Download - Makalah Urolithiasis
Makalah
Blok Elimination
Semester V
Urolithiasis
Oleh :
Kelompok 4
Retna Susiana G1D010033Imam Fungani G1D010037Atrih Lumawati G1D010029Nur Azizah G1D010049Rosi Diaz G1D010078Riska Septia Prativi G1D010041Sofyana Nastiti G1D010062Yully Trisno Basir G1D010001Rizka Rahmaharyanti G1D010007Alifah Dewi Purwaningsih G1D010043Sidra Lagu Lagu G1D010056Austinia Putri G1D010076Meta Puspitasari G1D010068
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU – ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batu Saluran Kemih (Urolithiasis) merupakan keadaan patologis karena adanya masa
keras seperti batu yang terbentuk disepanjang saluran kencing dan dapat menyebabkan
nyeri, perdarahan, atau infeksi pada saluran kencing. Terbentuknya batu disebabkan
karena air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air
kemih kekurangan materi-materi yang dapat menghambat pembentukan batu, kurangnya
produksi air kencing, dan keadaan-keadaan lain yang idiopatik. Lokasi batu saluran
kemih dijumpai khas di kaliks atau pelvis (nefrolitiasis) dan bila akan keluar akan terhenti
di ureter atau di kandung kemih (vesikolitiasis) (Potter, 1999).
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari jumlah
pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini di Indonesia
belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi
didapatkan peningkatan jumlah penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-
Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847
pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat
pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang
secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi terbuka).
Prevalensi penyakit batu diperkirakan sebesar 13% pada laki-laki dewasa dan 7% pada
perempuan dewasa. Empat dari lima pasien adalah laki-laki, sedangkan usia puncak
adalah dekade ketiga sampai keempat. Angka kejadian batu ginjal di Indonesia tahun
2002 berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah
sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan
jumlah pasien yang dirawat adalah sebesar 19.018 orang, dengan jumlah kematian adalah
sebesar 378 orang (Price & Wilson, 2005).
Peningkatan penderita batu kandung kemih (urolithiasis) ini mengharuskan
masyarakat lebih waspada dengan mengenal lebih lanjut tentang apa itu urolithiasis.
Makalah ini akan membahas lebih lanjut mengenai urolithiasis lengkap dengan pathway
dan penatalaksanaan penyakit secara umum.
1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah yaitu :
a. Mengetahui perjalanan penyakit, manifestasi klinis, patofisiologi dan penatalaksanaan
penyakit urolithiasis
b. Menerapkan pengetahuan di lingkungan sehari hari maupun di klinik .
1.3 Manfaat
Manfaat dalam pembahasan penyakit batu saluran kemih (urolithiasis) pada makalah
ini yaitu menambah pengetahuan mahasiswa keperawatan mengenai batu saluran kemih
(urolithiasis), mempelajari manifestasi klinis,dan patofisiologi penyakit, sehingga sebagai
mahasiswa khususnya calon perawat mampu menerapkan intervensi yang tepat untuk
mencegah dan menangani masalah tersebut.
BAB II
ISI
1.1 Definisi
Urolithiasis adalah pembentukan batu saluran kemih atau keadaan yang dihubungkan
dengan adanya batu di saluran kemih (Saunders, 1998).
Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal)
pada ureter atau pada daerah ginjal. Urolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran
perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang
terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai
pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai
beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal. Gejala
rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine
berwarna keruh seperti teh atau merah (Smeltzer & Bare, 2002).
1.2 Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih masih idiopatik (belum diketahui penyebab secara
pasti), namun pada umumnya berhubungan dengan gangguan aliran urin, gangguan
metabolik, infeksi saluran kemih dan dehidrasi. Secara epidemiologis terdapat beberapa
faktor yang mempermudah terjadinya batus aluran kemih, antara lain :
a. Faktor Intrinsik :
- Herediter (keturunan)
- Umur
Banyak dijumpai pada usia 30-50 tahun.
- Jenis Kelamin
Lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan.
b. Faktor Ekstrinsik :
- Geografis
Pada beberapa daerah menunjukan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih
tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk
batu), sedangkan daerah batu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit
batu saluran kemih.
- Iklim dan temperatur
- Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih
- Diet
Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu
saluran kemih.
- Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau
kurang aktivitas atau sedentary life (Price & Wilson, 2005).
Faktor Penghambat Terbentuknya Batu:
a. Ion Magnesium (Mg), karena jika berikatan dengan oksalat maka akan membentuk
garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan berikatan dengan
kalsium(Ca) untuk membentuk kalsium oksalat menurun.
b. Sitrat, jika berikatan dengan ion kalsium maka akan membentuk garam kalsium
sitratsehingga mengurangi jumlah kalsium yang berikatan dengan oksalat ataupun
fosfat berkurang, sehingga Kristal kalsium oksalat atau kalsium fosfat jumlahnnya
berkurang.
c. Beberapa jenis protein atau senyawa organic mampu bertindak sebagai inhibitor
denganmenghambat pertumbuhan Kristal, menghambat aggregasi Kristal dan
menghambatretensi Kristal, antara lain glikosaminoglikan (GAG), protein Tamm
Horsfall (THP) atauUromukoid, nefrokalsin, dan osteopontin. Defisiensi zat-zat yang
berfungsi sebagaiinhibitor batu merupakan salah satu factor penyebab timbulnya batu
saluran kemih (Guyton, Hall, & E, 2007).
1.3 Manifestasi Klinis
a. Batu di dalam kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah.
b. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa
menyebabkan nyeri punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat).
c. Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di daerah
antara tulang rusuk dan tulang pinggang, yang menjalar ke perut, daerah kemaluan
dan paha sebelah dalam.
d. Mual dan muntah
e. Perut menggelembung
f. Demam, menggigil
g. Hematuria (adanya darah di dalam air kemih)
1.4 Mm
1.5 Jenis Batu
A. Berdasarkan sifat materi penyusunnya :
a. An Organik Stone ( Ph basa ),
contoh Ca oksalat, Ca fosfat, magnesium fosfat,garam triple fosfat.
b. Organik Stone ( Ph Asam),
contoh uric acid dan cystin.
B. Secara Radiologis
a. Batu Radio Opaque atau nyata : umumnya adalah anorganik stone
b. Batu Radio lucent atau tidak nyata, bersifat organic dan asam.
c. Batu organik campuran kalsium
C. Berdasarkan warna batu
a. Warna sangat gelap dan ukuran kecil
Contoh : calcium oksalat
b. Warna putih, besar,dan halus
Contoh : calcium fosfat
c. Warna coklat, kecil dan halus
Contoh : Ca urat/asam urat.
D. Berdasarkan letak batu
a. Batu Ureter Batu ureter
Pada umumnya adalah batu yang terbentuk di dalam sistim kalik ginjal, yang
turun ke ureter. Terdapat tiga penyempitan sepanjang ureter yang biasanya
menjadi tempat berhentinya batu yang turun dari kalik yaitu ureteropelvic junction
(UPJ), persilangan ureter dengan vasa iliaka, dan muara ureter di dinding buli.
b. Batu Ginjal
c. Batu Kandung kemih
d. Batu Uretra (Kumar, 1995)
1.6 Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan
kontraksi ureteral dan trauma jaringan, pembentukan edema, ischemia seluler.
b. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu,
iritasi ginjal atau ureteral.
c. Gangguan thermoregulasi berhubungan dengan proses infeksi.
d. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan dengan proses penyakit.
e. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan mual /
muntah (nausea) dan diuresis obstruksi.
f. Infeksi berhubungan dengan pembentukan batu pada traktus urinarius (Doengoes,
Moorhouse, & Geisser, 1999).
1.7 Pencegahan
Tindakan pencegahan pembentukan batu tergantung kepada komposisi batu yang
ditemukan pada penderita. Batu tersebut dianalisa dan dilakukan pengukuran kadar bahan
yang bisa menyebabkan terjadinya batu di dalam air kemih.
1. Batu kalsium
a. Obat diuretik thiazid(misalnya trichlormetazid) akan mengurangi pembentukan
batu yang baru.
b. Dianjurkan untuk minum banyak air putih (8-10 gelas/hari).
c. Diet rendah kalsium dan mengkonsumsi natrium selulosa fosfat.
d. Untuk meningkatkan kadar sitrat (zat penghambat pembentukan batu kalsium) di
dalam air kemih, diberikan kalium sitrat.
e. Kadar oksalat yang tinggi dalam air kemih, yang menyokong terbentuknya batu
kalsium, merupakan akibat dari mengkonsumsi makanan yang kaya oksalat
(misalnya bayam, coklat, kacang-kacangan, merica dan teh). Oleh karena itu
sebaiknya asupan makanan tersebut dikurangi.
f. Kadang batu kalsium terbentuk akibat penyakit lain, seperti hiperparatiroidisme,
sarkoidosis, keracunan vitamin D, asidosis tubulus renalis atau kanker. Pada
kasus ini sebaiknya dilakukan pengobatan terhadap penyakit-penyakit tersebut.
2. Batu asam urat
a. Dianjurkan untuk mengurangi asupan daging, ikan dan unggas, karena makanan
tersebut menyebabkan meningkatnya kadar asam urat di dalam air kemih.
b. Untuk mengurangi pembentukan asam urat bisa diberikan allopurinol.
c. Batu asam urat terbentuk jika keasaman air kemih bertambah, karena itu untuk
menciptakan suasana air kemih yang alkalis (basa), bisa diberikan kalium sitrat.
d. Dianjurkan untuk banyak minum air putih.
1.8 Penatalaksanaan
1. Batu kecil yang tidak menyebabkan gejala, penyumbatan atau infeksi, biasanya tidak
perlu diobati. Minum banyak cairan akan meningkatkan pembentukan air kemih dan
membantu membuang beberapa batu; jika batu telah terbuang, maka tidak perlu lagi
dilakukan pengobatan segera.
2. Kolik renalis bisa dikurangi dengan obat pereda nyeri golongan narkotik.
3. Batu di dalam pelvis renalis atau bagian ureter paling atas yang berukuran 1
sentimeter atau kurang seringkali bisa dipecahkan oleh gelombang ultrasonik
(extracorporeal shock wave lithotripsy, ESWL). Pecahan batu selanjutnya akan
dibuang dalam air kemih.
4. Kadang sebuah batu diangkat melalui suatu sayatan kecil di kulit (percutaneous
nephrolithotomy, nefrolitotomi perkutaneus), yang diikuti dengan pengobatan
ultrasonik.
5. Batu kecil di dalam ureter bagian bawah bisa diangkat dengan endoskopi yang
dimasukkan melalui uretra dan masuk ke dalam kandung kemih.
6. Batu asam urat kadang akan larut secara bertahap pada suasana air kemih yang basa
(misalnya dengan memberikan kalium sitrat), tetapi batu lainnya tidak dapat diatasi
dengan cara ini. Batu asam urat yang lebih besar, yang menyebabkan penyumbatan,
perlu diangkat melalui pembedahan.
7. Adanya batu struvit menunjukkan terjadinya infeksi saluran kemih, karena itu
diberikan antibiotik (Doengoes, Moorhouse, & Geisser, 1999).
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1.1 Kesimpulan
Urolithiasis adalah pembentukan batu pada saluran kemih. Penyebab terjadinya batu
tersebut dapat disebabkan oleh faktor-faktor intrinsik maupun faktor-faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik merupakan faktor-faktor penyebab yang muncul dari dalam tubuh
penderita, yang dapat diminimalisir untuk terjadinya urolithiasis tersebut. Sedangkan
faktor ekstrinsik merupakan faktor-faktor penyebab yang muncul dari lingkungan
pederita yang dapat dicegah untuk menghindari terjadinya uolithiasis. Adanya batu pada
saluran perkemihan dapat menimbulkan tanda gejala yang sangat mengganggu penderita,
untuk itu diperlukan penatalaksanaan yang dilakukan sesuai penyebab urolithiasis.
1.2 Saran
1. Menjaga asupan nutrisi, terutama dengan bnayak konsumsi air putih untuk
mempermudah kerja ginjal.
2. Membatasi diet makanan yang dapat memperparah atau meningkatkan resiko
terjadinya urolithiasis sesuai penjelasan makalah.
3. Memperkaya dan memahami informasi tentang urilithiasis untuk upaya pencegahan
dan mengurangi prevalensinya.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, E. M., Moorhouse, F. M., & Geisser, C. A. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan (3 ed.). Jakarta: EGC.
Guyton, Hall, A. C., & E, J. (2007). Buku ajar fisiologi kedokteran (11 ed.). Jakarta: EGC.
Kumar, R. (1995). Patologi (4 ed.). Jakarta: EGC.
Potter, P. A. (1999). Buku Ajar : Fundamental keperawatan (4 ed., Vol. 2). (D. Yulianti, M. Ester, Eds., & A. d. Yasmin, Trans.) Jakarta: EGC.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit (6 ed., Vol. II). (H. Hartanto, Ed., & B. U. Pendit, Trans.) Jakarta: EGC.
Saunders, W. B. (1998). Kamus saku kedokteran Dorland (25 ed.). (D. Nuswantari, Ed., P. Kumala, S. Komala, A. H. Santoso, J. B. Sulaiman, & Y. Rienita, Trans.) Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Keperawatan medikal bedah (8 ed.). (A. Waluyo, Trans.) Jakarta: EGC.