Download - MAKALAH FTM, GAGAL JANTUNG.docx
TUGAS MAKALAH FARMAKOTERAPI TERAPAN
GAGAL JANTUNG
KELOMPOK VIII/ KELAS B
DISUSUN OLEH :
Nuficho Nur Rochman., S.Farm 1420272738
Nur Fitriyana., S.farm 1420272739
Nur Kholid Darmawan., S.farm 1420272740
Nurhijrawati Nani Aman., S.Si 1420272741
Nurmawati., S.farm 1420272742
Nursirajun Ayu Pratiwi., S.Farm 1420272743
Ovikariani., S.farm 1420272744
PROGRAM STUDI APOTEKER FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal jantung adalah kondisi dimana jantung kehilangan kemampuan untuk memompa
cukup darah ke jaringan tubuh.Sebagai akibatnya, organ utama tubuh dan jaringan lainnya tidak
cukup menerima oksigen dan nutrisi untuk berfungsi dengan baik. Gagal jantung mempengaruhi
lebih dari 20 juta pasien di dunia, meningkat seiring pertambahan usia, dan mengenai pasien usia
lebih dari 65 tahun sekitar 6-10%, lebih banyak mengenai laki-laki dibandingkan dengan wanita.
Seseorang yang mengalami gagal jantung dapat mengeluh lemah, mudah lelah, apatis,
letargi, kesulitan berkonsentrasi, defisis memori, atau penurunan toleransi latihan. Gejala ini
mungkin timbul pada tingkat curah jantungrendah kronis dan merupakan keluhan utama yang
dialami seseorang. Namun gejala tidak spesifik dan sering dianggap sebagai depresi, neurosis
atau keluhan fungsional. Oleh karena itu, kondisi ini secara potensial merupakan indicator
penting penyimpang fungsi pompa yang sering tidak diperhatikan dan seseorang juga diberi
keyakinan yang tidak tepat atau diberi tranquillizer atau sediaan yang dapat menyangkut suasana
hati.
Seseorang dengan serangan jantung menderita kumpulan cairan dalam jaringan, disebut
edema. Gagal jantung diakibatkan kumpulan cairan disebut gagal jantung kongestif. Dimana
edema terjadi dalam tubuh tergantung bagian jantung yang terpengaruh gagal jantung. Untuk
sebagian besar orang, gagal jantung adalah penyakit kronis tidak dapat diobati.
Namun, ini dapat dikelola dan diobati dengan obat-obatan dan perubahan pola makan,
latihan dan kebiasaan gaya hidup. Bedah katup jantung, bedah pintas arteri koroner, alat bantu
mekanik dan transplantasi jantung dipertimbangkan pada beberapa kasus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gagal Jantung
2.1.1. Pengertian Gagal Jantung
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi dimana jantung gagal mempertahankan
sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup (Paul Wood, 1958).
Gagal jantung juga dikatakan sebagai suatu sindroma dimana fungsi jantung berhubungan
dengan penurunan toleransi latihan, insidensi aritmia yang tinggi, dan penurunan harapan hidup
(Jay Chon, 1988). Adanya gejala gagal jantung yang reversible dengan terapi, dan bukti objektif
karena adanya disfungsi jantung (European Society of Cardiology, 1995).
2.1.2. Etiologi Gagal Jantung
a. Hipertensi
b. Ischaemic heard disease
c. Alcohol
d. Hypothyroidem
e. Congenital (defek septum, atrial septal defek, ventrical septal defek)
f. Kardiomiopati (dilatasi, hipertropik, restriktif)
g. Infections
h. Nutritional
2.1.3. Patogenesis Gagal Jantung
Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan pada jantung,
otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang
kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan
terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme menunjukkan
perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada
penderita gagal jantung. Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya
pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan pada pemberian diuretik
yang akan menyebabkan hiponatremia.
Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide
vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang
bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin
meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung.
Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan
dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada
pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi
dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti
infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 %
penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal
jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolic yang timbul bersamaan meski dapat
timbul sendiri.
2.1.4. Tanda dan Gejala Gagal Jantung
2.1.4.1. Menurut Klasifikasi New York Heart Association (Functional Classification)
1. Kelas I
Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktififtas fisik. Aktifitas sehari – hari tidak
menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
2. Kelas II
Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istirahat, namun aktifitas
fisik sehari – hari menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
3. Kelas III
Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat istirahat, tetapi
aktifitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
4. Kelas IV
Tidak dapat melakukan aktifitas fisik tanpa keluhan. Terdapat gejala saat istirahat,
keluhan meningkat saat melakukan aktivitas.
2.1.4.2. American College of Cardiology/ American Heart Association (Heart Failure
Staging)
1. Stadium A
Memiliki resiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal jantung. Tidak terdapat
ganguan structural atau fungsional jantung, tidak terdapat tanda atau gejala
2. Stadium B
Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan dengan perkembangan
gagal jantung. Tidak terdapat tanda atau gejala
3. Stadium C
Gagal jantung yang asimptomatis berhubungan dengan penyakit struktural jantung
yang mendasari
4. Stadium D
Penyakit struktural jantung yang lanjut serta gejala gagal jantung yang sangat
bermakna saat istirahat walaupun sudah mendapat terapi medis maksimal
2.1.5. Diagnosis Gagal Jantung
1. Pemeriksaan Fisik
a. Gejala dan tanda sesak nafas
b. Edema paru
c. Peningkatan JVP
d. Hepatomegali
e. Edema tungkai
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik
(CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis. Kardiomegali dapat
disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH, atau kadang oleh efusi
perikard. Derajat kardiomegali tidak berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri.
b. Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebaigian besar pasien
(80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertropi LV, gangguan konduksi,
aritmia.
c. Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan klinis gagal jantung.
Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan diastolik), dan abnormalitas
gerakan dinding dapat dinilai dan penyakit katub jantung dapat disinggirkan.
d. Tes darah dirkomendasikan untuk menyinggirkan anemia dan menilai fungsi ginjal
sebelum terapi di mulai. Disfungsi tiroid dapat menyebabkan gagal jantung sehingga
pemeriksaan fungsi tiroid harus selalu dilakukan.
e. Pencitraan radionuklida menyediakan metode lain untuk menilai fungsi ventrikel dan
sangat berguna ketika citra yang memadai dari ekokardiografi sulit diperoleh.
Pemindahan perfusi dapat membantu dalam menilai fungsional penyakit jantung
koroner.
2.1.6. Algoritma terapi gagal jantung
2.1.7. Penatalaksanaan Gagal Jantung
1. Terapi Umum dan Faktor Gaya Hidup
a. Aktifitas yang sesuai menurunkan tonus simpatik, mendorong penurunan berat badan,
dan memperbaiki gejala dan toleransi aktivitas pada gagal jantung terkompensasi dan
stabil.
b. Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan afterload RV, dan memperbaiki aliran
darah paru.
c. Merokok cenderung menurunkan curah jantung, meningkatkan denyut jantung, dan
meningkatkan resistensi vascular sistemik dan pulmonal dan harus dihentikan.
2. Terapi obat-obatan
a. Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan pengeluaran
air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung. Diuterik yang sering digunakan
golongan diuterik loop dan thiazide.
Diuretik Loop (bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi natrium dan cairan ginjal
dengan tempat kerja pada ansa henle asenden, namun efeknya bila diberikan secara oral
dapat menghilangkan pada gagal jantung berat karena absorbs usus. Diuretik ini
menyebabkan hiperurisemia.
Diuretik Thiazide (bendroflumetiazid, klorotiazid, hidroklorotiazid, mefrusid,
metolazon). Menghambat reabsorbsi garam di tubulus distal dan membantu reabsorbsi
kalsium. Diuretik ini kurang efektif dibandingkan dengan diuretic loop dan sangat tidak
efektif bila laju filtrasi glomerulus turun dibawah 30%. Penggunaan kombinasi diuretic
loop dengan diuretic thiazude bersifat sinergis. Tiazide memiliki efek vasodilatasi
langsung pada arterior perifer dan dapat menyebabkan intoleransi karbohidrat.
b. Digoksin, pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham menemukan
penggunaan ekstrak foxglove (Digitalis purpurea). Glikosida seperti digoksin
meningkatkan kontraksi miokard yang menghasilkan inotropisme positif yaitu
memeperkuat kontraksi jantung, hingga volume pukulan, volume menit dan dieresis
diperbesar serta jantung yang membesar menjadi mengecil. Digoksin tidak
meneyebabkan perubahan curah jantung pada subjek normal karena curah jantung
ditentukan tidak hanya oleh kontraktilitas namun juga oleh beban dan denyut jantung.
Pada gagal jantung, digoksin dapat memperbaiki kontraktilitas dan menghilangkan
mekanisme kompensasi sekunder yang dapat menyebabkan gejala.
c. Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding ventrikel, yang
merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard, menurunkan konsumsi
oksigen miokard dan meningkatkan curah jantung. Vasodilator dapat bekerja pada system
vena (nitrat) atau arteri (hidralazin) atau memiliki efek campuran vasodilator dan dilator
arteri (penghambat ACE, antagonis reseptor angiotensin, prazosin dan nitroprusida).
Vasodilator menurukan prelod pada pasien yang memakan diuterik dosis tinggi, dapat
menurunkan curah jantung dan menyebabkan hipotensi postural. Namun pada gagal
jantung kronis, penurunan tekanan pengisian yang menguntungkan biasanya
mengimbangi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Pada gagal jantung sedang
atau berat, vasodilator arteri juga dapat menurunkan tekanan darah.
d. Beta Blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol). Penyekat beta adrenoreseptor biasanya
dihindari pada gagal jantung karena kerja inotropik negatifnya. Namun, stimulasi
simpatik jangka panjang yang terjadi pada gagal jantung menyebabkan regulasi turun
pada reseptor beta jantung. Dengan memblok paling tidak beberapa aktivitas simpatik,
penyekat beta dapat meningkatkan densitas reseptor beta dan menghasilkan sensitivitas
jantung yang lebih tinggi terhadap simulasi inotropik katekolamin dalam sirkulasi. Juga
mengurangi aritmia dan iskemi miokard. Penggunaan terbaru dari metoprolol dan
bisoprolol adalah sebagai obat tambahan dari diuretic dan ACE-blokers pada
dekompensasi tak berat. Obat-obatan tersebut dapat mencegah memburuknya kondisi
serta memeperbaiki gejala dan keadaan fungsional. Efek ini bertentangan dengan khasiat
inotrop negatifnya, sehingga perlu dipergunakan dengan hati-hati.
e. Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah dengan jalan
menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini digunakan pada keadaan
dimana terdapat kecenderungan darah untuk memebeku yang meningkat, misalnya pada
trombosis. Pada trobosis koroner (infark), sebagian obat jantung menjadi mati karena
penyaluran darah kebagian ini terhalang oleh tromus disalah satu cabangnya. Obat-obatan
ini sangat penting untuk meningkatkan harapan hidup penderita.
f. Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan jalan
menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung. Kerjanya berdasarkan penurunan
frekuensi jantung. Pada umumnya obat-obatn ini sedikit banyak juga mengurangi daya
kontraksinya. Perlu pula diperhatikan bahwa obat-obatan ini juga dapat memeperparah
atau justru menimbulkan aritmia. Obat antiaritmia memepertahankan irama sinus pada
gagal jantung memberikan keuntungan simtomatik, dan amiodaron merupakan obat yang
paling efektif dalam mencegah AF dan memperbaiki kesempatan keberhasilan
kardioversi bila AF tetap ada.
2.1.8. Obat – Obat yang Bisa Memperburuk Kondisi Gagal Jantung
1. Obat anti-inflamasi (NSAID, termasuk selektif siklooksigenase-2 inhibitor)
a. Retensi Na dan retensi air.
b. Mengurangi respon diuretik.
2. Kortikosteroid: retensi Na dan retensi air.
3. Kelas I dan III agen antiarrhythmic (kecuali untuk amiodarone dan dofetilide)
a. Aktivitas inotropik negative
b. Efek proarrhythmic
c. Amiodarone dan dofetilide telah terbukti aman pada pasien dengan HF.
d. Hindari dronedarone
4. Calcium channel blockers (kecuali untuk amlodipine dan felodipine)
a. Aktivitas inotropik negative
b. Aktivasi neurohormonal
c. Amlodipine dan felodipin telah terbukti aman pada pasien dengan HF.
5. Minoxidil
a. Retensi cairan
b. Stimulasi sistem renin-angiotensin-aldosteron
6. Thiazolidinediones: Retensi cairan (Diabetes Care 2004; 27:256-63)
7. Metformin: Peningkatan risiko asidosis laktat
8. Amfetamin (misalnya, methylphenidate)
a. α-dan aktivitas β-agonis, takikardia
b. Atrium dan ventrikel aritmia
9. Cilostazol: Penghambatan phosphodiesterase III, menyebabkan peningkatan aritmia
ventrikel
10. Itrakonazol: Aktivitas inotropik negative
11. Pregabalin
a. Edema ekstrimitas bawah, HF eksaserbasi
b. Penghambatan saluran kalsium
12. Anagrelide
2.1.9. Target Terapi Pasien Gagal Jantung Akut Dan Kronis.
a. Target terapi gagal jantung kronik
Meminimalisir hingga menghilangnya gejala, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi
angka rawat inap, memperlambat peningkatan keparahan penyakit, serta memperpanjang
ketahanan. Prinsip manajemen terapi juga meliputi pengurangan beban kerja jantung,
meningkatkan kinerja memompa jantung (kontraktilitas), dan juga mengontrol
penggunaan garam.
b. Terapi Umum gagal ginjal akut
Terapi umum pada gagal jantung akut ditujukan untuk mengatasi infeksi, gangguan
metabolik (diabetes mellitus), keadaan katabolik yang tidak seimbang antara nitrogen dan
kalori yang negatif, serta gagal ginjal, meningkatkan kekuatan otot jantung, menurunkan
resistensi perifer, mengurangi overload cairan, meminimalisir gejala, memperlambat
kegagalan jantung, meningkatkan kwalitas dan harapan hidup pasien.
2.2. Kasus
BE is a 62-year-old female with a history of known coronary artery disease and type 2
diabetes mellitus who presents for a belated follow-up clinic visit (her last visit was 2 years ago).
She states that she used to be able to walk over one-half mile (0.8 km) and two flights of stairs
before experiencing chest pain and becoming short of breath. Since her last visit, she has had
increasing symptoms and has now progressed to shortness of breath (SOB) with walking only
half a block and doing chores around the house. She also notes her ankles are always swollen and
her shoes no longer fit, therefore she only wears slippers. Additionally, her appetite is decreased,
and she often feels bloated. She also feels full after eating only a few bites of each meal.
Medical history : Type 2 diabetes mellitus × 15 years, Coronary artery disease × 10 years (MIs in
1999 and 2002), Tobacco use, History of back surgery in 2001
Medications: Diltiazem CD 240 mg once daily
Nitroglycerin 0.4 mg sublingual (SL) as needed (last use yesterday after showering)
Ibuprofen 600 mg twice daily for arthritis pain
Vitamin B12 once daily
Multivitamin daily
Aspirin 325 mg once daily
No known drug allergies
Family History: Significant for early heart disease in father (MI at age 53)
Social History: She is disabled from a previous accident; she is married, has 6 children, and runs
her own business; she does not drink alcohol and smokes one to two packs of cigarettes per day.
Physical Examination: Blood pressure 126/70 mm Hg, pulse 60 bpm and regular, respiratory rate
16/minute, Ht 5’8’’ (173 cm), Wt 251 lb (114 kg), body mass index (BMI): 38.2 kg/m2
Lungs are clear to auscultation with a prolonged expiratory phase; rales are present bilaterally
CV: Regular rate and rhythm with normal S1 and S2; there is an S3 and a soft S4 present; there
is a 2/6 systolic ejection murmur heard best at the left lower sternal border; point of maximal
impulse is within normal limits at the midclavicular line; there is no JVD
Abd: Soft, non-tender, and bowel sounds are present; 2+ pitting edema of extremities extending
to below the knees is observed
Chest x-ray: Bilateral pleural effusions and cardiomegaly
Echocardiogram: EF = 35%
Laboratory Values :
Hct: 41.1% WBC: 5.3 × 103/μL (5.3 × 109/L)
Sodium: 132 mEq/L (132 mmol/L) Potassium: 3.2 mEq/L (3.2 mmol/L)
Bicarb: 30 mEq/L (30 mmol/L) Chloride: 90 mEq/L (90 mmol/L)
Magnesium: 1.5 mEq/L (0.8 mmol/L) Fasting blood sugar: 120 mg/Dl (6.7 mmol/L)
Uric acid: 8 mg/dL (476 μmol/L) Blood urea nitrogen (BUN): 40 mg/dL (14 mmol/L)
SCr: 0.8 mg/dL (71 μmol/L) Alk Phos: 120 IU/L (2 μKat/L)
Aspartate aminotransferase: 100 IU/L (1.7 μKat/L)
2.2.1. Soal dan Jawaban
1. Pengujian laboratorium atau tes diagnosis lain apa yang di butuhkan untuk menilai kondisi
BE?
a. EKG: menunjukkan berbagai kelainan termasuk akut ST-T- gelombang perubahan dari
iskemia miokard fibrilasi, adtrium, bradikardia dan hipertrofi ventrikel kiri.
b. Serum Kreatinin: dapat di tingkatkan karena hipoperfusi, sudah ada disfungsi ginjal dapat
berkonribusi over lood volume.
c. Tes Darah Lengkap: berguna untuk menentukan apakah gagal jantung karena
berkurangnya oksigen pembawa kapasitas.
d. Chest X-ray: berguna untuk mendeteksi pembesaran jantung, edema paru, dan efusi pleura
2. Klasifikasi tingkat gagal jantung BE menurut NYHA dan ACC/AHA?
a. Klasifikasi gagal jantung menurut NYHA:
Kelas III
Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat istirahat, tetapi aktifitas
fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
b. Klasifikasi gagal jantung menurut ACC/AHA:
Stadium C
Gagal jantung yang asimptomatis berhubungan dengan penyakit struktural jantung yang
mendasari.
3. Identifikasi faktor yang menyebabkan memburuknya gagal jantung BE!
a. Merokok
b. Obat ibuprofen (menghambat cox 1 yang menyebabkan retensi cairan)
c. Diltiazem (Ca antagonis) yang mempunyai efek ionotropik sehingga menurunkan
kontraksi otot jantung.
4. Tujuan terapi untuk BE?
a. Meminimalkan bahaya dan gejala
b. Menurunkan berat badan
c. Menghindari fakor-faktor yang memperburuk gagal jantung
d. Berdasarkan JNC 7 membuktikan bahwa Beta Bloker terutama Bisoprolol, carvedirol
terbukti bermanfaat untuk pengobatan gagal jantung dalam kombinasi dengan ACEI
5. Berdasarkan informasi yang di sajikan, dan penilaian berbasis masalah, anda membuat
rencana perawatan untuk gagal jantung BE itu. Rencana Anda harus mencakup:
a. Pilihan pengobatan non farmakologis buat pasien BE yaitu:
- perubahan gaya hidup
- Pembedahan
b. Rencana pengobatan akut dan kronis untuk mengatasi penyakit pasien BE, serta gejala
dan mencegah kerusakan penyakit yaitu :
ya
Ya
Stage C
Inisiasi dan titrasi inhibitor ACE dan ditambah digoxin*
Overload clinical volume
Inisiasi dan titrasi digoxin Perbaikan gejala
Pemantauan, pertimbangan penambahan Spironolakton
Spironolakton, penambahan ARB rawat inap pada kondisi parah
Overload volume yang persisten
Terapi diuretik secara agresif (dipertimbangkan kombinasi diuretik jerat
henle dan tiazid)
- Jantung stabil- Udem hilang
- Bengkak hilang
Y Terapi ACEI ditambah
B-Bloker
* Jika belum menerima terapi ini untuk indikasi infark jantung, disfungsi ventrikel kiri atau indikasi lain.
Y
c. Rencana monitoring untuk perawatan akut dan kronis yaitu :
- Berhenti merokok
- Turunkan berat badan
- Hindari alkohol
- Hindari atau batasi kafein
- Kurangi lemak, kurangi garam
- Kurangi stress
- Cermati gejala dan berat badan, jika terjadi perubahan
- Kunjungi dokter
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari uraian materi dan pembahasan tentang penyakit gagal jantung serta
penyakit yang dialami oleh pasien BE yang berumur 62 tahun, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Penyakit gagal jantung adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh ketidakmampuan
jantung dalam memompa darah pada jumlah yang cukup bagi kebutuhan metabolisme
tubuh. Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya
pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan / atau kontraktilitas miokardial
(disfungsi sistolik).
2. Dilihat dari tingkatan gejala dan tanda – tanda penyakit pada pasien BE, maka tingkatan
Klasifikasi penyakit gagal jantung menurut NYHA dan ACC / AHA adalah kelas III dan
Stadium C.
3. Obat yang memperburuk keadaan pasien BE selama terapi adalah obat ibuprofen dan
obat diltiazem (Ca antagonis).
4. Obat terapi yang diberikan kepada pasien BE denga melihat keluhan serta gejala pada
pasien adalah pemberian obat ACEI dan obat diuretik (untuk terapi udem dan bengkak
kaki), setelah udem dan bengkak kaki hilang serta jantung stabil maka terapi selanjutnya
diberikan obat kombinasi obat ACEI dan obat Beta bloker.
5. Perhatikan pola hidup sehat, hindari alkohol dan berhenti merokok.
DAFTAR PUSTAKA
1. Elin Yulinah Sukandar.,Prof.Dr.Apt, dkk,. ISO Farmakoterapi. 2009, PT. ISFI
(Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia), Jakarta.
2. Dipiro, Joseph T. et al,. Pharmacotheraphy Handbook, Sixth Edition. 2006, Mcg raw
Hill Companies, Inc, New York, USA.
3. Amerian College of Clinical Pharmacy,. Pharmacotheraphy Review Program For
Advanced Clinical Pharmacy Practice. United States of American, Lenexa, Kansas.
4. Www///Wikipedia.org/wiki/gagal_Jantung.
5. Www.Singhealt.com.sg/Patient_care/Overseas-Referral .
6. Www. Prodia.co.id/Penyakit- dan – diagnose/Gagal-jantung.