Download - Nata de Coco William Wibowo 12.70.0052 B4
-
FERMENTASI SUBSTRAT CAIR
FERMENTASI NATA DE COCO
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI FERMENTASI
Disusun oleh:
Nama: William Wibowo
NIM: 12.70.0052
Kelompok B4
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2015
Acara II
-
1
1. HASIL PENGAMATAN
1.1. Ketebalan Lapisan Nata de Coco
Hasil pengamatan ketebalan lapisan nata de coco yang terbentuk pada masing-masing
kelompok dapat dilihat pada Tabel 1. berikut ini
Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de coco
Kel Tinggi Media
Awal (cm)
Tinggi Ketebalan Nata (cm) % Lapisan Nata
0 7 14 0 7 14
B1 2 0 0,3 0,8 0 15 40
B2 1,5 0 0,5 0,6 0 13,33 40
B3 2,9 0 0,3 0,5 0 10,34 17,24
B4 2 0 0,4 0,5 0 20 25
B5 1,5 0 0,5 0,8 0 33 53
Dari tabel hasil pengamatan terhadap lapisan Nata de coco diatas, dapat dilihat
ketebalan dan persentase lapisan nata dari hari 0 hingga hari ke 14. Pada hari ke 0,
semua kelompok menunjukan hasil belum terbentuk lapisan nata sehingga ketebalannya
bernilai 0 dan persentasenya juga 0. Pada hari ke 7, sudah terbentuk lapisan nata dengan
ketebalan 0,3 dan persentase lapisan nata 15% untuk kelompok B1, kelompok B2,
tinggi ketebalan nata 0,5 cm dan presentase lapisannya 13,33%. Kelompok B3,
ketebalan nata 0,3 cm dan persentase lapisannya 10,34%. Kelompok B4, ketebalan
lapisan nata 0,4 cm dan persentase lapisan nata 20%. Kelompok B5, ketebalan nata 0,5
cm dan persentase lapisan nata 33%. Pada hari ke 14, semua kelompok menunjukan
peningkatan ketebalan sehingga persentasenya juga meningkat. Pada kelompok B1,
ketebalan nata 0,8 cm dan persentase lapisan nata 40%. Kelompok B2, ketebalan nata
0,6 cm dan persentase lapisan nata 40%. Kelompok B3, ketebalan natanya 0,5 cm dan
persentase lapisan nata 17,24%. Kelompok B4, ketebalan nata 0,5 cm dan persentasenya
25%. Kelompok B5, ketebalan nata 0,8 cm dan persentase lapisan nata 53%.
-
2
2. PEMBAHASAN
Dalam praktikum fermentasi kali ini dilakukan pembuatan nata de coco dari bahan air
kelapa. Nata de coco merupakan salah satu produk hasil proses fermentasi seperti tape
singkong Dalam pembuatnnya menggunakan air kelapa oleh bakteri Acetobacter
xylinum. Bakteri ini bila ditumbuhkan pada media yang mengandung gula, dan akan
merubah gula menjadi selulosa (Rahman, 1992). Komponen utama dari nata de coco
adalah selulosa selain itu dalam nata terkandung serat kasar (dietary fiber). Nata banyak
mengandung air. (Astawan & Astawan, 1991). Wujud dari nata yaitu berupa sel dengan
warna putih hingga abu-abu muda, bertekstur kenyal seperti kolang-kaling dan tembus
pandang. Dalam kondisi dingin nata bersifat agak berserat dan saat panas agak rapuh.
(eBookPangan, 2006). Nata dapat dibuat dari bahan selain air kelapa. Jika dibuat dari
sari nanas disebut nata de pina, jika dibuat dari whey tahu disebut nata de soya.
Nata de coco dibuat dari fermentasi air kelapa menggunakan bakteri Acetobacter
xylinum yang termasuk dalam bakteri gram negatif dan memiliki sifat unik antara lain
ketahanan, kehabluran, dan kekuatan mekanikal yang tinggi. Selama proses fermentasi,
terjadi metabolisme glukosa dalam air kelapa yang diubah menjadi selulosa. (Halib et
al, 2012). Nata yang terbentuk sebagai hasil proses fermentasi ini memiliki struktur
kimia seperti sellulosa yang dibentuk oleh tumbuhan tingkat tinggi (Hamad, 2013).
2.1.Pembuatan nata de coco
Dalam praktikum fermentasi nata de coco ini digunakan bahan dasar berupa air kelapa
selain itu bahan-bahan lain yang digunakan adalah gula pasir, asam asetat glasial 95%,
ammonium sulfat dan starter nata de coco (Acetobacter xylinum). Pembuatan nata de
coco ini diawali dengan tahap pembuatan media. Tujuan dari pembuatan media ini
adalah untuk membentuk kondisi pertumbuhan yang sesuai sehingga biakan subur dan
murni selain itu juga berfungsi sebagai sumber makanan bagi biakan (Volk & Wheeler,
1993). Penggunaan air kelapa ini sesuai dengan teori Hamad, (2013) yang menyebutkan
bahwa air kelapa merupakan medium yang cocok bagi pertumbuhan Acetobacter
xylinum. Dengan penggunaan air kelapa sebagai media maka akan dihasilkan selaput
tebal pada permukaan medium yang mengandung 35-62% selulosa.
-
3
Dalam air kelapa terkandung gula, asam amino, protein dan juga vitamin serta mineral
sehingga air kelapa dapat dijadikan sebagai sumber isolat bakteri dan juga substrat
untuk fermentasi (Widayati et al., 2002). Ditambahkan pula bahwa dalam pertumbuhan
Acetobacter xylinum memerlukan sumber nutrisi C,H dan N serta mineral yang
dikontrol dalam medium. Air kelapa memiliki sumber nutrisi yang dibutuhkan namun
tetap perlu tambahan dari luar karena sumber nutrisi C dan N masih kurang (Hamad,
2013).
Dalam pembuatan media ini digunakan air kelapa sebanyak 1 liter namun air kelapa
yang akan digunakan sebagai media tidak langsung digunakan tetapi dilakukan
penyaringan terlebih dahulu. Tujuan dari dilakukannya penyaringan ini adalah untuk
memisahkan kotoran-kotoran yang terdapat dalam air kelapa (Astawan & Astawan,
1991).
gambar 1 penyaringan air kelapa
Setelah disaring, air kelapa dibagi menjadi 200 ml tiap kelompok lalu direbus. Dengan
dilakukannya perebusan ini maka jumlah mikroba kontaminan yang terdapat dalam air
kelapa dapat dikurangi sehingga tidak mengganggu pertumbuhan dari bakteri
Acetobacter xylinum. (Palungkun, 1992). Selain itu, dengan perebusan maka mikroba
patogen yang terdapat dalam air kelapa dapat dihilangkan (Astawan & Astawan, 1991).
-
4
gambar 2 Pemanasan air kelapa (awal)
Kemudian dilakukan penambahan gula sebanyak 10% dari 200 ml air kelapa atau
sebanyak 20 gram lalu diaduk hingga gula larut. Penambahan gula ini digunakan
sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum. Perlu ditambahkan gula
karena dalam air kelapa terdapat sumber nutrisi C namun masih kurang. Sumber nutrisi
C lain yang dapat digunakan selain sukrosa adalah glukosa, fruktosa dan tepung (Iguchi
et al., 2000) namun yang paling baik adalah menggunakan fruktosa sebagai sumber
karbon ( 17,5 gram dalam 500 ml air kelapa) (Hamad et al., 2013). Penambahan gula ini
juga berfungsi dalam pembentukan tekstur, flavor dan penampakan nata de coco yang
ideal, dan sebagai pengawet alami. (Hayati, 2003). Penambahan gula yang optimal
dalam pembuatan nata de coco adalah 10%. Pada konsentrasi ini dihasilkan nata yang
tebal dan liat (Sunarso, 1982) sehingga konsentrasi gula yang ditambahkan dalam
praktikum ini sudah sesuai.
gambar 3 Penambahan gula
Setelah ditambahkan gula, ditambahkan pula ammonium sulfat 0,5% dari total air
kelapa. Penambahan ammonium sulfat ini berfungsi sebagai sumber nitrogen anorganik
selain itu juga menghambat pertumbuhan dari Acetobacter acesi yang menghambat
tumbuhnya Acetobacter xylinum (Pambayun, 2002). Ditambahkan pula oleh Iguchi et
-
5
al., (2000) yang menyebutkan bahwa sumber nitrogen yang dapat digunakan adalah ZA
atau ammonium sulfat, urea, dan juga ekstrak yeast. Tahap selanjutnya dilakukan
penambahan ammonium sulfat sebanyak 0,5% dari volume total air kelapa.
gambar 4 penambahan amonium sulfat
Setelah ditambah sukrosa dan ammonium sulfat selanjutnya air kelapa diasamkan
dengan menggunakan asam asetat glasial hingga pH 4-5. Menurut ebookpangan, (2006),
derajat keasaman (pH) yang optimum untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum
adalah antara 4,0 hingga 4,5. pH yang terlalu asam akan menghentikan pertumbuhan
dari Acetobacter xylinum karena energi yang tersedia akan digunakan untuk mengatasi
stress akibat perbedaan pH yang terlalu besar. (Atlas, 1984). Air kelapa yang telah
diatur pHnya lalu dipanaskan kembali. Setelah itu, air kelapa disaring kembali untuk
menghilangkan kotoran yang mungkin masih tertinggal.
gambar 5 penambahan asam cuka
glasial
gambar 6 pengukuran pH
-
gambar 7 Pemanasan akhir
gambar 8 pengukuran 100 ml
gambar 9 penyaringan kembali
gambar 10 penuangan ke wadah
Setelah disaring kembali, sebanyak 100 ml air kelapa dimasukan kedalam wadah yang
sudah dibersihkan dengan alkohol. Selanjutnya starter nata de coco ditambahkan
kedalam media sebanyak 10% dari media. Setelah itu wadah ditutup dengan kertas
coklat hingga menutupi sisi samping toples.
gambar 11 penambahan biang nata
Penambahan starter yang efektif adalah 4-10% (Pato & Dwiloka, 1994). Sehingga sudah
sesuai dengan teori. Penutupan dengan kertas coklat adalah untuk membiarkan adanya
oksigen yang masuk namun mengurangi kontaminasi. Oksigen ini digunakan untuk
pertumbuhan dari sel Acetobacter xylinum (Pambayun, 2002). Didukung pula oleh
ebookpangan, (2006) yang menyebutkan bahwa oksigen dapat masuk secara leluasa ke
dalam wadah media sebagai syarat dalam keberhasilan pembuatan nata de coco. Selain
itu syarat-syarat lainnya adalah pH media yang digunakan antara 4,0-4,5; suhu inkubasi
-
1
adalah suhu ruang 28oC-30oC, ruang pemeraman agak gelap (remang-remang).
Berdasarkan syarat-syarat tersebut maka penutupan dengan kertas coklat hingga
menutupi seluruh wadah agak mengurangi paparan dengan cahaya. Wadah yang sudah
diberi kultur dan ditutup tersebut disimpan dalam ruang dengan pencahayaan remang
dan pada suhu ruang selama 2 minggu sehingga langka tersebut sudah memenuhi syarat.
Setiap minggunya dilakukan pengukuran ketebalan lapisan nata dan juga persentase
kenaikan ketebalan yang dihitung dengan rumus:
Persentase Lapisan Nata = 100%x Awal Media Tinggi
NataKetebalan Tinggi
gambar 12 pengukuran ketebalan nata
2.2.Hasil Pengamatan Lapisan Nata de coco
Hasil yang diperoleh dari pengamatan fermentasi nata de coco yaitu pada hari ke 0
masih belum terbentuk lapisan nata de coco namun pada hari ke 7 sudah mulai
terbentuk dan pada hari ke 14 lapisan nata semakin tebal. Pada hari ke 7, sudah
terbentuk lapisan nata dengan ketebalan 0,3 dan persentase lapisan nata 15% untuk
kelompok B1, kelompok B2, tinggi ketebalan nata 0,5 cm dan presentase lapisannya
13,33%. Kelompok B3, ketebalan nata 0,3 cm dan persentase lapisannya 10,34%.
Kelompok B4, ketebalan lapisan nata 0,4 cm dan persentase lapisan nata 20%.
Kelompok B5, ketebalan nata 0,5 cm dan persentase lapisan nata 33%. Pada hari ke 14,
semua kelompok menunjukan peningkatan ketebalan sehingga persentasenya juga
meningkat. Pada kelompok B1, ketebalan nata 0,8 cm dan persentase lapisan nata 40%.
Kelompok B2, ketebalan nata 0,6 cm dan persentase lapisan nata 40%. Kelompok B3,
-
2
ketebalan natanya 0,5 cm dan persentase lapisan nata 17,24%. Kelompok B4, ketebalan
nata 0,5 cm dan persentasenya 25%. Kelompok B5, ketebalan nata 0,8 cm dan
persentase lapisan nata 53%.
Terbentuknya lapisan nata ini dikarenakan Acetobacter xylinum menggunakan gula
yang digabungkan dengan asam lemak untuk membentuk prekursor di jaringan sel yang
kemudian dengan bantuan enzim glukosa dipolimerisasi menjadu selulosa. Lapisan tipis
nata mulai terbentuk saat 24 jam inkubasi. Ketebalan nata 0,8 cm dapat tercapai pada
hari ke 11 berdasarkan penelitian Ari dan Aji, (2015) selain itu juga disebutkan bahwa
selama fermentasi akan terjadi penurunan pH hingga hari ke 6 namun setelah itu pH
menjadi stabil dan tidak terjadi penurunan pH. Selama pembentukan lapisan nata
tersebut memerangkap sebagian bakteri dan menghasilkan gas karbon dioksida sehingga
lapisan nata tersebut mengapung dipermukaan. (Rizal et al., 2013). Ditambahkan pula
oleh Palungkun (1996) yang menyebutkan bahwa terapungnya lapisan nata disebabkan
karena adanya gelembung gas CO2 yang melekat pada jaringan selulosa, sehingga
menyebabkan jaringan tersebut terangkat ke permukaan cairan.
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa ketebalan dari lapisan nata de coco yang
dibuat tiap kelompok berbeda-beda, ada yang tebal dan tipis. Untuk kelompok B1,B2
dan B5 memiliki persentase lapisan nata yang besar yaitu 40-50% sedangkan kelompok
B3 dan B4 persentase nata hanya 17-25%. Persentase yang besar menunjukan nata yang
terbentuk tebal. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar nata yang terbentuk
kokoh, tebal, kenyal putih dan tembus pandang yaitu komposisi medium, suhu inkubasi,
pH serta penggunaan starter (Rizal et al., 2013). Tingkat keaseptisan dalam penambahan
starter nata juga berpengaruh pada ketebalan nata yang dihasilkan. Nata yang tipis
dikarenakan tumbuhnya mikroorganisme lain yang menggunakan kadar gula dalam
substrat sehingga pembentukan nata kurang maksimal (Tranggono & Sutardi, 1990).
Disebutkan pula oleh Rizal et al., (2013), bahwa wadah berpengaruh pada efektivitas
dan efisiensi serta mempertinggi hasil dari nata. Wadah yang digunakan paling baik
adalah yang berbentuk segi empat dan memiliki luas permukaan yang besar sehingga
pertukaran oksigen dapat berlangsung baik. Dalam praktikum ini tiap kelompok
-
3
menggunakan wadah dengan ukuran yang berbeda-beda sehingga tinggi awal dari
media juga berbeda serta memungkinkan pertukaran oksigen tidak maksimal sehingga
nata yang terbentuk memiliki hasil ketebalan yang berbeda-beda. Warna putih pada nata
yang dihasilkan dikarenakan terbentuknya jalinan selulosa dari metabolisme gula
menjadi selulosa oleh acetobacter xylinum. (Rizal et al., 2013). Sumber nutrisi bagi
pertumbuhan acetobacter xylinum yang paling baik adalah jika menggunakan fruktosa
sebagai sumber karbon dan urea sebagai sumber nitrogennya. Dalam urea terdapat
banyak nitrogen. Dengan semakin tingginya nitrogen maka lapisan nata akan semakin
tebal (Hamad et al., 2013).
Menurut Ari dan Aji, (2015), pemanasan dilakukan hingga mencapai suhu 80o lalu
didinginkan hingga 30oC namun dalam praktikum tidak diukur suhu saat pemanasan
media sehingga masih memungkinkan tersisa mikroba kontaminan sehingga ketebalan
nata kurang maksimal dan berbeda-beda selain itu juga menyebabkan nata de coco yang
dihasilkan tidak dapat dilakukan uji sensori. Permasalah utama penyebab gagalnya nata
yang dihasilkan adalah bibit nata yang digunakan tidak murni bakteri selulosa seperti
acetobacter, rhizobium, agrobacterium, dan sarcina (Melliawati, 2008).
-
4
3. KESIMPULAN
Nata de coco merupakan salah satu produk fermentasi yang terbuat dari air kelapa
oleh mikroba Acetobacter xylinum.
Komponen utama dari nata de coco adalah selulosa
Wujud dari nata yaitu berupa sel dengan warna putih hingga abu-abu muda,
bertekstur kenyal seperti kolang-kaling dan tembus pandang.
Selama proses fermentasi, terjadi metabolisme glukosa dalam air kelapa yang diubah
menjadi selulosa
Tujuan dari pembuatan media ini adalah untuk membentuk kondisi pertumbuhan
yang sesuai sehingga biakan subur dan murni selain itu juga berfungsi sebagai
sumber makanan bagi biakan
Air kelapa merupakan medium yang cocok bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum
karena mengandung gula, asam amino, protein dan juga vitamin serta mineral
Pertumbuhan Acetobacter xylinum memerlukan sumber nutrisi C,H dan N serta
mineral yang dikontrol dalam medium.
Air kelapa memiliki sumber nutrisi yang dibutuhkan namun tetap perlu tambahan
dari luar karena sumber nutrisi C dan N masih kurang
Tujuan dari dilakukannya penyaringan ini adalah untuk memisahkan kotoran-kotoran
yang terdapat dalam air kelapa
Perebusan bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroba kontaminan yang terdapat
dalam air kelapa serta membunuh bakteri patogen
Penambahan gula sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum
serta berperan dalam pembentukan tekstur, flavor dan penampakan nata de coco
yang ideal, dan sebagai pengawet alami
Penambahan gula yang optimal dalam pembuatan nata de coco adalah 10%.
Penambahan ammonium sulfat berfungsi sebagai sumber nitrogen anorganik selain
itu juga menghambat pertumbuhan dari Acetobacter acesi yang menghambat
tumbuhnya Acetobacter xylinum
pH yang optimum untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum adalah antara 4,0
hingga 4,5.
-
5
Faktor yang perlu diperhatikan agar nata yang terbentuk kokoh, tebal, kenyal putih
dan tembus pandang yaitu komposisi medium, suhu inkubasi, pH serta penggunaan
starter
Wadah yang digunakan paling baik adalah yang berbentuk segi empat dan memiliki
luas permukaan yang besar sehingga pertukaran oksigen dapat berlangsung baik.
Suhu inkubasi yang sesuai adalah dengan suhu 28oC 30oC.
Lapisan nata mengapung dipermukaan karena adanya gas CO2 yang dihasilkan
selama fermentasi.
Semakin tinggi kadar nitrogen dalam media maka lapisan nata de coco semakin
tebal.
Semarang, 5 Juli 2015
Asisten dosen :
- Nies Mayang
- Wulan Apriliana Dewi
William Wibowo
(12.70.0052)
-
4. DAFTAR PUSTAKA
Ari N,D; Aji,P. (2015). Characterization of Nata de Coco Produced by
Fermentation of Immobilized Acetobacter xylinum. Agriculture and Agricultural
Science Procedia 3 ( 2015 ) 278 282.
Astawan, M. dan M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna
Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.
Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental And Applications. Mc Milland
Publishing Company. New York.
eBookPangan, (2006). Perencanaan Produksi Nata De Coco Mentah Dan Siap-Santap.
http://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/PERENCANAAN-
PRODUKSI-NATA-DE-COCO-MENTAH-DAN-SIAP-SANTAP.pdf. diakses 5 Juli
2015.
Halib, Nadia; Mohd. Gairul Iqbal; and Mohd Amin. (2012). Physicochemical
Properties and Characterization of Nata de Coco fromLocal Food Industries as a
Source of Cellulose. Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205211.
Hamad A. Dan Kristiono. (2013). Pengaruh Penambahan Sumber Nitrogen
Terhadap Hasil Fermentasi Nata De Coco. Momentum, Vol.9 no.1 hal 62-65.
Iguchi, M., Yamanaka, S. & Budhiono, A. (2000). Bacterial Cellulose A Masterpiece Of
Nature's Arts. Journal Of Material Science 35 261 - 270.
Melliawati, R. (2008). Kajian Bahan Pembawa untuk Meningkatkan Kualitas
Inokulum Pasta Nata de Coco. BIODIVERSITAS Vol. 9, No. 4,hal. 255-258.
Palungkun, R. (1992). Aneka Produk Olahan Kelapa. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Palungkun, R. (1996). Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.
Pato, U. & Dwiloka, B. (1994). Proses & Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pembentukan Nata de Coco. Sains Teks I (4) : 70-77.
Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi IPB. Bandung.
Rizal, H.D; Pandiangan D.M; Abdullah Saleh. (2013). Pengaruh Penambahan Gula,
Asam Asetat Dan Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Nata De Corn. Jurnal
Teknik Kimia No.1, Vol. 19
Sunarso. (1982). Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap Ketebalan Pelikel
pada Pembuatan Nata de Coco. Skripsi. UGM. Yogyakarta.
-
7
Tranggono & Sutardi. (1990). Biokimia & Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan & Gizi
UGM. Yogyakarta.
Volk, W.A. & M.F. Wheeler. (1993). Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Jakarta.
Widayati, Eny; Sutarno; dan Setyaningsih, Ratna. (2002). Seleksi Isolat Bakteri untuk
Fermentasi Asam Laktat dari Air Kelapa Varietas Rubescent (Cocos nucifera L. var.
rubescent). Biosmart Volume 4 Nomor 2 Halaman 32-35.
-
8
5. LAMPIRAN
5.1.Perhitungan
Rumus:
PersentaseLapisanNata = 100%x Awal Media Tinggi
NataKetebalan Tinggi
Kelompok B1
H0 Persentase Lapisan Nata = 100%x 1
0 = 0%
H7 Persentase Lapisan Nata = 100%x 2
0,3 = 15%
H14 Persentase Lapisan Nata = 100%x 2
0,8= 40%
Kelompok B2
H0 Persentase Lapisan Nata = 100%x 1
0 = 0%
H7 Persentase Lapisan Nata = 100%x 1,5
0.5= 33,33%
H14 Persentase Lapisan Nata = 100%x 1,5
0,6 = 40%
Kelompok B3
H0 Persentase Lapisan Nata = 100%x 1,2
0 = 0%
H7 Persentase Lapisan Nata = 100%x 2,9
0,3 = 10,34%
H14 Persentase Lapisan Nata = 100%x 2,9
0,5= 17,24%
Kelompok B4
H0 Persentase Lapisan Nata = 100%x 1
0 = 0%
H7 Persentase Lapisan Nata = 100%x 2
0,4 = 20 %
-
9
H14 Persentase Lapisan Nata = 100%x 2
0,5 = 25 %
Kelompok B5
H0 Persentase Lapisan Nata = 100%x 1
0 = 0%
H7 Persentase Lapisan Nata = 100%x 1,5
0,5 = 33%
H14 Persentase Lapisan Nata = 100%x 1,5
0,8 = 53%
5.2.Abstrak Jurnal
5.3.Report Viper
5.4.Laporan Sementara