Download - mantap pemicu 5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes
mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya
kematian jaringan setempat. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada
permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi
vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita
yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan
oleh bakteri aerob maupun anaerob. Pasien diabetes sangat beresiko terhadap
kejadian luka dikaki (Litzelman, 1993) dan merupakan jenis luka kronis yang
sangat sulit penyembuhannya. Perawatan luka diabetes khususnya dikaki relatif
mahal, namun menjadi lebih berkualitas dibanding pasien harus kehilangan salah
satu anggota tubuhnya.
Pada umumnya kaki diabetika disebabkan oleh faktor neuropati (82%) sisanya
adalah akibat neuroiskemia dan murniakibat iskemia. Pada ulkus yang dilator
belakangi neuropati ulkus biasanya bersifat kering, fisura,kulit hangat, kalus,
warna kulit normal dan lokasi biasanya di plantar, lesi sering berupa punch out.
B. Masalah
1. Apa sajakah jenis-jenis luka Diabetic Foot Ulcer (DFU)?
2. Bagaimana gambaran wound bed DFU?
3. Bagaimana proses keperawatan DFU?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis luka Diabetic Foot Ulcer (DFU).
2. Untuk mengetahui gambaran wound bed DFU.
3. Untuk mengetahui proses keperawatan DFU.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
KONSEP DASAR MEDIS
A. Definisi Ulkus Diabetik
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes
mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya
kematian jaringan setempat. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada
permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi
vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita
yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan
oleh bakteri aerob maupun anaerob. Pasien diabetes sangat beresiko terhadap
kejadian luka dikaki (Litzelman, 1993) dan merupakan jenis luka kronis yang
sangat sulit penyembuhannya. Perawatan luka diabetes khususnya dikaki relatif
mahal, namun menjadi lebih berkualitas dibanding pasien harus kehilangan salah
satu anggota tubuhnya.
Ada banyak alasan mengapa klien diabetes beresiko tinggi terhadap kejadian
luka dikaki diantaranya diakibatkan karena kaki yang sulit bergerak terutama jika
klien dengan obesitas, neoropati sensorik, iskhemia sehingga proses penyembuhan
menjadi lambat akibat konstriksi pembuluh darah.
Adanya gangguan sistem imunitas, pada klien diabetes menyebabkan luka
mudah terinfeksi dan jika terkontaminasi bakteri akan menjadi ganren sehingga
makin sulit pada perawatannya serta beresiko terhadap amputasi.
B. Klasifikasi Ulkus Diabetika
Untuk tujuan klinis praktis, kaki diabetika dapat dibagi menjadi 3 katagori,
yaitu kaki diabetika neuropati, iskemia dan neuroiskemia. Pada umumnya kaki
diabetika disebabkan oleh faktor neuropati (82%) sisanya adalah akibat
neuroiskemia dan murniakibat iskemia. Pada ulkus yang dilator belakangi
neuropati ulkus biasanya bersifat kering, fisura,kulit hangat, kalus, warna kulit
normal dan lokasi biasanya di plantar, lesi sering berupa punch out. Sedangkan
lesi akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit dingin danlokasi tersering
adalah di jari. Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar, ada/tidak pus,
eksudat, edema, kalus, kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril.
Probe dapat membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus
melibatkan tendon, tulang atau sendi.
1. Diabetika neuropati
2. Iskemia
3. Neuroiskemia
Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Wagner,
terdiri dari 5 tingkatan:
1. Tidak ada luka terbuka, kulit utuh (0)
2. Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit (1)
3. Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan (2)
4. Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses (3)
5. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari kaki,
bagiandepan kaki atau tumit (4)
6. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki (5)
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ulkus diabetika yaitu:
1. Sering kesemutan.
2. Nyeri kaki saat istirahat.
3. Sensasi rasa berkurang.
4. Kerusakan Jaringan (nekrosis).
5. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea.
6. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
7. Kulit kering.
D. Diagnosis Ulkus diabetika
Diagnosis ulkus diabetika meliputi:
1. Pemeriksaan Fisik: inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus pada
kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang
atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang.
Pemeriksaan Doppler ultrasound adalah penggunaan alat untuk memeriksa
aliran darah arteri maupun vena. Pemeriksaan ini ntuk mengidentifikasi tingkat
gangguan pada pembuluh darah arteri maupun vena. Dengan pemeriksaan yang
akurat dapat membantu proses perawatanyang tepat. Pemeriksaan ini sering
disebut dengan Ankle Brachial Pressure Index.
Pada kondisi normal, tekanan sistolik pada kaki sama dengan di tangan atau
lebih tinggi sedikit. Pada kondisi terjadi gangguan di area kaki, vena ataupun
arteri, akan menghasilkan tekanan sistolik yang berbeda. hasil pemeriksaan
yang akurat dapat membantu diagnostic ke arah gangguan vena atau arteri
sehingga manajemen perawatan juga berbeda. Cara pemeriksaan ABPI adalah
sebagai berikut:
a. Baringkan klien kurang lebih selama 20 menit.
b. Pastikan area kaki tidak ada sumbatan atau hambatan dari pakaian ataupun
posisi.
c. Tutup area luka dengan lapisan melindungi cuff yang menekan.
d. Tempatkan cuff di atas ankle.
e. Doppler probe letakkan di dorsalis pedis dan anterior tibial pulse (dengan
konekting gel). Arah probe Doppler 450.
f. Tekan cuff hingga bunyi pulse menghilangg. Tekan cuff perlahan untuk
menurunkan tekanan sampai terdengar bunyi pulse lagi. Point ini disebut
tekanan sistolik ankle.
g. Pindahkan cuff ke lengan di sisi yang sama dengan ekstremitas bawah. Cari
pulse brachial dengan dopler probe (konekting gel).
h. Tekan cuff hingga bunyi pulse menghilangk. Turunkan tekanan perlahan
hingga terdengar bunyi pulse lagi, point ini disebuttekanan sistolik brachial.
i. Hitung ABPI dengan membagi hasil sistolik ankle dengan hasil sistolik
brachial.
ABPI= Tekanan Sistolik ankle
Tekanan sistoli brachial
Hasil perhitungan di atas di interpretasi pada tabel di bawah ini.
< 0.5 0.5-0.7 0.7-0.8 > 0.8 > 1.2
Arterial ulcer Arterial dan
venus ulcer
Arterial dan
venous ulcer
Venous ulcer Calcified
Gangguan
pembuluh
arteri
Gangguan
arteri dan vena
Gangguan
arteri dan vena
Gangguan
pembuluh
vena
Periksa ulang
Hasil pemeriksaan APBI tidak hanya berfungsi mendeteksi pulse pada
pasien diabetes tetapi juga sebagai panduan dalam “Bandaging” pada
kasus “leg ulcer” atau luka kaki.
2. Pemeriksaan Penunjang : X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium
untuk mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukan
kuman penyebabnya.
E. Patogenesis Ulkus Diabetika
Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetes mellitus
adalah ulkus diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang
sering disebut Trias yaitu: Iskemik, Neuropati, dan Infeksi. Pada penderita DM
apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi komplikasi kronik yaitu
neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena adanya penimbunan
sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson menghilang, penurunan
kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot,
keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila diabetisi tidak hati-hati
dapat terjadi trauma yang akan menjadi ulkus diabetika. Iskemik merupakan
suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam jaringan,
sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses
makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang
ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis,
tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan
selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya
dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Aterosklerosis merupakan sebuah
kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak
pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat
mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga
mengakibatkan kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama
dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus
diabetika. Proses angiopati pada penderita Diabetes mellitus berupa penyempitan
dan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah
terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi
berkurang kemudian timbululkus diabetika. Pada penderita DM yang tidak
terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membram
basalis arteri) pada pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat
terjadi kebocoran albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi darah
ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika.
Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan HbA1C
yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan
oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang menggangu sirkulasi
jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang
selanjutnya timbul ulkus diabetika. Peningkatan kadar fibrinogen dan
bertambahnya reaktivitas trombosit menyebabkan tingginya agregasi sel darah
merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya
trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah.
Penderita Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL, trigliserida
plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan menyebabkan
hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang akan
merangsang terjadinya aterosklerosis.
Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan terjadi
penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDL
(highdensity-lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah. Adanya
faktor risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap
aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan
menurun sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan
selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanyadimulai
dari ujung kaki atau tungkai. Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah
tidak terkendali menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis
di lokasi radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid
menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan
oleh sistem phlagositosis- bakterisid intra selluler. Pada penderita ulkus
diabetika, 50 % akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi,
yang merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab
infeksi pada ulkus diabetika yaitu kuman aerobik Staphylokokus atau
Streptokokus serta kuman anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium
novy, dan Clostridium septikum. Hampir 2/3 pasien dengan ulkus kaki diabetik
memberikan komplikasi osteomielitis. Osteomielitis yang tidak terdeteksi akan
mempersulit penyembuhan ulkus. Oleh sebab itu setiap terjadi ulkus perlu
dipikirkan kemungkinanadanya osteomielitis. Diagnosis osteomielitis tidak
mudah ditegakkan. Secara klinis bilaulkus sudah berlangsung >2 minggu, ulkus
luas dan dalam serta lokasi ulkus pada tulang yang menonjol harus dicurigai
adanya osteomielitis. Spesifisitas dan sensitivitas pemeriksaan rontgen tulang
hanya 66% dan 60%, terlebih bila pemeriksaan dilakukansebelum 10–21 hari
gambaran kelainan tulang belum jelas. Seandainya terjadi gangguan tulang hal ini
masih sering sulit dibedakan antara gambaran osteomielitis atau artropati
neuropati. Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan karena di samping dapat
mendeteksi adanya osteomielitis juga dapat memberikan informasi adanya
osteolisis, fraktur dan dislokasi, gas gangren, deformitas kaki. Uji probe to
bone menggunakan probe logam steril dapat membantu menegakkan
osteomielitis karena memiliki nilai prediksi positif sebesar 89%. Untuk lebih
memastikan osteomielitis pemeriksaan MRI sangat membantu karena memiliki
sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%.Namun diagnosis pasti osteomielitis
tetap didasarkan pada pemeriksaan kultur tulang.
F. Pengkajian Luka Diabetikum
1. Lokasi dan letak luka
Dapat digunakan sebagai indikator terhadap kemungkinan penyebab
terjadinya luka, sehingga luka dapat diminimalkan. Misalnya klien datang
dengan letak luka pada ibu jari kaki, penyebab tertinggi letak luka pada ibu
jari kaki adalah akibat penekanan karena penggunaan sepatu yang terlalu
sempit, angka kejadian luka diminimalkan dengan tidak lagi menggunakan
sepatu yang sempit.
2. Stadium luka
Stadium luka dapat dibedakan berdasarkan atas :
a) Partial thickness, yaitu hilangnya lapisan epidermis hingga lapisan dermis
paling atas dan terbagi atas stadium I dan II:
Stadium I : kulit berwarna merah, belum tampak adanya lapisan
epidermis yang hilang
Stadium II: hilangnya lapisan epidermis atau lecet sampai batas
dermis paling atas.
b) Full Thickness, yaitu hilangnya lapisan dermis hingga lapisan subkutan
dan terbagi atas stadium III dan IV
Stadium III : rusaknya lapisan dermis bagian bawah hingga lapisan
subkutan
Stadium IV : rusaknya lapisan subkutan hingga otot dan tulang.
3. Stadium Wagner untuk luka kaki diabetica
a) Superficial Ulcer
Stadium 0 : yaitu tidak terdapat lesi. Kulit dalam keadaan baik, tetapi
dengan bentuk tulang kaki yang menonjol / charcot arthropathies.
Stadium 1 : yaitu hilangnya lapisan kulit hingga dermis dan kadang-
kadang tampak tulang yang menonjol.
b) Deep ulcers
Stadium 2 : yaitu lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendon (
dengan goa).
Stadium 3 : yaitu Penetrasi hingga dalam, osteomyelitis, pyarhrosis,
plantar abses atau infeksi hingga tendon.
c) Gangrene
Stadium 4 : yaitu gangrene sebagian, menyebar hingga sebagian dari
jari kaki, kulit sekitarnya selulitis, gangrene lembab/kering.
Stadium 5 : yaitu seluruh kaki dalam kondisi nekrotik dan gangrene.
4. Warna dasar luka
Selama ini kita mengenal banyak sekali metode yang dipakai di klinik
untuk menentukan tingkatan atau stadium dan klasifikasi dari derajat
keseriusan suatu luka. Kemudahan yang ingin diperkenalkan untuk
menilai derajat keseriusan luka adalah menilai warna dasar luka.Sistem
ini bersifat konsisten , mudah dimengerti dengan bahasa sederhana dan sangat
tepat guna dalam membantu memilih tindakan dan terapi perawatan luka
serta mengevaluasi kondisi luka. Sistem ini dikenal dengan sebutan RYB /
Red Yellow Black (Merah-Kuning-Hitam)
a) Red / Merah
Luka dengan dasar warna luka merah tua atau terang dan
tampak selalu lembab. Merupakan luka bersih, dengan banyak
vaskularisasi, karenanya mudah berdarah. Tujuan perawatan luka dengan
warna merah dasar merah adalah mempertahankan lingkungan luka dalam
keadaan lembab dan mencegah terjadinya trauma dan perdarahan.
b) Yellow kuning
Luka dengan dasar luka warna luka kuning atau kecokelatan atau
kuning kehijauan atau kuning pucat adalah jaringan nekrosis. Merupakan
kondisi luka yang terkontaminasi atau terinfeksi dan vaskularisasi. Hal
tersebut harus dicermati bahwa semua luka kronis merupakan luka yang
terkontaminasi namun belum tentu terinfeksi. Terinfeksi tidaknya luka
dapat dinilai dengan adanya peningkatan jumlah leukosit darah dalam
tubuh dan perubahan tanda infeksi lainseperti peningkatan suhu tubuh.
Tujuan perawatannya adalah dengan meningkatkan system autolysis
debridement agar luka berwarna merah, absorbeksudate, menghilangkan
bau tidak sedap dan mengurangi atau menghindari kejadian infeksi.
c) Black / hitam
Luka dengan dasar warna luka hitam adalah jaringan nekrosis,
merupakan jaringan avaskularisasi. Tujuan perawatannya sama dengan
dasar warna luka kuning.
5. Bentuk dan ukuran luka
Pengkajian bentuk dan ukuran luka dapat dilakukan dengan pengukuran
tiga dimensi atau dengan pengambilan photography. Tujuannya untuk
mengevaluasi tingkat keberhasilan proses penyembuahan luka. Hal yang
harus diperhatikan dalam pengukuran luka adalah mengukur dengan
menggunakan alat ukur yang tepat dan jika alat ukur tersebut digunakan
berulangkali, hindari terjadinya infeksi silang/nosokomial.
Pengukuran tiga dimensi dilakukan dengan mengkaji panjang, lebar dan
kedalaman luka, kemudian dengan menggunakan kapas lidi steril, masukkan
ke dalam luka dengan hati-hati untuk menilai ada tidaknya goa, dan
mengukurnya mengikuti arah jarum jam.
6. Status vascular
Menilai status vascular berhubungan erat dengan pengangkutan atau
penyebaran oksigen yang adekuat ke seluruh lapisan sel yang merupakan
unsure penting dalam proses penyembuhan luka.Pengkajian status vaskuler
meliputi :
a) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya denyut nadi,
perabaan pada daerah tibial atau dorsal pedis. Klien lanjut usia biasanya
ada kesulitan meraba denyut nadi, dapat dikerjakan dengan menggunakan
stetoskop atau ultrasonic dopler. Tingkatan denyut nadi : (1) absen/tidak
teraba, (2) ada denyut nadi sebentar, (3) teraba tapi kemudian hilang, (4)
normal, (5) sangat jelas,kemungkinan ada bendungan/aneurysm
b) Capillary refill
Waktu pengisian kapiler dievaluasi dengan memberi tekanan pada
ujung jari, setelah tampak kemerahan, segera lepaskan tekanan dan lihat
apakah pada ujung jari segera kembali ke kulit normal. Pada beberapa
kondisi, menurun atau menghilangnya denyut nadi, pucat, kulit dingin,
kulit jari yang tipis dan rambut yang tidak tumbuh, merupakan indikasi
iskemia, dengan kapilari refill lebih dari 3 detik.
Capillary refill time
Normal : 10-15 detik
Iskemia sedang : 15-25 detik
Iskemia berat : 25-40 detik
Iskemia sangat berat : > 40 detik
c) Edema
Pengkajian ada tidaknya edema dilakukan dengan mengukur lingkar
pada midcalf, ankle, dorsum kaki kemudian dilanjutkan dengan menekan
jari pada tulang menonjol di tibia atau medial malleolus. Kulit
yang edema akan tampak lebih coklat kemerahan atau mengkilat,
seringkali merupakan tanda adanya gangguan darah balik vena. Tingkatan
pada edema : 0 - 1/4 inch yaitu 1+ ( mild),¼ - ½ inch yaitu 2+ (moderate),
½ - 1 inch yaitu 3+ (severe) temperature kulit memberikan informasi
tentang kondisi perfusi jaringan dan fase inflamasi, serta merupakan
variabel penting dalam menilai adanya peningkatan atau
penurunan perfusi jaringan terhadap tekanan. Cara melakukan penilaian
dengan menempelkan punggung tangan pada kulit sekitar luka dan
membandingkannya dengan kulit bagian lain yang sehat.
7. Status neurologic
Pengkajian status neurologic terbagi dalam pengkajian status fungsi
motorik, fungsi sensorik dan fungsi autonom.
a) Fungsi motorik
Pengkajian status fungsi motorik berhubungan dengan adanya
kelemahan otot secara umum, yang menampakkan adanya perubahan
bentuk tubuh, terutama pada kaki, seperti jari-jari yang menekuk atau
mencengkeram dan telapak kaki menonjol. Penurunan fungsi motorik
menyebabkan penggunaan sepatu atau sandal menjadi tidak sesuai
terutama pada daerah sempit dan menonjol sehingga akan menjadi
penekanan terus menerus yang kemudian timbul kalus dan disertai luka.
b) Fungsi sensorik
Pengkajian fungsi sensorik berhubungan dengan penilaian terhadap
adanya kehilangan sensasi pada ujung-ujung ekstremitas. Banyak klien
dengan diabetic mengalami gangguan neuropati sensorik akan merasakan
bahwa luka yang baru saja terjadi padahal kenyataannya sudah terjadi
pada beberapa waktu sebelumnya.
c) Fungsi autonom
Pengkajian fungsi autonom pada klien diabetic dilakukan
untuk menilai tingkat kelembaban kulit. Biasanya klien akan mengatakan
keringatnya berkurang dan kulitnya kering. Penurunan factor kelembaban
kulit akan menandakan terjadinya lecet atau pecah-pecah (terutama pada
ekstremitas) akibatnya akan timbul fisura yang diikuti dengan formasi
luka.
8. Infeksi
Kejadian infeksi dapat di identifikasi dengan adanya tanda-tanda infeksi
secara klinis seperti peningkatan suhu tubuh dan jumlah hitungan leukosit
yang meningkat. Pseudomonas aeuruginase dan Staphylococcus aereus,
keduanya merupakan organisme patogenik yang paling sering muncul pada
perawatan luka. Namun selama komponen sistemik tubuh mampu mengatasi
hal ini dan kolonisasi bakteri tidak melebihi dari jumlah normal, teknik
pencucian dan perawatan yang tepat cukupmampu mengatasi hal tersebut.
Luka yang terinfeksi didefinisikan apabila terjadi peningkatan konsentrasi
bakteri > 105 organisme / gram pada jaringan luka. Luka yang terinfeksi
seringkali ditandai dengan eritema yang semakin meluas, edema,
cairan berubah purulent, nyeri yang lebih sensitive, peningkatan temperature
tubuh, peningkatan jumlah sel darah putih dan timbul bau yang khas.
9. Faktor Risiko Terjadi Ulkus Diabetika
Pada penderita Diabetes mellitus menurutLipsky dengan modifikasi
dikutip oleh Riyanto dkk. terdiri atas :
a) Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah:
b) Umur ≥ 60 tahun.
c) Lama DM ≥ 10 tahun.
Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah, (termasuk kebiasaan dan gaya
hidup):
a) Neuropati (sensorik, motorik, perifer).
b) Obesitas.
c) Hipertensi.
d) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
e) Kadar glukosa darah tidak terkontrol.
f) Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang disebabkan :
Kolesterol Total tidak terkontrol, Kolesterol HDL tidak terkontrol dan
Trigliserida tidak terkontrol.
g) Kebiasaan merokok.
h) Ketidakpatuhan Diet DM.
i) Kurangnya aktivitas Fisik.
j) Pengobatan tidak teratur.
k) Perawatan kaki tidak teratur.
l) Penggunaan alas kaki tidak tepat.
Faktor-faktor risiko terjadinya ulkus diabetik lebih lanjut dijelaskan sebagai
berikut :
a) Umur ≥ 60 tahun
Umur ≥ 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetik karena
pada usia tua,fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses
aging terjadi penurunan sekresiatau resistensi insulin sehingga
kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalianglukosa darah yang
tinggi kurang optimal. Pada lansia umur > 60 tahun, didapatkanhanya 12%
saja pada usia tua dengan DM yang kadar glukosa darah terkendali,
8%kadar kolesterol normal, hipertensi 40%, dan 50% mengalami gangguan
padaaterosklerosis, makroangiopati, yang faktor-faktor tersebut akan
mempengaruhi penurunan sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah
besar atau sedang di tungkaiyang lebih mudah terjadi ulkus diabetik.
b) Lama DM ≥ 10 tahun
Ulkus diabetik terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus yang
telahmenderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak
terkendali, karenaakan muncul komplikasi yang berhubungan dengan
vaskuler sehingga mengalamimakroangiopati-mikroangiopati yang akan
terjadi vaskulopati dan neuropati yangmengakibatkan menurunnya sirkulasi
darah dan adanya robekan / luka pada kaki.Penderita diabetik yang sering
tidak dirasakan.
c) Neuropati
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan
mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut
saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut
akan terjadi neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke
otak dengan baik, sehingga penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu
juga kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit kering dan mudah
robek. Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa berisiko tinggi terjadi
ulkus diabetika. Keberadaan neuropati berkaitan dengan kejadian ulkus
diabetika.
d) Obesitas
Pada obesitas dengan IMT ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT ≥ 2 kg/m2 (pria)
atau BBR lebih dari 120 % akan lebih sering terjadi resistensi insulin.
Apabila kadar insulin melebihi 10 μU/ml, keadaan ini menunjukkan
hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak
pada vaskulopati, sehingga terjadigangguan sirkulasi darah sedang/besar
pada tungkai yang menyebabkan tungkai akanmudah terjadi ulkus/ganggren
diabetika.
e) Hipertensi
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita Diabetes mellitus karena
adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah
sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah
lebih dari 130/80 mm Hg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada
endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati
melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler
defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yangakan
mengakibatkan terjadinya ulkus. Penelitian studi kasus kontrol oleh Robert
diIowa menghasilkan bahwa riwayat hipertensi akan lebih besar 4 X terjadi
ulkus diabetika dengan tanpa hipertensi pada DM15.
f) Glikolisasi Hemoglobin
(HbA1C) dan kadar glukosa darah tidak terkendali.Glikosilasi Hemoglobin
adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasisistemik dengan protein
plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila Glikosilasi
Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan kemampuan pengikatan
oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang
selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos subendotel. Kadar
glukosa darah tidak terkontrol ( GDP > 100 mg/dl dan GD2JPP > 144 mg/dl)
akan mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang, baik makrovaskuler
maupun mikrovaskuler salah satunya yaitu ulkus diabetika.
g) Kolesterol Total
HDL, Trigliserida tidak terkendali. Pada penderita Diabetes mellitus sering
dijumpai adanya peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol plasma,
sedangkan konsentrasi HDL ( highdensity-lipoprotein) sebagai pembersih
plak biasanya rendah (≤ 45 mg/dl). Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl , kolesterol
total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dlakan mengakibatkan buruknya
sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera
jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya aterosklerosis.
Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen pembuluh
darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai
darah ke pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya
denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi
atrofi, dingin dankuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau
tungkai. Penelitian kasus kontrol oleh Pract, pada penderita DM dengan
kolesterol, HDL, trigliserida tidak terkontrol mempunyai risiko ulkus
diabetika 3 kali lebih tinggi dari pada kadar kolesterol,trigliserida normal.
h) Kebiasaan merokok
Penelitian case control di California oleh Casanno dikutip oleh WHO pada
penderita Diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per hari mempunyai
risiko 3 X untuk menjadi ulkus diabetika dibandingkan dengan penderita DM
yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung
di dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi
penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran
sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan
mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat insufisiensi
vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis
juga akan menurun.
i) Ketidakpatuhan Diet DM
Kepatuhan Diet DM merupakan upaya yang sangat penting dalam
pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati
normal sehingga dapat mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika.
Kepatuhan Diet DM mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu
mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan
diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid,
meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi
darah.
j) Kurangnya aktivitas Fisik
Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi
darah,menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin,
sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa
darah terkendali maka akan mencegah komplikasi kronik Diabetes mellitus.
Olah raga rutin (lebih 3 kalidalam seminggu selama 30 menit) akan
memperbaiki metabolisme karbohidrat, berpengaruh positif terhadap
metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan. Salah
satu penelitian tentang efek olah raga pada penderita DM menunjukkan
bahwa olah raga akan menurunkan kadar trigliserida. Penelitian diSwiss oleh
Rocher dikutip oleh Wibisono pada penderita DM dengan neuropati,
hasil penelitian olah raga tidak teratur akan terjadi Ulkus diabetika lebih
tinggi 4 kali dibandingkan dengan olah raga yang teratur.
k) Pengobatan tidak teratur
Pengobatan rutin pada penderita Diabetes mellitus tipe I, menurut hasil
penelitian di Amerika Serikat dikutip oleh Minadiarly didapatkan bahwa
pengobatan intensif akan dapat mencegah dan menghambat timbulnya
komplikasi khronik, seperti ulkusdiabetika.
l) Perawatan kaki tidak teratur
Perawatan kaki diabetisi yang teratur akan mencegah atau mengurangi
terjadinyakomplikasi kronik pada kaki. Penelitian di Spain yang dilakukan
oleh Calle dkk. Pada 318 diabetisi dengan neuropati dilakukan edukasi
perawatan kaki kemudian diikuti selama 3-6 tahun dihasilkan pada kelompok
I (223 responden) melaksanakan perawatan kaki teratur dan kelompok II (95
responden) tidak melaksanakan perawatan kaki, pada kelompok I terjadi
ulkus sejumlah 7 responden dan kelompok IIterjadi ulkus sejumlah 30
responden. Kelompok I dilakukan tindakan amputasisejumlah 1 responden
dan kelompok II sejumlah 19 responden. Hasil penelitian padadiabetisi
dengan neuropati yaitu kelompok yang tidak melakukan perawatan kaki
13kali risiko terjadi ulkus diabetika dibandingkan kelompok yang melakukan
perawatan kaki secara teratur.
m) Penggunaan alas kaki tidak tepat
Diabetisi tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa menggunakan alas
kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus
diabetika, terutama apabila terjadi neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa
berkurang atau hilang. Penelitian eksperimental oleh Gayle tentang tekanan
pada kaki karena penggunaan alas kaki yang tidak tepat dengan kejadian
ulkus diabetika, menghasilkan bahwa penggunaan alas kaki tidak tepat
menyebabkan tekanan yangtinggi pada kaki sehingga risiko terjadi ulkus
diabetika 3 kali dibandingkan dengan penggunaan alas kaki yang tepat.
10. Pencegahan dan Pengelolaan Ulkus Diabetic
Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetik untuk mencegah komplikasi
lebih lanjut adalah
a) Memperbaiki kelainan vaskuler.
b) Memperbaiki sirkulasi.
c) Pengelolaan pada masalah yang timbul ( infeksi, dll).
d) Edukasi perawatan kaki.
e) Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil
laboratoriumlengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula
darah maupun menghilangkan keluhan/gejala dan penyulit DM.
f) Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.
g) Menghentikan kebiasaan merokok.
h) Merawat kaki secara teratur setiap hari, dengan cara :
1) Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih.
2) Membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air, suam-suam
kuku dengan memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan
sempurna danhati-hati terutama diantara jari-jari kaki.
3) Memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit
yangretak-retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok
antara jari-jarikaki (contoh: krem sorbolene).
4) Tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi
kering dan retak-retak.
5) Menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku
kakisecara lurus dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku
lebih mudahdilakukan sesudah mandi, sewaktu kuku lembut.
6) Kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati
oleh podiatrist. Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa,
yang biastergelincir; dan ini dapat menyebabkan luka pada kaki.
Jangan menggunakan penutup kornus/corns. Kornus-kornus ini
seharusnya diobati hanya oleh podiatrist.
7) Memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus,
bula,luka dan lecet.
8) Menghindari penggunaan air panas atau bantal panas.
9) Penggunaan alas kaki tepat, dengan cara :
Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.
Memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan
nyaman dipakai.
Sebelum memakai sepatu, memerika sepatu terlebih dahulu, kalau
ada batu dan lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi/gangguan
dan luka terhadap kulit.
Sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu
jarikaki) dan tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki.
Sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati.
Memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti setiap hari.
Kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai
bahansintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat.
Memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin.
Menghindari trauma berulang, trauma dapat berupa fisik, kimia
dantermis, yang biasanya berkaitan dengan aktivitas atau jenis
pekerjaan.
Menghidari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor
misalnya adrenalin, nikotin.
Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki
setiap control walaupun ulkus diabetik sudah sembuh.
11. Manajemen Perawatan Luka Diabetic
a) Pencucian luka
Pencucian bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang
bersih, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolic tubuh pada cairan
luka. Mencuci dapatmeningkatkan, memperbaiki, dan mempercepat
proses penyembuhan luka dan menghindari kemungkinan terjadinya
infeksi. Pencucian luka merupakan aspek yang paling penting mendasar
dalam manajemen luka. Merupakan basis untuk proses penyembuhan luka
yang baik, karena luka akan sembuh dengan baik jika luka dalam kondisi
bersih.Teknik pencucian pada luka. Teknik pencucian pada luka antara
lain dengan swabbing, scrubbing, showering,hydrotherapi, whirlpool, dan
bathing. Mencuci dengan teknik swabbing dan scrubbing tidak terlalu
dianjurkan pada pencucian luka, karena dapat menyebabkan trauma pada
jaringan granulasi danepithelium, juga membuat bakteri terdistribusi
bukan mengangkat bakteri. Pada saat scrubbing atau menggosok dapat
menyebabkan luka menjadi terluka sehingga dapat meningkatkan
inflamasi ( persisten inflamasi). teknik showering (irigasi), whirpool,dan
bathing adalah teknik yang paling sering digunakan dan banyak riset yang
mendukung teknik ini. Keuntungan dari teknik ini adalah dengan teknik
tekanan yang cukup dapat mengangkat bakteri yang terkolonisasi,
mengurangi terjadinya trauma dan mencegah terjadinya infeksi silang
serta tidak menyebabkan luka mengalami trauma.
b) Debridement
Nekrotik adalah perubahan morfologi yang diindikasi kan oleh adanya sel
mati yang disebabkan oleh degradasi enzim secara progresif, ini
merupakan respon yang normal dari tubuh terhadap jaringan yang rusak.
Jaringan nekrotik dapat dibedakan menjadi 2 bentuk:
1) Eschar yang berwarna hitam, keras, serta dehidrasi impermeable dan
lengket pada permukaan luka.
2) Slough-basah, kuning, berupa cairan dan tidak lengket pada luka.
Jaringan nekrotik dapat menghalangi proses penyembuhan luka
dengan menyediakan tempat untuk pertumbuhan bakteri.untuk
menolong penyembuhanluka, tindakan debridement sangat
dibutuhkan. Debridement dapat dilakukan dengan beberapa metode
seperti mekanikal, surgical, enzimatik, autolysis, dan biochemical.
Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan
fisiolofis, Ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk
membersihkan jaringannekrotik. Debridemen secara enzimatik
dilakukan dengan pemberian enzimeksogen secara topikal pada
permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu-residu
protein. Contohnya, kolagenasi akan melisikan kolagen dan elastin.
Beberapa jenis debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse
dan fibrinolisin. Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila
seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim
proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan
nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat
menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh dan
bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik
sertamemacu proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang
disterilkan seringdigunakan untuk debridemen biologi. Belatung
menghasilkan enzim yang dapatmenghancurkan jaringan nekrotik.
Debridemen bedah merupakan jenisdebridemen yang paling cepat dan
efisien.Tujuan debridemen bedah adalah untuk:
- mengevakuasi bakteri kontaminasi,
- mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat
mempercepat penyembuhan,
- menghilangkan jaringan kalus,
- mengurangi risiko infeksi lokal. Cara yang paling efektif dalam
membuat dasar luka yang baik adalah denganmetode autolysis
debridement. Autolysis debridement adalah suatu cara
peluruhan jaringan nekrotik yang dilakukan oleh tubuh sendiri
dengan syarat utama lingkungan luka harus dalam keadaan
lembab. Pada keadaan lembab, proteolytic enzim secaraselektif
akan melepas jaringan nekrosis dari tubuh. Pada keadaan melunak
jaringan nekrosis akan mudah lepas dengan sendirinya ataupun
dibantu dengan surgical atau mechanical debridement. Tindakan
debridement lain yang biasa digunakan adalah dengan
cara biomechanical menggunakan magots atau larva. Larva akan
dengan sendirinya secara selektif memakan jaringan nekrosis
sehingga dasar luka menjadi merah.
c) Dressing
Memilih balutan merupakan suatu kebutuhan suatu keputusan yang harus
dilakukanuntuk memperbaiki kerusakan jaringan integument. Berhasil
tidaknya luka membaik, tergantung pada kemampuan perawat dalam
memilih balutan yang tepat, efektif danefisien.
Tujuan Memilih Balutan
1) Balutan dapat mengontrol kejadian infeksi /Melindungi luka dari
trauma dan invasi bakteri.
2) Mampu Mempertahankan Kelembaban.
3) Mempercepat Prosespenyembuhan Luka.
4) Absorbsi Cairan Luka
5) Nyaman Digunakan, Steril Dan Cost Effective.
Tehnik dressing pada luka diabetes yang terkini menekankan metode
moist wound healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab.
Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol,
menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket
dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeable terhadap gas.
Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam
mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana
menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehinggadapat
meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Berikut ini akan dikenalkan
beberapa jenis bahan topical terapi yang dapat digunakan untuk
penatalaksanaan perawatan luka diabetic, diantaranya adalah calcium
alginate, hydrokoloid, hydroaktif gel, metcovazin, gamgee, polyurethane
foam, silver dressing.
Calcium Alginate
Berasal dari rumput laut, dapat berubah menjadi gel jika bercampur
dengan luka. Berupa jenis balutan yang dapat menyerap jumlah cairan
luka yang berlebihan. Dan keunggulannyaadalah kemampuannya
menstimulasi proses pembekuan darah jika terjadi
perdarahanminorserta barier terjadi kontaminasi oleh psedomonas.
Hydrokoloid
Jenis topikal terapi yang berfungsi untuk mempertahankanluka dalam
keadaan lembab, melindungi luka dari trauma, dan menghindari dari
resiko infeksi, mampumenyerap eksudatminimal. Baik digunakan
pada luka yang berwarna merah, abses tau luka yang
terinfeksi.Bentuknya adaberupa lembaran tipis serta pasta.
Keunggulannya adalah berbentuk lembaran,tidak memerlukan balutan
lain diatasnya sebagai penutup, cukup ditempel dan ganti jikasudah
bocor.
Contoh produk hydrocolloid
1) Hydroaktif gel
Jenis topikal terapi yang mampu melakukan peluruhan jaringan
nekrotik oleh tubuh sendiri. Banyak mengandung air, akan membuat
suasana luka yang kering karena jaringan nekrosismenjadi lembab.
Air yang berbentuk gel akan masuk kesela-sela jaringan yang mati
dankemudian akan menggembung jaringan nekrosis seperti lebam
mayat yang kemudian akanmemisahkan antara jaringan yang sehat
dan jaringan mati. Pada keadaan lunak inilah biasanya akan lebih
mudah melakukan surgical debridemang atau biarkan tubuh sendiri
yangmelakukannya.
2) Polyurethane Foam
Jenis balutan dengan daya serap yang tinggi, sehingga sering
digunakan pada keadaan lukayang cukup banyak mengeluarkan
eksudat / cairan tang berlebihan dan pada dasar luka yang berwarna
merah saja. Kemampuannya menampung cairan dapat
memperpanjang waktu penggantian balutan. Selain itu balutan ini juga
tidak memerlukan balutan tambahan,langsung dapat ditempel pada
luka, dan membuat dasar luka menjadi rata, terutama pada
hypergranulasi.
3) Gamgee, balutan anti mikrobial dan pengikat bakteri
Gamgee adalah jenis topikal terapi berupa tumpukan bahan balutan
yang tebal dengan daya serap cukup tinggi dan diklaim jika
bercampur dengan cairan luka dapat mengikat bakteri. Paling sering
digunakan sebagain balutan tambahan setelah balutan utama yang
menempel pada luka. Beberapa balutan pada jenis ini ada yang
mengandung antimikrobialdan hydrophobic atau mengikat bakteri.
4) Metcovazin
Jenis topical terapi dengan paten wocare klinik. Sangat mudah
digunakan karena hanyatinggal mengoles saja. Bentuk salep,
berwarna putih dan kemasan. Berfungsi untuk supportautolisis
debridement (meluruhkan jaringan nekrosis / mempersiapkan dasar
luka berwarnamerah) menghindari trauma saat membuka balutan,
mengurangi bau tidak sedap, mempertahankan suasana lembab dan
suport granulasi. Keunggulannya dapat digunakan untuk semua
warna dasar luka dan mempersiapkan dasar luka menjadi sehat.
5) Silver dressing
Kondisi infeksi yang ssulit ditangani, luka mengalami fase statis,
dasar luka menebal sepertimembentuk agar-agar atau yang dikenal
dengan biofilm, penggunaan silver dressingmerupakan pilihan paling
tepat. Pada keadaan ini luka mengalami sakit yang berat, eksudatdapat
menjadi purulen dan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Dressing ini
digunakan alam jumlah pemakaian 4 x ganti balutan dimana silver
menempel pada luka sekurangnya 5-7 hari saja. dengan
daya.d.Edukasi pasien dan keluargaEdukasi bagi pasien dan keluarga
dengan diabetes sangat penting. Hal ini disebabkan penyakit diabetes
adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapatdikontrol
dengan pola hidup sehat (makan sesuai kebutuhan dan olahraga
teratur) danmenggunakan oral maupun insulin.
G. Lima Pilar Menuju Sehat
1. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat:
a) Memperbaiki kesehatan umum penderita.
b) Mengarahkan pada berat badan normal.
c) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda.
d) Mempertahankan kadar KGD normal.
e) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic.
f) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
Kontrol gula darah Diit
Pendidikan kesehatan Latihan
Kontrol tekanan darah
g) Menarik dan mudah diberikan.
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan
setiap1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten
pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor
insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
b) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore.
Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen. Meningkatkan
kadar kolesterol-high density lipoproteine. Kadar glukosa otot dan hati
menjadi berkurang, maka latihan akandirangsang pembentukan glikogen
baruf.Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah
karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3. Pendidikan
Merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM,
melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV,
kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Kontrol Gula Darah
Kadar glukosa darah tidak terkontrol ( GDP > 100 mg/dl dan GD2JPP >
144mg/dl) akan mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang,
baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler salah satunya yaitu ulkus
diabetika. Sehingga penting dalam kepatuhan pasien dengan DM terhadap
diet.
5. Kontrol Tekanan Darah
Pada penderita Diabetes mellitus karena adanya viskositas darah yang tinggi
akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler
sehinggaklien dengan diabetes perlu melakukan pemeriksaan tekanan darah
secara rutin.
H. Aplikasi Perawatan Luka
1. Pengkajian: catat riwayat pasien dan keluhan utama.
2. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan dalam melakukan pengkajian dan
perawatanluka.
3. Cuci tangan.
4. Buka luka perlahan, hindari terjadinya perdarahan / terauma pada luka. Tidak
perlumenggunakan pinset dalam membuka balutan, cukup menggunakan
tangan yang menggunakan sarung tangan.
5. Luka dikaji dengan seksama sesuai dengan cara mengkaji luka, jangan lupa
dokumentasikan dengan tepat hal-hal yang harus ditulis dan diambil gambar
luka. Jika harus dilakukan pengambilan kultur, sesuaikan dengan prosedur
cara pengambilan kultur.
6. Cuci luka, boleh dilakukan dengan perendaman air hangat atau air yang
mengandung antiseptik. Hati-hati dalam mencuci luka jangan sampai
menyebabkan trauma, terakhir jika luka tidak terdapat infeksi dapat dibilas
dengan NS 0,9 % saja atau jika ada infeksi dapat menggunakan larutan
antiseptik lain, kemudian bilas dengan NS 0,9 % atau hanya dengan larutan
Feracrylum 1%.
7. Siapkan alas bersih dan mulailah dengan merawat luka. Ganti sarung tangan
saat akan melakukan pembalutan.
8. Pilih topikal terapi sesuai dengan kondisi luka, misalnya sesuai dengan warna
dasar luka, bentuk luka, luas dan kedalamannya, terinfeksi atau tidak.
9. Tutup luka dengan seksama, jangan sampai ada luka yang tampak kelihatan
dariluar, ukur ketebalan kasa atau bahan topikal yang ditempelkan keluka
harusmampu membuat suasana luka optimal (moisture balance) dan
memsuport luka kearah perbaikan/segera sembuh.
10. Jika terdapat edema, lakukan pemeriksaan tentang penggunaan balutan
kompresi (dopler).
11. Perhatikan kualitas hidup pasien, hindari pasienm tidak bisa melakukan
aktifitasnya setelah dikenakan balutan.
12. Jelaskan pada pasien kapan harus kembali lagi untuk melakukan
penggantian balutan dan kontrol gula darah.
13. Rapikan semua alat-alat dan perhatikan tentang pembuangan sampah medis.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data subyektif
Malu bersosialisasi karena luka berbau busuk
Luka yang diderita lama sembuh
Kebas di area kaki
Punya riwayat penyakit diabetes
Tidak taat terhadap pengelolaan diabetes
Data subyektif jika terjadi amputasi
• Merasa negatif terhadap tubuh
• Malu terhadap penampilan
• Merasa putus asa dan tidak berdaya
• Merasa takut ditolak dalam kehidupan sosial
• Mengeluh nyeri
• Mengatakan sulit menggerakan kakinya
• Sulit membalik badan
• Mengungkapkan adanya masalah
b. Data obyektif
• Terjadi infeksi pada luka
• Kulit pada telapak kaki pecah-pecah
• Luka tampak kotor
• Perubahan warna kulit diarea luka
• Kadar gula darah tinggi
• Adanya perubahan bentuk kaki (charcof, luksasi, cock up toes)
Data obyektif jika terjadi amputasi
• Tidak mau menyentuh bagian tubuh yang teramputasi
• Menarik diri tarhadap orang-orang disekitar tempat perawatan
• Tampak meringis, gelisah
• Tingkah laku berhati-hati
• Takikardi
• Mata sayu, tampak lelah
• Peningkatan pernapasan
• Hematoma dan edema jaringan post amputasi
• Penurunan kekuatan, kontrol dan massa otot
• Menolak upaya bergerak
• Apatis
B. Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki
diabetik adalah sebagai berikut :
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya
aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
6. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu
anggota tubuh.
C. Rencana intervensi keperawatan
1. Dx 1 : Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya
aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
a. Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
b. Warna kulit sekitar luka tidak pucat / sianosis
c. Kulit sekitar luka teraba hangat.
d. Udema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
e. Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
a. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
b. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung (posisi elevasi pada
waktu istirahat), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari
penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
c. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet
tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan
penggunaan obat vasokontriksi.
d. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen (HBO).
2. Dx 2 : Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren
pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
a. Berkurangnya oedema sekitar luka.
b. Pus dan jaringan berkurang
c. Adanya jaringan granulasi.
d. Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
a. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
b. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang
menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
c. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur
pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
3. Dx 3 : Ganguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang / berkurang.
Kriteria hasil :
a. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang / hilang.
b. Penderita dapat melakukan metode kan untuk mengatasi atau mengurangi
nyeri.
c. Pergerakan penderita bertambah luas.
d. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal. (S : 36 – 37,5
0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit).
Rencana tindakan :
a. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
b. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
c. Ciptakan lingkungan yang tenang..
d. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
e. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesic
4. Dx 4 : Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada
luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :
a. Pergerakan paien bertambah luas
b. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (duduk,
berdiri, berjalan).
c. Rasa nyeri berkurang.
d. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan
kemampuan.
Rencana tindakan :
a. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
b. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga
kadar gula darah dalam keadaan normal.
c. Anjurkan pasien untuk menggerakkan / mengangkat ekstrimitas bawah
sesui kemampuan.
d. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
e. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik )
dan tenaga fisioterapi.
5. Dx 5 : Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang / hilang.
Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
b. Emosi stabil, pasien tenang.
c. Istirahat cukup.
Rencana tindakan :
a. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
b. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya..
c. Gunakan komunikasi terapeutik.
d. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien
untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
e. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan
lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal
mungkin.
f. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara
bergantian.
g. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
6. Dx 6 : Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang
penyakitnya.
Kriteria Hasil :
a. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
b. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan
yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan
gangren.
b. Kaji latar belakang pendidikan pasien.
c. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada
pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
d. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan
libatkan pasien didalamnya.
e. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan (jika ada /
memungkinkan).
7. Dx 7 : Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk
salah satu anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota
tubuhnya secar positif.
Kriteria Hasil :
a. Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa
malu dan rendah diri.
b. Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
a. Kaji perasaan / persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri
berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi
secara normal.
b. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
c. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
d. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain..
e. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan
kehilangan.
f. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan
hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
D. Evaluasi
1. Perfusi jaringan klien adekuat
2. Cemas klien teratasi
3. Klien tidak mengalami infeksi
4. Intergritas kulit klien baik
5. Nyeri berkurang
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
KASUS PEMICU 5
Seorang wanita 34 tahun mengeluh adanya luka diabetic di kaki kiri, bernanah sejak
1 minggu 2 bulan yang lalu, awalnya karena gatal dan sering digaruk. Keluhan luka
di bagian punggung kaki dengan luas 25 cm, kondisi klien lemah, GDS 340 mg/dl,
ada demam dengan suhu 38’c, nadi 86 x/menit, RR 20 x/menit. Klien mengalami
luka selama 6 hari dengan kondisi yang tidak baik dan pernah klien mendeteksi
perawatan dalam mandiri dengan menggunakan revanol, TD 140/90 mmHg, diet DM
(+), terapi latibet + metformin.
Data yang didapat dari kasus:
Wanita
Umur 34 tahun
Luka diabetik di kaki kiri
Bernanah sejak 1 minggu 2 bulan
Awalnya karena gatal dan sering digaruk
Keluhan: bagian punggung kaki
Luas luka 25 cm2
Klien Nampak lemah
GDS 340 ml/dl
Demam dengan sushu 38 0C
Nadi 86 x/menit
RR 20x/menit
TD 140/90 mmHg
Luka selama 6 hari
Perawatan mandiri menggunakan Revanol
Terapi Latibet dan Metformin
Diet
Data yang perlu dilengkapi:
1. Cek laboratorium
a. Darah lengkap
b. Biopsi luka
c. Kultur swab
d. Pembuatan foto klinis
e. Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Riwayat diet
6. Status sosial ekonomi
7. Pengkajian psikososial
8. Aktifitas sehari-hari
9. Pemeriksaan fisik
10. Pemeriksaan fisik kulit
A. APA SAJA JENIS LUKA DFU
Untuk tujuan klinis praktis, kaki diabetika dapat dibagi menjadi 3 katagori,
yaitu kaki diabetika neuropati, iskemia dan neuroiskemia. Pada umumnya kaki
diabetika disebabkan oleh faktor neuropati (82%) sisanya adalah akibat
neuroiskemia dan murniakibat iskemia. Pada ulkus yang dilator belakangi
neuropati ulkus biasanya bersifat kering, fisura,kulit hangat, kalus, warna kulit
normal dan lokasi biasanya di plantar, lesi sering berupa punch out. Sedangkan
lesi akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit dingin danlokasi tersering
adalah di jari. Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar, ada/tidak pus,
eksudat, edema, kalus, kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe steril.
Probe dapat membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus
melibatkan tendon, tulang atau sendi.
4. Diabetika neuropati
5. Iskemia
6. Neuroiskemia
Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Wagner,
terdiri dari 5 tingkatan:
7. Tidak ada luka terbuka, kulit utuh (0)
8. Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit (1)
9. Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan (2)
10. Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses (3)
11. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu
jari kaki, bagiandepan kaki atau tumit (4)
12. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki (5).
B. BAGAIMANA GAMBARAN PATOFISIOLOGINNYA
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan
padapembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini
berjalankronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar
(makrovaskular)disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas
sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan
tebal. Awalnya prosespembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang
berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya
tekanan mekanikterbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban
terbesar.Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma
berulangmengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus.
Selanjutnyaterbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai
permukaan kulitmenimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka
abnormal manghalangiresolusi.Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi
didaerah ini. Drainase yanginadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya
sebagai konsekuensisistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan
infeksi menyebar ke jaringan sekitrnya
C. APA TANDA-TANDA KLINIS
Tanda dan gejala ulkus diabetika yaitu:
1. Sering kesemutan.
2. Nyeri kaki saat istirahat.
3. Sensasi rasa berkurang.
4. Kerusakan Jaringan (nekrosis).
5. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea.
6. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
7. Kulit kering.
D. BAGAIMANA GAMBARAN WOUND BED DFU
E. FAKTOR PENGAHAMBAT PENYEMBUHAN LUKA
Adapun faktor umum yang dapat mengganggu penyembuhan luka seperti;
usia, insufisiensi perfusi oksigen, malnutrisi, meningkatnya tingkat bakteri,
jaringan luka yang sudah tua, karena tertekan, stress psikologis, dan efek
samping dan terafi.
Usia: usia dikaitkan dengan gangguan pada penyembuhan, ada perbedean
penyembuhan pada tingkat usia, fetus, anak, dewasa dan lanjut usia.
Penyernbuhan luka pada fetal tanpa ada respon radang. Pada anak-anak
penyembuhan luka dan kontraksi terjadi dengan cepat dan pada dewasa. Pada
dewasa ada suatu penurunan vascularitas dermal, penurunan densitas
kolagen, framentasi elestin, dan penurunan jumlah sel mast, Pada orang tua
terjadi penurunan proses penyembuhan luka termasuk respon terhadap
radang. Walaupun orang tua memiliki perubahan fisiologik, akan tetapi
tingkatan penyembuhan adalah dalam batas normal atau sedikit terlambat
karena adanya penyakit kronik (Phillip, 1999). Disamping itu juga kurangnya
nutrisi dan hidrasi.
Kurarngnya masukan oksigen dan perfusi; penyembuhan luka akan
tergantung pada suplai oksigen. Hal ini karena oksigen merupakan kritikal
untuk lekosit dalam menghancurkar bakteri dan untuk fibroblast dalam
menstimulasi sintesis kolagen. Selain itu dengan kekurangan oksigen dapat
menghambat aktivitas fagositosis, Bila netrofil dan makrofag memakan benda
asing atau mikroorganisme, oksigen lebih banyak dibutuhkan untuk selama
fase istirahat. Dalam keadaan anemia faktor penting adalah akan terjadi
penurunan oksigen jaringan dan menghambat penyembuhn luka. Akan tetapi,
ada data yang mendukung bahwa anemia tidak menghasilkan penghambatan
dalam penyembuhan luka, kecuali anemia yang berat atau hematokrit kurang
dan 2Omg%. Hasil penelitian dilaporkan bahwa dengan adanya tegangan
okigen tidak menurun bila pasien dengan anemia sepanjang pasien
mempunyai adekuat sirkulasi volume intravaskuler, kemudian juga
dilaporkan tingkat hidroxyproline adalah komponen kolagen, tidak menurun
pada pasien dengan anemia (Nancy dkk,2003). Jadi terkait dengan pasien
anemia den pengaruhnya pada penyembuha luka adalah tidak adekuatnya
sirkulasi volume.
Perokok: karbon monoksida (CC), suatu komponen pada rokok, mengikat
hemoglobin dalam darah pada oksigen. Dengan CO mengikat hemoglobin
maka jurnlah sirkulas oksigen dalam bloosdtrem menurun, tejadi penurunan
saturasi oksigen yang dapat menimbulkan penyembuhan luka terhambat. Juga
akan terjadi bipoksia karena nikotin den hydogren sianida, nikotin
mempunyai dampak pada pembuluh darah menyebabkan vasokontriksi dan
dapat menimbulkan risiko trombosis mikrovaskuler dan iskemik. Hydrogen
sianida dapat menghambat sintesis enzim yang diperlukan untuk metabolisme
oksidatif. Juga transfor oksigen seluler.
Malnutrisi: pada pasien dengan menderita luka peran utama untuk
mempercepat penyembuhan luka adalah masukan nutrisi yang adekuat.
Abnormal penyembuhan luka dikaitkan dengan protein- kalori-malnutrisi dan
pada kekurangan salah satu unsur nutrisi. Seperti yang sudan dibahas
sebelumnya tentang nutrisi dalam penyembuhan luka, salah satu unsur
penting nutrisi seperti protein. apabila pasien kekurangan protein maka akan
menimbulkan penurunan proliferasi fibroblast, penurunan proteoglican dan
sintesis kolagen, penurunan angiogenesis, dan gangguan remodeling kolagen.
Dengan kekurangan karbohidrat, protein tubuh dipecah untuk energi, protein
kemudian mengalihkan dan perbaikan jadi untuk memberikan glukosa yang
diperlukan untuk mempertahankan seluler. Proses adaptasi ini khususnya
penting dalam perlawanan infeksi, seperti lekosit memperoleh glukosa untuk
fagositosis. Tidak adekuat pemasukan lemak adalah terlihat kelaparan atau
hipermetabolisme berat dan defisiensi pada penyerapan vitamin yang larut
dalam emak seperti A<D<E<dan K yang mungkin diperlukan untuk luka
pada saat penyembuhan. Dilaporkan bahwa 30% pada pasien dewasa dengan
kasus bedah, 45% - 57% pada non bedah nerniliki kondisi malnutrisi, dan
53% * 74% malnutrisi didapatkan pada pasien dengan usia tua yang dirawat
di rumah sakit (McCann J-AC, 2003).
Mikroba: microba akan menjadi beban untuk penyembuhan luka karena akan
terjadi metoboisme yang berlebihan. Bila luka pada area permukaan kulit
terkontaminasi dengan bakteri, dan ditambah lagi dengan bakteri yang ada
pada luka maka akan memperberat penyembuhan luka itu sendiri atau rentan
terjadi infeksi. Luka terinfeksi menandakan adanya mikroorganisme dalam
jaringan. Biasanya akan ada tanda dan gejala; pus, hangat, nyeri, kemerahan,
dan indurasi pada sekeliling luka, Apabila pada kondisi luka kronik tampak
pula jaringan granulasi yang buruk. Faktor lingkungan lokal yang
mengkontribusi bakteri berproliferasi dan berkembang, lebih lanjut
mengganggu penyembuhan luka meliputi; jaringan yang tidak sehat, luka
yang kotor, abses, dan hematoma, atau adanya rongga pada Iuka. Pada pasien
dengan fekal inkontinen dan banyakya bakteri dikaitkan dengan hambatan
dalam penyembuhan luka.
Tekanan yang berlebihan: tekanan, gesekan dan pergeseran adalah co-faktor
untuk semua tipe luke kronik, Yang dikaitkan dengan luka disini adalah
seperti luka dekubitus, luka kronik yang lain seperti diabetiKdan lainnya.
Kemudian pada pasien dengan mendapat terafi kompresi. Tekanan, gesekan
dan pergesaran juga akan mudah terjadi sehingga akan merusak jaringan.
Pada pasien dengan luka neuropati, mudah sekali berhubugan dengan factor
tekanan terutama sekali luka pada area plantar. Apabila tekanan yang terus
menerus terjadi akan mengakibatkan sumbatan pada pembuluh darah dan
menyebabkan iskemik dan nekrosis.
Pengobatan: ada obat yang dapat menurunkan pergerakan sirkulasi dan fungsi
metabolik, Obat ini seperti sedative tranquilizer yang potensial menghambat
kemampuan pasien untuk merasakan dan respon terhadap tekanan. Karena
aktivitas diperlukan untuk peningkatkan adekuat oksigenisasi, dengan
kurangnya pergerakan akan memicu untuk penurunan pembawaan oksigen ke
darah perifer. Beberapa obat lain juga yang berpengaruh adalah; steroid dan
kemoterafi, hal ni karena menurunkan kemampuan pasien dalam merespon
radang. Ini juga mengganggu fase penyembuhan luka seperti pada fase
inflamasi, Kemoterafi dapat menyebabkan kerusakan pada siklus sel terutama
sekali selama dan sesudah terafi. Pada steroid dapat menekan respon radang,
menurunkan produk antibodi dan mengurangi proses antigen. Bile awal
respon radang menurun, maka resiko infeksi akan meningkat.
Penyakit; pada kondisi pasien yang terkait dengan penyembuhan luka adalah
Penyakit vaskular perifer, dan atau Diabetes Melitus (DM) dan kondisi yang
menghasilkan Immunokomprornise. Pada pasien dengan penyakit vascular,
adalah berisiko untuk gangguan penyembuhan luka. Pada penyakit pembuluh
arteri, penyebabnya adalah seperti hipoksia karena arteriosclerosis. Pada
penyakit pembuluh vena, tekanan kembali dan hipertensi venous yang
mengkontribusi penyembuhan pada luka. Pada pasien dengan DM, kontrol
glukosa adalah esensial untuk peyembuhan luka, dngan tinggi glukosa sering
kali menimbulkan stress fisiologi dan perbaikan. Tingginya tingkat glukosa
menghasilkan perubahan fungsi lekosit dan nisiko infeksi. Bila pada pasien
dengan kurangnya sensasi juga akan memicu untuk memperberat kondisi luka
akibat tekanan yang tidak dirasakan.
F. APA SAJA PEMERIKSAAN PENUNJANGNYA
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah lengkap
Peningkatan tertentu awal menunjukkan hemo konsentrasi,
sehubungan dengan perpindahan atau kehilangan cairan dan untuk
mengetahui adanya defisiensi nutrisi pada klien. Jika terjadi
leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka dan respon
inflamasi terhadap edema. Glukosa serum yang terjadi peningkatan
karena respon stres.
b. Biopsi luka
Untuk mengetahui jumlah bakteri.
c. Kultur swab
Untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus.
d. Pembuatan foto klinis
Dibuat untuk memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau
ulkus dan dipergunakan untuk perbaikan setelah dilakukan terapi.
e. Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.
f. Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.
g. : X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui
apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukan
kuman penyebabnya.
h. Pemeriksaan GDS
G. MANAJEMEN LUKA DFU
d) Pencucian luka
Pencucian bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang
bersih, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolic tubuh pada cairan
luka. Mencuci dapatmeningkatkan, memperbaiki, dan mempercepat
proses penyembuhan luka dan menghindari kemungkinan terjadinya
infeksi. Pencucian luka merupakan aspek yang paling penting mendasar
dalam manajemen luka. Merupakan basis untuk proses penyembuhan luka
yang baik, karena luka akan sembuh dengan baik jika luka dalam kondisi
bersih.Teknik pencucian pada luka. Teknik pencucian pada luka antara
lain dengan swabbing, scrubbing, showering,hydrotherapi, whirlpool, dan
bathing. Mencuci dengan teknik swabbing dan scrubbing tidak terlalu
dianjurkan pada pencucian luka, karena dapat menyebabkan trauma pada
jaringan granulasi danepithelium, juga membuat bakteri terdistribusi
bukan mengangkat bakteri. Pada saat scrubbing atau menggosok dapat
menyebabkan luka menjadi terluka sehingga dapat meningkatkan
inflamasi ( persisten inflamasi). teknik showering (irigasi), whirpool,dan
bathing adalah teknik yang paling sering digunakan dan banyak riset yang
mendukung teknik ini. Keuntungan dari teknik ini adalah dengan teknik
tekanan yang cukup dapat mengangkat bakteri yang terkolonisasi,
mengurangi terjadinya trauma dan mencegah terjadinya infeksi silang
serta tidak menyebabkan luka mengalami trauma.
e) Debridement
Nekrotik adalah perubahan morfologi yang diindikasi kan oleh adanya sel
mati yang disebabkan oleh degradasi enzim secara progresif, ini
merupakan respon yang normal dari tubuh terhadap jaringan yang rusak.
Jaringan nekrotik dapat dibedakan menjadi 2 bentuk:
3) Eschar yang berwarna hitam, keras, serta dehidrasi impermeable dan
lengket pada permukaan luka.
4) Slough-basah, kuning, berupa cairan dan tidak lengket pada luka.
Jaringan nekrotik dapat menghalangi proses penyembuhan luka
dengan menyediakan tempat untuk pertumbuhan bakteri.untuk
menolong penyembuhanluka, tindakan debridement sangat
dibutuhkan. Debridement dapat dilakukan dengan beberapa metode
seperti mekanikal, surgical, enzimatik, autolysis, dan biochemical.
Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan
fisiolofis, Ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk
membersihkan jaringannekrotik. Debridemen secara enzimatik
dilakukan dengan pemberian enzimeksogen secara topikal pada
permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu-residu
protein. Contohnya, kolagenasi akan melisikan kolagen dan elastin.
Beberapa jenis debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse
dan fibrinolisin. Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila
seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim
proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan
nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat
menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh dan
bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik
sertamemacu proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang
disterilkan seringdigunakan untuk debridemen biologi. Belatung
menghasilkan enzim yang dapatmenghancurkan jaringan nekrotik.
Debridemen bedah merupakan jenisdebridemen yang paling cepat dan
efisien.Tujuan debridemen bedah adalah untuk:
- mengevakuasi bakteri kontaminasi,
- mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat
mempercepat penyembuhan,
- menghilangkan jaringan kalus,
- mengurangi risiko infeksi lokal. Cara yang paling efektif dalam
membuat dasar luka yang baik adalah denganmetode autolysis
debridement. Autolysis debridement adalah suatu cara
peluruhan jaringan nekrotik yang dilakukan oleh tubuh sendiri
dengan syarat utama lingkungan luka harus dalam keadaan
lembab. Pada keadaan lembab, proteolytic enzim secaraselektif
akan melepas jaringan nekrosis dari tubuh. Pada keadaan melunak
jaringan nekrosis akan mudah lepas dengan sendirinya ataupun
dibantu dengan surgical atau mechanical debridement. Tindakan
debridement lain yang biasa digunakan adalah dengan
cara biomechanical menggunakan magots atau larva. Larva akan
dengan sendirinya secara selektif memakan jaringan nekrosis
sehingga dasar luka menjadi merah.
f) Dressing
Memilih balutan merupakan suatu kebutuhan suatu keputusan yang harus
dilakukanuntuk memperbaiki kerusakan jaringan integument. Berhasil
tidaknya luka membaik, tergantung pada kemampuan perawat dalam
memilih balutan yang tepat, efektif danefisien.
Tujuan Memilih Balutan
6) Balutan dapat mengontrol kejadian infeksi /Melindungi luka dari
trauma dan invasi bakteri.
7) Mampu Mempertahankan Kelembaban.
8) Mempercepat Prosespenyembuhan Luka.
9) Absorbsi Cairan Luka
10) Nyaman Digunakan, Steril Dan Cost Effective.
Tehnik dressing pada luka diabetes yang terkini menekankan metode
moist wound healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab.
Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol,
menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket
dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeable terhadap gas.
Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam
mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana
menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehinggadapat
meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Berikut ini akan dikenalkan
beberapa jenis bahan topical terapi yang dapat digunakan untuk
penatalaksanaan perawatan luka diabetic, diantaranya adalah calcium
alginate, hydrokoloid, hydroaktif gel, metcovazin, gamgee, polyurethane
foam, silver dressing.
Calcium Alginate
Berasal dari rumput laut, dapat berubah menjadi gel jika bercampur
dengan luka. Berupa jenis balutan yang dapat menyerap jumlah cairan
luka yang berlebihan. Dan keunggulannyaadalah kemampuannya
menstimulasi proses pembekuan darah jika terjadi
perdarahanminorserta barier terjadi kontaminasi oleh psedomonas.
Hydrokoloid
Jenis topikal terapi yang berfungsi untuk mempertahankanluka dalam
keadaan lembab, melindungi luka dari trauma, dan menghindari dari
resiko infeksi, mampumenyerap eksudatminimal. Baik digunakan
pada luka yang berwarna merah, abses tau luka yang
terinfeksi.Bentuknya adaberupa lembaran tipis serta pasta.
Keunggulannya adalah berbentuk lembaran,tidak memerlukan balutan
lain diatasnya sebagai penutup, cukup ditempel dan ganti jikasudah
bocor.
Contoh produk hydrocolloid
6) Hydroaktif gel
Jenis topikal terapi yang mampu melakukan peluruhan jaringan
nekrotik oleh tubuh sendiri. Banyak mengandung air, akan membuat
suasana luka yang kering karena jaringan nekrosismenjadi lembab.
Air yang berbentuk gel akan masuk kesela-sela jaringan yang mati
dankemudian akan menggembung jaringan nekrosis seperti lebam
mayat yang kemudian akanmemisahkan antara jaringan yang sehat
dan jaringan mati. Pada keadaan lunak inilah biasanya akan lebih
mudah melakukan surgical debridemang atau biarkan tubuh sendiri
yangmelakukannya.
7) Polyurethane Foam
Jenis balutan dengan daya serap yang tinggi, sehingga sering
digunakan pada keadaan lukayang cukup banyak mengeluarkan
eksudat / cairan tang berlebihan dan pada dasar luka yang berwarna
merah saja. Kemampuannya menampung cairan dapat
memperpanjang waktu penggantian balutan. Selain itu balutan ini juga
tidak memerlukan balutan tambahan,langsung dapat ditempel pada
luka, dan membuat dasar luka menjadi rata, terutama pada
hypergranulasi.
8) Gamgee, balutan anti mikrobial dan pengikat bakteri
Gamgee adalah jenis topikal terapi berupa tumpukan bahan balutan
yang tebal dengan daya serap cukup tinggi dan diklaim jika
bercampur dengan cairan luka dapat mengikat bakteri. Paling sering
digunakan sebagain balutan tambahan setelah balutan utama yang
menempel pada luka. Beberapa balutan pada jenis ini ada yang
mengandung antimikrobialdan hydrophobic atau mengikat bakteri.
9) Metcovazin
Jenis topical terapi dengan paten wocare klinik. Sangat mudah
digunakan karena hanyatinggal mengoles saja. Bentuk salep,
berwarna putih dan kemasan. Berfungsi untuk supportautolisis
debridement (meluruhkan jaringan nekrosis / mempersiapkan dasar
luka berwarnamerah) menghindari trauma saat membuka balutan,
mengurangi bau tidak sedap, mempertahankan suasana lembab dan
suport granulasi. Keunggulannya dapat digunakan untuk semua
warna dasar luka dan mempersiapkan dasar luka menjadi sehat.
10) Silver dressing
Kondisi infeksi yang ssulit ditangani, luka mengalami fase statis,
dasar luka menebal sepertimembentuk agar-agar atau yang dikenal
dengan biofilm, penggunaan silver dressingmerupakan pilihan paling
tepat. Pada keadaan ini luka mengalami sakit yang berat, eksudatdapat
menjadi purulen dan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Dressing ini
digunakan alam jumlah pemakaian 4 x ganti balutan dimana silver
menempel pada luka sekurangnya 5-7 hari saja. dengan
daya.d.Edukasi pasien dan keluargaEdukasi bagi pasien dan keluarga
dengan diabetes sangat penting. Hal ini disebabkan penyakit diabetes
adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapatdikontrol
dengan pola hidup sehat (makan sesuai kebutuhan dan olahraga
teratur) danmenggunakan oral maupun insulin.
Pertama kali yang harus dilakukan untuk merawat pasien Diabetic Foot adalah
melihat kondisi luka pasien, apakah luka yang dialami pasien dalam keadaan
kotor atau tidak, ada apus atau ada jaringan nekrotik (mati) atau tidak. Setelah
dikaji, barulah di lakukan perawatan luka. Untuk perawatan luka biasanya
menggunakan antiseptik (NaCl) dan kassa steril.
Jika ada jaringan nekrotik, sebaiknya dibuang dengan cara digunting sedikit
demi sedikit sampai kondisi luka mengalami granulasi (jaringan baru yang mulai
tumbuh). Lihat kedalaman luka, pada pasien diabetes dilihat apakah terdapat sinus
(luka dalam yang sampai berlubang) atau tidak. Bila terdapat sinus, ada baiknya
disemprot (irigasi) dengan NaCl sampai pada kedalaman luka, sebab pada sinus
terdapat banyak kuman. Lakukan pembersihan luka sehari minimal dua kali (pagi
dan sore), setelah dilakukan perawatan lakukan pengkajian apakah sudah tumbuh
granulasi, (pembersihan dilakukan dengan kassa steril yang dibasahi larutan
NaCl).
Setelah luka dibersihkan, lalu ditutup dengan kassa basah yang diberi larutan
NaCl lalu dibalut disekitar luas luka, dalam penutupan dengan kassa, jaga agar
jaringan luar luka tidak tertutup. Sebab jika jaringan luar luka ikut tertutup akan
menimbulkan masrasi (pembengkakan).
Setelah luka ditutup dengan kassa basah bercampur NaCl, lalu ditutup kembali
dengan kassa steril yang kering untuk selanjutnya dibalut.
Jika luka sudah mengalami penumbuhan granulasi (pertumbuhan jaringan kulit
yang baik/bagus yang membuat luka rata), selanjutnya akan ada penutupan luka
tahap kedua (skin draw), biasanya diambil dari kulit paha. Penanganan luka
diabet, harus ekstra agresif sebab pada luka diabet kuman akan terus menyebar
dan memperparah luka.
Selain itu, untuk merawat Diabetik Foot diperlukan tindakan antara lain
mengendalikan beban pada kaki, misalnya dengan aktivitas memakai tongkat,
kursi roda, dan mengganjal kaki waktu berbaring. Begitu pula dengan perawatan
luka, serta mengendalikan kuman penyebab infeksi.
Sangat penting juga untuk melakukan perawatan kuku kaki dan mencegah
timbulnya luka pada saat memotong kuku akibat penggunaan benda tajam, atau
memotong kuku terlalu pendek. Kaki diabetes perlu dirawat dengan teratur
mencuci kaki setiap hari, mengeringkan, dan tidak menggunakan air hangat atau
air panas untuk merendam kaki.
Pada pasien dengan DF dianjurkan untuk dihangatkan dengan kaus kaki jika
kaki kedinginan, bukan dengan mengompres atau merendam kaki dengan air
panas. Penderita juga dianjurkan selalu menggunakan alas kaki karena
dikhawatirkan tidak terasa menginjak benda yang bisa menimbulkan luka.
Sementara itu, sepatu yang digunakan tidak boleh terlalu sempit. Hindari dan
cermati juga kaki yang berjamur. Di samping itu, upaya yang sangat menolong
penderita diabetes adalah melakukan jalan kaki, termasuk melakukan senam kaki
secara teratur.
H. HAL YANG DILAKUKAN MENDUKUNG HIPOTESIS
1. Kaki kiri pasien bernanah sejak 1 minggu 2 bulan yang lalu
2. Terjadi demam dengan suhu 38c
3. Klien mengalai luka selama 6 hari dengan kondisi yang tidak baik
I. APA SAJA YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PEMERIKSAAN LAB
J. BAGAIMANA PRINSIP MANAJEMEN LUKA
1. Hilangkan atau minimalkan factor predisposisi
2. Monitor status nutrisi dan dukungan pemasukan nutrisi klien
3. Pertahankan lingkungan yang bersih dan lembab pada luka dengan sirkulasi
dan oksigenasi yang adekuat
K. BAGAIMANA FARMAKOKINETIK DAN DINAMIK OBAT
L. APA YANG HARUS DIPANTAU PADA KLIEN
1. Pantau gula darah pasien
2. Pantau luas luka dan penyatuan jringannya
3. Pantau dressing yang digunakan dan ganti balutan sesuai indikasi
4. Pantau dan jauhkan dari resiko infeksi
5.
M.BAGAIMANA CARA PENCEGAHAN MASALAH
Pertama, Anda harus memeriksa kaki Anda sekali-sekali, jika dokter dengan
diabetes Anda check up. Jadi, pengobatan dini masalah kaki pasti keuntungan.
Seorang dokter yang memeriksa bagian tubuh, juga dapat mendeteksi tanda-tanda
penyakit jantung dan penyakit oklusi arteri perifer. Melalui jenis pemeriksaan,
dokter mungkin menemukan semua kondisi yang berhubungan dengan penyakit
ini, seperti neuropati (nyeri saraf dan kerusakan), tidak ada luka, goresan atau
noda pada lesi spesifik dari kaki.
Beberapa orang memiliki kerusakan saraf tidak diketahui, rasa sakit yang
disebabkan oleh ketulian. Oleh karena itu, beberapa orang tidak tahu apakah
sepatu Anda terlalu sempit bila diterapkan pada sebuah objek atau saat intensif
beberapa tema umum. Itu sebabnya selalu ada ide yang baik, ditinjau oleh dokter
untuk masalah ini dan langkah-langkah pencegahan.
Salah satu kegiatan rutin Anda setiap dan setiap hari harus memeriksa kaki
Anda. Pastikan untuk memeriksa luka yang terinfeksi, goresan, luka, tanda merah,
kaki pegal dan semua. Jika Anda tidak akan dapat menggunakan seluruh kaki
Anda dapat dilihat, gunakan cermin untuk semua bidang kaki. Jika Anda memiliki
luka dan tidak sembuh dalam satu atau dua hari, adalah dalam kepentingan terbaik
Anda untuk segera menghubungi dokter Anda dengan informasi ini.
Seiring dengan review dari masing-masing kaki, disarankan untuk mencucinya
setiap hari dengan air hangat. Benar-benar kering dengan uap air, dan setiap hari.
Hati-hati antara jari kaki. Anda tidak ingin terjebak kelembaban menyebabkan
segala macam pertumbuhan bakteri yang dapat mengakibatkan komplikasi juga.
Selalu memakai kaus kaki sepatu bernapas dan nyaman dengan banyak bantal dan
sepatu yang tidak bergesekan setiap bagian dari kaki, tidak menyakiti. Akhirnya,
perlu jari kaki dan pergelangan kaki bergerak untuk menjaga lebih dari sekali
sehari, darah bersirkulasi. Ada juga ide yang baik untuk menempatkan kaki Anda
saat duduk, jika mungkin, dan mendapatkan kebiasaan menyilangkan kaki Anda.
Tentu saja, ini hanya beberapa langkah-langkah pencegahan. Beberapa situs
yang menawarkan informasi tentang DFU. Ini bisa sangat membantu dengan
penyakit ini. Dalam setiap kasus, ulkus diabetes pada kaki dari masalah jika tidak
ditangani dengan baik
N. APA RENCANA REHABILITASI DAN RUJUKAN PADA KASUS KLIEN
JIKA DIPERLUKAN
O. PENJELASAN ATAU NASEHAT APA YANG HARUS DIBERIKAN
KEPADA KLEN
1. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium
lengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah, maupun
untuk menghilangkan keluhan/gejala dan penyulit DM.
2. Pemberian penyuluhan pada penderita dan keluarga tentang (apakah DM,
penatalaksanaan DM secara umum, apakah kaki diabetes, obat-obatan,
perencanaan makan, DM dan kegiatan jasmani), dll.
3. Kaki diabetes, materi penyuluhan dan instruksi. Hentikan merokok Periksa
kaki dan celah kaki setiap hari, apakah terdapat kalus (pengerasan), bula
(gelembung), luka, lecet.
4. Bersihkan dan cuci kaki setiap hari, keringkan, terutama di celah jari kaki.
5. Pakailah krim khusus untuk kulit kering, tapi jangan dipakai di celah jari kaki.
6. Hindari penggunaan air panas atau bantal pemanas.
7. Memotong kuku secara hati-hati dan jangan terlalu dalam.
8. Pakailah kaus kaki yang pas bila kaki terasa dingin dan ganti setiap hari.
9. Jangan berjalan tanpa alas kaki.
10. Hindari trauma berulang.
11. Memakai sepatu dari kulit yang sesuai untuk kaki dan nyaman dipakai.
12. Periksa bagian dalam sepatu setiap hari sebelum memakainya, hindari adanya
benda asing.
13. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.
14. Menghindari pemakaian obat yang bersifat vasokonstruktor seperti orgat,
adrenalin, ataupun nikotin.
15. Periksakan diri secara rutin ke dokter dan periksakan kaki setiap kali kontrol
walaupun ulkus/gangren telah sembuh.
P. BAGAIMANA PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data subjektif
1) Klien mengeluh adanya luka dabetik dikaki kiri
2) Klien mengatakan kaki kiri bernanah sejak 1 minggu 2 bulan yg lalu
3) Klien mengatakan lukanya awalnya gatal dan sering di garuk
b. Data objektif
1) Luas luka 25cm2
2) Kondisi klien lemah
3) GDS 340 mg/dl
4) Demam dengan suhu 38 c
5) Nadi 86x/menit
6) RR 20x/menit
7) Klien pernah mendeteksi perawatan mandiri dg revanol
8) TD 140/90 mmHg
9) Diet DM (+), terapi latibet +
2. Diagnosa keperawatan
a. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum
b. Hipertermia b/d penyakit atau trauma
c. Kerusakan integritas kulit
d. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena
adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan
neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak
dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob
maupun anaerob.
Ada banyak alasan mengapa klien diabetes beresiko tinggi terhadap
kejadian luka dikaki diantaranya diakibatkan karena kaki yang sulit bergerak
terutama jika klien dengan obesitas, neoropati sensorik, iskhemia sehingga proses
penyembuhan menjadi lambat akibat konstriksi pembuluh darah. Ulkus diabetika
disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut Trias yaitu: Iskemik,
Neuropati, dan Infeksi.
B. Saran
Kami menyadari makalah yang kami buat ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan makalah ini. Semoga bermanfaat bagi pembaca.