Download - Makalah blok 26 - SBS
SICK BUILDING SYNDROME (SBS)
FRANS HERRIN / 10-2009-071
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510
Email: [email protected]
Abstrak
Perkembangan pembangunan ke arah industrialisasi dapat membawa berbagai resiko yang
mempengaruhi para pekerja dan keluarganya. Resiko tersebut adalah kemungkinan terjadinya
penyakit akibat kerja (occupational disease), penyakit akibat hubungan kerja (work related
disease) dan kecelakaan akibat kerja yang dapat menimbulkan kecacatan bahkan kematian.
Dua puluh tahun belakangan ini di dunia banyak sekali dibangun gedung-gedung bertingkat
tertutup rapat lengkap dengan ventilasi udara yang tergantung sepenuhnya pada berbagai
mesin, seperti kantor atau perkantoran yang merupakan salah satu tempat kerja yang
menggunakan ventilasi dengan sistem Air Conditioner (AC). Hal tersebut menyebabkan
polusi, terutama polusi udara yang diakibatkan ventilasi sistem AC mempunyai sirkulasi
udara sendiri, sehingga akan mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan. Salah satu
fenomena gangguan kesehatan yang berkaitan dengan kualitas udara adalah sick building
sindrome (SBS). SBS merupakan penyakit akibat polusi di ruangan tertutup yang menggangu
saluran pernafasan. SBS berkaitan dengan lingkungan khususnya kualitas udara di dalam
gedung.1,2
Kata kunci : Sick Building Syndrome, Occupational Disease, Gedung, Work Related Disease
Skenario
A, seorang perempuan berusia 30 tahun, datang ke klinik anda dengan keluhan utama batuk
pilek berulang sejak 3 minggu yang lalu. Ini adalah kedatangannya yang ke-3 ke dokter;
kunjungan pertama dan kedua ke dokter B, tetapi kambuh lagi pada hal sudah mendapat
antibiotik untuk keluhan yang sama. Keluhan lain yang dialami adalah demam yang hilang
timbul, mata seing panas, mual, nyeri di seluruh badan dan kadang-kadang gatal, sejak 3
minggu yang lalu juga. A bekerja sebagai karyawati bagian admistrasi, di gedung X lantai 5,
di Jalan Sudirman, Jakarta. A sudah bekerja selama 1 tahun, jam kerja pukul 08.00-17.00 dan
1
banyak bekerja di depan komputer. A baru lulus dan langsung bekerja disini, serta tidak
mempunyai riwayat alergi. Beberapa orang di tempat kerja ini mengalami hal serupa A.
Anamnesis
Pada anamnesis, ditanyakan nama, umur, jenis kelamin, keluhan utama, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat sosial, riwayat keluarga, dan riwayat obat
Keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pasien batuk pilek berulang sejak 3 minggu yang lalu. Keluhan lain demam
hilang timbul, mata sering panas, mual, nyeri diseluruh badan, kadang gatal-gatal, hal ini
berlangsung sejak 3 minggu yang lalu. Ditanyakan frekuensi batuk, apakah disertai dahak
atau tidak, ada sesak nafas atau tidak, sekret hidung berwarna apa dan kekentalannya
bagaimana. Kemudian tanyakan sifat demamnya bagaimana, apakah hilang timbul atau terus
menerus. Untuk mata yang panas tanyakan kapan mata terasa panas, apakah ada penurun
visus, apakah disertai mata merah. Untuk mual ditanyakan apakah riwayat sakit lambung
sebelumnya, mualnya kapan, apakah disertai muntah, ataukah pasien sedang stress. Untuk
nyeri diseluruh badan tanyakan apakah lebih sakit dibagian tertentu, sakitnya kapan,
bagaimana karakter nyeri. Untuk gatal-gatal tanyakan lokasi dan sifat dari gatal.
Riwayat penyakit dahulu
Ditanyakan onset keluhan sejak kapan, apakah baru pertama kali atau sudah berulang kali,
dan apakah pernah berobat untuk penyakit seperti ini, apakah pernah sembuh dan kambuh
kembali. Ditanyakan juga apakah ada riwayat alergi obat atau makanan.
Riwayat pekerjaan dan sosial
Tanyakan apa pekerjaannya, sudah berapa lama pasien bekerja di tempat kerjanya, berapa
lama dalam sehari jam kerjanya, bekerja di bagian apa, kondisi tempat kerjanya, kondisi
rekan kerja, hubungan dengan atasan dan rekan kerja, tanyakan apakah ada stress waktu
bekerja, apakah ada pekerjaan sampingan, apakah kondisi pasien lebih baik saat tidak
bekerja, serta tanyakan hobi dan kebiasaan pasien. Jangan lupa juga tanyakan pekerjaan
pasien yang sebelumnya.
2
Riwayat keluarga dan pengobatan
Ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang mempunyai penyakit dengan gejala yang sama
dan bagaimana keadaannya. Ditanyakan apakah merasa membaik setalah minum obat dari
dokter, serta tanyakan apakah ada mengonsumsi obat-obatan untuk suatu penyakit tertentu,
sudah berapa lama mengonsumsi obat itu, dan apakah obat dikonsumsi rutin.
Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital
Untuk pemeriksaan fisik yang biasa kita lakukan pertama kali adalah mengukur tanda-tanda
vital pasien. Berikut tabel tentang nilai normal tanda-tanda vital.
Table 1. Pemeriksaaan tanda-tanda vital yang dilakukan
Pemeriksaan Normal
Suhu tubuh 36°C-37°C
Frekuensi nadi 70-80 x/menit
Tekanan darah 120/80 mmHg
Frukensi pernapasan 12-20 /menit
Inspeksi
Pada pemeriksaan inspeksi yang dilakukan adalah mengamati keadaan pasien apakah pasien
tampak pucat, somnolen, atau biasa saja. Perlu diperhatikan juga bentuk thoraks dan gerakan
napas, cek frekuensi, kedalaman dan upaya bernapas, dengarkan pernapasan pasien dan
retraksi saat inspirasi.
Palpasi
Palpasi kita ntuk mengetahui area nyeri tekan, abnormalitas yang terlihat dan ekspansi dada,
serta lakukan fremitus taktil.
3
Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengetahui keadaan organ-organ di dalam tubuh. Pada saat
melakukan perkusi dapat terdengar bunyi pekak, redup, sonor, hipersonor dan timpani, ini
tergantung dengan jaringan apa yang diperkusi.
Auskultasi
Pada auskultasi yang dilakukan adalah mendengarkan suara secara kualitatif maupun
kuantitatif yang ditimbulkan oleh jantung, paru-paru dan usus.
Pemeriksaan penunjang
Cek darah lengkap 3
Untuk pemeriksaan ini yang perlu diperhatikan adalah nilai leukosit. Peningkatan jumlah
leukosit menunjukkan adanya proses infeksi atau radang akut (pneumonia, tuberculosis,
apendisitis) ataupun karena obat-obatan (aspirin, alopurinol, kanamisin, streptomisin). Nilai
normal leukosit untuk orang dewasa adalah 5000-10.000/mm3.
Cek sputum
Pengeluaran sputum merupakan usaha normal untuk membersihakn traktus bronkopneumonal
karena adanya infeksi bakterial pada saluran napas. Bahan sputum terbaik yang diperiksa
adalah sputum pagi setelah bangun tidur, sesudah kumur dan gosok gigi, sehingga sputum
tidak bercampur dengan ludah. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari infeksi parasit paru.
Foto rontgen paru
Pemeriksaan rontgen paru dalam ukuran besar yang berkualitas baik penting dilakukan,
khususnya dalam menegakkan diagnosis asbestosis dan silikosis tahap awal. Pekerja terpajan
asbes dapat menunjukkan adanya penebalan pleura atau kalsifikasi atau efusi misalnya
penumpulan sudut kostofrenikus. Dapat juga terlihat gambaran “shaggy heart” (jantung yang
berbulu kasar).
4
Pemeriksaan tempat kerja
Sirkulasi udara
Kantor yang bertingkat biasanya menggunakan Air Conditioner (AC) sebagai pendingin
udara untuk kenyamanan karyawan sehingga meningkatkan efisiensi kerja karyawan. Namun
AC juga dapat menimbulkan penyakit jika tidak dibersihkan secara teratur karena bisa
mencemari udara ruang kerja.
Kebersihan ruang kerja
Yang perlu diperhatikan berapa sering ruang kerja dibersihkan dalam seminggu. Perhatikan
juga apakah ruangan baru saja atau sedang direnovasi.
Diagnosis kerja2,4
Istilah sindrom gedung sakit (sick building syndrome) pertama dikenalkan oleh para ahli di
negara Skandinavia di awal tahun 1980-an. Istilah SBS dikenal juga dengan TBS (tigh
building syndrome) atau nonspecific building-related symptoms (BRS), karena sindrom ini
umumnya dijumpai dalam ruangan gedung-gedung pencakar langit. Namun dari penelitian
tahun 1978-1988 oleh NIOSH (national institute for occupational safety and health)
ditemukan pada gedung-gedung biasa dengan karakteristik kualitas udara yang buruk. EPA
(environmental protection agency of America) mendefinisikan SBS merupakan istilah
untuk menguraikan situasi dimana penghuni gedung atau bangunan mengalami gangguan
kesehatan akut dan efek timbul saat berada dalam bangunan, tetapi tidak ada penyebab yang
spesifik. Menurut Tjandra Yoga Aditama istilah SBS mengandung dua maksud yaitu:
1) kumpulan gejala (sindroma) yang dikeluhkan seseorang atau sekelompok orang
meliputi perasaan-perasaan tidak spesifik yang mengganggu kesehatan berkaitan
dengan kondisi gedung tertentu, dan
2) kondisi gedung tertentu berkaitan dengan keluhan atau gangguan kesehatan tidak
spesifik yang dialami penghuninya, sehingga dikatakan “gedung yang sakit” .
SBS menurut Juli Soemirat Slamet yang dikutip oleh G. Sujayanto adalah gejala-gejala
gangguan kesehatan, umumnya berkaitan dengan saluran pernafasan. Sekumpulan gejala ini
dihadapi oleh orang yang bekerja di gedung atau di rumah yang ventilasinya tidak
direncanakan dengan baik. Sedangkan menurut Alan Hedge, SBS merupakan kategori
5
penyakit umum yang berkaitan dengan beberapa aspek fisik sebuah gedung dan selalu
berhubungan dengan sistem ventilasi.
Diagnosis banding5
Legionella pneumophila pertama kali ditemukan pada tahun 1976 dan selanjutnya
diidentifikasi sebagai penyebab dari beberapa wabah pneumonia terdahulu (penyakit
Legionnaire) dan penyakit serupa influenza (demam Pontiac). Lebih dari 30 spesies
Legionella lainnya telah diidentifikasi, 16 diantaranya dapat menyebabkan penyakit
pernafasan serupa yang disebut legionellosis. Legionella pneumophila merupakan organisme
air yang penyebarannya luas dan terjadi secara alami. Ditularkan melalui udara oleh droplet
air; sumber-sumber yang mungkin termasuk sistem pendingin ruangan, sistem pemanas air,
pelembab udara, dan pancuran air.
Legionella pneumophila sulit dibedakan dengan penyebab lain pneumonia yang didapat
dikomunitas. Beberapa hal berikut menunjang penyakit Legionnaire:
- Gejala berat menyerupai influenza (80%) dengan demam, kaku otot, mialgia, dan
nyeri kepala.
- Adanya gejala ekstrapulmonal yang menonjol (35%), seperti diare, nyeri
abdomen, hematuria, dan konfusi.
- Berkembangnya gejala dada seperti batuk kering dan dispnea. Hemoptisis, nyeri
dada, dan batuk produktif dapat terjadi kemudian.
- Pada pemeriksaan fisik didapatkan toksisitas sistemik, bradikardia relatif,
takipnea, dan krepitasi pada auskultasi.
Pajanan yang mungkin
Pajanan yang mungkin pada kasus ini antara lain:
1. Biologis
Pajanan biologis yang mungkin berhubungan dengan SBS adalah status gizi,
sistem kekebalan tubuh (imunologik), serta virus, kuman, dan jamur yang ada
dalam ruangan kerja.
6
2. Fisik
Pajanan fisik yang mungkin berhubungan dengan SBS adalah kondisi tempat
kerja (suhu, radiasi, cahaya dan bising).
3. Kimia
Pajanan kimia yang mungkin berhubungan dengan SBS adalah sirkulasi udara dan
polusi udara dari dalam ruangan maupun dari luar.
4. Ergonomis
Pajanan ergonomis yang berhubungan dengan SBS adalah bentuk meja dan kursi
kerja, posisi saat bekerja, serta desain tangga kantor.
5. Psikologis
Pajanan psikologis yang berhubungan dengan SBS adalah jam kerja dalam sehari,
beban pekerjaan dalam sehari, hubungan dengan atasan serta rekan kerja.
Hubungan pajanan dengan penyakit
Tabel 2. Kemungkinan hubungan pajanan dengan penyakit.
Jenis pajanan Pajanan yang mungkin di alamin
Biologis Status gizi Jenis makanan yang dimakan
kurang memenuhi gizi
seimbang, jam makan yang
tidak teratur
Imunologik Kondisi kesehatan yang tidak
fit
Kuman, virus, dan jamur Ruangan yang jarang
dibersihkan, banyak debu di
sekitar meja kerja
Fisik Suhu Terlalu panas atau dingin
7
Radiasi Layar computer yang tidak
diberi antiradiasi, cahaya dari
mesin fotokopi
Cahaya Terlalu silau, remang-remang
Kebisingan Jumlah pekerja dalam satu
ruangan yang terlalu banyak
Kimia Sirkulasi udara Ventilasi yang tidak adekuat
Polusi udara dari dalam dan
luar ruangan
Asap rokok, volatile organic
compounds
Ergonomis Model meja dan kursi kerja Yang tidak sesuai standar
Posisi saat bekerja Yang tidak benar
Desain tangga Yang tidak sesuai standar
Psikologis Jam kerja dalam sehari Maksimal 8 jam sehari
Beban pekerjaan dalam
sehari
Tugas yang menumpuk
Hubungan dengan atasan
serta rekan kerja
Kurang harmonis
Patofisiologis2,4,6
Lingkungan kerja perkantoran meliputi semua ruangan, halaman dan area sekelilingnya yang
merupakan bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja untuk kegiatan perkantoran.
Lingkungan kerja perkantoran biasanya disebut secara berbeda dari pabrik. Fenomena SBS
berkaitan dengan kondisi gedung, terutama rendahnya kualitas udara ruangan. Berbagai
bahan pencemar (kontaminan) dapat mengganggu lingkungan udara dalam gedung (indoor
air environment) melalui empat mekanisme utama, yaitu:
(1) gangguan sistem kekebalan tubuh (imunologik );
(2) terjadinya infeksi;
8
(3) bahan pencemar yang bersifat racun (toksik);
(4) bahan pencemar yang mengiritasi dan menimbulkan gangguan kesehatan.
Gangguan sistem kekebalan tubuh dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi. Konsumsi zat gizi
yang baik akan memperbaiki status gizi, sehingga meningkatkan ketahanan fisik dan
meningkatkan produktivitas kerja, di samping membantu mengurangi infeksi. Sedangkan
bahan kimia yang bersifat racun (toksik) lebih banyak diserap oleh orang usia muda dan tua
dibanding pada orang dewasa. Biasanya sulit untuk menemukan suatu penyebab tunggal dari
SBS. Menurut London Hazards Centre, penyebab utama SBS adalah bahan kimia yang
digunakan manusia, jamur pada sirkulasi udara serta faktor fisik seperti kelembaban, suhu
dan aliran udara dalam ruangan, sehingga semakin lama orang tinggal dalam sebuah gedung
yang sakit akan mudah menderita SBS. Ventilasi yang tidak adekuat meliputi kurangnya
udara segar yang masuk kedalam ruangan gedung, distribusi udara yang tidak merata dan
buruknya perawatan sarana ventilasi.
Sedangkan menurut EPA, penyebab SBS sebagai berikut.
1) Ventilasi tidak cukup standar
Ventilasi pada sebuah gedung yaitu kira-kira 15 kaki berbentuk kubus sehingga udara
luar dapat masuk dan menyegarkan penghuni di dalamnya, terutama tidak semata-
mata untuk melemahkan dan memindahkan bau. Dengan ventilasi yang tidak cukup
standar, maka proses pengaturan suhu tidak secara efektif mendistribusikan udara
pada penghuni ruangan sehingga menjadi faktor pemicu timbulnya SBS.
2) Zat pencemar kimia bersumber dari dalam ruangan polusi udara dalam ruangan.
Bersumber dari dalam ruangan itu sendiri, seperti bahan pembersih karpet, mesin
fotokopi, tembakau dan termasuk formaldehid.
3) Zat pencemar kimia bersumber dari luar gedung
Udara luar yang masuk pada suatu bangunan bisa merupakan suatu sumber polusi
udara dalam gedung, seperti pengotor dari kendaraan bermotor, pipa ledeng lubang
angin dan semua bentuk partikel baik padat maupun cair yang dapat masuk melalui
lubang angin atau jendela dekat sumber polutan. Bahan-bahan polutan yang mungkin
ada dalam ruangan dapat berupa gas karbon monoksida, nitrogendioksida dan
berbagai bahan organik.
9
Epidemiologi2
Dua puluh tahun belakangan ini di dunia banyak sekali dibangun gedung-gedung bertingkat
tertutup rapat lengkap dengan ventilasi udara yang tergantung sepenuhnya pada berbagai
mesin, seperti kantor atau perkantoran yang merupakansalah satu tempat kerja yang
menggunakan ventilasi dengan sistem Air Conditioner (AC). Hal tersebut menyebabkan
polusi, terutama polusi udara yang diakibatkan ventilasi sistem AC mempunyai sirkulasi
udara sendiri, sehingga akan mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan. Menurut Kepala
Badan Kependudukan Nasional (Baknas), diseluruh dunia diperkirakan 2,7 juta jiwa
meninggal akibat polusi udara, 2,2 juta diantaranya akibat indoor pollution atau polusi udara
di dalam ruangan. Padahal 70-80 persen sebagian besar waktu manusia dihabiskan di
dalamnruangan. Secara konsisten EPA mengurutkan polusi dalam ruangan sebagai urutan
lima besar resiko lingkungan pada kesehatan umum.
Gejala klinik4,6,7
Pada umumnya gejala dan gangguan SBS berupa penyakit yang tidak spesifik, tetapi
menunjukan pada standar tertentu, misal berapa kali seseorang dalam jangka waktu tertentu
menderita gangguan saluran pernafasan. Keluhan itu hanya dirasakan pada saat bekerja
digedung dan menghilang secara wajar pada akhir minggu atau hari libur, keluhan tersebut
lebih sering dan lebih bermasalah pada individu yang mengalami perasaan stress, kurang
diperhatikan dan kurang mampu dalam mengubah situasi pekerjaannya.
Keluhan SBS antara lain sakit kepala, iritasi mata, iritasi hidung, iritasitenggorokan, batuk
kering, kulit kering atau iritasi kulit, kepala pusing, sukarberkonsentrasi, cepat lelah atau letih
dan sensitif terhadap bau dengan gejala yang tidak dikenali dan kebanyakkan keluhan akan
hilang setelah meninggalkan gedung. Tjandra Yoga Aditama, membagi keluhan atau gejala
dalam tujuh kategori sebagi berikut:
1) iritasi selaput lendir, seperti iritasi mata, pedih, merah dan berair
2) iritasi hidung, seperti iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, bersin, batuk kering
3) gangguan neurotoksik (gangguan saraf/gangguan kesehatan secara umum),seperti
sakit kepala, lemah, capai, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi
4) gangguan paru dan pernafasan, seperti batuk, nafas bunyi, sesak nafas, rasa berat di
dada
10
5) gangguan kulit, seperti kulit kering, kulit gatal
6) gangguan saluran cerna, seperti diare
7) gangguan lain-lain, seperti gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, dll.
Orang dinyatakan menderita SBS apabila memiliki keluhan sejumlah kurang lebih 2/3 dari
sekumpulan gejala seperti lesu, hidung tersumbat, kerongkongan kering, sakit kepala, mata
gatal-gatal, mata pedih, mata kering, pilek-pilek, mata tegang, pegal-pegal, sakit leher atau
punggung, dalam kurun waktu bersamaan. Untuk menegakkan adanya SBS maka berbagai
keluhan tersebut harus dirasakan oleh sekitar 20%-50% pengguna suatu gedung, dan keluhan-
keluhan tersebut biasanya menetap setidaknya dua minggu.
Faktor individu
- Atopi (hayfever/asma)
- Pengguna kontak lens
- Wanita
- Kondisi psikologi
Diagnosis okupasi
Berdasarkan pemabahasan di atas, diambil kesimpulan bahwa penyakit yang dialami pasien
merupakan penyakit akibat kerja yaitu sick building syndrome (SBS).
Penanganan
Mediakamentosa 8
Penanganan berdasarkan gejala yang di alami. Untuk batuk bisa kasih ambroxol untuk
mukolitik 2 kali sehari dengan dosis perhari 60-120 mg perhari, sedangkan untuk pilek bisa
diberikan tremenza 3 kali sehari. Untuk demam dan nyeri seluruh badan bisa berikan
parasetamol. Asupan suplemen antioksidan terbukti menurunkan SBS hingga 65 persen,
penelitian ini menunjukkan bahwa berbagai gangguan atau keluhan SBS yang terjadi pada
para karyawan berbagai perusahaan di Jakarta dapat diturunkan setelah mengkonsumsi
suplemen antioksidan secara teratur setiap hari selama 3 bulan, untuk selalu menjaga tubuh
tentu harus dikonsumsi rutin karena tubuh memerlukanya dan kita dapatkan dari makanan
yang sehat atau suplemen yang mengandung zat antioksidan. Penurunanya sangat signifikan,
dengan asupan suplemen antioksidan yang teratur terbukti dapat menurunkan frekuensi SBS,
hal ini tentunya akan meningkatkan produktifitas kerja.
11
Non medikamentosa
- Gunakan masker selama di kantor untuk mengurangi pajanan kimia yang ada di ruang
kerja.
- Kalau menggunakan kontak lensa sebaiknya dilepas dan untuk sementara gunakan
kacamata.
- Pada komputer gunakan layar antiradiasi untuk mengurangi radiasi dari layer
komputer.
Pencegahan4,6,7
Keluhan yang timbul pada penderita SBS biasanya dapat ditangani secara simtomatis asal
diikuti dengan upaya agar suasana lingkungan udara digedung tempat kerja menjadi lebih
sehat. Yang perlu mendapat perhatian utama tentu bagaimana pencegahan yang dapat
dilakukan untuk menghindari suatu gedung menjadi penyebab SBS. Ternyata upaya
pencegahannya cukup luas, menyangkut bagaimana gedung itu dibangun, bagaimana desain
ruangan, bahan-bahan yang digunakan di dalam gedung, perawatan alat-alat dan lain-lain.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan meliputi:
1. Umunnya penderita SBS akan sembuh apabila keluar dari dalam gedung tersebut,
gejala-gejala penyakitnya dapat disembuhkan dengan obat-obat simtomatis.
2. Upaya agar udara luar yang segar dapat masuk ke dalam gedung secara baik dan
terdistribusi secara merata ke semua bagian di dalam suatu gedung. Dalam hal ini
perlu diperhatikan agar lubang tempat masuknya udara luar tidak berdekatan
dengan sumber-sumber pencemar di luar gedung agar bahan pencemar tidak
terhisap masuk ke dalam gedung. Ventilasi dan sirkulasinya udara dalam gedung
diatur sedemikian rupa agar semua orang yang bekerja merasa segar, nyaman dan
sehat, jumlah supply udara segar sesuai dengan kebutuhan jumlah orang di dalam
ruangan, demikian pula harus diperhatikan jumlah supply udara segar yang cukup
apabila ada penambahan-penambahan karyawan baru dalam jumlah signifikan.
3. Perlu pula diperhatikan pemilihan bahan-bahan bangunan dan bahan pembersih
ruangan yang tidak akan mencemari lingkungan udara di dalam gedung dan lebih
ramah lingkungan (green washing, non toxic, ecological friendly).
12
4. Penambahan batas-batas ruangan dan penambahan jumlah orang yang bekerja
dalam satu ruangan hendaknya dilakukan setelah memperhitungkan agar setiap
bagian ruangan dan individu mendapat ventilasi udara yang memadai.
5. Jangan adalkan membuat sekat ruangan saja, dan jangan terus-menerus menambah
jumlah orang untuk bekerja dalam satu ruangan sehingga menjadi penuh sesak.
6. Alat-alat kantor yang mengakibatkan pencemaran udara, seperti mesin fotokopi,
diletakkan dalam ruangan terpisah.
7. Renovasi kantor dengan menggunakan bahan-bahan bangunan baru, cat baru, lem
baru, agar dipasang exhaust fan yang memadai agar pencemaran dari volatile
organic compounds (VOCs), terutama uap benzene dan formaldehyde yang
berasal dari bahan-bahan bangunan baru dapat segera dibuang.
Prognosis
Prognosis untuk kasus ini baik bila penyebab dapat diatasi dengan segera. Sehingga
kualitaskerja para pekerja baik, dan akhirnya produktivitas perusahaan baik.
Kesimpulan
SBS merupakan sekumpulan gejala yang dialami oleh penghuni gedung yang berhubungan
dengan waktu yang dihabiskan di dalam gedung tersebut, tetapi tidak terdapat penyakit atau
penyebab khusus yang dapat diidentifikasi.
Penyebab terjadinya SBS berkaitan dengan ventilasi udara ruangan yang kurang memadai,
distribusi udara yang kurang merata, serta kurang baiknya perawatan sarana ventilasi.
Keluhan umumnya dapat ditanganisecara simptomatis dengan diikuti dengan upaya
penyehatan lingkungan di dalam gedung.
Daftar pustaka
1. Depkes RI Pusat Kesehatan Kerja. Modul Pelatihan Bagi
Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta: Depkes RI;2003.
2. Tjandra YA, Tri H. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia;2002.h.87-93.
3. Herawati S, Ign I, Hanry E, Sanarko LH, Regie S. Penuntun patologik
klinik hematologi. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Indonesia;2003.h.92.
13
4. Micheal LF. Current occupational & enviromental medicine: building-
associated illness. Fourth Edition. USA: The McGraw Hill;2007.p.721-24.
5. Bibhat KM, Edmund GLW, Edward MD, Richard TM. Lecture notes:
penyakit infeksi. Edisi keenam. Jakarta: Erlangga;2006.h.62-4.
6. PS Burge. Sick building syndrome. Occup baviron Med 2004;(61):185-90.
7. Joe EH. Sick building syndrome. Ohio: The Ohio State University
Extension;2008.
8. Wahyu W. Sick building syndrome. Diunduh dari
http://www.ww.web.id/2009/06/sick-building-syndrome-sbs-dan-solusi.html, 10 Oktober 2012.
14