Download - Motivasi Ebf Bab I-V - Average
MOTIVASI IBU BEKERJA TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI PT. DEWHIRST MEN’S WEAR
INDONESIA
SKRIPSI
diajukan untuk menempuh ujian sarjana
pada Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran
ADE LESTARI
NPM 220110080069
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
JATINANGOR
2012
i
LEMBAR PENGESAHAN
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang Penelitian................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah.......................................................................12
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................13
1.4 Kegunaan Penelitian.......................................................................13
1.4.1 Bagi PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia.........................13
1.4.2 Bagi Profesi........................................................................13
1.4.3 Bagi Peneliti.......................................................................14
1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya....................................................14
1.5 Kerangka Pemikiran.......................................................................14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................19
2.1 Motivasi..........................................................................................19
2.1.1 Definisi...............................................................................19
2.1.2 Motivasi Menurut Self Determination Theory...................20
2.2 Manajemen Laktasi........................................................................23
2.2.1 ASI Eksklusif......................................................................23
2.2.2 Manajemen Laktasi pada Ibu Bekerja................................29
iii
2.3 Motivasi terhadap Pemberian ASI Eksklusif.................................33
BAB III METODE PENELITIAN...................................................................34
3.1 Metodologi Penelitian....................................................................34
3.1.1 Rancangan Penelitian.........................................................34
3.1.2 Variabel Penelitian.............................................................34
3.1.3 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional...................34
3.1.4 Populasi dan Sampel...........................................................37
3.1.5 Instrumen Penelitian...........................................................38
3.1.6 Teknik Pengumpulan Data.................................................39
3.1.7 Uji Instrumen (Uji Validitas dan Reliabilitas)....................40
3.1.8 Pengolahan dan Analisa Data.............................................43
3.1.9 Tahap Penelitian.................................................................45
3.1.10 Etika Penelitian...................................................................48
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian..........................................................49
3.2.1 Lokasi Penelitian................................................................49
3.2.2 Waktu Penelitian.................................................................49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..................................50
4.1 Hasil Penelitian...............................................................................51
4.1.1 Gambaran Karakteristik Ibu Bekerja di PT. Dewhirst Men’s
Wear Indonesia...................................................................51
4.1.2 Gambaran Motivasi Ibu Bekerja terhadap Pemberian ASI
eksklusif..............................................................................53
4.2 Pembahasan....................................................................................53
iv
4.2.1 Karakteristik Responden.....................................................53
4.2.2 Motivasi Ibu Bekerja terhadap Pemberian ASI Eksklusif..57
4.3 Keterbatasan Penelitian..................................................................63
BAB V SIMPULAN DAN SARAN.................................................................65
5.1 Kesimpulan.....................................................................................65
5.2 Saran...............................................................................................65
5.2.1 Bagi PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia.........................65
5.2.2 Bagi Profesi........................................................................66
5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya....................................................66
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................67
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kontinum Intrinsik – Ekstrinsik.........................................15
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Ibu bekerja di
PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia ( N = 32).....................................................51
Tabel 4.2 Rata-rata Nilai Motivasi Ibu Bekerja terhadap Pemberian
ASI Eksklusif di PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia (N=32)............................53
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1Kisi-kisi Instrumen PenelitianLampiran 2 Lembar Persetujuan Ikut Serta dalam Penelitian (Inform Consent)Lampiran 3 Instrumen PenelitianLampiran 4 Kartu Bimbingan Skripsi
1
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Salah satu tugas perkembangan ibu postpartum adalah menyusui.
Menyusui merupakan proses alamiah dan merupakan salah satu tugas perawatan
kesehatan anak. Namun, pada kenyataannya tidak semua ibu dapat memenuhi
tugas perkembangan tersebut karena berbagai kondisi, salah satunya karena ibu
bekerja (Rejeki, 2008)
Padahal, ASI memiliki banyak manfaat, selain ASI merupakan makanan
ideal untuk bayi. ASI juga mengandung semua nutrisi yang bayi butuhkan untuk
perkembangan kesehatan. ASI sudah tersedia dan gratis sehingga akan membantu
untuk memastikan bahwa bayi mendapatkan makanan yang cukup. Gizi yang
cukup selama masa bayi sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan seumur
hidup (WHO). Lebih lanjut menurut WHO, ASI eksklusif adalah pemberian
hanya ASI saja tanpa cairan atau makanan padat apapun kecuali vitamin, mineral
atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai usia 6 bulan.
Manfaat ASI lainnya, menurut WHO, diantaranya ASI aman dan
mengandung antibodi yang membantu melindungi bayi dari penyakit pada anak
seperti diare dan pneumonia yang merupakan dua penyebab utama kematian anak
di seluruh dunia. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Mihrshahiet al., (2007) dalam Prevalence of exclusive breastfeeding in
Bangladesh and its association with diarrhoea and acute respiratory infection:
2
results of the multiple indicator cluster survey 2003 yang menyatakan bahwa
prevalensi penyakit diare dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) secara
signifikan berhubungan dengan kurangnya pemberian ASI eksklusif.
Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia(SDKI) tahun
2007, Angka Kematian Bayi di Indonesia sebesar 34 kematian/1000 kelahiran
hidup, ini berarti kematian bayi terjadi sebanyak 146.000 kematian per tahun, 401
kematian per hari, dan 17 kematian per jam. Penyebab kematian bayi usia 0-11
bulan adalah diare (42%), pneumonia (24%), meningitis/ensefalitis (9%), kelainan
saluran pencernaan (7%), kelainan jantung kongenital dan hidrosefalus (6%),
sepsis (4%), tetanus (3%) dan lain-lain (5%) (Riset Kesehatan Dasar, 2007).
Dari penyebab kematian bayi tersebut, sebagian besar merupakan
penyebab yang dapat dicegah. Penyebab kematian tersebut erat kaitannya dengan
status nutrisi. Status nutrisi yang buruk dapat mempengaruhi status kesehatan.
Nutrisi yang baik bagi bayi adalah semua nutrisi yang terkandung dalam ASI.
Lebih lanjut menurut WHO kurangnya pemberian ASI eksklusif selama enam
bulan pertama kehidupan memberikan kontribusi lebih dari satu juta kematian
anak yang dapat dihindari setiap tahunnya.
Di seluruh dunia, kurang dari 40% bayi di bawah usia enam bulan
menyusu secara eksklusif. Dengan dukungan yang cukup untuk ibu dan keluarga
dalam memberikan ASI eksklusif bisa menyelamatkan banyak kehidupan (WHO,
2011). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan
pemberian ASI di Indonesia saat ini memprihatinkan, persentase bayi yang
menyusu eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3 %. Lebih lanjut menurut
3
data Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 (Riskesdas, 2010), menunjukkan bahwa
bayi 0-5 bulan yang menyusu eksklusif di daerah perkotaan sebesar 25,2%,
sedangkan di daerah pedesaan sebesar 29,3%. Hal ini disebabkan kesadaran
masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah
(Depkes RI, 2011a). Padahal kandungan ASI kaya akan karotenoid dan selenium,
sehingga ASI berperan dalam sistem pertahanan tubuh bayi untuk mencegah
berbagai penyakit. Lebih lanjut menurut Depkes RI (2011a) setiap tetes ASI juga
mengandung mineral dan enzim untuk pencegahan penyakit dan antibodi yang
lebih efektif dibandingkan dengan kandungan yang terdapat dalam susu formula.
Menurut Dirjen Gizi dan KIA (2011) masalah utama masih rendahnya
penggunaan ASI di Indonesia adalah faktor sosial budaya, kurangnya pengetahuan
ibu hamil, keluarga dan masyarakat akan pentingnya ASI, serta jajaran kesehatan
yang belum sepenuhnya mendukung Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI).
Masalah ini diperparah dengan gencarnya promosi susu formula dan kurangnya
dukungan dari masyarakat, termasuk institusi yang memperkerjakan perempuan
yang belum memberikan tempat dan kesempatan bagi ibu menyusui di tempat
kerja (seperti ruang ASI). Keberhasilan ibu menyusui untuk terus menyusui
bayinya sangat ditentukan oleh dukungan dari suami, keluarga, petugas kesehatan,
masyarakat serta lingkungan kerja (Depkes RI, 2011a).
Ibu yang kembali bekerja setelah cuti melahirkan merupakan salah satu
kendala dalam suksesnya Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI). Chatterji dan
Frick (2005) dalam Does Returning to Work After Childbirth Affect
Breastfeeding Practices? menyatakan bahwa kembali bekerja dalam tiga bulan
4
pertama setelah melahirkan sangat berhubungan dengan penurunan kemungkinan
untuk memulai menyusui sebesar 16%-18%, dan pengurangan durasi menyusui
sekitar 4-5 minggu (Review of Economics of the Household 3, 2005).
Weber, et al., (International Breastfeeding Journal, 2011) dalam Female
employees’ perceptions of organisational support for breastfeeding at work:
findings from an Australian health service workplace menunjukkan bahwa
kembali bekerja adalah salah satu alasan utama perempuan berhenti menyusui,
dengan 60% wanita yang berniat untuk menyusui ketika mereka kembali bekerja,
tetapi hanya 40% yang melakukannya. Dukungan untuk terus menyusui selama
bekerja terutama berasal dari keluarga dan pasangan (masing-masing 74% dan
83%), dukungan dari organisasi (13%), itu pun hanya sedikit yang dirasakan, dan
sumber daya manusia (6%). Kebanyakan wanita (92%) tidak menerima informasi
dari manajer mereka tentang pilihan mereka untuk menyusui setelah mereka
kembali bekerja, dan hanya sedikit yang memiliki akses ruangankhusus yang
ditujukan untuk menyusui (19%). Pilihan kerja yang fleksibel dan istirahat untuk
menyusui, serta akses ke ruangan yang terjaga privasinya, diidentifikasi sebagai
faktor utama yang memfasilitasi menyusui di tempat kerja.
Sama halnya dengan penelitian tersebut, di PT. Dewhirst Men’s Wear
Indonesia, berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu staff HRD dan
rekrutmen, penyebab utama masih rendahnya ASI eksklusif adalah karena
berakhirnya masa cuti melahirkan. Selain itu, kendala lain yang masih dijumpai
untuk mendorong ibu menyusui adalah kendala tempat tinggal. Sebagian
karyawatiada yang menitipkan bayi mereka pada orang tua di kampung,
5
sementara karyawati tersebut tinggal di daerah sekitar perusahaan dengan
menyewa kamar kos. Mereka menyebutkan tidak ada orang yang dapat dimintai
bantuan untuk menjaga bayi ketika mereka bekerja.
WHO merekomendasikan bahwa seorang ibu yang baru melahirkan harus
memiliki setidaknya 16 minggu cuti kerja setelah melahirkan, untuk dapat
beristirahat dan menyusui anaknya. Sedangkan di Indonesia, menurut ketentuan
UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berbunyi “Pekerja/buruh
perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum
saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan
menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan”. Hal ini menunjukkan bahwa
masa cuti setelah melahirkan di Indonesia hanya 1,5 bulan, jauh lebih sebentar
dibanding dengan yang direkomendasikan oleh WHO. Begitu juga di PT.
Dewhirst Men’s Wear Indonesia yang mengikuti ketentuan UU nomor 13 tahun
2003 tersebut.
Banyak ibu yang kembali bekerja mengabaikan pemberian ASI eksklusif
selama enam bulan sebelum direkomendasikan karena mereka tidak memiliki
cukup waktu, atau tempat yang memadai untuk menyusui atau memerah dan
menyimpan susu mereka di tempat kerja. Ibu membutuhkan akses ke tempat yang
aman, bersih dan terjaga privasinya di atau dekat tempat kerja mereka untuk terus
menyusui (WHO).
Jumlah pekerja perempuan di Indonesia, mencapai sekitar 40,74 juta jiwa,
dengan jumlah pekerja pada usia reproduksi berkisar sekitar 25 juta jiwa yang
kemungkinan akan mengalami proses kehamilan, melahirkan dan menyusui
6
selama menjadi pekerja. Karena itu, dibutuhkan perhatian yang memadai agar
status ibu bekerja tidak lagi menjadi alasan untuk menghentikan pemberian ASI
eksklusif (Depkes RI, 2011b).
Sesuai dengan kodratnya, pekerja wanita akan mengalami haid,
kehamilan,melahirkan dan menyusui bayi. Untuk meningkatkan kualitas SDM,
dimulai sejak janin dalam kandungan, masa bayi, balita, anak-anak sampai
dewasa. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi merupakan cara terbaik bagi
peningkatan kualitas SDM sejak dini yang akan menjadi penerus bangsa (Pusat
Kesehatan Kerja Depkes RI).
Sekjen Kemenkes RI mengimbau kepada para pengusaha, pengelola
tempat kerja/perkantoran baik milik pemerintah maupun swasta pada saat Seminar
Penguatan Pemberian ASI di Tempat Kerja (2011) untuk dapat mendukung
program pemerintah dalam mewujudkan pemberian ASI eksklusif kepada bayi
sampai umur 6 bulan melalui upaya-upaya yaitu: memberikan kesempatan kepada
pekerja perempuan yang masih menyusui untuk memberikan ASI kepada
bayi/anaknya selama jam kerja; menyediakan tempat untuk menyusui bayinya
berupa ruang ASI dan tempat penitipan anak apabila kondisi tempat kerja
memungkinkan untuk membawa bayi/anaknya; atau menyediakan ruang dan
sarana prasarana untuk memerah ASI dan menyimpan ASI ditempat kerja, agar
ibu selama bekerja tetap dapat memerah ASI untuk selanjutnya dibawa pulang
setelah selesai bekerja (Depkes RI, 2011b).
Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 128
mengamanatkan setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak
7
dilahirkan selama 6 (enam) bulan. Hal ini didukung oleh Undang-undang Nomor
13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 83 menyebutkan bahwa
pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan
sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilaksanakan selama waktu
kerja (Depkes RI, 2011b).
PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia yang merupakan perusahaan garment
adalah salah satu contoh langka perusahaan yang memberikan fasilitas berupa
ruang laktasi untuk memerah ASI selama ibu bekerja dan sarana untuk
menyimpan ASI. Dengan jumlah karyawan sebanyak 5.200 orang yang 93%
adalah perempuan dan sebagian besar masih berada dalam usia reproduksi
sehingga besar kemungkinan untuk terjadi proses kehamilan, melahirkan, dan
menyusui di antara karyawatinya, perusahaan ini menyadari akan pentingnya
dukungan bagi ibu hamil dan menyusui.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu staff HRD dan rekrutmen
PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia, bentuk dukungan bagi ibu hamil yang
diberikan oleh perusahaan ini berawal dari sebuah program yang dibentuk oleh
PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia yang bekerja sama dengan lembaga asuransi
kesehatan dan LSM, program ini diberi nama program safe motherhood. Dari
program safe motherhood ini dibentuk sebuah program yang bekerja sama dengan
bidan-bidan di empat tempat dimana karyawati PT. Dewhirst Men’s Wear
Indonesia banyak tinggal disana, empat tempat tersebut adalah Kota Bandung,
Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Garut. Selain itu,
perusahaan ini juga mendirikan sebuah klinik untuk mendukung terlaksananya
8
program tersebut. Setiap buruh dan karyawati yang hamil di PT Dewhirst Men’s
Wear Indonesia wajib melaporkan kehamilannya pada manajemen. Selanjutnya,
karyawati yang bersangkutan kemudian mendapatkan pemeriksaan secara rutin di
klinik perusahaan tersebut atau di bidan jaringan. Karyawatiyang sedang hamil
juga mendapatkan suplemen vitamin secara gratis, mendapatkan fasiltias
pemeriksaan USG gratis, pemeriksaan kadar Hb dalam darah, serta imunisasi TT
sebanyak dua kali dalam masa kehamilan. Perusahaan ini membentuk tim
Pendamping Minum Vitamin (PMV) guna memastikan vitamin yang diberikan
benar-benar diminum oleh ibu hamil. Selain itu, perusahan ini juga memberikan
penyuluhan kepada karyawati yang sedang hamil tentang antenatal care. Tidak
hanya karyawati yang diberi penyuluhan, setiap enam bulan sekali perusahaan ini
mengadakan training untuk para bidan yang bekerjasama dengan mereka, tujuan
training ini adalah untuk meningkatkan kompetensi para bidan. Secara rutin juga
kinerja para bidan dan dokter yang bekerjasama dengan perusahaan ini setiap
enam bulan sekali dievaluasi kinerjanya.
Selain dukungan terhadap ibu hamil, perusahaan ini juga memberikan
dukungan kepada ibu menyusui. Lebih lanjut menurut hasil wawancara tersebut,
karyawati yang baru melahirkan dan ingin tetap menyusui bayinya diberikan
fasilitas berupa dua buah ruangan laktasi untuk memerah ASI selama ibu bekerja
dan sarana untuk menyimpan ASI seperti lemari es. Waktu untuk pemanfaatan
fasilitas laktasi ini tidak dibatasi. Pendirian fasilitas laktasi ini dilatarbelakangi
oleh banyaknya ibu menyusui yang membuang ASInya. Dukungan bagi ibu
menyusui lainnya yang diberikan oleh perusahaan ini adalah penyuluhan tentang
9
menyusui yang diberikan kepada ibu hamil. Oleh karena dukungan-dukungan
tersebut, PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia mendapatkan predikat sebagai
“perusahaan sayang bayi” dari Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia Jawa Barat
(AIMI, 2011).
Meskipun dukungan perusahaan terhadap ibu hamil dan menyusui sudah
sangat besar, namun masih banyak karyawati yang tidak memanfaatkannya secara
optimal, hal ini dikemukakan oleh salah satu staff HRD dan rekrutmen PT.
Dewhirst Men’s Wear Indonesia pada saat wawancara, misalnya seperti di ruang
laktasi, masih banyak ibu menyusui yang tidak menggunakan fasilitas ini. Hal ini
terbukti dari jumlah kunjungan ke ruang laktasi hanya 6 – 10 orang per harinya
pada bulan Maret 2012, sedangkan jumlah karyawati yang memiliki bayi usia 0 –
6 bulan berjumlah sekitar 200 orang.
Meskipun ada dukungan dari pemerintah terhadap ibu menyusui yang
berbentuk peraturan tertulis tentang pemberian ASI eksklusif serta tersedianya
dukungan perusahaan yang berbentuk fasilitas ruang laktasi, sarana penyimpanan
ASI, dan penyuluhan bagi ibu bekerja, namun fasilitas dan dukungan tersebut
belum tentu dimanfaatkan secara optimal. Hal ini dipengaruhi oleh faktor
eksternal dan internal yang menyebabkan seseorang berperilaku. Faktor eksternal
tersebut antara lain, pengalaman, fasilitas, dan sosialbudaya. Sedangkan faktor
internal antara lain, persepsi, pengetahuan, keyakinan, keinginan, motivasi, niat,
dan sikap (Notoatmodjo, 2010).
Lebih lanjut menurut Notoatmodjo (2010), pengalaman dapat diperoleh
dari pengalaman sendiri maupun dari pengalaman orang lain. Oleh karena itu,
10
meskipun ibu belum memiliki pengalaman menyusui, tapi ibu dapat
memperolehnya dari pengalaman orang lain, misalnya kakak perempuan,
tetangga, atau temannya. Selain pengalaman, fasilitas juga sangat mempengaruhi
seseorang dalam berperilaku. Fasilitas yang menunjang akan memungkinkan
seseorang melakukan perilaku tertentu, di PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia
telah disediakan fasilitas yang menunjang untuk para karyawatinya agar dapat
tetap memberikan ASI kepada bayinya.Faktor eksternal lainnya yaitu
sosialbudaya, dimana faktor ini sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang.
Ibu yang bekerja di PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia kebanyakan berasal dari
suku Sunda dan Jawa. Dimana suku-suku tersebut secara umum tidak memiliki
budaya yang menentang seseorang memberikan ASI eksklusif.
Faktor internal yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu persepsi,
pengetahuan, keyakinan, keinginan, niat, dan sikap, dimana faktor-faktor tersebut
mengarah ke arah positif jika dilihat dari hasil studi pendahuluan. Sedangkan
faktor internal lainnya yaitu motivasi, dimana motivasi ibu bekerja dalam
memberikan ASI eksklusif ini sangat berpengaruh terhadap pemberian ASI
eksklusif. Racine, et al., (Journal Human Lactation, 2009) dalam How motivation
influences breastfeeding duration among low-income women menyatakan bahwa
wanita yang memiliki pengalaman sukses dengan motivasi intrinsik dan ekstrinsik
dalam menyusui sangat mungkin untuk menyusui bayinya sampai enam bulan,
wanita yang termotivasi secara intrinsik menghargai breastfeeding namun masih
membutuhkan informasi dan instruksi dalam mencapai tujuan menyusui,
sedangkan wanita yang termotivasi secara ekstrinsik memiliki kemungkinan
11
paling kecil untuk menyusui walaupun dengan dukungan dan instruksi. Seseorang
melakukan suatu perbuatan bila mengharapkan sesuatu yang menyenangkan
akibat perbuatannya. Artinya setiap perilaku didorong oleh motivasi (Nurdin,
2011). Menurut Quinn (1995 dalam Notoadmodjo, 2005) motivasi secara umum
mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakkan kita untuk
berperilaku tertentu. Motivasi ibu terhadap pemberian ASI eksklusif adalah
dorongan(alasan) yang menggerakkan ibu untuk memberikan ASI saja tanpa susu
formula dan makanan tambahan lain kepada bayinya sampai berumur 6 bulan.
Dari studi pendahuluan kepada 16 orang karyawati menyusui didapat data
bahwa dari 16 karyawati tersebut hanya 5 orang yang memberikan ASI secara
eksklusif selama enam bulan, sisanya 11 orang memberikan ASI saja kurang dari
enam bulan, bahkan ada satu orang karyawati yang menyatakan tidak memberikan
ASI eksklusif sama sekali melainkan memberikan kombinasi antara ASI dengan
susu formula. Mereka yang tidak memberikan ASI eksklusif menyatakan bahwa
tidak memberikan ASI eksklusif karena mereka bekerja dan ada satu orang yang
menyatakan bahwa ASI yang keluar sedikit. Dari 16 responden tersebut 8 orang
menyatakan pernah memanfaatkan fasilitas laktasi di tempat kerja dan
menyatakan memanfaatkannya ketika jam istirahat, sedangkan 8 orang lainnya
menyatakan tidak pernah memanfaatkan fasilitas laktasi dengan alasan tidak ada
waktu, banyak kerjaan, jarak rumah jauh dengan tempat kerja, dan ASInya sedikit.
Selain itu, peneliti juga melakukan studi pendahuluan kepada 7 orang
karyawati yang memiliki anak kurang dari dua tahun tentang pengetahuan ibu.
Dari 7 orang tersebut, 3 orang menyatakan pernah mengikuti penyuluhan tentang
12
menyusui yang diadakan di PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia. Dari 7 orang
tersebut semuanya mengetahui manfaat ASI dan dapat menyebutkan dua sampai
lima manfaat ASI juga semuanya berpendapat bahwa ASI itu penting. Selain itu
ketujuh orang tersebut juga berpendapat bahwa ibu yang sedang bekerja masih
dapat memberikan ASI kepada bayinya. Dari 7 orang tersebut, ketika diberi
pertanyaan tentang kapan waktu yang paling tepat untuk memerah ASI, 4 orang
menjawab ketika payudara terisi penuh oleh ASI, 3 orang lainnya menjawab
kapan saja. Ketika diberi pertanyaan berapa lama ASI perah dapat bertahan di
suhu ruangan, 6 orang menjawab tidak lebih dari 4 jam, 1 orang menjawab tidak
dapat disimpan di suhu ruangan. Ketika diberi pertanyaan tentang cara
menghangatkan ASI perah yang disimpan di lemari es, 3 orang menjawab
menyimpan botol berisi ASI dalam mangkuk berisi air panas tidak mendidih, 1
orang menjawab menyimpannya dalam air mendidih, dan 3 orang menjawab tidak
tahu.
Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan sebelumnya, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Motivasi Ibu bekerja terhadap
Pemberian ASI Eksklusif Di PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan data dan uraian di atas, penulis dapat merumuskan masalah
penelitian yaitu “bagaimanakah gambaran motivasi ibu bekerja terhadap
pemberian ASI eksklusif Di PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia”.
13
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran motivasi
ibu bekerja terhadap pemberian ASI eksklusif di PT. Dewhirst Men’s Wear
Indonesia.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Bagi PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia
Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran dan masukan bagi PT.
Dewhirst Men’s Wear Indonesia tentang gambaran motivasi karyawatinya dalam
pemberian ASI eksklusif. Dengan diketahuinya gambaran motivasi ibu dalam
pemberian ASI eksklusif maka dapat dipertimbangkan untuk dilakukan training
motivasi pemberian ASI eksklusif bagi para karyawatinya dan untuk memotivasi
ibu dapat dipertimbangkan untuk diberikan reward bagi ibu yang menyusui secara
eksklusif.
1.4.2 Bagi Profesi
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang motivasi
ibu bekerja dalam pemberian ASI eksklusif sehingga dapat membantu perawat
dalam memberikan pendidikan kesehatan sebagai tindakan promotif mengenai
ASI eksklusif di kalangan ibu bekerja.
14
1.4.3 Bagi Peneliti
1.4.3.1 Melalui penelitian ini, diharapkan peneliti dapat mengaplikasikan dan
memanfaatkan ilmu yang telah didapatkan selama menjalani proses
akademik
1.4.3.2 Menambah pengetahuan serta pengalaman dalam melakukan penelitian
ilmiah
1.4.3.3 Menambah pengetahuan peneliti mengenai motivasi ibu bekerja terhadap
pemberian ASI eksklusif
1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data tambahan bagi peneliti
selanjutnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ibu bekerja dalam
memberikan ASI eksklusif di PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia.
1.5 Kerangka Pemikiran
Salah satu tugas perkembangan ibu postpartum adalah menyusui.
Menyusui merupakan proses alamiah dan merupakan salah satu tugas perawatan
kesehatan anak. Namun, pada kenyataannya tidak semua ibu dapat memenuhi
tugas perkembangan tersebut karena berbagai kondisi, salah satunya karena ibu
harus kembali bekerja setelah cuti melahirkan.
Kembali bekerja setelah cuti melahirkan merupakan salah satu kendala
dalam keberhasilan ASI eksklusif. Ibu bekerja yang memiliki bayi usia 0-6 bulan
yang ingin memberikan ASI eksklusif kepada bayinya harus bekerja di
15
perusahaan yang memberi dukungan penuh kepada ibu menyusui. Namun, jika
dukungan yang diberikan perusahaan tidak dimanfaatkan secara optimal, maka
kendala yang dihadapi merupakan kendala yang berasal dari dalam diri ibu
sendiri. Alasan atau hal yang mendasari seseorang dalam melakukan suatu
perbuatan disebut motivasi. Motivasi ibu bekerja untuk memberikan ASI eksklusif
merupakan salah satu hal yang berpengaruh dalam berhasilnya pemberian ASI
eksklusif pada ibu bekerja di perusahaan yang sudah mendukung ibu menyusui.
Motivasi adalah suatu alasan (reasoning) seseorang untuk bertindak dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidupnya (Notoadmodjo, 2007). Menurut Deci dan
Ryan (2000, dalam Murray, 2005) pada bentuk dasarnya, motivasi manusia dapat
dilihat pada enam poin kontinum (rangkaian kesatuan), dari amotivasi di sebelah
kiri, lalu empat kategori dari motivasi ekstrinsik, sampai motivasi intrinsik di
sebelah kanan. Keempat kategori dari motivasi ekstrinsik adalah external
regulation, introjected regulation, identified regulation, dan integrated regulation,
dicantumkan pada urutan dari tingkatan internalisasi dan self-regulation, seperti
terlihat pada tabel 1.1 dibawah ini.
Tabel 1.1 Kontinum Intrinsik – Ekstrinsik
Amotivasi Motivasi Ekstrinsik Motivasi Intrinsik
Non-regulation
External regulation
Introjected regulation
Identified regulation
Integrated regulation
Intrinsic regulation
Tak terinternalisasi Terinternalisasi penuh
16
Motivasi instrinsik didefinisikan sebagai melakukan suatu kegiatan untuk
kepuasan inheren dan bukan untuk beberapa alasan yang terpisahkan. Ketika
termotivasi secara intrinsik, seseorang digerakkan untuk bertindak untuk
kesenangan atau tantangan bukan karena dorongan eksternal, tekanan, atau
imbalan. External Regulation merupakan bentuk motivasi ekstrinsik yang paling
tidak otonom, perilaku karena motivasi jenis ini terjadi karena imbalan atau
hukuman eksternal. Perilaku karena motivasi Introjected Regulation dilakukan
untuk menghindari rasa malu dan rasa bersalah, atau untuk mencapai perasaan
menghargai atau harga diri. Ini adalah perilaku dimana orang termotivasi untuk
menunjukkan kemampuan dirinya untuk harga diri mereka. Identified Regulation
merupakan bentuk dari motivasi ekstrinsik yang lebih otonom karena ada
penerimaan secara sadar akan perilaku yang dianggap penting secara personal.
Integrated Regulation adalah bentuk motivasi ekstrinsik yang paling otonom.
Regulasi jenis ini telah diinternalisasi dan sepenuhnya terintegrasi dalam diri dan
disesuaiankan dengan kebutuhan dan nilai-nilai yang sudah menjadi bagian dari
diri. Sedangkan amotivasi (Amotivation) mewakili tidak adanya motivasi.
Individu pada jenis motivasi ini tidak berperilaku dengan secara terarah. Mereka
tidak merasakan hubungan yang bermakna antara apa yang mereka lakukan dan
diri mereka sendiri.
Seseorang melakukan suatu perbuatan bila mengharapkan sesuatu yang
menyenangkan akibat perbuatannya. Artinya setiap perilaku didorong oleh
motivasi (Nurdin, 2011). Termasuk dalam perilaku pemberian ASI eksklusif oleh
ibu bekerja.
17
ASI eksklusif menurut WHO dalam Fikawati & Syafiq (2010) adalah
pemberian hanya ASI saja tanpa cairan atau makanan padat apapun kecuali
vitamin, mineral atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai usia 6 bulan.
Meskipun menghadapi kendala dalam pemberian ASI eksklusif, ibu
bekerja yang ingin terus menyusui bayinya secara eksklusif akan mampu
menghadapi kendala tersebut apabila memiliki motivasi yang tinggi. Sebaliknya
ibu yang memiliki motivasi yang rendah akan sulit menghadapi kendala dalam
meberikan ASI eksklusif.
Untuk lebih jelasnya, kerangka pemikiran dari penelitian ini, penulis
sajikan dalam betuk bagan seperti di bawah ini :
Ibu postpartum Menyusui
Tuntutan Ekonomi Bekerja
Faktor yang mempengaruhi perilaku pemberian ASI Eksklusif
InternalPersepsiPengetahuanKeyakinanKeinginan
NiatSikap
EksternalPengalamanFasilitasSosialbudaya
Motivasi
Level Motivasi Manusia
ExternalIdentifiedIntrojecedIntegrated
AmotivasiEkstrinsikIntrinsik
18
Bagan Kerangka Pemikiran
Motivasi Ibu bekerja terhadap Pemberian ASI Eksklusif di PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia
Keterangan :
= diteliti
= tidak diteliti
Sumber : Notoatmodjo (2010), Deci & Ryan (2000) dalam Murray (2005), WHO (2001) dalam Fikawati & Syafiq (2010).
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Motivasi
2.1.1 Definisi
Motivasi berasal dari bahasa latin yang berarti to move. Secara umum
mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakkan kita untuk
berperilaku tertentu. Oleh karena itu, dalam mempelajari motivasi kita akan
berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan. Di dalam konsep
motivasi kita juga akan mempelajari sekolompok fenomena yang mempengaruhi
sifat, kekuatan dan ketetapan dari tingkah laku manusia (Quinn,1995 dalam
Notoamodjo, 2005)
Menurut Terry G. (1986) dalam Notoatmodjo (2005), motivasi adalah
keinginan yang terdapat pada diri seseoramg individu yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan (perilaku). Sedangkan Hasibuan (1955) dalam
Notoatmodjo (2005) merumuskan bahwa motivasi adalah suatu perangsang
keinginan (want) dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Ia
menambahkan bahwa setiap motif memiliki tujuan yang ingi dicapai.
Seseorang melakukan suatu perbuatan bila mengharapkan sesuatu yang
menyenangkan akibat perbuatannya. Artinya setiap perilaku didorong oleh
motivasi (Nurdin, 2011).
19
20
2.1.2 Motivasi Menurut Self Determination Theory
Menurut Deci dan Ryan (2000, dalam Murray, 2005) pada bentuk
dasarnya, motivasi manusia dapat dilihat pada enam poin kontinum (rangkaian
kesatuan), dari amotivasi di sebelah kiri, lalu empat kategori dari motivasi
ekstrinsik, sampai motivasi intrinsik di sebelah kanan. Keempat kategori dari
motivasi ekstrinsik adalah external regulation, introjected regulation, identified
regulation, dan integrated regulation, dicantumkan pada urutan dari tingkatan
internalisasi dan self-regulation.
2.2.1.1 Motivasi Intrinsik (Intrinsic Motivation)
Motivasi instrinsik didefinisikan sebagai melakukan suatu kegiatan untuk
kepuasan inheren dan bukan untuk beberapa alasan yang terpisahkan. Ketika
termotivasi secara intrinsik, seseorang digerakkan untuk bertindak untuk
kesenangan atau tantangan bukan karena dorongan eksternal, tekanan, atau
imbalan. Orang yang termotivasi secara intrinsik akan dapat lebih
mempertahankan perilaku tersebut dibanding dengan orang yang termotivasi
secara ekstrinsik. Sebagai contoh, seorang ibu yang termotivasi secara intrinsik
akan memberikan ASI eksklusif kepada bayinya karena dengan memberikan ASI
eksklusif, ibu akan merasakan kesenangan atau kepuasan tersendiri.
2.2.1.2 Motivasi Ekstrinsik (Extrinsic Motivation)
Self-Determination Theory terdiri dari beberapa sub-teori, dan salah
satunya adalah Organismic Integration Theory (OIT). Organismic Integration
21
Theory (OIT) menjelaskan proses penting dari internalisasi dan integrasi yang
terdiri dari empat kategori yang berbeda dari perilaku yang termotivasi secara
ekstrinsik.
Internalisasi mengacu pada proses yang menganut nilai atau peraturan
sebagai miliknya sendiridan integrasi adalah proses dimana seseorang menerima
nilai yang diinternalisasi ini sebagai bagian dari dirinya sendiri (Ryan dan Deci,
2000 dalam Murray, 2005).
Keempat motivasi ekstrinsik tersebut adalah sebagai berikut:
1. External Regulation
Merupakan bentuk motivasi ekstrinsik yang paling tidak otonom, perilaku
karena motivasi jenis ini terjadi karena imbalan atau hukuman eksternal. Motivasi
ini disebut juga motivasi yang dikontrol (controlled motivation). Sebagai contoh,
seorang ibu memberikan ASI eksklusif karena suami atau orang tua yang
mengharuskannya.
2. Introjected Regulation
Hal ini melibatkan tingkat internalisasi dari regulasi eksternal tetapi tidak
terintegrasi dalam diri. Jenis motivasi ekstrinsik ini masih cukup mengendalikan,
karena perilaku ini dilakukan untuk menghindari rasa malu dan rasa bersalah, atau
untuk mencapai perasaan menghargai atau harga diri. Ini adalah perilaku dimana
orang termotivasi untuk menunjukkan kemampuan dirinya untuk harga diri
mereka. Jenis perilaku ini agak lebih stabil dibanding external regulation, karena
tidak tergantung hanya pada penghargaan eksternal. Seperti halnya external
regulation, introjected regulation juga merupakan motivasi yang dikontrol
22
(controlled motivation). Sebagai contoh, seorang ibu memberikan ASI eksklusif
kepada bayinya karena jika tidak, ia akan merasa bersalah.
3. Identified Regulation
Ini adalah bentuk dari motivasi ekstrinsik yang lebih otonom karena ada
penerimaan secara sadar akan perilaku yang dianggap penting secara personal.
Jenis motivasi ini disebut juga motivasi otonom (autonomous motivation).
Sebagai contoh, seorang ibu yang menemui konsultan laktasi karena ingin
mendapat informasi tentang ASI eksklusif karena informasi tersebut dianggap
penting bagi dirinya.
4. Integrated Regulation
Ini adalah bentuk motivasi ekstrinsik yang paling otonom. Regulasi jenis
ini telah diinternalisasi dan sepenuhnya terintegrasi dalam diri dan disesuaiankan
dengan kebutuhan dan nilai-nilai yang sudah menjadi bagian dari diri. Dengan
demikian, bentuk motivasi ini hampir sama seperti motivasi intrinsik, tetapi masih
dianggap sebagai motivasi ekstrinsik karena perilaku yang dilakukan untuk jenis
motivasi ini didorong oleh regulasi eksternal dan tidak dilakukan untuk
kesenangan. Seperti halnya identification regulation, jenis motivasi ini disebut
juga motivasi otonom (autonomous motivation). Sebagai contoh, seorang ibu
memberikan ASI eksklusif kepada bayinya karena yakin bahwa ASI eksklusif
merupakan yang terbaik bagi bayinya. Contoh lainnya jika seorang ibu
memberikan ASI eksklusif kepada bayinya karena sudah menjadi tradisi di dalam
keluarganya.
23
2.2.1.3 Amotivasi (Amotivation)
Amotivasi mewakili tidak adanya motivasi. Individu pada jenis motivasi
ini tidak berperilaku dengan secara terarah. Mereka tidak merasakan hubungan
yang bermakna antara apa yang mereka lakukan dan diri mereka sendiri.
2.2 Manajemen Laktasi
2.2.1 ASI Eksklusif
ASI eksklusif menurut WHO dalam Fikawati & Syafiq (2010)
adalah pemberian hanya ASI saja tanpa cairan atau makanan padat apapun
kecuali vitamin, mineral atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai
usia 6 bulan.
Menurut Roesli (2000) yang dimaksud dengan ASI eksklusif atau
lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI
saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh,
air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur
susu, biskuit, bubur nasi, dan tim.
Rekomendasi terbaru dari UNICEF bersama World Healthh
Assembly (WHA) dan banyak negara lainnya adalah menetapkan jangka
waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.
24
2.2.1.1 Manfaat Pemberian ASI Eksklusif
Banyak manfaat pemberian ASI khususnya ASI eksklusif dan tidak
hanya dapat dirasakan oleh bayi, tetapi juga dapat dirasakan oleh ibu,
keluarga, masyarakat, negara, bahkan perusahaan.
1. Manfaat Bagi Bayi
1) ASI sebagai nutrisi
ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang
seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI
adalah makanan bayi yang paling sempurna, baik kualitas maupun
kuantitasnya. Dengan tatalaksana menyusui yang benar, ASI sebagai
makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan tumbuh bayi normal
sampai usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan, bayi harus mulai diberi makanan
padat, tetapi ASI dapat diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih.
2) ASI meningkatkan daya tahan tubuh
Bayi baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobulin dari ibunya
melalui plasenta. Namun, kadar zat ini akan cepat sekali menurun segera
setelah bayi lahir. Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan tubuh
cukup banyak sehingga mencapai kadar protektif pada waktu berusia
sekitar 9 sampai 12 bulan. Pada saat kadar zat kekebalan menurun,
sedangkan yang dibentuk oleh badan bayi belum mencukupi maka akan
terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi. Oleh karena itu, dengan
pemberian ASI eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan akan membantu
bayi mengatasi kesenjangan zat kekebalan tubuh yang terjadi.
25
3) ASI Eksklusif meningkatkan kecerdasan
Terdapat dua faktor penentu kecerdasan anak, yaitu faktor genetik dan
faktor lingkungan. Faktor genetik menentukan potensi bawaan yang
diturunkan orang tua. Faktor ini tidak dapat dimanipulasi atau direkayasa.
Sedangkan faktor lingkungan dapat dimanipulasi atau direkayasa. Secara
garis besar terdapat tiga jenis kebutuhan untuk faktor lingkungan, yaitu
kebutuhan untuk pertumbuhan fisik-otak dimana kebutuhan ini
memerlukan nutrisi untuk pertumbuhan jaringan otak, nutrisi tersebut
dapat dipenuhi oleh ASI terutama ASI eksklusif. Kebutuhan yang kedua
kebutuhan untuk perkembangan emosional dan spiritual, dimana yang
terpenting di sini adalah pemberian kasih sayang dan perasaan aman.
Dengan menyusui bayi secara eksklusif, ibu memenuhi kebutuhan awal
untuk hal ini. Kebutuhan ketiga untuk faktor lingkungan ini adalah
kebutuhan untuk perkembangan intelektual dan sosialisasi, dimana
kebutuhan ini didapat bayi dengan menyusu, menyusu membuat bayi
terbiasa behubungan dengan manusia lain, dalam hal ini dengan ibunya.
4) Menghindari Dermatitis Atopik
Menurut Yang, Tsai, dan Lu, (British Journal of Dermatology, 2009)
dalam penelitiannya Exclusive breastfeeding and incident atopic
dermatitis in childhood: a systematic review and meta-analysis of
prospective cohort studies menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
menyusui dengan penurunan risiko terjadinya dermatitis atopik.
5) Menyelamatkan kehidupan bayi
26
Menurut WHO kurangnya pemberian ASI eksklusif selama enam
bulan pertama kehidupan memberikan kontribusi lebih dari satu juta
kematian anak yang dapat dihindari setiap tahunnya.
6) Meningkatkan tumbuh kembang secara normal
Bayi yang diberi ASI secara eksklusif akan memperoleh imun alami,
oleh karena itu, jarang terjadi infeksi sehingga dapat mencegah terjadinya
badan pendek.
7) Selalu bersih
ASI selalu bersih karena berasal dari tubuh ibu dan langsung masuk
ke dalam tubuh bayi melalui proses menyusui sehingga tidak ada
kontaminasi dari luar. Selain itu, ASI juga selalu siap tersedia dan dalam
suhu yang sesuai.
8) Mudah dicerna dan zat gizi mudah diserap
Kandungan ASI sudah disesuaikan dengan pencernaan bayi sehingga
ASI mudah dicerna dan diserap tubuh bayi.
9) Melindungi terhadap alergi
ASI melindungi bayi dari alergi karena tidak mengandung zat yang
dapat menimbulkan alergi.
10) Mengandung cairan yang cukup
ASI mengandung cairan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi
dalam 6 bulan pertama karena kandungan ASI 87% adalah air.
11) Isapan bayi membantu perkembangan gigi dan otot-otot muka
27
Dengan menyusu, isapan bayi akan memebantu perkembangan gigi
dan otot-otot muka.
12) Hubungan fisik ibu-bayi baik untuk perkembangan bayi
Seringnya kontak kulit ibu ke kulit bayi dapat mengakibatkan
perkembangan psikomotor maupun sosial yang baik bagi bayi.
2. Manfaat bagi Ibu
1) Melindungi kesehatan ibu (mengurangi perdarahan pasca persalinan,
mengurangi risiko kanker payudara dan indung telur, mengurangi
anemia)
2) Menghemat waktu
3) Pemberian ASI memberikan 98% metode kontrasepsi yang efisien
selama 6 bulan pertama sesudah kelahiran bila diberikan hanya ASI
saja (eksklusif) dan belum terjadi menstruasi kembali
4) Menempelkan segera bayi pada payudara membantu pengeluaran
plasenta karena isapan bayi merangsang kontraksi rahim, oleh karena
itu menurunkan risiko perdarahan pasca persalinan
5) Memberikan ASI segera (dalam waktu 60 menit) membantu
meningkatkan produksi ASI dan proses laktasi
6) Isapan puting yang segera dan sering membantu mencegah payudara
bengkak
28
7) Pemberian ASI membantu mengurangi beban kerja ibu karena ASI
tersedia kapan dan dimana saja. ASI selalu bersih, sehat dan tersedia
dalam suhu yang cocok
8) Pemberian ASI ekonomis
9) Meningkatkan hubungan batin ibu-bayi
10) Menurunkan risiko kanker payudara
3. Manfaat Bagi Keluarga
1) Peningkatan status kesehatan dan gizi ibu dan bayinya
2) Tidak perlu uang untuk membeli susu formula, bahan bakar untuk
merebus air, susu atau peralatan
3) Bayi sehat berarti keluarga mengeluarkan biaya lebih sedikit (hemat)
dalam perawatan kesehatan dan berkurangnya kekhawatiran bayi akan
sakit
4) Penjarangan kelahiran karena efek kontrasepsi dari ASI eksklusif
5) Menghemat waktu keluarga bila bayi lebih sehat
6) Memberikan ASI pada bayi (meneteki) berarti hemat tenaga bagi
keluarga sebab ASI selalu siap tersedia
4. Manfaat Bagi Masyarakat dan Negara
1) Berkontribusi untuk pengembangan ekonomi
2) Melindungi lingkungan (botol-botol bekas, dot, kemasan susu dll)
3) Menghemat sumber dana yang terbatas dan kelangkaan pangan
29
4) Menghemat sumber dana yang terbatas dan kelangkaan pangan
5) Menghemat devisa negara karena tidak perlu mengimpor susu formula
dan peralatan lain untuk persiapannya
6) Bayi sehat membuat negara lebih sehat
7) Terjadi penghematan pada sektor kesehatan karena jumlah bayi sakit
lebih sedikit
8) Memperbaiki kelangsungan hidup anak dengan menurunkan kematian
9) ASI adalah sumber daya yang terus menerus diproduksi dan baru
5. Manfaat Bagi Perusahaan
1) Menghemat biaya pengobatan
2) Meningkatkan produktivitas kerja
3) Meningkatkan citra perusahaan
2.2.2 Manajemen Laktasi pada Ibu Bekerja
Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI
eksklusif, meskipun di Indonesian cuti melahirkan hanya 3 bulan. Dengan
pengetahuan yang benar tentang menyusui, perlengkapan memerah ASI,
dan dukungan lingkungan kerja, seorang ibu yang bekerja dapat tetap
memberikan ASI secara eksklusif.
Johnston dan Esposito (Journal of Obstetric, Gynecologic, &
Neonatal Nursing, 2007) dalam Barriers and Facilitators for
BreastfeedingAmong Working Women in the United States menyatakan
30
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi durasi menyusui pada ibu
bekerja di Amerika ada 3 yaitu, Microsystem, Mesosystem, dan
Exosystem. Faktor yang termasuk microsystem yaitu individu itu sendiri
seperti karakteristik individu (niat, komitmen, motivasi) dan perilaku
individu (manajemen waktu). Faktor yang termasuk mesosystem yaitu
dukungan dan hubungan sosial seperti dukungan suami, keluarga, dan
teman. Sedangkan faktor yang termasuk exosystem yaitu dukungan
masyarakat, petugas kesehatan, dan sumber daya, lingkungan tempat kerja,
waktu (cuti melahirkan, istirahat kerja), dukungan instrumental di tempat
kerja, serta kebijakan menyusui.
Memberikan ASI eksklusif tidak saja merupakan hal yang terbaik
bagi bayi, tetapi juga hal yang menguntungkan bagi perusahaan. Hal ini
didukung oleh bukti secara ilmiah bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif
akan lebih sehat. Bayi yang tidak diberi ASI eksklusif akan tiga kali lebih
sering dirawat daripada bayi ASI eksklusif. Ini berarti bayi ASI eksklusif
lebih jarang dibawa ke dokter sehingga ibu lebih jarang meninggalkan
pekerjaan.
Secara ideal setiap tempat kerja yang memperkerjakan perempuan
hendaknya memiliki “tempat penitipan bayi/anak”. Dengan demikian ibu
dapat membawa bayinya ke tempat kerja dan dapat menyusui setiap
beberapa jam. Namun bila tidak memungkinkan, karena tempat kerja jauh
dari rumah, tidak memiliki kendaraan pribadi, tidak ada mobil jemputan
dari kantor, atau lingkungan tempat kerja kurang sehat untuk bayi maka
31
ada cara lain yang juga mudah. Berikanlah ASI perah/pompa pada bayi
saat ibu bekerja. Untuk ini, diperlukan fasilitas dan peraturan-peraturan
perusahaan yang memungkinkan seorang ibu tetap dapat memberikan ASI
eksklusif selama 6 bulan, misalnya dengan menyediakan ruangan untuk
memerah ASI yang memadai, memberi izin dan waktu untuk memerah
ASI, dan cuti melahirkan yang lebih fleksibel. Tempat kerja yang
memungkinkan karyawatinya berhasil menyusui banyinya secara eksklusif
dinamakan “Tempat kerja sayang ibu”.
Semua ibu dapat belajar memerah ASI. Ibu dapat mulai belajar
selama kehamilan dan dapat menerapkanya segera setelah melahirkan.
Memerah dengan tangan tidak memerlukan alat bantu sehingga seorang
ibu dapat melakukannya di mana saja dan kapan saja. Memerah dengan
tangan mudah dilakukan bila payudara lunak. Namun, jika payudara
sangat berbendung dan nyeri maka akan sulit dilakukan pemerahan.
2.2.2.1 Manajemen ASI Perah
Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan oleh ibu bekerja yang
memberikan ASI eksklusif (Damayanti, 2009) :
1. Mulai tampung ASI kira-kira dua minggu sebelum kembali bekerja.
Caranya, perah ASI setiap tiga jam sekali, berselang-seling dengan waktu
menyusu bayi. Keuntungannya, semakin sering ASI diperah, tubuh akan
semakin banyak memproduksinya. Ibu bekerja dapat memerah ASI dengan
menggunakan tangan atau pompa ASI. Tahapan memerah ASI adalah
sebagai berikut :
32
a. Cuci tangan
b. Siapkan wadah berpermukaan cukup lebar untuk menampung ASI dan
botol berpenutup untuk menyimpan ASI hasil perahan. Namun,
sebelumnya peralatan tersebut harus disterilkan terlebih dahulu.
c. Perah sedikit ASI, oleskan pada puting dan areola, karena ASI
mengandung zat antibakteri.
d. Pijat payudara ke arah puting secara perlahan. Lalu pencet daerah
areola di antara telunjuk dan ibu jari untuk mengeluarkan ASI.
2. Susui bayi sebelum pergi bekerja dan setelah pulang bekerja.
3. Memerah ASI di tempat kerja. Caranya, ibu dapat memerah ASI sebanyak
2-3 kali, sesuai dengan jadwal di tempat kerja.
4. Beri catatan hari, tanggal dan waktu ASI diperah pada botol
penyimpanannya. Ketika akan memberikan ASI perah ini kepada bayi,
berikan terlebuh dahulu ASI dengan tanggal pemerahan yang paling awal.
Catatan ini juga penting untuk mengecek tanggal kadaluarsa ASI.
Sebaiknya simpan ASI perah dalam botol dengan ukuran satu kali minum,
sekitar 100-120 ml. Hal ini akan memudahkan ketika harus memanaskan
dan memberikannya kepada bayi kelak.
5. Memberikan ASI perah kepada bayi. Caranya, lihatlah catatan jam dan
tanggal pemerahan ASI. Pilih ASI perah yang terlebih dahulu diperah. Jika
ASI disimpat di dalam freezer, pindahkan dahulu ke rak lemari es semalam
sebelumnya. Panaskan ASI dengan cara tetap membiarkannya dalam botol
penyimpanannya, lalu rendam dengan air panas yang tidak mendidih.
33
Rasakan terlebih dahulu suhu ASI sebelum diberikan kepada bayi. Jangan
bekukan lagi ASI yang sudah dipanaskan. Ada baiknya memberikan ASI
perah dengan menggunakan sendok kecil supaya bayi tidak mengalami
bingung puting.
2.2.2.2 Manfaat ASI Perah
Manfaat pemerahan ASI sebagai berikut:
1. Bayi tetap memperoleh ASI saat ibunya bekerja.
2. Untuk memberi minum bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) atau
bayi sakit yang belum dapat menyusu langsung pada ibu karena
terlalau lemah.
3. Menghilangkan bendungan ASI
4. Menjaga kelangsungan persedian ASI saat ibu sakit atau bayi sakit
5. Menghilangkan rembesan/penetesan ASI
6. Memudahkan bayi minum bila ASI terlalu banyak.
2.2.2.3 Daya tahan ASI Perah
1. ASI dapat bertahan di suhu ruangan selama 6-8 jam
2. Di coolbox dengan pendingin (es) ASI perah dapat bertahan selama
24 jam
3. Di rak lemari es ASI perah dapat bertahan sekitar dua minggu
4. Di freezer ASI perah dapat bertahan selama 3-4 bulan.
34
2.3 Motivasi terhadap Pemberian ASI Eksklusif
Motivasi ibu sangat mempengaruhi keberhasilan ibu dalam
memberikan ASI eksklusif. Menurut Racine, et al., (Journal Human
Lactation, 2009) dalam How motivation influences breastfeeding duration
among low-income women menyatakan bahwa wanita yang memiliki
pengalaman sukses dengan motivasi intrinsik dan ekstrinsik dalam
menyusui sangat mungkin untuk menyusui bayinya sampai enam bulan,
wanita yang termotivasi secara intrinsik menghargai breastfeeding namun
masih membutuhkan informasi dan instruksi dalam mencapai tujuan
menyusui, sedangkan wanita yang termotivasi secara ekstrinsik memiliki
kemungkinan paling kecil untuk menyusui walaupun dengan dukungan
dan instruksi.
3 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
3.1.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan penelitian deskriptif kuantitatif, dimana peneliti melakukan
pengukuran kemudian peneliti mendeskripsikan dan menjelaskan
gambaran motivasi ibu bekerja terhadap pemberian ASI eksklusif di PT.
Dewhirst Men’s Wear Indonesia.
3.1.2 Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik
perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2010). Variabel dalam penelitian ini
adalah variabel tunggal yaitu motivasi ibu bekerja terhadap pemberian ASI
eksklusif.
3.1.3 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional
3.1.3.1 Definisi Konseptual
Motivasi adalah suatu alasan (reasoning) seseorang untuk
bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya (Notoadmodjo,
2007). Dimana menurut Deci dan Ryan (2000, dalam Murray, 2005)
35
motivasi manusia pada dasarnya berada pada enam poin kontinum sebagai
berikut:
1. Motivasi intrinsik adalah melakukan suatu kegiatan untuk kesenangan
inheren dan kepuasan dari aktivitas tersebut.
36
37
2. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar diri individu.
Motivasi ekstrinsik terdiri dari :
a. External Regulation adalah perilaku yang terjadi karena imbalan
atau hukuman eksternal.
b. Introjected Regulation adalah perilaku yang dilakukan karena untuk
menghindari rasa malu dan rasa bersalah, atau untuk mencapai
perasaan menghargai atau harga diri.
c. Identified Regulation adalah perilaku yang dilakukan karena sesuatu
yang dianggap penting secara personal.
d. Integrated Regulation adalah perilaku yang dilakukan karena sesuatu
yang dianggap nilai, kepercayaan atau keyakinan dalam diri
individu.
3. Amotivasi adalah tidak adanya motivasi untuk melakukan suatu kegiatan
tertentu.
3.1.3.2 Definisi Operasional
Motivasi dalam penelitian ini meliputi :
1. Motivasi intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi ibu bekerja terhadap pemberian ASI
eksklusif karena kepuasan atau kesenangan.
2. Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar diri ibu bekerja
untuk memberikan ASI eksklusif. Motivasi ekstrinsik meliputi :
38
a. External Regulation adalah motivasi ibu bekerja terhadap
pemberian ASI eksklusif karena adanya imbalan, hukuman, atau
tekanan dari luar dirinya.
b. Introjected Regulation adalah motivasi ibu bekerja terhadap
pemberian ASI eksklusif karena harga diri, menghindari rasa malu,
atau rasa bersalah.
c. Identified Regulation adalah motivasi ibu bekerja terhadap
pemberian ASI eksklusif karena sesuatu yang dianggap penting bagi
dirinya.
d. Integrated Regulation adalah suatu motivasi ibu bekerja terhadap
pemberian ASI eksklusif karena sesuatu yang dianggap nilai,
kepercayaan atau keyakinan dalam dirinya.
3. Amotivasi (amotivation)
Amotivasi adalah tidak adanya motivasi ibu bekerja untuk memberikan
ASI eksklusif kepada bayinya.
Alat ukur yang dipakai untuk mengetahui motivasi ibu yag bekerja
terhadap pemberian ASI eksklusif adalah melalui kuesioner tertutup berisi
pernyataan berskala likert yang mempunyai empat kemungkinan jawaban
yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
Selanjutnya dianalisis dengan cara dihitung rata-rata skor dari tiap
subskala motivasi sehingga didapatkan level motivasi yang paling
dominan yaitu yang memiliki nilai rata-rata tertinggi. Skala pengkuran
motivasi merupakan skala ordinal.
39
3.1.4 Populasi dan Sampel
3.1.4.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang
ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka
penelitiannya merupakan penelitian populasi (Arikunto, 2006). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh karyawati PT. Dewhirst Men’s Wear
Indonesia yang memiliki bayi usia 0-6 bulan yang berjumlah sekitar 200
orang.
3.1.4.2 Sampel
Hidayat (2007) menyebutkan bahwa sampel adalah bagian
populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang
dimiliki populasi.
Teknik pengambilan sampel disebut sampling. Sampling pada
penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, dimana sampel
pada penelitian ini dibatasi dengan kriteria-kriteria tertentu.
Kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan eksklusi. Menurut
Nursalam (2003, dalam Hidayat, 2007) kriteria inklusi adalah kriteria
subjek penelitian mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat
sebagai sampel. Sedangkan kriteria eksklusi adalah kriteria subjek
penelitian yang tidak mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat
sebagai sampel (Hidayat, 2007).
40
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
1) Karyawati PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia yang memiliki anak
berumur 0-6 bulan
2) Lama kerja 18 bulan atau lebih
3) Bersedia menjadi responden
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
1) Sedang dalam masa cuti melahirkan
2) Ibu yang berhenti bekerja selama waktu penelitian
3) Tidak bersedia menjadi responden
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 34 orang, tetapi karena
ketidaklengakapan pengisian 2 kuesioner penelitian, maka sampel tersebut
di drop out sehingga menjadi 32 orang.
3.1.5 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, data dikumpulkan dengan menggunakan alat
ukur / instrumen yang berupa kuesioner. Kuesioner atau angket adalah
sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi
dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya (Arikunto, 2006).
Kuesioner dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang disusun sendiri
oleh peneliti dengan melihat kuesioner-kuesioner yang sudah ada yaitu
kuesioner self-regulation. Kuesioner-kuesioner tersebut adalah Academic
Self Regulation Questionnaire (SRQ-A), Treatment Self Regulation
41
Questionnaire (TSRQ), dan Exercise Self Regulation Questionnaire (SRQ-
E).
Kuesioner pada penelitian ini terdiri dari dua bagian. Bagian
pertama berisi 15 pertanyaan tentang karakteristik responden meliputi
usia, suku, agama, tingkat pendidikan, lama kerja, usia anak terakhir,
durasi pemberian ASI saja, pengalaman menyusui sebelumnya,
penyuluhan tentang menyusui, pemanfaatan ruang laktasi yang ada di
tempat kerja, kebijakan perusahaan tentang memerah ASI di tempat kerja,
sikap pimpinan dan teman, tradisi pemberian makanan tambahan, dan
budaya tentang ASI eksklusif. Bagian kedua berisi pernyataan tentang
motivasi ibu dalam memberikan ASI eksklusif sebanyak 30 pernyataan
yang disusun dalam bentuk skala likert. Adapun penilaian kuesioner pada
penelitian ini adalah dengan penilaian sebagai berikut:
1. Pernyataan positif : sangat setuju (SS) skor item 4, setuju (S) skor item 3,
tidak setuju (TS) skor item 2, dan sangat tidak setuju (STS) skor item 1.
2. Pernyataan negatif : sangat setuju (SS) skor item 1, setuju (S) skor item 2,
tidak setuju (TS) skor item 3, dan sangat tidak setuju (STS) skor item 4.
3. Pernyataan subskala amotivasi : sangat setuju (SS) skor item 4, setuju (S)
skor item 3, tidak setuju (TS) skor item 2, dan sangat tidak setuju (STS)
skor item 1.
42
3.1.6 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan
metode kuesioner (angket). Kuesioner merupakan teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2010).
Pengumpulan data dalam penelitian ini, dilakukan dengan
menggunakan kuesioner yang diberikan kepada responden melalui dokter
dan perawat yang ada di klinik PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia.
Sebelumnya responden diminta untuk datang ke klinik PT. Dewhirst
Men’s Wear Indonesia sesaat setelah jam kerja. Kemudian responden
diberi lembar persetujuan (inform consent), setelah besedia menjadi
responden kemudian diberikan penjelasan tentang cara mengisi kuesioner.
Selama pengisian kuesioner, responden diberi waktu untuk menjawab
pertanyaan yang disediakan hingga selesai, setelah itu kuesioner yang
telah diisi dikumpulkan kembali kepada dokter dan perawat yang ada di
klinik PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia. Setelah seluruh data
terkumpul, data tersebut diberikan kepada peneliti. Pengumpulan data
dilakukan pada tanggal 25 Mei – 14 Juni 2012.
3.1.7 Uji Instrumen (Uji Validitas dan Reliabilitas)
3.1.7.1 Uji Validitas
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk
mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut
43
dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono,
2010).
a. Uji Validitas Isi (Content Validity)
Content validity dilakukan melalui konsultasi dengan para ahli di
bidangnya (Arikunto 2006). Uji Content validity pada penelitian ini telah di ujikan
kepada dosen ahli di bidang keperawatan maternitas pada tanggal 02-04 Mei
2012. Uji validitas konten meliputi koreksi, eliminasi dan revisi. Instrumen untuk
karakteristik responden terdiri dari 11 pertanyaan sedangkan instrumen motivasi
pemberian ASI eksklusif berjumlah 35 pertanyaan yang dikonsultasikan
kevalidannya pada dosen ahli bidang keperawatan maternitas. Pada kuesioner
karakteristik responden ditambahkan 4 pertanyaan tentang kebijakan, sikap
pimpinan dan teman kerja terhadap ASI eksklusif, dan tradisi pemberian makanan
tambahan, sehingga jumlah pertanyaan karakteristik responden menjadi 15
pertanyaan, sedangkan pada kuesioner motivasi pemberian ASI eksklusif ada 5
pernyataan yang diperbaiki redaksi kalimatnya dan 3 pernyataan dihapus karena
sudah terwakili oleh pernyataan lain sehingga jumlahnya menjadi 32 pernyataan.
b. Uji Validitas Konstruksi (Construct Validity)
Instrumen dalam penelitian ini telah diuji validitasnya dengan cara
diujikan kepada 10 orang karyawati PT. Wiska pada tanggal 14-15 Mei
2012 kemudian dihitung dan hasilnya didapatkan 8 pernyataan tidak valid,
44
6 pernyataan diperbaiki redaksi kalimatnya dan 2 pernyataan dihilangkan
karena sudah terwakili oleh pernyataan yang lainnya.
Untuk pengujian validitas, digunakan rumus korelasi product-
moment dari Pearson, dengan rumus :
r xy=N∑ XY−∑ X∑ Y
√ {N ∑ X2−(∑ X )2 }{N ∑Y 2−(∑ Y )2 }
Keterangan:
X = skor item yang akan dicari koefisien validitasnya
Y = skor total toleransi
N = banyaknya pertanyaan
Dasar pengambilan keputusan untuk menentukan apakah item
pertanyaan valid atau tidak :
Jika r positif serta r > 0,300 maka item pertanyaan valid.
Jika r tidak positif serta r < 0,300 maka item pertanyaan itu tidak valid
3.1.7.2 Uji Reliabilitas
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan
beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data
yang sama (Sugiyono, 2010).
45
Instrumen dalam penelitian ini diujikan reliabilitasnya kepada 10
orang karyawati PT. Wiska pada tanggal 14-15 Mei 2012 dan didapatkan
hasilnya reliabel.
Uji reliabilitas untuk instrumen dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan koefisien reliabilitas Alpha cronbach, dengan rumus ;
α = [ k( k−1 ) ][1−∑ S
i2
Sx2 ]
Keterangan :
K = Banyaknya belahan tes
Si2 = varians belahan j (j = 1, 2, …k)
Sx2
= varian skor tes
3.1.8 Pengolahan dan Analisa Data
3.1.8.1 Pengolahan Data
1) Editing
Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekan terhadap data-data
yang ada terutama kelengkapan data yang dikumpulkan melalui kuesioner.
2) Koding
Mengkonversi (menerjemahkan) jawaban-jawaban yang terkumpul
dari responden ke dalam kategori-kategori dengan cara memberi
kode/tanda berbentuk angka pada masing-masing jawaban sehingga lebih
mudah dibaca dan diinterpretasikan untuk keperluan analisis.
46
3) Tabulating and Data Entry
Data yang telah diedit dan diberi kode selanjutnya dimasukan
kedalam komputer untuk ditabulasi.
4) Cleaning
Setelah data dimasukan selanjutnya data diperiksa kembali dari
kesalahan sebelum selanjutnya data diolah
3.1.8.2 Analisa data
Kegiatan dalam analisa data adalah mengelompokan data
berdasarkan variabel dan jenis responden, metabulasi data berdasarkan
variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang
diteliti, melakukan perhitungan untuk mendapatkan rumusan masalah
(Sugiyono, 2010). Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah secara kuantitatif yaitu statistik deskriptif dalam bentuk analisa
persentasi (%) berdasarkan hasil kuesioner.
Analisa data dalam penelitian ini yaitu dengan cara menghitung
rata-rata skor dari setiap responden berdasarkan subskala motivasi untuk
mengetahui level motivasi yang paling dominan.
Setiap responden memperoleh nilai sesuai pedoman penilaian,
kemudian nilai tersebut dipersentasikan dengan menggunakan rumus :
P =
fn x 100%
Keterangan :
P = presentasi jawaban
47
f = frekuensi jawaban
n = banyaknya jawaban
Selanjutnya hasil perhitungan distiribusi frekuensi responden
dalam bentuk persentase diinterpretasikan sebagai berikut :
0% : Tak seorang pun responden
1 – 19% : Sangat sedikit responden
20 – 39% : Sebagian kecil responden
40 – 59% : Sebagian responden
60 – 79% : Sebagian besar responden
80 – 99% : Hampir seluruh responden
100 % : Seluruh responden
3.1.9 Tahap Penelitian
3.1.9.1 Tahap Persiapan
1) Peneliti menentukan permasalahan yang akan di bahas
Peneliti memilih ASI Eksklusif sebagai permasalahan yang akan
diteliti.
2) Peneliti memilih tempat untuk melakukan penelitian
Peneliti memilih PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia sebagai tempat
penelitian.
3) Peneliti membuat surat izin untuk melakukkan studi pendahuluan di
tempat yang telah dipilih
48
Peneliti membuat surat izin utuk melakukan studi pendahuluan di PT.
Dewhirst Men’s Wear Indonesia.
4) Peneliti mendapat izin untuk melakukan studi pendahuluan ditempat
tersebut
Peneliti mendapat izin untuk melakukan studi pendahuluan di PT.
Dewhirst Men’s Wear Indonesia. Studi pendahuluan dilaksanakan
pada bulan November 2011 sampai Januari 2012.
5) Peneliti menentukan judul penelitian
Setelah melakukan studi pendahuluan, peneliti menentukan motivasi
ibu bekerja terhadap pemberian ASI eksklusif sebagai judul
penelitian.
6) Peneliti melakukan studi kepustakaan
Peneliti melakukan studi kepustakaan tentang motivasi dan ASI
eksklusif.
7) Peneliti mulai melakukan penyusunan proposal
Peneliti melakukan penyusunan proposal penelitian dari bulan
Februari sampai April 2012.
8) Melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing
Selama melakukan penyusunan proposal, peneliti berkonsultasi
dengan dosen pembimbing.
9) Peneliti melakukan seminar proposal
Seminar proposal dilakukan pada tanggal 13 April 2012.
49
10) Peneliti melakukan perbaikan proposal penelitian sesuai hasil seminar
apabila ada yang harus diperbaiki
Setelah seminar proposal, peneliti melakukan perbaikan hasil seminar
proposal.
11) Peneliti melakukan uji instrumen
Peneliti melakukan uji instrumen baik konten maupun konstruk. Uji
konten dilakukan pada tanggal 02-04 Mei 2012 kepada dosen ahli
keperawatan maternitas. Sedangkan uji konstruk dilakukan pada
tanggal 14-15 Mei 2012 kepada 10 orang karyawati di PT. Wiska.
3.1.9.2 Tahap Pelaksanaan
1) Peneliti membuat surat izin
Peneliti membuat surat izin untuk melakuan penelitian di PT.
Dewhirst Men’s Wear Indonesia
2) Peneliti melakukan pengumpulan data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan pada tanggal 25 Mei
-14 Juni 2012 dan dibantu oleh dokter dan perawat yang bekerja di
klinik PT. Dewhist Men’s Wear Indonesia.
3) Peneliti melakukan pengolahan data dan analisa data
Peneliti melakukan pengolahan data dan analisa data dari seluruh
kuesioner yang telah terkumpul
4) Peneliti membuat kesimpulan
Peneliti membuat kesimpulan dari data yang sudah diolah.
50
3.1.9.3 Tahap Akhir
1) Peneliti melakukan penyusunan laporan penelitian dan konsultasi
dengan dosen pembimbing
Selama melakukan penyusunan laporan, peneliti berkonsultasi dengan
dosen pembimbing, kemudian memperbaiki laporan sesuai masukan
pembimbing.
2) Peneliti melakukan pertanggungjawaban hasil penelitian (sidang)
Peneliti akan melakukan pertanggungjawaban hasil penelitian (sidang)
pada bulan Juli 2012.
3) Perbaikan dan penggandaan hasil penelitian.
Setelah mempertanggungjawabkan hasil penelitian, peneliti melakukan
perbaikan sesuai masukan penguji dan melakukan penggandaan hasil
penelitian.
3.1.10 Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian harus memperhatikan prinsip-prinsip
etik yang berlaku, diantaranya menurut Hidayat (2009) adalah:
a. Informed concent
Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden penelitian,
dengan memberikan lembar persetujuan. Informed concent tersebut
diberikan sebelum penelitian dilakukan, tujuannya agar subjek mengerti
maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika responden
51
bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika
responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak-hak
responden.
b. Anonimity
Memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang disajikan. Tujuannya adalah untuk melindungi privacy
responden.
c. Confidentiality
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya oleh
peneliti, hanya sekelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil riset.
Memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun
masalah-masalah lainnya
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia
yang berlokasi di Jalan Raya Rancaekek Km.27 Sumedang.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini adalah pada bulan April – Juni 2012.
4 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan
tentang motivasi ibu bekerja terhadap pemberian ASI eksklusif di PT.
Dewhirst Men’s Wear Indonesia. Penelitian ini terdiri dari satu variabel
yaitu motivasi pemberian ASI eksklusif. Data dikumpulkan menggunakan
kuesioner motivasi pemberian ASI eksklusif yang dibuat oleh peneliti dan
telah melalui proses uji konten dan uji konstruk untuk mengukur motivasi.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak
komputer.
Pengambilan data dilakukan pada tanggal 25 Mei - 14 Juni 2012
pada ibu bekerja di PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia yang memiliki
kriteria yang sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan. Jumlah
karyawati yang bersedia menjadi responden adalah 32 orang dengan
karakteristik yang berbeda-beda dilihat dari usia, suku, agama, tingkat
pendidikan, lama kerja, pengalaman menyusui sebelumnya, penyuluhan
tentang menyusui, pemanfaatan ruang laktasi yang ada di tempat kerja.
Bab IV ini terbagi atas tiga subbab, yaitu subbab hasil penelitian,
pembahasan, dan keterbatasan penelitian. Subbab hasil penelitian
menampilkan hasil analisa statistik penelitian yang terdiri dari dari data
dalam bentuk tabel. Subbab pembahasan menampilkan pembahasan dari
hasil analisa data yang dilakukan. Sedangkan, subbab keterbatasan
52
penelitian menampilkan keterbatasan yang dimiliki peneliti selama
melakukan penelitian.
53
54
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Karakteristik Ibu Bekerja di PT. Dewhirst Men’s Wear
Indonesia
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Ibu bekerja di PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia ( N = 32)
Karakteristik Kategori Frekuensi Persentase (%)
Usia <20 Tahun 0 0%20-35 Tahun 30 93.75%>35 Tahun 2 6.25%
Suku Sunda 26 81.25%Jawa 6 18.75%
Agama Islam 31 96.88%Kristen 1 3.12%
Tingkat Pendidikan SMP 5 15.63%SMA 26 81.25%Perguruan Tinggi 1 3.12%
Lama Kerja 1,5 – 4 Tahun 8 25%>4 Tahun 24 75%
Usia Anak Terakhir <2 Bulan 0 0%2-4 Bulan 25 78.13%>4 Bulan 7 21.87%
Pemberian ASI Saja Masih 17 53.13%Tidak 15 46.87%
Pengalaman Menyusui Sebelumnya
Ya 24 75%Tidak 8 25%
Keikutsertaan dalam Penyuluhan
Ya 29 90.63%Tidak 3 9.37%
Pemanfaatan Ruang Laktasi
Ya 24 75%
Tidak 8 25%
55
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diinterpretasikan bahwa hampir
seluruh responden berada pada rentang usia 20-35 tahun dengan persentase
93.75% sedangkan sisanya berusia di atas 35 tahun dan tidak ada yang
berusia di bawah 20 tahun.
Hampir seluruh responden berasal dari suku Sunda dengan
persentase 81.25% dan sisanya sebanyak 18.75% berasal dari suku Jawa.
Hampir seluruh responden beragama Islam, dan hanya 1 orang yang
beragama kristen.
Hampir seluruh responden berpendidikan SMA dengan persentase
81.25%, sedangkan yang bependidikan SMP sebanyak 15.63% dan
sisanya sebanyak 3.12% berpendidikan perguruan tinggi.
Lama kerja responden sebagian besar lebih dari 4 tahun dengan
persentase 75% dan sisanya berada pada rentang lama kerja 1,5 - 4 tahun.
Usia anak terakhir responden sebagian besar berada pada rentang
usia 2-4 bulan dengan persentase 78.13%. Responden yang masuh
memberikan ASI saja sebanyak 53.13%. Sebagian besar responden
memiliki pengalaman menyusui sebelumnya yaitu 75% dan sisanya tidak
memiliki pengalaman menyusui sebelumnya.
Hampir seluruh responden pernah mengikuti penyuluhan yang
diadakan di tempat kerja sebanyak 90.63% dan sisanya mengaku belum
pernah mengikuti penyuluhan. Sedangkan yang pernah memanfaatkan
ruang laktasi di tempat kerja sebanyak 75% dan sisanya tidak pernah
memanfaatkan ruang laktasi.
56
4.1.2 Gambaran Motivasi Ibu Bekerja terhadap Pemberian ASI eksklusif
Tabel 4.3 Rata-rata Nilai Motivasi Ibu Bekerja terhadap Pemberian ASI Eksklusif di PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia (N=32)
Level Motivasi Rata-rata Skor Motivasi
Amotivasi 1.84
External regulation 3.00
Introjected regulation 2.85
Identified regulation 3.15
Integrated regulation 3.25
Intrinsik 3.15
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa ibu bekerja, dalam
memberikan ASI eksklusif termotivasi secara ekstrinsik dengan integrated
regulation sebagai level motivasi yang paling dominan dengan nilai rata-rata
tertinggi yaitu 3.25 dan diikuti oleh identified regulation dan motivasi intrinsik,
External regulation, introjected regulation, dan amotivasi yang memiliki nilai
rata-rata terendah yaitu 1.84.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil penelitian, Hampir seluruh responden berada pada
rentang usia 20-35 tahun. Rentang usia ini termasuk dalam rentang usia dewasa
awal, dimana pada periode ini pertumbuhan fungsi tubuh berada pada tingkat
yang optimal. Dengan fungsi tubuh yang optimal, ibu bekerja dapat memberikan
57
ASI eksklusif kepada bayi mereka dengan sedikit kendala fungsi tubuh.
Dibanding ibu yang usianya lebih muda, ibu yang berusia lebih dari 35 tahun akan
lebih banyak menemukan kendala dalam memberikan ASI eksklusif seperti
produksi ASI kurang dan mudah lelah. Akibatnya ibu yang menemukan banyak
kendala akan memiliki motivasi yang lebih rendah. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Pechlivani, et al., (2005) dalam Prevalence and
determinants of exclusive breastfeeding during hospital stay in the area of Athens,
Greece yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia
maternal dengan menyusui eksklusif, usia maternal muda (25-34 tahun)
menunjukkan angka yang lebih tinggi untuk menyusui eksklusif dibanding dengan
usia maternal yang lebih tua (≥35 tahun).
Dari hasil penelitian, sebagian besar responden berpendidikan SMA. Ibu
yang berpendidikan tinggi akan lebih mungkin untuk memberikan ASI eksklusif,
terlebih sebagian besar responden pernah pendapatkan penyuluhan tentang ASI
yang diadakan di tempat kerja. Pendidikan sangat diperlukan untuk memudahkan
seseorang menerima informasi misalnya dalam hal yang berkaitan dengan
kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pada umumnya makin
tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.
Rendahnya pendidikan ibu akan berdampak pada rendahnya pengetahuan ibu
yang berpengaruh pada keputusan ibu untuk berperilaku sehat, dalam hal ini
perilaku pemberian ASI eksklusif. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Ogunlesi (Matern Child Health Journal, 2009) dalam Maternal socio-
demographic factors influencing the initiation and exclusivity of breastfeeding in
58
a Nigerian semi-urban setting yang dilakukan dengan metode cross-sectional
kepada 262 ibu yang memiliki anak berumur 1-24 bulan yang menyatakan bahwa
terdapat proporsi yang lebih tinggi pada ibu yang berpendidikan minimal sekolah
menengah untuk memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan dibanding ibu yang
berpendidikan lebih rendah.
Menurut Dirjen Gizi dan KIA (2011) masalah utama masih
rendahnya penggunaan ASI di Indonesia adalah faktor sosial budaya,
kurangnya pengetahuan ibu hamil, keluarga dan masyarakat akan
pentingnya ASI, serta jajaran kesehatan yang belum sepenuhnya
mendukung Peningkatan Pemberian ASI (Depkes RI, 2011a).
Selain pengetahuan, faktor sosial budaya juga berpengaruh
terhadap pemberian ASI eksklusif. Menurut Basri (2009) dalam penelitian
surveynya kepada 78 orang ibu menyusui yang diambil dengan metode
sampling proportional random sampling yang berjudul Pengaruh sosial
budaya masyarakat terhadap tindakan pemberian ASI eksklusif di wilayah
kerja puskesmas Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru menyatakan bahwa sosial
budaya dan pengetahuan secara statistik berpengaruh terhadap tindakan
pemberian ASI eksklusif.
Berdasarkan hasil penelitian ini, hampir seluruh responden berasal
dari suku Sunda dan beragama Islam, dimana kedua karakteristik tersebut
sangat berpengaruh terhadap sosial budaya.
Selain itu, sebagian besar responden memiliki pengalaman menyusui
sebelumnya, dimana pengalaman ini akan memperbesar kemungkinan ibu untuk
59
memberikan ASI eksklusif. Menurut Notoadmodjo (2010) pengalaman
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku, dalam hal ini perilaku
dalam memberikan ASI eksklusif. Ibu yang memiliki pengalaman akan lebih
mampu menghadapi kendala yang dirasakan karena sebelumnya sudah pernah
menemui kendala yang sama. Menurut Pechlivani, et al., (2005) ibu multipara
menunjukkan angka yang lebih tinggi dalam memberikan ASI eksklusif dibanding
ibu primipara.
Karekteristik responden lainnya yang menunjang terhadap pemberian ASI
eksklusif yaitu lama kerja. Dari hasil penelitian, sebagian besar responden sudah
bekerja lebih dari 4 tahun. Dengan lamanya masa kerja maka kemampuan ibu
dalam beradaptasi dengan lingkungan kerja akan lebih besar. Hal ini terbukti dari
jumlah ibu yang memanfaatkan ruang laktasi lebih banyak. Selain itu, jumlah ibu
yang sampai saat penelitian dilakukan masih memberikan ASI eksklusif lebih
banyak dibanding ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif.
Karakteristik ibu sangat menentukan motivasi dalam memberikan ASI
eksklusif, sebagaimana menurut Aipassa, dkk., (1998) dalam penelitian cross-
sectional tentang Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap motivasi pemberian
ASI eksklusif pada ibu yang melahirkan di RSHS Bandung menyatakan bahwa
terdapat 292 responden yang terdiri dari 231 responden yang termotivasi
memberikan ASI eksklusif dan 61 responden tidak termotivasi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah umur ibu, status ekonomi,
pengalaman menyusui dan menyusui dini. Dari 50 wanita yang termotivasi
memberikan ASI eksklusif, cakupan pemberian ASI eksklusif hanya 26%. Hal ini
60
karena adanya hambatan berupa: pekerjaan, gangguan putih susu pada bulan
pertama, gangguan kesehatan ibu dan bayi, yang mempengaruhi keberhasilan
pemberian ASI eksklusif.
4.2.2 Motivasi Ibu Bekerja terhadap Pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan hasil penelitian, secara umum didapatkan data bahwa ibu
yang bekerja di PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia termotivasi secara ekstrinsik
dalam memberikan ASI eksklusif dengan integrated regulation yang merupakan
level motivasi yang paling dominan dimana integrated regulation merupakan
regulasi yang paling terinternalisasi dari motivasi ekstrinsik. Integrated regulation
adalah motivasi ibu bekerja terhadap pemberian ASI eksklusif karena sesuatu
yang dianggap nilai, kepercayaan atau keyakinan dalam dirinya. Dalam hal ini
berarti ibu bekerja meyakini bahwa memberikan ASI eksklusif merupakan nilai
yang ada pada diri mereka.
Menurut Basri (2009) nilai/norma berpengaruh terhadap pemberian ASI
eksklusif. Menurut Kalangie (1994, dalam Basri, 2009) kebudayaan kesehatan
masyarakat membentuk, mengatur, dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan
individu-individu suatu kelompok sosial dalam memenuhi bebagai kebutuhan
kesehatan baik yang berupa upaya mencegah penyakit maupun menyembuhkan
diri dari penyakit. Perwujudan perilaku kesehatan adalah kegiatan-kegiatan
perawatan kesehatan yang dilakukan dalam satu atau banyak sistem (organisasi)
kesehatan, salah satunya adalah nilai atau norma. Dengan demikian pemahaman
ibu tentang nilai atau norma yang terkait dengan ASI sebagai makanan utama bayi
61
0-6 bulan sangat menentukan tindakan apakah memberikan atau tidak
memberikan ASI eksklusif. Apabila nilai yang dianut suatu keluarga atau
masyarakat mendukung ibu bekerja untuk memberikan ASI eksklusif, maka
kemungkinan besar perilaku tersebut akan dapat dilaksanakan dengan baik.
Keyakinan atau kepercayaan seseorang juga akan berpengaruh terhadap
motivasi pemberian ASI eksklusif. Seorang ibu yang yakin akan manfaat ASI
eksklusif akan termotivasi memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Selain itu,
dukungan pemerintah berupa peraturan tertulis tentang pemberian ASI eksklusif
terutama pada ibu bekerja dan dukungan perusahaan yang mempekerjakan wanita
berupa ruang laktasi merupakan suatu bukti bahwa pemerintah dan perusahaan
tersebut yakin terhadap ASI eksklusif sehingga menyarankannya.
Motivasi yang paling dominan selanjutnya adalah identified regulation dan
intrinsic regulation atau motivasi intrinsik. Identified regulation yaitu motivasi
ibu bekerja terhadap pemberian ASI eksklusif karena sesuatu yang dianggap
penting bagi dirinya. Hal ini berarti ibu bekerja menganggap bahwa memberikan
ASI eksklusif adalah hal yang penting bagi mereka. Seorang ibu bekerja yang
termotivasi secara identified regulation secara sadar menilai dan memutuskan
bahwa memberikan ASI eksklusif merupakan suatu perilaku yang penting bagi
dirinya.
Sedangkan motivasi intrinsik merupakan motivasi ibu bekerja terhadap
pemberian ASI eksklusif karena kepuasan atau kesenangan. Menurut Deci dan
Ryan motivasi intrinsik dipandang sebagai bawaan individu dan mucul karena
62
adanya tiga kebutuhan dasar psikologis. Kebutuhan dasar psikologis tersebut
yaitu: otonomi diri (self-autonomy), kompetensi, dan keterikatan.
Self-autonomy dapat didefinisikan sebagai sejauh mana ibu bekerja
menganggap pemberian ASI eksklusif sebagai aktivitas yang diprakarsai oleh diri
sendiri tanpa dikendalikan oleh orang lain. Persepsi terhadap self-autonomy ini
akan memberikan nilai yang lebih besar untuk terlibat dalam aktivitas dan
meningkatkan motivasi sehingga dapat mempertahankan aktivitas tersebut dalam
jangka waktu yang lama.
Kebutuhan kompetensi melibatkan kemampuan untuk melihat diri sendiri
sebagai seseorang yang sepenuhnya mampu mendapatkan hasil yang diinginkan
dan menghindari hasil yang negatif. Seseorang ibu bekerja yang menganggap
dirinya lebih kompeten akan menjadi motivasi intrinsik yang lebih besar untuk
dapat memberikan ASI eksklusif. Selain itu, umpan balik yang positif akan
meningkatkan kompetensi yang dirasakan dan sebaliknya, umpan balik yang
negatif akan menurunkan motivasi intrinsik. Oleh karena itu, ibu bekerja dalam
memberikan ASI eksklusif harus diberi reinforcement positif oleh orang-orang
disekitarnya terutama keluarganya sehingga motivasi intrinsik dalam memberikan
ASI eksklusif akan meningkat.
Keterikatan berarti perasaan untuk terhubung secara emosional dengan
dunia sosial dan melihat diri sendiri sebagai seseorang yang layak untuk dicintai
dan dihormati.
Baik integrated regulation, identified regulation, maupun motivasi
intriksik merupakan motivasi otonom yaitu motivasi yang ditentukan oleh diri
63
sendiri tanpa adanya paksaan dari luar. Dengan motivasi otonom yang tinggi, ibu
akan mampu menghadapi kendala dalam memberikan ASI eksklusif. Menurut
Racine, et al., (Journal Human Lactation, 2009) dalam penelitiannya How
motivation influences breastfeeding duration among low-income women
menyatakan bahwa wanita yang termotivasi secara intrinsik menghargai
breastfeeding namun masih membutuhkan informasi dan instruksi dalam
mencapai tujuan menyusui, sedangkan wanita yang termotivasi secara ekstrinsik
memiliki kemungkinan paling kecil untuk menyusui walaupun dengan dukungan
dan instruksi, sedangkan wanita yang memiliki pengalaman sukses dengan
keduanya (motivasi intrinsik dan ekstrinsik) dalam menyusui sangat mungkin
untuk menyusui bayinya sampai enam bulan.
Motivasi yang tinggi akan mendorong seseorang berperilaku tertentu dan
akan berusaha mempertahankan perilaku tersebut. Seorang ibu bekerja yang
memiliki motivasi tinggi akan selalu berusaha untuk tetap dapat memberikan ASI
eksklusif kepada bayinya dan akan mempertahankan perilaku tersebut.
Motivasi yang tinggi dapat disebabkan dari dalam diri individu sendiri dan
dari luar individu. Dukungan yang diberikan oleh perusahaan berupa ruang laktasi
dan penyuluhan tentang menyusui dapat memotivasi karyawatinya untuk tetap
memberikan ASI eksklusif kepada bayi mereka. Dengan dukungan tersebut ibu
bekerja yang ingin tetap memberikan ASI eksklusif pada bayinya akan
terfasilitasi. Selain itu, dukungan perusahaan berupa cuti melahirkan yang
fleksibel akan sangat berpengaruh terhadap lama pemberian ASI, terutama ASI
eksklusif. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Guendelman, et
64
al., (2009) yang menyatakan bahwa lama cuti postpartum sangat berhubungan
dengan menyusui, ibu yang kembali bekerja dalam waktu 12 minggu setelah
melahirkan, terutama dalam 6 minggu setelah melahirkan memiliki kemungkinan
kecil untuk menyusui, dibandingkan dengan ibu yang memiliki cuti lebih lama.
Sedangkan dari dalam diri individu yang dapat menyebabkan motivasi tinggi yaitu
pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dan perasaan positif terhadap menyusui.
Sebaliknya seorang ibu yang memiliki perasaan negatif terhadap menyusui
misalnya perasaan tidak yakin akan kecukupan ASI, maka akan menyebabkan
motivasi yang rendah. Selain, dari dalam diri ibu, motivasi yang rendah juga dapat
disebabkan dari luar diri individu, seperti gencarnya promosi susu formula, beban
kerja yang tidak fleksibel, dan dukungan keluarga yang kurang.
Dari hasil penelitian masih terdapat sebagian responden yang
sudah berhenti memberikan ASI eksklusif kepada bayinya, padahal usia
bayi mereka masih belum mencapai enam bulan. Hal ini dapat disebabkan
oleh kembalinya ibu untuk bekerja setelah cuti melahirkan, dukunagn
orang terdekat terutama suami dan keluarga, serta beban kerja dan waktu
yang tidak fleksibel. Hal ini didukung oleh Weber, et al., (International
Breastfeeding Journal, 2011) dalam Female employees’ perceptions of
organisational support for breastfeeding at work: findings from an
Australian health service workplace yang menyatakan bahwa kembali
bekerja adalah salah satu alasan utama perempuan berhenti menyusui,
dengan 60% wanita yang berniat untuk menyusui ketika mereka kembali
bekerja, tetapi hanya 40% yang melakukannya. Dukungan untuk terus
65
menyusui selama bekerja terutama berasal dari keluarga dan pasangan
(masing-masing 74% dan 83%), dukungan dari organisasi (13%), itu pun
hanya sedikit yang dirasakan, dan sumber daya manusia (6%).
Kebanyakan wanita (92%) tidak menerima informasi dari manajer mereka
tentang pilihan mereka untuk menyusui setelah mereka kembali bekerja,
dan hanya sedikit yang memiliki akses ruangankhusus yang ditujukan
untuk menyusui (19%). Pilihan kerja yang fleksibel dan istirahat untuk
menyusui, serta akses ke ruangan yang terjaga privasinya, diidentifikasi
sebagai faktor utama yang memfasilitasi menyusui di tempat kerja.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa external regulation, introjected
regulation, dan amotivasi merupakan tiga level motivasi yang memiliki skor rata-
rata paling rendah. External regulation dan introjected regulation merupakan
jenis motivasi yang dikontrol karena motivasi jenis ini tidak terinternalisasi dalam
diri individu. External regulation merupakan motivasi motivasi ibu bekerja
terhadap pemberian ASI eksklusif karena adanya imbalan, hukuman, atau
tekanan dari luar dirinya. Dalam hal ini berarti imbalan (mendapat KB alami,
kesehatan anak, dan gratisnya ASI) dan tekanan dari luar (keharusan mengikuti
penyuluhan, saran petugas kesehatan) belum cukup memotivasi ibu bekerja untuk
memberikan ASI eksklusif.
Introjected Regulation adalah motivasi ibu bekerja terhadap pemberian
ASI eksklusif karena harga diri, menghindari rasa malu, atau rasa bersalah. Dalam
hal ini berarti ibu bekerja tidak menganggap pemberian ASI eksklusif sebagai
harga diri mereka. Tipe kedua dari motivasi ekstrinsik ini merupakan tahap awal
66
dari proses internalisasi di mana individu mengambil nilai-nilai dari
lingkungannya dan membawanya masuk ke dalam diri sendiri. Individu mulai
untuk menginternalisasikan alasan dari perilaku mereka namun tidak benar-benar
menerimanya sebagai kemauan sendiri. Individu yang mengalami introjected
regulation menampilkan perilaku atau tindakan dengan perasaan tertekan untuk
menghindari perasaan bersalah atau cemas atau untuk memperoleh ego-
enhancement atau kebanggaan. Perilaku individu diperkuat melalui tekanan
internal diri seperti rasa bersalah dan rasa cemas tersebut. Bentuk klasik dari
introjected regulation adalah keterlibatan ego (Nicholls, 1984; Ryan 1982),
dimana seseorang berperilaku untuk meningkatkan atau memelihara self-esteem
dan perasaan berharga. Seorang ibu bekerja yang termotivasi secara introjected
regulation untuk memberikan ASI eksklusif akan merasa bersalah apabila tidak
melakukannya.
Amotivasi dalam penelitian ini yaitu tidak adanya motivasi ibu bekerja
untuk memberikan ASI eksklusif. Amotivasi mewakili kurangnya niat untuk
terlibat dalam suatu perilaku, dalam hal ini perilaku pemberian ASI eksklusif. Ibu
yang amotivasi selalu disertai dengan perasaan ketidakmampuan dan kurangnya
merasakan hubungan antara perilaku yang dilakukan dengan hasil yang
diharapkan. Seorang ibu yang amotivasi dalam memberikan ASI eksklusif
seringkali memerlukan konseling, karena mereka sangat rentan untuk tidak
memberikan ASI eksklusif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa amotivasi
merupakan level motivasi yang paling tidak dominan pada responden. Artinya ibu
bekerja masih memiliki motivasi dalam memberikan ASI eksklusif.
67
4.3 Keterbatasan Penelitian
Untuk mengukur motivasi ibu bekerja dalam memberikan ASI
eksklusif, peneliti memodifikasi beberapa instrumen yang sudah baku dan
disesuaikan dengan penelitian yang dilakukan sehingga kemungkinan
untuk terjadi bias masih ada. Namun peneliti sudah berusaha
meminimalkan hal tersebut dengan melakukan uji konten terlebih dahulu
kepada dosen ahli bidang keperawatan maternitas dan uji konstruk. Dari
hasil uji tersebut, instrumen dapat digunakan untuk mengukur motivasi.
Dalam pengumpulan data, peneliti tidak memberikan kuesioner
secara langsung kepada responden melainkan melalui perawat dan dokter
yang ada di klinik PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia, sehingga peneliti
tidak mengawasi secara langsung proses pengisian kuesioner oleh
responden. Selain itu, keinginan untuk cepat pulang kemungkinan
mempengaruhi konsentrasi responden dalam mengisi kuesioner.
5 BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 32 orang ibu
bekerja di PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia, dapat disimpulkan bahwa ibu
bekerja termotivasi secara ekstrinsik dalam memberikan ASI eksklusif dengan
integrated regulation sebagai level motivasi yang paling dominan.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi yang dapat
dijadikan bahan rekomendasi dan evaluasi terhadap program yang telah
dilaksanakan. Sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk:
1. Diadakannya training motivasi bagi karyawati PT. Dewhirst Men’s Wear
Indonesia terhadap pemberian ASI eksklusif.
2. Diadakannya pemberian reward sebagai motivator bagi ibu bekerja yang
berhasil dalam memberikan ASI eksklusif.
3. Diadakannya evaluasi terhadap pengetahuan ibu bekerja yang telah
diberikan penyuluhan sehingga dapat diketahui efektivitas penyuluhan
yang telah dilakukan.
4. Fleksibilitas beban dan waktu kerja bagi ibu yang sedang menyusui.
68
69
5.2.2 Bagi Profesi
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang
motivasi ibu bekerja dalam pemberian ASI eksklusif sehingga dapat
membantu perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan sebagai
tindakan promotif mengenai ASI eksklusif di kalangan ibu bekerja.
5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan data awal bagi peneliti
selanjutnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ibu bekerja
dalam memberikan ASI eksklusif di PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Aipassa, E., dkk. 1998. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap motivasi pemberian ASI eksklusif pada ibu yang melahirkan di RSHS Bandung. Majalah kedokteran Bandung, Volume 30 No.2; 93-101.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
__________. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Basri, H. 2009. Pengaruh sosial budaya masyarakat terhadap tindakan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja puskessmas kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru. Tesis. Medan.
Chatterji, P. and Frick, K. D. 2005. Does Returning to Work After Childbirth Affect Breastfeeding Practices?. Review of Economics of the Household 3, 315–335, 2005.
Damayanti, D. 2009. Asyiknya Minum ASI. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Depkes RI. 2011a. Banyak sekali manfaat ASI bagi bayi dan ibu. [online]. Available at : http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1450-banyak-sekali-manfaat-asi-bagi-bayi-dan-ibu-.html (diakses tanggal 13 Januari 2012).
__________. 2011b. Ibu bekerja bukan alasan menghentikan pemberian ASI eksklusif. [online]. Available at : http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1662-ibu-bekerja-bukan-alasan-menghentikan-pemberian-asi-eksklusif.html (diakses tanggal 4 Februari 2012).
Efendi, N. F. 2009. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Fikawati, S. & Syafiq, A. 2010. Kajian implementasi dan kebijakan air susu ibu eksklusif dan inisiasi menyusu dini di Indonesia. Jurnal Kesehatan Makara vol. 14, NO. 1; 17-24.
Guendelman, S. et al. 2009. Juggling work and breastfeeding: effects of maternity leave and occupational characteristics. Official journal of the American Academy of Pediatrics. Pediatrics 2009;123;e38.
70
71
72
Hidayat, A.A. 2007. Riset Keperawatan & Teknik Penulisan Ilmiah Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika
Johnston dan Esposito, 2007. Barriers and Facilitators for Breastfeeding Among Working Women in the United States. JOGNN in review volume 36, number 1.
Linkages project, 2009. Manfaat ASI bagi bayi. [online]. Available at : http://www.linkagesproject.org/media/publications/ENA-Handouts/Indonesia/Theme4HO4.2-4.6BahasaIndonesia.pdf
Mihrshahi et al. 2007. Prevalence of exclusive breastfeeding in Bangladesh and its association with diarrhoea and acute respiratory infection: results of the multiple indicator cluster survey 2003. Journal of Health, Population, and Nutrition; 25(2):195-204.
Murray, B. 2005. Self-Determination Theory in a Collectivist Educational Context: Motivation of Korean Students Studying English as a Foreign Language. Dissertation. Austin.
Notoadmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta : RinekaCipta.
______________. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : RinekaCipta.
______________. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nurdin, A. E. 2011. Tumbuh Kembang Perilaku Manusia. Jakarta : EGC.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta.
Ogunlesi, T. A. 2009. Maternal socio-demographic factors influencing the initiation and exclusivity of breastfeeding in a Nigerian semi-urban setting. Matern Child Health Journal 14:459–465.
Pechlivani, et al. 2005. Prevalence and determinants of exclusive breastfeeding during hospital stay in the area of Athens, Greece. Acta Paediatrica, 2005; 94: 928–934.
Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI. Kebijakan departemen kesehatan tentang peningkatan pemberian air susu ibu (ASI) pekerja wanita. [online]. Available at : http://kebijakankesehatanindonesia.net/sites/default/files/file/KIA/mei2/
73
regulasi_terkait/Kebijakan%20depkes%20ttg%20pemberian%20asi.pdf(diakses tanggal 6 Februari 2012).
Racine, et al. 2009. How motivation influences breastfeeding duration among low-income women (includes abstract). Journal of Human Lactation, 2009 May; 25 (2): 173-81.
Rejeki, S. 2008. Studi fenomenologi: pengalaman menyusui eksklusif ibu bekerja di wilayah Kendal jawa tengah. Media Ners, Volume 2, Nomor 1, Mei 2008, hlm 1 – 44.
Roesli, U. 2005. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : Trubus Agriwidya.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Undang-undang Republik Indonesia no. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. [online]. Available at : http://prokum.esdm.go.id/uu/2003/uu-13-2003.pdf (diakses tanggal 18 Februari 2012).
Widyaningrum, N. 2011. Tempat kerja sayang bayi : contoh langka dari Sumedang. AIMI-Jawa Barat. [online]. Available at : http://jabar.aimi-asi.org/2011/03/tempat-kerja-sayang-bayi-contoh-langka-dari-sumedang/ (diakses pada tanggal 2 November 2011)
Wijaya. 2009. Kondisi angka kematian neonatal (AKN), angka kematian bayi (AKB), angka kematian balita (AKBAL), Angka kematian ibu (AKI), dan penyebabnya di Indonesia. [online]. Available at : http://www.infodokterku.com/index.php?option=com_content&view=article&id=92:kondisi-angka-kematian-neonatal-akn-angka-kematian-bayi-akb-angka-kematian-balita-akbal-angka-kematian-ibu-aki-dan-penyebabnya-di-indonesia&catid=40:data&itemid=54 (diakses tanggal 16 september 2011).
Weber, et al. 2011. Female employees’ perceptions of organisational support for breastfeeding at work: findings from an Australian health service workplace. International Breastfeeding Journal; 6:19.
World Health Organization. 2011. 10 facts on breastfeeding. [online]. Available at: http://www.who.int/features/factfiles/breastfeeding/en/index.html (diakses tanggal 12 Januari 2012).
______________________. Infant nutrition. [online]. Available at : http://www.who.int/topics/infant_nutrition/en/ (diakses tanggal 12 Januari 2012)
74
Yang, Tsai, & Lu. 2009.Exclusive breastfeeding and incident atopic dermatitis in childhood: a systematic review and meta-analysis of prospective cohort studies. British Journal of Dermatology2009 161, pp373–383.
Lampiran 1
KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN
VARIABEL SUB VARIABEL NO. ITEM & BENTUK
PERNYATAAN
Motivasi
Pemberian
ASI Eksklusif
Amotivasi 7 (-), 11 (-), 18 (-), 25 (-), 29 (-).
Motivasi
Ekstrinsik
External
regulation
2 (-), 5 (+), 10 (+), 14 (+), 20 (+),
24 (-), 26 (+), 27 (-), 30 (+).
Introjected
regulation
3 (+), 9 (+),16 (-).
Identified
regulation
4 (+), 13 (+), 21 (+), 22 (-), 28 (-).
Integrated
regulation
6 (+), 12 (-), 17 (+), 23 (+).
Motivasi Intrinsik 1 (+), 8 (-), 15 (-), 19 (+).
Lampiran 2
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT)
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama :
Usia :
Alamat :
Pekerjaan :
Dengan sesungguhnya menyatakan bahwa :
Setelah memperoleh penjelasan sepenuhnya menyadari, mengerti, dan memahami tentang tujuan, manfaat, dan risiko yang mungkin timbul dalam penelitian, serta sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri dari keikutsertaanya, maka saya setuju/tidak setuju *) ikut serta menjadi responden dalam penelitian yang berjudul:
Motivasi Ibu bekerja terhadap Pemberian ASI Eksklusif di PT. Dewhirst Men’s Wear Indonesia
Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya dan tanpa paksaan.
Sumedang,
Penanggung jawab penelitian, Yang menyatakan,
( ) ( )
*) coret yang tidak perlu
Lampiran 3
KUESIONERNo. Responden :.....................
Diisi oleh peneliti
PETUNJUK PENGISIAN
Jawablah pertanyaan berikut dengan cara mengisi titik-titik dengan jawaban Anda dan beri tanda checklist (✓) pada kolom jawaban yang telah disediakan.
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Usia ibu :..........Tahun2. Suku : Sunda Jawa Lainnya, .................3. Agama : Islam Kristen Buddha Hindu
Lainnya, .........................4. Pendidikan : SD SMP SMA
Perguruan Tinggi5. Lama kerja :..............Bulan/ tahun *)6. Usia anak terakhir :.............Bulan7. Lama pemberian ASI saja (tanpa susu formula dan makanan lain):.........Bulan8. Apakah Anda pernah mempunyai pengalaman menyusui sebelumnya?
ya tidak9. Apakah Anda pernah mengikuti penyuluhan tentang menyusui yang diadakan di tempat
kerja Anda? ya tidak
10. Apakah Anda pernah memanfaatkan ruang laktasi yang ada di tempat kerja Anda ? ya tidak
11. Apakah di tempat Anda bekerja Anda ada kebijakan untuk memerah ASI saat bekerja? ya tidak
12. Bagaimanakah sikap pimpinan Anda terhadap ASI eksklusif? mendukung tidak mendukung
13. Bagaimanakah sikap teman kerja Anda terhadap ASI eksklusif? mendukung tidak mendukung
14. Apakah di keluarga Anda terdapat tradisi untuk memberikan makanan tambahan sebelum bayi berumur 6 bulan?
ya tidak15. Apakah Anda memiliki budaya atau nilai-nilai yang menganut larangan untuk
memberikan ASI eksklusif? ya tidak
*) Coret yang tidak perlu
B. MOTIVASI PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
PETUNJUK PENGISIANJawablah pertanyaan berikut dengan cara memberi tanda checklist (✓) pada kolom jawaban yang telah disediakan.Keterangan :SS = Sangat SetujuS = SetujuTS = Tidak SetujuSTS = Sangat Tidak Setuju
NO. PERNYATAAN SS S TS STS1 Saya memberikan ASI eksklusif karena
mendapat kebahagiaan tersendiri jika saya berhasil menyusui eksklusif.
2 Saya tidak memberikan ASI eksklusif karena keluarga saya tidak mengharuskannya.
3 Saya memberikan ASI eksklusif karena jika tidak, saya akan merasa malu pada diri sendiri.
4 Saya menemui petugas kesehatan (dokter/perawat/bidan) karena ingin mengetahui tentang ASI eksklusif.
5 Saya memberikan ASI eksklusif karena untuk mencegah kehamilan berikutnya.
6 Saya memberikan ASI eksklusif karena saya bertanggung jawab atas kesehatan anak saya.
NO. PERNYATAAN SS S TS STS
7 Saya tidak berfikir sama sekali untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi saya.
8 Saya tidak mengikuti penyuluhan tentang menyusui karena menurut saya ini merupakan hal yang tidak menarik.
9 Saya memberikan ASI eksklusif karena jika tidak, saya akan merasa bersalah.
10 Saya memberikan ASI eksklusif agar anak saya tidak mudah sakit.
11 Saya tidak memerah ASI saat bekerja karena saya merasa malas dan akan mengganggu pekerjaan saya.
12 Saya tidak memberikan ASI eksklusif karena saya percaya bahwa memberikan ASI eksklusif bukan merupakan hal terbaik bagi anak saya.
NO PERNYATAAN SS S TS STS13 Saya memberikan ASI eksklusif karena
saya sadar ASI eksklusif merupakan yang terbaik bagi kesehatan anak saya.
14 Saya memberikan ASI eksklusif karena ASI eksklusif lebih murah dari susu formula.
15 Saya tidak memberikan ASI eksklusif karena meskipun saya berhasil memberikan ASI eksklusif, saya tidak akan merasa puas.
16 Saya tidak memberikan ASI eksklusif karena walaupun saya berhasil memberikan ASI eksklusif saya tidak akan merasa bangga.
17 Memberikan ASI eksklusif sudah menjadi kebiasaan di keluarga saya.
18 Saya tidak akan pernah menyusui bayi saya secara eksklusif.
19 Saya memberikan ASI eksklusif karena saya merasa tertantang untuk memberikannya.
20 Saya memberikan ASI eksklusif karena menurut saya ASI eksklusif dapat membuat anak saya cerdas.
21 Dengan mengikuti penyuluhan tentang menyusui yang diadakan di tempat kerja maka akan menambah pengetahuan saya.
NO. PERNYATAAN SS S TS STS22 Saya tidak memberikan ASI eksklusif
walaupun saya tahu pentingnya ASI eksklusif bagi anak saya.
23 Saya memberikan ASI eksklusif karena menurut saya ibu yang terbaik adalah ibu yang memberikan ASI eksklusif.
24 Saya tidak memberikan ASI eksklusif walaupun petugas kesehatan (dokter/perawat/bidan) yang menyarankan saya.
25 Saya benar-benar tidak memiliki motivasi untuk memberikan ASI eksklusif.
26 Saya memerah ASI saat bekerja agar payudara saya tidak terasa sakit/ terbendung.
27 Saya tidak memerah ASI saat bekerja karena menurut saya tidak praktis.
28 Saya tidak mengikuti penyuluhan tentang menyusui karena menurut saya informasi yang saya dapat tidak penting bagi saya.
29 Saya benar-benar tidak mengerti mengapa saya harus memberikan ASI eksklusif.
30 Saya mengikuti penyuluhan tentang ASI karena perusahaan tempat saya bekerja mengharuskannya.