Download - Makalah Kelompok F3 Blok 7
Hubungan Gangguan Pernapasan dengan
Mekanisme Pernapasan
Kelompok F3 :
Stephanie Vania Embang (102010188)
Nixon Irianto Sinurat (102010308)
Avena Athalia Alim (102011031)
Ayu Lestari Maduwu (102011097)
Aprianus Musa Dopong (102011156)
Agnes Borneo (102011164)
Franzeska Marchitia Dinar Pusparani (102011271)
Andy Oliver Bombing (102011282)
Abraham Bayu Theodoron (102011441)
Dona Yuliyanti (102011442)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
1
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
Pendahuluan
Pernapasan adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan 2 proses yang berbeda,
tetapi saling berhubungan, yaitu pernapasan seluler dan pernapasan mekanik.1 Pernapasan
seluler adalah suatu proses di mana sel-sel dan jaringan tubuh memperoleh energi melalui
pemecahan molekul organik. Pernapasan mekanik merupakan proses perjalanan oksigen dari
luar dibawa masuk ke dalam tubuh untuk memenuhi kebutuhan energi sel.
Sistem pernapasan terdiri atas organ pertukaran gas, yaitu pulmo dan suatu pompa
ventilasi paru yang terdiri atas dinding dada, otot pernapasan, pusat pernapasan dalam otak
yang mengendalikan otot-otot pernapasan, serta jaras dan saraf yang menghubungkan pusat
pernapasan dengan otot pernapasan.
Pada keadaan istirahat, frekuensi pernapasan manusia normal berkisar antara
12-15 kali permenit. Dalam sekali bernapas, sekitar 500 ml udara atau sekitar 6-8 L udara per
menit, dihirup dan dikeluarkan dari paru. Udara ini kemudian bercampur dengan gas yang
terdapat di dalm alveoli, dan selanjutnya, melalui proses difusi sederhana, O2 masuk ke dalam
darah di kapiler paru. Sedangkan CO2 masuk ke dalam alveoli untuk kemudian dikeluarkan
ke lingkungan luar tubuh. Sistem pernapasan dapat diukur melalui sebuah alat yang
dinamakan spirometer. Cara kerja spirometer yang tergolong mudah, serta penjelasan
mengenai hasil dari pencatatan spirometer juga akan dibahas secara lebih spesifik pada
makalah ini.
Identifikasi Istilah yang Tidak Diketahui
Tidak ada istilah yang tidak diketahui.
Rumusan Masalah
Laki-laki berusia 25 dengan keluhan batuk dan sesak nafas sejak 5 hari yang lalu.
2
Analisis Masalah
Hipotesis
Batuk dan sesak nafas disebabkan oleh adanya gangguan pada mekanisme pernapasan.
Pembahasan
Pada kasus laki-laki berusia 25 tahun mengalami batuk dan sesak napas. Terdapat
gangguan pernapasan, batuk dan sesak napas, yang menyebabkan mekanisme pernapasan
terganggu.
Struktur Makroskopik Alat-Alat Sistem Respirasi
Hidung
Hidung merupakan ‘pintu masuk’ udara pertama kali sebelum masuk ke dalam saluran
pernapasan dalam. Hidung bagian luar tertutup oleh kulit tipis dengan jaringan subkutan yang
cukup kuat di bawahnya.2 Hidung tersusun atas osteon pada bagian atas dan kartilago pada
bagian bawah. Osteon pada hidung tersusun oleh os nasale, processus frontalis os maxillaris,
dan bagian nasal dari os frontalis. Sedangkan bagian kartilago, disusun oleh cartilago septal
nasi, kartilago nasi lateralis, serta kartilago ala nasi mayor dan minor.
Hidung terdiri atas 3 regio, yaitu Vestibulum yang sebelah dalamnya terdapat bulu-
bulu halus untuk menyaring udara, regio penghidu yang terbentang dari cranial Limen Nasi
meluas sampai setinggi Concha, dan regio pernapasan.
3
Struktur dan mekanisme pernafasan
Mekanisme pernafasan
Struktrur makroskopis
Struktur mikroskopis
Pemeriksaan fungsi paru
Faktor2
Hidung memiliki struktur yang terbuka ke arah wajah melalui Nares dan struktur yang
terbuka ke arah Nasopharynx melalui Choana. Hidung bagian kanan dan hidung bagian kiri
dipisahkan oleh suatu sekat yang disebut Septum Nasi. Septum Nasi dibentuk oleh Lamina
Perpendicular Ossis Ethmoidalis, Os Vomer, dan Cartilago Septum Nasi.
Hidung diperdarahi oleh pembuluh-pembuluh nadi dan vena, meliputi A. Lateralis
Nasi cabang A. Facialis, A. Dorsalis Nasi cabang A. Ophtalmica, A. Infra Orbitalis cabang A.
Maxilaris Internus, V. Facialis, dan V. Opthalmica. Otot-otot hidung terdiri atas M. Nasalis,
yang berfungsi untuk memperkecil lubang hidung dan M. Depressor Septi Nasi untuk
memperlebar lubang hidung. Otot-otot motorik ini dipersarafi oleh N. VII (N. Fasialis).
Persarafan sensoris pada sisi medial punggung hidung sampai ujung hidung oleh N. Infra
Trochlearis dan N. Nasalis Externus cabang N.V1, sedangkan sisi lateral oleh N. Infra
Orbitalis cabang N. V2.
Gambar 1. Rangka Hidung
Rongga Hidung
Rongga hidung berada di sebelah superior Palatum Durum dan terpisah satu sama lain
oleh Septum Nasi di garis tengah.2 Masing-masing rongga hidung memiliki pintu anterior dan
pintu posterior, dasar, atap, dinding lateral, dan dinding medial yang terbentuk oleh Septum
Nasi.2 Sementara itu, masing-masing lubang hidung membentuk muara di sebelah anterior
untuk masing-masing ronggahidung dan Choana membentuk pintu hidung di sebelah
posterior.2
4
Kedua Choana merupakan pintu-pintu bertulang yang kaku yang membentuk saluran
penghubung antara rongga-rongga hidung dan Nasopharynx.2 Choana memiliki arah bidang
frontal kepala.
Atap rongga hidung terdiri atas 3 regio, yaitu:
Regio Sphenoidalis
Merupakan bagian posterior atap rongga hidung yang dibentuk oleh sisi
anterior dan inferior badan os Sphenoidale.
Regio Ethmoidalis
Merupakan atap medial yang dibentuk oleh bidang horizontal Lamina
Kribroformis os. Ethmoidale.
Regio Fronto-Nasale
Merupakan bagian anterior yang landai, sesuai dengan permukaan inferior
tulang hidung yang landai pada jembatan hidung.
Pada dinding lateral rongga hidung, terdapat 3 elevasi yang disebut Concha. Chonca
ini adalah tulang-tulang seperti gulungan surat yang tertutup oleh mukoperiosteum.2
Choncha Nasalis Superior
Pada sebelah cranial dan dorsal Choncha ini terdapat Recessus Spheno
Ethmoidalis. Pada bagian inferior dari Choncha ini, terdapat Meatus Nasi
Superior yang merupakan muara dari Sinus Ethmoidalis.
Choncha Nasalis Medius
Pada inferolateral Choncha ini terdapat Meatus Nasi Medius. Setinggi Meatus
Nasi Medius, pada dinding lateral rongga hidung, dapat dijumpai Bulla
Ethmoidalis yang merupakan pembengkakan Sinus Ethmoidalis. Bulla
Ethmoidalis merupakan muara Sinus Ethmoidalis Medius. Pada bagian inferior
Bulla ini terdapat Hiatus Semilunaris yang merupakan muara dari Sinus
Maxillaris dan Sinus Frontalis (melalui ductus fronto-nasalis). Hiatus
Semilunaris ke arah antero-superior membentuk Infundibulum Ethmoidalis di
mana terdapat muara Sinus Ethmoidalis dan Ductus Nasofrontalis.
Choncha Nasalis Inferior
Pada sebelah lateral dan caudal choncha ini terdapat Meatus Nasi Inferior yang
merupakan tempat muara dari Ductus Nasolacrimalis.
Rongga hidung diperdarahi oleh Aa. Ethmoidalis Anterior dan Posterior, A.
Sphenopalatina cabang A. Maxillaris Internus, A. Palatina Major, serta A. Labialis Superior.
5
Vena-vena rongga hidung yang meliputi V. Fasialis, V. Sphenopalatina, V. Ethmoidalis
Anterior, dan V. Opthalmica membentuk Plexus Cavernosus.
Selaput lendir rongga hidung dipersarafi oleh N. Olfaktorius (I) dan N. Trigeminus
(V). N. Olfaktorius merupakan saraf sensoris khusus yang mempersarafi selaput lendir atap
rongga hidung. Saraf ini dimulai dari Bulbus Olfaktorius, kemudian lintasan-lintasan
olfaktorius melewati traktus-traktus olfaktorius sampai ke otak. Pada rongga hidung juga
dapat dijumpai serabut saraf sensorik yang membawa sensasi nyeri, suhu, raba, dan tekan.
Saraf tersebut adalah N. Ethmoidalis Anterior. Terdapat pula N. Infraorbitalis yang cabang
akhirnya memasuki vestibulum hidung dari kulit yang menutupi lubang hidung.2 Sebagian
besar selaput lendir dinding lateral hidung dipersarafi oleh cabang menurun N. Palatinus
Mayor yang berasal dari kutub inferior ganglion Pterigopalatinum.2
Sinus Paranasalis
Terdiri atas Sinus Frontalis, Sinus Ethmoidalis, Sinus Sphenoidalis, dan Sinus
Maxillaris. Fungsi sinus-sinus ini tidak diketahui dengan pasti; sinus meringankan tulang
tengkorak dan menambah resonansi suara.3 Sebagian besar, sinus ini tidak ada sejak
kelahiran. Sinus membesar semenjak erupsi gigi permanen dan sesudah pubertas, yang secara
nyata mengubah ukuran dan bentuk wajah.3
Sinus Frontalis
Terletak di dalam Os. Frontal dan bermuara ke bagian anterior Meatus Nasi
Medius. Sinus ini dilalui oleh A. Supraorbitalis dan A. Ethmoidalis Anterior,
serta dipersarafi oleh N. Supraorbitalis.
Sinus Ethmoidalis
Tersusun sebagai Cellulae Ethmoidalis yang membentuk kelompok. Kelompok
Anterior (Sinus Infundibular) bermuara ke dalam Ductus Frontonasalis,
kelompok Medius (Sinus Bullar) bermuara ke dalam Meatus Nasi Medius,
serta kelompok posterior yang bermuara ke dalam Meatus Nasi Superior. Sinus
Ethmoidalis diperdarahi oleh Aa. Ethmoidalis Anterior dan Posterior serta oleh
A. Sphenopalatina. Sinus ini juga dipersarafi oleh Nn. Ethmoidalis Anterior
dan Posterior dan cabang orbital Ganglion Pterygopalatinum.
Sinus Sphenoidalis
6
Terletak di dalam Corpus Ossis Sphenoidalis dan bermuara ke dalam Recessus
Spheno-Ethmoidalis. Sinus ini diperdarahi oleh A. Ethmoidalis Posterior dan
cabang Pharyngeal A. Maxillaris Interna. Dipersarafi oleh N. Ethmoidalis
Posterior dan cabang orbital Ganglion Pterygopalatinum.
Sinus Maxillaris
Terletak pada Os. Maxilla. Lantainya berproyeksi sesuai dengan akar gigi
geligi premolar 1 dan 2, molar 3, serta caninus. Sinus Maxillaris bermuara ke
bagian terendah Hiatus Semilunaris. Diperdarahi oleh A. Facialis, A.
Infraorbitalis, A. Palatina Major, dan Aa. Alveolaris Superior Anterior dan
Posterior. Dipersarafi oleh N. Infraorbitalis dan Nn. Alveolaris Superior
Anterior, Medius, dan Posterior.
Gambar 2. Penampang Medial Rongga Hidung
Pharynx
Pharynx merupakan sebuah pipa musculomembranosa yang membentang dari bassis
cranii sampai setinggi vertebra cervical 6 atau tepi bawah cartilago cricoidea dan melebar di
bagian superior.3 Di sebelah caudal dilanjutkan dengan oesophagus dan pada batas antara
Pharynx dengan Oesophagus menyempit dengan lebar sekitar 1,5 cm. Pharynx dibagi menjadi
3 bagian, yaitu Nasopharynx (Epipharynx), Oropharynx (Mesopharynx), dan Laryngopharynx
(Hypopharynx). Batas-batas Pharynx antara lain:3
Batas Cranial: bagian posterior Corpus Ossis Sphenoidalis dan Pars Basilaris
Ossis Occipitalis.
7
Batas Dorsal + Lateral: jaringan penyambung longgar yang menempati
spatium peripharyngeale.
Batas Ventral: Pharynx terbuka ke dalam rongga hidung, mulut, dan Larynx,
sehingga dinding anterior tidak sempurna.
Batas Superior-Inferior: Lamina Medialis Processus Pterygoidei, Raphe
Pterygomandibularis, Mandibulla, lidah, os Hyoideum, cartilago thyreoidea,
dan cartilago cricoidea.
Batas Lateral: hubungan ke Cavum Tympani melalui Tuba Eustachii.
Lapisan-lapisan otot pharynx (Tunica Muscularis) terdiri atas 3 otot lingkar/sirkular, yaitu
M. Constrictor Pharyngis Inferior, M. Constrictor Pharyngis Medius, dan M. Constrictor
Pharyngis Superior, serta 3 otot yang masing-masing turun dari Processus Styloideus, Torus
Tubarius, dan Palatum Molle, yaitu M. Stylopharyngeus, M. Salpingopharyngeus, dan M.
Palatopharyngeus.3
M. Constrictor Pharyngis Inferior
Merupakan otot sirkular paling tebal. Terdiri atas 2 bagian otot kecil, yaitu M.
Cricopharyngeus dan M. Thyreopharyngeus. M. Cricopharyngeus melekat pada sisi
lateral cartilago cricoidea. M. Thyreopharyngeus berasal dari Linea Obliqua Lamina
Cartilaginis Thyroidei dan Cornu Inferius Cartilago Thyreoidea. Sewaktu menelan, M.
Cricopharyngeus berfungsi sphincter dan M. Thyreopharyngeus sebagai pendorong.
M. Constrictor Pharyngis Medius
Terdiri atas dua bagian otot kecil. Sebelah anterior, melekat pada Cornu Minus Ossis
Hyoidei dan bagian bawah ada Lig. Stylohyodeum sebagai M. Chondropharyngeus.
M. Constrictor Pharyngis Superior
Merupakan lembaran otot tipis. Pada bagian anteriornya melekat pada Hamulus
Pterygoideus, Raphe Pterygomandibularis, ujung dorsal Linea Mylohyoidea Ossis
Mandibulae, dan sisi Radix Linguae. Perlekatan ini membagi M Constrictor Pharyngis
Superior menjadi otot-otot yang lebih kecil, yaitu M. Pterygopharyngeus, M.
Buccopharyngeus, M. Mylopharyngeus, dan M. Glossopharyngeus.
Perdarahan pharynx berasal dari A. Pharyngea Ascendens, A. Palatina Ascendes dan
Ramus Tonsillaris cabang A. Facialis, A. Palatina Major dan A. Canalis Pterygoidei cabang
A. Maxillaris Interna, serta Rami Dorsales Linguae cabang A. Lingualis.3 Pembuluh-
8
pembuluh balik membentuk sebuah plexus yang ke atas berhubungan dengan plexus
pterygoideus dan ke arah bawah bermuara ke dalam V. Jugularis Interna dan V. Facialis.3
Persarafan Pharynx berasal dari Plexus Pharyngeus yang dibentukoleh Rami
Pharyngei N. Glossopharyngeus, N. Vagus, dan serabut-serabut simpatik postganglioner dari
Ganglion Cervicale Superius. Saraf motorik utama Pharynx adalah Pars Cranialis N.
Accessorius yang melintasi cabang-cabang N. Vagus, mempersarafi semua otot Pharynx dan
Palatum, kecuali M. Stylopharyngeus dan M. Constrictor Pharyngis Superior yang dipersarafi
oleh N. Glossopharyngeus. M. Constrictor Pharyngis Inferior dipersarafi lewat Ramus
Externus N. Laryngeus Superior dan N. Recurrents.3
Saraf sensoris utama Pharynx adalah N. Glossopharyngeus dan N. Vagus, tetapi
sebagian besar mukosa nasopharynx dipersarafi oleh N. Maxillaris lewat Ganglon
Pterygopalatinum. Mukosa Palatum Molle dan Tonsilla Palatina dipersarafi oleh Nn. Palatini
Minores lewat Ganglion Pterygopalatinumdan N. Glossopharyngeus.3
Larynx
Larynx merupakan saluran udara yang bersifat sphincter dan juga organ pembentuk
suara, membentang antara lidah sampai trachea atau pada laki-laki dewasa setinggi vertebra
cervical 3 sampai 6 , tetapi sedikit lebih tinggi pada anak-anak dan perempuan dewasa.
Larynx berada di antara pembuluh-pembuluh besar leher dan di sebelah ventral tertutup oleh
kulit, fascia, otot, dan depressor lidah. Ke arah superior, Larynx terbuka ke dalam
Laryngopharynx, dinding posterior Larynx menjadi dinding anterior Laryngopharynx. K arah
posterior, Larynx dilanjutkan sebagai trachea.3
Larynx terdiri atas cartilago thyreoidea, cartilago cricoidea, dan cartilago epiglottis,
cartilago arytaenoidea, cartilago cuneiforme, dan cartilago corniculatum. Cartilago Thyroidea
merupakan tulang rawan larynx terbesar, terdiri atas 2 lamina persegi empat yang tepi
anteriornya menyatu ke arah inferior, membentuk sebuah sudut yang menonjol yang dikenal
sebagai Prominentia Laryngea (sangat jelas terlihat pada laki-laki (jakun)). Cartilago
Cricoidea berbentuk semu cincin stempel dan membentuk bagian inferior dinding Larynx.
Cartilago Arytaenoidea terletak di posterior Larynx, sebelah superolateral Lamina Cartilago
Cricoidea.
Cartilago Corniculatum terletak di sebelah posterior, dalam Plica Aryepiglottica, dan
bersandar pada apex Cartilago Arytaenoidea. Tiap sisi epiglottis dilekatkan ke masing-masing
Cartilago Arytaenoidea oleh Plica Aryepiglottica.3
9
Otot-otot Larynx dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok ekstrinsik dan
intrinsik. Otot-otot ekstrinsik menghubungkan Larynx dengan struktur-struktur sekitar. Otot-
otot ekstrinsik meliputi M. Sternothyreoideus yang menarik Larynx ke bawah, M.
Thyreohyoideus yang menarik Larynx ke atas, dan M. Constrictor Pharyngis Inferior.3
Otot-otot intrinsik mempunyai tempat lekat yang terbatas pada Larynx, yaitu M.
Cricothyreoideus, M. Cricoarytaenoideus Posterior, M. Cricoarytaenoideus Lateralis, M.
Arytaenoideus Transversus, M. Arytaenoideus Obliquus, M. Aryepiglotticus, dan M.
Thyreoarytaenoideus.3
Fungsi otot-otot intrinsik Larynx dapat dibagi dalam 3 kelompok, yakni:3
1. Otot-otot yang mengubah glottis
o Membuka glottis: M. Cricoarytaenoideus Posterior.
o Menutup glottis: M. Cricoarytaenoideus Lateralis, M. Arytaenoideus
Obliquus, M. Arytaenoideus Transversus, M. Thyreoarytaenoideus, M.
Cricothyreoideus.
2. Otot-otot yang mengatur ketegangan Lig. Vocale
o Menegangkan Lig. Vocale: M. Cricothyreoideus dan M.
Cricoarytaenoideus Posterior.
o Mengendurkan Lig. Vocale: M. Thyreoarytaenoideus, M. Vocalis,
dan M. Cricoarytaenoideus Lateralis.
3. Otot-otot yang mengubah Aditus Laryngeus
o Menutup Aditus Laryngis: M. Arytaenoideus Obliquus, M.
Aryepiglotticus, dan M. Thyreoarytaenoideus.
o Membuka Aditus Laryngis: M. Thyreoepiglotticus.
Perdarahan utama Larynx berasal dari cabang-cabang A. Thyreoidea Superior dan A.
Thyreoidea Inferior. Terdapat pula V. Thyreoidea Superior yang bermuara ke dalam V.
Jugularis Interna dan V. Thyreoidea Inferior yang bermuara ke dalam V. Brachiocephalica
Sinistra. Persarafan Larynx berasal dari cabang-cabang internus dan externus N. Laryngeus
Superior, N. Recurrents, dan saraf simpatis.3
Trachea
10
Merupakan sebuah pipa udara yang terbentuk dari cartilago dan selaput fibro-
muskular, sebagai lanjutan dari Larynx, membentang mulai setinggi cervicalis 6 sampai tepi
atas vertebra thoracal 5. Ujung caudal trachea terbagi menjadi Bronchus Principalis (utama)
dextra dan sinistra.3
Trachea dan bronchus utama yang letaknya ekstrapulmonal memiliki rangka cincin
tulang hialin yang tidak sempurna, dipersatukan oleh jaringan fibrosa dan otot polos. Cincin
pertama cartilago trachea dihubungkan dengan tepi inferior cartilago cricoidea oleh Lig.
Cricotracheale. Cincin terakhir cartilago Trachea menebal dan melebar ke medial dan tepi
inferior, yakni carina yang merupakan taju berbentuk kuku segitiga yang melengkung ke
inferior dan posterior di antara bronchi.3
Pendarahan Trachea terutama oleh A. Thyreoidea Inferior, sementara ujung
thoracalnya didarahi oleh cabang Aa. Bronchiales yang naik untuk beranastomosis dengan A.
Thyreoidea Inferior. Semua pembuluh darah ini juga mendarahi oesophagus. Vena-vena yang
membawa darah dari Trachea berakhir di Plexus Venosus Thyreoidea Inferior. Persarafan
berasal dari cabang-cabang tracheal N. Vagus, Nn. Recurrents, dan Truncus Simpatikus, serta
disebarkan menuju otot-otot dan mukosa trachea. Ujung-ujung saraf simpatis membangkitkan
bronchodilatasi, sedangkan aktivitas parasimpatis menyebabkan broncokonstriksi.3
Thorax
Thorax berfungsi sebagai saluran pernapasan, pelindung organ-organ penting dan
pembuluh darah besar, serta tempat lekat sejumlah otot leher, perut, punggung, dan anggota
badan atas yang berfungsi sebagai otot pernapasan tambahan. Thorax berbentuk kerucut yang
terpancung horizontal dan memiliki 2 pintu:
o Pintu Atas (Apertura Thoracis Superior)
Dibentuk oleh Corpus Vertebra Thoracalis I (posterior), os. Costa I (medial),
dan Manubrium Sterni (anterior).
o Pintu Bawah (Apertura Thoracis Inferior)
Dibentuk oleh Corpus Vertebra Thoracalis 12 (posterior), os. Costa 12 dan
ujung distal os. Costa 11 (posterolateral), ujung-ujung distal cartilago os. Costa
7-10 (anterolateral), Processus Xiphoideus (anterior). Apertura Thoracis
Inferior ditutupi oleh diaphragma.
Rongga Thorax terbagi atas 3 kompartemen, yaitu Cavum Pleura pada sisi dextra dan sinistra,
serta mediastinum. Dinding Thorax dibentuk oleh rangka dan otot; 12 Vertebra Thoracal dan
11
Discus Intervertebra pada bagian dorsal, 12 os. Costae dan Mm. Intercostales pada bagian
lateral, serta os. Sternum pada bagian anterior.
Otot-otot dinding Thorax terdiri atas otot-otot dari lengan atas (Mm. Pectoralis, Mm.
Latissimus Dorsi, M. Serratus Anterior, dan M. Subclavius), otot-otot leher, serta otot-otot
dinding thorax murni (Mm. Intercostales, M. Subcostalis, M. Transversus Thoracis, M.
Levator Costarum, Mm. Serratus Posterior Superior et Inferior, dan diaphragma). Persarafan
dinding Thorax oleh Nn. Intercostalis, yang menghantarkan persarafan:
o Somatomotorik menuju Mm. Intercostalis kulit dan alis, M. Subcostalis, serta
M. Transversus Thoracis.
o Somatosensorik dari kulit dan pleura parietalis.
o Serabut-serabut simpatis postganglioner menuju perifer.
Perdarahan dinding Thorax dilalui oleh Aa. Intercostales yang berasal dari Aorta Thoracalis,
A. Intercostales Suprema cabang dari Tr. Costocervicalis, dan A. Thoracica Interna cabang A.
Subclavia.
A. Intercostalis Posterior
Arteri ini berasal dari dua A. Intercostalis bagian atas, yaitu A. Intercostalis Suprema
dan sisanya berasal dari Aorta Thoracalis. A. Intercostalis Posterior memperdarahi
Medulla Spinalis, Meninges, otot dan kulit punggung, serta Mm. Intercostalis, Mm.
Pectoralis, dan Mm. Abdomen.
A. Intercostalis Anterior
Arteri ini berasal dari A. Thoracalis Interna. Sela iga 1-6 diperdarahi oleh cabang-
cabang lateral A. Thoracalis Interna, sedangkan sela iga 7-10 berasal dari A.
Musculophrenica.
A. Thoracalis Interna
Setinggi sela iga 6, arteri ini mempercabangkan A. Epigastrica Superior dan A.
Musculophrenica. Selain mempercabangkan A. Intercostalis Anterior, ia juga
mempercabangkan Rr. Thymica, Rami Perforantes, A. Pericardiacophrenico, dan
Rami Pericardiaci.
Ke arah posterior dinding Thorax, terdapat V. Intercostalis yang bermuara ke dalam V.
Azygos (tubuh sisi dextra) dan V. Hemiazygos (tubuh sisi sinistra). Ke arah anterior dinding
Thorax terdapat V. Intercostalis yang bermuara ke dalam V. Thoracalis Interna yang
selanjutnya bermuara ke dalam Vv. Brachiocephalica.
12
Gambar 3. Penampang Medial Larynx dan Farynx
Pulmo (Paru)
Paru memiliki apex (puncak), basis, tiga tepi dan dua permukaan. Bentuk paru
menyerupai separuh kerucut. Normal, pulmo dextra sedikit lebih besar daripada pulmo
sinistra karena adanya mediastinum medius yang berisi jantung, menonjol lebih ke arah kiri
daripada ke arah kanan.3
Apex berkontak dengan pleura cervicalis. Oleh karena Apertura Thoracis Superior
memiliki arah serong, apex berada 3-4 cm sebelah cranial ketinggian cartilago iga 1, tetapi di
sebelah dorsal berada setingi collum costae. Pleura cervicalis memisahkan apex dari
membrana suprapleural. A. Subclavia yang melengkung ke atas dan lateral membuat alur
pada permukaan anterior di dekat apex pulmonalis dan memisahkan apex tersebut dari M.
Scalenus Anterior. Sebelah posterior apex terdapat ganglion simpatis cervicothoracale, ramus
ventralis N. Spinalis thoracale pertama dan A. Intercostalis suprema. M. Scalenus medius
berada di lateral.
13
Sisi medial paru kanan ada A. Bachiocephalica, V. Brachiocephalica dextra, dan trakea.
Sedangkan di sebelah medial apex paru kiri terdapat A. Subclavia sinistra dan V.
Brachiocephalica sinistra.3
Basis paru berbentuk semilunar dan konkaf, terbaring pada permukaan superior
diaphragma yang memisahkan pulmo dextra dari lobus dextra hepatis (kanan hati) dan paru
kiri dari lobus sinistra hepatis (kiri hati), fundus ventriculi/lambung, dan limpa. Oleh karena
diaphragma membentang lebih tinggi pada sisi dextra daripada sisi sinistra, kecekungan basis
pulmo dextra menjadi lebih dalam. Sebelah posterolateral, basis memiliki tepi yang tajam
yang diadaptasikan bagi Recessus Costodiaphragmaticus.3
Pembuluh-pembuluh yang memperdarahi pulmo, antara lain:4
o Arteri Pulmonalis
Berasal dari percabangan trunkus pulmonalis. Arteri Pulmonalis dextra
disilang oleh lengkung Vena Azygos, sedangkan Arteri Pulmonalis sinistra
terletak di bawah lengkung Aorta setinggi ruas punggung 5. Arteri pulmonalis
membentuk cabang lobar pada tiap hilus paru dan selanjutnya bercabang dalam
cabang tersier (percabangan segmental) yang seterusnya akan bercabang lagi
sesuai dengan tiap percabangan pohon bronkial. Arteri Pulmonalis membawa
darah kaya CO2 dari atrium dextra jantung ke duktus alveolar terminal dan
saku-saku pohon bronkial untuk pertukaran antara CO2 dan O2 di dalam
hemoglobin sel darah merah.
o Vena Pulmonalis
Vena Pulmonalis membawa darah kaya O2 dari pulmo menuju atrium sinistra.
Vena ini mengurus aliran vena segmen bronkopulmonal yang berdekatan dan
terletak di dalam jaringan ikat intersegmental antara segmen bronkopulmonal
tiap paru. Vena dari lobus inferior tiap paru berkumpul menjadi sebuah Vena
Pulmonalis Inferior yang memasuki atrium kiri jantung. Vena lobus superior
dan lobus medius paru dextra membentuk sebuah Vena Pulmonalis superior
dextra yang memasuki sisi dextra atrium kiri. Lobus superior paru kiri juga
mempunyai sebuah Vena Pulmonalis superior sinistra yang terpisah. Vena ini
bermuara ke dalam atrium sinistra. Umunya, vena terletak anterior terhadap
Arteri Pulmonalis dan bronkus pada hilus paru.
14
o Arteri Bronkialis
Berasal dari Aorta Descendens atau cabang A. Intercostal ketiga Aorta. Arteri
ini membawa darah kaya oksigen ke struktur-struktur di hilus, pohon bronkial,
dan jaringan ikat paru. Suplai darah ini dialirkan dari pulmo melalui sistem
Vena Pulmonalis.
Persarafan pulmo dilakukan oleh Plexus Pulmonar yang mengandung saraf simpatik
dan parasimpatik.4 Serabut saraf parasimpatik N. Vagus adalah preganglionik dan
sekretomotor bagi kelenjar mukosa bronkial. Serabut-serabut postganglionik simpatik adalah
vasomotor bagi sistem arterial.4 Bronchokonstriktor otot bronkus, vasodilator otot pembuluh
darah dan sekresi kelenjar bronkus dihantarkan oleh perangsangan serabut visceral eferen N.
Vagus.3 Suplai simpatis berupa inhibitor, membuat relaksasi otot polos bronkus,
vasokonstriktor otot pembuluh darah dan mengadakan pengurangan stimulasi parasimpatis.3
Diaphragma
Merupakan jaringan musculofibrosa yang berbentuk dua belah kubah di antara rongga
thorax dan rongga perut.3 Cembung ke arah posterosuperior (bagian menghadap rongga
thorax) dan cekung ke arah antero-inferior (bagian menghadap rongga perut).3 Diaphragma
melekat pada Processus Xyphoideus, ujung-ujung sternal iga dan tulang rawan iga 7-12, dan
Processus Transversus Vertebra Lumbal 1. Ketinggian letak diaphragma dipengaruhi oleh isi
gaster, usus, dan ukuran hati. Pada ekspirasi maksimal, proyeksi kubah dextra (yang lebih
tinggi), sebagai berikut:
o Sebelah anterior terletak setinggi cartilago iga 4
o Sebelah posterior setinggi costa 8
o Sebelah lateral setinggi costa 5-7
Perlekatan diaphragma pada daerah lumbal, diikat oleh Ligg. Arcuatum mediale et
laterale dan crura diaphragmatica.Lig. Arcuatum mediale merupakan lengkung tendineus pada
fascia yang menutupi M. Psoas. Pada arah medial, melekat pada corpus vertebra lumbal 1 dan
2. Pada arah lateral, melekat pada bagian depan Processus Transversus vertebra lumbal 1.
Lig. Arcuatum laterale merupakan pita tebal pada fascia M. Quadratus lumborum.
Pada arah medial melekat pada anterior Processuss Transversus vertebra Lumbal 1. Pada arah
lateral melekat pada pertengahan margo inferior iga 12.
15
Perdarahan diaphragma oleh Aa. Pericardiacophrenica dan A. Musculophrenica cabang A.
Thoracica interna, Aa. Intercostalis 6/7-12 dan A. Phrenica superior cabang Aorta Thoracalis,
serta A. Phrenica inferior cabang Aorta Abdominalis. Persarafan motorik dan sensorik
diaphragma oleh N. Phrenicus dan Nn. Intercostalis 6/7-12.
Gambar 4. Penampang Rongga Dada
Struktur Mikroskopik Alat-Alat Sistem Respirasi
Rongga Hidung
Rongga hidung dan sinus paranasal dilapisi oleh mukosa pernapasanyang fungsi
utamanya adalah untuk menyaring benda-benda renik dan untuk menyesuaikan suhu serta
kelembaban udara inspirasi. Fungsi ini semakin meningkat dengan dengan area permukaan
yang luas pada sistem turbin dari tulang yang menonjol ke dalam rongga hidung. Bagian
mukosa hidung, yaitu mukosa olfaktorius mengandung reseptor untuk indra pembau. Mukosa
olfaktorius terdapat pada atap rongga hidung.1
16
Mukosa hidung terdiri atas epitel bertingkat kolumnar bersilia dengan banyak sel goblet yang
diperkuat oleh vaskular lamina propria yang mengandung kelenjar mukosa dan serosa. Benda
renik pada udara tertahan dalam lapisan berlendir yang disekresi oleh sel goblet. Gerakan
gelombang teratur dari silia mendorong partikel yang tertahan ke arah farynx, tempat partikel
tersebut tertelan dan dinonaktifkan dalam lambung.1
Jalan masuk ke masing-masing rongga hidung, vestibulum nasi, dilapisi oleh kulit
yang memiliki bulu-bulu pendek disebut vibrise yang menahan partikel yang lebih besar
sebelum partikel tersebut mencapai mukosa hidung. Suhu udara inspirasi diatur sesuai dengan
suhu tubuh. Udara inspirasi dilembabkan oleh sekresi berair dari kelenjar serosa yang juga
terletak pada lamina propria.1
Trakhea
Trakhea merupakan saluran lentur dari jaringan fibroelastis dan kartilago. Sekumpulan
cincin kartilago hialin berbentuk C memperkuat mukosa trakea dan mencegah kolaps selama
inspirasi. Epitel pernapasan dari trakea adalah epitel bertingkat tinggi, bersilia, dan bersel
goblet. Epitel trakea diperkuat oleh membran basal khusus yang tebal. Di bawah membran
basal, lamina propria terdiri atas jaringan penyokong longgar yang banyak mengandung
pembuluh yang menebal pada aspek yang lebih dalam untuk membentuk jaringan
fibroelastis.1
Pada bagian bawah lamina propria terdapat submukosa longgaryang banyak
mengandung banyak kelenjar sero-mukosa yang jumlahnya berkurang di bawah trakea.
Submukosa menyatu dengan perikondrium cincin kartilago hialin di bawahnya atau dengan
jaringan fibroelastik tebal di antara cincin kartilago.1
Bronchus Primer
Struktur dasar bronkus primer tersusun atas epitel pernapasan yang kurang tinggi dan
mengandung sedikit sel goblet. Lamina propria bronkus primer padat dengan jumlah elastin
yang banyak pada lapisan superfisial. Lamina propria dipisahkan dari submukosa oleh lapisan
otot polos tidak utuh yang menjadi lebih menonjol pada jalan napas yang lebih kecil.1
Bronchus Tersier
Dengan mengecilnya diameter bronchi, maka strukturnya secara progresif berubah
menjadi lebih mirip dengan bronkiolus besar. Bronchus tersier tersusun atas sel-sel bertingkat
kolumnar tinggi dan jumlah sel-sel goblet yang sangat berkurang.
17
Lamina proprianya tipis, elastis, dan dikelilingi oleh otot polos yang tersusun sirkular.
Susunan otot polos ini memungkinkan kontraksi bronchi baik memanjang maupun menurut
diameter selama ekspirasi.1
Pada lapisan submukosa, ditemukan sedikit sekali kelenjar sero-mukosa. Kerangka
kartilago yang menyusun cincin C susunannya sudah mulai tidak teratur dan tidak biasa
terdapat sampai lebih distal dari bronchi tersier. Lapisan submukosa dan adventisia menyatu
dan kemudian dengan parenkim paru. Pada lapisan adventisia terdapat sekelompok kecil
limfosit yang merupakan bagian dari jaringan mukosa limfoid difus.1
Bronchiolus
Bronchiolus merupakan jalan napas dengan diameter kurang dari 1 mm dan tidak
bertulang rawan, sehingga jaringan ini sangat mudah kolaps. Epitel pernapasannya selapis
kolumnar bersilia dengan sedikit sel goblet. Ciri khas dari bronkiolus adalah lapisan otot
polos yang tersusun melingkar. Otot polos bronkiolus sangat efektif mengontrol tahanan
terhadap aliran udara dalam pulmo. Ketidakstabilan otot polos bronkiolus menyebabkan
kontraksi dan berakibat penyempitan jalan napas yang merupakan ciri utama penyakit asma.1
Bronchiolus Terminalis
Bronkiolus terminalis adalah saluran berdiameter terkecil dari bagian yang merupakan
penghubung dari bronchiolus; setelah ini, percabangan selanjutnya makin terlibat dalam
pertukaran gas. Setiap bronkiolus terminalis pecah menjadi cabang-cabang berdinding tipis
yang disebut bronkiolus repiratorius. Bronkiolus respiratorius sudah terdapat alveoli tidak
utuh, sehingga di bronchiolus respiratorius sudah mulai terjadi proses ventilasi atau
pertukaran udara luar dengan udara alveol. Epitel bronkiolus respiratorius tidak mengandung
sel goblet dan sebagian besar terdiri atas sel-sel kuboid bersilia dan sel-sel tak bersilia yang
jumlahnya lebih sedikit disebut sel Clara.1
Bagian paling distal bronkiolus respiratorius, epitelnya mengalami transisi menjadi sel
yang lebih menonjol. Tiap bronkiolus respiratorius akan bercabang menjadi beberapa lorong
berkelok panjang yang disebut duktus alveolaris yang sepanjang lorongnya membuka ke
dalam yang disebut kantong alveolar dan alveoli. Pada dinding duktus alveolar terdapat
agregasi kecil sel-sel otot polos dan kolagen terkait, serta serabut elastin yang membentuk
cincin mengelilingi duktus alveolar dan ostium sakus alveolar dan alveoli. Otot polos
bronkiolus respiratorius dan duktus alveolar mengatur gerakan udara alveolar.1
18
Alveoli
Dinding alveolus terdiri atas tiga komponen jaringan, yaitu:1
o Epitel Permukaan
Sebagian besar permukaan alveolus dilapisi oleh sel-sel gepeng besar
yang disebut pneumosit tipe I (sel pelapis alveolus). Sel ini memiliki
sitoplasma yang menutupi area luas alveol. Sel-sel epitel jenis kedua adalah
pneumosit tipe II yang berbentuk bulat dan hanya menempati ruang yang lebih
kecil dari permukaan alveolus. Pneumosit tipe II memiliki inti bulat, besar,
dengan nukleolus menonjol dan sitoplasma bervakuola.
Pneumosit tipe I merupakan bagian sawar pertukaran gas yang amat
tipis, sementara pneumosit tipe II mensekresi surfaktan yang berfungsi
mengurangi tekanan permukaan dalam alveoli agar alveol tidak kolaps selama
ekspirasi. Pneumosit tipe II mampu bermitosis dan dapat berkembang menjadi
pneumosit tipe I sebagai respon terhadap kerusakan lapisan alveol.
o Jaringan Penyokong
Membentuk suatu lapisan tipis di bawah epitel dan mengelilingi
pembuluh darah dari dinding alveolus. Lapisan ini terutama terdiri atas serabut
retikulin halus, serabut kolagen dan elastin, serta kadang-kadang terdapat
fibroblas.
o Pembuluh Darah
Sebagian besar kapiler membentuk plexus luas di sekitar setiap
alveolus. Sebagian besar dinding alveolus, terdapat membran basal yang
memperkuat kapiler endotel. Pada dinding alveoli dan pada rongga bebas
alveol dapat ditemukan makrofag yang berfungsi untuk ‘menelan’ partikel-
partikel mikro, seperti karbon, yang mencapai alveol. Makrofag ini disebut
sebagai sel-sel debu yang merupakan derivat dari monosit darah.
Mekanisme Pernapasan secara Umum
Secara garis besar, mekanisme pernapasan terjadi karena adanya udara luar yang
masuk melalui lubang hidung, berlanjut ke trakea, kemudian mengarah ke bronkus primer
dextra dan sinistra. Pada masing-masing bronkus primer, udara kemudian diteruskan ke kedua
pulmo, kemudian ke bronkus kecil, dan ke bronkiolus terminalis. Lubang hidung sampai
dengan bronkiolus terminalis merupakan sistem respiratorius bagian konduksi karena bagian-
19
bagian tersebut hanya berfungsi sebagai saluran pernapasan dan belum terjadi adanya
pertukaran gas (belum adanya alveol). Pertukaran gas mulai terjadi pada bronkiolus
respiratorius karena pada bagian ini sudah mulai terdapat alveoli, walaupun bentuknya belum
utuh. Pertukaran gas berlanjut sampai ke duktus alveolaris, kemudian duktus alveolaris dan
sakus alveolaris, selanjutnya berakhir pada alveolus. Dari bronkiolus sampai dengan alveolus,
disebut sistem respiratorius bagian respirasi karena pada bagian-bagian ini, selain berfungsi
sebagai saluran, juga terjadi pertukaran gas.
Udara masuk (kayak O2) yang telah mencapai alveol akan berdifusi masuk ke dalam
kapiler-kapiler darah pada permukaan alveol. Hal ini dapat terjadi karena tekanan pada O2
pada alveol jauh lebih besar daripada tekanan O2 pada pembuluh kapiler alveol. O2 yang telah
berdifusi dalam kapiler, kemudian akan diteruskan ke seluruh jaringan tubuh melalui Vena
Pulmonalis. Vena Pulmonalis berjalan dari paru menuju atrium sinistra jantung, kemudian
dilanjutkan ke ventrikel sinistra jantung, sampai akhirnya dipompakan ke seluruh tubuh.
Ketika telah mencapai jaringan-jaringan tubuh yang dituju, O2 akan dilepaskan ke
jaringan tersebut. Tekanan O2 arteri lebih besar daripada tekanan O2 jaringan, sehingga O2
berdifusi dari arteri ke jaringan. Pada saat yang sama, tekanan CO2 dalam jaringan lebih besar
daripada tekanan CO2 di dalam , sehingga CO2 berdifusi dari jaringan ke darah. Darah kaya
akan CO2 ini kemudian dibawa oleh pembuluh darah vena menuju atrium dextra jantung
untuk selanjutnya dialirkan ke ventrikel dextra jantung. Dari ventrikel dextra, melalui Arteri
Pulmonalis, darah kaya CO2 dibawa ke jaringan kapiler alveol di pulmo dan kemudian
dilepaskan ke luar tubuh.
Mekanisme Pernapasan (Inspirasi)
Mekanisme inspirasi diawali oleh adanya kontraksi otot-otot inspirasi utama. Pada
inspirasi tenang, otot yang berperan adalah M. Intercostales Externus dan diaphragma.
Namun, pada inspirasi kuat, terdapat kontraksi otot-otot tambahan, seperti Mm. Pectoralis, M.
Sternocleidomastoideus, Mm. Scalenus, M. Serratus anterior, M. Latissimus dorsi, dan M.
Iliocostalis superior.3
Ketika M. Intercostales Externus berkontraksi, bagian sternum dada akan terangkat
meluas ke arah supero-anterior dan os. Costae terangkat ke arah lateral. Perluasan rongga
dada terjadi pada area costae 7. Hal ini disebabkan oleh karena costae 7 adalah iga yang
paling panjang dan memiliki kemiringan paling besar diantara os. Costae lainnya. Kontraksi
otot-otot dinding dada ini meningkatkan volume dada hingga 25%. Di sisi lain, diaphragma
yang mendapatkan perangsangan oleh N. Phrenicus, mengalami kontraksi, sehingga memiliki
20
kedudukan ke arah inferior (arah rongga abdomen) dan bentuknya yang semula melengkung
menjadi tampak datar. Kontaksi diaphragma ini meningkatkan volume dada hingga 75%.
Pulmo yang dipengaruhi oleh persarafan simpatis, mengalami bronkodilatasi, sehingga
volume paru meningkat. Peningkatan volume rongga dada dan pulmo mengakibatkan tekanan
intra alveol jauh lebih rendah daripada tekanan udara atmosfer di luar tubuh. Akibatnya, udara
dari atmosfer masuk ke dalam pulmo.
Mekanisme Pernapasan (Ekspirasi)
Mekanisme expirasi tenang diawali oleh adanya relaksasi pada otot-otot inspirasi
utama. Namun, pada expirasi kuat, ada otot-otot expirasi yang berkontraksi, antara lain M.
Intercostales Internus, M. Iliocostalis Inferior, M. Longissimus, M. Rectus Abdominis, M.
Obliquus Abdominis Externus, dan M. Obliquus Abdominis Internus.3
Ketika otot-otot inspirasi relaksasi atau otot-otot ekspirasi berkontraksi, kedudukan
tulang-tulang thorax akan kembali pada kedudukannya semula, sehingga rongga dada akan
mengempis. Kemudian, diaphragma juga akan berelaksasi, sehingga ia akan kembali pada
kedudukannya semula, melengkung ke arah superior (arah rongga dada), menyebabkan
volume rongga dada mengecil. Pulmo yang dipengaruhi oleh persarafan parasimpatis, melalui
N. Vagus (N. X), mengalami bronkokonstriksi, sehingga volume pulmo menurun. Penurunan
volume rongga dada dan pulmo mengakibatkan tekanan intra alveol jauh lebih tinggi daripada
tekanan udara atmosfer luar tubuh. Akibatnya, udara dari dalam pulmo dilepaskan ke
atmosfer.
Gambar 5. Mekanisme Inspirasi dan Ekspirasi
21
Pusat dan Kontrol Pernapasan
Kontrol saraf atas pernapasan melibatkan tiga komponen terpisah : (1) faktor-faktor
yang bertanggung jawab untuk menghasilkan irama inspirasi/ekspirasi berganti-ganti, (2)
faktor-faktor yang mengatur kekuatan ventilasi (yaitu, kecepatan dan kedalaman bernapas)
agar sesuai dengan kebutuhan tubuh, dan (3) faktor-faktor yang memodifikasi aktivitas
pernapasan untuk memenuhi tujuan lain. Modifikasi yang terakhir dapat bersifat volunter,
misalnya kontrol bernapas pada saat berbicara, atau involunter, misalnya manuver pernapasan
yang terjadi pada saat batuk atau bersin.
Pusat Kontrol Pernapasan
Pusat kontrol pernapasan yang terletak di batang otak bertanggung jawab untuk
menghasilkan pola bernapas yang berirama. Pusat kontrol pernapasan primer, pusat
pernapasan medula (medullary respiratory center), terdiri dari beberapa agregat badan sel
saraf di dalam medula yang menghasilkan keluaran ke otot pernapasan. Selain itu, terdapat
dua pusat pernapasan lain yang lebih tinggi di batang otak di pons yaitu pusat apnustik dan
pusat pneumotaksik. Pusat-pusat di pons ini mempengaruhi keluaran dari pernapasan medula.
Neuron Inspirasi Dan Ekspirasi di Pusat Medula
Pusat persarafan medula terdiri dari dua kelompok neuron yang dikenal sebagai kelompok
respiratorik dorsal dan kelompok respiratorik ventral.
Kelompok respiratorik dorsal (KRD) terutama terdiri dari neuron inspiratorik yang
serat-serat desendensnya berakhir di neuron motorik yang menyarafi otot ispirasi.
Ketika neuron-neuron KRD ini melepaskan muatan maka terjadi inspirasi; ketika
mereka tidak menghasilkan sinyal terjadilah ekspirasi.
Kelompok respiratorik ventral (KRV) terdiri dari neuron inspiratorik dan neuron
respiratorik, yang keduanya tetap inaktif selama bernapas normal tenang. Bagian ini
diaktifkan oleh KRD sebagai mekanisme penguat selama periode-periode saat
kebutuhan akan ventilasi meningkat. Hal ini terutama penting pada ekspirasi aktif.
Selama bernapas tenang tidak ada impuls yang dihasilkan di jalur desendens oleh
neuron ekspiratorik. Hanya ketika ekspirasi aktif barulah neuron ekpiratorik
merangsang neuron motorik yang menyarafi otot-otot ekspirasi (otot abdomen dan
otot interkostal internal).
22
Selain itu , neuron-neuron inspiratorik KRV, ketika dirangsang oleh KRD, memacu
aktifitas inspirasi ketika kebutuhan akan ventilasi tinggi.
Pembentukan Irama Pernapasan
Selama itu KRD umumnya dianggap menghasilkan irama dasar ventilasi. Namun,
pembentukan irama pernapasan sekarang secara luas dipercayai terletak di kompleks pra-
Botzinger, suatu regio yang terletak dengan ujung atas (kepala) pusat respiratorik medula.
Suatu anyaman neuron diregio ini memperlihatkan aktivitas pemacu, mengalami potensial
aksi serupa dengan yang terjadi di nodus SA jantung.
Pengaruh dari Pusat Pneumotaksik dan Apnustik
Pusat pernapasan di pons melakukan “penyesuaian halus” terhadap pusat di medula
untuk membantu menghasilkan inspirasi dan ekspirasi yang lancar dan mulus. Pusat
pneumotaksik mengirim impuls ke KRD yang membantu “memadamkan” neuron-nuron
ispiratorik sehingga durasi inspirasi dibatasi.
Sebaliknya, pusat apnustik mencegah neuron-neuron inspiratorik dipadamkan,
sehingga dorongan ispirasi meningkat. Dengan sistem check-and-balance ini, pusat
pneumotaksik mendominasi pusat apnustik, membantu menghentikan inspirasi dan
membiarkan ekspirasi terjadi secara normal. Tanpa rem pneumotaksik ini, pola bernapas akan
berupa tarikan napas panjang yang terputus mendadak dan singkat oleh ekspirasi. Pola
bernapas yang abnormal ini dikenal sebagai apnusis; karena itu, pusat yang mendorong tipe
bernapas ini disebut pusat apnustik.
Refleks Hering-Breuer
Ketika volume alun napas besar (lebih dari 1 liter), misalnya sewaktu olahraga,
refleks Hearing-Brueur terpicu untuk mencegah inflasi paru berlebihan. Reseptor regang
paru di lapisan otot polaos saluran napas diaktifkan oleh peregangan paru pada volume alun
napas yang besar. Potensial aksi dari reseptor-reseptor regang ini merambat melalui serat saraf
aferen ke pusat medula dan menghambat neuron inspiratorik. Umpan balik negatif dari paru
yang sangat teregang ini membantu menghentikan inspirasi tepat sebelum paru mengalami
pengembangan berlebihan.
23
Hubungan Pusat Pernapasan di Medula Oblongata dengan Pusat Pneumotaksik dan
Apneustik
Disepanjang medula oblongata dan pons bilateral di area dorsal dan ventral ada
sekelompok neuron yang befungsi sebagai pusat napas yang tebagi atas 3 kelompok, yaitu :
(i) kelompok neuron disebelah dorsal medula oblongata yang bila terangsang akan
menimbulkan inspirasi. (ii) kelompok neuron bagian ventral yang dapat mencetuskan
inspirasi dan ekspirasi. (iii) kelompok neuron yang terletak dibagian atas pons, dikenal
dengan pusat pneumataksik, neuron itu akan mengontrol kecepatan dan pola napas.
Kelompok neuron dorsal batang otak terletak dalan nukleus dari traktus solitaries
tempat berpangkalnya saraf sensorik yang berjalan besama N. IX dn X. Saraf sensorik ini
mengantarkan impuls dari khemoreseptor, baroreseptor dan reseptor perifer yang terdapat
diparu. Selain itu neuron yang terletak di daerah retikularis pons juga termasuk
kelompok neuron ini. Fungsi kelompok neuron dorsal batang otak adalah pencetus irama
inspirasi. Terjadinya gelombang potensial aksi yang beangsur-angsur progresif dari neuron ini
dan berhenti, kemudian mulai lagi (bentuk ramp signal). Saat beraktivitas signal ini
meningkat derajatnya dan dapat memenuhi udara oksigen alveoli yang dibutuhkan untuk
keperluan tubuh. Selain itu juga berfungsi untuk mengontrol batas penghentian inspirasi,
jadi mempengaruhi juga frekuensi napas.
Kelompok neuron bagian ventral batang otak terletak di sepanjang medula oblongata
bagian ventral kira-kira 5 mm anterior lateral kelompok dorsal di nukleus retro ambigus
bagian kaudal dan nukleus ambigus bagian rostral. Fungsi kelompok neuron ini adalah saat
peristiwa inspirasi dan ekspirasi biasa neuron ini tidak menimbulkan potensial aksi. Potensial
aksi terjadi pada saat level penapasan meningkat. Potensial aksi pada kelompok neuron ini
terjadi akibat limpahan dari kelompok neuron dorsal. Jadi baru tereksitasi saat pola napas
meningkat, terutama untuk merangsang otot ekspirasi dibagian abdomen.
Pusat pneumataktik berfungsi untuk membatasi kerja pusat neuron bagian
dorsal, sehingga dengan demikian inspirasi dapat dihentikan dan fase pengisian alveoli
dapat dibatasi. Perasangan dari neuron ini akan mempercepat fekuensi napas.
Pusat apneustik teletak dibagian bawah pons. Potensial aksi di neuron ini akan terjadi
jika impuls dari pneumotaktik dihambat dan impuls dari saraf sensorik yang masuk bersama
N.IX dan X juga diblok. Potensial aksi yang terjadi di neuron ini dikirimkan ke neuron
kelompok dorsal untuk mencegah penghentian “rump signal”, sehingga paru mengalami
inspirasi lama dan penuh berisi udara. Fungsi neuron ini belum diketahui pasti, namun
diperkirakan mengontrol kedalaman respirasi yang dikendalikan oleh pusat pneumastik.5
24
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Suhu
Pada suhu tubuh yang tinggi, seseorang akan mengalami pernafasan dalam waktu yang cepat,
hal ini berhubungan dengan peningkatan proses metabolisme pada tubuh manusia.
Tekanan
Terdapat tiga tekanan berbeda yang penting pada ventilasi, yang terjadi pada paru-paru :
1. Tekanan atmosfer (barometrik) adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di
atmosfer terhadap benda – benda di permukaan bumi. Di ketinggian permukaan laut,
ketinggian ini sama dengan 760 mmHg. Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan
penambahan ketinggian diatas permuakaan laut karena kolom udara diatas permukaan
bumi menurun. Dapat terjadi fluktuasi minor tekanan atmosfer akibat perubahan
kondisi cuaca.
2. Tekanan intra-alveolus, yang juga dikenal sebagai tekanan intrapulmonalis, adalah
tekanan dalam alveolus. Karena alveolus berhubungan dengan atmosfer melalui
saluran pernapasan, udara dengan cepat mengalir mengikuti penurunan gradien
tekanan setiap kali terjadi perbedaan antara tekanana intra-alveolus dengan tekanan
atmosfer, udara terus mengalir sampai kedua seimbang.
3. Tekanan intrapleura adalah tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan ini dikenal
sebagai tekanan intratoraks, yaitu tekanan yang terjadi diluar paru didalam rongga
toraks. Tekanan intrapleura biasanya lebih kecil dibandingkan tekanan atmosfer, rata –
rata 756 saat istirahat. Tekanan intrapleura tidak diseimbangkan dengan tekanan
atmosfer atau tekanan intra-alveolus, karena tidak terdapat hubungan langsung antara
rongga pleura dan atmosfer atau paru.
Alasan mengapa paru mengikuti gerakan dinding dada adalah adanya tekanan transmural
yang melintasi dinding paru. Tekanan intraalveolus yang setara dengan tekanan atmosfer
sebesar 760mmHg lebih besar dibandingkan tekanan intrapleura sebesar 756 mmHg, sehingga
di dinding paru yang menekan keluar lebih besar dibandingkan gaya yang menekan kearah
dalam. Gradien tekanan transmural mendorong paru kearah luar, meregangkan atau
mengembangkan paru. Apabila tekanan atmosfer yang menekan dinding toraks lebih besar
dibandingkan tekanan intrapleura yang mendorong dinding tersebut kearah luar, sehingga
dinding dada cenderung “menciut”.6
25
Difusi Gas
GAMBAR 6 ■ Difusi gas
Sumber : Diunduh dari biog1105-1106.org
Untuk memenuhi kebutuhan oksigen di jaringan, proses difusi gas pada saat respirasi optimal.
Difusi gas adalah bergerak gas O2 dan CO2 atau partikel lain dari area yang bertekanan tinggi
kearah yang bertekanan rendah. Di dalam alveoli, O2 melintasi membran alveoli-kapiler dari
alveoli ke darah karena adanya perbedaan tekanan PO2 yang tinggi di alveoli (100mmHg) dan
tekanan darah kapiler sistemik yang rendah (PO2 40mmHg), CO2 berdifusi dengan arah
berlawan akibat perbedaan tekanan PCO2 darah kapiler sistemik 45mmHg dan di alveoli
40mmHg.
Seperti di kapiler paru, O2 dan CO2 berpindah antara darah kapiler sistemik dan sel jaringan
melalui proses difusi pasif mengikuti penurunan gradien tekanan parsial. Darah arteri yang
mencapai kapiler sistemik pada dasarnya adalah darah yang sama dengan yang meninggalkan
paru melalui vena pulmonalis, karena dari keseluruhan sistem sirkulasi hanya terdapat dua
tempat pertukaran gas, yaitu kapiler paru dan kapiler sistemik. PO2 arteri adalah 100 mmHg
dan PCO2 arteri adalah 40 mmHg. Sel secara terus menerus mengkonsumsi O2 dan
menghasilkan CO2 melalui metabolisme oksidatif. PO2 sel besarnya rata – rata 40 mmHg dan
PCO2 sekitar 46 mmHg. Oksigen berpindah melalui perpindahan gradien tekanan parsial yaitu
dari memasuki darah kapiler sistemik (PO2 = 100 mmHg) ke dalam sel yang berdekatan (PO2
= 40 mmHg) sampai tercipta keseimbangan. Dengan demikian, darah vena yang
meninggalkan kapiler sistemik setara dengan PO2 jaringan dengan rata – rata 40 mmHg.
26
Situasi yang berlawan berlaku untuk CO2. CO2 dengan cepat berdifusi ke luar sel (PCO2 = 46
mmHg) untuk masuk ke kapiler (PCO2 = 40 mmHg) mengikuti penurunan gradien tekanan
parsial yang tercipta akibat produksi terus menerus CO2. Perpindahan CO2 berlangsung terus
sampai PCO2 darah dan jaringan seimbang. Dengan demikian darah yang meninggalkan
kapiler sistemik memiliki PCO2 rata - rata 46 mmHg. Darah vena yang sistemik ini akan
kembali ke jantung dan kemudian dipompa ke paru – paru untuk mengulangi siklus peredaran
darah. Proses difusi dipengaruhi oleh faktor ketebalan, luas permukaan, dan komposisi
membran, serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2, daya larut gas, dan panjang jarak yang
harus ditembus oleh molekul-molekul gas. Dalam difusi gas ini, organ pernapasan yang
berperan penting adalah alveoli dan darah.7
Kelarutan gas dalam darah
GAMBAR 7 ■ Transportasi gas
Sumber : Diunduh dari uad.ac.id
Darah adalah suatu faktor yang sangat mempengaruhi dalam mekanisme pernafasan. Darah
berperan sebagai media dari transportasi gas yang terjadi pada sistem pernafasan. Transportasi
gas adalah perpindahan dari paru ke jarungan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran
darah. Oksigen yang diserap darah di paru – paru harus diangkut ke jaringan untuk dapat
digunakan oleh sel – sel. Sebaliknya CO2 yang diproduksi oleh sel – sel harus diangkut
kedalam paru untuk dieliminasi.
Hemoglobin merupakan suatu molekul protein yang mengandung besi, memiliki
kemampuan untuk membentuk ikatan longgar reversible dengan O2, Hb yang berikatan
dengan O2 disebut oksihemoglobin (HbO2).
27
Apabila tidak berikatan dengan O2 maka Hb disebut sebagai hemoglobin tereduksi. Reaksi ini
adalah reaksi pembentukan oksihemoglobin yang bersifat reversibel.
Hb + O2 HbO2
Masing – masing dari keempat atom besi di bagian heme molekul hemoglobin mampu
berikatan dengan sebuah molekul O2, sehingga setiap molekul Hb dapat mengangkut sampai
empat molekul O2. Hemoglobin dianggap jenuh apabila semua Hb yang ada mengangkut O2
secara maksimum. Persen saturasi hemoglobin adalah suatu ukuran seberapa banyak Hb yang
berikatan dengan O2 yang secara fisik larut dalam darah.
Pada saat darah vena yang sistemik masuk ke kapiler paru, PO2nya lebih rendah
dibandingkan PO2 alveolus, sehingga O2 berdifusi kedalam darah dan meningkatkan PO2
darah. Setelah PO2 darah meningkat maka presentasi Hb yang mengikat O2 juga meningkat.
Akibatnya, sebagian besar O2 yang berdifusi kedalam darah berikatan dengan Hb, PO2 darah
turun ke tingkat yang kira – kira sama dengan tekanan pada saat memasuki paru, walaupun
jumlah total O2 sebenarnya sudah meningkat. Karena PO2 darah kembali rendah daripada PO2
alveolus, maka lebih banyak O2 yang berdifusi dari alveolus untuk kembali diserap oleh Hb.
Baru setelah Hb tidak dapat lagi menyimpan O2 yaitu ketika Hb mengalami saturasi
maksimum, semua O2 yang terlarut kedalam darah menentukan PO2. Pada saat inilah PO2
darah seimbang dengan PO2 alveolus dan perpindahan O2 lebih lanjut terhenti. Situasi
sebaliknya berlaku di kapiler jaringan. PO2 darah yang masuk ke kapiler sistemik memiliki
tekanan yang lebih besar, sehingga O2 segera berdifusi ke jaringan sekitarnya, sehingga PO2
darah turun.
Pada saat PO2 darah turun, maka Hb dipaksa untuk melepaskan O2 simpanannya. Setelah Hb
tidak dapat lagi nuntuk melepaskan O2 kedalam larutan, PO2 darah baru dapat menjadi
serendah PO2 jaringan sekitarnya.
Sewaktu darah arteri mengalir melalui kapiler jaringan, CO2 berdifusi mengikuti
penurunan gradien tekanan parsialnya dari sel jaringan kedalam darah. Karbondioksida
diangkut kedalam darah dengan tiga cara yaitu, terlarut secara fisik; terikat ke Hb; dan sebagai
bikarbonat. Seperti O2 yang larut, jumlah CO2 yang larut secara fisik bergantung pada PCO2.
Namun hanya 10% dari kandungan CO2 total yang diangkut dengan cara ini pada kadar PCO2
vena sistemik normal. Tiga puluh persen CO2 lainnya berikatan dengan Hb untuk membentuk
karbaminohemoglobin. Karbon dioksida berikatan dengan bagian globin dari Hb, berbeda
dengan O2 yang berikatan pada bagian heme. Cara terpenting dalam pengangkutan CO2
adalah ion bikarbonat yaitu sekitar 60% CO2, dengan reaksi sebagai berikut.
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-
28
Pada langkah pertama CO2 akan berikatan dengan H2O untuk membentuk asam
karbonat. Reaksi ini dapat berlangsung dengan sangat lama di plasma, tetapi sangat cepat di
sel darah merah karena adanya enzim eritrosit karbonat anhidrase yang menkatalisasi reaksi.
Seperti asam lainnya, molekul – molekul asam karbonat secara spontan terurai menjadi ion
hidrogen (H+). Ketika reaksi ini berlanjut, HCO3- dan H+ mulai terakumulasi di dalam sel
darah merah di kapiler sistemik. Membran sel darah merah memiliki pembawa HCO3-_Cl-
yang secara pasif mempermudah difusi ion – ion ini ke dalam arah yang berlawanan
menembus membran. Membran relatif impermeable terhadap H+. Akibatnya HCO3- beridifusi
mengikuti penurunan gradien konsentrasinya keluar eritrosit untuk masuk kedalam plasma
tanpa diikuti oleh H+ . Ion Cl- menggantikan HCO3-, dengan pergeseran yang disebut
pergeseran klorida (chloride shift). Kemudian ion H+ akan diikat oleh Hb untuk dibawa
kedalam paru.6
Daya regang paru-paru dalam alveolus
Selama siklus pernafasan, paru bergantian mengembang saat inspirasi dan mengempis saat
ekspirasi. Sifat yang menyebabkan paru berperilaku seperti balon, dapat diregangkan dan
kemudian kembali ke posisi semula saat istirahat ketika gaya-gaya yang meregangkan
dihilingkan adalah terdapat dua konsep yaitu compliance dan recoil elastik.
Kata compliance merujuk kepada seberapa banyak upaya yang dibutuhkan untuk
meregangkan atau mengembangkan paru: ini sama dengan seberapa keras kita harus bekerja
untuk meniup sebuah balon. Compliance adalah ukuran seberapa banyak perubahan dalam
volume paru yang terjadi akibat perubahan tertentu gradien tekanan transmural, gaya yang
meregangkan paru. Paru yang sangat compliant mengembang lebih besar untuk peningkatan
tertentu perbedaan tekanan daripada paru yang kurang compliant.Dengan kata lain, semakin
rendah compliance paru semakin besar gradient tekanan transmural yang harus diciptakan
selama inspirasi untuk menghasilkan ekspansi paru normal. Sebaliknya, gradient tekanan
transmural yang lebih besar daripada normal dapat dicapai hanya dengan membuat tekanan
intra-alveolus lebih subatmosfer daripada biasa. Hal ini dicapai dengan ekspansi thoraks yang
lebih besar melalui kontraksi lebih kuat otot-otot inspirasi. Karenanya, semakin kecil
compliance paru semakin besar kerja yang harus dilakukan untuk menghasilkan
pengembangan paru yang sama. Paru yang kurang compliant disebut sebagi paru “kaku”
karena tidak dapat diregangkan secara normal. Istilah recoil elastic merujuk kepada seberapa
mudah paru kembali ke bentuknya semula setelah diregangkan.
29
Hal ini berperan mengembalikan paru ke volume prainspirasi ketika otot inspirasi melemas
pada akhir inspirasi. Sifat elastik paru terutama bergantung pada dua faktor : jaringan ikat
yang sangat elastik di paru dan tegangan permukaan alveolus.8
Sistem Buffer
Regulator utama untuk hemostasis asam basa dalam tubuh adalah paru dan ginjal, paru
merupakan mediator respon akut terhadap perubahan abnormal pH, dan ginjal
merupakan mediator respon kronis. Mempertahankan pH dalam batas 7.35 – 7.45 penting
untuk menjaga metabolis aktif protein didalam tubuh. Fungsi penting ini menjadi
terganggu jika nilai pH lebih atau kurang dari nilai rata-rata. Pemeliharaan pH tejadi
melalui sistem buffer di dalam tubuh, yang utama adalah sistem buffer bicarbonat,
fosfat, protein, dan darah.
Sistem penyangga bikarbonat, sistem ini terdiri dari larutan air yang mengandung dua
zat : asam lemah H2CO3 dan garam bikarbonat NaHCO3. H2CO3 dibentuk dalam tubuh oleh
reaksi CO2 dan H2O, yang dikatalisator oleh enzim karbonik anhidrase. CO2 + H2O
H2CO3. Reaksi ini lambat dan sangat sedikit jumlah H2CO3 yang dibentuk kecuali bila ada
enzim karbonik anhidrase. Enzim ini terutama banyak sekali di dinding alveoli paru dan di
sel-sel epitel tubulus ginjal. H2CO3 berionisasi secara lemah untuk memebentuk sejumlah
kecil H+ dan HCO3- : H2CO3 H+ + HCO3
-.
Bila asam kuat seperti HCl ditambahkan kedalam larutan penyangga bikarbonat,
peningkatan ion hidrogen yang dilepas dari asam ( HCl H+ + Cl-) disangga oleh HCO3- : H+
+ HCO3- H2CO3 CO2 + H2O. Sebagai hasilnya, lebih banyak H2CO3 yang dibentuk
menyebabakan peningkatan produksi CO2 dan H2O. Dari reaksi ini dapat diliat bahwa ion-ion
hidrogen dari asam kuat HCl bereaksi dengan HCO3- untuk membentuk asam yang sangat
lemah yaitu H2CO3 yang kemudian membentuk H2O dan CO2. CO2 yang berlebihan sangat
merangsang pernapasan, yang mengeluarkan CO2 dari cairan ekstraseluler.
Komponen kedua dari sistem ini yaitu: garam bikarbonat (NaHCO3). Garam ini
berionisasi unuk membentuk ion-ion natrium dan ion bikarbonat (HCO3-) sebagai berikut :
NaHCO3 Na+ + HCO3-. Bila basa kuat NaOH ditambahkan kedalam larutan penyangga
bikarbonat : NaOH + H2CO3 NaHCO3 + H2O. Ion Hidrosil OH- dari NaOh bergabung
dengan H2CO3 untuk membentuk HCO3- tambahan. Jadi basa lemah menggantikan NaHCO3
menggantikan basa kuat NaOH.
Pada waktu yang bersamaan konsentrasi H2CO3 (karena bereaksi dengan NaOH),
menyebabkan CO2 bergabung dengan H2O untuk menggantikan H2CO3. Oleh karena itu hasil
30
akhir adalah cenderung penurunan kadar CO2 dalam darah, tetapi penurunan ini menghambat
pernafasan dan menurunkan laju ekspirasi CO2. Peningkatan HCO3- dalam darah
dikompensasi oleh peningkatan ekskresi HCO3- ginjal. Hasil akhir adalah pengubahan asam
kuat menjadi asam lemah dan basa kuat menjadi basa lemah.
Sistem penyangga fosfat bekerja dalam cara yang serupa untuk mengubah asam kuat
menjadi asam lemah dan basa kuat menjdi basa lemah. Natrium hidrogen fosfat (Na2HPO4)
adalah basa lemah dan natrium dihidrogen fosfat (Na H2PO4) adalah asam lemah HCl +
Na2HPO4 NaH2PO4 + NaCl, NaOH + NaH2PO4 Na2HPO4 + H2O.
Sistem protein adalah sistem penyangga terkuat dalam tubuh. Karena mengandung
gugus karboksil yang berfungsi sebagai asam dan gugus amino yang berfungsi sebagai basa.
Sistem Hemoglobin dalam sel darah merah berfungsi sebagai penyangga pembentukan
H+ saat terjadi transpor CO2 di antara jaringan paru. Pada sistem pernapasan, melibatkan
perubahan ventilasi pulmonar untuk mengeluarkan CO2 dan untuk membatasi jumlah asam
karbonat yang terbentuk. Pengaturan respiratorik memerlukan waktu satu sampai tiga menit
untuk mulai bekerja dan fungsinya setelah penyangga asam basa ,pernafasan sistem
pengaturan asam basa kedua.
Karbon dioksida secara terus menerus ditambahkan kedalam darah vena akibat
metabolisme sel dan transpor ke paru-paru. Saat CO2 terurai dalam paru maka akan terbentuk
asam karbonat yang kemudian akan terurai membentuk ion hidrogen dan ion bikarbonat CO2
+ H2O H2CO3 H+ + HCO3- Karbon dioksida dikeluarkan dari pada paru-paru sehingga
reaksi bergerak kekiri dan plasma menjadi tidak terlalu asam.
Dalam keadaan normal produksi karbon dioksida diimbangi dengan pengeluarannya
seperti fungsi sistem pernapasan dalam pengaturan asam basa. Jika aktivitas metabolik
meningkat karena olah raga, akan terjadi peningkatan tekanan parsial karbon dioksida arteri
(pCO2), peningkatan kadar asam karbonat plasma dan penurunan pH plasma (asidosis).
Pernafasan disesuaikan untuk mengeluarkan lebih banyak karbon dioksida.
CO2 berlebihan dalam darah berdifusi kedalam sistem saraf pusat untuk mencapai
kemoreseptor sentral. Di sistem saraf pusat CO2 membetuk asam karbonat yang terurai
menjadi ion hidrogen. Ion hidrogen ini merangsang kemoreseptor. Ion hidrogen menstimulasi
kemoreseptor sentral mengakibatkan peningkatan frekuensi pernafasan dan kedalaman
ventilasi. Peningkatan frekuensi perngeluaran CO2 respiratorik mengurangi asam karbonat
dan peningkatan pH. Sebaliknya jika pH plasma meningkat (alkalosis), frekuensi respiratorik
berkurang untuk mengurangi pengeluaran CO2. Kadar CO2 yang sedikit dalam plasma
menyebabakan reaksi diatas bergerak kekanan dan penurunan pH.
31
Alkalosis dan Asidosis
Ketidakseimbangan asam-basa dalam tubuh dipengaruhi oleh komponen metabolik
dan komponen respiratorik. Komponen metabolik adalah HCO3- dan komponen respiratorik
adalah CO2. H+ atau pH dipengaruhi rasio HCO3- dan CO2. Perbandingan normal HCO3
dan CO2 adalah 20 : 1.
Secara sederhana, pH dalam tubuh dapat dirumuskan sebagai berikut :
pH = HCO3- : CO2 = komponen metabolik : komponen respiratorik
Secara umum, ketidakseimbangan asam basa dibagi menjadi dua macam yaitu asidosis
(kelebihan asam, pH yang rendah) dan alkalosis (kelebihan basa, pH yang tinggi). Asidosis
dapat disebabkan oleh 2 keadaan, komponen metabolik yang turun atau rendah atau pun
komponen respiratorik yang naik atau tinggi. Sedangkan alkalosis dapat disebabkan oleh
karena komponen metabolik yang tinggi atau komponen respiratorik yang rendah. Hal
tersebut dapat kita pikirkan secara logika matematika. pH berbanding lurus dengan komponen
metabolik dan berbanding terbalik dengan komponen respiratorik.
Secara ringkas:
1. Asidosis metabolik terkompensasi dan tidak terkompensasi
2. Asidosis respiratorik terkompensasi dan tidak terkompensasi
3. Alkalosis metabolik terkompensasi dan tidak terkompensasi
4. Alkalosis respiratorik terkompensasi dan tidak terkompensasi
1.) Asidosis metabolik terkompensasi dan tidak terkompensasi
Asidosis metabolik terjadi jika komponen metabolik menurun dalam tubuh dan juga
asam asam non karbonat meningkat kadarnya di dalam darah. Artinya HCO3 dalam tubuh
sangat rendah kadarnya. Bagaimana HCO3 dapat menurun kadarnya didalam tubuh? Semua
yang menyebabkan pengeluaran HCO3 dari dalam tubuh dapat menjadi penyebab rendahnya
kadar HCO3 dalam tubuh. HCO3 dapat keluar melalui pengeluaran cairan yang banyak
mengandung HCO3 dan juga melalui ginjal. Pada peningkatan asam-asam nonkarbonat, HCO3
yang ada dalam tubuh terpakai untuk menyangga dan menetralisir asam-asam nonkarbonat
tersebut.
Cairan yang banyak mengandung HCO3 adalah pada cairan yang terdapat pada saluran
cerna. HCO3 ini dalam keadaan usus yang normal akan diserap kembali ke dalam darah.
Ketika organ usus mengalami infeksi, maka HCO3 tidak dapat diserap kembali dalam tubuh
32
dan menyebabkan diare dan HCO3 menjadi terbuang banyak. Hal ini terjadi pada kasus diare
berat. Hal ini menyebabkan HCO3 tidak dapat mengikat kelebihan H+ dalam tubuh dan
terjadilah asidosis.
Kelebihan asam-asam antara lain dapat ditemukan pada kasus diabetes melitus dimana
pembongkaran lemak menyebabkan penumpukan ion H+ sehingga menyebabkan asidosis.
Selain itu kelebihan asam antara lain juga terjadi pada olahraga berat dimana terjadi
penumpukan asam laktat dan menyebabkan peningkatan H+. Kelebihan asam-asam juga
terjadi pada kasus gagal ginjal akut maupun kronik oleh karena ketidakmampuan ginjal untuk
membuang ion H+ dari dalam tubuh dan pada akhirnya terjadi peningkatan ion H+ dalam
tubuh.
Proses kompensasi asidosis metabolik disini dilakukan oleh sistem pernapasan. Paru-
paru berusaha untuk menurunkan jumlah CO2 dengan cara melakukan pernapasan cepat dan
dangkal yang disebut napas kussmaul. Pada semua keadaan, mekanisme kompensasi adalah
melalui pernapasan kecuali pada kasus gagal ginjal. Maka dari itu, jika ada pH darah turun
disertai penurunan HCO3 dan penurunan CO2 maka dapat disimpulkan tubuh sedang berusaha
untuk mengkompensasi ketidakseimbangan pH tetapi belum terkompensasi. Jika PH darah
normal, disertai penurunan CO2 dan penurunan HCO3 maka dapat dikatakan asidosis
metabolik terkompensasi. Hal ini harus dibedakan dengan kompensasi pada alkalosis
respiratorik dengan melihat gejala klinis pada awal perjalanan penyakit.
2.) Asidosis respiratorik terkompensasi dan tidak terkompensasi
Asidosis respiratorik terjadi jika komponen respiratorik meningkat dalam tubuh.
Artinya CO2 dalam tubuh berlebihan. Bagaimana CO2 dapat meningkat kadarnya didalam
tubuh? Seperti yangg kita ketahui bahwa CO2 dibuang oleh paru-paru. Oleh sebab itu jika ada
gangguan pada sistem pernapasan sehingga paru-paru tidak bisa mengeluarkan CO2 secara
sempurna dari tubuh, maka akan terjadi peningkatan kadar CO2 dalam darah. Untuk bernapas
secara sempurna, maka ada kerjasama antara pusat pernapasan di otak, otot-otot pernapasan
(neuromuscular), dan fungsi pertukaran udara di dalam alveolus paru-paru (jaringan parenkim
paru-paru) serta lainnya. Maka dari itu dapat dikatakan, penyebab dari asidosis respiratorik
antara lain :
a. Pusat pernapasan Obat-obatan yang mendepresi pernapasan (cth obat opiat), stroke,
dan infeksi pada otak dan menyebabkan gangguan pusat pernapasan.
b. Jalan napas (airway) Obstruksi jalan napas seperti benda asing pada jalan napas,
asma oleh karena penyempitan dari saluran napas
33
c. Jaringan parenkim paru Emfisema, bronchitis, barotrauma
d. Neuromuskuler poliomielitis, miastenia, distrofi otot
e. Dan lainnya obesitas, hipoventilasi
Bagaimana CO2 dalam tubuh dapat menyebabkan asidosis? CO2 akan mengikat H2O
sehingga menyebabkan H2CO3 dan H2CO3 tersebut akan pecah menjadi H+ dan HCO3-. H+
inilah yang menyebabkan asidosis di dalam tubuh kita. Perbandingan antara ion H+ dan HCO3-
sangat berbeda jauh. Jumlah HCO3- dalam tubuh sekitar 600.000 kali dibandingkan H+,
sehingga penambahan ion HCO3- akibat reaksi di atas tidak terlalu berpengaruh terhadap
jumlah HCO3- di dalam tubuh.
Proses kompensasi asidosis respiratorik disini dilakukan oleh organ ginjal. Oleh
karena sistem pernapasan yang bermasalah, maka ginjal disini berusaha untuk
menyeimbangkan pH dengan cara meningkatkan ion HCO3 dan menghemat HCO3 dan
berusaha meningkatkan HCO3 dalam tubuh. Maka dari itu, jika ada pH darah turun disertai
kenaikan CO2 dan peningkatan HCO3 maka dapat disimpulkan tubuh sedang berusaha untuk
mengkompensasi ketidakseimbangan pH tetapi belum terkompensasi. Jika PH darah normal,
disertai kenaikan CO2 dan kenaikan HCO3 maka dapat dikatakan asidosis respiratorik
terkompensasi.
3.) Alkalosis metabolik terkompensasi dan tidak terkompensasi
Alkalosis metabolik terjadi jika komponen metabolik meningkat dalam tubuh dan juga
asam asam nonkarbonat menurun kadarnya di dalam darah. Artinya HCO3 dalam tubuh sangat
tinggi kadarnya. Bagaimana HCO3 dapat meningkat kadarnya didalam tubuh? Semua yang
menyebabkan masuknya HCO3 ke dalam tubuh dan pengeluaran yang sulit dari dalam tubuh
dapat menjadi penyebab tingginya kadar HCO3 dalam tubuh. HCO3 dapat masuk melalui
sistem pencernaan. Pada penurunan asam-asam nonkarbonat, HCO3 yang ada dalam tubuh
menumpuk akibat tidak ada asam yang diikat oleh HCO3.
HCO3 dapat meningkat kadarnya oleh karena memakan obat-obatan antasida, baking
soda. Hal ini menyebabkan keadaan alkalosis. Kekurangan asam-asam antara lain dapat
ditemukan pada kasus muntah-muntah yang berlebihan oleh karena cairan lambung banyak
mengandung ion H+. Namun pada kasus muntah-muntah yang sangat berlebihan dapat
meyebabkan asidosis juga karena cairan usus yang banyak mengandung HCO3 juga ikut
keluar sehingga terjadi asidosis metabolik.
34
Proses kompensasi alkalosis metabolik disini dilakukan oleh sistem pernapasan. Paru-
paru berusaha untuk meningkatkan jumlah CO2 dengan cara melakukan pernapasan yang
dalam. Namun, kompensasi tersebut selain oleh paru-paru juga dilakukan oleh ginjal dimana
ginjal berusaha untuk menghemat H+ dan berusaha membuang HCO3. Kompensasi ini
dilakukan dalam waktu yang berhari-hari. Maka dari itu, jika ada pH darah naik disertai
peningkatan HCO3 dan peningkatan CO2 maka dapat disimpulkan tubuh sedang berusaha
untuk mengkompensasi ketidakseimbangan pH tetapi belum terkompensasi (alkalosis
metabolik tidak terkompensasi). Jika pH darah normal, disertai peningkatan CO2 dan
peningkatan HCO3 maka dapat dikatakan alkalosis metabolik terkompensasi. Hal ini harus
dibedakan dengan kompensasi pada asidosis respiratorik dengan melihat gejala klinis pada
awal perjalanan penyakit.
4.) Alkalosis respiratorik terkompensasi dan tidak terkompensasi
Alkalosis respiratorik terjadi jika komponen respiratorik menurun jumlahnya dalam
tubuh. Artinya kadar CO2 dalam tubuh rendah. Bagaimana CO2 dapat menurun kadarnya
didalam tubuh? Sama seperti asidosis respiratorik, kadar CO2 dalam tubuh diatur oleh sistem
pernapasan. Pada saat paru-paru bernapas secara berlebihan, maka CO2 juga dikeluarkan
secara berlebihan dari dalam tubuh. Segala penyebab yang dapat mempengaruhi sistem
pernapasan menjadi meningkat akan menyebabkan CO2 dibuang secara berlebihan sehingga
kadarnya di dalam tubuh menjadi rendah. Hal-hal yang dapat menyebabkan CO2 dalam darah
menurun antara lain :
a. Stimulasi pusat sistem pernapasan Nyeri berlebihan, Ancietas,Demam, meningitis,
encephalitis, tumor, trauma
b. Hipoksemia atau hipoksia Ketinggian, pneumonia, edema pulmo, aspirasi, anemia
yang berat menyebabkan kadar O2 menjadi rendah di dalam tubuh, dan tubuh
berusaha untuk mengambil O2 yag lebih banyak sehingga menyebabkan paru-paru
bernapas lebih banyak dan sebagai akibatnya, CO2 yang dikeluarkan menjadi lebih
banyak dan CO2 menjadi rendah di dalam darah.
Bagaimana CO2 yang rendah dalam tubuh dapat menyebabkan alkalosis? CO2 di
dalam tubuh akan mengikat H2O sehingga menyebabkan H2CO3 dan H2CO3 akan pecah
menjadi H+ dan HCO3-. Jika CO2 dalam tubuh rendah, maka H+ dalam tubuh juga akan
menurun sehingga terjadi alkalosis.
35
Proses kompensasi alkalosis respiratorik disini dilakukan oleh organ ginjal. Oleh
karena sistem pernapasan yang bermasalah, maka ginjal disini berusaha untuk
menyeimbangkan pH dengan cara menurunkan ion HCO3 dan membuang HCO3 dari tubuh
dan berusaha menurunkan HCO3 dalam tubuh. Maka dari itu, jika ada pH darah naik disertai
penurunan CO2 dan penurunan HCO3 maka dapat disimpulkan tubuh sedang berusaha untuk
mengkompensasi ketidakseimbangan pH tetapi belum terkompensasi. Jika pH darah normal,
disertai penurunan CO2 dan penurunan HCO3 maka dapat dikatakan alkalosis respiratorik
terkompensasi.9
Pemeriksaan fungsi paru
GAMBAR 8 ■ Percobaan Spirometer
Sumber : Diunduh dari http://www.cvrti.utah.edu/
Spirometer digunakan untuk mengukur volume paru, antara lain volume tidal, volume
cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume), volume cadangan eksipirasi (expiratory
reserve volume, dan volume residual, serta penghitungan volume adalah untuk individu pria
dewasa. Nilai untuk wanita dewasa lebih kecil sekitar 20-25%. Sebenarnya cara kerja
spirometer cukup mudah yaitu sesorang disuruh bernafas (menarik nafas dan menghembuskan
nafas) di mana hidung orang itu ditutup.
Tabung yang berisi udara akan bergerak naik turun, sementara itu drum pencatat bergerak
putar (sesuai jarum jam) sehingga pencatat akan mencatat sesuai dengan gerak tabung yang
berisi udara.Pada waktu istirahat, spirogram menunjukkan volume udara paru-paru 500 ml.
Keadaan ini disebut tidal volume. Pada permulaan dan akhir pernafasan terdapat keadaan
reserve; akhir dari suatu inspirasi dengan suatu usaha agar mengisi paru-paru dengan udara,
udara tambahan ini disebut inspiratory reserve volume, jumlahnya sebanyak 3.000 ml.
36
Demikian pula akhir dari suatu respirasi, usaha dengan tenaga untuk mengeluarkan udara dari
paru-paru, udara ini disebut dengan expiratory reserve volume yang jumlahnya kira-kira
1.100 ml. Udara yang tertinggal setelah ekspirasi secara normal disebut fungtional residual
capacity (FRC). Seorang yang bernapas dalam keadaan baik inspirasi maupun ekspirasi,
kedua keadaan yang ekstrim ini disebut vital capacity.
Dalam keadaan normal, vital capacity sebanyak 4.500 ml Dalam keadaan apapun
paru-paru tetap mengandung udara, udara ini disebut residual volume (kira-kira 1.000 ml)
untuk orang dewasa. Untuk membuktikan adanya residual volume, penderita disuruh bernafas
dengan mencampuri udara dengan helium, kemudian dilakukan pengukuran fraksi helium
pada waktu ekspirasi. Di klinik biasanya dipergunakan spirometer. Penderita disuruh bernafas
dalam satu menit yang disebut respiratory minute volume. Maksimum volume udara yang
dapat dihirup selama 15 menit disebut maximum voluntary ventilation. Maksimum ekspirasi
setelah maksimum inspirasi sangat berguna untuk mengetes penderita emphysema dan
penyakit obstruksi jalan pernafasan. Penderita normal dapat mengeluarkan udara kira-kira
70% dari vital capacity dalam 0.5 detik.; 83% dalam satu detik; 94% dalam 2 detik; 97%
dalam 3 detik.10
GAMBAR 9 ■ SpirogramSumber : Diunduh dari http://www.auburn.edu/academic/classes/zy/561/respiration1/
37
Volume paru dan kapasitas paru ditentukan:6
1. Tidal Volume. Volume yang keluar masuk paru selama satu kali bernapas. Nilai rata –
rata pada keadaan istirahat 500ml.
2. Volume cadangan inspirasi. Violume tambahan yang dapat secara maksimal dihirup
melebihi tidal volume istirahat. VCI dihasilkan oleh kontraksi maksimum diafragma,
otot antariga eksternal, dan otot inspirasi tambahan. Nilai rata – rantanya adalah
3000ml.
3. Kapasitas inspirasi. Volume maksimum udara yang masih dapat dihirup setelah
ekspirasi normal tenang. Nilai rata – ratanya 3500ml.
4. Volume cadangan ekspirasi. Volume tambahan udara yang secara aktif dikeluarkan
oleh kontraksi maksimum melebihi udara yang dikeluarkan secara pasif pada akhir
tidal volume biasa. Nilai rata – ratanya 1000ml.
5. Volume residual. Volume minimum udara yang masih tersisa di paru bahkan setelah
ekspirasi maksimum. Nilai rata – ratanya 1200ml. Volume residual tidak dapat
langsung diukur dengan spirometer karena volume ini tidak keluar masuk paru.
6. Kapasitas residual fungsional. Volume udara di paru pada akhir ekspirasi normal.
Nilai rata – ratanya 2200ml.
7. Kapasitas vital. Volume maksimum udara yang masih dapat dikeluarkan selama satu
kali bernapas setelah inspirasi maksimum. Subyek mula – mula melakukan inspirasi
maksimum kemudian melakukan ekspirasi maksimum. Nilai rata – ratanya 4500ml.
8. Kapasitas paru total. Volume udara maksimum yang dapat ditampung oleh paru. Nilai
rata- ratanya 5700ml.
Kesimpulan
Adanya gangguan pada pernapasan baik ringan ataupun berat akan mempengaruhi
sistem pernapasan. Karena ketika ada gangguan, maka saluran pernapasan akan terganggu
sehingga jalan masuk oksigen dan jalan keluarnya karbon dioksida tidak lancar. Jika
dibiarkan, dapat berakibat fatal, yaitu tidak terjadinya pertukaran gas di paru-paru.
Gangguan pernapasan tidak hanya mengganggu saluran pernapasan, tetapi juga dapat
mengganggu faktor-faktor yang mendukung proses mekanisme pernapasan. Gangguan
38
tersebut bisa terjadi pada sistem difusi, bisa mengakibatkan ketidakseimbangan asam-basa,
bisa juga terjadi gangguan pada transpor gas di darah.
Pada kasus, pasien batuk dan sesak napas selama beberapa hari sehingga mengganggu
mekanisme pernapasannya. Sehingga dapat ditarik kesimpulan, bahwa gangguan pernapasan
(dalam hal ini batuk dan sesak napas) memiliki hubungan dengan mekanisme pernapasan dan
gangguan pernapasan tersebut dapat mempengaruhi mekanisme pernapasan (terutama
mekanisme pernapasan paru-paru).
Daftar Pustaka
1. Burkitt HG, Young B, Heath JW. Buku ajar & atlas wheater histologi fungsional. ed 3.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 1995.
2. Basmajian JV, Slonecker CE. Grant metode anatomi berorientasi pada klinik jilid
dua.ed 11. Jakarta: Binarupa Aksara; 1995.
3. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009.
4. Basmajian JV, Slonecker CE. Grant metode anatomi berorientasi pada klinik jilid
satu.ed 11. Jakarta: Binarupa Aksara; 1995.
5. Sherwood L. Fisiologi manusia; dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2012.h.411-56.
6. Sherwood L.Fisiologi manusia. Edisi ke-2.Jakarta : EGC.2001.h.434-46.
7. Mutaqqin A.Buku ajar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem
pernapasan.Jakarta : Salemba Medika.2008.h.27-8.
8. Sherwood L.Fisiologi manusia. Edisi ke-2.Jakarta : EGC.2001.h.434-46.
9. Sherwood L. Fisiologi manusia. 6th ed.Jakata: EGC, 2012. h.512.
10. Spirometer.Edisi September 2009. Diunduh dari :
http://recyclearea.wordpress.com/2009/09/27/spirometer/ .21
39