NILAI-NILAI DAKWAH
DALAM KOMUNIKASI BISNIS
(Studi Analisis Atas Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.)
Oleh Dede Imron
NIM: 1965112904
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENERANGAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1430 H./2009 M.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 11 Februari 2009
Dede Imron
NILAI-NILAI DAKWAH
DALAM KOMUNIKASI BISNIS
(Studi Analisis Atas Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.)
Oleh :
DEDE IMRON NIM: 1965112904
Di Bawah Bimbingan
Drs. Study Rizal LK, M.A.
NIP: 150 262 876
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENERANGAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1430 H./2009 M.
ABSTRAK
Dede Imron
NILAI-NILAI DAKWAH DALAM KOMUNIKASI BISNIS
(Studi Analisis Atas Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE)
Perkembangan teknologi yang semakin pesat dewasa ini memacu percepatan di segala bidang, salah satunya dunia bisnis yang mengalami globalisasi sehingga kita kenal istilah globalisasi ekonomi seperti tersirat dalam kehadiran APEC, AFTA, NAFTA, GATT yang memungkinkan adanya kerjasama ekonomi bilateral, multilateral bahkan global.
Sebagai dampak dari globalisasi adalah bertemunya dua kebudayaan atau lebih yang notabene menghadirkan nilai-nilai positif dalam suatu kebudayaan tertentu, dan tidak menutup kemungkinan hadirnya nilai-nilai negatif sebagai suatu keniscayaan difusi kebudayaan.
Islam sangat terbuka pada setiap hal yang baru, karena kehadirannya sebagai rahmatan li al-âlamîn, menjadikannya tetap relevan di setiap ruang dan waktu sebagai “penjaga gawang rohani” bagi manusia modern terlebih di era globalisasi yang cengkeramannya hampir merata di setiap pelosok.
Nabi Muhammad SAW sebagai icon teladan dalam setiap aspek kehidupan memberikan berbagai tuntunan moral dalam melaksanakan peran sebagai khalîfah fî al-ard, khususnya dalam berbisnis. Sehingga perilaku korup, tukar guling, renten, illegal loging, abai terhadap keseimbangan alam semesta, saling menjatuhkan, white collar crime, tidak semestinya menjadi watak bagi pebisnis yang hanya ingin mendapatkan keuntungan duniawi semata.
Komunikasi bisnis sebagai suatu aktivitas yang melibatkan manusia dalam suatu transaksi maupun kesepakatan bisnis, hendaknya mengedepankan nilai-nilai yang menjunjung tinggi kemanusiaan. Dengan demikian, ia selayaknya dikemas sebagai suatu ajakan untuk selalu mensyukuri setiap anugerah Allah berupa jabatan, penghasilan, margin keuntungan, bonus dan lain-lain.
H. Muhammad Ikhwan, SE sebagai pebisnis muslim, berusaha menanamkan nilai-nilai moral islami dalam setiap aktivitas komunikasi bisnisnya. Hal ini bisa dicermati dalam skripsi ini yang berusaha menganalisa nilai-nilai dakwah Islam yang terkandung dalam komunikasi bisnis yang dilakukannya.
Dan, dakwah sangat terbuka kepada siapa saja yang merasa dirinya muslim yang ingin mengekspresikan nilai-nilai Islam dalam setiap aktivitasnya, apapun statusnya.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, Rabb
sekalian alam yang dengan rahmat dan karunia-Nyalah akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul : “Nilai-nilai Dakwah dalam
Komunikasi Bisnis (Studi Analisis Atas Komunikasi Bisnis H. Muhammad
Ikhwan, SE)”. Karenanya limpahan salawât dan salâm penulis haturkan jua
kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan teladan
dakwah, komunikasi dan bisnis kepada keluarga, sahabat serta para pengikutnya
yang setia sampai akhir zaman.
Kepada Ayahanda tercinta H. Enjang Yusuf dan Ummi Hj. Siti Asiyah
yang ikhlas serta tidak mengenal lelah mencari rezeki dan mendidik anak-
anaknya, penulis sampaikan salam hormat yang mendalam. Semoga Allah SWT
senantiasa memberikan mereka berdua rahmat yang tidak terputus. Penulis mohon
maaf jika selama ini sangat menyusahkan Ayahanda dan Ummi.
Penyusunan skripsi ini tidak mungkin terlaksana tanpa adanya bantuan
dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengungkapkan terima
kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Dr. H. Murodi, M.A., selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti ujian
ulang ini sebagai syarat untuk mendapatkan ijazah S1. Tak lupa kepada Bapak
Prof. Dr. H. M. Yunan Yusuf yang juga telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menyelesaikan studi. Semoga amal baik Bapak berdua diridhoi
Allah SWT.
2. Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A. dan Ibu Umi Musyarrofah, M.A., selaku
Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan KPI yang selalu mengingatkan penulis
untuk segera melakukan perbaikan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Jumroni, M.Si. dan Bapak Masran, M.Ag., selaku Ketua Jurusan
dan Sekretaris Jurusan KPI periode 2004-2007 yang memahami kondisi
penulis waktu itu.
4. Bapak Drs. H. Daud Effendy, selaku dosen FD&K, yang telah memberikan
nasihatnya semasa penulis masih dalam keadaan “gamang” selepas sakit
beberapa tahun yang lalu.
5. Bapak Drs. Study Rizal LK, M.A., selaku pembimbing skripsi yang sangat
membantu penulis dalam memahami kembali apa itu “metodologi”. Semoga
amal baik Bapak diridhoi Allah SWT.
6. Ibu Dra. Elidar Husein, yang telah meminjamkan contoh skripsi sehingga
sangat membantu dalam “mengaktifkan” kembali otak penulis setelah
mengalami sakit yang berpanjangan.
7. Segenap Bapak/Ibu dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi Jurusan
Komunikasi dan Penerangan Islam yang telah memberikan ilmunya kepada
penulis selama perkuliahan.
8. Pimpinan serta segenap karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan buku-buku sumber yang penulis
butuhkan.
9. K.H. Aos Sutarya Firdaus dan Ibu Hj. Halimatus Sa’diyah tempat penulis
curhat.
10. Drs. H. Sanny Wijaya, S.H., selaku pimpinan Pesantren Pencak Silat
Padjadjaran (Pusat) di Tasikmalaya beserta para santri yang telah ikhlas
merawat penulis ketika sakit. Tidak lupa Bang Ferry selaku Ketua Cabang
Bekasi dan keluarga.
11. Bapak H. Muhammad Ikhwan, S.E., selaku Crown Agency Manager MLM
CNI yang telah bersedia penulis wawancarai.
12. Ibu Sri Murni, selaku sekretaris pribadi H. Muhammad Ikhwan, S.E. yang
telah memberikan jadwal kepada penulis untuk bertemu dengan seorang
Crown.
13. Bapak Indra Dwi Kurniawan, S. Kom., Ibu Ermiyanti dan Bapak Asep
Mulyana, S.Ag., yang telah memberikan motivasi dan mendorong penulis
untuk menuju “Hidup Lebih Baik”. Tidak lupa kepada rekan-rekan yang lain:
Pak Karno, Pak Saleh, Pak Tugiyanto, Pak Achyar, Ozy Esha, Ariel, Giri,
Nunk & Lik, Een, Kang Yosef, Aldy, Fadmi.
14. Kepada kakak-kakak penulis: Teh Yossie Yusnawati Nurul Yusna, Fitrah
Abdul Malik, S.T. & Mbak Sulistyorini, S.T. yang mendorong penulis untuk
secepatnya menyelesaikan kuliah. Kepada adik tersayang : Ilham Lukmanul
Hakim, semoga skripsinya juga cepat selesai.
15. Andriani, S.Sos., kekasih tersayang tempat penulis mencurahkan isi hati yang
selalu memberikan semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan
skripsi ini secepatnya. Kepadamu segenap hati ini kupersembahkan.
16. Agus Nilmada Azmi, M.A. dan Nelly Rahmaniah, S.Pd.I. yang telah
memberikan peluang kepada penulis untuk bekerja dan mendorong penulis
untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
17. Rekan-rekan di COOLnet dan BeWeb: Syaiful Amri, S.Th.I., Ikhsan
Wahyudin, Anjas, Munsyi, Syarifuddin, M. Ja’far Utsman, Yadirachmantio,
Ferry M. Syifa, Rusli Fathuddin, Abdul Hamid.
18. Ahmad Ibnu Katsir, S.Ag. dan Abdul Kholiq, S.H.I, yang telah membantu
penulis “bisa hidup” di Ciputat dengan memberi tumpangan dan pekerjaan.
19. Teman-teman penulis di Teater Syahid, KMM RIAK, Allergy & Tromboshit
Band.
20. Rekan-rekan penulis di KPI ’95 : M. Safian Abd. Rahman, S.Ag., Yudhiarma,
S.Ag., Rizaludin Kurniawan, S.Ag., Abdul Rozak, Fahrur Rozi dan rekan-
rekan penulis di KPI 96.
Penulis menyadari sepenuhnya, apapun yang penulis lakukan tak akan
mampu membayar dan tak akan sebanding dengan jasa mereka. Untuk itu kepada
Allah SWT jualah penulis kembalikan. Semoga Allah SWT membalas kebaikan
yang telah diberikan, Âmîn Yâ Robb al-‘Âlamîn.
Ciputat, 11 Februari 2009
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ………………………………………………………………... i
KATA PENGANTAR …………………………………………………… ii DAFTAR ISI ……………..………….……………..……………..……… vi
DAFTAR TABEL ………………………………………………………... viii
BAB I PENDAHULUAN ……………..……………..……………… 1 A. Latar Belakang Masalah …………..………….....……..…. 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……….……..……... 13 C. Tujuan Penulisan ……..……..……..……..…………..…... 13 D. Kegunaan Penelitian ……..……..……..……..……..…….. 14 E. Metode Penelitian ……..……..……..……..……..……….. 14 F. Sistimatika Penulisan ……..……..……..……..……..……. 15
BAB II LANDASAN TEORITIS ……………..……………..……… 16 A. Nilai ………………………………………………………. 16
1. Pengertian Nilai ………………………………………. 16 2. Nilai Dalam Kehidupan Manusia …………………….. 17
B. Dakwah …………..………….....……..…………………... 19 1. Pengertian Dakwah …………………………………… 19 2. Unsur-unsur Dakwah …………………………………. 23
C. Komunikasi Bisnis ……….……..……….……………….. 30 1. Komunikasi …………………………………….…… 31
a. Pengertian Komunikasi …………………………... 31 b. Unsur-unsur Komunikasi ………………………… 32 c. Proses Terjadinya Komunikasi …………………… 32
2. Bisnis …………………………………………………. 34 a. Pengertian Bisnis ……………...……...……...…… 34 b. Macam-macam Bisnis ……...……...……...…….... 35
3. Komunikasi Bisnis ……...……...……...……...…….... 35 a. Pengertian Komunikasi Bisnis ……...……...…….. 35 b. Tujuan Komunikasi Bisnis ……...……...……...…. 37
BAB III PROFIL H. MUHAMMAD IKHWAN, SE ……………..… 38 A. Riwayat Hidup …………..…………................................... 38 B. Aktivitas di CNI …….…….…….…….…….…….……… 40
BAB IV ANALISA NILAI-NILAI DAKWAH DALAM
KOMUNIKASI BISNIS H. MUHAMMAD IKHWAN, SE 48 A. Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE …………. 48
1. Statemen H. Muhammad Ikhwan, SE ………………... 48 2. Metode 4 Langkah ……..……..……..……..……..…… 49
B. Nilai-nilai Dakwah Yang Berhubungan dengan Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE …………. 51
D. Analisis Nilai-nilai Dakwah dalam Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE ………………………………. 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………..………………. 66 A. Kesimpulan …………..………….....……..……………… 66 B. Saran ……….……….……….……….……….……….…. 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Frekwensi Nilai-nilai Dakwah dalam Komunikasi Bisnis
H. Muhammad Ikhwan, SE ………………………..……………… 51
Tabel 2 Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE Yang Berhubungan
Dengan Nilai Tauhid ………..………..………................................ 58
Tabel 3 Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE Yang Berhubungan
Dengan Nilai Sabar ………..………..……….....……….....………. 59
Tabel 4 Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE Yang Berhubungan
Dengan Nilai Ikhlas ………..………..………....……….....………. 61
Tabel 5 Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE Yang Berhubungan
Dengan Nilai Istiqaamah ………..………..…….……….....……… 62
Tabel 6 Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE Yang Berhubungan
Dengan Nilai Akhlaq ………..………..………..……….....………. 65
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam memang agama universal, ia hadir untuk memberi atmosfir
Ilâhiyyah dalam setiap aspek kehidupan. Dalam kemunculan “perdana” di Tanah
Arab, ia berusaha meminimalisir bahkan menghilangkan sama sekali fenomena
jâhiliyyah dalam aktivitas penduduknya. Indikasi peran Islam dapat dilihat dari
peristiwa dihancurkannya berhala-berhala saat futuh makkah sehingga mengubah
kebiasaan bangsa Quraisy waktu itu yang senantiasa mengekspresikan ibadah di
hadapan berhala-berhala buatan mereka yang akhirnya berganti menyembah Allah
SWT. Atmosfir Ilâhiyyah ini tidak hanya menyentuh aspek ‘ibâdah mahdah
semata, lebih dari itu ia menyelimuti segala aktivitas manusia yang bersifat ghayr
mahdah agar tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Salah satu di
antaranya dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan
bisnisnya.
Selain sebagai seorang Rasul, Nabi Muhammad SAW memiliki multi
atribut: kepala Negara yang mencintai rakyatnya, panglima perang yang gagah
perkasa, suami yang menyayangi keluarga, diplomat ulung, bahkan juga beliau
terkenal sebagai seorang pebisnis yang jujur. Tidak heran, setiap menjalankan
bisnisnya, beliau selalu mendapatkan untung besar, hal mana dirasakan oleh Siti
Khadijah --yang kelak menjadi isteri Rosulullah SAW-- sebagai pemilik bisnis.
Dengan predikat sebagai rahmatan li al-‘âlamîn, Nabi Muhammad SAW
senantiasa melebarkan sayap akhlaq dalam segala aktifitasnya kepada siapa saja
dengan tidak pandang bulu sehingga beliau ditahbiskan orang sebagai al-âmin
yang diperkuat dengan firman Allah SWT dalam Sûrah al-Qalam/68: 4 berikut:
�������� ��� �� �� ��� ������ �� “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang
agung”.
Sebuah predikat logis mengingat perilaku beliau yang senantiasa
berlandaskan tauhid dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Di mana
selanjutnya para sahabat dan pengikutnya menjadikan beliau tidak saja sebagai
pemimpin yang ditaati dan dicintai, lebih dari itu beliau sebagai uswatun hasanah,
cerminan dalam berperilaku.
Sebagaimana disebutkan di muka, Nabi Muhammad SAW juga
menjalankan peran sebagai pebisnis, suatu peran yang meneguhkan adanya
keseimbangan dalam mengisi eksistensi sebagai khalîfah fî al-ard, sebagaimana
dianjurkan oleh Allah SWT dalam Sûrah al-Qasas/28: 77:
� �!"#$%�� &$�☺(�) *+���%�� ,&$% �-%.$&$% �/�01�2�$% 3 45�� *☯7�� �����18�� *��9 $�( �-:�$% 3 ;1<=>�?�� &$�☺4@ �;A<=>�? ,&$% *+B(���� 3 45�� � "��� ��$A<⌧DB�$% �E
�F"-2G$% 3 HI�� J&$% 45 K����L �EM�:1<BD☺B�$% �OO�
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.
Berdagang (berbisnis) sangat dihargai dan dijunjung tinggi dalam Islam,
karena merupakan salah satu aktualisasi seseorang dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Ketika masyarakat dunia pada umumnya menempatkan kelas pendeta
dan kelas militer di tempat yang tinggi, Islam menghargai orang-orang yang
berilmu, petani, pedagang, tukang dan pengrajin.1 Dan setiap manusia harus
menghargai hasil kerja orang lain,2 sebagaimana tersirat dalam sabda Nabi
Muhammad SAW yang diriwayatkan Oleh Bayhaqy:
�روا� . وا����ا� أ�� وه� �� �������� ��� أن ی � ہأ�ا�� أ���ا � ال�� ��
“Bayarlah upah pekerja itu sebelum kering keringatnya, dan
beritahukanlah upahnya sewaktu ia lagi kerja”.3
Di era globalisasi sekarang ini, di mana dunia seakan “selebar daun kelor”,
suatu kecenderungan yang diramalkan Marshall McLuhan sebagai ‘desa global’
(global village),4 percepatan teknologi semakin mendapat tempatnya. Kondisi
yang sama dialami dalam dunia bisnis, di mana banyak negara-negara di dunia
yang mengadakan kerjasama bilateral, multilateral bahkan global di bidang
perdagangan seperti APEC, AFTA, NAFTA, GATT. Sebagai layaknya pertemuan
dua kebudayaan, maka difusi kebudayaan menjadi keniscayaan tak terelakkan.
Segala nilai-nilai berbaur menjadi satu, entah positif pun negatif.
Mengingat kondisi tersebut, maka yang menjadi kekhawatiran adalah
maraknya nilai-nilai negatif. Memang, sebagai konsekuensi logis dari globalisasi
1 M. Dawam Rahardjo, Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa; Risalah
Cendekiawan Muslim (Bandung: Penerbit Mizan, 1996), Cet. III, h. 457. 2 Ibid., h. 458. 3 al-Sayyid Ahmad al-Hasyimiy, Tarjamah Mukhtârul Ahâdits (Bandung: Alma’arif,
1996), Cet. Ke-7, h. 167-168. 4 Marwah Daud Ibrahim, Teknologi Emansipasi dan Transendensi (Bandung: Penerbit
Mizan, 1995), Cet. II, h. 15.
dan liberalisasi ekonomi, maka akan diikuti dengan penetrasi barang dan jasa dari
luar negeri yang diiringi oleh maraknya dunia periklanan yang berorientasi
menciptakan konsumerisme, sebagai akar dari hedonisme yang nyata-nyata
memiliki dampak pada ‘moralitas umat’.5 Di samping itu, juga akan
menumbuhkan kompetisi di antara pelaku bisnis, sebagai konsekuensi logis dari
homo economicus, bahkan lebih dari itu, suasana kehidupan global maupun
kehidupan nasional domestik banyak yang bersifat hobessian, di mana yang kuat
memeras yang lemah, yang kaya menindas yang miskin, yang pintar memintari
yang bodoh.6
Menyikapi kecenderungan di atas, dibutuhkan semacam pembekalan bagi
pelaku bisnis yang dalam istilah Haidar Bagir : Manajemen Profetik,7 istilah yang
merujuk pada pemahaman bahwa manajemen pada dasarnya adalah sebuah upaya
yang melibatkan satu faktor yang paling penting dari keseluruhan faktor-faktor di
dalamnya, yaitu manusia.8 Pembekalan inilah yang diharapkan mengubah
paradigma business is business, tetapi lebih menekankan kesetaraan dan
pengambilan prakarsa dalam setiap unsur manajemen, lebih egalitarian dalam soal
imbalan (remunerasi) sehingga menumbuhkan rasa sense of belonging dari para
partisipannya.9
Memang, dalam ajarannya, Islam banyak menekankan aspek moral,
terutama moral kepada Allah SWT (hablun min Allah) dan moral kepada sesama
manusia (hablun min al-nâs) yang diintrodusir oleh para Da’i kepada umat.
5 M. Amien Rais, Tauhid Sosial; Formula Menggempur Kesenjangan (Bandung:
Penerbit Mizan, 1998), Cet. I, h. 218. 6 Ibid., h. 100-101. 7 Haidar Bagir, Mistisisme dalam Perusahaan, Tsaqafah, Vol. 1, No. 1, 2002, h. 60. 8 Ibid., h. 61. 9 Ibid., h. 61.
Dalam bidang bisnis pun, Islam memberi landasan moral (akhlâq) karena
menyangkut hubungan dengan sesama, di mana kejujuran dan kerelaan masing-
masing pihak dalam hal ini sangatlah diperlukan sebagaimana ditegaskan oleh
Allah SWT dalam firman-Nya dalam Sûrah Al-Nisâ/4: 29:
$�PQR�S�T�R *UM�VJ&$% 3%W7�9%�� 45 3%XW ��@)S�� Y�Z��[�WB9�? \�]/7 K�#
���^T�]B�$$�# _5�� I�? *`W�Z�� a/�0TbP�9 ;� cF%�0�� "Y�Zd�e9 45��
3%XW �2B��� "Y�ZA<�D��? HI�� J&$% �IV⌧g "Y�Z�# $h☺��>�- �ij�
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
Salah satu komponen penting yang mendukung penyebaran ajaran Islam
yakni dakwah selama ini mengalami perkembangan. Dakwah, suatu aktivitas
religius, di mana ajaran Islam diintroduksikan kepada para pemeluknya oleh para
Da’i, kini tidak lagi “dimonopoli” oleh sekelompok orang yang selama ini kita
kenal dengan Kyai, Ustadz dan semacamnya. Ia, kini menempati wilayah yang
siapapun bebas memasukinya. Fenomena maraknya pelaku dakwah dari kalangan
artis, pejabat, mu’allaf, cendekiawan, bahkan profesional sekalipun, dipandang
sebagai sebuah kekuatan baru yang berdiri untuk memperkuat barisan para Da’i.
Walau sementara kalangan ada yang mengatakan bahwa mereka hanya sebagai
‘pemanis’ belaka, namun tak dapat disangkal bahwa kini dakwah mendapat
dukungan dari berbagai pihak. Amrullah Ahmad mencermati perkembangan
interaksi sistem dakwah, di mana pada akhir abad ke XX ini sudah mengalami
ekstensifikasi sesuai dengan tantangan masyarakat industri.10 Memang kondisi
masa di mana globalisasi menjadi mainstream dalam kancah sosial budaya umat
manusia, di situ juga dakwah ditantang untuk tetap eksis, alih-alih sebagai counter
terhadap dampak negatif yang menyertainya. Dan keikutsertaan mereka --pelaku
dakwah non-Kyai-- dapat dipandang sebagai wujud ghirah keislaman yang tinggi.
Sebagai bagian dari komunitas Muslim, mereka mempunyai tanggung jawab
moral terhadap kontinuitas ajaran Islam yang semakin dibutuhkan élan vitalnya di
saat manusia mengalami kekeringan spiritual di tengah arus kecanggihan
teknologi. Djohan Effendi melihat adanya kecenderungan orang modern untuk
kembali menekuni ajaran agama seperti yang dikatakannya:
“Proses modernisasi masyarakat kita tentu saja membawa berbagai perubahan. Perubahan itu relatif berlangsung sangat cepat, yang seringkali tidak terkejar oleh daya adaptasi masyarakat kita. Spesialisasi semakin ketat, persaingan makin keras. Berbagai keahlian baru makin dituntut. Nilai-nilai masyarakat kita menghadapi tantangan dan perubahan. Timbul gejala kekurangpastian dan keterasingan. Orang memerlukan pegangan yang memberikan ketahanan batin. Dan itu tak lain daripada tasawuf.”11
Yudi Latif, seorang penulis buku dari Bandung, bahkan melihat gejala
yang sama:
“Agama, tiba-tiba memasuki jajaran kata kunci utama, ketika kita melakukan analisis isi berita-berita media massa belakangan ini. Jika benar media massa merupakan cermin bening kondisi objektif masyarakat, maka hal itu berarti, agama sekarang ini tengah menduduki posisi sentral dalam agenda kehidupan umat manusia. Sekurang-kurangnya anggapan demikian diperteguh oleh pendapat John Naisbitt dan Patricia Aburdene, yang dalam buku Megatrends 2000-nya mengkonstantir bahwa dasawarsa 1990-an
10 Amrullah Achmad, Dakwah Islam Sebagai Ilmu; Sebuah Kajian Epistemologi dan
Struktur Keilmuan Dakwah (Fakultas Dakwah: Diktat, t.t.), h. 7. 11 Djohan Effendi, “Agama dalam Transformasi Masyarakat Indonesia Modern”, dalam
Denny J.A. (peny.), Transformasi Masyarakat Indonesia (Jakarta: Kelompok Studi Proklamasi, 1986), Cetakan Pertama, h. 129.
sebagai era kebangkitan kembali agama-agama (kebangkitan religius milenium baru).12
Mencermati kecenderungan tersebut, nampaklah bahwa agama tetap
merupakan kebutuhan hakiki umat manusia, yang dengannya terjawablah segala
permasalahan yang dihadapinya. Dan dalam keterasingan di tengah hutan
belantara teknologi inilah manusia mencari jati dirinya yang hilang dengan
kembali kepada agama, meski sementara orang dengan nada sinis meragukan
kemampuan agama dalam menjawab permasalahan yang dihadapi umat manusia
modern sebagaimana Nietzhe dengan Got Is Totnya. Dan, sisi maraknya kegiatan
keagamaan yang ditandai dengan lubernya tempat-tempat peribadatan,
berkembangnya kajian-kajian agama, meningkatnya volume pewartaan masalah
keagamaan, serta makin meluasnya media komunikasi (informasi) keagamaan di
tengah-tengah gemuruh mesin pembangunan yang memperkukuh cengkeraman
imperium sains dan teknologi seakan memperkuat hipotesis yang digaungkan oleh
Will Durant dalam The Lessons of History sebagaimana dikutip oleh Yudi Latif:
“Agama memiliki seratus jiwa. Segala sesuatu bila telah dibunuh, pada kali pertama itu pula ia telah tewas untuk selama-lamanya, kecuali agama. Sekiranya ia seratus kali dibunuh, ia akan muncul lagi dan kembali hidup setelah itu.”13
Eksistensi agama sebagai jawaban dari berbagai persoalan hidup inilah
yang berusaha digiatkan kembali gaungnya oleh para Da’i. Mereka tampil untuk
menyuarakan kembali ajaran agama yang selama ini seakan tenggelam di tengah
arus modernisasi.
12 Yudi Latif, Masa Lalu Yang Membunuh Masa Depan, Krisis Agama Pengetahuan dan
Kekuasaan dalam Budaya Teknokratis (Bandung: Mizan, 1999), Cet. I, h. 141. 13 Ibid., h. 141-142.
Islam sebagai agama akhir zaman, memang merupakan ajaran yang multi
solve, dalam artian dapat menjawab berbagai persoalan kehidupan manusia. Sejak
awal kelahirannya, Islam bahkan merupakan jawaban setelah runtuhnya sistem
jâhiliyyah. Kehadirannya tidak semata mengurusi persoalan Tauhid yang telah
porak poranda selama Abu Jahal Cs. masih berperan sebagai corong jâhiliyyah.
Lebih dari itu, membenahi pula aspek sosio-budaya yang selama ini centang
perenang.
Salah satu aspek penting dalam kehidupan umat manusia adalah ekonomi,
di mana untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya dipandang sebagai causa
prima, bahkan di negara kita pernah ada ungkapan “ekonomi sebagai panglima”.
Dalam perjalanannya di panggung sejarah peradaban manusia, ekonomi
dianggap memiliki peranan penting dalam proses pembangunan peradaban.
Ekspansi suatu bangsa untuk memperluas wilayah kekuasaannya tidak terlepas
dari peran penting ekonomi, ini dapat dilihat dari pembiayaan mereka dalam
bidang militer guna mendukung ekspansi wilayah tersebut. Dalam sejarah
perjuangan bangsa Indonesia, kaum penjajah Belanda memiliki kongsi dagang
VOC (Vereenidge Oost Indische Compagnie; Perkumpulan Dagang Hindia
Timur) untuk mendukung basis perekonomian mereka. Kaum Bumi Putera
menyadari betul urgensitas perekonomian bagi pembangunan bangsa, karenanya
H. Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam untuk mempertegas eksistensi
kepedulian pengusaha muslim. M. Dawam Rahardjo mendeskripsikan secara
kronologis bangkitnya pengusaha muslim ini dalam tulisannya “Pasang Surut
Pengusaha Muslim; Tinjauan Sosiologis”.14
Menyinggung pembahasan di awal bab mengenai fenomena pelaku
dakwah dari berbagai kalangan, maka demikian halnya di bidang bisnis. “Aura”
Dakwah di lingkungan bisnis ini dapat kita rasakan bila membaca literatur sejenis.
Ary Ginandjar Agustian misalnya, dengan metode ESQ (Emotional and Spiritual
Quotients)nya sering mengadakan pelatihan “kecerdasan emosi dan spiritual” bagi
para pengusaha, eksekutif, dan pejabat. Bahkan, untuk mendukung gerakan
dakwahnya, K.H. Abdullah Gymnastiar yang akrab disapa Aa Gym merasa perlu
untuk mengembangkan bisnis sendiri.15
Dalam literatur sejarah, maka akan kita temukan beberapa tesis pakar
sejarah yang membahas masuknya Islam di Indonesia dengan melahirkan Teori
Gujarat, Teori Makkah dan Teori Persia.16 Dari sekian tesis tersebut, dapatlah
ditarik kesimpulan bahwa penyebaran agama Islam di Nusantara di antaranya
dilakukan oleh kaum pedagang yang meneguhkan pandangan betapa perdagangan,
bisnis, memiliki andil besar dalam pengenalan ajaran Islam. Maka, tidaklah
mengherankan jika kemudian Wakil Presiden RI, H. Muhammad Jusuf Kalla
semasa masih menjabat sebagai Menko Kesra dalam keynote speechnya pada
seminar peluncuran buku Fiqh Perdagangan Bebas karya K.H. Ali Yafie,
menyatakan bahwa “Orang Islam adalah masyarakat pedagang”.17 Hal ini
14 M. Dawam Rahardjo, “Pasang Surut Pengusaha Muslim; Tinjauan Sosiologis” dalam
Aswab Mahasin (ed.), Ruh Islam dalam Budaya Bangsa; Agama dan Problema Masa Kini (Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal, 1996), Edisi Pertama, h. 10-28.
15 Sinergi dakwah dan bisnis ala Aa Gym dapat dibaca lebih lanjut dalam buku karya Yudi Pramuko, Rahasia Sukses Dakwah dan Bisnis Aa Gym (Jakarta: Taj Mahal, 2003), Cet. IV.
16 Ahmad Mansyur Suryanegara, Menemukan Sejarah (Bandung: Mizan, 1998), Cet. IV, h. 74.
17 Majalah Ekonomi Syari’ah, Vol. 2, No. 3 – 2003/1424 H., h. 7.
memiliki akar historis dengan apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW
sewaktu masih aktif berbisnis sebagaimana disinyalir oleh Emil Salim:
“… kita mengetahui pula bahwa mekanisme pasar yang sama telah membantu Muhammad, sebelum menjadi Rasul, menjadi orang yang dikenal jujur dan tinggi integritasnya dalam perdagangan. Sehingga Khadijah sangat mempercayai Muhammad dalam pelaksanaan bisnis. Ini berlangsung dalam masa jahiliyah ketika agama Islam belum berkembang.”18
Nabi Muhammad SAW sebagai uswah hasanah bagi umatnya, selain
mengemban amanat kerasulan juga memainkan peran sebagai seorang pedagang
dengan misi profetik yang dibawanya. Beliau di masa mudanya telah melakukan
perjalanan dagang hingga ke negeri Suriah, kemudian melebarkan sayap usahanya
hingga Yaman, Irak, Yordania dan berbagai kota serta sudut strategis yang berada
di Jazirah Arab. Dalam melakukan kegiatan bisnisnya, beliau tidak lupa untuk
meletakkan dasar-dasar moral, manajemen, dan etos kerja yang bahkan telah lebih
mendahului daripada zaman yang ada pada saat itu. Bahkan landasan etika dan
bisnis yang dikembangkan oleh beliau kemudian mendapatkan legitimasi
keagamaan pada saat beliau diangkat menjadi Rasul pada usia 40 tahun. Bahkan
pada masa sekarang, landasan etika dan bisnis yang dikembangkan oleh beliau
kemudian mendapatkan pembenaran secara akademis. Berbagai macam etika
bisnis dan usaha modern yang dilakukan oleh Muhammad di kala muda seperti
tujuan pelanggan, pelayanan yang unggul, kompetensi, efisiensi, transparansi,
persaingan dan perdagangan yang sehat (fair trade), dan iklim berkompetensi
18 Emil Salim, “Melemahnya Tanggung Jawab Sosial Masyarakat Bisnis” dalam Elza
Peldi Taher, Demokratisasi Politik, Budaya dan Ekonomi; Pengalaman Indonesia Masa Orde Baru (Jakarta: Yayasan Paramadina, 1994), Cetakan I, h. 98.
yang sehat semuanya telah dilakukan oleh Muhammad SAW ketika beliau masih
muda.19
Etos bisnis yang dibangun oleh Rasulullah SAW tersebut dimiliki pula
oleh para sahabat beliau. Abu Bakar R.A. menjalankan usaha perdagangan
pakaian, ‘Umar R.A. memiliki bisnis perdagangan jagung, dan ‘Utsman R.A. juga
memiliki usaha perdagangan pakaian. Kaum Ansar yang mengikuti Rasulullah
SAW menjalankan usaha pertanian.20 Sahabat lain yang juga aktif berbisnis, yakni
Abdurrahman bin Auf R.A. bahkan dikatakan oleh Aisyah R.A., salah seorang
isteri Rasulullah SAW bahwa Rasulullah SAW telah diberitahu oleh Malaikat
Jibril bahwa ia (Abdurrahman bin Auf) telah ditetapkan akan masuk ke dalam
Jannatun Na’îm.21
Dari penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa bisnis memiliki porsi
yang tidak kalah pentingnya dalam wacana dakwah.
Dalam lingkup Indonesia, maka kita kenal H. Muhammad Ikhwan, SE,
seorang putra Betawi asli yang juga seorang pebisnis yang meraih banyak prestasi
di bisnis MLM22 CNI23 dan terakhir tercatat meraih posisi Crown Agency
Manager (CAM), peringkat puncak yang diidam-idamkan lebih dari 700 ribu
distributor CNI lainnya.24
19 Majalah Ekonomi Syari’ah, h. 7. 20 Muhammad dan R. Lukman Faironi, Visi Al-Qur’an Tentang Etika dan Bisnis (Jakarta:
Salemba Diniyah, 2002), Edisi Pertama, h. 133. 21 Majalah Ekonomi Syari’ah, h. 7. 22 MLM (Multi Level Marketing/Network Marketing : pemasaran berjenjang) merupakan
sebagian dari sebutan orang mengenai sistem bisnis, di mana pemasaran produk/jasa dilakukan oleh individu (perseorangan) untuk kemudian membentuk jaringan kerja guna memasarkan produk atau jasa. Dari hasil penjualan pribadi dan jaringannya tersebut, tiap bulan perusahaan akan memperhitungkan bonus atau komisi sebagai hasil usahanya. Lihat PT. Citra Nusa Insanpurnama, Starter Kit, tth, h. 1.
23 CNI (PT. Citra Nusa Insanpurnama) adalah perusahaan MLM yang didirikan pertama kali di Bandung dengan nama awal PT. Nusantara Sun Chlorella Tama pada tahun 1986. Lihat PT. Centra Nusa Insancemerlang, h. 3.
24 Majalah Bulanan Sukses; Kemandirian Karir dan Finansial, Vol. XV, h. 10.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang Crown Agency Manager
dan sebagai upline dari sekian banyak anggota di bawahnya, H. Muhammad
Ikhwan, SE senantiasa memberikan motivasi sebagai wujud tanggung jawab
seorang leader. Ialah yang merumuskan metode 4 (empat) langkah --dalam
memberikan pengertian kepada orang lain yang akan diajak bergabung sebagai
anggota CNI-- suatu metode yang memberikan kesadaran penuh bagi distributor
CNI dalam memahami dirinya sebagai manusia, sehingga dengannya banyak
anggota maupun calon anggota CNI yang tercerahkan. Selain itu, ia juga banyak
memberikan motivasi yang sarat dengan nilai-nilai etika --yang notabene digali
dari nilai-nilai Islam-- kepada para downlinenya.
Segala upaya yang dibangun oleh H. Muhammad Ikhwan, SE senantiasa
bermuara pada kesadaran akan pentingnya perubahan hidup --yakni perbaikan
ekonomi dan kesadaran tentang etos kerja--, suatu kesadaran yang dianjurkan
dalam Islam bahkan diingatkan oleh Allah SWT dalam Sûrah al-Ra’d/13: 11:
k>�� \T��mn�� 9 g;�e9 �E o�# �> R�:�R =;�9�� p�>�D)���
k>��Wq�⌧DB��L =;�9 r0B9�? s&$% Z t`�� J&$% 45 ume0�R $�9 9w"W���# xyz�>
3%�ume0�R $�9 "Y{1|�D��S�# Z &%�}���� ��%�-�? ,&$% �w"W���# %☯�XW~ 4⌧�) H��0�9 k>�� $�9�� �P��
;�e9 p�>���� ;�9 ��%�� ���� “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran,
di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”.
Bukan hanya sebatas motivasi yang menganjurkan orang harus bekerja
dengan keras dan cerdas dalam merubah hidup, ia juga menganjurkan para down
linenya untuk bekerja secara ikhlas terhadap kegagalan dalam proses apalagi
keberhasilannya. Kita tahu bahwa keikhlasan adalah sisi yang bersentuhan dengan
wilayah kejiwaan, wilayah hati. Artinya H. Muhammad Ikhwan, SE sangat
menganjurkan sekali untuk selalu ingat terhadap kebesaran Yang Maha Kuasa
dalam bisnis yang dijalani oleh para down linenya. Cara yang dilakukan
H. Muhammad Ikhwan, SE tersebut dari pengamatan penulis cukup efektif dalam
mengubah pola pikir --walaupun mungkin hanya terbatas pada down linenya saja-
-, hal ini terjadi pada beberapa mitra CNI yang berubah pola hidup dan pola pikir
yang tadinya pemalas berubah menjadi orang yang giat bekerja, dan dari penjudi
menjadi mitra usaha yang rajin berinvestasi.
Pertanyaannya adalah mengapa para mitra CNI mau mengikuti apa yang
disarankan oleh H. Muhammad Ikhwan, SE? Karena apa yang dikatakan olehnya
adalah apa yang telah dia lakukan baik itu kerja keras, cerdas maupun ikhlas.
Dalam perspektif bahasa, ini mengindikasikan bahwa betapa sebuah jargon, kata-
kata memiliki kekuatan dalam mengubah karakter seseorang. Dalam perspektif
dakwah, kata-kata yang mengandung kebaikan termasuk dalam term hikmah.
Mencermati hal-hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk menyusun
karya tulis skripsi dengan judul: NILAI-NILAI DAKWAH DALAM
KOMUNIKASI BISNIS (Studi Atas Komunikasi Bisnis H. Muhammad
Ikhwan, SE).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Agar penulisan skripsi ini lebih terarah sesuai dengan judul yang
dimaksud, maka penulis hanya membatasi pada pengertian dakwah dan
komunikasi bisnis, profil H. Muhammad Ikhwan, SE, serta analisa lanjut
mengenai nilai-nilai dakwah dalam komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE.
Berangkat dari batasan masalah di atas, penulis merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE?
2. Bagaimana nilai-nilai dakwah yang berhubungan dengan komunikasi bisnis
H. Muhammad Ikhwan, SE?
C. Tujuan Penulisan
Penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE.
2. Untuk mengetahui nilai-nilai dakwah yang berhubungan dengan
komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah:
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
hasanah kajian dakwah dan bisnis yang sudah ada.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dan
pedoman dalam pengeterapan komunikasi dakwah bagi para praktisi
dakwah.
E. Metode Penelitian
Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan ragam atau bentuk
penelitian lapangan (field research), di mana penulis langsung mengumpulkan
data dari subjek penelitian ini, yaitu H. Muhammad Ikhwan, SE, baik dari tulisan-
tulisannya maupun dari wawancara dengan beliau.
Setelah data-data terkumpul, penulis melakukan identifikasi, klasifikasi,
dan selanjutnya penulis melakukan analisa dengan menggunakan analisa isi
(content analysis).
Untuk pedoman penulisan, penulis mengacu pada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang diterbitkan oleh
CeQDA, Jakarta tahun 2007.
F. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini memuat 5 (lima) bab dengan perincian sebagai
berikut:
BAB I Pendahuluan yang memuat latar belakang penulisan, batasan
masalah, tujuan penulisan, kegunaan penelitian, metode penelitian dan sistimatika
penulisan.
BAB II Landasan teoritis yang memuat antara lain: pengertian dakwah dan
pengertian komunikasi bisnis.
BAB III Profil H. Muhammad Ikhwan, SE yang berisi: data pribadi dan
aktivitas di CNI.
BAB IV membahas analisa penulis terhadap nilai-nilai dakwah yang
terkandung dalam komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE.
BAB V Kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
Relevansi komunikasi dan bisnis sudah bisa kita rasakan dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini berangkat dari bisnis sebagai fenomena global yang ditandai
dengan semakin pesatnya kemajuan di bidang sain dan teknologi yang notabene
merangsang terciptanya sistem dan proses produksi yang efisien, timbulnya
mobilitas sosial akibat akselerasi pembangunan sarana dan prasarana transportasi
yang dibarengi dengan kemajuan di bidang transformasi informasi (komunikasi)
yang otomatis mempengaruhi pola-pola bisnis antarmanusia.25 Menyikapi
fenomena tersebut telah banyak kajian konseptual dilakukan guna mengelaborasi
sejauhmana relevansi komunikasi dan bisnis tersebut.
Sebagai pijakan awal dalam memahami pengertian primer mengenai
komunikasi bisnis dalam perspektif dakwah ini, berikut penulis paparkan
pengertian-pengertian terkait, antara lain:
Nilai
Pengertian Nilai
Nilai sangat erat kaitannya dengan norma, karena nilai yang dimiliki seseorang ikut mempengaruhi perilakunya. Norma sebenarnya mengatur perilaku manusia yang berhubungan dengan nilai yang terdapat dalam suatu kelompok, yang berarti untuk menjaga agar nilai-nilai kelompok itu tidak diperlakukan seenaknya, maka disusunlah norma-norma untuk menjaga nilai-nilai tersebut. Adapun definisi norma itu sendiri menurut
25 Redi Panuju, Komunikasi Bisnis (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995), Cet.
Pertama, h. 3.
Herwantiyoko dan Neltje F. Katuuk adalah patokan perilaku dalam suatu kelompok tertentu. Norma memungkinkan seseorang untuk menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai oleh orang lain, dan norma ini merupakan kriteria bagi orang lain untuk mendukung atau menolak perilaku seseorang.26
Nilai, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.27 Begitu pula menurut Milton Rokeach dan James Bank bahwa nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan dalam mana seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan mengenai suatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan.28
Sidi Gazalba mengartikan nilai sebagai sesuatu yang bernilai abstrak, ia ideal, nilai bukan benda kongkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menunjuk pembuktian empirik melainkan soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki, disenangi dan tidak disenangi.29
Nilai dalam Kehidupan Manusia
Perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari sangat bermacam-macam, ada yang disengaja dan ada pula yang tidak disengaja, berdasarkan keputusan yang diambilnya. Dengan demikian, Mahmud Aziz Siregar merumuskan nilai sebagai sesuatu yang menggerakkan manusia untuk berusaha mencapai sesuatu yang berharga atau bernilai bagi kehidupan, berdasarkan logika atau kenyataan yang hendak dicapai.30
26 Herwantiyoko dan Neltje F. Katuuk, Pengantar Sosiologi dan Ilmu Sosial Dasar
(Jakarta: Gunadarma, 1996), Edisi Pertama, Cet. ke-I, h. 5. 27 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus
Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), h. 690. 28 Drs. H. M. Chabib Thaha, M.A., Kapita Selekta Pendidikan Islam (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1996), h. 60. 29 Ibid., h. 61. 30 Mahmud Aziz Siregar, Islam Untuk Berbagai Aspek Kehidupan (Yogyakarta: Tiara
Kencana, 1999), Cet. ke-I, h. 130.
Dengan nilai ekonomi, manusia melakukan perbuatan yang sifatnya ekonomis untuk mendapatkan materi dan kesenangan hidup. Nilai ilmu, manusia menggunakannya karena ingin mengetahui dan mengenal alam sekitarnya secara obyektif. Melalui nilai seni, manusia berusaha mengekspresikan dirinya ke dalam karya seni. Melalui nilai politik, manusia menggunakannya untuk menciptakan kekuasaan dan kepuasan diri. Melalui nilai solidaritas, manusia dapat hidup dengan sesamanya dengan penuh cinta, kasih sayang dan tolong menolong. Sedangkan dengan nilai agama, manusia dapat menghadapi alam semesta sebagai penjelmaan dari rasa keimanan serta kebesaran Tuhan yang menciptakan alam ini.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Esensi di sini belum berarti sebelum dibutuhkan oleh manusia tetapi tidak berarti adanya esensi
karena adanya manusia yang membutuhkan, hanya saja kebermaknaan esensi tersebut semakin mengikat sesuai dengan peningkatan daya tangkap dan
pemaknaan manusia sendiri.
Dakwah
a. Pengertian Dakwah
Secara etimologi, kata Dakwah berasal dari Bahasa Arab yang merupakan bentuk masdar dari kata kerja da’â (���), yad’û (وا���), da’watan (وة��) yang mempunyai arti menyeru, mengajak dan memanggil.31
Ayat-ayat Al-Qur’an yang memuat pengertian dakwah di atas dapat kita lihat sebagai berikut:
Sûrah al-Baqarah/2: 221:
����T��S��? �IW=:�R �c�� -$Hd�$% 3 ,&$%�� 3%XW=:�R
�c�� �bH7��B�$% /�0�DB�☺B�$%�� p�>��B}���#
3�ii��
“…Mereka mengajak ke neraka sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya…”. Sûrah Yûnus/10: 25:
,&$%�� 3%XW=:�R �c�� -%�� m�T��<<�$% ��:"{�:�� ;�9 ��&$��/�
�c�� ��[�u1� �z�m��2<Q9 �i��
“Allah menyeru (manusia) ke Dârussalâm (Surga) dan menunjuki orang-orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam)”.
Dari konteks ayat di atas dapat difahami, bahwa dakwah adalah
usaha mengajak dan menyeru manusia agar melaksanakan kebaikan yang
sesuai dengan jalan Allah dengan cara memerintahkan, melaksanakan
yang ma’ruf dan meninggalkan yang munkar agar manusia mendapatkan
kebahagiaan baik di dunia dan akhirat. Lebih jauh dikatakan bahwa esensi
dari dakwah hakikatnya adalah mengajak manusia untuk kembali pada
31 M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi (Jakarta: Bulan Bintang, 1997),
Cet. Ke-1, h. 17.
jalan Allah, yakni kembali pada hakikat fitri, hakikat fungsi dan hakikat
tujuan hidupnya.
Sedangkan pengertian dakwah dalam lingkup terminologi, para
ahli mendefinisikannya dengan cara yang berbeda-beda. Untuk lebih
jelasnya di bawah ini penulis mencoba menyajikan beberapa definisi
dakwah tersebut.
Definisi dakwah mengalami perkembangan yang ditandai setelah
penyelenggaraan Simposium Dakwah yang diselenggarakan oleh
Himpunan Mahasiswa Islam bersama-sama dengan Akademi Metafisika,
Surabaya, pada tanggal 23 Februari 196232 di mana prasaran
K. H. Mohammad Zaini yang berjudul: “Hari Depan dan Kaum Muslimin
Terletak pada Dakwah Islamiyah” menggugah Buya Hamka untuk menulis
“Da’watul Islâmiyyah”. Dalam kesempatan tersebut, Buya Hamka
mengajak para pemikir untuk mengemukakan pendapat mereka tentang
dakwah. Salah seorang di antara mereka, K. H. Mahmud Effendi
mengatakan bahwa dakwah hendaknya jangan diartikan sempit, yaitu
semata-mata sebagai “ajakan”. Menurut pendapatnya, dakwah adalah
qawlun wa ‘amalun atau dengan kata-kata dan perbuatan.33
M. Quraish Shihab memberikan definisi dakwah sebagai seruan
atau ajakan menuju kepadan keinsyafan atau usaha mengubah situasi lebih
baik dan sempurna, baik terhadap pribadi atau masyarakat.34 Perwujudan
dakwah menurut beliau bukan sekedar peningkatan pemahaman
32 M. Dawam Rahardjo, Intelektual, Intelegensia, dan Perilaku Politik Bangsa, Risalah
Cendekiawan Muslim (Bandung: Mizan, 1996), Cet. III, h. 158-159. 33 Ibid., h. 159. 34 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1992), Cet. ke-1, h. 194.
keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan saja, tetapi menuju pada
pelaksanaan sasaran yang lebih luas. Dakwah harus lebih berperan menuju
pada pelaksanaan ajaran Islam secara menyeluruh dalam aspek kehidupan,
baik politik, ekonomi maupun sosial dan budaya.
Sementara Amrullah Achmad dalam diktat yang disusun untuk
Fakultas Dakwah, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta mengatakan bahwa
Dakwah adalah “mengajak” umat manusia supaya masuk ke dalam jalan
Allah (sistem Islam) secara menyeluruh baik dengan lisan dan tulisan
maupun dengan perbuatan sebagai ikhtiar muslim mewujudkan ajaran
Islam menjadi kenyataan dalam kehidupan syakhsiah, usrah, jamâ’ah dan
ummat dalam semua segi kehidupan secara berjama’ah sehingga terwujud
khairu al-ummah.35
Lain halnya Drs. H. M. Arifin, M. Ed, bahwa yang dimaksud
dengan Dakwah adalah:
“Suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya, yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individu maupun secara kelompok, agar timbul di dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan serta pengamalan terhadap ajaran agama sebagai message (pesan) yang disampaikan kepadanya tanpa adanya unsur-unsur paksaan”.36
Pengertian spesifik dikemukakan oleh Abu Risman dengan
menambahkan kata Islam; yakni dakwah Islam yang menurutnya adalah
segala macam usaha yang dilakukan oleh seorang Muslim atau lebih untuk
35 Amrullah Achmad, Dakwah Islam Sebagai Ilmu; Sebuah Kajian Epistemologi dan
Struktur Keilmuan Dakwah (Fakultas Dakwah: Diktat, t.t.), h. 25. 36 Arifin, Psikologi Dakwah, h. 17.
merangsang orang lain agar memahami, meyakini dan kemudian
menghayati ajaran Islam sebagai pedoman hidup dan kehidupannya.37
Pengertian spesifik lain juga dikemukakan oleh A. M. Saefudin,
bahwa dakwah Islam adalah tiap usaha untuk mengajak manusia
membebaskan diri dari segala penghambaan kepada hamba kemudian
menyerahkan segala bentuk penghambaan hanya kepada Allah saja, Tuhan
Pencipta, Pemelihara dan Penguasa sekalian alam semesta, dengan
rumusan lain dakwah adalah tiap usaha yang membawa manusia dari
kegelapan kepada cahaya Islam.38
Lain halnya dengan PTDI (Perguruan Tinggi Dakwah Islam) --
lembaga yang didirikan para cendekiawan dari berbagai perguruan tinggi
dan pengusaha --, yang memberikan definisi lanjut tentang dakwah yakni
“membawa masyarakat dari satu kondisi ke kondisi lain yang lebih baik”,
yang sebenarnya berangkat dari pemikiran-pemikiran mereka tentang
kegiatan-kegiatan pembangunan, khususnya pembangunan masyarakat
desa.39 Definisi yang ditawarkan PTDI tersebut dinilai Dawam Rahardjo
mengandung dasar-dasar pemikiran dan teori yang memuat perspektif
perubahan sosial.40
37 Abu Risman, “Dakwah Islam Praktis Dalam Masa Pembangunan Suatu Pendekatan
Sosiologis” dalam Amrullah Achmad (peny.), Dakwah Islam dan Transformasi Sosial Budaya (Yogyakarta: PLP2M, 1985), h. 12.
38 A.M. Saefuddin, Ada Hari Esok; Refleksi Sosial, Ekonomi dan Politik Untuk Indonesia Emas (Jakarta: Amanah Putra Nusantara, 1995), h. 51.
39 Rahardjo, Intelektual, Intelegensia, dan Perilaku Politik Bangsa, h. 159. 40 Ibid., h. 159.
Selain definisi dakwah yang diberikan oleh cendekiawan nasional
di atas, Ridhwan Abdullah Wu, seorang Muslim Cina dari Singapura41
juga mengemukakan definisi dakwah sebagai berikut:
“Dakwah adalah mengemukakan kepercayaan dan ajaran Islam kepada kaum Muslim maupun non-Muslim. Bagi non-Muslim, itu pada esensinya adalah memperkenalkan bahwa ada satu Pencipta, bahwa kehidupan di dunia ini bersifat sementara, dan manusia akan menghadap Tuhan di akhirat. Perspektif ini penting dalam mempengaruhi prioritas manusia dalam kehidupan. Bagi orang yang percaya kepada Islam, dakwah akan berarti menerjemahkan kepercayaan tersebut ke dalam kehidupan pribadi, keluarga, kehidupan sehari-hari, dan juga kehidupan sosial, politik, dan ekonominya secara keseluruhan.”42
Dari beberapa definisi dakwah di atas, penulis menyimpulkan
bahwa Dakwah adalah merubah kondisi masyarakat, dalam hal ini
masyarakat mad’u dari kondisi apa adanya kepada kondisi apa yang
seharusnya, meliputi semua aspek kehidupan.
b. Unsur-unsur Dakwah
Unsur ialah bagian yang penting dalam sesuatu hal, yang harus ada untuk terwujudnya sesuatu hal tersebut.43 Berbicara mengenai unsur-unsur dakwah, merupakan suatu rangkaian yang tak terpisahkan dari sudut prosesnya, maka bila salah satu di antara komponen tersebut tidak terpenuhi, bisa jadi proses dakwah itu akan mengalami hambatan bahkan kegagalan. Komponen-komponen dakwah tersebut adalah:
41 Ridhwan Abdullah Wu juga dikenal sebagai Direktur Asia Tenggara dari World
Assembly of Muslim Youth dan ketua dari salah satu organisasi dakwah paling dikenal dan dihormati di wilayahnya, Darul Arqam, the Muslim Convert’s Association of Singapore. Untuk mengetahui lebih lanjut pandangannya tentang dakwah lihat Ziauddin Sardar & Merryl Wyn Davies (ed.), Wajah-wajah Islam; Suatu Perbincangan Tentang Isu-isu Kontemporer (Bandung: Mizan, 1992), Cetakan Pertama, h. 97-105.
42 Ibid., h. 98. 43 Risman, Dakwah Islam Praktis, h. 18.
a. Da’i b. Mad’u c. Materi dakwah d. Metode dakwah e. Media dakwah f. Tujuan dakwah44 Abu Risman menambahkan unsur-unsur dakwah di atas, yakni
lingkungan.45
a. Da’i
Menurut Shiddiq Amin yang dikutip oleh Miftah Faridl (et. all)
yang dimaksud subjek dakwah yaitu: “Da’i atau muballigh dan
pengelola dakwah (DKM, pengurus MT, panitia, ormas dakwah,
pengelola TV, radio dan sebagainya).46
Pelaku dakwah dalam pengertian yang diberikan Abu Risman ialah
seorang atau beberapa orang Muslim di antara anggota kelompoknya
yang mampu menjadi penggerak dan memberikan contoh tauladan
yang baik (uswah hasanah).47
Untuk melakukan aktifitas dakwah seorang da’i perlu memiliki
syarat-syarat dan kemampuan tertentu agar dapat berdakwah dengan
hasil yang baik dan sampai pada tujuannya.
Adapun syarat-syarat dan kemampuan secara teoritis dapat kita
lihat sebagaimana dikemukakan oleh Slamet Muhaemin Abda, bahwa
kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang da’i yaitu:
Kemampuan berkomunikasi
44 H. Masykur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral (Yogyakarta: Al-Amin, 1997),
Cet. 1, h. 11. 45 Risman, Dakwah Islam Praktis, h. 18-20. 46 Miftah Faridl, et. all, Dakwah Kontemporer; Pola Alternatif Dakwah Melalui TV
(Bandung: Pusdai Press, 2000), Cet. ke-1, h. 36. 47 Risman, Dakwah Islam Praktis, h. 24.
Kemampuan menguasai diri Kemampuan pengetahuan psikologi Kemampuan pengetahuan pendidikan Kemampuan pengetahuan di bidang umum Kemampuan pengetahuan di bidang Al-Qur’an Kemampuan membaca Al-Qur’an dengan fasih Kemampuan pengetahuan di bidang Hadits Kemampuan pengetahuan di bidang agama secara umum.48
b. Mad’u
Sedangkan mad’u atau sasaran dakwah menurut A. H. Hasanuddin,
yaitu: “Orang yang diseru, dipanggil atau diundang”.49 Objek dakwah
adalah masyarakat penerima dakwah atau sasaran dakwah yakni
kumpulan dari individu di mana benih dari materi dakwah akan
ditaburkan.
Yang menjadi objek dakwah dalam hal ini adalah masyarakat luas,
mulai dari keluarga, masyarakat lingkungan sekitarnya dan masyarakat
luas pada umumnya. Masyarakat sebagai objek dakwah adalah salah
satu unsur yang penting dalam dakwah yang di dalamnya terdapat hal-
hal yang perlu mendapat perhatian dari da’i sebagai subjek dakwah
yaitu tingkat ekonomi (bawah, menengah, atas), tingkat keagamaan
(rendah, sedang, taat), tingkat keberadaan (perkotaan, pedesaan) dan
lain-lain. Oleh karena itu berkaitan dengan masyarakat sebagai objek
dakwah yang harus diperhatikan, hendaknya seorang da’i harus
melengkapi diri dengan berbagai ilmu pengetahuan dan pengalaman
yang berkaitan dengan masalah masyarakat. Dengan memperhatikan
48 Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah (Surabaya: Usaha
Nasional, 1994), Cet. ke-1, h. 69-77. 49 A. H. Hasanuddin, Rethorika Dakwah dan Publisistik dalam Kepemimpinan (Surabaya:
Usaha Nasional, 1982), Cet. ke-1, h. 33.
hal-hal yang berkaitan dengan objek dakwah diharapkan apa yang
disampaikan diterima oleh mad’unya.
c. Materi Dakwah
Materi dakwah ialah segala macam hal, kegiatan dan keadaan yang
dapat mendatangkan terbinanya keluarga dan lingkungan masyarakat
yang sejahtera, yang secara teoritisnya merupakan mahâsinul islâm,
buah pengamalan ajaran Islam.50 Pada dasarnya materi dakwah adalah
mencakup ajaran agama Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan
Hadits, sedangkan dalam pengembangannya kemudian akan mencakup
seluruh kultur Islam yang murni yang bersumber dari kedua sumber
pokok yang berkaitan dengan masalah sosial kemasyarakatan,
pendidikan maupun masalah lainnya.
Berkaitan dengan materi dakwah ini, Barmawi Umary menjelaskan
bahwa materi dakwah ada sepuluh bagian:
1) Aqidah, yaitu menyebarkan dan menanamkan pengertian aqidah Islamiyah yang berpangkal dari rukun Iman yang prinsipil dengan berbagai perinciannya.
2) Akhlaq, yaitu menerangkan akhlâqul karîmah (akhlak yang mulia) dan akhlâqul mazhmûmah (akhlaq yang tercela) dengan segala dasarnya, hasilnya dan akibatnya, kemudian diikuti dengan contoh-contoh yang telah berlaku dalam sejarah.
3) Ahkâm, yaitu menjelaskan aneka ragam hukum yang meliputi soal-soal ibadah, muamalat, ahwalussahsiyah yang wajib diamalkan oleh setiap muslim dan masalah lainnya.
4) Ukhuwah, yaitu menggambarkan persaudaraan yang dikehendaki Islam antar penganutnya sendiri serta sikap pemeluk Islam terhadap golongan lain (non muslim).
5) Pendidikan, yaitu melukiskan sistem pendidikan ala Islami yang telah dipraktekkan oleh tokoh-tokoh pendidikan Islam di masa sekarang dan masa yang akan datang.
50 Risman, Dakwah Islam Praktis, h. 21.
6) Sosial, yaitu mengemukakan bagaimana solidaritas menurut hukum agama, tolong-menolong, kerukunan hidup sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi.
7) Kebudayaan, yaitu memupuk bentuk-bentuk kebudayaan yang tidak bertentangan dengan norma-norma agama mengingat pertumbuhan kebudayaan dengan sifat asimilasi dan akulturasi sesuai dengan ruang dan waktu.
8) Kemasyarakatan, yaitu menguraikan konstruksi masyarakat yang penuh berisi ajaran Islam, dengan tujuan keadilan dan kemakmuran bersama.
9) Amar Ma’rûf, yaitu mengajak manusia untuk berbuat baik guna memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
10) Nâhi Munkar, yaitu melarang manusia dari berbuat jahat agar terhindar dari malapetaka yang akan datang.51
Sedangkan Abu Risman menawarkan materi dakwah yang
sederhana, yakni: etika/tatakrama/akhlak, kesehatan jasmani dan
lingkungan, kemasyarakatan, pendidikan dan perekonomian.52
d. Metode Dakwah
Metode berasal dari bahasa Jerman “methodical” yang artinya
ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani, metode berasal dari kata
“methodos” yang artinya jalan, dalam bahasa Arab disebut “tharîq”.
Metode yaitu cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk
mencapai sesuatu maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya.53
Allah SWT memerintahkan kepada hamba-Nya untuk menunaikan
kewajiban-kewajiban, selanjutnya Allah juga menerangkan bagaimana
cara melaksanakan kewajiban-kewajiban itu. Berdakwah merupakan
suatu kewajiban bagi setiap muslim yang telah dijelaskan bagaimana
51 Barmawi Umary, Asas-asas Ilmu Dakwah (Solo: CV. Ramdani, 1987), Cet. ke-2,
h. 57-58. 52 Risman, Dakwah Islam Praktis, h. 21. 53 Hasanuddin, Hukum Dakwah Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), Cet. ke-1, h. 35.
cara melaksanakannya. Dalam hal ini dijelaskan oleh Allah dalam
firman-Nya surat Al-Nahl/16: 125, sebagai berikut:
�� �$% �c�� ��(�]�~ ����#�- �b�☺Z��B�$$�#
�b���"W�☺B�$%�� �b�dA<b�B�$% 3 �PB��:T���� xmzJ�$$�# �-��
;A<=>�? HI�� ���#�- �W � ����=�? ;�☺�# H�A� ;�
p�?�%(�]�~ 3 �W ��� ����=�? �EM�:�!=P☺B�$$�# ��i��
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Ayat ini menunjukkan bahwa metode dakwah ada tiga yaitu :
pertama, dengan hikmah, yakni dengan perkataan dan juga perbuatan
(tindakan) yang tepat berdasarkan ilmu, dalam arti menyesuaikan
kepada keadaan dan kondisi zaman yang tidak bertentangan dengan
hal-hal yang dilarang Tuhan. Kedua, dengan mau’izhah hasanah yakni
dengan nasehat-nasehat yang baik, atau memberi peringatan, kata-kata,
ucapan dan teguran yang baik. Ketiga, dengan mujâdalah yakni
berdebat dengan cara yang baik, artinya adalah berdakwah dengan
mengadakan tukar pikiran yang sebaik-baiknya.
Adapun metode dakwah yang paling efektif menurut Abu Risman
adalah metode integrasi, yakni pelaku dakwah sebagai Pembina
jama’ahnya menjadi satu kebulatan dengan anggota-anggotanya. Ia
memulai, memberi contoh dan mendorong dari dalam. Bila ia di depan
memberi tauladan, jika ia di tengah menggerakkan kehendak, dan
kalau di belakang mendorong ke arah kemajuan. Dengan kata lain ia
memfungsikan dirinya sebagai uswah hasanah dengan memulai dari
diri sendiri, sebagaimana pepatah lisânu al-hâl afsahu min lisâni al-
maqâl.54
e. Media Dakwah
Media adalah segala yang membantu juru dakwah dalam
menyampaikan dakwahnya secara efektif dan efisien.55 Ia merupakan
bentuk jamak dari bahasa latin yaitu “media” yang berarti alat
perantara. Media dakwah berarti segala sesuatu hal yang tepat dan
cocok yang dapat membantu da’i (juru dakwah) dalam menyampaikan
dakwah Islamnya kepada masyarakat (mad’û).
Dalam dakwah praktis, media yang terutama adalah contoh teladan
praktek hidup yang baik para subyek dakwahnya sendiri.56
f. Tujuan Dakwah
Setiap aktivitas, usaha dan kegiatan mempunyai tujuan. Tujuan
dapat diartikan sebagai sesuatu usaha yang ingin dicapai dalam kadar
tertentu dengan segala usaha yang dilakukan. Tujuan proses dakwah
merupakan landasan seluruh aktivitas-aktivitas dakwah yang akan
dilakukan. Tujuan juga merupakan penentu sasaran strategi dan
langkah-langkah operasional dakwah selanjutnya, tanpa adanya tujuan
yang jelas pekerjaan hanya akan terhitung sia-sia. Tujuan memiliki
54 Risman, Dakwah Islam Praktis, h. 25-26. 55 Abd. Karim Zaidan, Dasar-dasar Ilmu Dakwah II (Jakarta: Media Dakwah, 1984),
Cet. ke-2, h. 225. 56 Risman, Dakwah Islam Praktis, h. 25.
empat batasan, yaitu hal yang hendak dicapai, jumlah atau kadar yang
diinginkan, kejelasan yang ingin dicapai dan ingin dituju.
Demikian dengan kegiatan dakwah, merupakan suatu rangkaian
kegiatan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, tujuan ini
dimaksudkan memberi arah, pedoman, metode bagi aktivitas dakwah,
tanpa tujuan yang jelas seluruh aktivitas dakwah akan sia-sia. Oleh
karena itu juru dakwah harus memahami tujuan akhir dari semua
kegiatan dakwah yang dilaksanakannya.
Tujuan dakwah menurut M. Arifin adalah sebagai berikut:
“Menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengamalan ajaran agama yang dibawakan oleh juru dakwah atau penerang agama”.57
Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh Toto Tasmara, bahwa
tujuan dakwah adalah untuk menegaskan ajaran Islam kepada setiap
insani baik individu maupun masyarakat sehingga ajaran tersebut
mampu mendorong suatu perbuatan yang sesuai dengan ajaran Islam
tersebut.58
Abu Risman membagi dua tujuan dakwah; yakni tujuan sementara:
agar keluarga dan kelompok/jama’ah selingkungannya terbina menjadi
sejahtera hidupnya dan tujuan akhir: mengusahakan terwujudnya
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.59
57 M. Arifin, Psikologi Dakwah (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), Ed. ke-2, Cet. ke-4, h.47. 58 Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h. 47. 59 Risman, Dakwah Islam Praktis, h. 20.
Komunikasi Bisnis
Selanjutnya untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pengertian
komunikasi bisnis, berikut penulis paparkan pengertian masing-masing:
Komunikasi
Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi yang dalam bahasa Inggrisnya ditulis dengan
communication berasal dari bahasa Latin communicatio yang bersumber
dari kata communis yang artinya sama, yakni sama makna.60 Pengertian
sederhana yang berangkat dari aktifitas dua orang yang melaksanakan
percakapan dengan catatan adanya kesamaan makna mengenai apa yang
dipercakapkan.
Secara istilah, Hovland yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendy,
memberikan definisi khusus yakni komunikasi adalah proses mengubah
perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior
of other individuals).61
Istilah lain mengenai komunikasi berangkat dari paradigma Harold
Laswell seperti dikutip Onong Uchjana Effendy yaitu komunikasi adalah
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media
yang menimbulkan efek tertentu.62
Redi Panuju mengartikan komunikasi sebagai transfer informasi
atau pesan-pesan (messages) dari pengirim pesan (komunikator) kepada
60 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2001), Cet. kelimabelas, h. 9. 61 Ibid., h. 10. 62 Ibid., h. 10.
penerima (komunikan). Dengan catatan bahwa proses tersebut bertujuan
mencapai saling pengertian (mutual understanding).63
A. M. Saefuddin memberikan makna lain mengenai komunikasi,
yaitu penyampaian informasi yang dilakukan secara lisan bahkan tertulis
(syarat atau gerak-gerak) atau melalui simbol yang diartikan dalam
kesamaan makna oleh pengiriman dan penerimaan informasi.64
Unsur-unsur Komunikasi
Sebagaimana dikemukakan pada pengertian komunikasi yang
berangkat dari paradigma Laswell (Who Say What In Which Channel To
Whom With What Effect?), maka dapat dikemukakan unsur-unsur
komunikasi sebagai berikut:
1) Komunikator (communicator, source, sender) 2) Pesan (message) 3) Media (channel, media) 4) Komunikan (communicant, communicative, receiver, recipient) 5) Efek (effect, impact, influence)65
Unsur-unsur tersebut digambarkan sebagai berikut: Komunikator ____ Pesan ____ Media ____ Komunikan ____ Dampak66 (Who) (What) (Channel) (Whom) (Effect)
Proses Terjadinya Komunikasi
Sebelum komunikator mengirimkan pesan-pesan kepada
komunikan, terlebih dahulu ia memberi makna pada pesan-pesan itu
(decode). Pesan tadi ditangkap oleh komunikan dan diberi makna sesuai
dengan konsep-konsep yang ia miliki (encode). Melalui proses
interpretasi, yakni menafsirkan makna-makna tersebut dari pelbagai sudut
63 Panuju, Komunikasi Bisnis, h. 4. 64 Saefuddin, Ada Hari Esok, h. 60. 65 Effendy, Ilmu Komunikasi, h. 10. 66 Saefuddin, Ada Hari Esok, h. 60.
pandang (perspektif), akan dihasilkan makna tertentu sesuai dengan
kerangka pengalaman (field of experiences) dan kerangka referensi (frame
of reference) yang dimiliki komunikan. Demikian seterusnya. Bila
komunikan memandang perlu untuk memberikan umpan balik (feed back)
kepada komunikator, komunikan akan terlebih dahulu memberikan
pernyataan terhadap feed back tersebut.67
Proses terjadinya komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut:68
PESAN
UMPAN BALIK (FEED BACK)
Onong Uchjana Effendy membagi proses komunikasi menjadi dua
tahap:
1) Proses Komunikasi secara primer, proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang tersebut antara lain: bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.
2) Proses Komunikasi secara sekunder, proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana
67 Panuju, Komunikasi Bisnis, h. 5. 68 Ibid., h. 5.
INTERPRETED
DECODE
ENCODE
KOMUNIKATOR
INTERPRETED
ENCODE
DECODE
KOMUNIKAN
sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.69
69 Effendy, Ilmu Komunikasi, h. 11.
Bisnis
Pengertian Bisnis
Secara bahasa, bisnis mempunyai beberapa arti; usaha,
perdagangan, toko, perusahaan, tugas, urusan, hak.70
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bisnis berarti usaha
dagang, usaha komersial dalam dunia perdagangan atau bidang usaha.71
Bisnis adalah kegiatan sistem ekonomi yang diarahkan pada
manajemen dan distribusi hasil industri dan jasa profesional, yang
mendatangkan keuntungan.72 Esensi dari kegiatan bisnis adalah suatu
kesibukan, seperti tampak juga dari dasar katanya (to be busy at). Tentu
saja dengan satu catatan bahwa kesibukan itu dimaksudkan untuk
mempunyai tujuan-tujuan yang konstruktif bagi kehidupan manusia.73
Buchari Alma seperti dikutip oleh Muhammad dan Lukman
R. Fauroni memberikan pengertian bisnis sebagai kegiatan usaha individu
yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna
mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.74
Brown dan Petrello yang dikutip juga oleh Muhammad dan
Lukman R. Fauroni mendefinisikan bisnis sebagai suatu lembaga yang
menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat.75
Sementara Tim Bisnis Pengantar STIE YKPN memberikan definisi
bisnis yang hampir senada, yaitu semua lembaga, besar atau kecil, dengan
70 Peter Salim, The Contemporary English-Indonesia (Jakarta: Modern English Press, 1991), h. 265. Lihat Muhammad dan Lukman R. Fauroni, Visi Al-Qur’an Tentang Etika dan Bisnis (Jakarta: Salemba Diniyah, 2002), Edisi Pertama, h. 60.
71 Depdikbud, Kamus Besar, h. 121. 72 Panuju, Komunikasi Bisnis, h. 4. 73 Ibid., h. 4. 74 Muhammad dan Fauroni, Visi Al-Qur’an, h. 2. 75 Ibid., h. 2.
berbagai variasi bidang kegiatan yang menciptakan barang atau jasa
dengan tujuan untuk mendapatkan laba.76
Memperhatikan ragam definisi di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa bisnis merupakan aktivitas yang cakupannya amat luas,
meliputi aktivitas memproduksi barang tambang atau pertanian dari bumi,
memproses bahan dasar hingga berguna, membuat barang jadi,
mendistribusikan barang, menyediakan jasa, menjual dan membeli barang
dagangan, ataupun aktivitas yang berkaitan dengan suatu pekerjaan untuk
memperoleh penghasilan.77
Macam-macam Bisnis
1) Berdasarkan pasar Pasar sumberdaya Pasar produk
2) Berdasarkan aliran produk dan uang a) Kelompok industry (industrial) b) Kelompok perdagangan (commercial)78
Komunikasi Bisnis
Pengertian Komunikasi Bisnis
Fenomena kemajuan di bidang komunikasi (terutama media massa) yang notabene mempengaruhi pola-pola bisnis antarmanusia, menyadarkan banyak orang betapa pentingnya memahami gejala komunikasi dalam rangka memahami gejala bisnis. Redi Panuju, penulis buku Komunikasi Bisnis bahkan berani mengatakan: “Belumlah lengkap mempelajari seluk beluk dunia bisnis jika belum mempelajari ilmu komunikasi
76 Harsono (ed.), Bisnis Pengantar (Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi YKPN, 1989), Cetakan Pertama, h. 3. 77 Gunardi Endro, Redefinisi Bisnis, Suatu Penggalian Etika Keutamaan Aristoteles,
(Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo, 1999), h. 15. 78 Ibid., h. 40.
(communication sciences).79 Suatu pernyataan yang menguatkan pendapat Leonard L. Berry yang menganggap pentingnya ilmu komunikasi dalam “ilmu bisnis”.80
Pengertian tentang komunikasi bisnis dapat kita cermati dari pernyataan bahwa bisnis dan komunikasi sama-sama memulai kegiatannya dengan melakukan produksi. Dalam komunikasi, yang diproduksi dinamakan informasi; sedangkan dalam bisnis, yang diproduksi dinamakan barang atau jasa.81
Bahkan Redi Panuju melihat dalam konteks tertentu, informasi juga termasuk barang dan jasa. Contohnya: informasi lewat surat kabar atau televisi. Kegiatan kedua, menyampaikan produk tersebut kepada pihak lain. Dalam komunikasi, pihak lain bisa disebut komunikator, audience, destination, dan seterusnya. Sementara itu, dalam kegiatan bisnis pihak lain sering disebut sebagai konsumen, klien, buyer, dan sebagainya. Ketiga, komunikasi dan bisnis sama-sama menimbulkan reaksi tertentu. Keempat, keduanya mempunyai hambatan-hambatan yang spesifik.82
Melihat gejala-gejala dari komunikasi maupun bisnis di atas, maka dapat dikatakan bahwa komunikasi bisnis adalah meliputi pengiriman dan penerimaan pesan-pesan dalam suatu organisasi, di antara dua orang, di antara sekelompok kecil masyarakat, atau dalam satu hingga beberapa bidang untuk mempengaruhi perilaku organisasi.83
Contoh kecil dari komunikasi bisnis adalah presentasi bisnis, yakni presentasi lisan yang dilakukan oleh orang-orang yang tertarik dengan penjualan gagasan, proses-proses, program, produk
79 Panuju, Komunikasi Bisnis, h. 3. 80 Ibid., h. 4. 81 Ibid., h. 6. 82 Ibid., h. 6-7. 83 Dan B. Curtis, James J. Floyd, dan Jersey L. Winsor, Komunikasi Bisnis dan
Profesional (terjemah) (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya), Cet. ke-4, Mei 2000, h. 4.
dan sebagainya yang ditujukan kepada berbagai kelompok yang memiliki kekuatan untuk merekomendasi atau melakukan keputusan-keputusan pembelian.84
Tujuan Komunikasi Bisnis
1) Menyelesaikan masalah dan membuat keputusan. Hal ini dapat dilihat dari semakin tingginya kedudukan seseorang dalam bisnis, dirinya akan semakin bergantung kepada keahlian seseorang dalam membuat keputusan dan memecahkan masalah untuk suatu keberhasilan.
2) Mengevaluasi perilaku secara efektif. Para anggota organisasi memerlukan suatu penilaian untuk mengetahui hal-hal yang akan mereka lakukan atau kapan koreksi terhadap prestasi mereka diperlukan.85
84 Ibid., h. 5. 85 Ibid., h. 6.
BAB III
PROFIL H. MUHAMMAD IKHWAN, SE
A. Riwayat Hidup
H. Muhammad Ikhwan, SE lahir di Karet Kuningan, Setiabudi, Jakarta86
tepatnya pada tanggal 9 Januari 1967.87 Ia merupakan anak kedua dari enam
bersaudara.88
Pendidikan tinggi berhasil ia tempuh dengan meraih gelar sarjana ekonomi
di Universitas Krisnadwipayana (Unkris). Hal ini merupakan kebanggaan
tersendiri, sebab seperti yang diimpikannya bahwa jika ia lulus kelak, ia ingin
segera bekerja dan ganti membalas kebaikan orangtua yang selama ini membiayai
sekolahnya.89 Untuk diketahui, ayahnya hanyalah seorang pegawai negeri.90
Memang, selama ini ada semacam stereotipe yang berkembang di masyarakat,
bahwa orang Betawi itu malas, jarang ada yang “jadi orang” (sukses), atau kalah
sukses dengan kaum pendatang.91 Itulah sebabnya, orangtuanya menyekolahkan
anak-anaknya sampai jenjang perguruan tinggi.92
Selepas mendapat gelar sarjana ekonomi pada tahun 1993, ia tak lantas
mendapat pekerjaan sebagaimana yang diimpikannya dulu. Hampir dua tahun
lamanya, ia menikmati status “pengangguran”. Baru pada tahun 1995,
keberuntungan memihak padanya dengan diterimanya ia sebagai karyawan pada
86 BISNIS KITA, Majalah Bisnis, Entrepreneurship & Leadership, Edisi : 3/1/Juni/2004, h. 23.
87 $UKSE$, Majalah Bulanan; Kemandirian Karir & Finansial. Vol. XV, 20 Juni-20 Juli 2003/Th. 2, h. 12.
88 BISNIS KITA, Majalah Bisnis, h. 27. 89 Ibid., h. 27. 90 $UKSE$, Majalah Bulanan, h. 10. 91 BISNISKITA, Majalan Bisnis, h. 27. 92 Ibid., h. 27.
salah satu bank swasta di Jakarta93 dengan gaji Rp. 700 ribu yang dinilainya tidak
bisa diandalkan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Lebih-lebih mengubah
hidup.94
Pada awalnya ia bersyukur karena telah mendapat pekerjaan. Namun,
seiring perjalanan waktu, ternyata ia merasa tidak enjoy bekerja di sana.
Alasannya, selain soal rutinitas kerja dan banyaknya menghadapi birokrasi,
ternyata ia juga masih memendam impian untuk hidup lebih baik.95 Hingga
akhirnya datanglah teman semasa kecil yang dulu tinggal di dekat rumah
keluarganya, Hermawan namanya.96
Teman semasa kecil inilah yang akhirnya memperkenalkan sebuah
peluang usaha yang dikatakannya sebagai bisnis bagus yang bisa mengubah hidup
menjadi lebih baik, yakni bisnis Multi Level Marketing (MLM) CNI. Namun
berkali-kali ditawarkan, tidak lantas membuat hati sarjana ekonomi ini tertarik.
Sebab, bisnis MLM sebagaimana ia dengar umumnya “mengerikan”. Belum lagi
ia memandang susah untuk menjual produknya, mahal dan tidak menjanjikan
materi dan sebagainya.97 Di samping itu, ia merasa tidak memiliki bakat bisnis
dan tidak bias menjual.98
Namun, ternyata kawan kecilnya ini sangat gigih dalam “memprospek”,
sehingga pada tawaran ke sembilan, ia tidak menolak. Ikhwan, demikian sapaan
93 Ibid., h. 27. 94 $UKSE$, Majalah Bulanan, h. 11. 95 BISNISKITA, Majalah Bisnis, h. 27. 96 Ibid., h. 27. 97 Ibid., h. 27. 98 $UKSE$, Majalah Bulanan, h. 11.
akrabnya, mengikuti ajakan pertemuan besar CNI di Hotel Ibis Jakarta, 15 Mei
1995.99
Tanggal 16 Mei 1995 merupakan hari bersejarah buat Ikhwan, karena pada
hari itulah ia resmi bergabung dengan CNI.100
Saat ini, H. Muhammad Ikhwan, SE hidup bahagia bersama sang isteri
tercinta, Azizah Dahlia, yang setia menemani dan mendukung bisnisnya di MLM
CNI sejak sebelum menikah.101 Mereka dikaruniai dua orang putra-putri :
Muhammad Aflah Rizki Azwan (6 tahun) dan Nabila Cilla Adawiah Azwan (2
tahun).102
B. Aktivitas di CNI
Sebagaimana disinggung di muka, H. Muhammad Ikhwan, SE bergabung
dengan MLM CNI pada tanggal 16 Mei 1995 setelah “diprospek” oleh teman
karibnya semasa kecil. Teman inilah yang telah membuka mata hati Ikhwan,
bahwa hidup lebih dari sekadarnya itu bisa didapatkan kalau dia bergabung
dengan CNI, sebuah perusahaan MLM ternama. Bahkan di kantornya, Ikhwan
semakin gelisah, karena tuntutan untuk mengubah hidup kian sering mengganggu
pikirannya.103
Akhirnya Ikhwan memutuskan untuk bergabung menjadi distributor MLM
CNI setelah iseng-iseng mengikuti kegiatan mitra usaha CNI yang diadakan
temannya tadi. Dari situlah ia melihat kenyataan, ternyata banyak orang yang
berkeinginan seperti dirinya yakni mengubah hidup menjadi lebih baik. Tak
99 Ibid., h. 11. 100 BISNISKITA, Majalah Bisnis, h. 27. 101 Ibid., h. 29. 102 Ibid., h. 24. 103 Ibid., h. 27.
peduli mereka berlatar belakang apa, tetapi kalau orang itu mengerti dan ulet, dia
niscaya berhasil. Tekad mereka untuk mengubah hidup inilah yang membuatnya
tergugah.104
Hal yang pertama kali dipelajari Ikhwan setelah bergabung dengan MLM
CNI ialah sistemnya. Bagi Ikhwan, hal tersebut penting karena kalau hanya
mengetahui produk tanpa mengetahui sistemnya adalah percuma saja. Sebab, di
bisnis MLM ini intinya adalah menjual produk105 sehingga mempelajari sistem
bisnis adalah merupakan hal yang niscaya. Dan sebagai seorang sarjana ekonomi,
Ikhwan tidak mendapat kesulitan untuk mempelajari sistem bisnis MLM CNI
lewat training yang diadakan oleh upline dan manajemen CNI.
Bersama Azizah Dahlia, calon isterinya waktu itu, Ikhwan mulai
berkiprah. Ia kemudian mendatangi tetangga, teman dan kerabat dekat untuk
mengenalkan kepada mereka apa itu bisnis MLM CNI; dari arena kumpul-kumpul
keluarga, arisan sampai pertemuan yang diatur dengan beberapa orang. Tapi,
ketika itu hasilnya belum tampak. Bahkan kerap membuat hati pilu karena masih
ada orang yang tak mengerti dan mencemooh bisnis ini.106
Memang dalam perjalanannya sebagai seorang distributor MLM CNI,
Ikhwan kerap kali menghadapi berbagai tantangan, dari mulai penolakan,
ketidakpercayaan terhadap bisnis ini, ataupun sikap meremehkan terus datang
bertubi-tubi. Ia juga pernah mengundang 30 orang untuk suatu presentasi, tapi tak
satupun mereka yang hadir. Atau sebaliknya, “Banyak yang datang, tapi tak
satupun bergabung”, ujarnya.107
104 Ibid., h. 27. 105 Ibid., h. 27. 106 Ibid., h. 29. 107 $UKSE$, Majalah Bulanan, h. 12.
Tidak hanya itu saja, Ikhwan bahkan pernah mengalami peristiwa yang
sulit dilupakan. Saat pulang dari rumah upline, sekitar pukul 01.30, motor yang
dikendarainya slip dan jatuh di tengah hujan deras. Bahkan motornya pun mogok,
sehingga Ikhwan terpaksa menuntunnya sambil berjalan kaki sampai ke rumah.108
Namun --seperti yang sering dikatakannya dalam setiap pertemuan bisnis
CNI-- sebagai orang beriman ia mencoba melalui itu semua dengan cara-cara
terbaik yang diridhoi Tuhan. Baginya, cemoohan dan hinaan orang lain justru
menjadi parameter keseriusan dan mempertajam doa untuk kesuksesan. Ikhwan
percaya, Tuhan juga tak akan pernah membebani hamba-Nya dengan masalah
yang tak mampu ditanggungnya.109
Setelah satu bulan pertama bergabung, komisi yang diterimanya terbilang
kecil, hanya Rp. 3.000. Tetapi kemudian Ikhwan berpikir, kalau hanya dia seorang
komisinya segitu, bagaimana kalau ia mengajak orang lebih banyak? Pasti
komisinya bertambah. Apalagi kalau orang yang dia ajak itu juga berhasil
mengembangkan jaringan. Maka, komisinya makin bertambah besar lagi.110
Memang pada awal menjalankan bisnis ini, Ikhwan boleh dikata
menduakan pekerjaan, karena statusnya sebagai karyawan bank swasta masih
disandangnya. Sementara itu, bisnis CNI dijalankannya secara sambilan --seusai
kerja. Pulang ke rumah larut malam, sekitar pukul 12 malam atau pukul 1.00 dini
hari. Begitupun hari libur, yang seyogianya buat keluarga, dihabiskan untuk
mengikuti pelatihan, melakukan home sharing dan sebagainya.111
108 Ibid., h. 12. 109 BISNISKITA, Majalah Bisnis, h. 29. Lihat juga CNI News (Jakarta: PT. Citra Nusa
Insanpurnama), Edisi Maret 2004, h. 6. 110 Ibid., h. 6. 111 $UKSE$, Majalah Bulanan, h. 12.
Ketika bonusnya di CNI mencapai 2,5 juta, Ikhwan langsung mem-PHK
dirinya dari bank tempatnya bekerja selama ini.112 Hal ini mengingat ia sudah
tidak merasa enjoy lagi bekerja di sana di samping ingin lebih memfokuskan diri
untuk berbisnis di MLM CNI.
Perlahan namun pasti, Ikhwan pun mulai menapak posisi demi posisi di
MLM CNI. Dari semula tercata sebagai Unit Manager (Juni 1995), dua bulan
kemudian sudah menjadi Gold Agency Manager. Tak berhenti di situ, Ikhwan
terus melaju sebagai Ruby Agency Manager (1996), Pearl Agency Manager
(1997), Diamond Agency Manager (1999), Double Diamond Agency Manager
(2000) dan Crown Agency Manager (2001).113 Karenanya Ikhwan dinobatkan
sebagai peraih posisi CAM tercepat di MLM CNI.114
Selain posisi tersebut di atas, Ikhwan pun mendapatkan komisi prestasi
hasil kerja kerasnya di MLM CNI, antara lain : Komisi Kepemilikan Sepeda
Motor (1995, yang kemudian dibelikan mobil Daihatsu Espass), Komisi
Kepemilikan Mobil (1998), Komisi Kepemilikan Mobil Mewah I (1999), Komisi
Kepemilikan Rumah (1999), Komisi Kepemilikan Rumah Mewah II (2001) dan
Komisi Kepemilikan Mobil Mewah II (2003).115 Sementara Komisi Religi berupa
menunaikan ibadah Haji ke Baytullah dia raih pada tahun 2002.116
Kini, dalam posisinya sebagai Crown Agency Manager, Ikhwan tidak
perlu bersusah payah mencari anggota (downline) seperti yang dulu dilakoninya.
Dengan 13 kaki (jaringan) yang dimilikinya, lelaki yang kerap dipanggil Pak Haji
oleh orang-orang dekatnya ini, sekarang lebih berfokus kepada pembinaan dan
112 Ibid., h. 12. 113 BISNISKITA, Majalah Bisnis, h. 29. 114 $UKSE$, Majalah Bulanan, h. 12. 115 BISNISKITA, Majalah Bisnis, h. 25. 116 Ibid., h. 29.
pengembangan jaringan. Sebagai leader, Ikhwan memang dituntut memberi
tauladan dan motivasi kepada mitra usahanya yang tersebar di seluruh
Indonesia.117
Untuk memberi motivasi terhadap mitra usahanya tersebut, Ikhwan sering
menggelar acara pembinaan setiap bulan di Gedung Tenis Indoor, Senayan,
Jakarta Pusat118 tepatnya setiap hari Minggu keempat tiap bulannya.
Dalam acara pembinaan tersebut, Ikhwan sering memberikan kuliah
bagaimana berbisnis MLM dengan benar, tak hanya sistemnya tapi juga
produknya, bagaimana caranya membuat jaringan, mengatur kelompok atau
mengatasi masalah bagi kelompok jika mereka menemui kendala-kendala di
lapangan, seperti anggapan susah cari jaringan atau anggapan produk CNI yang
mahal,119 dan kiat suksesnya berbisnis di MLM CNI terhadap mitra usahanya,
sehingga dapat diambil sebagai pelajaran. Mengenai rahasia suksesnya tersebut,
Ikhwan mengatakan:
“Bisnis ini memang bisnis perjuangan diri, keluarga dan antar mitra. Tidak mungkin kita bisa sukses di bisnis ini tanpa ketulusan. Kuncinya adalah ketulusan dan mengayomi grup dengan baik itu kuncinya.120
Ikhwan mengakui, untuk membentuk mereka (mitra usaha) --membentuk
leadership--, dibutuhkan disiplin yang lebih baik, sikap yang baik121 dari seorang
leader yang menjadi panutan dan contoh teladan bagi mitra usahanya. Sehingga
dari sanalah akan lahir leader-leader baru sebagai hasil penduplikasian. Dan hal
117 Ibid., h. 24. 118 $UKSE$, Majalah Bulanan, h. 10. 119 BISNISKITA, Majalah Bisnis, h. 30. Soal produk mahal, Ikhwan mempunyai
argumentasi sendiri. Menurutnya, produk itu mahal karena memang manfaat dari produk tersebut memiliki nilai lebih dari pada produk sejenis lainnya.
120 Ibid., h. 25. Lihat juga CNI News (Jakarta: PT. Citra Nusa Insanpurnama), Edisi Maret 2004, h. 30.
121 Ibid., h. 31.
ini dipraktekkan Ikhwan dengan tidak memilah mitra usahanya, karena mengingat
mereka berasal dari beragam latar belakang. Ikhwan justru melakukan pendekatan
sahabat.122 Bergaul dengan masyarakat kelas menengah ke bawah baginya bukan
barang baru, karena sejak muda ia kerap bergaul dengan mereka sehingga
pendekatannya pun menjadi lebih mudah.123
Untuk mencapai sukses seperti yang diraihnya sekarang ini, Ikhwan dalam
setiap kesempatan senantiasa memberikan pesannya kepada mitra usahanya --
terlebih anggota yang baru bergabung--, yakni sebagai berikut:
• Tidak ada masa depan cerah jika kita tidak berani mengambil keputusan dan
komitmen dengan satu MLM (CNI). Jangan dengarkan orang lain yang
mempengaruhi/menjauhi impian Anda. Kita patut bersyukur bergabung di
MLM yang sudah terbukti belasan tahun sebagai kendaraan mencapai sukses.
Tak perlu menoleh kanan-kiri karena hanya menguras tenaga dan terkadang
membuat kita hidup dengan pikiran goyah. Di CNIlah tempat yang tepat untuk
menggali potensi diri.
• Genggam terus impian. Jangan lepaskan walaupun saat ini hasil yang tercapai
belum besar.
• Tiada kata gagal, kecuali cepat berhenti dan tidak terus berlari mendekati
impian.
• Terus belajar dan terus mencoba. Bantu mitra usaha agar cepat terjadi
penduplikasian yang baik, sehingga sistem jaringannya pun berjalan
sempurna.
122 Ibid., h. 31. 123 Ibid., h. 31.
• Jadikan cemoohan dan hinaan orang lain sebagai parameter keseriusan dan
mempertajam doa untuk kesuksesan kita.124
Ikhwan juga senantiasa menekankan kepada mereka, bahwa mereka akan
dapat kesempatan memperoleh pendidikan, dibimbing dan dituntun125 oleh para
leader. Untuk diketahui, bahwa pendidikan yang diselenggarakan oleh MLM CNI
selain lewat acara pembinaan dan motivasi, juga lewat training-training, yang
dipandang Ikhwan sebagai proses pembelajaran. Di mana mitra usaha CNI belajar
bagaimana menghadapi kendala-kendala yang sering menimpa mereka, terutama
distributor yang baru saja menekuni bisnis ini. Di tempat pelatihan ini pula,
mereka mendapat masukan, ide, dan motivasi dari leader dan sesama jaringan
untuk tak merasa putus asa.126
Dan secara perlahan, --sebagai hasil dari usaha pembinaan tersebut-- mulai
muncullah di jaringannya leader-leader yang mengikuti jejaknya. Mereka --yang
notabene berasal dari kalangan dengan beragam latar belakang-- antara lain: Sri
Murni (posisi PAM, sekretaris H. Muhammad Ikhwan, SE), Zenith Sadpalardi
(posisi DAM, mantan tukang bantal), M. Amin (posisi PAM, mantan kurir
pengantar surat), Mat Zeni (posisi DAM, mantan tukang sol sepatu), Wahyu
Komsaeni (posisi PAM, guru Ikhwan semasa SMA), Asti Asmodiwati (posisi
PAM, mantan artis penyanyi), Baedillah (posisi PAM, adik lelaki Ikhwan),127
Indra Dwi Kurniawan (posisi PAM, alumni Universitas Gunadarma) dan lain-lain.
Mencermati hal di atas, kiranya patut direnungkan filosofi Ikhwan bahwa
semua manusia terlahir untuk sukses, katanya lebih lanjut:
124 Ibid., h. 25. 125 Ibid., h. 31. 126 Ibid., h. 27. 127 Ibid., h. 24.
“Sebagai manusia, kita dilahirkan dengan berbagai potensi diri dan kemampuan. Kita adalah insan luar biasa yang pasti sanggup menghadapi rintangan dan kesulitan yang muncul, asal kita mau bekerja keras untuk itu.128
128 Ibid., h. 24.
BAB IV
ANALISA NILAI-NILAI DAKWAH DALAM KOMUNIKASI BISNIS
H. MUHAMMAD IKHWAN, SE
Setelah pengumpulan data berupa pengertian dakwah dan
komunikasi bisnis berikut profil H. Muhammad Ikhwan, SE, selanjutnya
penulis menganalisis komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE yang
berupa statemen-statemen dan metode 4 langkah dengan mengelaborasi
lebih lanjut kaitannya dengan nilai-nilai dakwah sebagai berikut:
A. Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE
1. Statemen H. Muhammad Ikhwan, SE
a. “…Tuhan tidak akan pernah membebani hamba-Nya dengan masalah yang tak mampu ditanggungnya………………Untuk mencapai posisi seperti sekarang ini, saya juga berangkat dan memulai semuanya dengan keyakinan di atas”.129 (kode a)
b. “Segala kesulitan pasti ada jalan keluarnya dan segala musibah pasti ada hikmah dan manfaat di dalamnya”. 130 (kode b)
c. “Tuhan Tidak Merubah Nasib Suatu Kaum Sehingga Mereka Merubahnya Sendiri”. Demikian pameo/jargon yang terpampang dalam setiap acara pertemuan bisnis di jaringan H. Muhammad Ikhwan, SE. (kode c)
d. “Sebagai manusia, kita dilahirkan dengan berbagai potensi diri dan kemampuan. Kita adalah insan luar biasa yang pasti sanggup menghadapi rintangan dan kesulitan yang muncul, asal kita mau bekerja keras untuk itu”.131 (kode d)
e. “Saya mencoba melalui itu semua dengan cara-cara terbaik yang disukai Tuhan. Sebab, Dialah yang akan mengangkat derajat kita sebagai manusia. Dengan segala rendah hati dan menanamkan prasangka baik terhadap segala hal yang terjadi. Berpikir positif terhadap segala kesulitan dan menganggapnya sebagai bagian dari investasi berharga untuk menjadi seorang maha bintang. ………
129 BISNISKITA, Majalah Bisnis, Entrepreneurship & Leadership, Edisi: 3/Juni/2004,
h. 24. 130 Ibid., h. 24. 131 Ibid., h. 24.
Saya bertahan untuk terus dan terus melakukannya, karena untuk sukses berarti kita sanggup membiasakan diri melakukan yang terbaik”.132 (kode e)
f. “Bisnis ini memang bisnis perjuangan diri, keluarga dan antar mitra. Tidak mungkin kita bisa sukses di bisnis ini tanpa ketulusan. Kuncinya adalah ketulusan dan mengayomi grup dengan baik itu kuncinya”.133 (kode f)
g. “Tidak ada masa depan cerah jika kita tidak berani mengambil keputusan dan komitmen. … Jangan dengarkan orang lain yang mempengaruhi/menjauhi impian Anda”.134 (kode g)
h. “Genggam terus impian. Jangan lepaskan walaupun saat ini hasil yang tercapai belum besar”.135 (kode h)
i. “Tiada kata gagal, kecuali cepat berhenti dan tidak terus berlari mendekati impian”.136 (kode i)
j. “Terus belajar dan terus mencoba. Bantu mitra usaha agar cepat terjadi penduplikasian yang baik, sehingga sistem jaringannya pun berjalan sempurna”.137 (kode j)
k. “Jadikan cemoohan dan hinaan orang lain sebagai parameter keseriusan dan mempertajam doa untuk kesuksesan kita”.138 (kode k)
2. Metode 4 Langkah
Poin-poin yang terdapat dalam Metode 4 Langkah sebenarnya
merupakan nilai-nilai khas MLM. Namun, H. Muhammad Ikhwan, SE telah
berhasil mengkodifikasi dan merumuskannya sehingga melembaga menjadi
Metode 4 Langkah dengan spirit dan sentimen religi. Dalam praksisnya,
Metode 4 Langkah ini diintroduksikan kepada anggota jaringannya sebagai
basis pemahaman mengikuti bisnis MLM CNI.139 Metode 4 Langkah yang
dimaksud adalah:
a. Fisik
132 Ibid., h. 24. 133 Ibid., h. 24. Lihat juga CNI News (Jakarta: PT. Centra Nusa Insanpurnama), Edisi
Maret 2004, h. 30. 134 Ibid., h. 25. 135 Ibid., h. 25. 136 Ibid., h. 25. 137 Ibid., h. 25. 138 Ibid., h. 25 139 Modul Pelatihan Bisnis Kelompok H. Muhammad Ikhwan, SE, tp., tt.
Dalam metode yang pertama ini, H. Muhammad Ikhwan, SE
mengingatkan bahwa fisik manusia terbatas kemampuannya. Jika semasa
muda masih kuat dan mampu untuk mengerjakan pekerjaan yang berat, namun
lambat laun seiring dengan bertambahnya usia, maka kemampuan fisikpun
semakin menurun sementara kebutuhan sehari-hari semakin meningkat.
(kode l)
b. Usia
H. Muhammad Ikhwan, SE mengingatkan bahwa usia/umur manusia
merupakan hal yang misterius; tiada seorang pun yang tahu kapan dia akan
meninggalkan dunia ini, sedangkan kematian merupakan hal yang pasti.
Metode yang kedua ini terinspirasi dari firman Allah SWT dalam Sûrah
al-‘Ankabût/29: 57:
-��g c�BD�� b���&%�} �Y"W�☺B�$% 3 �Y � $�dB(���� *`W ��"0 � ��O�
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kemudian hanyalah
kepada Kami kamu dikembalikan”.
Sehingga harus dipersiapkan warisan untuk keluarga tercinta agar tidak
memberatkan hidup mereka sepeninggalnya. Antisipasi dini dengan menekuni
bisnis untuk mempersiapkan warisan bagi keluarga yang ditinggalkan.
(kode m)
c. Cita-cita
Setiap individu memiliki cita-cita. Dalam hal ekonomi, masing-masing
memiliki keinginan untuk hidup mapan yang dinyatakan dengan: rumah yang
memadai, kendaraan guna memudahkan segala urusan, sandang pangan yang
cukup serta kebutuhan hidup lainnya yang tercukupi juga. (kode n)
d. Pengabdian
Selain cita-cita untuk hidup lebih baik di atas, manusia juga
mempunyai kecenderungan untuk berbagi dengan sesama maupun
lingkungannya dengan jalan mengabdikan diri. Sebagai makhluk sosial,
manusia ingin melakukan partisipasi aktif dalam komunitasnya antara lain
kepada sesama, lingkungan, keluarga, orang tua, negara bahkan agama;
dengan kata lain ingin memberikan yang terbaik.140 (kode o)
B. Nilai-nilai Dakwah Yang Berhubungan Dengan Komunikasi Bisnis
H. Muhammad Ikhwan, SE
Adapun nilai-nilai dakwah yang berhubungan dengan komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE adalah sebagai berikut:
1. Tawhîd
2. Sabar
3. Ikhlâs
4. Istiqâmah
5. Akhlâq
Hubungan nilai-nilai dakwah dengan komunikasi bisnis H. Muhammad
Ikhwan, SE dapat diketahui melalui tabel frekwensi di bawah ini dengan rumus :
p = x 100%
di mana p = prosentase, F = frekwensi data dan N = jumlah data yang dimaksud.
Tabel 1
Frekwensi Nilai-nilai Dakwah dalam Komunikasi Bisnis
N = 14
No. Nilai Dakwah Komunikasi Bisnis Frekwensi
1. Tawhîd Kode a, c 14,3 2. Sabar Kode b, h, k 21,4
140 Ibid.
_F_ N
3. Ikhlâs Kode f 7,1 4. Istiqâmah Kode e, g, i, j 28,6 5. Akhlâq Kode l, m, n, o 28,6 Jumlah 14 100%
Dari tabel frekwensi nilai-nilai dakwah dalam komunikasi bisnis
H. Muhammad Ikhwan, SE di atas, dapat diketahui bahwa komunikasi bisnis
H. Muhammad Ikhwan, SE yang berhubungan dengan Istiqâmah dan Akhlâq
(kode e, g, i, j, l, m, n, o) memiliki porsi yang seimbang dan merupakan
mayoritas, yakni masing-masing sebanyak 28,6% disusul dengan Sabar (kode b,
h, k) sebagai juru kunci sebanyak 21,4%, sedangkan Tawhîd berada di posisi
ketiga dengan frekwensi sebanyak 14,3% dan posisi terakhir berhubungan dengan
ikhlâs (kode g) yakni sebanyak 7,1%.
Untuk lebih memahami apa yang dimaksud dengan nilai-nilai dakwah
yang berhubungan dengan komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE, berikut
penulis paparkan nilai-nilai dakwah dimaksud:
a. Tawhîd
Term Tawhîd diketahui sebagai “Keyakinan akan keesaan Allah” yang
nampak dari credo kaum Muslimin : “Lâ Ilâha illa Allah” (Tiada Tuhan selain
Allah). Ia merupakan inti dan dasar dari seluruh tata nilai dan norma Islam yang
karenanya Islam dikenal sebagai agama Tauhid yakni agama yang mengesakan
Allah SWT. Ekspresi Tauhîd ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam Sûrah
al-Baqarah/2: 163:
"#�ZPT������ >T���� x:��[�� 3 _5 �>T���� t5�� �W � ;T�☺=>�0�$%
����>�0�$% ���r�
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; Tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”.
b. Sabar
Dalam mengarungi kehidupan, adakalanya seseorang berhadapan dengan
hal-hal yang tidak disukainya seperti musibah, cobaan, maupun hal-hal yang
dirasakan sebagai beban yang menghimpit hidupnya yang selanjutnya akan
memberi dampak penyakit psikologis seperti stres, pemarah, emosional dan
penyakit psikis lainnya.
Islam memberikan terapi hati untuk meminimalisir atau bahkan untuk
menghindari penyakit-penyakit psikologis tersebut yang dikenal dengan term
sabar. Dengan sabar, maka seseorang akan terlatih untuk mengendalikan emosi
ketika berhadapan dengan berbagai permasalahan hidup.
Allah SWT berfirman dalam Sûrah Luqmân/31: 17:
�x/�]T�R m��V�? �/W���8�$% "09)?�� 1$�0 �☺B�$$�# �> �$%�� �;�
r0�Zd☺B�$% um�=�$%�� ��� &$�9 ���#$A��? 3 HI�� ����[�} =;�9 �� �� -W9�G$% ��O�
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang
baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”.
Allah SWT juga mencintai orang yang sabar sebagaimana disebutkan
dalam Sûrah Âli ‘Imrân/3: 146:
,&$%�� K����L �EM�um�T�8�$% ���� “Allah menyukai orang yang sabar”.
c. Ikhlâs
Nilai yang paling dituntut dalam segala aktifitas seorang muslim adalah
keikhlasan, yakni semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT dengan tanpa
mengharapkan imbalan materi maupun non-materi berupa pujian, publikasi
maupun penghargaan duniawi lainnya. Makna ikhlas sendiri ialah mengerjakan
semua amal ibadah, ketaatan dan perbuatan semata-mata kepada Allah SWT
untuk mendekatkan diri dan memperoleh keridhaan-Nya. Bukan untuk tujuan-
tujuan yang lain seperti berpura-pura mengerjakan ketaatan, menampilkan diri di
hadapan orang banyak, mengharap pujian orang, atau tamak untuk mendapatkan
suatu pemberian.141
Dengan ikhlas dalam segala tindakannya, maka seorang muslim akan
terhindar dari sifat riya' sebagai kebalikan dari sifat ikhlâs, yakni ingin terlihat di
hadapan manusia sebagai orang yang telah melakukan perbuatan baik. Ikhlas
dalam berbuat ini berlandaskan kepada firman Allah SWT dalam Sûrah
al-Bayyinah/98: 5:
&$�9�� 3%D���m��? t5�� 3%�:] �(�� J&$% �Eo18��BR ?�& �EM�n$&$%
��&$⌧D�d> 3%W☺(m�R�� �/W���8�$% 3%W � �R�� �/W⌧gH��$% ����[�}��
;R�� �b�☺����B�$% ���
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.
d. Istiqâmah
Syarat dari kesuksesan dalam setiap aktivitas yang dilakukan oleh seorang
muslim adalah adanya kesinambungan yang tidak terputus sehingga menjadi suatu
rutinitas. Islam sangat menekankan hal ini dengan term Istiqâmah, yakni
berpegang teguh, teguh pendirian.
141 Habib Abdullah Haddad, Nasehat Agama dan Wasiat Iman (Terjemah) (Bandung:
Gema Risalah Press, 1993), Cetakan Ketiga, h. 469.
Allah SWT sangat menekankan sikap istiqâmah dalam setiap aktivitas
seorang muslim seperti difirmankan-Nya dalam Surah Hûd/11: 112:
"Ym��!~$$�) &$�☺⌧g AY"0�9�? ;�9�� ��$�� ��� �9 45�� 3%"W�=^�� k>����
$�☺�# *`W ��☺ �� u018�# ���i� “Maka tetaplah kamu dalam jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan
kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
e. Akhlâq
Sebagai seorang muslim, maka dalam setiap ucapan, tingkah laku dan
perbuatannya harus seiring dengan tuntunan ajaran Islam. Dalam hubungannya
dengan sesama manusia, maka akhlâq sangat menentukan kualitas kepribadian
seseorang dalam hidupnya. Dengan akhlaq yang terpuji, menandakan bahwa ia
adalah seorang muslim sejati yang dapat merealisasikan ajaran-ajaran Islam dalam
tata kehidupannya.
Rasulullah SAW bersabda:
�5 8ن�ا�ال6 �ر�ا �/5 &ب3ل" ال+)س ل"1)� #�0 ) ال0/+- ال/�.-#�, وأ +* آ�)'� &ا% إ#"�ر ذ اب8
“Bertaqwalah kepada Allah di mana saja kamu berada dan ikutilah
perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya akan menghapusnya serta perlakukanlah manusia dengan akhlaq yang baik”.142
C. Analisis Nilai-nilai Dakwah dalam Komunikasi Bisnis H. Muhammad
Ikhwan, SE
1. Tawhîd
Komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE yang berhubungan
dengan nilai Tawhîd dapat dicermati dari statemennya sebagai berikut:
a. “... Tuhan tak akan pernah membebani hamba-Nya dengan masalah yang tak mampu ditanggungnya... Untuk mencapai posisi seperti sekarang ini, saya juga berangkat dan memulai semuanya dengan keyakinan di atas”.143 (kode a)
b. “Tuhan Tidak Merubah Nasib Suatu Kaum Sehingga Mereka Merubahnya Sendiri”. Demikianlah pameo/jargon yang terpampang dalam setiap acara pertemuan bisnis di jaringan H. Muhammad Ikhwan, SE. (kode c)
142 Al-Sayyid Ahmad al-Hasyimiy, Tarjamah Mukhtârul Ahâdîts (Bandung: Alma’arif,
1996), Cet. ke-7, h. 15. 143 BISNISKITA, Majalah Bulanan, h. 24.
Salah satu sifat Allah SWT adalah Rahmân, yang berarti Maha
Pengasih. Sifat Rahmân Allah SWT tersebut dapat kita cermati dari
harmonitas alam yang masing-masing berjalan sesuai dengan takdirnya.
Dalam masalah pemenuhan kebutuhan hidup, tidak ada satu makhluk pun
yang tidak dipenuhi kebutuhan hidupnya, seperti ditegaskan oleh Allah SWT
dalam firman-Nya di Sûrah Hûd/11: 6:
$�9�� ;�9 �b�#&%�� �E �F"-2G$% t5�� ��� s&$% $�P VB�-
���� �R�� $���0���2<9 $�P���"W�2<9�� ���g �E
��T�!1@ ?Eo��Q9 ���
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lawh Mahfûzh)”.
Statemen H. Muhammad Ikhwan, SE tersebut di atas (kode a) juga
menegaskan sifat Rahmân Allah SWT terhadap hamba-hamba-Nya dengan
tidak memberikan beban atau masalah yang tidak mampu ditanggungnya. Hal
ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam Sûrah al-Baqarah/2: 286:
45 %�{��ZR ,&$% $ <BD�� t5�� $�P� ~� �i��
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya”.
Sehingga kesulitan apapun, bagi seorang Muslim bukanlah merupakan
penghalang untuk tetap berkarya, berprestasi dan berusaha untuk menjadi
manusia yang lebih baik (insân kâmil). Ia akan memandang bahwa segala
kesulitan itu adalah merupakan batu loncatan menuju tangga kesuksesan hidup
sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT dalam Sûrah Alam Nasyrah/94: 6:
HI�� ���9 �u=¢ B�$% %du=¢� ���
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.
Dalam menjalani kehidupannya, hendaknya seorang Muslim
mempunyai keyakinan bahwa hanya Allah SWT saja yang menjadi tujuan
hidupnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Sûrah Âli ‘Imrân/3: 159:
%�}���) A\B9�Q� "�Jg�W�!�) ��� s&$% ���j�
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah”.
Sehingga ketika mendapatkan suatu kenikmatan, maka ia tidak terlupa
kepada Sang Pemberi Nikmat: Allah SWT, begitu pun ketika ia mendapatkan
suatu musibah maupun cobaan berat yang menimpanya, maka ia akan
mengembalikannya kepada Allah SWT. Oleh karenanya, dalam ajaran Islam
ada kalimat yang dikenal dengan kalimat Istirjâ' :
نا:ور �) إل�ن)% واإن
Allah SWT berfirman dalam Sûrah al-Baqarah/2: 156:
�EM�VJ&$% &%�}�� YP 2�£TA��? b���18Q9 3%XW��$�V $���� �& &$������ �>B(���� �IW 1�[�- �����
“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan : Innaa Lillaahi wa Innaa Ilaihi raaji'uun”.
Untuk itulah, sebagai seorang Muslim, H. Muhammad Ikhwan, SE
berangkat dari keyakinan bahwa Allah SWT sebagai tumpuan hidupnya.
(kode a).
Keyakinan bahwa Allah SWT sebagai tumpuan hidupnya inilah, akan
membawa sikap lebih lanjut pada seorang Muslim, bahwa Allah SWT akan
mengubah nasib dirinya jika ia mau mengubahnya sendiri (kode e)
sebagaimana difirmankan-Nya dalam Al-Qur'an Sûrah al-Ra’d/13 :11:
t`�� J&$% 45 ume0�R $�9 9w"W���# xyz�> 3%�ume0�R $�9
"Y{1|�D��S�# ���� “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga
mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Tabel 2
Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE
Yang Berhubungan dengan Nilai Tawhîd
No. Statemen Nilai Dakwah Tentang Tawhîd
1. Kode a, c 5 %�{��ZR ,&$% $ <BD�� t5�� $�P� ~� �i��
%�}���) A\B9�Q� "�Jg�W�!�) ��� s&$% ���j�
t`�� J&$% 45 ume0�R $�9 9w"W���# xyz�>
3%�ume0�R $�9 "Y{1|�D��S�# ����
2. Sabar
Komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE yang berhubungan
dengan nilai sabar dapat dicermati dari statemennya sebagai berikut :
a) “Segala kesulitan pasti ada jalan keluarnya dan segala musibah pasti ada hikmah dan manfaat di dalamnya”.144 (kode b)
b) “Genggam terus impian. Jangan lepaskan walaupun saat ini hasil yang tercapai belum besar”.145 (kode h)
c) “Jadikan cemoohan dan hinaan orang lain sebagai parameter keseriusan dan mempertajam doa untuk kesuksesan kita”.146 (kode k)
Dalam meniti tangga kesuksesan, maka dalam prosesnya setiap
manusia pasti akan menemui cobaan berupa kendala, rintangan yang akan
mengiringi setiap apa yang dia usahakan. Islam mengajarkan kepada umatnya
untuk senantiasa bersabar ketika menghadapi cobaan semacam ini.
144 Ibid., h. 24. 145 Ibid., h. 24. 146 Ibid., h. 24.
Allah SWT berfirman dalam Sûrah Luqmân/31: 17:
um�=�$%�� ��� &$�9 ���#$A��? 3 HI�� ����[�} =;�9 �� �� -W9�G$%
��O�
“... dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)”.
Tidak hanya sifat sabar saja yang mesti dimiliki oleh setiap Muslim,
namun harus diperkuat dengan semakin sering berkomunikasi dengan Allah
SWT melalui do'a dan tekun beribadah (salât), sehingga sikap mental dan
ruhani tetap seimbang sebagaimana firman Allah SWT dalam Sûrah al-
Baqarah/2: 45:
3%Wd�� �2~$%�� �u"��8�$$�# /W���8�$%�� $b{H¤����
¥/�u0���Z�� t5�� ��� �Eo� ��T�RB�$% ���
“Jadikanlah sabar dan salât sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya
yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu”.
Dengan sikap sabar inilah, maka ia akan memandang bahwa dalam
setiap kesulitan terdapat hikmah di baliknya dan bahwa kegagalan itu
merupakan batu loncatan menuju tangga kesuksesan.
Firman Allah SWT dalam Sûrah Alam Nasyrah/94: 6:
HI�� ���9 �u=¢ B�$% %du=¢� ��� “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.
Tabel 3
Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE
Yang Berhubungan dengan Nilai Sabar
No. Statemen Nilai Dakwah Tentang Sabar
2. Kode b, h, k
um�=�$%�� ��� &$�9 ���#$A��? 3 HI�� ����[�}
=;�9 �� �� -W9�G$% ��O�
3%Wd�� �2~$%�� �u"��8�$$�#
/W���8�$%�� $b{H¤���� ¥/�u0���Z�� t5�� ���
�Eo� ��T�RB�$% ���
HI�� ���9 �u=¢ B�$% %du=¢� ���
3. Ikhlâs
Komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE yang berhubungann
dengan nilai ikhlâs dapat dicermati dari statemennya sebagai berikut :
a) “Bisnis ini memang bisnis perjuangan diri, keluarga dan antar mitra. Tidak mungkin kita bisa sukses di bisnis ini tanpa ketulusan. Kuncinya adalah ketulusan dan mengayomi grup dengan baik itu kuncinya”.147 (kode f)
Sikap ikhlâs sangat dianjurkan dalam Islam. Ia mesti dijadikan
landasan niat seseorang dalam setiap tingkah lakunya. Rasulullah SAW
bersabda seperti diriwayatkan Bukhôry dan Muslim:
ولی� @لوس ��ل� ا% ل8 ?ا%ل�سر �:*س ل�) �+� �ا%ر> �)ب3ال اب5 ��ر �5(���@ل/مو ال�3)ري �روا � )نوىم رئمل�Bا وإن�) ت�)+ب)ال لإن�)ا
“Dari ‘Umar bin Khaththâb r.a.: Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda: Sesungguhnya setiap amal itu disertai niat, dan sesungguhnya setiap orang itu diberi balasan berdasar niatnya”.148
Hadits di atas menjelaskan betapa pentingnya niat dalam setiap
pekerjaan yang kita lakukan. Maka, ikhlâs merupakan komponen niat yang
akan menjauhkan setiap apa yang kita lakukan dari vested interest, keinginan
yang bersifat duniawi. Apa yang dikatakan oleh H. Muhammad Ikhwan, SE
tentang ketulusan sebagai kunci kesuksesan adalah senafas dengan hadits Nabi
di atas.
147 Ibid., h. 24. Lihat juga CNI News, h. 30. 148 Imâm Muhyiddîn Yahya bin Syarifuddîn al-Nawawy, Matnu al-Arba’în Al-
Nawawiyyah (Jakarta: Hasanah, tt.), h. 6.
Keterkaitan sifat ikhlâs dengan kesuksesan dapat dicermati dari firman
Allah SWT dalam Sûrah al-Bayyinah/98: 5:
&$�9�� 3%D���m��? t5�� 3%�:] �(�� J&$% �Eo18��BR
?�& �EM�n$&$% ��&$⌧D�d> 3%W☺(m�R�� �/W���8�$% 3%W � �R�� �/W⌧gH��$%
����[�}�� ;R�� �b�☺����B�$% ���
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.
Ayat di atas menegaskan bahwa ciri orang yang melaksanakan ajaran
agama yang lurus (dîn al-qayyimah) adalah orang yang dengan ikhlâs dalam
menjalankan ajaran agamanya (Islam). Dengan demikian, maka kesuksesan
seseorang dalam beragama terletak pada keikhlasannya dalam mengamalkan
apa yang dia yakini. Oleh karenanya, keikhlâsan merupakan komponen
penting dalam kesuksesan seseorang dalam setiap bidang utamanya dalam
bisnis.
Tabel 4
Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE
Yang Berhubungan dengan Nilai Ikhlâs
No. Statemen Nilai Dakwah Tentang Ikhlâs
3. Kode f ل8ا%�ل�ہG%ا%�ن� �)� /�:* ر/��ا�H� ��5راب5ال�1)ب� �/لم ��ول إن�)ا��)ل
�رواہال�3)ري و�/لم�ب)الن�)* وإن�) ل�Bا�رئ �)نوى
&$�9�� 3%D���m��? t5��
3%�:] �(�� J&$% �Eo18��BR ?�& �EM�n$&$% ��&$⌧D�d>
3%W☺(m�R�� �/W���8�$% 3%W � �R�� �/W⌧gH��$%
����[�}�� ;R�� �b�☺����B�$% ���
4. Istiqâmah
Komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE yang berhubungan
dengan nilai istiqâmah dapat dicermati dari statemennya sebagai berikut:
a) “Saya mencoba melalui itu semua dengan cara-cara terbaik yang disukai Tuhan. Sebab, Dialah yang akan mengangkat derajat kita sebagai manusia. Dengan segala rendah hati dan menanamkan prasangka baik terhadap segala hal yang terjadi. Berpikir positif terhadap segala kesulitan dan menganggapnya sebagai bagian dari investasi berharga untuk menjadi seorang maha bintang. …… Saya bertahan untuk terus dan terus melakukannya, karena untuk sukses berarti kita sanggup membiasakan diri melakukan yang terbaik”.149 (kode f)
b) “Tidak ada masa depan cerah jika kita tidak berani mengambil keputusan dan komitmen. ……. Jangan dengarkan orang lain yang mempengaruhi / menjauhi impian Anda”.150 (kode h)
c) “Tiada kata gagal, kecuali cepat berhenti dan tidak terus berlari mendekati impian”.151 (kode j)
d) “Terus belajar dan terus mencoba. Bantu mitra usaha agar cepat terjadi penduplikasian yang baik, sehingga sistem jaringannya pun berjalan sempurna”.152 (kode k)
Komponen pendukung kesuksesan lainnya adalah adanya sikap
istiqâmah, teguh pendirian. Dengan sikap inilah, maka seseorang tidak akan
mudah goyah dan tidak mudah dikalahkan oleh hal-hal yang sebenarnya
remeh.
Allah SWT berfirman dalam Sûrah Hûd/11 :112:
"Ym��!~$$�) &$�☺⌧g AY"0�9�? ;�9�� ��$�� ��� �9 45�� 3%"W�=^��
k>���� $�☺�# *`W ��☺ �� u018�# ���i�
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana
diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
Tabel 5
149 BISNISKITA, Majalah Bulanan, h. 24. 150 Ibid., h. 25. 151 Ibid., h. 25. 152 Ibid., h. 25.
Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE
Yang Berhubungan dengan Nilai Istiqâmah
No. Statemen Nilai Dakwah Tentang Istiqâmah
4. Kode f, h, j, k
"Ym��!~$$�) &$�☺⌧g AY"0�9�? ;�9�� ��$�� ��� �9
45�� 3%"W�=^�� k>���� $�☺�# *`W ��☺ �� u018�# ���i�
5. Akhlâq
Komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE yang berhubungan
dengan nilai akhlâq dapat dicermati dari metode 4 langkah yang
menyinggung: fisik, usia, cita-cita dan pengabdian.
Metode 4 langkah yang dirumuskan oleh H. Muhammad Ikhwan, SE
menurut penulis sangat dekat dengan wilayah akhlâq. Fisik, usia dan cita-cita
berkaitan dengan akhlâq terhadap diri sendiri, sedangkan pengabdian
berkaitan dengan akhlâq terhadap sesama.
a. Akhlâq Terhadap pribadi
Islam menganjurkan umatnya untuk melakukan introspeksi untuk
kebaikan di masa mendatang.
- Fisik
Seorang muslim harus mempunyai fisik yang kuat, sehingga
menjadikannya dicintai oleh Allah SWT sebagaimana disebutkan
dalam Hadits riwayat Muslim dari Abi Hurayrah:
Jا&�� وا51ال�وي مال� Kال>:�م55ال�ؤم8ا% ل���رةیاب8ه��5 @/لم �روا
“Mu’min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah SWT daripada mu’min yang lemah”.
- Usia
Hendaknya manusia menyadari bahwa hidup di dunia ini tidak
akan kekal, sehingga ia akan berusaha untuk melakukan yang terbaik
untuk dirinya berupa amal shalih di dunia sebagai tabungan di akhirat
nanti. Firman Allah SWT dalam Sûrah al-‘Ankabût/29: 57:
-��g c�BD�� b���&%�} �Y"W�☺B�$% 3��O�
“Setiap yang bernyawa akan mengalami kematian”.
Dengan mengingat bahwa hidup di dunia tidak akan abadi,
maka seseorang juga akan berusaha untuk melakukan yang terbaik
untuk keturunannya kelak sebagaimana firman Allah SWT dalam
Sûrah al-Nisâ/4: 9:
A §�(B��� *UM�VJ&$% "W�� 3%W�g�0�� =;�9 ��P�D)��� db�R�- } $aDT� 1� 3%W )V�G "Y�PB����¨ �j�
“Dan hendaknya merasa khawatir orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka keturunan yang lemah yang ditakutkan oleh mereka”.
- Cita-cita
Seorang muslim tidak dilarang untuk memiliki cita-cita, namun
hendaknya cita-citanya tersebut sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.
Mengenai cita-cita ini sendiri, Rasulullah SAW bersabda sebagaimana
diriwayatkan ad-Daylamy dan lain-lain:
س�QOو لPاو ام *>:را )م م�اO ل� �Nم ا% م�5-&ر �مإن�)ا �اQ R)رس
�� ���Qو ل�8یالP �ا رو
“Sesungguhnya cita-cita itu, adalah rahmat Allah atas ummatku, jikalau tidak ada cita-cita niscaya seorang ibu tidak akan menyusukan anaknya, dan tidak akan ada seorang pun yang mau menanam pohon”.153
Secara garis besar, akhlaq terhadap pribadi ini mengingatkan
kita kepada hadits Nabi Muhammad SAW yang mengingatkan
umatnya untuk tetap waspada terhadap lima macam sebagaimana
diriwayatkan oleh Bayhaqy dari Ibnu ‘Abbâs:
+NQ���1 �1/) @إ�S &(�# Tم����#� T?N0T س�����T و�Q�T ���R TلU�Rو Tم��ه��)ب Tو(+Qك � �����ك � ب� �8 �5لا ��ا ر�س��5)با
“Pergunakanlah lima macam (waktu), sebelum datang yang
lima macam lagi. Pergunakanlah hidupmu sebelum datang matimu (ajalmu), sehatmu sebelum datang sakitmu, waktu senggangmu sebelum datang kesibukanmu, mudamu sebelum datang masa tuamu, dan kayamu sebelum datang miskinmu”.154
153 al-Hasyimiy, Tarjamah, h. 286. 154 Ibid., h. 286.
b. Akhlâq Terhadap Sesama
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa
memperhatikan sesama, mengingat hidup bermasyarakat yang notabene
saling ketergantungan satu sama lain. Sebagaimana dianjurkan dalam
Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Muslim:
�@ م/ل �ر�ا � :��)ال�نX �)1أ X,ی+ نا @Bم+ )عس�Nا م5 “Barangsiapa di antaramu yang bisa memberikan manfaat kepada
saudaranya (sahabatnya orang lain yang Muslim) maka laksanakanlah”.155
�+)س لل @X: ن+)س الر ا�1 P0ال Yی�
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”
Tabel 6
Komunikasi Bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE Yang Berhubungan dengan Nilai Akhlâq
No. Statemen Nilai Dakwah Tentang Akhlâq
5. Kode l, m, n, o
ال�5�Jال�وي ��3 واK0 ا�8ا% �5ال�ؤ�نال>:�ف ��رواہ�/لم�ناب8ه��رة
-��g c�BD�� b���&%�}
�Y"W�☺B�$% 3��O�
A §�(B��� *UM�VJ&$% "W��
3%W�g�0�� =;�9 ��P�D)���
db�R�- } $aDT� 1� 3%W )V�G
"Y�PB����¨ �j�
T��/ب�� TN0G� TNب���� TN(�0 ب��1س�م �1/) +NQإTلU[��� TQ�X�
T��X ��� T(+Q� Tه����� Tب)ب[�����اہا�ب� �8 �5ا���5)س
إن�)ا�� ر�0-�نا% ��N ل�O ا�ل �) ا�>:ت ام ���اہال�Pل���Q� 8ہ��لPا �Q S�QO)رس ] �ا
155 Hussein Bahreisj, Hadîts Shahîh Bukhâri Muslim [al-Jamî’us Sahîh] (Surabaya: CV. Karya Utama, tt.), h. 162.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dakwah dan bisnis adalah merupakan dua dunia yang berbeda. Yang
pertama sangat kental dengan nuansa religius --merupakan wilayah yang sakral--,
sedangkan bisnis --yang notabene profan-- sebagaimana kita saksikan sering
berbenturan dengan apa yang dinamakan dunia persaingan sebagai konsekuensi
logis dari homo economicus. Namun, ajaran Islam berusaha untuk
membimbingnya ke “alam Tauhidy” melalui teladan yang diberikan oleh Nabi
Muhammad SAW sebagai Rahmatan li al-‘Âlamîn dengan misi profetik yang
dibawanya dalam berbagai aspek termasuk bisnis.
Setelah penulis melakukan content analysis, maka dapat ditarik
suatu konklusi dari apa yang menjadi pertanyaan mengenai nilai-nilai
dakwah dalam komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE sebagai
berikut :
1. Bagaimana komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE?
Sebagai seorang leader, H. Muhammad Ikhwan, SE menyadari betul akan
pentingnya komunikasi bisnis. Komunikasi bisnis yang disampaikan oleh
H. Muhammad Ikhwan, SE baik dalam bentuk statemen-statemen maupun metode
4 langkahnya adalah sebagai upaya penyadaran akan pentingnya etika berbisnis
bagi para anggota-anggotanya. Hal ini dapat dicermati dari berbagai statemen-
statemennya yang sarat akan hal itu. Begitu pula dengan metode 4 langkah yang
dimodifikasinya lebih lanjut.
Tema-tema yang diusung dalam komunikasi bisnis yang disampaikan oleh
H. Muhammad Ikhwan, SE jika dirunut lebih lanjut, memiliki keterkaitan satu
sama lain dalam hubungannya dengan kesuksesan dalam berbisnis.
Untuk mencapai kesuksesan dalam berbisnis, tidak hanya membutuhkan
kerja fisik semata, namun ia membutuhkan komponen-komponen pendukung
sehingga menjadi suatu instrumen yang menegaskan eksistensi kesuksesan.
Komponen-komponen pendukung yang dimaksud adalah perlunya sikap intrinsik
seseorang dalam menggeluti bisnis sehingga menjadi koheren dengan apa yang ia
lakukan.
Kesuksesan H. Muhammad Ikhwan, SE mencapai posisi puncak di bisnis
MLM CNI tidak terlepas dari integritas pribadi yang diperoleh melalui pelatihan-
pelatihan bisnis yang diselenggarakan baik oleh leader-leader maupun oleh CNI
sendiri. Dan setelah menjadi seorang leader, H. Muhammad Ikhwan, SE
melakukan hal yang sama terhadap anggota-anggotanya dengan melakukan
pembinaan bagaimana seharusnya menjadi seorang pebisnis.
2. Bagaimana nilai-nilai dakwah yang berhubungan dengan komunikasi
bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE?
Dari analisa yang penulis lakukan mengenai nilai-nilai dakwah yang
berhubungan dengan komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE, maka dapat
ditemukan suatu keterkaitan nilai-nilai antara keduanya.
Komunikasi bisnis yang disampaikan oleh H. Muhammad Ikhwan, SE
terhadap anggota-anggotanya memuat nilai-nilai etika yang notabene merupakan
nilai-nilai yang diintroduksi oleh Islam melalui teks-teks Al-Qur’an maupun
Hadits Nabi Muhammad SAW.
Apa yang dilakukan oleh H. Muhammad Ikhwan, SE sebagai leader dari
bisnis MLM CNI --yang notabene seorang Muslim--, menurut pengamatan
penulis adalah berusaha untuk memberikan nilai-nilai Islami (dakwah) dalam
setiap acara pembinaan terhadap anggota-anggotanya. Setelah melakukan analisa,
penulis melihat indikasi ke arah itu yang dapat dilihat dari materi-materi dan
statemen-statemennya sebagai berikut :
- Komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE yang berhubungan dengan
Istiqâmah dan Akhlâq (kode e, g, i, j, l, m, n, o) memiliki porsi yang seimbang
dan merupakan mayoritas, yakni masing-masing sebanyak 28,6%.
- Komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE yang berhubungan dengan
Sabar (kode b, h, k) sebagai juru kunci sebanyak 21,4%.
- Sedangkan komunikasi bisnis H. Muhammd Ikhwan, SE yang berhubungan
dengan Tawhîd (kode a, c) berada di posisi ketiga dengan frekuensi sebanyak
14,3%.
- Dan komunikasi bisnis H. Muhammad Ikhwan, SE yang berhubungan dengan
Ikhlâs (kode g) sebanyak 7,1%.
B. SARAN
1. Hendaknya para pengusaha Muslim lebih mengakrabkan diri dengan tema-
tema dakwah, sehingga apa yang diusahakannya (berbisnis) juga
merupakan bagian dari dakwah itu sendiri.
2. Apa yang dilakukan oleh H. Muhammad Ikhwan, SE harus didukung
dengan pendokumentasian semacam risalah, sehingga menjadi acuan bagi
anggota-anggotanya.
3. Selama ini kita hanya mengetahui sinergi dakwah dan bisnis melalui buku-
buku sejarah, untuk itu perlu diadakan penelitian sejenis, untuk
mengetahui lebih lanjut peranan bisnis (pelaku bisnis) kontemporer dalam
memperkuat barisan pelaku dakwah dewasa ini.
DAFTAR PUSTAKA
al-Qur’ân al-Karîm
Abda, Slamet Muhaimin. Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah. Surabaya: Usaha Nasional, 1994.
Achmad, Amrullah. Dakwah Islam Sebagai Ilmu; Sebuah Kajian Epistemologi dan Struktur Keilmuan Dakwah. Fakultas Dakwah: Diktat, t.t.
Amin, H. Masykur. Dakwah Islam dan Pesan Moral. Yogyakarta: Al-Amin, 1997.
Arifin, M.. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi. Jakarta: Bulan Bintang, 1997.
________. Psikologi Dakwah. Jakarta: Bumi Aksara, 1997.
Bagir, Haidar. Mistisisme dalam Perusahaan. Tsaqafah, Vol. 1, No. 1, 2002.
Bahreisj, Hussein. Hadits Shahih Bukhari Muslim [Al-Jami’ush Shahih]. Surabaya: CV. Karya Utama, t.t.
Dan B. Curtis, James J. Floyd, dan Jersey L. Winsor. Komunikasi Bisnis dan Profesional (terjemah). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Mei 2000.
Effendi, Djohan, “Agama dalam Transformasi Masyarakat Indonesia Modern”. Dalam Denny J.A, peny. Transformasi Masyarakat Indonesia. Jakarta: Kelompok Studi Proklamasi, 1986: h. 129.
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001.
Endro, Gunardi. Redefinisi Bisnis, Suatu Penggalian Etika Keutamaan Aristoteles. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo, 1999.
Faridl, Miftah, et. All. Dakwah Kontemporer; Pola Alternatif Dakwah Melalui TV. Bandung: Pusdai Press, 2000.
Haddad, Habib Abdullah. Nasehat Agama dan Wasiat Iman (Terjemah). Bandung: Gema Risalah Press, 1993.
Harsono (ed.). Bisnis Pengantar. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 1989.
Hasanuddin. Hukum Dakwah Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.
Hasanuddin, A. H.. Rethorika Dakwah dan Publisistik dalam Kepemimpinan. Surabaya: Usaha Nasional, 1982.
Hasyimiy, al-Sayyid Ahmad al-. Tarjamah Mukhtârul Ahâdîts. Bandung: Alma’arif, 1996.
Herwantiyoko dan Katuuk, Neltje F.. Pengantar Sosiologi dan Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Gunadarma, 1996.
Ibrahim, Marwah Daud. Teknologi Emansipasi dan Transendensi. Bandung: Penerbit Mizan, 1995.
Latif, Yudi. Masa Lalu Yang Membunuh Masa Depan, Krisis Agama Pengetahuan dan Kekuasaan dalam Budaya Teknokratis. Bandung: Mizan, 1999.
Muhammad dan Faironi, R. Lukman. Visi Al-Qur’an Tentang Etika dan Bisnis. Jakarta: Salemba Diniyah, 2002.
Nawawy, Imâm Muhyiddîn Yahya bin Syarifuddîn an-. Matnu al-Arba’în an-Nawawiyyah. Jakarta: Hasanah, tt..
Panuju, Redi. Komunikasi Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995.
Pramuko, Yudi. Rahasia Sukses Dakwah dan Bisnis Aa Gym. Jakarta: Taj Mahal, 2003.
Rahardjo, M. Dawam. Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa; Risalah Cendekiawan Muslim. Bandung: Penerbit Mizan, 1996.
__________________, “Pasang Surut Pengusaha Muslim; Tinjauan Sosiologis”. Dalam Aswab Mahasin, ed. Ruh Islam dalam Budaya Bangsa; Agama dan Problema Masa Kini. Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal, 1996: h. 10-28.
Rais, M. Amien. Tauhid Sosial; Formula Menggempur Kesenjangan. Bandung: Penerbit Mizan, 1998.
Saefuddin, A.M.. Ada Hari Esok; Refleksi Sosial, Ekonomi dan Politik Untuk Indonesia Emas. Jakarta: Amanah Putra Nusantara, 1995.
Salim, Emil, “Melemahnya Tanggung Jawab Sosial Masyarakat Bisnis”. Dalam Elza Peldi Taher. Demokratisasi Politik, Budaya dan Ekonomi; Pengalaman Indonesia Masa Orde Baru. Jakarta: Yayasan Paramadina, 1994: h. 98.
Salim, Peter. The Comtemporary English-Indonesia. Jakarta: Modern English Press, 1991.
Sardar, Ziauddin & Davies, Merryl Wyn (ed.). Wajah-wajah Islam; Suatu Perbincangan Tentang Isu-isu Kontemporer. Bandung: Mizan, 1992.
Shihab, Quraish. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1992.
Siregar, Mahmud Aziz. Islam Untuk Berbagai Aspek Kehidupan. Yogyakarta: Tiara Kencana, 1999.
Suryanegara, Ahmad Mansyur. Menemukan Sejarah. Bandung: Mizan, 1998.
Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997.
Thaha, M.A., Drs. H. M. Chabib. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2001.
Umary, Barmawi. Asas-asas Ilmu Dakwah. Solo: CV. Ramdani, 1987.
Zaidan, Abd. Karim. Dasar-dasar Ilmu Dakwah II. Jakarta: Media Dakwah, 1984.
Majalah/Modul/Lain-lain :
BISNISKITA. Majalah Bisnis, Entrepreneurship & Leadership, Edisi: 3/1/Juni/2004.
CNI News. Jakarta: PT. Centra Nusa Insancemerlang, Edisi Maret 2004.
$UKSE$, Majalah Bulanan; Kemandirian Karir & Finansial. Vol. XV, 20 Juni-20 Juli 2003/Th. 2.
Majalah Ekonomi Syari’ah, Vol. 2, No. 3 – 2003/1424 H.
Majalah Tsaqafah, Vol. 1, No. 1, 2002.
Modul Pelatihan Bisnis Kelompok H. Muhammad Ikhwan, SE, tp., tt.
PT. Centra Nusa Insancemerlang, Starter Kit, tth.
LAMPIRAN