1
Executive Summary
PENELITIAN DASAR PENGEMBANGAN PROGRAM STUDI
MATERI DAKWAH DAN PANDANGAN DA’I
TENTANG WAWASAN KEBANGSAAN
DI SEJUMLAH DESA DI PROVINSI JAWA TENGAH
TAHUN 2018
Oleh:
Drs. Bahroni, M.Pd.
NIP. 196408181994031004
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN
KEPADA MASYARAKAT (LP2M)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
2
MATERI DAKWAH DAN PANDANGAN DA’I
TENTANG WAWASAN KEBANGSAAN
DI SEJUMLAH DESA DI PROVINSI JAWA TENGAH
TAHUN 2018
ABSTRAK
Bahroni. 2018. Materi Dakwah dan Pandangan Da’i Tentang WawasanKebangsaan di Sejumlah Desa di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018.
Kata kunci: materi dakwah dan wawasan kebangsaan
Agar dakwah dapat mencapai sasaran-sasaran strategis jangka panjang,diperluakan suatu sistem manajemen komunikasi yang baik dalam penataanperkataan maupun perbuatan yang relevan dan terkait dengan nilai-nilaikeislaman. Para da’i harus mempunyai pemahaman yang mendalam tentang ilmudakwah dan memenuhi beberapa syarat, di antaranya mencari materi yang cocok.Hal lain yang penting untuk dimiliki oleh pada da’i adalah tentang wawasankebangsaan, yakni pengetahuan-pengetahuan yang terkait dengan Pancasila, UUD1945, NKRI, toleransi, keberagaman suku, ras, budaya, adat-istiadat, dan agamayang ada di Indonesia.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan dan menjelaskanmateri dakwah apa saja yang disampaikan para da’i di sejumlah desa di ProvinsiJawa Tengah, dan (2) mendeskripsikan dan menjelaskan wawasan kebangsaanpara da’i di sejumlah desa di Provinsi Jawa Tengah. Langkah-langkah analisisdata dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) pengurutan data sesuaidengan masalah yang akan dijawab; (2) pembentukan satuan-satuan data dalamstiap urutannya sesuai dengan kemungkinan hubungan cici kategorinya; (3)interpretasi nilai data sesuai dengan masalah yan akan dijawab; (4) evaluasitingkat kelayaan dan kelengkapan data dikaitkan dengan rentang masalahnya.Evaluasi ini juga menyangkut penafsiran validitas data bila dihubungkan denganisi penjelasan yang diberikan. Berdasarkan hasil evaluasi ini dapat ditentukanperlu tidaknya mencari data baru. Berdasarkan hasil analisis, selanjutnyadilakukan pendeskripsian, yakni penjelasan secara sistematis tentang faktatertentu yang dihasilkan berdasarkan konsep dan cara kerja yang telah ditetapkan.
Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, materidakwah yang disampaikan oleh para da’i meliputi (1) aspek aqidah, (2) aspekibadah, dan (3) aspek akhlaq. Pada aspek aqidah, pada umumnya para daimenegaskan agar ummat tidak mencampuradukkan antarkeyakinan muslimdengan nonmuslim, harus ada batas yang tegas. Dalam aspek ibadah, para daimenyampaikan ihwal sholat, puasa, zakat/infaq/shodaqoh, haji, dzikir, danmembaca al-Quran. Kedua, semua da’i memiliki wawasan kebangsaan yangcukup baik, bahkan ada yang sangat kritis dalam menanggapi realitas kebangsaankita dewasa ini, misalnya dengan pernyataan bahwa NKRI itu bentuk. Bentuk itusebenarnya bukan substansi. Substansinya negara itu bukan dari bentuknya.
3
Tetapi satu dalam wilayah, dalam kedaulatannya. Maka yang seharusnya menjadiperhatian kita adalah menjaga kedaulatannya bukan bentuknya.
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Aktivitas dakwah adalah perintah Allah sebagaimana termuat dalam
Al-Qur’an. Al-Qur’an bermula sebagai kitab dakwah dan berpuncak sebagai
kitab penetapan syari’at. Allah Swt menghendaki agar syari’at-Nya menjadi
jalan yang penuh dengan petunjuk bagi manusia, dan menjadi jalan yang akan
menyelamatkannya (Fadhlullah, 1997:11). Islam secara universal
mengajarkan kebaikan. Kebaikan yang menuntun manusia dalam kehidupan
agar memperoleh kebahagiaan, baik di dunia maupun akhirat. Oleh karena
itulah, secara populer kata dakwah selalu dikaitkan dengan pengertian ajakan
kepada perubahan dan perubahan itu bernuansa keagamaan (Yusuf, 2016:1).
Islam diturunkan ke dunia ini untuk menyebarluaskan dakwah dan
untuk membangun suatu negeri (daulah). Islam tampil di dunia untuk
menyebarluaskan dakwah dan panggilan Allah di bumi dan membawa kabar
gembira bagi penduduknya, sekaligus untuk membangun suatu masyarakat
yang menjamin kehidupan manusia yang teratur dan terarah (Fadhlullah,
1997: 12-13). Islam adalah agama dakwah, yakni agama yang selalu
mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah.
Bahkan, maju mundurnya umat Islam sangat bergantung dan berkaitan erat
dengan kegiatan dakwah yang dilakukannya. Implikasi dari pernyataan Islam
sebagai agama dakwah menuntutut ummatnya agar selalu menyampaikan
dakwah, karena kegiatan ini merupakan aktivitas yang tidak pernah usai
selama kehidupan masih berlangsung dan akan terus melekat dalam situasi
dan kondisi apapun.
Dalam Al Qur’an surah Ali ‘Imran ayat 110 Allah Swt. berfirman:
ولو آمن أھل الكتاب
لكان خیرا لھم منھم المؤمنون وأكثرھم الفاسقون
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruhkepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
4
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Perintah untuk berdakwah juga terdapat dalam Al Qur’an surah an-
Nahl ayat 125, Allah berfirman :
أحسن إن ربك ھو أعلم بمن ضل ادع إلى سبیل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلھم بالتي ھي
عن سبیلھ وھو أعلم بالمھتدین
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaranyang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. SesungguhnyaTuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat darijalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapatpetunjuk.”
Dalam ayat tersebut mengandung perintah untuk berdakwah dan cara
(metode) berdakwah yang harus dilakukan RasulullahSaw. beserta para
penganutnya. Sabili Rabbika dalam ayat-ayat itu bermakna sabilillah, “jalan
Allah”. Sabilillah sama dengan dakwah islamiah (seruan Islam), dan identik
dengan semua ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah Saw.
Kedudukan hukum dakwah adalah fardhu ‘ain, yaitu kewajiban
setiap individu muslim. Allah memerintahkan agar setiap muslim berusaha
mengubah kemungkaran yang diketahuinya. Oleh karena itu, kepada kaum
muslim diperintahkan agar ada sekelompok muslim yang menekuni ajaran
Islam secara khusus untuk disampaikan dan diajarkan kepada orang lain (Q.S.
Ali ‘Imran: 104 dan At-Taubah: 122).
Hal tersebut diperkuat oleh hadits Rasulullah Saw sebagai berikut.
الله صلى الله علیھ وسلم یقول : من رأى عن أبي سعید الخدري رضي الله عنھ قال : سمعت رسول
ك أضعف الإیمان منكم منكرا فلیغیره بیده، فإن لم یستطع فبلسانھ، فإن لم یستطع فبقلبھ وذل
Dari Abu Sa’id Al Khudri ra. berkata, saya mendengar Rasulullahshallallahu`alaihi wa sallam bersabda: Siapa yang melihat kemunkaranmaka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah denganlisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebutadalah selemah-lemahnya iman (H.R. Muslim).
5
Agar dakwah dapat mencapai sasaran-sasaran strategis jangka
panjang, diperluakan suatu sistem manajemen komunikasi yang baik dalam
penataan perkataan maupun perbuatan yang relevan dan terkait dengan nilai-
nilai keislaman. Para da’i harus mempunyai pemahaman yang mendalam
tentang ilmu dakwah dan memenuhi beberapa syarat, di antaranya mencari
materi yang cocok, mengetahui psikologis objek dakwah secara tepat,
memilih metode yang representatif, menggunakan bahasa yang bijaksana dan
sebagainya.
Hal lain yang penting untuk dimiliki oleh pada da’i adalah tentang
wawasan kebangsaan, yakni pengetahuan-pengetahuan yang terkait dengan
Pancasila, UUD 1945, NKRI, toleransi, keberagaman suku, ras, budaya, adat-
istiadat, dan agama yang ada di Indonesia (Bhinneka Tunggal Ika). Dengan
wawasan kebangsaan ini, diharapkan pesan-pesan atau materi dakwah yang
disampaikan oleh para da’i memiliki kontribusi terhadap pembangunan
nasional, sekaligus untuk menjawab adanya issue tentang maraknya da’i
yang anti-NKRI, intoleran, radikal, dan sebagainya.
Di antara cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan dan
menyebarluaskan konsep tertentu adalah melalui kegiatan penelitian. Oleh
karena itu, dalam rangka mengembangkan, menyebarluaskan, memahami,
dan menghayati secara mendalam kekhasan aktivitas dakwah di desa-desa,
maka penelitian tentang “Materi Dakwah dan Pandangan Da’i tentang
Wawasan Kebangsaan di Sejumlah Desa di Provinsi Jawa Tengah” adalah
penting untuk dilakukan.
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) materi dakwah apa
saja yang disampaikan para da’i di sejumlah desa di Provinsi Jawa Tengah?,
dan (2) bagaimana wawasan kebangsaan para da’i di sejumlah desa di
Provinsi Jawa Tengah?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan dan
menjelaskan materi dakwah apa saja yang disampaikan para da’i di sejumlah
6
desa di Provinsi Jawa Tengah, dan (2) mendeskripsikan dan menjelaskan
wawasan kebangsaan para da’i di sejumlah desa di Provinsi Jawa Tengah.
4. Manfaat Penelitian
Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi pengembangan khazanah ilmu, khususnya ilmu dakwah. Adapun secara
praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak sebagai
berikut. Pertama, bagi para da’i, dapat mencerahkan pikiran dan intuisi
dalam memahami, memilih, dan menerapkan model dakwah yang lebih tepat
sehingga ajakan dakwahnya dapat menyentuh nurani audiensnya yang pada
akhirnya mereka mau menerima ajakannya itu dengan penuh kesadaran dan
keikhlasan; dan kedua, bagi ummat/pembaca pada umumnya, dapat
membantu memahami makna dalam pesan-pesan dakwah secara lebih utuh
dan mendalam.
5. Metode Penelitian
a. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif,
yakni bertujuan untuk mengungkapkan berbagai informasi kualitatif
dengan pendeskripsian yang teliti dan penuh nuansa untuk
menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal, keadaan, fenomena,
dan tidak terbatas pada pengumpulan data, tetapi meliputi analisis dan
interpretasi data tersebut (Sutopo, 2002:111). Penelitian ini berusaha
mendeskripsikan dan menjelaskan secara kualitatif jawaban dari semua
pertanyaan yang ada dalam rumusan masalah.
b. Data, Sumber Data, dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian
Data penelitian kebahasaan adalah fenomena lingual khusus yang
berkaitan langsung dengan masalah penelitian (Sudaryanto, 2002:5-6).
Data penelitian ini berupa satuan-satuan lingual yang membentuk kohesi
gramatikal dan leksikal ditambah dengan faktor-faktor situasi dan latar
belakang sosiokultural yang terdapat di luar teks.
Sumber data dalam penelitian berupa rekaman ceramah sejumlah
da’i di desa-desa di Provinsi Jawa Tengah. Disamping itu, data juga akan
7
digali dari sejumlah da’i dan responden lain yang diwawancaraimengenai
hal-hal yang terkait dengan rumusan masalah. Data dalam penelitian ini
akan dikumpulkan dengan menggunakan teknik rekam, simak, dan catat.
Di samping itu, juga akan digunakan teknik pustaka, yakni teknik
pengamatan dan dokumentasi.
c. Validitas Data
Agar data yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan secara
ilmiah dan dapat menjadi landasan dalam penarikan kesimpulan, maka
sebelum informasi dijadikan data penelitian perlu dicermati validitas dan
reliabiltasnya. Untuk menjamin keabsahan dan kredibilitas data
penelitian, digunakan teknik trianggulasi,yang lazim dipakai dalam
penelitian kualitatif.
d. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Dalam penelitian ini, proses analisis data dilakukan dengan model
interatif seperti yang dikemukakan oleh Miles & Hubermen (1984:23).
Analisis data model interaktif menggunakan langkah-langkah: (1) reduksi
data, (2) sajian data, (3) penarikan simpulan dan verifikasi data. Ketiga
langkah tersebut dilakukan ketika pengumpulan data berlangsung,
baikdalam teks trilogi novel N5M maupun di lapangan, dan aktivitasnya
dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data
sebagai proses siklus dan terus-menerus hingga dicapai
kesimpulan.Adapun proses analisis dengan model interaktif tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Skema Analisis Model Interaktif
Pengumpulandata
Reduksi data
Display data
PenarikanSimpulan
8
B. LANDASAN TEORI
1. Kajian Penelitian Terdahulu
Untuk melihat posisi dan perbedaan penelitian ini terhadap penelitian-
penelitian lain yang sejenis, berikut ini dipaparkan sejumlah penelitian
terdahulu yang terkait tema penelitian ini, sebagai berikut.
Pertama, tesis Saudara Baiti Renel (Program Pascasarjana UIN Alauddin
Makassar) yang berjudul Materi Dakwah dan Kebutuhan Mad’u (Studi Kasus
pada Majelis Taklim Nurul Qulub di Kecamatan Baguala Kota Ambon).
Tesis ini membahas tentang materi dakwah dan kebutuhan mad’u (studi kasus
pada Majelis taklim Nurul Qulub di Kecamatan Baguala Kota Ambon)
dengan rumusan masalah: (1) materi dakwah apa saja yang disajikan kepada
majelis taklim Nurul Qulub di Kecamatan Baguala Kota Ambon?, (2)
bagaimana respon mad’u terhadap materi dakwah yang disampaikan pada
majelis taklim Nurul Qulub di Kecamatan Baguala Kota Ambon?, (3)
bagaimana kecenderungan mad’u dalam mengamalkan materi dakwah pada
majelis taklim Nurul Qulub di Kecamatan Baguala Kota Ambon?, dan (4)
bagaimana faktor-faktor pendukung dan penghambat kegiatan dakwah
majelis taklim Nurul Qulub di Kecamatan Baguala Kota Ambon? Lokasi
Penelitian adalah di majelis taklim Nurul Qulub di Kecamatan Baguala Kota
Ambon dengan jenis Penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan dakwah dan sosiologis. Metode
pengumpulan datanya adalah melalui; (1) observasi, (2) wawancara, dan (3)
dokumentasi terarah yang mendalam. Analisis data dilakukan selama
berlangsungnya penelitian dengan melakukan analisis interatif atau memadu
data secara menyeluruh (komprehensif).
Hasil penelitian menunjukan bahwa penyajian materi dengan isi pesan
dakwah yang berbeda-beda, memunculkan respon mad’u terhadap yang
cukup signifikan. Secara universal untuk materi-materi yang disajikan,
dengan keaktifan dan keseriusan mad’u setiap waktu penyajian materi
tersebut dilakukan. Sisi lain yang muncul karena respon mad’u terhadap
materi-materi dakwah tersebut, terdapat penonjolan perubahan nuansa islami
9
berupa kehidupan sosial keagamaan yang berlangsung dengan baik.
Penonjolan itu ditandai dengan adanya budaya silaturrahmi, keaktifan
menunaikan ibadah, dan mewaspadai hal-hal yang bertentangan dengan
ajaran agama. Menjadi sebuah kebutuhan terkini, sehingga dalam penyajian
materi dakwah, mad’u lebih cenderung pada materi dakwah tentang akhlak.
Kecenderungan ini menjadi suatu hal yang sangat tepat sebagai suatu modal
dalam mengupayakan perbaikan akhlak masyarakat, khusunya generasi muda
Islam, dimulai dari internal keluarga antara orang tua dan anak, lingkungan
hidup bertetangga, hingga kondisi akhlak masyarakat Islam pada umumnya,
baik di Desa Waiheru maupun se-antero wilayah Kecamatan Baguala Kota
Ambon. Dalam perjalanannya, para da’i telah melakukan program kegiatan
secara terorganisir dan sistematis, kegiatan berbasis agama dan sosial
kemasyarakatan. (http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/5810/1/Baiti%20Renel.pdf, diakses pada 29 Oktober 2018).
Hasil penelitian tersebut, bermanfaat untuk mempertajam analisis dalam
penelitian yang penulis laksanakan, terutama yang terkait dengan materi
dakwah.
Kedua, Jurnal AT-TABSYIR, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam STAIN
Kudus Volume 1, Nomor 1, Januari – Juni 2013 Karya Farida yang berjudul
Strategi Pengembangan Materi Dakwah Tokoh Agama di Desa Loram Wetan
(Tinjauan Psikologis Mad’u). Beberapa kejadian di komunitas Islam dengan
berbagai alasan berbeda, antara lain: bom bunuh diri, korupsi,
perselingkuhan, pertikaian dan permusuhan, pencurian dan perampokan,
perjudian, berpakaian yang tidak menutup aurat, tidak melaksanakan salat
(rukun Islam) dan lain-lain. Maka diperlukan strategi pengembangan materi
dakwah (berkaitan dengan materi dakwah: keimanan, hukum Islam,
mu’amalah dan akhlak) dalam melakukan dakwah Islam dengan
mempertimbangkan kondisi dan jenis permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat sebagai mad’u. Karena kondisi psikologis mad’u yang beragam
maka diperlukan cara-cara yang bervariasi dalam menyampaikan materi
dakwah, dan seorang tokoh agama dituntut untuk mengembangkan materi
10
dakwah sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang dialami oleh mad’u.
Masyarakat desa Loram Wetan mayoritas beragama Islam dan banyak
kegiatan keagamaan baik yang vertikal maupun horizontal. Dengan
memahami kondisi masyarakat desa Loram Wetan sebagai obyek dakwah
atau mad’u (baik cara berpikir, kemampuan memahami, sikap dan prilaku)
diharapkan tujuan dari penyampaian materi dakwah dapat terwujud, yaitu
pemahaman dan pelaksanaan ajaran agama Islam berdasar Al Qur’an dan
Hadits. Dan untuk menumbuhkan semangat mad’u tentang Islam maka sangat
penting adanya strategi pengembangan materi dakwah tokoh agama di desa
Loram Wetan. Penelitian ini bertujuan menemukan berbagai strategi
pengembangan materi dakwah para tokoh agama yang senantiasa
mempertimbangkan kondisi masyarakat desa Loram Wetan. Berdasarkan
hasil penelitian diperoleh data bahwa masyarakat sudah paham agama namun
beragam perilaku beragamanya (karena ada yang awam/nasional 46 Farida
Volume 1, Nomor 1, Januari – Juni 2013 dan yang priyayi). Materi dakwah
disampaikan sesuai dengan contoh nyata yang ada di masyarakat. Sedangkan
strategi yang sering digunakan adalah mauidhoh hasanah, sehingga para
tokoh agama mengupayakan agar ceramah tidak membosankan maka
memberi kesempatan untuk bertanya. Dan kemajuan keberagamaan
masyarakat Loram Wetan merupakan peran serta dari semua pihak, tokoh
agama dengan kemampuan meluruskan akidah dan Kades dengan
memberikan dukungan kesempatan. Karena satu tujuan dari semua warga
adalah terwujudnya desa Loram Wetan yang aman, damai dan sejahtera. Kata
kunci: strategi pengembangan materi dakwah, tokoh agama, psikologis mad’u
(file:///C:/Users/DAKWAH%20-%20B/Downloads/450-1780-1-PB.pdf,
diakses pada 29 Oktober 2018). Bahasan dalam jurnal tersebut bermanfaat
untuk mempertajam analisis yang terkait dengan materi dakwah dan wawasan
kebangsaan para da’i.
2. Kajian Pustaka
a. Pengertian Dakwah
11
Secara etimologis, dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti
panggilan, seruan, atau ajakan kepada sesuatu (Suminto, 1984:53). Adapun
secara terminologis, dakwah adalah mengajak, membimbing, dan memimpin
orang yang belum mengerti atau sesat jalannya dari agama yang benar untuk
dialihkan ke jalan ketaatan kepada Allah, menyuruh orang berbuat baik dan
melarang berbuat buruk agar mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat
(Syaikh Abdullah Ba’alawi dalam Saputra, 2002:2).
Senada dengan itu, Faridl (1982:134) menyatakan bahwa dakwah
merupakan seruan kepada manusia untuk melaksanakan segala perintah Allah
dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. Dakwah dalam pengertian tersebut,
adalah searti atau berdekatan arti atau mencakup pengertian: (1) tabligh yakni
menyampaikan ajaran Allah, (2) jihadyakni berjuang menegakkan agama
Allah, (3) ishlah yakni menyelesaikan persoalan sesuai dengan ajaran Allah,
(4) khutbah yakni berpidato tentang ajaran Allah, (5) taushiyyah yakni
berwasiat atau memberi nasihat, dan (6) amarma’ruf nahi munkar yakni
memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari keburukan.
Ditinjau dari segi bahasa, “da’wah” berarti ; panggilan, seruan, atau
ajakan. Bentuk perkataan tersebut dalam bahasa Arab disebut mashdar.
Sedangkan bentuk kata kerja (fi’il)nya adalah berarti; memanggil, menyeru,
atau mengajak (da’a-yad’u-da’watan). Orang yang berdakwah biasa disebut
dengan da’i dan orang yang menerima dakwa atau orang yangdidakwahi
disebut dengan mad’u (Saputra, 2011:1).
Ditinjau dari pengertian istilah, dakwah diartikan sebagai berikut.
Pertama, Prof. Toha Yahya Oemar mengatakan bahwa dakwah Islam adalah
sebagai upaya mengajak umat dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar
sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan di dunia dan akhirat.
Kedua, Syaikh Ali Makhfudz mengatakan bahwa dakwah Islam yaitu
mendorong manusia agar berbuat kebaikan dan mengikuti petunjuk
(hidayah), menyeru mereka berbuat kebaikan dan mencegah dari
kemungkaran, agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Ketiga, Hamzah Ya’qub mengatakan bahwa dakwah adalah mengajak umat
12
manusia dengan hikmah (kebijaksanaan) untuk mengikuti petunjuk Allah dan
Rasul-Nya. Keempat, menurut Prof. Dr. Hamka, dakwah adalah seruan
panggilan untuk penganut suatu pendirian yang ada dasarnya berkonotasi
positif dengan substansi terletak pada aktivitas yang memerintahkan amar
ma’ruf nahi munkar. Kelima, Syaikh Abdullah Ba’alawi mengatakan bahwa
dakwah adalah mengajak, membimbing, dan memimpin orang yang belum
mengerti atau sesat jalannya dari agama yang benar untuk dialihkan ke jalan
ketaatan kepada Allah, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka
berbuat buruk agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Keenam, menurut Muhammad Natsir, dakwah mengandung arti kewajiban
yang menjadi tanggung jawab seorang muslim dalam amal ma’ruf nahi
munkar. Ketujuh, Syaikh Muhammad Abduh mengatakan bahwa dakwah
adalah menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran adalah
fardhu yang diwajibkan kepada setiap muslim.
Dari definisi-definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan-kesimpulan
sebagai berikut. Pertama, dakwah menjadikan perilaku muslim dalam
menjalankan Islam sebagai agama rahmatan lil alamin yang harus
didakwahkan kepada seluruh manusia, yang prosesnya melibatkan unsur: da’i
(subjek), maaddah (materi), thoriqoh (metode), washilah (media), dan mad’u
(objek) dalam mencapai maqashid (tujuan) dakwah yang melekat dengan
tujuan Islam yaitu mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Kedua,
dakwah juga dapat dipahami dengan proses internalisasi, transformasi,
transmisi, dan difusi ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat. Ketiga,
dakwah mengandung arti panggilan dari Allah SWT dan Rasulullah SAW
untuk umat manusia agar percaya kepada ajaran Islam dan mewujudkan
ajaran yang dipercayainya itu dalam segala kehidupannya.
b. Tujuan Dakwah
Tujuan dakwah (Maqashid al Dakwah); adalah tujuan yang hendak
dicapai oleh kegiatan dakwah.Adapun tujuan dakwah itu dibagi dua, yaitu
tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang.Singkatnya, tujuan dakwah
13
adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur serta mendapat ridha
Allah (Bachtiar, 1997:37).
Tujuan dakwah adalah untuk menyeru manusia menuju jalan Allah
(Islam) dengan melakukan perubahan-perubahan ke arah positif yang diridhai
Allah; dari budaya jahiliyah menuju budaya islamiyah, dari kesesatan menutu
jalan yang lurus (sirath al-mustaqim) dengan tujuan utamanya yaitu untuk
mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Dalam hal ini, tujuan yang
dimaksud yaitu berkaitan dengan upaya untuk mempengaruhi seluruh lingkup
kehidupan manusia yang meliputi cara berpikir, bersikap, dan berperiaku
dalam kehidupan individual sehari-harinya dan juga dalam kehidupan
sosiokulturalnya dalam rangka mewujudkan nilai-nilai dan ajaran Islam
kedalam seluruh lini kehidupan mereka.
Tujuan sebagaimana di atas sejatinya merupakan suatu usaha membina
masyarakat agar terjadi perubahan dalam diri mereka, berkelakuan baik, dapat
bersifat adil, baik dalam masalah pribadi maupun keluarga serta masyarakat,
sehingga terjadi perubahan dari paradigma way of thinking yang diajarkan
oleh Islam menuju perubahan way of life atau cara mereka dalam
menjalankan hidupnya. Perubahan tersebutlah yang merupakan esensi yang
diharapkan dari tujuan dakwah islamiyah.
Berkenaan dengan tujuan dakwah, tentunya tidak bisa terlepas dari
Rasulullah yang merupakan Rasul pembawa misi dakwah dari Allah, Tuhan
semesta alam. Beliau membawa amanah suci yang bertugas untuk merubah
akhlak manusia. Adapun perubahan akhlak yang dimaksudkan adalah Al-
Qur’an itu sendiri, karena Al-Qur’an lah yang merupakan pedoman hidup
manusia. Jika manusia mau berpegang teguh pada intisari ajaran Al-Qur’an,
maka mereka tidak akan tersesat untuk selama-lamanya. Sebagaimana
disebutkan dalam hadis:
Secara umum, tujuan dakwah sebagaimana disebutkan dalam Al-
Qur’an adalah sebagai berikut: (1) untuk menegakkan agama Allah dan untuk
mempersatukan umat, (2) untuk mengajak manusia agar menyembah Allah
dan tidak menyekutukan-Nya, (3) untuk mengembalikan manusia pada
14
fitrahnya, dakwah senantiasa mengajak dan menuntun manusia menuju ke
jalan yang lurus, dan (4) untuk menghidupkan hati yang keras dan telah mati,
agar mereka menerima ajaran Islam dan mentaatinya.
Sedangkan jika dilihat dari aspek fungsinya, maka dakwah Islamiyah
menurut Awaludin Pimay kurang lebih memiliki dua tujuan yaitu umum dan
khusus. Tujuan umum dakwah yaitu untuk menyelamatkan manusia dari
lembah kegelapan dan membawanya ke tempat yang terang benderang
(Islam), menyelamatkan mereka dari jalan yang sesat menuju jalan yang lurus
(tauhid), kesemuanya itu dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat. Sedangkan tujuan khusus dakwah sesuai dengan kondisi zaman
sekarang ini yaitu: (1) merealisasikan ajaran Islam secara kaffah (holistik)
sehingga dapat terwujud masyarakat yang menjunjung tinggi nilai kehidupan
beragama yang islami, (2) mengontrol keberlangsungan agama agar tidak
terjadi penyimpangan dalam menjalankan agama, dan (3) mewujudkan
masyarakat muslim yang dapat dibanggakandalam tatanan hidup berbangsa
dan bernegara, hidup rukun dan saling menghormati sehingga dapat tercipta
masyarakat yang baldatun toyyibatun warobbun ghafur.
(https://syariatkita.blogspot.co.id/2014/12/tujuan-dakwah-islamiyah-
sahabat.html diakses pada 8 April 2018).
c. Materi Dakwah
Menurut Bachtiar (1997:33-34), materi dakwah tidak lain adalah al-
Islam yang bersumber dari al-Quran dan Hadits sebagai sumber utama yang
meliputi aqidah, syari’ah, dan akhlak dengan berbagai macam ilmu yang
diperoleh darinya. Terkait dengan aqidah, Faridl (1980:55) menyatakan
bahwa iman itu tidak dapat dilihat oleh indera, tetapi dapat diketahui dari
indikator-indikatornya, yaitu amal, ilmu, dakwah, dan kesabaran. Iman dapat
menebal dan dapat pula menipis, sangat tergantung pada pembinaannya, dan
pembinaan iman adalah amal, ilmu, dakwah, dan kesabaran. Bahasan tentang
aqidah adalah mencakup rukun iman yang ada enam dan menekankan bahwa:
(1) Islam sebagai satu-satunya agama yang benar di sisi Allah, (2) Islam
adalah agama yang universal, dan (3) Islam yang dibawa Nabi Muhammad
15
saw adalah agama terakhir dan sebagai korektor dan penyempurna terhadap
agama-agama yang ada. Sementara itu, terkait dengan ihwal ibadah, Faridl
(1980:87) menyatakan bahwa: (1) ibadah merupakan tugas setiap manusia
dan jin untuk menghambakan diri kepada Allah, (2) sebagai tugas hidup,
ibadah mencakup semua aspek kehidupan (ucapan, perbuatan, dan lain-lain)
yang diizinkan oleh Allah dan dilaksanakan dengan ikklas untuk memperoleh
ridha Allah, dan (3) ibadah dalam pengertian khusus (terminologi fiqh)
berarti perbuatan atau ritual dalam melaksanakan hubungan langsung dengan
Allah, termasuk dalam pengertian ini ialah mencakup lima rukun Islam.
Adapun akhlak adalah tuntunan Islam yang mengatur hubungan horisontal
manusia dengan semua makhluk Allah, terutama manusia.
Materi yang disampaikan oleh seorang da’i harus cocok dengan bidang
keahliannya. Materi juga harus cocok dengan metoda dan media serta objek
dakwahnya. Mungkin juga sesuatu materi perlu disampaikan dengan berbagai
jenis metoda, berbagai macam media kepada objek tertentu. Misalnya materi
yang berhubungan dengan keimanan disampaikan dengan metode ceramah,
metode diskusi, tanya jawab. Masalah juga mungkin terdapat pada materi
untuk diteliti, misalnya apakah materi yang disampaikan oleh da’i itu cocok
atau tidak dengan metoda, media, dan objek dakwah. Apakah seorang da’i
cocok atau tidak menyampaikan materi tertentu; mungkin ia cocok dengan
materi lain. Apakah kelemahan dan keunggulan materi yang disampaikan
seorang da’i.
d. Wawasan Kebangsaan
Istilah Wawasan Kebangsaan terdiri dari dua suku kata yaitu
“Wawasan” dan “Kebangsaan”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2002) dinyatakan bahwa secara etimologis istilah “wawasan” berarti: (1)
hasil mewawas, tinjauan, pandangan dan dapat juga berarti (2) konsepsi cara
pandang. Wawasan Kebangsaan sangat identik dengan Wawasan Nusantara
yaitu cara pandang bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional yang
mencakup perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai kesatuan politik, sosial
budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan (Suhady dan Sinaga, 2006).
16
“Kebangsaan” berasal dari kata “bangsa” yang menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2002) berarti kelompok masyarakat yang bersamaan asal
keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri.
Sedangkan “kebangsaan” mengandung arti (1) ciri-ciri yang menandai
golongan bangsa, (2) perihal bangsa; mengenai (yang bertalian dengan)
bangsa, (3) kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara.
Dengan demikian wawasan kebangsaan dapat diartikan sebagai
konsepsi cara pandang yang dilandasi akan kesadaran diri sebagai warga dari
suatu negara akan diri dan lingkungannya di dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Prof. Muladi, Gubernur Lemhannas RI, meyampaikan bahwa
wawasan kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri
dan lingkungannya, mengutamakan kesatuan dan persatuan wilayah dalam
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kesatuan atau integrasi nasional bersifat kultural dan tidak hanya bernuansa
struktural mengandung satu kesatuan ideologi, kesatuan politik, kesatuan
sosial budaya, kesatuan ekonomi, dan kesatuan pertahanan dan keamanan.
Dengan demikian dalam kerangka NKRI, wawasan kebangsaan adalah
cara kita sebagai bangsa Indonesia di dalam memandang diri dan
lingkungannya dalam mencapai tujuan nasional yang mencakup perwujudan
Kepulauan Nusantara sebagai kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi dan
pertahanan keamanan, dengan berpedoman pada falsafah Pancasila dan UUD
1945 atau dengan kata lain bagaimana kita memahami Wawasan Nusantara
sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan
keamanan (Poleksosbud dan Hankam) http://blogspot.com/2015/03/wawasan-
kebangsaan -pengertian-makna.html, diakses pada 31 Oktober 2018).
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA
1. Materi Dakwah
a. Aspek Aqidah
Dalam penelitian ini ditemukan materi dakwah aspek aqidah
sebagaimana yang disampaikan oleh penceramah yang bernama Samani
(SMP), RT 03 / Rw 05 Dusun Kenteng Desa Pulutan, Kecamatan Sidorejo
17
Kota Salatiga menjelaskan bahwa Rukun Iman itu ada enam, yakni beiman
kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari
Qiyamat, serta qadha dan qadar-Nya. Terkait dengan al-Quran, penceramah
menjelaskan bahwa al-Quran itu diturunkan untuk menyempurnakan kitab-
kitab suci terdahulu.
Masih terkait dengan al-Quran, Ustadz H. Muhammad Haris S.S, M.Si,
(Madrasah Ibtidaiyah Pacitan, SMP Negeri 1 Pacitan, SMA Negeri 1 Pacitan,
S1 Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, S2 Magister Ilmu
Politik Universitas Diponegoro, Semarang), Wakil Walikota Salatiga
menjelaskan bahwa secara garis besar al-Quran itu berisi tiga hal, yakni
aqidah, ibadah, dan akhlaq. Terkait dengan aqidah, beliau mengatakan:
Perkawis keimanan, masalah akidah, masalah tauhid, usuluddin,istilah-istilah yang biasa kita kenal nggih, tauhid kenal nggih Paknggih? Aqidah kenal nggih? Usuluddin sok krungu nggih? Onojurusan, fakultas Usuluddin ugi bab keyakinan. Nah jamaah yang sayahormati, kandungan yang pertama al-Qur’an berisi ajaran tentangkeimanan, masalah aqidah, masalah tauhid, masalah keyakinan. BapakIbu, perkawis keimanan meniko cirinipun kalo dari sisi waktuturunnya umumnya di kota Mekah. Pundi pak? Kota Mekah. Masalahtauhid itu Allah sampaikan ketika kanjeng Nabi mengawali fasedakwah menyebarkan agama Islam wonten kota mekah. Ciri ayatnyapendek-pendek bapak ibu. Pendek-pendek singkat tur tegas.
Lebih lanjut penceramah menjelaskan ihwal aqidah kaitannya dengan
toleransi beragama antara muslim dengan nonmuslim. Dengan merujuk pada
Q.S. al-Kafirun, penceramah menegaskan bahwa dalam urusan aqidah tidak
boleh dicampuradukkan antara keimanan dalam Islam dengan keimanannya
nonmuslim. Yang diperbolehkan menjalin kerjasama adalah dalam hal-hal
yang bersifat muamalah, seperti kerjabakti membangun jalan, saluran air, dan
sebagainya.
Senada dengan Ustadz Muhammad Haris, Ustadz Dicky Agus Prastyo
(MI, MTS, MA, IAIN Surakarta) yang beralamat di Ngangkruk, Tambak,
Mojosongo Boyolali, dalam ceramahnya menegaskan bahwa toleransi
beragama adalah hal yang patut kita ketahui batasan-batasannya, tentunya
agar kita tidak terjebak dalam hal-hal yang menganggu aqidah kita. Pada
18
dasarnya sikap toleransi adalah hal yang boleh dan sangat dianjurkan tetapi
toleransi yang dimaksud mencakup hal-hal muamalah, dan bukan dalam
masalah aqidah. Nabi Muhammad saw. pernah mendapatkan tawaran dari
para pemuka kaum Quraisy untuk menghentikan dakwah beliau.
Mereka menawarkan kedudukan yang tinggi, harta yang banyak dan
wanita yang cantik, tetapi apakah jawab Nabi Muhammad?: “Wahai Paman,
seandainya matahari berada di tangan kananku dan bulan ada di tangan
kiriku, agar aku menghentikan dakwahku, niscaya aku tidak akan
menghentikan dakwahku”. Mulai bingunglah para pemuka kaum Quraisy.
Cara apalagi yang bisa dilakukan untuk menghentikan dakwah nabi tersebut.
Dan akhirnya mereka mendapatkan cara, yakni dengan cara bujuk rayu atau
sikap toleransi.
Ketika Nabi Muhammad SAW thowaf di Ka’bah datanglah Al-
Aswad bin al-Mutholib, Al-Walid bin Mughiro, dan Ummayah bin Khallaf.
Mereka bertiga datang untuk memberikan tawaran kepada Nabi agar mau
menyembah agama nenek moyang selama setahun, dan mereka akan
menyembah Allah SWT dalam satu tahun pula. Mereka mengatakan, “Bila
agamaku lebih baik daripada agamamu, maka ikutlah denganku, dan bila
agamamu lebih baik daripada agamaku, maka aku akan ikut denganmu.”
Hal ini dalam pandangan kita mungkin adalah hal yang paling pas
untuk menghindari pertikaian atau kerusuhan dan pertumpahan darah. Akan
tetapi ternyata hal tersebut sangat dilarang oleh Allah SWT. Saat itu juga
Allah menurunkan QS Al-Kaafirun ayat 1-6. Mengakhiri ceramahnya, Ustadz
Dicky menyatakan:
“Jadi, toleransi beragama dalam hal aqidah sangat dilarang.Maka dari itu, marilah kita selalu waspada agar hal-hal yang kitakerjakan tidak membahayakan keimanan kita. Jangan sampai niat kitaingin membantu orang dan melakukan hal yang menyenangkan oranglain, tetapi aqidah kita sendiri malah terbahayakan.”
b. Aspek Ibadah
Menurut bahasa, ibadah adalah merendahkan diri, ketundukan dan
kepatuhan akan aturan-aturan agama. Adapun menurut istilah syar'i, ibadah
19
adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan
diridhai-Nya', baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi
(batin) maupun yang tampak (lahir). Maka salat, zakat, puasa, haji,
berbicara jujur, menunaikan amanah, berbakti kepada kedua orang tua,
menyambung tali kekerabatan, menepati janji, memerintahkan yang ma’ruf,
melarang dari yang munkar, berjihad melawan orang-orang kafir dan
munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil
(orang yang kehabisan bekal di perjalanan), berbuat baik kepada orang atau
hewan yang dijadikan sebagai pekerja, memanjatkan do’a, berdzikir,
membaca Al Qur’an dan lain sebagainya adalah termasuk bagian dari
ibadah. Begitu pula rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada
Allah, inabah (kembali taat) kepada-Nya, memurnikan agama (amal
ketaatan) hanya untuk-Nya, bersabar terhadap keputusan (takdir)-Nya,
bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, merasa ridha terhadap qadha/takdir-
Nya, tawakal kepada-Nya, mengharapkan rahmat (kasih sayang)-Nya,
merasa takut dari siksa-Nya dan lain sebagainya.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Ibadat).
Terkait dengan aspek ibadah ini, Ustd. H. Muhammad Haris S.S,
M.Si. membahas tentang salat, zakat, puasa, dan haji. Dalam ceramahnya
lebih lanjut beliau menyatakan bahwa tatacara ibadah harus sesuai
ketentuan dalam al Quran dan Sunnah.
Selanjutnya, Ustadz Erik (SDN Cokro, SMP Grabag, MA Magelang)
yang berdomisili di Dusun Gimblah RT.20/RW.09, Ngloji, Krincing,
Secang, Kabupaten Magelang lebih menitikberatkan pada pembahasan
masalah ibadah salat. Beliau menyatakan bahwa ada beberapa keistimewaan
tersendiri dalam ibadah salat lima waktu itu. Oleh karena itu, beliau
menasihati mad’u dengan mengatakan:
“… kita harus menggunakan hati yang lapang, penuhkesyukuran, penuh keikhlasan. Dan keistiqomahan sehingga kita dapatterhindar dari perbuatan keji dan mungkar …”.
20
Pentingnya ibadah salat ini juga ditekankan oleh Ustadz Ihsan Sunarto
(Ponpes Assalafiyah Kenteng) yang beralamat di Dusun Krajan
RT.01/RW.01, Desa Duren, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang.
Beliau menyatakan bahwa bulan puasa merupakan bulan peningkatan amal
kebaikan, yang sebelumnya malas salat dengan hadirnya bulan puasa
menjadi lebih giat dalam menjalankan salat, terutama salat subuh.
Selanjutnya, Ustadz Mansur yang berasal dari Desa Deras
RT.02/RW.02, Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan berpesan agar
mad’u membiasakan diri dengan amalan-amalan yang baik di bulan
Ramadhan, antara lain berinfaq, salat sunnah, puasa, dan bangun malam
(salat tahajjud).
Selanjutnya, Ustadz Safrodin S.Pd.I (SDN, M.Ts., SMA, UIN) yang
berdomisili di Kawengen RT.02/RW.04, Ungaran Timur, Kabupaten
Semarang menekankan tentang pentingnya ibadah dzikir kepada Allah.
Menurut beliau, ayat al-Quran yang pertama kali diwahyukan oleh Allah
kepada Rasulullah saw adalah perintah untuk berdzikir kepada Allah. Dalam
hal ini beliau mengatakan:
“Iqro’ bismirobbikallazii kholaq’’ bacalah dengan menyebutnama Tuhanmu yang menciptakan. Jadi saya dan kita semua setiaphari diperintah untuk menyebut nama Allah, dengan menggunakandzikir.Senada dengan Ustadz Safrodin, Ustadz Ali Makmun (SMA
Kaliwung Pranggen) yang berasal di Dusun Kauman RT.02/RW.06
Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, juga membahas pentingnya
melunakkan hati dengan memperbanyak ibadah dzikir.
Sementara itu, Ustadz Nasta’in Billah (SD, MTs, SMA, Pondok
Pesantren) yang tinggal Ngrotosari, Kesongo RT.07/RW.06, Kecamatan
Tuntang, Kabupaten Semarang menekankan pentingnya ibadah di bulan
Ramadhan dengan memperbanyak tadarus atau tilawah al Quran daripada
membuang waktu sia-sia dalam menunggu saat berbuka puasa, apalagi
kalau sampai melakukan maksiat, dapat menghilangkan pahalanya ibadah
puasa.
21
Adapun Ustadz Drs.H Zaenuri M.Pd. (Pasca Sarjana di UKSW) yang
beralamat di Jalan Pattimura Nomor 102 RT.07/RW.08 Salatiga memfokuskan
ceramahnya pada persoalan zakat. Beliau menjelaskan bahwa hukum
menunaikan zakat ialah fardu ’ain bagi setiap orang yang memenuhi syarat
wajibnya. Adapun hikmah menunaikan zakat, beliau uraikan secara sistematis
sebagai berikut:
(1) Zakat Mendidik Pribadi Muslim
Zakat mengajarkan pada setiap kaum muslimin bahwa perbedaan
dalam hal rizki merupakan taqdir Allah. Yang Maha Bijaksana. Ia
mengetahui bahwa hal itu ditetapkan oleh Allah yang Maha Mengetahui
agar manusia menjalani kehidupan ini dengan saling tolong menolong dan
saling memberikan jasa. "Allah meluaskan rizki dan menyempitkannya
bagi siapa yang Dia kehendaki" (QS. Ar Ra'd : 26).
Mukmin yang tulus ikhlas meyakini bahwa apa yang diperolehnya
merupakan karunia dari Allah, bukan karena kemampuan dan ilmunya
sendiri, seperti yang pernah dikatakan oleh Qarun, "Sesungguhnya aku
diberi karena ilmu yang kumiliki". Mukmin yang tulus ikhlas dengan rizki
yang telah dibagikan oleh Allah untuk dirinya. Sebab Allah Maha
Mengetahui dan Maha Teliti dengan hamba-hambanya: "Dan jika Allah
melapangkan rizki kepada hamba-hamba-Nya tentulah maka akan
melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang
dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui
(keadaan) hamba-haamba-Nya lagi Maha Melihat" (QS. Asy Syura : 27).
Zakat mendidik pelakunya untuk percaya kepada Allah secara
mutlak dan lebih percaya dengan apa yang berada di sisi Allah dari pada
apa yang ada dalam genggamannya. Sebab secara lahir zakat berarti
mengambil atau mengurangi harta, akan tetapi orang yang mengeluarkan
zakat menyakini yang sebaliknya. Berbeda dengan riba yang nampaknya
menambah harta tetapi pada hakikatnya merusak dan menghanguskan
harta. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT: "Dan sesuatu riba
(tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia,
22
maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah,
maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakaan
(pahalanya)" (QS. Ar Ruum : 39).
Di samping itu orang yang melakukan riba dan tidak mau
meninggalkannya, diancam dengan peperangan dari Allah dan Rasul-Nya.
Zakat mendorong kaum muslimin untuk mengembangakan harta mereka
hingga bermanfaat bagi sesama. Ini dapat menambah kekuatan Islam dan
kaum muslimin serta dapat mendorong mereka untuk memakmurkan
bumi, memberdayakan nikmat-nikmat Allah, dan tidak mengizinkan orang
lain menguasai perekonomian mereka. Orang-orang yang beriman
menjadikan harta sebagai tolok ukur; mereka menghormati manusia
seukuran dengan harta yang dimiliki, walaupun mereka sesat dan merusak.
Sementara orang-orang mukmin memiliki tolok ukur tersendiri, yaitu,
tolok ukur rabbani (keimanan kepada Allah). "Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa
di antara kalian" (QS. Al Hujurat : 13).
Mereka menundukkan harta sesuai dengan proporsinya, yaitu
sebagai kekayaan yang sementara, bukan sebagai pilar kepribadian
seseorang. Orang-orang yang tidak beriman sangat bergembira ketika
harta kekayaan dunia datang kepadanya, padahal mungkin saja kedatangan
harta itu membuat mereka binasa dan durhaka. Mereka sangat bersedih
ketika harta meninggalkannyaa, bahkan terkadang dapat mengantar
mereka untuk melakukan bunuh diri.
Adapun orang-orang yang beriman, kondisinya tidak jauh berbeda
antara mendapat atau ditinggalkan harta; tidak terlalu bergembira saat
kedatangan harta dan tidak berkeluh kesah atau berputus asa bila tidak
mendapatkan harta. Mereka yakin bahwa semua itu taqdir dari Allah, dan
seluruh taqdir Allah adalah baik untuknya. Kegembiraan orang yang
beriman muncul ketika mendapat karunia, rahmat, taufiq dan hidayah dari
Allah SWT: "Katakanlah, "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya,
23
hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya
itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan" (Q.S. Yunus : 58).
Harta bisa menjadi sarana untuk memperoleh kebaikan dan pahala
yang besar, bila dikumpulkan dengan cara halal, diinfaqkan fii sabilillah
dan hak-hak Allah padanya ditunaikan. Sebaliknya ia juga bisa menjadi
sarana kejahatan dan mengundang murka Allah serta azab-Nya di akhirat,
bila dicari dengan cara yang tidak halal dan hak-hak Allah padanya tidak
ditunaikan. Orang yang sangat mencintai harta, mengumpulkannya dan
menyimpannya adalah orang yang salah jalan. Sebab penjagaan harta yang
sesungguhnya adalah dengan membelanjakannya di jalan Allah dan
mengembangkannya di jalan yang sama. Allah SWT berfirman:
"Perumpamaan (nafkah dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha
Luas (karunian-Nya) lagi Maha Mengetahui" (QS. Al Baqarah : 261).
(2) Zakat Menjaga Keseimbangan Hidup
Manusia memiliki dua karakter. Karakter pertama, kecenderungan
manusia untuk mengerjakan hal-hal yang negatif. Ia melakukan kejahatan
dan kemungkaran, serta memiliki kecenderungan melawan perintah Allah
SWT. Kecenderungan kedua, manusia cenderung melaksanakan hal-hal
yang positif; melaksanakan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Orang
yang bisa membersihkan diri, tentu dia akan berbahagia, itulah orang yang
bertaqwa. Kemudian orang yang tidak bisa membersihkan diri, itulah
orang yang melakukan kejahatan dan mereka akan mendapat celaka.
Zakat yang merupakan salah satu fungsi utamanya adalah untuk
membersihkan diri. Di antaranya, setiap yang hidup di dunia, mulai dari
lahir sampai tua dan akhir hayatnya, berkewajiban untuk mengeluarkan
zakat misalnya zakat fitrah. Tujuannya ada dua. Yang pertama,
membersihkan jiwa orang yang berpuasa. Yang kedua, memberikan
kepada orang miskin. Maka berdasarkan hadits ini, zakat fitrah tidak boleh
24
digunakan kecuali untuk orang miskin. Ia tidak boleh digunakan untuk,
misalnya, bangunan fisik dan lain-lain. Selain zakat fitrah, juga diwajibkan
oleh Allah SWT kepada setiap orang yang beriman untuk mengeluarkan
zakat maal (zakat harta). Dalam kesempatan tulisan tidak akan dijelaskan
secara rinci bentuk-bentuk kewajiban pengeluaran zakat maal, namun
tujuan Allah SWT mewajibkan kepada manusia untuk mengeluarkan
zakat, dalam rangka pembersihan rizki yang kita dapatkan, yang mungkin
di sana-sini ada yang di luar kontrol kita dalam cara mendapatkannya.
c. Aspek Akhlaq
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah
laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya
sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu
saja. Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya
didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak
pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang,
sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat. Apabila perbuatan
tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak
(https://id.wikipedia.org/wiki/Akhlak).
Ceramah K.H. Shodiq Sumardi (SD, SMP, MA) yang beralamat di
Desa Kauman RT.03/RW.05, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang
yang berisi bahasan tentang akhlaq, terutama untuk para remaja, beliau
berpesan bahwa para remaja harus menjadi generasi penerus yang terbaik,
harus menjadi pribadi yang benar-benar baik, bukan hanya sekedar baik,
bukan hanya lumayan baik, bukan hanya agak baik, apalagi berpura-pura
baik, atau malah sok baik, tapi harus selalu lebih baik agar menjadi pribadi
yang terbaik. Pribadi yang terbaik itu ketiadaanya selalu dicari,
kehadirannya selalu dinanti, kepergiannya selalu dirindui, kematiannya
ditangisi, dan kebaikannya diteladani.
Sealanjutnya, Ustadz H. Muhammad Haris S.S, M.Si. dalam
membahas masalah akhlaq menyatakan sebagai berikut:
25
“ …perkawis akhlak, perkawis muamalah, hubungan antarkita dengan sesama kita. Di rumah tangga atara istri dan suami,antara orang tua dengan anak, antara kita dengan tetangga, antarakita sasama muslim. Antara kita dengan orang lain. Masalah akhlakmuamalah, tidak bisa kita anggap remeh, ….”
Selanjutnya, Ustadz Muhammad Abdul Latif, S.Pd. (MI Al Islam
Banding, MTs. Tsanawiyah Sudirman Truko Kecamatan Bringin,
Semarang, SMAN 1 Bringin, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), yang
beralamat di Tegalrejo RT.16/RW.16 Bangutapan dalam ceramahnya beliau
menyatakan bahwa cara untuk menjadi sukses itu meliputi 4 B, yaitu:
berusaha, berdoa, bertawakkal, dan bersyukur.
(1) Berusaha
Berusaha adalah langkah pertama yang harus dijadikan pijakan
seorang muslim dalam meraih impian dan harapan, tanpa adanya usaha,
jangan harap orang akan bisa mewujudkan keinginanya. Untuk melandasi
uraiannya, beliau menyitir firman Allah SWT dalam Q.S. Ar Ra’d ayat
11 yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan
suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri”. Dengan kata lain, Allah SWT tidak akan mengubah
keadaan ummat Islam selama ummat Islam tidak mau berusaha untuk
mengubah sebab-sebab kemunduran ummat Islam. Hal ini sesuai dengan
semboyan yang berbunyi man jadda wa jadda, barang siapa yang
berusaha sungguh-sungguh niscaya dia akan sukses. Kalaupun terjadi
“kesuksesan“ tanpa dilalui dengan proses usaha, maka hal itu termasuk
dalam kategori anugrah khusus dari Allah, bagaimanapun jika Allah
SWT berkehendak maka tidak ada sesuatu pun yang bisa menghalangi.
(2) Berdoa
Jika kita hanya berusaha, maka kita tidak akan berhasil. Oleh
karena usaha tidak akan lengkap tanpa disertai dengan doa. Allah SWT
berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 186 yang artinya, “Dan apabila
hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah
bahwasanya Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang-orang yang
26
memohon kepada-Ku, maka bermohonlah kepada-Ku dan berimanlah
kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran “
Banyak orang yang sukses tetapi malas berdoa, bahkan ada yang
bilang berdoa itu percuma. Sikap seseoarang yang semacam itu
sesungguhnya merupakan dosa besar. Ikhtiar itu memang perlu, namun
ikhtiar dengan bantuan doa akan membuat hasil yang lebih maksimal.
Selain berdoa di waktu-waktu tertentu, kita harus memanjatkan doa kita
setiap saat. Waktu waktu mustajab biasanya pada setelah selesai adzan,
selesai sholat wajib, menjelang berbuka puasa dan waktu mustajab yang
lain. Jangan hanya berdoa pada saat kesulitan saja, namun berdoalah
setiap saat. Mintalah pada Allah untuk dimudahkan, dilancarkan untuk
mendapatkan hal yang baik.
(3) Bertawakkal
Bertawakkal adalah berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT
dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau menanti
akibat dari suatu keadaan. Dari Umar bin Khatab ra, Nabi Muhammad
SAW bersabda, “Jika kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-
benarnya, maka Dia akan memberi rezeki sebagaimana Dia memberi
rezeki kepada burung yang pergi pagi hari dalam keadaan lapar dan sore
hari kembali dalam keadaan kenyang“ (H.R. At-Tirmidzi).
Apa maksud dari hadits tersebut? Maksudnya yaitu bahwa
setelah kita ikhtiar dan berdoa, maka cara selanjutnya adalah bertawakkal
kepada Allah SWT. Sebab, saat kita bertawakkal kepada Allah, langkah-
langkah kita akan dimudahkan oleh Allah.
(4) Bersyukur
Bersyukur akan memberikan perasaan bahwa kita adalah hamba
Allah yang beruntung sehingga menjadi lebih bersemangat dalam
menjalani langkah-langkah menuju kesuksesan. Allah berfirman dalam
Q.S. Ibrahim ayat 7 yang artinya, “Jika kamu bersyukur maka Aku
tambah nikmatmu dan jika kamu kufur maka sesungguhnya siksa-Ku
amat pedih.“ Jadikan syukur sebagai bagian dari keseharian dan
27
kebiasaan kita. Tidak melulu hanya bersyukur saat mendapat nikmat,
namun juga harus bersyukur dengan segala cobaan yang diberikan.
2. Wawasan Kebangsaan
Wawasan kebangsaan sebagai konsepsi politik dan kenegaraan yang
merupakan manifestasi pemikiran politik bangsa Indonesia. Sebagai satu
kesatuan negara kepulauan, secara konseptual, geopolitik Indonesia
dituangkan dalam salah satu doktrin nasional yang disebut Wawasan
Nusantara dan politik luar negeri bebas aktif. Sedangkan geostrategi
Indonesia diwujudkan melalui konsep Ketahanan Nasional yang bertumbuh
pada perwujudan kesatuan ideologi, ekonomi, politik, sosial budaya dan
pertahanan keamanan. Berikut ini dipaparkan wawasan kebangsaan,
khususnya yang berkaitan dengan (1) strategi menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), (2) pengamalan Pancasila, dan (3)
kiat-kiat lain yang dapat memperkuat wawasan kebangsaan.
a. Strategi Menjaga Keutuhan NKRI
Ustadz Daman Huri yang berpendidikan SMA, berdomisili di
Sinongko, Plosogaden, Candiroto, Temanggung, menyatakan bahwa menjaga
NKRI merupakan sebuah kewajiban bagi warga negara Indonesia yang
menunjukan bahwa dirinya adalah berbangsa dan bernegara. Menjaga NKRI
perlu diawali dengan pribadi seseorang yang dia harus menjalankan aturan-
aturan dan adat istiadat yang berlaku di daerah itu sendiri tanpa harus mencari
celah atau kesalahan orang lain, yang dicari adalah kebersamaan bukanlah
perbedaan.
Berikutnya Ustadz H. Muhammad Haris S.S, M.Si menyakatan
bahwa untuk menjaga keutuhan NKRI melalui peningkatan kerukunan.
Beragam latar belakang yang dimiliki bangsa Indonesia yang disatukan dalam
Bhineka Tunggal Ika harus terus dijaga sampai kapan pun. Keutuhan NKRI
yang telah dirintis oleh para pendiri bangsa harus terus terpatri di generasi
muda Indonesia. Pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan, jangan sampai
generasi yang ada saat ini lupa akan nilai-nilai sejarah dan mengabaikan nilai-
28
nilai perjuangan para pahlawan bangsa yang telah mengorbankan jiwa raga
dan harta bendanya, demi berdirinya Indonesia merdeka.
Adapun Dr. K.H. Agus Suaidi Lc. M.A. yang beralamat di Kelurahan
Tingkir Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga berbendapat bahwa NKRI itu
bentuk. Bentuk itu sebenarnya bukan substansi. Substansinya negara itu
bukan dari bentuknya melainkan dalam kedaulatannya. Maka yang
seharusnya menjadi perhatian kita adalah menjaga kedaulatannya bukan
bentuknya. Hanya saja bentuk harus tetap kita jaga, kita pertahankan karena
itu sudah disepakati, oleh para pendiri bangsa kita dulu. Nah, karena sudah
disepakati, yaa ayyuhalladziina amanuu aufu bil’uquud. Hai orang-orang
yang beriman, tepatilah janji-janji yang sudah diambil itu termasuk bentuk
negara kita, kesatuan Republik Indonesia. Lebih lanjut beliau menyatakan:
Tetapi, sing luwih penting untuk kita pertahankan adalahkedaulatannya. Kedaulatan politik, ekonomi, budaya, sosial,pendidikan. Karena menjaga NKRI tanpa menjaga kebudayaan kuwipodo wae njaga wadah ning isine entek. Dadi iki wadah, iki NKRI lhajebule wedang jaheku diombe wong, wadahe tetep. Lha samarku kalokita selalu katakan NKRI harga mati, tapi tidak beri perhatian padakedaulatan, itu samare ngko tetep NKRI sampe 100 tahun 200 tahunmungkin, ning sopo sing berkuasa di Indonesia, sopo sing berdaulat,itu yang lebih penting kudune.
Lebih lanjut Ustadz Agus Su’aidi menegaskan bahwa bangsa
Indonesia hendaknya harus mewasdai jangan sampai pemerintah kita
menjadi pemerintah boneka dari negara asing sehingga rakyat tidak
berdaulat di negaranya sendiri. Lebih dari itu, perlu dijaga jangan
sampai rakyat justru saling bertikai sehingga mengancam keutuhan
NKRI. Dalam hal ini beliau mengatakan:
Saya nggak mengatakan NKRI nggak penting, NKRI itukesepakatan, kesepakatan harus diakui, dipertahankan. Tapisubstansine negara itu dalam kedaulatannya. Wilayahe wis ono,rakyate wis ono, sumber dayane alhamdulillah karena pariwisatabanyak Indonesia ini. Cuma jangan sampai itu dikuasai oranglain. Itulah yang sebenarnya kedaulatan. Kita harus tetapmenjadi tuan di negeri sendiri. Sumber daya alam harus kitakelola sendiri, pemerintah harus kita bangun sendiri. Jangan
29
sampai pemerintah kita ini pemerintah boneka, boneka itudigerakkan wong liyo, ….
Ustadz Asnawi (Clepan, Surojoyo, Candimulyo, Magelang) yang
menempuh pendidikan di Ponpes Al Haqiqi, Sidosermo, Surabaya,
JawaTimur menyatakan bahwa pada masa penjajahan, para pahlawan
membela dan menjaga keutuhan Indonesia dengan berjuang. Cara
berjuangnya bermacam-macam. Ada yang maju berlaga di medan
pertempuran. Ada pula yang berjuang lewat pergerakan. Mereka berjuang
dengan pikiran, tulisan-tulisan, dan ilmu pengetahuan. Pada masa
perjuangan kemerdekaan, dua cara memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia ini sama-sama tinggi nilainya. Saat ini Indonesia tidak lagi dijajah
oleh bangsa asing. Oleh karena itu, kita tidak perlu lagi berperang melawan
para penjajah. Meski demikian, tugas kita tidak lebih ringan. Sebab,
menjaga kemerdekaan justru lebih berat daripada merebutnya.
Bukan penjajah yang mengancam keutuhan negara Indonesia kita.
Namun, diri kita sendirilah, putra-putri Indonesia. Mungkinkah itu?
Jawabannya ya sangat mungkin sekali, jika kita tidak berlaku sebagaimana
mestinya sebagai bangsa Indonesia. Jika kita salah mengurus negara ini,
tidak mustahil kitalah sendiri yang akan menghancurkan keutuhan negara
Indonesia tercinta ini.
Oleh karena itu kita perlu menjaga keutuhan NKRI, berikut ada
beberapa cara tentang bagaimana cara menjaga keutuhan negara Indonesia:
(1) Menjaga Wilayah dan Kekayaan Tanah Air Indonesia
Dulu para pahlawan berperang dan berunding dengan penjajah.
Mereka berunding untuk menentukan batas-batas wilayah Indonesia.
Wilayah itu tentu tidak hanya berupa wilayah semata, namun meliputi
semua kekayaan yang ada di dalamnya. Misalnya penduduk, tumbuh-
tumbuhan, hewan serta kekayaan mineral seperti minyak bumi, emas, batu
bara dan lain-lain. Wilayah dan segenap kekayaan itu haruslah kita
pertahankan dan kita jaga. Sebab di situlah letak kedaulatan negara kita.
Kita tidak boleh membiarkannya diambil dan dirampas bangsa asing.
30
(2) Saling Menghormati Perbedaan
Negara Indonesia berdiri atas berbagai macam perbedaan, mulai
dari agama, suku, adat istiadat, bahasa daerah dan warna kulit. Semua
perbedaan itulah yang saling menjalin membangun Indonesia seutuhnya.
Agar kebutuhan Indonesia tetap terjaga, kita harus mengganggap perbedaan
itu sebagai anugerah. Kita harus mensyukuri perbedaan yang ada. Cara
menjaga perbedaan-perbedaan itu dengan saling menghormati. Contohnya
kita harus saling menghormati teman kita yang berbeda agama, suku, bahasa
dan warna kulit. Dengan demikian, kita turut menjaga keutuhan Indonesia.
(3) Mempertahankan Kesamaan dan Kebersamaan
Bangsa Indonesia memiliki banyak perbedaan. Akan tetapi, bangsa
Indonesia juga memiliki banyak persamaan. Dalam naskah Sumpah
Pemuda, kita telah mengikrarkan bahwa kita adalah satu bangsa, bangsa
Indoneisa. Kita mengakui bahwa kita satu tumpah darah, tumpah darah
Indonesia. Kita juga mengakui bahwa kita menjunjung tinggi bahasa
persatuan, yaitu bahasa Indonesia. Itulah tiga persamaan pokok yang
dimiliki bangsa Indonesia. Selain itu, kita juga memiliki Pancasila, UUD
1945, dan Sang Saka Merah Putih. Semua itu adalah lambang pemersatu
bangsa, agar keutuhan Indonesia terjaga.
(4) Menaati Peraturan
Salah satu cara menjaga keutuhan Indonesia adalah dengan
menaati peraturan. Mengapa demikian? Peraturan dibuat untuk mengatur
kehidupan berbangsa dan bernegara. Tujuannya agar Indonesia menjadi
lebih baik. Melalui peraturan Indonesia akan selamat dari kekacauan. Taat
terhadap undang-undang dan peraturan berlaku bagi seluruh rakyat
Indonesia. Peraturan berlaku baik untuk presiden maupun rakyat biasa, baik
muda maupun tua, baik yang kaya maupun yang miskin.
Ustadz Muhammad Wahid Hidayat (Jenekan, Sugihmas, Grabag,
Magelang) yang menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Darul Falah
Temanggung menyatakan bahwa dinamika Indonesia saat ini berpotensi
31
menimbulkan perpecahan terhadap persatuan NKRI. Mengingat masih
terdapat berbagai kubu, yakni kubu ekstrim kanan dan kubu ekstrim kiri
(Komunisme dan Liberalisme). Islam adalah agama yang menganjurkan,
bahkan mewajibkan untuk menjaga persatuan. Peran Islam dalam menjaga
keutuhan NKRI sangat diperlukan. Apabila terdapat pandangan yang
menyatakan bahwa ulama tidak Pancasilais dan tidak nasionalis adalah
terlalu berlebihan dan mengada-ada. Menurut beliau, berbagai alasan ummat
Islam menjadi benteng NKRI, antara lain:
(1) Pancasila merupakan ideologi yang tidak berseberangan dengan Islam,
justru Pancasila yang menjadi bagian dari Islam. Sehingga dapat
dipastikan ummat Islam Indonesia selalu senantiasa menjadi benteng
NKRI.
(2) Ummat Islam dapat menjadi benteng politik di Indonesia. Ummat Islam
akan selalu menjaga untuk mewujudkan keadilan yang berdaulat di
Indonesia. Selain itu, ummat Islam akan mewujudkan kesejahteraan dan
kesamaan hukum secara duniawi dan akhirat.
(3) Ummat Islam sebagai penjaga keamanan NKRI. Pelaksanaan keamanan
dapat diwujudkan secara internal dan eksternal. Dalam pelaksanaan
secara eksternal, ummat Islam memiliki anjuran yang tidak bisa ditawar-
tawar yakni melakukan jihad fisabilllah. Jihad yang terbaik adalah
keberanian seseorang untuk mengatakan yang sebenarnya kepada
pemimpin supaya tidak berbuat zalim kepada ummatnya.
b. Pengamalan Pancasila
Terkait dengan pengamalan Pancasila, Ustadz Daman Huri
menyatakan bahwa Pancasila disusun oleh anak bangsa Indonesia yang
sangat hebat sehingga dapat menciptakan Pancasila seperti saat ini dengan
urutannya. Sila kesatu mewujudkan bahwa bangsa Indonesia ini memiliki
beberapa agama yang agama tersebut sudah disahkan oleh pemerintah dan
tercantum dalam undang-undang. Jadi setiap warga negara wajib memeluk
satu keyakinan/agama. Namun dengan adanya hal itu jangan sampai malah
menjadi pemisah/pemecah-belah negara Indonesia.
32
Berikutnya, Ustadz H. Muhammad Haris S.S, M.Si. berpendapat
bahwa pada hakikatnya Pancasila merupakan nilai-nilai luhur yang hadir
dan berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia yang beragam, namun
seiring waktu berjalan nilai-nilai luhur tersebut mulai luntur. Praktis
mereka hanya mengenal, jadi bukan hanya faham, hapal pun hari ini
banyak sekali yang sudah tidak hafal. Jangankan mengamalkan memahami
saja tidak, jangankan memahami hapal pun tidak, bagaimana mau
mengamalkan, memahami saja tidak. Fenomena inilah yang saya kira hari
ini terjadi di masyarakat dan akibatnya tentu. Karena pancasila ini sebagai
dasar Negara menajdi tidak kokoh, maka bangunan bangunan berikutnya
menjadi goyah. Dan bangunan-bangunan ini berupa apa saja. Sila yang
pertama ketuhanan yang maha esa, maka seluruh kehidupan ini harus
bergerak berdasarkan pada nilai-nilai agama. Maka dari itu menjalankan
Pancasila sebagian sudah menjalankan nilai-nilai agama.
Dr. K.H. Agus Suaidi Lc. M.A. menyatakan bahwa Pancasila itu
merupakan titik temu semua bangsa Indonesia. Lebih lanjut beliau
mengatakan:
Agamane apa pun, sukune apa pun, ras apa pun, semuanya harusmenerima Pancasila. Nopo wong Islam kok menerima Pancasila?Karena tidak bertentangan dengan agama Islam. NU dalam muktamardi tahun 1983, muktamar di Situbondo, dengan keputusannyamenerima Pancasila sebagai dasar negara. Ning ono catetane, kui sengkudu di nganu, Pancasila bukan negara dan tidak bisa menggantikanagama. Pancasila adalah bentuk pengamalan negara kita. Itu berartiPancasila karo agama duwur ndi? Agama, maka Pancasila tidak bisamenggantikan agama. Mula, Pancasila iku pengamalane saka agamaIslam. Sehingga tidak ada masalah, ning yo kui ojo sampe Pancasilaiku dadi agomo. Sampe ono wong tau, salah satu pembesar-pembesardi NU juga malah pernah mengatakan ‘ayat ayat konstitusi lebih tinggidari ayat al-Qur’an kuwi banget keliru. Pancasila tetap di bawah al-Qur’an, undang-undang di bawah al-Qur’an tapi kita yakin tidak adapertentangan. Maka Pancasila harus dijaga sebagai pemersatu.
Adapun Ustadz Muhammad Abdul Latif, S.Pd. menyatakan bahwa
untuk pengamalan Pancasila pada sila pertama adalah kita ber-Tuhan
kepada Tuhan yang Maha Esa. Sila kedua yaitu hendaknya kita menjadi
33
manusia yang adil dan juga memiliki adab yang tinggi. Untuk pengamalan
sila ke tiga yaitu hendaknya kita sesama umat sebangsa untuk saling
bersatu menjaga keutuhan NKRI. Pengamalan sila keempat yaitu jika kita
ingin mengambil suatu keputusan maka hendaknya dilakukan dengan
bermusyawarah. Dan untuk pengamalan sila terakhir yaitu hendaknya kita
menjadi manusia yang adil dalam menyejahterakan seluruh rakyat
Indonesia.
Ustadz Sirojudin S.Hi, M.H (SD N Blotongan 3, MTs N Salatiga,
MAN 1 Salatiga, S1 Syariah IAIN Salatiga, dan S2 Fakultas Hukum
Universitas Islam Sultan Agung) yang berdomisili di Blotongan, RT 02 /
RW 06, Sidareja, Salatiga menyatakan bahwa Pancasila itu ideologi
menurut pemahaman pendiri negara, pemahaman pendahulu kita,
pemahaman guru-guru kita, dan kalau kita baca hari ini sesungguhnya itu
ideologi paripurna. Kemudian kalau kita kaitkan dengan pemahaman
aqidah kita sesungguhnya sudah memenuhi kriteria hak–hak Allah. Kalau
kita baca sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa” itu kan hubungan
vertical dengan Allah. Sementara kemanusiaan sampai dengan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu hubungan horizontal dengan
sesama manusia, sehingga tidak ada masalah. Dengan demikian, Pancasila
itu merupakan ideologi negara yang sudah sangat tepat.
Ustadz Drs.H. Zaenuri M.Pd. menyatakan bahwa jika dimaknai
dari rukun Islam, sila-sila dalam Pancasila mempunyai filsafat dan makna
yang sama. Ditandai dalam sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa”, kita
dibebaskan untuk memeluk agama yang diakui oleh negara, Di dalam
Islam diwajibkan untuk selalu mengesakan Allah.
Dalam sila ke dua “Kemanusiaan yang adil dan beradab” rakyat
Indonesia harus saling menghargai dan menghormati hak-hak yang
melekat pada pribadi manusia, di dalam Al-Quran menyebutkan juga
untuk selalu menghargai dan menghormati sesama.
34
Sila ke tiga “Persatuan Indonesia” bermakna bahwa bangsa
Indonesia adalah bangsa yang satu dan dalam Al-Quran juga disebutkan
selalu mengajarkan kepada umatnya untuk saling menjaga persatuan.
Sila keempat berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” bermakna bahwa
dalam mengambil keputusan bersama harus dilakukan secara
musyawarah yang didasari oleh hikmat kebijaksanaan. Dan dalam Al-
Qur’an menyebutkan selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu
bersikap bijaksana dalam mengatasi permasalahan kehidupan dan selalu
menekankan musyawarah untuk menyelesaikannya dalam suasana yang
demokratis.
Sila kelima berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia” bermakna bahwa negara Indonesia sebagai suatu organisasi
tertinggi memiliki kewajiban untuk mensejahterakan seluruh rakyat
Indonesia. Dan di dalam Al-Qur’an memerintahkan untuk selalu bersikap
adil dalam segala hal, adil terhadap diri sendiri, orang lain dan alam.
Ustadz Asnawi menyatakan bahwa Pancasila tidak akan memiliki
makna tanpa pengamalan. Pancasila bukan sekedar simbol persatuan dan
kebanggaan bangsa. Akan tetapi Pancasila adalah acuan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, kita wajib
mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Tingkah
laku sehari-hari kita harus mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila.
Untuk mengamalkan Pancasila kita tidak harus menjadi aparat negara.
Kita juga tidak harus menjadi tentara dan mengangkat senjata. Kita dapat
mengamalkan nilai-nilai Pancasila di lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Kita dapat memulai dari hal-hal kecil dalam keluarga.
Misalnya melakukan musyawarah keluarga. Setiap keluarga pasti
mempunyai masalah. Nah, masalah dalam keluarga akan terselesaikan
dengan baik melalui musyawarah. Kita dapat belajar menyatukan
pendapat dan menghargai perbedaan dalam keluarga. Biasakanlah
melakukannya dalam keluarga.
35
Dalam lingkungan sekolah pun kita harus membiasakan
bermusyawarah. Hal ini penting karena teman-teman kita berbeda-beda.
Pelbagai perbedaan akan lebih mudah disatukan dengan bermusyawarah.
Permasalahan yang berat pun akan terasa ringan. Keputusan yang
diambil pun menjadi keputusan bersama. Hal itu akan mempererat
semangat kebersamaan di sekolah. Tanpa musyawarah, perbedaan
bukannya saling melengkapi. Tetapi, justru akan saling bertentangan.
Oleh karena itu, kita harus terbiasa bermusyawarah di sekolah.
Kerukunan hidup di lingkungan sekolah akan terjaga. Dengan demikian,
kita tidak akan kesulitan menghadapi dalam lingkungan yang lebih luas.
Berawal dari keluarga kemudian meningkat dalam sekolah, masyarakat,
bangsa, dan negara. Cara mengamalkan Pancasila dapat dilakukan
dengan konsep sebagai berikut:
(1) Pengamalan Pancasila dalam Rangka Menghargai Perbedaan
Pancasila dirumuskan dalam semangat kebersamaan. Salah satunya
terwujud dalam sikap menghargai perbedaan. Perbedaan pendapat tidak
menjadi hambatan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Hal itu
merupakan sikap yang harus ditiru. Pada waktu itu bangsa Indonesia
belum memiliki dasar negara. Tetapi, sikap para tokoh telah
mencerminkan semangat kebersamaan dan jiwa ksatria. Mereka bersedia
menerima perbedaaan apa pun ketika proses perumusan dasar negara
berlangsung. Nah, sekarang kita telah memiliki Pancasila sebagai dasar
negara yang kuat. Kekuatan Pancasila telah terbukti selama berdirinya
negara Indonesia. Pancasila mampu menyatukan seluruh bangsa
Indonesia. Pancasila juga mampu bertahan menghadapi rongrongan
pemberontak.
(2) Pengamalan Pancasila dalam Wujud Sikap Toleransi
Mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
(falsafah hidup bangsa) berarti melaksanakan Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari, menggunakan Pancasila sebagai petunjuk hidup sehari-hari,
36
agar hidup kita dapat mencapai kesejahteraan dan kebahagian lahir dan
batin.
c. Kiat-Kiat Lain yang Dapat Memperkuat Wawasan Kebangsaan.
Ustadz Ngaidin S.Ag, M.Pd. Banjaran RT 01/RW 12, Mangunsari,
Salatiga yang menempuh pendidikannya di MI Al-Uswah Ungaran, MTs Al-
Uswah, PGAN Salatiga, dan IAIN Salatiga menyatakan bahwa untuk
memperkuat wawasan kebangsaan, kita perlu meneladani sikap dan perilaku
para pahlawan bangsa.
Adapun Ustadz Muhammad Abdul Latif, S.Pd. menyatakan bahwa
wawasan kebangsaan Indonesia di zaman sekarang banyaknya perebutan
kekuasaan dan banyak ulama yang seharusnya menjadi panutan dan dapat
memberi masukan untuk para pejabat tetapi justru diasingkan atau dibuat
jelek di mata publik. Padahal sejatinya ulama itu sebagai contoh untuk kita,
untuk masukan diri kita, apa yang menjadi kekurangan kita. Jadi, ketika kita
menjadi pejabat itu tidak semena-mena semaunya dan kita harus menerima
masukan dari beberapa organisasi .
D. KESIMPULAN
Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, materi
dakwah yang disampaikan oleh para da’i meliputi (1) aspek aqidah, (2) aspek
ibadah, dan (3) aspek akhlaq. Pada aspek aqidah, pada umumnya para dai
menegaskan agar ummat tidak mencampuradukkan antarkeyakinan muslim
dengan nonmuslim, harus ada batas yang tegas. Sebagian da’i ada yang
membahas masalah aqidah dengan mengaitkanya dengan masalah kontekstual,
misalnya masalah kebersihan lingkungan. Dalam aspek ibadah, para dai
menyampaikan ihwal sholat, puasa, zakat/infaq/shodaqoh, haji, dzikir, dan
membaca al-Quran.
Kedua, semua da’i memiliki wawasan kebangsaan yang sangat baik.
Terkait dengan upaya untuk menjaga keutuhan NKRI, mayoritas da’i
berpendapat bahwa jika semua sila dalam Pancasila itu betul-betul
diimplementasikan dalam praktik kehidupan sehari-hari oleh pemerintah dan
seluruh rakyat, tidak hanya dibaca dalam berbagai upacara, niscaya NKRI akan
37
tetap terjaga keutuhannya. Ada juga da’i yang sangat kritis dalam menanggapi
realitas kebangsaan kita dewasa ini, misalnya dengan pernyataan bahwa NKRI
itu bentuk. Bentuk itu sebenarnya bukan substansi. Substansinya negara itu
bukan dari bentuknya. Tetapi satu dalam wilayah, dalam kedaulatannya. Maka
yang seharusnya menjadi perhatian kita adalah menjaga kedaulatannya bukan
bentuknya. Hanya saja bentuk harus tetap kita jaga, kita pertahankan karena itu
sudah disepakati, oleh para pendiri bangsa kita dulu. Selanjutnya, terkait
dengan Pancasila, semua da’i menyatakan bahwa Pancasila sama sekali tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Sila pertama merupakan konsep hubungan
vertikal kepada Allah (hablumminallah) dan sila kedua hingga kelima
merupakan konsep hubungan muamalah kepada sesama manusia
(hablumminannas). Oleh karena itu, pengamalan sila kedua hingga kelima
harus selalu dijiwai oleh sila pertama agar semua pembenganunan di negeri ini
senantiasa diberkahi dan diridhoi Allah. Selain itu, untuk panduan
mengamalkan Pancasila, sebagian da’i berpendapat bahwa rumusan yang
termuat dalam buku Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila (P4)
yang diberlakukan pada masa Orde Baru adalah sudah sangat baik dan layak
untuk diberlakukan kembali pada saat ini. Adapun terkait dengan maraknya
pemberitaan akhir-akhir ini bahwa banyak da’i yang berideologi radikal dan
intoleran, hal itu tidak ditemukan dalam penelitian ini.
38
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, Wardi. 1997. Metodologi Penelitian Dakwah. Jakarta: Logos WacanaIlmu.
Departemen Agama RI. 2000. Al Qur’an dan Terjemahnya. Semarang:Asy-Syifa’.
Fadhlullah, Muhammad Husain. 1997. Metodologi Dakwah dalam Al-Qur’anPegangan Bagi Para Aktivis. Jakarta: Lentera.
Faridl, Miftah. 1982. Pokok-pokok Ajaran Islam. Bandung: Perpuskaan SalmanITB.
Miles, Mattew B dan A. Michael Huberman. 1984. Analisis Data Kualitatif.Jakarta: UI Press.
Omar, Toha Jahja. 1992. Ilmu Dakwah. Jakarta: Widjaya.
Saputra, Wahidin. 2002. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Saputra, Wahidin. 2002. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Suminto, Aqib. 1984. Problematika Dakwah. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Suminto, Aqib. 1984. Problematika Dakwah. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori danTerapannya dalam Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret UniversityPress.
Yusuf, M. Yunan. 2016. Dakwah Rasulullah Sejarah dan Problematika. Jakarta:Kencana.
file:///C:/Users/DAKWAH%20-%20B/Downloads/450-1780-1-PB.pdf,
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/5810/1/Baiti%20Renel.pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Akhlak.
https://id.wikipedia.org/wiki/Akidah_Islam
https://id.wikipedia.org/wiki/Ibadat.
https://syariatkita.blogspot.co.id/2014/12/tujuan-dakwah-islamiyah-sahabat.html
http://blogspot.com/2015/03/wawasan-kebangsaan-pengertian-makna.html