunakan dalam durasi

yang wajar, maka pengguna smartphone perlu mengidentifikasi hal–hal apa

saja yang perlu dan tidak perlu dilakukan dengan smartphone. Selain itu,

pembuatan jadwal kegiatan sehari–hari juga perlu dilakukan sebagai bahan

untuk bahan melatih kontrol diri. Peran orang tua juga dibutuhkan untuk

membantu remaja dalam mengontrol durasi penggunaan smartphonenya agar

proses pendisiplinan diri dalam hal penggunaan smartphone dapat berjalan

efektif. Dengan melakukan hal tersebut remaja dapat menggunakan

smartphone secara lebih efektif dan produktif.

3. Temuan penelitian selanjutnya adalah jenis kelamin memiliki pengaruh yang

tidak signifikan terhadap adiksi smartphone. Hal tersebut berarti bahwa adiksi

smartphone dapat menjangkit pengguna smartphone perempuan ataupun

laki–laki. Bagi siswa perempuan, pembatasan penggunaan media sosial perlu

dilakukan agar terhindar dari adiksi smartphone. Adapun bagi siswa laki-laki,

untuk menghindari adiksi smartphone dapat dilakukan dengan mengurangi

durasi bermain game online ataupun offline. Siswa dapat mengalihkan

penggunaan smartphone dengan aktif mengikuti kegiatan ekstrakulikuler di

sekolah. Bagi orang tua siswa, disarankan untuk memberlakukan peraturan

penggunaan smartphone di rumah sehingga anak bisa menggunakan

smartphone dengan bijak dan di waktu yang tepat.

122

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, D. (2017). 7 tahap perkembangan smartphone di Indonesia dari

masa ke masa, punya kamu yang mana aja?. Diunduh tanggal 10 Januari

2019 dari https://jalantikus.com/gadgets/tahap perkembangan smartphone-

di-indonesia/

Al-Barashdi, H.S., Bouazza, A., Jabur, N.H. (2015). Smartphone addiction among

university undergraduates: A literature review. Journal of Scientific

Research & Reports, 4(3), 210-225.doi:10.9734/JSRR/2015/12245

Ali, M. (2018). Kecanduan smartphone, 2 pelajar di Bondowoso alami

gangguan jiwa. Diunduh tanggal 19 September 2018 dari

https://m.liputan6.com/news/read/3230086/kecanduan-smartphone-2-

pelajar-di bondowoso-alami-gangguan-jiwa#

Ang, R.B., & Huan, V.S. (2006). Academic expectation stress inventory. Educational and

Psychological Measurement, 66(3), 522-539.doi:10.1177/0013164405282461

Angraini, D. & Cucuani, H. (2014). Hubungan kualitas persahabatan dan empati

pada pemaafan remaja akhir. Jurnal Psikologi. 10(1), 18-24.

Anto. (2016). Berapa jam sehari anak – anak boleh menatap layar gadget?. Diunduh tanggal 21

September 2018 dari https://www.google.co.id/amp/www.norisanto.com/edukasi/berapa-

jam-sehari-anak-anak-boleh-menatap-layar-gadget/amp/

Bae, S.M. (2015). The relationships between perceived parenting style,

learning motivation, friendship satisfaction, and the addictive use of

smartphones with elementary school students of South Korea: Using

multivariate latent growth modeling. School Psychology

International,1-19.doi:10.1177/0143034315604017

Barseli, M., Ifdil, I., Nikmarijal, N. (2017). Konsep stres akademik siswa. Jurnal

Konseling dan Pendidikan, 5(3), 143-148.doi:https://doi.org/10.29210/119800

Bavli, Ö., Katra, H., Gunar, B.B. (2018). Investigation of smartphone addiction

levels among university students. International Journal of Cultural and

Social Studies. 4(1), 326-333.

Berndt, T.J. (2002). Friendship quality and social development. Psychological

science. 11(1), 7-10.

Bessma, T.A. (2018). Hubungan antara big five personality dan smartphone

addiction pada mahasiswa. Skripsi

Bianchi, A., & Phillips, J.G. (2005). Psychological predictors of problem mobile

phone use. Cyberpsychology & Behavior. 8(1), 39-52.

123

Blascovich, J., & Tomaka, J. (1991). Chapter four: Measures of self-esteem.

Dalam John P. Robinson, Phillip R. Shaver, Lawrence S. Wrightsman

(ed.). Measures of personality and social psychological attitudes. (115-

156 ). San Diego: Academic Press Inc.

Bohang, F.K. (2017). Gadis 21 Tahun Buta Setelah Main Game di Ponsel. Diunduh tanggal

20 Juli 2019 dari https://tekno.kompas.com/read/2017/10/07/15252087/gadis-21-

tahun-buta-setelah-main-game-di-ponsel

Branden, Nathanel. (1992). The power of self-esteem. Florida: Health

Communication, Inc.

Bukowski, W.M., Hoza, B., Boivin, M. (1994). Measuring friedship quality

during pre- and early adolescence: The development and psychometric

properties of the friendship qualities scale. Journal of Social and Personal

Relationships.11, 471-484.

Carbonell, X., Oberst, U., Beranuy, M. (2013). The cell phone in the twenty-first

century: a risk for addiction or a necessary tool?. Principles of Addiction,

1, 901–909.doi:http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-398336-7.00091-7,

Carbonell, X., Chamarro, A., Oberst, U., Rodrigo, B., Prades, M. (2018).

Problematic use of the internet and smartphones in university students:

2006–2017. International Journal of Environmental Research and Public

Health, 15(475), 1-13.doi:10.3390/ijerph15030475

Chiu, S.I. (2014). The relationship between life stress and smartphone addiction

on taiwanese university student: A mediation model of learning self-

efficacy and social self-efficacy. Computers in Human Behavior, 34, 49–

57.http://dx.doi.org/10.1016/j.chb.2014.01.024

Choi, S-W., Kim, D-J., Choi, J-S., Ahn, H., Choi, E-J., Song, W-Y., ...Youn, H.

(2015). Comparison of risk and protective factors associated with

smartphone addiction and Internet addiction. Journal of Behavioral

Addictions, 4(4), 308–314.doi:10.1556/2006.4.2015.

Choliz, M. (2010). Addiction. Journal compilation. 105, 373–375.

Cizmeci, E. (2017). No time for reading, addicted to scrolling: The

relationship between smartphone addiction and reading attitudes of

turkish youth. Intermedia International e-Journal, 4(7), 290-

302.doi:10.21645/intermedia.2017.37

Ddn. (2011). 30 persen kecelakaan di Jakarta karena HP. Diunduh tanggal 23

November 2018 dari https://m.detik.com/oto/berita/d-1626770/30-persen-

kecelakaan-di-jakarta-terjadi-karena-hp

124

Dikdok. (2018). Berapa lama waktu yang ideal untuk menggunakan gadget?.

Diunduh tanggal 11 Februari 2019 dari https://jurnalapps.co.id/berapa-

lama-waktu-yang-ideal-untuk-menggunakan-gadget-13046

Deursen, A., Bolle, C.L., Hegner, S.M., & Kommers, P.A.M. (2015). Modeling

habitual and addictive smartphone behavior. The role of smartphone usage

types, emotional intelligence, social stress, self-regulation, age, and

gender. Computers in Human Behavior. 45, 411–420.

Feist, J., & Feist, G.J. Theory of Personality. Teori Kepribadian. Smita Prathita

Sjahputri (terj.). (2010). Jakarta: Salemba Humanika

Fit & Bakr i. (2017). Pemko diminta sosialisasikan b ahaya gadget .

Diakses pada 19 September 2018 dar i

ht tps://www.google.co.id/amp/aceh.t r ibunnews.com/amp/2017

/03/13/pemko-diminta-sosialisasikan-bahaya-gadget

Friedman, H.S., & Schustack, M.W., Personality: Classic Theories

and Modern Research. Kepribadian: Teori Klasik dan Riset Modern.

Fransiska Dian Ikarini (terj.). (2008). Jakarta: Erlangga

G€okçearslan, S., Mumcu, F.K., Haslaman, T., & Cevik, Y.D. (2016). Modelling

smartphone addiction: The role of smartphone usage, self regulation,

general self-efficacy and cyberloafing in university students. Computers in

Human Behavior, 63, 639-649.http://dx.doi.org/10.1016/j.chb.2016.05.091

Haug, S, Castro, R.P., Kwon, M., Filler., A., Kowatsch, T., & Schaub, M.P. (2015). Smartphone

use and smartphone addiction among young people in Switzerland. Journal of

Behavioral Addictions, 4(4), 299-307.doi:10.1556/2006.4.2015.037

Helmreich, R., & Stapp, J. (1974). Short forms of the texas social behavior

inventory (TSBI), an objective measure of self-esteem. Bulletin of the

Psychonomic Society, 4(SA), 473-475.

Herrero, J., Urueña, A., Torres, A., & Hidalgo, A. (2017). Smartphone addiction:

Psychosocial correlates, risky attitudes, and smartphone harm. Journal of

Risk Research, 1-12.doi:10.1080/13669877.2017.1351472

Hutasoit, R. (2018). Di Prancis siswa dilarang bawa smartphone ke sekolah, di

Indonesia kapan?. Diunduh tanggal 20 September 2018 dari

http://medan.tribunnews.com/amp/2018/08/01/di-prancis-siswa-dilarang-

bawa-smartphone-ke-sekolah-di

indonesiakapan?page=2https://dictionary.apa.org

125

Jenaro, C., Flores, N., Gomez-Vela, M., Gonzalez-Gil, F., & Caballo, C. (2007).

Problematic internet and cell-phone use: Psychological, behavioral, and

health correlates. Addiction Research and Theory, 15(3), 309-

320.doi:10.1080/16066350701350247

John, O.P. & Srivastava, S. (1999). The big five trait taxonomy: History,

measurement, and theoritical perspective. Dalam Pervin, L & John O.P.

(Ed.), Handbook of personality: Theory and research (2nd ed.). New

York: Guilford

Karuniawan, A., & Cahyanti, I.Y. (2013). Hubungan antara academic stress

dengan smartphone addiction pada mahasiswa pengguna smartphone.

Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental. 2(1), 16-21.

Kim, D., Lee, Y., Lee, J., Nam, J.K., & Chung, Y. (2014). Development of

Korean smartphone addiction proneness scale for youth. PLoS ONE, 9(5),

1-8.doi:10.1371/journal.pone.0097920

Kim, H-J., Min, J-Y., Min, K-B., Lee, T-J., & Yoo, S. (2018). Relationship among family

environment, selfcontrol, friendship quality, and adolescents' smartphone

addiction in South Korea: Findings from nationwide data. Research Article. PloS

ONE, 13(2).https://doi.org/10.1371/journal.pone.0190896

Kovaleva, A., Beierlein, C., Kemper, C.J., & Rammstedt, B. (2013). Psychometric

properties of the bfi-k: a cross-validation study. The International

Journal of Educational and Psychological Assessment, 13, 34-50.

Kwon, M., Lee, J-Y., Won, W-Y., Park, J-W., Min, J-A., Hahn, C., ... Kim, D-J.

(2013). Development and validation of a smartphone addiction

scale (SAS). PLoS ONE, 8(2), 1-7.doi:10.1371/journal.pone.0056936

Kwon, M., Kim, D-J., Cho, H., & Yang, S. (2013). The smartphone addiction

scale: development and validation of a short version for adolescents. PloS

ONE, 8(12), 1-7.doi:10.1371/journal.pone.0083558

Lee, J., Sung, M-J., Song, S-H., Lee, Y-M., Lee, J-J., Cho, S-M., ... Shin, Y.M.

(2016). Psychological factors associated with smartphone addiction

in South Korean adolescents. Journal of Early Adolescence, 1-

15.doi:10.1177/0272431616670751

Lee, K-O & Chae, H-J. (2017). The relationship between cellular phone addiction

and self-esteem of elementary school students in highly mobile

environment. Journal of Theoretical and Applied Information Technology.

95(22), 5995-6002.

Lee, C. & Lee, Sook-Jung. (2017). Prevalence and Predictors of Smartphone Addiction

Proneness Among Korean Adolescents. Children and Youth Services Review, 77,

10-17.http://dx.doi.org/10.1016/j.childyouth.2017.04.002

126

Lin, Y-H, Chang, L-R., Lee, Y-H., Tseng, H-W., Kuo, T.B-J., & Chen, S-H.

(2014). Development and Validation of the Smartphone Addiction

Inventory (SPAI). PLoS ONE, 9(6), 1-5.doi:10.1371/journal.pone.0098312

Liputan6.com. (2018). Dampak negatif gadget bagi anak, psikolog: Anak malas belajar. Diunduh

tanggal 19 September 2018 dari https://m.liputan6.com/health/read/3235563/dampak-

negatif-gadget-bagi-anak-psikolog-anak-malas-belajar

Liu, C-H., Lin, S-H., Pan, Y-C., & Lin, Y-H. (2016). Smartphone gaming and

frequent use pattern associated with smartphone addiction. Medicine,

95(28), 1-4. http://dx.doi.org/10.1097/MD.0000000000004068

Lupito, A., Thoriq, I., & NR4. (2018). Karena gadget, gila hingga sayat nadi.

Diunduh tanggal 20 September 2018 dari https://radarmalang.id/karena-

gadget-gila-hingga-sayat-nadi/

Mahajan, R., Gupta, R., & Bakhshi, A. (2017). Personality, loneliness, and

subjective well-being as predictors mobile phone usage. International

Journal of Applied Social Science. 4(11-12), 472-482.

Mamduh, N. (2019). Kecanduan smartphone, anak ini kena rabun jauh parah.

Diunduh tanggal 20 Juli 2019 dari https://telset.id/264581/kecanduan-

smartphone-anak-ini- kena-rabun-jauh-parah/

McCrae, R.R., & John, O.P. (1992).An introduction to the five-factor model and

its applications. Journal of Personality and Social Psychology, 83, 1456-

1468.

McCrae, R.R, & Costa, P.T. (2008). Chapter five: The five-factor theory of

personality. Dalam Oliver P. John, Richard W. Robins, Lawrence A.

Pervin (ed.). Handbook of personality: Theory and research. (159-181).

New York: The Guilford Press

Mischel, W, Shoda Y, Ayduk O. (2008). Introduction to personality. USA: John

Wiley & Sons, Inc.

Muhardi, H. (2018). Ponsel jadi penyebab terbesar kecelakaan lalu lintas. Diunduh tanggal

23 November 2018 dari https://m.liputan6.com/otomotif/read/3308171/ponsel-jadi-

penyebab-terbesar-kecelakaan-lalu-lintas

Mulyana, S., & Afriani. (2017). Hubungan antara self-esteem dengan smartphone

addiction pada remaja SMA di Kota Banda Aceh. Jurnal Psikogenesis.

5(2), 102-114.

127

Onuoha, U.C., & Bada, B.V. (2018). Linking psychological attributes and gender

to smartphone addiction among university undergraduates: A Nigerian

study. Journal of Education, Society and Behavioural Science, 27(3) , 1-

11.DOI:10.9734/JESBS/2018/v27i315905

Pearson, C, Hussain, Z. (2015). Smartphone use, addiction, narcissism, and

personality: A mixed methods investigation. International Journal of

Cyber Behavior, Psychology and Learning, 5(1), 17-32.DOI:10.4018/978-

1-5225-0778-9.ch011

Ponsel operasi sistem android pertama kali masuk Indonesia. (2016). Diunduh tanggal 10

Januari 2019 dari http://caralembut.blogspot.com/2016/10/ponsel-operasi-sistem-

android-pertama.html#

Pinasti & Kusnanti. (2017). Hubungan antara empati dengan adiksi smartphone

pada mahasiswa fakultas ilmu budaya dan fakultas sains dan matematika

Universitas Diponegoro Semarang. Jurnal Empati, 7(3), 183 – 188.

Pramudiarja, AN. U. (2018). Seram! Usus keluar gara – gara kelamaa memainkan

ponsel di toilet. Diunduh tanggal 21 September 2018 dari

https://m.detik.com/health/berita-detikhealth/d-3861342/seram-usus-

keluar-gara-gara-kelamaan-memainkan-ponsel-di-

toilet?_ga=2.149866302.948655024.1537322184-313313451.1537163398

Pratnyawan, A. (2018). Kecanduan smartphone, bocah 4 tahun ini harus

jalani operasi mata. Diunduh tanggal 20 Juli 2019 dari

https://www.suara.com/tekno/2018/12/02/203000/kecanduan-

smartphone-bocah-4-tahun-ini-harus-jalani-operasi-mata

Pugh, S. (2017). Investigating the relationship between: Smartphone addiction,

social anxiety, self-esteem, age and gender (Master`s thesis). Dublin

Business School, School of Arts, Dublin, Irlandia

Putra, Y.M.P. (2018). Regulasi pembatasan ponsel pada anak. Diunduh tanggal 20 September

2018 dari https://www.google.co.id/amp/s/m.republika.co.id/amp/p54zba284

Putri, A.L. (2017). Kecanduan smartphone sebabkan ketidakseimbangan otak

pada remaja. Diunduh tanggal 19 September 2018 dari

http://news.metrotvnews.com/read/2017/12/06/797911/kecanduan-

smartphone-sebabkan-ketidakseimbangan-otak-pada-remaja

Roberts, J.A., Yaya. L.H.P., & Manolis, C. (2014). The invisible addiction:

Cell-phone activities and addiction among male and female college

students. Journal of Behavioral Addictions, 3(4), 254–265.DOI:

10.1556/JBA.3.2014.015

Roberts, J.A., Pullig, C., & Manolis, C. (2015). I need my smartphone: A

hierarchical model of personality and cell-phone addiction. Personality

and Individual Differences. 79, 13–19.

128

Rosalinda, I., Susanto, S.P., & Mawarni, A.S. (2016). Friendship-Themed movie

effectivity to increase friendship quality in SMAN I Kota Serang, 741-746.

Rosenberg, M. 1965. Society and the adolescent self-image. New Jersey:

Princeton University Press

Rosyadi, M.I. (2018). Ibu tega bunuh anak yang kecanduan gadget. Diunduh

tanggal 20 Juli 2019 https://inet.detik.com/cyberlife/d-4305296/ibu-tega-

bunuh-anak-yang-kecanduan-gadget

Sarita & Sonia. (2015). Academic stress among students: Role and responsibilities

of parents. International Journal of Applied Research. 1(10), 385-388.

Sethuraman, A.R., Rao, S., Charlette, L., Thatkar, P.V., & Vincent, V. (2018).

Smartphone addiction among medical college students in the Andaman

and Nicobar Islands. International Journal of Community Medicine and

Public Health, 5(10), 4273-4277. http://dx.doi.org/10.18203/2394-

6040.ijcmph20183867

Sidik, Fajar. (2018). Pengguna perangkat mobile di Indonesia semakin

tinggi, ini datanya!. Diunduh tanggal 10 Januari 2019 dari

https://ekonomi.bisnis.com/read/20180201/101/733037/pengguna-p

Sinha, U.K., Sharma, V., Mahendra. (2001). Development of a scale for assessing

academic stress: A preliminary report. Journal of the Institute of Medicine.

23, 105 –102.

Statistics Solutions. (2013). Confirmatory Factor Analysis [WWW Document]. Retrieved from

http://www.statisticssolutions.com/academicsolutions/resources/directory-ofstatistical-

analyses/confirmatory-factor-analysis/

Stephanie, & Pristinella, D. (2014). Hubungan antara jenis kepribadian

agreeableness, openness, dan conscientiousness dengan kecenderungan

ketergantungan mahasiswa pada telepon seluler. Jurnal Penelitian, 18(1),

9-18.

Sugiyono. 2013. Metode penelitian kombinasi (mixed methods). Cetakan ke-3.

Bandung: Alfabeta

Sulaiman, M.R. (2018). Mengulik isi otak orang yang kecanduan

smartphone. Diunduh tanggal 19 September 2018 dari

https://m.detik.com/health/berita-detikhealth/d-3826883/mengulik-

isi-otak-orang-yang-kecanduan-smartphone

Surya. (2018). Hindari pengendara motor main hp, mobil sewaan terperosok ke

pinggir pantai hingga rusak parah. Diunduh tanggal 23 November 2018

dari http://video.tribunnews.com/view/59254/hindari-pengendara-motor-

main-hp-mobil-sewaan-terperosok-ke-pinggir-pantai-hingga-rusak-parah

129

Suryabrata, Sumadi. (2011). Psikologi kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers

Tafarodi, R.W., & Swann, W.B. (1995). Self-liking and self-competence as

dimensions of global self-esteem: Initial validation of a measure. Journal

of personality assessment. 65(2), 322-342.

Takao, M. (2014).Problematic mobile phone use and big-five personality

domains. Indian J. Community Medicine, 39(2), 111-113.doi:

10.4103/0970-0218.132736

Thien, L.M., Razak, N.A., & Jamil, H. (2012). Friendship quality scale:

Conceptualization, development and validation, 1-14.

Thilak, S.A., Paulson, S., Sarada, A.K. (2017) Academic stress among high school

students in Thalassery educational block, Kerala: A cross sectional study.

National Journal of Research in Community Medicine. 6, 073-076.

Tri, D. & Said, S. (2018). Disdikbud: Jangan gunakan ponsel di jam belajar!.

Diunduh tanggal 20 September 2018 dari http://www.klikbontang.com/berita-

16575-disdikbud-jangan-gunakan-ponsel-di-jam-belajar.html

Tribunnews.com. (2016). Rata – rata orang Indonesia habiskan waktu 5,5 jam

main HP dari bangun hingga beranjak tidur. Diunduh tanggal 11 Februari

2019 dari http://www.tribunnews.com/lifestyle/2016/02/26/rata-rata-

orang-indonesia-habiskan-waktu-55-jam-main-hp-dari-bangun-hingga-

beranjak-tidur

Umar, J. (2010). Bahan pelatihan statistika untuk mentor akademis Fakultas

Psikologi UIN Jakarta. Tidak Diterbitkan

Untari, P.H. (2018). 5 Kecelakaan gara – gara main ponsel, salah satunya bikin

rumah kebakaran. Diunduh tanggal 23 November 2018 dari

https://techno.okezone.com/read/2018/07/27/57/1928095/5-kecelakaan

gara-gara-main-ponsel-salah-satunya-bikin-rumah-kebakaran?page=2

Wang, P., Zhao, M., Wang, X., Xie, X., Wang, Y., & Lei, L. (2017). Peer

relationship and adolescent smartphone addiction: The mediating role of

self-esteem and the moderating role of the need to belong. Journal of

Behavioral Addictions.DOI: 10.1556/2006.6.2017.079

Widarsha, C.S. (2018). 2 pelajar ini didiagnosa kecanduan smartphone, ditangani

ahli jiwa. Diunduh tanggal 21 September 2018 dari

https://m.detik.com/news/berita-jawa-timur/d-3839164/2-siswa-

kecanduan-smartphone-disdikbud-penggunaannya-

dievaluasi?_ga=2.187794208.948655024.1537322184-

313313451.1537163398

130

Zhang, K.Z.K., Chongyang, C., & Lee, M.K.O. (2014). Understanding the

role of motives in smartphone addiction. Proceedings of Pacific

Asia Conference on Information Systems. Diunduh dari

https://pdfs.semanticscholar.org/31b0/d1154aa8e11bbcd98fd25fc2f2

96fdda831e.pdf

131

LAMPIRAN

132

Lampiran 1

ALAT UKUR SMARTPHONE ADDICTION SCALE-SHORT VERSION

(SAS-SV)

(Kwon et al., 2013b)

No. Item

1 Missing planned work due to smartphone use

2 Having a hard time concentrating in class, while doing assignments, or

while working due to smartphone use

3 Feeling pain in the wrists or at the back of the neck while using a

smartphone

4 Won’t be able to stand not having a smartphone

5 Feeling impatient and fretful when I am not holding my smartphone

6 Having my smartphone in my mind even when I am not using it

7 I will never give up using my smartphone even when my daily life is

already greatly affected by it.

8 Constantly checking my smartphone so as not to miss conversations

between other people on Twitter or Facebook

9 Using my smartphone longer than I had intended

10 The people around me tell me that I use my smartphone too much.

133

ALAT UKUR BIG FIVE INVENTORY-KURZVERSION (BFI-K)

(Rammstedt & John, 2005)

No. Item

I see Myself as Someone Who...

1 Is outgoing, sociable

2 Generates a lot of enthusiasm

3 Tends to be quiet

4 Is reserved

5 Is generally trusting

6 Tends to find fault with others

7 Can be cold and aloof

8 Is sometimes rude to others

9 Does things efficiently

10 Does a thorough job

11 Makes plans and follows through with them

12 Tends to be lazy

13 Gets nervous easily

14 Worries a lot

15 Is depressed, blue

16 Is relaxed, handles stress well

17 Values artistic, aesthetic experiences

18 Is curious about many different things

19 Has an active imagination

20 Is ingenious, a deep thinker

21 Has few artistic interests

134

ALAT UKUR ROSENBERG SELF-ESTEEM SCALE (RSES)

(Rosenberg, 1965)

No. Item

1 on the whole, I`m satisfied with myself

2 at times I thing I`m no good at all

3 I feel that I have a number of good qualities

4 I`m able to do things as well as most other people

5 I feel I don`t have much to be proud of.

6 I certainly feel useless at times

7 I feel that I`m a person of worth, at least on an equal plane with others

8 I wish I could gave more respect for myself

9 All in all, I`m inclined to feel that I`m a failure

10 I take a positive attitude toward myself.

135

ALAT UKUR FRIENDSHIP QUALITIES SCALE (FQS)

(Bukowski, Hoza, Boivin, 1994)

No. Item

1 My friend and I spend all our free time together

2 My friend thinks of fun things for us to do together

3 My friend and I go to each other`s houses after school and on weekends

4 Sometimes my friend and I just sit around and talk about hings like

school, sports, and things we like.

5 I can get into fights with my friend

6 My friend can bug me or annoy me even though I as him not to.

7 My friend and I can argue a lot.

8 My friend and I disagree about many things.

9 If I forgot my lunch or needed a little money, my friend would loan it to

me.

10 My friend helps me when I`m having trouble with something.

11 My friend would help me if I needed it

12 If other kids were bothering me, my friend would help me.

13 My friend would stick up for me if another kid was causing me trouble.

14 If I have a problem at school or at home, I can talk to my friend about it.

15 If there is something bothering me, I can tell my friend about it even if

it`s something I cannot tell to other people.

16 If I said I was sorry after I had a fight with my friend, he would still stay

mad at me.

17 If my friend or I do something that bothers the other one of us, we can

make up easily.

18 If my friend and I have a fight or argument, we can say “I`m sorry” and

everything will be alright.

19 If my friend had to move away, I would miss him.

20 I feel happy when I`m with my friend.

21 I think about my friend even when my friend is not around.

22 When I do a good job at something, my friend is happy for me.

23 Sometimes my friend does things for me, or makes me feel special.

136

ALAT UKUR ACADEMIC EXPECTATIONS STRESS INVENTORY (AESI)

(Ang & Huan, 2006)

No. Item

1 I blame myself when I cannot live up to my parents’ expectations of me.

2 I feel I have disappointed my teacher when I do badly in school.

3 I feel I have disappointed my parents when I do poorly in school.

4 I feel stressed when I know my parents are disappointed in my exam

grades.

5 I feel lousy when I cannot live up to my teacher’s expectations.

6 I feel stressed when I do not live up to my own standards.

7 When I fail to live up to my own expectations, I feel I am not good enough

8 I usually cannot sleep and worry when I cannot meet the goals I set for

myself

9 When I do not do as well as I could have in an examination or test, I feel

stressed.

137

Lampiran 2

ADAPTASI ALAT UKUR SMARTPHONE ADDICTION SCALE-SHORT VERSION (SAS-SV)

(Kwon et al., 2013b)

No. Skala Asli Terjemahan 1 Terjemahan 2 Final Item Re-translate

1 Missing planned

work due to

smartphone use

Tidak melakukan

pekerjaan yang sudah

saya rencanakan

karena menggunakan

smartphone

Saya tidak melakukan

pekerjaan yang sudah

saya rencanakan

karena menggunakan

smartphone

Saya tidak melakukan

pekerjaan/kegiatan yang

sudah saya rencanakan

karena menggunakan

smartphone.

I did not do the work

that I had planned

because of using a

smartphone

2 Having a hard

time concentrating

in class, while

doing assignments,

or while working

due to smartphone

use

Sulit konsentrasi

ketika di kelas, saat

mengerjakan tugas,

atau saat bekerja

karena menggunakan

smartphone

Saya sulit konsentrasi

ketika di kelas, saat

mengerjakan tugas,

atau saat bekerja

karena menggunakan

smartphone

Saya sulit konsentrasi ketika

di kelas, saat mengerjakan

tugas, atau saat bekerja

karena menggunakan

smartphone.

I have difficulty

concentrating when in

class, while working on

assignments, or while

working because of

using a smartphone

3 Feeling pain in the

wrists or at the

back of the neck

while using a

smartphone

Merasakan

nyeri/pegal di

pergelangan tangan

atau belakang leher

saya ketika

menggunakan

smartphone

Saya merasakan

nyeri/pegal di

pergelangan tangan

atau belakang leher

saya ketika

menggunakan

smartphone

Saya merasakan nyeri/pegal

di pergelangan tangan atau

belakang leher ketika

menggunakan smartphone.

I feel pain / soreness on

the wrist or back of my

neck when using a

smartphone

4 Won’t be able to Tidak bisa bertahan Saya tidak bisa Saya tidak akan sanggup I can't last long to not

138

stand not having a

smartphone

lama untuk tidak

menggunakan

smartphone

bertahan lama untuk

tidak menggunakan

smartphone

hidup tanpa smartphone. use a smartphone

5 Feeling impatient

and fretful when I

am not holding my

smartphone

Merasa tidak sabar

dan rewel ketika saya

tidak memegang

smartphone

Saya merasa tidak

sabar dan rewel ketika

saya tidak memegang

smartphone

Saya merasa tidak sabar dan

rewel ketika saya tidak

memegang smartphone.

I feel impatient and

fussy when I don't hold

a smartphone

6 Having my

smartphone in my

mind even when I

am not using it

Memikirkan

smartphone saya

meskipun saya sedang

tidak

menggunakannya

Saya memikirkan

smartphone saya

meskipun saya sedang

tidak menggunakannya

Saya memikirkan

smartphone saya meskipun

saya sedang tidak

menggunakannya.

I think of my

smartphone even though

I'm not using it

7 I will never give

up using my

smartphone even

when my daily life

is already greatly

affected by it.

Saya tidak akan

menyerah untuk terus

menggunakan

smartphone saya

meskipun smartphone

sudah sangat

mempengaruhi

kehidupan sehari –

hari saya.

Saya tidak akan

menyerah untuk terus

menggunakan

smartphone saya

meskipun smartphone

sudah sangat

mempengaruhi

kehidupan sehari – hari

saya.

Saya tidak akan berhenti

menggunakan smartphone

meskipun smartphone sudah

sangat

mempengaruhi/mengganggu

kehidupan sehari – hari

saya.

I will not give up on

continuing to use my

smartphone even though

smartphones have

greatly

influenced/disrupted my

daily life.

8 Constantly

checking my

smartphone so as

not to miss

conversations

between other

people on Twitter

Terus – menerus

mengecek smartphone

saya agar tidak

ketinggalan

percakapan orang lain

di twitter atau

facebook

Saya terus – menerus

mengecek smartphone

saya agar tidak

ketinggalan percakapan

orang lain di twitter

atau facebook

Saya terus – menerus

mengecek smartphone saya

agar tidak ketinggalan chat,

status, atau unggahan orang

lain di media sosial

(whatsapp/ instagram/ line/

facebook/ twitter, dll.).

I keep checking my

smartphone so I don't

miss other people's

conversations on

Twitter or Facebook

139

or Facebook

9 Using my

smartphone longer

than I had

intended

Menggunakan

smartphone saya lebih

lama dari yang saya

niatkan

Saya menggunakan

smartphone lebih lama

dari yang saya niatkan

Saya menggunakan

smartphone lebih lama dari

yang saya niatkan.

I use a smartphone

longer than I intended

10 The people around

me tell me that I

use my

smartphone too

much.

Orang – orang di

sekitar saya

mengatakan bahwa

saya terlalu banyak

menggunakan

smartphone saya

Orang – orang di

sekitar saya

mengatakan bahwa

saya terlalu banyak

menggunakan

smartphone saya

Orang – orang di sekitar

saya mengatakan bahwa

saya terlalu banyak

menggunakan smartphone.

People around me say

that I use too much of

my smartphone

140

ADAPTASI ALAT UKUR BIG FIVE INVENTORY-KURZVERSION (BFI-K)

(Rammstedt & John, 2005)

No. Skala Asli Terjemahan 1 Terjemahan 2 Final Item Re-translate

I see Myself as Someone

Who...

Saya memandang diri saya sebagai orang yang...........

1 Is outgoing,

sociable

Mudah bergaul Saya orang yang mudah

bergaul

Saya orang yang mudah

bergaul

I am a person who is

sociable

2 Generates a lot of

enthusiasm

Antusias Saya orang yang

antusias

Saya orang yang

antusias

I am an enthusiastic

person

3 Tends to be quiet Tenang Saya orang yang tenang Saya orang yang tenang I'm a calm person

4 Is reserved Pendiam Saya pendiam Saya pendiam I'm quiet

5 Is generally

trusting

Mudah percaya dengan

orang lain

Saya mudah percaya

dengan orang lain

Saya mudah percaya

dengan orang lain

I trust others easily

6 Tends to find fault

with others

Suka mencari

kesalahan orang lain

Saya adalah orang yang

suka mencari kesalahan

orang lain

Saya adalah orang yang

suka mencari kesalahan

orang lain

I am a person who likes

to find fault with others

7 Can be cold and

aloof

Suka menyendiri Saya orang yang suka

menyendiri

Saya orang yang suka

menyendiri

I am a person who likes

to be alone

8 Is sometimes rude

to others

Terkadang tidak sopan

kepada orang lain

Saya terkadang tidak

sopan kepada orang lain

Terkadang saya tidak

sopan kepada orang

lain

Sometimes, I am rude to

others

9 Does things

efficiently

Menyukai hal – hal

yang tidak ribet

Saya menyukai hal – hal

yang tidak ribet

Saya menyukai hal –

hal yang tidak ribet

I like things that are not

complicated

10 Does a thorough

job

Melakukan pekerjaan

dengan teliti

Saya melakukan

pekerjaan dengan teliti

Saya melakukan

pekerjaan dengan teliti

I do work carefully

11 Makes plans and Membuat rencana Sebelum melakukan Sebelum melakukan Before doing anything, I

141

follows through

with them

terlebih dahulu

kemudian

melaksanakannya

sesuatu, saya membuat

rencana terlebih dahulu

kemudian

melaksanakannya

sesuatu, saya membuat

rencana terlebih dahulu

kemudian

melaksanakannya

made a plan first and

then implemented it

12 Tends to be lazy Cenderung pemalas Saya pemalas Saya pemalas I'm lazy

13 Gets nervous easily Mudah gugup/grogi Saya mudah

gugup/grogi

Saya mudah

gugup/grogi

I am easily nervous /

nervous

14 Worries a lot Mudah khawatir Saya orang yang mudah

khawatir

Saya orang yang mudah

khawatir

I'm an easy person to

worry about

15 Is depressed, blue Mudah depresi Saya mudah depresi Saya mudah depresi I am easily depressed

16 Is relaxed, handles

stress well

Santai (mampu

mengatasi stress

dengan baik)

Saya orang yang santai

(mampu mengatasi

masalah dengan baik)

Saya orang yang santai

(mampu mengatasi

masalah dengan baik)

I am a relaxed person

(able to deal with

problems well)

17 Values artistic,

aesthetic

experiences

Menyukai seni dan

keindahan

Saya menyukai seni dan

keindahan

Saya menyukai seni dan

keindahan

I love art and beauty

18 Is curious about

many different

things

Penasaran dengan hal –

hal berbeda

Saya orang yang

penasaran dengan hal –

hal baru

Saya orang yang

penasaran dengan hal –

hal baru

I am a person who is

curious about new

things

19 Has an active

imagination

Suka berimajinasi Saya suka berimajinasi Saya suka berimajinasi I like to imagine

20 Is ingenious, a

deep thinker

Senang memikirkan

sesuatu

Saya senang

memikirkan sesuatu

Saya senang

memikirkan sesuatu

I like to think of

something

21 Has few artistic

interests

Hanya memiliki sedikit

minat terhadap seni

Saya hanya memiliki

sedikit minat terhadap

seni

Saya hanya memiliki

sedikit minat terhadap

seni

I only have little interest

in art

142

ADAPTASI ALAT UKUR ROSENBERG SELF-ESTEEM SCALE (RSES)

(Rosenberg, 1965)

No. Skala Asli Terjemahan 1 Terjemahan 2 Final Item Re-translate

1 on the whole, I`m

satisfied with myself

Secara keseluruhan,

saya puas dengan diri

saya sendiri

Secara keseluruhan, saya

puas dengan diri saya

sendiri

Secara keseluruhan,

saya puas dengan diri

saya sendiri

Overall, I am satisfied

with myself

2 at times I thing I`m

no good at all

Kadang-kadang saya

berpikir bahwa tidak

ada hal yang baik pada

diri saya

Kadang-kadang saya

berpikir bahwa tidak ada

hal yang baik pada diri

saya

Kadang-kadang saya

berpikir bahwa tidak ada

hal yang baik pada diri

saya

Sometimes I think there

is nothing good about

me

3 I feel that I have a

number of good

qualities

Saya merasa bahwa

saya memiliki sejumlah

kualitas diri yang baik

Saya merasa bahwa saya

memiliki sejumlah

kualitas diri yang baik

Saya merasa bahwa saya

memiliki kualitas diri

yang baik

I feel that I have good

qualities

4 I`m able to do

things as well as

most other people

Saya mampu

melakukan banyak hal

dengan baik, sebaik

yang orang lain

lakukan

Saya mampu melakukan

banyak hal dengan baik,

sebaik yang orang lain

lakukan

Saya mampu melakukan

banyak hal dengan baik,

sebaik yang orang lain

lakukan

I am able to do many

things well, as well as

others do

5 I feel I don`t have

much to be proud

of.

Saya merasa saya tidak

punya banyak hal yang

bisa dibanggakan

Saya merasa saya tidak

punya banyak hal yang

bisa dibanggakan

Saya merasa saya tidak

punya banyak hal yang

bisa dibanggakan

I feel I don't have many

things to be proud of

6 I certainly feel

useless at times

Saya merasa tidak

berguna

Saya merasa tidak

berguna

Saya merasa tidak

berguna

I feel useless

7 I feel that I`m a

person of worth, at

least on an equal

Saya merasa bahwa

saya orang yang

berharga, paling tidak

Saya merasa bahwa saya

orang yang berharga,

paling tidak pada bidang

Saya merasa bahwa saya

orang yang berharga,

paling tidak pada bidang

I feel that I am a

valuable person, at least

in the same field as

143

plane with others pada bidang yang sama

dengan orang lain

yang sama dengan orang

lain

yang sama dengan orang

lain

others

8 I wish I could gave

more respect for

myself

Saya berharap, saya

bisa lebih menghargai

diri saya sendiri

Saya berharap, saya bisa

lebih menghargai diri

saya sendiri

Saya berharap, saya bisa

lebih menghargai diri

saya sendiri

I hope, I can appreciate

myself more

9 All in all, I`m

inclined to feel that

I`m a failure

Secara keseluruhan,

saya cenderung merasa

bahwa saya orang yang

gagal

Secara keseluruhan, saya

cenderung merasa

bahwa saya orang yang

gagal

Secara keseluruhan,

saya cenderung merasa

bahwa saya orang yang

gagal

Overall, I tend to feel

that I am a failure

10 I take a positive

attitude toward

myself.

Saya mengambil sikap

positif terhadap diri

saya sendiri

Saya mengambil sikap

positif terhadap diri saya

sendiri

Saya mengambil sikap

positif terhadap diri saya

sendiri

I take a positive attitude

towards myself

144

ADAPTASI ALAT UKUR FRIENDSHIP QUALITIES SCALE (FQS)

(Bukowski, Hoza, Boivin, 1994)

No. Skala Asli Terjemahan 1 Terjemahan 2 Final Item Re-translate

1 My friend and I

spend all our free

time together

Teman saya dan saya

menghabiskan waktu

luang bersama

Teman saya dan saya

menghabiskan waktu

luang bersama

Teman saya dan saya

menghabiskan waktu

luang bersama

My friend and I spend

our free time together

2 My friend thinks of

fun things for us to

do together

Teman saya berpikir

tentang hal-hal

menyenangkan yang

bisa kita lakukan

bersama

Teman saya berpikir

tentang hal-hal

menyenangkan yang bisa

kita lakukan bersama

Teman saya berpikir

tentang hal-hal

menyenangkan yang bisa

kita lakukan bersama

My friend thinks about

fun things we can do

together

3 My friend and I go

to each other`s

houses after school

and on weekends

Teman saya dan saya

bergantian untuk saling

mengunjungi rumah

kami setelah sekolah

dan pada akhir pekan

Teman saya dan saya

bergantian untuk saling

mengunjungi rumah

kami setelah sekolah dan

pada akhir pekan

Teman saya dan saya

bergantian untuk saling

mengunjungi rumah

kami setelah sekolah dan

pada akhir pekan

My friends and I took

turns visiting each

other's homes after

school and on

weekends

4 Sometimes my

friend and I just sit

around and talk

about hings like

school, sports, and

things we like.

Kadang kala teman

saya dan saya hanya

duduk-duduk dan

berbicara tentang

apapun seperti sekolah,

olahraga, dan hal-hal

yang kami sukai.

Kadang kala teman saya

dan saya hanya duduk-

duduk dan berbicara

tentang apapun seperti

sekolah, olahraga, dan

hal-hal yang kami sukai.

Kadang kala teman saya

dan saya hanya duduk-

duduk dan berbicara

tentang apapun seperti

sekolah, olahraga, dan

hal-hal yang kami sukai.

Sometimes my friends

and I just sit around

and talk about anything

like school, sports, and

things we like.

5 I can get into fights

with my friend

Saya bisa berkelahi

dengan teman saya

Saya bisa berkelahi

dengan teman saya

Saya bisa berkelahi

dengan teman saya

I can fight with my

friend

6 My friend can bug Teman saya dapat Teman saya dapat Teman saya dapat My friend can irritate

145

me or annoy me

even though I as

him not to.

mengganggu atau

membuat saya jengkel

meskipun jika saya

sebagai dia, saya tidak

akan melakukannya.

mengganggu atau

membuat saya jengkel

meskipun jika saya

sebagai dia, saya tidak

akan melakukannya.

mengganggu atau

membuat saya jengkel

meskipun jika saya

sebagai dia, saya tidak

akan melakukannya.

or irritate me even if I

am him, I will not do it.

7 My friend and I can

argue a lot.

Teman saya dan saya

dapat berdebat banyak.

Teman saya dan saya

dapat berdebat banyak.

Teman saya dan saya

dapat berdebat banyak.

My friend and I can

argue a lot.

8 My friend and I

disagree about

many things.

Teman saya dan saya

tidak sependapat

tentang banyak hal.

Teman saya dan saya

tidak sependapat tentang

banyak hal.

Teman saya dan saya

tidak sependapat tentang

banyak hal.

My friend and I

disagree about many

things.

9 If I forgot my lunch

or needed a little

money, my friend

would loan it to me.

Jika saya lupa makan

siang atau butuh sedikit

uang, teman saya akan

meminjamkannya

kepada saya.

Jika saya lupa makan

siang atau butuh sedikit

uang, teman saya akan

meminjamkannya

kepada saya.

Jika saya lupa makan

siang atau butuh sedikit

uang, teman saya akan

meminjamkannya

kepada saya.

If I forget to eat lunch

or need a little money,

my friend will lend it to

me.

10 My friend helps me

when I`m having

trouble with

something.

Teman saya membantu

saya ketika saya

mengalami masalah.

Teman saya membantu

saya ketika saya

mengalami masalah.

Teman saya membantu

saya ketika saya

mengalami masalah.

My friend helped me

when I had a problem.

11 My friend would

help me if I needed

it

Teman saya akan

membantu saya jika

saya membutuhkannya

Teman saya akan

membantu saya jika saya

membutuhkannya

Teman saya akan

membantu saya jika saya

membutuhkannya

My friend will help me

if I need it

12 If other kids were

bothering me, my

friend would help

me.

Jika anak-anak lain

mengganggu saya,

teman saya akan

membantu saya.

Jika anak-anak lain

mengganggu saya, teman

saya akan membantu

saya.

Jika anak-anak lain

mengganggu saya, teman

saya akan membantu

saya.

If other children bother

me, my friend will help

me.

13 My friend would

stick up for me if

Teman saya akan

membela saya jika ada

Teman saya akan

membela saya jika ada

Teman saya akan

membela saya jika ada

My friend will defend

me if there are other

146

another kid was

causing me trouble.

anak lain yang

menyulitkan saya.

anak lain yang

menyulitkan saya.

anak lain yang

menyulitkan saya.

children who make it

difficult for me.

14 If I have a problem

at school or at

home, I can talk to

my friend about it.

Jika saya memiliki

masalah di sekolah atau

di rumah, saya bisa

bercerita dengan teman

saya tentang hal itu.

Jika saya memiliki

masalah di sekolah atau

di rumah, saya bisa

bercerita dengan teman

saya tentang hal itu.

Jika saya memiliki

masalah di sekolah atau

di rumah, saya bisa

bercerita dengan teman

saya tentang hal itu.

If I have a problem at

school or at home, I

can tell my friend about

it.

15 If there is

something

bothering me, I can

tell my friend about

it even if it`s

something I cannot

tell to other people.

Jika ada sesuatu yang

mengganggu saya, saya

dapat memberitahu

teman saya tentang itu

bahkan jika itu adalah

sesuatu yang tidak

dapat saya sampaikan

kepada orang lain.

Jika ada sesuatu yang

mengganggu saya, saya

dapat memberitahu

teman saya tentang itu

bahkan jika itu adalah

sesuatu yang tidak dapat

saya sampaikan kepada

orang lain.

Jika ada sesuatu yang

mengganggu saya, saya

dapat memberitahu

teman saya tentang itu

bahkan jika itu adalah

sesuatu yang tidak dapat

saya sampaikan kepada

orang lain.

If something is

bothering me, I can tell

my friend about it even

if it is something I

cannot convey to

others.

16 If I said I was sorry

after I had a fight

with my friend, he

would still stay mad

at me.

Jika saya mengatakan

saya menyesal setelah

bertengkar dengan

teman saya, dia akan

tetap marah pada saya.

Jika saya mengatakan

saya menyesal setelah

bertengkar dengan teman

saya, dia akan tetap

marah pada saya.

Jika saya mengatakan

saya menyesal setelah

bertengkar dengan teman

saya, dia akan tetap

marah pada saya.

If I say I'm sorry after

fighting with my friend,

he will still be angry

with me.

17 If my friend or I do

something that

bothers the other

one of us, we can

make up easily.

Jika teman saya atau

saya melakukan sesuatu

yang membuat salah

satu di antara kami

terganggu, kami bisa

berbaikan dengan

mudah.

Jika teman saya atau

saya melakukan sesuatu

yang membuat salah satu

di antara kami

terganggu, kami bisa

berbaikan dengan

mudah.

Jika teman saya atau

saya melakukan sesuatu

yang membuat salah satu

di antara kami

terganggu, kami bisa

berbaikan dengan

mudah.

If my friend or I do

something to make one

of us disturbed, we can

make it easy.

18 If my friend and I Jika teman saya dan Jika teman saya dan saya Jika teman saya dan saya If my friend and I fight

147

have a fight or

argument, we can

say “I`m sorry”

and everything will

be alright.

saya bertengkar atau

ribut, kami dapat

mengatakan "Saya

minta maaf" dan

semuanya akan baik-

baik saja.

bertengkar atau ribut,

kami dapat mengatakan

"Saya minta maaf" dan

semuanya akan baik-

baik saja.

bertengkar atau ribut,

kami dapat mengatakan

"Saya minta maaf" dan

semuanya akan baik-

baik saja.

or make a fuss, we can

say "I'm sorry" and

everything will be fine.

19 If my friend had to

move away, I would

miss him.

Jika teman saya harus

pindah, saya akan

merindukannya.

Jika teman saya harus

pindah, saya akan

merindukannya.

Jika teman saya harus

pindah, saya akan

merindukannya.

If my friend has to

move, I will miss him.

20 I feel happy when

I`m with my friend.

Saya merasa senang

ketika saya bersama

teman saya.

Saya merasa senang

ketika saya bersama

teman saya.

Saya merasa senang

ketika saya bersama

teman saya.

I feel happy when I'm

with my friend.

21 I think about my

friend even when

my friend is not

around.

Saya memikirkan

teman saya bahkan

ketika teman saya tidak

ada.

Saya memikirkan teman

saya bahkan ketika

teman saya tidak ada.

Saya memikirkan teman

saya bahkan ketika

teman saya tidak ada.

I think of my friend

even when my friend

isn't there.

22 When I do a good

job at something,

my friend is happy

for me.

Ketika saya melakukan

pekerjaan dengan baik,

teman saya ikut senang.

Ketika saya melakukan

pekerjaan dengan baik,

teman saya ikut senang.

Ketika saya melakukan

pekerjaan dengan baik,

teman saya ikut senang.

When I did a good job,

my friend was happy.

23 Sometimes my

friend does things

for me, or makes

me feel special.

Terkadang teman saya

melakukan sesuatu

untuk saya, atau

membuat saya merasa

istimewa.

Terkadang teman saya

melakukan sesuatu untuk

saya, atau membuat saya

merasa istimewa.

Terkadang teman saya

melakukan sesuatu untuk

saya, atau membuat saya

merasa istimewa.

Sometimes my friends

do things for me, or

make me feel special.

148

ADAPTASI ALAT UKUR ACADEMIC EXPECTATIONS STRESS INVENTORY (AESI)

(Ang & Huan, 2006)

No. Skala Asli Terjemahan 1 Terjemahan 2 Final Item Re-translate

1 I blame myself when

I cannot live up to

my parents’

expectations of me.

Saya menyalahkan diri

sendiri ketika saya

tidak bisa memenuhi

harapan orang tua saya.

Saya menyalahkan diri

sendiri ketika saya tidak

bisa memenuhi harapan

orang tua saya.

Saya menyalahkan diri

sendiri ketika saya tidak

bisa memenuhi harapan

orang tua saya.

I did not do the work

that I had planned

because of using a

smartphone

2 I feel I have

disappointed my

teacher when I do

badly in school.

Saya merasa telah

mengecewakan guru

saya ketika saya

berprestasi buruk di

sekolah.

Saya merasa telah

mengecewakan guru

saya ketika saya

berprestasi buruk di

sekolah.

Saya merasa telah

mengecewakan guru

saya ketika saya

berprestasi buruk di

sekolah.

I have difficulty

concentrating when in

class, while working on

assignments, or while

working because of

using a smartphone

3 I feel I have

disappointed my

parents when I do

poorly in school.

Saya merasa telah

mengecewakan orang

tua saya ketika saya

tidak berhasil di

sekolah.

Saya merasa telah

mengecewakan orang

tua saya ketika saya

tidak berhasil di

sekolah.

Saya merasa telah

mengecewakan orang

tua saya ketika saya

tidak berhasil di

sekolah.

I feel pain / soreness on

the wrist or back of my

neck when using a

smartphone

4 I feel stressed when

I know my parents

are disappointed in

my exam grades.

Saya merasa stres

ketika tahu orang tua

saya kecewa dengan

nilai ujian saya.

Saya merasa stres ketika

tahu orang tua saya

kecewa dengan nilai

ujian saya.

Saya merasa stres ketika

tahu orang tua saya

kecewa dengan nilai

ujian saya.

I can't last long to not

use a smartphone

5 I feel lousy when I

cannot live up to my

teacher’s

expectations.

Saya merasa buruk

ketika saya tidak bisa

memenuhi harapan

guru saya.

Saya merasa buruk

ketika saya tidak bisa

memenuhi harapan guru

saya.

Saya merasa buruk

ketika saya tidak bisa

memenuhi harapan guru

saya.

I feel impatient and

fussy when I don't hold

a smartphone

149

6 I feel stressed when

I do not live up to

my own standards.

Saya merasa stres

ketika saya tidak

memenuhi standar saya

sendiri.

Saya merasa stres ketika

saya tidak memenuhi

standar saya sendiri.

Saya merasa stres ketika

saya tidak memenuhi

standar saya sendiri.

I think of my

smartphone even though

I'm not using it

7 When I fail to live

up to my own

expectations, I feel I

am not good enough

Ketika saya gagal

memenuhi harapan

saya sendiri, saya

merasa saya tidak

cukup baik

Ketika saya gagal

memenuhi harapan saya

sendiri, saya merasa

saya tidak cukup baik

Ketika saya gagal

memenuhi harapan saya

sendiri, saya merasa

saya tidak cukup baik

I will not give up on

continuing to use my

smartphone even though

smartphones have

greatly influenced my

daily life.

8 I usually cannot

sleep and worry

when I cannot meet

the goals I set for

myself

Saya biasanya tidak

bisa tidur dan khawatir

ketika saya tidak dapat

memenuhi tujuan yang

saya tetapkan untuk

diri saya sendiri

Saya biasanya tidak bisa

tidur dan khawatir

ketika saya tidak dapat

memenuhi tujuan yang

saya tetapkan untuk diri

saya sendiri

Saya biasanya tidak bisa

tidur dan khawatir

ketika saya tidak dapat

memenuhi tujuan yang

saya tetapkan untuk diri

saya sendiri

I keep checking my

smartphone so I don't

miss other people's

conversations on

Twitter or Facebook

9 When I do not do as

well as I could have

in an examination

or test, I feel

stressed.

Ketika saya tidak

mengerjakan ujian

dengan baik, saya

merasa stres.

Ketika saya tidak

mengerjakan ujian

dengan baik, saya

merasa stres.

Ketika saya tidak

mengerjakan ujian

dengan baik, saya

merasa stres.

I use a smartphone

longer than I intended

150

Lampiran 3

Surat Izin Penelitian

151

Lampiran 4

Kuesioner Penelitian

Assalaamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Selamat Pagi/Siang/Sore

Salam sejahtera, semoga Anda selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.

Perkenalkan, saya Devy Syafa Aulia, mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk

penyusunan tugas akhir (skripsi).

Untuk itu, saya mohon kesediaan waktu Anda untuk menjadi responden

dalam penelitian ini. Penelitian ini berisi sekumpulan pernyataan yang harus

dijawab sesuai dengan apa yang Anda rasakan atau Anda alami. Tidak ada

jawaban salah dalam setiap pernyataan yang Anda jawab. Segala informasi yang

Anda berikan dijamin kerahasiaannya karena kuesioner ini hanya dipergunakan

untuk kepentingan penelitian.

Atas kesediaan Anda menjadi partisipan penelitian ini, saya ucapkan

terimakasih.

Wassalaamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Hormat saya,

Devy Syafa Aulia

152

INFORMED CONSENT

Lembar Persetujuan Keikutsertaan Penelitian

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa saya bersedia untuk

secara sukarela menjadi partisipan penelitian yang dilakukan oleh Devy Syafa

Aulia. Data yang saya berikan adalah data yang sebenar – benarnya dan saya

menyetujui data saya digunakan untuk keperluan penelitian.

Nama/Inisial : .........................................................................................................

Usia : ..........................................................................................................

Jenis Kelamin : ..........................................................................................................

No. HP : ..........................................................................................................

Partisipan

( )

Peneliti

Devy Syafa Aulia

153

Bagian I

Data singkat

Jenis kelamin : ..............................................................................................

Agama : ..............................................................................................

Kelas dan jurusan : ..............................................................................................

Berikut ini terdapat beberapa pertanyaan. Anda diminta untuk menjawab

pertanyaan tersebut dengan memberikan lingkaran (O) pada pilihan yang sesuai

dengan diri Anda.

Apakah Anda pengguna smartphone? a) ya b) tidak

Sudah berapa lama Anda menggunakan smartphone?

a) < 1 tahun

b) 1 tahun

c) > 1 tahun

Berapa kali Anda mengecek smartphone dalam satu hari?

a) 1 – 5x

b) 6 – 10x

c) Tidak terhitung

Berapa lama Anda menggunakan smartphone dalam satu hari?

a) < 1 jam

b) 1 – 4 jam

c) 5 – 7 jam

d) > 7 jam

Aplikasi apa yang sering Anda buka saat menggunakan smartphone?

a) google search

b) media sosial

c) situs online shop

d) telepon

e) lainnya _______________________________________________

154

PETUNJUK PENGISIAN

Pada bagian II, berisi beberapa skala dimana setiap skala berisi pernyataan. Anda

dapat mengisi setiap pernyataan dengan memberikan checklist () pada salah

satu dari empat pilihan jawaban yang berada di samping pernyataan tersebut.

Empat pilihan jawaban tersebut diantaranya:

STS (Sangat Tidak Sesuai) : Jika pernyataan tersebut sangat tidak sesuai

dengan diri Anda

TS (Tidak Sesuai) : Jika pernyataan tersebut tidak sesuai dengan diri

Anda

S (Sesuai) : Jika pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda

SS (Sangat Sesuai) : Jika pernyataan tersebut sangat sesuai dengan diri

Anda

Tidak ada jawaban salah dalam setiap pernyataan. Seluruh jawaban adalah

benar selama jawaban tersebut sesuai dengan diri Anda.

Contoh:

Pernyataan STS TS S SS

Saya menggunakan smartphone

setiap hari.

Dengan pengisian seperti contoh tersebut, artinya Anda menggunakan smartphone

setiap hari.

Bagian II

SKALA 1

No. Pernyataan STS TS S SS

1 Saya tidak melakukan

pekerjaan/kegiatan yang sudah saya

rencanakan karena menggunakan

smartphone.

2 Saya sulit konsentrasi ketika di kelas,

saat mengerjakan tugas, atau saat

bekerja karena menggunakan

smartphone.

3 Saya merasakan nyeri/pegal di

155

pergelangan tangan atau belakang leher

ketika menggunakan smartphone.

4 Saya tidak akan sanggup hidup tanpa

smartphone.

5 Saya merasa tidak sabar dan rewel

ketika saya tidak memegang

smartphone.

6 Saya memikirkan smartphone saya

meskipun saya sedang tidak

menggunakannya.

7 Saya tidak akan berhenti menggunakan

smartphone meskipun smartphone

sudah sangat mempengaruhi kehidupan

sehari – hari saya.

8 Saya terus – menerus mengecek

smartphone saya agar tidak ketinggalan

chat, status, atau unggahan orang lain di

media sosial (whatsapp/ instagram/

line/ facebook/ twitter, dll.).

9 Saya menggunakan smartphone lebih

lama dari yang saya niatkan.

10 Orang – orang di sekitar saya

mengatakan bahwa saya terlalu banyak

menggunakan smartphone.

SKALA 2

No. Pernyataan STS TS S SS

1 Saya menyalahkan diri sendiri ketika

saya tidak bisa memenuhi harapan

orang tua saya.

2 Saya merasa telah mengecewakan guru

saya ketika saya berprestasi buruk di

sekolah.

3 Saya merasa telah mengecewakan orang

tua saya ketika saya tidak berhasil di

sekolah.

4 Saya merasa stres ketika tahu orang tua

saya kecewa dengan nilai ujian saya.

5 Saya merasa buruk ketika saya tidak

bisa memenuhi harapan guru saya.

6 Saya merasa stres ketika saya tidak

memenuhi standar saya sendiri.

7 Ketika saya gagal memenuhi harapan

saya sendiri, saya merasa saya tidak

156

cukup baik

8 Saya biasanya tidak bisa tidur dan

khawatir ketika saya tidak dapat

memenuhi tujuan yang saya tetapkan

untuk diri saya sendiri

9 Ketika saya tidak mengerjakan ujian

dengan baik, saya merasa stres.

SKALA 3

No. Pernyataan STS TS S SS

1 Secara keseluruhan, saya puas dengan

diri saya sendiri

2 Kadang-kadang saya berpikir bahwa

tidak ada hal yang baik pada diri saya.

3 Saya merasa bahwa saya memiliki

kualitas diri yang baik.

4

Saya mampu melakukan banyak hal

dengan baik, sebaik yang orang lain

lakukan.

5 Saya merasa saya tidak punya banyak

hal yang bisa dibanggakan.

6 Saya merasa tidak berguna.

7

Saya merasa bahwa saya orang yang

berharga, paling tidak pada bidang yang

sama dengan orang lain.

8 Saya berharap, saya bisa lebih

menghargai diri saya sendiri.

9 Secara keseluruhan, saya cenderung

merasa bahwa saya orang yang gagal.

10 Saya mengambil sikap positif terhadap

diri saya sendiri.

157

SKALA 4

No. Pernyataan STS TS S SS

1 Saya orang yang mudah bergaul

2 Saya orang yang antusias

3 Saya orang yang tenang

4 Saya pendiam

5 Saya mudah percaya dengan orang lain

6 Saya adalah orang yang suka mencari

kesalahan orang lain

7 Saya orang yang suka menyendiri

8 Terkadang saya tidak sopan kepada

orang lain

9 Saya menyukai hal – hal yang tidak

ribet

10 Saya melakukan pekerjaan dengan teliti

11

Sebelum melakukan sesuatu, saya

membuat rencana terlebih dahulu

kemudian melaksanakannya

12 Saya pemalas

13 Saya mudah gugup/grogi

14 Saya orang yang mudah khawatir

15 Saya mudah depresi

16 Saya orang yang santai (mampu

mengatasi masalah dengan baik)

17 Saya menyukai seni dan keindahan

18 Saya orang yang penasaran dengan hal –

hal baru

158

19 Saya suka berimajinasi

20 Saya senang memikirkan sesuatu

21 Saya hanya memiliki sedikit minat

terhadap seni

SKALA 5

No. Pernyataan STS TS S SS

1 Teman saya dan saya menghabiskan

waktu luang bersama

2

Teman saya berpikir tentang hal-hal

menyenangkan yang bisa kita lakukan

bersama

3

Teman saya dan saya bergantian untuk

saling mengunjungi rumah kami setelah

sekolah dan/atau pada akhir pekan

4

Kadang kala teman saya dan saya hanya

duduk-duduk dan berbicara tentang

apapun seperti sekolah, olahraga, dan

hal-hal yang kami sukai.

5 Saya bisa saja berkelahi dengan teman

saya

6

Teman saya dapat mengganggu atau

membuat saya jengkel meskipun jika

saya sebagai dia, saya tidak akan

melakukannya.

7 Teman saya dan saya dapat berdebat

banyak.

8 Teman saya dan saya tidak sependapat

tentang banyak hal.

9 Jika saya lupa makan siang atau butuh

sedikit uang, teman saya akan

159

meminjamkannya kepada saya.

10 Teman saya membantu saya ketika saya

mengalami masalah.

11 Teman saya akan membantu saya jika

saya membutuhkannya

12 Jika anak-anak lain mengganggu saya,

teman saya akan membantu saya.

13 Teman saya akan membela saya jika ada

anak lain yang menyulitkan saya.

14

Jika saya memiliki masalah di sekolah

atau di rumah, saya bisa bercerita

dengan teman saya tentang hal itu.

15

Jika ada sesuatu yang mengganggu saya,

saya dapat memberitahu teman saya

tentang itu bahkan jika itu adalah

sesuatu yang tidak dapat saya

sampaikan kepada orang lain.

16

Jika saya mengatakan saya menyesal

setelah bertengkar dengan teman saya,

dia akan tetap marah pada saya.

17

Jika teman saya atau saya melakukan

sesuatu yang membuat salah satu di

antara kami terganggu, kami bisa

berbaikan dengan mudah.

18

Jika teman saya dan saya bertengkar

atau ribut, kami dapat mengatakan

"Saya minta maaf" dan semuanya akan

kembali baik-baik saja.

19 Jika teman saya harus pindah, saya akan

merindukannya.

20 Saya merasa senang ketika saya

bersama teman saya.

160

21 Saya memikirkan teman saya bahkan

ketika teman saya tidak ada.

22 Ketika saya melakukan pekerjaan

dengan baik, teman saya ikut senang.

23

Terkadang teman saya melakukan

sesuatu untuk saya, atau membuat saya

merasa istimewa.

161

Lampiran 5

HASIL CFA KONSTRUK ADIKSI SMARTPHONE

VALIDITAS ADIKSI

DA NI=10 NO=203 MA=PM

LA

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10

PM SY FI=ADIKSI203.COR

MO NX=10 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

ADIKSI

FR TD 3 2 TD 4 2 TD 6 5 TD 6 3 TD 7 2 TD 9 8 TD 9 1 TD 2 1 TD 5 1

TD 8 7

PD

OU SS TV MI

162

HASIL CFA KONSTRUK TIPE KEPRIBADIAN BIG FIVE

1. Neuroticism

VALIDITAS N

DA NI=4 NO=203 MA=PM

LA

X1 X2 X3 X4

PM SY FI=N.COR

MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

NEURO

FR TD 3 1 TD 4 1

PD

OU SS TV MI AD=OFF IT=0

163

2. Extraversion

VALIDITAS E

DA NI=4 NO=203 MA=PM

LA

X1 X2 X3 X4

PM SY FI=E.COR

MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

EXTRAVERSION

FR TD 3 1 TD 4 1

PD

OU SS TV MI

164

3. Openness to experience

VALIDITAS O

DA NI=3 NO=203 MA=PM

LA

X1 X2 X3

PM SY FI=O.COR

MO NX=3 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

OPEN

VA 1 LX 2 1

PD

OU SS TV MI ADD=OFF IT=0

165

4. Conscientiousness

VALIDITAS C

DA NI=6 NO=203 MA=PM

LA

X1 X2 X3 X4 X5 X6

PM SY FI=C.COR

MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

CONSCIEN

FR TD 6 5 TD 5 1 TD 6 2 TD 3 2

PD

OU SS TV MI

166

5. Agreeableness

VALIDITAS A

DA NI=4 NO=203 MA=PM

LA

X1 X2 X3 X4

PM SY FI=A.COR

MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

AGREE

FR TD 3 1

VA 1 LX 2 1

PD

OU SS TV MI

167

HASIL CFA KONSTRUK SELF-ESTEEM

VALIDITAS SELF

DA NI=10 NO=203 MA=PM

LA

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10

PM SY FI=SE.COR

MO NX=10 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

SELF

FR TD 6 2 TD 4 3 TD 10 8 TD 9 2 TD 9 6 TD 6 5 TD 5 2 TD 6 4

TD 9 5

PD

OU SS TV MI

168

HASIL CFA KONSTRUK KUALITAS PERSAHABATAN

1. Companionship

VALIDITAS COMP

DA NI=4 NO=203 MA=PM

LA

X1 X2 X3 X4

PM SY FI=COMP.COR

MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

COMP

FR TD 3 1

PD

OU SS TV MI

169

2. Conflict

VALIDITAS CONF

DA NI=4 NO=203 MA=PM

LA

X1 X2 X3 X4

PM SY FI=CONF.COR

MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

CONF

PD

OU SS TV MI

170

3. Help

VALIDITAS HELP

DA NI=5 NO=203 MA=PM

LA

X1 X2 X3 X4 X5

PM SY FI=HELP.COR

MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

HELP

FR TD 5 4 TD 5 3

PD

OU SS TV MI

171

4. Security

VALIDITAS SEC

DA NI=5 NO=203 MA=PM

LA

X1 X2 X3 X4 X5

PM SY FI=SEC.COR

MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

SEC

FR TD 2 1

PD

OU SS TV MI

172

5. Closeness

VALIDITAS CLO

DA NI=5 NO=203 MA=PM

LA

X1 X2 X3 X4 X5

PM SY FI=CLO203.COR

MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

CLO

FR TD 2 1 TD 5 2

PD

OU SS TV MI

173

HASIL CFA KONSTRUK STRES AKADEMIK

1. Ekspektasi Orangtua dan Guru

VALIDITAS EOG

DA NI=5 NO=203 MA=PM

LA

X1 X2 X3 X4 X5

PM SY FI=EOG.COR

MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

EOG

FR TD 4 2 TD 2 1

PD

OU SS TV MI

174

2. Ekspektasi Diri Sendiri

VALIDITAS ED

DA NI=4 NO=203 MA=PM

LA

X1 X2 X3 X4

PM SY FI=ED203.COR

MO NX=4 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY

LK

ED

FR TD 3 1

PD

OU SS TV MI

175

Lampiran 6

CROSS TAB JENIS KELAMIN DAN APLIKASI YANG SERING DIBUKA

APLIKASIB * JK Crosstabulation

JK

Total P L

APLIKASIB google search Count 2 9 11

Expected Count 6.6 4.4 11.0

% within APLIKASIB 18.2% 81.8% 100.0%

% within JK 1.7% 11.0% 5.4%

% of Total 1.0% 4.4% 5.4%

media sosial Count 111 58 169

Expected Count 100.7 68.3 169.0

% within APLIKASIB 65.7% 34.3% 100.0%

% within JK 91.7% 70.7% 83.3%

% of Total 54.7% 28.6% 83.3%

situs online shop Count 2 0 2

Expected Count 1.2 .8 2.0

% within APLIKASIB 100.0% .0% 100.0%

% within JK 1.7% .0% 1.0%

% of Total 1.0% .0% 1.0%

Lainnya Count 0 3 3

Expected Count 1.8 1.2 3.0

% within APLIKASIB .0% 100.0% 100.0%

% within JK .0% 3.7% 1.5%

% of Total .0% 1.5% 1.5%

Games Count 0 8 8

Expected Count 4.8 3.2 8.0

% within APLIKASIB .0% 100.0% 100.0%

176

% within JK .0% 9.8% 3.9%

% of Total .0% 3.9% 3.9%

lainnya (selain games) Count 2 0 2

Expected Count 1.2 .8 2.0

% within APLIKASIB 100.0% .0% 100.0%

% within JK 1.7% .0% 1.0%

% of Total 1.0% .0% 1.0%

> 1 aplikasi Count 4 4 8

Expected Count 4.8 3.2 8.0

% within APLIKASIB 50.0% 50.0% 100.0%

% within JK 3.3% 4.9% 3.9%

% of Total 2.0% 2.0% 3.9%

Total Count 121 82 203

Expected Count 121.0 82.0 203.0

% within APLIKASIB 59.6% 40.4% 100.0%

% within JK 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 59.6% 40.4% 100.0%

HASIL ANALISIS REGRESI BERGANDA

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate

1 .427a .182 .116 8.17685

a. Predictors: (Constant), DURASI, EOG, OPEN, CONF, HELP, NEURO, EXTR, JK, CONS, AGREE, SE,

COMP, SEC, CLO, ED

177

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 2781.762 15 185.451 2.774 .001a

Residual 12502.970 187 66.861

Total 15284.732 202

a. Predictors: (Constant), DURASI, EOG, OPEN, CONF, HELP, NEURO, EXTR, JK, CONS, AGREE, SE,

COMP, SEC, CLO, ED

b. Dependent Variable: ADIKSI

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 52.772 10.078 5.236 .000

NEURO .062 .061 .071 1.015 .312

EXTR -.139 .081 -.127 -1.718 .087

OPEN .038 .061 .043 .625 .533

CONS -.205 .085 -.187 -2.396 .018

AGREE -.107 .110 -.077 -.976 .330

SE .041 .074 .042 .560 .576

COMP .074 .079 .073 .941 .348

CONF -.081 .087 -.068 -.932 .353

HELP -.111 .076 -.116 -1.453 .148

SEC .081 .077 .085 1.058 .292

CLO .073 .081 .075 .904 .367

EOG .021 .079 .021 .267 .790

ED .058 .088 .055 .655 .513

JK -1.577 1.332 -.089 -1.183 .238

DURASI 2.471 .672 .260 3.679 .000

a. Dependent Variable: ADIKSI

178

Model Summary

Mod

el R

R

Square

Adjusted R

Square

Std. Error

of the

Estimate

Change Statistics

R Square

Change

F

Change df1 df2

Sig. F

Change

1 .090a .008 .003 8.68453 .008 1.659 1 201 .199

2 .114b .013 .003 8.68511 .005 .973 1 200 .325

3 .119c .014 .000 8.70192 .001 .228 1 199 .633

4 .221d .049 .029 8.56965 .035 7.190 1 198 .008

5 .228e .052 .028 8.57649 .003 .684 1 197 .409

6 .232f .054 .025 8.58911 .002 .421 1 196 .517

7 .261g .068 .035 8.54577 .014 2.993 1 195 .085

8 .266h .071 .032 8.55662 .002 .506 1 194 .478

a. Predictors: (Constant), NEURO

b. Predictors: (Constant), NEURO, EXTR

c. Predictors: (Constant), NEURO, EXTR, OPEN

d. Predictors: (Constant), NEURO, EXTR, OPEN, CONS

e. Predictors: (Constant), NEURO, EXTR, OPEN, CONS, AGREE

f. Predictors: (Constant), NEURO, EXTR, OPEN, CONS, AGREE, SE

g. Predictors: (Constant), NEURO, EXTR, OPEN, CONS, AGREE, SE, COMP

h. Predictors: (Constant), NEURO, EXTR, OPEN, CONS, AGREE, SE, COMP, CONF

Model Summary

Mod

el R

R

Square

Adjusted R

Square

Std. Error

of the

Estimate

Change Statistics

R Square

Change

F

Change df1 df2

Sig. F

Change

1 .266a .071 .032 8.55662 .071 1.845 8 194 .071

2 .269b .073 .029 8.57008 .002 .391 1 193 .532

3 .288c .083 .035 8.54535 .010 2.119 1 192 .147

4 .307d .094 .042 8.51467 .011 2.386 1 191 .124

5 .310e .096 .039 8.52665 .002 .463 1 190 .497

6 .321f .103 .042 8.51594 .007 1.478 1 189 .226

7 .350g .123 .057 8.44501 .020 4.188 1 188 .042

179

8 .427h .182 .116 8.17685 .059 13.533 1 187 .000

a. Predictors: (Constant), CONF, OPEN, COMP, NEURO, EXTR, CONS, SE, AGREE

b. Predictors: (Constant), CONF, OPEN, COMP, NEURO, EXTR, CONS, SE, AGREE, HELP

c. Predictors: (Constant), CONF, OPEN, COMP, NEURO, EXTR, CONS, SE, AGREE, HELP,

SEC

d. Predictors: (Constant), CONF, OPEN, COMP, NEURO, EXTR, CONS, SE, AGREE, HELP,

SEC, CLO

e. Predictors: (Constant), CONF, OPEN, COMP, NEURO, EXTR, CONS, SE, AGREE, HELP,

SEC, CLO, EOG

f. Predictors: (Constant), CONF, OPEN, COMP, NEURO, EXTR, CONS, SE, AGREE, HELP,

SEC, CLO, EOG, ED

g. Predictors: (Constant), CONF, OPEN, COMP, NEURO, EXTR, CONS, SE, AGREE, HELP,

SEC, CLO, EOG, ED, JK

h. Predictors: (Constant), CONF, OPEN, COMP, NEURO, EXTR, CONS, SE, AGREE, HELP,

SEC, CLO, EOG, ED, JK, DURASI